DAFTAR PUSTAKA
Anonimous. 2015. “Gunung Sinabung”.
http://id.wikipedia.org/wiki/Gunung-Sinabung (Diakses : 15 November 2015, 21.00 WIB).
Badan Pusat Statistik. Kabupaten Karo Dalam Angka 2009. Sumatera Utara 2009.
_________________. Kabupaten Karo Dalam Angka 2010. Sumatera Utara 2010.
_________________. Kabupaten Karo Dalam Angka 2011. Sumatera Utara 2011.
_________________. Kabupaten Karo Dalam Angka 2012. Sumatera Utara 2012.
_________________. Kabupaten Karo Dalam Angka 2013. Sumatera Utara 2013.
Badan Pusat Statistik. Sumatera Utara Dalam Angka 2010. Sumatera Utara 2010.
_________________. Sumatera Utara Dalam Angka 2011. Sumatera Utara 2011.
_________________. Sumatera Utara Dalam Angka 2012. Sumatera Utara 2012.
_________________. Sumatera Utara Dalam Angka 2013. Sumatera Utara 2013.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. 2014. Rekomendasi Kebijakan Mitigasi
Dampak Erupsi Gunung Sinabung Terhadap Sektor Pertanian. BPTP. Sumatera Utara.
Barus, Asil, dan Syukri. 2008. Agroekoteknologi Tanaman Buah-Buahan. USU
Press. Medan.
Daniel, M. 2002. Metode Penelitian Sosial Ekonomi. PT Bumi Aksara. Jakarta
Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Karo. 2005. Statistik Pertanian 2005.
Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Karo. 2010. Statistik Pertanian 2010.
Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Karo. 2014. Statistik Pertanian 2014.
Hutabarat, Rina C. 2014. Dampak Erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo
terhadap Fluktuasi Harga Sayur Mayur. Jurnal Saintech Vol. 06 No. 04.
Hutasoit, Putri Septianika. Dampak Erupsi Gunung Sinabung Terhadap Jumlah
56
KBBI Online. Pengertian Dampak. (Diakses : 17 November 2015, 21.00 WIB).
Martini, T., Setyono, B., Sudarmaji. 2011. Dampak Erupsi Gunung Sinabung
Terhadap Usahatani Bunga Krisan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Yogyakarta
Pindyck, R dan Daniel. 2003. Mikro Ekonomi. PT. Indeks. Jakarta.
Purba, A. 2013. Langkah-Langkah Strategis Komisi Penanggulangan Bencana
GBKP Dalam Merespon Bencana Letusan Gunung Sinabung Tahun 2013. www.gbkp.or.id/index.php/component/content/article/88-gbkp/berita/398- langkah-langkah-strategis-komisi-penanggulangan-bencana-gbkp-dalam-merespons-bencana-gunung-sinabung-tahun-2013
(Diakses : 17 November 2015, 22.00 WIB).
______. 2004. Bertanam Mangga. Penebar Swadaya. Jakarta.
Reksoprayitno, Soediyono. 2000. Pengantar Ekonomi Mikro. Edisi Milenium.
Yogyakarta. BPFE.
Retnaningsih, Hartini. 2013. Letusan Gunung Sinabung dan Penanganan
Bencana di Indonesia. Jurnal. Volume: V. No.18. Hal: 11.
Samuelson, Paul A. William D. Nordhauss. 2002. Makro Ekonomi. Erlangga. Jakarta.
Saragih, Julprida. 2015. Analisis Dampak Erupsi Gunung Sinabung Terhadap
Pendapatan Petani Kubis Di Kecamatan Simpang Empat. Skripsi. Medan. Universitas Sumatera Utara.
Sidabutar, Andi Kesuma. 2015. Dampak Erupsi Gunung Sinabung Terhadap
Usahatani Kentang (Kasus: Desa Kuta Rakyat, Kecamatan Naman Teran, Kabupaten Karo). Skripsi. Medan. Universitas Sumatera Utara
Sinaga, I. L. J. Beatrix. 2015. Dampak Ketebalan Abu Vulkanik Erupsi Gunung
Sinabung Terhadap Sifat Biologi Tanah di Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo. Jurnal Online Agroekoteknologi. Vol. 3, No.3 : 1163.
Sugiarto, dkk. 2000. Ekonomi Mikro Suatu Pendekatan Praktis. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
Sukirno, Sakono. 2009. Mikro Ekonomi Teori Pengantar. Edisi Ketiga. Jakarta.
PT Raja Grafindo Persada.
Setyaningrum, Hesti Dwi dan Cahyo Saparinto. 2014. Panen Sayur secara Rutin
di Lahan Sempit. Jakarta. Penebar Swadaya.
Tindaon, F. 2013. Letusan Gunung Sinabung Tingkatkan Kesuburan Tanah. Makalah. Hal: 2.
Walpole, E. Ronald. 1997. Pengantar Statistik Edisi Ketiga. PT. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian
Metode penentuan daerah penelitian ditentukan secara purposive, yaitu di
Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Pemilihan daerah tersebut dikarenakan
daerah ini merupakan salah satu daerah yang terkena dampak erupsi Gunung
Sinabung. Daerah ini mudah dijangkau oleh peneliti sehingga mempermudah
penelitian.
3.2. Metode Pengambilan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah berupa data sekunder. Data
sekunder diperoleh dari instansi-instansi yang terkait dengan penelitian ini. Data
sekunder merupakan data yang telah tersedia dalam berbagai bentuk. Biasanya
sumber data ini lebih banyak sebagai data statistik atau data yang sudah diolah
sedemikian rupa sehingga siap digunakan. Data dalam bentuk statistik biasanya
tersedia pada kantor-kantor pemerintahan, biro jasa data, perusahaan swasta, atau
badan lainnya yang berhubungan dengan penggunaan data (Daniel, 2002).
Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series 10
tahun, mulai dari tahun 2005-2014, yang diperoleh dari Dinas Pertanian Sumatera
Utara, Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Karo, Badan Pusat Statistik
3.3. Metode Analisis Data
Metode analisis penelitian ini adalah menggunakan analisis uji-t berpasangan
(paired sample t test) . Uji-t berpasangan yaitu salah satu metode pengujian
hipotesis di mana data yang digunakan tidak bebas (berpasangan). Ciri-ciri yang
sering ditemui pada kasus yang berpasangan adalah satu individu (objek
penelitian) dikenai dua perlakuan yang berbeda. Walaupun menggunakan individu
yang sama, peneliti tetap memperoleh dua macam data sampel, yaitu data dari
perlakuan pertama dan data dari perlakuan kedua. Uji ini akan digunakan untuk
membuktikan semua hipotesa. Analisis uji ini menggunakan program SPSS
(Statisitical Product and Service and Solution).
Untuk melihat perbedaan produksi dan harga komoditi buah dan sayuran sebelum
dan sesudah erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo dapat menggunakan uji
statistik t-hitung berpasangan dengan formulasinya sebagai berikut:
t hitung = �−�0
��/√�� ; db = n – 1
Di mana:
d = rata-rata harga buah, harga sayuran, produksi buah dan produksi sayuran
sesudah erupsi Gunung Sinabung
do = rata-rata harga buah, harga sayuran, produksi buah dan produksi sayuran
sebelum erupsi Gunung Sinabung
Sd = standar deviasi
n = jumlah observasi (pada penelitian ini nilai n = 10)
24
Kriteria pengambilan keputusan:
1. Menggunakan perbandingan antara t-hitung dengan t-tabel
Jika −������≤ �ℎ����� ≤ ������ ; tolak �1 : terima �0
Jika −������≤−�ℎ����� atau �ℎ�����≥ ������ ; tolak �0 : terima �1
2. Menggunakan nilai signifikan
Jika nilai signifikan > 0,05 ; maka �0 diterima, �1 ditolak
Jika nilai signifikan < 0,05 ; maka �0 ditolak, �1 diterima
Hipotesis yang diajukan adalah:
• �0 : Tidak terdapat perbedaan yang nyata harga buah, harga sayuran,
produksi buah, dan produksi sayuran di Kabupaten Karo sebelum dan
sesudah erupsi Gunung Sinabung.
�1 : Terdapat perbedaan yang nyata harga buah, harga sayuran, produksi
buah, dan produksi sayuran di Kabupaten Karo sebelum dan sesudah erupsi
Gunung Sinabung.
3.4. Definisi dan Batasan Operasional
Untuk menjelaskan dan menghindari kesalahpahaman dalam penelitian ini, maka
dibuat defenisi dan batasan operasional sebagai berikut.
3.4.1. Definisi
1. Dampak adalah pengaruh atau efek tidak langsung dari erupsi Gunung
Sinabung / bencana alam yang dapat menimbulkan akibat positif dan negatif
2. Erupsi adalah pelepasan material bumi seperti magma, gas, abu, dan sumber
3. Produksi buah Kabupaten Karo adalah hasil panen buah di Kabupaten Karo
selama 1 periode tanam (kg/ha/musim/tanam).
4. Produksi sayuran Kabupaten Karo adalah hasil panen sayuran di Kabupaten
Karo selama 1 periode tanam (kg/ha/musim/tanam).
5. Harga buah adalah harga buah yang berada di Kabupaten Karo.
6. Harga sayuran adalah harga sayur yang berada di Kabupaten Karo.
3.4.2. Batasan Operasisonal
1. Daerah penelitian di Kabupaten Karo
2. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa harga dan produksi buah
dan sayuran tahun 2005 – 2014
BAB IV
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN
VARIABEL YANG DITELITI
4.1. Deskripsi Daerah Penelitian
4.1.1. Letak dan Geografis
Kabupaten Karo terletak pada jajaran Bukit Barisan dan sebagian besar
wilayahnya merupakan dataran tinggi. Secara geografis letak Kabupaten Karo
berada di antara 2°50’ - 3°19’ Lintang Utara dan 97°55’ - 98°38’ Bujur Timur.
Kabupaten ini memiliki luas wilayah 2.127,25 km2 (2,97% dari luas Provinsi
Sumatera Utara) dengan batas wilayah sebagai berikut:
- Sebelah Utara : Kabupaten Langkat dan Kabupaten Deli Serdang
- Sebelah Selatan : Kabupaten Dairi dan Kabupaten Samosir
- Sebelah Timur : Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Simalungun
- Sebelah Barat : Provinsi Nanggro Aceh Darusalam
Kabupaten Karo terletak pada ketinggian 280 – 1.420 meter di atas permukaan
laut. Kabupaten Karo secara administratif terbagi dalam 17 kecamatan yang
meliputi 259 desa, 10 kelurahan, dan 689 dusun.
4.1.2. Iklim
Kabupaten Karo beriklim tropis dan mempunyai dua musim, yaitu musim hujan
dan musim kemarau. Musim hujan pertama biasanya terjadi pada bulan Agustus
sampai dengan Januari dan musim hujan kedua terjadi pada bulan Maret sampai
dengan Mei, sedangkan musim kemarau biasanya pada bulan Februari, Juni, dan
Suhu udara di Kabupaten Karo berkisar antara 15,6°C sampai dengan 23,0°C
dengan kelembapan udara rata-rata setinggi 89,12%.
4.1.3. Keadaan Penduduk
Menurut hasil sensus tahun 2010 penduduk Kabupaten Karo berjumlah 350.960
jiwa. Menurut proyeksi penduduk pada pertengahan tahun 2014, penduduk di
Kabupaten Karo berjumlah 382.622 jiwa yang mendiami 2.127,25 km2 .
Kepadatan penduduk diperkirakan sebesar 180 jiwa/km2. Laju pertumbuhan
penduduk di Kabupaten Karo tahun 2010 – 2014 adalah sebesar 2,18% per tahun.
Tahun 2014 di Kabupaten Karo penduduk laki-laki lebih sedikit dari perempuan.
Laki-laki berjumlah 189.815 jiwa dan perempuan berjumlah 192.807 jiwa. Sex
rasionya sebesar 98,45 persen yang artinya dari 100 penduduk perempuan
terdapat 98,45 penduduk laki-laki (Tabel 4.1).
Tabel 4.1. Jumlah Penduduk Per Kecamatan dan Sex Ratio di Kabupaten
Karo Tahun 2014
No. Kecamatan Laki-Laki Perempuan Jumlah Sex Ratio
28
Dengan melihat jumlah penduduk yang berusia di bawah 15 tahun dan 65 tahun
ke atas maka diperoleh rasio ketergantungan sebesar 58,78 yang berarti setiap
seratus orang usia produktif menanggung 59 orang dari usia di bawah 15 tahun
dan 65 tahun ke atas. Beban tanggungan anak bagi usia produktif sebesar 51 dan
beban tanggungan lanjut usia bagi penduduk usia produktif sebesar 8.
4.2. Deskripsi Variabel yang Diteliti
Pada bagian ini akan membahas perkembangan produksi dan harga buah dan
sayuran di Kabupaten Karo. Perkembangan yang diamati dalam jangka waktu
sepuluh tahun, mulai tahun 2005 sampai dengan tahun 2014.
4.2.1. Perkembangan Harga dan Produksi Jeruk
Harga dan produksi tanaman jeruk di Kabupaten Karo selama kurun waktu 2005
sampai 2014 dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut:
Tabel 4.2. Perkembangan Harga dan Produksi Jeruk Tahun 2005 -2014 di Kabupaten Karo
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Karo, 2005-2014
Dari Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa harga rata-rata jeruk tertinggi di Kabupaten
harga rata-rata jeruk manis terendah terjadi pada tahun 2005 sebesar
Rp 2.411,-/kg. Total harga rata-rata jeruk di Kabupaten Karo pada tahun
2005-2014 adalah sebesar Rp 43.971,-/kg. Sedangkan produksi jeruk tertinggi di
Kabupaten Karo pada tahun 2005-2014 terjadi pada tahun 2010 sebesar 1.437.782
ton dan produksi jeruk terendah terjadi pada tahun 2013, yaitu sebesar 193.526
ton. Total produksi jeruk di Kabupaten Karo pada tahun 2005-2014 adalah sebesar
5.637.106ton.
4.2.2. Perkembangan Harga dan Produksi Markisah
Harga dan produksi tanaman markisah di Kabupaten Karo selama kurun waktu
2005 sampai 2014 dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut:
Tabel 4.3. Perkembangan Harga dan Produksi Markisah Tahun 2005 -2014 di Kabupaten Karo
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Karo, 2005-2014
Dari Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa harga rata-rata markisah tertinggi di
Kabupaten Karo pada tahun 2005-2014 terjadi pada tahun 2013 sebesar
30
tahun 2005-2014 adalah sebesar Rp 38.558,-/kg. Sedangkan produksi markisah
tertinggi di Kabupaten Karo pada tahun 2005-2014 terjadi pada tahun 2006
sebesar 8.596 ton dan produksi markisah terendah terjadi pada tahun 2012, yaitu
sebesar 1.160 ton. Total produksi markisah di Kabupaten Karo pada tahun
2005-2014 adalah sebesar 48.026 ton.
4.2.3. Perkembangan Harga dan Produksi Kubis
Harga dan produksi tanaman kubis di Kabupaten Karo selama kurun waktu 2005
sampai 2014 dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut:
Tabel 4.4. Perkembangan Harga dan Produksi Kubis Tahun 2005-2014 di Kabupaten Karo
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Karo, 2005-2014
Dari Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa harga rata-rata kubis tertinggi di Kabupaten
Karo pada tahun 2005-2014 terjadi pada tahun 2014 sebesar Rp 1.703,-/kg dan
harga rata-rata kubis terendah terjadi pada tahun 2006 sebesar Rp 743,-/kg. Total
harga rata-rata kubis di Kabupaten Karo pada tahun 2005-2014 adalah sebesar
Rp 10.312,-/kg. Sedangkan produksi kubis tertinggi di Kabupaten Karo pada
terendah terjadi pada tahun 2014, yaitu sebesar 64.305 ton. Total produksi kubis
di Kabupaten Karo pada tahun 2005-2014 adalah sebesar 953.578 ton.
4.2.4. Perkembangan Harga dan Produksi Kentang
Harga dan produksi tanaman kentang di Kabupaten Karo selama kurun waktu
2005 sampai 2014 dapat dilihat pada Tabel 4.5 berikut:
Tabel 4.5. Perkembangan Harga dan Produksi Kentang Tahun 2005-2014 di Kabupaten Karo
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Karo, 2005-2014
Dari Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa harga rata-rata kentang tertinggi di Kabupaten
Karo pada tahun 2005-2014 terjadi pada tahun 2014 sebesar Rp 6.092,-/kg dan
harga rata-rata kentang terendah terjadi pada tahun 2006 sebesar Rp 2.144,-/kg.
Total harga rata-rata kentang di Kabupaten Karo pada tahun 2005-2014 adalah
sebesar Rp 37.151,-/kg. Sedangkan produksi kentang tertinggi di Kabupaten Karo
pada tahun 2005-2014 terjadi pada tahun 2005 sebesar 55.445 ton dan produksi
kentang terendah terjadi pada tahun 2007, yaitu sebesar 34.126 ton. Total
32
4.2.5. Perkembangan Harga dan Produksi Tomat
Harga dan produksi tanaman tomat di Kabupaten Karo selama kurun waktu 2005
sampai 2014 dapat dilihat pada Tabel 4.6 berikut:
Tabel 4.6. Perkembangan Harga dan Produksi Tomat Tahun 2005-2014 di Kabupaten Karo
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Karo, 2005-2014
Dari Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa harga rata-rata tomat tertinggi di Kabupaten
Karo pada tahun 2005-2014 terjadi pada tahun 2014 sebesar Rp 5.050,-/kg dan
harga rata-rata tomat terendah terjadi pada tahun 2006 sebesar Rp 2.296,-/kg.
Total harga rata-rata tomat di Kabupaten Karo pada tahun 2005-2014 adalah
sebesar Rp 34.340,-/kg. Sedangkan produksi tomat tertinggi di Kabupaten Karo
pada tahun 2005-2014 terjadi pada tahun 2013 sebesar 74.578 ton dan produksi
tomat terendah terjadi pada tahun 2011, yaitu sebesar 28.393 ton. Total produksi
4.2.6. Perkembangan Harga dan Produksi Wortel
Harga dan produksi tanaman wortel di Kabupaten Karo selama kurun waktu 2005
sampai 2014 dapat dilihat pada Tabel 4.6 berikut:
Tabel 4.7. Perkembangan Harga dan Produksi Wortel Tahun 2005-2014 di Kabupaten Karo
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Karo, 2005-2014
Dari Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa harga rata-rata wortel tertinggi di Kabupaten
Karo pada tahun 2005-2014 terjadi pada tahun 2014 sebesar Rp 3.579,-/kg dan
harga rata-rata wortel terendah terjadi pada tahun 2007 sebesar Rp 1.075,-/kg.
Total harga rata-rata wortel di Kabupaten Karo pada tahun 2005-2014 adalah
sebesar Rp 20.167,-/kg. Sedangkan produksi wortel tertinggi di Kabupaten Karo
pada tahun 2005-2014 terjadi pada tahun 2005 sebesar 65.174 ton dan produksi
wortel terendah terjadi pada tahun 2011, yaitu sebesar 22.253 ton. Total produksi
34
4.2.7. Perkembangan Harga dan Produksi Buncis
Harga dan produksi tanaman buncis di Kabupaten Karo selama kurun waktu 2005
sampai 2014 dapat dilihat pada Tabel 4.8 berikut:
Tabel 4.8. Perkembangan Harga dan Produksi Buncis Tahun 2005-2014 di Kabupaten Karo
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Karo, 2005-2014
Dari Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa harga rata-rata buncis tertinggi di Kabupaten
Karo pada tahun 2005-2014 terjadi pada tahun 2014 sebesar Rp 4.929,-/kg dan
harga rata-rata buncis terendah terjadi pada tahun 2006 sebesar Rp 1.798,-/kg.
Total harga rata-rata buncis di Kabupaten Karo pada tahun 2005-2014 adalah
sebesar Rp 27.390,-/kg. Sedangkan produksi buncis tertinggi di Kabupaten Karo
pada tahun 2005-2014 terjadi pada tahun 2009 sebesar 26.981 ton dan produksi
buncis terendah terjadi pada tahun 2014, yaitu sebesar 11.881 ton. Total produksi
4.2.8. Perkembangan Harga dan Produksi Petsai
Harga dan produksi tanaman petsai di Kabupaten Karo selama kurun waktu 2005
sampai 2014 dapat dilihat pada Tabel 4.9 berikut:
Tabel 4.9. Perkembangan Harga dan Produksi Petsai Tahun 2005-2014 di Kabupaten Karo
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Karo, 2005-2014
Dari Tabel 4.9 dapat dilihat bahwa harga rata-rata petsai tertinggi di Kabupaten
Karo pada tahun 2005-2014 terjadi pada tahun 2014 sebesar Rp 1.678,-/kg dan
harga rata-rata petsai terendah terjadi pada tahun 2006 sebesar Rp 618,-/kg. Total
harga rata-rata petsai di Kabupaten Karo pada tahun 2005-2014 adalah sebesar Rp
10.652,-/kg. Sedangkan produksi petsai tertinggi di Kabupaten Karo pada tahun
2005-2014 terjadi pada tahun 2010 sebesar 65.695 ton dan produksi petsai
terendah terjadi pada tahun 2014, yaitu sebesar 23.680 ton. Total produksi petsai
36
4.2.9. Perkembangan Harga dan Produksi Labu Siam
Harga dan produksi tanaman labu siam di Kabupaten Karo selama kurun waktu
2005 sampai 2014 dapat dilihat pada Tabel 4.10 berikut:
Tabel 4.10. Perkembangan Harga dan Produksi Labu Siam Tahun 2005-2014 di Kabupaten Karo
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Karo, 2005-2014
Dari Tabel 4.10 dapat dilihat bahwa harga rata-rata labu siam tertinggi di
Kabupaten Karo pada tahun 2005-2014 terjadi pada tahun 2014 sebesar
Rp 267,-/kg dan harga rata-rata labu siam terendah terjadi pada tahun 2006
sebesar Rp 112,-/kg. Total harga rata-rata labu siam di Kabupaten Karo pada
tahun 2005-2014 adalah sebesar Rp 1.764,-/kg. Sedangkan produksi labu siam
tertinggi di Kabupaten Karo pada tahun 2005-2014 terjadi pada tahun 2014
sebesar 7.478 ton dan produksi labu siam terendah terjadi pada tahun 2006, yaitu
sebesar 0 ton. Total produksi labu siam di Kabupaten Karo pada tahun 2005-2014
4.2.10. Perkembangan Harga dan Produksi Kol Bunga
Harga dan produksi tanaman kol bunga di Kabupaten Karo selama kurun waktu
2005 sampai 2014 dapat dilihat pada Tabel 4.10 berikut:
Tabel 4.11. Perkembangan Harga dan Produksi Kol Bunga Tahun 2005-2014 di Kabupaten Karo
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Karo, 2005-2014
Dari Tabel 4.11 dapat dilihat bahwa harga rata-rata kol bunga tertinggi di
Kabupaten Karo pada tahun 2005-2014 terjadi pada tahun 2014 sebesar
Rp 3.889,-/kg dan harga rata-rata kol bunga terendah terjadi pada tahun 2006
sebesar Rp 1.779,-/kg. Total harga rata-rata kol bunga di Kabupaten Karo pada
tahun 2005-2014 adalah sebesar Rp 25.496,-/kg. Sedangkan produksi kol bunga
tertinggi di Kabupaten Karo pada tahun 2005-2014 terjadi pada tahun 2005
sebesar 45.388 ton dan produksi kol bunga terendah terjadi pada tahun 2011, yaitu
sebesar 19.105 ton. Total produksi kol bunga di Kabupaten Karo pada tahun
38
4.2.11. Perkembangan Harga dan Produksi Bawang Daun
Harga dan produksi tanaman bawang daundi Kabupaten Karo selama kurun waktu
2005 sampai 2014 dapat dilihat pada Tabel 4.11 berikut:
Tabel 4.12. Perkembangan Harga dan Produksi Bawang Daun Tahun 2005-2014 di Kabupaten Karo
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Karo, 2005-2014
Dari Tabel 4.12 dapat dilihat bahwa harga rata-rata bawang daun tertinggi di
Kabupaten Karo pada tahun 2005-2014 terjadi pada tahun 2014 sebesar
Rp 6.945,-/kg dan harga rata-rata bawang daun terendah terjadi pada tahun 2006
sebesar Rp 4.271,-/kg. Total harga rata-rata bawang daun di Kabupaten Karo pada
tahun 2005-2014 adalah sebesar Rp 54.122,-/kg. Sedangkan produksi bawang
daun tertinggi di Kabupaten Karo pada tahun 2005-2014 terjadi pada tahun 2005
sebesar 21.258 ton dan produksi bawang daun terendah terjadi pada tahun 2010,
yaitu sebesar 5.402 ton. Total produksi bawang daun di Kabupaten Karo pada
4.2.12. Perkembangan Harga dan Produksi Cabe Merah
Harga dan produksi tanaman cabe merah di Kabupaten Karo selama kurun waktu
2005 sampai 2014 dapat dilihat pada Tabel 4.12 berikut:
Tabel 4.13. Perkembangan Harga dan Produksi Cabe Merah Tahun 2005 -2014 di Kabupaten Karo
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Karo, 2005-2014
Dari Tabel 4.13 dapat dilihat bahwa harga rata-rata cabe merah tertinggi di
Kabupaten Karo pada tahun 2005-2014 terjadi pada tahun 2013 sebesar
Rp 24.812,-/kg dan harga rata-rata cabe merah terendah terjadi pada tahun 2006
sebesar Rp 9.324,-/kg. Total harga rata-rata cabe merah di Kabupaten Karo pada
tahun 2005-2014 adalah sebesar Rp 162.469,-/kg. Sedangkan produksi cabe
merah tertinggi di Kabupaten Karo pada tahun 2005-2014 terjadi pada tahun 2013
sebesar 44.111 ton dan produksi cabe merah terendah terjadi pada tahun 2006,
yaitu sebesar 27.677 ton. Total produksi cabe merah di Kabupaten Karo pada
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian dan pembahasan bagaimana dampak
erupsi Gunung Sinabung terhadap produksi dan harga buah dan sayuran di
Kabupaten Karo. Komoditi buah dalam penelitian ini adalah jeruk dan markisah,
sedangkan komoditi sayuran dalam penelitian ini adalah kubis, kentang, tomat,
wortel, buncis, petsai/sawi, labu siam, kol bunga, bawang daun, dan cabe merah.
Untuk mengetahui dampak erupsi Gunung Sinabung terhadap produksi buah dan
sayuran di Kabupaten Karo , maka dapat dilihat dari data produksi sebelum erupsi
(tahun 2005-2009) dan data produksi sesudah erupsi (tahun 2010-2014).
Demikian juga untuk mengetahui dampak erupsi Gunung Sinabung terhadap
harga buah dan sayuran di Kabupaten Karo , maka dapat dilihat dari data harga
sebelum erupsi (tahun 2005-2009) dan data harga sesudah erupsi (tahun
5.1. Dampak Erupsi Gunung Sinabung Terhadap Produksi Buah dan
Sayuran di Kabupaten Karo
Tabel 5.1. Luas Panen dan Produksi Buah dan Sayuran di Kabupaten Karo Sebelum (Tahun 2005-2009) dan Sesudah (Tahun 2009-2014) Erupsi Gunung Sinabung
Sumber: Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Karo (Lampiran 1 dan 2 diolah)
Pada Tabel 5.1 dapat dilihat bahwa adanya peningkatan produksi pada komoditas
kentang, tomat, labu siam, dan cabe merah sesudah erupsi dibandingkan dengan
produksi sebelum erupsi. Kenaikan produksi pada keempat komoditas tersebut
disebabkan karena adanya peningkatan luas panen sesudah erupsi dibandingkan
sebelum erupsi.
Total produksi kentang sesudah erupsi mengalami peningkatan sebesar 21.145 ton
atau meningkat sebesar 10,32% dari sebelum erupsi. Hal tersebut disebabkan
karena adanya peningkatan total luas panen sesudah erupsi sebesar 724 ha atau
42
Produksi tomat sesudah erupsi mengalami peningkatan sebesar 22.068 ton atau
meningkat sebesar 9,39% dibandingkan dengan produksi tomat sebelum erupsi.
Peningkatan produksi tomat disebabkan karena adanya peningkatan luas panen
sebesar 101 ha atau meningkat sebesar 1,10% dibandingkan dengan total luas
panen tomat sebelum erupsi.
Produksi labu siam sesudah erupsi mengalami peningkatan sebesar 14.356 ton
atau meningkat sebesar 232,7% dibandingkan produksi sebelum erupsi. Hal
tersebut disebabkan adanya peningkatan luas panen labu siam sesudah erupsi
sebesar 283 ha atau meningkat sebesar 154,6% dari luas panen sebelum erupsi.
Produksi cabe merah sesudah erupsi mengalami peningkatan sebesar 37.298 ton
atau meningkat sebesar 21,61% dari produksi sebelum erupsi. Adanya
peningkatan produksi disebabkan karena adanya peningkatan luas panen cabe
merah sesudah erupsi sebesar 7.382 ha atau meningkat sebesar 37,5% dari
sebelum erupsi.
Pada Tabel 5.1 juga dapat dilihat bahwa kebanyakan buah dan sayuran di
Kabupaten Karo mengalami penurunan produksi sesudah erupsi Gunung
Sinabung. Dari dua belas komoditas pada Tabel 5.1, terdapat delapan komoditas
yang produksinya sesudah erupsi mengalami penurunan dibandingkan produksi
sebelum erupsi. Kedelapan komoditas tersebut adalah komoditas jeruk, markisah,
kubis, wortel, buncis, petsai/sawi, kol bunga, dan bawang daun.
Produksi jeruk mengalami penurunan sebesar 10,33% setelah terjadinya erupsi
Gunung Sinabung, yaitu dari 2.972.091 ton menjadi 2.665.015 ton. Luas panen
total luas panen jeruk sebelum erupsi sebesar 51.039,12 ha dan sesudah erupsi
total luas panen menjadi 337.741,33 ha.
Produksi markisah sebelum erupsi adalah sebesar 32.927 ton dan sesudah erupsi
adalah sebesar 15.099 ton. Produksi markisah sesudah erupsi mengalami
penurunan sebesar 17.828 ton atau turun sebesar 54,14% dibandingkan dengan
produksi markisah sebelum erupsi. Luas panen markisah mengalami penurunan
sebesar 72 ha atau menurun sebesar 2,17% dari sebelum erupsi, di mana sebelum
erupsi luas panen markisah sebesar 3.331 ha dan sesudah erupsi menjadi 3.258 ha.
Produksi kubis sesudah erupsi mengalami penurunan sebesar 106.550 ton atau
turun sebesar 20% dibandingkan sebelum erupsi, di mana produksi kubis sebelum
erupsi adalah sebesar 530.064 to, dan sesudah erupsi menjadi 423.514 ton. Luas
panen kubis sesudah erupsi juga mengalami penurunan. Penurunannya sebesar
395 ha atau turun sebesar 5,6% dari sebelum erupsi, di mana luas panen kubis
sebelum erupsi adalah sebesar 15.794 ha dan sesudah erupsi menjadi 15.399 ha.
Produksi wortel sesudah erupsi mengalami penurunan sebesar 31.467 ton atau
turun sebesar 16,31% dari sebelum erupsi, di mana produksi wortel sebelum
erupsi adalah sebesar 192.906 ton dan sesudah erupsi menjadi 162.439 ton.
Sedangkan, luas panen wortel sesudah erupsi mengalami peningkatan sebesar 44
ha atau naik sebesar 0,61% dari sebelum erupsi, di mana luas panen wortel
sebelum erupsi adalah sebesar 7.196 ha dan sesudah erupsi menjadi 7.241 ha.
Produksi buncis sebelum erupsi adalah sebesar 123.636 ton dan sesudah erupsi
44
buncis sesudah erupsi juga mengalami penurunan, di mana luas panen buncis
sebelum erupsi adalah sebesar 10.502 ha dan sesudah erupsi menjadi 8.669 ha.
Penurunan luas panen buncis sesudah erupsi adalah sebesar 18.333 ha atau turun
sebesar 17,45% dari sebelum erupsi.
Produksi petsai/sawi sesudah erupsi mengalami penurunan sebesar 73.996 ton
atau turun sebesar 28,36%, di mana produksi petsai/sawi sebelum erupsi adalah
sebesar 260.874 ton dan sesudah erupsi menjadi 186.878 ton. Sedangkan, luas
panen petsai/sawi sesudah erupsi mengalami peningkatan sebesar 812 ha atau naik
sebesar 7,24% dari luas panen sebelum erupsi.
Produksi kol bunga sesudah erupsi mengalami penurunan sebesar 37.775 ton atau
turun sebesar 25,1% dari sebelum erupsi, di mana produksi kol bunga sebelum
erupsi adalah sebesar 150.685 ton dan sesudah erupsi menjadi 112.910 ton.
Sedangkan, luas panen kol bunga sesudah erupsi mengalami peningkatan sebesar
238 ha atau naik sebesar 3,28% dari sebelum erupsi, di mana luas panen kol
bunga sebelum erupsi adalah sebesar 7.258 ha dan sesudah erupsi menjadi
7.496 ha.
Produksi bawang daun sesudah erupsi mengalami penurunan sebesar 45.478 ton
atau turun sebesar 53,7% dari sebelum erupsi, di mana produksi bawang daun
sebelum erupsi adalah sebesar 84.691 ton dan sesudah erupsi menjadi 39.213 ton.
Luas panen bawang daun sesudah erupsi juga mengalami penurunan.
Penurunannya sebesar 3.390 ha atau turun sebesar 50,4% dari sebelum erupsi, di
mana luas panen bawang daun sebelum erupsi adalah sebesar 6.726 ha dan
Penurunan produksi pada komoditas buah dan sayur tersebut disebabkan karena
banyaknya lahan yang tertutupi debu vulkanik yang berdampak pada penurunan
luas panen. Selain karena luas panen yang berkurang, penurunan produksi pada
tanaman buah dan sayuran juga disebabkan karena adanya kerusakan pada
tanaman. Tanaman yang tertutupi abu vulkanik mengakibatkan tanaman buah dan
sayuran susah untuk berkembang sehingga produksinya mengecil dan bahkan ada
yang gagal panen.
Untuk menguji apakah terdapat perbedaan yang nyata antara produksi buah dan
sayuran sebelum dan sesudah erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo,
dilakukan uji beda rata-rata berpasangan (Paired Sample T-Test). Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 5.2. Hasil Uji Beda Rata-Rata Berpasangan Produksi Buah Sebelum dan Sesudah Erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo
No. Komoditas Sig Keterangan
1. Jeruk 0,83 H0 diterima
2. Markisah 0,01 H1 diterima
46
Tabel 5.3. Hasil Uji Beda Rata-Rata Berpasangan Produksi Sayuran Sebelum dan Sesudah Erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo
No. Komoditas Sig Keterangan
1. Kubis 0,08 H0 diterima
Pada Tabel 5.2 dan Tabel 5.3 menunjukkan bahwa dari dua belas komoditas buah
dan sayuran yang diteliti, sebanyak sembilan komoditas yang produksinya
diperoleh nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 ( > 0,05). Sembilan komoditas
tersebut adalah jeruk, kubis, kentang, tomat, wortel, buncis, petsai/sawi, kol
bunga, dan cabe merah. Sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Maka dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara produksi jeruk,
kubis, kentang, tomat, wortel, buncis, petsai/sawi, kol bunga, dan cabe merah
sebelum dan sesudah erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo. Hal tersebut
disebabkan karena dari tujuh belas kecamatan yang ada di Kabupaten Karo, hanya
enam kecamatan yang terkena dampak erupsi Gunung Sinabung. Keenam
kecamatan tersebut adalah Kecamatan Namanteran, Kecamatan Simpang Empat,
Kecamatan Merdeka, Kecamatan Dolat Rayat, Kecamatan Barusjahe, dan
Menurut Rauf dalam Sinaga (2015), kandungan abu vulkanik hasil erupsi Gunung
Sinabung tergolong masam yakni kisaran pH 4,30-4,98. PH tanah mempengaruhi
aktivitas mikroorganisme di dalam tanah. Sinaga (2015) menarik kesimpulan
bahwa terdapat hubungan antara pH tanah dan respirasi mikroorganisme pada
tanah yang tidak terkena dan terkena abu, di mana semakin tebal abu yang
menutupi permukaan tanah menyebabkan semakin menurunnya nilai pH dan
respirasi di dalam tanah.
Adanya perbedaan yang nyata antara produksi markisah sebelum dan sesudah
erupsi Gunung Sinabung disebabkan karena salah satu dari dua sentra produksi
markisah di Kabupaten Karo terkena dampak erupsi Gunung Sinabung, yaitu
Kecamatan Barusjahe, di mana sentra produksi markisah adalah Kecamatan
Tigapanah dan Barusjahe. Di sisi lain, adanya perbedaan yang nyata tersebut juga
disebabkan karena syarat tumbuh tanaman markisah adalah pH tanah normal
(6,5 - 7,5), sedangkan erupsi Gunung Sinabung menyebabkan pH tanah menjadi
asam sehingga produksi markisah mengalami penurunan
Pada komoditas bawang daun, sentra produksi terdapat di Kecamatan Simpang
Empat, Berastagi, dan Tigapanah. Salah dua dari tiga sentra produksi tersebut
terkena dampak erupsi Gunung Sinabung, yaitu Kecamatan Simpang Empat dan
Berastagi. Syarat tumbuh komoditas bawang daun adalah pH tanah normal (6,5 -
7,5). Kedua hal tersebut menyebabkan adanya perbedaan yang nyata antara
produksi bawang daun sebelum dan sesudah erupsi Gunung Sinabung, di mana
48
Pada komoditas labu siam, sentra produksi terdapat di Kecamatan Berastagi dan
Tiga Binanga. Salah satu dari sentra produksi tersebut mengalami dampak erupsi
Gunung Sinabung, yaitu Kecamatan Tiga Binanga. Syarat tumbuh pada
komoditas labu siam salah satunya adalah pH tanah masam (5 – 6,5). Hal tersebut
menyebabkan adanya peningkatan produksi seara drastis (232,7%) pada labu siam
sesudah erupsi Gunung Sinabung, sehingga dapat disimpulkan adanya perbedaan
yang nyata sebelum dan sesudah erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo.
5.2. Dampak Erupsi Gunung Sinabung Terhadap Harga Buah dan Sayuran
di Kabupaten Karo
Tabel 5.4. Produksi dan Harga Buah dan Sayuran di Kabupaten Karo Sebelum (Tahun 2005-2009) dan Sesudah (Tahun 2009-2014) Erupsi Gunung Sinabung Sumber: Sumber: Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Karo (Lampiran 2
dan 3 diolah)
Dari Tabel 5.4 dapat dilihat adanya perubahan harga buah dan sayuran sebelum
erupsi dan sesudah erupsi. Rataan harga jeruk di Kabupaten Karo sebelum erupsi
Sinabung yaitu sebesar Rp 6.098,- /kg. Sesudah erupsi harga jeruk meningkat
sebesar 126,21%.
Rataan harga markisah sebelum erupsi Gunung Sinabung adalah Rp 2.460,-/kg
dan rataan harga markisah sesudah erupsi adalah Rp 5.251,-/kg. Harga markisah
sesudah erupsi Gunung Sinabung mengalami peningkatan sebesar 113,45%
dibandingkan dengan harga markisah sebelum erupsi.
Rataan harga kubis sebelum erupsi Gunung Sinabung adalah Rp 839,-/kg dan
rataan harga kubis sesudah erupsi adalah Rp 1.224,-/kg. Harga kubis sesudah
erupsi Gunung Sinabung mengalami peningkatan sebesar 45,93% dibandingkan
dengan harga kubis sebelum erupsi.
Rataan harga kentang sebelum erupsi Gunung Sinabung adalah Rp 2.891,-/kg dan
rataan harga kentang sesudah erupsi adalah Rp 4.539,-/kg. Harga kentang sesudah
erupsi Gunung Sinabung mengalami peningkatan sebesar 57% dibandingkan
dengan harga kentang sebelum erupsi.
Rataan harga tomat sebelum erupsi Gunung Sinabung adalah Rp 2.945,-/kg dan
rataan harga tomat sesudah erupsi adalah Rp 3.923,-/kg. Harga tomat sesudah
erupsi Gunung Sinabung mengalami peningkatan sebesar 33,17% dibandingkan
dengan harga tomat sebelum erupsi.
Rataan harga wortel sebelum erupsi Gunung Sinabung adalah Rp 1.570,-/kg dan
rataan harga wortel sesudah erupsi adalah Rp 2.464,-/kg. Harga wortel sesudah
50
Rataan harga buncis sebelum erupsi Gunung Sinabung adalah Rp 2.069,-/kg dan
rataan harga buncis sesudah erupsi adalah Rp 3.409,-/kg. Harga buncis sesudah
erupsi Gunung Sinabung mengalami peningkatan sebesar 64,77% dibandingkan
dengan harga buncis sebelum erupsi.
Rataan harga petsai sebelum erupsi Gunung Sinabung adalah Rp 812,-/kg dan
rataan harga petsai sesudah erupsi adalah Rp 1.319,-/kg. Harga petsai sesudah
erupsi Gunung Sinabung mengalami peningkatan sebesar 62,43% dibandingkan
dengan harga petsai sebelum erupsi.
Rataan harga labu siam sebelum erupsi Gunung Sinabung adalah Rp 142,-/kg dan
rataan harga labu siam sesudah erupsi adalah Rp 211,-/kg. Harga labu siam
sesudah erupsi Gunung Sinabung mengalami peningkatan sebesar 49,15%
dibandingkan dengan harga labu siam sebelum erupsi.
Rataan harga kol bunga sebelum erupsi Gunung Sinabung adalah Rp 2.090,-/kg
dan rataan harga kol bunga sesudah erupsi adalah Rp 3.009,-/kg. Harga kol bunga
sesudah erupsi Gunung Sinabung mengalami peningkatan sebesar 43,96%
dibandingkan dengan harga kol bunga sebelum erupsi.
Rataan harga bawang daun sebelum erupsi Gunung Sinabung adalah Rp4.910,-/kg
dan rataan harga bawang daun sesudah erupsi adalah Rp 5.915,-/kg. Harga
bawang daun sesudah erupsi Gunung Sinabung mengalami peningkatan sebesar
20,47% dibandingkan dengan harga bawang daun sebelum erupsi.
Rataan harga cabe merah sebelum erupsi Gunung Sinabung adalah Rp 12.886,-/kg
merah sesudah erupsi Gunung Sinabung mengalami peningkatan sebesar 52,16%
dibandingkan dengan harga cabe merah sebelum erupsi.
Dari uraian tersebut dapat dilihat bahwa sesudah erupsi Gunung Sinabung seluruh
komoditas buah dan sayuran mengalami kenaikan harga. Kenaikan harga
disebabkan karena kurangnya pasokan buah dan sayuran dari sentra produksi di
Kabupaten Karo.
Untuk menguji apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara harga buah dan
sayuran sebelum dan sesudah erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo,
dilakukan uji beda rata-rata berpasangan (Paired Sample T-Test). Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 5.5. Hasil Uji Beda Rata-Rata Berpasangan Harga Buah Sebelum dan Sesudah Erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo
No. Komoditas Sig Keterangan
1. Jeruk 0,009 H1 diterima
2. Markisah 0,072 H0 diterima
Sumber: Lampiran 5 dan 7
Tabel 5.6. Hasil Uji Beda Rata-Rata Berpasangan Harga Sayuran Sebelum dan Sesudah Erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo
No. Komoditas Sig Keterangan
52
Pada Tabel 5.5 dan Tabel 5.6 dapat dilihat bahwa dari dua belas komoditas yang
diteliti, sebanyak dua komoditas yang harganya diperoleh nilai signifikansinya
lebih besar dari 0,05 ( < 0,05). Kedua komoditas tersebut adalah markisah dan
bawang daun. Maka dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara
harga markisah dan bawang daun sebelum erupsi dan sesudah erupsi Gunung
Sinabung.
Pada Tabel 5.5 dan Tabel 5.6 juga dapat dilihat bahwa nilai signifikansi pada
harga komoditas jeruk, kubis, kentang, tomat, wortel, buncis, petsai/sawi, labu
siam, kol bunga, dan cabe merah adalah lebih kecil dari 0,05 (< 0,05), sehingga
H1 diterima, H0 ditolak. Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang
nyata antara harga jeruk, kubis, kentang, tomat, wortel, buncis, petsai/sawi, labu
siam, kol bunga, cabe merah sebelum dan sesudah erupsi Gunung Sinabung di
Kabupaten Karo.
Kerusakan tanaman sayur-mayur akibat abu vulkanik dan awan panas juga
meliputi wilayah-wilayah di luar zona merah. Banyak petani gagal panen atau
memaksa panen lebih awal akibat kerusakan batang atau rusak akibat mati karena
pucuk layu. Produksi yang terganggu ditambah pemanenan yang juga terganggu
tentu saja membuat pasokan di pasar menjadi berkurang (Hutasoit, 2015).
Keterbatasan pasokan buah dan sayuran di sentra produksi Kabupaten Karo
menyebabkan adanya kenaikan harga pada buah dan sayuran di daerah tersebut.
Menurut Hutabarat (2014), berbagai faktor penyebab keterbatasan komoditas
pertanian antara lain: musim kemarau, serangan hama, dan bencana alam yang
fluktuasi harga pada daerah yang mengalami bencana, seperti erupsi gunung
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Terdapat perbedaan yang nyata antara produksi markisah, produksi labu siam,
produksi bawang daun sebelum dan sesudah erupsi Gunung Sinabung. Tidak
terdapat perbedaan yang nyata antara produksi jeruk, produksi kubis, produksi
kentang, produksi tomat, produksi wortel, produksi buncis, produksi petsai,
produksi kol bunga, dan produksi cabe merah sebelum dan sesudah erupsi
Gunung Sinabung.
2. Terdapat perbedaan yang nyata antara harga jeruk, harga kubis, harga kentang,
harga tomat, harga wortel, harga buncis, harga petsai, harga labu siam, harga
kol bunga, harga cabe merah sebelum dan sesudah erupsi Gunung Sinabung. .
Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara harga markisah dan harga bawang
daun sebelum dan sesudah erupsi Gunung Sinabung.
6.2 Saran
1. Kepada pemerintah diharapkan membuat suatu upaya antisipasi menurunnya
produksi buah dan sayuran di Kabupaten Karo dan juga membuat program
yang dapat meningkatkan nilai jual buah dan sayuran di Kabupaten Karo.
2. Kepada peneliti selanjutnya diharapkan melakukan penelitian lanjutan
mengenai dampak erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo dengan
komoditas yang berbeda, seperti tanaman pangan (komoditas padi, jagung, dan
2.1. Tinjauan Pustaka
2.1.1. Pengertian Dampak
Pengertian dampak adalah pengaruh atau efek tidak langsung dari erupsi Gunung
Sinabung atau dari bencana lain. Pengaruh atau efek adalah suatu keadaan di
mana ada hubungan timbal balik atau hubungan sebab akibat antara apa yang
mempengaruhi dengan apa yang dipengaruhi (KBBI Online, 2015).
Dampak lain dari erupsi Merapi adalah masalah sosial ekonomi masyarakat tani.
Di samping kehilangan sanak saudara, harta benda, mereka juga kehilangan mata
pencarian dari usahataninya (Martini, dkk., 2011).
2.1.2. Erupsi Gunung Sinabung dan Dampaknya
Gunung Sinabung merupakan salah satu gunung di Dataran Tinggi Karo,
Kabupaten Karo,Sumatera Utara, Indonesia. Koordinat puncak Gunung Sinabung
adalah 3º10’12”LU dan 98º23’31”BT dengan puncak tertinggi gunung ini adalah
2.460 meter dpl yang mencapai puncak tertinggi di Sumatera Utara. Gunung ini
belum pernah meletus sejak tahun 1600, tetapi mendadak aktif kembali dengan
meletus pada tahun 2010.
Peristiwa letusan pertama sejak 27 Agustus 2010, gunung ini mengeluarkan asap
dan abu vulkanis. Pada tanggal 29 Agustus 2010 sekitar pukul 00.15 WIB Gunung
Sinabung mengeluarkan lava. Status gunung ini dinaikkan menjadi “awas”.
9
menuju timur laut. Sebagian Kota Medan juga terselimuti abu dari Gunung
Sinabung (Purba, 2013).
Gunung Sinabung yang meletus pada tahun 2010 dan terus berlanjut hingga tahun
2013 berdampak terhadap kehidupan manusia. Dampaknya bergantung terhadap
besarnya kekuatan letusan gunung api tersebut namun secara umum dampak yang
mungkin terjadi terhadap kehidupan sosial, ekonomi, dan kesehatan masyarakat
khususnya sekitar lokasi gunung berapi tersebut. Letusan gunung juga
menyebabkan perubahan kegiatan ekonomi daerah tersebut, harga-harga sayuran
dan produksi pertanian, sedangkan masyarakat di sekitar gunung sendiri tidak
memperoleh pendapatan selama kondisi bencana (Tindaon, 2013).
Abu vulkanik selain menutupi jalanan, rumah-rumah penduduk juga menutupi
tanaman. Debu vulkanik berdampak pada 6 (enam) kecamatan di sekitar gunung
Sinabung yaitu Kecamatan Namanteran, Kecamatan Simpang Empat, Kecamatan
Merdeka, Kecamatan Dolat Rayat, Kecamatan Barusjahe, dan Kecamatan
Berastagi. Letusan terkini terjadi pada tanggal 15 Oktober 2013 dan dilaporkan
juga mengeluarkan lava (BPTP, 2013).
Berdasarkan perhitungan Dinas Pertanian dan Perkebunan Karo, kerugian di
sektor pertanian dan perkebunan sejak Gunung Sinabung erupsi hingga
6 Januari 2014 diperkirakan Rp 712,2 milyar, di mana 10.406 hektar lahan
pertanian dan perkebunan puso. Luas lahan pertanian dan perkebunan ini meliputi
tanaman pangan (1.837 ha), hortikultura (5.716 ha), tanaman buah (1.630 ha),
biofarmaka (1,7 ha), dan perkebunan (2.856 ha). Dampak ini terdapat di 4
Kerugian dan kerusakan dampak erupsi Sinabung nanti akan dihitung secara
menyeluruh, di sektor perumahan dan permukiman, infrastruktur, ekonomi
produktif, sosial budaya dan lintas sektor (BPTP, 2014).
2.1.3. Buah-Buahan
Menurut Zulkarnain (2009), secara botani, buah dapat didefinisikan sebagai ovari
matang dari suatu bunga dengan segala isinya serta bagian-bagian yang terkait
erat dari buga tersebut. Oleh karena itu, buah terdiri atas bagian-bagian terkait
seperti dinding ovari atau pericarp (yang berdiferensiasi menjadi eksocarp,
endocarp, dan mesocarp), biji, jaringan plasenta, partisi, reseptakel, dan sumbu
tangkai bunga.
Berdasarkan jumlah penyusunnya, buah dapat diklasifikasikan atas beberapa
kelompok, yaitu:
a. Buah sederhana, yaitu buah yang berkembang dari satu ovari. Buah sederhana
dikelompokkan lagi menjadi:
1. Buah sederhana berdaging (pericarpnya berdaging). Tipe buah demikian
dapat dikelompokkan lagi menjadi:
a. Tipe berry, misalnya buah tomat dan anggur (Vitis vinifera)
b. Tipe drupe, misalnya buah zaitun, peach, cherry (Prunus, sp.), dan
plum.
c. Tipe pome, misalnya buah apel (Malus domestica)
d. Tipe hesperidium, misalnya buah jeruk (Citrus sp.)
e. Tipe pepo, misalnya buah tanaman yang tergolong ke dalam famili
11
2. Buah sederhana tidak berdaging (pericarpnya kering), yang dapat
digolongkan menjadi:
a. Golongan dehiscent (membuka dan menyebarkan biji pada saat
matang), yang dapat dikelompokkan lagi menjadi:
1) Tipe legume (polong), misalnya buah kaang-kacangan
2) Tipe follicle, misalnya buah peony dan Hakea
3) Tipe capsule, misalnya buah Eucalyptus sp
4) Tipe silique, misalnya buah mustard (Brassica nigra)
b. Golongan indischent (tidak membuka dan tidak menyebarkan biji
pada saat matang), yang dapat dikelompokkan lagi menjadi:
1) Tipe achene, misalnya buah bunga matahari (Helianthus annuus)
2) Tipe caryopsis (biji-bijian), misalnya buah jagung
3) Tipe nut, misalnya buah hazel nut
4) Tipe samara, misalnya buah maple.
b. Buah agregat, yaitu buah yang berasal dari beberapa ovari pada bunga yang
sama, baik ovari tersebut bergerombol maupun menyebar pada satu eseptakel,
yang kemudian menyatu menjadi satu buah. Contoh buah tipe ini misalnya
pada tanaman stroberi (Fragaria vesca).
c. Buah majemuk, yaitu buah yang berasal dari beberapa ovari dari beberapa
bunga, lalu menyatu menjadi satu massa. Contoh buah ini misalnya pada
Berdasarkan asal tanaman buah-buahan, maka tanaman dapat dikelompokkan
menjadi dua sumber yaitu:
a. Tanaman buah sub-tropik.
Tanaman buah sub-tropik umumnya berasal dari daerah antara 230-400
Lintang. Contoh: buah kesemak dan pear.
b. Tanaman buah tropik
Tanaman buah tropik berasal dari daerah khatulistiwa sampai 230 Lintang.
Contoh: buah rambutan, durian, manggis, duku, dan sebagainya.
Tanaman buah sub-tropik umumnya masih dapat dikembangkan di daerah tropik,
seperti daerah pegunungan( ≥ 1000 meter di atas permukaan laut), sedangkan
tanaman buah tropik lebih sulit dikembangkan di daerah sub-tropik (Barus, 2008).
2.1.4. Sayuran
Menurut Tim Penulis PS (2008), terdapat berbagai jenis sayuran, yaitu:
a. Berdasarkan tempat tumbuh
Berdasarkan tempat tumbuhnya, sayuran dikelompokkan menjadi:
1. Sayuran dataran rendah
Sayuran dataran rendah dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di
dataran rendah. Contoh: bawang merah, jagung, dan timun.
2. Sayuran dataran tinggi
Sayuran dataran tinggi hanya dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik
pada daerah dataran tinggi. Contoh: bit, bawang daun, bawang putih, kapri,
13
3. Sayuran dataran rendah dan dataran tinggi
Sayuran jenis ini merupakan sayuran yang dapat beradaptasi dan
berproduksi pada dataran rendah maupun dataran tinggi tanpa terdapat
perbedaan ketika ditanam di dataran rendah dan tinggi. Contoh: bayam,
cabai, kangkung, sawi, selada, terong, dan tomat.
b. Berdasarkan kebiasaan tumbuh
Berdasarkan kebiasaan tumbuh, sayuran dapat dibedakan menjadi:
1. Sayuran semusim
Sayuran semusim adalah sayuran yang melengkapi siklus hidupnya dalam
satu musim dan diperbanyak dengan biji.
Contoh: bayam, bit, bawang daun, bawang merah, bawang putih, cabai,
jagung, kangkung darat, kapri, kentang, kubis, lobak, petsai, rebung bambu,
sawi, selada, seledri, terong, tomat, dan wortel.
2. Sayuran tahunan
Sayuran tahunan adalah sayuran yang pertumbuhan dan produktivitasnya
tidak terbatas. Contoh: kangkung air, keluwih, melinjo, dan petai.
c. Berdasarkan bentuk yang dikonsumsi
Berdasarkan bentuk yang dikonsumsi, sayuran dibedakan menjadi:
1. Sayuran daun
Sayuran daun umumnya tidak dapat bertahan lama dan mudah busuk.
Contoh: bayam, bawang daun, kangkung, kubis, petsai, sawi, selada, dan
2. Sayuran buah
Daya tahan sayuran buah tergantung dari tebl tipisnya kulit, misalnya tomat
mempunyai daya tahan yang lebih rendah dibandingkan dengan terong
kapri. Contoh sayuran buah adalah cabai, jagung, kapri, terong, dan tomat.
3. Sayuran umbi
Sayuran umbi mempunyai daya tahan yang tinggi, misalnya kentang dapat
disimpan dalam jangka waktu yang lama sehingga petani bisa menunggu
harga yang baik untuk pemasarannya. Contoh sayuran umbi adalah bit,
bawang merah, bawang putih, kentang, dan lobak.
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Teori Produksi
Teori produksi yang sederhana menggambarkan tentang hubungan antara tingkat
produksi sesuatu barang dengan jumlah input produksi yang digunakan untuk
menghasilkan berbagai tingkat produksi barang tersebut. Fungsi produksi
menunjukkan sifat hubungan antara faktor-faktor produksi dan tingkat produksi
yang dihasilkan. Dalam analisis tersebut dimisalkan bahwa faktor-faktor produksi
lainnya adalah tetap jumlahnya, yaitu modal dan tanah jumlahnya dianggap tidak
mengalami perubahan. Juga teknologi tidak mengalami perubahan. Satu-satunya
faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya adalah tenaga kerja (Sukirno, 2009).
Menurut Joesron dan Suhartati (2003) produksi merupakan hasil akhir dari proses
atau aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan atau input.
Dengan pengertian ini dapat dipahami bahwa kegiatan produksi adalah
15
atau grafik merupakan fungsi produksi. Jadi, fungsi produksi adalah suatu
persamaan yang menunjukkan jumlah maksimum output yang dihasilkan dengan
kombinasi input tertentu.
Fungsi produksi adalah kaitan antara jumlah output maksimum yang bisa
dilakukan masing-masing dari tiap-tiap perangkat input (faktor produksi).
Masing-masing faktor mempunyai fungsi yang berbeda-beda dan saling terkait
satu sama lain. Kalau salah satu faktor tidak tersedia maka proses produksi tidak
akan berjalan, terutama tiga faktor yaitu tanah, modal, dan tenaga kerja. Tentu
saja proses produksi atau usahatani tidak berjalan jika tidak ada tenaga kerja.
Begitu juga dengan faktor lainnya seperti modal (Samuelson, 2002).
2.2.2. Teori Harga
Teori harga pasar merupakan teori ekonomi yang menerangkan perilaku harga
pasar barang-barang atau jasa-jasa individual. Isi teori harga pasar intinya ialah
harga suatu barang atau jasa yang pasarnya kompetitif tinggi rendahnya
ditentukan oleh permintaan pasar dan penawaran pasar (Reksoprayitno, 2000).
Harga pasar suatu komoditi dan jumlah yang diperjualbelikan ditentukan oleh
permintaan dan penawaran dari komoditi tersebut. Dengan harga pasar
dimaksudkan harga yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Analisis
permintaan dan penawaran digunakan untuk menggambarkan mekanisme pasar.
Tanpa campur tangan pemerintah, permintaan dan penawaran dengan sendirinya
akan mencapai keseimbangan harga dan jumlah komoditi yang diperjualbelikan
Kurva penawaran menunjukkan jumlah barang yang bersedia dijual oleh para
produsen pada harga yang akan diterimanya di pasar, sambil mempertahankan
agar setiap faktor yang mempengaruhi jumlah penawaran tetap. Sedangkan, kurva
permintaan menyatakan berapa banyak konsumen bersedia membeli karena harga
per unit berubah (Pyndick, 2003).
Pada awalnya harga suatu barang berada di atas tingkat keseimbangan pasar (P1).
Maka produsen akan berusaha memproduksi barang dan menjual lebih dari yang
bersedia dibeli konsumen. Akibatnya terjadi surplus penawaran yang melebihi
jumlah permintaan. Untuk menjual kelebihan penawaran tersebut maka produsen
akan mulai menurunkan harga. Akhirnya harga turun, jumlah permintaan akan
naik dan jumlah penawaran akan turun sampai harga ekuilibrium (Po) tercapai.
Sebaliknya, jika harga mula-mula berada di bawah tingkat keseimbangan pasar
(P2), yaitu jumlah permintaan melebihi jumlah penawaran. Di mana konsumen
tidak mampu membeli barang pada tingkat harga ini. Hal ini mengakibatkan
tekanan ke atas terhadap harga karena konsumen akan bersaing satu sama lain
untuk mendapatkan penawaran yang ada, dan produsen merespon dengan
menaikkan harga dan menambah jumlah barang, yang akhirnya harga akan
17
Harga
S
�1---
�0---
�2---
D Qs
Gambar 2.1. Penentuan Harga oleh Permintaan dan Penawaran
2.3. Penelitian Terdahulu
Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Andi Kusuma Sidabutar,
dengan judul “Dampak Erupsi Gunung Sinabung Terhadap Usahatani Kentang”.
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Kuta Rayat, Kecamatan Naman Teran,
Kabupaten Karo. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode analisis deskriptif dengan data time series dan metode uji beda rata-rata.
Metode analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan perkembangan luas
panen, produksi dan produktivitas kentang sebelum dan sesudah erupsi Gunung
Sinabung pada tahun 2013. Metode uji rata-rata digunakan untuk melihat
perbandingan produksi, produktivitas, biaya, harga, penerimaan dan pendapatan
dalam usahatani kentang sebelum dan sesudah erupsi Gunung Sinabung pada
tahun 2013. Hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan luas panen,
produksi, serta produktivitas kentang sesudah terjadi erupsi Gunung Sinabung.
Erupsi Gunung Sinabung memiliki perbedaan yang nyata dan dampak yang
dan pendapatan usahatani kentang. Hal tersebut dipengaruhi perubahan yang
menurun terhadap luas lahan dan luas tanam akibat erupsi yang mengeluarkan
banyak abu vulkanik. Sedangkan untuk produktivitas usahatani kentang tidak ada
perbedaan nyata sebelum dan sesudah erupsi Gunung Sinabung. Hal ini
disebabkan bahwa setelah erupsi tahun 2013 petani di Desa Kuta Rayat saat itu
masih menusahakan tanaman kentang walaupun dalam keadaan belum aman dari
erupsi dengan alasan bahwa usahatani kentang merupakan salah satu usaha yang
dapat dikerjakan petani untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Julprida Saragih yang berjudul
“Analisis Dampak Erupsi Gunung Sinabung Terhadap Pendapatan Petani Kubis
Kecamatan Simpang Empat”. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Gajah,
Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo. Metode analisis data yang
digunakan adalah Uji Two Sample Kolmogrov - Smirnov Z untuk mengetahui
perbedaan produktivitas dan pendapatan petani kubis di daerah yang terkena dan
yang tidak terkena dampak erupsi Gunung Sinabung. Hasil penelitian
menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara produktivitas kubis
di daerah yang terkena dengan daerah yang tidak terkena erupsi Gunung Sinabung
di daerah penelitian. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai signifikansinya sebesar
0,164 lebih besar dari ∝ (0,05), sehingga Ho diterima dan H1 ditolak. Selain itu,
hasil penelitian juga menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara
pendapatan petani kubis di daerah yang terkena dengan daerah yang tidak terkena
erupsi Gunung Sinabung di daerah penelitian. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai
19
Hutasoit (2015), dengan judul skripsi Dampak Erupsi Gunung Sinabung Terhadap
Penawaran Sayur Mayur (Kasus: Kentang, Bunga Kol, Sawi di Desa Jeraya,
Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo). Metode analisis data yang
digunakan adalah metode komparatif dan uji t berpasangan. Penelitian ini
menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan nyata produktivitas petani sayur mayur
(kentang, brokoli, dan sawi) sebelum dan sesudah erupsi Gunung Sinabung,
terdapat perbedaan nyata jumlah yang ditawarkan petani sayur mayur (kentang,
brokoli, dan sawi) sebelum dan sesudah erupsi Gunung Sinabung, terdapat
perbedaan nyata pendapatan petani sayur mayur (kentang, brokoli, dan sawi)
sebelum dan sesudah erupsi Gunung Sinabung.
2.4. Kerangka Pemikiran
Gunung Sinabung merupakan salah satu gunung berapi aktif di Kabupaten Karo.
Keberadaan Gunung Sinabung di Kabupaten Karo mempengaruhi keadaan
pertanian di daerah tersebut.
Sejak tanggal 27 September 2010, Gunung Sinabung mengeluarkan asap dan abu
vulkanik. Pada tanggal 3 September 2010 gunung ini meletus dan menyemburkan
debu vulkanik. Dan pada bulan September 2013, Gunung Sinabung kembali
meletus. Letusan ini melepaskan awan panas dan debu vulkanik. Letusan Gunung
Sinabung berpengaruh nyata terhadap produksi buah dan sayuran di Kabupaten
Karo. Debu vulkanik yang dihasilkan gunung tersebut merusak tanaman pertanian
di Kabupaten Karo. Namun, debu vulkanik tersebut juga akan menyuburkan tanah
Asap dan debu vulkanik tersebut mempengaruhi kualitas buah dan sayuran.
Kualitas buah dan sayuran akan mempengaruhi harga jual buah dan sayuran di
daerah tersebut. Untuk melihat dampak erupsi Gunung Sinabung terhadap
produksi dan harga buah dan sayuran di Kabupaten Karo dilakukan dengan
membandingkan produksi dan harga buah dan sayuran di Kabupaten Karo
sebelum dan sesudah terjadinya erupsi Gunung Sinabung.
Secara sistematis skema kerangka pemikiran digambarkan sebagai berikut:
perbedaan perbedaan Sebelum
(2005-2009)
Harga Buah dan Sayuran
Produksi Buah dan Sayuran
Sesudah (2010-2014)
Harga Buah dan Sayuran
Produksi Buah dan Sayuran Erupsi Gunung Sinabung
Gambar 2.2. Skema Kerangka Pemikiran
Keterangan:
21
2.5. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian
sebagai berikut:
1. Terdapat perbedaan yang nyata produksi buah dan sayuran di lokasi penelitian
sebelum dan sesudah erupsi Gunung Sinabung.
2. Terdapat perbedaan yang nyata harga buah dan sayuran di lokasi penelitian
1.1. Latar Belakang Masalah
Sayuran merupakan salah satu komoditas unggulan karena memiliki nilai
ekonomis yang cukup tinggi. Selain memiliki masa panen yang cukup pendek,
permintaan pasarnya pun cukup tinggi karena merupakan kebutuhan dapur
sehari-hari (Setyaningrum dan Cahyo, 2014).
Sayuran dan buahan merupakan salah dua makanan yang dibutuhkan manusia,
sayuran dan buahan sangat dianjurkan untuk dikonsumsi untuk memenuhi
kebutuhan kalori manusia perhari. Kebutuhan kalori perhari dapat kita lihat pada
tabel di bawah ini.
Tabel 1.1. Rata-Rata Konsumsi Kalori (Kkal) per Kapita Sehari di
Sumatera Utara Jenis Sayuran Tahun 2010-2014
Daerah 2010 2011 2012 2013 2014
Perkotaan 38,25 33,09 32,98 33,28 35,56
Perdesaan 43,73 41,57 41,11 39,55 40,1
Perkotaan + Perdesaan 41,2 37,4 37,12 36,47 37,87
Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara Tahun 2010-2014
Tabel 1.2. Rata-Rata Konsumsi Kalori (Kkal) per Kapita Sehari di
Sumatera Utara Jenis Buah-Buahan Tahun 2010-2014
Daerah 2010 2011 2012 2013 2014
Perkotaan 45,44 38,34 35,65 40,33 37,67
Perdesaan 44,34 47,51 42,44 37,76 38,86
Perkotaan + Perdesaan 44,85 43 39 39,02 38,27
2
Dari Tabel 1.1 dan Tabel 1.2 di atas dapat dilihat bahwa konsumsi sayuran dan
buahan masyarakat Sumatera Utara sebanyak 41,20 Kkal dan 44,85 Kkal pada
tahun 2010. Pada tahun 2014 konsumsi sayuran dan buahan masyarakat Sumatera
Utara mengalami penurunan dari tahun 2010 sebanyak 3,33 Kkal dan 6,58 Kkal.
Hal tersebut menunjukkan adanya penurunan produksi sayuran dan buahan di
Sumatera Utara sehingga konsumsinya mengalami penurunan.
Sayuran dan buahan mempunyai sifat mudah rusak. Sifat ini menyebabkan
munculnya ketergantungan yang tinggi antara konsumen dan pasar, juga antara
pasar dan konsumen. Selain itu, terdapat sifat-sifat lain yang perlu diketahui
pengusaha yaitu:
a. Bersifat musiman
Sayur-sayuran dan buah-buahn dibedakan menjadi tanaman semusim dan
tahunan.
b. Mempunyai resiko tinggi
Produk sayuran bersifat mudah busuk, sehingga umur tampilannya pendek.
Seiring dengan berlalunya waktu, harganya pun semakin turun hingga
akhirnya tidak bernilai sama sekali.
c. Perputaran modalnya cepat
Walaupun berisiko tinggi, perputaran modal usaha sayuran dan buahan cukup
cepat. Hal ini berkaitan dengan umur tanaman untuk produksi yang singkat
dan adanya permintaan pasar yang tidak pernah bernehti karena setiap hari
orang membutuhkan sayuran dan buahan
Gunung Sinabung merupakan salah satu gunung di Dataran Tinggi Karo,
Kabupaten Karo,Sumatera Utara, Indonesia. Koordinat puncak Gunung Sinabung
adalah 3º10’12”LU dan 98º23’31”BT dengan puncak tertinggi gunung ini adalah
2.460 meter dpl yang mencapai puncak tertinggi di Sumatera Utara. Gunung ini
belum pernah meletus sejak tahun 1600, tetapi mendadak aktif kembali dengan
meletus pada tahun 2010 (Anonimous, 2015).
Salah satu komoditi pertanian yang subur di Kabupaten Karo adalah komoditi
hortikultura, baik hortikultura semusim maupun tahunan yang cakupannya cukup
luas yaitu meliputi tanaman sayuran, buah-buahan, tanaman hias, obat-obatan.
Komoditi tersebut banyak diusahakan oleh rumah tangga pertanian di Kabupaten
Karo yang hasilnya selain untuk memenuhi kebutuhan lokal, beberapa hasil
komoditi dari daerah ini juga dijual ke daerah lain, bahkan ada yang diekspor ke
luar negeri (BPS Kabupaten Karo, 2013).
Sub sektor hortikultura Kabupaten Karo yang diusahakan oleh masyarakat Karo
berupa tanaman sayuran dan buah-buahan yang meliputi tomat, kol, kentang,
petsai, cabe, buncis, wortel, bawang daun, arcis, jeruk, markisah, alpokat, dan
pisang. Perkembangan produksi hortikultura dari tahun ke tahun cenderung
berfluktuasi karena minat masyarakat menanam tanaman ini tergantung
permintaan pasar dan harga jual petani yang juga tidak pernah stabil.
Sentra produksi berbagai jenis tanaman sayuran, buah-buahan, dan bunga di
Kabupaten Karo saat ini kondisinya sangat memprihatinkan. Sayuran seperti kol,
4
buah-buahan yang banyak diusahakan petani, seperti jeruk, markisa, nanas, dan
pepaya, serta kopi (BPS Karo, 2014)
Kabupaten Karo merupakan sentra produksi komoditi jeruk. Varietas jeruk yang
ditanam Kabupaten Karo sekarang ini adalah washingtom, sunkist, padang, siam
madu, dan sebagainya. Pada tahun 2013, luas panen tanaman jeruk di Kabupaten
Karo turun mencapai 6.710 ha dengan produksi 193.526 ton dan produktivitasnya
288,414 Kw/ha (BPS Karo, 2014). Adapun luas tanaman dan produksi
buah-buahan di Kabupaten Karo pada tahun 2013 disampaikan pada tabel di bawah ini:
Tabel 1.3. Perkembangan Produksi Buah-Buahan (Ton) Menurut
Jenisnya Tahun 2009-2013 di Kabupaten Karo
No. Jenis Buah 2009 2010 2011 2012 2013
Jumlah/Total 437.502 1.451.834 517.361 259.677 208.144
Sumber : Badan Pusat Statistik Karo, 2014
Berdasarkan data pada Tabel 1.3 dapat dilihat bahwa setiap buah-buahan di
Kabupaten Karo mengalami fluktuasi produksi dari tahun 2009-2013. Namun,
secara keseluruhan buah-buahan di Kabupaten Karo mengalami penaikan
produksi dari tahun 2009-2010 dan mengalami penurunan produksi dari tahun
peningkatan produksi sebesar 101,43%. Pada tahun 2011-2013 buah-buahan di
Kabupaten Karo mengalami penurunan produksi berturut-turut sebesar 64,36%,
49,81%, dan 19,83%.
Tabel 1.4. Perkembangan Produksi Sayur-Sayuran (Ton) Menurut
Jenisnya Tahun 2009-2013 di Kabupaten Karo
No Jenis Tanaman 2009 2010 2011 2012 2013
Jumlah/Total 352277 377882 262975 354069 339412
Sumber : Badan Pusat Statistik Karo, 2014
Berdasarkan data pada Tabel 1.4 dapat dilihat bahwa produksi setiap sayuran di
Kabupaten Karo mengalami fluktuasi produksi dari tahun 2010 – 2013. Secara
garis besar sayuran di Kabupaten Karo juga mengalami fluktuasi produksi dari
tahun 2009-2013. Pada tahun 2010 sayuran di Kabupaten Karo mengalami
peningkatan produksi sebesar 7,26%. Pada tahun 2011 sayuran di Kabupaten Karo
mengalami penurunan produksi sebesar 30,4%. Pada tahun 2012 sayuran di
Kabupaten Karo mengalami peningkatan produksi sebesar 34,63%. Pada tahun
2013 sayuran di Kabupaten Karo mengalami penurunan produksi sebesar 4,13%.
6
letusan. Hal ini kemudian berdampak pada kelangkaan bahan makanan. Pasokan
sayur dan buah menurun hingga 40 persen karena banyak petani tak berani
memanen, karena takut bahaya letusan. Terjadi kenaikan harga yang signifikan,
misalnya sawi yang biasanya seharga Rp 17.000,-/kg naik menjadi Rp 20.000,-/kg
(Retnaningsih, 2013).
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka dirumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana dampak erupsi Gunung Sinabung terhadap produksi buah dan
sayuran di Kabupaten Karo?
2. Bagaimana dampak erupsi Gunung Sinabung terhadap harga buah dan
sayuran di Kabupaten Karo?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dampak erupsi Gunung Sinabung terhadap produksi buah
dan sayuran di Kabupaten Karo.
2. Untuk mengetahui dampak erupsi Gunung Sinabung terhadap harga buah dan
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dan instansi-instansi terkait dalam
melaksanakan penelitian yang berkelanjutan.
2. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi pihak-pihak yang membutuhkan
dalam melaksanakan penelitian, khususnya penelitian mengenai dampak
erupsi Gunung Sinabung.
3. Sebagai salah satu syarat menyelesaikan studi di Fakultas Pertanian,