• Tidak ada hasil yang ditemukan

Performa Komunikatif Hajriyanto Yasin Thohari Dalam Implementasi Pengelolaan Jabatan Publik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Performa Komunikatif Hajriyanto Yasin Thohari Dalam Implementasi Pengelolaan Jabatan Publik"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

PERFORMA KOMUNIKATIF

HAJRIYANTO YASIN THOHARI

DALAM IMPLEMENTASI PENGELOLAAN JABATAN PUBLIK

Disusun Oleh:

Satia Chandra Wiguna 208051000012

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)

Skripsi ini adalah “Monumen Kebangkitan Hidup”

yang saya persembahkan untuk Kehidupan saya:

Riamawati, Feivel Fathirulhaq, Binar Cahayaranu Satia.

(3)
(4)
(5)

i ABSTRAK

SATIA CHANDRA WIGUNA

,

Performa Komunikatif Hajriyanto Yasin Thohari Dalam Implementasi Pengelolaan Jabatan Publik

Pembimbing : DR. Gun Gun Heriyato, M.Si

Keberhasilan performa komunikatif pejabat publik memang beragam. Salah satunya karena komunikasi yang baik dengan masyarakat. Namun yang tidak kalah pentingnya adalah pemahaman dan kesadaran akan tugas dan fungsi dia sebagai seseorang yang diberi amanah secara tidak langsung oleh masyarakat. Seorang pejabat publik harus memiliki kesadaran bahwa dia adalah wakil atau pelayan masyarakat.

Untuk mengetahui performa komunikatif Hajriyanto Yasin Thohari dalam implementasi pengelolaan jabatan publik, maka penulis memaparkan dengan pertanyaan yang meliputi dua hal: Bagaimana performa komunikatif Hajriyanto Y. Thohari dalam implementasi pengelolaan jabatan publik di MPR RI? Bagaimana strategi Hajriyanto Y. Thohari dalam mengelola performa komunikatif di MPR RI?

Adapun teori yang digunakan oleh penulis adalah teori Performa Komunikatif, ada 5 Performa Komunikatif 1) Performa Ritual; 2) Performa Hasrat; 3) Performa Sosial; 4) Performa Politis; dan 5) Performa Enkulturasi. Performa komunikatif adalah salah satu konsep yang terdapat di Teori Budaya Organisasi. Teori budaya organisasi merupakan sebuah teori komunikasi yang mencakup semua simbol komunikasi (tindakan, rutinitas, dan percakapan) dan makna yang dilekatkan orang terhadap simbol tersebut.

Metodologi penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini yaitu metode kualitatif dengan menggunakan pendekatan case study intrinsic (Studi Kasus Intrinsik), yaitu apabila kasus yang dipelajari secara mendalam mengandung hal-hal yang menarik untuk dipelajari berasal dari kasus itu sendiri, atau dapat dikatakan mengandung minat intrinsik (intrinsic interest). Metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara observasi, wawancara, dan studi dokumentasi yang berkaitan dengan penelitian.

Hasil penelitian ini menunjukkan, performa komunikatif Hajriyanto dalam implementasi pengelolaan jabatan publik di MPR RI dilakukan dengan melaksanakan tugas dan kewenangannya sebagai anggota sekaligus Wakil Ketua MPR RI, memasyarakatkan nilai-nilai Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara (Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika) dan melakukan tugas-tugas protokoler pimpinan MPR. Sedangkan strategi Hajriyanto dalam mengelola performa komunikatif di MPR RI dilakukan dengan tiga pendekatan, yaitu: 1. Membangun institusi adil melawan korupsi. Strategi ini dilakukan pendidikan atau pelatihan personalia dan refleksi organisasi di lingkungan anggota MPR. 2. Memberdayakan masyarakat madani (civil society) untuk integritas publik. Proses pemberdayaan dilakukan dengan cara mengadakan kegiatan dan pelatihan tentang civil society dan Tata laksana pemerintahan yang baik (good governance). 3. Mengintegrasikan nilai-nilai etika ke dalam manajemen organisasi. Strategi yang kembangkan adalah dengan menciptakan budaya etika dalam lembaga negara dan meningkatkan kapasitas manajemen dan Sumber Daya Manusia (SDM) secara terus-menerus.

(6)

ii

Rasa syukur yang tak terhingga penulis haturkan atas nikmat Allah SWT, Ridha, Hidayah, dan berkat Rahmat yang senantiasa membina hamba-hambaNya kejalan yang lurus. Sholawat teriring salam senantiasa peneliti sampaikan kepada Nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa umatnya melalui pedoman kebenaran, beserta para sahabat dan pengikutnya sebagai pencerah umat hingga akhir zaman.

Penulis menyadari bahwa tanpa adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, penulis tidak dapat menyelesaikan karya tulis ini dengan baik. Selama proses penyusunan skripsi ini, banyak sekali kesulitan yang dihadapi penulis, dari segi waktu, pengumpulan data, maupun biaya dan lain sebagainya. Namun dengan niat yang tulus, tekad yang bulat dan kesungguhan hati serta motivasi dari berbagai pihak skripsi ini dapat terselesaikan.

Sebagai ungkapan rasa syukur dan terimakasih atas selesainya skripsi ini maka dengan segala kerendahan dan keikhlasan hati penulis mengucapkan terimakasih dan rasa hormat penulis sampaikan kepada:

(7)

iii

Islam; Fita Fathurokhmah, M.Si sebagai Sekretaris Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam.

2. DR. Gun Gun Heryanto, M.Si sebagai dosen pembimbing skripsi; Seluruh Dosen dan Staf Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi; Pengurus dan Staff Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah dan; Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi; Karyawan dan Staff Tata Usaha, Para Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi;

3. Ketua Sidang, Sekretaris Sidang, Penguji 1 dan Penguji II;

4. Bapak Hajriyanto Yasin Thohari beserta Keluarga dan seluruh staf, baik di DPR dan MPR RI.

5. Sujud syukur saya haturkan untuk Orang tua penulis, Sumarna Atmadja dan Tuty yang telah membesarkan dan mendidik penulis, semoga amal ibadah Bapak dan Mamah diterima disisiNya dan selalu dalam lindungan Allah SWT; Riamawati; Cahaya Hati, Belahan Jiwa yang selalu setia menemani dan memotivasi. Semoga kau selalu sehat dan bahagia dalam lindungan Allah SWT; Feivel Fathirulhaq dan Binar Cahayaranu Satia; Belahan Jiwa, Lentera Hati, Penunjuk Jalan di Kala Gelap. Nafas dan senyummu selalu menguatkanku dalam menjalani hidup.

(8)

iv

7. Keluarga besar KPI Non Reguler angkatan 2008. Jadikan kisah klasik ini suatu kenangan yang tak akan mudah dilupakan.

Peneliti hanya mampu mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang telah banyak membantu dan memberi makna dari pelajaran hidup dan rasa persaudaraan yang tak akan pernah rapuh. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk para pembaca dan khususnya bagi peneliti.

Amin Yaa Allah Yaa RobbalAlamin.

Wassalam

(9)

vi

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

D. Tinjauan Pustaka ... 7

E. Metodologi penelitian ... 9

F. Sistematika penulisan ... 10

BAB II TINJAUAN TEORITIS ... 12

A. Teori Performa Komunikatif ... 12

B. Pengertian Pejabat Publik ... 16

C. Konsep Gaya Kepemimpinan ... 16

D. Konsep Strategi Komunikasi ... 19

BAB IIIBIOGRAFI HAJRIYANTO YASIN THOHARI ... 21

A. Latar Belakang Keluarga ... 21

(10)

vii

BAB IV ANALISIS PERFORMA KOMUNIKATIF HAJRIYANTO

YASIN THOHARI DALAM IMPLEMENTASI

PENGELOLAAN JABATAN PUBLIK ... 44

A. Performa Komunikatif Hajriyanto Yasin Thohari dalam Implementasi Pengelolaan Jabatan Publik di MPR RI ... 44

B. Strategi Hajriyanto Yasin Thohari dalam Mengelola Performa Komunikatif di MPR RI ... 65

BAB V: PENUTUP ... 79

A. Kesimpulan ... 79

B. Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 82

(11)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pasca reformasi 1999, jabatan publik menjadi sorotan masyarakat. Salah satu penyebab dari pecahnya reformasi tahun 1998 adalah karena buruknya kinerja pejabat publik. Pejabat publik yang seharusnya menjadi pelayan masyarakat dalam rangka penyelenggaraan negara tidak berjalan sesuai dengan fungsinya. Reformasi yang terjadi pada tahun 1998 bukan hanya ingin mereformasi kondisi ekonomi Indonesia yang sedang terkena krisis. Pada kenyataannya, masyarakat juga menginginkan adanya reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi bisa dilakukan – selain dengan harus diperbaikinya sistem birokrasi itu sendiri – juga harus ada penyegaran terhadap pengelola sistem birokrasi tersebut dan semua itu tertumpu pada pejabat publik.

(12)

mempengaruhi integritas pejabat publik dalam menjalankan tugasnya. Kepentingan organisasi atau partai politik bisa menjadikan pejabat publik lupa akan janji sumpah setianya terhadap jabatan publik yang telah diucapkannya, mulai dari interaksi, etika berkomunikasi, sikap dan perilaku sampai kebijakan yang merugikan masyarakat. Tidak sedikit pejabat publik yang masuk kepenjara, dari mulai permasalahan moral sampai kasus besar seperti korupsi, dari mulai level daerah sampai ke level Nasional.

(13)

3

kenyataannya, seorang pejabat publik sadar bahwa dia adalah wakil atau pelayan masyarakat.

Pejabat publik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBIH)

terdiri dari dua suku kata, yaitu “pejabat” dan “publik”. “Pejabat” memiliki

pengertian pegawai pemerintah yang memegang jabatan penting (unsur

pimpinan). Sedangkan istilah “publik” diartikan dengan orang banyak

(umum). Dari penggabungan pengertian kedua suku kata tersebut dapat

dipahami bahwa “pejabat publik” memiliki pengertian pegawai pemerintah

yang memegang jabatan penting sebagai pimpinan yang mengurusi orang banyak. Dengan definsi tersebut, bisa kita simpulkan bahwa ada 3 (tiga)

syarat seseorang bisa dikatakan “Pejabat publik”, yaitu: 1) bahwa dia adalah

pegawai pemerintah; 2) menjabat sebagai pimpinan; dan 3) bahwa tugasnya adalah mengurusi orang banyak.

Sedangkan dalam UU. No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan

Informasi Publik, “Pejabat publik” memiliki pengertian yang tegas dan jelas

di dalam pasal 1 angka 8: “Pejabat publik adalah orang yang ditunjuk dan diberi tugas untuk menduduki posisi atau jabatan tertentu pada badan

publik”. Sementara, yang dimaksud badan publik sebagaimana dinyatakan

(14)

organisasi nonpemerintah yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar

negeri.”1

Salah satu jabatan publik yang populer dan mendapat perhatian khsusus dan lebih oleh masyarakat adalah Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dan atau Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI). Mereka dipilih dan dipercaya oleh konstituennya untuk mewakili aspirasi mereka dalam penyusunan regulasi dan anggaran untuk terlaksananya pengelolaan Negara yang baik dan efektif. Penyalahgunaan kewenangan jabatan publik sering pula terjadi di lembaga legislatif tersebut. Kuatnya kepentingan partai dan kepentingan pribadi menjadikan anggota DPR/MPR RI paling rentan terkena permasalahan moral ataupun kasus korupsi. Memang tidak banyak permasalahan moral maupun kasus korupsi yang melibatkan DPR/MPR RI bila dibandingan dengan jumlah Anggota DPR/MPR RI yang ada. Namun seharusnya, mereka sebagai wakil rakyatnya bisa memberikan contoh tauladan yang baik dengan menjalankan jabatan publiknya dengan baik dan benar. Bayangkan bila wakil rakyat menjadi tidak baik karena terlibat permasalahan moral dan kasus korupsi, apa yang akan terjadi oleh rakyat yang diwalikinya? Rakyat, secara sadar maupun tidak sadar, akan mengikuti perilaku dan sikap wakilnya di DPR/MPR RI.

1

(15)

5

Beberapa Anggota DPR/MPR RI yang konsisten dengan apa yang menjadi pekerjaan dan apa yang diperjuangkannya adalah mereka yang justru bukan berasal dari partai politik yang berbasiskan agama tapi partai politik berbasiskan nasional. Salah satunya adalah Hajriyanto Y. Thohari, Anggota DPR/MPR RI dari Partai Golkar yang saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua MPR RI. Beliau selain menjabat sebagai Wakil Ketua MPR RI, adalah seorang aktivis organisasi dakwah kemasyarakatan (Ormas) Muhammadiyah. Menarik untuk diteliti dan dianalisa, bahwa apakah latar belakang organisasi dan partai politik berpangaruh dalam sukses atau tidaknya Hajriyanto Y. Thohari dalam menjalankan pengelolaan jabatan publik. Dengan konsep performa komunikatif, penelitian ini mencoba untuk mengurai apa yang melatarbelakangi dan bagaimana seorang Hajriyanto Y. Thohari mengelola jabatan publik tersebut.

Konsep performa komunikatif yang diambil dari Teori Budaya Organisasi dapat menganalisis bagaimana seseorang dalam menjalankan tugasnya di suatu organisasi tertentu bisa dilihat dari berbagai varian yang terdapat di Konsep Performa Komunikatif, yaitu 1) Perfoma Ritual, 2) Performa Hasrat, 3) Performa Sosial, 4) Performa Politis, dan 4) Performa Enkulturasi.2 Performa itu sendiri memiliki definisi metafora yang menggambarkan proses simbolik pemahaman akan perilaku manusia dalam sebuah organisasi.3

2

West, Turner, Pengantar Teori Komunikasi, Edisi 3, Analisis dan Aplikasi (Jakarta: Salemba Humanika, 2008). h. 325.

3

(16)

Dan keberhasilan Pejabat publik dalam menajalankan tugasnya bila dianalisis dengan konsep Performa Komunikatif sangatlah sedikit. Oleh karena itu, penelitian ini mengambil judul Performa Komunikatif Hajriyanto Yasin Thohari dalam Implementasi Pengelolaan Jabatan

Publik.

B. Batasan dan Perumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada implementasi jabatan publik Hajriyanto Y. Thohari sebagai Wakil Ketua MPR RI 2009-2014. 2. Perumusan Masalah

a. Bagaimana performa komunikatif Hajriyanto Y. Thohari dalam implementasi pengelolaan jabatan publik di MPR RI?

b. Bagaimanakah strategi Hajriyanto Y. Thohari dalam mengelola performa komunikatif di MPR RI?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui perfoma komunikatif dalam implementasi pengelolaan jabatan publik Hajriyanto Y. Thohari di MPR RI. b. Untuk mengetahui strategi Hajriyanto Y. Thohari dalam mengelola

(17)

7

2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi baru dan dapat memberikan kontribusi yang positif dalam bidang komunikasi politik.

b. Manfaat Praktis

Penelitian diharapkan dapat memperkaya khazanah intelektual, wawasan dan gambaran secara utuh tentang performa komunikatif dalam implementasi jabatan publik.

D. Tinjauan Pustaka

1. Penelitian ini, salah satunya merujuk pada peneilitian sebelumnya yang membahas tentang performa komunikatif, seperti pada penelitian

“Hubungan Performa Komunikatif dengan Kinerja Anggota

Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI)”4 yang dilakukan oleh Indah Triwulandari pada tahun 2008 dari Jurusan Hubungan Masyarakat, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran. Penelitian ini dibawah bimbingan Rosnandar Romli, Drs., M.Si., sebagai pembimbing utama dan Yanti Setianti, S.Sos., M.Si,. sebagai pembimbing pendamping. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui hubungan antara hubungan performa komunikatif dengan kinerja anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).

4

(18)

Penelitian tersebut menggunakan metode korelasional. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif dan inferensial. Sampel dalam penelitian ini adalah 85 orang anggota Bintara Polwiltabes Bandung. Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan angket, melakukan wawancara, observasi, dan studi kepustakaan. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Budaya Organisasi (Organizational Culture Theory). Hasil penelitian menunjukan bahwa dari sepuluh sub hipotesis yang diajukan seluruhnya diterima. Pengujian keseluruhan menunjukan ada hubungan antara performa komunikatif dengan kinerja anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).

2. Penelitian selanjutnya yang dijadikan referensi adalah penelitian dengan judul “Strategi Komunikasi Direktorat Diplomasi Departemen Luar Negeri Indonesia (DEPLU) dalam Pencitraan Islam Indonesia di

Dunia Internasional” yang di lakukan oleh Geary Fari Muhammad

dari Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini di bawah bimbingan Bapak Gun Gun Heriyanto, M.Si. Pada penelitian ini hanya ditemukan kesamaan konsep tentang strategi komunikasi.

3. Konsep teori yang sama pada penelitian lainnya adalah

“Kepemimpinan KH. Abdullah Gymnastiar (AA Gym) pada Pondok

(19)

9

yang dilakukan oleh Muhammad Arifin Sholeh Jurusan Manajemen Dakwah, Fakultas Ilmu Dakwah Ilmu Komunikasi, Univeristas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Irisan persamaan konsep pada penelitian ini adalah pada konsep kepemimpinan.

E. Metodologi Penelitian

Objek dari penelitian ini adalah performa komunikatif, sedangkan subjek dari penelitian ini adalah Hajriyanto Y. Thohari. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan pendekatan case study intrinsic (Studi Kasus Intrinsik). Studi Kasus Intrinsik itu sendiri adalah salah satu dari 3 (tiga) macam tipe studi kasus menurut Stake dalam buku karya Denzin & Lincoln yang berjudul: “Handbook of Qualitative Research”. Studi kasus intrinsik adalah apabila kasus yang dipelajari secara mendalam mengandung hal-hal yang menarik untuk dipelajari berasal dari kasus itu sendiri, atau dapat dikatakan mengandung minat intrinsik (intrinsic interest).5

Ada pun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan berbagai metedologi, diantaranya sebagai berikut:

1. Wawancara

Tahap pertama dari pengumpulan data penelitian adalah dengan melakukan wawancara kepada beberapa nara sumber, dimulai dari Hajriyanto Y. Thohari dan beberapa kolega kerjanya, seperti sesama

5

(20)

anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Staff Ahli serta beberapa koleganya dari Ormas Muhammadiyah. Sehingga penelitian ini bukanlah bersifat satu arah yang mengarah kepada subjektivitas, namun diharapkan hasil dari peneilitian ini lebih kepada objektivitas dengan melibatkan pihak luar. Wawancara ini dilakukan dengan 2 metode, yaitu wawancara mendalam dan wawancara yang sifatnya diskusi.

2. Studi Dokumentasi

Hajriyanto Y. Thohari telah banyak menulis artikel, baik yang dipublikasikan melalui media cetak maupun melalui websitenya. Selain itu juga Hajriyanto Y. Thohari telah mengeluarkan beberapa buku. Dengan melakukan studi dan kajian terhadap beberapa karya ilmiahnya ini, diharapkan semakin banyak referensi untuk menyusun hasil peneilitian ini.

3. Observasi Partisipatoris Pasif

Observasi akan difokuskan pada aktivitas kenegaraan dan aktivitas sosial Hajriyanto Y. Thohari. Observasi dilakukan selama proses penyusunan penelitian ini berlangsung dengan mengikuti aktivitas keseharian Hajriyanto Y. Thohari.

F. Sistematika Penulisan

(21)

11

Penulisan Karya Ilmiah UIN (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) karya Hamid Nasuhan dkk, yaitu sebagai berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN

Terdiri dari latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN TEORITIS

Bab ini menguraikan pengertian teori performa komunikatif, pengertian jabatan publik, tipe kepemimpinan dan strategi komunikasi.

BAB III BIOGRAFI HAJRIYANTO Y. THOHARI

Bab ini menggambarkan biografi Hajriyanto Y. Thohari dengan menjelaskan latar belakang keluarga, latar belakang pendidikan, riwayat organisasi dan karir serta karya-karya Hajriyanto Y. Thohari.

BAB IV ANALISIS HASIL TEMUAN

Bab ini menjelaskan tentang performa komunikatif Hajriyanto Y. Thohari dalam implementasi pengelolaan jabatan publik di MPR RI dan strategi Hajriyanto Y. Thohari dalam mengelola performa komunikatif di MPR RI.

BAB V PENUTUP

(22)

12

A. Teori Performa Komunikatif

1. Pengertian Performa Komunikatif

Performa Komunikatif adalah salah satu konsep yang terdapat di Teori Budaya Organisasi. Teori budaya organisasi merupakan sebuah teori komunikasi yang mencakup semua simbol komunikasi (tindakan, rutinitas, dan percakapan) dan makna yang dilekatkan orang terhadap simbol tersebut.1

Performa Komunikatif merupakan salah satu dari faktor terciptanya budaya organisasi. Masing-masing anggota organisasi tentu memiliki performa komunikatif yang berbeda-beda dan sudah tentu dari tiap-tiap anggota organisasi membawa performa komunikatifnya untuk memberi warna terhadap budaya organisasi. Hal ini tidak terlepas dari ketiga asumsi dasar tentang Teori Ilmu Budaya Organisasi.

Teori Budaya Organisasi itu sendiri adalah hasil penelitian dari

Clifford Geertz, Michael Pacanowsky, Nick O’Donnel-Trujillo.

Asumsi dasar dari teori ini adalah, sebagai berikut2:

1) Anggota-anggota organisasi menciptakan dan mempertahankan perasaan yang dimiliki bersama mengenai realitas organisasi,

1

West, Turner, Pengantar Teori Komunikasi, Edisi 3, Analisis dan Aplikasi (Jakarta: Salemba Humanika, 2008), h. 325.

2

(23)

13

yang berakibat pada pemahaman yang lebih baik mengenai nilai-nilai sebuah organisasi.

2) Penggunaan dan interpretasi simbol sangat penting dalam budaya organisasi.

3) Budaya bervariasi dalam organisasi-organisasi yang berbeda, dan interpretasi tindakan dalam budaya ini juga beragam.

Performa itu sendiri merupakan metafora yang menggambarkan proses simbolik pemahaman akan perilaku manusia dalam sebuah organisasi.3

Performa terkait dengan sikap dan tindakan dari individu-individu yang berada didalam organisasi. Sikap dan tindakan ini yang memberi peran pada setiap anggota organisasi. Performa tentu tidak bisa didapatkan secara instan tapi melalui perjalanan karir atas pemahaman dan pengalaman yang didapatkan selama beraktvitas. Performa lahir atas kesadaran individu terhadap pengetahuan yang dimilikinya dengan dipalikasikannya. Tidak cukup setahun atau 3 (tiga) tahun untuk melahirkan suatu performa terbaik dalam beraktivitas di organisasi.

2. Lima Performa Komunikatif

Performa terbaik bisa didapatkan oleh siapa saja dalam organisasi atau instansi manapun. Seseorang bisa dilihat apakah ia

3

(24)

berada di performa terbaiknya atau tidak, dengan dilihat dari penjabaran terhadap 5 (Lima) Performa Komunikatif, yaitu :1) Performa Ritual, 2) Performa Hasrat, 3) Performa Sosial, 4) Performa Politis, dan 5) Performa Enkulturasi. Kelima performa ini bisa dilaksanakan oleh siapapun dan anggota manapun dalam organisasi atau instansi apapun. Berikut adalah penjelasan singkat terhadap 5 (Lima) Performa Komunikatif, yaitu:

1) Performa Ritual

Pada performa ini, akan dijabarkan bagaimana seseorang melakukan aktivitas hariannya yang terjadi secara teratur dan berulang. Ritual terdiri atas empat jenis, yakni 1) Personal, 2) Tugas, 3) Sosial, dan 4) Organisasi. Ritual personal merupakan rutinitas yang dilakukan di tempat kerja setiap hari. Ritual tugas merupakan rutinitas yang dilakukan dengan pekerjaan tertentu di tempat kerja. Ritual sosial merupakan rutinitas yang melibatkan hubungan dengan orang lain di tempat kerja, Ritual organisasi merupakan rutinitas yang berkaitan dengan organisasi secara keseluruhan.4

2) Performa Hasrat

Pada Performa Hasrat peneliti ingin melihat berbagai cerita dan kisah tentang seseorang dalam menajalankan seluruh aktivitasnya, baik di organisasi maupun di institusi tempat ia

4

(25)

15

beraktivitas. Tentu perlu dilakukan wawancara secara objektif yang mendalam tentang performa hasrat ini kepada orang-orang yang selama ini selalu berinteraksi dengannya.

3) Performa Sosial

Apabila pada performa hasrat kita menemukan suatu cerita tentang keseharian aktivitas seseoarang, maka pada performa sosial akan dibedah tindakan keseharian seseorang dalam menjalankan aktivitasnya. Sikap santun dan kesopanan serta sikap-sikap lainnya akan terungkap pada performa ini.

4) Performa Politis

Performa Politis merupakan perilaku organisasi yang mendemonstrasikan kekuasaan atau kontrol.5 Pada performa ini akan dideskripsikan gaya dan perilaku kepemimpinan seseorang dalam kapasitasnya ia sebagai pimpinan.

5) Performa Enkulturasi

Performa enkulturasi mencakup perilaku organisasi yang membantu para karyawan dalam menemukan makna dari menjadi anggota suatu organisasi.6 Sudah tentu, apa yang didapatkan oleh seoarang pemimpin adalah karena latar belakang organisasi yang dijalaninya selama ini. Artinya, pada performa Ekluturasi ini, penelitian ini mencoba untuk

5

Ibid., h. 327

6

(26)

mengungkapkan seberapa penting peran organisasi yang dijalaninya dalam perjalanan kariernya.

B. Pengertian Pejabat Publik

Dalam Undang Undang Keterbukaan Informasi Publik Nomor 14 Tahun 2008 (UU RI No. 14 Th. 2008)7 dijelaskan dalam Pasal 1 Angka 8, bahwa Pejabat Publik adalah Pejabat Publik adalah orang yang ditunjuk dan diberi tugas untuk menduduki posisi atau jabatan tertentu pada badan publik. Sementara, yang dimaksud badan publik sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 angka 3 dalam Undang-Undang yang sama: “Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau organisasi nonpemerintah yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.

C. Konsep Gaya Kepemimpinan

Gaya merupakan ringkasan atau gambaran yang digolongkan dari bagaimana seorang pemimpin melaksanakan fungsi kepemimpinannya dan

7

(27)

17

bagaimana ia dilihat oleh mereka yang dipimpinnya atau mereka yang mungkin sedang mangamati dari luar. Gaya dalam memimpin telah coba dirumuskan oleh para teoritis manajemen dan kepemimpinan dalam menggambarkan gaya kepemimpinan. Para teoritis mencoba untuk menggambarkan bagaimana orang itu bertindak bukan siapa orang tersebut yang bertindak.saBila ada yang berfikir dan melihat secara langsung sejumlah pemimpin yang dikenal secara pribadi, mungkin dapat meyimpulkan mengenai gaya kepemimpinan mereka.

Artinya, kita cendurung mengelompokkan seorang pemimpin berdasarkan cara ia memimpin dan bagaimana cara pandang kita terhadap dia. Dengan sendirinya, seseoarang mungkin berbeda pendapat dengan orang lain mengenai gaya kepemimpinan.

Menurut Robert D. Dale8 cara kerja pemimpin dalam organisasi memiliki beberapa gaya kepemimpinan yang terbagi dalam;

a. Birokratis

Ini adalah suatu gaya yang ditandai dengan keterikatan yang terus-menerus kepada aturan-aturan organisasi. Gaya ini menganggap bahwa kesulitan-kesulitan akan dapat diatasi bila setiap orang mematuhi peraturan. Keputusan-keputusan dibuat berdasarkan prosedur-prosedur baku. Pemimpinnya adalah seorang diplomat dan tahu bagaimana memakai sebagaian besar peraturan untuk membuat orang-orang melaksanakan tugasnya. Kompromi merupakan suatu

8

(28)

jalan hidup karena untuk membuat satu keputusan diterima oleh mayoritas, orang sering harus mengalah kepada yang lain.

b. Permisif

Di sini keinginannya adalah membuat setiap orang dalam kelompok tersebut puas. Membuat orang-orang tetap senang adalah aturan mainnya. Gaya ini menganggap bahwa bila orang-orang merasa puas dengan diri mereka sendiri dan orang lain, maka organisasi tersebut akan berfungsi dan dengan demikian pekerjaan akan bisa diselesaikan. Koordinasi sering dikorbankan dalam gaya.

c. Laissez-faire

Ini sama sekali bukanlah kepemimpinan. Gaya ini membiarkan segala sesuatunya berjalan dengan sendirinya. Pemimpin hanya melaksankan fungsi pemeliharaan saja. Misalnya, seorang ulama mungkin hanya namanya saja ketua dari organisasi tersbeut dan hanya menangani urusan khotbah, sementara yang lainnya mengerjakan segala pernik mengenai bagaimana organisasi tersebut harus beroperasi. Gaya ini kadang-kadang dipakai oleh pemimpin yang sering berpegian atau yang yang hanya bertugas sementara.

d. Partisipatif

(29)

19

adalah kemungkinan lambatnya tindaan dalam menangani masa-masa kritis.

e. Otokratis

Gaya ini ditandai dengan ketergantungan kepada yang berwenang dan biasanya menganggap bahwa orang-orang tidak akan melakukan apa-apa kecuali jika diperintahkan. Gaya ini tidak mendorong adanya pembaruan.Pemimpin menganggap dirinya sangat diperlukan. Keputusan dapat dibuat dengan cepat.

Menjadi pemimpin bukanlah monopoli para alumni mahasiswa ilmu pemerintahan atau mereka yang telah mengikuti pendidikan kepempimpinan, juga bukan seseorang yang kebetulan memiliki amanah menjadi pemimpin. Kepemimpinan bisa diraih selain dari pengetahuan juga dari berbagai pengalaman dan latar belakang organisasi yang mempengaruhi dalam perjalanan hidupnya.

Artinya, kepemimpinan akan menjadi efektif, apabila ilmu yang didapatkan bisa dengan kreatif dan inovatif dipraktikkan, bukan hanya dalam kehidupan berorganisasi tapi juga dalam kehidupan sehari-hari, dengan begitu akan lahir sebuah seni yang indah yang tentu akan menggugah para pengikutnya.

D. Konsep Strategi Komunikasi

(30)

mampu menunjukan bagaimana operasinya secara praktis harus dilakukan, dalam arti kata pendekatannya bisa berbeda-beda tergantung pada suatu kondisi dan situasi.9

Dalam strategi komunikasi, peran komunikasi sangatlah penting. Strategi komunikasi haruslah bersifat dinamis, sehingga komunikator sebagai pelaksana dapat segera mengadakan perubahan apabila ada suatu faktor yang mempengaruhi. Suatu pengaruh yang menghambat komunikasi dapat datang sewaktu-waktu, terlebih jika komunikasi langsung melalui media massa. Faktor-faktor yang berpengaruh bisa terdapat pada komponen media atau komponen, komunikasi sehingga efek yang diharapkan tak kunjung tercapai.

Seorang komunikan akan mempunyai kemampuan dan strategi untuk melakukan perubahan sikap, pendapat, dan tingkah laku komunikasi melalui mekanisme daya tarik, jika pihak komunikan merasa bahwa komunikator ikut dengannya. Dengan kata lain pihak komunikan merasa adanya kesamaan antara komunikator dengannya, sehingga demikian komunikan bersedia untuk taat pada pesan yang dikomunikasikan ini akan menimbulkan simpati komunikan pada komunikator.

9

(31)

21

BAB III

BIOGRAFI HAJRIYANTO YASIN THOHARI

A. Latar Belakang Keluarga

Hajriyanto Yasin Thohari lahir pada 26 Juni 1960 di Desa Manggis, jaraknya 5 km dari Karanganyar, atau sekitar 15 km dari Kota Solo, Surakarta, Jawa Tengah. Desa Manggis adalah sebuah desa dengan hamparan sawah yang sangat luas. Mayoritas penduduknya petani. Sungai di desa itu mengalir begitu jernihnya. Sungai tersebut jadi sumber kehidupan masayarakat desa. Dan anak-anak desa suka sekali bermain atau mandi di sungai tersebut.1

Hajriyanto merupakan anak keempat dari tujuh bersaudara pasangan Mohammad Yasin Thohari dan Suyatmi.2 Hajriyanto lahir tepat di bulan Muharram, tahun baru Hijriyah dalam kalender Islam dan bulan Suro dalam kalender Jawa. Karena lahir di tahun baru Islam, kedua orangtuanya menamakan Hajri. Lengkapnya, Hajriyanto Yasin Thohari.3 Dalam perspektif Islam, bulan Muharram adalah bulan mulia. Pada bulan tersebut, umat Islam dilarang berperang atau berkonflik dengan siapa pun. Sementara dalam perspektif Jawa, pada bulan Suro, dilarang menggelar acara keramaian, seperti pernikahan dan lain-lain. Dua filosofi ini mewarnai kelahiran Hajriyanto kecil. Ia besar di antara kultur Islam dan kejawen.4

1

Majelis, “Anak Desa di Panggung Politik.” Majelis Edisi No.25, Tahun III (Mei 2009): h. 18.

2

Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari, Jakarta, 24 Mei 2013.

3Majelis, “Hajriyanto Yasin Thohari: Politisi yang Hobi Membaca Buku,”

Majelis Edisi No.01, Tahun IV (Januari 2010): h. 20.

4

(32)

Ayah Hajriyanto, M. Yasin Thohari adalah seorang muballig dan aktivis Muhammadiyah yang sangat religius. Dia juga seorang santri di pesantren Tebu Ireng. Ayahnya dikenal sebagai seorang pendidik yang cermat dan penuh perhatian. Ia selalu mengajarkan mereka untuk selalu dekat dengan ajaran Islam.5 Ayahnya menjadi ketua pimpinan daerah Muhammadiyah Kabupaten Karang Anyar sampai tahun 1991. Dan pernah menjadi Anggota DPRD Kabupaten Karanganyar.6

Sementara ibundanya, Suyatmi, adalah seorang priyayi-abangan. Ia anak seorang kepala desa dalam sistem pemerintahan yang masih tradisional, yang menjadi kepala desa seumur hidup. Sebagai anak kepala desa, ibunya sangat mengutamakan pertanian. Dan, bahkan ibunya memiliki beberapa buah sawah. Sawah-sawah tersebut diurus oleh ia (ibunya) sendiri dengan mengggunakan tenaga-tenaga buruh tani untuk menggarap sawah. Atau kalau tidak ibunya mengerjakan sawah itu pada orang lain, nanti hasilnya dibagi berdua dengan yang mengerjakan. Ia juga sangat dekat dengan tradisi kejawen. Sedangkan Kakeknya adalah seorang lurah di Karanganyar, oleh masyarakat setempat disebut Mbah Lurah. Kakeknya sangat kental dengan tradisi Jawa, seperti tradisi bancaan7 (dalam bahasa Indonesianya selamatan atau syukuran).8

5

Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.

6Majelis, “Hajriyanto Yasin Thohari,” h. 19. 7

Bancaan adalah sebuah upacara sederhana tradisi adat masyarakat Jawa yang menyertai

sebuah tahapan perkembangan seorang anak. Bancaan biasa dilakukan untuk memperingati hari lahir berdasarkan pada hari pasaran penanggalan Jawa atau wetonan.

8

(33)

23

Menurut Hajriyanto, hampir semua anak-anak dan cucu-cucunya selalu dibuatkan bancaan pada setiap weton kelahirannya. Setiap weton artinya adalah setiap selapan dino sekali. Selapan dino adalah tiga puluh lima hari dalam hitungan Jawa. Sebagai contoh, misalnya ia lahir pada Jumat Pahing. Maka pada setiap Jumat Pahing itu ia selalu di selameti dengan melakukan

bancaan. Bancaan itu dibuat nasi tumpeng, yang berisi sayur-sayuran, telur yang di potong kecil-kecil, ayam yang di iris tipis-tipis, berkedel, sambal goreng dan lain-lain yang dibungkus dengan daun pisang. Kemudian dibagikan kepada anak-anak dan tetangga-tetangga. Tujuan dari bancaan ini adalah agar selamat dan tetap di bawah perlindungan Allah selama dalam perjalanan hidupnya.9

Selain tradisi bancaan, kakeknya setiap tahun selalu mengadakan (nanggep) wayang kulit sehari semalam dan dilakukan pada hari Jumat malam Sabtu, yang biasa disebut dengan Rasulan. Rasulan berasal dari kata Rosul.

Rasulan biasanya dirangkaikan dengan upacara bersih desa. Bersih desa atau Rasulan di selenggarakan sehabis panen. Dan macam-macam tradisi-tradisi Jawa lainnya juga dilaksanakan oleh kakeknya. Seperti, setiap malam Satu Muharram dan Satu Syuro’, kakeknya tidak tidur semalam suntuk untuk menyambut satu Syuro’itu. Selain itu ia punya tradisi, setiap selapanan sekali selalu sholat Jum’at di Masjid Agung Solo. Dan itu dialakukan dengan

9

(34)

berjalan kaki, padahal jarak antara desanya sampai ke Solo kira-kira lima belas kilometer.10

Sebagai cucu lurah, Hajriyanto kecil tinggal di rumah kakeknya yang sangat besar, yaitu rumah tradisional Jawa kuno. Rumahnya berupa pendopo Joglo dengan tembok yang sangat tinggi. Ada regol, semacam pos penjagaan, sebelum masuk ke pekarangan rumahnya yang luas. Di pekarangannya itu, sering digelar acara selamatan atau wayangan, sekaligus tempat bermain anak-anak. Saat ini rumah tersebut sudah di jual oleh cucu-cucunya.

Masa kecil Hajriyanto dihabiskan di Karanganyar. Walau ia anak seorang tokoh berpengaruh, bahkan cucu Mbah Lurah, ia tetap bisa bersosialisasi dengan baik bersama warga setempat. Hampir tak ada jarak. Bersama sahabat-sahabat kecilnya, ia suka menangkap burung dengan ketapel. Bermain di sungai dengan membuat rakit dari pohon pisang jadi kegemarannya juga.11

Bahkan, malam hari, bersama teman-temannya, ia suka sekali bermain

gubak sodor”. Permainan ini melibatkan dua kelompok yang saling menjaga

pohon besar sebagai benteng pertahanannya agar tidak disentuh lawan. Bila lawan bisa menyentuh pohon yang dijaga, berarti dia pemenangnya. Halaman rumah kakeknya yang sangat luas menawarkan tempat bermain yang nyaman. Selain itu di sana banyak tersedia mainan yang bisa digunakan.12

Seiring bertambahnya usia, Hajriyanto pun mulai merasakan ketertarikan terhadap seorang perempuan. Ia mengaku sudah tak ingat berapa

10

Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.

11Majelis, “Anak Desa di Panggung Politik.” h. 19. 12

(35)

25

kali jatuh cinta. Hajriyanto jatuh cinta pertama dengan wanita yang usianya sama dengannya. Dan sejak itu ia beberapa kali jatuh cinta, akan tetapi tidak pernah kesampaian. Dalam memilih seorang wanita, Hajriyanto lebih

menyukai wanita yang berumur lebih tua darinya. Alasannya simpel, “Jadi

saya ingin memiliki istri yang matang dan dewasa, sehingga dapat membesarkan anak-anak, karena saya banyak beraktivitas di luar rumah.”13 Hingga akhirnya Hajriyanto pun menemukan tambatan hatinya yang kemudian dinikahinya. Wanita tersebut bernama Riatin Hajriyanto, ia adalah seorang apoteker, yang setahun lebih tua dari Hajriyanto.

Dari perkawinannya dengan Riatin, ia dianugerahi empat orang anak yaitu Nadila Shevila Thohari (Arsitek Institut Teknologi Bandung dan S-2 di University of South Wales), Fahnida Zeydra Thohari (Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran), Ridho Gusti Thohari (Fakultas Hubungan Internasional Universitas Parahyangan), dan Fadia Hasna Thohari (Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran).14

Akan tetapi dari keempat anaknya, tidak ada yang mengikuti jejak Hajriyanto, yaitu sebagai seorang politikus.

Mereka pernah berseoloroh, nanti didemo melulu.”15

Meski sibuk di dunia politik, Hajriyanto tetap meluangkan waktunya untuk bercengkerama dengan keluarga. Istrinya sudah memahami bagaimana kerja Hajriyanto yang sejak muda sebagai aktifis, sehingga jarang di rumah. Oleh sebab itu, untuk mensiasati kurangnya waktu berkumpul bersama

13

Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.

14Majelis, “Anak Desa di Panggung Politik.” h. 17. 15

(36)

keluarga ini. Istrinya menyiapkan home theater yang biasa mereka gunakan untuk berkaraoke bersama ketika semua keluarga sedang berkumpul di rumah.16

Dalam keluarga, ia selalu menekankan hidup yang bersahaja. Karena, menurutnya, dengan hidup seperti itu dapat berbuat sebanyak mungkin bagi orang lain. Mengenai pandangan ini Hajriyanto mengutip hadis riwayat Ahmad dan Thabrani yang menyatakan: “Khairunnas anfa’uhum linnas”,

(“sebaik-baik manusia diantaramu adalah yang paling banyak manfaat bagi

orang lain”).17

B. Latar Belakang Pendidikan

Sebagai anak dari tokoh Muhammadiyah, Hajriyanto tentu diajarkan agama dengan baik. Bahkan, ayahnya membangun madrasah diniyah agar anak-anak di desanya bisa belajar agama. Bagi keluarga Hajriyanto, pendidikan jadi hal utama. Di desanya, hanya ada 2 keluarga yang bisa menyekolahkan anak-anaknya sampai perguruan tinggi. Selain keluarganya sendiri, ada keluarga lurah pula yang pernah menggantikan kakeknya sebagai lurah.18

Pendidikan Hajriyanto dimulai dari bangku Taman Kanak (TK) Medari (TK yang dimiliki oleh Koperasi Batik Sukowati). Saat memasuki bangku Sekolah Dasar (SD), ia pun sekolah agama di Madrasah Diniyah (MD). Pagi berangkat ke SD Negeri, sorenya ke madrasah. Menuntut ilmu di

16

Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.

17

Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.

18

(37)

27

dua sekolah sekaligus merupakan perpaduan dari keinginan ayah dan ibunya. Bila sang ayah ingin Hajriyanto sekolah di madrasah saja, maka sang ibu menginginkan di sekolah negeri. Hal ini dalam istilah Hajriyanto adalah

“tradisi sekolah merangkap”. Tradisi ini kemudian berlanjut sampai di sekolah

lanjutan, pagi di Sekolah Menengah Atas (SMA), sore di Pendidikan Guru Agama (PGA). Sampai kemudian di perguruan tinggi, selain kuliah di Universitas Gadjah Mada (UGM), Hajriyanto juga kuliah di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Jogja.19

Hajriyanto tumbuh menjadi anak yang cerdas. Ia selalu tampil menjadi juara kelas, bahkan juara umum di sekolahnya. Prestasi cemerlangnya itu, terus berlanjut hingga ke bangku SMP dan SMA. Tidak hanya itu, Hajriyanto juga pandai bergaul. Di sekolahnya, ia selalu dipercaya sebagai Ketua Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS). Pelajaran sosial, terutama yang bersentuhan dengan budaya jadi kesukaannya.20

Semenjak kecil Hajriyanto gemar sekali membaca buku, dan mulai mengoleksi buku pada saat Kuliah di UGM. Sampai saat ini koleksi bukunya sekitar lima belas ribuan. Sebagian besar koleksinya masih di rumah yang di daerah pasar minggu, karena di rumah yang sekarang ini di tempati, belum ada rak yang cukup untuk menampung semua buku-buku koleksinya. Lima belas ribu buku tersebut sebagian besar tentang buku-buku agama, politik, kebudayaan dan novel.21

19

Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.

20

Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.

21

(38)

Sedangkan sekitar sepuluh hingga lima belas persen merupakan buku-buku fiksi atau novel. Terutama novel-novel sejarah dan novel-novel para novelis yang meraih nobel di bidang sastra. Untuk kategori yang terakhir ini, Hajriyanto mengaku memiliki hampir semua koleksinya. Sebut saja novelis kenamaan semacam Orphan Pamuk, Ernest Hemingway dan Najib Mahfud. Semua dibacanya dalam bahasa asli seperti bahasa Inggris dan Arab, dan beberapa sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia.22

Namun dari sekian koleksinya itu, buku favoritnya adalah bidang kajian tentang Timur Tengah (Middle Eastren Studies). Hajriyanto sangat tertarik pada penulis Edward Said, seorang warga Palestina dan penganut Kristen yang menjadi professor di Universitas Harvard, Amerika Serikat (AS). Edward Said di mata Hajriyanto adalah seorang aktifis dan intelektual yang aktif menyokong gerakan kemerdekaan Palestina. Edward Said juga menghasilkan banyak buku tentang Islam dan Timur-Tengah. Beberapa karya pentingnya yang telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia: Orientalisme (Pustaka Salman, 1986), Kebudayaan dan Kekuasaan (Mizan, 1995), dan Peran Intelektual (YOI, 1998). Lebih lanjut Hajriyanto mengatakan, memoar Edward Said Out of Place juga memenangkan Penghargaan Buku Non-Fiksi 1999 New Yorker. Bahkan ia juga memenangkan Penghargaan Buku Ainsfield-Wolf 2000 untuk kategori Non-Fiksi, Penghargaan Sastra Morton Dauwen Zabel yang digelar oleh Akademi Seni dan Sastra Amerika, serta Pencapaian Seumur Hidup Penghargaan Sastra

22Majelis, “Hajriyanto Yasin Thohari,” h. 20. Ketika penulis mencoba mengkonfirmasi

(39)

29

Lannan 2001. Fakta-fakta inilah yang membuat Hajriyanto tertarik dengan sosok Edward Said.23

Di bidang sastra, Hajriyanto menyukai karya-karya Amin Maalouf, seorang novelis Lebanon yang tinggal di Paris. Amin Maalouf adalah seorang mantan pemimpin harian terkemuka di Beirut An-Nahar dan editor Jeune Afrique. Sedangkan karya fiksi yang dilahirkannya dalam terjemahan bahasa Inggris antara lain Leo The African, The Rock Of Tanios yang memenangkan Prix Goncourt, Samarkand, The Garden Of Light dan Ports Of Call. Di antara karya nonfiksinya adalah kumpulan esai On Identity dan The Crusades Through Arab Eyes. Gaya penceritaan Amin Maalouf dalam setiap tulisannya, membuat Hajriyanto tertarik untuk mencari dan membaca karya-karyanya yang lain.24 Saat ini ada sekitar lima novelnya yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Bagi Hajriyanto, hampir semua koleksi buku menjadi favoritnya, karena saat memutuskan membeli buku itu ia tidak asal membeli, tetapi betul-betul memilih. Ketika akan membeli buku Hajriyanto selalu membaca terlebih dahulu daftar isi dari buku tersebut.25

Dalam terminologi Hajriyanto, buku menjadi induk peradaban. Peradaban sebuah bangsa dikatakan tinggi kriteria pertamanya adalah buku. Karena buku menggambarkan peradaban literate culture atau kebudayaan menulis.

Literature culture itu induknya peradaban, hampir semua

peradaban besar selalu ditopang dengan kepustakaan atau literatur di

23

Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.

24

Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.

(40)

dalam berbagai bidang keilmuan. Untuk melihat kemajuan peradaban Islam zaman dulu melalui buku. Ketika kebudayaan menulis semakin berkurang berarti keberadabannya mengalami kemerosotan. Kita bisa menghitung penerbitan buku di Indonesia setiap tahun berapa? Penerbitan jurnal berapa? Jadi Indonesia masih sangat ketinggalan mengenai ini.”26

Berkaitan dengan peradaban literate culture ini, Hajriyanto pernah beberapa kali mengupasnya dalam artikel dan makalah. Salah satu artikelnya

adalah “Buku, Syuhada Buku, dan Peradaban”, dalam artikelnya ini

Hajriyanto mengatakan:

“Buku memang memiliki kekuatan yang sangat revolusioner. Tak

mengherankan jika ayat pertama Al-Qur’an berbunyi iqra, yang

artinya “bacalah”. Sebab buku memang seperti ragi: dapat mengubah

dunia. Persis seperti judul buku Robert Brown: Books that Changed the World. Buku seperti juga kata Khaled Abou El-Fadl dalam bukunya, Conference of the Book (University Press of America, Lanham, 2001), yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi Musyawarah Buku (Serambi, 2002), adalah simbol peradaban. Peradaban, kata El-Fadl, tidak dibangun di atas kenyamanan dalam kelambanan dan kebodohan. Peradaban selamanya dibangun di atas penderitaan para syuhada perbukuan!”27

26

Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.

27Hajriyanto Yasin Thohari, “Buku, Syuhada Buku, dan Peradaban,” Gatra, 26 Mei 2010,

(41)

31

Kesukaannya pada buku membuat Hajriyanto memiliki hobi menulis, tulisan-tulisannya dikirim ke koran dan majalah seperti Gatra, Forum, Panji Masyarakat, Kompas, Republika, Media Indonesia, Koran Sindo dan lain-lain. Bahkan ide-ide bagus yang tertuang di dalam artikelnya, membuat majalah Gatra memintanya untuk menjadi penulis tetap sebulan sekali.28

Selain gemar mengoleksi buku Hajriyanto juga memiliki prestasi akademik yang baik. Yaitu dengan meraih Index Prestasi Kumulatif (IPK) tertinggi di kampusnya dan mendapatkan Beasiswa. Ia pun berhasil menamatkan kedua program tersebut di dua perguruan tinggi. Pada tahun 1984 ia lulus, kemudian menjadi Dosen di Universitas Diponogoro Semarang.29

Semenjak jadi anggota DPR RI Hajriyanto sudah tidak lagi mengajar. Kesibukan hanya di isi dengan mengisi acara-acara seminar dan terkadang mengisi ceramah dibeberapa acara. Saat ini, ketika tidak lagi menjadi Wakil Ketua MPR RI atau pasca 2014, kesibukan Hajriyanto dalam bidang pendidikan banyak diarahkan pada kegiatan membaca dan menulis. Sebab jadwal Hajriyanto tidak lagi sesibuk dan sepadat ketika ia masih menjadi Wakil Ketua MPR RI. Sehingga banyak waktu luang yang di gunakan untuk menulis dan membaca buku-buku yang belum sempat dibacanya. Bahkan Hajriyanto berencana menerjemahkan kembali novel-novel berbahasa asing (Arab dan Inggris) ke dalam bahasa Indonesia.30

28

Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.

29

Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.

30

(42)

C. Riwayat Organisasi dan Karir

1. Aktif di Muhammadiyah

Hajriyanto adalah “Produk” keluarga Muhammadiyah dan ia terus

membangun dasar yang baru bagi dirinya dan Masyarakatnya. Bila ditanya apa cita-citanya sejak kecil, Hajriyanto hanya ingin menjadi aktifis Muhammadiyah.

“Cita-cita saya itu sejak kecil sesungguhnya hanya ingin

menjadi aktifis Muhammadiyah. Karena saya ingin meneruskan tradisi ayah saya sebagai intelektual. Ayah saya intelektual desa. Dia berlangganan banyak majalah dan punya koleksi buku di

perpustakaan yang untuk ukuran orang desa cukup besar.”31

Cita-cita sejak kecilnya inilah yang kemudian membentuk karakternya untuk ikut aktif dalam kegiatan organisasi. Ketika tumbuh menjadi pemuda, semangat berorganisasinya semakin kian tinggi. Hajriyanto aktif di Ikatan Pemuda Muhammadiyah (IPM). Sementara itu, selepas SMA, ia melanjutkan studinya di Fakultas Kebudayaan, UGM. Saat yang sama, ia juga tercatat sebagai mahasiswa Perbandingan Agama, IAIN Sunan Kalijaga. Prestasi akademiknya terbaik dengan meraih IPK tertinggi di kampusnya. Berkat prestasi akademiknya tersebut Ia pun mendapat beasiswa.

Selama menjadi mahasiswa, ia tidak aktif di organisasi kampus. Apalagi, tahun 1979, gerakan mahasiswa sedang “dibonsai” oleh

31

(43)

33

penerapan Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK-BKK) ala Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Menteri P&K), Daud Joesoef.32 Ketika di berlakukannya NKK-BKK ini, pada saat itu hampir semua lembaga mahasiswa dilumpuhkan, termasuk di UGM. Gerakan mahasiswa hanya diarahkan untuk pengabdian masyarakat. Dewan mahasiswa dan senat mahasiswa pun ikut dibubarkan.33

NKK-BKK merupakan salah satu dari sekian banyak produk kebijakan pemerintah Orde Baru yang diterapkan dalam kerangka membuat posisi negara semakin kokoh. Sejak diberlakukannya tanggal 19 April tahun 1978, kebijakan ini telah menimbulkan kontroversi, baik dalam wacana gerakan mahasiswa maupun wacana pentas politik nasional. Pemberlakuannya dipandang sebagai tanggapan terhadap gerakan mahasiswa yang dianggap semakin radikal. Puncak keradikalan mahasiswa terutama bertalian dengan penolakan mereka terhadap pencalonan Presiden Soeharto untuk menjadi presiden yang ketiga kalinya. Mahasiswa mendesak MPR serta melakukan berbagai aksi untuk menentang pencalonan presiden tersebut, seperti dikeluarkannya Buku Putih Perjuangan Mahasiswa ITB 1978 dan keluarnya pernyataan 50 Dewan Mahasiswa/Senat Mahasiswa (DM/SM) se-Indonesia.34

32

Mengenai peraturan NKK-BKK bisa di lihat pada Surat Keputusan Menteri P&K, Daoed Joesoef, No. 37/U/1979, tentang Bentuk Susunan Lembaga/Organisasi Kemahasiswaan di Lingkungan Perguruan Tinggi Departemen P&K.

33Majelis, “Anak Desa di Panggung Politik.” h. 20. 34

(44)

Sebagai suatu kebijakan pemerintah yang baru, NKK/BKK sangat berpengaruh terhadap dinamika kemahasiswaan atau lebih khusus lagi berpengaruh terhadap perubahan format gerakan mahasiswa. Perubahan ini merupakan bentuk adaptasi mahasiswa dalam merespon kebijakan pemerintah yang berpengaruh cukup kuat. Adaptasi ini melahirkan apa yang dinamakan format gerakan mahasiswa pasca NKK-BKK (gerakan mahasiswa tahun 80-an), yaitu menjamumya aksi-aksi pemikiran dari kelompok-kelompok studi mahasiswa sebagai gerakan penyadaran yang salah satunya dituangkan dalam aksi informasi, menggantikan aksi-aksi jalanan yang dominan sebelumnya. Perubahan ini bukan berarti sebelumnya tidak ada kelompok-kelompok studi, namun penerapan konsep normalisasi mempunyai hubungan yang signifikan terhadap bermunculannya kelompok-kelompok studi yang didirikan oleh mahasiswa di kampus maupun luar kampus. Perubahan ini dapat artikan sebagai suatu adaptasi (disadari atau tidak oleh mahasiswa) terhadap kebijakan normalisasi yang menekankan penalaran dan logika sebagai esensi dari mahasiswa. Perubahan ini bagi Arbi Sanit diartikan sebagai melemahnya peran politik mahasiswa.35

Praktis ketika diberlakukannya NKK-BKK ini, Hajriyanto hanya konsisten berkiprah di IPM. Ia sempat didapuk menjadi Ketua IPM Kabupaten Karanganyar. Pada Tahun 1985 Hajriyanto Menyelesaikan Studinya di UGM kemudian menjadi Dosen di Universitas Diponogoro

35

(45)

35

Semarang dan diwaktu yang bersamaan ia berkiprah di IPM. Dalam perjalanan hidupnya ia juga pernah menjadi ketua Majelis Pustaka Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Semarang. Dan karena ia mempunyai intelektual yang tinggi, ia dipercaya menjadi ketua Majelis Pustaka Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah. Pada tahun 1989 ia terpilih menjadi ketua Pemuda Muhammadiyah Jawa Tengah. Pada Muktamar Pemuda Muhammadiyah tahun 1993, Hajriyanto terpilih menjadi Ketua umum Pimpinan Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah sampai tahun 1998.36

Cita-citanya untuk menjadi aktifis Muhammadiyah akhirnya terwujud. Pada 1993-1997 Hajriyanto terpilih menjadi Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah, menggantikan Din Syamsuddin pada muktamar di Bandung (1993). Beberapa langkah lagi, ia bisa menembus kursi PP

Muahammadiyah. Terbukti, ketika Syafi’i Ma’arif menjadi ketua, ia

dipercaya menduduki posisi Wakil Sekjen PP Muhammadiyah. Pada tahun 2000-2005, ia kembali masuk jajaran PP Muhammadiyah sebagai Wakil Sekjen.37

2. Masuk dalam Politik Praktis

Hajriyanto mengakui, bahwa dengan masuknya ia ke dalam politik praktis merupakan historical accident (Kecelakaan sejarah) yang terjadi di dalam hidupnya. Sebab sebagaimana di jelaskan di atas, bahwa

36

Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.

37

(46)

citanya sejak kecil hanya ingin menjadi aktifis Muhammadiyah. Kecintaannya terhadap Muhammadiyah di tegaskan oleh pernyataan berikut:

“Muhammadiyah bukan organisasi politik, melainkan gerakan

kultural. Pimpinan Muhammadiyah sebaiknya tidak memiliki latar belakang politik. Saya konsisten dengan pandangan tersebut. Muahammadiyah harus jauh dari politik praktis. Kian jauh dari politik, kian dihormati oleh masyarakat.”38

Akan tetapi seiring dengan perjalanan karirnya, pada tahun 1996 konsistensi Hajriyanto di Muhammadiyah perlahan mulai menyusut. Ia mulai tertarik dengan dunia politik. Semua itu, bermula dari pernyataan koleganya di Muhammadiyah bahwa harus ada kader Muhammadiyah yang berkiprah di dunia politik.39 Pernyataan inilah yang kemudian membuat Hajriyanto tergoda untuk terjun ke panggung politik. Akhirnya, bersama Din Syamsuddin40 dan Lukman Harun41, Hajriyanto masuk Syamsuddin, lahir di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, 31 Agustus 1958. Saat ini menjadi Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2005-sekarang. Din Syamsuddin sempat bersinggungan dengan dunia politik praktis dengan mengomandani Litbang Golkar. Din Syamsuddin bagi Hajriyanto sudah seperti sahabat sekaligus saudara. Di Muhammadiyah Hajriyanto sering berkerjasama dalam memajukan Muhammadiyah. Hajriyanto juga sering berdialog dan bertukar pemikiran serta pandangan mengenai kepemudaan, organisasi dan kemuhammadiyaan. Din Syamsuddin lah yang mengajak dan “merayu” Hajriyanto untuk masuk ke dalam politik praktis. Bahwa kader-kader Muhammadiyah harus ada yang terlibat dan terjun dalam politik. Sebab dengan begitu pemikiran-pemikiran kebangsaan dan kenegaraan yang ada di Muhammadiyah bisa tersampaikan kepada masyarakat. Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.

41

(47)

37

Golkar. Tahun 1997, resmi berkiprah di Golkar dan Muhammadiyah ditinggalkan untuk sementara.

“Itulah historical accident dalam kehidupan saya. Kecelakaan

sejarah yang membawa saya masuk ke dalam dunia politik yang tidak menjadi angan-angan saya sebelumnya.”42

Total berpolitik praktis, membuat karir politiknya juga cemerlang. Inilah kiprah seorang pemuda Muhammadiyah di panggung politik. Ia dipercaya menjadi Ketua Departemen Pemenangan Pemilu (DPP) Partai Golkar periode 2004-2009 dan sebelumnya Ketua Departemen Litbang pada tahun 1998-2004. Kemudian pada tahun 1997 Hajriyanto melenggang ke Senayan sebagai wakil rakyat. Ketika reformasi 1998 bergulir, ia tetap konsisten di Golkar. Bahkan ketika Din Syamsuddin mengajaknya keluar dari Golkar untuk membesarkan kembali Muhammadiyah, Hajriyanto tak bergeming.43

Meskipun demikian Hajriyanto tidak pernah mengubur dalam-dalam keinginannya berkiprah di Muhammadiyah. Dunia politik sudah menjadi pilihan hidupnya. Di lapangan politik Hajriyanto menjadi anggota DPR RI Komisi VII pada tahun 1997-1999, Komisi I DPR RI tahun 1999-2004, sempat menjadi Wakil Ketua Komisi I tahun 2004-2009, Anggota

visioner dalam memajukan politik bangsa Indonesia. Karya dan jasanya sangat berpengaruh bagi perpolitikan nasional saat itu. Terlebih, ia adalah seorang pakar politik, diplomat ulung, dan juga memiliki kepedulian sosial. Lukman Harun bagi Hajriyanto sudah seperti seorang kakak, sahabat, sekaligus guru, baik dalam berorganisasi maupun politik praktis. Bahkan ketika Hajriyanto memutuskan untuk masuk dalam politik praktis, ia banyak di beri masukan dan informasi tentang perpolitikan nasional ketika itu, terutama tentang sistem dan kultur politik dalam partai GOLKAR. Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.

42

Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.

43

(48)

Badan Kerjasama Antar Parlemen (BKSAP), Anggota Panitia Ad hoc II Badan Pekerja MPR tahun 1999-2004, Wakil Sekretaris Fraksi GOLKAR MPR RI tahun 1999-2004, Sekretaris FPG MPR RI tahun 2004-2009, Ketua FPG tahun 2009-sekarang. Aktif pula dalam keanggotaan Pansus yang merumuskan produk UU. Ia juga anggota delegasi parlemen ke sejumlah negara.

Hajriyanto juga pernah menjadi Wakil Ketua MPR RI periode 2009-2014, yang bertempat di Gedung Nusantara 3 Lantai 9, Komplek MPR/DPR, Senayan, Jakarta. Selain itu, Hajriyanto juga sempat dipercaya menjadi anggota tim penulis pidato Harmoko44, Faisal Tanjung45 dan Akbar Tanjung46. Begitulah karir organisasi dan politiknya yang selalu cemerlang di manapun ia berkiprah.

3. Membangun Basis Sarana Komunikasi

Sebagaimana diungkapkan di atas tadi (masuk dalam politik praktis), meskipun saat ini Hajriyanto lebih aktif di Golkar, akan tetapi Hajriyanto tidak pernah mengubur dalam-dalam keinginannya berkiprah di

44Harmoko –lahir di Patianrowo, Nganjuk, Jawa Timur, 7 Februari 1939– adalah politikus

Indonesia yang pernah menjabat sebagai Menteri Penerangan Indonesia pada masa Orde Baru dan Ketua MPR pada masa pemerintahan BJ Habibie. Dia pernah menjabat sebagai Ketua Persatuan Wartawan Indonesia, dan pernah menjadi Menteri Penerangan di bawah pemerintahan Soeharto.

45

Jenderal TNI (Purn) Feisal Edno Tanjung (lahir di Tarutung, Tapanuli Utara, Sumatera Utara, 17 Juni 1939 – meninggal di Jakarta, 18 Februari 2013 pada umur 73 tahun). Ia merupakan salah satu tokoh militer Indonesia. Feisal adalah alumni dari Akademi Militer Nasional angkatan 1961. Seorang perwira tempur, kariernya banyak dihabiskan di pasukan khusus; grup Sandi Yudha RPKAD (sekarang Kopassus) dan kemudian Brigade 17 Kostrad. Nama “Edno” pada namanya disesuaikan dengan urutan kelahirannya (E adalah huruf ke-5 alfabet). Ayahnya, seorang tokoh Muhammadiyah, memberi nama anak-anaknya sesuai dengan urutan kelahiran masing-masing.

46

(49)

39

Muhammadiyah. Hal ini dibuktikan oleh Hajriyanto dengan mendirikan basis sarana komunikasi. Basis sarana komunikasi untuk saluran berkomunikasi Hajriyanto kepada seluruh kader dan pemuda Muhammadiyah.

Saat ini Hajriyanto sudah memiliki cafe tempat berdiskusi kaum muda. Diskusi-diskusi yang dilakukan di cafe ini seputar kepemudaan, kemuhammadiyaan dan politik. Pesertanya kebanyakan datang dari kader-kader muda Muhammadiyah. Jadwal diskusi yang dilakukan di cafe ini satu minggu sekali, yaitu setiap akhir pekan. Sedangkan Hajriyanto sendiri menjadi pembicara di cafe ini hanya sebulan sekali.47 Walaupun jadwal diskusinya dilakukan setiap akhir pekan, cafe ini di luar jadwal itu tetap di kunjungi dan gunakan sebagai tempat berdiskusi.48

Bahkan Cafe ini juga pernah dijadikan tempat untuk pelatihan, seperti pelatihan kepemimpinan dan politik. Sebagaimana di sampaikan oleh Muhammad Khoirul Muttaqien (Direktur LAZISMU):

“Bukan hanya yang berbentuk diskusi dan kajian, cafe ini juga

pernah beberapa kali di gunakan untuk pelatihan yang sifatnya dasar maupun lanjutan. Seperti Latihan Dasar Kepemimpinan (LDK), pelatihan politik, organisasi dan lain-lain.”49

Selain cafe, Hajriyanto juga membuat stasiun Radio H. Semua unit usaha itu di bawah naungan The Hajriyanto Center. Menurut pengakuan Hajriyanto, dana yang dihabiskan untuk mendirikan stasiun radio

47

Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.

48

Wawancara Pribadi dengan Andar Nubowo, Jakarta, 2 Juni 2013.

49

(50)

sebanyak 425 juta rupiah. Segmentasi yang ingin dituju oleh Hajriyanto adalah anak-anak muda. Sedangkan wilayah siaran radio H ini sekitar wilayah Karanganyar, Sragen dan Wonogiri. Sampai sekarang radio ini masih hidup.50

Awalnya pendirian radio H ini digunakan oleh Hajriyanto untuk kampanye pada 2009. Melalui radio H ini Hajriyanto menjelaskan visi misi dan program kerjanya kepada masyarakat. Hajriyanto juga menceritakan tentang sejarah perjalanan karirnya, proses-proses apa saja yang sudah dilaluinya dan karya-karya apa saja yang sudah dibuat olehnya.51

Sistem acara dikemas dengan metode pasif dan interaktif. Metode pasif biasanya digunakan ketika menjelaskan sejarah perjalanan Hajriyanto mulai dari awal berkarir sampai dengan sekarang. Siapa saja tokoh-tokoh yang menjadi panutannya dan yang telah memberi pengaruh dalam perjalanannya karirnya juga diceritakan dalam radio ini. Sedangkan metode aktif digunakan ketika menjelaskan visi misi dan program-program yang akan di jalankan oleh Hajriyanto. Setelah pemilu 2009 berakhir, radio ini di gunakan untuk diskusi-diskusi ringan tentang kepemimpinan, organisasi, politik, budaya dan sejarah. Diskusi-diskusi ini disampaikan dengan bahasa yang ringan, lugas dan mudah di pahami oleh masyarakat pendengar.52

50

Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.

51

Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.

52

(51)

41

Strategi yang digunakan ini menurut Hajriyanto sudah memberikan dampak yang cukup positif. Sebagai sebuah perbandingan, jika pada pemilu 2009 dana yang dikeluarkan oleh Hajriyanto mencapai 1 miliar rupiah. Maka pada pemilu 2014 dana kampanyenya hanya mencapai 575 juta rupiah. Sebab pada 2009 dana yang gunakan bukan hanya untuk berkampanye saja, tetapi juga untuk pembuatan radio dan pembebasan lahan. Sebagaimana disampaikan oleh Hajriyanto berikut ini:

“Dana yang dikeluarkan pada 2009 sangat besar! Kurang lebih

mencapai satu miliar. Dana ini saya pakai untuk pendirian radio H, untuk beli tanahnya, juga untuk kampanye-kampanye program saya. Nah pada 2014 dana yang saya gunakan agak berkurang, kurang lebih 275 juta. Sebab pada 2009 yang lalu kan saya sudah berkampnye. Jadi di 2014 ini saya hanya meneruskan kampanye-kampanye yang dulu itu! Seperti meneruskan forum-forum yang dibuat saat berkampanye kemarin (2014).”53

Hajriyanto menuturkan, pendirian basis sarana komunikasi ini di tujukan untuk menghilangkan anggapan masyarakat, bahwa Hajriyanto bukanlah seorang politikus instan. Hajriyanto ingin membentuk dan membangun kesadaran masyarakat terutama anak-anak muda. Bahwa untuk menjadi seorang politikus dibutuhkan proses yang panjang. Mulai

53

(52)

dari penguatan karakter diri, penguatan ilmu pengetahuan dan informasi serta penguatan diri dibidang praktek (aksi dan pengalaman).54

D. Karya-Karya

1. Buku

a) Pasca Konversi Kini Konvensi, esei-esei Politik tentang Golkar, Hajriyanto Y Thohari. Diterbitkan oleh Teplok Press,2003.

b) Beringin Membangun: Sejarah Politik Partai Golkar, Hajriyanto Y Thohari, dkk. Diterbitkan oleh GRAFINDO, 2012.

c) Muhammadiyah dan Pergulatan Politik Islam Modernis.Diterbitkan oleh Pusat Studi Agama dan Peradaban (PSAP) Muhammadiyah, pada Juni 2005.

d) Menunggu Roja, Menunggu Bersih: Esai-Esai Sosial, Politik dan Kebudayaan. Diterbitkan oleh Indo Strategi, pada Juni 2014.

2. Artikel55

a) Tap MPR: Pandu di Belantara Korupsi, GATRA 25 November 2009. b) Sistem Presidensial: Noblesse, Yes; Oblege, No!, GATRA 20Januari

2010.

c) Bodo Longa-Longo Koyo Kebo, GATRA 17 Februari 2010.

54

Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.

55

(53)

43

d) Anggota DPR dan Pemancing Ikan, GATRA 10Maret 2010. e) Buku, Syuhada Buku, dan Peradaban, GATRA 26Maret 2010. f) Padang Pasir Menuju Padang Demokrasi, GATRA 2 Februari 2011. g) Mlarat ning Ningrat, GATRA 28Maret 2011.

h) APBN “Beamstenstaat”?, GATRA 29Juni 2011.

i) SBY, ARB, dan Perpolitikan Indonesia 2012, GATRA 4 Januari 2012. j) Jilbab Polwan, Sekulerisme, dan Pancasila, GATRA 4Desember 2013. k) Indonesia Memilih, GATRA 7Mei 2014.

l) Pandu Politik, GATRA 4Juni 2014.

m) Belajar pada Administrasi Umar, GATRA 2 Juli 2014. n) Embrio Dwipartai, GATRA 6 Agustus 2014.

(54)

44

PENGELOLAAN JABATAN PUBLIK

A. Performa Komunikatif Hajriyanto Yasin Thohari dalam Implementasi

Pengelolaan Jabatan Publik di MPR RI

Berbicara mengenai performa komunikatif Hajriyanto dalam mengimplementasikan pengelolaan jabatan publik di MPR RI, tidak bisa kita lepaskan padatugas dan kewenangan Hajriyanto sebagai anggota sekaligus Wakli Ketua MPR RI. Sebab dariberbagai macam tugas dan kewenangan inilah kita bisa melihat performa komunikatif Hajriyanto dalam mengimplementasikan pengelolaan jabatan publik di MPR RI.

Menurut Hajriyanto, dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diatur bahwa, kewenangan MPR dalam sistem ketatanegaraan adalah mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden; Memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar; dan memilih Presiden dan/atau Wakil Presiden apabila salah satu atau keduanya berhalangan tetap.1

Dalam negara yang berasaskan kekeluargaan, para penyelenggara negara wajib memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang

1

Referensi

Dokumen terkait

Konsekuensi hukum bagi Pejabat Pembina Kepegawaian yang melakukan mutasi dengan tidak mengindahkan UU Pilkada, UU ASN, serta Surat Edaran Kemenpan RB dan Kemendgari adalah,

dan Lukito (2017) untuk identifikasi spam pada komentar Instagram, dengan mengimplementasikan metode Naïve Bayes dan Support Vector Machine menghasilkan akurasi

Penelitian ini bertujuan mengetahui apakah pemahaman konsep matematis siswa dengan menerapkan Teknik Spotlight lebih baik dari pada pemahaman konsep matematis siswa

Hasil penelitian menunjukkan adanya kesesuaian derajat sirosis hepatis yang memiliki korelasi yang kuat dan bermakna antara CT scan dengan klasifikasi Child-Pugh dalam menilai

Cilj je rada dakle utvrditi koja je važnost integracije i inkluzije djece s posebnim potrebama u odgojno-obrazovnom sustavu, te koja je pritom uloga odgojitelja i kako im isti

Selain hal tersebut di atas yang penting untuk diperjelas bahwa obyek yang disengketakan dalam mekanisme penyelesaian sengketa dalam Badan Penyelesaian Sengketa WTO

Sistem hasil ini tidak dapat diterapkan kepada karyawan tetap ( sistem waktu ) dan jenis pekerjaan yang tidak mempunyai standar fisik, seperti bagi karyawan administrasi. Pada

1. Abdul Muhaya, M.A, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang dan pembimbing I. Muchsin Jamil, M.Ag, selaku pembimbing II yang telah berkenang