• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh gaya kepemimpinan kyai terhadap sikap kemandirian santri (study kasus di pon-pes alamiin parung panjang-bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh gaya kepemimpinan kyai terhadap sikap kemandirian santri (study kasus di pon-pes alamiin parung panjang-bogor"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

Disusun Oleh :

Deden Mukhlis (109011000027)

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

lv

(7)

Dengan memanjatkan puji syukur.lehadirat Allah SWT, yang telah memberi rahmat

dan karunia-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serLa salam semoga tetap terlantun bagi nabi Muhammad SAW beserta keluarganya, sahabatnya dan pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.

Penulis menyadari sepenuhnya akan kekurangan-kekurangan dalam penyusunan

skripsi ini, dikarenakan oleh keterbatasan pengetahuan yang dimiliki. Dalam kesehpatan ini

b

penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu dan memberikan

dukungannya dalam menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis sampaikan kepada :

l.

Prof.

Dr.

Ahmad

Thib

Raya,

MA,

Dekan Fakultas

Iimu Tarbiyah dan

Keguruan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah J*arta.

Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag, dan Marhamah Saleh, Lc. MA, Ketua Jurusan dan Sekertaris Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Abdul Ghofur, IvIA, dosen pembimbing dalam penulisan skripsi

ini

yang telah banyak

meluangkan waktu, fikiran, tenaga, saral

{an kritik

kepada penulis hingga dengan

ketulusan dan keikhlasannya penulis dapatmenyelesaikan skripsi ini;

Pimpinan dan karyawan Perpustakaan Utama dan Tarbiyah

UIN Syarif

Hidayatullah

Jakarta, yang memberikan fasilitas kenyamanan kepada penulis dalam mencari

sumber-sumber yang dibutuhkan;

Segenap Dosen Fakultar Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

yang telah memberikan ilmunya selama penulis mengikuti perkuliahan, semoga ilmu

yang diberikan kepada penulis bermanfaat.

K.H

Hasan

Djalil.

Pimpinan Pon-Pes AI-Amiin parungpaqiang,

K.

Abdul Hamid

Pengasuh Pon-Pes

Al-Amiin

Parungparfang

dan

pengurus pon-pes al-Amiin

Parungpanjang Bogor yang telatr memberikan kesempatan kepada penulis untuk

melakukan penelitian

di

Pon-pes al-Amiin Parungpanjang Bogor, berkat bantuan dan

kerja sama mereka akhirnya skripsi'ini selesai dengan baik, semoga Allah merahmati mereka semua;

2.

3.

4.

5.

(8)

V.

Ayahanda t'I. Muhemin, S.Pd.i dan Holisoh tercinta yang tulus ikhlas dan mencurahkan Perhatiannya untuk mendidik dan membesarkan penulis dengan penqh kasih sayang, serta

memberikan do'a dan motivasi baik moril maupun materil untuk kelancaran dalam.

penulisan skripsi ini;

8.

Kakak-kakak dan Adik-adik tersayang yang selalu memberikan do'a, kebahagraan dan

semangat kepada penulis untuk mdnyelesaikan skripsi

ini

dengan penuh rasa kasih sayang;

9.

Teman-ternan Jurusan Pendidikan Agama Islam Angkatan 2009 khususnya kelas A yang

telah berbagi suka maupun duka pada masa-masa saat kuliah, dan Rekan-rekan ldahasiswa UIN Syahid Jakarta jurusan Pendidikan Agama Islam

(pAI).

'

,

10. Serta keluar$ besar MA Ta'dibul Ummah dan MTs al-Mal<rnur yang selama ini sudah

memberikan motivasi serta fasilitas yang penulis perlukan selama proses penulisan

skripsi.

Serta semua.pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Mudah-mudahan

semua bimbingan, bantuan dan dukungan yang diberikan kepada penulis mendapatkan

balasan dari Allah SWT. Amin...

Akhir kata penulis, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Jakarta, 01 Desember 2014

Penulis.

(9)

"a

I

-' j'

(10)

B.

Hasil Penelitian yang

Relevan

...2s

C. Kerangka

Berfikir...

...25

D. Hipotesis

Penelitian

...:...27

BAB

III

METODOLOGI PENELITIAN

A.

Tempat dan Waldu

Penelitian...:...

...2g

B.

Metode

Penelitian.. ;

...:... ...29

C. Populasi dan

Sampe1...

...30

D. Teknik Pengumpulan

Data...

...30

E.

InstrumenPenelitian...

...31

F.

Teknis Analisis

Data...

...:...

...34

G. Hipotesis

Statistik..

...38

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAIIASAN

A.

Deskripsi

Data...

...:...

...40

1.

Deskripsi Data Gaya Kepemimpinan Kyai (Variabel X) ...40

2.

Deskripsi Data Sikap Kemandirian Santri (Variabel y)...42

B.

Pengujian

Hipotesis...

...44

C. Perubahasan Hasil

Penelitian

...54

D. Ketebatasan

Penelitian...

...55

BAB V PENUTUP

G. Kesimpulan

...57

H.

Saran...

...59

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAI\4PIRAN

LEMBAR UII BEFERENSI

I I

P

t

-,#

i

(11)

DAFTARTABEL

Tabel I Kisi-kisi Angket Penelitian Variabel

x...

.,""""""J2

Tabel 3 InteqpretasiNilai Koefisien{orelasi Y'Pro&rct Momeut ...r...,;..37

Tabel 4Datatentang gaya kepemiirpinan kyai (Variabel X)

..""""""""""""""44

Tabel 5 Data tentaag sikap Kemandirian santri (variabel Y):...:..:.46

Tabel 6 Korelasi variabel X dan Y...

.1.'

t

[image:11.612.38.599.17.817.2]
(12)

:.,

Lanpiran

I

Lampiran 2

Lempiran 3

Lampiran 4

Lampiran 5

Lampiran 6

Lampiran 7

Lampiran 8

Lampirau 9

Lampiran 1O

DAFTAR LAMPIRAN

Angket Variabel X

Angket Variabel Y

Distribusi &ekuensi Vartabel X

-:-_-_

-

;.

Distribusi bbservasidan Ekspektasi Variabel X

Distribusi Frekuensl Varlabel Y

Dtstribusi Observasldan Ekspelrtaei Veriabet Y

Surat Bimbingan Skripei

Surat Keterangan Penelitian

Daftar Riwayat

Hidup

.'

Uji Referensi

,i ''

:-:

::,

t

I l i I I I I I I l:

[,

I ti ! 7, tl, [,,

tt

L,i

I .,:.

(13)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang telah banyak berjasa dalam sejarah perkembangan islam di Indonesia. Pesantren bisa disebut sebagai bapak pendidikan di Indonesia.

Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang mempunyai sejarah panjang dan unik. Secara historis, pesantren termasuk pendidikan Islam yang paling awal dan masih bertahan sampai sekarang. Berbeda dengan lembaga-lembaga pendidikan yang muncul kemudian, pesantren telah banyak berjasa mencetak kader-kader ulama; dan kemudian berperan aktif dalam penyebaran agama Islam dan transfer ilmu pengetahuan.1

Menurut Atiqullah. “Paling tidak, ada lima unsur ekologi sehingga suatu sistem sosial pendidikan (layak) dikatakan pondok pesantren yaitu; kiyai, masjid, asrama, santri dan kitab kuning. Ini merupakan karakteristik fisikal yang membedakan dengan lembaga sosial pendidikan di luar pondok pesantren.”2

1

Abudin Nata, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT Grasindo, 2001) h. 100-101

2

(14)

2

Yang membuat lembaga tradisional ini eksis selama berabad-abad bukan terletak dari kekuatan finansial, tetapi pada watak kemandirian yang selama ini menjadi bagian integral dari kehidupan pesantren.3

Dari sudut pengelolaan pendidikan, watak kemandirian pesantren dapat dilihat dari sistem, struktur, maupun pandangan hidup yang ditimbulkannya dalam diri santri. Dari sistem pendidikannya pesantren nampak mandiri, dimana seorang kiyai menerapkan model pengajaran sorogan (setiap santri duduk dihadapan kiyai dan terjadi interaksi diantara keduanya) dan weton (para santri mengikuti pelajaran dengan duduk di sekeliling kiyai yang menerangkan pelajaran) kepada santri. Dengan menggunakan model pengajaran sorogan seorang santri secara individual dapat menentukan bidang ilmu apa yang dikaji di hadapan kiyai, sedangkan dengan model weton seorang kiyai dapat langsung mengajarkan bidang ilmu yang menjadi kekuatan pesantren, karena dengan sistem pendidikan seperti inipesantren besifat mandiri dan fleksibel dalam penentuan kurikulum. Bersifat mandiri dalam pengertian bahwa pesantren tidak memiliki ketergantungan pada pihak lain dalam menentukan kurikulum seperti apa yang dipelajari santri. Sedangkan bersifat luwes dalam pengertian bahwa kurikulum pesantren tidak mengenal batasan waktu dan jenis pelajaran.Santri yang baru saja memasuki, bisa saja mengambil pelajaran yang lebih tinggi manakala dianggap telah mampu.

Dalam model weton biasanya Kiyai membacakan kitab kuning beserta dengan artinya yang berbahasa Jawa yang bisa disebut dengan Terjemahan Jenggotan (selanjutnya disingkat TJ) merupakan salah satu penerjemahan dalam lembaga pesantren tradisional.TJ adalah murni karangan ulama Jawa yang dikembangkan berdasarkan kekhasan kitab kuning. Hasil terjemahannya ditulis di

3

(15)

bawah setiap kata Arab yang diterjemahkan dengan huruf Arab pego atau pegon

atau mirip dengan tulisan arab melayu.4

Pengelolaan pendidikan pesantren dilakukan secara mandiri dan penuh keikhlasan para ulama dan masyarakat pendukungnya, maka dikalangan santripun tumbuh pula jiwa kemandirian, keikhlasan dan kesederhanaan.Jiwa dan sikap tersebut memang selalu ditumbuhkan dan selalu tampak dalam kehidupan sehari-hari santri, baik di pesantren maupun di luar pesantren.

Dewasa ini, pesantren bukan hanya berfungsi sebagai wadah pendidikan agama bagi masyarakat, tetapi pesantren-pesantren yang ada sekarang juga menerapkan sistem usaha mandiri bagi para santrinya, hal ini diwujudkan dengan dibentuknya koperasi, tempat kerajinan tangan ataupun bentuk-bentuk usaha lain sebagai wujud nyata pesantren dalam usaha mencetak santri-santri yang mandiri.

Pondok Pesantren Al-Amiin Parungpanjang – Bogor adalah lembaga pendidikan pesantren yang menekankan upaya pendidikan kemandirian bagi santrinya. Menanamkan sikap mandiri menjadi salah satu prioritas utama selain mengajarkan pendidikan agama, karena dengan ditanamkannya sikap mandiri sejak dini sangat berpengaruh terhadap kematangan santri yang pada saatnya nanti akan terjun di masyarakat dengan ilmu yang telah dimilikinya. Contoh kecil penanaman sikap mandiri di Pondok Pesantren Al-Amiin diantaranya adalah, santri dilatih untuk mandiri dengan cara membuat peternakan ikan, pihak pesantren (kiyai) memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada santri untuk mengelola petrnakan ikan tersebut. Merawat, dan mengembang-biakan peternakan tersebut hingga menjadi lebih berkembang.Hal ini merupakan salah satu realisasi dari usaha pihak pesantren untuk mencetak santri yang berwawasan Islami dan mandiri. Sehingga santri tidak hanya mampu dalam masalah agama dengan berbagai pemikiran-pemikirannya, tetapi juga diharapkan dapat memiliki keterampilan lain agar bisa berperan lebih banyak dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat.

4

(16)

4

Para santri Al-amiin yang baru masuk yang memilih pendidikan di pondok pesantren sangat dipengaruhi oleh lingkungan keluarganya. Dalam konteks pondok pesantren, kenyataan ini sangat penting kalau ingin tahu siapa yang memilih pendidikan pesantren daripada pendidikan sekolah umum. Misalnya, apabila seorang santri berasal dari keluarga yang kaya dan sudah terbiasa dengan kehidupan yang mewah dan nyaman, mungkin santri tersebut akan kurang mandiri di pondok pesantren yang mementingkan kesederhanaan. Seperti contohnya santri yang tidak bisa mengurusi keperluannya sendiri seperti, mencuci baju sendiri, memberishkan kamar dan lingkungan asrama, dan lain-lain. Akan tetapi seiring dengan berjalannya waktu santri baru yang kurang mandiri akan terbiasa dengan kesederhanaan yang ada di pondok pesantren Al-amiin, yang akhirnya bisa mandiri.

Kiyai, dalam komunitasnya merupakan unsur yang menempati posisi sentral; sebagai pemilik, pengelola, pengajar kitab kuning, dan sekaligus sebagai pemimpin (imam) dalam setiap ritual sosial keagamaan dan pendidikan.5

Kepemimpinan kiyai pada pondok pesantren bisa dikatakan sebagai titik sentral.Kiyai mempunyai kekuasaan penuh dalam mengorganisir setiap kegiatan yang ada di pesantren, baik itu secara langsung maupun tidak langsung.

Maju atau tidaknya suatu pondok pesantren terletak pada kepemimpinan kiyai dalam me-manage segala kegiatan yang ada di pesantren. Dewasa ini banyak fakta membuktikan bahwa faktor utama yang membuat pesantren bisa berkembang dan menemukan bentuknya yang lebih mapan karena adanya seorang kiyai sebagai orang yang memimpin pesantren.

Para pemimpin harus mampu mengantisipasi perubahan yang terjadi secara tiba-tiba, dapat mengoreksi kelemahan-kelemahan, dan sanggup membawa organisasi kepada sasaran dalam jangka waktu yang telah ditetapkan, jadi bisa dikatakan bahwa kepemimpinan merupakan kunci kesuksesan sebuah organisasi.6

5

Atiqullah, Op.Cit 6

(17)

Menurut Arifin, kepemimpinan seseorang benar-benar diperlukan dalam segala usaha, sekurang-kurangnya dalam ketujuh lapangan hidup manusia yang meliputi:

1. Lapangan hidup ekonomi

2. Lapangan hidup sosial (kemasyarakatan) 3. Lapangan hidup seni budaya

4. Lapangan hidup pengetahuan 5. Lapangan hidup keluarga 6. Lapangan hidup keagamaan 7. Lapangan hidup keolahragaan7

Setiap orang memiliki masing-masing lapangan hidup tersebut, mempunyai tujuan hidup sesuai dengan lapangannya.Wataknyapun ditentukan oleh masing-masing lapangan hidup yang dipilihnya. Dengan demikian, maka bilamana seorang pemimpin ingin menerapkan kepemimpinannya di dalam masyarakat ia perlu menyelami dan memahami tipe dan watak mereka yang secara psikologis mempengaruhi tujuan hidupnya. Dengan memahami watak dan tujuan hidupnya tersebut, seseorang baru dapat menerapkan kepemimpinannya yang efektif. Untuk memahaminya ia perlu melakukan studi masyarakat yang akan dipimpinnya terlebih dahulu dan studi demikian biasanya memakan waktu yang cukup lama. Hal ini dapat dicontohkan dalam usaha penjajahan Belanda terdahulu sebelum dapat menguasai bangsa Indonesia, mereka terlebih dahulu mempelajari watak watak dan tujuan hidup bangsa kita dalam waktu yang lama.8

Kiyai sebagai pemimpin, pemilik, dan guru yang utama dan secara tidak berlebihan kiyai adalah raja dalam pesantren.Lebih jauh pengaruh seorang kiyai bukan hanya terbatas dalam pesantrennya, juga memiliki pengaruh terhadap lingkungan masyarakatnya bahkan ke seluruh penjuru nusantara.9

Pondok pesantren Al-Amin Parungpanjang – Bogor, adalah salah satu lembaga pendidikan Islam yang terletak di daerah perbatasan antara Kabupaten Bogor dan Kabupaten Tangerang.Santri-santri yang mukim disanapun secara umum berasal dari kedua kabupaten tersebut. Dengan sendirinya masing-masing santri memiliki latar sosial kultur yang berbeda. Perbedaan kultur yang mereka bawa secara otomatis melahirkan persepsi yang berbeda pula dalam penilaian mereka terhadap suatu obyek.

7

Arifin, Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004) h. 85

8

Ibid, h. 85-86

9

(18)

6

Sebagai contoh sederhana, dalam kultur masyarakat Kabupaten Bogor,biasanya seseorang menggunakan ibu jariketika menunjukkan sesuatu kepada orang lain, hal ini tidak ditemukan dalam kultur masyarakat lainnya.Begitu juga perbedaan dialek pada masing-masing masyarakat yang berbeda satu sama lain. Hal ini tentu saja tidak dapat dihindari dalam suatu komunitas yang disebut pondok pesantren, dimana setiap santrinya datang dari berbagai daerah yang memiliki kultur berbeda.

Dari paparan di atas, penulis tertarik untuk mengangkat sebuah skripsi dengan judul: Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kiyai Terhadap Sikap

Kemandirian Santri (Studi Kasus di Ponpes Al-Amin Parungpanjang-Bogor).

B. Identifikasi Masalah

Dari uraian yang telah penulis paparkan sebelumnya, ada beberapa masalah yang dapat penulis identifikasi, antara lain adalah:

1. Sikap kemandirian santritidak terbiasa dengan lingkungan pesantren yang sederhana, sehingga santri tersebut kurang mandiri

2. Lingkungan tempat tinggal santri yang kotor dan jarang dibersihkan. 3. Kegiatan belajar mengajar di pesantren cenderung bebas bahkan tidak

terkontrol.

(19)

C. Pembatasan Masalah

Dari beberapa masalah yang teridentifikasi di atas, karena keterbatasan peneliti dalam waktu, tenaga, dan biaya, serta untuk menjaga agar penelitian lebih fokus, maka diperlukan pembatasan masalah.Dengan pertimbangan tersebut, maka penelitian ini dibatasi pada upaya mengungkap informasi mengenai Pengaruh Persepsi Santri tentang Gaya Kepemimpinan Kyai Terhadap Sikap Kemandirian Santri di Ponpes Al-Amin Parungpanjang – Bogor.

Secara spesifik, masalah dalam skripsi ini dibatasi pada:

1. Gaya kepemimpinan kiyai,adalah Cara atau teknik seorang kyai dalam menjalankan suatu ke-pemimpinan disebut tipe atau gaya kepemimpinan.Adapun gaya-gaya kepemimpinan tersebut diantrnya otokrtis, militeristis, peternalistis, karismatik dan demokratis.

2. Sikap kemandirian santri,adalah sikap yang memungkinkan seorang santri untuk bertindak bebas, melakukan sesuatu atas dorongan sendiri dan untuk kebutuhannya sendiri tanpa bantuan dari orang lain, maupun berpikir dan bertindak original/kreatif, dan penuh inisiatif, mampu mempengaruhi lingkungan, mempunyai rasa percaya diri dan memperoleh kepuasan dari usahanya.

D. Perumusan Masalah

Dari masalah yang sudah dibatasi di atas, kemudian penulis mencoba membuat rumusan permasalahan tersebut sebagai berikut:

1. Bagaimana gaya kepemimpinan kiyai di Pondok Pesantren Al – Amin Parungpanjang – Bogor?

2. Bagaimana kemandirian santri Pondok Pesantren Al – Amin Parungpanjang – Bogor?

(20)

8

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang penulis angkat dalam skripsi ini, maka yang menjadi tujuan dalam penilitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana sikap kemandirian santri Pondok Pesantren Al – Amin Parungpanjang – Bogor.

2. Untuk mengetahui bagaimana gaya kepemimpinan kiyai di Pondok Pesantren Al – Amin Parungpanjang – Bogor.

3. Untuk megungkapkan sejauhmana pengaruh gaya kepemimpinan kiyai terhadap sikap kemandirian santri di Pondok Pesantren Al – Amin Parungpanjang – Bogor.

F. Kegunaan Penelitian

Adapun yang menjadi kegunaan dalam skripsi ini adalah:

1. Bagi civitas akademik, dapat memberikan tambahan khazanah pemikiran baru yang berkaitan dengan karya ilmiah yang berrupa skripsi.

2. Bagi santri, agar menjadi motivasi atau pendorong untuk terus meningkatkan semangat belajar, baik dalam bidang agama maupun dalam lainnya.

3. Bagi managemen Pondok Pesantren Al – Amin, semoga penelitian berguna untuk pengembangan pesantren ke depan, khususnya dalam bidang kepemimpinan.

4. Bagi pemerintah khususnya Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan, semoga dapat menjadi bahan pertimbangan untuk mengembangkan lembaga-lembaga pendidikan Islam, untuk dapat bersaing dengan lembaga-lembaga pendidikan lainnya, baik dalam bidang kurikulum maupun bidang lainnya.

5. Secara praktis, dapat bermanfaat bagi masyarakat secara umum sehingga mampu lebih menumbuhkan kepedulian terhadap lembaga seperti pondok pesantren.

(21)
(22)

10

BAB II

KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teoritik

1. Pondok Pesantren

Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam mengalami perkembangan bentuk sesuai dengan perubahan zaman, terutama sekali adanya dampak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perubahan pesantren bukan berarti sebagai pondok pesantren yang telah hilang kekhasannya.Dalam hal ini pondok pesantren tetap merupakan lembaga pendidikan Islam yang tumbuh dan berkembang dari masyarakat untuk masyarakat. Dan biasanya pesantren ditempati oleh santri dari luar daerah. Sebagaiman nabi bersabda dalam hadisnya:

سم لك ى ع ةضيرف علا ط نإف ، نيصل ب ولو علا اوب طا

Artinya: “Carilah Ilmu walau sampai ke Negeri Cina karena sesungguhnya mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim.”

Maka wajar jika Pesantren ditempati oleh santri dari luar daerah bahkan dari luar negri.

(23)

a. Pondok Pesantren Tradisional (Salaf)

Yaitu pondok pesantren yang menyelenggarakan pelajaran gengan pendekatan tradisional.Pembelajarannya ilmu-ilmu agama Islam dilakukan secara individual atau kelompok dengan kosentrasi dengan kitab-kitab klasik berbahasa Arab.Penjajakan tidak didasarkan pada satu waktu, tetapi berdasarkan kitab yang dipelajari.

b. Pondok Pesantren Modern(Kholaf)

Yaitu pondok pesantren yang menyelenggarakan keiatan pendidikan dengan pendekatan modern melalui suatu pendidikan formal, baik madrasah ataupun sekolah, tetapi dengan klasikal.

c. Pondok Pesantren Komprehensif

Yaitu pondok pesantren yang sistem pendidikan dan pengajarannya gabungan antara yang tradisioanal dan yang modern.Artinya didalamnya ditetapkan pendidikan dan pengajarannya kitab kuning dengan metode sorogan, bandongan, wetonan, namun secara regular sistem persekolahan terus di kembangkan. 1

2. Kyai

Menurut Haedar Ruslan, mengemukakan:

Kyai berasal dari Bahasa Jawa Kuno „Kiya-Kiya‟ yang artinya orang yang dihormati. Sedangkan dalam pemakaiannya dipergunakan untuk; pertama, pada benda atau hewan yang dikeramatkan seperti Kyai Plered (tombak), Kyai Rebo dan Kyai Wage (Gajah di kebun binatang Gembira Loka Yokyakarta). Kedua, pada orang tua pada umumnya, ketiga, pada orang yang memiliki keahlian dalam Agama Islam yang mengajar santri di Pesantren.2

Gelar kiai tidak diusahakan melalui jalur formal sebagai sarjana misalnya, melainkan datang dari masyarakat yang secara tulus yang memberikannya tanpa intervensi pengaruh pihak luar. Pemberian gelar akibat kelebihan-kelebihan ilmu dan amal yang tidak dimiliki lazimnya orang, dan kebanyakan didikung komunitas pesantren yang dipimpinnya.3

Lain halnya dengan sebutan kiyai, yang bukan istilah baku dari agama Islam. Panggilan kiyai bersifat sangat lokal, mungkin hanya di pulau Jawa bahkan hanya Jawa Tengah dan Timur saja. Di Jawa Barat orang

1

M.BahriGhozali, Pesantren Berwawasan Lingkungan (Jakarta:Prasasti, 2002) h. 46 2

HAEDAR RUSLAN, Dinamika Kepemimpinan Kyai di Pesantren (Bandung; Pondok Pesantren Darul Ma‟arif) h. 24

3

(24)

12

menggunakan istilah Ajengan. Biasanya istilah kiyai juga disematkan kepada orang yang dituakan, bukan hanya dalam masalah agama, tetapi juga dalam masalah lainnya.

3. Santri

Kata “santri” berasal dari kata sastri, sebuah kata dari bahasa Sansekerta yang artinya “melek huruf” alias bisa membaca. Pendapat ketiga mengatakan bahwa perkataan santri sesungguhnya berasal dari bahasa jawa, dari kata cantrik, yang berarti “seseorang yang selalu mengikuti gurunya kemanapun gurunya pergi/menetap”.4

Dari bepengertian di atas, penulis menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan santri adalah orang yang sedang mendalami ilmu agama Islam, dan bermukim di tempat yang didalamnya terdapat seorang guru atau kiyai, yang kemudian tempat tersebut dinamakan pesantren.

4. Kepemimpinan

a. Definisi Kepemimpinan

Dalam Bahasa Inggris, pemimpin disebut leader, akar katanya to lead. Dalam kata itu terulang beberapa arti yang saling berhubungan erat yakni bergerak lebih awal, berjalan di depan, mengambil langkah pertama, berbuat paling dulu, memelopori, mengarahkan pemikiran, pendapat, dan tindakan orang lain.5

Ordway tead yang dikutip oleh Ig Wursano dalam buku Dasar-dasar Ilmu organisasi memberikan perumusan sebagai berikut:

Leadership is the activity influencing people to cooperate

toward some goal wich they come to find desirable”. Kepemimpinan adalah suatu kegiatan mempengaruhi orang lain bekerjasama guna mencapai tujuan tertentu yang diinginkan. Kita juga dapat memberikan suatu perumusan yang cukup sederhana, bahwa kepemimpinan adalah

4

Nurcholish Madjid, Bilik-bilik Pesantren, Sebuah Potret Perjalanan, (Jakarta: Paramadina Mastuhu, 99), h. 19-20

5

(25)

mempengaruhi orang lain dalam suatu situasi tertentu guna mencapai tujuan tertentu.6

Menurut Soepardi dalam buku Choir abu mengemukakan:

Dalam kepemimpinan didefinisikan sebagai kemampuan untuk menggerakkan, mempengaruhi, memotivasi, mengajak, mengarahkan, menasehati, membimbing, menyuruh, memerintah, melarang, dan bahkan menghukum (kalau perlu), serta membina dengan maksud agar manusia sebagai media mnajemen mau bekerja dalam rangka mencapai tujuan administrasi secara efektif dan efisien.7

Kepemimpinan merupakan aktivitas atau kegiatan, suatu hal yang bersifat dinamis, yang dilakukan oleh seorang pemimpin atau leader. Apabila kepmimpinan menyangkut aktifitasnya (aktivitas mempengaruhi), maka pemimpin berhubungan dengan person atau orangnya; orang yang memimpin atau orang yang menjalankan kepemimpinan.8

Pemimpin atau leader adalah orang yang memimpin atau seorang yang mempergunakan wewenang dan mengarahkan bawahannya untuk mengerjakan sebagian pekerjaan dalam mencapai tujuan organisasi. Beberapa pengertian tentang pemimpin diantaranya:

1) Pemimpin adalah seorang yang dapat mempersatukan orang-orang dalam mengerjakan suatu tujuan.

2) Pemimpin adalah orang yang dapat menggerakkan orang-orang yang ada disekelilingnya untuk mengikuti jejak pemimpin itu.

3) Pemimpin yang terbaik adalah orang yang dapat membantu mengembangkan orang lain.

Kepemimpinan adalah kata benda dari pemimpin. Kepemimpinan mempunyai beberapa pengertian, diantaranya:

6

Ig. Wursano, Dasar-dasar Ilmu Organisasi, (Yogyakarta: Andi, 2003), h. 196. 7

Choir Abu, Telaah Konsep Kepemimpinan Islam dalam Majemen Pendidikan Islam, (STAIN Surakarta, Jurnal At-Tarbawi vol. 1, 2004), h. 15

8

(26)

14

1) Cara seseorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahannya agar mau bekerjasama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi.

2) Seni untuk mempengaruhi tingkah laku manusia, kemampuan untuk membimbing orang-orang yang ada disekelilingnya.

3) Seni untuk mengkoordinasikan dan memberi motivasi kepada individu dan kelompok guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.9

b. Gaya Kepemimpinan

Cara atau teknik seseorang dalam menjalankan suatu ke-pemimpinan disebut tipe atau gaya kepemimpinan. Adapun gaya-gaya kepemimpinan yang pokok, atau juga dapat disebut ekstrim, ada tiga, yaitu (1) otokratis, (2) laissez faire, dan (3) demokratis. Bagaimana ciri-ciri atau sifat-sifat ketiga gaya atau tipe kepemimpinan tersebut dapat diikuti dalam uraian berikut.

1) Kepemimpinan otokratis

Dalam kepemimpinan otokratis pemimpin bertindak sebagai diktator terhadap anggota-anggota kelompoknya.Baginya, pemimpin adalah menggerakkan dan memaksa kelompok.Kekuasaan pemimpin yang otokratis hanya dibatasi oleh undang-undang. Penafsirannya sebagai pemimpin tidak lain adalah ,enunjukkan dan memberi perintah. Kewajiban bawahan dan angota-anggotanya hanyalah mengikuti dan menjalankan, tidak boleh membantah dan mengajukan saran.Kekuasaan yang berlebihan ini dapat menimbulkan sikap menyerah tanpa kritik, sikap “asal bapak senang”, atau sikap semuhun

dawuh terhadap pemimpin, dan kecenderungan untuk mengabaikan

perintah dan tugas jika tidak ada pengawasan langsung.Dominasi yang berlebihan mudah menghidupkan oposisi terhadap kepemimpinan, atau menimbulkan sikap apatis, atau sifat-sifat agresif pada anggota-anggota kelompok terhadap pemimpinnya.

2) Kepemimpinan yang laissez faire

9

(27)

Dalam kepemimpinan ini sebenarnya pemimpin tidak memberikan pimpinan.Tipe ini diartikan sebagai memberikan orang-orang berbuat sekehendaknya. Pemimpin yang termasuk tipe ini sama sekali tidak memberikan kontrol dan koreksi terhadap pekerjaan anggota-anggotanya. Pembagian tugas dan kerjasama diserahkan kepada anggota-anggota kelompok, tanpa petunjuk atau saran-saran dari pemimpin.Kekuasaan dan tanggung jawab bersimpang siur, berserakan diantara anggota-anggota kelompok, tidak merata.Dengan demikian mudah terjadi kekacauan dan bentrokan-bentrokan. Tingkat keberhasilan organisasi atau lembaga yang dipimpin dengan

gayalaissez faire semata-mata disebabkan karena kesadaran dan

dedikasi beberapa anggota kelompok, dan bukan karena pengaruh dari pemimpinnya.

3) Kepemimpinan yang demokratis

Pemimpin yang bertipe demokratis menafsirkan kepemimpinannya bukan sebagai diktator, melainkan sebagai pemimpin di tengah-tengah anggota kelompoknya. Hubungan dengan anggota-anggota kelompok bukan sebagai majikan terhadap buruhnya, melainkan sebagai saudara tua diantara teman-teman sekerjanya, atau sebagai kakak terhadap saudara-saudaranya.Pemimpin yang demokratis selalu berusaha menstimulasi anggota-anggotanya agar bekerja kooperatif untuk mencapai tujuan bersama. Dalm tindakan dan usaha-usahanya, ia selalu berpanggkalpada kepentingan dan kebutuhan kelompoknya, dan mempertimbangkan kesanggupan serta kemampuan kelompoknya.10

Perlu kiranya dikemkakan disini bahwa, diantara ketiga tipe atau gaya kepemimpinan tersebut diatas , terdapat bermacam-macam variasi yang terbentuk dari campuran ketiganya.

10

(28)

16

Tidak ada seorang pemimpin dimanapun dalam jenis jabatan kepemimpinan apapun yang hanya mengikuti salah satu tipe dari tiga tipe kepemimpinan tersebut. Adapun berbagai variasi gaya kepemimpinan yang dimaksud adalah terbagi menjadi lima gaya kepemimpinan beserta ciri-ciri atau sifatnya, masing-masing sebagai berikut:

1) Otokratis

Seorang pemimpin yang otokratis memiliki ciri:

a) Menganggap organisasi yang dipimpinnya sebagai milik pribadi

b) Mengidentifikasikan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi c) Menganggap bawahan sebagai alat semata-mata

d) Tidak mau menerima pendapat, saran dan kritik dari anggotanya

e) Terlalu bergantung pada kekuasaan formalnya, dan

f) Caranya menggerakkan bawahan dengan pendekatan paksaan dan bersifat mencari kesalahan/menghukum.

2) Militeristis

Seorang pemimpian yang militeristis memiliki sifat: a) Dalam menggerakkan bawahan sering menggunakan perintah b) Dalam menggerakkan bawahan senang bergantung pada

pangkat atau jabatannya

c) Senang kepada formalitas yang berlebihan

d) Menuntu disiplin yang tinggi dan kaku pada bawahan e) Sukar menerima kritikan atau saran dari bawahannya, dan f) Menggemari upaca-upacara untuk berbagai keadaan. 3) Peternalistis

Seorang pemimpin yang peternalistis:

(29)

c) Jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengambil keputusan

d) Hampir tidak pernah memberi kesempatan kepada bawahan untuk berinisiatif sendiri

e) Jarang memberi kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan kreasi dan fantasinya, dan

f) Sering bersikap maha tahu. 4) Karismatis

Ciri-ciri pemimpin karismatis adalah:

a) Mempunyai daya penarik sangat besar, karena itu umumnya mempunyai pengikut yang besar jumlahnya.

b) Pengikutnya tidak dapat menjelaskan mengapa mereka tertarik mengikuti dan mentaati pemimpin itu.

c) Dialah seolah-olah yang memiliki kekuatan gaib (supranatural power).

d) Karisma yang dimilikinya tidak bergantung pada umur, kekayaan, kesehatan ataupun ketampanan si pemimpin.

5) Demokratis

Pemimpin yang demokratis bersifat:

a) Dalam menggerakkan bawahan tertitik tolak dari pendapatan bahwa manusia itu adalah makhluk termulia di dunia

b) Selalu berusaha untuk menyingkronkan kepentingan dan tujuan organisasi dengan kepentingan dari tujuan pribadi bawahan

c) Senang menerima saran, penapat, dan kritik bawahan d) Mengutamakan kerja sama dalam mencapai tujuan

e) Memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada bawahan, dan membeimbingnya

(30)

18

g) Selalu mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin.Tipe demokratis dianggap paling ideal, dan dianggap paling baik terutama untuk kepemimpinan dalam pendidikan11

c. Fungsi Kepemimpinan

Kepemimpinan merupakan unsur fungsional utama dalam manajemen.Karena tujuan manajemen adalah mengelola dan menggerakkan, mengorganisir dan mengambil keputusan atas sumberdaya agar menjadi potensial.Oleh karena itu diperlukan sistem kepemimpinan, yang sistem tersebut mampu mempengaruhi, mendorong, membimbing, mengarahkan, dan menggerakkan seluruh sumberdaya yang ada untuk berbuat/berperan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, secara efektif dan paripurna.12

Menurut Kartni Kartono mengemukakan:

fungsi kepemimpinan ialah: memadu, menuntuntun, membimbing, membangun, memberi atau membangun motivasi-motivasi kerja, mengemudikan organisasi, menjalin jaringan-jaringan kominikasi dengan baik; memberikan suvervise/pengawasan yang efesien, dan membawa para pengikutnya kepada sasaran yang ingin dituju, sesuai dengan waktu dan perencanaan.13

d. Kepemimpinan Kyai

Menurut konsep islam, dalam arti hadis yang berbunyi semua orang adalah pemimpin, karena itu, setiap orang harus mempertanggungjawabkan perbuatannya kepada sesamanya semasa hidup di dunia dan kepada Tuhannya kelak. Namun demikian, yang dimaksud pemimpin dalam tulisan ini bukanlah setiap warga masyarakat seperti ungkapan tersebut di atas, melainkan figur

11

Ibid, h. 50

12

Amin Haedari dan Ishom El-saha, Peningkatan Mutu Terpadu Pesantren dan Madrasah Diniyah,(Diva Pustaka, 2006) Cet. II, h. 21-23

13

(31)

kyai, pengasuh pondok pesantren yang menjadi tokoh kunci santri. Kepemimpinan kyai sering diidentikkan dengan sebutan kepemimpinan karismatik, sekalipun telah lahir pemetaan kedudukan dan fungsi dalam struktur organisasi pondok pesantren.14 Kyai dijadikan imam dalam bidang ubudiah, upacara keagamaan dan sering diminta kehadirannya untuk menyelesaikan kesulitan-kesulitan yang menimpa masyarakat.

Karisma kyai ini memeperoleh dukungan dari masyarakat karena memiliki kemantapan moral dan kualitas keilmuan, sehingga akhirnya melahirkan suatu bentuk kepribadian yang magnetis (penuh daya tarik) bagi pengikutnya, sekalipun proses ini mula-mula beranjak dari kalangan terdekat, sekitar tempat tinggalnya, tetapi kemudian menjalar ke luar, ke tempat-tempat yang jauh.15

Dalam pandangan ilmu-ilmu sosial, masalah kepemimpinan merupakan masalah yang sering menjadi agenda pembicaraan. Ini tidak lain, di kalangan masyarakat pernah ada pepatah yang berbunyi “Jika gajah dengan gajah berkelahi, pelanduk mati ditengah-tengah.” Seekor gajah ibarat sosok pemimpin, apabila sekelompok pemimpin memutuskan untuk melakukan perang karena konflik berkepanjangan maka seluruh umat manusia sebgai pelanduknya akan mati di tengah-tengah medan peperangan. Ungkapan ini sekedar memberi tekanan bahwa kekuatan penggerak utama di masyarakat terletak pada pemimpin.16

Pada prinsipnya, setiap pengelolaan suatu lembaga pendidikan mensyaratkan adanya tipe pemimpin dan kepemimpinan yang khas. Misalnya dalam era revormasi sekarang ini dibutuhkan kepemimpinan yang mampu memberdayakan masyarakat pesantren dengan tanpa mengorbankan ciri khas atau kredibilitas pengasuhan pesantren. Dalam pesantrennya kepemimpinan dilaksanakan di dalam kelompok kebijakan yang melibatkan sejumlah pihak, di dalam tim program, didalam organisasi guru, orang tua dan murid (ustadz,

14

Sukamto, Kepemimpinan Kiai Dalam Pesantren, (Jakarta, PT Pustaka LP3ES Indonesia, 1999) h. 21

15

Ibid, h. 13 16

(32)

20

wali santri dan santri). Kepemimpinan yang membaur ini menjadi faktor pendukung aktifitas sehari-hari di lingkungan pondok pesantren.17

Mengemban sebagai lembaga pendidikan, sebuah pesantren hendaknya memfokuskan program dan kegiatannya untuk memberi layanan pendidikan dan belajar mengajar demi mempersiapkan lulusan santri yang berkualitas. Disinilah para pemimpin pendidikan pesantren diharapkan mampu menjadi inspirator demi terciptanya komunitas belajar yang dinamis.

Dalam konteks pendidikan pesantren, iklim belajar yang kondusif harus didukung oleh kyai, ustadz (guru), santri dan wali santri secara sinergis sesuai kapasitas dan kapabilitasnya masing-masing.Terwujudnya iklim demikian jelas menuntut kinerja pengasuhan pesantren sedemikian rupa sehingga dapat mengembangkan kepemimpinan pendidikan dan pendekatan-pendekatan yang merangsang motivasi guru dan santri untuk bekerja secara sungguh-sungguh; santri belajar dan guru mengajar.18

Selain sebaggai pemimpin agama dan pondok pesantren tempat ia tinggal. Dilingkungan pondok pesantren inilah kyai tidak saja diakui sebagai guru mnegajar pengetahuan agama, tetapi dianggap juga oleh santri sebagai bapak atau orangtua sendiri. Sebagai seorang bapak yang luas jangkauan pengaruhnya kepada semua santri, menempatkan kyai sebagai orang yang disegani, dihormati, dipatuhi dan menjadi sumber petunjuk ilmu pengetahuan bagi santri.19

Dalam pesantren kyai adalah pemimpin tunggal yang memegang wewenang hampir mutlak. Di sini tidak ada orang lain yang lebih dihormati daripada kyai. Ia merupakan pusat kekuatan tunggal yang mengendalikan sumber-sumber, terutama pengetahuan dan wibawa, yang merupakan sandaran bagi para santrinya. Maka kyai menjadi tokoh yang melayani sekaligus melindungi para santri.

Kyai menguasai dan mengendalikan seluruh sektor kehidupan pesantren. Ustadz, apalagi snatri, baru berani melakukan sesuatu tindakan

17

Kartini Kartono, Op. Cit. h. 81

18

M. Sulthon masyhud dan Moh. Khusnurdilo, Manajemen Pondok Pesantren, (Jakarta, Diva Pustaka Jakarta, 2005) Cet. II, h. 25

19

(33)

diluar kebiasaan setelah mendapatkan restu dari kyai. Ia ibarat raja, segala titah yang menjadi konstitusi, baik tertulis maupun konvensi yang berlaku bagi kehidupan pesantren. Ia mempunyai hak menjatuhkan hukuman terhadap santri-santri yang melanggar ketentuan-ketentuan titahnya menurut kaidah-kaidah yang mentradisi dikalangan pesantren.

Dengan demikian, kedudukan kyai adalah kedudukan ganda: sebagai pengasuh sekaligus pemilik pesanteren. Secara kultural kedudukan ini sama dengan kedudukan bangsa feodal yang biasa dikenal dengan nama kanjeng kanjeng di pulau Jawa. Ia dianggap memiliki sesuatu yang tidak dimiliki oleh orang lain disekitarnya. Atas dasar ini hampir setiap kyai yang ternama beredar legenda tentang keampuhannya secara umum bersifat magis.

5. Sikap Kemandirian

a. Pengertian, Ciri-ciri dan Faktor yang Membentuk Sikap

Seringkali dalam percakapan sehari-hari kita mendengar kata sikap, yang seringkali diidentikkan dengan adab, tata krama, sopan santun, prilaku atau akhlak. Namun apa sebenarnya arti kata sikap itu sendiri, penulis akan menguraikannya dengan mengambil beberapa pendapat para ahli.

Menurut pendapat Zikri Neni Iska, “sikap adalah kesiapan seseorang untuk bertindak secara tertentu terhadap hal-hal tertentu. Sikap dapat bersifat positif dan bersifat negatif.Sikap positif, cenderung tindakan mendekati, menyenangi, mengharapkan obyek tertentu.Sikap negatif, cenderung tindakan menjauhi, menghindari, memenci, dan tidak menyukai obyek tertentu”20.

Sementara ciri-ciri sikap itu sendiri antara lain: 1) Selalu terdapat hubungan subyek-obyek.

2) Sikap tidak dibawa sejak lahir. 3) Sikap dipelajari.

4) Dalam sikap tersangkut faktor motivasi dan perasaan. 5) Sikap tidak menghilang, meski kebutuhan sudah terpenuhi.21

Adapun faktor-faktor yang turut membentuk sikap adalah:

20

Zikri Neni Iska, Psikologi:Pengantar Pemahaman Diri dan Lingkungan, (Jakarta, Kizi Brother‟s, 2008) Cet. II, h. 105

21

(34)

22

1) Faktor Intern. Yaitu faktor-faktor yang terdapat pada diri orang yang bersangkutan sendiri, seperti selektifitas.

2) Faktor Ekstern. Sementara faktor yang dating dari luar diri seseorang adalah:

a) Sifat obyek yang dijadikan sasaran sikap.

b) Kewibawaan seseorang yang mengemukakan sikap.

c) Sifat orang-orang atau kelompok yang mendukung sikap tersebut. d) Media komunikasi yang digunakan dalam menyampaikan sikap. e) Situasi pada saat sifat itu dibentuk.22

Pembentukan sikap tidak terjadi demikian saja, melainkan melalui suatu proses tertentu, melalui kontak sosial terus-menerus antara individu dengan individu lain disekitarnya. Dalam hubungan ini, faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya sikap adalah:

1) Faktor Internal: yaitu faktor-faktor yang terdapat dalam diri orang yang bersangkutan, seperti faktor pilihan. Kita tidak dapat menangkap seluruh rangsangan dari luar melalui persepsi kita, oleh karena itu kita harus memilih rangsangan-rangsangan mana yang akan kita dekati dan mana yang harus kita jauhi. kecenderungan ini ditentukan oleh motif-motif dan kecenderungan-kecenderungan dalam diri kita. Karena harus memilih inilah kita menyusun sikap positif terhadap satu hal dan membentuk sikap negatif terhadap hal laninnya. Misalnya, kalau kita ke supermarket, atau membaca koran, atau membuka internet, begitu banyak hal yang menerpa kita. Semuanya minta diperhatikan. Maka, kita harus memilih mana yang akan kita kunjungi dulu, mana yang harus dibeli atau dibaca dan sebagainya. Perbedaan minat inilah yang menyebabkan para suami memilih untuk memilihat-lihat toko buku atau toko komputer ketika mengantarkan istrinya berbelanja keperluan bulanan yang nantinya bisa berkembang menjadi melihat-lihat toko tas atau sepatu.

2) Faktor Eksternal: selain faktor-faktor yang terdapat dalam diri sendiri, maka pembentukan pula oleh faktor-faktor yang berada diluar, yaitu:

22

(35)

a) Sifat objek, sikap itu sendiri, bagus, atau jelek dan sebagainya. b) Kewibawaan: orang yang mengemukakan suatu sikap: gambar

presiden sedang mengimunisasi bayi dipasang besar-besar di berbagai tempat strategis agar masyarakat terdorong untuk mengimunisasi anak-anak balita mereka.

c) Sifat orang-orang atau kelompok yang mendukung sikap tersebut: islam versi Muhamadiyah atau Nahdlatul Ulama, dengan banyak program sosial dan pendidikannya, terbukti telah menarik jutaan umat sejak berdirinya pada awal abad ke-20, sampai saat ini. Tetapi, banyak umat Islam sendiri yang bersyukur ketika Front Pembela Islam dikenai sanksi hukum, karena walawpun namanya membela islam, tetapi caranya yang selalu menggunakan kekerasan tidak disukai umat.

d) Media komunikasi yang digunakan dalam menyampaikan sikap: di era teknologi sekarang, penggunaan mutimedia sangat lebih efektif, ketimbang hanya menggunakan media-media tradisional, apalagi kalau hanya dari mulut ke mulut.

e) Situasi pada saat sikap itu dibentuk: ketika Indonesia sedang dilanda krisis, hampir semua mendukung Gus Dur untuk menjadi presiden, tetapi ketika Gus Dur menjadi presiden, justru menimbulkan makin banyak krisis, maka orang pun lebih memilih orang lain menjadi presiden.23

Tentunya tidak semua faktor harus dipenuhi untuk membentuk suatu sikap. Kadang-kadang satu atau dua faktor sudah cukup. Yang menarik adalah makin banyak faktor yang ikut mempengaruhi, semakin cepat terbentuknya sikap.

b. Pengertian Kemandirian

Menurut Masrun, mengemukakan:

23

(36)

24

Kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk bertindak bebas, melakukan sesuatu atas dorongan sendiri dan untuk kebutuhannya sendiri tanpa bantuan dari orang lain, maupun berpikir dan bertindak original/kreatif, dan penuh inisiatif, mampu mempengaruhi lingkungan, mempunyai rasa percaya diri dan memperoleh kepuasan dari usahanya.24

Pengertian mandiri berarti mampu bertindak sesuai keadaan tanpa meminta atau tergantung pada orang lain. Mandiri adalah dimana seseorang mau dan mampu mewujudkan kehendak/keinginan dirinya yang terlihat dalam tindakan/perbuatan nyata guna menghasilkan sesuatu (barang/jasa) demi pemenuhan kebutuhan hidupnya dan sesamanya.

c. Ciri-ciri dan faktor yang Mempengaruhi Kemandirian

Seseorang dapat dikatakan mandiri jika sudah sesuai dengan definisi mandiri itu sendiri, seperti yang telah penulis paparkan sebelumnya. Adapun ciri-ciri yang beragam mengenai kemandirian. Ciri-ciri kemandirian itu meliputi:

1) Ada rasa tanggung jawab.

2) Memiliki pertimbangan dalam menilai problem yang dihadapi secara intelegen.

3) Adanya perasaan aman bila memiliki pendapat yang berbeda dengan orang lain.

4) Adanya sikap kreatif sehingga menghasilkan ide yang berguna bagi orang lain.25

Karna dari itu bahwa ciri-ciri mendiri adalah: 1) Percaya diri, 2) Mampu bekerja sendiri, 3) Menguasai keahlian dan keterampilan yang sesuai dengan kerjanya, 4) Menghargai waktu dan 5) Tanggung jawab.

Maka dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri sikap kemandirian tersebut antara lain adalah:

1) Individu yang memiliki inisiatif dalam segala hal.

24

Masrun, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Pada Remaja. (Jakarta: Granada, 1986) h. 67

25

(37)

2) Mampu mengerjakan tugas rutin yang dipertanggungjawabkan padanya, tanpa mencari pertolongan dari orang lain.

3) Memperoleh kepuasaan dari pekerjaannya.

4) Mampu mengatasi rintangan yang dihadapi dalam mencapai kesuksesan.

5) Mampu berfikir secara kritis, kreatif dan inovatif terhadap tugas dan kegiatan yang dihadapi.

6) Tidak merasa rendah diri apabila harus berbeda pendapat dengan orang lain, dan merasa senang karena dia berani mengemukakan pendapatnya walaupun nantinya berbeda dengan orang lain.

Menurut Masrun, “Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kemandirian pada diri seorang remaja, yaitu; 1) Usia, 2) Jenis kelamin, 3) Konsep diri, 4) Pendidikan, 5) Keluarga, dan 6) Interaksi sosial.”26

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian yang memiliki relevansi dengangaya kepemimpinan dan sikap kemandirian sudah pernah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya,khususunya dalam jenjang strata 1. Untuk menghindari duplikasi atau plagiat, peneliti melakukan penulusuran yang kemudian memperoleh beberapa masalah yang relevan dengan gaya kepemimpinan dan sikap kemandirian.

Dari hasil penelitian terdahulu seperti hasil penelusuran yang penulis temukan, terdapat kesamaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis, yaitu gaya kepemimpinan dan sikap kemandirian. Akan tetapi penelitian tersebut tidak ada yang benar-benar sama dengan masalah yang akan diteliti.

Persamaan penelitian-penelitian tersebut terletak pada kepemimpinan kepala sekolah serta kemandirian belajar siswa. Sementara yang benar-benar mengangkat hubungan antara gaya kepemimpinan dengan sikap kemandirian belum penulis temukan.

26

(38)

26

Dari pemaparan di atas telah jelas mengenai perbedaan dan persamaan antara penelitian yang akan dilakukan dengan hasil penelitian-penelitian yang sudah dilakukan. Oleh karena itu penelitian yang berjudul “Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kiyai terhadap Sikap Kemandirian Santri” dapat dilakukan karena masalah yang akan diteliti bukan duplikasi dari penelitian–penelitian yang sebelumnya.

C. Kerangka Berpikir

Keberadaan kiyai dalam pesantren sangat sentral sekali.Suatu lembaga pendidikan disebut pesantren apabila memiliki tokoh sentral seperti kiyai.Jadi kiyai dalam dunia pesantren adalah sebagai penggerak dalam mengembangkan pesantren sesuai dengan pola yang dikehendaki.Sebagai seorang pemimpin kyai merupakan tokoh utama yang menentukan perkembangan suatu pesantren.

Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan khususnya kecakapan-kecakapan di satu bidang. Sehingga dia mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan aktifitas-aktifitas tertentu demi mencapai satu atau beberapa tujuan.

Tidak ada seorang pemimpin dimanapun dan dalam jenis kepemimpinan apapun yang hanya mengikuti salah satu tipe/gaya kepemimpinan. Adapun berbagai gaya variasi gaya kepemimpinan terbagi menjadi lima gaya kepemimpinan beserta ciri-ciri atau sifat-sifatnya masing-masing seperti berikut:

1. Otokratis. Kepemimpinan otokratis menganggap organisasi yang dipimpinnya sebagai milik pribadi, menganggap bawahan sebagai alat semata-mata. Tidak mau menerima pendapat, saran, dam kritikan orang lain.

2. Militeris. Seorang pemimpin yang militeris menggerakkan bawahan sering dengan cara perintah, senang bergantung pada pangkat atau jabatannya, dan sukar menerima kritikan atau saran dari bawahannya.

(39)

4. Karismatis. Seseorang pemimpin yang karismatis mempunyai daya tarik yang sangat besar dan pada umumnya mempunyai pengikut yang besar jumlahnya. Dia seolah-olah memiliki kekuatan gaib (supranatural power) yang membuat orang tertarik mengikutinya.

5. Demokratis. Pemimpin yang demokratis memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada bawahan dan membimbingnya.

Pada umunya, pendirian dan pengelolaan pesantren dilakukan secara mandiri dan penuh keikhlasan dari para ulama dan masyarakat pendukungnya, sehingga tumbuh juga jiwa kemandirian, keikhlasan dan kesederhanaan di dalam kehidupan sehari-hari para santrinya.

Jiwa kemandirian para santri mula-mula ditumbuhkan melalui bimbingan dalam mengurus kebutuhan sehari-hari seperti memasak, mencuci, membersihkan kamar tidur, dan sebagainya.Semakin dewasa, santri diserahi tanggung jawab mengurus satu bagian kegiatan pesantren.Kemudian ketika menjadi santri senior, diberi tanggung jawab memimpin adik-adiknya, atau diserahi tugas mengembangkan program-program pesantren, seperti mengurus majelis ta‟lim, koperasi pesantren, kegiatan pramuka santri, program agribisnis, dan lain sebagainya.

Wujud kemandirian seseorang dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu kebebasan, inisiatif, percaya diri, tanggung jawab, ketegasan diri, pengambilan keputusan dan kontrol diri.

1. Kebebasan adalah merupakan hak asasi bagi setiap manusia. Manusia cenderung akan mengalami kesulitan untuk mengembangkan kemampuan dirinya dan mencapai tujuan hidupnya, bila tanpa kebebasan.

2. Inisiatif ialah suatu ide yang diwujudkan dalam bentuk tingkah laku. 3. Percaya diri ialah sikap individu yang menunjukan keyakinan bahwa

dirinya dapat mengemmbangkan rasa dihargai.

(40)

28

5. Ketegasan diriialah menunjukan adanya kemampuan untuk mengandalkan dirinya sendiri.

6. Pengambilan keputusan ialah kemampuan sesorang untuk menemukan akar permasalahan, mengevaluasi segala kemungkinan didalam mengatasi masalah dan berbagai tantangan serta kesulitan lainnya tanpa harus mendapat bantuan atau bimbingan dari orang yang lebih dewasa.

7. Kontrol diri ialah kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya, baik dengan mengubah tingkah laku atau menunda tingkah laku tanpa peraturan atau bimbingan orang lain.

D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah yang diajukan peneliti, yang masih harus diuji kebenarannya melalui penelitian ilmiah, sehingga hipotesis akan dinyatakan ditolak atau diterima.

Melihat fenomena yang terjadi pada Pondok Pesantren Al-Amin Parungpanjang – Bogor,gaya kepemimpinan kiyai berpengaruh pada sikap kemandirian santri. Dan hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Hipotesis nol (H0): Tidak terdapat pengaruhgaya kepemimpinan kiyai terhadap sikap kemandirian santri di Pondok Pesantren Al-Amin Parungpanjang – Bogor.

(41)

29

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren Al-Amin Parung panjang – Bogor. Tempat ini menjadi pilihan penulis karena beberapa alasan, antara lain:

a. Terdapat masalah yang menarik penulis untuk melakukan penelitian secara ilmiah.

b. Lokasinya strategis dan mudah dijangkau penulis, sehingga tidak menghambat rutinitas keseharian penulis dalam melakukan penelitian. 2. Waktu penelitian

Adapun waktu penelitiannya dilakukan pada bulan maret sampai dengan bulan juni tahun 2014

B. Metode Penelitian

Bila memperhatikan judul penelitian ini dengan seksama, maka metode yang penulis anggap tepat untuk melakukan penelitian yaitu metode deskriptif kuantitatif. Metode deskriptif kuantitatif adalah metode yang menuturkan atau menafsirkan data yang berkenaan dengan fakta, keadaan, variabel dan fenomena yang terjadi pada saat penelitian berlangsung dan menyajikan apa adanya.1

1

(42)

30

Metode ini penulis gunakan untuk menganalisis serta menerjemahkan data yang terhimpun, sehingga sampai pada kesimpulan yang logis serta realitas, selain itu, metode ini juga sebagai usaha untuk menjelaskan dan menentukan kedudukan antara variabel X (gaya kepemimpinan kiyai) dan variabel Y (sikap kemandirian santri).

C. Populasi dan Sampel

Dalam prinsip penelitian kuantitatif, untuk menggeneralisasi populasi, selalu diambil sampel. Sementara dalam metode kualitatif, istilah populasi lazim disebut dengan situasi sosial yang bisa dalam bentuk orang , tempat, dan aktivitas.2

Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. Sejalan dengan pengertian ini, populasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah seluruh santri yang menetap dan tinggal (bukan santri kalong) yang berjumlah 40 dan seorang pimpinan (kiyai) yang ada di Pondok Pesantren Al-Amin Parungpanjang – Bogor.Untuk menentukan jumlah sample dalam penelitian ini, penulis mengutip pendapat Suharsimi Arikunto yang mengatakan, apabila subyeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika subyek lebih dari 100, maka penarikan sample lebih baik diambil antara 10 sampai dengan 25% atau lebih. Maka yang menjadi sample dalam penelitian adalah populasi itu sendiri, karena jumlah yang menjadi obyek dalam penelitian ini kurang dari 100.3

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini antara lain adalah:

1. Observasi. Yaitu suatu teknik yang dilakukan dengan cara melakukan pengamatan secara teliti serta pencatatan secara sistematis. Pengumpulan data

2

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Pedoman Penulisan Skripsi, (Jakarta: FITK UIN Syarif Hidayatullah, 2013), h. 63.

3

(43)

yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan obyek baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan maksud untuk meneliti permasalahan yang akan penulis ungkap di Pondok Pesantren Al-Amin. Pada saat observasi, penulis melakukan pengamatan seputar proses belajar mengajar dan kegiatan-kegiatan yang di tempat penelitian tersebut.

2. Angket. Yaitu sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden, dalam arti laporan tentang pribadi atau hal-hal lain yang ia ketahui. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan angket untuk memperoleh data atau informasi primer dengan cara menyebarkan angket kepada seluruh santri yang aktif di Pondok Pesantren Al-Amin Parungpanjang – Bogor.

Angket yang penulis ajukan dalam penelitian ini mengandung alternatif jawaban yang bersifat tertutup dan akan mengungkapkan bagaimana pengaruh gaya kepemimpinan kiyai dan terhadap sikap kemandirian mereka.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah suatu alat pada waktu penelitian menggunakan sesuatu metode. Adapun instrumen penelitian yang di gunakan untuk memperoleh data mengenai pengaruh gaya kepemimpinan kyai terhadap sikap kemandirian santri kali ini di buat dalam bentuk angket. Angket ini di buat dalam bentuk

quisioner yaitu sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh

informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui. Jenis quisioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah quisioner

(44)
[image:44.595.108.517.136.662.2]

32

Tabel 1

Kisi-kisi Angket Penelitian

Variabel X

No Indikator Item Jumlah

1 menganggap organisasi yang dipimpinnya sebagai milik pribadi, menganggap bawahan sebagai alat semata-mata. Tidak mau menerima pendapat, saran, dam kritikan orang lain.

4, 10 & 12 3

2 menggerakkan bawahan sering dengan cara perintah, senang bergantung pada pangkat atau jabatannya, dan sukar menerima kritikan atau saran dari bawahannya

2, 3 & 13 3

3 menganggap bawahan sebagai manusia yang tidak dewasa dan jarang memberikan kesempatan pada bawahan untuk mengembangkan kreafitasnya.

5, 14 & 15 3

4 mempunyai daya tarik yang sangat besar dan pada umumnya mempunyai pengikut yang besar jumlahnya. Dia seolah-olah memiliki kekuatan gaib (supranatural power) yang membuat orang tertarik mengikutinya

7, 8 & 9 3

5 memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada bawahan dan membimbingnya

1,6 & 11 3

(45)
[image:45.595.109.517.128.770.2]

TABEL 2

Kisi-kisi Angket Penelitian

Variabel Y

NO Indikator Item Jumlah

1 Kebebasan diri 2 &13 2

2 ide yang diwujudkan dalam bentuk tingkah laku

3&5 2

3 sikap individu yang menunjukan keyakinan bahwa dirinya dapat mengembangkan rasa dihargai.

1&6 2

4 kemampuan untuk berani menanggung resiko atas konsekuensi dari keputusan yang telah diambil, menunjukan loyalitas, dan memiliki kemampuan untuk membedakan atau memisahkan antara kehidupan dirinya dengan orang lain di lingkungannya

8&9 2

5 menunjukan adanya kemampuan untuk mengandalkan dirinya sendiri

4&11 2

6 kemampuan untuk menemukan akar permasalahan, mengevaluasi segala kemungkinan didalam mengatasi masalah dan berbagai tantangan serta kesulitan lainnya tanpa harus mendapat bantuan atau bimbingan dari orang yang lebih dewasa

7, 10 & 12 3

7 kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya, baik dengan mengubah tingkah laku atau menunda tingkah laku tanpa peraturan atau bimbingan orang lain

(46)

34

Jumlah 15 15

F. Teknik Analisis Data

Data yang telah terkumpul, baik yang diperoleh dari kepustakaan atau lepangan, diolah melalui analisis data, kemudian diungkapkan dalam bentuk kalimat, sedangkan data yang diperoleh dari quesioner terhadap responden diambil kesimpulan dari jawaban-jawaban tersebut menggunakan kuantifikasi data.

Dalam menganalisis data, penulis menggunakan data kuantitatif yang dianalisis dengan prosedur statistik, dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Kuantifikasi data.

Data hasil penyebaran angket, sebelum dianalisis terlebih dahulu dikuantifikasikan sebagai berikut:

a. Untuk jawaban positif. 1) Jawaban (a) diberi skor 5 2) Jawaban (b) diberi skor 4 3) Jawaban (c) diberi skor 3 4) Jawaban (d) diberi skor 2, dan 5) Jawaban (e) diberi skor 1

(47)

2. Mencari range,4 dengan rumus:

R = (H – L) + 1

3. Menentukan banyaknya kelas,5 dengan rumus:

K = 1 + (3,3) log n

4. Menentukan panjang (interval) kelas,6 dengan rumus:

5. Membuat tabel distribusi frekuensi masing-masing variabel.

6. Menentukan ukuran gejala pusat/analisis tendensi sentral dengan cara:

a. Menghitung mean,7 dengan rumus:

̅

b. Menghitung median,8 dengan rumus:

Md = b +

p

[

]

c. Menghitung modus,9 dengan rumus:

4

Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), Cet22, h. 144.

5

Subana et al, Statistik Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), Cet II, h. 124. 6

Anas Sudjiono, Op Cit, h. 85. 7

Subana et al, Op Cit, h. 65. 8

(48)

36

Mo = b + p

d. Mencari standar deviasi,10 dengan rumus:

S =

∑ ̅

7. Membuat grafik histogram.

8. Analisis uji normalitas dengan cara: a. Menghitung nilai Z,11 dengan rumus:

Z =

̅

b. Mencari normalitas dengan menghitung (chi kuadrat) dengan rumus:

hitung =

9. Uji persamaan regresi,12 dengan rumus:

̂

= a + b

̅

∑ ∑ ∑

9

Ibid, h. 74. 10

Ibid, h. 92 11

Ibid, h. 97 12

(49)

∑ ∑ ∑

10. Menghitung koefisien korelasi dengan rumus:

∑ ∑ ∑

√{ ∑ ∑ { ∑ ∑

[image:49.595.96.520.231.746.2]

11. Menentukan tingkat korelasi,13 sebagai berikut:

Tabel III

Interpretasi Nilai Koefisien Korelasi “r” Product Moment

Besarnya “r” Product Moment Interpretasi

0,00 – 0,20

Antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi yang sangat rendah

0,20 – 0,40 Antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi yang rendah

0,40 – 0,60

Antara variabel X dan variabel Y

13

(50)

38

terdapat korelasi yang sedang

0,60 – 0,80 Antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi yang tinggi

0,80 – 1,00 Antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi yang sangat tinggi

12. Menentukan signifikansi korelasi,14 dengan rumus:

√ √

13. Menghitung besarnya kadar kontribusi variabel X terhadap variabel Y dengan mencari koefisiensi determinasi, dengan rumus:

Cd = r2 x 100%

G. Hipotesis Statistik

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap objek penelitian atau masalah yang diteliti. Hipotesis masih merupakan jawaban sementara sampai ia dapat dibuktikan melalui data yang terkumpul.15

Dalam penelitian ini hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut:

14

Sudjana, Op Cit, h. 380 15

(51)

Ha : rxy> 0 = Terdapat pengaruh antara gaya kepemimpinan kiyai

terhadap sikap kemandirian santri.

Ho : rxy = 0 = Tidak terdapat pengaruh antara gaya kepemimpinan kiyai

(52)

40

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data

1. Deskripsi Data Gaya Kepemimpinan Kyai (Variabel X)

Dari data hasil penelitian mengenai gaya kepemimpinan kyai (variabel X) di Pondok Pesantren Al-Amin Parungpanjang – Bogor, lebih kurang dapat dideskripsikan sebagai berikut;

Kyai terbuka terhadap pendapat, saran dan kritik dari para santri.Ini menunjukkan bahwa di dalam menjalankan kepemimpinannya, beliau tidak otoriter, melainkan demokratis, karena mau menerima pendapat, saran dan kritik dari para santri agar dapat mencapai tujuan bersama. Kyai menggerakkan para santri dengan cara tegas. Ketegasan yang diterapkan beliau di dalam kepemimpinannya yaitu ketika dihadapkan pada norma agama. Kyai akan dengan tegas melarang hal-hal yang bertentangan dengan norma-norma agama Islam.

(53)

Kyai menerapkan formalitas dalam keadaan tertentu.Formalitas yang dimaksud di sini adalah ketika berada pada suatu acara yang mengharuskan adanya formalitas.Kyai memberikan kesempatan pada para santri untuk mengembangkan kreatifitasnya.Ini menunjukkan bahwa di dalam kepemimpinannyamemberikan ruang kepada para santri untuk mengembangkan kreatifitasnya dengan harapan agar santri bisa lebih sukses daripadanya.

Kyai memberikan kesempatan kepada para santri untuk melakukan sesuatu atas idenya sendiri.Ini artinya beliau cukup demokratis di dalam menjalankan kepemimpinannya. Kyai akan memberikan kesempatan jika ada santri yang ingin menuangkan idenya ke dalam sebuah kegiatan yang tentunya jika ide itu positif. Kyai memiliki sosok wibawa yang membuat santri segan dan menghormatinya.Ini menunjukkan bahwa sebagai seorang pemimpin, cukup dihormati dan disegani.Kyai memiliki kharisma yang membuat para santrinya tertarik untuk mengikutinya.Kharisma layaknya kekuatan mistis, karena terkadang para pengikutnya tidak tahu kenapa mereka begitu tertarik untuk mengikuti jejak pemimpinnya.

Santri mengikuti/mencontoh perilaku kyai.Ini menunjukkan bahwa di dalam kepemimpinannya memiliki perilaku atau bisa juga dikatakan teladan yang bisa dicontoh oleh para santri.Santri patuh terhadap kyai.Ini menunjukkan bahwa kepatuhan santri terhadapnya karena kharisma yang dimilikinya yang membuat santri tertarik dan patuh terhadapnya.

(54)

42

Kyai melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya dengan baik sebagai seorang pemimpin.Ini menunjukkan bahwa sebagai seorang pemimpin kyai dapat membimbing dan mengayomi para santrinya dengan baik.

Kyai mengambil keputusan dengan adil.Ini menunjukkan bahwa di dalam menjalankan kepemimpinannya, kyai tidak mengutamakan kepentingan diri sendiri melainkan kepentingan kelompok (santri).

Kyai mendidik dan mengarahkan para santri dengan baik.Ini menunjukkan bahwa kyai sudah cukup baik di dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang pemimpin sekaligus pendidik.Kyai membantu memecahkan masalah yang menyangkut kegiatan santri di pesantren. Ini artinya ketika santri dihadapkan pada suatu masalah, kyai tidak hanya berpangku tangan, kyai akan dengan senang hati membantu para santri untuk memecahkan masalahnya.

2. Deskripsi Data Sikap Kemandirian Santri (Variabel Y)

Dari data hasil penelitian tentang sikap kemandirian santri (variabel Y), lebih kurang dapat dideskripsikan sebagai berikut:

Selama belajar di pesantren santri merasakan perubahan dalam dirinya. Ini menunjukan bahwa selama mengikuti kegiatan pembelajaran di pesantren santri merasakan ada perubahan dalam dirinya. santri merasa bebas dalam mengambil keputusan. Ini berarti di ponpes al-Amiin Parungpanjang Bogor, santri mendapatkan kebebasan dalam berfikir (mengambil keputusan).

Terkadang santri merasa takut ketika berbeda pendapat dengan orang lain. Ini menunjukan bahwa di dalam mengungkapkan pendapatnya,santri terkadang merasa takut ketika pendapatnya berbeda dengan orang lain, namun bukan berarti mereka tidak berani mengungkapkan pendapat mereka, mereka hanya ragu dengan kebenaran pendapatnya pada saat pendapatnya berbeda dengan orang lain.

(55)

mandiri dan mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari di pesantren dengan mengandalakan diri sendiri tanpa bantuan orang lain.

Santri dapat mengemukakan pendapatnya ketika berdiskusi dengan santri lain ataupun kyai. Ini menunjukan bahwa santri sudah mempunyai cukup keberanian dalam mengungkapkan argumennya.

Santri percaya akan kemampuannya. Ini menunjukan bahwa santri sudah mempunyai kepercayaan diri. Jika seseorang sudah percaya akan kemampuannya maka dia akan mampu mengorganisasikan dirinya dan menghasilkan sesuatu yang baik. Santri mampu menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya ini menunjukan bahwa santri sudah mampu menghasilakan sesuatu yang berguana bagi dirinya. Misalnya ketika santri melakukan berbagai kreatifits dalam idang keterampilan seperti budidaya ikan, berkebun ataupun berbagai kegiatan lain yang ada di pesantren.

Melaksanakan tanggung jawabnya sebagai seorang santri. Ini menunjukan bahwa santri sudah mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya untuk belajar dengan baik. Santri merasa bertanggung jawab atas perawatan sarana dan prasarana yang ada dipesantren. Ini menunjukan bahwa santri sangat peduli terhadap keadaan pesantren, tempat dimana mereka mendapat tranfer ilmu pengetahuan.

Berani menanggung resiko atas konsekuensi dari keputusan yang elah diambil. Ini menunjukan bahwa santri sudah mampu mengambil keputusan sendiri. Santri mampu mempertahankan pendapatnya ketika pendapatnya berbeda dengan orang lain. Ini menunjukan bahwa santri memiliki pendirian yang kuat. Jika ia merasa pendapatnya benar maka ia akan terus mempertahankan pendapatnya walaupun pendapatnya berbeda dengan orang lain.

(56)

44

Gambar

Tabel I Kisi-kisi Angket Penelitian Variabel x...............
Tabel 1 Kisi-kisi Angket Penelitian
 TABEL  2 Kisi-kisi Angket Penelitian
Tabel III
+4

Referensi

Dokumen terkait

Kegiatan PkM ini merupakan hasil kerjasama antara UNUSA dengan pihak sekolah SMA Negeri 1 Gresik dalam rangka meningkatkan kualitas siswa dan para Guru

Bagian otak yang merupakan tempat penyeberangan Impuls dari alat tubuh sebelah kanan ke kiri dan sebaliknya adalah …A.

Teknik memaha merupakan salah satu cara dalam memainkan bola dengan menggunakan paha dalam upaya mengontrol bola, biasanya digunakan untuk menahan, menerima dan juga menyelamatkan

Maka alasan lain yang membuat warga jemaat sangat mengharapkan adanya pelayanan pemberkatan pernikahan mungkin karena mereka melihat bahwa pernikahan disamping

Antara kelompok kontrol dengan kelompok 3 (diberi lendir bekicot) tidak menunjukan adanya perbedaan yang signifikan (p=0,373) yang dapat diartikan bahwa pemberian

Selat Berhala adalah laut sempit yang memisahkan antara pulau Berhala dengan pulau Sumatra (Provinsi Jambi), berarti secara de fakto dan de jure Pulau Barhala

Total nuclear magnetic moment is the vector sum of the intrinsic magnetic moments of protons and neutrons, and magnetic moment due to orbital motion of the proton...

Analisis lebih lanjut dari lokus skor skala kontrol Peringkat menunjukkan keyakinan internal yang orang tinggal di rumah 'di control diharapkan akan lebih tinggi dibandingkan penghuni