FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN ASUPAN ENERGI
SISWA KELAS 5 DAN 6 SDIT AL SYUKRO UNIVERSAL TAHUN 2015
SKRIPSI
OLEH:
Kartika Anisa Putri
1111101000117
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
ii
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN GIZI SKRIPSI, NOVEMBER 2015
Nama: Kartika Anisa Putri NIM: 1111101000117
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Asupan Energi Siswa Kelas 5 dan 6 SDIT Al Syukro Universal Tahun 2015
(xliv + 117 halaman, 2 gambar, 15 tabel, 3 lampiran)
ABSTRAK
Malnutrisi adalah kesalahan atau ketidaksesuaian asupan nutrisi dengan kebutuhan yang merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas karena dapat memperparah keadaan dari penyakit yang dialami oleh seseorang. Determinan utama dari kejadian malnutrisi ini adalah asupan energi yang tidak sesuai dengan kebutuhan dari siswa. Sebanyak 44,44% siswa kelas 5 dan 6 SDIT Al Syukro Universal memiliki asupan energi sesuai dengan AKG, 21,05% anak memiliki asupan energi lebih besar dari AKG sementara 33,33% lainnya memiliki asupan energi yang kurang dari 70% AKG untuk golongan usianya. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional yang dilakukan terhadap 122 orang siswa kelas 5 dan 6 SDIT Al Syukro Universal beserta ibu siswa yang didapat dari jumlah total populasi. Pengumpulan data dilakukan dengan pengisian kuesioner dan formulir food record untuk ibu dan pengisian kuesioner serta wawancara food recall untuk anak.
Analisis data dilakukan dengan analisis univariat dan bivariat menggunakan
chi square. Hasil penelitian menunjukkan 32,8% siswa memiliki asupan energi yang tidak sesuai dengan AKG. Siswa laki-laki dan perempuan memiliki jumlah yang sama yaitu masing-masing sebanyak 61 orang. 40,2% siswa memiliki praktek pemberian makan yang kurang baik, 42,6% siswa memiliki ketersediaan makanan yang kurang baik, 56,6% ibu siswa memiliki asupan energi yang tidak sesuai dengan AKG, 51,6% ibu memiliki pengetahuan yang kurang baik, 63,1% siswa memiliki interaksi yang kuat dengan teman dan 52,5% siswa tergolong dalam siswa yang aktif. Hasil analisis chi square menemukan adanya hubungan bermakna antara asupan energi ibu dengan asupan energi anak dengan nilai p sebesar 0,002. Tidak ditemukan adanya hubungan bermakna antara jenis kelamin, praktek pemberian makan, ketersediaan makan, pengetahuan ibu, interaksi dengan teman dan aktivitas fisik dengan asupan energi siswa. Peneliti menyarankan SDIT Al Syukro Universal untuk menambahkan suplementasi materi pada mata pelajaran Penjaskes terkait asupan gizi yang sesuai dengan kebutuhan siswa dan ibu siswa.
iii
SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY JAKARTA FACULTY OF MEDECINE AND HEALTH SCIENCE
NUTRITION MAJOR OF PUBLIC HEALTH PROGRAM STUDY UNDERGRADUATED THESIS, NOVEMBER 2015
Name: Kartika Anisa Putri NIM: 1111101000117
The Factors that Associated with Energy Intake of 5th and 6th Grade Students of SDIT Al Syukro Universal 2015
(xliv + 117 pages, 2 pictures, 15 tables, 3 appendices)
ABSTRACT
Malnutrition is an impact from condition between nutrition intake and nutrition requirements, it causes morbidity and mortality because it can aggravate circumstances of a disease. The major determinant of malnutrition is an inadequate of energy intake and student requirement. It is known that 44.44% of the 5th and 6th grade students of SDIT Al Syukro Universal have adequate energy intake as their requirement, 21.05% students have energy intake more than their requirement, and 33.33% students have energy intake less than 70% of their requirement. This is a cross sectional study of 122 students from 5th and 6th grade of SDIT Al Syukro Universal and their mothers that taken from their population. Data had been collected from mothers by filling the questionnaires and food record form while data from students had been collected by filling the questionnaires and food recall form.
Data analysis had been done by univariate and bivariate analysis using chi square analysis. This study shows that 32.8% of the students have inadequate energy intake. There are 61 male and female students as well, where 40.2% of them have bad feeding practice, 42.6% have bad food availability, 56.6% of their mothers have inadequate energy intake as their requirement, 51.6% mothers have bad knowledge, 63.1% students have a strong interaction with their friends and 52.5% students are active students. It is shown that there is a significant association between mother’s energy intake and student’s energy intake with 0.002 of p value. There are no significant association between gender, child feeding practice, food availability, mother’s knowledge, interaction with friends and physical activity with student’s energy intake. Researcher suggests SDIT Al Syukro Universal to add a supplementational leasson in physical and spiritual education subject about an adequate nutrition intake for children and mothers.
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Kartika Anisa Putri
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat/Tanggal Lahir : Tangerang/ 21 Oktober 1993
Alamat : Perum Periuk Jaya Permai, Jalan Periuk Jaya Permai 2
no 56, Periuk Jaya, Periuk, Kota Tangerang
No. Telp : 08176423741
Email : kartikanisa@gmail.com
Riwayat Pendidikan :
2011-sekarang : Gizi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN)`` Syarif Hidayatullah Jakarta
2008-2011 : SMA Negeri 1 Kota Tangerang
2005-2008 : SMP Negeri 1 Kota Tangerang
1999-2005 : SD Kartini
vii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim, “Assalamualaykum Warahmatullahi Wabarakatuh”
Alhamdulillahirobbil alamin, puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah dan nikmat yang berlimpah, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Asupan Energi Siswa Kelas 5 dan 6 SDIT Al Syukro Universal Tahun 2015”. Sholawat serta salam penulis haturkan kepada Rasulullah SAW, semoga kita semua mendapatkan syafaatnya di akhirat nanti. Aamiin.
Dalam penulisan ini, penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan penelitian ini, khususnya kepada:
1. Bapak Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes. selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Fajar Ariyanti, S.KM, M.Kes selaku Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat.
3. Ibu Ratri Ciptaningtyas, SKM, MHS sebagai pembimbing I yang telah membimbing dan memberikan inspirasi serta motivasi bagi penulis selama penyusunan skripsi. 4. Ibu Yuli Amran, MKM sebagai pembimbing II yang telah membimbing dan
memberikan inspirasi serta motivasi bagi penulis selama penyusunan skripsi.
5. Para dosen-dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat dan dosen-dosen Peminatan Gizi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat. 6. Ayah dan Ibu, terima kasih atas doa, dukungan dan nasihat yang selalu diberikan.
viii
7. Bude dan kakak-kakak yang selalu memberikan dukungan serta doa yang tak putus-putusnya dipanjatkan demi kelancaran penyusunan skripsi ini.
8. Teman-teman Gizi 2011 yang selalu kompak melewati beratnya perkuliahan dengan berbagai macam tugas untuk mencapai, kalian adalah teman paling hebat yang pernah kumiliki.
9. Teman-teman Kesmas 2011 yang selalu berjuang bersama serta memberikan semangat dan dorongan satu sama lain.
10. Latanza Shima, Widya Umami, Donna Pertiwi dan Nurlina Bintan yang dengan keikhlasannya meluangkan waktu di tengah kesibukannya untuk membantu proses pengambilan data.
11. Daily Lintang dan Rizki Asriani yang selalu menjadi tempat perilisan rasa penat walau terkadang justru menambah beban pikiran.
12. Sahabat-sahabat yang selalu memberikan dukungan, semangat dan doa dalam proses penyelesaian skripsi ini, khususnya Efri Malisa, Anisa Ajeng, Aqmarina Mahadibya, Dwi Ramadhani, Nurlidyawati, Chandra Perdana, Lestari Andayani, Aldila Faza, Widya Sulistiani, Bintang Almira, Laila Azzahrah, Fina Desvyanita, Balqis Afifah, Noviani K K dan Tyara Yuliati.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih kurang dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran perbaikan dari pembaca.
“Wassalamualaykum Warahmatullahi Wabarakatuh”
Ciputat, 4 November 2015
ix
LEMBAR PERSETUJUAN PENGUJI ... v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP...vi
C. Pertanyaan Penelitian ... 7
D. Tujuan ... 8
1. Tujuan Umum ... 8
2. Tujuan Khusus ... 8
E. Manfaat ... 10
1. Bagi SDIT Al Syukro Universal ... 10
2. Bagi Ibu Siswa SDIT Al Syukro Universal ... 10
3. Bagi Peneliti ... 10
F. Ruang Lingkup ... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11
A. Asupan Energi Siswa ... 11
B. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Asupan Energi ... 14
1. Jenis Kelamin ... 14
2. Praktek pemberian makan ... 16
3. Ketersediaan Makanan ... 20
4. Pengetahuan gizi ibu ... 22
5. Asupan energi ibu ... 24
6. Interaksi dengan teman ... 27
x
8. Program olahraga sekolah ... 29
9. Aktivitas Fisik ... 30
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS ... 34
A. Kerangka Konsep ... 34
B. Definisi Operasional ... 37
C. Hipotesis ... 40
BAB IV METODE PENELITIAN ... 41
A. Design Penelitian ... 41
B. Waktu dan lokasi penelitian ... 41
C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 41
1. Populasi ... 41
2. Sampel... 42
D. Metode pengumpulan data ... 43
1. Jenis data ... 43
2. Mekanisme pengumpulan data ... 44
a. Asupan energi siswa ... 44
b. Jenis kelamin ... 45
c. Praktek pemberian makan ... 45
d. Ketersediaan makanan ... 47
e. Pengetahuan gizi ibu ... 49
F. Uji Instrumen Penelitian ... 54
1. Uji Validitas ... 55
xi
3. Praktek Pemberian Makan ... 63
4. Ketersediaan Makanan ... 64
5. Pengetahuan Ibu ... 65
6. Asupan Energi Ibu ... 66
7. Interaksi dengan Teman ... 67
8. Aktivitas Fisik Anak ... 68
B. Analisis Bivariat ... 68
1. Hubungan Jenis Kelamin dengan Asupan Energi Siswa ... 68
2. Hubungan Praktek Pemberian Makan dengan Asupan Energi Siswa ... 69
3. Hubungan Ketersediaan Makanan dengan Asupan Energi Siswa ... 70
4. Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Asupan Energi Siswa ... 72
5. Hubungan Asupan Energi Ibu dengan Asupan Energi Siswa ... 73
6. Hubungan Interaksi Siswa dengan Teman Dengan Asupan Energi Siswa ... 74
7. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Asupan Energi Siswa ... 75
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 107
A. Simpulan ... 107
B. Saran ... 109
1. Bagi SDIT Al Syukro Universal ... 109
2. Bagi Ibu siswa SDIT Al Syukro Universal ... 110
3. Bagi peneliti selanjutnya ... 110
DAFTAR PUSTAKA ... 112
LAMPIRAN ...vi
Lampiran 1 Kuesioner Ibu ... vii
Lampiran 2 Kuesioner anak ... xxv
xii DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Definisi Operasional... 37
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Asupan Energi Siswa
Kelas 5 dan 6 SDIT Al Syukro Universal Tahun 2015 ... 59
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin Siswa Kelas 5
dan 6 SDIT Al Syuro Universal Tahun 2015 ... 60
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Praktek Pemberian Makan
Siswa Kelas 5 dan 6 SDIT Al Syukro Universal Tahun 2015 ... 61
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Ketersediaan Makanan Siswa
Kelas 5 dan 6 SDIT Al Syukro Universal Tahun 2015 ... 62
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan Ibu Siswa Kelas 5
dan 6 SDIT Al Syukro Universal Tahun 2015 ... 62
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Asupan Energi Ibu Siswa Kelas
5 dan 6 SDIT Al Syukro Universal Tahun 2015 ... 63
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Interaksi Siswa Kelas 5 dan 6
SDIT Al Syukro Universal dengan Teman Tahun 2015 ... 64
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Aktivitas Fisik Siswa Kelas 5
dan 6 SDIT Al Syukro Universal Tahun 2015 ... 65
Tabel 5.9 Analisis Hubungan Jenis Kelamin dengan Asupan Energi Siswa
xiii
Tabel 5.10 Analisis Hubungan Praktek Pemberian Makan dengan Asupan
Energi Siswa Kelas 5 dan 6 SDIT Al Syukro Universal Tahun
2015 ... 67
Tabel 5.11 Analisis Hubungan Ketersediaan Makanan dengan Asupan
Energi Siswa Kelas 5 dan 6 SDIT Al Syukro Universal Tahun
2015 ... 68
Tabel 5.12 Analisis Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Asupan Energi
Siswa Kelas 5 dan 6 SDIT Al Syukro Universal Tahun 2015 ... 69
Tabel 5.13 Analisis Hubungan Asupan Energi Ibu dengan Asupan Energi
Siswa Kelas 5 dan 6 SDIT Al Syukro Universal Tahun 2015 ... 70
Tabel 5.14 Analisis Hubungan Interaksi Siswa dengan Teman dengan
Asupan Energi Siswa Kelas 5 dan 6 SDIT Al Syukro Universal
Tahun 2015 ... 71
Tabel 5.15 Analisis Hubungan Aktivitas Fisik dengan Asupan Energi
xiv DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Teori ... 34
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Energi merupakan salah satu zat gizi yang didapat dari makanan yang
melalui proses pencernaan, kemudian hasil pencernaan tersebut diedarkan ke
seluruh sel-sel jaringan tubuh dan digunakan untuk melakukan pertumbuhan,
pergantian sel-sel yang rusak serta untuk pemeliharaan jaringan-jaringan
tubuh khususnya pada anak yang sedang mengalami pertumbuhan (Shetty,
2010). Proses pertumbuhan setiap anak tergantung pada kuantitas dan kualitas
asupan energi yang dikonsumsi setiap harinya, sehingga anak dapat mencapai
pertumbuhan maksimalnya (Shetty, 2010)
Pada anak usia sekolah dasar khususnya pada usia 10-12 tahun, anak
mengalami proses percepatan dalam pertumbuhan dan perkembangan dengan
pertambahan berat badan per tahunnya mencapai 2,5 kg dibandingkan dengan
usia sekolah dasar lainnya (Taras, 2005). Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang
ditetapkan pada tahun 2013, menganjurkan anak usia 7-9 tahun untuk
memiliki asupan energi sebesar 129 kkal-2405 kkal, anak perempuan usia
10-12 tahun dianjurkan untuk memiliki asupan energi sebesar 1470 kkal-2730
kkal dan laki-laki usia 10-12 tahun dianjurkan untuk memiliki asupan energi
Di Indonesia, berdasarkan Riskesdas tahun 2010 diketahui bahwa
28,2% anak usia sekolah (7-12 tahun) masih memiliki tingkat konsumsi
energi dibawah kebutuhannya berdasarkan AKG (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2010). Di Provinsi Banten 29,7% anak berusia 7-12
tahun yang memiliki asupan energi yang kurang dari kebutuhannya
berdasarkan AKG. Sementara penelitian yang dilakukan di Tangerang Selatan
pada tahun 2014, menunjukkan bahwa sebanyak 54,17% siswa memiliki
asupan energi yang kurang dari anjuran, 16,17% siswa memiliki asupan yang
berlebihan dan hanya 29,17% siswa yang dapat memiliki asupan energi sesuai
dengan anjuran kebutuhannya (Kolopaking dkk., 2015).
Hasil analisis yang dilakukan terhadap beberapa penelitian di
Amerika, Australia, Selandia Baru dan Brazil, menemukan bahwa asupan
energi merupakan determinan utama dari kejadian malnutrisi pada anak usia
sekolah (Swinburn dkk., 2006). Malnutrisi adalah kesalahan atau
ketidaksesuaian asupan nutrisi dengan kebutuhan, baik kondisi dimana
menyebabkan seseorang mengalami kurang gizi maupun kelebihan zat gizi di
dalam tubuhnya (Cope, 1996). Sehingga angka malnutrisi pada penelitian ini
menggunakan hasil penjumlahan prevalensi anak yang mengalami obesitas,
gemuk, kurus dan sangat kurus.
Di Indonesia, berdasarkan Riskesdas 2013 diketahui bahwa prevalensi
malnutrisi tahun 2013 mencapai angka 30% pada golongan usia 5-12 tahun
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013b). Provinsi Banten
dengan menempati urutan ke sembilan dengan prevalensi sebesar 32%.
Malnutrisi yang terjadi pada anak usia sekolah dasar ini harus diberikan
perhatian khusus, mengingat pada usia tersebut anak sedang mengalami masa
pertumbuhan yang pesat baik perkembangan fisik maupun kognitif
(Soetjoningsih, 1995).
Keadaan malnutrisi dimana anak mengalami kekurangan energi dalam
jangka waktu yang lama, akan menyebabkan hilangnya otot dan cadangan
lemak ditubuhnya sehingga akan menyebabkan anak kekurangan vitamin A,
D, E dan K, terhambat pertumbuhannya, rentan terhadap penyakit infeksi dan
sulit untuk beraktivitas karena tubuhnya yang lemah (Pahlevi, 2012).
Sedangkan anak malnutrisi yang mengalami kelebihan berat badan, rentan
untuk memiliki masalah kesehatan seperti hipertensi hingga dapat
mengakibatkan aterosklerosis serta mengakibatkan sindroma hipoventilasi
yang membuat seseorang sulit bernapas saat tidur malam hari (Isselbacher
dkk., 1999).
Anak berusia 10-12 tahun pada umumnya menghabiskan waktu lebih
banyak di sekolah, terutama bagi anak yang bersekolah di Sekolah Dasar (SD)
yang berbasis keagamaan dibandingkan dengan anak yang bersekolah di SD
tidak berbasis keagamaan. Perbedaan waktu yang dihabiskan di sekolah
tersebut disebabkan adanya tambahan mata pelajaran keagamaan yang
termasuk ke dalam kurikulim pembelajaran SD berbasis keagamaan. SD yang
memiliki basis keagamaan yang dimaksud antara lain, Sekolah Dasar Islam
Waktu yang lebih banyak dihabiskan di sekolah dengan pelajaran tambahan
untuk anak, mengharuskan anak untuk memiliki asupan yang sesuai dengan
kebutuhannya agar dapat terus berkonsentrasi dalam menerima pelajaran yang
diberikan (Hakim, 2005).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan 3 Sekolah Dasar
berbasis Agama Islam di Tangerang Selatan, yaitu MI Negeri 1 Ciputat,
Madrasah Pembangunan dan SDIT Al Syukro Universal, diketahui bahwa
SDIT Al Syukro Universal merupakan sekolah dengan prevalensi malnutrisi
tertinggi dibandingkan 2 sekolah lainnya sekolah lainnya. Sebanyak 42,6%
siswa SDIT Al Syukro Universal mengalami malnutrisi.
Pengukuran menggunakan food recall yang dilakukan oleh peneliti kepada siswa SDIT Al Syukro Universal untuk mengetahui asupan energi
yang dimilikinya menunjukkan bahwa hanya 44,44% siswa yang memiliki
asupan energi sesuai dengan anjuran AKG 2013, 21,05% anak memiliki
asupan energi lebih besar dari anjuran AKG 2013 sementara 33,33% lainnya
memiliki asupan energi yang kurang dari ajuran AKG 2013 untuk golongan
usianya. Asupan energi dari setiap anak berbeda karena hal tersebut
dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya jenis kelamin, praktek pemberian
makan, ketersediaan makanan di rumah, pengetahuan ibu, asupan energi ibu,
interaksi dengan teman, serta program sekolah berupa program makan siang
dan program olahraga (Davison dan Birch, 2001). Selain itu, faktor lain yang
mempengaruhi tingkat asupan energi dari anak usia sekolah adalah aktivitas
Orang tua berperan cukup besar dalam pembentukan pola makan yang
dapat dilihat dari jumlah asupan energi anak. Khususnya seorang ibu yang
bisa dikatakan sebagai arsitektur dalam rumah tangga yang mamu mengatur
suasana di dalam rumah dan menjadi kunci utama dalam pemembentukan
kebiasaan makannya. Salah satu penelitian menunjukkan, orang tua yang
memaksa anak menghabiskan makanan di piringnya selama waktu makan,
mengonsumsi lemak tinggi lebih banyak per minggunya dibandingkan orang
tua yang tidak memaksakan anaknya menghabiskan makanan (Eisenberg dkk.,
2012).
Hasil penelitian lain menemukan bahwa orang tua yang menyediakan
makanan tinggi lemak yang lebih sedikit, memiliki anak dengan pola
konsumsi lemak yang lebih rendah dibandingkan dengan anak yang
disediakan makanan tinggi lemak lebih banyak (Eisenberg dkk., 2012).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Amerika Latin, didapatkan bahwa
ibu dengan pengetahuan gizi yang baik, diketahui memiliki anak yang
mengonsumsi makanan sehat lebih banyak dibandingkan dengan ibu yang
tidak memiliki pengetahuan gizi yang baik (Vitolo dkk., 2010).
Penelitian lainnya menunjukkan adanya hubungan yang bermakna
antara konsumsi orang tua dengan konsumsi dari anak (Dickens dan Ogden,
2014). Terdapat pula penelitian yang menunjukkan bahwa teman sebaya
memberikan pengaruh yang positif terhadap perilaku makan anak usia sekolah
(Saifah, 2011). Penelitian yang dilakukan di Jakarta menemukan bahwa
energi (Mulyadi dkk., 2013). Penelitian di Korea Selatan, menemukan adanya
hubungan antara jenis kelamin perempuan dan laki-laki dimana perempuan
memiliki asupan energi yang lebih rendah dibandingkan siswa laki-laki (Kim
dan Lee, 2009).
Ketidaksesuaian asupan energi siswa SDIT Al Syukro Universal
dengan AKG tersebut membuat peneliti tertarik untuk mengetahui
faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi asupan energi dari siswa SDIT Al Syukro
Universal kelas 5 dan 6 Tahun 2015.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan AKG 2013, anak 9 tahun dianjurkan dapat memenuhi
asupan energi sebesar 1295 kkal-2405 kkal. Anak laki-laki dengan usia 10-11
tahun dianjurkan memiliki asupan energi 1470 kkal-2730 kkal dan anak
perempuan dengan usia 10-11 tahun dianjurkan untuk memiliki asupan energi
sebesar 1400 kkal-2600 kkal. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada
bulan Mei 2015 kepada siswa SDIT Al Syukro Universal menunjukkan bahwa
hanya 44,44% siswa yang memiliki asupan energi sesuai dengan AKG 2013,
21,05% anak memiliki asupan energi lebih besar dari anjuran dengan kisaran
2596,2 kkal-3852,5 kkal, sementara 33,33% lainnya memiliki asupan energi
yang lebih rendah dengan kisaran 817 kkal-1358 kkal. Oleh karena itu,
peneliti hendak mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi asupan
energi siswa kelas 5 dan 6 SDIT Al Syukro Universal, Tangerang Selatan
C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran asupan energi siswa kelas 5 dan 6 SDIT Al Syukro
Universal?
2. Bagaimana gambaran jenis kelamin siswa kelas 5 dan 6 SDIT Al Syukro
Universal?
3. Bagaimana gambaran praktek pemberian makan siswa kelas 5 dan 6 SDIT
Al Syukro Universal?
4. Bagaimana gambaran ketersediaan makan di rumah siswa kelas 5 dan 6
SDIT Al Syukro Universal?
5. Bagaimana gambaran pengetahuan ibu siswa kelas 5 dan 6 SDIT Al
Syukro Universal?
6. Bagaimana gambaran asupan energi ibu siswa kelas 5 dan 6 SDIT Al
Syukro Universal?
7. Bagaimana gambaran interaksi siswa dengan teman siswa kelas 5 dan 6
SDIT Al Syukro Universal?
8. Bagaimana gambaran aktivitas fisik siswa kelas 5 dan 6 SDIT Al Syukro
Universal?
9. Apakah terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan asupan energi
siswa kelas 5 dan 6 SDIT Al Syukro Universal?
10.Apakah terdapat hubungan antara praktek pemberian makan dengan
asupan energi siswa kelas 5 dan 6 SDIT Al Syukro Universal?
11.Apakah terdapat hubungan antara ketersediaan makan di rumah dengan
12.Apakah terdapat hubungan antara asupan energi orang tua dengan asupan
energi siswa kelas 5 dan 6 SDIT Al Syukro Universal?
13.Apakah terdapat hubungan antara pengetahuan ibu dengan asupan energi
siswa kelas 5 dan 6 SDIT Al Syukro Universal?
14.Apakah terdapat hubungan antara interaksi dengan teman dengan asupan
energi siswa kelas 5 dan 6 SDIT Al Syukro Universal?
15.Apakah terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan asupan energi
siswa kelas 5 dan 6 SDIT Al Syukro Universal?
D. Tujuan
1. Tujuan Umum
Diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan asupan
energi kelas 5 dan 6 SDIT Al Syukro Universal Tahun 2015.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran asupan energi siswa kelas 5 dan 6 SDIT
Al Syukro Universal.
b. Diketahuinya gambaran jenis kelamin siswa kelas 5 dan 6 SDIT Al
Syukro Universal.
c. Diketahuinya gambaran praktek pemberian makan siswa kelas 5
dan 6 SDIT Al Syukro Universal.
d. Diketahuinya gambaran ketersediaan makanan di rumah siswa
kelas 5 dan 6 SDIT Al Syukro Universal.
e. Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu siswa kelas 5 dan 6 SDIT
f. Diketahuinya gambaran asupan energi ibu siswa kelas 5 dan 6
SDIT Al Syukro Universal.
g. Diketahuinya gambaran interaksi siswa dengan teman siswa kelas
5 dan 6 SDIT Al Syukro Universal.
h. Diketahuinya gambaran aktivitas fisik siswa kelas 5 dan 6 SDIT Al
Syukro Universal.
i. Diketahuinya hubungan jenis kelamin dengan asupan energi siswa
kelas 5 dan 6 SDIT Al Syukro Universal.
j. Diketahuinya hubungan antara praktek pemberian makan dengan
asupan energi siswa kelas 5 dan 6 SDIT Al Syukro Universal.
k. Diketahuinya hubungan antara ketersediaan makan di rumah
dengan asupan energi siswa kelas 5 dan 6 SDIT Al Syukro
Universal.
l. Diketahuinya hubungan antara pengetahuan ibu dengan asupan
energi siswa kelas 5 dan 6 SDIT Al Syukro Universal.
m. Diketahuinya hubungan antara asupan energi ibu dengan asupan
energi siswa kelas 5 dan 6 SDIT Al Syukro Universal.
n. Diketahuinya hubungan antara interaksi dengan teman dengan
asupan energi siswa kelas 5 dan 6 SDIT Al Syukro Universal.
o. Diketahuinya hubungan antara aktivitas fisik dengan asupan energi
E. Manfaat
1. Bagi SDIT Al Syukro Universal
Sebagai acuan dalam membuat bahan suplementasi materi pada
mata pelajaran Pendidikan Jasmani dan Kesehatan (Penjaskes) dan
pramuka terkait asupan energi yang sesuai dengan kebutuhan dari
siswa berdasarkan AKG 2013. Serta memberikan informasi tambahan
kepada ibu siswa terkait asupan energi yang sesuai dengan kebutuhan
anak dan ibu menurut golongan usia dan jenis kelaminnya.
2. Bagi Ibu Siswa SDIT Al Syukro Universal
Sebagai acuan dalam upaya memperbaiki asupan energi siswa.
3. Bagi Peneliti
Dapat mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan
asupan energi anak usia sekolah. Selain itu juga dapat menjadi bahan
pembelajaran untuk melakukan penelitian-penelitian selanjutnya.
F. Ruang Lingkup
Penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan asupan
energi siswa kelas 5 dan 6 SDIT Al Syukro Universal dilakukan di sekolah
tersebut terhadap siswa dan ibu siswa SD kelas 5 dan 6 yang dilakukan pada
Mei hingga Agustus 2015 dengan pendekatan kuantitatif menggunakan desain
studi cross sectional. Penelitian ini menggunakan instrumen kuesioner untuk pertanyaan terkait praktek pemberian makan, ketersediaan makanan,
pengetahuan ibu, interaksi dengan teman, serta aktivitas fisik siswa.
3x24 hours food recall dan instrumen 3x24 hours food record digunakan untuk mengukur asupan energi pada ibu. Analisis data menggunakan analisis
11 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Asupan Energi Siswa
Energi merupakan salah satu zat gizi yang didapat dari makanan yang
melalui proses pencernaan, kemudian hasil pencernaan tersebut diedarkan ke
seluruh sel-sel jaringan tubuh. Bahan makanan yang berfungsi sebagai sumber
energi berasal dari karbohidrat, protein dan lemak. Satuan energi yang dihasilkan
oleh bahan makanan disebut kalori (Saktiyo, 2006). Energi diperlukan oleh
seluruh makhluk hidup untuk bergerak, berpikir, berbicara, makan dan melakukan
kegiatan lainnya (Gunawan, 2006). Selain itu, energi juga dibutuhkan khususnya
oleh anak untuk melakukan pertumbuhan, pergantian sel-sel yang rusak serta
untuk pemeliharaan jaringan-jaringan tubuh (Shetty, 2010). Asupan energi sangat
mempengaruhi laju pembelahan sel serta pembentukan struktur organ-organ
tubuh (Asydhad dan Mardiah, 2006).
Proses pertumbuhan setiap anak tergantung pada kuantitas dan kualitas
asupan energi yang dikonsumsi setiap harinya yang dapat mengakibatkan proses
pertumbuhan tidak mencapai pertumbuhan maksimalnya (Shetty, 2010).
Ditetapkan bahwa AKE bagi anak sekolah dasar usia 9 tahun, sebesar 1859 per
hari. Sedangkan bagi anak usia sekolah dasar usia 10-12 tahun, angka kecukupan
siswa laki-laki dan 2000 kkal per hari bagi siswa perempuan (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2013a).
Kurangnya asupan energi dari angka anjuran tersebut menyebabkan tubuh
lebih rentan terhadap penyakit, lesu berkepanjangan, rambut dan wajah kusam,
bahkan penuaan sebelum waktunya (Gunawan, 2006). Kekurangan energi pada
anak biasanya disebabkan oleh kekurangan protein sehingga umunya disebut
dengan Kekurangan Energi Protein (KEP). KEP ini disebabkan oleh kurangnya
asupan protein dan energi dalam waktu yang cukup lama. Pada golongan anak
yang memiliki keadaan tersebut, mereka memiliki risiko yang lebih tinggi untuk
mengalami kematian (Suhardjo, 2002). Tanda-tanda klinis dari KEP adalah badan
menjadi kurus, jaringan lemak mulai terasa lunak dan otot-otot daging tidak
kencang dan ini biasanya tampak bila paha bagian dalam diraba (Suhardjo, 2002).
Penyusutan otot mudah terlihat pada bagian lengan belakang (Gunawan, 2006).
Biasanya KEP disertai keadaan perut yang buncit, anak cenderung menjadi apatis
dan perkembagan kepandaian lebih lambat daripada yang normal (Suhardjo,
2002).
Dampak yang bisa ditimbulkan dari kondisi kekurangan energi antara lain,
mudah lelah, lesu, gelisah, mudah marah, sulit konsentrasi, kelusitan dalam
mengingat. Apabila keadaan KEP dibiarkan terus menerus, maka hal yang dapat
terjadi adalah marasmus dan kwashiorkor. Pada anak yang sudah mengalami
marasmus atau kwashiorkor biasanya sudah mengalami kesulitan untuk
melakukan aktivitas sehingga mereka tidak dapat bersekolah lagi. Apabila kondisi
badan dengan tinggi badan (BB/TB) berdasarkan tabel standar BB/TB anak
Indonesia sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
12 Tahun 2010 Tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011). Namun apabila keadaan ini
sudah kronis, maka KEP dapat diukur melalui perbandingan nilai TB/U
berdasarkan tabel standar TB/U sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 12 Tahun 2010.
Sementara itu, seorang anak dikatakan mengalami kelebihan energi
apabila memiliki asupan energi yang lebih besar dibandingkan dengan energi
yang digunakannya untuk beraktivitas dan menjalankan fungsi tubuhnya (Food
and Agriculture Organization, 2005). Asupan energi yang terlalu banyak akan
mempercepat laju pembelahan sel tenunan lemak dan mengakibatkan penimbunan
sel lemak yang terlalu banyak secara permanen sehingga anak akan mengalami
kelebihan berat badan (Asydhad dan Mardiah, 2006).
Kelebihan asupan energi ini akan disimpan dalam bentuk cadangan lemak
di bawah jaringan kulit yang apabila cadangan lemak tersebut terus menerus
bertambah dan tidak digunakan, akan berdampak pada pertambahan berat badan
dan menyebabkan anak memiliki berat badan yang berlebih (Sumanto, 2009).
Anak yang memiliki berat badan berlebih akan mengalami kesulitan dalam
bergerak karena memiliki bobot tubuh yang besar serta memiliki risiko lebih
tinggi untuk menderita penyakit degeneratif (Food and Agriculture Organization, 2005). Bagi anak, kelebihan berat badan akan menyebabkan hormon pertumbuhan
dilakukan oleh tubuh anak. Berkurangnya hormon pertumbuhan ini disebabkan
oleh adanya penurunan respon terhadap rangsangan dari hipoglikemia dan insfus
arginin (Isselbacher dkk., 1999).
Asupan energi dari seseorang dapat dihitung melalui beberapa cara
pengambilan data, diantaranya adalah food recall dan food record. Pengambilan data menggunakan food recall dan food record ini dapat dilakukan selama 3 hari berturut-turut maupun dengan 3 hari secara tidak berturut-turut. Namun,
pengambilan data makanan selama 3 hari berturut-turut hanya bisa menunjukkan
variasi yang kecil jika dibandingkan dengan pengambilan data yang tidak
dilakukan secara berturut-turut (Willet, 2013).
B. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Asupan Energi
1. Jenis Kelamin
Identitas jenis kelamin merujuk pada kesadaran individu sebagai
laki-laki atau wanita. Identitas jenis kelamin seseorang dikatakan utuh
apabila identitas biologi laki-laki diakuinya sebagai orang laki-laki dan
identitas biologi wanita diakuinya sebagai wanita (Behrman dkk., 2000).
Kebutuhan energi bagi anak dengan usia 10-12 tahun relatif lebih besar
dibandingkan dengan anak dengan usia 7-9 tahun. Hal ini dikarenakan
adanya percepatan pertumbuhan yang dialami oleh anak terutama dalam
hal pertambahan tinggi badan (Istiany dan Rusilanty, 2013).
Mulai usia 10 tahun, kebutuhan energi anak akan berbeda
berdasarkan jenis kelaminnya. Hal tersebut dikarenakan adanya perbedaan
memiliki aktivitas fisik yang lebih tinggi dibandingkan anak perempuan,
sehingga dibutuhkan lebih banyak asupan energi dibandingkan anak
perempuan (Istiany dan Rusilanty, 2013). Selain itu, pada usia anak
sekolah, anak perempuan mengalami pertambahan persen lemak tubuh
yang lebih cepat dan lebih banyak dibandingkan dengan anak laki-laki.
Sedangkan anak laki-laki memiliki massa tubuh yang lebih rendah per
centimeter tinggi badannya dibandingkan dengan anak perempuan,
sehingga asupan energi dari masing-masing siswa pun akan memiliki
perbedaan sesuai dengan jenis kelaminnya (Brown dkk., 2011).
Adanya perbedaan selera makan antara siswa perempuan dan
laki-laki menyebabkan perbedaan asupan energi dari siswa laki-laki-laki-laki dan
perempuan. Siswa perempuan memiliki risiko yang lebih besar untuk
memiliki asupan yang tidak sesuai dengan anjuran lantaran selera
makannya yang berubah-ubah dan cenderung lebih memerhatikan
makanan yang mereka konsumsi dibandingkan dengan siswa laki-laki
(Suhardjo, 1989 dalam Septiana, 2011). Adanya keinginan yang lebih
besar dari siswa perempuan untuk melakukan kontrol terhadap berat
badannya juga turut memengaruhi pilihan makanan dan jumlah energi
yang diasupnya (Arganini dkk., 2012). Hal tersebut juga terbukti pada
penelitian yang dilakukan di Korea Selatan, dimana lebih banyak siswa
perempuan yang memiliki asupan energi yang lebih rendah dibandingkan
2. Praktek pemberian makan
Dalam kehidupan rumah tangga, ibu memiliki porsi yang cukup
besar dalam proses pengasuhan anak, salah satunya dalam hal
pembentukan kebiasaan makan anak melalui keputusan-keputusan yang
dibuat ibu selama proses makan berlangsung (Susilowati, 2013).
Keputusan-keputusan tersebut dijadikan aturan oleh ibu selama praktek
pemberian makan berlangsung. Aturan-aturan tersebut dibuat oleh ibu
berdasarkan kesadaran akan kesehatan anak yang kian meningkat melalui
pemberian makan (Soenardi, 2011). Aturan tersebut diterapkan oleh ibu
dalam berbagai macam dimensi, diantaranya adalah tipe makanan yang
dimakan anak, frekuensi makan, kuantitas makanan, cara pengolahan
makanan dan pemberian makanan padat satu jenis zat gizi. Keseluruhan
peraturan yang diterapkan oleh ibu dalam praktek makan anak ini
membentuk pola makan anak yang akan memengaruhi kesehatan dan
status gizi anak (Ruel dan Arimond, 2003).
Meskipun ibu tidak selalu bersama anak selama waktu makan
berlangsung dikarenakan banyaknya ibu yang memiliki aktivitas di luar
rumah, ibu pada umumnya memilih sekolah yang memiliki program
makan siang agar makan siang anak terpantau oleh guru selaku pengawas
anak di sekolah. Sementara untuk menjaga praktek pemberian makan pada
anak di rumah, orang tua menyediakan pengasuh khusus untuk memantau
praktek pemberian makan bagi anaknya sesuai dengan aturan-atuan yang
Bentuk aturan dalam praktek pemberian makan yang ditetapkan
oleh ibu adalah dengan memberikan tuntutan-tuntuan bagi anak yang
dimaksudkan untuk mengendalikan diri dan bertanggung jawab atas anak
mereka melalui pengawasan, aturan atau bentuk dan upaya disiplin yang
dibangun oleh orang tua (Berge dkk., 2010). Aturan yang diberlakukan
selama praktek pemberian makan berlangsung ini juga merupakan respon
dari perlakuan lingkungan terhadap tujuan orang tua untuk anak (Birch
dan Ventura, 2009).
Praktek pemberian makan yang terjadi ini dapat menciptakan anak
yang memiliki asupan yang tidak sesuai dengan kebutuhan energi pada
usianya. Ketidaksesuaian tersebut didapat dari kombinasi makanan dengan
porsi yang kurang tepat (Birch dan Ventura, 2009). Hal tersebut dapat
disebabkan oleh beberapa macam praktek pemberian makan yang
dilakukan oleh orang tua khususnya ibu (Blissett, 2011).
Macam-macam bentuk aturan praktek pemberian makan yang
diterapkan oleh orang tua dan dapat menyebabkan anak memiliki asupan
energi yang tidak sesuai (Birch dan Ventura, 2009), antara lain:
a. Memberi makan secara berkala
b. Memberi makan dengan porsi yang kurang tepat
c. Memberi makan makanan yang tidak beragam
d. Memberi makan sebagai respon dari menangis atau merasa tertekan
Selain macam-macam praktek pemberian makan tersebut, terdapat
pula beberapa macam praktek pemberian makan lainnya yang dapat
menyebabkan anak memiliki asupan yang kurang tepat. Praktek
pemberian makan tersebut, antara lain praktek pemberian makan yang
dilakukan dengan memberlakukan peraturan ketat tentang konsumsi
makanan, dimana anak harus makan tepat pada waktunya yang bisa
disebut dengan praktek pemberian makan otoriter. Ada pula praktek
pemberian makan yang berwibawa biasanya memberikan pelajaran kepada
anak terkait asupan makannya yang dikombinasikan dengan negosiasi dan
kehangatan yang diberikan oleh orang tua selama waktu makan. Praktek
pemberian makan permisif biasanya tidak memberlakukan aturan dalam
waktu makan anak tanpa memberikan pelajaran terkait kualitas dan
kuantitas makanan anak dan tidak pernah melarang anaknya untuk makan
selagi makanan masih tersedia (Blissett, 2011). Pada anak, kontrol
berlebihan pada waktu, jumlah dan jenis makanan yang dimakan akan
membuat anak mengabaikan rasa laparnya dan dapat mendorong anak
untuk meningkatkan asupan zat gizinya (Birch, 1992).
Hal tersebut dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan terhadap
orang latin dimana ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara
praktek pemberian makan dengan asupan energi siswa (Arredondo dkk.,
2006). Namun terdapat pula penelitian prospektif yang tidak dapat
menemukan adanya hubungan antara praktek pemberian makan dengan
kebiasaan makan orang tua memberikan pengaruh lebih besar terhadap
asupan energi siswa dibandingkan dengan praktek pemberian makan
karena anak memiliki kecenderungan untuk mengimitasi kebiasaan yang
dimiliki oleh ibunya termasuk kebiasaan dalam konsumsi energi (Dickens
dan Ogden, 2014).
Ibu dengan anak yang memiliki kebiasaan memilih makanannya
merasa anaknya tersebut butuh lebih banyak kontrol eksternal untuk
menjaga agar asupan makanannya tetap sesuai dengan kebutuhan. Bagi
ibu yang bekerja, kontrol tersebut dipercayakan kepada pengasuh atau
orang yang dipercaya untuk mengasuh anaknya selama ibu bekerja
(Gubbels dkk., 2011). Orang yang dipercaya untuk mengasuh anaknya
tersebut terkadang tidak bisa memberikan kontrol yang ketat kepada anak
dibandingkan dengan ibu yang mengontrol langsung asupan anaknya
(Gubbels dkk., 2011).
Praktek pemberian makan juga dipengaruhi oleh perbedaan emosi
yang dimiliki anak serta kemampuan anak dalam hubungan sosial dengan
pengasuh yang dimilikinya (Ruel dan Arimond, 2003). Karakteristik anak
tersebut dapat mempengaruhi keefektifan praktek pemberian makan pada
anak. Karakteristik yang dimiliki oleh pengasuh yang menjalankan
praktek pemberian makan pada anak juga turut mempengaruhi keefektifan
peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh ibu dalam praktek pemberian
Praktek pemberian makan ini dapat diukur dengan kuesioner
terkait praktek pemberian makan yang terdiri dari beberapa pernyataan
yang diisi oleh ibu. Salah satu contoh pernyataan kuesioner yang dijadikan
alat ukur praktek pemberian makan adalah: saya melarang anak untuk
tidak makan banyak makanan yang manis-manis. Pilihan jawaban yang
diberikan adalah selalu, sering, kadang, jarang dan tidak pernah (Birch
dkk., 2001).
3. Ketersediaan Makanan
Keinginan seluruh orang tua adalah untuk membesarkan anaknya
dengan baik. Salah satu hal yang dapat mengganggu tercapainya tujuan itu
adalah kerawanan pangan yang mungkin saja terjadi kapanpun, makanan
yang tersedia tidak bisa dinikmati dan tidak bervariasi, padat energi serta
makanan yang tinggi nutrisi terbatas dan kondisinya tidak baik (Birch dan
Ventura, 2009). Oleh karena itu, ketersediaan makanan di rumah
merupakan salah satu hal yang berperan penting dalam pembentukan
kualitas diet anak (Santiago-Torres dkk., 2014).
Orang tua yang memiliki fokus lebih terhadap kesehatan
cenderung menyediakan lebih banyak makanan sehat seperti buah dan
sayur, dimana akan menjadi determinan dalam pemilihan dan asupan
makanan bagi anak (Davison dan Birch, 2001). Penelitian menunjukkan
bahwa orangtua menyediakan makanan yang salah untuk mereka
sangat muda dan bisa merugikan kesehatan anak dan status gizinya (Birch
dan Ventura, 2009).
Anak dari orang tua yang mengontrol penyediaan makanan sehat
saat waktu makan dan mengontrol akses anak dalam mengonsumsi
makanan ringan (tinggi kalori, rendah nutrisi), memiliki pola konsumsi
lemak yang lebih sedikit dibandingkan dengan anak lainnya (Eisenberg
dkk., 2012). Sementara orang tua yang memiliki fokus lebih terhadap
kesehatan cenderung menyediakan lebih banyak makanan sehat seperti
buah dan sayur, dimana akan menjadi determinan dalam pemilihan dan
asupan zat gizi bagi anak (Davison dan Birch, 2001). Penelitian
menunjukkan bahwa anak dari orang tua yang mengontrol penyediaan
makanan sehat saat waktu makan dan yang mengontrol akses anak dalam
mengonsumsi makanan ringan (tinggi kalori, rendah nutrisi), terbukti
memiliki pola konsumsi lemak yang lebih sedikit dibandingkan dengan
anak lainnya dengan nilai p< 0.05 (Eisenberg dkk., 2012).
Tersedianya makanan-makanan yang kurang nutrisi namun tinggi
energi di rumah, seperti makanan cepat saji yang sering disediakan oleh
ibu sebagai bentuk dari kepraktisan dapat menyebabkan anak memiliki
asupan energi yang berlebihan karena tingginya lemak dari
makanan-makanan tersebut. Tingginya asupan energi akibat ketersediaan makanan-makanan
cepat saji juga menunjukkan adanya asupan yang rendah dari
makanan-makanan kaya nutrisi lainnya seperti sayur dan buah (Boutelle dkk.,
Pengukuran yang dilakukan untuk ketersediaan makanan di rumah
ini berupa pertanyaan dalam kuesioner, seberapa sering dalam seminggu
orang tua menyediakan makanan di rumah, berupa : sayur, buah, snack,
makanan ringan. Sementara jawaban yang ditawarkan, antara lain: tidak
pernah, satu hari dalam seminggu, 2-3 hari dalam seminggu, 4-6 hari
dalam seminggu dan setiap hari (Eisenberg dkk., 2012).
4. Pengetahuan gizi ibu
Memasuki usia sekolah, anak akan melakukan praktek makan
sendiri, pada tahap ini fokus diberikan pada bagaimana dan apa yang
dipelajari oleh anak tentang makanan dan makan, dan bagaimana orang
tua serta pengasuh membentuk cara pengajarannya dan mempengaruhi
kualitas diet dan status gizi anak (Birch dan Ventura, 2009). Sehingga
praktek makan yang mulai dilakukan anak tersebut bergantung pada
pengetahuan gizi ibu dalam memberikan pelajaran kepada anak terkait
makanan apa, kapan, seberapa sering dan seberapa banyak anak makan
(Birch dan Ventura, 2009).
Tingkat pengetahuan seseorang akan berpengaruh terhadap sikap
dan perilaku orang tersebut mengenai suatu objek karena berhubungan
dengan daya nalar, pengalaman dan kejelasan konsep mengenai objek
yang dimaksud. Ibu dengan pengetahuan gizi yang baik akan memiliki
dorongan lebih untuk menyediakan makanan bergizi yang dapat
seseorang, maka pilihan jenis, jumlah dan cara pengolahan makanan yang
dikonsumsi pun akan semakin diperhatikan(Sediaoetama, 2008).
Ibu dengan pengetahuan yang kurang baik, memiliki cara
pengaturan makanan yang tidak seimbang bagi anaknya. Ibu dengan
pengetahuan yang kurang tersebut cenderung membebaskan anak untuk
mengonsumsi makanan yang diinginkan oleh anaknya sehingga anak
memiliki asupan energi yang tidak sesuai dengan anjuran angka
kecukupan energi menurut usianya (Sherry dan Dietz, 2005). Sedangkan
pengetahuan yang kurang dalam pemorsian makan berhubungan dengan
asupan zat gizi yang tidak adekuat (Rolls dkk., 2000). Hal tersebut juga
dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan di Oman yang menunjukkan
adanya hubungan yang signifikan antara pengetahuan gizi ibu dengan
asupan energi anak yang menggunakan food frequency questioner sebagai alat ukur dalam mengukur asupan energi anak (Al-Shookri dkk., 2011).
Pengetahuan yang kurang dalam pemorsian makan berhubungan
dengan asupan makanan yang tidak adekuat yang terbukti secara statistik
dengan nilai p < 0.002 (Rolls dkk., 2000). Ibu yang telah mengikuti
konseling gizi dan memiliki pengetahuan yang lebih baik, diketahui
memiliki anak yang mengonsumsi makanan sehat lebih banyak
dibandingkan dengan anak yang memiliki ibu berpengetahuan kurang baik
(Vitolo dkk., 2010),
Cara pengukuran terkait pengetahuan gizi ibu, menggunakan
makanan yang merupakan sumber suatu zat gizi. Misalkan diberikan
pertanyaan berdasarkan pilihan makanan berikut, yang manakah yang
merupakan sumber protein: a) apel, b) daging, c) roti tawar, d) nasi.
5. Asupan energi ibu
Kebutuhan energi merupakan konsumsi energi seseorang yang
berasal dari makanan yang diperlukan untuk menutupi pengeluaran
energinya bila ia mempunyai ukuran dan komposisi tubuh dengan tingkat
aktivitas yang sesuai dengan kesehatan jangka panjang, dan yang
memungkinkan pemeliharaan aktivitas fisik yang dibutuhkan secara sosial
dan ekonomi. Orang dewasa membutuhkan energi untuk melakukan
metabolisme basal, aktivitas fisik dan efek makanan atau pengaruh
dinamik khusus. Kebutuhan energi paling besar dibutuhkan untuk
melakukan metabolisme basal (Almatsier, 2001).
Ibu merupakan orang tua wanita yang sudah mencapai kematangan
tubuh secara optimal dan sudah dapat bereproduksi (Istiany dan Rusilanty,
2013). Kematangan yang dicapai oleh orang tua ini disertai oleh
serangkaian pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh orang tua setiap
harinya. Apabila konsumsi energi dari ibu tidak dapat memenuhi
kebutuhannya dalam melakukan kegiatan-kegiatan yang ada, ibu akan
menjadi cepat lelah, lambat dalam berpikir dan lambat dalam bertindak.
Selain itu, kurangnya asupan energi pada ibu dapat menjadikannya di
rentan terhadap penyakit infeksi serta menurunkan produktivitasnya dalam
asupan energi yang berlebih, dapat menyebabkan ibu memiliki berat
badan berlebih akibat adanya penumpukan cadangan lemak di bawah kulit
dan dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam darah. Peningkatan kadar
kolesterol dalam darah dapat menyebabkan beberapa penyakit bagi ibu,
diantaranya diabetes melitus, hipertensi, atheroma dan arteriosclerosis, arteriosclerosis heart disease dan cerebro-vascular disease yang disertai dengan chronic bronchitis (Food and Agriculture Organization, 2005).
Gangguan kesehatan lainnya yang umum dialami oleh orang yang
mengalami kelebihan berat badan adalah hiperinsulinemia. Kebanyakan
orang dengan berat badan berlebih, mengalami diabetes karena
hiperinsulinemia yang mengakibatkan resistensi insulin. Resistensi insulin
ini disebabkan oleh disfungsi dari sel beta yang mengakibatkan
ketidakmampuan sel pulau pankreas menghasilkan insulin yang memadai
untuk mengompensasi resistensi insulin dan untuk menyediakan insulin
yang cukup setelah sekresi insulin dipergunakan (Brashers, 2007).
Ibu dengan kebiasaan memiliki asupan energi yang tidak sesuai,
memiliki pengaruh yang cukup besar bagi anak untuk memiliki asupan
energi yang juga tidak sesuai dengan ajuran (Sherry dan Dietz, 2005). Hal
tersebut dikarenakan ibu memberikan informasi dalam hal jumlah dan
membentuk pilihan makan bagi anak (Davison dan Birch, 2001). Selain
itu, kebiasaan dan praktek makan ibu juga sangat kuat dalam memberikan
pengaruh kepada asupan makanan anak. Penelitian membuktikan bahwa
dan energi memberikan 23-97% varians asupan ketiga zat gizi tersebut
pada anak (Sherry dan Dietz, 2005).
Ibu yang terbukti baik secara gen maupun lingkungan mempengaruhi
perkembangan asupan zat gizi anak dan status gizi anak (Birch dan
Ventura, 2009). Namun, pengaruh dalam hal kesamaan asupan energi ini
terjadi lebih kepada hasil dari pengamatan kebiasaan ibu dibandingkan
dengan hasil genetik yang diturunkan kepada anaknya (Sherry dan Dietz,
2005). Hal ini disebabkan karena pada umumnya anak menjadikan orang
tuanya sebagai panutan dalam jenis dan jumlah makanan yang diinginkan
oleh anak, biasanya karena adanya paparan yang berulang dan makanan
yang sering dikonsumsi oleh orang tua mereka (Dickens dan Ogden,
2014). Selain itu, adanya kesamaan pilihan rasa, pilihan makanan dan
reflek lapar serta kenyang dari reflek genetik yang dimilikinya juga turut
menjadi penyebab dari kesamaan jumlah asupan zat gizi anak dengan
orang tuanya (Davison dan Birch, 2001).
Banyak aspek yang dapat menyebabkan asupan ibu mempengaruhi
asupan energi anak. Pertama, sejak dini ibu merupakan pembuat
keputusan bagi jumlah dan jenis makanan yang dibeli dan disajikan baik
di rumah maupun di luar rumah. Ibu sering merencanakan dan
menyiapkan makanan utama, makanan ringan dan serta cara pengolahan
makanan yang dapat mempengaruhi asupan energi dari anak mereka.
Selanjutnya, ibu menjadi panutan anak dalam konsumsi energi dan
persepsi dari kebiasaan-kebiasaan orang lain. Pada kasus asupan energi,
hal tersebut dapat dikatakan bahwa anak mengimitasi ibunya dalam hal
jenis, jumlah, frekuensi, waktu makan serta durasi dalam sekali makan
(White, 2006).
Penelitian juga menunjukkan bahwa pada umumnya anak
menjadikan orang tuanya sebagai panutan dalam kebiasaan makannya
yang dapat dilihat dari jenis makanan yang diinginkan oleh anak, biasanya
karena adanya paparan yang berulang dan pilihan makanan dari orang tua
mereka (Dickens dan Ogden, 2014). Penelitian tersebut juga menunjukkan
adanya hubungan yang signifikan dengan nilai p sebesar 0.001 antara pola
makan orang tua dengan pola makan anak (Dickens dan Ogden, 2014).
Alat ukur yang digunakan untuk melakukan pengukuran pada asupan
energi ibu adalah 3-days food record.
6. Interaksi dengan teman
Setiap anak pada dasarnya masih terus dipengaruhi secara
bermakna oleh keluarga, budaya keluarga dan faktor lingkungan, namun
pada usia sekolah, anak mulai terpengaruh, baik dalam kebiasaan, cara
berpakaian, hingga gaya hidup dari teman yang ditemuinya, khususnya
teman sebaya (Behrman dkk., 2000). Hal tersebut dipertegas oleh adanya
teori yang menyatakan bahwa hubungan dengan teman sebaya dan
aktivitas di luar rumah semakin memainkan peran penting terhadap
kehidupan anak usia sekolah (Friedman, Bowden dan Jones, 2003 dalam
Perilaku makan siswa yang sedang beranjak menuju remaja
memiliki kecenderungan untuk lebih senang bila makan dengan orang
terdekat, yang mana biasanya teman sebaya yang dijadikan sebagai pilihan
dalam menghabiskan waktu bersama (Behrman dkk., 2000). Siswa yang
senang menghabiskan waktu bersama dengan teman sebayanya tersebut
cenderung memiliki keputusan-keputusan yang bisa mereka terima yang
mana pada akhirnya akan membentuk perilaku standar mereka. Pada masa
anak sekolah, anak sering membandingkan dirinya dengan
teman-temannya dimana mudah sekali dihinggapi ketakutan akan kegagalan dan
ejekan teman (Gunarsa, 2008). Anak pada usia ini juga memiliki
kecenderungan untuk merasa lebih nyaman berada di sekitar teman-teman
sebayanya dibandingkan berada di sekitar keluarganya dengan lebih
banyak menghabiskan waktu lebih banyak bersama teman-teman
sebayanya (Brown dkk., 2011).
Penelitian menemukan bahwa anak akan mengonsumsi lebih
banyak makanan tinggi energi ketika sedang bersama dengan temannya
dibandingkan saat sedang berada bersama dengan orang tuanya (Salvy
dkk., 2011). Teman lebih banyak mempengaruhi asupan energi seorang
anak pada usia sekolah seiring dengan lebih banyaknya waktu yang
dihabiskan bersama teman dan motivasi yang diberikan oleh teman
dibandingkan dengan orang tua (Salvy dkk., 2011). Asupan energi saat
izin untuk mengonsumsi makanan tinggi energi yang biasanya dibatasi
saat anak bersama dengan orang tua (Salvy dkk., 2011).
Penelitian lainnya menunjukkan hasil yang berbeda, dimana
ditemukan bahwa teman sebaya memberikan pengaruh positif terkait
perilaku makan anak usia sekolah dengan mendorong anak untuk
mengonsumsi makanan sehat seperti sayur (Saifah, 2011). Penelitian
lainnya juga menyatakan bahwa teman perempuan dari siswa perempuan
dapat mendorong siswa tersebut untuk memiliki asupan energi yang baik
dibandingkan dengan orang tua (Salvy dkk., 2011). Ketika anak familiar
dengan makanan sehat yang dapat mencukupi kebutuhannya sehari-hari
dan itu dilakukan oleh teman sebayanya, anak akan lebih menerima dan
menjadikan makanan tersebut sebagai salah satu pilihan makannya (Birch
dan Ventura, 2009).
7. Program Makan Siang Sekolah
Selain orang tua, hal lain yang dapat mempengaruhi pola makan
anak adalah lingkungan, salah satunya adalah lingkungan sekolah dengan
adanya interaksi dengan teman sebayanya (Birch dan Ventura, 2009). Saat
sekolah mengadakan program makan siang, anak akan terpapar dengan
pola makan dari teman sebayanya yang dapat mempengaruhi pola
makannya sendiri.
8. Program olahraga sekolah
Olahraga adalah aktivitas fisik yang terencana, terstruktur,
(Ganley dan Sherman, 2000). Program olah raga sekolah berhubungan
dengan perilaku anak berupa peningkatan pola aktivitas fisik anak dan
penurunan waktu anak dalam menonton TV (Simon dkk., 2008).
Berdasarkan penelitian, didapatkan adanya penurunan IMT pada anak
obesitas setelah diberikan waktu olah raga tambahan pada remaja
(Adiwinanto, 2008).
9. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik adalah setiap pergerakan tubuh yang dihasilkan oleh
otot rangka yang menghasilkan pengeluaran energi melebihi energi yang
dikeluarkan pada saat istirahat (Thompson dkk., 2003). Pada kondisi
istirahat, kita menggunakan sekitar 60% energi dalam tubuh untuk
menjaga fungsi-fungsi penting agar tetap berjalan disebut dengan basal metabolic rate (BMR). Orang dengan ukuran tubuh normal rata-rata banyak menghabiskan waktu untuk aktivitas fisik dibandingkan dengan
anak yang memiliki tubuh dengan kelebihan berat badan atau yang
mengalami KEP (Utami, 2013). Aktivitas fisik sendiri merupakan salah
satu determinan dalam tingkat asupan energi pada anak usia sekolah
(Brown dkk., 2011).
Penelitian menunjukkan bahwa tingkat aktivitas seseorang dapat
mempengaruhi asupan energinya karena energi yang dikeluarkan untuk
aktivitas fisik didapatkan dari hasil oksidasi cadangan lemak dan
karbohidrat yang ada di dalam tubuh orang tersebut. Sehingga orang
karbohidrat di dalam tubuhnya dengan mengonsumsi energi lebih banyak
(King, 1998). Anak pada umumnya lebih senang untuk menghabiskan
waktu dengan bermain di luar rumah bersama dengan teman-teman
sebayanya dan membeli makanan jajanannya sendiri tanpa pendampingan
dari orang tua.
Beberapa anak akan memiliki ketertarikan yang lebih pada
permainan yang cenderung pasif dalam gerakan seperti bermain video games atau lebih banyak berada di depan televisi (TV) untuk menonton acara yang mereka sukai. Namun beberapa anak lainnya memiliki
kesenangan lain untuk bermain dengan menggerakkan tubuhnya seperti
bermain sepak bola, bermain sepeda dll (Brown dkk., 2011).
Penelitian menemukan bahwa anak yang memiliki tingkat aktivitas
fisik yang rendah memiliki risiko yang lebih tinggi untuk memiliki asupan
energi yang tidak sesuai dengan anjuran karena menonton TV
berhubungan positif dengan penambahan asupan zat gizi terutama
konsumsi makanan tinggi kalori (Dixon dkk., 2007). Aktivitas fisik yang
rendah serta diikuti oleh asupan energi yang tinggi, biasa disebut dengan
rentang aktivitas sedentari (Arundhana, 2013)
Perilaku sedentari sendiri merupakan perilaku bersantai yang tidak
mengeluarkan banyak energi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan,
didapatkan bahwa anak sekolah dasar memiliki perilaku sedentari yang
aktivitas fisik lainnya yang mengeluarkan banyak energi (Arundhana,
2010). Seiring dengan perkembangan permainan yang modern semacam
video game ataupun video online yang menyebabkan anak lebih banyak menghabiskan waktu untuk duduk dibandingkan melakukan aktivitas yang
membutuhkan banyak gerak dan mengeluarkan keringat (Wahyu, 2009).
Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa 1 jam menonton TV per
hari berhubungan dengan tingginya konsumsi makanan cepat saji,
makanan manis, keripik, pizza dan rendah konsumsi buah dan sayur
dengan nilai p<0.001 (Dixon dkk., 2007).
Cara pengukuran yang dapat dilakukan untuk mengukur aktivitas
fisik ini adalah dengan menggunakan kuesioner aktivitas fisik dengan
beberapa pertanyaan seperti; dalam satu minggu, berapa lama waktu yang
kamu habiskan untuk melakukan aktivitas-aktivitas berikut ini: (a) olah
C. Kerangka Teori
Bagan 2.1
Kerangka Teori
Sumber: Adaptasi dari Birch (2000), Brown (2011) dan Istiany dan Rustianty (2013)
Status gizi
Praktek pemberian makan Ketersediaan makanan Asupan Energi
Jenis kelamin Ibu
Pengetahuan Asupan energi Interaksi
dengan teman
Program sekolah Makan siang dan olahraga
34
A. Kerangka Konsep
Energi merupakan salah satu zat gizi makro yang sangat diperlukan oleh
tubuh untuk melakukan bergerak, berpikir, berbicara, makan dan melakukan
kegiatan lainnya (Gunawan, 2006). Bagi anak usia sekolah, energi dibutuhkan
untuk melakukan pertumbuhan, pergantian sel-sel yang rusak serta untuk
pemeliharaan jaringan-jaringan tubuh (Shetty, 2010). Tidak sesuainya asupan
energi dengan angka kecukupan energi bagi usianya, dapat menyebabkan
beberapa masalah kesehatan bagi anak, seperti kesalahan dalam pertumbuhan,
memiliki risiko yang lebih tinggi untuk menderita penyakit degeneratif serta
tubuh menjadi rentan terhadap penyakit infeksi.
Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui bagaimana gambaran asupan
energi pada siswa kelas 5 dan 6 SDIT Al Syukro Universal serta faktor-faktor
apa saja yang berhubungan dengan asupan energi pada siswa-siswa tersebut.
Untuk itu, peneliti merumuskan kerangka konsep berdasarkan kerangka teori
Bagan 3.1 Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka konsep tersebut, terdapat 2 buah variabel dari
kerangka teori yang tidak diteliti oleh peneliti. Kedua variabel tersebut adalah
variabel program makan siang dan program olah raga di sekolah. Keduanya
tidak diikutsertakan dalam penelitian lantaran seluruh siswa yang akan menjadi
sampel dalam penelitian ini, berasal dari sekolah yang sama sehingga mereka
memiliki program yang sama pula.
Jenis kelamin
Praktek pemberian makan
Ketersediaan makanan
Pengetahuan ibu
Asupan energi ibu
Interaksi dengan teman
Aktivitas fisik
Asupan energi siswa SDIT Al Syukro Kelas
Selain itu, analisis pada penelitian ini tidak dilakukan hingga tingkat status
gizi karena penelitian ini menggunakan status gizi sebagai dasar dalam
penetapan masalah yang kemudian berdasarkan teori diketahui bahwa
timbulnya masalah status gizi tersebut diakibatkan oleh asupan energi yang
37 B. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
1 Asupan energi Siswa
Tingkat rata-rata asupan energi siswa dalam 3 hari, yang terdiri dari 2 hari sekolah dan 1 hari pada akhir pekan rata-rata asupan energi >130% AKE 2013 sesuai golongan usia
atau rata-rata asupan
energi<70% AKE 2013 sesuai golongan usia
1. Asupan sesuai apabila rata-rata asupan energi 70% ≤ asupan perempuan yang sudah dimilikinya sejak lahir
0. Kurang apabila skor < median 1. Baik apabila skor ≥ median (Bertram, 2009)
38
No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
4 Ketersediaan Makanan
Tingkat skor dari pernyataan tentang
makanan yang
disediakan oleh orang tua di rumah
Mengisi pertanyaan
kuesioner Kuesioner
0. Kurang apabila skor< mean 1. Baik apabila skor ≥ mean
0. Kurang apabila jawaban benar ≤ 80%
1. Baik apabila jawaban benar > 80%
0. Asupan tidak sesuai, apabila rata-rata asupan energi >130% AKE 2013 sesuai golongan usia atau rata-rata asupan energI <70% AKE 2013 sesuai golongan usia 1. Asupan sesuai apabila rata-rata
asupan energi 70% ≤ asupan energi ≤130% AKE 2013
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014)
39
No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
7 Interaksi dengan
0. Kuat apabila skor ≥ median 1. Lemah apabila skor < median
(Saifah, 2011) Ordinal
8 Aktivitas fisik siswa
Tingkat skor dari pertanyaan tentang
kegiatan yang
dilakukan anak selama satu minggu terakhir
baik yang
0. Kurang aktif, apabila skor aktivitas fisik < mean
1. Aktif apabila skor aktivitas fisik ≥ mean
(Kowalski dkk., 2004)
C. Hipotesis
1. Terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan asupan energi siswa kelas
5 dan 6 SDIT Al Syukro Universal.
2. Terdapat hubungan antara praktek pemberian makan dengan asupan
energi siswa kelas 5 dan 6 SDIT Al Syukro Universal.
3. Terdapat hubungan antara ketersediaan makan di rumah dengan asupan
energi siswa kelas 5 dan 6 SDIT Al Syukro Universal.
4. Terdapat hubungan antara asupan energi ibu dengan asupan energi siswa
kelas 5 dan 6 SDIT Al Syukro Universal.
5. Terdapat hubungan antara pengetahuan ibu dengan asupan energi siswa
kelas 5 dan 6 SDIT Al Syukro Universal.
6. Terdapat hubungan antara interaksi dengan teman dengan asupan energi
siswa kelas 5 dan 6 SDIT Al Syukro Universal.
7. Terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan asupan energi siswa kelas
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Design Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi cross sectional tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan asupan energi siswa kelas 5 dan 6 SDIT Al Syukro Universal tahun 2015. Variabel independen dalam
penelitian ini adalah praktek pemberian makan, ketersediaan makanan di rumah,
pengetahuan ibu, asupan energi ibu, interaksi dengan teman serta aktivitas fisik
anak. Sementara variabel dependen dalam penelitian ini adalah asupan energi
siswa kelas 5 dan 6 yang bersekolah di SDIT Al Syukro Universal Kota
Tangerang Selatan.
B. Waktu dan lokasi penelitian
Penelitian ini dilakukan di SDIT Al Syukro Universal Kota Tangerang
Selatan mulai dari bulan Mei 2015 hingga Agustus 2015.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah siswa beserta ibu dari
masing-masing siswa kelas 5 yang berjumlah 57 siswa dan kelas 6
dengan jumlah siswa sebanyak 72. Sehingga total dari seluruh