BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan di rumah kaca dan Laboratorium Biologi
Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan dengan ketinggian
tempat ± 32 meter di atas permukaan laut, dimulai pada bulan September 2016
sampai dengan Mei 2017.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit kelapa sawit DxP
PPKS berumur 3 bulan sebagai objek yang akan diamati, tanah sulfat masam
sebagai media tanam, (CaMg(CO3)2
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul untuk
mengambil bahan contoh tanah, mesin pencacah kompos (Chopper) untuk
menghaluskan bahan yang akan dikomposkan, meteran untuk mengukur luas areal
yg dipakai dan tinggi tanaman, timbangan untuk menimbang bahan kimia, bahan
contoh tanah dan tanaman, ayakan tanah 10 mesh untuk menyaring contoh tanah
yang akan dianalisis, GPS (Global Positioning System) untuk menandai titik
koordinat lokasi pengambilan bahan contoh tanah, LAF (Laminar Air Flow) ) sebagai pengendap Al, polibag ukuran
setara 10 kg tanah sebagai wadah tanah, pestisida sebagai pengendali organisme
pengganggu tanaman, pupuk NPKMgSBMnZn sebagai penambah unsur hara,
isolat bakteri pereduksi sulfat unggul LK-4 (isolat yang diisolasi dari sludge
limbah kertas Toba Pulp Lestari dengan kode 4) sebagai agen pereduksi sulfat,
kompos jerami sebagai media carrier bakteri, EM-4 sebagai bahan
pendekomposisi bahan kompos, bahan kimiauntuk pembuatan media (posgate-B)
sebagai tempat isolasi bakteri, autoklaf untuk mensterilkan bahan dan alat, tabung
reaksi (testtube) sebagai wadah media biakan bakteri, gelas beaker untuk
mengukur volume bahan kimia dan air, erlenmeyer sebagai wadah perbanyakan
isolat, jarum suntik digunakan untuk memasukkan isolat murni bakteri ke dalam
kompos, serta alat lain yang digunakan untuk percobaan ini.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK)
dengan tiga faktor yang terdiri atas:
Faktor I : Kapur Dolomit
L0 : Tanpa Kapur (0ton/ha)
L1 : Setara 1 x Aldd
L2 : Setara 2 x Al
(15,80ton/ha)
dd
Faktor II : Dosis Pupuk
(31,60ton/ha)
F0 : 0g/bibit
F1 : 2,5g/bibit
F2 : 5g/bibit
Faktor III : Bakteri Pereduksi Sulfat (BPS)
B0 : Tanpa diberi Bakteri Pereduksi Sulfat
B1 : Diberi Bakteri Pereduksi Sulfat
Sehingga diperoleh 18 kombinasi perlakuan yaitu:
L0F0B0 L1F0B0 L2F0B0
L0F0B1 L1F0B1 L2F0B1
L0F1B0 L1F1B0 L2F1B0
L0F2B0 L1F2B0 L2F2B0
L0F2B1 L1F2B1 L2F2B1
Jumlah ulangan : 3 ulangan
Jumlah unit percobaan : 54 unit
Jumlah sampel seluruhnya : 54 tanaman
Data hasil penelitian dianalisis menggunakan sidik ragam berdasarkan
model linier berikut:
Yijkl = µ + ρi + αj + βk + γl + (αβ)jk + (αγ)jl + (βγ)kl + (αβγ)jkl + εijk
i = 1, 2, 3 j= 1,2, 3 k = 1, 2, 3 l = 1, 2
Keterangan :
Yijk = Nilai pengamatan pengaruh blok ke-i, kapur ke-j, pupuk
ke-k dan bakteri ke-l
µ = Nilai rataan umum
ρi = Pengaruh blok ke-i
αj = Pengaruh kapur ke-j
βk = Pengaruh pupuk ke-k
γl = Pengaruh bakteri ke-l
(αβ)jk = Pengaruh interaksi kapur ke-j dan pupuk ke-k
(αγ)jl = Pengaruh interaksi kapur ke-j dan bakteri ke-l
(βγ)kl = Pengaruh interaksi pupuk ke-k dan bakteri ke-l
(αβγ)jkl = Pengaruh interaksi kapur ke-j, pupuk ke-k dan bakteri ke-l
εijkl = Pengaruh galat percobaan pada blok ke-i terhadap kapur
Jika dari hasil analisis sidik ragam menunjukkan pengaruh yang nyata
maka akan dilanjutkan dengan uji beda rataan berdasarkan uji Duncan Multiple
Range Test pada taraf α 5%.
Pelaksanaan Penelitian Persiapan Areal Tanam
Areal pertanaman yang akan digunakan sebagai tempat percobaan
dibersihkan dan luas areal percobaan yang digunakan dengan ukuran 8 m x 3 m.
Pengambilan Sampel Tanah
Tanah yang diambil merupakan tanah sulfat masam yang terdapat di kebun
PT. Mopoli Raya Kebun Paya Rambe II, Kecamatan Seruway, Kabupaten Aceh
Tamiang. Tanah yang diambil pada lapisan pirit kedalaman (20-40 cm).
Banyaknya bahan contoh tanah yang diambil berdasarkan luas blok kebun yang
diambil bahan tanahnya yaitu sebanyak 2 lubang per hektar sebagai pewakil
contoh bahan tanah yang akan dijadikan sebagai media tanam.
Gambar 2. Lokasi Pengambilan Sampel Tanah
Pembuatan Kompos
Kompos yang dibuat berasal dari bahan jerami padi sisa panen di lahan
sawah. Bahan jerami dicacah dengan menggunakan mesin pencacah (Chopper)
kemudian diberi EM-4 sebagai bahan pendekomposer dan dicampur secara merata
pada bahan jerami, dimasukkan ke dalam wadah dan ditutup. Bahan kompos
tersebut dibiarkan selama ± 30 hari dengan tetap dilakukan pembalikan kompos
setiap tiga hari sekali dan menjaga suhu serta kelembaban kompos. Panen kompos
dilakukan jika kompos sudah berwarna hitam, tidak berbau, bentuk kompos tidak
menyerupai bahan awal dan memiliki rasio C/N <20.
Analisis Awal Tanah dan Kompos
Tanah yang digunakan dalam percobaan dilakukan analisis awal untuk
menilai keadaan tanah di lapangan. Tanah yang telah diayak lalu dilakukan
pengukuran kadar air tanah untuk menentukan berat tanah yang digunakan dalam
percobaan setara berat kering oven. Analisis Aldd tanah dilakukan untuk
mengetahui kebutuhan kapur yang digunakan pada tiap perlakuan percobaan.
Dilakukan analisis awal sampel tanah seperti pH tanah, kadar sulfat tanah,
salinitas, kejenuhan Al, KTK, kejenuhan basa, kadar NPK tanah serta tekstur
tanah sebagai data yang digunakan untuk mendukung penelitian. Analisis awal
kompos yang dilakukan adalah Corganik dan Ntotal
Persiapan Media Tanam
serta rasio C/N untuk menilai
kualitas kompos yang sudah sesuai untuk dijadikan media carrier.
Tanah yang sudah dilakukan analisis kadar air dan kapasitas lapang,
kemudian dimasukkan ke polibag setara berat 8 kg tanah kering oven. Tanah
kemudian dicampur dengan kapur dolomit sesuai dosis perlakuan yang diberikan,
diaduk secara merata, disiram hingga mencapai kapasitas lapang 110% dan
diinkubasi selama 2 minggu sebelum diaplikasikan inokulum kompos bakteri
Perbanyakan Isolat Bakteri Pereduksi Sulfat
Koleksi isolat Bakteri Pereduksi Sulfat unggul LK-4 (isolat yang diisolasi
dari limbah sludge kertas Toba Pulp Lestari dengan kode 4) yang telah melewati
pengujian di laboratorium dan rumah kaca dilakukan perbanyakan dengan
menggunakan media spesifik Bakteri Pereduksi Sulfat yaitu Phosgate-B dengan
komposisi media (KH2PO4 0,5g, NH4Cl 1g, Na2SO4 1g, CaCl2.6H2O 1g,
MgCl2.7H2O 2g, Sodium Lactate 3,5g, Yeast Extract 1g, Ascorbic Acid 1g,
Thioglycolic Acid 0,1g, Fe2SO4.7H2
Perhitungan Populasi Bakteri Pereduksi Sulfat
O 0,5g untuk 1L media). Diambil isolat
Bakteri Pereduksi Sulfat yang unggul dan diperbanyak pada media cair yang
dikerjakan secara steril di ruang LAF (Laminar Air Flow) dan diinkubasi pada
inkubator dengan suhu 35-40°C selama ±4hari. Pertumbuhan Bakteri Pereduksi
Sulfat dapat dilihat dengan perubahan warna media kultur menjadi hitam.
Sebelum bakteri diinokulasikan ke dalam kompos jerami yang telah
matang, maka terlebih dahulu dilakukan perhitungan kepadatan sel bakteri pada
media cair yang sudah ditumbuhi oleh bakteri pereduksi sulfat dengan melakukan
seri pengenceran untuk melihat kepadatan populasi bakteri. Kepadatan populasi
yang dapat dimasukkan ke dalam kompos yaitu jika setelah mencapai populasi
≥108
Inkubasi Inokulum Kompos Bakteri Pereduksi Sulfat
sel/mL.
Sebelum isolat dimasukkan ke dalam kompos, maka terlebih dahulu
dilakukan perhitungan kadar air kompos tersebut, lalu dimasukkan ke dalam
plastik, ditimbang dan divakum agar hampa udara dengan jumlah kompos sesuai
polibag setara dengan 120 g kompos kering oven untuk berat tanah setara 8 kg
tanah kering oven. Setelah itu kompos diinokulasikan isolat bakteri pereduksi
sulfat ke dalam kompos yang dilakukan di LAF (Laminar Air Flow) dalam
keadaan steril dengan menggunakan jarum suntik. Isolat murni cair tersebut
dimasukkan ke dalam kompos sebanyak 10% dari berat kompos yang digunakan.
Kemudian inokulum kompos diinkubasi pada inkubator dengan suhu 35-40°C
selama ±4hari.
Aplikasi Inokulum Kompos Bakteri Pereduksi Sulfat
Inokulum kompos bakteri pereduksi sulfat yang dapat diaplikasikan dapat
dilihat dengan pertumbuhannya pada kompos ditandai dengan adanya gelembung
pada permukaan kompos. Inokulum kompos bakteri pereduksi sulfat yang
diaplikasikan ke media tanam merupakan media carrier isolat bakteri pereduksi
sulfat. Kemudian kompos ini diaplikasikan ke tanah dengan membuat lubang pada
media tanam kemudian kompos dimasukkan dan ditutup kembali dengan tanah
dan dilakukan inkubasi selama 7 hari sebelum dilakukan penanaman bibit kelapa
sawit. Inokulum kompos bakteri pereduksi sulfat yang diinkubasi pada media
tanam tersebut dijadikan sebagai pupuk dasar pada percobaan.
Penanaman
Bibit sawit yang dipakai pada percobaan ini adalah varietas DxP PPKS
dengan umur 3 bulan. Penanaman dilakukan dengan cara bibit sawit dimasukkan
ke dalam lubang tanam bersama dengan tanah. Kemudian dilakukan penyiraman
hingga 110%KL dan dilakukan pendataan awal tanaman seperti tinggi dan
diameter batang tanaman.
Gambar 4. Penanaman Bibit Kelapa Sawit
Pemupukan
Pemupukan dilakukan pada saat dua minggu setelah penanaman dengan
cara ditugal pada media tanam sejauh 5 cm dengan dosis pupuk sesuai dengan
perlakuan yang dicobakan yaitu secara berturut-turut yaitu 0g/bibit (F0),
2,5g/bibit (F1) dan 5g/bibit (F2) dengan menggunakan pupuk kimia lengkap
NPKMgSBMnZn (15:9:20:2:3,8:0,015:0,02:0,02). Pemupukan diulang kembali
Pemeliharaan Tanaman Penyiraman
Penyiraman setiap hari dilakukan sesuai dengan kebutuhan air kapasitas
lapang. Penyiraman dilakukan setiap sore hari. Kebutuhan volume air penyiraman
yang diperlukan saat menyiram yaitu berdasarkan penimbangan untuk mencapai
berat kapasitas lapang 110%.
Penyiangan
Penyiangan dilakukan dengan cara mencabuti gulma yang tumbuh pada
media tanam yang terdapat pada tiap polibag tiap tanaman yang dicobakan.
Penyiangan dilakukan setiap dua minggu sekali untuk mencegah pengambilan
atau persaingan unsur hara dengan tanaman yang dicobakan.
Pemanenan
Pemanenan dilakukan pada akhir pengamatan percobaan setelah 5 bulan
tercatat dari awal mulai penanaman bibit kelapa sawit pada media tanam yang
telah diinkubasi kapur dolomit dan inokulum Bakteri Pereduksi Sulfat.
Peubah Amatan pH H2
Pengukuran pH tanah dilakukan pada saat setelah inkubasi kapur dolomit
dan inokulum kompos bakteri pereduksi sulfat setelah tiga minggu sebelum
dilakukan penanaman. Metode yang digunakan adalah metode elektrometri
dengan perbandingan tanah dan air 1:2,5.
O Tanah
Pertambahan Tinggi Tanaman
Tinggi tanaman diukur dengan menghitung pertambahan tinggi tanaman
menghitung selisih data tinggi tanaman bibit kelapa sawit 5 bulan dikurang
dengan data awal pengamatan. Dibuat penanda (pacak) yang merupakan standard
titik awal pengukuran tinggi tanaman. Tinggi tanaman diukur dengan
menggunakan alat ukur meteran.
Pertambahan Diameter Batang
Diameter batang tanaman diukur dengan menghitung pertambahan
diameter batang tanaman dari data awal pengamatan hingga akhir pengamatan
selama 5 bulan dengan menghitung selisih data diameter batang tanaman bibit
kelapa sawit 5 bulan dikurang dengan data awal pengamatan. Dibuat penanda
(pacak) yang merupakan standard tempat pengukuran diameter batang tanaman.
Diameter batang tanaman diukur dengan menggunakan alat ukur jangka sorong
HASIL DAN PEMBAHASAN pH Tanah
Dari data pengukuran pH tanah dari hasil sidik ragam pH tanah
(Lampiran9-10) diperoleh bahwa pemberian kapur dolomit berpengaruh nyata
terhadap pH tanah sedangkan pemberian isolat bakteri pereduksi sulfat tidak
berpengaruh nyata terhadap pH tanah. Nilai rataan pH tanah akibat pemberian
kapur dolomit dan bakteri pereduksi sulfat dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 1. pH tanah tiga minggu setelah aplikasi kapur dolomit dan inokulum kompos bakteri pereduksi sulfat
Perlakuan L0 (Tanpa Kapur)
L1 (Kapur 15,8ton/ha)
L2
(Kapur 31,6ton/ha) Sub Rataan B0
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf α 5% menurut uji DMRT
Perubahan pH tanah akibat pemberian kapur dolomit dengan dosis
15,80ton/ha dan 31,60 ton/ha berbeda nyata dengan kontrol (0 ton/ha) (Tabel 1).
Pemberian kapur dengan dosis 15,80 ton/ha (4,90) tidak berbeda nyata dengan
dosis kapur 31,60 ton/ha (4,78). pH tertinggi akibat pemberian kapur dolomit
terdapat pada dosis 15,80 ton/ha yaitu 4,90 dan pH terendah terdapat pada
perlakuan tanpa pemberian kapur dolomit (0 ton/ha) yaitu 3,56. Pemberian isolat
bakteri pereduksi sulfat cenderung meningkatkan pH tanah hingga 4,59
dibandingkan dengan tanpa diberi bakteri hanya mencapai pH tanah 4,23.
Pemberian kapur dolomit dengan dosis yang tepat dapat meningkatkan pH
dolomit yang mengandung Ca dan Mg sebagai sumber ion basa tanah, mampu
menggantikan ion Al yang berada pada koloid jerapan. Hal ini didukung oleh
literatur Havlin et al. (2005) yang menyatakan bahwa pemberian bahan amelioran
yaitu kapur dapat mengurangi kemasaman tanah (pH meningkat) oleh perubahan
beberapa H+
Pemberian kapur dengan dosis yang berlebih menyebab pH tanah lebih
rendah jika dibandingkan dengan pemberian kapur dengan dosis yang tepat.
Pemberian kapur yang berlebih akan menyumbangkan kemasaman tanah pada
tanah sulfat masam. Sumber utama kemasaman tanah sulfat masam adalah ion
sulfat (SO
menjadi air.
42-). Ion Ca2+ pada pemberian kapur yang berlebih maka akan bereaksi
dengan dengan ion Sulfat (SO42-) membentuk CaSO4. Jika molekul CaSO4
terdisosiasi maka akan menghasilkan sisa asam SO42- yang dapat menurunkan pH
tanah. Hal ini sesuai dengan literatur Mukhlis et al. (2011) yang menyatakan
bahwa Ca hanya berperan menggantikan H dan Al yang teradsorpsi dan sisa
asamnya SO42-
Pemberian bahan organik dalam bentuk kompos yang matang dapat
membantu menaikkan pH tanah. Hal ini sesuai dengan literatur Stevenson (1994)
bahan organik mempunyai buffering capacity sehingga dapat meningkatkan atau
menurunkan pH lingkungannya. Atmojo (2003) juga menyatakan bahwa
peningkatan pH tanah juga akan terjadi apabila bahan organik yang telah
ditambahkan telah terdekomoposisi lanjut (matang), karena bahan organik yang
telah termineralisasi akan melepaskan mineralnya berupa kation-kation basa.
tidak dapat menetralkan kemasaman malahan menambah
Pada percobaan yang dilakukan bahwa pemberian kadar air tanah hingga
110% kapasitas lapang (sedikit tergenang) atau macak-macak menciptakan
keadaan yang stabil pada tanah sulfat masam. Pada keadaan tanah yang sudah
teroksidasi dan menyebabkan pH tanah turun drastis kemudian dilakukan
penggenangan maka akan membantu menghambat proses oksidasi sehingga tanah
berubah menjadi anaerob. Hal ini sejalan dengan literatur Groudev et al. (2001)
yang menyatakan bahwa penjenuhan air mengakibatkan tanah menjadi anaerob
yang ditandai dengan perubahan potensial redoks (Eh) menjadi negatif. Penurunan
Eh menunjukkan adanya perubahan kondisi lingkungan dari aerob (positif)
menjadi anaerob (negatif) karena oksigen yang mengisi pori-pori tanah terdesak
dan digantikan oleh air. Ketika sulfat menerima elektron dari bahan organik maka
akan mengalami reduksi membentuk senyawa sulfida seperti yang digambarkan
oleh Foth (1990) dalam persamaan reaksi sebagai berikut:
SO42- + H2O + 2e-→ SO32- + 2OHSO32- + H2O + 6e-→ S2- + 6OH
Pemberian isolat bakteri pereduksi sulfat pada carrier berupa kompos
matang menghasilkan pH lebih tinggi yaitu sebesar 4,59 jika dibandingkan
dengan kompos tanpa diberi isolat bakteri pereduksi sulfat yaitu sebesar 4,23
karena bakteri pereduksi sulfat dapat mereduksi ion SO
-42- yang merupakan
sumber utama kemasaman tanah sulfat masam yang merupakan asam kuat diubah
menjadi bentuk sulfida dalam H2S. Dalam prosesnya bakteri pereduksi sulfat akan
mereduksi sulfat menjadi H2
Reaksi reduksi sulfat oleh BPS adalah sebagai berikut: S.
SO42- + H2O + 2e-→ SO32- + 2OH
SO
-
Hal ini sesuai dengan literatur Djurle (2004) yang menyatakan bahwa
bakteri pereduksi sulfat menggunakan donor elekron H2 dan sumber C (CO2
SO
)
yang dapat diperoleh dari bahan organik. Reaksi reduksi sulfat oleh BPS adalah
sebagai berikut :
42- + 4H2 + 2H+→ H2S + 4H2
Dari reaksi tersebut terlihat bahwa pada proses reduksi ion sulfat, bukan hanya
H
O
2S yang dilepaskan tetapi juga ion hidroksil (OH-). Nenny (2006) juga
menyatakan bahwa semakin banyak ion sulfat yang direduksi maka semakin
banyak juga ion OH
-Pertambahan Tinggi Tanaman
yang dihasilkan sehingga pH akan semakin meningkat.
Dari data pengukuran pertambahan tinggi tanaman dari hasil sidik ragam
pertambahan tinggi tanaman (Lampiran11-12) diperoleh bahwa pemberian kapur
dolomit dan bakteri pereduksi sulfat tidak berpengaruh nyata terhadap
pertambahan tinggi tanaman tetapi pemberian pupuk kimia berpengaruh nyata
terhadap pertambahan tinggi tanaman. Nilai rataan pertambahan tinggi tanaman
dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 2. Pertambahan tinggi tanaman dua puluh minggu setelah aplikasi kapur dolomit, pupuk kimia dan inokulum kompos bakteri pereduksi sulfat
Perlakuan L0 (Tanpa Kapur)
L1 (Kapur 15,8ton/ha)
L2
(Kapur 31,6ton/ha) Sub Rataan Rataan B0
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
Pada tabel 2. dapat dilihat bahwa pemberian pupuk kimia berbeda nyata
terhadap pertambahan tinggi tanaman. Pemberian pupuk kimia dosis 2,5 g/bibit
tidak berbeda nyata dengan dosis 5 g/bibit serta pemberian pupuk kimia dengan
dosis 2,5 g/bibit tidak berbeda nyata dengan tanpa diberi pupuk kimia. Pemberian
kapur dolomit tidak berbeda nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman.
Pemberian kapur dolomit dengan dosis 31,60 ton/ha menghasilkan pertambahan
tinggi tanaman yang tertinggi yaitu 28,09 cm. Pertambahan tinggi tanaman
terendah akibat pemberian kapur dolomit dengan dosis 0 ton/ha sebesar 25,67 cm.
Pemberian isolat bakteri pereduksi sulfat tidak berbeda nyata terhadap
pertambahan tinggi tanaman. Pemberian isolat bakteri pereduksi sulfat
menghasilkan pertambahan tinggi tanaman tertinggi yaitu 27,74 cm. Pertambahan
tinggi tanaman terendah tanpa isolat bakteri pereduksi sulfat sebesar 25,74 cm.
Pertambahan Diameter Batang
Dari data pengukuran pertambahan diameter batang dari hasil sidik ragam
pertambahan diameter batang (Lampiran 13-14) diperoleh bahwa pemberian
kapur dolomit, pupuk kimia dan bakteri pereduksi sulfat tidak berpengaruh nyata
terhadap pertambahan diameter batang. Nilai rataan pertambahan diameter batang
dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 3. Pertambahan diameter batang dua puluh minggu setelah aplikasi kapur dolomit, pupuk kimia dan inokulum kompos bakteri pereduksi sulfat
Perlakuan L0 (Tanpa Kapur)
L1 (Kapur 15,8ton/ha)
L2
(Kapur 31,6ton/ha) Sub Rataan Rataan
Pada tabel 3. dapat dilihat bahwa pemberian kapur dolomit tidak berbeda
nyata terhadap pertambahan diameter batang. Pemberian kapur dolomit dengan
dosis 15,80 ton/ha menghasilkan pertambahan diameter batang yang tertinggi
yaitu 20,43 mm. Pertambahan diameter batang terendah akibat pemberian kapur
dolomit dengan dosis 0ton/ha sebesar 18,85 mm. Pemberian pupuk kimia tidak
berbeda nyata terhadap pertambahan diameter batang. Pertambahan diameter
batang tertinggi akibat pemberian pupuk kimia dengan dosis pupuk 5 g/bibit
sebesar 20,58 mm. Pertambahan diameter batang terendah akibat pemberian
pupuk kimia dengan dosis 0 g/bibit sebesar 18,63 mm. Pemberian isolat bakteri
pereduksi sulfat tidak berbeda nyata terhadap pertambahan diameter batang.
Pemberian isolat bakteri pereduksi sulfat menghasilkan pertambahan diameter
batang tertinggi yaitu 20,19 mm. Pertambahan diameter batang terendah tanpa
diberi isolat bakteri pereduksi sulfat sebesar 19,39 mm.
Pada percobaan yang dilakukan diketahui bahwa pertumbuhan tanaman
yang diamati melalui pertambahan diameter batang dan tinggi tanaman (Tabel 2
dan 3) untuk setiap perlakuan tidak berbeda nyata. Penggunaan kompos yang
matang diberikan pada setiap perlakuan. Kompos tersebut digunakan sebagai
media carrier bakteri pereduksi sulfat (pada perlakuan diberi BPS). Pada tanah
sulfat masam, kompos digunakan karena kemampuannya mengikat air yang tinggi
sehingga diharapkan dapat manciptakan keadaan reduktif pada tanah sulfat
masam. Hal ini sesuai dengan literatur Subagyo (2006) yang menyatakan bahwa
bahan organik mempunyai fungsi mempertahankan suasana reduksi sehingga
yang peka terhadap peningkatan kemasaman dan kadar meracun kation-kation
seperti Al3+, Fe2+, Mn2+
Pertumbuhan tanaman (pertambahan diameter batang dan tinggi tanaman)
merupakan hasil dari proses yang panjang pada metabolisme tanaman dari
penyerapan unsur hara, karbondioksida dan cahaya matahari. Pada beberapa
tanaman akan membentuk sistem metabolisme tertentu pada keadaan yang kurang
menguntungkan. Jika dilihat pada syarat pertumbuhan tanaman kelapa sawit
termasuk ke dalam tanaman tahunan yang memiliki syarat tumbuh yang luas. Hal
ini sesuai dengan literatur Gruhn et al. (2000) yang menyatakan bahwa
pertumbuhan tanaman merupakan hasil dari proses yang kompleks melalui
tanaman mensintesa energi matahari, karbon dioksida, air dan unsur hara dari
tanah.
dan anion-anion seperti sulfid dan sisa-sisa asam organik.
Pemberian air hingga 110% Kapasitas Lapang menyebabkan keadaan
sulfat menjadi stabil sehingga oksidasi sulfat dapat ditahan. Ion SO42-, Al, dan Fe
tidak menjadi racun bagi tanaman. Penambahan kompos selain untuk menciptakan
keadaan anaerob juga dapat menyumbangkan asam-asam organik. Asam organik
ini juga ikut membantu mengikat logam secara stabil sehingga unsur hara tidak
terikat oleh logam dan dapat diserap oleh tanaman sehingga pertumbuhan
tanaman menjadi baik. Hal ini sesuai dengan literatur Tan (1992) yang
menyatakan bahwa asam-asam humat dan fulvat yang terkandung di dalam bahan
organik memiliki afinitas tinggi terhadap Al, Fe, dan Ca dan Ponamperuma
(1984) telah menemukan bahwa penambahan bahan organik pada tanah tersebut
memperbaiki unsur hara tanah. Stevenson (1994) juga menjelaskan ketersediaan P
dari asam organik atau senyawa pengkelat yang lain hasil dekomposisi, terjadi
pelepasan fosfat yang berikatan dengan Al dan Fe yang tidak larut menjadi bentuk
terlarut, reaksinya adalah sebagai berikut:
Al(Fe)(H2O)3(OH)2H2PO4 + Khelat → PO4
2-Pemberian inkulum kompos bakteri pereduksi sulfat tanpa pemberian
kapur menghasilkan pertumbuhan bibit kelapa sawit yang baik. Pemberian
inokulum BPS dapat menggantikan fungsi kapur dalam tanah dalam
mengendapkan Alumunium di samping fungsi utama inokulum BPS untuk
mereduksi ion sulfat yang merupakan sumber utama kemasaman pada tanah sulfat
masam. Hal ini sesuai dengan literatur Callander and Barford (1983) yang
menyatakan peran BPS dapat diterapkan antara lain untuk pengolahan AAT (Air
Asam Tambang) untuk mengurangi pencemaran lingkungan seminimal mungkin,
mendekontaminasi sulfat dan menurunkan konsentrasi logam melalui proses
pengendapan logam. Hanafiah (2004) menyatakan Bakteri Pereduksi Sulfat (BPS)
memanfaatkan energi dari reduksi sulfat menjadi sulfida. Reduksi sulfat
menghasilkan hydrogen sulfide (H
(larut) + KompleksAl-Fe-Khelat
2S). H2S tersebut berguna untuk mengendapkan
Cu, Zn, Cd sebagai metal sulfide. Hards and Higgins (2004) juga menambahkan
bahwa di daerah tambang, gas ini akan berikatan dengan logam-logam yang
banyak terdapat pada lahan bekas tambang dan dipresipitasikan dalam bentuk
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
1. Pemberian kapur dolomit dapat meningkatkan pH tanah dan pertumbuhan
bibit kelapa sawit. Dosis kapur dolomit yang terbaik yaitu setara 1xAdd
2. Pengaplikasian inokulum bakteri pereduksi sulfat dapat meningkatkan pH
tanah dan pertumbuhan bibit kelapa sawit. (15,80ton/ha).
3. Pemberian pupuk dapat meningkatkan pertumbuhan bibit kelapa sawit.
Dosis pupuk yang terbaik dalam meningkatkan pertumbuhan bibit kelapa
sawit yaitu 5g/bibit.
4. Pemberian inokulum bakteri perduksi sulfat dan pupuk dapat
meningkatkan pertumbuhan bibit kelapa sawit.
5. Pemberian inokulum bakteri pereduksi sulfat dan kapur dolomit dapat
meningkatkan pH tanah dan pertumbuhan bibit kelapa sawit.
6. Pemberian pupuk dan kapur dolomit dapat meningkatkan pertumbuhan
bibit kelapa sawit.
7. Pemberian kapur dolomit, pupuk dan inokulum kompos bakteri pereduksi
sulfat dapat meningkatkan pertumbuhan bibit kelapa sawit.
8. Pemakaian inokulum bakteri pereduksi sulfat dapat menggantikan fungsi
kapur dolomit.
Saran
Berdasarkan pengujian dalam skala rumah kaca, maka perlu uji lanjutan
untuk mengetahui pemanfaatan kapur dolomit, pupuk serta inokulum bakteri