• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V: PENUTUP

A. Kesimpulan

12

A. Teori Performa Komunikatif

1. Pengertian Performa Komunikatif

Performa Komunikatif adalah salah satu konsep yang terdapat di Teori Budaya Organisasi. Teori budaya organisasi merupakan sebuah teori komunikasi yang mencakup semua simbol komunikasi (tindakan, rutinitas, dan percakapan) dan makna yang dilekatkan orang terhadap simbol tersebut.1

Performa Komunikatif merupakan salah satu dari faktor terciptanya budaya organisasi. Masing-masing anggota organisasi tentu memiliki performa komunikatif yang berbeda-beda dan sudah tentu dari tiap-tiap anggota organisasi membawa performa komunikatifnya untuk memberi warna terhadap budaya organisasi. Hal ini tidak terlepas dari ketiga asumsi dasar tentang Teori Ilmu Budaya Organisasi.

Teori Budaya Organisasi itu sendiri adalah hasil penelitian dari

Clifford Geertz, Michael Pacanowsky, Nick O’Donnel-Trujillo.

Asumsi dasar dari teori ini adalah, sebagai berikut2:

1) Anggota-anggota organisasi menciptakan dan mempertahankan perasaan yang dimiliki bersama mengenai realitas organisasi,

1

West, Turner, Pengantar Teori Komunikasi, Edisi 3, Analisis dan Aplikasi (Jakarta: Salemba Humanika, 2008), h. 325.

2

13

yang berakibat pada pemahaman yang lebih baik mengenai nilai-nilai sebuah organisasi.

2) Penggunaan dan interpretasi simbol sangat penting dalam budaya organisasi.

3) Budaya bervariasi dalam organisasi-organisasi yang berbeda, dan interpretasi tindakan dalam budaya ini juga beragam.

Performa itu sendiri merupakan metafora yang menggambarkan proses simbolik pemahaman akan perilaku manusia dalam sebuah organisasi.3

Performa terkait dengan sikap dan tindakan dari individu-individu yang berada didalam organisasi. Sikap dan tindakan ini yang memberi peran pada setiap anggota organisasi. Performa tentu tidak bisa didapatkan secara instan tapi melalui perjalanan karir atas pemahaman dan pengalaman yang didapatkan selama beraktvitas. Performa lahir atas kesadaran individu terhadap pengetahuan yang dimilikinya dengan dipalikasikannya. Tidak cukup setahun atau 3 (tiga) tahun untuk melahirkan suatu performa terbaik dalam beraktivitas di organisasi.

2. Lima Performa Komunikatif

Performa terbaik bisa didapatkan oleh siapa saja dalam organisasi atau instansi manapun. Seseorang bisa dilihat apakah ia

3

berada di performa terbaiknya atau tidak, dengan dilihat dari penjabaran terhadap 5 (Lima) Performa Komunikatif, yaitu :1) Performa Ritual, 2) Performa Hasrat, 3) Performa Sosial, 4) Performa Politis, dan 5) Performa Enkulturasi. Kelima performa ini bisa dilaksanakan oleh siapapun dan anggota manapun dalam organisasi atau instansi apapun. Berikut adalah penjelasan singkat terhadap 5 (Lima) Performa Komunikatif, yaitu:

1) Performa Ritual

Pada performa ini, akan dijabarkan bagaimana seseorang melakukan aktivitas hariannya yang terjadi secara teratur dan berulang. Ritual terdiri atas empat jenis, yakni 1) Personal, 2) Tugas, 3) Sosial, dan 4) Organisasi. Ritual personal merupakan rutinitas yang dilakukan di tempat kerja setiap hari. Ritual tugas merupakan rutinitas yang dilakukan dengan pekerjaan tertentu di tempat kerja. Ritual sosial merupakan rutinitas yang melibatkan hubungan dengan orang lain di tempat kerja, Ritual organisasi merupakan rutinitas yang berkaitan dengan organisasi secara keseluruhan.4

2) Performa Hasrat

Pada Performa Hasrat peneliti ingin melihat berbagai cerita dan kisah tentang seseorang dalam menajalankan seluruh aktivitasnya, baik di organisasi maupun di institusi tempat ia

4

15

beraktivitas. Tentu perlu dilakukan wawancara secara objektif yang mendalam tentang performa hasrat ini kepada orang-orang yang selama ini selalu berinteraksi dengannya.

3) Performa Sosial

Apabila pada performa hasrat kita menemukan suatu cerita tentang keseharian aktivitas seseoarang, maka pada performa sosial akan dibedah tindakan keseharian seseorang dalam menjalankan aktivitasnya. Sikap santun dan kesopanan serta sikap-sikap lainnya akan terungkap pada performa ini.

4) Performa Politis

Performa Politis merupakan perilaku organisasi yang mendemonstrasikan kekuasaan atau kontrol.5 Pada performa ini akan dideskripsikan gaya dan perilaku kepemimpinan seseorang dalam kapasitasnya ia sebagai pimpinan.

5) Performa Enkulturasi

Performa enkulturasi mencakup perilaku organisasi yang membantu para karyawan dalam menemukan makna dari menjadi anggota suatu organisasi.6 Sudah tentu, apa yang didapatkan oleh seoarang pemimpin adalah karena latar belakang organisasi yang dijalaninya selama ini. Artinya, pada performa Ekluturasi ini, penelitian ini mencoba untuk

5

Ibid., h. 327

6

mengungkapkan seberapa penting peran organisasi yang dijalaninya dalam perjalanan kariernya.

B. Pengertian Pejabat Publik

Dalam Undang Undang Keterbukaan Informasi Publik Nomor 14 Tahun 2008 (UU RI No. 14 Th. 2008)7 dijelaskan dalam Pasal 1 Angka 8, bahwa Pejabat Publik adalah Pejabat Publik adalah orang yang ditunjuk dan diberi tugas untuk menduduki posisi atau jabatan tertentu pada badan publik. Sementara, yang dimaksud badan publik sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 angka 3 dalam Undang-Undang yang sama: “Badan Publik

adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau organisasi nonpemerintah yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.

C. Konsep Gaya Kepemimpinan

Gaya merupakan ringkasan atau gambaran yang digolongkan dari bagaimana seorang pemimpin melaksanakan fungsi kepemimpinannya dan

7

Redaksi Sinar Grafika, UU Keterbukaan Informasi Publik (UU RI No. 14 Th. 2008) (Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, 2008) h. 3.

17

bagaimana ia dilihat oleh mereka yang dipimpinnya atau mereka yang mungkin sedang mangamati dari luar. Gaya dalam memimpin telah coba dirumuskan oleh para teoritis manajemen dan kepemimpinan dalam menggambarkan gaya kepemimpinan. Para teoritis mencoba untuk menggambarkan bagaimana orang itu bertindak bukan siapa orang tersebut yang bertindak.saBila ada yang berfikir dan melihat secara langsung sejumlah pemimpin yang dikenal secara pribadi, mungkin dapat meyimpulkan mengenai gaya kepemimpinan mereka.

Artinya, kita cendurung mengelompokkan seorang pemimpin berdasarkan cara ia memimpin dan bagaimana cara pandang kita terhadap dia. Dengan sendirinya, seseoarang mungkin berbeda pendapat dengan orang lain mengenai gaya kepemimpinan.

Menurut Robert D. Dale8 cara kerja pemimpin dalam organisasi memiliki beberapa gaya kepemimpinan yang terbagi dalam;

a. Birokratis

Ini adalah suatu gaya yang ditandai dengan keterikatan yang terus-menerus kepada aturan-aturan organisasi. Gaya ini menganggap bahwa kesulitan-kesulitan akan dapat diatasi bila setiap orang mematuhi peraturan. Keputusan-keputusan dibuat berdasarkan prosedur-prosedur baku. Pemimpinnya adalah seorang diplomat dan tahu bagaimana memakai sebagaian besar peraturan untuk membuat orang-orang melaksanakan tugasnya. Kompromi merupakan suatu

8

jalan hidup karena untuk membuat satu keputusan diterima oleh mayoritas, orang sering harus mengalah kepada yang lain.

b. Permisif

Di sini keinginannya adalah membuat setiap orang dalam kelompok tersebut puas. Membuat orang-orang tetap senang adalah aturan mainnya. Gaya ini menganggap bahwa bila orang-orang merasa puas dengan diri mereka sendiri dan orang lain, maka organisasi tersebut akan berfungsi dan dengan demikian pekerjaan akan bisa diselesaikan. Koordinasi sering dikorbankan dalam gaya.

c. Laissez-faire

Ini sama sekali bukanlah kepemimpinan. Gaya ini membiarkan segala sesuatunya berjalan dengan sendirinya. Pemimpin hanya melaksankan fungsi pemeliharaan saja. Misalnya, seorang ulama mungkin hanya namanya saja ketua dari organisasi tersbeut dan hanya menangani urusan khotbah, sementara yang lainnya mengerjakan segala pernik mengenai bagaimana organisasi tersebut harus beroperasi. Gaya ini kadang-kadang dipakai oleh pemimpin yang sering berpegian atau yang yang hanya bertugas sementara.

d. Partisipatif

Gaya ini dipakai oleh mereka yang percaya bahwa cara untuk memotivasi orang-orang adalah dengan melibatkan mereka dalam proes pengambilan keputusan. Hal ini diharapkan akan menciptakan rasa memiliki sasaran dan tujuan bersama. Masalah yang timbul

19

adalah kemungkinan lambatnya tindaan dalam menangani masa-masa kritis.

e. Otokratis

Gaya ini ditandai dengan ketergantungan kepada yang berwenang dan biasanya menganggap bahwa orang-orang tidak akan melakukan apa-apa kecuali jika diperintahkan. Gaya ini tidak mendorong adanya pembaruan.Pemimpin menganggap dirinya sangat diperlukan. Keputusan dapat dibuat dengan cepat.

Menjadi pemimpin bukanlah monopoli para alumni mahasiswa ilmu pemerintahan atau mereka yang telah mengikuti pendidikan kepempimpinan, juga bukan seseorang yang kebetulan memiliki amanah menjadi pemimpin. Kepemimpinan bisa diraih selain dari pengetahuan juga dari berbagai pengalaman dan latar belakang organisasi yang mempengaruhi dalam perjalanan hidupnya.

Artinya, kepemimpinan akan menjadi efektif, apabila ilmu yang didapatkan bisa dengan kreatif dan inovatif dipraktikkan, bukan hanya dalam kehidupan berorganisasi tapi juga dalam kehidupan sehari-hari, dengan begitu akan lahir sebuah seni yang indah yang tentu akan menggugah para pengikutnya.

D. Konsep Strategi Komunikasi

Strategi manajemen komunikasi (communication management) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Strategi komunikasi harus

mampu menunjukan bagaimana operasinya secara praktis harus dilakukan, dalam arti kata pendekatannya bisa berbeda-beda tergantung pada suatu kondisi dan situasi.9

Dalam strategi komunikasi, peran komunikasi sangatlah penting. Strategi komunikasi haruslah bersifat dinamis, sehingga komunikator sebagai pelaksana dapat segera mengadakan perubahan apabila ada suatu faktor yang mempengaruhi. Suatu pengaruh yang menghambat komunikasi dapat datang sewaktu-waktu, terlebih jika komunikasi langsung melalui media massa. Faktor-faktor yang berpengaruh bisa terdapat pada komponen media atau komponen, komunikasi sehingga efek yang diharapkan tak kunjung tercapai.

Seorang komunikan akan mempunyai kemampuan dan strategi untuk melakukan perubahan sikap, pendapat, dan tingkah laku komunikasi melalui mekanisme daya tarik, jika pihak komunikan merasa bahwa komunikator ikut dengannya. Dengan kata lain pihak komunikan merasa adanya kesamaan antara komunikator dengannya, sehingga demikian komunikan bersedia untuk taat pada pesan yang dikomunikasikan ini akan menimbulkan simpati komunikan pada komunikator.

9

Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi, Teori dan praktek (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Bandung, 1992), h. 30.

21

BAB III

BIOGRAFI HAJRIYANTO YASIN THOHARI

A. Latar Belakang Keluarga

Hajriyanto Yasin Thohari lahir pada 26 Juni 1960 di Desa Manggis, jaraknya 5 km dari Karanganyar, atau sekitar 15 km dari Kota Solo, Surakarta, Jawa Tengah. Desa Manggis adalah sebuah desa dengan hamparan sawah yang sangat luas. Mayoritas penduduknya petani. Sungai di desa itu mengalir begitu jernihnya. Sungai tersebut jadi sumber kehidupan masayarakat desa. Dan anak-anak desa suka sekali bermain atau mandi di sungai tersebut.1

Hajriyanto merupakan anak keempat dari tujuh bersaudara pasangan Mohammad Yasin Thohari dan Suyatmi.2 Hajriyanto lahir tepat di bulan Muharram, tahun baru Hijriyah dalam kalender Islam dan bulan Suro dalam kalender Jawa. Karena lahir di tahun baru Islam, kedua orangtuanya menamakan Hajri. Lengkapnya, Hajriyanto Yasin Thohari.3 Dalam perspektif Islam, bulan Muharram adalah bulan mulia. Pada bulan tersebut, umat Islam dilarang berperang atau berkonflik dengan siapa pun. Sementara dalam perspektif Jawa, pada bulan Suro, dilarang menggelar acara keramaian, seperti pernikahan dan lain-lain. Dua filosofi ini mewarnai kelahiran Hajriyanto kecil. Ia besar di antara kultur Islam dan kejawen.4

1

Majelis, “Anak Desa di Panggung Politik.” Majelis Edisi No.25, Tahun III (Mei 2009): h. 18.

2

Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari, Jakarta, 24 Mei 2013.

3Majelis, “Hajriyanto Yasin Thohari: Politisi yang Hobi Membaca Buku,” Majelis Edisi No.01, Tahun IV (Januari 2010): h. 20.

4

Ayah Hajriyanto, M. Yasin Thohari adalah seorang muballig dan aktivis Muhammadiyah yang sangat religius. Dia juga seorang santri di pesantren Tebu Ireng. Ayahnya dikenal sebagai seorang pendidik yang cermat dan penuh perhatian. Ia selalu mengajarkan mereka untuk selalu dekat dengan ajaran Islam.5 Ayahnya menjadi ketua pimpinan daerah Muhammadiyah Kabupaten Karang Anyar sampai tahun 1991. Dan pernah menjadi Anggota DPRD Kabupaten Karanganyar.6

Sementara ibundanya, Suyatmi, adalah seorang priyayi-abangan. Ia anak seorang kepala desa dalam sistem pemerintahan yang masih tradisional, yang menjadi kepala desa seumur hidup. Sebagai anak kepala desa, ibunya sangat mengutamakan pertanian. Dan, bahkan ibunya memiliki beberapa buah sawah. Sawah-sawah tersebut diurus oleh ia (ibunya) sendiri dengan mengggunakan tenaga-tenaga buruh tani untuk menggarap sawah. Atau kalau tidak ibunya mengerjakan sawah itu pada orang lain, nanti hasilnya dibagi berdua dengan yang mengerjakan. Ia juga sangat dekat dengan tradisi kejawen. Sedangkan Kakeknya adalah seorang lurah di Karanganyar, oleh masyarakat setempat disebut Mbah Lurah. Kakeknya sangat kental dengan tradisi Jawa, seperti tradisi bancaan7 (dalam bahasa Indonesianya selamatan atau syukuran).8

5

Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.

6Majelis, “Hajriyanto Yasin Thohari,” h. 19.

7

Bancaan adalah sebuah upacara sederhana tradisi adat masyarakat Jawa yang menyertai

sebuah tahapan perkembangan seorang anak. Bancaan biasa dilakukan untuk memperingati hari lahir berdasarkan pada hari pasaran penanggalan Jawa atau wetonan.

8

23

Menurut Hajriyanto, hampir semua anak-anak dan cucu-cucunya selalu dibuatkan bancaan pada setiap weton kelahirannya. Setiap weton artinya adalah setiap selapan dino sekali. Selapan dino adalah tiga puluh lima hari dalam hitungan Jawa. Sebagai contoh, misalnya ia lahir pada Jumat Pahing. Maka pada setiap Jumat Pahing itu ia selalu di selameti dengan melakukan

bancaan. Bancaan itu dibuat nasi tumpeng, yang berisi sayur-sayuran, telur yang di potong kecil-kecil, ayam yang di iris tipis-tipis, berkedel, sambal goreng dan lain-lain yang dibungkus dengan daun pisang. Kemudian dibagikan kepada anak-anak dan tetangga-tetangga. Tujuan dari bancaan ini adalah agar selamat dan tetap di bawah perlindungan Allah selama dalam perjalanan hidupnya.9

Selain tradisi bancaan, kakeknya setiap tahun selalu mengadakan (nanggep) wayang kulit sehari semalam dan dilakukan pada hari Jumat malam Sabtu, yang biasa disebut dengan Rasulan. Rasulan berasal dari kata Rosul.

Rasulan biasanya dirangkaikan dengan upacara bersih desa. Bersih desa atau Rasulan di selenggarakan sehabis panen. Dan macam-macam tradisi-tradisi Jawa lainnya juga dilaksanakan oleh kakeknya. Seperti, setiap malam Satu Muharram dan Satu Syuro’, kakeknya tidak tidur semalam suntuk untuk menyambut satu Syuro’itu. Selain itu ia punya tradisi, setiap selapanan sekali selalu sholat Jum’at di Masjid Agung Solo. Dan itu dialakukan dengan

9

berjalan kaki, padahal jarak antara desanya sampai ke Solo kira-kira lima belas kilometer.10

Sebagai cucu lurah, Hajriyanto kecil tinggal di rumah kakeknya yang sangat besar, yaitu rumah tradisional Jawa kuno. Rumahnya berupa pendopo Joglo dengan tembok yang sangat tinggi. Ada regol, semacam pos penjagaan, sebelum masuk ke pekarangan rumahnya yang luas. Di pekarangannya itu, sering digelar acara selamatan atau wayangan, sekaligus tempat bermain anak-anak. Saat ini rumah tersebut sudah di jual oleh cucu-cucunya.

Masa kecil Hajriyanto dihabiskan di Karanganyar. Walau ia anak seorang tokoh berpengaruh, bahkan cucu Mbah Lurah, ia tetap bisa bersosialisasi dengan baik bersama warga setempat. Hampir tak ada jarak. Bersama sahabat-sahabat kecilnya, ia suka menangkap burung dengan ketapel. Bermain di sungai dengan membuat rakit dari pohon pisang jadi kegemarannya juga.11

Bahkan, malam hari, bersama teman-temannya, ia suka sekali bermain

gubak sodor”. Permainan ini melibatkan dua kelompok yang saling menjaga pohon besar sebagai benteng pertahanannya agar tidak disentuh lawan. Bila lawan bisa menyentuh pohon yang dijaga, berarti dia pemenangnya. Halaman rumah kakeknya yang sangat luas menawarkan tempat bermain yang nyaman. Selain itu di sana banyak tersedia mainan yang bisa digunakan.12

Seiring bertambahnya usia, Hajriyanto pun mulai merasakan ketertarikan terhadap seorang perempuan. Ia mengaku sudah tak ingat berapa

10

Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.

11Majelis, “Anak Desa di Panggung Politik.” h. 19.

12

25

kali jatuh cinta. Hajriyanto jatuh cinta pertama dengan wanita yang usianya sama dengannya. Dan sejak itu ia beberapa kali jatuh cinta, akan tetapi tidak pernah kesampaian. Dalam memilih seorang wanita, Hajriyanto lebih

menyukai wanita yang berumur lebih tua darinya. Alasannya simpel, “Jadi

saya ingin memiliki istri yang matang dan dewasa, sehingga dapat membesarkan anak-anak, karena saya banyak beraktivitas di luar rumah.”13 Hingga akhirnya Hajriyanto pun menemukan tambatan hatinya yang kemudian dinikahinya. Wanita tersebut bernama Riatin Hajriyanto, ia adalah seorang apoteker, yang setahun lebih tua dari Hajriyanto.

Dari perkawinannya dengan Riatin, ia dianugerahi empat orang anak yaitu Nadila Shevila Thohari (Arsitek Institut Teknologi Bandung dan S-2 di University of South Wales), Fahnida Zeydra Thohari (Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran), Ridho Gusti Thohari (Fakultas Hubungan Internasional Universitas Parahyangan), dan Fadia Hasna Thohari (Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran).14

Akan tetapi dari keempat anaknya, tidak ada yang mengikuti jejak Hajriyanto, yaitu sebagai seorang politikus.

Mereka pernah berseoloroh, nanti didemo melulu.”15

Meski sibuk di dunia politik, Hajriyanto tetap meluangkan waktunya untuk bercengkerama dengan keluarga. Istrinya sudah memahami bagaimana kerja Hajriyanto yang sejak muda sebagai aktifis, sehingga jarang di rumah. Oleh sebab itu, untuk mensiasati kurangnya waktu berkumpul bersama

13

Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.

14Majelis, “Anak Desa di Panggung Politik.” h. 17.

15

keluarga ini. Istrinya menyiapkan home theater yang biasa mereka gunakan untuk berkaraoke bersama ketika semua keluarga sedang berkumpul di rumah.16

Dalam keluarga, ia selalu menekankan hidup yang bersahaja. Karena, menurutnya, dengan hidup seperti itu dapat berbuat sebanyak mungkin bagi orang lain. Mengenai pandangan ini Hajriyanto mengutip hadis riwayat Ahmad dan Thabrani yang menyatakan: “Khairunnas anfa’uhum linnas”,

(“sebaik-baik manusia diantaramu adalah yang paling banyak manfaat bagi

orang lain”).17

B. Latar Belakang Pendidikan

Sebagai anak dari tokoh Muhammadiyah, Hajriyanto tentu diajarkan agama dengan baik. Bahkan, ayahnya membangun madrasah diniyah agar anak-anak di desanya bisa belajar agama. Bagi keluarga Hajriyanto, pendidikan jadi hal utama. Di desanya, hanya ada 2 keluarga yang bisa menyekolahkan anak-anaknya sampai perguruan tinggi. Selain keluarganya sendiri, ada keluarga lurah pula yang pernah menggantikan kakeknya sebagai lurah.18

Pendidikan Hajriyanto dimulai dari bangku Taman Kanak (TK) Medari (TK yang dimiliki oleh Koperasi Batik Sukowati). Saat memasuki bangku Sekolah Dasar (SD), ia pun sekolah agama di Madrasah Diniyah (MD). Pagi berangkat ke SD Negeri, sorenya ke madrasah. Menuntut ilmu di

16

Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.

17

Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.

18

27

dua sekolah sekaligus merupakan perpaduan dari keinginan ayah dan ibunya. Bila sang ayah ingin Hajriyanto sekolah di madrasah saja, maka sang ibu menginginkan di sekolah negeri. Hal ini dalam istilah Hajriyanto adalah

“tradisi sekolah merangkap”. Tradisi ini kemudian berlanjut sampai di sekolah lanjutan, pagi di Sekolah Menengah Atas (SMA), sore di Pendidikan Guru Agama (PGA). Sampai kemudian di perguruan tinggi, selain kuliah di Universitas Gadjah Mada (UGM), Hajriyanto juga kuliah di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Jogja.19

Hajriyanto tumbuh menjadi anak yang cerdas. Ia selalu tampil menjadi juara kelas, bahkan juara umum di sekolahnya. Prestasi cemerlangnya itu, terus berlanjut hingga ke bangku SMP dan SMA. Tidak hanya itu, Hajriyanto juga pandai bergaul. Di sekolahnya, ia selalu dipercaya sebagai Ketua Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS). Pelajaran sosial, terutama yang bersentuhan dengan budaya jadi kesukaannya.20

Semenjak kecil Hajriyanto gemar sekali membaca buku, dan mulai mengoleksi buku pada saat Kuliah di UGM. Sampai saat ini koleksi bukunya sekitar lima belas ribuan. Sebagian besar koleksinya masih di rumah yang di daerah pasar minggu, karena di rumah yang sekarang ini di tempati, belum ada rak yang cukup untuk menampung semua buku-buku koleksinya. Lima belas ribu buku tersebut sebagian besar tentang buku-buku agama, politik, kebudayaan dan novel.21

19

Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.

20

Wawancara Pribadi dengan Hajriyanto Yasin Thohari.

21

Sedangkan sekitar sepuluh hingga lima belas persen merupakan buku-buku fiksi atau novel. Terutama novel-novel sejarah dan novel-novel para novelis yang meraih nobel di bidang sastra. Untuk kategori yang terakhir ini, Hajriyanto mengaku memiliki hampir semua koleksinya. Sebut saja novelis kenamaan semacam Orphan Pamuk, Ernest Hemingway dan Najib Mahfud. Semua dibacanya dalam bahasa asli seperti bahasa Inggris dan Arab, dan beberapa sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia.22

Namun dari sekian koleksinya itu, buku favoritnya adalah bidang kajian tentang Timur Tengah (Middle Eastren Studies). Hajriyanto sangat tertarik pada penulis Edward Said, seorang warga Palestina dan penganut Kristen yang menjadi professor di Universitas Harvard, Amerika Serikat (AS). Edward Said di mata Hajriyanto adalah seorang aktifis dan intelektual yang aktif menyokong gerakan kemerdekaan Palestina. Edward Said juga menghasilkan banyak buku tentang Islam dan Timur-Tengah. Beberapa karya pentingnya yang telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia: Orientalisme (Pustaka Salman, 1986), Kebudayaan dan Kekuasaan (Mizan, 1995), dan Peran Intelektual (YOI, 1998). Lebih lanjut Hajriyanto mengatakan, memoar Edward Said Out of Place juga memenangkan Penghargaan Buku Non-Fiksi 1999 New Yorker. Bahkan ia juga memenangkan Penghargaan Buku Ainsfield-Wolf 2000 untuk kategori Non-Fiksi, Penghargaan Sastra Morton Dauwen Zabel yang digelar oleh Akademi Seni dan Sastra Amerika, serta Pencapaian Seumur Hidup Penghargaan Sastra

Dokumen terkait