YANG TIDAK MENYAKSIKAN LIVE MUSIC
PERFORMANCE DI DOWNTOWN WALK
SUMMARECON MAL SERPONG
dari · .-, ... セNBG@
T.gl. ; ZイセイZtZZコZᄋエBセ@
... _
0
CJi ...
l/. .... .. Oleh :セッN@
lnduk : ...::J.1-.. : ...
セNセZZZZ@
...kll!sifikasi :
QUQUH YUNIANTU ... . NIM : 102070025923
Skripsi diajukan 1.111t1.1k mememuhi sebagian persyaratan dalam mE'lmperoleh gelar Sarjana Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSIT AS ISLAM NE GERI SY ARIF HIDAY ATULLAH
JAKARTA
MENYAKSIKAN
LIVE MUSIC PERFORMANCE
DI
DOWNTOWN WALK SUMMARECON MAL
SERPONG
セMMMMMMMMMMMMMMMMMMM
PERrus1A1<AAN UTAMA UIN SYAf11D JAKARTA
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat mencapai
gelar Sarjana Psikofogi
Pembimbing I
Ofeh:
QUQUH YUNIANTO NIM : 102070025923
Di Bawah Bimbingan :
Pembimbing II
• Yunita Faela Nisa, M.Psi, Psi
NIP: 150.368.748
Ors. Rachmat Mulyono, M.Si, Psi NIP: 150.293.240
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
YANG MENYAKSIKAN DAN YANG TIDAK MENYAKSIKAN LIVE MUSIC PERFORMANCE DI DOWNTOWN WALK SUMMARECON MAL
SERPONG" telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 07 Desember 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Psikologi.
Jakarta, 07 Desember 2009
Sidang Munaqasyah
Dekan I
Ketua merangkap anggota,
OGGセN@
セ@
-Jahja Umar, Ph.D NIP. 130.885.522
Penguji I,
Bamban Su adi Ph.D NIP: 150.326.891
Pembimbing I,
Yunita Faela Nisa, M.Psi, Psi NIP: 150.368.748
Pembantu Dekan I
Sekretaris merangkap anggota,
Anggota
dイ。セ。セL@
M.Si NIP. 1956.1223.1983.032001Penguji II,
Yunita Faela Nisa, M.Psi, Psi NIP: 150.368.748
Pembimbing II,
dengan menyebut nama TUHAN mu Yang Menciptakan
-(QS.
Al-'Alaq/97:1)-"Sesungguhnya Rahmat-Ku mengalahkan Kemurkaan-Ku"
-(Hadits
Qudsi)-"Janganlah keterlambatan masa pemberian Allah
kepadamu padahal engkau bersungguh-sungguh dalam
berdoa menyebabkan patah harapan, sebab Allah
telah menjamin menerima semua do'a dalam apa yang
Dia Kehendaki untukmu, bukan menurut kehendakmu
dan pada waktu yang ditentukan-Nya, bukan pada
waktu yang engkau tentukan"
-(Ibn
'Athoillah)-"Jika kamu pernah puas,
maka permainan telah selesai"
-(James
Hetfield)-Skripsi ini kupersembahkan kepada
Ayahanda dan ibunda tercinta
(C) Ququh Yunianto
(D) Perbedaan kepuasan konsumen antara yang menyaksikan dan yang tidak menyaksikan live music performance di Downtown walk Summarecon Mal Serpong
(E) xiii + 84 halaman
(F) Usaha untuk memuaskan konsumen merupakan hal yang sangat penting dalam aktivitas pemasaran, dimana setiap pihak yang bersaing di pasar mengharapkan untuk dapat mempengaruhi sebanyak mungkin pembeli agar produknya diminati dan mereka mengkonsumsinya.
Salah satu dari banyaknya teori dan model kepuasan konsumen yang di gunakan oleh para ahli untuk mengukur kepuasan konsumen adalah model afektif. Model tersebut mengacu pada tingkat kepuasan yang dipengaruhi oleh perasaan konsumen (Mowen, 2002).
Musik memiliki hubungan yang erat dengan afeksi seseorang, dengan pemberian pelayanan yang tepat seperti live music performance di Downtown walk Summarecon Mal Serpong diharapkan konsumen dapat menikmatinya dan merasa puas. Setelah konsumen merasa puas, maka akan membeli produk-produk yang disediakan oleh mal. Dengan
demikian konsumen akan mendatangi lagi tempat tersebut dan merekomendasikan kepada orang lain.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui signifikansi perbedaan kepuasan konsumen antara yang menyaksikan dan yang tidak
menyaksikan live music performance di Downtown walk Summarecon Mal Serpong. Mengetahui perbedaan (mean) kepuasan konsumen berdasarkan jenis (genre) musik yang disaksikan oleh konsumen di Downtown walk Summarecon Mal Serpong. Mengetahui keinginan konsumen untuk menyaksikan jenis (genre) musik lain yang ingin ditampilkan di Downtown walk Summarecon Mal Serpong.
Pendekatan yang digunakan adalah kuantitatif dengan metode penelitian komparatif. Sedangkan teknik pengambilan sampel adalah
purposive sampling (N=60).
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Segala puji hanya bagi Allah SWT di setiap saat dan waktu. Dengan
mengucap rasa syukur kehadirat llahi Rabbi atas Rahmat dan lnayah-NYA
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam tetap tercurah
kepada hamba yang paling mulia di atas sekalian para hamba, Rasulullah
SAW, beserta keluarga, para sahabat serta orang-orang yang menjadi
pengikutnya hingga akhir zaman.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini juga tidak dapat selesai
tanpa adanya bimbingan dan dukungan yang penuh ketulusan, baik secara
moril maupun materil dari semua pihak. Oleh karena itu, pantas penulis
haturkan ucapan terima kasih yang mendalam kepada semua pihak yang
telah membantu penyelesaian penelitian ini. Diantaranya kepada :
1. Bapak Jahja Umar, Ph.D. dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. lbu Ora. Hj. Netty Hartati, M.Si, dosen pembimbing akademik penulis. lbu
Yunita Faela Nisa, M.Psi, Psi dan Bapak Ors. Rachmat Mulyono, M.Si, Psi
atas segala ilmu dan pengalaman serta kemudahan akademik yang telah
diberikan kepada penulis.
4. Bapak dan lbu tercinta, yang senantiasa sabar dan tabah untuk selalu
mendidik dan mendoakan anak-anaknya, serta kakak dan adikku yang
selalu memberikan warna kehidupan kepada penulis. Terima kasih
keluargaku untuk segalanya.
5. Bapak Surya Mentari, marketing manager dan Bapak Medy Suteja,
operasional manager Summarecon Mal Serpong.
6. Para staff dan karyawan Summarecon Mal Serpong khususnya Bapak
Yudi yang telah meluangkan waktunya dalam membantu penulis.
7. Syaikhina wa Mursyidina KH. Sholahuddin Abdul Ojalil Mustaqiem, KH.
Muhammad Luqman Hakim, MA, H. Muhammad Arifin dan seluruh Salikin
PETA Tulungagung.
8. Eka Subaekah, Liza, Neneng, Nita, Rose, Yuyun, Fadli, Ucup, Agus NB,
Umay, dan Seluruh sahabat di Fakultas Psikologi UIN Jakarta khususnya
angkatan 2002/A, sahabat-sahabati PMll Komfapsi Ciputat,
saudara-saudaraku di Bad Boy.
9. Seluruh pihak yang tak tertera namun tanpa mengurangi rasa hormat
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya akan kekurangan
dan ketidaksempurnaan. Harapan penulis, semoga skripsi ini memberi
manfaat, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi seluruh pembaca. Amin.
Halaman Persetujuan ... ii
Halaman Pengesahan ... iii
Motto ... iv
Abstrak ... v
Kata Pengantar ... vii
Daftar lsi ... x
Daftar Tabel ... xiii
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1 -11 1.1. Latar Belakang Masai ah ... .... ... ... ... .. ... ... ... 1
1.2. ldentifikasi Masalah ... 7
1.3. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 7
1.3.1. Pembatasan masalah ... 7
1.3.2. Perumusan masalah ... 8
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9
1.4.1. Tujuan penelitian ... 9
1.4.2. Manfaat penelitian ... 9
3.3.1. Metode dan lnstrumen pengumpulan data ... 53
3.4. Teknik Analisis Data ... 56
3.5. Prosedur Penelitian ... 59
3.5.1. Persiapan ... 59
3.5.2. Pelaksanaan ... 59
3.5.3. Pengolahan data ... 60
BAB 4 PRESENTASI DAN ANALISIS DATA ... 61 - 74 4.1. Gambaran Umum Responden ... 61
4.2. Presentasi Data ... 69
4.2.1. Uji hipotesis ... 69
4.3. Pembahasan Hasil ... .... .... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... 73
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN ... 75 - 79 5.1. Kesimpulan .. . ... . ... ... .. ... ... .. ... .... 75
5.2. Diskusi ... 75
5.3. Saran ... ... ... ... ... ... ... ... .. . .. ... ... ... ... .... 78
Mal Serpong ... 41
Gambar 1. Skema proses kepuasan konsumen di Downtown Walk ... 47
Tabel 3.1. Skor nilai ... 53
Tabel 3.2. Blue print skala kepuasan ... 54
Tabel 4.1. Jumlah sampel ... 61
Tabel 4.2. Gambaran umum responden berdasarkan jenis kelamin ... 62
Tabel 4.3. Gambaran umum responden berdasarkan rentang usia ... 63
Tabel 4.4. Gambaran umum responden berdasarkan pendidikan terakhir. 64 Tabel 4.5. Gambaran umum responden berdasarkan jumlah kunjungan ke Downtown walk ... 65
Tabel 4.6. Gambaran umum responden berdasarkan jenis (genre) musik yang ingin disaksikan di Downtown walk ... 67
Tabel 4.7. Hasil rerata kepuasan konsumen ... 69
Tabel 4.8. Hasil uji- t ... 70
[image:11.518.37.449.165.535.2]1.1. Latar belakang masalah
Dalam era perdagangan bebas, setiap perusahaan menghadapi persaingan
yang ketat. Meningkatnya intensitas persaingan dan jumlah pesaing
menuntut perusahaan untuk selalu memperhatikan kebutuhan dan keinginan
konsumen serta berusaha memenuhi harapan konsumen dengan cara
memberikan pelayanan yang lebih memuaskan daripada yang dilakukan oleh
para pesaingnya.
Karena tujuan suatu bisnis adalah untuk menciptakan para konsumen
merasa puas (Schnaars dalam Tjiptono, 2002), maka usaha untuk
memuaskan konsumen merupakan hal yang sangat penting dalam aktivitas
pemasaran, dimana setiap pihak yang bersaing di pasar mengharapkan
untuk dapat mempengaruhi sebanyak mungkin pembeli agar produknya
diminati dan mereka mengkonsumsinya. Oleh karena itu, perusahaan harus
Dalam konteks perilaku konsumen, kata 'customer satisfaction' atau
kepuasan konsumen rasanya sangat akrab di telinga kita dan menjadi
semacam jargon yang seringkali dijadikan topik-topik seminar, pelatihan dan
artikel. Bahkan menurut Tjiptono (2007), sampai saat ini topik tersebut masih
terus berkembang sehingga belum dicapai kesepakatan tentang konsep atau
model yang paling efektif, yakni mengenai apakah kepuasan merupakan
respon emosional ataukah evaluasi kognitif?
Namun pada umumnya, kepuasan konsumen lebih banyak dititikberatkan
pada penilaian konsumen setelah mengkonsumsi atau menggunakan produk
atau jasa (Tjiptono, 2002). Selain terhadap produk dan jasa, pengertian
kepuasan konsumen juga dapat diterapkan pada penilaian konsumen
terhadap pengalaman-pengalamannya saat berada di lingkungan pusat
perbelanjaan (mal). Karena menurut Giese dan Cote (dalam Tjiptono, 2007),
pendefinisian kepuasan konsumen tidak terbatas hanya pada respon
konsumen terhadap produk atau jasa namun juga yang lainnya seperti
konsumsi, keputusan pembelian, wiraniaga, toko, dan sebagainya.
Salah satu model kepuasan konsumen yang digunakan oleh para ahli untuk
mengukur kepuasan konsumen adalah model afektif. Model tersebut dalam
kepuasan konsumen mengacu pada tingkat kepuasan yang dipengaruhi oleh
yang besar dalam penilaian kepuasan konsumen, apabila konsumen merasa
tidak nyaman terhadap lingkungannya, maka pelayanan tersebut dapat
dipastikan tidak efektif dan tidak efisien.
Salah satu strategi dalam membentuk kepuasan konsumen adalah dengan
musik. Menurut Sloboda (dalam Djohan, 2005), musik dapat meningkatkan
intensitas emosi dan akan lebih akurat bila hal itu dijelaskan sebagai suasana
hati, pengalaman, dan perasaan yang dipengaruhi akibat mendengar musik.
Disini musik memiliki fungsi sebagai stimulus bagi timbulnya sebuah
pengalaman afeksi. Oleh karena itu, dalam konteks perilaku konsumen,
ketika konsumen merespon musik dengan afeksi secara positif, maka akan menghasilkan yang positif pula seperti rasa puas.
Banyak tempat usaha menggunakan musik sebagai daya tarik usahanya atau
mungkin hanya sebuah "keisengan" untuk meramaikan suasana. Mulai dari
warteg, rental komputer, angkutan kola, hingga usaha bonafid seperti kafe
dan mal pun menggunakan peranan musik. Konsumen diajak menikmati
sajian musik dari yang bentuknya bermodalkan audio saja hingga
menampilkan grup musik secara langsung (live music performance) dari yang
Di Amerika, penggunaan live music performance di tempat bisnis seperti kafe
sudah dilakukan sejak lama. Nama-nama seperti Bob Dylan dan Joan Baez
dapat dikatakan mengawali karirnya dari panggung tempat tersebut. Dan dari
tempat itu pula muncul jenis-jenis kesenian baru, misalnya musik blues
sebagai aliran musik dari kulit hitam pada tahun 1969 sudah banyak
dimainkan di sana (Saputra, 2008).
Tidak hanya kafe, beberapa pusat perbelanjaan (mal) di kola besar Indonesia
seperti Plaza Ambarrukmo Yogyakarta, Margo City Depok, Sun Plaza Medan,
Supermal Karawaci, dan Bandung lndah Plaza pun tak mau ketinggalan
untuk menggunakan live music performance sebagai salah satu bentuk
pelayanan kepada konsumennya. Dengan bekerjasama dengan program
musik seperti lnbox di SCTV yang menghadirkan bintang-bintang ngetop,
baik itu para musisi, bintang tamu, maupun presenter, maka diharapkan akan
mampu "menyihir" konsumen untuk berbetah-betah di depan mereka dan
setelah puas menyaksikan acara tersebut, konsumen akan mencari-cari
pakaian, ponsel, maupun pernak-pernik seperti sang idola dan ketika
menemukannya dipastikan mereka akan membeli, tanpa berpikir apakah itu
kebutuhan atau hasrat pragmatis semata (Ode, 2009).
Begitupun juga dengan Summarecon Mal Serpong -sebuah pusat
terpadu- memiliki program live music performance sendiri di setiap
malamnya. Tidak tanggung-tanggung, para master jazz sepert Abadi
Soesman, Cendi Luntungan, Jefferey Tahalele dan Oele Patiselano
pun
bermain di sana. Tidak hanya jazz, beberapa genre musik seperti classic
rock, country, R&B atau pun lagu-lagu dari Beatles, romantic 80's & 90's
hingga top-forty pun ditampilkan secara live di Downtown walk Summarecon
Mal Serpong.
Dalam hal ini, pihak manajemen tidak semena-mena dalam menampilkan
grup musik atau musisi yang tidak sesuai dengan target pasarnya, bila hal ini
terjadi, maka tidak menutup kemungkinan usaha tersebut akan kehilangan
loyalitas konsumen dan penilaian negatif dalam merekomendasi kepada
orang lain (Tjiptono, 2007).
Beberapa studi tentang afeksi, musik, dan kepuasan konsumen menjelaskan
bahwa musik yang bertempo lambatjika dibandingkan dengan musik yang
bertempo cepat, dan tidak ada musik (no music) dalam mempengaruhi
lamanya menunggu konsumen di tempat antrian dan membuat mereka
merasakan lebih santai dan merasa puas selama menunggu (Oakes, 2003).
North (dalam North, 1997) menunjukkan bahwa jenis musik yang disukai
ke tempat tersebut, dan kesediaan mereka untuk saling berhubungan dengan
orang yang lain. Mehrabian (dalam Foxall, 1998) juga telah menemukan
hubungan penting antara emosional dengan faktor-faktor seperti lamanya
waktu saat belanja di toko, keputusan pembelian, dan kepuasan selama
berada di lingkungan toko.
Jenis musik tertentu juga dapat mengendalikan mood dari target konsumen
tertentu, karena menurut Frost dan Sulivan (dalam Branding, 2006),
mengungkapkan bahwa lamanya waktu yang dihabiskan di pusat
perbelanjaan atau tempat bisnis lainnya dapat ditingkatkan melalui musik dan
itu akan mendorong mereka untuk membeli satu atau beberapa jenis produk.
Selain itu, Kellaris dan Kent (dalam Yalch, 2000) menyatakan bahwa
pengalaman positif yang diperoleh konsumen dengan mendengarkan sebuah
musik tertentu dipercaya dapat meningkatkan keinginan untuk membeli.
Dengan pemberian pelayanan yang tepat seperti live music petformance
diharapkan konsumen dapat menikmatinya dan merasa puas saat berada di
Downtown Walk Summarecon Mal Serpong. Setelah merasakan puas maka
diharapkan konsumen akan membeli lebih banyak produk-produk yang
disediakan oleh mal serta akan mendatangi lagi tempat tersebut dan
1.2. ldentifikasi masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka identifikasi masalah dalam
penelitian ini adalah :
1. Adakah perbedaan kepuasan konsumen yang signifikan antara yang
menyaksikan dan yang tidak menyaksikan live music performance di
Downtown walk Summarecon Mal Serpong ?
2. Bagaimanakah perbedaan (mean) kepuasan konsumen berdasarkan
jenis (genre) musik yang disaksikannya di Downtown walk
Summarecon Mal Serpong ?
3. Jenis (genre) musik apakah yang ingin disaksikan konsumen selain
jenis (genre) musik yang sudah ditampilkan di Downtown walk
Summarecon Mal Serpong ?
1.3. Pembatasan dan perumusan masalah
1.3.1. Pembatasan masalah
Pembatasan masalah penelitian ini terdiri dari :
1. Kepuasan konsumen adalah penilaian afektif terhadap
pengalaman-pengalamannya saat berada di Downtown walk Summarecon Mal
Serpong.
2. Live music performance adalah suatu pelayanan yang diberikan oleh
1.4. Tujuan penelitan dan manfaat penelitian
1.4.1.
Tujuan penelitianPenelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui signifikansi perbedaan kepuasan konsumen antara yang
menyaksikan dan yang tidak menyaksikan live music performance di
Downtown walk Summarecon Mal Serpong.
2. Mengetahui perbedaan (mean) kepuasan konsumen berdasarkan jenis
(genre) musik yang disaksikannya di Downtown walk Summarecon
Mal Serpong.
3. Mengetahui keinginan konsumen untuk menyaksikan jenis (genre)
musik lain yang ingin ditampilkan di Downtown walk Summarecon Mal
Serpong.
1.4.2.
Manfaat penelitianAdapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :
1. Manfaat teoritis :
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah wacana dalam
psikologi terutama peranannya terhadap musik dan perilaku konsumen
2. Manfaat praktis :
1) Mal sebagai pusat perbelanjaan dapat menimbang penggunaan
live music performance sebagai acuan dalam menstimulus
konsumen dalam meningkatkan kepuasan konsumen.
2) Dapat mengetahui jenis (genre) musik yang lebih disukai oleh
konsumen untuk ditampilkan di Downtown Walk Summarecon Mal
Serpong.
1.5.
Sistematika penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tiga
bagian, yaitu :
1. Bagian awal (front matter), yang terdiri dari:
a. Halaman sampul
I
halaman judulb. Halaman persetujuan dosen pembimbing
c. Halaman pengesahan
d. Halaman motto
e. Abstrak
f. Kata pengantar
g. Daftar isi
2. Bagian utama atau bagian tubuh laporan (main body), yang terdiri dari:
a. Bab 1 : Pendahuluan yang meliputi latar belakang, identifikasi
masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
b. Bab 2 : Kajian pustaka yang meliputi deskripsi teoritik, kerangka
berpikir, dan hipotesis.
c. Bab 3 : Metodologi penelitian yang meliputi jenis dan metode
penelitian, pengambilan sampel, teknik pengumpulan data,
teknik analisis data, dan prosedur penelitian.
d. Bab 4 : Presentasi dan analisis data yang meliputi gambaran
umum subyek, presentasi dan analisis data, dan
pembahasan
e. Bab 5 : Kesimpulan, diskusi, dan saran.
3. Bagian akhir (reference section), yang terdiri dari:
a. Daftar pustaka
2.1. Deskripsi teoritik
Deskripsi teoritik ini terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama membahas
tentang kepuasan konsumen, bagian kedua membahas tentang live music
performance, dan bagian yang ketiga membahas tentang hubungan afeksi,
musik, dan perilaku konsumen.
2.1.1. Kepuasan konsumen
2.1.1.1. Definisi kepuasan konsumen
Dalam konteks perilaku konsumen, pendefinisian kepuasan konsumen
menjadi sesuatu yang kompleks. Bahkan menurut Tjiptono (2007) hingga
saat ini belum dicapai kesepakatan atau konsesus yang tepat mengenai
kepuasan konsumen tersebut, yakni apakah kepuasan merupakan respon
emosional ataukah evaluasi kognitif?
Menurut Giese dan Cote (dalam Tjiptono, 2007), ketiadaan konsesus
mengenai definisi kepuasan konsumen dapat membatasi kontribusi riset
untuk konteks spesifik, pengembangan ukuran kepuasan yang benar atau
pembandingan, dan penginterpretasian hasil riset empiris.
Walaupun demikian, penulis berusaha memaparkan beberapa definisi yang
sesuai dengan konteks penulisan ini. Secara bahasa, kepuasan (Satisfaction)
berasal dari bahasa latin yaitu satis yang berarti enough atau cukup dan
facere yang berarti to do atau melakukan (lrawan, 2002).
Beberapa pakar juga memberikan kontribusinya terhadap definisi kepuasan
konsumen, seperti Kotler (2002) yang menyatakan bahwa kepuasan
konsumen adalah perasaan seseorang yang muncul setelah membandingkan
kinerja atau hasil yang dirasakan dengan harapannya.
Mowen (2002) mendefinisikan kepuasan konsumen sebagai keseluruhan
sikap yang ditunjukkan konsumen atas produk atau jasa setelah mereka
memperoleh dan menggunakanya. Hal ini merupakan penilaian evaluatif
pascapembelian yang disebabkan oleh seleksi pembelian khusus dan
pengalaman menggunakan atau mengkonsumsi barang atau jasa tersebut.
Engel (1995) mengungkapkan bahwa kepuasan konsumen merupakan
evaluasi pascakonsumsi bahwa suatu alternatif yang dipilih setidaknya
Kepuasan konsumen juga dapat diartikan sebagai persepsi terhadap sesuatu
yang telah memenuhi harapannya. Pawitra (1993) menyatakan
bahwa.pengertian kepuasan konsumen merupakan perbedaan antara
harapan (expectations) dan kinerja yang dirasakan (perceived performance).
Oleh karena itu, seseorang tidak akan puas apabila mempunyai persepsi
bahwa harapannya belum terpenuhi. Seseorang akan merasa puas jika
persepsinya sama atau lebih besar dari yang diharapkan.
Menurut Umar (2000), kepuasan konsumen adalah tingkat perasaan
konsumen setelah membandingkan dengan harapannya. Seseorang yang
jika puas dengan nilai yang diberikan oleh produk atau jasa maka sangat
besar kemungkinannya untuk menjadi konsumen dalam waktu yang lama.
Rangkuti (2002) menyatakan bahwa kepuasan konsumen didefinisikan
sebagai respon konsumen terhadap ketidak sesuaian antara tingkat
kepentingan sebelumnya dengan kinerja aktual yang dirasakan setelah
pemakaian.
Selain pengertian di alas, kepuasan konsumen merupakan respon afektif,
beberapa pakar seperti Wilkie (dalam Tjiptono, 2002) mendefinisikan
kepuasan konsumen sebagai suatu tanggapan emosional pada evaluasi
Westbrook dan Reilly (dalam Tjiptono, 2007) berpendapat bahwa kepuasan
konsumen adalah respon emosional konsumen terhadap
pengalaman-pengalaman berkaitan dengan produk atau jasa tertentu yang dibeli, gerai
ritel, atau pola perilaku (seperti perilaku berbelanja dan perilaku pembeli),
serta pasar secara keseluruhan.
Dari penjabaran di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan konsumen
merupakan penilaian positif seseorang setelah mengkonsumsi atau
menggunakan suatu produk atau jasa yang telah memenuhi harapannya.
Jadi produk atau jasa yang bisa memuaskan adalah yang sanggup
memberikan sesuatu yang dicarinya sampai pada tingkat cukup.
2.1.1.2. Macam-macam kepuasan konsumen
Pada prinsipnya, menurut Hunt (dalam Tjiptono, 2007).pendefinisian
kepuasan konsumen dapat diklasifikasi ke dalam lima kategori pokok, yakni :
1. Definisi perspektif defisit normatif, yaitu perbandingan antara hasil
(outcome) aktual dengan hasil yang secara kultural dapat diterima.
2. Definisi ekuitas atau keadilan, yaitu perbandingan perolehan atau
keuntungan yang didapatkan dari pertukaran sosial. Bila perolehan itu
tidak sama, maka pihak yang dirugikan akan puas.
3. Definisi standar normatif, yaitu perbandingan hasil aktual dengan
keyakinan mengenai tingkat kinerja yang seharusnya ia terima dari
merek tertentu.
4. Definisi keadilan prosedural, yaitu kepuasan merupakan fungsi dari
keyakinan atau persepsi konsumen bahwa ia telah diperlakukan
secara adil.
5. Definisi atribusional, yaitu kepusan tidak hanya ditentukan oleh ada
tidaknya diskonfirmasi harapan, namun juga oleh sumber penyebab
diskonfirmasi.
Lebih lanjut, Giese dan Cote (dalam Tjiptono 2007} mengajukan kerangka
definisional untuk menyusun definisi kepuasan konsumen yang sifatnya
spesifik kontekstual. Kerangka tersebut mengidentifikasi tiga komponen
utama dalam definisi kepuasan konsumen sebagai berikut :
1. Tipe respon (baik respon emosional atau afektif maupun kognitif) dan
intensitas respon (kuat hingga lemah).
2. Fokus respon, berupa produk, konsumsi, keputusan pembelian,
wiraniaga, toko, dan sebagainya.
3. Timing respon, yaitu setelah konsumsi, setelah pilihan pembelian,
Menurul Umar (2000), kepuasan dibagi menjadi dua macam, yailu :
1. Kepuasan fungsional, merupakan kepuasan yang diperoleh dari fungsi
sesualu yang dimanfaalkan, seperti :
a. Produk dan pelayananya.
b. Kegialan penjualan, yang lerdiri alas variabel-variabel pesan
(sebagai hasil serangkaian sikap lertenlu mengenai perusahaan,
produk dan lingkal kepuasan yang diharapkan oleh konsumen),
sikap (sebagai penilaian konsumen alas pelayanan perusahaan),
dan peranlara (sebagai penilaian konsumen alas peranlara
perusahaan seperti diler dan grosir).
c. Pelayanan selelah penjualan, yang lerdiri alas variabel-variabel
pelayanan pendukung lertenlu seperti garansi sera yang berkailan
dengan umpan balik seperti penaganan keluhan dan pengmebalian
uang.
d. Nilai perusahaan, yang lerdiri alas nilai resmi yang dinyalakan oleh
perusahaan sendiri dan nilai lidak resmi yang lersiral dalam segala
lindakannya sehari-hari.
2. Kepuasan psikologikal, merupakan kepuasan yang diperoleh dari
alribul yang bersifal lidak berwujud dari produk alau dari sesualu
seperti suasana lingkungan loko yang hendaknya lerasa nyaman dan
menyenangkan bagi para konsumen sehingga merangsang unluk
Dari penjabaran di atas menyatakan bahwa untuk menyusun kerangka
definisi kepuasan konsumen yang sifatnya spesifik kontekstual, maka
diperlukan tiga komponen yakni tipe respon, fokus respon, dan timing respon
(Giese dalam Tjiptono, 2007).
Dengan demikian, meskipun pada pendefinisian kepuasan konsumen lebih
banyak dititikberatkan pada konsumsi atau menggunakan terhadap produk
dan jasa, namun kepuasan konsumen juga dapat didefinisikan sebagai
respon afektif seseorang terhadap pengalaman-pengalamannya saat berada
di toko.
Oleh karena itu, dalam penelitian ini pendefinisian kepuasan konsumen
adalah penilaian afektif terhadap pengalaman-pengalamannya saat berada di
Downtown walk Summarecon Mal Serpong.
2.1.1.3. Teori dan model kepuasan konsumen
Menurut Pawitra (1993), yang menjadi dasar dalam teori dan model
kepuasan konsumen adalah teori ekonomi mikro, perspektif psikologi, dan
perspektif TOM (total quality management).
1. Teori ekonomi mikro
Dalam teori ekonomi, dasar yang digunakan oleh seorang konsumen
dimana perbandingan antara kegunaan marginal (marginal utility) dan
harga masing-masing produk akan menjadi sama (Pawitra, 1993).
2. Perspektif psikologi
Berdasarkan perspektif psikologi, terdapat dua model kepuasan
konsumen, yaitu model kognitif dan model afektif. Peter (1999)
menyatakan bahwa kognitif dan afektif mengacu pada dua tipe
tanggapan internal psikologis yang dimiliki konsumen terhadap
rangsangan lingkungan dan kejadian yang berlangsung, yakni afeksi
melibatkan perasaan sedangkan kognisi melibatkan pemikiran.
2a) Model kognitif
Pada model ini, penilaian konsumen didasarkan pada perbedaan
antara suatu kumpulan dari kombinasi atribut yang dipandang ideal
untuk individu dan persepsinya tentang kombinasi dan atribut yang sebenarnya. Jika yang ideal sama dengan yang sebenarnya, maka
konsumen akan sangat puas. Sebaliknya, jika makin besar
perbedaan antara yang ideal dengan yang sebenarnya, maka
makin tidak puas. Makin kecil perbedaan itu, maka besar
kemungkinan konsumen akan mencapai kepuasan (Pawitra, 1993).
Model ini juga memunculkan tiga teori, yaitu :
a.
The expextancy of disconfirmitas modelMenurut Oliver (dalam Tjiptono, 2002), kepuasan konsumen
sebelum membeli (pre-purchase expectation) yaitu
keyakinan kinerja yang diantisipasi suatu produk atau jasa
dan disconfirmation, yaitu perbedaan antara harapan
sebelum membeli dengan persepsi setelah membeli (post
purchase perception)
b. Equity theory
Menurut teori ini, konsumen akan merasa puas bila rasio
hasil (outcome) yang diperolehnya dibandingkan dengan
input yang digunakan dirasakan adil atau sama (Oliver
dalam Tjiptono, 2002).
c.
Atribution theoryMenurut Weiner (dalam Tjiptono, 2002), ada tiga faktor
penyebab yang menentukan keberhasilan atau kegagalan
suatu hasil sehingga dapat ditentukan kepuasannya, yaitu
Stabilty (bersifat tetap atau adanya keanekaragaman yang
bersifat sementara), locus of casuality (berhubungan dengan
konsumen), dan controllability (berasal dari kemauan
konsumen sendiri atau disebabkan oleh faktor luar yang
tidak dapat dikendalikan ).
2b) Model afektif
Menurut Mowen (2002), istilah afeksi dalam kepuasan konsumen
positif dan negatif konsumen. Afeksi dapat didefinisikan sebagai
fenomena kelas mental yang secara unik dikarakteristikkan oleh
pengalaman yang disadari, yaitu keadaan perasaan subjektif yang
biasanya muncul bersama-sama dengan emosi dan suasana hati
Menurut Pawitra (1993), fokus model ini lebih dititikberatkan pada
tingkat aspirasi, emosi, perasaan spesifik (apresiasi, kepuasan,
keengganan, dan lain-lain), suasana hati (mood), dan perilaku
belajar. Sedangkan Peter (1999), menyatakan bahwa ada empat
jenis tanggapan afektif, yaitu emosi, perasaan khusus (spesifik),
suasana hati (mood), dan evaluasi. Keempat jenis afeksi tersebut
memiliki perbedaan dalam tingkatan keterlibatan fisiologis atau
intensitas ketika mengalami keempat afeksi tersebut, yakni :
a. Emosi, yaitu suatu perasaan kuat yang timbul akibat atau
sebab dari penilaian terhadap rangsangan. Semakin kuat
tanggapan afektif seperti gembira, cinta, bersalah, ketakutan
dan marah, semakin dapat tanggapan tersebut melibatkan tanggapan fisiologis.
b. Perasaan spesifik melibatkan reaksi fisiologis yang tidak
begitu gencar, seperti kehangatan, penghargaan, kepuasan,
c. Suasana hati (mood) melibatkan intensitas perasaan paling
rendah, cenderung merupakan suatu stastus afektif yang
kabur seperti siaga, santai, relaks, tenang, sendu, bosan,
dan lesu.
d. Evaluasi adalah tanggapan afektif yang lemah, yang diikuti
oleh tingkat gerakan yang rendah seperti suka, bagus, dan
senang. Kadangkala, seseorang bahkan tidak dapat
merasakannya sama sekali.
3. Perspektif TOM (Total Quality Mangement)
TQM merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan bisnis yang
mencoba untuk memaksimalkan daya saing organisasi melalui
perbaikan secara berkesinambungan atas produk, jasa, manusia,
proses, dan lingkungannya. Sistem manjemen ini berlandasakan pada
usaha mengangkat kualitas sebagai strategi usaha dan berorientasi
pada kepuasan konsumen dengan melibatkan seluruh anggota
organisasi.
Dari penjabaran di atas dapat diketahui bahwa definisi, macam-macam
kepuasan konsumen, serta teori dan model kepuasan konsumen sangat
beragam, namun penulis melandaskan teori dalam penelitian ini berdasarkan
berdasarkan pada tanggapan afektif seperti emosi, perasaan afektif, suasana
hati, dan evaluasi.
Hal tersebut dikarenakan kognitif mengacu pada pemikiran, sedangkan
afektif mengacu pada perasaan atau sesuatu yang dirasakan seseorang,
selain itu sistem afektif dapat menanggapi berbagai jenis rangsangan yang
sama secara berbeda. Oleh karena itu orang mengalami afeksi dalam badan
mereka dan menjadi bagian dari seseorang ketika mengalaminya, sedangkan
koginisi biasanya tidak terletak pada tubuh manusia (Peter, 1999).
2.1.1.4. Faktor pendorong kepuasan konsumen
lrawan (2002) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mendorong nilai
kepuasan konsumen adalah kualitas produk, harga, kualitas pelayanan
uasa), faktor emosi, dan kemudahan.
1. Kualitas produk
Konsumen puas apabila setelah membeli dan menggunakan produk
tersebut ternyata kualitas produknya baik. Menurut Mowen (2002),
kualitas produk didefinisikan sebagai evaluasi menyeluruh kosumen
alas kebaikan kinerja barang atau jasa. Garvin (dalam Tjiptono, 2002)
menyatakan faktor yang sering digunakan dalam mengevaluasi
a) Kinerja (performance): karakteristik operasi pokok dari produk
inti (core product) yang dibeli.
b) Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features): yaitu
karakteristik sekunder atau pelengkap.
c) Keandalan (reliability): yaitu kemungkinan kecil akan mengalami
kerusakan atau gaga! pakai.
d) Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specification):
yaitu sejauh mana karakteristik desain operasi memenuhi
standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya.
e) Daya tahan (durability), berkaitan dengan berapa lama produk
tersebut dapat terus digunakan.
f) Serviceability, meliputi kecepatan, komptensi, kenyamanan,
mudah direparasi, serta penanganan keluhan yang
memuaskan.
g) Estetika (aesthetics), yaitu daya tarik produk terhadap panca
ind era.
h) Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality): yaitu citra rasa
dan reputasi produk serta tanggung jawab perusahaan
terhadapnya.
2. Harga
Untuk konsumen yang sensitif biasanya harga murah adalah sumber
bagi mereka yang tidak sensitif harga. Untuk industri ritel, komponen
ini sungguh penting dan kontribusinya terhadap kepuasan cukup
besar.
3. Kualitas pelayanan
Kepuasan konsumen yang disebabkan persepsi kualitas pelayanan
yang di!erima dapat diamati dengan lima dimensi pokok
(Parasurraman dalam Tjiptono, 2002), yaitu :
a) Dimensi wujud (Tangible), merupakan perbandingan antara
harapan dengan persepsi konsumen terhadap penampilan fisik
(performance), perlengkapan, dan peralatan.
b) Dimensi kepercayaan (Reliability), merupakan perbandingan
antara harapan dengan persepsi konsumen terhadap
kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan
segera dan akurat.
c) Dimensi daya tanggap (Responsiveness), merupakan
perbandingan antara harapan dengan persepsi konsumen
terhadap pelayan dan penyelesaian dengan tanggap, cepat,
dan tepat.
d) Dimensi kepastian (Assurance), merupakan perbandingan
antara harapan dengan persepsi konsumen terhadap
kesopanan, keahlian dan pengetahuan dalam memberikan
e) Dimensi empati (Emphaty), merupakan perbandingan antara
harapan dengan persepsi konsumen terhadap kemudahan
dalam melakukan hubungan dan komunikasi yang baik
terhadap konsumen.
4. Faktor emosi
Faktor emosi biasanya disebabkan oleh adanya nilai emosi yang
dberikan oleh lingkungan atau brand pada suatu produk dan jasa
seperti rasa bangga dan rasa percaya diri. Perasaan nyaman saat
berada di lingkungan toko adalah salah satu contoh nilai emosi yang
mendasari kepuasan konsumen.
5. Biaya dan kemudahan
Hal-hal yang berhubungan denga biaya dan kemudahan untuk
mendapatkan produk atau jasa konsumen semakin puas apabila relatif
mudah dan efisien dalam mendapatkan produk atau pelayanan.
Setiap faktor di atas mempunyai bobot nilai yang berbeda-beda. Semua
bergantung pada jenis industri apa yang sedang dijalani. Konrtribusi
faktor-faktor ini juga dapat berubah dari waktu ke waktu suatu industri. Besarnya
setiap faktor relatif mudah diketahui melalui penelitian (lrawan, 2002).
Dari penjabaran di atas menyatakan bahwa emosi merupakan salah satu
salah satu komponen dalam mengukur kepuasan konsumen yang akan
dilakukan oleh penulis, hal tersebut karena faktor emosi merupakan bagian
dari salah satu perspektif psikologi dalam kepuasan konsumen model afektif
(Pawitra, 1993 ).
2.1.1.5. Proses pembentukan kepuasan konsumen
Sesuatu hal yang pasti mengenai proses tidak terjadi begitu saja. Seperti
halnya konsumen yang merasakan kepuasan pelayanan jasa. Kepuasan
konsumen sangat bergantung pada harapan konsumen. Oleh karena itu,
strategi kepuasan konsumen haruslah didahului dengan pengetahuan yang
detail dan akurat terhadap harapan konsumen. Menurut Parasuraman (dalam
Rangkuti, 2002), ada dua tingkatan harapan konsumen, yaitu :
1. Adequate Expectation
Merupakan tingkat kinerja pelayanan minimal yang masih dapat
diterima berdasarkan perkiraan jasa yang mungkin akan diterima dan
tergantung pada alternatif yang tersedia. Adequate expectation
dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut ini :
a) Keadaan darurat
b) Ketersedian alternatif
c) Derajat keterlibatan konsumen
d) Faktor-faktor yang tergantung situasi, dan
2. Desired Expectation
UIN SYAHID JAKARTA
Merupakan tingkat kinerja pelayanan yang diharapkan konsumen
untuk diterimanya yang merupakan gabungan dari kepercayaan
konsumen mengenai apa yang dapat dan harus diterimanya. Desired
expectation dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut ini :
a) Keinginan untuk dilayani dengan baik dan benar
b) Kebutuhan perorangan
c) Janji secara langsung atau tidak langsung
d) Komunikasi dari mulut ke mulut, dan
e) Pengalaman masa lalu.
Sebelum pembentukan kepuasan konsumen, perlu diketahui ada Hrna
kesenjangan yang mengakibatkan kegagalan penyampaian jasa
(Parasuraman dalam Rangkuti, 2002), yaitu :
1. Adanya kesenjangan antara harapan konsumen dengan persepsi
manajemen, karena manajemen tidak selalu memahami benar apa
yang menjadi keinginan konsumen.
2. Adanya kesenjangan antara persepsi manajemen dengan spesifikasi
kualitas jasa, karena manajemen mungkin benar dalam memahami
keinginan konsumen tetapi tidak menetapkan standar pelaksanaan
3. Adanya kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dengan
penyampaian jasa, karena para personel mungkin tidak terlatih baik
dan tidak mampu memenuhi standar.
4. Adanya kesenjangan antara penyampaian jasa dengan komunikasi
eksternal, karena harapan konsumen dipengaruhi oleh pernyataan
yang dibuat oleh iklan.
5. Adanya kesenjangan antara jasa yang dialami dengan jasa yang
diharapkan, hal ini terjadi apabila konsumen mengukur kinerja
perusahaan dengan cara yang berbeda dan memiliki persepsi yang
keliru mengenai kualitas jasa.
Dari penjabaran di atas menjelaskan bahwa setiap konsumen ingin dilayani
dengan dan benar hingga terbentuk kepuasannya, pelayanan seperti
program live music petformance di Downtown walk pun merupakan salah
satu faktor dalam membentuk kepuasan konsumen yang direspon secara
afektif sehingga konsumen dapat merasakan suasana yang berbeda bila tidak menyaksikan live music petformance.
2.1.1.6. Metode pengukuran kepuasan konsumen
Menurut Rangkuti (2002), kepuasan konsumen dapat diukur dengan cara
1. Pendekatan tradisional (traditional approach), yaitu konsumen diminta
memberikan penilaian atas masing-masing indikator yang mereka
rasakan. Pada umumnya dengan menggunakan skala Likert.
2. Analisis secara deskriptif, yaitu pengukuran melalui penghitungan nilai
rata-rata, nilai distribusi serta standar deviasi.
Selain pengukuran secara tradisional, Mowen (2002) menambahkan
pengukuran kepuasan konsumen dengan menggunakan skala peringkat di
mana responden mengevaluasi kinerja suatu jasa atau produk pada berbagai
dimensi.
Sedangkan Kotler (dalam Tjiptono, 2002) mengidentifikasi empat metode
untuk mengukur kepuasan konsumen, yaitu :
1. Sistem keluhan dan saran
Setiap organisasi yang berorientasi pada konsumen (customer
oriented) perlu memberikan kesempatan yang luas kepada para
konsumennya untuk menyampaikan saran pendapat, dan keluhan
mereka. Media yang digunkan bisa berupa kotak saran, kartu
komentar, atau saluran telepon khusus bebas pulsa.
lnformasi-informasi yang diperoleh melalui metode ini dapat memberikan ide-ide
baru, dan masukan yang berharga kepada perusahaan, sehingga
mengatasi masalah yang timbul. Akan tetapi karena metode ini bersifat
pasif, maka sulit mendapatkan gambaran lengkap mengenai kepuasan
atau ketidakpuasan konsumen karena tidak semua konsumen yang
tidak puas akan menyampaikan keluhannya. Bisa jadi mereka
langsung beralih ke tempat yang lainnya dan tidak akan membeli
produk dari tempat yang pertama.
2. Ghost shopping
Salah satu cara untuk memperoleh gambaran mengenai kepuasan
konsumen adalah denga mengerjakan beberapa orang sebagai ghost
shopper untuk berperan atau bersikap sebagai konsumen atau
pembeli potensial produk perusahaan dan pesaing. Kemudian mereka
melaporkan temuan-temuannya mengenai kelemahan dan kekuatan
produk perusahaan dan pesaing berdasarkan pengalaman mereka
dalam pembelian produk-produk tersebut. Selain itu para ghost
shopper juga dapat mengamati cara perusahaan dan pesaingnya
melayani permintaan konsumen, menjawab pertanyaan konsumen dan
menangani setiap keluhan.
3. Lost customer anlysis
Perusahaan selayaknya menghubungi para konsumen yang telah
berhenti membeli atau yang telah pindah ke perusahaan lain agar
dapat memahami mengapa hal itu terjadi, dan supaya dapat
Bukan hanya exit interview saja yang perlu, tetapi pemantauan
customer loss rate juga penting, dimana peningkatan customer loss
rate menunjukan kegagalan perusahaan dalam memuaskan
konsumennya.
4. Survey kepuasan konsumen
Umumnya banyak penelitian mengenai kepuasan konsumen yang
dilakukan dengan penelitian survey, baik dengan survey melalui via
pas, telepon, maupun wawancara pribadi. Melalui survey perusahaan
akan memperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung dari
konsumennya dan juga memberikan tanda positif bahwa perusahaan
menaruh perhatian terhadap konsumennya. Lebih lanjut Kotler (dalam
Tjiptono, 2002) menyatakan bahwa pengukuran kepuasan melalui
metode survey dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a) Directly reported satisfaction, yaitu pengukuran dilakukan
secara langsung melalui pertanyaan-pertanyaan.
b) Derived dissatisfaction, yaitu pertanyaan yang menyangkut dua
hal yaitu besarnya harapan konsumen terhadap atribut tertentu
dan besarnya kinerja yang mereka rasakan.
c) Problem analysis, yaitu konsumen yang dijadikan responden
diminta untuk mengungkapkan dua hal yaitu masalah masalah
perusahaan atau organisasi dan saran-saran untuk melakukan
perbaikan.
d) Importance-performance analysis, yaitu responden diminta
untuk meranking berbagai elemen dari penawaran berdasarkan
derajat pentingnya setiap elemen tersebut. Selain itu,
responden juga diminta meranking seberapa baik kinerja
perusahaan dalam masing-masing elemen atau atribut tersebut.
Dalam metode pengukuran kepuasan konsumen seperti yang telah
disebutkan diatas, semuanya memiliki kelebihan masing-masing. Namun
dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan tradisional (traditional
approach) dengan menggunakan skala Likert. Hal ini karena menurut
Rangkuti (2002), skala Likert merupakan salah satu varian semantic
differential, bentuknya lebih langsung dan responden diminta memilih
jawaban yang disediakan. Selain itu skala Likert juga dapat memberikan
keterangan yang nyata dan jeias tentang pendapat atau sikap responden
tentang isu yang dipertanyakan (Nazir, 2003).
2.1.1.7. Manfaat kepuasan konsumen
Realisasi kepuasan konsumen melalui perencanaan, pengimplementasian,
dan pengendalian program khusus berpotensi memberikan beberapa
1. Reaksi terhadap produsen berbiaya rendah
Fokus pada kepuasan konsumen merupakan upaya mempertahankan
konsumen dalam rangka menghadapi para produsen berbiaya rendah.
Banyak perusahaan yang mendapati cukup banyak konsumen yang
bersedia membayar harga lebih mahal untuk pelayanan dan kualitas
yang lebih baik. Konsumen seperti ini tidak akan mengorbankan
tingkat kualitas yang bisa diterima hanya semata-mata untuk
penghematan biaya tertentu yang tidak begitu signifikan.
2. Manfaat ekonomis
Wells (dalam Tjiptono, 2007) menunjukan bahwa biaya untuk
mempertahankan konsumen lebih murah empat sampai enam kali lipat
daripada biaya mencari konsumen baru. Hal ini karena komponen
biaya mencari konsumen baru meliputi sejumlah hal, seperti biaya
iklan, biaya "mendidik" konsumen agar memahami sistem dan
prosedur layanan perusahaan, biaya memahami kebutuhan dan
keinginan spesifik konsumen baru, biaya meyakinkan konsumen agar
bersedia beralih dari perusahaan sebelumnya.
3. Menciptakan loyalitas konsumen
Upaya mempertahankan loyalitas konsumen selama periode waktu
yang lama bisa menghasilkan anuitas yang jauh lebih besar daripada
4. Word of mouth
Pendapat atau opini dari teman dan keluarga jauh lebih persuasif dan
kredibel daripada iklan. Oleh sebab itu, banyak perusahaan yang tidak
hanya meneliti kepuasan total, namun juga menelaah sejauh mana
konsumen bersedia merekomendasikan kepada orang lain.
5. Reduksi sensitivitas harga
Pelanggan yang puas dan loyal terhadap sebuah perusahaan
cenderung lebih jarang menawar harga untuk setiap pembelian
individualnya. Hal ini disebabkan faktor kepercayaan (trust) telah
terbentuk. Konsumen yakin bahwa perusahaan langganannya tidak
akan beriskap oportunistik dan memanfaatkan mereka untuk
kepentingan sesaat.
6. Sebagai indikator kesuksesan
Pada hakikatnya kepuasan konsumen merupakan strategi jangka
panjang, karena dibutuhkan waktu cukup lama sebelum bisa
membangun dan mendapatkan reputasi alas layanan prima. Hasil dari
kepuasan konsumen akan dituai dalam jangka panjang dan manfaat
2.1.2. Live music performance 2.1.2.1. Pengertian musik
Musik sering dikatakan sebagai bahasa yang universal, tidak peduli apakah
sebuah musik menggunakan bahasa yang tidak dimengerti oleh seseorang
tetapi selama musik tersebut menurutnya enak untuk didengar, maka
seseorang akan mengabaikan kenyataan bahwa ia tidak mengerti maksud
maupun makna dari musik tersebut (Djohan, 2005).
Banyak sekali penjelasan-penjelasan tentang musik, pengertian tersebut
menjadi satu makna saat disesuaikan dengan konteksnya. Diantaranya
adalah Hoffer (1985) dalam bukunya yang berjudul The Understanding of
Music menyatakan bahwa 'The world music refers to a wide variety of pieces
that have been created for many different reason". Dalam hal ini, musik
mempunyai makna yang berbeda karena fungsinya, seperti upacara
keagamaan yang dibuat lebih efektif dengan penggunaan musik. Oleh karena
itu, menurut Blacking (dalam Djohan, 2005), musik adalah perilaku sosial
yang kompleks dan universal karena setiap masyarakat memiliki apa yang di
sebut dengan musik.
Karl Stumpf (dalam Nef, 1935) yang menulis dalam bukunya Die Anfrange
der Music (The Beginning of Music) mengatakan bahwa musik juga dianggap
seperti istilah tinggi dan rendahnya pada nada (pitch) yang
kemungkinan mengacu pada bagaimana musik terlihat di dalam
notasi.
5. Keselaraan atau harmoni (harmony)
Harmoni menunjuk hanya untuk membunyikan titi nada secara
bersama, dengan mengabaikan apakah efek nampak memuaskan
atau tidak.
6. lrama (rhythm)
lrama adalah waktu dalam arus musik. lrama tidak mengacu pada
suatu pola yang salah, pergerakan rapi, atau mengulangi situasi,
aspek-aspek yang mempengaruhi dalam irama adalah beat, tempo
dan ukuran (meter).
7. Warna nada (timbre)
Warna adalah cara lain untuk merubah suatu bunyi, keserasian akan
mengubah kualitas atau warnanya (seni).
8. Kenyaringan (loudness)
Kenyaringan digunakan untuk memudahkan dalam memahami
dimensi musik itu sendiri, yaitu pada jumlah atau kekuatan bunyi yang
serasi.
9. Bentuk (form)
Form merupakan keseluruhan bentuk yang dapat didengar dalam
mengacu pada keserasan bunyi ketika diungkapkan dalam
membentuk musik. Kehadiran form dapat dirasakan, walaupun form
tertentu tidak mungkin dikenali sesuai namanya.
Dari pengertian dan elemen-musik yang sudah dijabaran di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa musik merupakan bunyi-bunyian atau suara yang
bermacam-macam yang ditata dengan indah dan rapi sehingga
menghasilkan suatu alunan melodi dan harmoni.
2.1.2.3. Pengertian live music performance
Pet1ormance diartikan oleh Chaplin (2005) sebagai sebarang aktivitas atau
kegiatan, dan tingkah laku yang membuahkan satu hasil, khususnya tingkah
laku yang dapat mengubah lingkungan dengan cara-cara tertentu.
Kata pet1ormance diterjemahkan oleh Djohan (2005) menjadi dua pengertian,
yaitu digunakan dalam pengertian musical pet1ormance yang diterjemahkan
sebagai penyajian, dan digunakan dalam pengertian music pet1ormance yang
diterjemahkan sebagai kinerja.
Dalam sebuah musik, penampilan (pet1ormance) berarti perihal tampilnya
Nilainya harus dilihat dalam kaitannya dengan karya musik yang dibawakan,
serta lingkungan tempat membawakannya (Suharto, 1992).
Sedangkan secara harfiah, istilah live music performance sendiri adalah
suatu pertunjukan langsung dalam bentuk musik di depan penonton. Live
music performance biasa disebut dengan istilah konser. Konser berasal dari
bahasa Italia yakni concerto dan Latin yakni concertare yang artinya
berjuang, berlomba dengan orang lain (Wikipedia, 2008).
Sedangkan menurut Suharto (1992), konser (live music performance)
merupakan pergelaran untuk umum atau kalangan tertentu, dengan acara
khusus mendengarkan musik yang disajikan secara langsung lazimnya oleh
sejumlah penyanyi atau pemain.
Konser (live music performance) dapat dimainkan oleh musikus tunggal,
kadang disebut resital, atau suatu ensembel musik seperti orkestra, paduan
suara, atau grup musik. Konser dapat diadakan di berbagai jenis lokasi,
termasuk pub, klub malam, rumah, lumbung, aula konser khusus, gedung
serbaguna, dan bahkan stadion olahraga. Konser yang diadakan di suatu
Di manapun musik dilangsungkan, musisi biasanya tampil di atas suatu
panggung. Sebelum meluasnya musik rekaman, konser merupakan
satu-satunya kesempatan bagi seseorang untuk mendengarkan penampilan
seorang musisi. Untuk menonton suatu konser biasanya dikenakan biaya,
walaupun banyak juga yang gratis. Acara konser memberikan keuntungan
bagi musisi, pemilik tempat, dan pihak lain yang terlibat dalam suatu konser,
atau pada beberapa kasus untuk konser amal (Wikipedia, 2008).
Dari pengertian di alas dapat disimpulkan bahwa live music performance
berarti sebuah pertunjukan (kinerja) musik yang dimainkan secara langsung oleh musisi atau band. Dalam konteks penelitian ini, live music performance
adalah sebagai pelayanan yang diberikan oleh pengelola Summarecon Mal
Serpong untuk konsumennya dalam bentuk pertunjukan musik yang
dimainkan di Downtown walk setiap malam hari dengan band dan jenis musik
[image:50.518.28.452.574.657.2]yang berbeda. Adapun jadual acaranya dapat dilihat pada label berikut ini :
Tabel 2.1
Jadual live music performance di Downtown Walk Summarecon Mal
Serpong
Jenis (genre) musik
Hari Jam main Nama Band
yang dimainkan
Selasa 21.30-24.00 WIB Abadi Soesman Jazz
Ra bu 21.00-24.00 WIB Esembicy Romantic BO's to 90's
Ka mis 21.30-24.00 WIB Accoustic Nite Akustik
21.30-24.00 WIB Afternine R&B
Ju mat
24.00-02.00 WIB Five Men Accoustic Rockustic BO's-90's
21.30-24.00 WIB Stupid Band Top 40
Sabtu
00.30-03.00 WIB Bikini Bottom Classic Rock
Minggu 21.o0-24.00 WIB Dalton Country
2.1.3. Hubungan afeksi, musik dan perilaku konsumen
Menurut Sloboda (dalam Djohan, 2005), musik dapat meningkatkan
intensitas emosi dan akan lebih akurat bila hal itu dijelaskan sebagai suasana
hati, pengalaman, dan perasaan yang dipengaruhi akibat mendengar musik.
Disini musik memiliki fungsi sebagai stimulus bagi timbulnya sebuah pengalaman afeksi. Oleh karena itu, dalam konteks perilaku konsumen,
ketika konsumen merespon musik dengan afeksi secara positif, maka akan
menghasilkan yang positif pula seperti rasa puas.
Beberapa studi juga telah menemukan bahwa pemberian musik di lingkungan
toko sangat mempengaruhi perilaku konsumen. Milliman (1982) menunjukkan
supermarket, konsumen menghabiskan waktu dan uang lebih banyak. Di
waktu yang berbeda pada restoran dengan kondisi yang sama, Milliman
(dalam Wilson, 2003) menunjukkan bahwa dengan musik dengan tempo
yang lamban, konsumen dapat menghabiskan waktu dan memesan lebih
banyak makanan dibanding jika musik dimainkan dengan tempo yang cepat
Mehrabian (dalam Foxall, 1998) telah menemukan hubungan penting antara
emosional dengan faktor-faktor seperti lamanya waktu saat belanja di toko,
keputusan pembelian, dan kepuasan selama berada di lingkungan toko.
Oakes (2003) juga menjelaskan bagaimana musik yang bertempo lambat jika
dibandingkan dengan musik yang bertempo cepat, dan tidak ada musik (no
music) dalam mempengaruhi lamanya menunggu konsumen di tempat
antrian dan membuat mereka merasakan lebih santai dan merasa puas
selama menunggu.
Dalam penelitian lain, Bruner II (1990) menyatakan bahwa jenis musik yang
dimainkan mempunyai pengaruh yang lebih penting terhadap aneka pilihan
dan persepsi konsumen. Studi lainnya menunjukkan bahwa jenis musik yang
disukai secara positif berhubungan dengan kesediaan konsumen untuk
Jenis musik tertentu juga dapat mengendalikan mood dari target konsumen
tertentu, karena menurut Frost dan Sulivan (dalam Branding, 2006),
mengungkapkan bahwa lamanya waktu yang dihabiskan di pusat
perbelanjaan atau tempat bisnis lainnya dapat ditingkatkan melalui musik dan
itu akan mendorong mereka untuk membeli satu atau beberapa jenis produk.
Selain itu, Kellaris dan Kent (dalam Yalch, 2000) menyatakan bahwa
pengalaman positif yang diperoleh konsumen dengan mendengarkan sebuah
musik tertentu dipercaya dapat meningkatkan keinginan untuk membeli.
Begitupun jug a dengan musik top-forty yang mendorong konsumennya
menghabiskan uang lebih banyak bila dibandingkan dengan musik klasik
(Wilson, 2003). Keadaan tersebut berbeda dengan penelitian sebelumnya
yang menunjukkan bahwa musik klasik bisa meningkatkan penjualan anggur
(wine) jika dibandingkan musik top-forty (Areni, 1993).
Banyaknya penelitian yang telah diuraikan di atas mengenai hubungan musik
dengan perilaku konsumen telah menunjukkan peranan yang besar terhadap
musik itu sendiri. Penelitian pun dilakukan pada tempat, situasi, dan kondisi
Oleh karena itu, penulis akan melakukan penelitian untuk melihat perbedaan
kepuasan konsumen antara yang menyaksikan dan yang tidak menyaksikan
live music performance di Downtown walk Summarecon Mal Serpong.
2.2.
Kerangka berpikir
Menurut Tjiptono (2007), dalam konteks perilaku konsumen, konsep
kepuasan konsumen masih terus berkembang sehingga belum dicapai
kesepakatan tentang konsep atau model yang paling efektif. Akan tetapi,
secara umum kepuasan konsumen lebih banyak dititikberatkan pada
konsumsi atau menggunakan terhadap produk atau jasa. Walaupun
demikian, menurut Giese dan Cote (dalam Tjiptono, 2007), pengertian
terse but juga dapat diterapkan pad a penilaian afektif terhadap
pengalaman-pengalamannya saat berada di lingkungan toko.
Pengukuran kepuasan konsumen merupakan elemen penting dalam sebuah
bisnis. Saiah satu model dalam kepuasan konsumen adalah model afektif.
Penilaian kepuasan konsumen berdasarkan model afektif mengacu pada
tingkat kepuasan yang dipengaruhi oleh perasaan (affect) konsumen
(Mowen, 2002). Model terse but juga memiliki empat jenis tanggapan yaitu
emosi, perasaan khusus (spesifik), suasana hati (mood), dan evaluasi.
faktor seperti lamanya waktu saat belanja di toko, keputusan pembelian, dan
kepuasan selama berada di lingkungan toko.
Oakes (2003) jug a menjelaskan bagaimana musik yang bertempo lambat jika
dibandingkan dengan musik yang bertempo cepat, dan tidak ada musik (no
music) dalam mempengaruhi lamanya menunggu konsumen di tempat
antrian dan membuat mereka merasakan lebih santai dan merasa puas
selama menunggu.
Dengan adanya program live music performance di Downtown walk
Summarecon Mal Serpong, maka diharapkan dapat memberikan kepuasan
yang lebih kepada konsumennya. Setelah merasa puas, maka pembelian
pada produk pun dapat meningkat dan konsumen akan kembali ke tempat itu
lagi serta merekomendasikannya kepada orang lain.
Gambar 1. Skema proses kepuasan konsumen di Downtown Walk
KONSUMEN YANG KONSUMEN YANG TIDAK
MENYAKSIKAN LIVE MENYAKSIKAN LIVE
MUSIC PERFORMANCE MUSIC PERFORMANCE
.J,. .J,.
•
EMOSI•
EMOSI•
PERASAAN SPESIFIK•
PERASAAN SPESIFIK•
SUASANA HATI•
SUASANA HATI•
EVALUASI•
EVALUASI...
...
[image:55.518.36.446.159.667.2]2.3.
Hipotesis
Ha : Ada perbedaan kepuasan konsumen yang signifikan antara yang
menyaksikan dan yang tidak menyaksikan live music performance di
Downtown walk Summarecon Mal Serpong.
Ho : Tidak ada perbedaan kepuasan konsumen yang signifikan antara yang
menyaksikan dan yang tidak menyaksikan live music performance di
Pada bab ini penulis akan memaparkan pendekatan dan metode penelitian,
populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, dan prosedur penelitian.
3.1. Jenis penelitian
3.1.1. Pendekatan dan metode penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kuantitatif dengan menggunakan dua jenis variabel, yaitu variabel bebas
(independent variable) yakni kepuasan konsumen dan variabel terikat
(dependent variable) yakni konsumen yang menyaksikan dan yang tidak
menyaksikan live music performance.
Sedangkan metode yang digunakan oleh penulis adalah penelitian komparatif
yaitu metode untuk mengukur perbandingan dua kelompok subjek. Oleh
sebab itu metode komparatif akan dapat menemukan persamaan-persamaan
dan perbedaan-perbedaan terhadap orang atau kelompok (Sudjud dalam
3.1.2. Definisi variabel dan operasional variabel
Definisi dan operasionalisasi variabel-variabel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah :
1. Kepuasan konsumen.
Definisi variabelnya adalah penilaian berdasarkan perasaan (afektif)
konsumen terhadap pengalaman-pengalamannya saat berada di
Downtown walk Summarecon Mal Serpong. Sedangkan
operasionalisasi variabelnya adalah mengukur dengan
menggunakan skala kepuasan konsumen berdasarkan jenis
tanggapan afektif (Peter, 1999). Adapun komponennya adalah
emosi, perasaan spesifik, suasana hati (mood), dan evaluasi.
2. Live music performance.
Definisi variabelnya adalah pergelaran untuk umum atau kalangan
tertentu, dengan acara khusus mendengarkan musik yang disajikan
secara langsung lazimnya oleh sejumlah penyanyi atau pemain
(Suharto, 1992). Sedangkan operasionalisasi variabelnya adalah
suatu program pelayanan yang diberikan oleh Summarecon Mal
Serpong terhadap konsumennya yang dimainkan di Downtown walk
Summarecon Mal Serpong secara reguler setiap malam dengan
band dan jenis musik yang berbeda, yakni :
a) Hari Senin : Abadi Soesman (Beatles/Rock 'n Roll)
Untuk memperoleh yang lebih mencerminkan kondisi populasi, ada beberapa
aspek yang harus diperhatikan (dalam Sevilla, 1993), yaitu:
1. Jumlah sampel (number of sample) merupakan banyaknya kelompok
sampel yang dibutuhkan dalam suatu penelitian. Jumlah sampel ini
ditentukan oleh metode penelitian yang digunakan oleh penulis yaitu
metode komparatif, maka jumlah sampelnya yang dibutuhkan adalah
dua yaitu kelompok konsumen yang menyaksikan live music
performance dan kelompok konsumen yang tidak menyaksikan live
music performance.
2. Besar anggota sampel (sample size), karena besar anggota sampel
akan mempengaruhi representatif tidaknya sampel terhadap populasi.
Secara umum dijelaskan bahwa makin besar anggota sampel makin
mencerminkan keadaan populasinya (Kerlinger, 1995). Dengan
demikian sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 60
subjek dengan 30 subjek per kelompok.
3. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sampling bertujuan (purposive sampling). Menurut Kerlinger
(1995) sampling bertujuan (purposive sampling) adalah ciri penilaian
dan upaya cermat untuk memperoleh sampel representatif dengan
cara meliputi wilayah-wilayah atau kelompok-kelompok yang diduga
sebagai anggota sampelnya berdasarkan atas ciri-ciri, sifat atau
Keuntungan utama dari skala dengan empat alternatif jawaban diharapakan
dapat diperoleh informasi yang cukup akurat dan menghindari penumpukan
jawaban pad a titik tengah. Dengan demikian melalui skala ini dapat juga
diketahui ganbaran kategorisasi kepuasan yang dialami responden yaitu
tinggi, sedang, dan rendah.
Sebelum melakukan penelitian (field test), penulis terlebih dahulu melakukan
uji coba (try out) terhadap angket sebanyak 80 subjek di Downtown walk
Summarecon Mal Serpong. Dalam prosesnya, pihak manajemen
Summarecon Mal Serpong mengintervensi penelitian penulis yang kemudian
tidak menginginkan adanya aitem unfavorable sehingga aitem unfavorable
yang sudah dibuat tidak lagi digunakan dalam angket dan hanya aitem
favorable yang digunakan. Berikut ini blue print skala kepuasan konsumen.
Tabel 3.2
Blue print skala kepuasan konsumen
Nomor aitem
Komponen lndikator Jumlah pernyataan
- Cinta 20,22,29,38 2
Emosi - Gembira
1, 15
2 [image:60.518.31.450.150.659.2]-Apresiasi 4, 12,34 3
- Kehangatan 17,19,28 3
- Kegairahan 26,30,36 3
Perasaan spesifik
- Kepuasan 24,39 2
- Penghargaan 3,§, 9 3
- Rasa bangga 11,35 2
- Kebosanan 8, 10, 23, 3
Suasana hati (mood) - Kenyamanan 18, 25, 27, 3
- Ketenangan 5, 14,21 3
- Senang 7, 13,33 3
Evaluasi
- Suka 2, 16,31,32 4
Jumlah 40 Ket : nomor aitem yang digarisbawahi dan dibold adalah nomor aitem yang gugur
Pada pelaksanaan try out dujikan sebanyak 40 aitem untuk mengukur sejauh
mana aitem mampu membedakan antara individu atau kelompok individu
yang memiliki dan tidak memiliki atribut yang diukur pada skala kepuasan
konsumen. Berdasarkan koefisien korelasi aitem total ditemukan hanya 29
aitem yang akan digunakan.dalam penelitian dengan realibilitas Alpha
3.4. Teknik analisis data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan pendekatan analisis statistik
yang meliputi :
1 . Uji beda aitem
Dalam seleksi aitem skala kepuasan konsumen yang mengukur atribut
afektif, parameter yang digunakan adalah daya beda aitem yaitu
sejauh mana aitem mampu membedakan antara individu atau
kelompok individu yang memiliki dan tidak memiliki atribut yang diukur.
Pengujian daya beda aitem menghendaki dilakukannya komputasi
koefisien korelasi antara disliibusi skor aitem dengan suatu kriteria
yang relevan, komputasi ini akan menghasilkan koefisien korelasi
aitem-total (Azwar, 2008). Sebagai kriteria pemilihan aitem
berdasarkan korelasi aitem total, penulis menggunakan batasan nx <:
0,30. Komputasi koefisien korelasi aitem-total menggunakan formula Pearson, dengan rumus:
fix=
I:ix - (I:i) (I:x)/n
"\/rr:
2-
(I:i)
2/n] [I:x - (r:x)2/n]
Keterangan :
: skor aitem x : skor skala
2. Uji reliabilitas
Menurut Azwar (2008), reliabilitas mengacu pada konsistensi atau
keterpercayaan hasil ukur yang mengandung makna kecermata