PENGGUNAAN VERBA BANTU “KEINGINAN” DALAM
BAHASA JEPANG
NIHONGO NO “KIBOU” NO JYODOUSHI NO SHIYOU
KERTAS KARYA
Dikerjakan
O L E H
LARAIBA NASUTION NIM : 082203014
PROGRAM STUDI BAHASA JEPANG D-III
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGGUNAAN VERBA BANTU “KEINGINAN” DALAM
BAHASA JEPANG
NIHONGO NO “KIBOU” NO JYODOUSHI NO SHIYOU
KERTAS KARYA
Kertas karya ini diajukan kepada Panitia Ujian Program Pendidikan Non-Gelar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan, untuk melengkapi salah satu ayarat ujian Diploma III dalam bidang studi Bahasa Jepang.
Dikerjakan
OLEH
LARAIBA NASUTION NIM:082203014
Pembimbing, Pembaca,
Drs. Yuddi Adrian Muliadi, M.A. Zulnaidi,SS,M.Hum Nip:19600827 1991 03 1 001 Nip:19670807 2004 01 1 001
PROGRAM STUDI BAHASA JEPANG D-III
FAKULTAS ILMU BUDAYA
Disetujui oleh :
Program Diploma Sastra dan Budaya
Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara
Medan
Program Studi D-III Bahasa Jepang
Ketua Program Studi
Zulnaidi,SS,M.Hum
Nip:19670807 2004 01 1 001
PENGESAHAN
Diterima Oleh :
Panitia Ujian Program Pendidikan Non-Gelar Sastra Budaya Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan,
Untuk melengkapi salah satu syarat ujian Diploma III dalam bidang studi Bahasa Jepang
Pada :
Tanggal :
Hari :
Program Diploma Sastra Budaya Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara
Dekan,
Dr.Syahron Lubis,M.A. Nip:19511013 1976 03 1 001
Panitia ujian :
No. Nama Tanda Tangan
1. Zulnaidi,SS,M.Hum ( )
2. Drs. Yuddi Adrian Muliadi, M.A. ( )
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah hirobbilalamin, segala puji dan syukur Penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
Penulis dapat menyelesaikan kertas karya ini, sebagai persyaratan untuk
memenuhi ujian akhir Diploma III Program Studi Bahasa Jepang Fakultas Ilmu
Budaya Universitas Sumatera Utara. Kertas karya ini berjudul “PENGGUNAAN
VERBA BANTU “KEINGINAN” DALAM BAHASA JEPANG (NIHONGO NO “KIBOU” NO JYODOUSHI NO SHIYOU)”
Dalam hal ini, Penulis menyadari bahwa apa yang disajikan dalam kertas
karya ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi penyajian kalimat,
penguraian materi dan pembahasan masalah, tetapi berkat bimbingan dan
pengarahan dari semua pihak, kertas karya ini dapat diselesaikan. Penulis
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
Penulis dalam menyelesaikan kertas karya ini,terutama kepada :
1. Bapak Dr.Syahron Lubis,M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Zulnaidi,SS,M.Hum. selaku Ketua Jurusan Program Studi Diploma III
Bahasa Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Drs. Yuddi Adrian Muliadi, M.A. selaku Dosen Pembimbing yang
telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan
pengarahan sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan kertas karya ini.
4. Bapak Zulnaidi,SS,M.Hum. selaku Dosen Pembaca.
6. Mrs. Mayumi Iwano dan Mr. Tsusaka Tomohiro selaku Native Speaker.
7. Seluruh Staf Pengajar Program Studi Bahasa Jepang Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara.
8. kedua orang tua saya tercinta ayahanda H. Juned Nst dan ibunda Hj.
Susilawati Sinto, nenek, abang, kakak, yang sangat saya sayangi, yang telah
memberikan dorongan semangat, baik moril maupun materil, sehingga
akhirnya penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dan penyusunan kertas
karya ini.
9. Teman-teman saya : Dita, Rani, Defi, Ami, Alyn, Susi, kak Ayu, Bang Dwi,
Puti chan, Lisa chan serta anak-anak Kimochi serta rekan-rekan Mahasiswa
jurusan Bahasa Jepang stambuk ’08 kelas A dan B, yang telah membantu
Penulis dalam menyelesaikan kertas karya ini.
10.Untuk adik ipar saya Ika Yuliana Iyu, juga teman-teman dance saya yaitu SG
Hi!2LO yang telah banyak membantu dan memberikan dukungannya kepada
Penulis dalam menyelesaikan kertas karya ini.
11.Penulis mengucapkan terima kasih kepada guru les Bahasa Jepang, sejak di
sekolah menengah atas yang telah memberikan ilmunya kepada Penulis.
Tiada lain harapan Penulis semoga Allah SWT melindungi kita dan semoga
kertas karya ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Penulis juga mengharapkan
kritik dan saran pembaca demi kesempurnaan ketas karya ini
Medan, Juni 2011
Penulis,
LARAIBA NASUTION
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Alasan Pemilihan Judul ... 1
1.2. Tujuan Penulisan ... 2
1.3. Batasan Masalah ... 3
1.4. Metode Penulisan ... 3
BAB II GAMBARAN UMUM VERBA BANTU KEINGINAN DALAM BAHASA JEPANG ... 4
2.1. Verba Bantu/Jodoshi Dalam Bahasa Jepang ... 4
2.2. Pengertian Dari Jenis Verba Bantu Keinginan Dalam Bahasa Jepang ... 6
BAB III PENGGUNAAN VERBA BANTU KEINGINAN DALAM BAHASA JEPANG ... 7
3.1 Penggunaan Hoshii ... 7
3.2 Penggunaan Tai ... 11
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 19
4.1 Kesimpulan ... 19
4.2 Saran ... 20
Situmorang, Hamzon. 2007. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang. Medan:
USU Press.
Sudjianto. 2000. Gramatika Bahasa Jepang Modern Seri B. Jakarta: Kesaint
Blanc.
Sudjianto & Ahmad Dahidi. 2004. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang.
Jakarta: Kesaint Blanc.
http://www.google.com.
SINOPSIS
Penggunaan Verba Bantu “Keinginan” dalam Bahasa
Jepang
Tata Bahasa Jepang, kata diklasifikasikan menjadi 10 jenis kelas kata. Satu
dari sepuluh kelas kata yang perlu dipelajari para pembelajar Bahasa Jepang
adalah jodoushi. Jodoushi adalah verba bantu atau kata kerja bantu. Di antara
jenis-jenis Joudoshi yang di tulis oleh penulis adalah verba bantu keinginan atau
pengharapan dalam Bahasa Jepang yang disebut dengan Kiboo. Kiboo tersebut
adalah hoshii dan ~tai.
Hoshii adalah keinginan yang berkaitan dengan benda (misalnya: Saya ingin
sebuah mobil, Saya ingin uang, dan lain-lain). Yang dimana Hoshii adalah verba
bantu yang menyatakan pengharapan/keinginan orang pertama dan orang kedua
dalam kalimat tanya. Selain Hoshii yang berbentuk positif, bentuk negatif dari
Hoshii juga ada yaitu Hoshikunai. Yang dimana akhiran i-nya di hapus dan
kemudian ditambahkan kunai, yang artinya menjadi tidak ingin. Hoshii, selain
untuk menyatakan pengharapan/keinginan orang pertama dan orang kedua, juga
bisa untuk menunjukkan pengharapan/keinginan orang ketiga. Untuk orang
ketiga, bukan kata Hoshii lagi yang digunakan melainkan Hoshigaru atau
Hoshigatte iru. Yang dimana hoshigaru atau hoshigatte iru menyatakan
pengharapan/keinginan orang ketiga. Hoshigaru adalah keinginan yang masih
akan sedangkan hoshigatte iru adalah keinginan yang sudah terjadi. Hoshii dan
Hoshigaru cara peletakkannya hampir sama, kalau hoshii diikuti dengan kata
benda sedangkan hoshigaru diikuti partikel wo karena hoshigaru adalah kata kerja
yang memiliki objek. Arti dari hoshii dan hoshigaru adalah sama-sama
menunjukkan pengharapan/keinginan tetapi pola kalimat dan orang yang
Tai adalah untuk menyatakan pengharapan/keinginan seseorang dengan
suatu aktivitas. Kata kerja bentuk ini umumnya digunakan untuk menyatakan
pengharapan/keinginan si pembicara, atau orang pertama, tidak digunakan untuk
menjelaskan keinginan orang ketiga. Pengharapan/keinginan untuk orang ketiga
atau orang yang dibicarakan, bukan menggunakan ~tai melainkan ~tagaru atau
~tagatte iru. Pembentukannya diambil dari verba bentuk ~masu. ~Tagaru atau
~tagatte iru tidak digunakan untuk menyatakan keinginan orang pertama dan
bentuk keinginan tanpa melibatkan subjektifitas si pembicara/orang pertama.
Tagaru adalah keinginan yang masih akan, sedangkan tagatte iru adalah
keinginan yang sudah terjadi. Tagaru atau tagatte iru ini hanya khusus digunakan
untuk orang ketiga saja. Info atau berita yang diketahui oleh orang pertama
berdasarkan info atau berita dari orang lain. Tai maupun tagaru, cara
peletakkannya sama. Arti dari tai dan tagaru adalah sama-sama menunjukkan
pengharapan/keinginan tetapi pola kalimat dan orang yang melakukannya
berbeda. Dan perlu diingat bahwa objek tai dan tagaru ditandai dengan partikel
wo dan kata kerja. Perbedaan antara ~tai dan ~tagaru adalah, ~tagaru ditentukan
pada makna kebiasaan atau menunjukkan keinginan yang merupakan kebiasaan.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Alasan Pemilihan Judul
Bahasa memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat
sebagai alat komunikasi. Dengan menggunakan bahasa kita dapat menyampaikan
gagasan, pikiran, atau ide yang kita miliki yang kemudian akan dimengerti oleh si
lawan bicara. Dapat disimpulkan bahwa bahasa memiliki peranan yang penting
sebagai alat komunikasi dalam kehidupan manusia.
Untuk dapat berkomunikasi dalam bahasa asing khususnya Bahasa Jepang,
kemampuan untuk memilih jenis ungkapan yang tepat merupakan suatu hal yang
sangat penting, karena dengan adanya kemampuan ini akan memudahkan
seseorang untuk menyampaikan pikiran, perasaan, serta keinginannya terhadap
orang lain secara tepat sehingga terhindar dari kesalahfahaman.
Salah satu kesalahan berbahasa Jepang yang muncul pada pembelajar bahasa
asing adalah penggunaan ungkapan. Kesulitan pembelajar biasanya berupa
kurangnya pemahaman terhadap persamaan dan perbedaan kapan dan situasi
bagaimana suatu kosakata bisa digunakan dengan benar.
Di dalam Bahasa Jepang ada terdapat verba bantu atau kata kerja bantu
yang mengungkapkan pengharapan atau keinginan, yang mempunyai arti sama
tetapi penggunaannya berbeda. Hal ini kadang-kadang sulit dipahami dan
dimengerti dengan jelas pemakaiannya oleh orang-orang asing atau mahasiswa/i
Salah satu verba bantu yang mengungkapkan pengharapan atau keinginan
yaitu hoshii dan ~tai. Dalam penggunaan hoshii dan ~tai ini kita harus berhati-hati
dan teliti. Jika dilihat sekilas, kedua verba bantu ini mempunyai arti sama, tetapi
berbeda cara penggunaan dan makna yang terkandung di dalam kata tersebut.
Apabila kita tidak memahami cara penggunaanya menyebabkan kejanggalan
dalam Bahasa Jepang. Meskipun tidak berakibat fatal, tetapi bisa mengacaukan
komunikasi atau membingungkan lawan bicara.
Oleh karena itu, penulis berusaha menguraikan penggunaan dan perbedaan
yang terkandung dalam kedua verba bantu ini, untuk itu dalam kertas karya ini
penulis memilih judul :
“Penggunaan Verba Bantu Keinginan dalam Bahasa Jepang”
1.2. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan kertas karya ini, adalah:
1. Untuk memahami perbedaan penggunaan “hoshii dan ~tai” yang berfungsi
sebagai verba bantu pengharapan/keinginan.
2. Untuk mengetahui lebih dalam apa itu verba bantu pengharapan/keinginan.
3. Untuk memberikan gambaran dalam pengunaan verba bantu tersebut secara
benar baik secara lisan maupun tulisan.
4. Untuk menambah wawasan dan keterampilan berbahasa (khususnya Bahasa
Jepang) yang nantinya dapat bermanfaat bagi penulis ataupun pembaca
1.3. Batasan Masalah
Seperti yang penulis kemukakan diawal, bahwa ada banyak verba bantu
yang menyatakan pengharapan atau keinginan seperti: hoshii, hoshigaru, ~tai,
~tagaru, dan lain-lain. Tetapi penulis akan menguraikan penggunaan hoshii dan
~tai yang merupakan verba bantu pengharapan atau keinginan tersebut dengan
contoh-contoh kalimatnya di dalam kertas karya ini.
1.4. Metode Penulisan
Dalam penulisan kertas karya ini, penulis menggunakan metode kepustakaan
yaitu metode dengan mengumpulkan dan membaca buku-buku sebagai referensi
BAB II
GAMBARAN UMUM VERBA BANTU
2.1. Verba Bantu/Jodoushi (Morfem Terikat) dalam Bahasa Jepang
Dalam tata Bahasa Jepang, kata diklasifikasikan menjadi 10 jenis kelas kata. Satu dari sepuluh kelas kata yang perlu dipelajari para pembelajar Bahasa Jepang
adalah jodoushi. Jodoushi yang di mana arti dari kanjinya sendiri dalam Bahasa
Indonesia adalah kata Bantu kata kerja. Jadi, Jodoushi diterjemahkan menjadi
verba bantu atau kata kerja bantu. Karena dia tidak memenuhi ciri sebuah kata
yaitu berdiri sendiri dan mempunyai arti sendiri. Morfem-morfem ini berfungsi
untuk memberi makna atau arti pada dasar kata kerja. Dengan melihat gambaran
klasifikasi kelas kata Bahasa Jepang, dapat diketahui bahwa jodoushi atau morfem
terikat adalah kelompok kelas kata yang termasuk ke dalam fuzokugo yang dapat
berubah bentuknya. Di dalam fuzokugo pun ada kelas kata yang dapat mengalami
perubahan dan ada juga yang tidak dapat mengalami perubahan. Kata-kata yang
dapat mengalami perubahan bentuk adalah jodoushi ini sendiri sedangkan
kata-kata yang tidak dapat mengalami perubahan bentuk adalah joushi. Kelas kata-kata ini
dengan sendirinya tidak dapat membentuk bunsetsu seperti meishi (nomina),
dooshi (verba), keiyoushi atau ada juga yang menyebutnya i-keiyoushi (ajektiva-i),
keiyoudoushi atau ada juga yang menyebutnya na-keiyoushi (ajektiva-na), fukushi
(adverbial), rentaishi (prenomina), setsuaokushi (konjungsi), dan kandoushi
(interjeksi). Ia akan membentuk sebuah bunsetsu apabila dipakai bersamaan
Ada beberapa kata yang termasuk jodoushi, yaitu:
1. ~Reru dan ~rareru (ukemi, kanoo, jihatsu, sonkei).
2. ~Seru dan ~saseru (kausatif).
3. ~Da dan ~desu (keputusan).
4. ~Nai, ~nu (negatif).
5. ~Ta (bentuk lampau).
6. ~Rashii (anggapan, dugaan, perkiraan).
7. ~U, ~yoo, ~daroo (perkiraan, kemauan).
8. ~Mao (perkiraan negatif).
9. ~Sooda (pemberitahuan).
10.~Yooda (perumpamaan, keputusan yang tidak pasti).
11.~Hoshi dan ~tai (pengharapan, keinginan).
12.~Masu (bentuk halus).
Dari semua jenis-jenis jodoushi, penulis hanya menerangkan dan
menjelaskan tentang hoshii dan ~tai yang merupakan kiboo
(pengharapan/keinginan) dalam Bahasa Jepang
2.2 Pengertian Dari Jenis Verba Bantu Keinginan dalam Bahasa Jepang Pengharapan/keinginan di dalam Bahasa Jepang disebut Kiboo. Kiboo
adalah jenis verba bantu yang dipakai untuk menyatakan pengharapan/keinginan
pembicara, lawan bicara, dan orang yang dibicarakan. Morfem yang bermakna
pengharapan/keinginan ini adalah sebuah morfem yang terikat, maksudnya tidak
atau konjugasi dalam pemakaian untuk pengharapan/keinginan yang lampau atau
keinginan yang sedang dijalankan. Dalam Bahasa Jepang ada dua cara untuk
mengungkapkan pengharapan/keinginan. Ketika satu keinginan berkaitan dengan
benda (misalnya: Saya ingin sebuah mobil, Saya ingin uang, dan lain-lain) maka
yang dipakai adalah hoshii. Tapi ketika keinginan seseorang berkaitan dengan
sebuah aktivitas dan berbentuk kata sifat, dan diikuti dengan kata kerja (misalnya:
Saya ingin pergi, Saya ingin makan, dan lain-lain), maka yang dipakai adalah
~tai.
Pada kertas karya ini, penulis akan menerangkan tentang hoshii dan ~tai.
Selain itu juga akan menjelaskan sedikit tentang pengharapan/keinginan orang
yang dibicarakan atau orang ketiga yaitu hoshigaru/hoshigatte iru dan
tagaru/tagatte iru.
Dengan verba bantu pengharapan/keinginan ini, para mahasiswa/i yang
sedang belajar Bahasa Jepang akan mengerti dengan jelas apa itu kiboo
(pengharapan/keinginan) yang sebenarnya. Kiboo yang menjelaskan untuk diri
sendiri, lawan bicara dan orang yang dibicarakan.
BAB III
PENGGUNAAN VERBA BANTU KEINGINAN DALAM BAHASA JEPANG
3.1. Penggunaan Hoshii
Hoshii adalah verba bantu yang menyatakan pengharapan/keinginan orang
pertama dan orang kedua. Yang mana pola kalimat hoshii adalah:
~ ga hoshii desu (ingin~) yang merupakan bentuk positif yang digunakan untuk
menyatakan pengharapan/ keinginan untuk memiliki sesuatu yang berkaitan
dengan benda.
Contoh:
1. 私はカメラが欲しいです。
Watashi wa kamera ga hoshii desu.
(Saya ingin kamera.)
2. 私は新しいシャツが欲しいです。
Watashi wa atarashii shatsu ga hoshii desu.
(Saya ingin baju yang baru.)
3. その本が欲しいです。
Sono hon ga hoshii desu.
(Saya ingin buku yang itu.)
Ima, ichiban hoshii mono wa nandesuka?
(Sekarang, apa yang paling kamu inginkan?.)
Hoshii yang dijelaskan di atas merupakan pengharapan/keinginan dari si
pembicara sendiri atau orang pertama. Ingin memiliki benda atau barang yang
diinginkan oleh si pembicara atau orang pertama.
Contoh kalimat 1 dan 2, subjeknya adalah watashi dan kata bendanya adalah
kamera dan shatsu yaitu “baju”. Tetapi di contoh kalimat 2 ada kata sifat yaitu
atarashii yang menyatakan bahwa ingin memiliki sesuatu benda yang baru. Di
contoh kalimat 3, subjeknya tidak tertulis karena itu sudah menunjukkan bahwa
yang berbicara adalah si pembicara sendiri atau orang pertama. Jadi si pembicara
atau orang pertama langsung menunjukkan benda atau barang yang dia inginkan
dengan menggunakan sono yang artinya adalah itu dan benda yang diinginkan
adalah hon yaitu “buku”. Sedangkan di contoh kalimat 4, hoshii berada di
tengah-tengah antara ichiban dan mono dan hoshii tersebut menunjukkan kalimat
pertanyaan yang diajukan kepada lawan bicara. Karena yang diajukan pertanyaan
adalah orang pertama secara langsung jadi harus menggunakan hoshii.
Selain hoshii yang berbentuk positif, bentuk negatif dari hoshii juga ada
yaitu hoshikunai. Yang mana akhiran i-nya di hapus dan kemudian ditambahkan
~kunai, yang artinya menjadi tidak ingin. Bahwa si pembicara atau orang pertama
tidak ingin sesuatu benda. Pola kalimatnya adalah ~ ga hoshikunai desu yang
merupakan bentuk negatif.
Contoh:
1. 私はくつが欲しくないです。
Watashi wa kutsu ga hoshikunai desu.
(Saya tidak ingin sepatu.)
2. 何も欲しくないです。
Nani mo hoshikunai desu.
(Saya tidak ingin apa-apa.)
Dari kedua contoh kalimat di atas, dapat diketahui bahwa si pembicara atau
orang pertama tidak menginginkan sesuatu. Contoh kalimat 1, subjeknya adalah
watashi yaitu saya dan kata bendanya adalah kutsu yaitu “sepatu”. Dapat
diketahui berarti si pembicara benar-benar tidak menginginkan sepatu, tetapi si
pembicara menginginkan benda yang lain selain dari sepatu. Sedangkan contoh
kalimat 2, subjeknya tidak tertulis karena itu sudah menunjukkan bahwa
subjeknya adalah si pembicara itu sendiri dan dia benar-benar tidak menginginkan
apapun.
Hoshii, selain untuk menyatakan pengharapan/keinginan orang pertama dan
Untuk orang ketiga, bukan kata hoshii lagi yang digunakan melainkan hoshigaru
atau hoshigatte iru. Yang mana hoshigaru atau hoshigatte iru menyatakan
pengharapan/keinginan orang ketiga. Hoshigaru adalah keinginan yang masih
akan sedangkan hoshigatte iru adalah keinginan yang sudah terjadi. Pola kalimat
hoshigaru adalah ~hoshigaru/masu atau ~hoshigatteiru/imasu. Hoshigaru atau
hoshigatte iru ini merupakan kata kerja.
Contoh:
1. 赤ちゃんはミルクを欲しがって泣いています。
Akachan ga miruku wo hoshigatte, naiteimasu.
(Bayi itu ingin susu sehingga menangis.)
2. 山下さんは車を欲しがっている。
Yamashitasan wa kuruma wo hoshigatteiru.
(Yamashita ingin membeli mobil.)
Hoshigaru yang dijelaskan di atas berbeda subjek dan objeknya. Contoh
kalimat 1, subjeknya adalah akachan yaitu bayi dan objek yang diinginkan adalah
miruku yaitu “susu”. Contoh 1 hoshigaru diikuti dengan kata kerja yang lain yaitu
naiteiru/masu yang artinya “menangis”. Untuk menyatukan dua kata kerja, antara
hoshigaru dan naiteiru yang digunakan adalah bentuk ~te dan bentuk tersebut
diletakkan setelah hoshigaru. Maka menjadi hoshigatte naiteiru/masu. Akachan
inilah yang merupakan orang ketiga . Ini merupakan informasi yang diketahui
oleh orang pertama dan dijelaskan kepada orang kedua. Sedangkan contoh kalimat
yaitu mobil. Hoshigaru yang di kalimat kedua inilah yang menunjukkan bahwa
subjek yaitu Yamashita menginginkan sebuah mobil dan subjek inilah yang
merupakan orang ketiga dan ini juga merupakan informasi yang diketahui oleh
orang pertama dan dijelaskan kepada orang kedua.
Hoshii dan Hoshigaru cara penggunaannya hampir sama, kalau hoshii
menggunakan kata benda sedangkan hoshigaru menggunakan partikel wo karena
hoshigaru adalah kata kerja yang memiliki objek. Arti dari hoshii dan hoshigaru
adalah sama-sama menunjukkan pengharapan/keinginan tetapi baik pola
kalimatnya maupun orang yang melakukannya berbeda. Di sinilah keunikkan dari
hoshii dan hoshigaru itu sendiri. Dan perlu diingat bahwa objek hoshii ditandai
dengan partikel ga, sedangkan objek hoshigaru/hoshigatte iru ditandai dengan
partikel wo dan dalam situasi yang tidak resmi/informal, akhiran desu dalam
~hoshii desu bisa dihilangkan. Seperti ketika berbicara dengan teman atau orang
yang sudah dikenal sebagai lawan bicara kita. Sedangkan hoshigaru, ketika
berbicara dengan teman atau orang yang sudah dikenal, kata hoshigaru tidak
digunakan kata ~masu nya, karena kata ~masu nya merupakan bentuk yang
sopan/formal yang digunakan untuk orang yang di hormati atau kepada atasan
kita. Jadi, kepada teman atau orang yang sudah dikenal cukup mengatakan
hoshigaru atau hoshigatte iru.
3.2 Penggunaan Tai
Kata kerja bentuk ~tai adalah untuk menyatakan pengharapan/keinginan
untuk menyatakan pengharapan/keinginan si pembicara, atau orang pertama, tidak
digunakan untuk menjelaskan keinginan orang ketiga. Verba bantu ~tai biasa
dipakai setelah verba kata kerja dan dapat berkonjugasi. Pola kalimatnya adalah ~
wo kata kerja + Tai desu. (positif) ~ wo kata kerja + takunai desu. (negatif).
Contoh:
1. 今日は早く家に帰りたいです。
Kyou wa hayaku ie ni kaeritai desu.
(Hari ini saya ingin pulang lebih cepat.)
2. 寒いですね、何か冷たい物が飲みたいですね。
Samui desune, nani ka tsumetai mono ga nomitai desune.
(Panas yah, ingin rasanya minum sesuatu yang dingin.)
3. 私は映画を見たいです。
Watashi wa eiga wo mitai desu.
(Saya ingin menonton film.)
4. あなたも一緒に行きたいの?
Anata mo isshoni ikitaino?
(Kamu juga ingin pergi bersama kan?)
5. だれだって高い物よりは安い物が買いたいですよ。
Daredatte takai mono yori wa yasui mono ga kaitai desuyo.
(Siapapun ingin membeli barang yang murah daripada barang yang mahal.)
6. 彼女は気が弱く言いたい事もいえずにいる。
Kanojo wa ki ga yowaku, iitai kotomo iezuni iru.
7. 彼は僕に会いたくないから、来なかったんだよ。
Kare wa boku ni aitakunai kara, konakattanodayo.
(Dia (lk) tidak datang, karena tidak ingin bertemu dengan saya.)
8. 田中さんは行きたくないと言っています。
Tanakasan wa ikitakunai to itteimasu.
(Tanaka katanya tidak ingin pergi.)
Contoh kalimat 1, 2 dan 3 menyatakan pengharapan/keinginan si pembicara.
Namun dapat juga digunakan untuk selain orang pertama dalam kasus contoh
kalimat 4-8 dengan ketentuan:
Bentuk ~tai dapat digunakan untuk menjelaskan pernyataan, pertimbangan,
keputusan, dan perkiraan subjektif si pembicara. Pada contoh kalimat 4 terdapat
nuansa perkiraan si pembicara bahwa lawan bicara ingin pergi meskipun lawan
bicara tidak menyatakan ingin secara langsung. Kalimat seperti ini umumnya
muncul dalam kalimat tanya. Pada contoh kalimat 5 tidak dijelaskan secara pasti
siapa yang ingin membeli. Keinginan di sini menggambarkan kelumrahan bahwa
siapa pun akan berpikiran demikian. Pada contoh kalimat 6, meskipun hal yang
ingin dikatakan tersebut dilakukan oleh orang ketiga kanojo, namun tidak berarti
itu keinginan orang ketiga tersebut. Hal ini berdasarkan pandangan atau subjektif
si pembicara bahwa dia ingin mengatakan sesuatu. Pada contoh kalimat 7
dijelaskan anggapan si pembicara bahwa dia tidak ingin menemuinya. Sedangkan
contoh kalimat 8, bentuk ~tai digunakan dalam kalimat tidak langsung. Meskipun
orang ketiga tanaka telah mengatakan keinginan secara langsung kemudian
Kata kerja bentuk ~tai ini ada yang positif dan negatif. Karena pasti
seseorang memiliki keinginan dan tidak memiliki keinginan. Seperti
contoh-contoh kalimat di atas, ada ~tai dan ~takunai dari si pembicara sendiri maupun
perkiraan subjektif si pembicara sendiri. Bentuk ~tai ini sudah merupakan kata
kerja karena kata ~tai diiringi dengan kata kerja. Sebagai catatan, ~tai tidak bisa
dipakai untuk menyatakan atau mengungkapkan keinginan orang ketiga atau
orang lain dan kita tidak dapat menggunakan kata kerja bentuk ~masu –
~taidesuka untuk menawarkan sesuatu atau mengajak untuk melakukan sesuatu
kepada lawan bicara. Contohnya, ketika menawarkan teh, kita tidak boleh
mengatakan ocha wo nomitaidesuka?. Dalam hal ini menggunakan ungkapan
ocha wo nomimasenka?. Bentuk negatif dari ~tai adalah ~takunai, yang dimana
huruf ~i dari kata ~tai dihapus dan diganti dengan ~kunai. Seperti di contoh
kalimat 7 dan 8, bahwasannya si pelaku atau si pembicara tidak mempunyai
keinginan untuk bertemu dan tidak mempunyai keinginan untuk pergi.
Pengharapan/keinginan untuk orang ketiga atau orang yang dibicarakan,
bukan menggunakan ~tai melainkan ~tagaru atau ~tagatte iru. Pembentukannya
diambil dari verba bentuk ~masu. ~tagaru atau ~tagatte iru tidak digunakan untuk
menyatakan keinginan orang pertama dan bentuk keinginan tanpa melibatkan
subjektifitas si pembicara/orang pertama. ~tagaru adalah keinginan yang masih
akan, sedangkan ~tagatte iru adalah keinginan yang sudah terjadi. Pola
kalimatnya adalah ~ wo kata kerja + tagaru/masu atau ~ wo kata kerja + tagatte
iru/masu. (positif)
~ wo kata kerja + tagaranai/masen atau ~ wo kata kerja + tagatte inai/imasen.
Contoh:
1. 彼はしきりに彼女のことを知りたがった。
Kare wa shikiri ni kanojo no koto wo shiritagatta.
(Dia (lk) selalu ingin tahu tentangnya (dia perempuan).)
2. うちの子供は歯医者に行きたがらないです。
Uchi no kodomo wa haisha ni ikitagaranai desu.
(Anak saya tidak mau ke dokter gigi.)
3. 子供は大人のまねをしたがるものだ。
Kodomo wa otona no mane wo shitagaru mono da.
(Anak-anak ingin meniru orang dewasa.)
4. 父は海外旅行に行きたがっているが、母は行きたくないです。
Chichi wa kaigai ryokou ni ikitagatte iru ga, haha wa ikitakunai yo.
(Ayah ingin berwisata keluar negeri, tetapi ibu tidak ingin pergi.)
Contoh kalimat 1 menyatakan bahwa dia laki-laki sebagai orang ketiga
menyatakan keinginannya secara langsung. Pada contoh kalimat 2 bentuk
keinginan dinyatakan oleh sang anak kepada ibunya (si pembicara). Pada contoh
kalimat 3, si pembicara menggunakan ~tagaru berdasarkan pandangan umum
(bukan subjektif) atau mungkin suatu hal yang pernah di dengar bahwa setiap
anak ingin meniru orang dewasa. Sedangkan dalam contoh kalimat 4, sang ayah
memprediksikan bahwa ibu tidak ingin pergi. Di sini terdapat unsur penilaian
subjektif pembicara berdasarkan pengamatanya sehingga ia menggunakan bentuk
~tai.
~tagaru atau ~tagatte iru ini hanya khusus digunakan untuk orang ketiga
saja. Informasi atau berita yang diketahui oleh orang pertama berdasarkan
informasi atau berita dari orang lain. ~tai maupun ~tagaru, cara peletakkannya
sama. Sama-sama diikuti partikel wo dan kata kerja yang sama-sama memiliki
objek. Arti dari ~tai dan ~tagaru adalah sama-sama menunjukkan
pengharapan/keinginan tetapi baik pola kalimatnya maupun orang yang
melakukannya berbeda. Di sinilah keunikkan dari ~tai dan ~tagaru itu sendiri.
Dan perlu diingat bahwa objek ~tai dan ~tagaru ditandai dengan partikel wo dan
kata kerja, dan dalam situasi yang tidak resmi/informal, akhiran desu dalam ~tai
desu bisa dihilangkan. Seperti ketika berbicara dengan teman atau orang yang
sudah dikenal sebagai lawan bicara kita. Sedangkan ~tagaru, ketika berbicara
dengan teman atau orang yang sudah dikenal, kata ~tagaru tidak perlu digunakan
kata ~masu nya lagi, karena kata ~masu nya merupakan bentuk yang sopan/formal
yang digunakan untuk orang yang di hormati atau kepada atasan kita. Jadi, kepada
teman atau orang yang sudah dikenal cukup mengatakan ~tagaru atau ~tagatte
iru. Perbedaan antara ~tai dan ~tagaru adalah ~tagaru ditentukan pada makna
kebiasaan atau menunjukkan keinginan yang merupakan kebiasaan. Sedangkan
~Tai dan ~tagaru pasti diikuti dengan kata kerja. ~tai merupakan kata sifat,
yaitu kata sifat-i dan ~tagaru atau ~tagatte iru merupakan kata kerja. Kata kerja
dalam Bahasa Jepang terdapat 3 golongan, yaitu golongan pertama, kedua dan
ketiga. Yang dimana golongan pertama terdiri dari akhiran U, TSU, RU, BU, MU,
NU, KU, GU, SU. Golongan kedua terdiri dari akhiran ERU dan IRU. Golongan
ketiga hanya kata kerja KURU dan SURU / O SURU.
Contoh dari perubahan kata kerja tersebut jika diikuti dengan ~tai maupun
~tagaru adalah:
1. Kata kerja golongan pertama
Nomu : no-mi + tai, no-mi + tagaru/tagatte iru
Nomi : adalah morfem dasar yang berubah dari kata kerja nomu
~tai dan ~tagaru : morfem terikat yang dapat berkonjugasi dalam
perubahan waktu
2. Kata kerja golongan kedua
Taberu : tabe + tai, tabe + tagaru/tagatte iru
Tabe : adalah morfem dasar yang tidak dapat berubah
~tai dan ~tagaru : adalah morfem terikat yang dapat mengalami perubahan
bentuk menurut pemakaian waktu atau dapat
berkonjugasi
3. Kata kerja golongan ketiga
Kuru : ki + tai, ki + tagaru/tagatte iru
Ki : adalah morfem dasar yang mengalami perubahan dari
kata ~ku
~tai dan ~tagaru : adalah morfem terikat yang dapat mempunyai
perubahan bentuk berdasarkan waktu atau dapat
berkonjugasi
Suru : shi + tai, shi + tagaru
Shi : adalah morfem dasar yang mengalami perubahan dari
kata ~suru
~tai dan ~tagaru : adalah morfem terikat yang dapat mempunyai
perubahan bentuk berdasarkan waktu atau dapat
berkonjugasi
Ada bentuk lain dari verba bantu ini, yaitu bentuk ~garu. Verba bantu ~garu
hanya dapat diikuti oleh kata sifat saja. Verba bantu ~garu ini artinya adalah
merasa atau lebih dekat ke perasaan.
1. 弟は小さいけがでも痛がります。
Otouto wa chiisai kega demo itagarimasu.
(Adik (laki-laki) merasa sakit walau lukanya kecil)
2. 母はじしんのニュースを聞くととてもふあんがります。
Haha wa jishin no nyuusu o kiku to, totemo fuangarimasu.
(Ibu sangat merasa gelisah kalau mendengar berita gempa)
Pada contoh kalimat 1 pelakunya adalah adik (laki-laki) dan sebelum kata
~garu diikuti oleh kata sifat ~i, dan sifat ~i tersebut dihilangkan dan ditambahkan
dengan kata ~garu, dan pada contoh kalimat 2, pelakunya adalah ibu dan sebelum
kata ~garu dapat juga diikuti dengan kata sifat ~na. Dari contoh kalimat yang di
atas dapat disimpulkan bahwa pelaku ataupun si pemakai verba bantu ~garu yaitu
sangat jelas perasaan dari orang ketiga yang dibicarakan, bukan perasaan dari si
pembicara ataupun si lawan bicara.
BAB IV
4.1 Kesimpulan
Setelah pemaparan yang panjang lebar mengenai verba bantu Kiboo ini yaitu
mengenai hoshii dan ~tai dalam Bahasa Jepang, maka dapat diambil kesimpulan :
1. Hoshii dan ~tai merupakan verba bantu yang sama-sama menerangkan
pengharapan/keinginan.
2. Hoshii merupakan verba bantu yang menyatakan pengharapan/keinginan
orang pertama dan orang kedua dalam kalimat, dan digunakan untuk
menyatakan pengharapan/keinginan untuk memiliki sesuatu yang berkaitan
dengan benda. Sedangkan ~tai menyatakan pengharapan/keinginan
seseorang dengan suatu aktivitas dan digunakan untuk menyatakan
pengharapan/keinginan si pembicara, atau orang pertama, tidak digunakan
untuk menjelaskan keinginan orang ketiga.
3. Hoshii diikuti kata benda sedangkan ~tai diikuti kata kerja.
4. Bentuk negatif dari hoshii adalah hoshikunai sedangkan bentuk negatif dari
~tai adalah ~takunai, yang mana huruf ~i yang berada di akhir kata hoshii
dan ~tai dihapus dan kemudian di tambahkan dengan ~kunai.
5. Pengharapan/keinginan untuk orang ketiga atau orang yang dibicarakan
adalah hoshigaru/hoshigatte iru dan tagaru/tagatte iru.
6. Hoshigaru adalah keinginan yang masih akan sedangkan hoshigatte iru
adalah keinginan yang sudah terjadi.
7. Hoshii dan Hoshigaru cara peletakkannya hampir sama, kalau hoshii diikuti
dengan kata benda sedangkan hoshigaru diikuti partikel wo karena
8. ~tagaru adalah keinginan yang masih akan, sedangkan ~tagatte iru adalah
keinginan yang sudah terjadi.
9. ~tai maupun ~tagaru, cara peletakkannya sama. Sama-sama diikuti partikel
wo dan kata kerja yang sama-sama memiliki objek.
4.2 Saran
1. Banyaknya verba bantu/jodoushi dalam Bahasa Jepang yang semuanya
diklasifikasikan menjadi 10 kelas kata. Salah satunya verba bantu
pengharapan/keinginan (kiboo) ini yang mencangkup hoshii dan ~tai yang
dimana penggunaan hoshii dan ~tai ini berbeda cara penggunaanya,
walaupun yang sama hanyalah subjek pelakunya yaitu orang pertama atau si
pembicara sendiri. Maka kita harus berhati-hati dan kita harus dapat
menelaah terlebih dahulu cara penggunannya dalam kalimat Bahasa Jepang
agar tidak kebingungan dalam berkomunikasi dengan Bahasa Jepang.
2. Penulis mengharapakan para pembaca khususnya pemakai Bahasa Jepang,
dapat berkomunikasi dengan menggunakan kalimat Bahasa Jepang yang
baik dan benar terutama dalam penggunaan verba bantu (joudoshi) ini yaitu
kiboo hoshii dan ~tai baik secara lisan maupun tulisan.
DAFTAR PUSTAKA
Darjat. 2009. Ungkapan Akhir Kalimat pada Bahasa Jepang Bunmatsu
8. ~tagaru adalah keinginan yang masih akan, sedangkan ~tagatte iru adalah
keinginan yang sudah terjadi.
9. ~tai maupun ~tagaru, cara peletakkannya sama. Sama-sama diikuti partikel
wo dan kata kerja yang sama-sama memiliki objek.
4.2 Saran
1. Banyaknya verba bantu/jodoushi dalam Bahasa Jepang yang semuanya
diklasifikasikan menjadi 10 kelas kata. Salah satunya verba bantu
pengharapan/keinginan (kiboo) ini yang mencangkup hoshii dan ~tai yang
dimana penggunaan hoshii dan ~tai ini berbeda cara penggunaanya,
walaupun yang sama hanyalah subjek pelakunya yaitu orang pertama atau si
pembicara sendiri. Maka kita harus berhati-hati dan kita harus dapat
menelaah terlebih dahulu cara penggunannya dalam kalimat Bahasa Jepang
agar tidak kebingungan dalam berkomunikasi dengan Bahasa Jepang.
2. Penulis mengharapakan para pembaca khususnya pemakai Bahasa Jepang,
dapat berkomunikasi dengan menggunakan kalimat Bahasa Jepang yang
baik dan benar terutama dalam penggunaan verba bantu (joudoshi) ini yaitu
kiboo hoshii dan ~tai baik secara lisan maupun tulisan.
DAFTAR PUSTAKA
Darjat. 2009. Ungkapan Akhir Kalimat pada Bahasa Jepang Bunmatsu
Situmorang, Hamzon. 2007. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang. Medan:
USU Press.
Sudjianto. 2000. Gramatika Bahasa Jepang Modern Seri B. Jakarta: Kesaint
Blanc.
Sudjianto & Ahmad Dahidi. 2004. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang.
Jakarta: Kesaint Blanc.
http://www.google.com.
SINOPSIS