• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Tingkat Pengetahuan Orangtua mengenai OMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Tingkat Pengetahuan Orangtua mengenai OMA"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN TINGKAT

PENGETAHUAN ORANGTUA MENGENAI OMA

Oleh :

DANIEL K.P. LESMANA

080100155

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN TINGKAT

PENGETAHUAN ORANGTUA MENGENAI OMA

KARYA TULIS ILMIAH

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh :

DANIEL K.P.LESMANA

NIM: 080100155

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Tingkat Pengetahuan Orangtua mengenai OMA

Nama : DANIEL K.P. LESMANA

NIM : 080100155

Pembimbing Penguji I

(dr. Andrina Rambe, Sp.THT) (dr. Deske Muhadi, Sp. PD)

NIP: 19710622 199703 2 001 NIP: 19711227 200501 100 2

Penguji II

(dr. Mistar Ritonga, Sp. F) NIP: 19520408 198903 1 001

Medan, Desember 2011

Dekan

Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

(Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH)

(4)

ABSTRAK

Latar Belakang: Angka kejadian OMA masih cukup banyak, terutama pada

anak, kejadiannya cukup banyak dikarenakan faktor anatomi dan faktor lingkungan yang dalam hal ini dipengaruhi oleh orangtua anak tersebut. tingkat pengetahuan dan tingkat pendidikan orangtua menjadi factor yang penting dalam mengetahui tanda awal dan cara mencegah OMA pada anak mereka.

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan

orangtua tentang OMA pada anak serta untuk mengetahui bagaimana hubungan tingkat pendidikan dengan tingkat pengetahuan orangtua tentang OMA pada anak usia prasekolah.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriftif analitik dengan desain

penelitian potong lintang. Populasi penelitian adalah orangtua dari anak usia prasekolah di TK Hidup Baru Kelurahan Binjai. Jumlah sampel minimal yang harus diperoleh adalah sebanyak 50 orang. Penarikan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik non probability sampling, yaitu dengan teknik consecutive

sampling. Sampel dikelompokkan menjadi dua kategori tingkat pendidikan, yaitu

pendidikan rendah dan pendidikan tinggi. Pengetahuan orangtua tentang OMA akan diukur melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner terstruktur. Pengetahuan ini juga dikelompokkan menjadi tiga kategori tingkat pengetahuan, yaitu pengetahuan rendah, pengetahuan sedang, pengetahuan tinggi. Selanjutnya, hubungan tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan orangtua mengenai OMA pada anak usia prasekolah dianalisa menggunakan uji statistik chi square dengan bantuan SPSS versi 17.0.

Hasil: Dari 50 orangtua, 8 orang memiliki tingkat pendidikan rendah 16 orang

memiliki tingkat pendidikan sedang dan 26 orang memiliki tingkat pendidikan tinggi. Sebanyak 14 orang memiliki pengetahuan sedang tentang OMA dan 36 orang memiliki pengetahuan tinggi tentang OMA. Setelah dilakuka n pengelompokkan tingkat pengetahuan tentang OMA, didapatkan bahwa 28% orangtua memiliki pengetahuan sedang dan 72 % memiliki pengetahuan tinggi. Analisa data menggunakan uji chi square menunjukkan p value uji chi square pada penelitian ini adalah 0,935 (dengan α=0,05). Nilai p value yang tidak

signifikan menunjukkan bahwa hipotesis 0 gagal ditolak.

Kesimpulan: Tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dan tingkat

pengetahuan orangtua tentang OMA pada anak usia prasekolah.

(5)

ABSTRACT

Background: The prevalence of AOM still high, especially in children,the high

incident because of the anatomic factor and environmental factor in this side by the parents. Knowledge level and education level of the parents become the important factor to understand and prevent the AOM effent to their children.

Objective: The purposes of this study were to assess parents knowledge about

acute otitis media in pre-school children and to find out how the relationship between the education level of parents and their knowledge level about acute otitis media in preschool children.

Method: This study was analytical descriptive study with cross-sectional design.

Population studies were parents who had the preschool child in Hidup Baru kindergarden in Kelurahan Binjai. The minimum sample size should be achieved is 50 people. Sampling was done by using non-probability sampling technique, ie by consecutive sampling technique. Sample were grouped into two categories seducation level, ie lowel education and higher education. Knowledge of parents about acute otitis media were measured through interview using structured questionnaires. This knowledge was also grouped into three categories level of knowledge, namely low knowledge, middle knowledge, high knowledge. Furthermore, the relationship of education level and knowledge level about acute otitis medis in prescholl children were analyzed using chi-square statistical test with the help of SPSS version 17.0.

Result: From 50 parents, 8 parents had lowel education level, 16 parents had

middle education level and 26 person had higher education level. About 14 parents have middle knowledge about acute otitis media and 36 parents have high knowledge. Grouping of parents knowledge level showed that 28% parents had middle knowledge and 72 % had high knowledge. Analysis of data using a chi-square test showed p chi-square value of this study was 0,935 (with α=0,05). The p-value was not significant, indicates that the null hypothesis failed to be rejected.

Conclusion: There is no relationship between lvel of education and level of

knowledge about acute otitis media (OMA) in preschool children.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur pada Tuhan yang Maha Esa karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan laporan hasil penelitian ini. Laporan hasil penelitian dengan judul “Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Pengetahuan orangtua mengenai OMA pada Anak usia prasekolah di TK Hidup Baru Kelurahan Binjai” in dibuat dalam rangka menyelesaikan tugas akhir untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Dalam pelaksanaann penelitian ini, penulis mendapatkan banyak bantuan dari banyak pihak. Untuk itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. dr. Andrina Rambe, Sp.THT, selaku dosen pembimbing penulis. Terima kasih atas segala bimbingan, ilmu, dan waktu yang diluangkan untuk membimbing penulis.

3. Dr. Deske Muhadi, Sp. PD selaku Dosen penguji I dan dr. Mistar Ritonga Sp. F selaku Dosen Penguji II yang turut memberi arahan dan masukan kepada penulis sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.

4. Seluruh civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, teristimewa kepada dosen dan staf departemen IKK serta staf

Medical Education Unit (MEU).

5. Orangtua dari anak usia prasekolah di TK Hidup Baru Kelurahan BInjai yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian ini.

(7)

7. Adik-adik penulis : Winny theresia Pasaribu, dan Rahel Alodia Pasaribu. Terima kasih untuk dukungan serta doa yang telah diberikan.

8. Abang-abang senior, teristimewa kakanda Ricky Tarigan, dan kakanda Sejahtera. Terima kasih atas bantuan dalam menyelesaikan penelitian ini.

9. Teman-teman yang telah mendukung dan membantu penulis: Samuel, Martin, Lionir, Edwin, Melani, Mangasa, Puja, Rizka,Ismael, Juang, Iren, William, Lahi.

10.Pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas segala kebaikan kalian.

Penulis menyadari laporan hasil penelitian ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran agar penulis dapat menjadi lebih baik untuk ke depannya kelak.

Medan, 20 Desember 2011

Penulis,

Daniel K. P. Lesmana

(8)

DAFTAR ISI

2.1.2. Tingkat/Jenjang Pendidikan ... 5

2.2. Pengetahuan ... 6

2.2.1. Definisi ... 6

2.2.2. Tingkat/Jenjang Pendidikan ... 7

(9)

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 18

3.1. Kerangka Konsep ... 18

3.2. Definisi Operasional ... 18

3.2.1. Tingkat Pendidikan ... 18

3.2.2. Pengetahuan ... 19

3.2.3. Orang tua ... 19

3.2.4. Anak usia pra-sekolah ... 19

3.3.Hipotesis ... 19

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 20

4.1. Jenis Penelitian ... 20

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 20

4.3. Populasi dan Sampel ... 20

4.3.1. Populasi ... 20

4.3.2. Sampel ... 21

4.4. Teknik Pengumpulan Data ... 21

4.4. Teknik Pengumpulan Data ... 22

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 23

5.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 23

5.2. Deskripsi Responden Penelitian ... 23

5.3. Hasil Penelitian ... 26

5.3.1. Deskripsi Hasil Penelitian ... 26

5.3.2. Analisis Hasil Penelitian ... 27

5.4. Pembahasan ... 28

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 33

6.1. Kesimpulan ... 33

6.2. Saran ... 33

(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1. Anatomi Telinga... 9

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Karakteristik Responden Penelitian ( N=50)... 24

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Gambaran Pengetahuan Tiap Pertanyaan Responden Penelitian (N=50)... 26

Tabel 5.3. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Dengan

(12)

DAFTAR GRAFIK

Nomor Judul Halaman

Grafik 5.1. Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Pendidikan Responden Penelitian ( N=50)... 24

Grafik 5.2. Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Usia Responden Penelitian (N=50)... 25

(13)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2. Ethical Clearance dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan FK USU Lampiran 3. Izin Survei Awal Penelitian

Lampiran 4. Surat Izin Penelitian dari TK Hidup Baru Lampiran 5. Informed Consent

Lampiran 6. Kuesioner Lampiran 7. Validasi Lampiran 8. Data Induk

(14)

ABSTRAK

Latar Belakang: Angka kejadian OMA masih cukup banyak, terutama pada

anak, kejadiannya cukup banyak dikarenakan faktor anatomi dan faktor lingkungan yang dalam hal ini dipengaruhi oleh orangtua anak tersebut. tingkat pengetahuan dan tingkat pendidikan orangtua menjadi factor yang penting dalam mengetahui tanda awal dan cara mencegah OMA pada anak mereka.

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan

orangtua tentang OMA pada anak serta untuk mengetahui bagaimana hubungan tingkat pendidikan dengan tingkat pengetahuan orangtua tentang OMA pada anak usia prasekolah.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriftif analitik dengan desain

penelitian potong lintang. Populasi penelitian adalah orangtua dari anak usia prasekolah di TK Hidup Baru Kelurahan Binjai. Jumlah sampel minimal yang harus diperoleh adalah sebanyak 50 orang. Penarikan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik non probability sampling, yaitu dengan teknik consecutive

sampling. Sampel dikelompokkan menjadi dua kategori tingkat pendidikan, yaitu

pendidikan rendah dan pendidikan tinggi. Pengetahuan orangtua tentang OMA akan diukur melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner terstruktur. Pengetahuan ini juga dikelompokkan menjadi tiga kategori tingkat pengetahuan, yaitu pengetahuan rendah, pengetahuan sedang, pengetahuan tinggi. Selanjutnya, hubungan tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan orangtua mengenai OMA pada anak usia prasekolah dianalisa menggunakan uji statistik chi square dengan bantuan SPSS versi 17.0.

Hasil: Dari 50 orangtua, 8 orang memiliki tingkat pendidikan rendah 16 orang

memiliki tingkat pendidikan sedang dan 26 orang memiliki tingkat pendidikan tinggi. Sebanyak 14 orang memiliki pengetahuan sedang tentang OMA dan 36 orang memiliki pengetahuan tinggi tentang OMA. Setelah dilakuka n pengelompokkan tingkat pengetahuan tentang OMA, didapatkan bahwa 28% orangtua memiliki pengetahuan sedang dan 72 % memiliki pengetahuan tinggi. Analisa data menggunakan uji chi square menunjukkan p value uji chi square pada penelitian ini adalah 0,935 (dengan α=0,05). Nilai p value yang tidak

signifikan menunjukkan bahwa hipotesis 0 gagal ditolak.

Kesimpulan: Tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dan tingkat

pengetahuan orangtua tentang OMA pada anak usia prasekolah.

(15)

ABSTRACT

Background: The prevalence of AOM still high, especially in children,the high

incident because of the anatomic factor and environmental factor in this side by the parents. Knowledge level and education level of the parents become the important factor to understand and prevent the AOM effent to their children.

Objective: The purposes of this study were to assess parents knowledge about

acute otitis media in pre-school children and to find out how the relationship between the education level of parents and their knowledge level about acute otitis media in preschool children.

Method: This study was analytical descriptive study with cross-sectional design.

Population studies were parents who had the preschool child in Hidup Baru kindergarden in Kelurahan Binjai. The minimum sample size should be achieved is 50 people. Sampling was done by using non-probability sampling technique, ie by consecutive sampling technique. Sample were grouped into two categories seducation level, ie lowel education and higher education. Knowledge of parents about acute otitis media were measured through interview using structured questionnaires. This knowledge was also grouped into three categories level of knowledge, namely low knowledge, middle knowledge, high knowledge. Furthermore, the relationship of education level and knowledge level about acute otitis medis in prescholl children were analyzed using chi-square statistical test with the help of SPSS version 17.0.

Result: From 50 parents, 8 parents had lowel education level, 16 parents had

middle education level and 26 person had higher education level. About 14 parents have middle knowledge about acute otitis media and 36 parents have high knowledge. Grouping of parents knowledge level showed that 28% parents had middle knowledge and 72 % had high knowledge. Analysis of data using a chi-square test showed p chi-square value of this study was 0,935 (with α=0,05). The p-value was not significant, indicates that the null hypothesis failed to be rejected.

Conclusion: There is no relationship between lvel of education and level of

knowledge about acute otitis media (OMA) in preschool children.

(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Otitis Media Akut (OMA) merupakan salah satu dari berbagai penyakit yang umum terjadi di berbagai belahan dunia (Aboet, 2006), terutama oleh karena infeksi bakteri pada anak-anak serta penyakit yang cukup sering diterapi dengan antibiotik (Heikkinen dkk, 1999). Di sisi lain, OMA juga merupakan salah satu gangguan THT terkait infeksi yang umum terjadi di negara-negara dengan ekonomi rendah dan dapat menyebabkan gangguan pendengaran moderat (WHO, 2006). Tidak hanya itu, OMA juga merupakan salah satu penyakit telinga yang sering terjadi sehari-hari di Indonesia. Tingginya kasus OMA di Indonesia ini perlu menjadi perhatian khusus, sebab OMA yang tidak ditangani secara adekuat dan tetap bertahan dapat berkembang menjadi bentuk yang lebih serius, yaitu Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK), yang merupakan salah satu dari empat gangguan THT yang menjadi prioritas di Indonesia untuk penanggulangan dan pencegahan kecacatan, selain tuli sejak lahir (kongenital), pemaparan bising, dan presbiakusis (WHO-SEARO, 2002). Oleh karena itu, OMA perlu mendapatkan perhatian khusus agar kejadian gangguan ini dapat dicegah atau jika sulit dilakukan demikian, individu yang sudah atau rentan mengalami OMA perlu mendapatkan perhatian dan penanganan adekuat agar tidak bertahan dan berkembang menjadi OMSK.

(17)

yang umum terjadi. Di Indonesia sendiri, belum ada data akurat yang ditemukan untuk menunjukkan angka kejadian, insidensi, maupun prevalensi OMA. Suheryanto (2000) menyatakan bahwa OMA merupakan penyakit yang sering dijumpai dalam praktek sehari-hari, bahkan di poliklinik THT RSUD Dr. Saiful Anwar Malang pada tahun 1995 dan tahun 1996, OMA menduduki peringkat enam dari sepuluh besar penyakit terbanyak dan pada tahun 1997 menduduki peringkat lima, sedangkan di poliklinik THT RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 1995 menduduki peringkat dua. Penelitian lain oleh Titisari yang dilakukan di Departemen THT FKUI RSCM & poli THT RSAB Harapan Kita selama Agustus 2004 hingga Februari 2005 menunjukkan adanya 43 pasien yang didiagnosis mengalami OMA. Dari 43 pasien tersebut, 52 telinga yang mengalami gangguan ini dan sudah berkembang pada stadium eksudasi (Titisari, 2005). Di sisi lain, Tjipta Bahtera (1985) menyatakan bahwa prevalensi OMA pada anak sangat tinggi, yaitu minimal berkisar 90% pada anak-anak berusia di bawah enam tahun.

Kasus OMA sangat banyak terjadi pada anak-anak dibandingkan dengan kalangan usia lainnya. Kondisi tersebut terjadi oleh karena pada fase perkembangan telinga tengah saat usia anak-anak, tuba eustachius memang memiliki posisi yang cenderung lebih pendek, lebar dan terletak horizontal (Michael dkk,1997) dengan drainase yang minimal dibandingkan dengan posisi

tuba eustachius pada rentang usia yang lebih dewasa (Tortora dkk, 2009), Hal ini

membuat kecenderungan terjadinya OMA pada usia anak-anak menjadi lebih besar daripada orang dewasa. Faktor lain yang mempengaruhi yaitu terpapar dengan lingkungan grup anak-anak yang meningkatkan insidensi infeksi saluran nafas, banyaknya pajanan pada asap lingkungan, polusi iritan dan bahan-bahan alergen yang nantinya akan berkaitan dengan tuba eustachius, kurangnya waktunya pemberian ASI esklusif, pemberian makan dalam posisi terlentang, riwayat OMA pada keluarga, kelainan kepala dan wajah, penurunan sistem imun,dan aliran balik dari lambung dan esopagus (Linsk dkk, 2002)

(18)

yang nantinya jika tidak disikapi dengan tepat akan dapat menyebabkan OMA serta komplikasi-komplikasinya. Pola pikir tentang pentingnya sanitasi dan higiene diri juga memegang andil yang besar dalam mencegah OMA, namun tidak selamanya tingkat pendidikan yang baik mencerminkan pengetahuan yang baik pula, dan juga sebaliknya tingkat pendidikan yang rendah akan mencerminkan pengetahuan yang rendah. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini, dimana nantinya akan terlihat bagaimana hubungan antara tingkat pendidikan dan pengetahuan orangtua terhadap OMA pada anak-anak usia prasekolah.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah:

“Bagaimana hubungan antara tingkat pendidikan dan pengetahuan orangtua terhadap otitis media akut?”.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Penelitian dilakukan untuk mengetahui bagaimana hubungan antara tingkat pendidikan dan pengetahuan orangtua terhadap otitis media akut.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui rata-rata tingkat pendidikan orangtua.

b. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan orangtua terhadap OMA.

1.4. Manfaat Penelitian

(19)

b. Untuk memberikan informasi kepada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara mengenai hubungan tingkat pendidikan dan pengetahuan orangtua terhadap OMA.

c. Untuk meningkatkan wawasan peneliti dalam melakukan penelitian dan meningkatkan pengetahuan peneliti mengenai Otitis Media Akut (OMA).

(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendidikan 2.1.1. Definisi

Pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain, baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan ( Notoatmodjo, 2003 ).

Pendidikan terdiri dari tiga unsur, yaitu: a. Input, yaitu: sasaran pendidikan dan pendidik.

b. Proses, yaitu: upaya yang dilakukan untuk mempengaruhi orang lain. c. Output, yaitu: hasil yang diharapkan.

2.1.2.Tingkatan/jenjang Pendidikan

Indonesia terdiri dari tiga jenjang yaitu: • Pendidikan Anak Usia Dini

Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan anak sejak lahir sampai berusia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan, untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar si anak memiliki kesiapan dalam memasukipendidikan lebih lanjut.

• Pendidikan dasar dan menengah

Pendidikan dasar adalah pendidikan umum yang lamanya 9 tahun, yang diselenggarakan selama 6 tahun di sekolah dasar dan 3 tahun di sekolah lanjutan tingkat pertama atau satuan pendidikan yang sederajat.

• Pendidikan menengah

(21)

• Pendidikan tinggi

Terdiri atas S1, S2, S3 ataupun program-program setelah sekolah menengah atas sebelum S1 yaitu: D1, D2, D3 (Bastian,2006).

2.2 Pengetahuan 2.2.1 Definisi

Menurut Soekidjo (2003) pengetahuan adalah hasil dari “tahu”, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior) karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni :

a. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek)

b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Disini

sikap subjek sudah mulai timbul.

c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus

tersebut bagi dirinya.

d. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan

apa yang dikehendaki oleh stimulus.

e. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan

pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

(22)

didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang postip, maka perilaku tersebut akan bersikap langgeng (long lasting). Sebaliknya, apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran tidak akan berlangsung lama. Suatu contoh dapat dikemukakan disini. Ibu-ibu peserta KB yang diperintahkan oleh lurah atau ketua RT, tanpa ibu-ibu tersebut mengetahui makna dan tujuan KB, mereka akan keluar dari peserta KB setelah beberapa saat perintah tersebut diterima.

Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yakni :

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, “tahu” ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukurr bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya. Contoh: Dapat menyebutkan tanda-tanda kekurangan kalori dan protein pada anak balita.

2. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpilkan, meramalkan, dan sebaginya terhadap objek yang dipelajari. Misalnya dapat menjelaskan mengapa harus makan makanan yang bergizi.

3. Aplikasi ( Application )

(23)

prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapt menggunakan runus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penitian, dapat menggunakan prinsip siklus pemecahan masalah (problem salving cycle) didalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.

4. Analisis ( Analysis )

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja: dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya: dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu criteria yang ditentukan sendiri,atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya: dapat membandingkan antara anak-anak yang cukup gizi dengan anak yang kekurangan gizi-gizi,dapat menanggapi terjadinya wabah diare disuatu tempat, dapat menafsirkan sebab-sebab ibu-ibu tidak mau ikut KB, dan sebagainya.

(24)

responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut di atas.

2.3 Anatomi Telinga

Telinga di bagi atas telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam. Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membrana timpani. Daun telinga dibentuk oleh tulang rawan yang dibungkus oleh perikondrium dan bagian terluar dilapisi oleh kulit. Liang telinga dibagi atas bagian tulang rawan (2/3 luar) dan bagian tulang (1/3 dalam), panjangnya kira-kira 2½ - 3 cm ( Boeis, 1994 ).

Telinga tengah yang terisi udara dapat dibayangkan sebagai suatu kotak dengan enam sisi. Dinding posteriornya lebih luas daripada dinding anterior sehingga kotak tersebut berbentuk baji. Promotorium pada dinding medial meluas ke lateral ke arah umbo dari membrana timpani sehingga kotak tersebut lebih sempit pada bagian tengah ( Boeis, 1994 ).

Gambar 2.1 Anatomi Telinga

(25)

Physiology 12th edition International Student Version Volume 1. Hoboken: John

Wiley and Sons, Inc, 621.

Dinding lateral dari telinga tengah adalah membrana timpani, sedangkan bagian medial berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semisirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (fenestra ovalis), tingkap bundar (fenestra

rotundum) dan yang paling dominan adalah promotorium. Di dinding anterior

terdapat pintu ke tuba Eustachius, sedangkan di dinding posterior terdapat aditus ad antrum, yaitu saluran yang menuju ke rongga mastoid. Bagian dasar telinga tengah adalah bulbus jugularis (dipisahkan dengan vena jugularis oleh tulang tipis). Dinding superior berbatasan dengan lantai fosa kranii media yang disebut tegmen timpani ( Soetirto, 2001 ).

Gambar 2.2 Anatomi Telinga Tengah

(sumber: Adaptasi dari Sobotta, J., 2006. Telinga: Ikhtisar. Dalam: Sobotta, J.

Atlas Anatomi Manusia Sobotta Edisi 22 Jilid 1: Kepala, Leher, Ekstremitas Atas.

(26)

Di dalam telinga tengah terdapat tiga tulang pendengaran yang saling berhubungan, tersusun dari luar ke dalam yaitu maleus, inkus, dan stapes. Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus, inkus melekat pada stapes, dan stapes melekat pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea ( Iskandar, 1993 ).

Membrana timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga. Terdiri atas tiga lapis; 1) lapisan luar berupa lanjutan epitel kulit dari liang telinga, 2) bagian tengah berupa jaringan ikat yang lentur, dan 3) lapisan dalam ialah sel kubis bersilia. Bagian atas membran timpani disebut pars flaksida yang mengandung dua lapisan yaitu bagian luar dan dalam, sedangkan bagian bawah disebut pars tensa yang mengandung ketiga lapisan tersebut. Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu refleks cahaya (cone of light) ke arah bawah yaitu pada jam 7 untuk membran timpani kiri dan jam 5 untuk membran timpani kanan (Soetirto, 2001).

Tuba Eustachius ialah suatu saluran yang menghubungkan nasofaring dengan telinga tengah yang berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan udara pada kedua sisi membran timpani. Terdiri dari tulang rawan pada 2/3 ke arah nasofaring dan 1/3 sisanya terdiri dari tulang. Pada anak tuba lebih pendek, lebih lebar dan kedudukannya lebih horizontal dari tuba orang dewasa hingga infeksi dari nasofaring lebih mudah masuk ke telinga tengah. Panjang tuba orang dewasa kira-kira 3,75 cm dan pada anak di bawah 9 bulan adalah 1,75 cm ( Boeis, 1994 ).

Bagian tulang rawan tuba biasanya tertutup dan baru terbuka apabila udara diperlukan masuk ke telinga tengah atau pada saat mengunyah, menelan atau menguap. Pembukaan tersebut dibantu oleh kontraksi otot tensor palatinum dan levator palatinum yang masing-masing dipersarafi oleh nervus mandibularis dan pleksus faringealis ( Soetirto, 2001 ).

(27)

2.4Otitis Media Akut 2.4.1 Definisi

Otitis media akut (OMA) adalah peradangan akut (kurang dari 3 minggu) sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid ( Iskandar, 1993 ).

Bila OMA berlanjut dengan keluarnya sekret dari telinga tengah lebih dari 3 minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut. Bila perforasi menetap dan sekret tetap keluar lebih dari 1½ bulan atau 2 bulan, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif kronis (OMSK) ( Djaafar, 2001 ).

2.4.2 Epidemiologi

Bayi dan anak mempunyai resiko paling tinggi untuk mendapatkan otitis media; insidensinya sebesar 15 – 20 % dengan puncaknya terjadi antara umur 6 – 36 bulan dan 4 – 6 tahun. Insidensi penyakit ini mempunyai kecenderungan untuk menurun sesuai fungsi umur setelah usia 6 tahun. Insidensi tinggi dijumpai pada laki-laki, kelompok sosial ekonomi rendah, anak-anak dengan celah pada langit-langit serta anomali kraniofasial lain, dan pada musim dingin atau hujan ( Nelson dkk, 1993 ).

Pada anak, makin sering anak terserang infeksi saluran nafas atas makin besar kemungkinan terjadinya otitis media akut. Pada bayi terjadinya otitis media akut dipermudah oleh karena tuba Eustachius pendek, lebar dan agak horizontal ( Soetirto, 2001 ).

2.4.3 Etiologi

(28)

Pada bayi dimana tuba relatif lebih lebar dan lebih lurus, susu atau muntah dapat masuk ke kavum timpani, bila bayi tidur rata sambil menyusu, kemudian muntah. Membuang ingus yang kuat juga dapat mempunyai akibat yang sama ( Boeis, 1994 ).

Penyebab lain otitis media akut ialah meloncat ke dalam air yang telah terkontaminasi tanpa menutup hidung, muntah pada kasus paralyse palatum, dan adanya tamponade Bellocq ( Gardsito dkk, 1997 ).

Obstruksi tuba Eustachius merupakan suatu faktor penyebab dasar. Dengan hilangnya sawar utama telinga tengah terhadap invasi bakteri, dan spesies bakteri yang tidak biasanya patogenik, dapat berkolonisasi dalam telinga tengah, menyerang jaringan dan menimbulkan infeksi. Kendatipun infeksi saluran napas terutama disebabkan oleh virus, namun sebagian besar infeksi otitis media akut disebabkan oleh bakteri piogenik. Bakteri yang seringkali ditemukan antara lain

Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan Streptokokus

beta-hemolitikus ( Cody dkk, 1993 ).

2.4.4 Perjalanan Penyakit

Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di nasofaring dan faring. Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba ke dalam telinga tengah oleh silia mukosa tuba Eustachius, enzim dan antibodi. Karena ada sesuatu yang mengganggu tuba Eustachius, maka fungsinya akan terganggu, sehingga pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah juga terganggu, akibatnya kuman masuk ke dalam telinga tengah dan terjadi peradangan ( Iskandar, 1993 ).

(29)

Bila volume eksudat bertambah banyak akan menaikan tekanan cairan dalam kavum timpani dan menyebabkan bertambahnya rasa sakit. Absorpsi toksin menyebabkan pireksia dan malaise. Bertambahnya tekanan dalam kavum timpani akan menyebabkan gangguan peredaran darah ke membran timpani. Bagian dari membran timpani yang mendapat tekanan yang terbesar akan menjadi neksosis, trombosis kapiler dan akhirnya pecah. Nanah yang bercampur darah keluar dari telinga, sakit segera hilang, suhu kembali normal (Nelson dkk, 1993 ).

Jika organisme yang menyebabkan otitis media sangat virulen atau pasien dalam keadaan lemah, infeksi akan berlanjut terus, ketulian akan bertambah. Cairan akan berubah lebih kuning dan berbau. Perubahan ini oleh karena “pressure necrosis” dalam sel-sel mastoid, yang menyebabkan destruksi dinding sel ( Nelson dkk, 1993).

2.4.5 Gejala Klinis dan Patologi

Gejala klinis otitis media akut tergantung pada umur dan stadium penyakit. Pada bayi dan anak kecil gejala khas otitis media akut adalah suhu tubuh tinggi dapat mencapai 39,5°C (pada stadium supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, tiba-tiba anak menjerit waktu tidur, diare, kejang-kejang dan kadang-kadang anak memegang telinga yang sakit. Bila terjadi ruptur membran timpani, maka sekret mengalir ke liang telinga, suhu tubuh turun dan anak tertidur dengan tenang. Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga, keluhan disamping suhu tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada anak yang lebih besar dan orang dewasa, gejala utamanya nyeri telinga. Disamping itu juga didapat sensasi penuh di telinga, gangguan pendengaran, sering timbul tinitus pulsatil dan demam. Ruptur spontan membran timpani, dengan hasil sekret purulen, berdarah, akan mengurangi rasa nyeri secara dramatis ( Djaafar, 2001 ).

Stadium otitis media akut berdasar perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi atas 5 stadium, yaitu:

(30)

Tanda adanya oklusi tuba Eustachius ialah adanya gambaran retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan negatif di dalam telinga tengah, karena adanya absorpsi udara. Kadang-kadang membran timpani tampak normal atau berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi, tetapi tidak dapat dideteksi.

2) Stadium hiperemis.

Pada stadium ini tampak pembuluh darah yang melebar pada membran timpani atau seluruh membran timpani tampak hiperemis serta edem. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat.

3) Stadium supurasi

Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial, serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani, menyebabkan membran timpani menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar. Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat.

Apabila tekanan nanah di kavum timpani tidak berkurang, maka terjadila iskemia, akibat tekanan pada kapiler-kapiler, serta timbul tromboflebitis pada vena-vena kecil dan nekrosis mukosa dan submukosa. Nekrosis ini pada membran timpani terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan berwarna kekuningan. Di tempat ini akan terjadi ruptur. Pada stadium ini sebaiknya dilakukan miringotomi agar tidak terjadi ruptur spontan.

4) Stadium perforasi

(31)

5) Stadium Resolusi.

Bila membran timpani tetap utuh, maka keadaan membran timpani perlahan-lahan akan normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang dan akhirnya kering. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah, maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan ( Djaafar, 2001 ).

2.4.6 Laboratorium

Biasanya tidak diperlukan tes laboratorium sampai infeksi mereda. Bila terdapat otore, contoh nanah dapat diambil untuk pemeriksaan kultur dan sensitivitas antibiotika ( Cody dkk, 1993 ).

2.4.7 Penatalaksanaan

Pengobatan otitis media akut tergantung dari stadium penyakitnya. Pada stadium oklusi pengobatan terutama untuk membuka kembali tuba Eustachius, untuk itu diberikan dekongestan nasal (HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik untuk anak < 12 tahun, dan HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologik bagi yang berumur > 12 tahun) ( Djaafar, 2001 ).

Disamping itu dapat diberikan antibiotika untuk infeksinya. Sesuai prevalensi organisme penyebab otitis media akut, maka terapi terpilihnya adalah ampisilin (50 – 100 mg/kg BB/hari) yang diberikan setiap 6 jam selama 10 hari. Terapi terpilih lainnya kombinasi penisilin dan sulfisoksazol (120 mg/kg BB/hari) dalam dosis terbagi setiap 6 jam selama 10 hari. Bila pasien alergi terhadap penisilin, dapat diberikan eritromisin (50 mg/kg BB/hari).

Pada stadium hiperemis pengobatan diberikan antibiotika, analgetika untuk nyeri, serta dekongestan nasal dan antihistamin atau kombinasi keduanya.

(32)

Pada stadium perforasi membran timpani telah pecah dan terdapat sekret purulen, biasanya analgetika tidak diperlukan, tetapi diperlukan perawatan lokal bagi telinga. Telinga harus dibersihkan 3 – 4 kali sehari dengan lidi kapas steril, dan berikan sumbatan kapas di telinga untuk menyerap sekret tersebut ( Cody dkk, 1993 ). Pemberian antibiotika harus adekuat. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi dapat menutup kembali dalam waktu 7 – 10 hari ( Djaafar, 2001 ). Harus dihindarkan masuknya air ke dalam liang telinga sampai penyembuhan sempurna, karena dapat ditunggangi kontaminasi tersebut.

Pada stadium resolusi, maka membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi dan perforasi membran timpani menutup. Bila tidak terjadi resolusi biasanya akan tampak sekret mengalir di liang telinga luar melalui perforasi di membrana timpani. Keadaan ini dapat disebabkan karena berlanjutnya edem mukosa telinga tengah. Pada keadaan demikian antibiotika dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila 3 minggu setelah pengobatan sekret masih tetap banyak, kemungkinan telah terjadi masoiditis hari ( Djaafar ZA, 2001 ).

2.4.8 Komplikasi

Komplikasi dapat terjadi melalui perluasan infeksi secara anatomis. Hal-hal yang dapat terjadi antara lain: Masoiditis, bisanya terjadi pada pasien-pasien imunosupresi atau mereka yang menelantarkan otitis media akut yang dideritanya. Paralisis saraf fasialis, saraf terkena akibat kontak langsung dengan materi purulen. Labirinitis, terjadi akibat perluasan infeksi ke dalam perilimfatik, keadaan ini akan menyebabkan ketulian dan adanya vertigo.

(33)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel dependen

Gambar 3.1. Kerangka Konsep

3.2. Definisi Operasional 3.2.1. Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan adalah pendidikan formal terakhir yang diselesaikan oleh orangtua berdasarkan ijazah yang dimiliki. Dalam hal ini, tingkat pendidikan dibagi tiga, yaitu:

a) Pendidikan rendah: tidak sekolah ,tamat SD (atau pendidikan sederajat), atau tamat SMP (atau pendidikan sederajat).

b) Pendidikan menengah: Tamat SMA (atau pendidikan sederajat)

c) Pendidikan tinggi: tamat kuliah (D1, D3, S1, S2, S3), yang dilakukan dengan cara wawancara tidak langsung dengan menggunakan alat ukur berupa kuesioner.

Cara ukur: Data berisikan identitas orangtua mengenai pendidikan terakhir. Skala ukur: Ordinal

Hasil Ukur: Pendidikan rendah, pendidikan sedang, pendidikan tinggi.

3.2.2. Pengetahuan

Tingkat Pendidikan orangtua

Tingkat Pengetahuan orangtua mengenai otitis media akut pada

(34)

Pengetahuan diartikan sebagai segala sesuatu yang diketahui oleh orangtua tentang OMA. Dalam konsep penelitian ini, pengetahuan yang diukur hanya dalam batas “tahu”. Tingkat pengetahuan dibagi menjadi tiga, yaitu:

a) Pengetahuan kurang : apabila orangtua mendapat nilai <40,0 % dari seluruh skor yang ada (0-3 pertanyaan benar).

b) Pengetahuan sedang: apabila orangtua mendapat nilai 40,0%-75,0% dari seluruh skor yang ada(4-7 pertanyaan benar).

c) Pengetahuan baik : apabila orangtua mendapat nilai > 75,0% dari seluruh skor yang ada (8-10 pertanyaan benar).

Alat ukur: Kuesioner yang berisikan 10 buah pertanyaan. Skala ukur: Ordinal

Hasil Ukur: Pengetahuan rendah, pengetahuan sedang, pengetahuan tinggi.

3.2.3. Orang tua

Orang tua diartikan sebagai ayah atau ibu kandung dari anak-anak usia prasekolah di TK Hidup Baru, Kelurahan Binjai.

3.3. Hipotesis

Dengan mempertimbangkan landasan teori yang telah dikemukakan sebelumnya, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:

Ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat pengetahuan orangtua tentang OMA.

BAB 4

(35)

4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik, dengan desain penelitian potong lintang (cross sectional), karena data diambil secara langsung pada satu kali pengambilan data. Ini untuk melihat bagaimana tingkat pendidikan dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang, dalam hal ini pengetahuan tentang OMA (Notoadmojo, 2005).

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan sejak pencarian dan penentuan judul (bulan Februari 2011) hingga pembuatan laporan hasil penelitian (bulan November 2011). Dilakukan di TK Hidup Baru, Kelurahan Binjai.

4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah orangtua yang memiliki anak usia prasekolah di TK Hidup Baru Kelurahan Binjai.

Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik consecutive sampling, yaitu Pemilihan sampel berdasarkan sampel yang memenuhi kriteria inklusi.

Kriteria Inklusi :

• Bersedia ikut dalam penelitian

• Orangtua Kandung (ayah atau ibu kandung dari anak usia prasekolah di TK Hidup Baru)

• Memiliki anak usia prasekolah pada TK Hidup Baru

Kriteria eksklusi :

• Tidak bersedia ikut dalam penelitian

(36)

4.3.2. Sampel

Jumlah sampel dari penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus: N.(Z21-α/2)p.(1-p)

n = --- (N-1)d2 + (Z21-α/2)p.(1-p)

103.(1,96)2(0,5)(1-0,5)

n = --- (103-1)(0,1)2 + (1,96)2(0,5).(1-0,5)

n = 49,95 ≈ 50

Keterangan:

n = besar sampel minimum

Z1-α/2= nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada α tertentu p = harga proporsi di populasi

d = kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir N = jumlah di populasi

4.4 Teknik Pengumpulan Data

Data Primer

Pada penelitian ini, digunakan data primer yang didapat langsung dari responden. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara tidak langsung dengan alat pengumpulan data berupa kuesioner, setelah sebelumnya orangtua ditentukan apakah masuk kriteria inklusi atau eksklusi. Pertanyaan-pertanyaan di dalam kuesioner akan diberikan kepada seluruh orangtua, lalu akan diberi waktu 1 minggu untuk pengembalian kuesioner oleh responden.

(37)

4.5 Analisa Data

a) Data yang digunakan untuk penelitian ini adalah data kuantitatif, yakni hasil data yang diperoleh dari hasil wawancara tidak langsung dengan menggunakan kuesioner, yang nantinya akan dikelompokkan berdasarkan skor, lalu akan dibandingkan dengan tingkat pendidikan si ibu.

b) Setelah kuesioner diberikan dan dijawab oleh responden, maka kelengkapan jawaban akan diperiksa terlebih dahulu oleh surveyer,lalu diperiksa secara manual sistem skoring untuk kuesioner. Adapun cara kerjanya adalah:

1. Dari 10 pertanyaan yang berbentuk kuesioner dengan pemilihan jawaban benar dan salah, jika orangtua dapat menjawab dengan tepat akan memperoleh skor 2 untuk setiap pertanyaan, jika orangtua tidak dapat menjawab dengan tepat akan memperoleh skor 0.

2. Total poinnya adalah 20.

3. Seluruh skor yang didapatkan oleh responden akan dijumlahkan.

4. Nilai yang didapat oleh responden akan dihitung dengan menggunakan rumus:

c) Tingkat pengetahuan orangtua akan ditentukan berdasarkan nilai yang didapat.

1. Jika orangtua mendapat nilai ≤ 40%, maka orangtua dikategorikan sebagai pengetahuan kurang (0-3 pertanyaan benar).

2. Jika orangtua mendapat nilai 40%-75%, maka orangtua dikategorikan sebagai pengetahuan sedang (4-7 pertanyaan benar).

3. Jika orangtua mendapat nilai > 75%, maka orangtua dikategorikan sebagai pengetahuan baik (8-10 pertanyaan benar).

d) Tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan tersebut diberi kode (coding) e) Data dimasukkan (entry data) kemudian dianalisa dengan program SPSS

(Statistic Package for Social Science) dengan uji chi square.

(38)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Proses pengumpulan data penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2011 dengan melakukan teknik wawancara dengan alat berupa kuesioner terhadap orangtua siswa di TK Hidup Baru Kelurahan Binjai Medan tentang Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Pengetahuan Orangtua tentang OMA pada anak usia prasekolah.

5.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah TK Hidup Baru kelurahan Binjai. TK ini beralamat di jalan Medan Tenggara 2 no.8.Terdapat 8 ruangan kelas, yaitu 6 kelas buat sekolah dasar dan 2 kelas buat TK. Terdapat 1 buah kamar mandi dengan sanitasi yang baik, 1 ruangan kepala sekolah dan 1 ruangan pegawai. Sekolah ini memiliki halaman yang luas yang terdapat tempat bermain anak-anak dan tempat duduk yang bisa dipergunakan oleh orangtua ketika mereka hendak menjemput anak-anaknya.

5.2. Deskripsi Responden Penelitian

(39)

Tabel 5.1: Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Karakteristik Responden Penelitian ( N=50)

Karakteristik Responden Frekuensi Persentase Usia

Grafik 5.1: Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Pendidikan Responden Penelitian ( N=50)

(40)

Riwayat pendidikan responden dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu pendidikan rendah (tamat SD/sederajat, tamat SMP/sederajat), pendidikan sedang (tamat SMA/sederajat) dan pendidikan tinggi (tamat Perguruan tinggi). Dari hasil pengelompokkan, didapatkan 8 orang dengan pendidikan rendah (16%) 16 orang dengan pendidikan sedang (32%) dan 26 orang dengan pendidikan tinggi (52%).

Grafik 5.2: Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Usia Responden Penelitian ( N=50)

Dari hasil penelitian usia orangtua yang paling banyak didapat adalah berusia 31-40 tahun (berjumlah 28 orang), usia <21 (berjumlah 1 orang), 21-30 (berjumlah 11 orang), 41-50 (berjumlah 6 orang), 51-60 (berjumlah 3 orang), dan >60 (berjumlah 1 orang).

5.3. Hasil Penelitian

5.3.1. Deskripsi Hasil Penelitian

Wawancara berupa kuesioner terhadap 50 orang responden penelitian menunjukkan bahwa rata-rata orangtua dapat menjawab setiap pertanyaan dengan baik). [ Tabel 5.2]

0 5 10 15 20 25 30

<21 21-30 31-40 41-50 51-60 >60

1

11

28

6

(41)

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Gambaran Pengetahuan Tiap Pertanyaan Responden Penelitian (N=50)

Pengetahuan Frekuensi Persentase

(42)

Grafik 5.3: Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Responden Penelitian ( N=50)

Wawancara berupa kuesioner terhadap 50 orang responden penelitian menunjukkan bahwa tidak ada yang memiliki pengetahuan rendah (skor penilaian 0-6), 14 orang memiliki pengetahuan sedang (skor penilaian 10-14) dan 36 orang memiliki pengetahuan baik (skor penilaian 16-20). [ Grafik 5.3]

5.3.2. Analisis Hasil Penelitian

Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat pengetahuan responden tentang OMA, peneliti menggunakan uji chi square. Hasil uji chi square dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.3. : Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Dengan Tingkat Pengetahuan Orangtua Tentang OMA.

Tingkat Pendidikan Responden

(43)

Dari hasil analisa uji Chi Square dengan bantuan SPSS versi 17.0 tidak didapati responden dengan pengetahuan rendah, sedangkan responden pendidikan rendah dengan pengetahuan sedang berjumlah 2 orang, responden pendidikan sedang dengan pengetahuan sedang berjumlah 5 orang, responden pendidikan tinggi dengan pengetahuan sedang berjumlah 7 orang , lalu responden pendidikan rendah dengan pengetahuan tinggi berjumlah 6 orang, responden pendidikan sedang dengan pengetahuan tinggi berjumlah 11 orang, responden pendidikan tinggi dengan pengetahuan tinggi berjumlah 19 orang. Dengan p value adalah 0,935 (dengan taraf kepercayaan α= 0,05). Nilai p (p value) yang lebih besar dari

0,05 menunjukkan bahwa hipotesis nol gagal ditolak (hipotesis nol diterima). Artinya, bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat pengetahuan orangtua mengenai OMA.

5.4. Pembahasan

Dari 50 orang responden, hanya 28% yang memiliki pengetahuan sedang dan 72 % yang memiliki pengetahuan baik tentang OMA [Grafik 5.3]. Hal ini menunjukkan bahwa informasi tentang OMA telah tersampaikan dengan baik kepada masyarakat, khususnya masyarakat yang memiliki anak usia prasekolah di TK Hidup Baru Kelurahan Binjai.

Salah satu yang mempengaruhi pengetahuan seseorang adalah ketersediaan fasilitas sebagai sumber informasi (Notoatmodjo, 2003). Informasi tentang OMA sudah banyak diberitakan kepada masyarakat oleh puskesmas setempat juga melalui berbagi media seperti media cetak (buku, majalah, koran, tabloid) dan media elektronik (televisi, radio, internet).Oleh karena itu menurut pendapat peneliti baiknya pengetahuan masyarakat tentang OMA lebih disebabkan baiknya ketertarikan masyarakat untuk mencari informasi tentang OMA.

(44)

Sesuai dengan faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Notoatmodjo (2007), ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, diantaranya:

• Pendidikan

• Informasi/Media Massa

• Sosial budaya dan Ekonomi

• Lingkungan

• Pengalaman

• Usia

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGETAHUAN DALAM DIRI SESEORANG

1.Pendidikan

(45)

2.Informasi/MediaMassa

Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan tersedia bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayan orang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut.

3.Sosial budaya dan Ekonomi

Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang.

4.Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu.

5.Pengalaman

(46)

bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerjanya. pengalaman sendiri maupun pengalaman orang lain dapat memperluas pengetahuan seseorang. Sebagian responden yang mengetahui tentang OMA mengaku sering terdapat penyakit tersebut pada anaknya, sedangkan lainnya memiliki keluarga atau tetangga yang pernah menderita penyakit OMA.

6.Usia

Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Pada usia madya, individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial serta lebih banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua, selain itu orang usia madya akan lebih banyak menggunakan banyak waktu untuk membaca. Kemampuan intelektual, pemecahan masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia ini. Dua sikap tradisional mengenai jalannya perkembangan selama hidup :

• Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang dijumpai dan semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah pengetahuannya.

Tidak dapat mengajarkan kepandaian baru kepada orang yang sudah tua karena mengalami kemunduran baik fisik maupun mental. Dapat diperkirakan bahwa IQ akan menurun sejalan dengan bertambahnya usia, khususnya pada beberapa kemampuan yang lain seperti misalnya kosa kata dan pengetahuan umum. Beberapa teori berpendapat ternyata IQ seseorang akan menurun cukup cepat sejalan dengan bertambahnya usia.

5.4.2 Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Tingkat Pengetahuan Orangtua Tentang OMA Pada Anak Usia Prasekolah

(47)

 Infeksi telinga tengah dapat dibagi atas akut(tiba-tiba) dan kronik (berkepanjangan) (P1)

 Infeksi telinga tengah jarang terjadi pada anak(P2)

 Infeksi telinga tengah jarang berulang(P4)

 Infeksi telinga tengah tidak disertai demam, anak susah tidur(P7)

 Analgetik(penghilang nyeri), antibiotik adalah pengobatan dari infeksi telinga tengah(P8)

(48)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

 Dari 50 orang responden penelitian, sebanyak 8 orang berpendidikan rendah (16 %), 16 orang berpendidikan sedang (32%) dan 26 orang berpendidikan tinggi (52 %).

 Dari hasil wawancara dengan kuesioner terhadap 50 orang responden tentang OMA, didapatkan bahwa 28 % memiliki pengetahuan sedang dan 72 % memiliki pengetahuan baik.

Setelah dilakukan analisa statistik, didapatkan p value pada chi square adalah 0,935 (α=0,05). Dari hasil ini disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat pengetahuan orangtua tentang OMA.

6.2 Saran

 Puskesmas yang memiliki wilayah kerja di Kelurahan tempat tinggal orangtua yang memiliki anak usia prasekolah di TK Hidup baru diharapkan semakin meningkatkan promosi kesehatan dalam bentuk penyuluhan. Sebaiknya penyuluhan juga disertai dengan alat peraga dan selebaran yang dapat semakin meningkatkan pengetahuan orangtua tersebut.

 Pihak lain, baik pemerintah maupun swasta, juga dapat berperan aktif dalam menyebarluaskan informasi tentang OMA.

 Masyarakat, khususnya para orangtua jangan langsung merasa lekas puas tentang informasi yang telah didapat namun semakin meningkkatkan pengetahuan yang proaktif dari berbagai media baik cetak maupun elektronik agar dapat memperoleh informasi seputar masalah kesehatan anak khususnya mengenai infeksi pada telinga,karena jika terjadi keterlambatan pemahaman tentang gejala awal penyakit dan faktor resikonya akan dapat mengakibatkan gangguan pada pendengaran si anak.

(49)

DAFTAR PUSTAKA

Aboet, A., 2006. Terapi pada Otitis Media Supuratif Akut. Majalah Kedokteran

Nusantara, 39 (3): 356.

Adams G. L., Boeis L. R., Hilger P. A., 1994. Alih bahasa Wijaya, Caroline.

Buku Ajar Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Edisi ke-6. Jakarta: EGC,

95-116.

Bastian I., 2006. Akuntansi Pendidikan.Jakarta: PSASP, 16 – 30.

Cody D. T. R., Kern E. B., Pearson B. W., 1993. Alih Bahasa Andrianto P.,

Samsudin S. Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorokan. Jakarta: EGC, 112-135.

Djaafar Z. A., 2001. Kelainan Telinga Tengah. Dalam: Soepardi E. A.,

Iskandar., ed. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga-Hidung-Tenggorok. Edisi ke-4. Jakarta: Gaya Baru-FKUI, 49-58.

Donaldson, J. D 2010. Middle Ear, Acute Acute Otitis Media, Medical Treatment:

Overview, eMedicine. Diunduh dari:

Gardjito W., Puruhito, Darmadipura, dkk., 1997. Kepala dan Leher. Dalam: Sjamsuhidajat R., Jong W. J., ed., 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi

Revisi. Jakarta: EGC, 474-477.

Ghazali, M. V., Sastromihardjo, S., S., Rochani S.,Soelaryo, T., Pramulyo, H., 2008. Studi Cross-Sectional. Dalam: Sastroasmoro, S., Ismael, S.

Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis Edisi Ke-3. Jakarta: Sagung Seto, 112.

Healey, G., Rosbe, K., 2002. Otitis media and middle ear effusions. Dalam: Snow J. B. Ballenger’s manual of otorhinolaryngology Head ang Neck

Surgery. London: BC Decker, 34-42.

Heikkinen, T., Thint, M., Chonmaitree, T., 1999. Prevalence of Various Respiratory Viruses in The Middle Ear During Acute Otitis Media. The New

(50)

Iskandar N., 1993. Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok untuk Perawat. Jakarta: Balai Penerbit FK-UI.

Kaneshiro, N. K., 2010. Ear Infection – Acute. Adam, Inc. Diunduh dari:

[Diakses 25 Maret 2011]

Linsk, R., dkk., 2002. Otitis Media Guideline. University of Michigan Health

System: 1 – 4.

Meropol, S. B., Glick, H. A., Asch, D. A., Age Inconsistency in The American Academy of Pediatrics Guidelines for Acute Otitis Media. Pediatrics, 121 (4): 657 – 663.

Nelson W. E., Behrman R. E., Vaughan V. C., 1993. Alih Bahasa Maulany R. F.

Ilmu Kesehatan Anak-Nelson Edisi ke-12 Bagian ke-2. Jakarta: EGC,

588-593.

Notoatmodjo S., 2007. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta.

Sastroasmoro, S., 2008. Pemilihan Subyek Penelitian. Dalam: Sastroasmoro, S., Ismael, S. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis Edisi Ke-3. Jakarta: Sagung Seto, 88.

Sobotta, J., 2006. Telinga: Ikhtisar. Dalam: Sobotta, J. Atlas Anatomi Manusia

Sobotta Edisi 22 Jilid 1: Kepala, Leher, Ekstremitas Atas. Jakarta: EGC,

379.)

Soetirto I., Hendarmin H., 2001. Gangguan Pendengaran dan Kelainan Telinga Dalam: Soepardi E. A., Iskandar N., Ed. Buku Ajar Ilmu Kesehatan

Telinga-Hidung-Tenggorok. Edisi ke-4. Jakarta: Gaya Baru-FKUI, 9-15.

Suheryanto, R., 2000. Efektifitas Ofloxacin Tetes Telinga pada Otitis Media Purulenta Akuta Perforata di Poliklinik THT RSUD Dr Saiful Anwar Malang: Uji Klinis, Spektrum, dan Uji Kepekaan Kuman Aerob. Cermin

Dunia Kedokteran, 128: 45 – 46.

(51)

International Student Version Volume 1. Hoboken: John Wiley and Sons,

Inc, 620 – 621.

World Health Organization (WHO)., 2006. Primary Ear and Hearing Care Training Resource: Advanced Level. WHO Press: 14 – 15.

World Health Organization (WHO)., 2010. Second Hand Smoke: Accessing The Burden of Disease at National and Local Levels. Enviromental of Disease

Series, 18: 12 – 13; 23 – 26.

World Health Organization Regional Office for South Asia (WHO-SEARO)., 2007. Situation Review and Update on Deafness, Hearing Lossand Intervention Programmes Proposed Plans of Action for Preventionand Alleviation of Hearing Impairment in Countries of the South-East Asia Region. 11 – 12

Yates P. D, Anari S., 2008. Acute Otitis Media. In: Lalwani A. K. Current

(52)

LAMPIRAN 1

DATA RIWAYAT HIDUP

Nama : Daniel K. P. Lesmana

Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 11 Desember 1989 Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jl. Pelajar Timur gg. Kasih No. 11 Medan

Riwayat Pendidikan : 1. Sekolah Dasar Swasta Santo Thomas 4 Medan ( 1995-2001)

2. Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Medan ( 2001-2004)

3. Sekolah Menengah Atas Swasta Santo Thomas 2 Medan ( 2004-2007)

Riwayat Organisasi : 1. Anggota Divisi Peralatan dan Tempat Perayaan Natal Mahasiswa Kristen Fakultas Kedokteran USU tahun 2009

2. Anggota Divisi Keamanan Perayaan Natal

(53)

3. Koordinator Divisi Tenis Meja Porseni FK USU 2010

4. Anggota Divisi Medis Pengabdian Masyarakat Kristen FK USU 2010

5. Ketua Kelompok Aspirasi Mahasiswa tahun 2011 6. Koordinator Divisi Peralatan dan Tempat Perayaan

Paskah Mahasiswa Kristen Fakultas Kedokteran USU tahun 2011

7. Anggota Divisi Peralatan dan Tempat Perayaan Natal Mahasiswa Kristen Fakultas Kedokteran USU tahun 2009

8. Koordinator Divisi Acara Pengabdian Masyarakat Kristen Fakultas Kedokteran USU tahun 2011 9. Sekretaris Divisi Minat Bakat PEMA FK USU

2009-2010

10. Anggota Divisi Peralatan dan Tempat PMB tahun 2010.

11. Anggota Divisi Peralatan dan Tempat Perayaan PMB tahun 2011

(54)

LAMPIRAN 5 INFORMED CONSENT

SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN MENGIKUTI PENELITIAN (INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :

Umur :

Alamat :

*Pendidikan Terakhir :

Setelah membaca dan mendapat penjelasan serta saya memahami sepenuhnya tentang penelitian ini :

Judul Penelitian : Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Pengetahuan Orangtua mengenai OMA pada Anak Usia Prasekolah di TK Hidup Baru, Kelurahan Binjai Nama Peneliti Utama : Daniel K. P. Lesmana

Jenis Penelitian : Analitik dengan desain Cross Sectional Lokasi Penelitian : TK Hidup Baru, Kelurahan Binjai

Dengan ini saya menyatakan bersedia mengikuti penelitian tersebut secara sukarela sebagai subjek penelitian.

Medan, 2011

(55)

LAMPIRAN 6 Kuesioner

No. Pertanyaan Benar Salah

1. Infeksi telinga tengah dapat dibagi atas akut (tiba-tiba) dan kronik (berkepanjangan)

2. Infeksi telinga tengah jarang terjadi pada anak

3. Anak yang paling mungkin mendapat infeksi telinga tengah adalah antara 2-5 tahun

4. Infeksi telinga tengah jarang berulang

5. Gejala yang paling sering dari telinga tengah adalah nyeri/sakit telinga

6. Cairan yang keluar dari telinga mungkin merupakan tanda infeksi telinga

7. Infeksi telinga tengah tidak disertai demam,anak susah tidur

8. Analgetik (penghilang nyeri), antibiotic adalh pengobatan dari infeksi telinga tengah

9. Infeksi telinga tengah yang tidak diobati tidak akan menganggu pendengaran

10. Kebersihan diri, kebersihan lingkungan, dan peningkatan daya tahan tubuh akan mengurangi resiko terjadinya infeksi telinga tengah

Total Skor: Total Poin:20

(56)

Lampiran 9

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

(57)

34 2 4,0 4,0 48,0

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 0 10 20,0 20,0 20,0

2 40 80,0 80,0 100,0

(58)

pertanyaan3

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 0 11 22,0 22,0 22,0

(59)

pertanyaan7

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid <21 1 2,0 2,0 2,0

(60)

31-40 28 56,0 56,0 80,0

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid sedang 14 28,0 28,0 28,0

Baik 36 72,0 72,0 100,0

(61)

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Pendidikan *

kelompokpt

50 100.0% 0 .0% 50 100.0%

Usia * kelompokpt 50 100.0% 0 .0% 50 100.0%

tingkatpendidikan *

kelompokpt

50 100.0% 0 .0% 50 100.0%

kelumur * kelompokpt 50 100.0% 0 .0% 50 100.0%

Pendidikan * kelompok pengetahuan Crosstabulation

(62)

Sedang baik

Pendidikan SD 0 1 1

SMP 2 5 7

SMA 5 11 16

>SMA 7 19 26

Total 14 36 50

Usia * kelompok pengetahuan Crosstabulation

Kelompokpt

Total sedang Baik

Usia 18 0 1 1

23 0 1 1

25 1 0 1

27 0 2 2

28 0 1 1

29 2 2 4

30 1 1 2

31 0 1 1

32 3 0 3

33 2 4 6

34 0 2 2

(63)

36 2 4 6

37 0 1 1

38 0 1 1

39 0 2 2

40 0 4 4

41 0 1 1

43 0 3 3

46 0 1 1

47 0 1 1

52 0 1 1

53 1 0 1

57 0 1 1

62 0 1 1

Total 14 36 50

Tingkat pendidikan * kelompok pengetahuan Crosstabulation

Kelompokpt

Total sedang Baik

tingkatpendidikan Rendah

Sedang 2

5

6

11 8

16

(64)

Tingkat pendidikan * kelompok pengetahuan Crosstabulation

Kelompokpt

Total sedang Baik

tingkatpendidikan Rendah

Sedang 2

5

6

11 8

16

Tinggi 7 19 26

Total 14 36 50

Kelompok umur * kelompok pengetahuan Crosstabulation

Kelompokpt

Total sedang baik

Kelumur <21 0 1 1

21-30 4 7 11

(65)

41-50 0 6 6

51-60 1 2 3

>60 0 1 1

Total 14 36 50

Crosstabs

Pendidikan * kelompok pengetahuan

Crosstab

kelompokpt

Total Sedang baik

Pendidikan SD 0 1 1

SMP 2 5 7

SMA 5 11 16

case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Pendidikan * kelompokpt 50 100,0% 0 ,0% 50 100,0%

Usia * kelompokpt 50 100,0% 0 ,0% 50 100,0%

tingkatpendidikan * kelompokpt 50 100,0% 0 ,0% 50 100,0%

(66)

>SMA 7 19 26

Total 14 36 50

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig.

(2-sided)

Pearson Chi-Square ,489a 3 ,921

Likelihood Ratio ,755 3 ,860

Linear-by-Linear Association ,009 1 ,925

N of Valid Cases 50

a. 4 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is

,28.

Usia * kelompok pengetahuan

Crosstab

kelompokpt

Total sedang baik

Usia 18 0 1 1

23 0 1 1

Gambar

Gambar 2.1 Anatomi Telinga
Gambar 2.2 Anatomi Telinga Tengah
Tabel 5.1: Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Karakteristik
Grafik 5.2: Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Usia
+3

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Sunaryo (2004), intelegensi atau tingkat pendidikan seseorang mempengaruhi proses belajar, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin mudah orang

terhadap premarital intercourse dengan pengetahuan orangtua tentang pendidikan seks. Bagi

Siswa yang memiliki orangtua dengan tingkat pendidikan tinggi akan mempunyai motivasi belajar yang baik atau siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi berasal

KTI yang berjudul “Hubungan Tingkat Pengetahuan Orangtua Tentang Pola Makan Pada Anak Dengan Status Gizi Pada Anak Disabilitas” disusun untuk memenuhi sebagian

Berdasarkan analisis data hasil penelitian yang dilakukan pada orangtua murid MIN Ulee Kareng Banda Aceh diperoleh kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara

Berdasarkan Survey awal yang dilakukan oleh peneliti melalui wawancara dan observasi langsung menunjukkan bahwa orangtua yang memiliki anak di UPTD SDN 075019 Dahana

meningkatkan kepercayaan pasien terhadap pelayanan dirumah sakit khususnya terhadap pelayanan keperawatan sehingga pasien akan merasa puas dengan pelayanan

sebanyak 68% pasien merasa puas dengan pemberian pendidikan kesehatan pada. pasien dan