ANALISA INFEKSI NEMATODA USUS PADA PEKERJA
PABRIK BATU BATA DI DESA DOY KECAMATAN
ULE KARENG BANDA ACEH
TESIS
Oleh
ERLINAWATI
057010007/IKM
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2007
SE K
O L A
H
P A
S C
A S A R JA
N
ANALISA INFEKSI NEMATODA USUS PADA PEKERJA
PABRIK BATU BATA DI DESA DOY KECAMATAN ULE
KARENG BANDA ACEH
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat
pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
ERLINAWATI
057010007/IKM
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : ANALISA INFEKSI NEMATODA USUS PADA PEKERJA PABRIK BATU BATA DI DESA DOY KECAMATAN ULE KARENG BANDA ACEH
Nama Mahasiswa : Erlinawati Nomor Pokok : 057010007
Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat Konsentrasi : Kesehatan Kerja
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. dr. A.A. Depary, DTM&H) Ketua
(dr. Halinda Sari Lubis, M.KKK) Anggota
(Ir. Indra Chahaya S, M.Si) Anggota
Ketua Program Studi
(Dr. Drs. Kintoko Rochadi, MKM)
Direktur
(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)
Telah diuji pada
Tanggal : 20 Juli 2007
____________________________________________________________________
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. dr. A.A. Depary, DTM&H
Anggota : 1. dr. Halinda Sari Lubis, MKKK
2. Ir. Indra Chahaya S, M.Si
3. Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc
4. Ir. Kalsum, M.Kes
PERNYATAAN
ANALISA INFEKSI NEMATODA USUS PADA PEKERJA PABRIK
BATU BATA DI DESA DOY KECAMATAN ULE KARENG
BANDA ACEH
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Banda Aceh, 20 Juli 2007 Penulis
ANALISA INFEKSI NEMATODA USUS PADA PEKERJA PABRIK BATU BATA DI DESA DOY KECAMATAN ULE KARENG
BANDA ACEH
ABSTRAK
Gangguan kerja disebabkan oleh pekerjaan, termasuk bahan, proses dan tempat kerja sebagai gangguan infeksi berbahaya seperti strain parasit. Salah satu parasit terkemuka gangguan kerja di bidang pertanian meliputi nematoda usus dengan penyebaran membutuhkan media tanah, dan kemudian dimasukkan ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan dan pori-pori kulit yang menyebabkan infeksi atau memiliki nematoda. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis infeksi nematoda usus di antara para pekerja dari pabrik batu bata berdasarkan karakteristik, perilaku, penggunaan sarana pelindung dan sanitasi tempat kerja. Penelitian ini termasuk penelitian cross-sectional analitik menggunakan populasi secara otomatis diambil menjadi sampel penelitian dengan sampling total. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada signifikansi perbedaan antara pendidikan, sikap tindakan, dan penggunaan APD dan infeksi nematoda usus sehingga disarankan bahwa pemilik pabrik batu bata disediakan sarana pelindung yang tepat dan cocok (APD) dan kontrol utilitas, dan disarankan bahwa lembaga-lembaga kesehatan setempat memberikan bimbingan promosi terutama untuk para pekerja untuk meningkatkan kesadaran pribadi mereka dari kebersihan pribadi dan berbagai upaya mencegah penyebaran penyakit infeksi nematoda.
ANALYZE OF INTENSIVE NEMATODE INFECTION AMONG THE WORKERS OF BRICK FACTORY AT DOY VILLAGE OF ULE
KARENG SUBDISTRICT, BANDA ACEH
ABSTRACT
Occupational disorder is caused by occupation, including the materials, process and workplace as dangerous disorders such us strain infection of parasite. One of parasites leading of occupational disorder in agriculture include intestine nematode with the dissemination requiring a medium of soil, and then incorporated into the body through a digestive duct and skin pores leading to an infection or having a nematode. The goal of this study is to analyze intestine nematode infection among the workers of brick factory based on characteristics, behavior, use of protective means and sanitation of workplace. This study included a cross-sectional analytic study using the population was automatically taken to be the samples of the study by total sampling. The result of study showed that there was significance difference among education, attitude, action and use of APD and intestine nematode infection so that it is suggested that the owners of brick factories supplied the proper and suitable protective means (APD) and control the utility, and it is suggested that the local health institutions give a promotion of guidance especially to those workers to improve their personal awareness of personal hygiene and various efforts preventing dissemination of the nematode infective disease.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah S.W.T karena atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini, yang berjudul Analisa Infeksi Nematoda Usus
pada Pekerja Pabrik Batu Bata di Desa Doy Kecamatan Ule Kareng Banda Aceh.
Penulis mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada:
1. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B. MSc sebagai Direktur Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM selaku Ketua Jurusan Program Magister Ilmu
Kesehatan Masyarakat Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
3. Prof. dr. A.A. Depary, DTM&H sebagai Ketua Komisi Pembimbing yang selalu
bersedia meluangkan waktu dalam membimbing, memberikan masukan dan
pemikiran dengan penuh kesabaran di tengah-tengah kesibukannya.
4. dr. Halinda Sari Lubis, MKKK dan Ir. Indra Chahaya S, M.Si sebagai Anggota
Komisi Pembimbing dengan tulus ikhlas membimbing dan mengarahkan penulis
dalam menyelesaikan tesis ini.
5. Bapak Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc, Dr. Drs. Kintoko Rochadi, MKM dan Ibu Ir.
Kalsum, M.Kes sebagai Dosen Pembanding yang bersedia meluangkan waktu dalam
memberikan masukan dan pemikiran dengan penuh kesabaran demi kesempurnaan
tesis ini.
6. Suami tercinta dan anak-anakku tersayang yang senantiasa memberikan dorongan,
semangat, dan mendoakan selama penulis mengikuti perkuliahan hingga selesai
pendidikan.
7. Ayahanda dan ibunda tercinta serta mertua tercinta yang telah mendoakan dan
memberikan dorongan serta perhatian kepada penulis.
8. Teman-teman mahasiswa/mahasiswi Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat
Konsentrasi Kesehatan Kerja di Sekolah Pascasarjana Sumatera Utara Angkatan
2005 yang telah banyak membantu dalam penyusunan tesis.
berbagai pihak guna perbaikan serta penyempurnaan tesis ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih banyak semoga tesis ini memberikan manfaat bagi kita semua dan mendapatkan berkah serta rahmat dari Allah SWT. Amin ya robbal’alamin.
Banda Aceh, 20 Juli 2007
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Nama : Erlinawati
NIM : 057010007
Gol. Darah : A
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status : Kawin
Alamat : Desa Meunasah Krueng Jl. Medan - Banda Aceh Km. 6 Aceh
Besar - NAD
Nomor HP : 08126927325
Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat
Asal S1 : Fakultas Kesehatan Masyarakat
Tahun Tamat : 2000 Universitas Muhammadiyah Banda Aceh
DAFTAR ISI
2.4 Jenis Nematoda Usus yang Ditularkan Melalui Tanah 2.5 (Soil Trasmitted Helminth) ... 10
2.6 Upaya Mencegah Penyakit Akibat Kerja ... 17
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33
4.1 Hasil ... 33
4.1.1 Gambaran Umum Pabrik Batu Bata ... 33
4.1.2 Pekerja pada Pabrik Batu Bata ... 33
4.1.3 Kondisi Sanitasi Lingkungan Tempat Kerja ... 34
4.1.4 Karakteristik Responden ... 34
4.1.5 Gambaran Perilaku Responden ... 35
4.1.6 Perilaku responden terhadap infeksi nematoda usus dan usaha perlindungan diri dalam bekerja ... 36
4.1.7 Karakteristik dan Perilaku Responden... 37
4.1.8 Infeksi Nematoda Usus ... 38
4.2 Pembahasan ... 42
4.2.1 Analisa Perilaku terhadap Infeksi Nematoda Usus ... 42
4.2.2 Hasil Uji Statistik ... 44
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 47
5.1 Kesimpulan ... 47
5.2 Saran ... 48
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1. Jadwal penelitian... 32
2. Distribusi responden menurut umur, jenis kelamin, tingkat
pendidikan dan lama kerja... 34
3. Distribusi frekuansi responden berdasarkan perilaku terhadap
infeksi Nematoda Usus... 35
4. Distribusi frekuensi responden berdasarkan perilaku terhadap infeksi nematoda usus dan usaha perlindungan diri dalam
bekerja... 36
5. Distribusi tabulasi silang antara karakteristik responden
dengan perilaku... 37
6. Distribusi tabulasi silang antara karakteristik responden
dengan infeksi nematoda usus... 38
7. Distribusi tabulasi silang antara perilaku dengan infeksi
nematoda usus... 39
8. Hubungan karakteristik dengan infeksi nematoda usus... 40
9. Hubungan antara perilaku dan penggunaan APD dengan
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
1. Kerangka konsep penelitian... 25
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Kuesioner... 52
2. Daur Hidup Ascaris lumbricoides (Cacing Gelang)... 55
3. Daur Hidup Trihuris trichiura... 56
4. Daur Hidup Cacing Tambang... 57
5. Master Data Penelitian... 58
6. Rekapitulasi Hasil Uji Statistik... 59
7. Surat Keterangan Izin Penelitian... 74
8. Peta Lokasi Penelitian... 76
ANALISA INFEKSI NEMATODA USUS PADA PEKERJA PABRIK BATU BATA DI DESA DOY KECAMATAN ULE KARENG
BANDA ACEH
ABSTRAK
Gangguan kerja disebabkan oleh pekerjaan, termasuk bahan, proses dan tempat kerja sebagai gangguan infeksi berbahaya seperti strain parasit. Salah satu parasit terkemuka gangguan kerja di bidang pertanian meliputi nematoda usus dengan penyebaran membutuhkan media tanah, dan kemudian dimasukkan ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan dan pori-pori kulit yang menyebabkan infeksi atau memiliki nematoda. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis infeksi nematoda usus di antara para pekerja dari pabrik batu bata berdasarkan karakteristik, perilaku, penggunaan sarana pelindung dan sanitasi tempat kerja. Penelitian ini termasuk penelitian cross-sectional analitik menggunakan populasi secara otomatis diambil menjadi sampel penelitian dengan sampling total. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada signifikansi perbedaan antara pendidikan, sikap tindakan, dan penggunaan APD dan infeksi nematoda usus sehingga disarankan bahwa pemilik pabrik batu bata disediakan sarana pelindung yang tepat dan cocok (APD) dan kontrol utilitas, dan disarankan bahwa lembaga-lembaga kesehatan setempat memberikan bimbingan promosi terutama untuk para pekerja untuk meningkatkan kesadaran pribadi mereka dari kebersihan pribadi dan berbagai upaya mencegah penyebaran penyakit infeksi nematoda.
ANALYZE OF INTENSIVE NEMATODE INFECTION AMONG THE WORKERS OF BRICK FACTORY AT DOY VILLAGE OF ULE
KARENG SUBDISTRICT, BANDA ACEH
ABSTRACT
Occupational disorder is caused by occupation, including the materials, process and workplace as dangerous disorders such us strain infection of parasite. One of parasites leading of occupational disorder in agriculture include intestine nematode with the dissemination requiring a medium of soil, and then incorporated into the body through a digestive duct and skin pores leading to an infection or having a nematode. The goal of this study is to analyze intestine nematode infection among the workers of brick factory based on characteristics, behavior, use of protective means and sanitation of workplace. This study included a cross-sectional analytic study using the population was automatically taken to be the samples of the study by total sampling. The result of study showed that there was significance difference among education, attitude, action and use of APD and intestine nematode infection so that it is suggested that the owners of brick factories supplied the proper and suitable protective means (APD) and control the utility, and it is suggested that the local health institutions give a promotion of guidance especially to those workers to improve their personal awareness of personal hygiene and various efforts preventing dissemination of the nematode infective disease.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kesehatan merupakan sumber kesenangan, kenikmatan dan kebahagiaan, menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1992 dalam Bab I Pasal 1 disebutkan yang dimaksud dengan kesehatan adalah: keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Agar setiap individu dapat hidup produktif secara sosial dan ekonomis maka harus terbebas dari berbagai penyakit, termasuk penyakit yang disebabkan dari berbagai pekerjaan (Entjang, 1993).
Dalam melakukan pekerjaan sebenarnya pekerja beresiko mendapat ganguan kesehatan atau penyakit yang disebabkan oleh pekerjaannya dan penyakit tersebut disebt sebagai penyakit sebagai penyakit akibat kerja. Menurut Anies (2005) yang dimaksud dengan penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja yang berupa pajanan berbahaya seperti: infeksi kuman dan parasit.
di masyarakat luas. Hampir sebagian besar masyarakat pernah menderita kecacingan. Penyakit ini dapat menyerang siapa saja dan hampir semua penderita tidak menyadari bahwa sedang mengidap kecacingan.
Berbagai jenis Nematoda Usus masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dan perorangan yang sering dijumpai baik di kota maupun di desa di Indonesia. Kecacingan merupakan masalah kesehatan pada masyarakat pekerja maupun individu. Di seluruh Indonesia diperkirakan masih ditemukan sebanyak 300 juta kasus penyakit cacingan, seperti cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichiura) dan cacing tambang (Hockworm) yang dapat menyebabkan anemia, gangguan gizi, gangguan pertumbuhan, gangguan kecerdasan dan menurunnya produktivitas kerja.
Penyakit cacingan ini terjadi karena kebersihan personal dan masyarakat yang masih sangat kurang seperti kurangnya kesadaran pemakaian jamban keluarga dan berdefekasi di sembarang tempat, sehingga menimbulkan pencemaran tanah oleh tinja di sekitar halaman rumah, di bawah pohon, tempat mencuci dan tempat pembuangan sampah serta pemakaian tinja sebagai pupuk. Hal ini akan memudahkan telur Nematoda Usus yang infektif tertelan dan selanjutnya berkembang menjadi dewasa (Notoatmodjo, 2003).
liat yang mempunyai kelembaban tinggi dengan suhu berkisar antara 250-300C (Gandahusada, 1998).
Beberapa penelitian yang telah dilakukan hampir di seluruh provinsi Indonesia, umumnya didapatkan angka prevalensi kcacingan tinggi dan bervariasi. Prevalensi Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, dan cacing tambang di DKI Jakarta adalah: 4 – 9%, 30 – 100% dan 1 – 30%, Jawa Barat adalah: 20 – 90% dan 5 – 67%, Yogyakarta adalah : 12 – 85%, 37 – 95%, dan 25 – 77%, Jawa Timur adalah: 16 – 74%, 1 – 14%, dan 2 – 45%, Bali adalah: 40 – 95%, 25 – 95% dan 20 – 70%, Sumatera Utara adalah: 46 – 75%, 65% dan 20%, Sumatera Barat adalah: 2 – 71%, 6 – 10% dan 20 – 36%, Sumatera Selatan adalah: 51 – 78%, 37% dan 23%, Kalimantan Selatan adalah: 79 – 80%, 78% dan 82%, Sulawesi Utara adalah: 30 – 72%, 12% dan 13% (Tjitra, 2005). Survei di Daerah Nanggroe Aceh Darussalam (Tahun 2000) juga menunjukkan prevalensi Nematoda Usus 40 – 60% dengan intensitas 256,5 telur/gram tinja penderita (Profil Dinkes NAD, 2000).
Menurut Harian Tempo (November, 2005), sebanyak 100 persen pengrajin gerabah di Pulau Lombok Nusa Tenggara barat (NTB) mengidap cacingan, penyebabnya karena setiap hari bersentuhan dengan tanah dan pola hidup yang jauh dari standar sehat. Berdasarkan hasil penelitian Tjitra (2005) di Cirebon, berdasarkan jenis pekerjaan ditemukan prevalensi kecacingan tinggi yaitu 87,3% pada pekerja waduk irigasi dan 24 – 92,4% pada lingkungan dengan sanitasi yang buruk.
jumlah penduduk dewasa sebanyak 2606 jiwa yang terdiri dari laki-laki 1272 orang dan perempuan 1334 orang. Mata pencaharian penduduk di desa ini beragam dan yang paling dominan adalah sebagai Pegawai Negeri Sipil, karyawan swasta, wiraswasta dan hanya 30 orang yang berprofesi sebagi petani. Setelah dilakukan pemeriksaan awal pada penduduk yang berprofesi sebagai petani maka diperoleh prevalensi Nematoda Usus sebanyak 16,6%.
Desa Doy juga merupakan salah satu daerah industri informal di Kota Banda Aceh. Salah satunya adalah industri rumah tangga pencetak batu bata. Jumlah produksi batu bata bisa mencapai 30 juta buah perbulan dan tenaga kerjanya berasal dari sekitar industri yang terdiri dari tenaga kerja laki-laki dan perempuan. Pada survei awal terlihat merea bekerja dengan menggunakan bahan baku dari tanah liat dan pasir yang dikumpulkan di sekitar industri. Para pekerja bekerja secara manual tanpa menggunakan alat pelindung diri, makan dan minum di tempat kerja, makan makanan yang telah dihinggapi lalat di tempat kerja, kondisi lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan seperti terdapatnya tinja yang berserakan di permukaan tanah sekitar tempat kerja dan terdapatnya jamban yang belum memenuhi syarat kesehatan, sehingga memudahkan terinfeksi telur Nematoda Usus yang penularannya melalui tanah.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu dilakukan penelitian untuk melihat apakah pekerja pabrik batu bata di Desa Doy Kecamatan Ule Kareng Banda Aceh terinfeksi oleh Nematoda Usus.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui prevalensi infeksi Nematoda Usus pada pekerja batu bata di Desa Doy, Kecamatan Ule Kareng, Banda Aceh.
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui hubungan infeksi Nematoda Usus dengan karakteristik pekerja.
b. Untuk mengetahui hubungan infeksi Nematoda Usus dengan perilaku. c. Untuk mengetahui hubungan infeksi Nematoda Usus dengan penggunaan
APD.
d. Untuk mengetahui hubungan infeksi Nematoda Usus dengan kondisi sanitasi lingkungan di tempat kerja.
1.4 Hipotesa
pada pekerja pabrik batu bata di Desa Doy, Kecamatan Ule Kareng, Banda Aceh.
Hi : Ada hubungan antara karakteristik pekerja, perilaku dan penggunaan APD dan kondisi sanitasi lingkungan kerja dengan infeksi Nematoda Usus pada pekerja pabrik batu bata di Desa Doy, Kecamatan Ule Kareng, Banda Aceh.
1.5 Manfaat Penelitian
a. Memberikan informasi bagi pekerja batu bata agar lebih memperhatikan perilaku dan kegunaan APD terhadap infeksi Nematoda Usus.
b. Memberi masukan kepada pemilik usaha batu bata tentang pencegahan infeksi
Nematoda Usus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Nematoda
Nematoda berasal dari bahasa Yunani, Nema artinya benang. Nematoda
adalah cacing yang bentuknya panjang, silindrik, tidak bersegmen dan tubuhnya bilateral simetrik, panjang cacing ini mulai dari 2 mm sampai 1 m. Nematoda yang ditemukan pada manusia terdapat dalam organ usus, jaringan dan sistem peredaran darah, keberadaan cacing ini menimbulkan manifestasi klinik yang berbeda-beda tergantung pada spesiesnya dan organ yang dihinggapi.
Menurut tempat hidupnya Nematoda pada manusia digolongkan menjadi dua yaitu Nematoda Usus dan Nematoda Jaringan/Darah. Spesies Nematoda Usus banyak, tetapi yang ditularkan melalui tanah ada tiga yaitu: Ascaris lumbricoides,
Trichuris trichiura dan cacing tambang (Onggowaluyo, 2001).
Cara penularan (transmisi) Nematoda dapat terjadi secara langsung dan tidak langsung. Mekanisme penularan berkaitan erat dengan hygiene dan sanitasi lingkungan yang buruk. Penularan dapat terjadi dengan: menelan telur infektif (telur berisi embrio), larva (filariorm) menembus kulit, memakan larva dalam kista, dan perantaraan hewan vektor. Dewasa ini cara penularan Nematoda yang paling banyak adalah melalui aspek Soil Trasmitted Helminth yaitu penularan melalui media tanah (Onggowaluyo, 2001).
2.2 Penyebab Cacingan
Di Indonesia masih banyak anggota masyarakat yang terjangkit penyakit cacingan, hal ini disebabkan karena kebersihan personal yang sangat kurang, serta sanitasi lingkungan yang masih buruk. Pengalaman membuktikan bahwa masyarakat yang sedang berkembang sangat sulit untuk mengembangkan sanitasi lingkungan yang baik terutama di dalam masyarakat yang mempunyai keadaan sosial-ekonomi rendah, dengan keadaan seperti: rumah-rumah berhimpitan di daerah kumuh (slum area) di kota-kota besar yang mempunyai sanitasi lingkungan buruk, khususnya tempat anak-anak balita tumbuh. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian (Ayu, 2002) di mana ditemukan 83,8% prevalensi infeksi cacing pada pemulung anak.
Di daerah pedesaan anak berdefekasi dekat rumah dan orang dewasa berdefekasi di pinggir kali, di ladang dan perkebunan tempat bekerja. Menurut Harian Sriwijaya Post (10 Januari 2003) penduduk Palembang yang berdomisili di daerah pinggiran kali terancam terinfeksi cacingan, di mana di tepian kali tersebut masih banyak terdapat jamban “helikopter” yaitu jamban yang terbuat dari kayu, bertiang dan terletak di tepi kali, posisi jamban ini menjorok ke sungai di mana kotoran yang dibuang melalui jamban ini akan hanyut dan ketika air surut otomatis tinja tertinggal dan merupakan sumber penularan cacingan.
sayuran terutama kol dan selada, dan juga terdapat telur Nematoda usus 36,8% pada air dan lumpur yang digunakan untuk menyiram dan menanam sayuran di Bandung.
Pengolahan tanah pertanian/perkebunan dan pertambangan yang memakai tangan dan kaki telanjang atau tidak ada pelindung juga merupakan sumber penularan. Data hasil penelitian (Setyawan, 2003) mengemukakan bahwa 80% infeksi kecacingan terjadi karena kontak dengan tanah melalui kuku yang kotor, makan menggunakan tangan dan sering lupa mencuci tangan sebelum makan yang semuanya merupakan potensi tertelannya telur cacing (yang akan menetas di dalam tubuh manusia).
2.3 Gejala Cacingan
Kebanyakan penderita cacingan tidak sadar kalau sedang mengidap penyakit cacingan. Mereka tidak tahu kalau di perutnya ada cacing. Gejala cacingan muncul jika hospes yang ditumpangi Nematoda Usus sudah kekurangan gizi karena sebagian makanan dimakan Nematoda Usus. Semakin banyak Nematoda Usus semakin banyak makanan yang diambil (Jawetz, 2005).
Penderita tidak merasa ada keluhan untuk berobat, akibatnya banyak penderita cacingan yang sudah lama mengidap cacingan yang menahun (Nadesul, 1997).
2.4 Jenis Nematoda Usus yang Ditularkan Melalui Tanah (Soil Trasmitted
Helminth)
Soil Trasmitted Helminth adalah cacing golongan Nematoda yang
memerlukan tanah untuk perkembangannya. Di Indonesia golongan cacing ini yang penting menyebabkan masalah kesehatan masyarakat adalah: Ascaris lumbricoides,
Trichuris trichiura dan cacing tambang (Tjitra, 2005).
2.4.1 Ascaris lumbricoides (Cacing gelang)
a. Hospes dan Nama Penyakit
Satu-satunya hospes definitive Nematoda ini adalah manusia. Penyakit yang disebabkan Nematoda ini disebut Ascariasis.
b. Distribusi Geografis
Karena parasit ini terdapat di seluruh dunia, maka bersifat kosmopolitan. Penyebaran parasit ini terutama berada di daerah tropis yang tingkat kelembabannya cukup tinggi (Hart, 1997).
c. Morfologi dan Daur Hidup
Cacing betina panjangnya sampai 20 sampai 35 cm, sedangkan yang jantan panjangnya 15 sampai 31 cm. Pada cacing jantan ujung posteriornya lancip dan melengkung ke arah ventral dilengkapi pepil kecil dan dua buah
posteriornya membulat dan lurus, dan 1/3 anteriornya tubuhnya terdapat cincin kopulasi, tubuhnya berwarna putih sampai kuning kecoklatan dan diselubungi oleh lapisan kutikula yang bergaris halus. Telur yang dibuahi besarnya 60 x 45 mikron, telur yang tidak dibuahi besarnya 90 x 45 mikron, telur matang berisi larva (embrio), menjadi infektif setelah berada di tanah kurang lebih 3 minggu (Gandahusada, 1998).
Telur yang infektif bila tertelan manusia menetas menjadi larva di usus halus. Larva menembus di dinding usus halus menuju pembuluh darah atau saluran limfe kemudian terbawa oleh darah sampai ke jantung menuju paru-paru. Larva di paru-paru menembus dinding alveolus masuk ke rongga alveolus dan naik ke trakea, dari trakea larva menuju faring dan menimbulkan iritasi yang menyebabkan penderita akan batuk karena adanya rangsangan dari larva ini. Larva di faring tertelan dan terbawa ke
esofagus, terakhir sampai di usus halus dan menjadi dewasa. Proses mulai
dari telur sampai menjadi cacing dewasa membutuhkan waktu kurang lebih 2 bulan (Onggowaluyo, 2001).
d. Aspek Klinis
Cairan tubuh cacing dewasa dapat menimbulkan reaksi toksik sehingga terjadi gejala mirip demam tifoid yang disertai alergi seperti urtikaria,
udema di wajah, konjungtivitas, dan iritasi pada alat pernafasan bagian
bermigrasi karena adanya rangsangan, efek dari migrasi ini dapat menimbulkan obstruksi usus, kemudian masuk ke dalam saluran empedu, saluran pankreas dan organ-organ lainnya. Migrasi sering juga menyebabkan cacing dewasa keluar spontan melalui anus, mulut dan hidung (Onggowaluyo, 2001).
Menurut Harian Sriwijaya Post (10 Januari 2003) setiap ekor cacing gelang yang ada di tubuh manusia menghisap 0,04 gram karbohidrat setiap harinya dan bila jumlah cacing ini terlalu banyak maka dapat menyumbat usus dan saluran empedu.
e. Diagnosis
Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan telur dan cacing dewasa dalam tinja. Telur cacing ini dapat ditemukan dengan mudah pada sediaan basah langsung atau sediaan basah dari sedimen yang sudah dikonsentrasikan. Cacing dewasa dapat ditemukan dengan pemberian antelmintik atau keluar dengan sendirinya melalui mulut karena muntah atau melalui anus bersama tinja (Adam, 1995).
f. Pencegahan
2.4.2 Trichuris trichiura
a. Hospes dan Nama Penyakit
Hospes definitive cacing ini adalah manusia dan penyakit yang disebabkannya disebut Trikuriasis.
b. Distribusi Geografis
Cacing ini tersebar luas di daerah beriklim tropis yang lembab dan panas, namun dapat juga ditemukan di seluruh dunia (kosmopolit), termasuk di Indonesia (Hart, 1997).
c. Morfologi dan Daur Hidup
Cacing dewasa betina panjangnya 35 sampai 50 mm, sedangkan cacing dewasa jantan penjangnya 30 sampai 45 mm. Telurnya berukuran 50 sampai 54 x 32 mikron. Bentuknya seperti tempayan (tong) dan kedua ujungnya dilengkapi dengan tutup (operkulum) dari bahan mucus yang jernih. Kulit luar telur berwarna kuning tengguli dan bagian dalam jernih. Telur yang sudah dibuahi dalam waktu 3 sampai 6 minggu akan menjadi matang, manusia akan terinfeksi cacing ini apabila menelan telur matang, di dalam usus halus telur ini akan menjadi dewasa dan berkumpul di kolon terutama di daerah seklum. Proses dari telur sampai menjadi cacing dewasa memerlukan waktu kurang lebih 1 sampai 3 bulan (Prianto dkk, 2004). d. Aspek Klinis
Infeksi berat terjadi terutama pada anak-anak, cacing ini tersebar di seluruh
perlekatannya dan dapat menimbulkan anemia. Pada anak-anak infeksi terjadi menahun dan berat (hiperinfeksi), gejala-gejala yang terjadi adalah diare yang disertai sindrom, anemia, prolapsus rektal dan berat badan menurun (Onggowaluyo, 2001).
Anemia ini terjadi karena penderita mengalami malnutrisi dan kehilangan
darah akibat cacing menghisap darah dan kolon yang rapuh. e. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dengan menemukan telur dalam tinja atau menemukan cacing dewasa pada penderita prolapsusrekti (pada anak). f. Pencegahan
Infeksi yang disebabkan oleh Trichuris trichiura dapat dicegah dengan pengobatan, pembuatan jamban yang sehat dan penyuluhan tentang
hygiene dan sanitasi kepada masyarakat (Onggowaluyo, 2001).
2.4.3 Cacing Tambang (Hookworm)
Terdapat dua spesies yaitu: Necator americanus (new world Hookworm) dan
Ancylostoma duodenale (old world Hookworm).
a. Hospes dan Nama Penyakit
b. Distribusi Geografis
Kedua parasit ini tersebar di seluruh dunia (kosmopolit), penyebaran yang paling banyak di daerah tropis dan sub tropis. Lingkungan yang paling cocok adalah habitat dengan suhu kelembaban yang tinggi, terutama daerah perkebunan dan pertambangan (Onggowaluyo, 2001).
c. Morfologi dan Daur Hidup
Ukuran cacing betina 9 – 13 mm dan cacing jantan 5 – 19 mm. Bentuk
Necator americanus seperti huruf S, mulut dilengkapi gigi kittin, dengan
waktu 1 – 15 hari telur telah menetas dan mengeluarkan larva rabditiform yang panjangnya kurang lebih 250 mikron. Selanjutnya dalam waktu kira-kira 3 hari, satu larva rabditiform berkembang menjadi larva filariform (bentuk infektif) yang panjangnya kira-kira 500 mikron. Infeksi pada manusia terjadi apabila larva filariform menembus kulit atau tertelan (Jawetz, 2005).
Daur hidup kedua cacing tambang ini dimulai dari larva filariform menembus kulit manusia kemudian masuk ke kapiler darah dan berturut-turut menuju jantung kanan, paru-paru, bronkus, trakea, laring dan terakhir dalam usus halus sampai menjadi dewasa (Prianto dkk, 2004).
d. Aspek Klinis
terjadi infeksi sekunder. Apabila larva mengadakan migrasi ke paru maka dapat menyebabkan pneumonitis yang tingkat gejalanya tergantung pada jumlah larva (Prianto dkk, 2004).
e. Pencegahan
2.5 Upaya Mencegah Penyakit Akibat Kerja
Bagi pekerja di pabrik batu bata, cara yang paling baik untuk menghindari timbulnya penyakit adalah dengan memutuskan mata rantai penularan penyakit yaitu mengurangi kontak dengan sumber infeksi (tanah) dan ini dapat dilakukan dengan usaha kesehatan pribadi dan usaha perlindungan diri dalam bekerja.
Usaha kesehatan pribadi adalah daya upaya seseorang untuk memelihara dan mempertinggi derajat kesehatannya sendiri (Entjang, 1980).
Usaha kesehatan pribadi tersebut antara lain: a. Memelihara kebersihan diri
1. Badan: mandi, gosok gigi, mencuci tangan sebelum makan. 2. Pakaian: dicuci, disetrika, senantiasa bersih.
3. Rumah dan lingkungan: disapu, membuang sampah atau limbah rumah tangga pada tempatnya.
b. Makanan yang sehat:
1. Makan dan minum yang sudah dimasak.
2. Tidak makan dan minum yang sudah kotor, basi, dihinggapi lalat. 3. Makan yang bergizi dengan jumlah yang sesuai.
c. Menghindari terjadinya penyakit:
1. Menghindari kontak dengan sumber penularan.
d. Meningkatkan taraf kecerdasan rohaniah:
1. Meningkatkan pengetahuan baik dengan membaca buku, sekolah dan belajar dari pengalaman hidup.
2. Patuh pada ajaran agama. e. Pemeriksaan kesehatan:
1. Segera memeriksakan diri bila merasa sakit. 2. Secara periodik, meskipun merasa sehat. 2.5.1 Konsep Perilaku
a. Pengertian Perilaku
Perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri, yang merupakan bentangan yang sangat luas mencakup berjalan, berbicara, bereaksi, berpakaian, berfikir, emosi dan lain-lain. Perilaku juga dapat diartikan sebagai aktivitas organisme, baik yang dapat diamati secara langsung ataupun tidak langsung. Menurut beberapa ahli (Notoatmodjo, 1997), perilaku dapat diartikan:
1. Skinner (1983) mengemukakan bahwa perilaku merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan respon.
2. Robert Kwick (1974) mendefinisikan perilaku sebagai hasil tindakan atau perbuatan organisme, yang dapat diamati bahkan dipelajari.
Bentuk operasional perilaku dapat dikelompokkan:
a. Perilaku dalam bentuk pengetahuan, yaitu dengan mengetahui situasi dan rangsangan dari luar.
b. Perilaku dalam bentuk sikap, yaitu tanggapan batin terhadap rangsangan dari luar diri di objek, atau kecenderungan untuk berespon (secara positif dan negatif) terhadap orang, objek atau situasi tertentu. Sikap mengandung suatu penilaian emosional (senang, benci, sedih, dan sebagainya).
c. Perilaku dalam bentuk tindakan, yaitu yang sudah konkrit, berupa perbuatan (action) terhadap situasi atau rangsangan dari luar.
b. Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo, 1997). Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari pengetahuan. Penelitian Rogers (Notoatmodjo, 1997) mengungkapkan bahwa sebelum orang berperilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses perurutan, yaitu:
a. Awareness (kesadaran), di mana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
b. Interest, di mana orang mulai tertarik pada stimulus.
d. Trial, di mana orang telah mulai mencoba berperilaku baru.
e. Adoption, di mana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikap terhadap stimulus.
Namun demikian dari penelitian ini menyimpulkan bahwa perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut di atas.
c. Sikap
Notoatmodjo (1997) mengemukakan bahwa sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap stimulus atau objek. Beberapa kelompok ahli psikologi (Azwar, 2002) menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan pelaksana motif tertentu.
Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas tetapi adalah predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup dan bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu uraian penghayatan terhadap objek.
Disebutkan pula struktur sikap merupakan kombinasi tiga komponen:
1. Komponen kognitif, berisi kepercayaan, persepsi, stereotipe tentang sesuatu. 2. Komponen afektif, perasaan yang menyangkut aspek emosional.
Sedangkan menurut Ahmadi (1990) sikap dapat dibedakan atas:
a. Sikap positif, sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan menerima, mengakui, menyetujui serta melaksanakan norma-norma yang berlaku di mana individu itu berada.
b. Sikap negatif, sikap yang menunjukkan penolakan atau tidak menyetujui terhadap norma-norma yang berlaku di mana individu itu berada.
d. Tindakan
Suatu sikap belum tentu otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk mewujudkan sikap menjadi tindakan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain adalah fasilitas (Notoatmodjo, 1997). Tindakan mempunyai beberapa tingkatan antara lain:
1. Persepsi, yaitu mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.
2. Respon terpimpin, melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar.
3. Mekanisme, yaitu apabila seseorang dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesudah itu sudah merupakan kebiasaan.
4. Adaptasi, yaitu tindakan yang sudah berkembang dengan baik artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
2.6 Alat Pelindung Diri (APD)
infektif, melalui tanah yang mengandung larva dan menembus pori-pori kulit kaki dan melalui kuku yang kotor sehingga untuk menghindari terjadinya infeksi perlu menggunakan APD seperti masker, sarung tangan, alas kaki dan baju kerja. Menurut Depkes RI (2005), penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukkan kecenderungan peningkatan prevalensi, penyebabnya karena kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai, banyak pekerja yang meremehkan resiko kerja sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman (pelindung).
Sedangkan usaha perlindungan diri dalam bekerja dapat dilakukan melalui usaha-usaha teknis pengamanan tempat, peralatan dan perlindungan kerja. Namun kadang-kadang keadaan bahaya belum dapat dikendalikan sepenuhnya sehingga digunakan alat-alat pelindung diri.
Alat pelindung diri harus memenuhi persyaratan seperti: 1. Enak dipakai.
2. Tidak mengganggu kerja.
3. Memberikan perlindungan efektif terhadap jenis bahaya.
Menurut Suma’mur (1988) alat perlindungan diri jenisnya beragam. Jika digolongkan menurut bagian tubuh yang dilindunginya, jenis alat pelindung diri: 1. Kepala : pengikat rambut, penutup rambut, topi dari berbagai bahan 2. Mata : kacamata dari berbagai gelas
5. Kaki : sepatu (bot)
6. Alat pernafasan : respirator (masker khusus) 7. Telinga : sumbat telinga, tutup telinga 8. Tubuh : pakaian kerja dari berbagai bahan
Penggunaan alat pelindung diri sebagai salah satu usaha kesehatan dan keselamatan kerja erat hubungannya dengan perilaku seseorang. Banyak faktor yang mempengaruhi pekerja mau atau tidak mau memakai alat pelindung diri.
Menurut Notoatmodjo (1984), faktor-faktor tersebut adalah: 1. Sejauhmana pemakai mengerti kegunaan alat pelindung diri.
2. Penggunaannya yang mudah dan nyaman pada prosedur kerja yang normal.
Adanya sanksi ekonomis, sosial dan disiplin yang dapat digunakan mempengaruhi sikap pekerja.
2.7 Kesehatan Lingkungan Kerja
Untuk menciptakan tempat kerja yang sehat dan produktif maka harus didukung agar lingkungan kerja memenuhi syarat-syarat kesehatan antara lain tidak terdapat parasit yang menyebabkan penyakit akibat kerja seperti cacingan.
Menurut Harian Kompas (23 Januari 2007), cacingan merupakan penyakit khas daerah tropis dan banyak terdapat di daerah dengan kondisi sanitasinya masih buruk dengan prevalensi 90% terutama pada anak-anak, tetapi orang dewasa juga bisa cacingan walaupun gejalanya sering tidak kelihatan seperti pada anak-anak.
Penelitian Tjitra (2005) di Cirebon Jawa Barat pada kelompok sosial ekonomi rendah dan sanitasi lingkungan buruk, prevalensi kecacingan juga tinggi yaitu Ascaris
2.8 Kerangka Konsep
Berdasarkan permasalahan dan teoritis maka disusunlah kerangka konsep sebagai berikut:
Gambar 1. Kerangka konsep penelitian Karakteristik Pekerja
1. Umur
2. Jenis Kelamin 3. Tingkat Pendidikan 4. Lama Bekerja
Perilaku 1. Pengetahuan 2. Sikap 3. Tindakan
4. Penggunaan APD
Infeksi Nematoda Usus
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
3.1.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Doy Kecamatan Ule Kareng Banda Aceh, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
3.1.2 Waktu Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini direncanakan pada Bulan April 2007.
3.2 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan suatu studi analitik dengan disain cross sectional yaitu untuk menganalisa terjadinya infeksi Nematoda Usus pada pekerja pabrik batu bata berdasarkan beberapa variabel yang diamati pada waktu bersamaan (Budiarto, 2003).
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah pekerja pabrik batu bata dari 5 industri di Desa Doy Kecamatan Ule Kareng Banda Aceh.
3.3.2 Sampel
3.4 Variabel Penelitian
3.4.1 Variabel Dependen
Variabel Dependen dalam penelitian ini adalah infeksi Nematoda Usus. 3.4.2 Variabel Independennya
a. Karakteristik pekerja yang terdiri dari: umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan lamanya bekerja.
b. Perilaku pekerja yang meliputi: pengetahuan, sikap dan tindakan.
c. Usaha perlindungan diri dalam bekerja dengan penggunaan APD ketika bekerja yang berupa: sarung tangan, alas kaki, masker, dan baju kerja.
d. Kondisi sanitasi lingkungan kerja yang mencakup: adanya jamban, tempat sampah dan tempat pembuangan air limbah yang memenuhi syarat kesehatan.
3.5 Definisi Operasional
3.5.1 Infeksi Nematoda Usus
Infeksi Nematoda Usus adalah: keberadaan Nematoda Usus di dalam tubuh pekerja bila pada pemeriksaan tinja di laboratorium dengan kriteria:
a. Pekerja terinfeksi Nematoda Usus positif (+) bila terdapat telur cacing
Ascaris lumbricoides atau Trichuris trichiura atau cacing tambang.
3.5.2 Karakteristik Pekerja
a. Usia adalah waktu yang dihitung sejak lahir hingga dilaksanakan penelitian ini dalam bilangan tahun yang diketahui dari pengisian kuesioner.
b. Jenis kelamin adalah sifat jasmani atau rohani yang membedakan laki-laki dan perempuan yang diketahui dari pengisian kuesioner.
c. Tingkat pendidikan adalah pendidikan formal yang pernah diikuti pekerja yang diketahui dari pengisian kuesioner.
d. Lamanya bekerja adalah waktu yang dihitung sejak pertama mulai bekerja hingga penelitian ini dilaksanakan dalam bilangan tahun yang diketahui dari pengisian kuesioner.
3.5.3 Pengetahuan
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui pekerja mengenai infeksi
Nematoda usus yang diukur dengan menggunakan kuesioner dengan katagori baik
apabila memperoleh nilai 4 – 8 dan katagori buruk apabila memperoleh nilai 0 – 3. 3.5.4 Sikap
Sikap adalah tanggapan atau persepsi pekerja terhadap infeksi Nematoda Usus yang diukur dengan menggunakan kuesioner dengan katagori baik apabila memperoleh nilai 4 – 8 dan katagori buruk apabila memperoleh nilai 0 – 3.
3.5.5 Tindakan
katagori baik apabila memperoleh nilai 4 – 8 dan katagori buruk apabila memperoleh nilai 0 – 3.
3.5.6 Penggunaan APD
Penggunaan APD adalah ada tidaknya menggunakan APD berupa masker, sarung tangan, alas kaki dan baju kerja pada saat bekerja yang diketahui dengan
check list dan observasi langsung saat penelitian.
3.5.7 Kondisi Sanitasi Lingkungan
Kondisi sanitasi lingkungan adalah keadaan di lingkungan kerja yang berkaitan erat dengan terjadinya infeksi Nematoda Usus yang meliputi adanya jamban, tempat pembuangan sampah dan tempat pembuangan limbah yang memenuhi syarat kesehatan yang diketahui dengan check list dan observasi langsung pada saat penelitian.
3.6 Instrumen Penelitian
3.7 Alat, Bahan dan Reagensia
3.7.1 Alat-alat dan reagensia
Alat-alat dan reagensia yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Selofan selebar kurang lebih 2,5 x 3 cm.
b. Larutan untuk memulas selofan yang terdiri dari 100 ml aquades (6% Fenol), 100 ml glyserin dan 1 gram malachite green 3%.
c. Selofan direndam dalam cairan selama 18 – 24 jam sebelum digunakan. d. Kertas saring.
e. Kaca benda.
f. Potongan bambu/lidi. g. Tinja yang akan diperiksa. h. Botol (wadah) tinja.
3.7.2 Cara Kerja Pengambilan Bahan
Botol (wadah) tinja pekerja batu bata diberi nomor sesuai dengan nomor kuesioner dan dicantumkan nama.
3.7.3 Cara Kerja Pemeriksaan Bahan
a. Tinja diambil lebih kurang 20 – 50 gram dengan menggunakan lidi. b. Diletakkan pada kaca benda.
c. Ditutup dengan selofan dari larutan malachite green.
d. Selofan ditekan dengan kaca benda lain untuk meratakan tinja di bawah selofan.
f. Sediaan diperiksa dengan mikroskop pembesaran lemah (10 x 10). g. Mikroskop.
3.8 Pelaksanaan Penelitian
3.8.1 Pengisian Kuesioner
a. Mengisi data identitas yang meliputi nama, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan lama bekerja.
b. Melakukan check list pada kuesioner yang berkaitan dengan perilaku dan penggunaan APD yang berkaitan dengan infeksi Nematoda Usus.
c. Pada tiap kuesioner diberikan nomor sesuai dengan nomor wadah untuk tinja.
d. Pemeriksaan tinja di laboratorium.
3.9 Manajemen Data
3.9.1 Teknik Pengumpulan Data
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diamati langsung melalui observasi pekerja menggunakan kuesioner dan check list serta pemeriksaan langsung telur
Nematoda Usus para pekerja batu bata dan penduduk di Desa Doy
b. Data Sekunder
Dari lembaga swadaya masyarakat setempat mengenai jumlah penduduk, jumlah pekerja batu bata dan data geografis industri batu bata dan dari Dinas Kesehatan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam mengenai prevalensi kecacingan.
3.10 Analisis Data dan Penyajian Data
3.10.1 Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan uji Chi Square. 3.10.2 Penyajian Data
Data yang telah dianalisis disajikan dalam bentuk tabel.
3.11 Jadwal Penelitian
Tabel 1. Jadwal penelitian
Kegiatan Waktu Penelitian
Januari Februari Maret April Mei Juni Penelusuran kepustakaan
Konsultasi judul Survei awal Persiapan U KAP Persiapan Kuesioner Seminar U KAP
Pengambilan data di lapangan Pengolahan dan analisa data Penyusunan L KAP
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Gambaran Umum Pabrik Batu Bata
Desa Doy merupakan salah satu desa yang terletak di wilayah Kecamatan Ulee Kareng Kota Banda Aceh, dengan luas ± 87 Ha dan terdapat 5 (lima) buah pabrik batu bata. Adapun batas-batas wilayah sebagai berikut:
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Ie Masen Kayee Adang. b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Lamglumpang. c. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Lambhuk.
d. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Ie Masen Ulee Kareng. 4.1.2 Pekerja pada Pabrik Batu Bata
4.1.3 Kondisi Sanitasi Lingkungan Tempat Kerja
Berdasarkan survei langsung pada saat penelitian, kondisi sanitasi di beberapa lingkungan pabrik terlihat masih belum memenuhi syarat kesehatan di mana masih terdapat jamban yang terbuka sehingga dapat dihinggapi lalat dan menyebarkan bau yang tidak sedap, juga terdapat tinja anak-anak pekerja yang berserakan di permukaan tanah yang merupakan sumber penularan telur cacing dan setelah dilakukan pemeriksaan tanah di lima lokasi pabrik ternyata empat tanah di lokasi pabrik batu bata positif mengandung telur cacing Nematoda Usus.
4.1.4 Karakteristik Responden
Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan lama bekerja.
Tabel 2. Distribusi responden menurut umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan lama kerja
Dari tabel di atas, dapat dilihat sebahagian besar responden berumur antara >39 tahun yaitu 13 orang (52%) dan sebagian kecil berumur <39 yaitu 12 orang (48%). Responden yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah 15 orang (60%0 dan yang berjenis kelamin perempuan berjumlah 10 orang (40%). Responden berpendidikan SD berjumlah 9 orang (28%) dan berpendidikan di atas SD 16 orang (72%). Jumlah responden yang bekerja <2 tahun 9 orang (36%) dan yang telah bekerja selama >2 tahun 16 orang (64%).
4.1.5. Gambaran Perilaku Responden
1. Perilaku responden dalam penelitian ini meliputi pengetahuan, sikap dan tindakan
Tabel 3. Distribusi frekuansi responden berdasarkan perilaku terhadap infeksi
Nematoda Usus
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa pengetahuan reponden terhadap infeksi
baik dan 6 orang (24%) mempunyai tingkat pengetahuan yang buruk, sedangkan sikap responden terhadap infeksi Nematoda Usus ternyata 17 orang (68%) mempunyai sikap yang baik dan 8 orang (32%) mempunyai sikap yang buruk. Tindakan responden terhadap infeksi Nematoda Usus yang baik 16 orang (64%) dan yang buruk 9 orang (36%).
4.1.6. Perilaku responden terhadap infeksi nematoda usus dan usaha perlindungan diri dalam bekerja
Tabel 4. Distribusi frekuensi responden berdasarkan perilaku terhadap infeksi
nematoda usus dan usaha perlindungan diri dalam bekerja
No Distribusi Frekuensi
Responden
Pengetahuan Sikap Tindakan Total /
Kelompok
Mencuci tangan sebelum makan
Pada waktu bekerja tidak makan dan minum
Mandi 2 kali sehari
Buang air besar di WC
Cara Masuk Bibit penyakit
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa dari perilaku responden paling banyak 19 orang (76%) tahu mengenai mencuci tangan sebelum makan, tidak makan dan minum waktu bekerja, tidak memakan makanan yang telah dihinggapi lalat, mandi 2 kali sehari dan 17 orang (68%) responden membuang air besar di WC. Sedangkan responden dengan tindakan buruk 16 orang (80%) dan responden yang menggunakan APD 13 orang (52%).
4.1.7 Karakteristik dan Perilaku Responden
Tabel 5. Distribusi tabulasi silang antara karakteristik responden dengan perilaku
Karasteristik Responden
Perilaku terhadap Infeksi Nematoda Usus
Pengetahuan Sikap Tindakan Total /
Dari tabel di atas terdapat 19 orang (76%) yang memiliki pengetahuan yang baik dan yang paling banyak pada umur <39 tahun yaitu 10 orang (40%) dan rata-rata berada berpendidikan >SD yaitu 12 orang (48%).
Umumnya responden-responden memiliki sikap yang baik yaitu 17 orang (68%) dan hanya 8 orang (32%) yang memiliki sikap buruk pada semua umur, sedangkan responden dengan tindakan yang baik sejumlah 16 orang (64%) dan 9 orang (28%) dengan personal hygiene buruk.
4.1.8 Infeksi Nematoda Usus
4.1.8.1 Karakteristik responden dengan infeksi nematoda usus
Tabel 6. Distribusi tabulasi silang antara karakteristik responden dengan infeksi
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa berdasarkan karakteristik infeksi
Nematoda Usus paling banyak pada umur <39 tahun yaitu 7 orang (28%), menurut
jenis kelamin paling banyak pada laki-laki yaitu 6 orang (24%), menurut tingkat pendidikan paling banyak pada yang berpendidikan SD yaitu 7 orang (28%) dan menurut lama kerja yang paling banyak pada responden yang bekerja >2 tahun yaitu 8 orang (32%).
4.1.8.2 Perilaku dengan infeksi nematoda usus
Tabel 7. Distribusi tabulasi silang antara perilaku dengan infeksi nematoda usus
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa infeksi Nematoda Usus pada responden dengan pengetahuan baik 9 orang (28%), pada sikap baik 8 orang (24%) dan pada tindakan yang buruk 7 orang (28%).
4.1.8.3 Hubungan karakteristik dengan infeksi nematoda usus
Tabel 8. Hubungan karakteristik dengan infeksi nematoda usus
No Karakteristik Infeksi Nematoda Usus X2
Positif (+) Negatif (-)
3 Tingkat Pendidikan
infeksi Nematoda Usus. Berdasarkan tingkat pendidikan responden diperoleh nilai p=6,59 lebih besar dari nilai tabel (3,8) maka Ho ditolak yaitu ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan infeksi Nematoda Usus. Berdasarkan lama kerja responden diperoleh nilai p=0,7 lebih kecil dari nilai tabel (3,8) maka Ho diterima yaitu tidak ada hubungan antara lama kerja dengan infeksi Nematoda Usus.
4.1.8.4 Hubungan perilaku dengan infeksi nematoda usus
Ho diterima yaitu tidak ada hubungan antara tindakan dengan infeksi Nematoda
Usus.
Berdasarkan tindakan responden diperoleh nilai p=6,33 lebih besar dari nilai tabel (3,8) maka Ho ditolak yaitu ada hubungan antara tindakan dengan infeksi
Nematoda Usus. Berdasarkan penggunaan APD responden diperoleh nilai p=5,86
lebih besar dari nilai tabel (3,8) maka Ho ditolak yaitu ada hubungan antara penggunaan APD dengan infeksi.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Analisa Perilaku terhadap Infeksi Nematoda Usus
Perilaku pada hakikatnya adalah suatu aktivitas dari seseorang baik yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung. Pengetahuan dan sikap merupakan sebagian bentuk operasional dari perilaku. Seseorang yang mempunyai pengetahuan yang baik akan sesuatu hal diharapkan mempunyai sikap yang baik terhadap hal tersebut. Sikap yang baik terhadap suatu hal diharapkan akan mempengaruhi tindakan yang baik pula.
dihinggapi lalat, mandi 2 kali sehari, cara masuk bibit penyakit, buang air besar di WC dan penggunaan alat pelindung diri.
Seperti tingkat pengetahuan, sikap responden terhadap infeksi Nematoda Usus dan penggunaan alat pelindung diri dalam bekerja umumnya baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Ahmadi (1990) yang membedakan sikap dan sikap positif dengan menunjukkan sikap yang menerima, mengakui, serta melaksanakan norma-norma yang berlaku di mana individu berada, dan sikap negatif dengan menunjukkan sikap penolakan atau tidak setuju terhadap norma-norma yang berlaku di mana individu tersebut berada.
Pada aspek tindakan, meskipun masih termasuk kategori yang baik, ternyata jumlah responden yang menggunakan alat pelindung waktu bekerja yaitu 13 orang (52%) dan yang tidak menggunakan alat pelindung diri yaitu 12 orang (48%). Menurut Notoatmojo (1984) banyak faktor yang mempengaruhi pekerja mau atau tidak mau memakai APD, yaitu bergantung pada sejauhmana pekerja mengerti kegunaan APD, penggunaannya mudah dan nyaman ketika bekerja dan adanya sanksi ekonomi, sosial dan disiplin yang dapat digunakan mempengaruhi sikap pekerja. Di samping itu meskipun pengetahuan dan sikap responden sudah baik ternyata masih banyak responden yang tidak langsung pulang untuk membersihkan diri setelah bekerja. Dari hasil pengamatan dilapangan, ternyata responden banyak yang beristirahat dengan rekan-rekannya dahulu baru pulang ke rumah.
Kondisi ini dapat terjadi karena kelompok responden yang paling banyak menjadi sampel pada penelitian ini berdasarkan usia adalah kelompok >39 tahun dan pada tingkat pendidikan > SD. Ternyata lama kerja pada penelitian ini tidak berkaitan dengan tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan responden. Responden yang baru bekerja dengan yang lebih lama bekerja sama-sama mempunyai pengetahuan, sikap dan tindakan yang baik.
4.2.2 Hasil Uji Statistik
a. Umur
Dari hasil uji statistik Chi squere diperoleh P=2,6 < dari pada nilai tabel (3,8) maka dinyatakan tidak ada hubungan antara umur dengan infeksi Nematoda Usus, hal ini kemungkinan karena umur responden homogen yaitu umur dewasa semua sesuai dengan jenis pekerjaan di pabrik batu bata memang memperkerjakan orang dewasa. b. Jenis kelamin
Dari hasil uji statistik Chi squere diperoleh nilai P=0,675 lebih kecil dari pada nilai tabel (3,8) maka dinyatakan tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan infeksi Nematoda Usus, hal ini kemungkinan karena Nematoda Usus dapat menginfeksi semua jenis kelamin.
c. Tingkat pendidikan
d. Lama kerja
Dari hasil uji statistik Chi Squere diperoleh nilai P=0,7 lebih kecil dari pada nilai tabel (3,8) maka dinyatakan tidak ada hubungan antara lama kerja di mana pekerja yang bekerja kurang dari 2 tahun dan lebih dari 2 tahun sama-sama terinfeksi
Nematoda Usus, karena mereka bekerja pada lingkungan dan pekerjaan yang sama.
e. Pengetahuan
Dari hasil uji statistik Chi Squere diperoleh nilai P=0,88 lebih kecil dari pada nilai tabel (3,8) maka dinyatakan tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan
Nematoda Usus, hal ini mungkin karena walaupun pengetahuan responden baik tetapi
karena lingkungan dan tindakan yang buruk maka responden tetap terinfeksi
Nematoda Usus.
f. Sikap
Dari hasil uji statistik Chi Squere diperoleh nilai P=0,74 lebih kecil dari pada nilai tabel (3,8) maka dinyatakan tidak ada hubungan antara sikap dengan infeksi
Nematoda Usus, hal ini mungkin karena walaupun pengetahuan responden baik tetapi
karena lingkungan dan tindakan yang buruk maka responden tetap terinfeksi
Nematoda Usus.
g. Tindakan
Dari hasil uji statistik Chi Squere diperoleh nilai P=6,33 lebih besar dari pada nilai tabel (3,8) maka dinyatakan ada hubungan antara tindakan dengan infeksi
Nematoda Usus, karena walaupun pengetahuan dan sikap sudah baik tanpa diikuti
h. Penggunaan APD
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
a. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 25 pekerja yang menjadi responden yang terinfeksi Nematoda Usus didapatkan 11 orang (44%).
b. Berdasarkan umur yang terinfeksi Nematoda Usus adalah responden dengan umur <39 tahun 7 orang (28%) dan umur >39 tahun 4 orang (16%).
c. Berdasarkan jenis kelamin yang terinfeksi Nematoda Usus adalah responden dengan jenis kelamin laki-laki 6 orang (24%) dan jenis kelamin perempuan 5 orang (20%).
d. Berdasarkan tingkat pendidikan yang terinfeksi Nematoda Usus adalah responden dengan tingkat pendidikan SD 7 orang (28%) dan pendidikan di atas SD 4 orang (16%).
e. Berdasarkan lama kerja yang terinfeksi Nematoda Usus adalah responden dengan lama kerja kurang dari 2 tahun 3 orang (22%) dan lama kerja lebih dari 2 tahun 8 orang (24%).
g. Berdasarkan sikap yang terinfeksi Nematoda Usus adalah responden dengan sikap baik 8 orang (32%) dan sikap buruk 3 orang (12%).
h. Berdasarkan tindakan yang terinfeksi Nematoda Usus adalah responden dengan tindakan baik 4 orang (16%) dan tindakan buruk 8 orang (32%). i. Berdasarkan penggunaan APD yang terinfeksi Nematoda Usus adalah
responden yang menggunakan APD 3 orang (12%) dan yang tidak menggunakan APD 8 orang (24%).
Dari hasil uji statistik Chi squere di peroleh hasil:
a. Tidak ada hubungan antara umur dengan infeksi Nematoda Usus.
b. Tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan infeksi Nematoda Usus. c. Tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan infeksi Nematoda
Usus.
d. Tidak ada hubungan antara lama kerja dengan infeksi Nematoda Usus. e. Tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan infeksi Nematoda Usus. f. Ada hubungan antara sikap dengan infeksi Nematoda Usus.
g. Ada hubungan antara tindakan dengan infeksi Nematoda Usus.
h. Ada hubungan antara penggunaan APD dengan infeksi Nematoda Usus.
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Anies, Penyakit Akibat Kerja, Gramedia, Jakarta, 2005.
Ayu S, Meidiani, Analisa Pemulung Anak terhadap Infeksi Cacing dan Peran Instansi Lintas Sektoral dalam Upaya Pencegahan Penyakit Akibat Kerja di Tempat Pembuangan Akhir Sampah, Desa Namo Bintang Kabupaten Deli Serdang Tahun 2001, Tesis, Medan, 2003.
Budiarto, Eko, Metodologi Penelitian Kedokteran, EGC, Jakarta, 2003. Chandra, Budiman, Pengantar Statistik Kesehatan, EGC, Jakarta, 1995.
Entjang, Indan, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993. FKUI, Penuntun Praktikum Parasitologi Kedokteran, Jakarta, 1997.
Gandahusada S, Illahude Dap, H.H.D dan Pribadi, W, Parasitologi Kedokteran, FKUI, Jakarta, 1998.
Garcia, Lynne, Bruckner, David A, Diagnostik Parasitologi Kedokteran, EGC, Jakarta, 1996.
Harian Kompas, Cacingan Bukan Penyakit Sepele, Edisi 23 Januari 2007, <http://E/htm.
Hart, Toni dkk, Atlas Mikrobiologi Kedokteran, Hipokrates, Jakarta, 1997.
Hestiningsih, Purnami CT, Zen. R.M, Agusthybana F dan Darminto, Identifikasi
Jenis Cacing Perut pada Anak Usia Balita di Kecamatan Semarang Utara Kodya Semarang Tahun 2005, <http://E/Researc Publication. Htm.
Jawets dkk, Mikrobiologi Kedokteran, Salemba Medika, Jakarta, 2005.
Nadesul, Hendrawan, Bagaimana Kalau Cacingan, Puspa Suara, Jakarta, 1997. Notoadmodjo, Soekidjo, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Rineka Cipta, Jakarta, 2002. __________________, Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta, 2003.
Pos Kota, Kasus Cacingan Anak Sekolah Tinggi, Edisi 2 September 2005.
Prianto Juni L.A, Thahaya PU, dan Darwanto, Atlas Parasitologi Kedokteran, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2004.
Sastroasmoro, Sidigdo, dan Ismael, Sofyan, Dasar-dasar Metodologi Penelitian
Klinis, Sagung Seto, Jakarta, 2002.
Setyawan, Jusman, Anak Cacingan, <http://www.mldi.or.id/24 Oktober 2004, Jakarta.
Soemirat, J. Kesehatan Lingkungan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2004.
Tempo Interaktif, 100 Persen Pengrajin Gabah di Lombok Cacingan, Edisi 21 Nopember 2005, <http://www.tempo interaktif.com.
Tjitra, Emiliana, Penelitian “Soil Transmitted Helmints” di Indonesia, Pusat
Penelitian Penyakit Menular, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Depkes R.I, 2005.
Lampiran 1
KUESIONER
ANALISA NEMATODA USUS PADA PEKERJA PABRIK BATU BATA DI DESA DOY KECAMATAN ULE KARENG BANDA ACEH
I. Petunjuk pengisian:
Kuesioner ini di isi dengan chek list oleh peneliti pada saat penelitian untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi Nematoda usus. Identitas Responden
1. Nama :
2. Umur :
3. Jenis Kelamin : 4. Tingkat Pendidikan :
a. SD
2. Apakah kalau bekerja sambil makan atau minum bisa termakan telur cacing? a. Ya (1) b. Tidak /Tidak tahu (0)
3. Apakah kalau kita cuci tangan dulu sebelum makan tidak akan kena penyakit cacingan?
a. Ya (1) b. Tidak /Tidak tahu (0)
4. Kalau selesai bekerja kita langsung pulang dan mandi, apakah telur cacing yang lengket di baju waktu sedang bekerja bisa ikut tersiram/terbuang?
a. Ya (1) b. Tidak /Tidak tahu (0)
5. Apakah pada makanan atau minuman yang sudah dihinggapi lalat bisa menempel telur cacing?
6. Apakah kalau bekerja tidak pakai sarung tangan dan alas kaki/selop/sepatu bisa kena penyakit cacing?
a. Ya (1) b. Tidak /Tidak tahu (0) 7. Apakah kalau kuku dibiarkan kotor bisa kena cacingan?
a. Ya (1) b. Tidak /Tidak tahu (0) 8. Apakah dari kaki kita cacing bisa masuk ke dalam perut kita?
a. Ya (1) b. Tidak /Tidak tahu (0)
2. Sikap
1. Semua yang bekerja seharusnya tahu ada peraturan penggunaan alat pelindung diri sewaktu bekerja?
a. Ya (1) b. Tidak (0)
2. Kalau sedang bekerja jangan makan ataupun minum
a. Ya (1) b. Tidak (0)
3. Kalau sebelum makan tidak cuci tangan bisa kena cacingan
a. Ya (1) b. Tidak (0)
4. Kalau mau buang air besar (berak) tidak boleh didekat tempat bekerja atau tidak boleh sembarangan supaya tidak termakan telur cacing yang berserakan
a. Ya (1) b. Tidak (0)
5. Kalau memakan makanan atau minuman yang sudah kena lalat kita bisa cacingan
a. Ya (1) b. Tidak (0)
6. Kuku yang sudah panjang harus dipotong supaya tidak kena penyakit cacing
a. Ya (1) b. Tidak (0)
7. Bila sudah selesai bekerja sebaiknya segera mandi
a. Ya (1) b. Tidak (0)
8. Waktu bekerja sebaiknya pakai alas kaki/selop/sepatu supaya cacing tidak masuk dari kulit kaki
a. Ya (1) b. Tidak (0)