• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Faktor Lingkungan Fisik Rumah Dengan Kejadian Malaria Di Desa Suka Karya Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten Simeulue Propinsi Aceh Tahun 2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Faktor Lingkungan Fisik Rumah Dengan Kejadian Malaria Di Desa Suka Karya Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten Simeulue Propinsi Aceh Tahun 2010"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN PENYAKIT MALARIA DI DESA SUKA KARYA KECAMATAN

SIMEULUE TIMUR KABUPATEN SIMEULUE PROPINSI ACEH

TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh :

NIM. 061000194 SRI JUNITA

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN PENYAKIT MALARIA DI DESA SUKA KARYA KECAMATAN

SIMEULUE TIMUR KABUPATEN SIMEULUE PROPINSI ACEH

TAHUN 2010

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

NIM. 061000194 SRI JUNITA

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

ABSTRAK

Malaria masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Desa Suka Karya merupakan salah satu desa di Kecamatan Simeulue Timur yang Endemis Malaria dengan AMI (Annual Malaria Incidence 23,0‰. yaitu 34,7‰. Kejadian malaria disebabkan adanya kontak manusia dengan nyamuk malaria dan didukung oleh kondisi perumahan dan lingkungan yang kurang baik. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui hubungan faktor lingkungan fisik rumah dengan kejadian penyakit malaria di wilayah Kabupaten Simeulue Kecamatan Simeulue Timur Propinsi Aceh.

Jenis Penelitian ini adalah survei yang bersifat Analitik dengan desain penelitian Cross Sectional. Jumlah sampel sebanyak 100 kepala keluarga. Data penelitian dianalisis dengan metoda analisis non parametrik dengan uji Chi Square. Nilai keyakinan uji statistik adalah 95% dan nilai kemaknaan (α) 0,05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 87% rumah yang tidak memakai kawat kasa nyamuk, 91% rumah berada pada daerah semak-semak, 92% rumah tidak memakai plafon/langit-langit, 52% rumah terdapat lubang ≥1,5 mm, 66% rumah memiliki selokan, 79% rumah memiliki pencahayaan yang kurang terang, 94% rumah Lembab, 65% rumah berada disekitar rawa-rawa atau lagun dan pH pada rawa-rawa dan lagun masing-masing 6,0 dan 7,0.

Hasil uji secara statistik dengan uji Chi Square, di ketahui bahwa ada hubungan yang siginifikan antara pemakaian kawat kasa pada ventilasi, semak-semak, langit-langit/plafon rumah, kerapatan dinding, kelembaban dan parit atau selokan dengan kejadian malaria pada α 0,05 dimana (p<0,05) dan tidak ada hubungan antara

pencahayaan dengan kejadian malaria pada α 0,05 dimana (p>0,05).

Bagi Instansi Kesehatan Diperlukan adanya tambahan penyuluhan kesehatan bagi masyarakat khususnya tentang malaria. Hal ini dapat dilakukan melalui sosialisasi pada saat PKK, Posyandu, atau pada saat ke Puskesmas dan Perlu meningkatkan kegiatan PJB (Pemantauan Jentik Berkala) ditiap rumah atau di tempat-tempat umum seperti sekolah, masjid, pasar, terminal, serta mengangkat juru pemantau jentik dan Bagi Masyarakat Ventilasi yang ada di rumah hendaknya dipasang kawat kasa untuk menghindari masuknya nyamuk ke dalam rumah dan Rumah hendaknya dipasang langit-langit untuk mencegah masuknya nyamuk ke dalam rumah yang melalui celah atau lubang antara atap dengan dinding bagian atas.

(4)

ABSTRACT

Malaria remains a health problem in Indonesia. Suka Karya Village is one of the villages in the Eastern District of Simeulue AMI (Annual Malaria incidence 23,0 ‰. ie 34,7 ‰. Incidence of malaria caused by human contact with mosquitoes and malaria and supported by the housing condition and unfavorable environmental conditions. The purpose of this research is to know the relationship between physical environmental factors with the incidence of malaria in the area of Simeulue Regency Simeulue District of Eastern Province of Aceh.

This research was conducted in the form of Analytical survey with cross sectional design. The sample were 100 householders. Data were analyzed with non parametric methods of analysis with Chi Square. The value of statistical confidence is 95% and the value of significance (α) 0,05.

The result of research showed that 87% of the houses didn’t use mosquito wire netting, 91% of the houses in the region of shrubs, 92% of the houses did not use ceiling, 52% of the houses with holes ≥ 1.5 mm, 66 % of the houses had gutters, 79% of the houses had a less bright lighting, 94% of the houses were dump, 65% of the houses were around the marshes or lagoons and each pH in the swamps and lagoons is 6,0 and 7,0.

The result test of statistic by using Chi Square, known that there was a significant relationship between the use of wire netting on ventilation, bushes, langit-langit/plafon house, wall density, humidity and trenches or ditches with the incidence of malaria at the

α 0, 05 where (p <0.05).

For the Health Agencies required additional public health education about malaria in particular. This can be done through socialization with PKK, IHC, or community health center and should increase the activity PJB (Larva Monitoring Periodic) in each home or in public places such as schools, mosques, markets, terminals, and raised his interpreter monitors larva. Society for the existing ventilation at home should be installed wire netting to prevent entry of mosquitoes into the house and the house should be mounted at the ceiling to prevent entry of mosquitoes into the house through cracks or holes between the roof with the upper wall.

(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : SRI JUNITA

Tempat/ Tanggal Lahir : Belawan, 13 Juni 1987

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum menikah Nama Orang Tua

Ayah : Supri Y.S.

Ibu : Rosmita

Anak ke : 4 (Empat) dari 5 orang bersaudara

Alamat Orang Tua : Jl. Angkatan Laut RT/RW 002/001 Desa Suka Karya Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten Simeulue Propinsi

Aceh

Alamat : Jl. Kapten Muslim Gang. Masjid No.7b Medan Helvetia

Riwayat Pendidikan

Tahun 1994 – 2000 : SD Negeri No. 050771 Pangkalan Susu Tahun 2000 – 2003 : SMP Negeri 1 Pangkalan Susu

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kemudahan dan petunjuk kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini

dengan judul : “Hubungan Faktor Lingkungan Fisik Rumah Dengan Kejadian

Malaria Di Desa Suka Karya Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten Simeulue Propinsi Aceh Tahun 2010”.

Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Untuk itu pada

kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Ir. Indra Chahaya, MSi, selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan FKM

USU.

3. Ibu Ir. Indra Chahaya, MSi, selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan dan masukan sehingga skripsi ini dapat

diselesaikan.

4. Ibu Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS, selaku Dosen Pembimbing II yang telah

banyak memberikan waktu dan pikiran dalam memberikan bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

5. Ibu Ir. Evi Naria, MKes, selaku Dosen Penguji I yang telah banyak memberikan saran

(7)

6. Ibu dr. Devi Nuraini Santi, MKes, selaku Dosen Penguji II yang telah banyak memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini.

7. Bapak Drs. Tukiman, MKM, selaku Dosen Penasihat Akademik.

8. Para dosen dan pegawai Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

9. Bapak Mohd. Arief, SH, selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue, Bapak Darul Amin Adamy selaku Kepala Desa Suka Karya dan Bapak dr. Abdi selaku kepala Puskesmas Simeulue Timur yang telah memberikan izin kepada penulis untuk

melakukan penelitian di Desa Suka Karya Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten Simeulue Propinsi Aceh.

10.Papa dan Mama tersayang yang telah memberikan doa tanpa kenal waktu, semangat, nasihat, dukungan, dan kasih sayang yang tak terhitung banyaknya. Kalian adalah inspirasi terbesar dalam pencapaian tujuan hidupku.

11.Abang, kakak, dan adikku tersayang yang telah memberikan inspirasi untuk segala hal, dorongan, nasihat, rasa sayang, dan selalu membuatku tersenyum.

12.Sahabat-sahabat tersayang Dian Maya Sari, SKM, Thessiane Prahara Dipta, SKM, Khandila Sari, SKM, Wahyuni Deylyana Siregar, dan Dessy Puji Astuti, atas doa, bantuan dan semangat yang telah diberikan kepada penulis selama ini dan telah

menunjukkan arti sebuah persahabatan^^.

13.Sahabat-sahabat seperjuangan, Nazmi Alfiah Auda, SKM, Sari, Linda (Adek), Dahlia

(8)

14.Rekan-rekan peminatan Kesehatan Lingkungan dan seluruh teman-teman di FKM USU atas doa, bantuan dan semangat yang telah diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan serta masih diperlukan penyempurnaan, hal ini tidak terlepas dari keterbatasan kemampuan,

pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan penelitian selanjutnya.

Medan, Juli 2010

(9)

DAFTAR ISI

Hal

Halaman Persetujuan i

Abstrak ii

Riwayat Hidup Penulis iv

Kata Pengantar v

2.1. Epidemiologi Penyakit Malaria ... 6

2.1.1. Pengertian Malaria ... 6

2.1.2. Etiologi Malaria... 7

2.1.3. Siklus Hidup Plasmodium ... 7

2.1.4. Patogenesis Malaria ... 9

2.1.5. Patologi Malaria ... 12

2.1.6. Penularan Malaria... 12

2.2. Hubungan Host, Agent, dan Environment ... 13

2.2.1. Host ... 13

2.6. Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Malaria ... 26

2.6.1. Pengendalian Malaria ... 26

2.6.2. Pencegahan Penyakit Malaria ... 29

2.7. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Malaria... 30

(10)

3.3. Populasi Dan Sampel ... 42

3.3.1. Populasi ... 42

3.3.2. Sampel ... 43

3.4. Teknik Pengambilan Sampel ... 43

3.5. Jenis Data ... 44

3.5.1. Data Primer ... 44

3.5.2. Data Sekunder ... 44

3.6. Definisi Operasional ... 44

3.7. Teknik Pengumpulan Data... 46

3.8. Aspek Pengukuran... 46

3.9. Pengolahan Data Analisis Data ... 47

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 48

4.1. Gambaran umum hasil penelitian ... 48

4.2. Hasil Penelitian ... 48

4.2.1. Analisa Univariat ... 48

4.2.2. Analisa Bivaraiat ... 52

BAB 5 PEMBAHASAN ... 54

5.1 Karekteristik Umum Responden ... 57

5.1.1. Umur ... 57

5.1.2. Pendidikan... 57

5.1.3. Pekerjaan ... 58

5.2. Gambaran Kondisi Lingkungan Fisik Rumah ... 59

5.2.1. Kawat Kasa Pada Ventilasi ... 59

5.2.2. Semak-semak ... 60

5.2.3. Pencahayaan ... 60

5.2.4. Langit-langit/Plafon ... 60

5.2.5. Kerapatan Dinding ... 61

5.2.6. Kelembaban ... 61

5.2.7. Parit Atau Selokan ... 62

5.3. Hubungan Antara Faktor Lingkungan Fisik Rumah Dengan Kejadian Malaria ... 62

5.3.1. Hubungn Antara Ventilasi dengan Kejadian Malaria ... 63

5.3.2. Hubungn Antara Semak-semak di Sekitar Rumah dengan Kejadian Malaria ... 63

5.3.3. Hubungn Antara Plafon/Langit-langit dengan Kejadian Malaria .... 64

5.3.4. Hubungn Antara Kerapatan Dinding Rumah dengan Kejadian Malaria 65 5.3.5. Hubungn Antara Kelembaban Rumah dengan Kejadian Malaria .... 66

5.3.6. Hubungan Antara Selokan/Parit dengan Kejadian Malaria ... 67

5.3.7. Hubungan Antara Pencahayaan dengan Kejadian Malaria... 68

5.4. Keberadaab Rawa-rawa dan Lagun ... 69

(11)

DAFTAR TABEL Tabel

3.1. Aspek Pengukuran ... 46 4.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di Desa Suka Karya

Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten Simeulue Tahun 2010 ... 48

4.2. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan kebiasaan Keluar malam di Desa Suka Karya Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten Simeulue Tahun 2010 ... 50 4.3. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan kebiasaan Keluar malam di

Desa Suka Karya Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten Simeulue Tahun 2010 ... 50 4.4. Distribusi Frekuensi Kondisi Lingkungan Fisik Rumah di Desa Suka Karya

Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten Simeulue Propinsi Aceh Tahun 2010 ... 50 4.5. Distribusi Frekuensi Kondisi Lingkungan Kimia di Desa Suka Karya

Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten Simeulue Propinsi Aceh Tahun 2010 ... 52

4.6. Distribusi Frekuensi Kondisi Lingkungan Biologi di Desa Suka Karya Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten Simeulue Propinsi Aceh Tahun 2010 ... 52

4.7. Hubungan Ventilasi Rumah Dengan Kejadian Malaria Di Desa Suka Karya Kecamatan Simeulue Timur Propinsi Aceh Tahun 2010 ... 53 4.8. Hubungan Pencahayaan di Rumah Dengan Kejadian Malaria Di Desa Suka

Karya Kecamatan Simeulue Timur Propinsi Aceh Tahun 2010 ... 54

4.9. Hubungan Kelembaban Rumah dengan Kejadian Malaria Di Desa Suka Karya Kecamatan Simeulue Timur Propinsi Aceh Tahun 2010 ... 54

4.10. Hubungan Plafon Rumah Dengan Kejadian Malaria Di Desa Suka Karya Kecamatan Simeulue Timur Propinsi Aceh Tahun 2010 ... 55 4.11. Hubungan Kerapatan Dinding Rumah Dengan Kejadian Malaria Di Desa

Suka Karya Kecamatan Simeulue Timur Propinsi Aceh Tahun 2010 ... 55

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Lembar observasi

Lampiran 2 : Master data hasil penelitian faktor lingkunagan fisik rumah

Lampiran 3 : Hubungan faktor lingkungan fisik rumah dengan kejadian malaria Lampiran 4 : Permohonan izin penelitian dari FKM USU

Lampiran 5 : Keterangan telah selesai melakukan penelitian dari Dinkes Kab Simeulue

Lampiran 6 : Keterangan telah selesai melakukan penelitian dari Kecamatan Simelue Timur

Lampiran 7 : Keterangan telah selesai melakukan penelitian dari Kepala Desa Suka Karya

Lampiran 8 : Keterangan telah selesai melakukan penelitian dari Puskesmas Kecamatan Simeulue Timur

(13)

ABSTRAK

Malaria masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Desa Suka Karya merupakan salah satu desa di Kecamatan Simeulue Timur yang Endemis Malaria dengan AMI (Annual Malaria Incidence 23,0‰. yaitu 34,7‰. Kejadian malaria disebabkan adanya kontak manusia dengan nyamuk malaria dan didukung oleh kondisi perumahan dan lingkungan yang kurang baik. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui hubungan faktor lingkungan fisik rumah dengan kejadian penyakit malaria di wilayah Kabupaten Simeulue Kecamatan Simeulue Timur Propinsi Aceh.

Jenis Penelitian ini adalah survei yang bersifat Analitik dengan desain penelitian Cross Sectional. Jumlah sampel sebanyak 100 kepala keluarga. Data penelitian dianalisis dengan metoda analisis non parametrik dengan uji Chi Square. Nilai keyakinan uji statistik adalah 95% dan nilai kemaknaan (α) 0,05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 87% rumah yang tidak memakai kawat kasa nyamuk, 91% rumah berada pada daerah semak-semak, 92% rumah tidak memakai plafon/langit-langit, 52% rumah terdapat lubang ≥1,5 mm, 66% rumah memiliki selokan, 79% rumah memiliki pencahayaan yang kurang terang, 94% rumah Lembab, 65% rumah berada disekitar rawa-rawa atau lagun dan pH pada rawa-rawa dan lagun masing-masing 6,0 dan 7,0.

Hasil uji secara statistik dengan uji Chi Square, di ketahui bahwa ada hubungan yang siginifikan antara pemakaian kawat kasa pada ventilasi, semak-semak, langit-langit/plafon rumah, kerapatan dinding, kelembaban dan parit atau selokan dengan kejadian malaria pada α 0,05 dimana (p<0,05) dan tidak ada hubungan antara

pencahayaan dengan kejadian malaria pada α 0,05 dimana (p>0,05).

Bagi Instansi Kesehatan Diperlukan adanya tambahan penyuluhan kesehatan bagi masyarakat khususnya tentang malaria. Hal ini dapat dilakukan melalui sosialisasi pada saat PKK, Posyandu, atau pada saat ke Puskesmas dan Perlu meningkatkan kegiatan PJB (Pemantauan Jentik Berkala) ditiap rumah atau di tempat-tempat umum seperti sekolah, masjid, pasar, terminal, serta mengangkat juru pemantau jentik dan Bagi Masyarakat Ventilasi yang ada di rumah hendaknya dipasang kawat kasa untuk menghindari masuknya nyamuk ke dalam rumah dan Rumah hendaknya dipasang langit-langit untuk mencegah masuknya nyamuk ke dalam rumah yang melalui celah atau lubang antara atap dengan dinding bagian atas.

(14)

ABSTRACT

Malaria remains a health problem in Indonesia. Suka Karya Village is one of the villages in the Eastern District of Simeulue AMI (Annual Malaria incidence 23,0 ‰. ie 34,7 ‰. Incidence of malaria caused by human contact with mosquitoes and malaria and supported by the housing condition and unfavorable environmental conditions. The purpose of this research is to know the relationship between physical environmental factors with the incidence of malaria in the area of Simeulue Regency Simeulue District of Eastern Province of Aceh.

This research was conducted in the form of Analytical survey with cross sectional design. The sample were 100 householders. Data were analyzed with non parametric methods of analysis with Chi Square. The value of statistical confidence is 95% and the value of significance (α) 0,05.

The result of research showed that 87% of the houses didn’t use mosquito wire netting, 91% of the houses in the region of shrubs, 92% of the houses did not use ceiling, 52% of the houses with holes ≥ 1.5 mm, 66 % of the houses had gutters, 79% of the houses had a less bright lighting, 94% of the houses were dump, 65% of the houses were around the marshes or lagoons and each pH in the swamps and lagoons is 6,0 and 7,0.

The result test of statistic by using Chi Square, known that there was a significant relationship between the use of wire netting on ventilation, bushes, langit-langit/plafon house, wall density, humidity and trenches or ditches with the incidence of malaria at the

α 0, 05 where (p <0.05).

For the Health Agencies required additional public health education about malaria in particular. This can be done through socialization with PKK, IHC, or community health center and should increase the activity PJB (Larva Monitoring Periodic) in each home or in public places such as schools, mosques, markets, terminals, and raised his interpreter monitors larva. Society for the existing ventilation at home should be installed wire netting to prevent entry of mosquitoes into the house and the house should be mounted at the ceiling to prevent entry of mosquitoes into the house through cracks or holes between the roof with the upper wall.

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang sangat dominan di daerah tropis dan sub tropis serta dapat mematikan atau membunuh lebih dari satu juta manusia di seluruh dunia disetiap tahunnya. Penyebaran malaria berbeda-beda dari satu Negara

dengan Negara laindan dari satu kabupaten atau wilayah dengan wilayah lain. Pada peta di tunjukkan bahwa saat ini disribusi malaria endemic. Menurut WHO dalam Harijanto,

P.N (2000), pada tahun 1990, 80% kasus di Afrika, dan kelompok potensial terjadinya penyebaran malaria indigenous di Sembilan Negara yaitu: India, Brazil, Afganistan, Sri Langka, Thailand, Indonesia, Vietnam, Cambodia dan China. Plasmodium Falciparum

adalah spesies paling dominan dengan 120 juta kasus baru pertahun, dan lebih dari satu juta kematian pertahun secara global. Dalam tahun 1989 yang lalu WHO kembali

mendeklarasikan penanggulangan malaria menjadi prioritas global. (Harijanto, P.N, 2000)

WHO menyatakan perlu pendekatan baru dalam pemberantasan malaria,

walaupun upaya kemitraan global yang di kenal dengan Roll Back Malaria (RBM), di mana WHO selain memimpin prakarsa juga bertindak sabagai katalisator dalam

kemitraan tersebut. Pada tanggal 8 April 2000, di Kupang Nusa Tenggara Timur dan di Kabupaten Simeulue pada tanggal 12 Agustus 2002 Menteri Kesehatan telah mencanangkan GEBRAK malaria sebagai gebrakan nasional dalam upaya pemberantasan

malaria di Indonesia (Depkes, RI, 2001)

(16)

penderita malaria dengan angka kematian 30 ribu orang setiap tahun, sehingga pemerintah memprioritaskan penangulangan penyakit menular dan penyehatan

Lingkungan (Depkes. RI, 2007)

Angka kejadian kasus malaria per seribu penduduk (API) di Jawa dan Bali sejak

empat tahun terakhir menunjukkan kecendrungan menurun, dari 0,81 per 1000 penduduk pada tahun 2000 menjadi 0,15 per 1000 penduduk pada tahun 2004. Di luar Jawa dan Bali angka klinis malaria per 1000 penduduk (AMI) juga menunjukkan kecendrungan

menurun yaitu dari 31,09 per 1000 penduduk pada tahun 2000 menjadi 21,2 per 1000 penduduk pada tahun 2004. Proporsi kematian karena malaria hasil survey kesehatan

Rumah Tangga Tahun 2001, adalah sebesar 2%. Jumlah kabupaten endemis di Indonesia adalah 424 kabupaten dari 576 kabupaten yang ada, dan diperkirakan 42,4% penduduk Indonesia berisiko tertular penyakit Malaria (Depkes RI, 2006)

Lingkungan fisik, lingkungan biologis dan sosial budaya masyarakat merupakan faktor yang mempengaruhi penyebaran penyakit malaria, demikian pula dengan kondisi

lingkungan Kabupaten Simeulue, merupakan daerah yang sangat potensial untuk tempat perindukan nyamuk Anopheles spp. Di beberapa kecamatan yang berada di daerah-daerah dataran rendah yang umumnya terletak di sepanjang Pantai Timur Kabupaten Simeulue

berada di pinggiran laut dimana sering terjadi pasang laut yang mencapai daratan, sehingga meninggalkan genangan-genangan air bila pasang berakhir. Demikian juga

(17)

Program pengendalian Anopheles spp yang dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan diteruskan oleh pemerintah Daerah Kabupaten

Simeulue dengan srategi penurunan kasus malaria Anopheles spp dengan berbagai upaya di antaranya dengan klambunisasi di 5 kecamatan, Indoor Residure Suplayer

(Penyemprotan Rumah) sebanyak 5000 rumah, Larvaciding di 20 Lokasi (Dinkes Kabupaten Simeulue, 2007), namun angka kejadian malaria masih saja ditemukan tinggi. Adapun angka kesakitan malaria di Kabupaten Simeulue di ukur dengan angka Annual

Malaria Index (AMI) dan Standard Positif Rate (SPR)

Di Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten Simeulue angka Annual Malaria

Incidence (AMI) tahun 2002 adalah sebesar 66,20‰ yaitu desa Suka Jaya sebesar

22,0‰, Suka Karya 22,3‰ Suka Makmur 15,9‰ dan Air Dingin 11,8‰ .Di mana kasus positif paling tinggi pada tahun 2002 dan pada tahun 2004 mengalami peningkatan kasus

yang sangat tinggi, sedangkan pada tahun 2004 terjadi penurunan kasus yaitu dari tahun 2005 sampai pada tahun 2008 mengalami penurunan kasus yang sangat signifikan, yaitu

pada tahun 2005 sebesar 35,54‰ dan pada tahun 2008 menjdi 25,07‰ angka AMI tersebut sangan tinggi bila di bandingkan dengan standart nasional yaitu < 10,0‰ (Depkes RI, 2005) dan Angka Standard Positif Rate (SPR) di Desa Suka Karya

Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten Simeulue pada tahun 2009 adalah 93,8% (Dinkes Kabupaten Simeulue, 2009).

1.2. Perumusan Masalah

Tingginya kasus Malaria di Desa Suka Karya Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten Simeulue sebagai salah satu Desa yang berada kecamatan Simeulue Timur

(18)

kecamatan lain karena banyak terdapat aliran sungai, lagun, hutan bakau (Mangrove), perbukitan, air terjun dan rawa-rawa serta kondisi fisik perumahan penduduk yang masih

bisa dikatakan buruk. Hal inilah yang menjadi kontribusi bagi peneliti untuk melakukan penelitian di Desa Suka Karya Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten Simeulue

Propinsi Aceh sehingga dapat dibuat suatu perumusan masalah yaitu belum diketahuinya hubungan faktor lingkungan fisik rumah dengan kejadian penyakit Malaria Desa Suka Karya Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten Simeulue Propinsi Aceh Tahun 2010.

1.3. Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan faktor lingkungan fisik rumah dengan kejadian penyakit malaria di wilayah Kabupaten Simeulue Kecamatan Simeulue Timur Propinsi Aceh.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui gambaran kejadian penyakit Malaria di desa Suka Karya

Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten Simeulue.

2. Mengetahui karakteristik responden meliputi umur, pendidikan, pekerjaan di desa Suka Karya Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten Simeulue Propinsi Aceh.

3. Mengetahui kondisi perumahan penduduk seperti ventilasi, plafon rumah, pencahayaan, kelembaban, kerapatan dinding dan parit/selokan, semak-semak dengan

kejadian penyakit Malaria di desa Suka Karya Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten Simeulue Propinsi Aceh.

4. Mengetahui hubungan faktor lingkungan fisik rumah penduduk seperti ventilasi,

(19)

parit/selokan dengan penyakit Malaria di Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten Simeulue Propinsi Aceh.

5. Untuk mengetahui pH air pada Lagun dan Rawa-rawa di desa Suka Karya Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten Simeulue Propinsi Aceh.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Berguna bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Simuelue dalam melaksanakan Program penurunan kasus malaria.

2. Hasil penelitian berguna bagi masyarakat yang tinggal di wilayah Kabupaten Simelue Kecamatan Simuelue Timur untuk mengetahui lebih jelas tentang perkembangbiakan

spesies nyamuk Anopheles spp.

3. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat memberikan masukan tentang pengetahuan penyakit malaria, pengendaliannya serta penangulanganya dalam menurunkan kasus

(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Epidemiologi Penyakit Malaria

Epidemiologi penyakit malaria adalah ilmu yang mempelajari penyebaran malaria, faktor-faktor yang mempengaruhi dalam masyarakat. Kata epidemiologi berasal dari bahasa yunani, Epi artinya pada, Demos artinya penduduk, Logos artinya ilmu

(Marsaulina, 200)

2.1.1. Pengertian Malaria

Penyakit malaria adalah penyakit menular yang menyerang dalam bentuk infeksi akut ataupuan kronis. Penyakit ini disebabkan oleh protozoa genus plasmodium bentuk aseksual, yang masuk ke dalam tubuh manusia dan ditularkan oleh nyamuk Anhopeles

betina. Istilah malaria diambil dari dua kata bahasa italia yaitu mal = buruk dan area = udara atau udara buruk karena dahulu banyak terdapat di daerah rawa – rawa yang

mengeluarkan bau busuk. Penyakit ini juga mempunyai nama lain seperti demam roma, demam rawa, demam tropik, demam pantai, demam charges, demam kura dan paludisme ( Prabowo, 2004 )

Di dunia ini hidup sekitar 400 spesies nyamuk anopheles, tetapi hanya 60 spesies berperan sebagai vektor malaria alami. Di Indonesia, ditemukan 80 spesies nyamuk

Anopheles tetapi hanya 16 spesies sebagai vektor malaria ( Prabowo, 2004 ). Ciri nyamuk

Anopheles Relatif sulit membedakannya dengan jenis nyamuk lain, kecuali dengan kaca

pembesar. Ciri paling menonjol yang bisa dilihat oleh mata telanjang adalah posisi waktu

(21)

2.1.2. Etiologi

Malaria disebabkan oleh protozoa darah yang termasuk ke dalam genus

Plasmodium. Plasmodium ini merupakan protozoa obligat intraseluler. Pada manusia

terdapat 4 spesies yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium

malariae dan Plasmodium ovale. Penularan pada manusia dilakukan oleh nyamuk betina

Anopheles ataupun ditularkan langsung melalui transfusidarah atau jarum suntik yang

tercemar serta dari ibu hamil kepada janinnya. (Harijanto P.N.2000)

Malaria vivax disebabkan oleh P. vivax yang juga disebut juga sebagai malaria

tertiana. P. malariae merupakan penyebab malaria malariae atau malaria kuartana. P.

ovale merupakan penyebab malaria ovale, sedangkan P. falciparum menyebabkan

malaria falsiparum atau malaria tropika. Spesies terakhir ini paling berbahaya, karena malaria yang ditimbulkannya dapat menjadi berat sebab dalam waktu singkat dapat

menyerang eritrosit dalam jumlah besar, sehingga menimbulkan berbagai komplikasi di dalam organ-organ tubuh. (Harijanto P.N.2000)

2.1.3. Siklus Hidup Plasmodium

Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu manusia dan nyamuk Anopheles betina.(Harijanto P.N.2000)

2.1.3.1 Silkus Pada Manusia

Pada waktu nyamuk Anopheles infektif mengisap darah manusia, sporozoit yang

berada dalam kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dsalam peredaran darah selama kurang lebih 30 menit. Setelah itu sporozoit akan masuk ke dalam sel hati dan menjadi tropozoit hati. Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10.000 sampai 30.000

(22)

lebih 2 minggu. Pada P. vivax dan P. ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang memjadi bentuk dorman yang disebut

hipnozoit. Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam sel hati selama berbulan-bulan sampai bertahun- tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif

sehingga dapat menimbulkan relaps (kambuh).(Depkes RI.2006)

Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke dalam peredaran darah dan menginfeksi sela darah merah. Di dalam sel darah merah, parasit

tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon (8-30 merozoit). Proses perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi

skizon) pecah dan merozoit yang keluar akan menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus inilah yang disebut dengan siklus eritrositer. Setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang meninfeksi sel darah merah dan membentuk stadium seksual

yaitu gametosit jantan dan betina. (Depkes RI. 2006) 2.3.2 Siklus Pada Nyamuk Anopheles Betina

Apabila nyamuk Anopheles betina menghisap darah yang mengandung gametosit, di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan gamet betina melakukan pembuahan menjadi zigot. Zigot ini akan berkembang menjadi ookinet kemudian menembus dinding lambung

nyamuk. Di luas dinding lambung nyamuk ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit yang nantinya akan bersifat infektif dan siap ditularkan ke

manusia.(Harijanto, 2000)

Masa inkubasi atau rentang waktu yang diperlukan mulai dari sporozoit masuk ke tubuh manusia sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan demam bervariasi,

(23)

dari sporozoit masuk sampai parasit dapat dideteksi dalam darah dengan pemeriksaan mikroskopik.(Harijanto, 2000)

2.1.4. Patogenesis Malaria

Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang dan

lingkungan. Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan permeabilitas pembuluh darah daripada koagulasi intravaskuler. Oleh karena skizogoni menyebabkan kerusakan eritrosit maka akan terjadi anemia. Beratnya anemi tidak sebanding dengan

parasitemia menunjukkan adanya kelainan eritrosit selain yang mengandung parasit. Hal ini diduga akibat adanya toksin malaria yang menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan

sebagian eritrosit pecah melalui limpa sehingga parasit keluar. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya anemia mungkin karena terbentuknya antibodi terhadap eritrosit (Harijanto, 2000)

Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan serta pigmentasi sehingga mudah pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering terjadi

fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada malaria kronis terjadi hyperplasia dari retikulosit diserta peningkatan makrofag (Harijanto, 200)

Pada malaria berat mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi merozoit

ke dalam eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang mengandung parasit mengalami perubahan struktur dan biomolekular sel untuk mempertahankan kehidupan parasit.

Perubahan tersebut meliputi mekanisme, diantaranya transport membran sel, Sitoadherensi, Sekuestrasi dan Resetting (Harijanto, 2000)

Sitoadherensi merupakan peristiwa perlekatan eritrosit yang telah terinfeksi P.

(24)

dapat melekat pada eritrosit yang tidak terinfeksi sehingga terbentuk roset (Harijanto, 2006).

Resetting adalah suatu fenomena perlekatan antara sebuah eritrosit yang

mengandung merozoit matang yang diselubungi oleh sekitar 10 atau lebih eritrosit non

parasit, sehingga berbentuk seperti bunga. Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya Resetting adalah golongan darah dimana terdapatnya antigen golongan darah A dan B yang bertindak sebagai reseptor pada permukaan eritrosit yang tidak terinfeksi.

(Harijanto P.N, 2006)

Menurut pendapat ahli lain, patogenesis malaria adalah multifaktorial dan

berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut: 1. Penghancuran eritrosit

Fagositosis tidak hanya pada eritrosit yang mengandung parasit tetapi juga terhadap

eritrosit yang tidak mengandung parasit sehingga menimbulkan anemia dan hipoksemia jaringan. Pada hemolisis Intravascular yang berat dapat terjadi

hemoglobinuria (Black White Fever) dan dapat menyebabkan gagal ginjal. (Pribadi W, 2000)

2. Mediator endotoksin-makrofag.

Pada saat skizogoni, eritrosit yang mengandung parasit memicu makrofag yang sensitive endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator. Endotoksin mungkin

(25)

menimbulkan demam, hipoglikemia, dan sindrom penyakit pernapasan pada orang dewasa. (Pribadi W, 2000)

3. Sekuestrasi eritrosit yang terluka

Eritrosit yang terinfeksi oleh Plasmodium dapat membentuk tonjolan-tonjolan (knobs)

pada permukaannya. Tonjolan tersebut mengandung antigen dan bereaksi dengan antibodi malaria dan berhubungan dengan afinitas eritrosit yang mengandung parasit terhadap endothelium kapiler alat dalam, sehingga skizogoni berlangsung di sirkulasi

alat dalam. Eritrosit yang terinfeksi menempel pada endothelium dan membentuk gumpalan yang mengandung kapiler yang bocor dan menimbulkan Anoksia dan

edema jaringan. (Pribadi W, 2000)

Patogenesis penyakit atau proses terjadinya penyakit yang telah dijelaskan sebelumnya digambarkan dalam teori simpul. Patogenesis atau proses kejadian penyakit

diuraikan ke dalam 4 simpul, yakni simpul 1 disebut dengan sumber penyakit, simpul 2 merupakan komponen lingkungan, simpul 3 penduduk dengan berbagai variabel

kependudukan seperti pendidikan, perilaku, kepadatan, dan jender dan simpul 4 penduduk yang dalam keadaan sehat atau sakit setelah mengalami interaksi atau exposure dengan komponen lingkungan yang mengandung bibit penyakit atau agent penyakit.

(26)

Teori Simpul Malaria

Simpul 1 Simpul 2 Simpul 3 Simpul 4

Sumber. Achmadi, Umar Fahmi, 2005 2.1.5. Patologi Malaria

Sporozoit pada fase eksoeritrosit bermultiplikasi dalam sel hepar tanpa menyebabkan reaksi inflamasi, kemudian merozoit yang dihasilkan menginfeksi eritrosit yang merupakan proses patologi dari penyakit malaria. Proses terjadinya patologi malaria

serebral yang merupakan salah satu dari malaria berat adalah terjadinya perdarahan dan nekrosis di sekitar venula dan kapiler. Kapiler dipenuhi leukosit dan monosit, sehingga

terjadi sumbatan pembuluh darah oleh roset eritrosit yang terinfeksi. (Harijanto.P.N. 2006)

2.1.6. Penularan Malaria

Penyakit malaria disebabkan oleh parasit yang disebut plasmodium spp yang

hidup dalam tubuh manusia dan dalam tubuh nyamuk. Parasit/plasmodium hidup dalam tubuh manusia.

Menurut epidemiologi penularan malaria secara alamiah terjadi akibat adanya interaksi antara tiga faktor yaitu Host, Agent, dan Environment. Manusia adalah host vertebrata dari Human plasmodium, nyamuk sebagai Host invertebrate, sementara

Plasmodium sebagai parasit malaria sebagai agent penyebab penyakit yang Penderita

(27)

sesungguhnya, sedangkan faktor lingkungan dapat dikaitkan dalam beberapa aspek, seperti aspek fisik, biologi dan sosial ekonomi (Chwatt-Bruce.L.J,1985).

2.2. Hubungan Host, Agent, dan Environment 2.2.1. Host

1. Manusia (Host Intermediate)

Pada dasarnya setiap orang dapat terkena malaria, tetapi kekebalan yang ada pada manusia merupakan perlindungan terhadap infeksi Plasmodium malaria. Kekebalan

adalah kemampuan tubuh manusia untuk menghancurkan Plasmodium yang masuk atau membatasi perkembangannya.

Ada dua macam kekebalan yaitu :

a. Kekebalan Alami (Natural Imunity)

Kekebalan yang timbul tanpa memerlukan infeksi terlebih dahulu.

b. Kekebalan didapat (Acqired Immunity) yang terdiri dari :

1)Kekebalan aktif (Active Immunity) yaitu kekebalan akibat dari infeksi

sebelumnya atau akibat dari vaksinasi. 2)Kekebalan pasif (Pasif Immunity)

Kekebalan yang didapat melalui pemindahan antibody atau zat-zat yang

berfungsi aktif dari ibu kepada janin atau melalui pemberian serum dari seseorang yang kekal penyakit. Terbukti ada kekebalan bawaan pada bayi baru

(28)

2. Nyamuk Anopheles spp (Host Defenitive)

Nyamuk Anopheles spp sebagai penular penyakit malaria yang menghisap darah

hanya nyamuk betina yang diperlukan untuk pertumbuhan dan mematangkan telurnya. Jenis nyamuk Anopheles spp di Indonesia lebih dari 90 macam. Dari jenis yang ada

hanya beberapa jenis yang mempunyai potensi untuk menularkan malaria (Vektor). Menurut data di Subdit SPP, penular penyakit malaria di Indonesia berjumlah 18 species. Di Indonesia dijumpai beberapa jenis Anopheles spp sebagai vector Malaria, antara lain :

An, sundaicus sp, An. Maculates sp, An. Balabacensis sp, An, Barbnirostrip sp (Depkes

RI, 2005). Di setiap daerah dimana terjdi transmisi malaria biasanya hanya ada 1 atau

paling banyak 3 spesies Anopheles yang menjadi vektor penting. Vector-vektor tersebut memiliki habitat mulai dari rawa-rawa, pegunungan, sawah, pantai dan lain-lain (Achmadi, 2005).

Nyamuk Anopheles hidup di iklim tropis dan subtropics, namun bias juga hidup d daerah yang beriklim sedang. Anopheles juga ditemukan pada daerah pada daerah dengan

ketinggian lebih dari 2000-2500m. Menurut Myrna (2003), nyamuk Anopheles betina membutuhkan minimal 1 kali memangsa darah agar telurnya dapat berkembang biak. Anopheles mulai menggigit sejak matahari terbenam (jam 18.00) hingga subuh dan

puncaknya pukul 19.00-21.00. Menurut Prabowo (2004), jarak terbang Anopheles tidak lebih dari 0,5 – 3 km dari tempat perindukannya. Waktu yang dibutuhkan untuk

pertumbuhan (sejak telur menjadi dewasa) bervariasi antara 2-5 minggu, tergantung pada spesies, makanan yang tersedia dan suhu udara.

Menurut Achmadi (2005), secara umum nyamuk yang telah diidentifikasi sebagai

(29)

a. Zoofilik : nyamuk yang menyukai darah binatang. b. Anthropilik : nymuk yang menyukai darah manusia.

c. Zooanthropolik : nyamuk yang menyukai darah binatang dan manusia. d. Endofilik : nyamuk yang suka tinggal didalam rumah/bangunan.

e. Eksofilik : nyamuk yang suka tinggal di luar rumah.

f. Endofagik : nyamuk yang suka menggigit didalam rumah/bangunan. f. Eksofagik : nyamuk yang suka menggigit diluar rumah.

Tempat tinggal manusia dan ternak, khususnya yang terbuat dari kayu merupakan tempat yang paling disenangi oleh Anopheles. Vektor utama di Pulau Jawa dan Sumantra

adalah An. andaicus, An. maculates, An. aconitus, An. balabacencis.

2.2.2. Agent

Agent atau penyebab penyakit adalah semua unsur atau elemen hidup ataupun

tidak hidup dimana kehadirannya, bila diikuti dengan kontak efektif dengan manusia yang rentan akan terjadi stimulasi untuk memudahkan terjadi suatu proses penyakit.

Agent penyebab penyakit malaria termasuk agent biologis yaitu protozoa.

1. Jenis Parasit (Plasmodium)

Sampai saat ini dikenal empat macam agent penyebab malaria yaitu :

a. Plasmodium Falciparum, penyebab malaria tropika yang sering menyebabkan malaria berat/malaria otak yang fatal, gejala serangnya timbul berselang setiap dua

hari (48 jam) sekali.

(30)

c. Plasmodium malariae, penyebab penyakit malaria quartana yang gejala serangnya timbul berselang setiap empat hari sekali.

d. Plasmodium ovale, jenis ini jarang sekali dijumpai, umumnya banyak di Afrika dan Pasifik Barat.

Seorang penderita dapat ditulari oleh lebih dari satu jenis Plasmodium, biasanya infeksi semacam ini disebut infeksi campuran (mixed infection). Tapi umumnya paling banyak hanya dua jenis parasit, yaitu campuran antara Parasit falsiparum dengan parasit

vivax atau parasit malariae. Campuran tiga jenis parasit jarang sekali dijumpai

(Depkes.RI.2005).

2. Siklus Hidup Parasit Malaria

Untuk kelangsungan hidupnya parasit malaria memerlukan dua macam siklus kehidupan yaitu siklus dalam tubuh manusia dan siklus dalam tubuh nyamuk.

a. Siklus aseksual dalam tubuh manusia juga disebut siklus aseksual (sporozoa, merozoit dalam sel darah merah, sizon dalam sel merah).

b. Siklus seksual dalam tubuh nyamuk (Gametosit, Ookinet dan Ookista).

Siklus seksual ini juga bias disebut siklus sporogami karena menghasilkan sprozoit yaitu bentuk parasit yang sudah siap untuk ditularkan oleh nyamuk

kepada manusia atau binatang. Lama dan masa berlangsungnya siklus ini disebut dengan masa inkubasi ekstrinsik, yaitu masuknya gametosit kedalam

tubuh nyamuk sampai terjadinya stadium sprogami dalam bentuk sporosit yang kemudian masuk kedalam kelenjar liur nyamuk. Masa inkubasi tersebut sangat dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban udara sehingga berbeda-beda

(31)

siklus ini yaitu dengan mengusahakan umur nyamuk harus lebih singkat dari masa inkubasi ekstrinsik sehingga siklus sprogami tidak dapat berlangsung

dengan demikian rantai penularan akan terputus. (Depkes RI, 2005)

3. Morfologi Parasit Malaria

Parasit malaria tergolong Protozoa Genus plasmodium, Familia plasmodiae dari Ordo coccidiidae yang terdiri dari 3 (tiga) stadium yaitu:

a. Stadium Tropozoit

Merupakan stadium terpanjang dalam siklus kehidupan parasit. Sebab itu hampir pada semua Staduim (SD) positif dapat ditemukan stadium ini. Memeriksa SD malaria

berarti mencari tropozoit pada SD tersebut. Morfologi (cirri-ciri khas) inti:

a) Parasit vivax/parasit malariae, bentuk besar, sifat dan warna merah bervariasi.

Semakin tua tropozoid kekompakan intinya berkurang.

b) Parasit falciparum, bentuk intinya bulat, besar seperti titik (halus/kasar),

bersifat kompak atau padat sehingga warna menjadi kontras dan jelas.

b. Stadium Sizon

Beberapa pedoman yang perlu diketahui mengenai sizon adalah :

a) Dalam satu siklus kehidupan parasit, sizon (jam terjadinya sporulasi) singkat sekali.

(32)

kesehatan, tidak dapat dibuat SD-nya. Sebab itu jarang ditemukan SD positif yang mengandung sizon.

c) Tidak pernah ditemukan sizon Parasit falciparum SD yang berasal dari darah organ, kadang-kadang sizon Parasit falciparum dapat ditemukan.

d) Bila pada pemeriksaan SD lebih dahulu ditemukan bentuk sizon harus dicari bentuk ring, Tropozoit amuboit dan gametosit Parasit falciparum pada lapangan berikutnya untuk menentukan speciesnya.

c. Staduim gametosit

Beberapa pedoman yang perlu diketahui mengenai gametosit :

a) Gametosit ada pada darah tepi paling cepat 1 (satu) minggu atau paling lambat 10 hari setelah pasien mengalami demam pertama. Adanya gametosit Parasit falciparum pasa SD memberi pengertian pasien terlambat ditemukan. Jadi

tidak semua SD positif mengandung gametosit.

b)Gametosit Parasit vivax dan Parasit falciparum tidak pasti dapat dibedakan

demikian juga terhadap tropozoit dewasa pra sizon.

c) Gametosit Parasit falciparum adalah bentuk pasti untuk menentukan species Falciparum.

2.2.3. Lingkungan (Environment) 1. Lingkungan Fisik

a. Suhu

Udara sangat mempengaruhi panjang pendeknya siklus Sprogami atau masa inkubasi Ektrinsik. Masa inkubasi Ekstrinsik adalah mulai saat masuknya gametosit ke

(33)

terbentuknya sporozoid yang kemudian masuk kedalam kelenjar liur. Makin tinggi suhu maka makin pendek masa inkubasi Ekstrinsik. Pengaruh suhu berbeda dari setiap

species pada suhu 26,7oC masa inkubasi Ekstrinsik untuk setiap species sebagai berikut:

1. Parasit falciparum : 10 – 12 hari 2. Parasit vivax : 8 – 11 hari 3. Parasit malariae : 14 hari

4. Parasit ovale : 15 hari

Masa inkubasi Intrinsik adalah waktu mulai masuknya Sprozoid darah sampai

timbulnya gejala klinis/demam atau sampai pecahnya sizon darah dalam tubuh penderita. Masa inkubasi Intrinsik berbeda tiap species :

1. Plasmodium falciparum : 10 – 14 hari (12)

2. Plasmodium vivax : 12 – 17 hari (13) 3. Plasmodium malariae : 18 – 40 hari (28)

4. Plasmodium ovale : 16 – 18 hari (7) b. Kelembaban udara

Kelembaban udara yang rendah, mempengaruhi umur nyamuk, tingkat

kelembaban 63 % misalnya merupakan angka paling rendah untuk memungkinkan adanya penularan.

c. Hujan

Terdapat hubungan langsung antara hujan dan perkembangan larva nyamuk menjadi dewasa. Hujan diselingi oleh panas akan memperbesar kemungkinan

(34)

permukaan air akan meningkat sehingga tidak menguntungkan bagi malaria. Curah hujan yang tinggi akan merubah aliran air pada sungai atau saluran air sehingga larva dan

kepompong akan terbawa oleh air (Chwaat-Bruce. L.J, 1985) d. Angin

Jarak terbang nyamuk dapat dipengaruhi oleh kecepatan angin artinya jarak jangkau nyamuk dapat diperpanjang atau di perpendek tergantung kepada arah angin.

e. Sinar Matahari

Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda. An.sundaicus. Lebih menyukai tempat yang teduh dan An.barbirostris dapat hidup di

tempat yang teduh maupun tempat yang terang. An.macculatus lebih suka hidup di tempat yang terlindung (sinar matahari tidak langsung).

f. Arus air

Masing-masing nyamuk menyukai tempat perindukan yang aliran airnya berbeda. An.barbirostris menyukai tempat perindukan yang airnya statis atau sedikit mengalir.

An.minimus menyukai tempat perindukan yang airnya cukup deras dan An. Letifer di

tempat air yang tergenang (Depkes RI, 2006)

2. Lingkungan Kimia

Beberapa species nyamuk dapat juga memanfaatkan oksigen yang terlarut (Dissolved oxygen) melalui pernafasan kulit. Dari lingkungan kimia yang baru diketahui

(35)

disenangi pada tempat perkembangbiakan nyamuk perlu dilakukan pengukuran pH air, karena An.Letifer dapat hidup ditempat yang asam atau pH rendah (Depkes RI, 2006)

3. Lingkungan Biologi

Jenis tumbuhan air yang ada seperti bakau (Mangroves), ganggang dan berbagai

jenis tumbuhan lain yang dapat mempengaruhi kehidupan larva nyamuk, karena ia dapat menghalangi sinar matahari yang masuk atau menghalangi dari serangan mahkluk hidup lain. Beberapa jenis tanaman air merupakan indicator bagi jenis-jenis nyamuk tertentu.

Tanaman air bukan saja menggambarkan sifat fisik, tetapi juga menggambarkan susunan kimia dan suhu air misalnya pada lagun banyak ditemui lumut perut ayam

(Heteromorpha) dan lumut sutera (Enteromorpha) kemungkinan di lagun tersebut ada larva An. Sundaicus.

Adanya berbagai jenis ikan pemakan larva seperti ikan kepala timah (Plocheilus

panchax Panchax spp), Gambusi sp, Oreochromis niloticus (nila merah), Oreochromis

mossambica (mujair), akan mempengaruhi populasi nyamuk disuatu daerah. Selain itu

adanya ternak besar seperti sapid dan kerbau dapat mengurangi jumlah gigitan nyamuk pada manusia, apabila kandang hewan tersebut diletakkan diluar rumah, tetapi tidak jauh dari rumah atau cattle barrier (Rao, T.R, 1984).

4. Lingkungan Sosial Budaya

Faktor ini kadang- kadang besar sekali pengaruhnya dibandingkan dengan faktor

(36)

intensitasnya berbeda sesuai dengan perbedaan status social masyarakat akan mempengaruhi angka kesakitan malaria (Iskandar,1985).

2.3. Manifestasi Klinis

Malaria sebagai penyebab infeksi yang disebabkan oleh Plasmodium mempunyai

gejala utama yaitu demam. Demam yang terjadi diduga berhubungan dengan proses skizogoni (pecahnya merozoit atau skizon), pengaruh GPI (Glycosyl Phosphatidylinositol) atau terbentuknya sitokin atau toksin lainnya. Pada beberapa

penderita, demam tidak terjadi (misalnya pada daerah hiperendemik) banyak orang dengan parasitemia tanpa gejala. Gambaran karakteristik dari malaria ialah demam

periodic, anemia dan splenomegali. (Mansyor A dkk, 2001)

Manifestasi umum malaria adalah sebagai berikut: 1. Masa inkubasi

Masa inkubasi biasanya berlangsung 8-37 hari tergantung dari spesies parasit (terpendek untuk P. falciparum dan terpanjanga untuk P. malariae), beratnya infeksi

dan pada pengobatan sebelumnya atau pada derajat resistensi hospes. Selain itu juga cara infeksi yang mungkin disebabkan gigitan nyamuk atau secara induksi (misalnya transfuse darah yang mengandung stadium aseksual). (Harijanto P.N, 2000)

2. Keluhan-keluhan prodromal

Keluhan-keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam, berupa: malaise,

lesu, sakit kepala, sakit tulang belakang, nyeri pada tulang dan otot, anoreksia, perut tidak enak, diare ringan dan kadang-kadang merasa dingin di punggung. Keluhan prodromal sering terjadi pada P. vivax dan P. ovale, sedangkan P. falciparum dan P.

(37)

3. Gejala-gejala umum

Gejala-gejala klasik umum yaitu terjadinya trias malaria (Malaria proxym) secara

berurutan:

a. Periode dingin

Dimulai dengan menggigil, kulit dingin, dan kering, penderita sering membungkus dirinya dengan selimut atau sarung pada saat menggigil, sering seluruh badan gemetar, pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan. Periode ini berlangsung

antara 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya temperature. (Mansyor A dkk, 2001)

b. Periode panas

Wajah penderita terlihat merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas tubuh

tetap tinggi, dapat sampai 40o C atau lebih, penderita membuka selimutnya, respirasi meningkat, nyeri kepala, nyeri retroorbital, muntah- muntah dan dapat

terjadi syok. Periode ini berlangsung lebih lama dari fase dingin dapat sampai 2 jam atau lebih, diikuti dengan keadaan berkeringat. (Harijanto P.N, 2006)

c. Periode berkeringat

Penderita berkeringan mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, penderita merasa capek dan sering tertidur. Bila penderita bangun akan merasa sehat dan dapat

melakukan pekerjaan biasa. (Harijanto P.N, 2006)

Anemia merupakan gejala yang sering ditemui pada infeksi malaria, dan lebih sering ditemukan pada daerah endemik. Kelainan pada limpa akan terjadi setelah 3

(38)

Hampir semua kematian akibat malaria disebabkan oleh P. falciparum. Pada infeksi P. falciparum dapat menimbulkan malaria berat dengan komplikasi

umumnya digolongkan sebagai malaria berat yang menurut WHO didefinisikan sebagai infeksi P. falciparum stadium aseksual dengan satu atau lebih komplikasi

sebagai berikut (Harijanto P.N, 2000):

1. Malaria serebral, derajat kesadaran berdasarkan GCS kurang dari 11.

2. Anemia berat (Hb<5 gr% atau hematokrit <15%) pada keadaan hitung parasit

>10.000/µl.

3. Gagal ginjal akut (urin kurang dari 400ml/24jam pada orang dewasa atau <12 ml/kgBB

pada anak-anak setelah dilakukan rehidrasi, diserta kelainan kreatinin >3mg%. 4. Edema paru.

5. Hipoglikemia: gula darah <40 mg%.

6. Gagal sirkulasi/syok: tekanan sistolik <70 mmHg disertai keringat dingin atau perbedaan temperature kulit-mukosa >1oC.

7. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna dan atau disertai kelainan laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskuler.

8. Kejang berulang lebih dari 2 kali/24jam setelah pendinginan pada hipertermis.

9. Asidosis (plasma bikarbonat <15mmol/L).

10. Makroskopik hemaglobinuri oleh karena infeksi malaria akut bukan karena obat

antimalaria pada kekurangan Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.

(39)

2.4. Diagnosis

Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya berdasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis pasti infeksi malaria ditegakkan dengan pemeriksaan sediaan darah secara mikroskopik atau tes

diagnostic cepat (Rapid Diagnotic Test)

2.5. Prognosis

1. Prognosis malaria berat tergantung pada kecepatan dan ketepatan diagnosis serta

pengobatan. (Depkes RI, 2006)

2. Pada malaria berat yang tidak ditanggulangi, maka mortalitas yang dilaporkan pada

anak-anak 15%, dewasa 20% dan pada kehamilan meningkat sampai 50% (Depkes RI,2006)

3. Prognosis malaria berat dengan gangguan satu fungsi organ lebih baik daripada

gangguan 2 atau lebih fungsi organ. (Depkes RI, 2006) a. Mortalitas dengan gangguan 3 fungsi organ adalah 50%.

b. Mortalitas dengan gangguan 4 atau lebih fungsi organ adalah 75%. c. Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan mortalitas yaitu: - Kepadatan parasit <100.000/µL, maka mortalitas <1%.

(40)

2.6. Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Malaria 2.6.1. Pengendalian Malaria

Penagulangan malaria seharusnya ditujukan untuk memutuskan rantai penularan antara Host, Agent dan Environment, pemutusan rantai penularan ini harus ditujukan

kepada sasaran yang tepat, yaitu :

1. Pemberantasan Vektor

Penangulangan vector dilakukan dengan cara membunuh nyamuk dewasa

(penyemprotan rumah dengan Insektisida). Dengan di bunuhnya nyamuk maka parasit yang ada dalam tubuh, pertumbuhannya di dalam tubuh tidak selesai, sehingga

penyebaran/transmisi penyakit dapat terputus (Depkes RI, 2003)

Demikian juga kegiatan anti jentik dan mengurangi atau menghilangkan tempat-tempat perindukan, sehingga perkembangan jumlah (Density) nyamuk dapat dikurangi

dan akan berpengaruh terhadap terjadinya transmisi penyakit malaria (Depkes RI, 2003) Menurut Marwoto (1989) penangulangan vector dapat dilakukan dengan

memanfaatkan ikan pemakan jentik. Penelitian Biologik yang telah dilakukan menunjukkan bahwa prospek terbaik adalah ikan, karena mudah dikembangbiakkan, ikan suka memakan jentik, dan sebagai sumber protein bagi masyarakat.

Penggunaan ikan nila merah (Oreochromis Nilotis) sebagai pengendali vektor telah dilakukan. Menurut Nurisa (1994), ikan nila memiliki daya adaptasi tinggi

diberbagai jenis air. Nila dapat hidup di air tawar, air payau, dan di laut.

2. Pengendalian Vektor

Pengendalian vector malaria dilaksanakan berdasarkan pertimbangan, Rasioanal,

(41)

1. Rational : Lokasi kegiatan pengendalian vektor yang diusulkan memang terjadi penularan (ada vektor) dan tingkat penularannya memenuhi criteria

yang ditetapkan, antara lain : Wilayah pembebasan : desa dan ditemukan penderita indegenius dan wilayah pemberantasan PR > 3%

2. Effective : Dipilih salah satu metode / jenis kegiatan pengendalian vektor atau kombinasi dua metode yang saling menunjang dan metode tersebut dianggap paling berhasil mencegah atau menurunkan penularan, hal ini perlu

didukung oleh data epidemiologi dan Laporan masyarakat.

3. Sustainable : Kegiatan pengendalian vektor yang di pilih harus dilaksanakan

secara berkesinambungan sampai mencapai tingkat penularan tertentu dan hasil yang sudah di capai harus dapat dipertahankan dengan kegiatan lain yang biayanya lebih murah, antara lain dengan penemuan dan pengobatan penderita.

4. Acceptable : Kegiatan yang dilaksanakan dapat diterima dan didukung oleh masyarakat setempat (Depkes RI, 2005)

Adapun kegiatan yang dilakukan dalam pengendalian vektor adalah sebagai berikut :

1. Penyemprotan rumah, penyemprotan dilakukan pada semua bangunan yang

ada, pada malam hari digunakan sebagai tempat menginap atau kegiatan lain, masjid, gardu ronda, dan lain-lain.

(42)

perindukan adalah genangan air disekitar pantai yang permanen, genangan air dimuara sungai yang tertutup pasir dan saluran dengan aliran air yang lambat.

3. Biological control, kegiatan anti larva dengan cara hayati (pengendalian dengan ikan pemakan jentik), dilakukan pada desa-desa di mana terdapat di mana

terdapat banyak tempat perindukan vektor potensial dengan ketersedian air sepanjang tahun, seperti mata air, anak sungai, saluran air persawahan, rawa-rawa daerah pantai dan air payau, dll.

4. Pengolahan lingkungan (Source reduction) adalah kegiatan-kegiatan yang mencakup perencanaan, pelaksanaan dan pengamatan kegiatan modifikasi dan

manipulasi faktor lingkungan dan interaksinya dengan manusia untuk mencegah dan membatasi perkembangan vector dan mengurangi kontak antara manusia dan Vektor (Depkes, 2005)

5. Kelambunisasi adalah pengendalian nyamuk Anopheles spp secara kimiawi yang digunakan di Indonesia. Kelambunisasi adalah pengunaan kelambu yang

terlebih dahulu dicelup dengan insektisida permanent 100EC yang berisi bahan aktif permethrin.

3. Penemuan dan Pengobatan Penderita Malaria A. Mencari Penderita Malaria

Salah satu cara memutuskan penyebaran penyakit malaria adalah dengan

menemukan penderita sedini mungkin baik dilakukan secara aktif oleh petugas yang mengunjungi rumah secara teratur (Active Case detection) maupun dilakukan secara pasif (Passive Case Detection), yaitu memeriksa semua pasien yang berkunjung ke Unit

(43)

swasta maupun pemerintah yang menunnjukkan gejala malaria dan dilakukan pengambilan darah untuk diperiksa di labaratorium.

B. Pengobatan Penderita Malaria

Bebarapa cara dan jenis pengobatan terhadap tersangka atau penderita yaitu :

a. Pengobatan Malaria Klinis

Pengobatan diberikan berdasarkan gejala klinis dan bertujuan untuk menekan gejala klinis dan membunuh gamet untuk mencegah terjadinya penularan.

b. Pengobatan Radikal

pengobatan diberikan dengan pemeriksaan laboratorium positf Malaria.

c. Pengobatan Masal (Mass drug Administration = MDA)

Pemberian pengobatan malaria klinis kepada semua penduduk (>80%) didaerah KLB sebagai bagian dari upaya penanggulangan KLB malaria.

d. Pengobatan kepada Penderita Demam (Mass Fever Treatment = MFT)

Dilakukan untuk mencegah KLB dan penaggulangan KLB, yaitu diulang setiap 2

minggu setelah pengobatan MBA sampai penyemprotan selesai.

2.6.2. Pencegahan Penyakit Malaria

Pencegahan sederhana dapat dilakukan oleh masyarakat, antara lain :

1. Menghindari atau mengurangi gigitan nyamuk malaria, dengan cara tidur memakai kelambu, tidak berada diluar rumah pada malam hari, mengolesi badan dengan lotion

anti nyamuk, memasang kawat kasa pada jendela.

2. Membersihkan tempat sarang nyamuk, dengan cara membersihkan semak-semak disekitar rumah dan melipat kain-kain yang bergantungan, mengusahakan didalam

(44)

3. Membunuh nyamuk dewasa (penyemprotan dengan insektisida) 4. Membunuh larva dengan menebarkan ikan pemakan larva

5. Membunuh larva dengan menyemprot larvasida.

2.7. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Malaria

Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit malaria antara lain : 1. Faktor Lingkungan fisik

a. Kondisi fisik rumah

Rumah adalah struktur fisik, orang menggunakan untuk tempat berlindung yang dilengkapi beberapa fasilitas yang berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani baik

untuk keluarga maupun individu.

Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia disamping pangan dan sandang, agar rumah dapat berfungsi sebagai tempat tinggal yang baik diperlukan

beberapa persyaratan. Rumah sehat harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain : 1) Rumah harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat terpenuhi kebutuhan fisik

dasar dari penghuninya. Hal-hal yang perlu diperhatikan di sini ialah :

a) Rumah tersebut harus terjamin penerangannya yang dibedakan atas cahaya matahari dan lampu.

b) Rumah tersebut harus mempunyai ventilasi yang sempurna, sehingga aliran udara segar dapat terpelihara.

c) Rumah tersebut dibangun sedemikian rupa sehingga dapat dipertahankan suhu lingkungan.

2) Rumah harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat terpenuhi kebutuhan kejiwaan

(45)

a) Terjamin berlangsungnya hubungan yang serasi antara anggota keluarga yang tinggal bersama.

b) Menyediakan sarana yang memungkinkan dalam pelaksanaan pekerjaan rumah tangga tanpa menimbulkan kelelahan yang berlebihan.

3) Rumah tersebut harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat melindungi penghuni dari penularan penyakit atau berhubungan dengan zat-zat yang membahayakan kesehatan. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :

a) Rumah yang di dalamnya tersedia air bersih yang cukup. b) Ada tempat pembuangan sampah dan tinja yang baik.

c) Terlindung dari pengotoran terhadap makanan.

d) Tidak menjadi tempat bersarang binatang melata ataupun penyebab penyakit lainnya.

4) Rumah harus dibangun sedemikian rupa sehingga melindungi penghuni dari kemungkinan terjadinya bahaya kecelakaan. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :

a) Rumah yang kokoh.

b) Terhindar dari bahaya kebakaran. c) Alat-alat listrik yang terlindungi.

d) Terlindung dari kecelakaan lalu lintas (Azwar, 1996).

Kondisi fisik rumah berkaitan sekali dengan kejadian malaria, terutama yang

berkaitan dengan mudah atau tidaknya nyamuk masuk ke dalam rumah adalah ventilasi yang tidak di pasang kawat kasa dapat mempermudah nyamuk masuk kedalam rumah. Langit-langit atau pembatas ruangan dinding bagian atas dengan atap yang terbuat dari

(46)

dalam rumah dilihat dari ada tidaknya langit-langit pada semua atau sebagian ruangan rumah. Kualitas dinding yang tidak rapat jika dinding rumah terbuat dari anyaman bambu

kasar ataupun kayu/papan yang terdapat lubang lebih dari 1,5 mm² akan mempermudah nyamuk masuk ke dalam rumah (Darmadi, 2002).

b. Lingkungan rumah

Lingkungan fisik yang diperhatikan dalam kejadian malaria adalah jarak rumah dari tempat istirahat dan tempat perindukan yang disenangi nyamuk Anopheless seperti

adanya semak yang rimbun akan menghalangi sinar matahari menembus permukaan tanah, sehingga adanya semak-semak yang rimbun berakibat lingkungan menjadi teduh

serta lembab dan keadaan ini merupakan tempat istirahat yang disenangi nyamuk Anopheles, parit atau selokan yang digunakan untuk pembuangan air merupakan tempat berkembang biak yang disenangi nyamuk, dan kandang ternak sebagai tempat istirahat

nyamuk sehingga jumlah populasi nyamuk di sekitar rumah bertambah (Handayani dkk, 2008).

c. Kondisi lingkungan yang sesuai dengan bionomik vektor malaria. 1) Anopheles aconitus

Di Indonesia nyamuk ini terdapat hampir diseluruh kepulauan, kecuali Maluku

dan Irian. Biasanya dapat dijumpai di dataran rendah tetapi lebih banyak didapat di daerah kaki gunung pada ketinggian 400-1000 m. Jentiknya terdapat di sawah dan

saluran irigasi. Sawah yang akan ditanami dan mulai diberi air, yang masih ada batang padi dan jerami yang berserakan, merupakan sarang yang sangat baik. Nyamuk dewasa hinggap dalam rumah dan kandang, tetapi tempat hinggap yang paling disukai ialah di

(47)

belukar didekat sarangnya. Jarak terbangnya dapat mencapai 1,5 km, tetapi mereka jarang terdapat jauh dari sarangnya. Terbangnya pada malam hari untuk menghisap darah.

(Iskandar dkk, 1985)

2) Anopheles balabacensis

Anopheles balabacensis ditemukan sepanjang tahun baik pada musim hujan

maupun musim kemarau. Pada musim hujan tempat perkembangbiakan spesies tersebut adalah di aliran mata air yang tergenang, di genangan-genangan air hujan di tanah, dan di

lubang- lubang batu. Sering didapatkan juga pada parit yang alirannya terhenti. Pada musim kemarau sumber air tanah berkurang sehingga terbentuk genangan-genangan air

sepanjang sungai. Genangan-genangan air tersebut dimanfaatkan sebagai tempat perkembangbiakkan Anopheles balabacensis. Nyamuk dewasa lebih suka menghisap darah manusia dari pada darah binatang (Barodji dkk, 2001).

3) Anopheles maculatus

Spesies nyamuk ini umumnya berkembangbiak pada genangan-genangan air

tawar jernih baik di tanah seperti di mata air, galian-galian pasir atau belik, genangan air hujan maupun genangan air di sungai yang berbatu-batu kecil yang terbentuk karena sumber air kurang sehingga air tidak mengalir dan menggenang di sepanjang sungai serta

mendapat sinar matahari langsung. Perilaku menghisap darah baik di dalam maupun di luar rumah paling banyak sekitar pukul 22.00. Spesies ini pada siang hari ditemukan

istirahat di luar rumah pada tempat-tempat yang teduh antara lain di kandang sapi dan kerbau, di semak-semak, di lubang-lubang di tanah pada tebing dan lubang-lubang tempat pembuangan sampah. Selama penangkapan pada siang hari tidak pernah

(48)

Jarak terbangnya kurang lebih 1 km tetapi mereka jarang terdapat jauh dari sarangnya dan lebih suka mengigit binatang dari pada manusia (Iskandar dkk, 1985).

4) Anopheles sundaicus

Tempat perindukan nyamuk Anopheles sundaicus umumnya di air payau yang

banyak tumbuhan air atau lumut dan mendapat sinar matahari langsung seperti muara sungai yang tergenang, di lagun, dan di genangan-genangan air payau diantara hutan bakau dengan salinitas 1,2-2%. Nyamuk dewasa senang hinggap di dalam rumah (Barodji

dkk, 1993). 2. Faktor Perilaku

Upaya pencegahan penyakit malaria salah satunya adalah melalui pendidikan kesehatan masyarakat, dan tujuan akhir dari pendidikan kesehatan masyarakat adalah perubahan perilaku yang belum sehat menjadi perilaku sehat, artinya perilaku yang

mendasarkan pada prinsip-prinsip sehat atau kesehatan. Pendidikan yang diberikan kepada masyarakat harus direncanakan dengan menggunakan strategi yang tepat

disesuaikan dengan kelompok sasaran dan permasalahan kesehatan masyarakat yang ada. Strategi tersebut mencakup metode/cara, pendekatan dan tekhnik yang mungkin digunakan untuk mempengaruhi faktor prediposisi, pemungkin dan penguat yang secara

langsung atau tidak langsung mempengaruhi perilaku (Machfoedz dkk, 2005).

Strategi yang tepat agar masyarakat mudah dan cepat menerima pesan diperlukan

alat bantu yang disebut peraga. Semakin banyak indra yang digunakan untuk menerima pesan semakin banyak dan jelas pula pengetahuan yang diperoleh ( Depkes RI, 1999). Praktik atau perilaku keluarga terhadap upaya mengurangi gigitan nyamuk malaria

(49)

a. Kebiasaan menggunakan kelambu

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa menggunakan kelambu secara teratur

pada waktu malam hari dapat mengurangi kejadian malaria. Penduduk yang tidak menggunakan kelambu mempunyai resiko 6,44 kali terkena malaria (Barodji 2000).

b. Kebiasaan menghindari gigitan nyamuk

Untuk menghindari gigitan nyamuk digunakan obat semprot, obat poles atau obat nyamuk bakar sehingga memperkecil kontak dengan nyamuk (Depkes RI, 1992).

c. Kebiasaan berada di luar rumah pada malam hari

Nyamuk penular malaria mempunyai keaktifan menggigit pada malam hari.

Menurut Lestari (2007) nyamuk Anopheles paling aktif mencari darah pukul 21.00-03.00. Menurut Darmadi (2002) kebiasaan penduduk barada di luar rumah pada malam hari antara pukul 21.00 s/d 22.00 berhubungan erat dengan kejadian malaria, karena

frekuensi menghisap darah jam tersebut tinggi.

2.8. Perumahan

Rumah adalah salah satu persyaratan pokok bagi kehidupan manusia. Rumah atau tempat tinggal manusia, dari zaman ke zaman mengalami perkembangan. Pada zaman purba manusia bertempat tinggal di gua-gua, kemudian berkembang dengan mendirikan

rumah tempat tinggal di hutan-hutan dan dibawah pohon. Sampai pada abad modern ini manusia sudah membangun rumah bertingkat dan dilengkapi dengan peralatan yang serba

(50)

2.8.1. Rumah Sehat

Menurut Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) yang dikutip oleh Masyuda

(2003) mendefenisikan rumah sebagai tempat untuk tumbuh dan berkembang, baik secara jasmani, rohani dan sosial. Artinya dalam rumah diperlukan segala fasilitas untuk

bertumbuh dan berkembang. Fasilitas tersebut harus ada di dekat rumah seperti sekolah, toko, pasar, tempat kerja, fasilitas air bersih, sanitasi dan lain- lain.

Rumah yang sehat menurut Winslow dan American Public Health Asosiation

(APHA) yang dikutip oleh Masyuda (2003) harus memenuh persyaratan antara lain: 1. Memenuhi Kebutuhan Fisiologis

Kebutuhan ini meliputi pencahayaan, ventilasi, jauh dari kegaduhan dan cukupnya tempat bermain anak.

2. Memenuhi Kebutuhan Psikologis

Kebutuhan psikologis meliputi cukup aman dan nyaman bagi masing-masing penghuni (kamar tidur), ada ruang makan sekaligus untuk ruang duduk (kamar tamu),

lokasinya disekitar tetangga yang mempunyai tingkat ekonomi yang relatif sama, cara pengaturannya harus memenuhi rasa keindahan (estetika) tersedia WC dan kamar mandi dan adanya jaminan kebebasan yang cukup bagi setiap anggota keluarga.

3. Mencegah Penularan Penyakit

Persyaratan ini meliputi persediaan air bersih yang memenuhi persyaratan

kesehatan, bebas dari serangga dan tikus, pembuangan sampah yang saniter, pembuangan air limbah yang memenuhi syarat kesehatan dan harus cukup luasnya.

Gambar

Tabel 4.1.  Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di Desa Suka Karya Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten Simeulue Tahun 2010
Tabel 4.1. menunjukkan bahwa responden tertinggi berjenis kelamin laki-laki
Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Kondisi Lingkungan Fisik Rumah di Desa Suka Karya Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten Simeulue Propinsi Aceh
Tabel 4.4. menunjukkan 100 rumah responden memiliki ventilasi (100%).
+7

Referensi

Dokumen terkait

 Untuk membedakan bilangan positif dengan negatif sebuah bilangan desimal diberi tanda ‘-‘ disebelah kiri bilangan.. Misal : -

Metode yang digunakan adalah metode survei sistem bebas pada lahan sawah dengan mengamati pola tanam padi, tanah dan lahan pengelolaan air serta irigasi dan

meningkat, hal ini menunjukkan bahwa selama 3 (tiga) tahun koperasi mampu menghasilkan keuntungan (profit) lebih banyak tanpa menggunakan biaya modal yang tinggi sehingga

Kompetensi Dasar (TKD) Calon Pegawai Negeri Sipil Dari Pelamar Umum Tahun 2OI4 di lokasi tes mandiri terdapat kendala teknis yang tidak dapat diselesaikan oleh

Menurut Sagala sebagaimana dikutip oleh Siti Aminah, dlkk., (2015) menjelaskan bahwa tujuan diterapkannya MBS adalah untuk: (a) meningkatkan efesiensi penggunaan sumber daya

Representasi penyelesaian Soal nomor 1 , dari deskripsi data diperoleh bahwa terjadi hambatan semantik dan sintaksis, dimana pada ST 1. mengalami hambatan

Slogan yang ditampilkan dalam majalah Bobo ialah “Teman Bermain dan Belajar.” Slogan ini memberikan sosialisasi nilai pada anak bahwa Bobo bisa menjadi teman anak-anak, baik

Sebagaimana peneliti lapangan itu adalah suatu bentuk penelitian yang dilakukan dengan cara peneliti turun langsung di lapangan untuk mendapatkan data yang valid mengenai