• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respon sir sayyid Ahmad Khan terhadap epistemologi pendidikan Isla : studi tentang dikotomi ilmu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Respon sir sayyid Ahmad Khan terhadap epistemologi pendidikan Isla : studi tentang dikotomi ilmu"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

RESPON SIR SAYYID AHMAD

KHAN

TERHADAP EPISTEMOLOGI PENDIDIKAN ISLAM

(STUDI TENTANG DIKOTOMIILMU)

Skripsi

DIAJUIZAJ."'\' KEPADA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

CNTUIZ MEMPEROLEH GELAR SARJANA

PENDIDlKAN ISLAM

Oleh :

MUDOFAR

NIM: 101011020632

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

DIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)

TERHADAP EPISTEMOLOGI PENDIDIKAN ISLAM

(STUDI TENTANG DIKOTOMIILMU)

Skripsi

DIAJUKAN KEPADA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

セGsyarif

HIDAYATULLAH"

JAKARTA

UNTUK MEMPEROLEH GELAR SARJANA

PENDIDIKAN ISLAM

Ole h :

MUDOFAR

NIM: 101011020632

Pembimbing :

Drs.H.A.F. Wibisono, MA

Akhmad Sodiq, M.Ag

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

DIN SYARIF HIDAYATDLLAH JAKARTA

(3)

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi dengan judul: "Respon Sir Sayyid Ahmad Khan terhadap Epistemologi

Pendidikan Islam; Studi tentang Dikotomi Emu"yang ditulis oleh :

Nama

NIM

Fakultas

Jurusan

:Mudofar

: 101011020632

: Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan

: Pendidikan Agama Islam

Disetujui untuk dibawa ke dalam ujian / penilaian skripsi.

PembimbingI. PembimbingII.

Akhmad Sodiq, M.Ag

Tangga/:9Juni2005

Drs.a A.F.Wibisono,MA

Tangga/:9Juni2005

'..セN

(4)

EPISTEMOLOGI PENDIDIKAN ISLAM; STUDI TENTANG DIKOTOMI ILMU

telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas IlmuTarbiyah dan Keguruan DIN

Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 1 Juli 2005. Skripsi ini telah diterima

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SaIjana Program Strata1 (S 1) pada

Jurusan Pendidikan Agama Islam.

Jakarta, 1 Juli 2005

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota,

Drs.A.Basuru. MA NIP: 150186404

Sekretaris Merangkap Anggota

Anggota:

Penguji II

(5)

Segal a puji bagi Allah, hanya izin-Nya terlaksana segala macam kebaikan dan

diraih segala macam kesuksesan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

dengan jlldlll "Respon Sir Sayyid Ahmad Khan terhadap Epistemologi Pendidikan

Islam; Stlldi tentang Dikotomi [Imu" ini. Dimana skripsi ini merupakan salah satu

persyaratan dalam menyelesaikan program studi S 1 pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan UIN Syarif HidayatulJah Jakarta. Salawat dan Salam semoga tercurah

kepada Nabi Muhammad SAW, yang kepada beliau ditllrunkan wahyu illahi

al-Qur'an, dan ditLlgasi untuk menjeJaskan serta memberikan contoh pelaksanaannya.

Semoga tercurah pula kepada keluarga dan sahabat-sahabat beliau serta seluruh

umatnya yang setia.

Penulis tidak lupa mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya dan

penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Dekan Fakultas lImu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

beserta seluruh stafnya,

2. Ketua dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam beserta seluruh stafnya,

3. Bapak Drs.H ..A.F. Wibisono. M.Ag dan Bapak Akhmad Sodiq, M.Ag yang telah

meillangkan waktllnya untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi

tnt,

4. Kedlla orang ILIa dengan semangat dan pengorbanan yang selalll menyertai

penlliis lIntlik mempeljuangkan menyelesaikan pendidikan ini,

5. Kakanda dan Adinda tercinta yang selalu memberikan atas terselesaikannya

(6)

Penlliis sepenllhnya sadar bahwa tulisan ini jauh dari sempurna, karena l11asih

banyak sisi-sisi pemikiran dan pergerakan Sir Sayyid Ahmad Khan yang beillm

terllngkap. Untuk itu, penulis berharap, yang kecil ini l11ampu menal11bah wawasan

tentang sejarah kependidikan Islam.

Akhirnya kepada Allah .iualah penulis mahan talltiq hidayah, sernoga lIpaya

penlliis ini mendapatkan samblltan yang baik, serta mendapat ridho-Nya. Amin yd

robbed 'dlamin

Depok, 19 JlIli 2005

(7)

t

kh

.

sy

t

gh

0 n

a ....I.ol

Y b .)

d

sh

<-lI f .J W

W

t

dz

Jo':>

dh

J q b

h

ts

.J r .b

th

セ k セ

j

\-zh

J

'.$

r

J

z

..t=l Y

C

h

c...>" s

t

e- m

=

=

apanjang

1 panJang

(8)

III

I

J>EDOrv1ANtセnsセiteセsi .

DAFTAR lSI IV

BAR!.

BAB II.

BAB III.

pendahuセuan 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah.. ... .. .. ... .. . .. . .. .. . .. . .. .... 8

C. Tujuan Dan Signifikansi Pene1itian... .. 9

D. Metode Penelitian... 10

E. Sistematika Penyusunan... .. . . .. 11

セa TARbeセakang j^emikiセ SIR SAYYID AHMAD

K.HAN... ... ... ... .. .. .. .. .. .. .. .... ... ... ... .. ... .. ..

13

A. Latar Belakang Personal.. .. .. .. . ... . .. ... . .. .. . .. .. .. . .. . .. .. .. ... 13

1. Riwayat Hidup Sir Sayyid Ahmad

Khan...

13

2. Sistematika Berpikir Sir Sayyid Ahmad

Khan...

23

B. Latar Belakang Ekstemal... 30

1. Kondisi Po1itik... . . .. . .. 30

2. Kondisi Sosial... 33

3. Kondisi Kependidikan Islam India... .. . .. ... . . .... .. .. .. . ... 34

ej^istemoセogi daセaイカQ J>ERSJ>EKTIF 39 A. Sejarah Epistemologi 39 B. Epistemologi Barat... 43

(9)

D. Agama Sebagai Basis Epistemologi... . .. . 50

BAB IV. PEMIKIRAN DAN GERAKAN KEPENDIDIKAN

セifエ セaセ aャiセ

I(JE[JtN

.

58

A. Pemikiran Pendidikan Sir Sayyid Ahmad Khan... ... 58

1. Bangunan Epistemologi Pendidikan Sir Sayyid

Ahmad Khan . 58

2. Refleksi Epistemologi Pendidikan Sir Sayyid

Ahmad Khan 61

a. Tujuan Pendidikan 61

b. Kurikulum Pendidikan .. . . .. . . 64

c. Proses Belajar Mengajar 66

d. Jenjang Pendidikan 68

B. Gerakan Kependidikan Sir Sayyid Ahmad Khan 70

1. Muhamadan Anglo Oriental College (MAOC);

Realisasi Pemikiran Pendidikan Sir Sayyid Ahmad

Khan 70

2. Muhamadan Educational Conference... 73

LLZLセ

3. Translation Society... 75 .

4. Pengumpulan Dana 76

5. Lomba Penulisan Essay... 76

C. Analisis terhadap Epistemologi Pendidikan

Sir Sayyid Ahmad Khan 77

BABV. PENUTUP . 80

A. Kesimpulan... 80

B. Saran 83

(10)

A. Latar Belakang Masalah

Dalam sejarah, sekitar pertengahan abad ke-7 sampai abad ke-13 , yang

sering diistilahkan dengan zaman Islam klasik (650-1300 M), tepatnya masa

pemerintahan bani Abasiyah peradaban Islam mengalami suatu zaman

keemasan. Waktu itu umat Islam mencoba menyerap pengetahuan yang berada

NセLLセ

di berbagai belahan dunia. Dari Yunani, umat Islam menyerap Filsafat, dari

India, umat Islam menyerap ilmu kedokteran, dari Cina, umat Islam menyerap

ilmu tentang pembuatan alat-alat tulis, keramik dan alat-alat rumah tangga, dari

Romawi, umat Islam menyerap ilmu tentang sastra dan seni, dan lain

sebagainya. Kala itu umat Islam memiliki semangat dan perhatian yang sangat

besar untuk menggali, memelihara dan mengembangkan ゥャセオ pengei.ahuan,

sementara itu bangsa Eropa sedang berada dalam kegelapan.1

Berbeda dengan masa sebelumnya, yaitu masa bani Umayyah, dimana

kurang memberikan perhatian terhadap pengembangan intelektual, ilmu agama

serta sains sudah ada dan berkembang di tangan individu-individu.

Menyerap dan mengembangkan ilmu pengetahuan merupakan suatu yang

sejalan dengan Islam, karena ajaran Islam itu bersifat terbuka terhadap ilmu

I Musthaf(i as-Sibai'" Min Rawai'f [iadharatind tetj: R.B rrawan, Fauzi Rahman (Jakarta:

Gema Insani Press, 1992, Cet I) h. 16-17, lihat pula Abudin Nata, Globalisasi, Tantangan Dan Peluang Bagi Dunia Pendidikan Di Indonesia, Makalah disampaikan pada acara seminar

pendidikan .. Rejleksi Dan Dialog Pendidikan Di Era Globalisasi, yang diselenggarakanoleh BEM

(11)

pengetahuan dan kebudayaan dari manapun sepanjang berguna dan sejalan

dengan nilai-nilai ajaran Islam? Atas proses inilah di kalangan Umat Islam

bermunculan ilmuwan yang bukan hanya menguasai ilmu agama, melainkan

juga menguasai berbagai bidang ilmu pengetahuan seperti; matematika, fisika,

optika, kedokteran, arsitektur dan lain sebagainya.3

Setelah lebih kurang 6 abad (8-13 M) memegang estafet dinamika ilmu,

umat Islam memasuki lubang kejumudan, dimana kebebasan mengekspresikan

pendapat telah tertutup rapat. Dalam lubang ini juga, pola pikir umat Islam

lebih bersifat mencari pembenaran daripada mencari kebenaran. Hal ini berawal

dari kuatnya kebenaran ilmiah yang muncul pada periode keemasan sebagai

pemikiran ilmuwan muslim, セ・ィゥョァァ。 muneul pandangan terhadap kebenaran

tersebut untuk tidak disentuh tetapi hanya perlu dihafal kemudian diamalkan.

Keharaman menyentuh nilai-nilai kebenaran ilmiah tersebut apalagi

mengkajinya menjadikan ilmu statis. Selain itu, pola pemikiran yang ada masa

keemasan yang bersifat rasional berubah menjadi pola pemikiran yang

cendrung konservatif serta lebih mengembangkan pendidikan pada aspek-aspek

batiniah. Akan tetapi, sebaliknya orang-orang Eropa semakin giat dalam

mengemballgkan pola pemikiran rasional dalam menggali pengetahuan. Karena

2 Fenomena keterbukaan ini terlebih dahulu telah disinyalir al-Qur'an yang menegaskan

bahwa Islam yang dibawa Nabi Muhamad SAW, melengkapi ajaran para Rasul sebelumnya, lihat Q.S. al-Maidah ayat :48, asy-Syura ayat: 13, al-Baqarah ayat: 285 serta al-hadis "innama bu'ilslu Ii

'ulammima makGrimolakhaq" (H.R. al-Bukhm-i, aI-Hakim dan Baihaqi)

(12)

rnendapat stimulus dari dunia Islam sebelurnnya. Sehingga Eropa dapat

mengambil estafet dinamika ilmu dari Islam.4

Ketika memasuki abad ke-19 dengan adanya ekspansi Barat ke

daerah-daerah Islam, umat Islam sadar betapa mundurnya peradaban mereka dan

mengakui akan keunggulan peradaban Barat. Dalam keadaan seperti ini, di

kalangan umat Islam sendiri muncul respon yang variatif. Sebagian dari mereka

ada yang menolak apa saja yang berasal dari Barat tanpa sikap kritis. Sikap

yang demikian muncul pada kalangan tradisional. Sebagian lagi menerima apa

saja yang berasal dari barat tanpa sikap kritis. Sikap ini biasa dijumpai pada

kalangan yang mendapat ;'fasilitas" dari Barat. Sedang yang lain ada yang

menerima dengan sikap kritis, inovatif dan obyektif.5 Tampaknya sikap yang

ketiga Ulllat Islam kiranya dapat terlepas dari suasana kemundurall untuk

selanjutnya mengarah kepada kemajuan. Karena muncul pula pikiran dan

gerakan untuk menyesuaikan paham-paham keagaman Islam dengan

perkembangan barn yang diakibatkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan

teknologi modem. Kontak dengall dunia Barat selanjutnya membawa

ide-ide baru ke dunia Islam seperti rasionalisme, nasionalisme, demokrasi dan lain

4 Poeradisastra, SUn/bangall Islam Terhadap Peradaban Modern, (Jakalta: P3M, 1985)

h.35

(13)

sebagainya. Karena itu, muncullah tokoh-tokoh pembaruan di berbagai dunia

Islam, seperti di Mesir; Muhamad All Pasya (1765-1849), Rifah Badawl Rafi'

al-Tahtawl (1801-1873), JamaIuddln aI-AfghanI (1839-1897), Muhamad

'Abduh (1849-1905), serta banyak lagi yang mendapat pengaruh dari pemikiran

Abduh. Di Turki, seperti; Sultan Mahmud II (1785-1839), Mustafa Kemal

(1881-1938) serta banyak gerakan-gerakan pembaruan yang di1akukan di Turki.

Sedangkan di India, seperti; Syah 'Abdul 'Aziz (1756-1823) yang meneruskan

ide pembaruan Syah Waliyulliih, Syahid Ahmad Sahid (1786-1831) serta

Sayyid Ahmad Khan (1817-1898).6

Aspek-aspek yang menjadi perhatian para pemikir Islam antara lain;

peii1Urnian tauhid, politik. ekonomi, sosial, kebudayaan, teknologi serta

pendidikan.Tampaknya dari sekian banyak aspek, aspek pendidikan selalu

mendapat perhatian

オセ。

para pembaru pemikir Islam.7 Kesadaran akan

pentingnya mencari format barn epistemologi pendidikan Islam semakin

mewarnai wacana kehidupan intelektual umat Islam. Fenomena ini tidak saja

didasari oleh pandangan bahwa pendidikan adalah sarana mencapai tujuan

modernisasi. Terutama bagi negara-negara berkembang, karena pendidikan

6 lihat permasalahan mengenai pembaruan dalam Islam (Mesir, Turki, India), Harun

Nasution. Pembaruan Dalam Is/am: Sejarah Pemikiran Dan Gerakan. (Jakarta: Bulan Bintang 2003, Cet XIV) h. 21-49

7Pengertian populer mengidenrifikasi modemisasi dengan keterbeJakangan dan kebodohan

serta statis. Sehingga pembangunan berarti menjebol keadaan status quo. Lihat H.A.R Tilaar,

Pendidikan Da/am Pembangllnan /'iasional Menyongsong A bad XXI. (Jakarta: Balai Pustaka, 1990)

(14)

dipandang sebagai jenis passion (keinginan besar) yang menjadikan negara

tersebut dapat sejajar dengan negara-negara maju atau negara-negara industri

yang kaya, melainkan juga sebagai suatu "jihad intelektual" untuk

mengantisipasi sistem pendidikan yang cendrung ambivalen (terasa ada

pertentangan) dengan lebih mengembangkan pendidikan sufistik yang

mementingkan aspek-aspek batiniah serta kalah dalam perkembangan dan

perubahan masyarakat. Satu di antara mereka yang berusaha keras

meningkatkan masyarakat melalui pendidikan adalah Sir Sayyid Ahmad

Khan.

S

Seperti kondisi umat Islam pada umumnya, umat Islam India pada abad

ke-19 juga mengalami masa-masa sulit dan kemunduran. Masa-masa sulit terjadi

terutama setelah pemberontakan 1857, umat Islam dan umat Hindu bersatu

melawan pemerintah kolonial Inggris. Namun gagal, posisi Islam terpojok

karena pihak Inggris menyangka bahwa pelaku utama dalam perlawanan adalah

umat Islam. Karena itu, umat Islam didiskriminasikan dalam berbagai hal oleh

pemerintah Inggris, yang mengakibatkan kondisi mereka bertambah buruk

dibandingkan dengan kondisi sebelumnya.

Masa-masa sulit ditambah dengan kualitas umat yang memang sudah

mundur. Tidak seperti umat Hindu yang sudah jauh lebih maju memperoleh

perigetahuan modem, umat Islam sangat lambat dalam menggapai kemajuan

modern. Hal tersebut karen a umat Islam di daerah ini banyak yang tidak mau

(15)

memasuki sekolah-sekolah yang dikembangkan oleh pemerintah InggI'is yang

mereka anggap dapat merusak moral serta keimanan mereka. Sedangkan

maktab dan madrasah sebagai pusat pendidikan umat Islam masih

mempergunakan sistem pengajaran lama hasil dari peninggalan abad

pertengahan dengan fokus pengkajian agama semata. Maka bila umat Hindu

dapat langsung mempelajari ilmu pengetahuan modern, umat Islam menekuni

terlebih dahulu dasar-dasar ajaran agama selama bertahun-tahun. Kondisi

tersebut mengakibatkan umat Hindu banyak dipekerjakan di kantor-kantor

pemerintah Inggris dibandingkan dengan umat Islam yang tidak banyak

memiliki keterampilan.9

Khan

melihat bahwa wnat Islam India memerlukan peningkatan.

Menurutnya, jalan untuk dapat melepaskan diri dari kemunduran dan mencapai

kemajuan, umat Islam hams dibekali dengan ilmu pengetahuan dan teknologi

modern. Oleh karena itu, menurutnya dikotomi atau dualisme sistem

pendidikan (Agama-ilmu umum) hams dihilangkan, kemudian perlu adanya

integralisasi sistem pendidikan Barat yang sudah maju dan modern dengan

sistem pendidikan Islam untuk memenuhi kebutuhan umat Islam terhadap

aspek agama.10

9Annemarie Schimmel.islam in the Subcontinent, (Leiden: EJ BriU, 1980) h. 192

(16)

Pandangan Khan di atas, sejalan dengan pandangan dalam Islam, ilmu

sudah terkandung secara esensial dalam al-Qur'an. Oleh karena itu, berilmu

berarti beragama dan beragama berarti berilmu. Maka tidak ada dikotomi antara

ilmu dan agama. Ilmu tidak bebas nilai, tetapi bebas dinilai atau dikritik.

Menilai dan menggugat kembali keabsahan dan kebenaran suatu pendapat

adalah diharuskan tanpa menilai yang berpendapat.II

Untuk merealisasikan pemikiran tersebut, Khan mendirikan sebuah lembaga

pendidikan sebagai wadah untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan

secara nasional, ia juga mendirikan lembaga pendidikan yang kemudian

terkenal dengan namaA1uhammadan Anglo Oriental College (MAGe).

Dalam perspektif inilah, respcil sir Sayyid Ahmad Khan terhadap

epistemologi pendidikan Islam sebagai upaya menghilangkan dikotomi ilmu

akan diteliti dalam tulisan ini.

Pemikiran dan gerakan kependidikan Khan yang tidak saja modem tetapi

jugaprojetikbahkan nama, pemikiran dan gerakannya tercantum sebagai tokoh

pembaru abad ke-19. Sejauh pengamatan penulis penelitian terhadap Sir Sayyid

Ahmad Khan dalam upayanya menghilangkan dikotomi ilmu agama dan ilmu

umum belum ada. Karena itu, penulis menjadikan permasalahan tersebut dalam

II Musthaffi as-Sibai'i, op.ci(.. hAl. lihat pula Mastuhu, Memberdayakan Sis(em

(17)

skripsi yang berjudul, "Respon Sir Sayyid Ahmad Khan terhadap

Epistemologi Pendidikan Islam; Studi tentang Dikotomi I1mu".12

B.Pembatasan dan Perumusan Masalah

Adapun permasalahan pokok yang dibahas dalam penelitian ini adalah

situasi dan kondisi masyarakat Islam India pada abad ke-19, tepatnya sekitar

tahun 1837 sampai dengan 1858 ditambah bangkitnya bangsa-bangsa Eropa

dengan kembali memegang estafet dinamika ilmu.

IdentifIkasi permasalahan dalam penelitian ini adalah upaya reorientasi

pendidikan Islam yang meliputi pemikiran dan gerakan Sayyid Ahmad Khan,

serta dikotomi atau dualisme pendidikan (agama dan umum). Untuk itu sebagai

titik pijak dalam penelitian ini akan dijabarkan rumusan masalah sebagai

berikut:

1. Bagaimana latar belakang pemikiran Sir Sayyid Ahmad

Khan

?

2. Bagaimana bentuk pemikiran pendidikan Sir Sayyid AhmadKhan.?

3. Bagaimana gerakan kependidikan yang dilakukan Sir Sayyid Ahmad

Khan.?

12yang dimaksud dengan pemikirannya adalah ュセZャ」。イゥ segala upaya untuk menyelesaikan

(18)

C. Tujuan dan Signifikansi Penelitian

Dengan memperhatikan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka

tujuan penelitian ini adalah;

1. Untuk mengetahui latar belakang pemikiran Sir Sayyid Ahmad Khan.

2. Untuk mengetahui bentuk pemikiran pendidikan Sir Sayyid Ahmad Khan.

3. Untuk mengetahui gerakan kependidikan Sir Sayyid Ahmad Khan

Adapun signifikansi penelitian ini adalah sebagai berikut;

1. Memperoleh bahan-bahan serta cara melakukan reorientasi pendidikan,

sehingga dapat dijadikan bahan-bahan perbandingan dengan reorientasi

pendidikan yang dilakukan di Indonesia.

2. Sebagai masukan bagi pengembangan ;>emikiran pendidikan Islam di

Indonesia.

3. Sebagai sumbangan kepustakaan Islam dan kbazanah intelektual Islam

Indonesia.

D. Metode Penelitian

Sebagai suatu kajian terhadap pemikiran seorang tokoh sebagaimana yang

terdapat dalam judul ini, penulis menggunakan pendekatan filosofis,13 yaitu

pendekatan yang menggunakan argumen-argumen, pemikiran dan logika dalam

analisis data. Selanjutnya karena penelitiannya terhadap kehidupan seorang

13 Metodologi penelitian filosofis ini dilakukan dengan cara metod is umum yang berlaku

(19)

dalam hubungannya dengan masyarakat, sifat-sifat, watak, pengaruh pemikiran

dan idenya serta pembentukan watak tokoh tersebut selama hidupnya, maka

sebagai pendekatannya adalah pendekatan sejarah(historical approach).14

Adapun secara metodologis penelitian ini menggunakan metode penelitian

deskriptif, serta diskursus. Sedang jenis penelitian yang digunakan dalam

pencarian data adalah penelitian kepustakaan (library research) dengan cara

melacak lalu menyeleksinya kemudian menelaah dan terakhir mengklasifikasi

data yang ada korelasinya dengan obyek penelitian.

Sumber data diperoleh dari karya-karya tulis yang memiliki kaitan dengan

permasalahan yag terdapat dalam penelitian ini baik buku, jurnal, makalah serta

website yang ada hubunganya.

Adapun untuk menganalisis data, digunakan metode analisis isi (content

analysis).15 Analisis isi di sini dimaksudkan untuk menganalisis makna yang

tcrkandung dalam keseluruhan pemikiran Khan tentang kependidikan.

E. Sistematika Penyusunan

Skripsi ini akan ditulis dalam lima bab. Tiap-tiap bab secara keseluruhan

memiliki kaitan yang erat satu sama lainnya. Bab pertama merupakan

pendahuluan. Dalam bab ini dibahas tentang latar belakang masalah,

14 Yaitu usaha untuk memberikan interpretasi dari bagian trend yang naik tumn dari suatu

status keadaan masa lampau untuk memperoleh suatu generalisasi yang berguna untuk memahami kenyataan sejarah, lihat Nurruzaman Siddiq, Jeram-Jeram Peradaban Muslim, (Yogya: Pustaka Pelajar )996) h.2

(20)

pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan signifikansi penelitian,

metodologi penelitian dan sisternatika penyusunan. Bab ini merupakan langkah

awal yang mengantarkan kepada langkah-Iangkah selanjutnya dalam penulisan

tentang respon Sir Sayyid Ahmad Khan terhadap epistemologi pendidikan

Islam, studi tentang dikotomi ilrnu.

Bab kedua membahas latar belakang personal Sayyid AbJnad Khan, baik

riwayat hidup dan sistematika berpikirnya. Juga latar belakang eksternal, baik

kondisi politik, kondisi sosial serta kondisi kependidikaniウャセ India.

Bab ketiga menguraikan epistemologi, yang terdiri dari sejarah singkat

episternologi, epistemologi menurut perspektif Barat, epistemologi dalam

Islam, selanjutnya kerangka berpikir penulis tentang epistemologi yang

dijabarkan pada sub pembahasan agama sebagai basis epistemologi.

Bab keempat mengungkapkan pemikiran dan gerakan kependidikan Sir

Sayyid Ahmad Khan, yang berisikan pemikilan pendidikan Sayyid AbJnad

Khan terdiri dari bangunan epistemologi pendidikan Khan, kemudian refleksi

epistemologi kependidikan Khan, mulai dap. tujuan pendidikan, kurikulum

pendidikan, proses belajar mengajar serta jenjang pendidikan. Selanjutnya yang

berhubungan dengan gerakan kependidikan Sayyid Ahmad Khan, seperti

Muhamadan Anglo Oriental College (MAOC) yang rnerupakaIl realisasi dari

.

.

(21)

Translation Society, penggalangan dana serta perlombaan penulisan essay.

Serta analisis terhadap epistemologi pendidikan Sir Sayyid Ahmad Khan

Bab kelima, penutup, berisi kesimpulan dan saran. Dalam bab ml

dikemukakan jawaban atas permasalahan pokok yang dikemukakan penulis,

(22)
(23)

LATAR BELAKANG PEMIKIRAN SIR SAYYID AHMAD KHAN

; ... , ...NZ^LNNセN^\MWヲセNNBNNセセセイNBGGGGG|ZG ..._-..."...=,.rl''..LZセ...,..'''''==>O.-:.=_-...

イviilLセ⦅jNH セ

A. Latar Belakang Personal

1. Riwayat Hidup Sir Sayyid Ahmad Khan (1817-1898)

.,.,.•-.... .,.-.","!'! '. : ..,

.

Sayyid Ahmad Khan dilahirkan pada 17 Oktober di Delhi yang

merupakan ibukota Imperium Mughal. Di antara tokoh modernis muslim

terkemuka pada pertengahan abad 19 seperti; Sayyid Amir Ali

(1849-1928), Jamaluddin aI-Afghani (1838-18997), Namik Kemal (1840-1888)

dan Syeikh Muhamad .Abduh (1850-1905), Sayyid Ahmad Khan

dianugerahi kesempatan (usia) yang panjang dalarn usahanya membentuk

masyarakat muslim yang modern. Dan perhatiannya terfokus kepada

negara-negara muslim yang berada di bawah kekuasaan kolonial Barat.

Khan dibesarkan dalam lingkungan keluarga terhorrnat. Dari sisi ayahnya

mengikuti asal-usul keturunan Imam Muttaqi yang berasal dari keturunan

putri Nabi, Fatimah. Bani Fatimah--sebagai kaum yang teraniaya oleh bani

Umayyah dan bani Abbas -- pindah dari kawasan Arabia ke Damghan

(Persia) kemudian pindah dan menetap di Herat (Afghanistan).

(24)

Nenek moyang Khan yang pertama berasal dari Herat tersebut yaitu

Syed Hadi.1 Syed Hadi memasuki wilayah India ketika kerajan Mughal

dipegang oleh Shah Jehan (1628-1666). Pada masa berikutya, keturunannya

dapat menduduki pos-pos jabatan tertentu di kerajaan tersebut dari generasi

ke generasi. Kakek Sayyid Ahmad Khan pada masa Alamghir II, adalah

pembesar kerajaan yang diberi gelar kehormatan Jowahid Ali Khan dan

Jmvadud DQlvla. Gelar tersebut diberikan kepada seorang yang menduduki

jabatan panglima perang.2 Orang tuanya, Sayyid Muttaqi -- seorang yang

dalam ilmu pengetahuan agamanya serta pengikut tarekat -- adalah orang

penting para pembesar istana dan sebagai ternan baik Akbar Syah II.

Mengingat kondisi kesehatannya (Sayyid Muttaqi) yang semakin menurun,

hubungan selanjutnya dengan para ー・ョァオ。ウセイ semakin menUlun pula

kemudian mewakilkan kepada Sayyid Ahmad Khan. Sementara kakek

Ahmad Khan dari pihak ibu, Khwaja Farid ai-Din, rnernberi Sayyid Ahmad

Khan pengetahuan tentang situasi politik ketika itu, dan

memperkenalkannya kepada pengetahuan serta kebudayaan Barat.3

1 Lihat penjelasan pembaruan yang dilakukan tokoh-tokoh tersebut serta tokoh-tokoh

pembaru di tiga negara seperti Mesir. Turki dan India-Pakistan dalam Harun Nasution, Pembaruan dalam Islam, Sejarah Pemikil'an dan Gerakan, (Jakarta:Bulan Bintang, 2003, eet XIV) h.21-207) serta lihat mengenai silsilah Khan dalam G.F.r. Graham, The Life and Work ofSyed Ahmed Khan,

(Delhi: Idarah-I Adabiyat-I, 1974) h.1

2Ibid.. ,h.2

3 J.M.S. Baljon, the Rejol'mis alld Religiuos Ideas of Sir Sayyid Ahmad Khan, (Leiden:

(25)

Khwaja Farid aI-DIn, seorang matematikus terkemuka pada saat itu

yang pernah menjadi perdana menteri kekaisaran Mughal selama delapan

tahun dan pernah pula bekerja pada EIe (East India Company), Khwaja

meninggal ketika Khan masih kecil. Tetapi, sebagaimana yang

dikernukakan Albiruni yang dikutip Taufiq Adnan Arnal, pengaruhnya

sangat dominan terhadap Khan. Karena kegemaran Mir Muttaqi (ayahnya)

mengikuti kehidupan para Darwis, Khan kecil beserta ibunya tinggal di

rumah kakeknya, serta menyaksikan secara dekat kehidupan sehari-hari

seorang perdana menteri Mugha1.4

Sebagai keturunan keluarga terhormat, Khan muda selalu mendapat

perhatian pendidikan dari orang tuannya. Pendidikan yang diperolehnya

merupakan pendidikan tradisional dalam bidang agama. 1a belajar siang

hari di madrasah lalu mengulangi pelajaran pada ibunya di malam hari.

Dari ayahnya ia mendapat latihan memanah dan berenang. Setdah

mendapat pendidikan dasar di madrasah, ia belajar bahasa Persia, Arab dan

juga matematika. la rajin membaca buku dan suka memperluas

pengetahuan dengan membaca buku dari· berbagai disiplin ilmu dengan

bekal beberapa bahasa asing yang ia kuasai.5

4Tautik Adnan Amal, Ahmad Khan; Bapak Taji'ir Modernis, (Jakarta: Teraju. 2004, Cet I)

h.3

(26)

Kurang komprehensif dan intensifnya Khan dalam menempuh

pendidikan tradisional, yang konon 1a menjadi sasaran kritikan bal1kan

ejekan para kritikus konservatif, yang menganggapnya tidak memenuhi

kompetensi untuk melakukan modernisasi Islam. Namun, justru dari

kelemahan itulah yang merupakan kekuatan nyatanya; tidak terbelenggu

aleh disiplin pendidikan lama yang kaku, clan melaiui personal serta

pengkajian mandiri, ia l11endapatkan cakrawala baru dalam kreatifitas

inte1ektual dan meletakkan Iandasan bagi pemikiran yang baru terhadap

IsIam.6

Dalam hal pembentukan kepribadiannya, pengaruh pertama yang

kuat adaIa!:; pengaruh ibunya. Ibunya adalah wanita terhormat, yang

dibesarkan dalam lingkungan pendidikan yang baik. Ia paham betul bahasa

Persia yang ketika itu bahasa kebudayaan Islam. 1a mengerti pentingnya

pendidikan bagi anak-anak. Tidak seperti wanita-wanita tainnya yang masih

percaya kepada berbagai macam tahayul, ia tidak menghiraukan

larangan-larangan yang berkembang di masyarakat ketika itu. la sering memberi

makan telur dan daging ayam kepada anaknya karena makanan tersebut

bergizi dan baik bagi kesehatan anak. namun ibu-ibu lainnya menganggap

perbuatan tersebut sesuatu hal yang tabu.7

6Taufiq Adnan ArnaL np.cil. ..h.2

(27)

1a Juga dikenal sebagai wanita yang mengerti benar cara

mengarahkan putranya. Kepandaiannya tersebut diungkapkan dalam sebuah

peristiwa yang ditulis Altaf Husin Hall dalam Hayaf-J Jawid yang dikutip

Baljol1. selanjutnya Khan menceritakan peristiwa tersebut sebagai berikut:

StL.'ttu ketika, tatkala saya berumur sebeJas tahun saya

menertawakall seorang pembantu nlITIah tangga yang sudah tua

karena suatu hal, ibu saya mendengar peristiwa ini. Tak lama kemudian ketika saya pulang, ibu memarahi saya sambil berkata :

"pergi kamu ! kau tak layak tinggal di sini." Pembantu wanita Jain

membawa saya ke ltL.'tf dan meninggalkan saya di jalan. Namtrn tak lama kemudian, pembantu lainnya membawa saya ke nmlah bibi saya yang tak jauh dari rumah situ. Bibi saya memperingatkan sambi! berkata : "tahukah kamu? ibumu marah karena kamu telah menyakiti hati seseorang, untuk itu kamu tinggal di sini untuk sementara." Beberapa lama kemudian bibi datatlg ke rumah ibu untuk memintakan maaf, lalu ibu berkata : "ia akan saya rnaafkan kalau ia meminta maaf terlebih dahulu kepada pembantu itu". Lalu

sayap.un pergi ke pembantu t1la itu tmtuk meminta maaf sambiJ

menClUm tangannya.'

Atas peristiwa tersebut secara tidak langsung ibunya telah

membentuk kepribadian Sayyid Ahmad Khan. Suatu peristiwa yang telah

mengantarkannya ke arab kehidupan yang berbeda lagi yaitu peristiwa

wafat orang tuanya, Sayyid MuttaqI. Praktis pemasukan keuallgan semakin

berkurang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hali. Hal itulah yang

mendorong Khan untuk mencari tambahan keuangan tmtuk menanggulangi

kebutuhan keluarga. 1a menjadi serichfedar (pembaca) di istana. Sayyid

Ahmad Khan yang teJal1 meramalkan kejatuhan Mughal, memilih berdinas

(28)

Ahmad Khan yang telah meramalkan kejatuhan Mughal, memilih berdinas

pada Inggris. Pada tahun 1841, ia diangkat menjadi munisf (pegawai

peradilan) dan ditempatkan di Faatehpur Sikri.9

Peristiwa tersebut dapat kita Hhat bahwa Sayyid Ahmad Khan

tertarik pertama kali pada lnggris karena didorollg oleh kebutuhan lapangan

kelja dan dari sini mendorongnya ke suasana yang berbeda, yaitu dari

suasana keluarga Muslim yang terhonnat ke suasana kebudayaan barat

yang modem dan bam.

Dalam pada itu, kekaisaran Mughal makin kurang berarti sebagai

pusat pendidikan dan kebudayaan Islam. Sayyid Ahmad Khan sendiri

merupakan cnggota perhimpunan pujangga Delhi yang dilindungi Bahadur

Syah (Kaisar Mughal). Khan menyediakan waktunya yang luang untuk

studi privat dan riset. ,Pada 1847 risetnya membuahkan hasil

Asar-ul-Sanadid (Jejak-Jejak Besar). Buku ini memuat laporan menarik tentang

puing-puing Delhi lama, serta mengenai sejumlah sarjana sastra dan

orang-orang saleh pada masanya, buku yang sangat populer ini dicetak ulang

beberapa kali, dan diterjemahkan ke dalam bahasa Prancis oleh M.Garcin

de Tasq pada 1861. Juga menarik perhatian di luar India, buku tersebut

membuat Sayyid Ahmad Khan dipilih menjadi anggota kehormatan the

Royal Asiatic Society pada 1864. la dipindahkan ke Byinore pada 1855.

9M.Hadi Husein,Syed Ahmed Khan, Pioner ofMuslim Resurgence, (Lahore: lnstitut Of

(29)

meneruskan aktivitas kesusastraannya, ia lalu menerbitkan 'Am-I-Akbari

Abul Fasol yang terkenal, Memoris Jahangir, dan Riwayat Ziauddin Barni

. k I lO

yang Juga terセ・ョ。 .

Usia Khan yang panjang, sekitar 80 tahun, dapat dibagi dalam empat

periode. Dua puluh tahun pertama adalah masa pendidikannya. Dua puluh

tahun berikutnya, 1837-1857, ditandai dengan sukses-sukses sebagai

pegawai peradilan digabungan provinsi, selama periode ini terjadi

pemberontakan pada 1857, ia banyak berusaha untuk mencegah teljadinya

kekerasan bahkan ia menyelamatkan beberapa orang lnggris. Atas jasanya

inilah Sayyid Ahmad Khan mendapat gelar kehormatan Sir dari kerajaan

Inggris. Dua puluh tahun berikutnya (1857-1877) merupakan masa

minatnya kepada aktivitas kesejahteraan umum, khususnya pendidikan

masyarakat Islam. Dalam masa ini ia juga pergi ke Inggris untuk

mendapatkan pengetahuan tentang pendidikan Barat dan tata kerja institut

pendidikan negeri itu. Periode keempat (1877-1898) merupakan masa

paling penting di dalam hidupnya. Dalam periode inilah ia mendapatkan

reputasi sebagai pemimpin politik dan pendidikan Islam di India terbesar

selama abad 19. Ia menciptakan sarana pendidikan jangka panjang bagi

negerinya dengan mendirikan Muhamadan Anglo Oriental College di

10Jamil Ahmad, Hundred Great Muslim, terj: Tim Penerjemah Pustaka Firdaus, (Jakarta:

(30)

Aligarh dan Perhimpunan Ilmuwan, serta mengadakan konferensi

pendidikan Islam seluruh India.II

Sayyid AlJl11ad Khan masih di Bynore saat pecah pemberontakan

1857. setelah Delhi diduduki kembali oleh Inggris, Sayyid Ahmad kembali

ke kota itu dan mendapatkan beberapa anggota keluarganya telah dibunuh,

dan ibunya dalam keadaan menyedihkan. Penderitaan ibunya, yang

meninggal di Meerut, secara tidak langsung berdampak terhadap psikologis

Sayyid Ahmad Khan. Pemeriksaan dan penuntutan yang buruk, serta

perampokan dan pembakaran oleh lnggris di Delhi. Bagian kota paling

bagus di Red Ford (Benteng Merah) sampai masjid Shah Jadan -- masjid ini

diduduki oleh Inggris -- diratakan jadi tanah, bahkan menjadi layaknya

sawah dibajak. Hal ini meninggalkan kesan sangat mendalam di benaknya.

Pengaruh terhadap pandangan hidupnyajuga sangat besar.12

Tragedi 1857 itu melahirkaan bukunya Asbdb-I-Baghawah-I-Hind

(Sebab-Sebab Pemberontakan India) yang diterbitkan pada 1859 dia

menyatakan bahwa jika kaum Muslimin bersalah, itu adaJah tudlillan yang

tidak beralasan dan hal itu dapat diatasi secara mudah dengan sedikit

kebijaksanaan dari pemerintah. Dalam the Loyal Mohammadans of India,

1860-1861 dia menunjukaan bahv,ra kaum bangsawan MuslimJah yang

II Ibid., Lihat pula Didin Saefuddin,Pemikiron Modern dan Postmodern Islam; Biogralr Intelektual 17 Tokoh, ( Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2003, Cet I) h. 37

(31)

memihak kepada bangsa asmg dalam pemberontakan itu. Sepanjang

hidupnya ia selalu tanggap menjawab tuduhan bahwa Islam pada prinsipnya

adalah pendukung kemerdekaan India dari Ingris. Ia mendirikan

lembaga-lembaga di beberapa kota yang menjadi bidang garapannya; ia mendirikan

himpunan penerjemahan pada 1862 ketika ia di Ghasipur. untuk pengadaan

buku-buku bagi sekolah-sekolah, dan untuk kalangan publik yang

berbahasa urdu pada umumnya, baik buku-buku sains maupun kesusastraan

Barat yang mungkin berguna agar rakyat bisa belajar untuk meninggalkan

kebodohan mereka dan untuk memahami kekuasaan serta keuntungan dari

pemerintahan Inggris.13

SaY'Yid Ahmad Kht;1 kemudian dipindahkan ke Aligarh, kota pusat

aktivitas pembaruan dan pendidikan, yang kemudian berkembang menjadi

pusat pendidikan di anak benua India. Walaupun ada penentangan

terhadapnya yang muncul dari kalangan Muslim kolot India, ia berhasil

mendirikan sebuah perguruan tinggi yang kemudian menjadi Universitas

Muslim Aligarh yang terkenal.14

Pada 1876, Sayyid Ahmad Khan mengundurkan diri dari

pemerintahan dan menetap di Aligarh. Berkat daya keras dan

13G.F.!. Graham,op.cil. .. h.52-54

(32)

ketekunannya, pada 8 januari 1877 batu pertama pembangunan perguruan

tinggi diletakkan oleh Lord Lyton, raja muda Inggris di India.

Sebagai penulis berbahasa Urdu dan Persia, Sayyid Ahmad Khan

menduduki tempat yang tinggi. Ia penulis subur yang meninggalkan

sedikitnya 25 karya sejarah, arkeologi, politik, agama, dan filsafat. Ia juga

mengedit tulisan 'Abdul Fazal, 'A in-I-Akbar, dalam buku ini ia tidak hanya

melakukan penyuntingan, tetapi juga menjelaskan terminologi-terminologi

administrasi Mughal, menganalisis asal-usul bahasanya, melengkapi

dengan gambar-gambar dan data numismatic serta menyertakan kebijakan

Akbar dalam bidang pajak, dan selain itu bukunya yang lain tentang

otobiografi kaisar Mughal Jahangir. Buku Asbab-I-Baghawdt-I- llind

(sebab-sebab pemberontakan India) merupakan 「オLセオ pertama tentang

pemberontakan itu, diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Sir

Aucland Colin. Bukunya yang lain Asar-ul-Sanddid, disalin ke dalam

bahasa Prancis oleh Op Gracin de Tasey (1861). Sekembalinya dan London

ia mulai menangani Ta!J.zib -ul- Akhldqmajalah berbahasa urdu, pada 1870.

Melalui majalah ini ia mempropagandakan doktrin-doktrinya yang

informatif mengenai masyarakat dan agama. Selama di London ia

menyusun karangan tentang Nabi Muhammad SAW yang amat tebal, yang

(33)

agama seperti yang termaktub dalam Qur' an.IS

Sayyid Ahmad Khan dianugrahi umur yang panjang. Walaupun

demikian ia tidak pemah menikah, dan agaknya tidak tergugah oleh daya

tank wanita. Pada hari-hari akhir hayatnya, yang ia butuhkan untuk

istirahat, ia masih bekerja 18 jam sehari. Akhimya ia meninggal dunia pada

27 Maret 1889, pada usia 81 tahun,16

2. Sistematika Pemikiran Sir Sayyid Ahmad Khan

Bagi Sayyid Ahmad Khan, tak diragukan bahwa semangat ilmiah

modem hams menj adi kriteria untuk menilai bisa diterima atau tidaknya

suatu agama. Dinilai secara demikian, Islam terbukti, di antara

agama-agama di duma yang paling sesuai dengan hukum-hukum alam dan

al-Qur'an sangat mendukung penemuan ilmiah dan pengembangan ilmu.17

Islam adalah agailla yang mempunyai paham hukum alam atau sunah Allah.

Antara hukum alam, sebagai ciptaan Allah, dan al-Qur'an, sebagai kalam

Allah, tidak ada pertentangan. Keduanya mesti sejalan.

Penemuan ilmu pengetahuan dan teknologi modem diperlukan

pemikiran dan pengembangannya. Oleh karena itu, akal mendapat

penghargaan tinggi dalam pandangannya. Namun sebagai seorang muslim

15Ibid.. ,h. 32& serta Lihat Taufik Adnan Amal,op.cit." h. 7

16lamil Ahmad, op.cit..,h. 323

17Fazlur Rahman,Islam and Modernity; Transformation ofan intellectual Tradition,terj:

(34)

yang percaya kepada wahyu, ia berpendapat bahwa kekuatan akal bukan

tidak terbatas.18 Untuk terciptanya suasana semangat ilmiah dan penemuan

ilmu pengetahuan modern di kalangan umat Islam India, ia melakukannya

melalui dua pendekatan yaitu; pendekatan teoritis dan pendekatan praktis.19

Pendekatan teoritis, ia banyak menulis karya-karya ilmiah. Dengan

penulisan karya-karya ilmiah tersebut, ia berusaha merubah mental

masyarakat muslim India. Ia berharap agar mereka memiliki sikap dan

pandangan yang benar tentang Islam serta bersemangat dalam penemuan

ilmiah dan teknologi modern. Melalui tulisan-tulisan tersebut terlihat

perkembangan pemikirannya. Perkembangan pemikirannya dapat terlihat

jelas, terutama setelah adanya kontak dengan pemikiran barat. J.M.S.

Baljon sebagaimana dikutip Taufiq Adnan Amal, melihat perkembangan

pemikiran Sayyid Ahmad Khan melalui tiga tahapan sebagai berikut:

Pertama; stase pertama (1842-1857), masa ini disebut juga sebagai masa

kecemasan, ia merasa cemas dengan berbagai pemikiran yang muncul,

terutama adanya pertentangan pemikiran dari kaum tradisional yang

berlebih-lebihan dalam sikap dan pandangan mereka di satu pihak serta

pemikiran pemurnian kaum wahabi yang berpikiran radikal di pihak lain.

18 Harun Nasution, PembaharZlan dalam [slam, Sejal'ah Pemikiran dan gel'akan, (Jakarta:

Bulan Bintang, 2003. Cet XIV) h. 168

19John L.Esposito, Islam the Straight Path, (New York: Oxford University Press, 1988) h.

(35)

Dalam kecemasan yang ada itulah ia berusaha menjembatani mereka

dengan mengambil jalan tengah. Untuk itu, ia mengungkapkan ide-idenya

dengan menanggapi berbagai masalah yang muncul ketika itu yang

menurutnya perlu dikomentari. Masalah-masalah tersebut antara lain;

masalah riwayat hidup Nabi atau istilah yang sering digunakan Maulud

Nabi. Riwayat hidup Nabi Muhamad ditulis dalam bentuk syair-syair

ratapan yang sering digunakan orang Islam dalam merayakan 10 muharam.

Tulisan tersebut tidak banyak menyinggung biografi kehidupan Nabi. Oleh

karena itu, ia menulis dalam sebuah karya tulisnya yang berjudul Jila

al-Qulub bi Dzikr al-Afal1bub (1842). Dalam tulisan ini, ia menampakkan

gagasan pembaruannya di bidang agama Islam, yaitu uraian tentang

kehidupan Nabi secara singkat dengan menghilangkan kisah-kisah tahayul

dan kepercayaan-kepercayaan umum yang rusak dan tidak benar dari segi

sejarah.

Karya

Khan

yang kedua, Tulfa Hasan (1844) merupakan

terjemahan bab 10 dan 12 buku Tub/a Itsna Asy 'ariyah, yang disusun Syah

'Abd al-Azls. Penetjemahan buku ini dilakukannya atas dorongan Maulana

Nur aI-Hasan. Bab 10 karya tersebut berisi celaan-celaan orang syiah

terhadap para sahabat Nabi dan Aisyah, disertai jawaban atas

cercaan-cercaan tersebut. Sedangkan bab 12 berisi istilah-istilah keagamaan syi'ah,

(36)

agama. Ia beranggapan bahwa mencela para sahabat Nabi merupakan hal

yangnom'en, tolol dan imajiner. Tetapi ia juga mengemukakan bahwa para

sahabat bukaniah orang-orang yang rna 'sum. Dengan demikian, jika ada

cerita-cerita mengenai mereka yang dapat dikritik, baik Ali ataupllil tiga

khalifah lainnya boleh dikritik.

Karya lain yang juga menampakan pemikiran pembaruannya, adalah

risalah kalimat al-Haq. Dalam tulisan ini ia berusaha meluruskan

penyimpangan-penyimpangan dalam tasawuf . Masalah pi,. (bimbingan)

spiritual dari seorang guru tare kat merupakan di antara masalah yang

dikomentarinya. Secara umum dalam pandangannya, pengabdian seorang

murid terhadap gurunya diperbolehkarl, asal tidak berlebih-Iebihan atau

pengkultusan. Aninya Khan tidak bermaksud menentang kedudukan

pembimbing dalam tasawuf, sebaliknya ia berusaha menempatkannya

dalam perspektif keagamaan yang lebih dapat dibenarkan. Sikap semacam

ini tampaknya jarang dimiliki para modemis muslim yang pada umumnya

menganggap sufisme sebagai anak haram agama Islam.

Beberapa karya pada periode ini, karya terakhimya adalah sebuah

terjemahan Urdu dari karya Imam al-Ghazali, Kimiya al-Sa'ddah. Karya

dari bahasa Persia ini dirampungkan Khan pada 1853 atas pemintaan

seorang sufi yang alim, Haji Imdadullah dari Tsana Bharan. Sebagaimana

(37)

kenta1.20 Dengan demikian dapat disimpulkan pada masa pertama ini tidak

mengherankan jika perkembangan pemikiran Khan memihak sepenuhnya

kepada gerakan pemurnian ortodoks yang ada ketika itu. lni terlihat dalam

semboyan yang selalu didengungkan bahwa batu uji terhadap

inovasi-inovasi keagamaan adalah al-Qur'an dan Sunnah Nabi serta para

sahabatnya.

Kedua, Masa Transisi (1857-1869), misi Sayyid Ahmad Khan untuk

menyelamatkan masyarakat dan mengangkat mereka pada taraf kehidupan

yang lebih baik muncul pasca meletusnya pemberontakan 1857. Maka

pada masa transisi iui Khan sadar bahwa demi keberhasilan misinya, ia

harus menggalang hubungan baik Muslim-Inggris. Dalam konteks inilah ia

menyusun Tabyfn KaIam Fi Talsfr Tawrat wa Injfl 'ala Milat

al-Islam. Komentar Bibel semacam ini memang belum pemah disusun

cendekiawan Muslim manapun.21 Adapun prinsip dasar yang digunakannya

dalam menyusun karyanya tersebut adalah COlformity to Nature

(Keselarasaaan dengan Alam), yakni antara ciptaan Tuhan (alam) dan

firman Tuhan (wahyu) tidak mungkin terjadi kontradiksi, tetapi

keselarasan.22

20Taufik Adnan Amal. op.cif.. ,h.48-56

21Ibid. h.57

(38)

Karya keagamaan lainnya yang ditulis Khan dalam periode transisi

Inl adalah AhMm-i-Tha'tim-I-Ahl al-Kit6b. Sebagaimana karangan

sebelumnya (Tabyfn al-Kaltim), karya ini juga disusun dalam rangka

menggalang hubungan baik Muslim-Inggris. Secara ulIlum isi dari karyanya

adalah berusaha memberikan justifikasi atas kebolehan makan bersama ahli

kitab, atau tegasnya orang-orang Inggris.

Melalui fatwa-fatwa -- dalam buku-buku karangannya-- pada masa

transisi ini, Khan berhasil meniupkan angin perubahan. Hal ini terlihat'

beberapa waktu kemudian telah terjadi rekonsiliasi antara Muslim-Inggris,

minimal indikatomya makan bersama Muslim-Inggris telah menjadi hal

yang lazim.

Ketiga, Periode Pemikiran Mandiri (1870-1898), sejak 1870, Khan

tidak lagi segan-segan berbeda pandangan dengan warisan-warisan

pemikiran keagamaan lama yang ditinggalkan nenek moyangnya. Dengan

mengadakan kajian serta penelitian serius di British Musium serta di

perpustakaan India Office, ia mampu mengembangkan pemikiran

keagamaanya. Dalam periode ini, Khan telah mampu mendefinisikan

bagaimana Islam seharusnya dipahami para intelektual Muslim modem.

Perubahan radikal dalam pemikiran keagamaan kLセ。ョ ke arah pemikiran

yang independen dan liberal ditandai dengan penerbitan karya

(39)

29

Buku ini pada dasamya untuk membantai karya polemik Sir William Muir,

Life ofMuhammad (1858).23

Perkembangan pemikiran keagamaan Khfm pada periode ketiga ini

amat berbeda serta lebih mandiri daripada dua periode sebelumnya. Kalau

dalam dua periode pertama Khan masih cendrung membahas hal-hal yang

bersifat supranatural, maka kini ia menegaskan posisinya yang berbeda dari

umat Islam lazimnya dengan mengajukan tesis bahwa "Islam adalah alam

dan alam adalah Islam".

Karena pandangan-pandangan Khan tersebut, maka tak heran kalau

pada akhimya ia tampak seperti seorang naturalis yang ber-Tuhan

(Naturalist Deist). Bagi mereka yang belum atau tidak menerima

pandangan-pandangannya itu, ia dianggap kafir. Bagi mereka, percaya

kepada hukum a1am mesti membawa kepada paham naturalisme dan

materialisme, yang akhimya membawa pula kepada keyakinan tidak

adanya Tuhan.24

Se1ain melalui karya-karya tulisnya sebagai upaya meningkatkan

mutu masyarakat muslim India, ia sadar akan perlunya pembaruan da1am

bentuk praktis, inilah yang ia sebut sebagai pembaruan da1am bidang

pendidikan.

2> Ibid.. ,h.69,

(40)

B. Latar Belakang Eksternal

Kemunculan suatu ide atau gerakan biasanya selalu di latar belakangi oleh

keadaan sosial, budaya, politik dan paradigma yang berkembang di suatu masa

atau tempat. Dengan pendapat seperti ini pula ide dan respon sir Sayyid Ahmad

Khan

dilatar belakangi oleh faktor-faktor luar berupa kondisi politik, sosial dan

kondisi pendidikan Islam di India.

1. Kondisi Politik

Kemunduran dan kehancuran kerajaan Mughal terutama setelah

pemerintahan Aurang Zeb menjadikan situasi dan kondisi politik yang tidak

menentu bahkan memprihatinkan. Puncaknya adalah penguasa pasca

Aurang Zeb yai:U Sultan Bahadur Syah (1837-1858) diusir dari istana,

setelah perlawanannya dapat dipatahkan oleh Inggris. 25

Selain kelemahan faktor kepemimpinan, kemunduran Mughal di

akibatkan oleh masuknya intervensi Inggris sejak mendapat izin dari Syah

Alam tahun 1761 melalui Serikat Dagang India Timur (East India

Company) dengan tujuan menguasai sumber-sumber komoditas India. Dan

ini merupakan langkah awal imperialisme Inggris di India.

25 Adapun di antara penguasa-penguasa setelah Aurang Zeb antara lain; Bahadur Syah I

(1710-1712), Jahandar Syah (1712-1713), Farukhsiyar (1713-1719), Muhammad Syah ( 1719-1748), Ahmad Syah ( 1748-1754), Alamghir II (1754-1759), Syah Alam (1759-1808), Akbar II (1808-1837) dan terakhir Bahadur Syah (1837-1858) Lihat dalam Dodwel H.H, The Decline of The Mug/wI Empire, dalam M. Th. Houtama, dkk (ed), First Encyclopedia of Islam (Leiden: EJ. Brill

(41)

h.14-15

Imperialisme Inggris di India secara umum di bagi menjadi dua fase.

Fase pertama, imperiaHsme Inggris di India ditandai dengan kekacauan

politik yang diakibatkan oleh ketimpangan ekonomi, dimana Inggris

menguras kekayaan sumber daya alam India dengan tidak

mempertimbangkan hak-hak rakyat terutama masyarakat muslim. Pada saat

yang sarna pengangguran mulai muncul karena banyak tenaga manusia

yang diganti oleh mesin-mesin. Kualitas semacam ini menimbulkan protes

keras terutama kalangan muslim yang sering disebut dengan golongan

"wahabi" India. Pada awalnya hanya seputar masalah keagamaan, akan

tetapi mulai berkembang menjadi protes-prates politik dan sosia1.26

Adalah Sayyid Ahmad Syahid pemimpin utama ァッャッョセ。ョ Wahabi

India yang membentuk gerakan mujahiddin untuk merealisasikan

perjuangannya. Kemudian berlanjut dengan peperangan melawan dua

musuh sekaligus (Inggris- Hindu). Perang ini sesungguhnya merupakan

konsekuensi logis dari ide-ide politik Sayyid Ahmad Syahid tentang Dar

aI-Islam dan Dar al-Harb dan upaya untuk menegakan kembali kekuasaan

Islam di India.27 Namun kuatnya Inggris menjadikan gerakan mujahidin

lemah bahkan kalah, dan Sayyid Ahmad Syahid sendiri gugur di medan

26 Mukti Ali, A/am Pikiran Islam lv/odem di India dan Pakistan (Bandung: Mizan 1992 )

(42)

perang dalam pertempuran melawan pasukan Sikh di Balekot pada tahun

1831.

Umat Islam yang secara kuantitatif menduduki posisi minoritas

sangat merasakan langsung akibat dari gagalnya perlawanan terhadap

musuh. Umat Islam terpojok karena Inggris menuduh bahwa umat iウャ。ュセ

lah sebagai dalang pemberontakan 1857, sehingga tidak hanya pemimpin

muslim saja yang menderita karena ditangkap bahkan dibuang, melainkan

juga masyarakat Islam India mengalami diskriminasi baik politik, sosial

maupun ekonomi.

Pada fase kedua imperialisme Inggris yang terjadi setelah peristiwa

pemberontakan 1857, di India muncul kelas - kelas menengah barn dan

disertai dengan injiltrasi kebudayaan liberal Inggris. Kelas barn ini terdiri

atas para pegawai dalam birokrasi, pedagang-pedagang kecil, administrator,

saudagfu' dan lain-lain. Mereka sangat bergantung pada imperialisme

Inggris dalam menjalankan fungsi-fungsi yang merekajalani.28

Dengan kata lain fase kedua ini Inggris menyebarkan paham-paham

mereka ke dalam tubuh umat Islam.

2. Kondisi Sosial

Konsekuensi logis dari kenyataan politik yang ada, terutama pada

fase awal imperialisme Inggris, antara lain adalah kesenjangan sosial yang

(43)

sangat jauh antara orang Inggris dan Hindu di satu pihak dengan umat

Islam di pihak lain. Kesenjangan ini terutama dapat dilihat dari aspek

ekonomi dan pendidikan.

Secara ekonomi, tidak hanya masyarakat Muslim India pada kelas

sosial paling rendah, tetapi juga para keluarga aristokrat muslim India.

Keadan ini dilukiskan, misalnya oleh Sir William Hunter dalam bukunya

Our India Musalmans; Are They Bownd in Conscience to Rebel Againts the

Queen ? ia menyatakan bahwa di setiap daerah, keturunan sebagian

penguasa hidup dalam keadaan lapar dan merana dengan beranda yang di

sana-sini sudah tambalan.29

Pihak lain orCUJg-orang Hindu justru mendapat perlakuan yang

istimewa dari penguasa Inggris dalam hal kedudukan atau posisi mereka di

kantor-kantor pemerintah. Hal ini tentu saja berimplikasi pada taraf hidup

orang-orang Hindu yang semakin meningkat secara ekonomi. Dalam hal ini

Hunter menyebutkan bahwa jumlah orang-orang Islam yang bekerja di

kantor-kantor kehakiman dan keuangan. Sementara posisi umat Islam di

beberapa departemen pun tidak dapat mempunyai kedudukan lebih tinggi

dari sekadar penjaga pintu, pengisi tinta dan tukang memperbaiki pena.3D

Keterbelakangan orang-orang Muslim, menurut Hunter bukan

karena dasar kerendahan yang ada pada masyarakat Muslim tetapi dapat

(44)

dilihat dari sebab-sebab historis yang menghadang kemajuan mereka.

Sekurang-kurangnya ada dua sebab penting yang dapat di identifikasi.

Pertama; adalah sikap orang-orang Islam yang mengabaikan pendidikan

modem, kedua; adanya kebijakan pemerintah Inggris yang bersikap

diskriminatif terhadap orang-orang Islam. Dalam hal ini segala macam

kedudukan berangsur-angsur dijauhkan dan orang-orang Islam dan

diberikan kepada orang-orang dari luar Islam, khususnya mereka yang

beragama Hindu.31

3. Kondisi Kependidikan Islam India

Kualitas umat Islam yang memang sudah mundur ditambah dengan

sistem pendidikan yang cendrung ambivalen (terasa ada perer..tangan)

dengan lebih mengembangkan pendidikan sufistik yang mementingkan

aspek-aspek batiniah, menjadikan umat Islam hanya mampu menguasai

ilmu agama dan ketinggalan dalam hal ilmu pengetahuan, seperti;

matematika, fisika, teknologi, dan lain sebagainya. Hal tersebut merupakan

konsekuensi logis dan pemahaman mereka tentang sumber ilmu yang

menurut perspektif mereka bahwa ilmu atau pengetahuan itu hanya

bersumber dari wahyu. Kondisi tersebut jelas berbeda dengan kondisi umat

Islam pada masa keemasan (abad 8-13 M) di mana 8aat itu muncul

(45)

ilmuwan-ilmuwan Muslim yang tidak hanya mampu menguasai ilmu

agama tapi juga ilmu pengetahuan sekaligus.

Lembaga-lembaga pendidikan yang terdapat di India umumnya

berbentuk madrasah dan maktab. Madrasah dan maktab sebagai pusat

pendidikan umat Islam masih mempergunakan sistem pengajaran lama

hasil dari peninggalan abad pertengahan dengan fokus pengkajian agama

semata. Pada abad 17 terdapat sebuah madrasah yang cukup otoritatif

dalam studi keagamaan tradisional, yaitu madrasah Rahimiyyah yang

didirikan oleh Syah 'Abd Rahim, ayah al-Dihlawi. Pada abad ke-19,

khususnya setelah tahun 1857 madrasah yang cukup terkenal adalah

madrasah Deoband yang didirikan oleh para pengikut Sayyid Ahmad

Syahid yang tidak meneruskan perang sebagai strategi perjuangan.

Madrasah ini pada selanjutnya berkembang menjadi perguruan tinggi

agama yang kcmudian dikenal dengan nama Darul Ulum Deoband.

Gerakan pendidikan Deoband yang tokoh-tokoh utamanya antara lain;

Maulana Muhammad Qassim Nawantami dan Maulana Muhammad Ishaq.

Perguruaan tinggi ini dianggap setara dengan al-Azhar di Mesir dalam

bidang studi keagamaan.32

Sikap anti terhadap lembaga-lembaga pendidikan Inggris terus

disebarkan para Maulvi (ulama) kepada masyarakat. Maka jalan altematif

(46)

sekaligus sebagai

counter

terhadap apa yang disebut sebagai sekolah

"kafir", para Maulvi membuka madrasah yang secara finansial maupun

administratifbebas dari campur tangan pemerintah. Tujuan sekolah tersebut

adalah memelihara warisan Islam terutama disiplin ilmu keagamaan dan

memelihara keutuhan kehidupan keagamaan kaum Muslimin India.

Akan tetapi sebenamya para Maulvi tersebut menghadapi problema

yang cukup dilematis. Satu sisi mereka menolak bahkan melarang umat

Islam India untuk memasuki lembaga pendidikan yang diadakan oleh

Inggris, tapi sisi lain mereka juga tidak memberi alternatif sistem

pendidikan yang relevan dengan tuntutan kebutuhan masyarakat India

terutama pendidikan yang dapat memperbaiki kehidupan mereka secarl:'.

sosial, politik dan ekonomi. Memang madrasah-madrasah maupun

perguruan tinggi seperti Darnl Ulum Deoband telah menghasilkan produk

pendidikan yang cukup otoritatif atau malab unggul dalam disiplin ilmu

keagamaan, tapi dari segi persaingan dalam kehidupan sosial masih

tertinggal dan orang-orang Hindu India. Lembaga-Iembaga pendidikan

sepelii itu bukan saja tidak mampu melahirkan cendekiawan yang

menguasai sains dan teknologi sebagai prasyarat untuk kemajuan, tapi juga

(47)

tradisionaI, maksudnya ilmu yang sudah pernah diajarkan oleh ulama

zaman pertengahan, sehingga kurang akomodatif terhadap kemajuan.33

Dalam sebuah laporan dari komisi pendidikan di India pada tahun

1882 disebutkan tentang kondisi pendidikan 'umat Islam India. Dalam

laporan itu disebutkan antara lain tentang perbedaan antara pendidikan

Muslim dan Hindu. Ada tiga hal yang membedakan mereka yaitu;

a. Anak-anak Hindu dapat secara langsung mempelajari ilmu pengetahuan

umum, sedang anak-anak Muslim terlebih dahulu mendalami dasar-dasar

agama.

b. Orang tua Muslim beranggapan bahwa dengan memasukan anaknya ke

sekolah, mereka berharap agar anaknya nanti menjadi orang yang

terhonnat dan mulia, sedang orang tua yang beragama Hindu berharap

agar anaknya dapat bekerja di masyarakat kelak.

c. Orang tua Muslim yang berstatus sosial tinggi sangat jarang, sehingga

tidak dapat memberikan pendidikan yang sempurna terhadap

putra-putrinya.

33 Dalam kaitannya dengan sistem pendidikan, Fazlur Rahman menyatakan bahwa dalam

(48)

Atas tiga faktor ini tidaklahmengherankan kalau orang-orang Hindu

lebih maju dibandingkan dengan orang Islam yang cendrung lambat

memperolehnya. Sehingga kondisi kependidikan Islam India cendrung

(49)

EPISTEMOLOGI DALAM PERSPEKlIF ',"<

!

A. Sejarah Singkat Epistemologi

Pengetahuan (Knowledge atau ilmu) adalah bagian yang esensial. aksiden

manusia, karena pengetahuan adalah buah dari "berpikir". Berpikir (natiqiyah)

adalah sebagai differentia (jashl) yang memisahkan manusia dari sesama

genusnya, yaitu hewan. Dan sebenarnya kehebatan manusia dan barangkali

keunggulan dari spesies-spesies lain karena pengetahuannya. Kemajuan

manusia dewasa ini tidak lain karena pengetahuan yang dimilikinya. Lalu apa

yang telah dan ingin diketahui manusia ?bagimana manusia berpengetahuan ?

apa yang ia lakukan dan dengan apa agar memiliki pengetlhuan ? kemudian

apakah yang diketahui itu benar?dan apa yang menjadi tolak ukur kebenaran ?

Pertanyaan-pertanyaan di atas sebenarnya sederhana karena

pertanyaan-pertanyaan ini sudah teIjawab dengan sendirinya ketika manusia sudah masuk

ke alam realita. Namun ketika masalah-masalah itu diangkat dan dibedah

dengan pisau ilmu maka tidak menjadi sederhana lagi. Masalah-masalah itu

akan berubah dari sesuatu yang mudah menjadi sesuatu yang rumit

(complicated). Oleh karena masalah-masalah itu dibawa ke dalam pembedahan

ilmu. maka ia menjadi sesuatu yang diperselisihkan dan diperdebatkan.

Perselisihan tentang persoalan-persoalan itu menyebabkan perbedaan dalam

cara pandang dunia (world view). sehingga pada gilirannya muneul perbedaan

(50)

ideologi. Dan itulah realita dari kehidupan manusia yang memiliki aneka ragam

sudut pandang dan ideologi. Atas

dasar

itu.

manusia - paling tidak yang

menganggap penting masalah-masalah di atas - perlu membahas ilmu dan

pengetahuan itu sendiri.

Dalam hal ini, ilmu tidak lagi menjadi satu aktifitas otak, yaitu menerima,

merekam dan mengolab apa yang ada dalam benak, tetapi ia menjadi obyek.

Para pemikir menyebut ilmu ini dengan epistemologi (teori pengetahuan atau

nadzariyyah al-ma 'rifah)l

Filosof pertama di dalam tradisi Barat yaitu filosof pra Sokratik tidak

memberikan perhatian kep(lda cabang filsafat ini, sebab mereka memusatkan

perhatian, terutama kepada alam dan kemungkinan perubahannya sehingga

mereka kerap dijuluki filosof alam. Bam pada abad ke-5 SM seperti

Phitagoras (asal segala sesuatu adalah dati api), Protogorasnya (kebenaran

bersifat relatif), Georgias, serta para Atomis Yunani telah mengawaH

munculnya epistemologi, namun demikian Plato-lab yang dapat dikatakan

sebagai pencetus ke-epistemologi-an (the Real Originator of Epistemology)

karena ia telall menguraikan masalah-masalah mendasar mengenai

pengetahuan, apa itu pengetahuan, dimanakah pengetahuan dapat

diperoleh, sejauh mana bahwa sesuatu itu benar-benar pengetahuan, apakah

1 Beerling dkk, dalam buku beIjudul Pengantar FiJsafat Ilmu mendefinisikan filsafat ilmu

(51)

indera menghasilkan pengetahuan, dapatkah budi memberi pengetahuan,

apakah hubungan antara pengetahuan dengan keyakinan yang benar.?2

Aristoteles, mood Plato meneruskan ajaran gurunya, tapi dengan banyak

mengubah segi-segi mendasar. Teori pengetahuan Aristoteles dapat disebut

Realistik. Metode empiris yang telah dibukanya mendapat sambutan yang besar

pada zaman Renaisans dengan tokoh utamanya Francis Bacon (1561-1626)

dalam karyanya yang menonjol adalah the Advancement of Learning (1606)

dan Novum Organum (Organum Barn).3 Ide-ide Bacon tersebut menjadi

perintis Empirisme dan Positivisme.

Sementara Descartes (1596-1650) memberikan pandangan lain seputar

epistemologi, dalam Descourse of Methode, dimana Descartes yang dikenal

sebagai Bapak Rasionalis atau Bapak Filosof Modern membangun sistem

epistemologi atas kebenaran apriori dan rasio. Pandangan Descartes dengan

sistem epsitemologinya disanggah oleh kalangan Empirisme dengan tokohnya

John Locke. Dimana Locke lebih mementingkan pengetahuan inderawi

daripada pengetahuan lainnya, dalam pada itu Immanuel Kant (1724-1804)

membuat sintesa antara Rasionalisme dan Empirisme yang dikenal Kritisisme.

2 Paul Edward, (Ed) The Encyclopedia Of Philisophy, Vol III (London-New York: Mac

Milan Publishing Co, 1972 ) h. 9, Lihat pula Jerome R. Ravert, Filsafat llmu; Sejarah dan Ruang

Lingkup Bahasan,terj: Saut Pasaribu (Yogya: Pustaka Pelajar, 2004, Cet 1) h. 9-10

3 C.Verhak, Filasafat lImu Pengetahuan: Te/aah Kritis Atas Cara Kerja lImu-Ilmu,

(52)

Pemikiran epistemologi Post-Kantian di warnai oleh munculnya positivisme

Auguste Comte (1798-1857) dimana positivisme membatasi filsafat dan ilmu

pengetahuan ke bidang gejala-gejala saja.

Pada abad 20 epistemologi mengalami perkembangan yang ditandai dengan

munculnya pemikiran-pemikiran barn. Satu di antaranya muncul dari Lingkaran

Wina, suatu komunitas intelektual yang terdiri ataS smjana-satjana ilmu pasti

dan alam di Wina Austria. Pandangan yang dikemukakan Lingkaran Wina

disebut Neo Positivisme atau Positivisme Logis ataU Empirisme Logis. Dimana

menurut mereka filsafat hanya memiliki tugas tunggal yaitu memeriksa susunan

logis bahasa ilmiah. Maka kerangka pemikiran tersebut, epistemologi

dipandang semata-mata sebagai logika ilmu (The Logic of Science).

Epistemologi mengalarni perkembangan barn lagi dalam masa dua atau tiga

dasawarsa terakhir ini. Perkembangan itu ditandai dengan adanya perhatian

besar terhadap sejarah ilmu serta peranan yang dimainkan sejarah ilmu dalam

mendapatkan serta mengkonstruksikan wajah ilmu pengetahuan dan kegiatan

ilmiah yang sesungguhnya teIjadi. Perkembangan bam ini dinamakan

"pemberontakan terhadap positivisme". Tokoh-tokoh epistemologi ini antara

lain Thomas .S. Khun, Paul Feyerabend, N.R. Hanson, Robert Palter, Stephen

Toulmin dan Imre Lakatos.4.

(53)

Dengan demikian dapat terlihat bahwa pembahasan seputar permasalahan

epistemologi sudah ada pada abad ke-5 SM, akan tetapi epistemologi menjadi

sebuah kajian sebenarnya belum terlalu lama, yaitu sejak 3 abad lalu yang

berkembang di dunia Barat. Bahkan istilah epistemologi pertama kali

digunakan oleh J.F Ferrier dalam karya Institute of Metaphyisics, dimana ia

membagi filsafat menjadi dua; Metafisika dan Epistemologi.5

B. Epistemologi Barat

Dunia Barat (Eropa) mengaIami kebebasan berekspresi dalam segala hal

yang sangat besar dan hebat sehingga merubah cara berpikir mereka. Mereka

telah bebas dari trauma intelektual. Adalah Renaisans yang paling berjasa bagi

mereka dalam menutup abad kegelapan Eropa yang panjang dan membuka

lembaran sejarah mereka yang barn. Supremasi dan dominasi gereja atas ilmu

pengetahuan telah hancur sebagai akibat dari runtuhnya gereja yang

memandang dunia dengan pandangan yang apriori atas nama Tuhan dan agama.

Maka dari itu muncullah berbagai aliran pemikiran yang bergantian dan tidak

sedikit yang kontradiktif, namun secara garis besar aliran-aliran yang sempat

muncul, sebagaimana yang telah sedikit disinggung dalam sejarah singkat

epistemologi adalah ada dua aliran, yaitu aliran Rasionalis dan aHran Empiris.

5Dagobert D. Runes, Dictionary of Philosophy. ( New Jersey: Adam & Company, 1971 )

(54)

Descartes (1596-1650) sebagai Bapak Rasionalis Barat memberikan

pandangan tentang epistemologi sebagaimana yang dijelaskan dalam bukunya

Descourse ofMethodemenggambarkan metode idealnya, yaitu;

1. Tidak menerima sesuatu sebagai benar jika tidak memiliki idea yang jelas

dan terpilah

2. Menganalis masalah

3. Mulai dari pemikiran yang sederhana dan pasti ke masalah yang lebih besar

dan kompleks

4. Membuat perhitungan-perhitungan yang sempurna dan menyeluruh,

sehinggatalc satupun yang terabaikan dalam penelaahan.6

Metode ideal Descartes tersebut muncul karena persoalan dasar

dalam filsafat pengetahuan menurutnya bukan bagaimana kita dapat tahu ?

akan tetapi, mengapa kita dapat membuat kekeliruan?salah satu cara untuk

menentukan sesuatu yang pasti dan tidak dapat diragukan ialah dengan

melihat seberapa jauh hal itu bisa diragukan bila kita secara sistematis

mencoba meragukan sebanyak mungkin pengetahuan kita, akhimya kita

akan mencapai 'titik yang talc bisa diragukan sehingga pengetahuan yang

dapat dibangun di atas kepastian absolut.

Kaum rasionalis, selain alam tabiat atau alam; fisika, meyakini bahwa akal

merupakan sumber pengetahuan dan sekaligus juga sebagai alat pengetahuan.

(55)

Mereka menganggap akal-Iah yang sebenarnya menjadi alat pengetahuan.

Sedangkan indera hanya membantu saja, indera hanya merekam atau memotret

realita yang berkaitan dengannya, namun yang menyimpan dan mengolah

adalah akal. Karena kata mereka, indera saja tanpa akal tidak ada artinya.

Tetapi pengetahuan akal tanpa indera, hanya tidak sempurna, bukan tidak ada

artinya.

Pandangan kaum rasionalis tersebut di atas dibantah kaum Empiris,

khususnya John Locke, menurutnya pengetahuan yang sab dan benar hanya

lewat indera saja. Mereka menganggap bahwa otak manusia ketika lahir dalam

keadaan kosong dari segala bentuk pengetahuan, kemudian melalui indera

realita. Realita di luar tertanam dalam benak. Peranan akal hanya tiga, yaitu;

menyusun, memilah dan meng-generalisasi. Jadi yang paling berperan adalah

indera. Pengetahuan yang murni lewat akal tanpa indera tidak ada.

Konsekuensinya adalab realita yang bukan materi atau yang tidak dapat

bersentuhan dengan indera tidak dapat diketahui, sehingga pada gilirannya

mereka mengingkari hal-hal yang metafisik seperti Tuhan.

C. Epistemologi Dalam Islam

Titik sentral dalam epistemologi Islam adalah wawasan tentang yang Kudus

(Allah SWT). Hal ini juga yang membedakan cara berpikir Islami dari cara

Barat. Adalah keyakinan yang tidak tergoyahkan dan cam berpikir yang

(56)

tennasuk pengetahuan, berasal dari satu-satunya sumber yang tak lain 。、。ャセ

Allah. Oleh karena sumber pengetahuan adalah Yang Kudus, maka tujuan

pengetahuan itu tak lain adalah kesadaran mengenai yang kudus. Filosof

muslim seperti Ibn Miskawaih (932-1030) Imam al-Ghazali (1059-1111), Ibn

Khaldun ( 1332-1406), Syah Waliullah (1703-1763) dan Allama Muhamad

Iqbal, sependapat bahwa sumber semua pengetahuan adalah Allah. Secara

gamblang al-Qur'an menyatakan dalam bentuk sebuah cerita, bahwa pada awal

penciptaan, Allah mengajarkan kepada Adam nama-nama benda. Adam

sebenarnya simbol manusia, sedangkan nama-nama benda berarti unsur-unsur

pengetahuan, baik yang duniawi maupun bukan duniawi. Ketika Allah bertanya

kepada para malaikat mengenai nama benda-benda yang Adam sudah

mengetahuinya dan dapat mengatakannya, para malaikat mengakui tidak

mengetahuinya, karena seperti yang tepat mereka katakan, mereka hanya

mengetahui apa yang telah diajarkan Allah kepada mereka.7

Cukup menarik untuk dicatat bahwa keunggulan Adam atas para malaikat

itu disebabkan oleh pengetahuannya yang telah diajarkan Allah kepadanya dan

bukan karena kesalehannya, oleh karena sudah pasti dalam hal kesalehan, para

malaikat lebih unggul daripada Adam.

Wahyu pertama yang diterima Nabi dari Allah mengandung perintah

"Bacalah dengan nama Tuhan-mu". Perintah ini mewajibkan orang untuk

7 C.A Qadir, Philosophy and Science in the Islamic World, terj: Hasan Basari (Jakarta:

(57)

47

membaea, artinya pengetahuan hams dieari dan diperoleh demi Allah. Ini

berarti wawasan tentang yang Kudus, yang memberi dasar hakiki bagi

pengetahuan, hams menyertai dan memberi proses pendidikan pada setiap

Gambar

Gambaran singkat mengenai pemikiran dan gerakan kependidikan yang

Referensi

Dokumen terkait

Pemanis sintetik (buatan) merupakan bahan tambahan yang dapat menyebabkan rasa manis dalam makanan tetapi tidak memiliki nilai gizi (Yuliarti, 2005)... Pemanis sintetik

a) Melanggar Pasal 134 ayat (2) UU No.7 Thn 2017 terkait sumpah/janji sebagai Bawaslu Kabupaten/Kota dengan bertindak mengutamakan kepentingan bangsa dan negara

Dalam menentukan keberadaan tafsīr al-Qur’ān bi al-Qur’ān dalam Tafsīr al-Jalālain setidaknya terdapat dua metode yang digunakan oleh al- Maḥallī atau as-Suyūṭī: (1)

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan secara empiris faktor­faktor yang dapat mempengaruhi konservatisme akuntansi dengan menguji hubungan kompensasi manajemen,

Sehubungan dengan telah dilakukannya evaluasi administrasi, teknis dan kewajaran harga serta formulir isian Dokumen Kualifikasi untuk penawaran paket pekerjaan tersebut diatas,

[r]

4). Sebutkan 3 nama lensa pada teropong bumi. Sebutkan sifat-sifat bayangan pada teropong Bumi. Tuliskan rumus perbesaran teropong bumi dengan pengamatan tanpa akomodasi.

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di SMA Negeri 1 Cisarua mengenai pendidikan karakter dalam proses pembelajaran serta proses asesmen karakter peduli lingkungan