• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jenis-Jenis Fungi Yang Berasosiasi Dalam Proses Dekomposisi Serasah Daun Avicennia marina Setelah Aplikasi Fungi Aspergillus sp. Pada Berbagai Tingkat Salinitas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Jenis-Jenis Fungi Yang Berasosiasi Dalam Proses Dekomposisi Serasah Daun Avicennia marina Setelah Aplikasi Fungi Aspergillus sp. Pada Berbagai Tingkat Salinitas"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

JENIS-JENIS FUNGI YANG BERASOSIASI DALAM PROSES

DEKOMPOSISI SERASAH DAUN Avicennia marina SETELAH

APLIKASI FUNGI Aspergillus sp PADA BEBERAPA

TINGKAT SALINITAS

SKRIPSI

MERI DANEL SIMANJUNTAK 071202029

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

JENIS-JENIS FUNGI YANG BERASOSIASI DALAM PROSES

DEKOMPOSISI SERASAH DAUN Avicennia marina SETELAH

APLIKASI FUNGI Aspergillus sp PADA BEBERAPA

TINGKAT SALINITAS

SKRIPSI

Oleh

MERI DANEL SIMANJUNTAK 071202029

Skripsi ini sebagai salah satu diantara beberapa syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Jenis-jenis fungi yang berasosiasi dalam proses

dekomposisi serasah daun Avicennia marina setelah

aplikasi fungi Aspergillus sp. pada berbagai tingkat

salinitas

Nama : Meri Danel S

NIM : 071202029

Program Studi : Budidaya Hutan

Disetujui Oleh

Komisi Pembimbing

Nelly Anna, S.Hut, M.Si Dr. Ir. Yunasfi, M.Si

Ketua Anggota

Mengetahui,

(4)

ABSTRAK

MERI DANEL S : Jenis-jenis Fungi yang Berasosiasi dengan Proses Dekomposisi Serasah Avicennia marina setelah Aplikasi Fungi Aspergillus sp pada Berbagai Tingkat Salinitas di bawah bimbingan NELLY ANNA dan YUNASFI.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman jenis fungi yang terdapat pada serasah daun Avicennia marina yang mengalami dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas setelah aplikasi fungi Aspergillus sp. pada daun A.marina. Penelitian ini dilakukan di kawasan hutan mangrove Sicanang, Kecamatan Medan Belawan, Sumatera Utara. Fungi diisolasi dan diidentifikasi fungi di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan dari bulan Januari 2011 sampai April 2011.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat 21 jenis fungi yang ditemukan pada serasah daun A. marina yang mengalami proses dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas. Indeks keanekaragaman jenis fungi tertinggi pada tingkat salinitas 0-10 ppt yaitu 2,44 yang terendah adalah 20 – 30 ppt yaitu 2,09. Jumlah jenis fungi yang terbesar yaitu pada salinitas 0-10 ppt dan 10-20 ppt dengan jumlah fungi 15 jenis sedangkan jumlah jenis terendah pada salinitas 20-30 ppt yaitu 12 jenis. Populasi rata-rata fungi tertinggi terdapat pada salinitas 20-30 ppt yaitu 6,76 x 102 cfu/ ml. Populasi rata-rata fungi terendah terdapat pada salinitas

10-20 ppt yaitu 3, 78 x 102 cfu/ ml. Frekuensi kolonisasi fungi pada berbagai

salinitas berkisar antara 17 % sampai 67 % .

(5)

ABSTRACT

MERI DANEL S: The Species of Fungi in Association with Decomposition Avicennia marina Leaf Litter after Aplication Aspergillus sp. at Various Salinity Level. Under academic supervision by NELLY ANNA and YUNASFI

The aim of this research was to know the diversity of fungi from A.marina leaf litter during decomposition process after aplication Aspergillus sp. at various salinity level. The research applied at the mangrove forest of Sicanang Medan Belawan, North Sumatera. Isolation and identification of fungi in Microbiology Laboratory, Biology departemen, faculty of Match and Sains, USU. The research conducted since January 2011 to April 2011.

The result of this research showed that totally 21 species of fungi of isolated from A. marina leaf litter during decomposition at various salinity level. The highest of species diversity indexs of fungi was 2,44 at 0-10 ppt salinity level and lowest was 2,09 at 20-30 ppt. The highest of species of fungi was 15 species at 0-10 ppt and 10-20 ppt salinity level whereas the lowest was 12 at 20-30 ppt. The highest population of fungi was 6,76 x 102 cfu/ ml at 20-30 ppt salinity level. The lowest population was 3,78 x 102 cfu/ ml at 10-20 ppt . The frequency of the fungi species colonization at various salinity ranged from 17 % to 67 %.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Aceh Selatan tanggal 20 Januari 1989. Anak dari

Bapak Firdaus Simanjuntak dan Ibu Tiodor Matanari. Penulis adalah anak kedua

dari lima bersaudara. Penulis menamatkan sekolah dasar di SD Negeri 084094

di Sibolga tahun 2001, kemudian melanjut ke SMP Negeri 1 Pancur Batu tamat

tahun 2004 dan melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 17 Medan tamat tahun

2007.

Penulis mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan di Program Studi

Budidaya Hutan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada tahun 2007

melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Pada tahun 2009,

bulan Juni penulis mengikuti Praktik Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di

desa Aras Napal dan Pulau Sembilan Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Penulis

juga melaksanakan Praktik Kerja Lapang (PKL) di Perusahaan HTI Sumatera

Silva Lestari (SSL) di Kecamatan Barumun Tengah Kabupaten Tapanuli Selatan,

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas

kasih dan karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Jenis-jenis Fungi yang

Berasosiasi dengan Proses Dekomposisi Serasah Avicennia marina setelah

Aplikasi Fungi Aspergillus sp. pada berbagai Tingkat Salinitas”. dapat

diselesaikan dengan baik.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada orangtua

penulis yang telah membimbing, mendidik dan memberikan semangat dan

memberikan dukungan moril dan materil. Penulis juga mengucapkan terima kasih

kepada komisi pembimbing Ibu Nelly Anna, S.Hut, M.Si dan Bapak

Dr. Ir. Yunasfi, M. Si yang terus membimbing, mengarahkan serta memberi saran

kepada penulis sejak penulisan proposal sampai skripsi ini selesai. Penulis juga

mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah membantu penulis

dalam penyelesaian skripsi ini ini.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat sebagai

dasar penelitian-penelitian selanjutnya dan dapat menyumbang bagi kemajuan

ilmu pengetahuan.

Medan, Agustus 2011

(8)

DAFTAR ISI

Pengertian dan Ekosistem Hutan Mangrove ... 5

Zonasi Mangrove ... 6

Fungsi Hutan Mangrove ... 6

Taksonomi dan Morfologi Avicennia marina ... 8

Dekomposisi Serasah ... 8

Penentuan lokasi berdasarkan Salinitas ... 16

Penempatan Serasah di lokasi Penelitian... 16

Pengambilan Serasah ... 17

Isolasi Fungi dari Serasah daun Avicennia marina... 17

Identifikasi Fungi makroskopis. ... ... 18

Identifikasi Fungi mikroskopis... 18

Analisa Data ... 18

(9)

Pembahasan………. 31

Jenis-jenis fungi yang terdapat pada serasah daun A. marina yang Mengalami Proses Dekomposisi pada Salinitas 0-10 ppt…… 31

Jenis-jenis fungi yang Terdapat pada Serasah Daun A. marina yang Mengalami Proses Dekomposisi pada Salinitas 10-20 ppt… 32 Jenis-jenis fungi yang Terdapat pada Serasah DaunA. Marina yang Mengalami Proses Dekomposisi pada Salinitas 20 -30 ppt… 33 Perbandingan Jumlah Jenis dan populasi fungi Fungi pada Berbagai Tingkat Salinitas……… 34

Indeks Diversitas Fungi……… 36

Frekuensi Kolonisasi Fungi ……….. 38

KESIMPULAN DAN SARAN ... 41

Kesimpulan ... 41

Saran ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... ... 42

(10)

DAFTAR TABEL

No Halaman

1. Jumlah koloni rata-rata x (102

cfu/ml) tiap jenis fungi tiap 15 hari dan frekuensi kolonisasinya pada serasah daun A. marina yang telah mengalami proses dekomposisi selama 90 hari dilingkungan dengan salinitas 0-10 ppt ………. 20

2. Jumlah koloni rata-rata x (102 cfu/ml) tiap jenis fungi tiap 15 hari dan frekuensi kolonisasinya pada serasah daun A. marina yang telah mengalami proses dekomposisi selama 90 hari dilingkungan dengan salinitas 10-20 ppt ……… 21

(11)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Kerangka Penelitian... 3

2. Struktur makroskopis dan mikroskopis fungi Aspergillus sp. yang diisolasi dari serasah A. marina yang telah terdekomposisi

pada berbagai tingkat salinitas ……… 24

3. Struktur makroskopis dan mikroskopis fungi Aspergillus sp. yang diisolasi dari serasah A. marina yang telah terdekomposisi

pada berbagai tingkat salinitas………. 25

4. Struktur makroskopis dan mikroskopis fungi Aspergillus sp. yang diisolasi dari serasah A. marina yang telah terdekomposisi

pada berbagai tingkat salinitas……… 26

5. Struktur makroskopis dan mikroskopis fungi Penicillium sp. yang diisolasi dari serasah A. marina yang telah terdekomposisi

pada berbagai tingkat salinitas ……… 27

6. Struktur makroskopis dan mikroskopis fungi Fusarium sp. yang diisolasi dari serasah A. marina yang telah terdekomposisi

pada berbagai tingkat salinitas……… 28

7. Struktur makroskopis dan mikroskopis fungi Saccharomyces sp. yang diisolasi dari serasah A. marina yang telah terdekomposisi

pada berbagai tingkat salinitas... 28

8. Grafik jumlah spesies fungi pada serasah daun A. marina

yang telah mengalami proses dekomposisi pada berbagai salinitas 29

9. Grafik populasi fungi yang terdapat pada serasah daun A.marina

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1. Ciri Makroskopis dan Mikroskopis Fungi yang ditemukan pada serasah A. marina yang mengalami proses dekomposisi

pada berbagai tingkat salinitas………. 45

2. Jumlah Koloni x 102 (cfu/ml) berbagai jenis fungi tiap ulangan pada serasah daun A. marina yang telah mengalami proses dekomposisi selama 15 sampai 90 hari di lingkungan

dengan salinitas 0-10 ppt ………. 52

3. Jumlah Koloni x 102 (cfu/ml) berbagai jenis fungi tiap ulangan pada serasah daun A. marina yang telah mengalami

proses dekomposisi selama 15 sampai 90 hari di lingkungan

dengan salinitas 10-20 ppt……… 53

4 . Jumlah Koloni x 102

(cfu/ml) berbagai jenis fungi tiap ulangan pada serasah daun A. marina yang telah mengalami proses dekomposisi selama 15 sampai 90 hari di lingkungan

dengan salinitas 20-30 ppt ……… 54

5. Jumlah koloni rata-rata x (102 cfu/ml) tiap jenis fungi pada serasah daun A. marina yang telah mengalami proses

dekomposisi selama 90 hari dilingkungan dengan berbagai salinitas… 55

6. Lokasi Penempatan Kantong Berisi Serasah Daun

(13)

ABSTRAK

MERI DANEL S : Jenis-jenis Fungi yang Berasosiasi dengan Proses Dekomposisi Serasah Avicennia marina setelah Aplikasi Fungi Aspergillus sp pada Berbagai Tingkat Salinitas di bawah bimbingan NELLY ANNA dan YUNASFI.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman jenis fungi yang terdapat pada serasah daun Avicennia marina yang mengalami dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas setelah aplikasi fungi Aspergillus sp. pada daun A.marina. Penelitian ini dilakukan di kawasan hutan mangrove Sicanang, Kecamatan Medan Belawan, Sumatera Utara. Fungi diisolasi dan diidentifikasi fungi di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan dari bulan Januari 2011 sampai April 2011.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat 21 jenis fungi yang ditemukan pada serasah daun A. marina yang mengalami proses dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas. Indeks keanekaragaman jenis fungi tertinggi pada tingkat salinitas 0-10 ppt yaitu 2,44 yang terendah adalah 20 – 30 ppt yaitu 2,09. Jumlah jenis fungi yang terbesar yaitu pada salinitas 0-10 ppt dan 10-20 ppt dengan jumlah fungi 15 jenis sedangkan jumlah jenis terendah pada salinitas 20-30 ppt yaitu 12 jenis. Populasi rata-rata fungi tertinggi terdapat pada salinitas 20-30 ppt yaitu 6,76 x 102 cfu/ ml. Populasi rata-rata fungi terendah terdapat pada salinitas

10-20 ppt yaitu 3, 78 x 102 cfu/ ml. Frekuensi kolonisasi fungi pada berbagai

salinitas berkisar antara 17 % sampai 67 % .

(14)

ABSTRACT

MERI DANEL S: The Species of Fungi in Association with Decomposition Avicennia marina Leaf Litter after Aplication Aspergillus sp. at Various Salinity Level. Under academic supervision by NELLY ANNA and YUNASFI

The aim of this research was to know the diversity of fungi from A.marina leaf litter during decomposition process after aplication Aspergillus sp. at various salinity level. The research applied at the mangrove forest of Sicanang Medan Belawan, North Sumatera. Isolation and identification of fungi in Microbiology Laboratory, Biology departemen, faculty of Match and Sains, USU. The research conducted since January 2011 to April 2011.

The result of this research showed that totally 21 species of fungi of isolated from A. marina leaf litter during decomposition at various salinity level. The highest of species diversity indexs of fungi was 2,44 at 0-10 ppt salinity level and lowest was 2,09 at 20-30 ppt. The highest of species of fungi was 15 species at 0-10 ppt and 10-20 ppt salinity level whereas the lowest was 12 at 20-30 ppt. The highest population of fungi was 6,76 x 102 cfu/ ml at 20-30 ppt salinity level. The lowest population was 3,78 x 102 cfu/ ml at 10-20 ppt . The frequency of the fungi species colonization at various salinity ranged from 17 % to 67 %.

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan mangrove adalah hutan yang terdapat di daerah pantai yang secara

teratur tergenang air laut dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut tetapi tidak

dipengaruhi oleh iklim ( Santoso, 2000).Umumnya mangrove dapat ditemukan di

seluruh kepulauan Indonesia. Lahan mangrove terluas terdapat di Irian Jaya

dengan luasan sekitar 1.350.600 ha (38%), Kalimantan 978.200 ha (28%) dan

Sumatera 673.300 ha (19%) (Wetland International, 1999).

Menurut FAO, Indonesia memiliki sebanyak 37 jenis pohon mangrove.

Dari sekian banyak jenis mangrove di Indonesia, jenis mangrove yang banyak

ditemukan antara lain adalah jenis api-api (Avicennia sp), bakau (Rhizophora sp),

tancang (Bruguiera sp), dan bogem atau pedada (Sonneratia sp) yang merupakan

tumbuhan mangrove utama yang banyak dijumpai ( Irwanto, 2008).

Mangrove seperti tumbuhan lainnya membutuhkan unsur hara untuk

pertumbuhan. Secara umum arti dari pergerakan materi dan energi dalam

ekosistem mangrove yaitu mangrove menggunakan material anorganik yang

masuk ke lingkungan mangrove dan mengeluarkan material organik dalam bentuk

serasah tumbuhan yang dapat menyokong rantai makanan dekat pantai. Aliran

energi yang terdapat pada ekosistem mangrove dipengaruhi oleh beberapa faktor

fisik seperti sungai-sungai, pasang surut, gelombang laut, salinitas air laut dan

faktor-faktor biologi seperti produksi serasah dari tumbuhan yang jatuh dan

mengalami dekomposisi serta semua mekanisme yang mengatur kecepatan

pemasukan, pengeluaran dan penyimpanan material organik dan anorganik

(16)

Jenis mangrove A. marina merupakan salah satu jenis mangrove yang

toleran terhadap salinitas yang luas bila dibandingkan dengan jenis mangrove

yang lain (Mac Nae, 1978). Selain itu A. marina juga dapat menghasilkan serasah

sebanyak 310 g/m2 tiap bulan (Clarke, 1994). Di dunia dikenal sebagai black

mangrove karena penyebaran benihnya mudah, toleransi terhadap temperatur

tinggi, cepat menumbuhkan akar pernafasan (akar pasak) dan sistem perakaran di

bawahnya mampu menahan endapan dengan baik

Serasah yang jatuh ke dalam sungai dan daerah pantai mengalami

dekomposisi yang melibatkan peran mikroorganisme air seperti bakteri dan fungi.

Dekomposisi akan berjalan lebih cepat jika ada mikroorganisme tersebut. Menurut

Moore-Landecke (1996), fungi saprofit merupakan organisme penyebab

kerusakan yang memperoleh nutrisi dari material organik yang telah mati. Fungi

berperan penting dalam proses perombakan bahan organik. Oleh karena itu

dengan adanya penambahan fungi Aspergillus sp pada serasah A. marina

diharapkan proses dekomposisi akan lebih cepat.

Menurut Kurniawan (2010) pada jenis Avicennia marina di kawasan hutan

mangrove di Teluk Tapian Nauli didapat beberapa fungi yag ditemukan pada

serasah A. marina yang mengalami dekomposisi yaitu Aspergilllus, Trichoderma ,

Penicillium , Culvularia lunata , Mucor plumbeus dan Arthrinium phaeospermum

dengan indek diversitas fungi tertinggi pada salinitas 10-20 ppt. Sedangkan

menurut Silitonga (2010), pada serasah Rhizopora mucronata yang mengalami

dekomposisi di kawasan hutan mangrove Belawan didapat 8 genus fungi yaitu:

Aspergilllus, Trichoderma, Penicillium, Mucor, Rhizopus, Gliocladium, Fusarium

(17)

Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut diketahui bahwa

keanekaragaman jenis fungi di hutan mangrove dipengaruhi oleh faktor

lingkungan yaitu tingkat salinitas air laut. Penelitian ini difokuskan untuk melihat

keanekaragaman jenis fungi pada tiap salinitas air laut pada dekomposisi serasah

A. marina di kawasan hutan mangrove Sicanang, Belawan.

Kerangka Penelitian

Ketersediaan bahan organik diperlukan dalam produktivitas perairan

terutama dalam peristiwa rantai makanan dan ketersediaan unsur hara. Fungi

memiliki peranan penting sebagai dekomposer dalam mengubah serasah menjadi

bahan organik. Peran fungi sebagai dekomposer dipengaruhi oleh kondisi

lingkungan seperti salinitas yang juga mempengaruhi proses dekomposisi serasah

mangrove. Adapun kerangka penelitian dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini.

(18)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengetahui keanekaragaman jenis fungi yang

terdapat pada serasah daun A. marina yang mengalami dekomposisi pada berbagai

tingkat salinitas setelah aplikasi fungi Aspergillus sp. pada daun A.marina.

Hipotesis

Terdapat keanekaragaman jenis fungi yang berasosiasi dalam proses

dekomposisi serasah A.marina setelah aplikasi fungi Aspergillus sp. pada

beberapa tingkat salinitas serta mampu mempercepat laju dekomposisi serasah

A. marina tersebut.

Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi masyarakat dan

instansi yang terkait mengenai cara mempercepat proses dekomposisi dengan cara

pemberian jenis fungi yang telah diketahui untuk kawasan ekosistem mangrove

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian dan Ekosistem Hutan Mangrove

Hutan mangrove adalah formasi dari tumbuhan yang spesifik dan biasanya

dijumpai tumbuh dan berkembang di sepanjang pesisir yang terlindungi dari

pukulan gelombang di daerah tropik dan subtropik yang dipengaruhi pasang surut

air laut dengan kondisi tanah yang anaerob. Mangrove juga didefenisikan sebagai

hutan yang tumbuh pada lumpur alluvial di daerah pantai dan muara sungai serta

keberadaannya selalu dipengaruhi pasang surut air laut (Kuriandewa, 2003).

Menurut Nybakken (1993), hutan mangrove adalah sebutan umum yang

digunakan untuk menggambarkan suatu komunitas pantai tropik yang didominasi

oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang

mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Menurut Bengen

(2000), Hutan mangrove meliputi pohon dan semak yang tergolong ke dalam 8

famili yang terdiri atas 12 genera tumbuhan berbunga yaitu: Avicennia,

Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lummitzera,

Laguncularia, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda dan Conocarpus .

Ekosistem hutan mangrove adalah suatu sistem di alam tempat

berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara

makhluk hidup dengan lingkungannya dan diantara makhluk hidup itu sendiri,

terdapat pada wilayah pesisir, dipengaruhi pasang surut air laut, dan didominasi

oleh spesis pohon atau semak yang khas dan mampu tumbuh dalam perairan asin

(20)

Menurut Soerianegara (1998), ciri-ciri hutan mangrove adalah sebagai

berikut: tidak dipengaruhi iklim, dipengaruhi pasang surut air laut, tanah

tergenang air laut atau berpasir dan tanah liat, tanah rendah pantai, hutan tidak

mempunyai strata tajuk dan tinggi mencapai 30 meter.

Zonasi Mangrove

Menurut Bengen (2001), penyebaran dan zonasi hutan mangrove

tergantung oleh berbagai faktor lingkungan. Berikut salah satu tipe zonasi hutan

mangrove di Indonesia :

a. Daerah yang paling dekat dengan laut, dengan substrat agak berpasir, sering

ditumbuhi oleh Avicennia spp. Pada zona ini biasa berasosiasi Sonneratia spp

yang dominan tumbuh pada lumpur dalam yang kaya bahan organik.

b. Lebih ke arah darat, hutan mangrove umumnya didominasi oleh Rhizophora

spp. Di zona ini juga dijumpai Bruguiera spp. dan Xylocarpus spp.

c. Zona berikutnya didominasi oleh Bruguiera spp.

d. Zona transisi antara hutan mangrove dengan hutan dataran rendah biasa

ditumbuhi oleh Nypa fruticans, dan beberapa spesies palem lainnya.

Fungsi Hutan Mangrove

Hutan mangrove di kebanyakan pesisir pantai di Sumatera Utara

merupakan daerah pinggiran yang berguna dan produktif, dan juga melindungi

pesisir dari ombak dan perembesan air asin. Secara garis besar fungsi hutan

mangrove dapat dibagi tiga aspek: Aspek fisik, Aspek Biologi dan Aspek

ekonomi. Secara ekologis fungsi hutan mangrove dalam melindungi dan

(21)

1. Melindungi garis pantai dan kehidupan di belakangnya dari gempuran tsunami

dan angin, karena kondisi tajuknya yang relatif rapat, dan kondisi perakarannya

yang kuat dan rapat mampu mencengkeram dan menstabilkan tanah habitat

tumbuhnya, dan sekaligus mencegah terjadinya salinisasi pada wilayah-wilayah

di belakangnya.

2. Melindungi terumbu karang, karena sistem perakarannya mampu menahan

lumpur sungai dan menyerap berbagai bahan polutan yang secara ekologis pada

akhirnya akan dapat melindungi kehidupan berbagai jenis flora dan fauna yang

berasosiasi dengan padang lamun dan terumbu karang.

3. Melindungi tempat buaya dan berpijahnya berbagai jenis ikan dan udang

komersial, termasuk melindungi tempat tinggal, baik tetap maupun sementara

berbagai jenis burung, mamalia, ikan, kepiting, udang, dan reptilia, yang

banyak diantaranya termasuk jenis binatang yang dilindungi undang-undang.

Secara sosial, hutan mangrove juga dapat melestarikan adanya keterkaitan

hubungan sosial dengan masyarakat setempat karena banyak di antara mereka

yang membutuhkan mangrove sebagai tempat mencari ikan, kepiting, udang,

maupun mendapatkan kayu dan bahan untuk obat-obatan. Di samping itu, secara

ekonomi hutan mangrove secara luas akan dapat melindungi nilai ekonomi

maritim karena kemampuannya sebagai tempat berpijah berbagai jenis ikan dan

(22)

Taksonomi dan Morfologi Avicennia marina

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Lamiales

Famili : Acanthaceae

Genus : Avicennia

Avicennia marina atau yang sering disebut api-api biasanya tumbuh ditepi

atau dekat laut sebagai bagian dari komunitas tumbuhan mangrove. Pohon dengan

tinggi 30 m, dengan tajuk yang agak renggang. Akar nafas muncul10-30 cm dari

permukaan substrat, berupa paku jari-jari rapat, diameter akar lebih kurang 0,5-1

cm dekat ujungnya. Pepagan (kulit batang) halus keputihan sampai dengan

abu-abu kecoklatan dan retak-retak. Ranting dengan buku-buku bekas daun yang

menonjol serupa sendi-sendi tulang. Daun tunggal, bertangkai, berhadapan,

bertepi rata, berujung runcing atau membulat; helai daun seperti kulit, hijau

mengkilap di atas, abu-abu atau keputihan di sisi bawahnya, sering dengan kristal

garam yang terasa asin (Noor dan Syahputra, 2006).

Dekomposisi Serasah

Serasah dalam ekologi digunakan untuk dua pengertian yaitu sebagai

lapisan bahan tumbuhan mati yang terdapat pada permukaan tanah dan

bahan-bahan tumbuhan mati yang tidak terikat lagi pada tumbuhan. Serasah merupakan

bahan organik yang mengalami beberapa tahap proses dekomposisi dapat

menghasilkan zat yang penting bagi kehidupan dan produktivitas perairan

(23)

Serasah yang terdapat dipermukaan tanah merupakan bahan-bahan yang

telah jatuh dan mati. Serasah mengalami proses dekomposisi dan mineralisasi

dimana laju dari proses dekomposisi itu dapat ditentukan dari bobot yang

terdekomposisi. Laju dekomposisi serasah tergantung jenis serasah, jenis pohon

dan penggenangan air pada lantai hutan mangrove. Selain itu ditentukan salinitas,

suhu, pH dan mikroorganisme. Serasah yang kaya nutrisi umumnya lebih cepat

terdekomposisi dibandingkan dengan serasah yang miskin hara

(Rismunandar, 2000)

Dekomposisi dapat didefinisikan sebagai penghancuran bahan organik

mati secara gradual yang dilakukan oleh agen biologi maupun fisika yang

dipandang sebagai reduksi komponen-komponen organik menjadi berat molekul

yang lebih rendah melalui mekanisme enzimatik. Dekomposer mengeluarkan

enzim protease, selulase, ligninase yang menghancurkan molekul-molekul organik

kompleks seperti protein dan karbohidrat dari tumbuhan yang telah mati

(Sunarto, 2003).

Odum (1993) menyatakan bahwa serasah daun mangrove di estuaria

sebagai penyumbang unsur hara yang penting bagi jaringan makanan dan juga

merupakan sumber makanan bagi ikan dan invertebrata yang penting. Kecepatan

proses dekomposisi serasah tidak hanya dipengaruhi oleh mikroorganisme

pengurai tetapi juga dipengaruhi iklim seperti curah hujan, kelembaban, intensitas

cahaya, suhu udara disekitar kawasan mangrove dan kondisi lingkungan tempat

tumbuh organisme seperti suhu air, pH, salinitas, kandungan oksigen terlarut,

(24)

Dekomposisi serasah adalah perubahan secara fisik maupun kimia yang

sederhana oleh mikroorganisme tanah seperti bakteri, fungi atau hewan tanah

lainnya. Dekomposisi serasah sering disebut juga mineralisasi yaitu proses

penghancuran bahan organik yang berasal dari hewan dan tanaman menjadi

sengawa anorganik sederhana ( Sutedjo dkk. 1991).

Menurut Nybakken (1993) terdapat tiga tahap proses dekomposisi serasah

yaitu (1) proses leaching merupakan mekanisme hilangnya bahan-bahan yang

terdapat pada serasah atau detritus akibat curah hujan atau aliran air, (2)

penghawaan (wathering) merupakan mekanisme pelapukan oleh faktor-faktor

fisik seperti pengikisan oleh angin atau pergerakan molekul air dan (3) aktivitas

biologi yang menghasilkan pecahan-pecahan organik oleh makhluk hidup yang

melakukan proses dekomposisi.

Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa salah satu bagian tersebut

adalah daun yang mempunyai unsur hara karbon, nitrogen, fosfor, kalium,

kalsium, dan magnesium. Ketika gugur ke permukaan substrat, daun-daun yang

banyak mengandung unsur hara tersebut tidak langsung mengalami pelapukan

atau pembusukan oleh mikroorganisme, tetapi memerlukan bantuan hewan-hewan

yang disebut makrobentos. Makrobentos ini memiliki peranan yang sangat besar

dalam penyediaan hara bagi pertumbuhan dan perkembangan pohon-pohon

mangrove maupun bagi mangrove itu sendiri. Makrobentos berperan sebagai

dekomposer awal yang bekerja mencacah-cacah daun-daun menjadi

bagian-bagian kecil, yang kemudian akan dilanjutkan oleh organisme yang lebih kecil

lagi yaitu mikroorganisme. Pada umumnya keberadaan makrobentos dapat

(25)

Di Victoria, materi yang berasal dari mangrove api-api (A. marina)

ternyata sangat kaya unsur hara senyawa fosfat. Peranan mangrove begitu aktif

dan penting dalam proses daun-daun yang jatuh dan juga akar-akar selama satu

tahun mempunyai kadar nitrogen sebanyak empat kali lipat dan fosfat setengah

dari kadar nitrat dan fosfat dalam perairan di pantai itu sendiri. Penguraian

senyawa mangrove menurut Swift et all (1979) dipengaruhi oleh beberapa faktor

yaitu:

a. Alam dan komunitas pengurai (binatang dan mikroorganisme).

b. Kualitas sumber (jenis serasah)

c. Faktor iklim, kualitas suhu dan kelembapan tanah.

Menurut Lear dan Turner (1977), bagian terbesar dari serasah mangrove

merupakan bahan yang pokok untuk tempat berkumpulnya bakteri dan fungi.

Kemudian bahan-bahan tersebut mengalami penguraian yang merupakan mata

rantai dari hewan-hewan laut. Bagian-bagian partikel daun yang kaya akan protein

dirombak oleh koloni-koloni bakteri dan seterusnya dimakan oleh ikan-ikan kecil.

Perombakan partikel daun ini akan berlanjut terus sampai menjadi partikel yang

berukuran sangat kecil (detritus) dan akhirnya dimakan oleh hewan-hewan

pemakan detritus, seperti molusca dan crustacea kecil. Selama proses perombakan

ini substansi organik terlarut yang berasal dari serasah sebagian dilepas sebagai

materi yang berguna bagi fitoplankton dan sebagian lagi diabsorpsi oleh partikel

sedimen yang menyokong rantai makanan.

Fungi Hutan Mangrove

Fungi adalah organisme eukariot yang terdiri dari kapang dan khamir.

(26)

Miselium merupakan kumpulan dari beberapa filament yaitu hifa. Berdasarkan

cara dan ciri reproduksinya maka fungi dibagi atas empat kelas yaitu Zycomycota,

askomycota, basidiomycota dan deuteromycota. Bila fungi hidup pada benda mati

yang terlarut maka fungi akan bersifat saprofit (Pelczar dan Chan, 2005).

Fungi merupakan salah satu mikroorganisme yang berperan dalam proses

dekomposisi berbagai komponen serasah, yang terdiri atas daun, bunga, cabang,

ranting dan bagian-bagian tumbuhan lain. Fungi detritus bukanlah dekomposer

awal yang berperan di dalam pembusukan serasah mangrove. Arif (2007)

menyatakan makrobentos seperti fauna kelas Gastropoda, Crustacea, Bivalvia,

Hirudinae, Polichaeta dan Ampibi sangat menunjang keberadaan unsur hara.

Selain mengkonsumsi zat hara yang berupa detritus, diantara berbagai fauna ini

ada yang berperan sebagai dekomposer awal yang bekerja dengan cara

mencacah-cacah daun menjadi bagian-bagian kecil kemudian akan dilanjutkan oleh

organisme yang lebih kecil yaitu mikroorganisme (MacNae, 1978).

Serasah yang jatuh akan mengalami proses dekomposisi oleh

mikroorganisme menjadi detritus. Semakin banyak serasah yang dihasilkan dalam

suatu kawasan mangrove maka semakin banyak pula detritus yang dihasilkan.

Detritus inilah yang akan menjadi sumber makanan bernutrisi tinggi untuk

berbagai jenis organisme perairan yang selanjutnya dapat dimanfaatkan organisme

tingkat tinggi dalam jaring makanan. Jenis-jenis fungi yang bersifat asosiatif

dalam proses degradasi serasah mangrove adalah Aspergillus, Trichoderma,

Penicillium, Paecilomyces, Gliocladium, Gonatobotryum dan Syncephalastrum

(27)

Dari hasil penelitian Ito dan Nakagiri dalam Yunasfi (2008) diketahui

bahwa pada rizosfer Sonneratia alba terdapat 9 jenis fungi yang terdiri atas:

Acremonium sp., Alternaria alternata, Cylindrocarpon destractans, Fusarium

moniliforme, Pestalotiopsis sp.1 Pencillium sp. 1, Trichoderma harzianum, dan 2

jenis tidak teridentifikasi. Adapun pada rizosfer A. marina ditemukan 10 jenis

fungi, yaitu : Aspergillus aculeatus, Engyodontium album, Gliomastix murorum,

Pencillium sp. 2, Pencillium sp. 3, Pencillium sp. 4, Trichoderma aureoviride,

Trichoderma harzianum, Virgaria nigra, dan 1 jenis tidak teridentifikasi.

Hyde (1990) menemukan 57 jenis fungi yang terdapat pada Rhizophora

apiculata di hutan mangrove Brunei. Kebanyakan jenis-jenis fungi ini tumbuh di

atas ketinggian pasang air laut rata-rata. Hasil pengamatan Sadaba dkk., (1995)

yang dilakukan di Mai Po, Hongkong pada Acanthus ilicifolius yang mengalami

senescen bagian atas (apical) banyak dikoloni oleh jenis-jenis fungi terestrial,

sedang bagian bawahnya banyak dikoloni oleh jenis-jenis fungi laut. Pada hutan

mangrove Malaysia terdapat 30 jenis fungi lignocolous. Keanekaragaman jenis

dan kelimpahan terbesar berbagai jenis fungi tersebut terdapat pada kayu

A. marina.

Menurut Gandjar dkk ( 2006), para peneliti Jepang telah mengisolasi fungi

dari lumpur hutan mangrove yang terdapat di Pulau Okinawa dan menemukan

Penicillium purpurogenum, Aspergillus terreus, Trichoderma harzianum,

Penicillium cristosum, Acremonium alabamense, Talaromyces flavus dan

Phialophor fastigiata.

Fungi- fungi yang berperan dalam dekomposisi serasah menurut

(28)

lunata, Mucor plumbeus dan Arthrinium phaeospermum. Sedangkan menurut

Silitonga (2010), pada serasah Rhizopora mucronata yang mengalami

dekomposisi di kawasan hutan mangrove Belawan didapat 8 genus fungi yaitu:

Aspergilllus, Trichoderma, Penicillium, Mucor, Rhizopus, Gliocladium, Fusarium

dan Epicoccum. Menurut Ayunasari (2009), salah satu fungi yang memiliki

kontribusi terbesar dalam proses dekomposisi serasah A. marina adalah

(29)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan dari bulan Januari sampai bulan April 2011.

Penelitian ini dilakukan di kawasan hutan mangrove Sicanang, Kecamatan

Medan Belawan, Sumatera Utara dan Laboratorium Mikrobiologi Departemen

Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera

Utara

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan adalah kantong nilon (litter bag) dengan

pori-pori 1 mm (ukuran 40 x 30 cm), tali rafia, hand refraktometer, jarum, tabung

reaksi, rak tabung reaksi, cawan petri, jarum ose, lampu Bunsen, sprayer, gelas

ukur, corong, spatula, batang pengaduk, hockey stick, mancis, labu Erlenmeyer,

gelas beker, mortal dan alu, pipet serologi, hot plate, vortex, magnetic stirrer,

autoklaf, oven, inkubator fungi, mikroskop cahaya, kaca obyek, kulkas, timbangan

analitik, timbangan elektrik dan kamera digital. Sedangkan bahan-bahan yang

digunakan dalam penelitian ini adalah serasah A. marina, media Potato Dextrose

Agar (PDA), Antibiotik chloramfenicol, air lokasi penelitian dengan salinitas 0-10

ppt, 10-20 ppt, 20-30 ppt, alkohol 70 %, desinfektan, kapas, kertas saring, spritus,

(30)

Pelaksanaan Penelitian

1. Penentuan Lokasi berdasarkan Tingkat Salinitas

Penentuan lokasi penelitian dilakukan dengan mengukur tingkat salinitas

air dengan menggunakan alat hand refractometer. Penentuan lokasi ini dimulai

dari titik tertentu dari darat ke laut yang terdiri dari 3 lokasi yaitu:

a. Lokasi I untuk tingkat salinitas air dari 0-10 ppt.

b. Lokasi II untuk tingkat salinitas air dari 10-20 ppt.

c. Lokasi III untuk tingkat salinitas air dari 20-30 ppt.

2. Pembuatan Suspensi Jamur

Fungi Aspergillus sp yang diperoleh dari penelitian sebelumnya disiapkan.

Fungi ini merupakan fungi yang diperkirakan berperan dalam proses dekomposisi

serasah A. marina. Biakan fungi Aspergillus sp pada media agar dipotong 1x1 cm

dan dicampurkan ke dalam 10 ml air laut yang telah disterilkan. Suspensi

dihomogenkan dengan menggunakan vortex. Suspensi ini digunakan pada

kantong serasah yang berisi serasah A.marina .

3. Penempatan Serasah

Daun A. marina yang sudah menguning dan gugur dikumpulkan sebanyak 3

kg. Masing-masing 50 gram serasah dimasukkan ke dalam kantong serasah yang

terbuat dari jaring nilon dengan pori-pori 1 mm (ukuran 40 x 30 cm) sebanyak 60

buah. Serasah daun ditempatkan pada kawasan mangrove di sekitar tambak udang

milik warga setempat dengan perbedaan tingkat salinitas. Posisi kantong

(31)

suspensi jamur Aspergillus sp disemprotkan pada kantong serasah. Setiap aplikasi

jamur dibuat 3 ulangan.

4. Pengambilan Serasah Daun A. marina

Serasah yang diletakkan pada tiap salinitas diambil setiap 15 hari sekali

sebanyak 6 kali pengambilan. Pada tiap lokasi penelitian diambil 3 kantong

serasah. Serasah kemudian dianalisa dilaboratorium untuk mengetahui

keanekaragaman dan karakteristik fungi yang diperoleh.

5. Isolasi Fungi dari Serasah Daun A. marina

Alat dan bahan terlebih dahulu disterilkan sebelum digunakan dengan

metode sterilisasi basah dan kering. Sterilisasi basah dengan menggunakan

autoklaf dengan suhu 1210C selama 15-30 menit. Sterilisasi kering dengan oven

dengan suhu 1700- 1800C selama 2 jam.

Media yang digunakan untuk biakan fungi yaitu media Potato Dextrose

Agar ( PDA). Media ditimbang sebanyak 3,9 gram dan dilarutkan dalam 100 ml

air laut dari masing-masing salinitas serta ditambahkan Antibiotik

Chloramfenicol. Media tersebut dipanaskan di atas hotplate dan disterilkan

dengan menggunakan autoklaf.

Sebanyak 10 gram sampel serasah A.marina dihaluskan dengan mortal dan

alu secara aseptis. Lalu serasah yang telah dihaluskan disuspensikan dengan 100

ml air laut pada masing-masing salinitas yang sudah disterilkan. Kemudian

dilakukan pengenceran 10−2. Satu mililiter dari masing-masing pengenceran pada

setiap perlakuan dimasukkan ke dalam cawan petri yang telah berisi media PDA

(32)

tumbuh dihitung jumlah koloni dan dicatat ciri-cirinya. Fungi yang tumbuh

kemudian dipindahkan kecawan petri yang lain untuk mendapatkan biakan murni.

6. Identifikasi Fungi Makroskopis

Biakan murni diremajakan pada media PDA dan diinkubasi selama 14

hari. Fungi yang tumbuh pada media diamati ciri-ciri makroskopisnya yaitu ciri

koloni seperti warna koloni, sifat tumbuh koloni dan diameter koloni.

7. Identifikasi Fungi Mikroskopis

Identifikasi secara mikroskopis dilakukan dengan metode Block square.

Ditumbuhkan pada kaca preparat selama 2 - 3 hari. Pengamatan fungi dilakukan

di bawah mikroskop cahaya dengan mengamati struktur mikroskopis fungi seperti

hifa, konidia, bentuk spora dan warna spora. Diambil gambar dari struktur fungi

dan dicocokkan dengan buku identifikasi fungi.

Analisa Data

Metode yang dipakai untuk mengetahui keanekaragaman fungi yang

diisolasi dari serasah A. marina yang mengalami proses dekomposisi pada

berbagai tingkat salinitas dengan menggunakan Indeks Diversitas

Shannon-Winner (H’) sebagai berikut:

H’ =−

pi lnpi

H’ =−

(ni/N)ln(ni/N)

Dimana, pi = Perbandingan jumlah individu suatu jenis dengan keseluruhan jenis (ni/N)

(33)

Ni = Nilai Kuantitaf suatu jenis

(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Jenis-jenis fungi yang terdapat pada serasah daun A. marina yang mengalami proses dekomposisi pada salinitas 0-10 ppt

Dari hasil pengamatan terhadap fungi-fungi dekomposer, diperoleh 15

jenis spesies fungi yang berhasil diisolasi dari serasah daun A. marina pada

lokasi 1 (salinitas 0-10 ppt). Jumlah koloni dan frekuensi koloni masing-masing

spesies yang berhasil diisolasi dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah koloni rata-rata x (102 cfu/ml) tiap jenis fungi tiap 15 hari dan frekuensi kolonisasinya pada serasah daun A. marina yang telah mengalami proses dekomposisi selama 90 hari dilingkungan dengan salinitas 0-10 ppt

No Jenis

(35)

Dari 15 jenis fungi yang berhasil diisolasi, Aspergillus sp.2 mempunyai

jumlah koloni rata-rata terbesar yaitu 0,78 x102 cfu/ml dengan frekuensi kolonisasi

66 %. Sedangkan jumlah koloni rata-rata terkecil yaitu 0,11 x102 cfu/ml

diperoleh oleh Aspergillus sp.3, Fusarium spp, Penicillium sp.1, Penicillium sp.2

dan Aspergillus sp.11.

Jenis-jenis fungi yang terdapat pada serasah daun A. marina yang mengalami proses dekomposisi pada salinitas 10-20 ppt

Pada serasah daun A. marina yang mengalami proses dekomposisi pada

tingkat salinitas 10-20 ppt diperoleh 15 jenis fungi yang diisolasi. Jumlah koloni

dan frekuensi koloni setiap spesies pada lokasi ini dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Jumlah koloni rata-rata x (102 cfu/ml) tiap jenis fungi tiap 15 hari dan frekuensi kolonisasinya pada serasah daun A. marina yang telah mengalami proses dekomposisi selama 90 hari dilingkungan dengan salinitas 10-20 ppt

(36)

Dari 15 jenis fungi yang berhasil diisolasi pada salinitas 10- 20 ppt ,

Aspergillus sp.6 mempunyai jumlah koloni rata-rata terbesar yaitu 0,83 x102

cfu/ml. Sedangkan jumlah koloni rata-rata terkecil yaitu 0,05 x 102 cfu/ml

diperoleh oleh Aspergillus sp.11, Penicillium sp.2 dan Aspergillus sp.12.

Frekuensi kolonisasi terbesar yang diperoleh pada lokasi ini yaitu Penicillium sp.3

dengan frekuensi kolonisasi 67 % dan frekuensi kolonisasi terkecil diperoleh

pada fungi Aspergillus sp.1, Aspergillus sp.4, Aspergillus sp.11, Aspergillus

sp.12, Aspergillus sp.13, Aspergillus sp.16, Penicillium sp.1, dan

Penicillium sp.2.

Jenis-jenis fungi yang terdapat pada serasah daun A. marina yang mengalami proses dekomposisi pada salinitas 20 -30 ppt

Terdapat 12 jenis spesies fungi yang berhasil diisolasi dari serasah daun A.

marina pada lokasi 3 ( salinitas 20-30 ppt). Jumlah koloni dan frekuensi koloni

masing-masing spesies yang berhasi diisolasi dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Jumlah koloni rata-rata x (102 cfu/ml) tiap jenis fungi tiap 15 hari dan frekuensi kolonisasinya pada serasah daun A. marina yang telah mengalami proses dekomposisi selama 90 hari dilingkungan dengan salinitas 20-30 ppt

(37)

11 Aspergillus

sp. 13

0 0 0 0 0 0,67 0,67 0,11 6 1 17

12 Aspergillus

sp. 1

0 0 0 1,33 0 0 1,33 0,22 6 1 17

Total 40,54 6,76

a

: Jumlah kemunculan koloni (kali) / Jumlah pengamatan x 100 %

Pada lokasi 3 (salinitas 20 - 30 ppt) diperoleh 12 jenis fungi. Dari 12 jenis

fungi yang berhasil diisolasi pada salinitas ini, Aspergillus sp.3 mempunyai

jumlah koloni rata-rata terbesar yaitu 1,93 x 102 cfu/ml. Sedangkan jumlah

koloni rata-rata terkecil yaitu 0,11 x 102 cfu/ml diperoleh oleh

Aspergillus sp.13, Penicillium sp.2 dan Aspergillus sp.15. Frekuensi kolonisasi

terbesar yang diperoleh pada lokasi ini yaitu Aspergillus sp.3 dengan frekuensi

kolonisasi 67 % dan frekuensi kolonisasi terkecil diperoleh pada fungi

Aspergillus sp.1, Saccharomyces spp, Aspergillus sp.13, Aspergillus sp.15, dan

(38)

Gambar 2, Gambar 3 dan Gambar 4 menyatakan struktur makroskopis

dan mikroskopis fungi Aspergillus sp. yang diisolasi dari serasah A. marina yang

telah terdekomposisi pada berbagai tingkat salinitas.

a

b b a

Gambar 2.1 Aspergillus sp.1 Gambar 2.2 Aspergillus sp.2

a a b b

Gambar 2.3 Aspergillus sp.3 Gambar 2.4 Aspergillus sp.4

a

b a

b

Gambar 2.5 Aspergillus sp.5 Gambar 2.6 Aspergillus sp.6

Gambar 2. Struktur makroskopis dan mikroskopis (Perbesaran 40 kali) genus-genus Aspergillus spp yang diisolasi dari serasah A. marina.

(39)

Gambar 3 menyatakan struktur makroskopis dan mikroskopis fungi

Aspergillus sp. yang diisolasi dari serasah A. marina yang telah terdekomposisi

pada berbagai tingkat salinitas.

a b b a

Gambar 3.1 Aspergillus sp.7 Gambar 3.2 Aspergillus sp.8

a

a

b b

Gambar 3.3 Aspergillus sp.9 Gambar 3.4 Aspergillus sp.10

a a b

b

Gambar 3.5 Aspergillus sp.11 Gambar 3.6 Aspergillus sp.12

Gambar 3. Struktur makroskopis dan mikroskopis ( Perbesaran 40 kali ) genus-genus Aspergillus spp yang diisolasi dari serasah A. marina.

(40)

Gambar 4 menyatakan struktur makroskopis dan mikroskopis fungi yang

diisolasi dari serasah A. marina yang telah terdekomposisi pada berbagai tingkat

salinitas.

a a

b b

Gambar 4.1 Aspergillus sp.13 Gambar 4.2 Aspergillus sp.14

a

b a

b

Gambar 4.3 Aspergillus sp.15 Gambar 4.4 Aspergillus sp.16

Gambar 4. Struktur makroskopis dan mikroskopis (Perbesaran 40 kali) genus-genus Aspergillus spp yang diisolasi dari serasah A. marina.

(41)

Gambar 5 menyatakan struktur makroskopis dan mikroskopis fungi

Penicillium sp. yang diisolasi dari serasah A. marina yang telah terdekomposisi

pada berbagai tingkat salinitas.

c c b a

b a

Gambar 5.1 Penicilium sp.1 Gambar 5.2 Penicilium sp.2

c b

Gambar 5. 3 Penicilium sp.3

(42)

Gambar 6 menyatakan struktur makroskopis dan mikroskopis fungi

Fusarium sp. yang diisolasi dari serasah A. marina yang telah terdekomposisi

pada berbagai tingkat salinitas.

a

b

Gambar 6. Struktur makroskopis dan mikroskopis (Perbesaran 40 kali) genus Fusarium spp yang diisolasi dari serasah A. marina. Koloni umur 14 hari pada media PDA. (a) konidiofor (b) makrokonidia

Gambar 7 menyatakan struktur makroskopis dan mikroskopis fungi

Saccharomyces spp yang diisolasi dari serasah A. marina yang telah

terdekomposisi pada berbagai tingkat salinitas.

(43)

Perbandingan jumlah jenis fungi pada berbagai tingkat salinitas

Jumlah jenis fungi yang terdapat pada serasah daun A.marina yang

mengalami proses dekomposisi pada tingkat salinitas 0-10 ppt, 10-20 ppt dan

20-30 ppt mempunyai nilai yang berbeda. Dari Gambar 8 dapat dilihat bahwa

jumlah spesies terkecil yaitu 12 jenis didapat pada serasah yang telah mengalami

proses dekomposisi pada tingkat salinitas 20-30 ppt. Sedangkan salinitas 0 – 10

ppt dan 10-20 ppt diperoleh 15 jenis fungi berhasil diisolasi .

Gambar 8. Grafik jumlah spesies fungi pada serasah daun A. marina yang telah mengalami proses dekomposisi pada berbagai salinitas

Dari 21 jenis fungi yang didapat pada berbagai salinitas, ada beberapa

jenis fungi yang ditemukan di lokasi salinitas lain dan ada yang hanya di satu

salinitas saja. Jenis fungi Fusarium spp, Aspergillus sp.7 dan Aspergillus sp.10

hanya ditemukan pada salinitas 0-10 ppt. Jenis Aspergillus sp.12, Penicillium sp.3

hanya ditemukan disalinitas 10-20 ppt dan jenis Saccharomyces spp dan

Aspergillus sp. 14 hanya ditemukan pada salinitas 20-30 ppt (Lampiran 5).

0 5 10 15

0-10 ppt 10-20 ppt 20-30 ppt

Jumlah Jenis Fungi

Tingkat Salinitas

15 15

(44)

Perbandingan populasi fungi pada berbagai Tingkat Salinitas

Populasi tiap jenis fungi pada salinitas 0-10 ppt, 10-20 ppt dan 20-30 ppt

mempunyai nilai yang berbeda. Populasi rata-rata fungi pada tiap salinitas dapat

dilihat pada Gambar 9 dibawah ini.

Gambar 9. Grafik populasi fungi yang terdapat pada serasah daun A.marina yang telah mengalami proses dekomposisi pada berbagai salinitas.

Pada Gambar 9 dapat dilihat bahwa populasi rata-rata fungi terbesar yaitu

6,76 x 102 cfu/ ml yang terdapat pada serasah daun A.marina yang telah

mengalami proses dekomposisi pada salinitas 20-30 ppt, populasi rata-rata fungi

terkecil pada salinitas 10-20 ppt yaitu sebesar 3, 78 x 102 cfu/ ml .

Hubungan antara tingkat salinitas dan jumlah populasi fungi yang didapat

pada serasah daun A.marina yang telah mengalami proses dekomposisi pada

berbagai tingkat salinitas menunjukkan spesies-spesies fungi yang mempunyai

koloni terbesar Aspergillus sp.3 (terbesar pada salinitas 20-30 ppt),

Aspergillus sp.6 (terbesar pada salinitas 10-20 ppt) dan Aspergillus sp.2

(terbesar pada salinitas 0-10 ppt) (Lampiran 5).

(45)

Pembahasan

Jenis-jenis fungi yang terdapat pada serasah daun A. marina yang mengalami proses dekomposisi pada salinitas 0 -10 ppt

Pada lokasi 1 diperoleh 15 jenis fungi antara lain Aspergillus sp.1,

Aspergillus sp.2, Aspergillus sp.3, Fusarium spp, Penicilium sp. 1,

Penicilium sp. 2, Aspergillus sp.4, Aspergillus sp.5, Aspergillus sp.6,

Aspergillus sp. 15, Aspergillus sp.7, Aspergillus sp.8, Aspergillus sp. 9,

Aspergillus sp.10 dan Aspergillus sp. 11.

Pada serasah yang mengalami dekomposisi selama 15 hari, hanya dua

jenis fungi yang muncul yaitu Aspergillus sp.3 dan Aspergillus sp.7. Fungi ini

dianggap sebagai fungi pendekomposer karena terdapat pada awal proses

dekomposisi. Aspergillus sp.7 menempati jumlah koloni terbanyak pada hari

ke-15 yaitu 2,67 x 102 cfu/ ml. Kedua fungi ini tidak muncul lagi pada serasah

yang mengalami dekomposisi pada hari ke- 30, 45, 60, 75 dan 90. Hal ini diduga

karena pengaruh pasang surut air laut yang sering dan ketinggian air yang cukup

tinggi pada lokasi penelitian. Kemungkinan air laut yang menghayutkan hifa dari

kedua fungi ini sehingga Aspergillus sp.3 dan Aspergillus sp.7 tidak ditemukan

lagi pada serasah daun A. marina yang diisolasi pada hari ke- 30, 45, 60, 75

dan 90.

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa rata-rata jumlah koloni terbanyak

ditempati oleh jenis Aspegillus sp. 2 yaitu 0,78 x 102 cfu/ml sedangkan rata-rata

jumlah koloni terendah ditempati 5 jenis fungi yaitu Aspergillus sp.3, Fusarium

spp, Penicilium sp.1, Penicilium sp. 2, dan Aspergillus sp.11 dengan rata-rata

jumlah koloni 0,11 x 102 cfu/ ml. Dari 6 kali pengamatan Aspegillus sp. 2 muncul

(46)

frekuensi kolonisasi terendah ditempati oleh jenis Aspegillus sp. 7, Fusarium spp

dan Aspegillus sp. 11 yaitu 17 % atau hanya muncul sekali dalam 6 kali

pengamatan.

Jenis-jenis fungi yang terdapat pada serasah daun A. marina yang mengalami proses dekomposisi pada salinitas 10 - 20 ppt

Pada serasah daun A. marina yang mengalami proses dekomposisi pada

tingkat salinitas 10-20 ppt diperoleh 15 jenis fungi. Pada tingkat salinitas

diperoleh jumlah total koloni dan rataan jumlah koloni yang lebih kecil

dibandingkan pada tingkat salinitas 0-10 yaitu 22,67 x 102 cfu/ ml dan

3,78 x 102 cfu/ ml sedangkan pada tingkat salinitas 0-10 ppt didapat jumlah total

koloni dan rataan jumlah koloni yaitu masing-masing sebesar 27,67 x 102 cfu/ ml

dan 4,61 x 102 cfu/ ml .

Ada beberapa jenis fungi yang sama antara salinitas 0-10 dan salinitas

10-20 seperti jenis Aspegillus sp. 1, Aspegillus sp. 2, Aspegillus sp. 3, Aspegillus

sp. 4, Aspegillus sp. 5, Aspegillus sp. 6, Aspegillus sp. 8, Aspegillus sp. 9,

Aspegillus sp. 11, Aspegillus sp.15 dan Penicilium sp.1. Pada salinitas 10-20 juga

ditemukan 4 jenis fungi baru yaitu Aspegillus sp. 12, Aspegillus sp. 13, Aspegillus

sp. 16 dan Penicilium sp.3. Jumlah jenis fungi yang sama ( 15 jenis fungi ) dan

adanya fungi yang sama antara salinitas 0 - 10 ppt dan 10 - 20 ppt, disebabkan

oleh kondisi lingkungan salinitas 10-20 ppt masih cocok untuk pertumbuhan

beberapa jenis fungi tersebut. Selain itu, lokasi salinitas 0-10 ppt dan salinitas

10-20 ppt cukup dekat sehingga kondisi lingkungannya tidak jauh berbeda.

Aspergillus sp.6 adalah jenis fungi yang banyak diperoleh di lokasi ini

(47)

0-10 ppt, Aspergillus sp.6 mempunyai rata-rata koloni yang lebih sedikit yaitu

0,55 x 102 cfu/ ml. Hal ini mungkin disebabkan pertumbuhan fungi

Aspergillus sp. 6 lebih cocok pada salinitas 10-20 ppt. Jenis fungi yang paling

sedikit ditemukan adalah Aspergillus sp.12 dan Penicilium sp.3 dengan rata-rata

jumlah koloni 0,05 x 102 cfu/ ml.

Menurut Pelczar dkk (2005), Selain salinitas faktor - faktor yang

mempengaruhi pertumbuhan fungi antara lain: Kebutuhan air, Suhu optimum

pertumbuhan yaitu berkisar 25 - 300C, kebutuhan Oksigen, pH, substrat dan

komponen penghambat pertumbuhan fungi. Pertumbuhan jamur biasanya lebih

lambat dari bakteri dan khamir. Jika kondisi pertumbuhan meningkat, miselium

jamur akan tumbuh dengan cepat.

Dari 6 kali pengamatan, Aspergillus sp.15 muncul sebanyak 4 kali dengan

frekuensi kolonisasi 67 %. Aspergillus sp.15 muncul pada hari ke 15, 30, 45 dan

60 setelah serasah mengalami dekomposisi. Sedangkan Aspergillus sp.11,

Penicilium sp.1, Penicilium sp.3, Aspergillus sp.12, Aspergillus sp.4, Aspergillus

sp.1, Aspergillus sp.16 dan Aspergillus sp.13 memiliki frekuensi kolonisasi

terendah yaitu 17 %.

Jenis-jenis fungi yang terdapat pada serasah daun A. marina yang mengalami proses dekomposisi pada salinitas 20 - 30 ppt

Hasil isolasi fungi pada serasah daun A. marina pada lokasi salinitas 20-30

ppt ditemukan 12 jenis fungi. Dari 12 jenis yang didapat, ditemukan 2 jenis fungi

baru yang tidak ditemukan pada lokasi salinitas lain yaitu Saccharomyces spp dan

Aspergillus sp.14. Jenis yang lain merupakan jenis yang telah muncul pada lokasi

(48)

Aspergillus sp. 9, Aspergillus sp. 3, Penicilium sp. 2, Aspergillus sp. 2,

Penicilium sp.1, Aspergillus sp. 5, Aspergillus sp.13 dan Aspergillus sp.1.

Fungi – fungi ini dapat beradaptasi dengan lingkungan dengan salinitas tinggi

sehingga dapat tumbuh pada salinitas 20-30 ppt.

Pada tingkat salinitas 20-30 ppt, Aspergillus sp.3 merupakan jenis yang

paling tinggi jumlah koloni rata-rata yaitu 1,99 x 102 cfu/ ml. Aspergillus sp. 2

menempati urutan kedua jumlah koloni rata-rata terbanyak yaitu 1,32 x 102 cfu/

ml sedangkan posisi terendah jumlah koloni rata-ratanya yaitu Aspergillus sp. 15,

Penicilium sp.2 dan Saccharomyces spp dengan jumlah rata-rata koloni 0,11 x 102

cfu/ ml.

Dari 6 kali pengamatan, Aspergillus sp. 3 mempunyai frekuensi kolonisasi

paling tinggi yaitu 66 % dengan kemunculan sebanyak 4 kali. Aspergillus sp.15,

Penicilium sp. 2, Saccharomyces spp, Aspergillus sp. 13 dan Aspergillus sp. 1

mempunyai frekuensi kolonisasi terendah yaitu masing-masing 17 %

Jumlah Jenis dan Populasi Fungi pada berbagai Salinitas

Dari 21 jenis fungi yang didapat pada berbagai salinitas , ada beberapa

jenis fungi yang ditemukan di lokasi salinitas lain dan ada yang hanya di satu

salinitas saja. Jenis fungi Fusarium spp, Aspergillus sp.7 dan Aspergillus sp.10

hanya ditemukan pada salinitas 0-10 ppt. Jenis Aspergillus sp.12, Penicillium sp.3

hanya ditemukan di salinitas 10-20 ppt dan jenis Saccharomyces spp dan

Aspergillus sp. 14 hanya ditemukan pada salinitas 20-30 ppt. Hal ini diduga

karena faktor lingkungan dan semua yang dibutuhkan untuk pertumbuhan

(49)

nutrisi, O2 dan salinitas menjadi faktor pembatas menjadi faktor pembatas

pertumbuhan fungi-fungi ini.

Sedangkan untuk Aspergillus sp. 15, Aspergillus sp.8, Aspergillus sp.9,

Aspergillus sp.3, Aspergillus sp. 2, Penicillium sp.1, Aspergillus sp.1 dan

Aspergillus sp. 5 yang ditemukan pada serasah daun A. marina yang mengalami

dekomposisi pada ketiga lokasi salinitas diduga merupakan fungi halofilik.

Menurut Austin and Vitoseuk (2000) bahwa keberadaan salinitas yang tinggi

merupakan salah satu karakteristik dari hutan mangrove. Hidup pada salinitas

tinggi mengharuskan mikroorganisme mampu beradaptasi dengan lingkungan

sekitarnya. Hanya jenis fungi tertentu saja yang mampu beradaptasi dalam kondisi

salinitas tinggi untuk bertahan hidup. Jenis fungi yang mampu bertahan hidup

pada kadar salinitas tinggi dan stress air umumnya disebut dengan fungi halofilik.

Dari Gambar 8 dapat dilihat bahwa salinitas 0- 10 ppt dan 10-20 ppt

mempunyai jumlah jenis fungi yang sama yaitu 15 jenis. Sedangkan untuk

salinitas 20-30 ppt hanya diperoleh 12 jenis fungi. Hal ini dikarenakan tingkat

salinitas 0-10 ppt dan 10-20 ppt merupakan tingkat salinitas yang cocok untuk

perkembangan jenis fungi pada serasah A. marina karena kondisinya mendekati

kondisi air tawar sehingga banyak jenis fungi yang dapat tumbuh. Pada kondisi

salinitas yang tinggi seperti pada 20-30 ppt hanya sedikit fungi yang tumbuh dan

beradaptasi sehingga jumlah jenis funginya kecil.

Menurut Yunasfi dan Suryanto (2008), tingkat salinitas mempengaruhi

jumlah jenis dan populasi fungi yang terdapat pada serasah A. marina. Semakin

tinggi salinitas air populasi dan jumlah jenis akan semakin menurun. Salinitas

(50)

terlarutnya tinggi. Kisaran salinitas pada air laut berkisar 3,5 %. Salinitas

merupakan bagian dari sifat fisik kimia suatu perairan, selain suhu, pH, substrat

dan lain-lain. Salinitas dipengaruhi oleh pasang surut, curah hujan, penguapan,

presipitasi dan topografi suatu perairan (Nyakbaken, 1993).

Jenis fungi pada lokasi salinitas 20-30 ppt lebih sedikit dari dua lokasi

lainnya yaitu pada 0-10 ppt dan 10-20 ppt. Namun, jumlah total dan rata-rata

koloni pada tingkat salinitas ini lebih tinggi dibandingkan jumlah total dan

rata-rata koloni pada tingkat salinitas pada 0-10 ppt dan 10-20 ppt. Jumlah total dan

rata-rata koloni pada tingkat salinitas ini yaitu masing-masing 40,54 x 102 cfu/ ml

dan 6,76 x 102 cfu/ ml. Kecilnya jumlah rata- rata koloni pada salinitas

0 – 10 ppt dan 10 – 20 ppt diduga karena adanya interaksi antara jenis fungi

dalam tiap salinitas dalam mendekomposisi serasah A. marina. Pada tiap salinitas

akan terjadi persaingan antara populasi jenis fungi dalam memperebutkan bahan

organik yang berasal dari serasah mangrove. Semakin banyak jenis fungi yang

bersaing maka akan semakin sedikit nutrisi yang diperoleh untuk pertumbuhan

tiap jenis fungi sehingga populasi tiap jenisnya akan menurun. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Atlas dan Bartha (1981) yang menyatakan bahwa pada

umumnya ketika keanekaragaman jenis meningkat maka populasi satu jenis akan

menurun.

Indeks Diversitas Fungi

Nilai rata-rata Indeks Shannon-Winner untuk keanekaragaman jenis fungi

pada serasah A. marina yang telah mengalami dekomposisi di lingkungan dengan

(51)

A. marina yang telah mengalami dekomposisi pada salinitas 0-10 ppt, 10-20 ppt

dan 20-30 ppt secara berturut-turut adalah 2,44; 2,31 dan 2,09. Nilai terendah

terdapat pada salinitas 20-30 ppt.

Diversitas fungi pada serasah A. marina yang telah mengalami

dekomposisi pada tiap salinitas yang diisolasi menunjukkan nilai yang berbeda.

Walaupun populasi fungi pada salinitas 20-30 ppt menunjukkan nilai yang

terbesar, keanekaragaman jenis funginya memiliki nilai yang terkecil. Nilai

diversitas tertinggi terdapat pada salinitas 0-10 ppt. Tingginya nilai diversitas

fungi pada salinitas ini disebabkan karena jumlah jenis pada salinitas ini juga

tinggi yaitu 15 jenis. Menurut Magurran dalam Kurniawan (2010) bahwa nilai

keanekaragaman rendah jika kurang dari 1,5, keanekaragaman sedang jika antara

1,5- 3,5 dan keanekaragaman tinggi jika > 3,5. Suatu komunitas dikatakan

mempunyai keanekaragaman yang tinggi apabila banyak spesies dengan jumlah

individu masing-masing spesies yang hampir merata. Dengan kata lain, apabila

suatu komunitas hanya terdiri dari sedikit spesies dengan jumlah individu yang

tidak merata maka keanekaragaman tersebut mempunyai keanekaragaman yang

rendah.

Jenis-jenis fungi pada berbagai tingkat salinitas didapat 21 jenis fungi

yang terdiri dari 4 genus. Aspergillus sp sebanyak 16 jenis, 3 jenis Penicillium,

1 jenis Fusarium dan 1 jenis Saccharomyces. Genus Aspergillus dan Penicillium

diduga sebagai fungi pendegradasi serasah daun A. marina karena kedua fungi

ini sering ditemukan pada ketiga salinitas. Hal ini juga didukung oleh beberapa

penelitian sebelumnya tentang serasah mangrove yang selalu menemukan genus

(52)

bahwa fungi- fungi yang berperan dalam dekomposisi serasah A. marina kawasan

mangrove pantai Kalangan, Tapian Nauli yaitu Aspergilllus, Trichoderma,

Penicillium, Culvularia lunata, Mucor plumbeus dan Arthrinium phaeospermum.

Sedangkan menurut Silitonga (2010), pada serasah Rhizopora mucronata yang

mengalami dekomposisi di kawasan hutan mangrove Belawan didapat 8 genus

fungi yaitu: Aspergilllus, Trichoderma, Penicillium, Mucor, Rhizopus,

Gliocladium, Fusarium dan Epicoccum.

Menurut Waluyo (2009), Selain sebagai pendekomposer, jenis fungi

saprofit juga dapat digunakan untuk tujuan lain. Seperti pada Saccharomyces yang

mempercepat proses fermentasi pangan dan industri, produk antibiotik dari

penisilin . Walaupun bersifat saprofit, beberapa jenis fungi tersebut dapat bersifat

parasit sehingga menimbulkan penyakit bagi inangnya. Selain itu, beberapa fungi

dapat menjadi predator bagi fungi lain, protozoa dan nematoda didalam substrat.

Frekuensi Kolonisasi Fungi

Pada serasah A. marina yang telah mengalami dekomposisi pada

berbagai salinitas mempunyai kisaran nilai frekuensi kolonisasi fungi berbagai

jenis yang sama. Frekuensi kolonisasi fungi pada tingkat salinitas 0-10 ppt yaitu

antara 17 % sampai 67 %. Dari 6 kali pengamatan yang dilakukan frekuensi

kolonisasi tertinggi oleh fungi Aspergillus sp.2 dengan kemunculan 4 kali yaitu

pada hari ke 30, 60, 75 dan 90 setelah dekomposisi. Aspergillus sp.8 merupakan

yang terbesar kedua yaitu 50 % .

Frekuensi kolonisasi fungi pada tingkat salinitas 10-20 ppt yaitu antara

17 % sampai 67 %. Dari 6 kali pengamatan yang dilakukan frekuensi kolonisasi

(53)

hari ke 15, 30, 45 dan 60. Pada hari ke 90 setelah dekomposisi hanya muncul dua

jenis fungi yaitu Aspergillus sp.9 dan Aspergillus sp.13. Sedangkan Aspergillus

sp.8 dan Aspergillus sp.5 merupakan yang terbesar kedua dengan frekuensi

kolonisasi yaitu 50 %.

Frekuensi kolonisasi fungi pada tingkat salinitas 0-10 ppt yaitu antara 67

% sampai 17 %. Frekuensi kolonisasi fungi yang terbesar Aspergillus sp.3 yaitu

67 % dimana jenis ini dijumpai 4 kali dari 6 kali pengamatan yang dilakukan

yaitu pada hari ke 15, 30, 60 dan 75 setelah dekomposisi. Frekuensi kolonisasi

yang terbesar kedua yaitu .Aspergillus sp. 2 dan Aspergillus sp. 5 sebesar 50 %.

Adanya perbedaan jenis fungi yang muncul pada setiap salinitas pada hari

ke- 15, 30, 45, 60, 75 dan 90 dan munculnya jenis fungi – fungi yang baru

menunjukkan pola suksesi yang terjadi tiap 15 hari pengamatan. Seperti pada

salinitas 0 -10 ppt, pada serasah yang mengalami dekomposisi selama 15 hari,

hanya dua jenis fungi yang muncul yaitu Aspergillus sp.3 dan Aspergillus sp.7

sebagai awal pendekomposisi serasah A. marina. Pada hari ke- 30, jenis ini

digantikan oleh jenis Aspergillus sp.2, Fusarium spp, Penicillium sp. 1 dan

Penicillium sp.2. Suksesi adalah perubahan yang terjadi dalam ekosistem yang

menyebabkan timbulnya pergantian dari satu komunitas oleh komunitas lain.

Menurut Odum (1993), karena pergantian jenis fungi ini disebabkan oleh

interaksi antar jenis dalam memperoleh bahan organik, maka suksesi ini disebut

suksesi heterotrofik.

Perbedaan frekuensi kolonisasi fungi pada tiap jenis fungi menunjukkan

adanya interaksi antar satu jenis fungi dengan jenis fungi lain yang saling

(54)

bartahan akan meningkat populasi jenisnya. Dari semua tingkat salinitas dapat

dilihat bahwa nilai frekuensi kolonisasi fungi berbanding lurus dengan jumlah

populasi fungi. Besarnya frekuensi kolonisasi fungi sendiri tergantung pada

(55)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Tingkat salinitas berpengaruh terhadap jumlah jenis, populasi fungi

keanekaragaman jenis fungi dan frekuensi kolonisasi fungi. Jumlah jenis fungi

yang terbesar yaitu pada salinitas 0-10 ppt dan 10-20 ppt dengan jumlah fungi

15 jenis. Populasi rata-rata fungi tertinggi terdapat pada salinitas 20-30 ppt

yaitu 6,76 x 102 cfu/ ml. Indeks keanekaragaman fungi paling besar pada

salinitas 0-10 ppt yaitu 2,44 dibandingkan. Frekuensi kolonisasi fungi pada

berbagai salinitas berkisar antara 17 % sampai 67 % .

2. Jenis fungi yang ditemukan pada berbagai salinitas yaitu Aspergillus,

Penicillium, Fusarium dan Saccharomyces .

Saran

Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui

mikroorganisme pendekomposer serasah A. marina selain fungi seperti

(56)

DAFTAR PUSTAKA

Alikodra, H. S. 2002. Potensi Ekonomi Maritim dari Mangrove dan Pengelolaannya. Makalah disampaikan pada Seminar Pembangunan Ekonomi Maritim Indonesia. Dewan Maritim Indonesia. Jakarta. 10 September 2002.

Alikondra, H. S. 2003. Ekosistem Mangrove sebagai Pelindung Alami Wilayah Pesisir. Makalah disampaikan pada Workshop Penyelamatan Ekosistem Pesisir di kawasan Penambangan Pasir, Departemen Kelautan dan Perikanan. Batam. 12 November 2003.

Arief. 2007. Hutan Mangrove. Yogyakarta: Kanisius

Austin, A.T.dan P.M. Vitoseuk. Precipitation, Decomposition and Litter Decomposability of Metrosideros polymorphs in Native Forest on Hawaii. Jurnal of Ecology. 88: 12-138

Ayunasari, W. 2009. Diversitas dan Visualisasi Karakter Fungi Dekomposer Serasah Daun Avicennia marina (Forsk) Vierh pada berbagai Tingkat Salinitas. Skripsi. Medan, Indonesia : Universitas Sumatera Utara.

Bengen, D.G. 2000. Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL) IPB. Bogor.

Bengen, D.G. 2001. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan – Institut Pertanian Bogor. Bogor, Indonesia.

Gandjar, I., W. Sjamsuridzal dan A. Oetari. 2006. Mikologi: Dasar dan Terapan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Hyde, K. D. 1990. A New Marine Ascomycetes from Brunei. Aniptodera longispora sp. nov. from Intertidal Mangrove Wood. Botanica marina 4: 335 – 338.

Kuriandewa. 2003. Produksi Serasah Mangrove di Kawasan Suaka Margasatwa

Sambilang Provinsi Sumatera Selatan. Pesisir dan Pantai

Indonesia - Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Penelitian Indonesia. Jakarta

Gambar

Tabel 1. Jumlah koloni rata-rata x (10 kolonisasinya pada serasah daun 2cfu/ml) tiap jenis fungi tiap 15 hari dan frekuensi  A
Tabel 2 Jumlah koloni rata-rata x (10 kolonisasinya pada serasah daun 2cfu/ml) tiap jenis fungi tiap 15 hari dan frekuensi  A
Tabel 3 Jumlah koloni rata-rata x (10 kolonisasinya pada serasah daun 2cfu/ml) tiap jenis fungi tiap 15 hari dan frekuensi  A
Gambar 2.2 Aspergillus sp.2
+7

Referensi

Dokumen terkait

Misalnya, dengan menggunakan data pada halaman 22 dapat dibuat tabel silang dua arah yang menunjukkan komposisi responden berdasarkan jenis kelamin dan

PUSAT PEMBINAAN I}AN PENGEMBAIYGANT AKTNITAS TNSTRUTGTONAL g3Ar).. Alnmat: Kompus Karangrnalang;

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara faktor lingkungan fisik dan perilaku dengan kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di wilayah kerja Puskesmas

pegawai Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dalam implementasi kebijakan peraturan Bupati Pangandaran Nomor 45 Tahun 2013 tentang Retribusi Tempat Pelelangan Ikan pada

terhadap pH tanah sedangkan pemberian isolat bakteri pereduksi sulfat tidak. berpengaruh nyata terhadap

Ciri ini sangat penting kerana pemimpin sebenarnya adalah seorang daie (pendakwah) yang bertanggungjawab untuk menyeru ummat ke arah penghayatan Islam yang sebenar

Seperti pada blok Way Pemerihan dan Way Canguk yang memiliki satwa mangsa harimau yang cukup banyak, tetapi survai harimau dan satwa mangsanya pada periode pengamatan

Pengembangan Usaha Pertanian Lahan Pasang Surut Sumatera Selatan Mendukung Ketahanan Pangan dan Pengembangan Agribisnis.. Perancangan Percobaan: Untuk Menganalisis