• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respon Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Terhadap Pemberian Kapur Dolomit, Pupuk dan Bakteri Pereduksi Sulfat pada Tanah Sulfat Masam di Rumah Kaca Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Respon Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Terhadap Pemberian Kapur Dolomit, Pupuk dan Bakteri Pereduksi Sulfat pada Tanah Sulfat Masam di Rumah Kaca Chapter III V"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan di rumah kaca dan Laboratorium Biologi

Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan dengan ketinggian

tempat ± 32 meter di atas permukaan laut, dimulai pada bulan September 2016

sampai dengan Mei 2017.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit kelapa sawit DxP

PPKS berumur 3 bulan sebagai objek yang akan diamati, tanah sulfat masam

sebagai media tanam, (CaMg(CO3)2

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul untuk

mengambil bahan contoh tanah, mesin pencacah kompos (Chopper) untuk

menghaluskan bahan yang akan dikomposkan, meteran untuk mengukur luas areal

yg dipakai dan tinggi tanaman, timbangan untuk menimbang bahan kimia, bahan

contoh tanah dan tanaman, ayakan tanah 10 mesh untuk menyaring contoh tanah

yang akan dianalisis, GPS (Global Positioning System) untuk menandai titik

koordinat lokasi pengambilan bahan contoh tanah, LAF (Laminar Air Flow) ) sebagai pengendap Al, polibag ukuran

setara 10 kg tanah sebagai wadah tanah, pestisida sebagai pengendali organisme

pengganggu tanaman, pupuk NPKMgSBMnZn sebagai penambah unsur hara,

isolat bakteri pereduksi sulfat unggul LK-4 (isolat yang diisolasi dari sludge

limbah kertas Toba Pulp Lestari dengan kode 4) sebagai agen pereduksi sulfat,

kompos jerami sebagai media carrier bakteri, EM-4 sebagai bahan

pendekomposisi bahan kompos, bahan kimiauntuk pembuatan media (posgate-B)

(2)

sebagai tempat isolasi bakteri, autoklaf untuk mensterilkan bahan dan alat, tabung

reaksi (testtube) sebagai wadah media biakan bakteri, gelas beaker untuk

mengukur volume bahan kimia dan air, erlenmeyer sebagai wadah perbanyakan

isolat, jarum suntik digunakan untuk memasukkan isolat murni bakteri ke dalam

kompos, serta alat lain yang digunakan untuk percobaan ini.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK)

dengan tiga faktor yang terdiri atas:

Faktor I : Kapur Dolomit

L0 : Tanpa Kapur (0ton/ha)

L1 : Setara 1 x Aldd

L2 : Setara 2 x Al

(15,80ton/ha)

dd

Faktor II : Dosis Pupuk

(31,60ton/ha)

F0 : 0g/bibit

F1 : 2,5g/bibit

F2 : 5g/bibit

Faktor III : Bakteri Pereduksi Sulfat (BPS)

B0 : Tanpa diberi Bakteri Pereduksi Sulfat

B1 : Diberi Bakteri Pereduksi Sulfat

Sehingga diperoleh 18 kombinasi perlakuan yaitu:

L0F0B0 L1F0B0 L2F0B0

L0F0B1 L1F0B1 L2F0B1

L0F1B0 L1F1B0 L2F1B0

(3)

L0F2B0 L1F2B0 L2F2B0

L0F2B1 L1F2B1 L2F2B1

Jumlah ulangan : 3 ulangan

Jumlah unit percobaan : 54 unit

Jumlah sampel seluruhnya : 54 tanaman

Data hasil penelitian dianalisis menggunakan sidik ragam berdasarkan

model linier berikut:

Yijkl = µ + ρi + αj + βk + γl + (αβ)jk + (αγ)jl + (βγ)kl + (αβγ)jkl + εijk

i = 1, 2, 3 j= 1,2, 3 k = 1, 2, 3 l = 1, 2

Keterangan :

Yijk = Nilai pengamatan pengaruh blok ke-i, kapur ke-j, pupuk

ke-k dan bakteri ke-l

µ = Nilai rataan umum

ρi = Pengaruh blok ke-i

αj = Pengaruh kapur ke-j

βk = Pengaruh pupuk ke-k

γl = Pengaruh bakteri ke-l

(αβ)jk = Pengaruh interaksi kapur ke-j dan pupuk ke-k

(αγ)jl = Pengaruh interaksi kapur ke-j dan bakteri ke-l

(βγ)kl = Pengaruh interaksi pupuk ke-k dan bakteri ke-l

(αβγ)jkl = Pengaruh interaksi kapur ke-j, pupuk ke-k dan bakteri ke-l

εijkl = Pengaruh galat percobaan pada blok ke-i terhadap kapur

(4)

Jika dari hasil analisis sidik ragam menunjukkan pengaruh yang nyata

maka akan dilanjutkan dengan uji beda rataan berdasarkan uji Duncan Multiple

Range Test pada taraf α 5%.

Pelaksanaan Penelitian Persiapan Areal Tanam

Areal pertanaman yang akan digunakan sebagai tempat percobaan

dibersihkan dan luas areal percobaan yang digunakan dengan ukuran 8 m x 3 m.

Pengambilan Sampel Tanah

Tanah yang diambil merupakan tanah sulfat masam yang terdapat di kebun

PT. Mopoli Raya Kebun Paya Rambe II, Kecamatan Seruway, Kabupaten Aceh

Tamiang. Tanah yang diambil pada lapisan pirit kedalaman (20-40 cm).

Banyaknya bahan contoh tanah yang diambil berdasarkan luas blok kebun yang

diambil bahan tanahnya yaitu sebanyak 2 lubang per hektar sebagai pewakil

contoh bahan tanah yang akan dijadikan sebagai media tanam.

Gambar 2. Lokasi Pengambilan Sampel Tanah

Pembuatan Kompos

Kompos yang dibuat berasal dari bahan jerami padi sisa panen di lahan

sawah. Bahan jerami dicacah dengan menggunakan mesin pencacah (Chopper)

(5)

kemudian diberi EM-4 sebagai bahan pendekomposer dan dicampur secara merata

pada bahan jerami, dimasukkan ke dalam wadah dan ditutup. Bahan kompos

tersebut dibiarkan selama ± 30 hari dengan tetap dilakukan pembalikan kompos

setiap tiga hari sekali dan menjaga suhu serta kelembaban kompos. Panen kompos

dilakukan jika kompos sudah berwarna hitam, tidak berbau, bentuk kompos tidak

menyerupai bahan awal dan memiliki rasio C/N <20.

Analisis Awal Tanah dan Kompos

Tanah yang digunakan dalam percobaan dilakukan analisis awal untuk

menilai keadaan tanah di lapangan. Tanah yang telah diayak lalu dilakukan

pengukuran kadar air tanah untuk menentukan berat tanah yang digunakan dalam

percobaan setara berat kering oven. Analisis Aldd tanah dilakukan untuk

mengetahui kebutuhan kapur yang digunakan pada tiap perlakuan percobaan.

Dilakukan analisis awal sampel tanah seperti pH tanah, kadar sulfat tanah,

salinitas, kejenuhan Al, KTK, kejenuhan basa, kadar NPK tanah serta tekstur

tanah sebagai data yang digunakan untuk mendukung penelitian. Analisis awal

kompos yang dilakukan adalah Corganik dan Ntotal

Persiapan Media Tanam

serta rasio C/N untuk menilai

kualitas kompos yang sudah sesuai untuk dijadikan media carrier.

Tanah yang sudah dilakukan analisis kadar air dan kapasitas lapang,

kemudian dimasukkan ke polibag setara berat 8 kg tanah kering oven. Tanah

kemudian dicampur dengan kapur dolomit sesuai dosis perlakuan yang diberikan,

diaduk secara merata, disiram hingga mencapai kapasitas lapang 110% dan

diinkubasi selama 2 minggu sebelum diaplikasikan inokulum kompos bakteri

(6)

Perbanyakan Isolat Bakteri Pereduksi Sulfat

Koleksi isolat Bakteri Pereduksi Sulfat unggul LK-4 (isolat yang diisolasi

dari limbah sludge kertas Toba Pulp Lestari dengan kode 4) yang telah melewati

pengujian di laboratorium dan rumah kaca dilakukan perbanyakan dengan

menggunakan media spesifik Bakteri Pereduksi Sulfat yaitu Phosgate-B dengan

komposisi media (KH2PO4 0,5g, NH4Cl 1g, Na2SO4 1g, CaCl2.6H2O 1g,

MgCl2.7H2O 2g, Sodium Lactate 3,5g, Yeast Extract 1g, Ascorbic Acid 1g,

Thioglycolic Acid 0,1g, Fe2SO4.7H2

Perhitungan Populasi Bakteri Pereduksi Sulfat

O 0,5g untuk 1L media). Diambil isolat

Bakteri Pereduksi Sulfat yang unggul dan diperbanyak pada media cair yang

dikerjakan secara steril di ruang LAF (Laminar Air Flow) dan diinkubasi pada

inkubator dengan suhu 35-40°C selama ±4hari. Pertumbuhan Bakteri Pereduksi

Sulfat dapat dilihat dengan perubahan warna media kultur menjadi hitam.

Sebelum bakteri diinokulasikan ke dalam kompos jerami yang telah

matang, maka terlebih dahulu dilakukan perhitungan kepadatan sel bakteri pada

media cair yang sudah ditumbuhi oleh bakteri pereduksi sulfat dengan melakukan

seri pengenceran untuk melihat kepadatan populasi bakteri. Kepadatan populasi

yang dapat dimasukkan ke dalam kompos yaitu jika setelah mencapai populasi

≥108

Inkubasi Inokulum Kompos Bakteri Pereduksi Sulfat

sel/mL.

Sebelum isolat dimasukkan ke dalam kompos, maka terlebih dahulu

dilakukan perhitungan kadar air kompos tersebut, lalu dimasukkan ke dalam

plastik, ditimbang dan divakum agar hampa udara dengan jumlah kompos sesuai

(7)

polibag setara dengan 120 g kompos kering oven untuk berat tanah setara 8 kg

tanah kering oven. Setelah itu kompos diinokulasikan isolat bakteri pereduksi

sulfat ke dalam kompos yang dilakukan di LAF (Laminar Air Flow) dalam

keadaan steril dengan menggunakan jarum suntik. Isolat murni cair tersebut

dimasukkan ke dalam kompos sebanyak 10% dari berat kompos yang digunakan.

Kemudian inokulum kompos diinkubasi pada inkubator dengan suhu 35-40°C

selama ±4hari.

Aplikasi Inokulum Kompos Bakteri Pereduksi Sulfat

Inokulum kompos bakteri pereduksi sulfat yang dapat diaplikasikan dapat

dilihat dengan pertumbuhannya pada kompos ditandai dengan adanya gelembung

pada permukaan kompos. Inokulum kompos bakteri pereduksi sulfat yang

diaplikasikan ke media tanam merupakan media carrier isolat bakteri pereduksi

sulfat. Kemudian kompos ini diaplikasikan ke tanah dengan membuat lubang pada

media tanam kemudian kompos dimasukkan dan ditutup kembali dengan tanah

dan dilakukan inkubasi selama 7 hari sebelum dilakukan penanaman bibit kelapa

sawit. Inokulum kompos bakteri pereduksi sulfat yang diinkubasi pada media

tanam tersebut dijadikan sebagai pupuk dasar pada percobaan.

(8)

Penanaman

Bibit sawit yang dipakai pada percobaan ini adalah varietas DxP PPKS

dengan umur 3 bulan. Penanaman dilakukan dengan cara bibit sawit dimasukkan

ke dalam lubang tanam bersama dengan tanah. Kemudian dilakukan penyiraman

hingga 110%KL dan dilakukan pendataan awal tanaman seperti tinggi dan

diameter batang tanaman.

Gambar 4. Penanaman Bibit Kelapa Sawit

Pemupukan

Pemupukan dilakukan pada saat dua minggu setelah penanaman dengan

cara ditugal pada media tanam sejauh 5 cm dengan dosis pupuk sesuai dengan

perlakuan yang dicobakan yaitu secara berturut-turut yaitu 0g/bibit (F0),

2,5g/bibit (F1) dan 5g/bibit (F2) dengan menggunakan pupuk kimia lengkap

NPKMgSBMnZn (15:9:20:2:3,8:0,015:0,02:0,02). Pemupukan diulang kembali

(9)

Pemeliharaan Tanaman Penyiraman

Penyiraman setiap hari dilakukan sesuai dengan kebutuhan air kapasitas

lapang. Penyiraman dilakukan setiap sore hari. Kebutuhan volume air penyiraman

yang diperlukan saat menyiram yaitu berdasarkan penimbangan untuk mencapai

berat kapasitas lapang 110%.

Penyiangan

Penyiangan dilakukan dengan cara mencabuti gulma yang tumbuh pada

media tanam yang terdapat pada tiap polibag tiap tanaman yang dicobakan.

Penyiangan dilakukan setiap dua minggu sekali untuk mencegah pengambilan

atau persaingan unsur hara dengan tanaman yang dicobakan.

Pemanenan

Pemanenan dilakukan pada akhir pengamatan percobaan setelah 5 bulan

tercatat dari awal mulai penanaman bibit kelapa sawit pada media tanam yang

telah diinkubasi kapur dolomit dan inokulum Bakteri Pereduksi Sulfat.

Peubah Amatan pH H2

Pengukuran pH tanah dilakukan pada saat setelah inkubasi kapur dolomit

dan inokulum kompos bakteri pereduksi sulfat setelah tiga minggu sebelum

dilakukan penanaman. Metode yang digunakan adalah metode elektrometri

dengan perbandingan tanah dan air 1:2,5.

O Tanah

Pertambahan Tinggi Tanaman

Tinggi tanaman diukur dengan menghitung pertambahan tinggi tanaman

(10)

menghitung selisih data tinggi tanaman bibit kelapa sawit 5 bulan dikurang

dengan data awal pengamatan. Dibuat penanda (pacak) yang merupakan standard

titik awal pengukuran tinggi tanaman. Tinggi tanaman diukur dengan

menggunakan alat ukur meteran.

Pertambahan Diameter Batang

Diameter batang tanaman diukur dengan menghitung pertambahan

diameter batang tanaman dari data awal pengamatan hingga akhir pengamatan

selama 5 bulan dengan menghitung selisih data diameter batang tanaman bibit

kelapa sawit 5 bulan dikurang dengan data awal pengamatan. Dibuat penanda

(pacak) yang merupakan standard tempat pengukuran diameter batang tanaman.

Diameter batang tanaman diukur dengan menggunakan alat ukur jangka sorong

(11)

HASIL DAN PEMBAHASAN pH Tanah

Dari data pengukuran pH tanah dari hasil sidik ragam pH tanah

(Lampiran9-10) diperoleh bahwa pemberian kapur dolomit berpengaruh nyata

terhadap pH tanah sedangkan pemberian isolat bakteri pereduksi sulfat tidak

berpengaruh nyata terhadap pH tanah. Nilai rataan pH tanah akibat pemberian

kapur dolomit dan bakteri pereduksi sulfat dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 1. pH tanah tiga minggu setelah aplikasi kapur dolomit dan inokulum kompos bakteri pereduksi sulfat

Perlakuan L0 (Tanpa Kapur)

L1 (Kapur 15,8ton/ha)

L2

(Kapur 31,6ton/ha) Sub Rataan B0

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada

taraf α 5% menurut uji DMRT

Perubahan pH tanah akibat pemberian kapur dolomit dengan dosis

15,80ton/ha dan 31,60 ton/ha berbeda nyata dengan kontrol (0 ton/ha) (Tabel 1).

Pemberian kapur dengan dosis 15,80 ton/ha (4,90) tidak berbeda nyata dengan

dosis kapur 31,60 ton/ha (4,78). pH tertinggi akibat pemberian kapur dolomit

terdapat pada dosis 15,80 ton/ha yaitu 4,90 dan pH terendah terdapat pada

perlakuan tanpa pemberian kapur dolomit (0 ton/ha) yaitu 3,56. Pemberian isolat

bakteri pereduksi sulfat cenderung meningkatkan pH tanah hingga 4,59

dibandingkan dengan tanpa diberi bakteri hanya mencapai pH tanah 4,23.

Pemberian kapur dolomit dengan dosis yang tepat dapat meningkatkan pH

(12)

dolomit yang mengandung Ca dan Mg sebagai sumber ion basa tanah, mampu

menggantikan ion Al yang berada pada koloid jerapan. Hal ini didukung oleh

literatur Havlin et al. (2005) yang menyatakan bahwa pemberian bahan amelioran

yaitu kapur dapat mengurangi kemasaman tanah (pH meningkat) oleh perubahan

beberapa H+

Pemberian kapur dengan dosis yang berlebih menyebab pH tanah lebih

rendah jika dibandingkan dengan pemberian kapur dengan dosis yang tepat.

Pemberian kapur yang berlebih akan menyumbangkan kemasaman tanah pada

tanah sulfat masam. Sumber utama kemasaman tanah sulfat masam adalah ion

sulfat (SO

menjadi air.

42-). Ion Ca2+ pada pemberian kapur yang berlebih maka akan bereaksi

dengan dengan ion Sulfat (SO42-) membentuk CaSO4. Jika molekul CaSO4

terdisosiasi maka akan menghasilkan sisa asam SO42- yang dapat menurunkan pH

tanah. Hal ini sesuai dengan literatur Mukhlis et al. (2011) yang menyatakan

bahwa Ca hanya berperan menggantikan H dan Al yang teradsorpsi dan sisa

asamnya SO42-

Pemberian bahan organik dalam bentuk kompos yang matang dapat

membantu menaikkan pH tanah. Hal ini sesuai dengan literatur Stevenson (1994)

bahan organik mempunyai buffering capacity sehingga dapat meningkatkan atau

menurunkan pH lingkungannya. Atmojo (2003) juga menyatakan bahwa

peningkatan pH tanah juga akan terjadi apabila bahan organik yang telah

ditambahkan telah terdekomoposisi lanjut (matang), karena bahan organik yang

telah termineralisasi akan melepaskan mineralnya berupa kation-kation basa.

tidak dapat menetralkan kemasaman malahan menambah

(13)

Pada percobaan yang dilakukan bahwa pemberian kadar air tanah hingga

110% kapasitas lapang (sedikit tergenang) atau macak-macak menciptakan

keadaan yang stabil pada tanah sulfat masam. Pada keadaan tanah yang sudah

teroksidasi dan menyebabkan pH tanah turun drastis kemudian dilakukan

penggenangan maka akan membantu menghambat proses oksidasi sehingga tanah

berubah menjadi anaerob. Hal ini sejalan dengan literatur Groudev et al. (2001)

yang menyatakan bahwa penjenuhan air mengakibatkan tanah menjadi anaerob

yang ditandai dengan perubahan potensial redoks (Eh) menjadi negatif. Penurunan

Eh menunjukkan adanya perubahan kondisi lingkungan dari aerob (positif)

menjadi anaerob (negatif) karena oksigen yang mengisi pori-pori tanah terdesak

dan digantikan oleh air. Ketika sulfat menerima elektron dari bahan organik maka

akan mengalami reduksi membentuk senyawa sulfida seperti yang digambarkan

oleh Foth (1990) dalam persamaan reaksi sebagai berikut:

SO42- + H2O + 2e-→ SO32- + 2OHSO32- + H2O + 6e-→ S2- + 6OH

Pemberian isolat bakteri pereduksi sulfat pada carrier berupa kompos

matang menghasilkan pH lebih tinggi yaitu sebesar 4,59 jika dibandingkan

dengan kompos tanpa diberi isolat bakteri pereduksi sulfat yaitu sebesar 4,23

karena bakteri pereduksi sulfat dapat mereduksi ion SO

-42- yang merupakan

sumber utama kemasaman tanah sulfat masam yang merupakan asam kuat diubah

menjadi bentuk sulfida dalam H2S. Dalam prosesnya bakteri pereduksi sulfat akan

mereduksi sulfat menjadi H2

Reaksi reduksi sulfat oleh BPS adalah sebagai berikut: S.

SO42- + H2O + 2e-→ SO32- + 2OH

SO

-

(14)

Hal ini sesuai dengan literatur Djurle (2004) yang menyatakan bahwa

bakteri pereduksi sulfat menggunakan donor elekron H2 dan sumber C (CO2

SO

)

yang dapat diperoleh dari bahan organik. Reaksi reduksi sulfat oleh BPS adalah

sebagai berikut :

42- + 4H2 + 2H+→ H2S + 4H2

Dari reaksi tersebut terlihat bahwa pada proses reduksi ion sulfat, bukan hanya

H

O

2S yang dilepaskan tetapi juga ion hidroksil (OH-). Nenny (2006) juga

menyatakan bahwa semakin banyak ion sulfat yang direduksi maka semakin

banyak juga ion OH

-Pertambahan Tinggi Tanaman

yang dihasilkan sehingga pH akan semakin meningkat.

Dari data pengukuran pertambahan tinggi tanaman dari hasil sidik ragam

pertambahan tinggi tanaman (Lampiran11-12) diperoleh bahwa pemberian kapur

dolomit dan bakteri pereduksi sulfat tidak berpengaruh nyata terhadap

pertambahan tinggi tanaman tetapi pemberian pupuk kimia berpengaruh nyata

terhadap pertambahan tinggi tanaman. Nilai rataan pertambahan tinggi tanaman

dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 2. Pertambahan tinggi tanaman dua puluh minggu setelah aplikasi kapur dolomit, pupuk kimia dan inokulum kompos bakteri pereduksi sulfat

Perlakuan L0 (Tanpa Kapur)

L1 (Kapur 15,8ton/ha)

L2

(Kapur 31,6ton/ha) Sub Rataan Rataan B0

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada

(15)

Pada tabel 2. dapat dilihat bahwa pemberian pupuk kimia berbeda nyata

terhadap pertambahan tinggi tanaman. Pemberian pupuk kimia dosis 2,5 g/bibit

tidak berbeda nyata dengan dosis 5 g/bibit serta pemberian pupuk kimia dengan

dosis 2,5 g/bibit tidak berbeda nyata dengan tanpa diberi pupuk kimia. Pemberian

kapur dolomit tidak berbeda nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman.

Pemberian kapur dolomit dengan dosis 31,60 ton/ha menghasilkan pertambahan

tinggi tanaman yang tertinggi yaitu 28,09 cm. Pertambahan tinggi tanaman

terendah akibat pemberian kapur dolomit dengan dosis 0 ton/ha sebesar 25,67 cm.

Pemberian isolat bakteri pereduksi sulfat tidak berbeda nyata terhadap

pertambahan tinggi tanaman. Pemberian isolat bakteri pereduksi sulfat

menghasilkan pertambahan tinggi tanaman tertinggi yaitu 27,74 cm. Pertambahan

tinggi tanaman terendah tanpa isolat bakteri pereduksi sulfat sebesar 25,74 cm.

Pertambahan Diameter Batang

Dari data pengukuran pertambahan diameter batang dari hasil sidik ragam

pertambahan diameter batang (Lampiran 13-14) diperoleh bahwa pemberian

kapur dolomit, pupuk kimia dan bakteri pereduksi sulfat tidak berpengaruh nyata

terhadap pertambahan diameter batang. Nilai rataan pertambahan diameter batang

dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 3. Pertambahan diameter batang dua puluh minggu setelah aplikasi kapur dolomit, pupuk kimia dan inokulum kompos bakteri pereduksi sulfat

Perlakuan L0 (Tanpa Kapur)

L1 (Kapur 15,8ton/ha)

L2

(Kapur 31,6ton/ha) Sub Rataan Rataan

(16)

Pada tabel 3. dapat dilihat bahwa pemberian kapur dolomit tidak berbeda

nyata terhadap pertambahan diameter batang. Pemberian kapur dolomit dengan

dosis 15,80 ton/ha menghasilkan pertambahan diameter batang yang tertinggi

yaitu 20,43 mm. Pertambahan diameter batang terendah akibat pemberian kapur

dolomit dengan dosis 0ton/ha sebesar 18,85 mm. Pemberian pupuk kimia tidak

berbeda nyata terhadap pertambahan diameter batang. Pertambahan diameter

batang tertinggi akibat pemberian pupuk kimia dengan dosis pupuk 5 g/bibit

sebesar 20,58 mm. Pertambahan diameter batang terendah akibat pemberian

pupuk kimia dengan dosis 0 g/bibit sebesar 18,63 mm. Pemberian isolat bakteri

pereduksi sulfat tidak berbeda nyata terhadap pertambahan diameter batang.

Pemberian isolat bakteri pereduksi sulfat menghasilkan pertambahan diameter

batang tertinggi yaitu 20,19 mm. Pertambahan diameter batang terendah tanpa

diberi isolat bakteri pereduksi sulfat sebesar 19,39 mm.

Pada percobaan yang dilakukan diketahui bahwa pertumbuhan tanaman

yang diamati melalui pertambahan diameter batang dan tinggi tanaman (Tabel 2

dan 3) untuk setiap perlakuan tidak berbeda nyata. Penggunaan kompos yang

matang diberikan pada setiap perlakuan. Kompos tersebut digunakan sebagai

media carrier bakteri pereduksi sulfat (pada perlakuan diberi BPS). Pada tanah

sulfat masam, kompos digunakan karena kemampuannya mengikat air yang tinggi

sehingga diharapkan dapat manciptakan keadaan reduktif pada tanah sulfat

masam. Hal ini sesuai dengan literatur Subagyo (2006) yang menyatakan bahwa

bahan organik mempunyai fungsi mempertahankan suasana reduksi sehingga

(17)

yang peka terhadap peningkatan kemasaman dan kadar meracun kation-kation

seperti Al3+, Fe2+, Mn2+

Pertumbuhan tanaman (pertambahan diameter batang dan tinggi tanaman)

merupakan hasil dari proses yang panjang pada metabolisme tanaman dari

penyerapan unsur hara, karbondioksida dan cahaya matahari. Pada beberapa

tanaman akan membentuk sistem metabolisme tertentu pada keadaan yang kurang

menguntungkan. Jika dilihat pada syarat pertumbuhan tanaman kelapa sawit

termasuk ke dalam tanaman tahunan yang memiliki syarat tumbuh yang luas. Hal

ini sesuai dengan literatur Gruhn et al. (2000) yang menyatakan bahwa

pertumbuhan tanaman merupakan hasil dari proses yang kompleks melalui

tanaman mensintesa energi matahari, karbon dioksida, air dan unsur hara dari

tanah.

dan anion-anion seperti sulfid dan sisa-sisa asam organik.

Pemberian air hingga 110% Kapasitas Lapang menyebabkan keadaan

sulfat menjadi stabil sehingga oksidasi sulfat dapat ditahan. Ion SO42-, Al, dan Fe

tidak menjadi racun bagi tanaman. Penambahan kompos selain untuk menciptakan

keadaan anaerob juga dapat menyumbangkan asam-asam organik. Asam organik

ini juga ikut membantu mengikat logam secara stabil sehingga unsur hara tidak

terikat oleh logam dan dapat diserap oleh tanaman sehingga pertumbuhan

tanaman menjadi baik. Hal ini sesuai dengan literatur Tan (1992) yang

menyatakan bahwa asam-asam humat dan fulvat yang terkandung di dalam bahan

organik memiliki afinitas tinggi terhadap Al, Fe, dan Ca dan Ponamperuma

(1984) telah menemukan bahwa penambahan bahan organik pada tanah tersebut

memperbaiki unsur hara tanah. Stevenson (1994) juga menjelaskan ketersediaan P

(18)

dari asam organik atau senyawa pengkelat yang lain hasil dekomposisi, terjadi

pelepasan fosfat yang berikatan dengan Al dan Fe yang tidak larut menjadi bentuk

terlarut, reaksinya adalah sebagai berikut:

Al(Fe)(H2O)3(OH)2H2PO4 + Khelat → PO4

2-Pemberian inkulum kompos bakteri pereduksi sulfat tanpa pemberian

kapur menghasilkan pertumbuhan bibit kelapa sawit yang baik. Pemberian

inokulum BPS dapat menggantikan fungsi kapur dalam tanah dalam

mengendapkan Alumunium di samping fungsi utama inokulum BPS untuk

mereduksi ion sulfat yang merupakan sumber utama kemasaman pada tanah sulfat

masam. Hal ini sesuai dengan literatur Callander and Barford (1983) yang

menyatakan peran BPS dapat diterapkan antara lain untuk pengolahan AAT (Air

Asam Tambang) untuk mengurangi pencemaran lingkungan seminimal mungkin,

mendekontaminasi sulfat dan menurunkan konsentrasi logam melalui proses

pengendapan logam. Hanafiah (2004) menyatakan Bakteri Pereduksi Sulfat (BPS)

memanfaatkan energi dari reduksi sulfat menjadi sulfida. Reduksi sulfat

menghasilkan hydrogen sulfide (H

(larut) + KompleksAl-Fe-Khelat

2S). H2S tersebut berguna untuk mengendapkan

Cu, Zn, Cd sebagai metal sulfide. Hards and Higgins (2004) juga menambahkan

bahwa di daerah tambang, gas ini akan berikatan dengan logam-logam yang

banyak terdapat pada lahan bekas tambang dan dipresipitasikan dalam bentuk

(19)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Pemberian kapur dolomit dapat meningkatkan pH tanah dan pertumbuhan

bibit kelapa sawit. Dosis kapur dolomit yang terbaik yaitu setara 1xAdd

2. Pengaplikasian inokulum bakteri pereduksi sulfat dapat meningkatkan pH

tanah dan pertumbuhan bibit kelapa sawit. (15,80ton/ha).

3. Pemberian pupuk dapat meningkatkan pertumbuhan bibit kelapa sawit.

Dosis pupuk yang terbaik dalam meningkatkan pertumbuhan bibit kelapa

sawit yaitu 5g/bibit.

4. Pemberian inokulum bakteri perduksi sulfat dan pupuk dapat

meningkatkan pertumbuhan bibit kelapa sawit.

5. Pemberian inokulum bakteri pereduksi sulfat dan kapur dolomit dapat

meningkatkan pH tanah dan pertumbuhan bibit kelapa sawit.

6. Pemberian pupuk dan kapur dolomit dapat meningkatkan pertumbuhan

bibit kelapa sawit.

7. Pemberian kapur dolomit, pupuk dan inokulum kompos bakteri pereduksi

sulfat dapat meningkatkan pertumbuhan bibit kelapa sawit.

8. Pemakaian inokulum bakteri pereduksi sulfat dapat menggantikan fungsi

kapur dolomit.

Saran

Berdasarkan pengujian dalam skala rumah kaca, maka perlu uji lanjutan

untuk mengetahui pemanfaatan kapur dolomit, pupuk serta inokulum bakteri

Gambar

Gambar 2. Lokasi Pengambilan Sampel Tanah
Gambar 3. Posisi Inokulum Kompos Bakteri Pereduksi Sulfat
Gambar 4. Penanaman Bibit Kelapa Sawit
Tabel 1. pH tanah tiga minggu setelah aplikasi kapur dolomit dan inokulum kompos bakteri pereduksi sulfat
+3

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pendapat ahli diatas, maka untuk menerapkan pembelajaran problem based learning dalam pembelajaran IPA dengan menggunakan langkah- langkah yang telah

Hal ini juga didukung dengan perolehan total skor yang tergolong sedang hingga tinggi dari pemaknaan mereka selama proses caregiving, yang diperoleh menggunakan skala

Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa pemakaian AFO Solid dan AFO Artikulasi selama berjalan pada anak Cerebral Palsy Type Spastic terhadap fungsional

JCSM dan sebagai dasar dalam pembagian proporsi pembelian untuk bahan baku scrap dengan menggunakan metode ANP sebagai pembanding dalam pemilihan supplier dari segi

Saudara diminta menilai kualitas Permen karamel susu berdasarkan aspek rasa, aroma, tekstur, warna dan kesukaan Caranya dengan memberi tanda check ( √) sesuai pada kolom

In terms of handling the personal or human aspect, the organization can make efforts to educate the existing workforce in terms of entrepreneurial spirit,

Ada mulanya, analisis isi kuantitatif memang lebih dikenal dalam penelitian. Analisis isi kuantitatif yang pertama dikenal adalah penelitian mengenai surat kabar.Saat itu

Dari pemaparan Kepala Sekolah Dasar Integral Rahmatullah ini dikatakan bahwa Implementasi Pendidikan Berbasis Sistematika Wahyu pada Karakter siswa di kelas bawah yakni