UJI EFEKTIFITAS BEBERAPA ENTOMOPATOGEN PADA LARVA DAN IMAGO Brontispa longissima Gestro. (Coleoptera : Chrysomelidae)
DI LABORATORIUM
SKRIPSI
Oleh :
DINA MANDARINA 030302013/HPT
DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
UJI EFEKTIFITAS BEBERAPA ENTOMOPATOGEN PADA LARVA DAN IMAGO Brontispa longissima Gestro. (Coleoptera : Chrysomelidae)
DI LABORATORIUM
SKRIPSI
Oleh :
DINA MANDARINA 030302013/ HPT
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan
DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judu l Skripsi : Uji Efektivitas Beberapa Entomopatogen Pada Larva dan
Imago Brontispa longgisima Gestro. (Coleoptera : Chrysomelidae) Di Laboratorium
Nama : Dina Mandarina NIM : 030302013
Departemen : Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Program Studi : Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan
Disetujui Oleh
Komisi Pembimbing
(Ir. Amansyah Siregar) (Ir. Suzana F. Sitepu)
ABSTRACT
Dina Mandarina, The Effectivity Some Entomopathogenic against Larvae and Adult Brontispa longissima Gestro. (Coloeptera : Chrysomelidae) in Laboratory.
The objective of this Research was to evaluate the effectifity of
entomophatogen (Beauveria bassiana, Metarhizium anisopliae and Paecilomyces fumosoroseus) with different concentration against larvae and adult
Brontispa longgisima G in Laboratory.
The research had been done in laboratory ,University North Sumatera since November to Desember 2007, used completely Randomized Design (RAL) of non Factorial that consist of 7 treatments for the larvae and 7 same treatments for the adult with 3 replication. 6. = Suspension P. fumosoroseus 40 ml + 10 larvae + young coconut leaf 7. = Suspension P. fumosoroseus 50 ml + 10 larvae + young coconut leaf Treatments to Adult : Parameters observed was mortality percentage of larvae and adult.
The result showed that entomopatogen treatment against larvae and adult was significant different. The highest mortality larvae was found on L4 (93.33%) and the
lowest was found on L5 (63.33%). The highest mortality adult was found on I2
ABSTRAK
Dina Mandarina, “Efektifitas Entomopatogen Metarhizium anisopliae var.anisopliae, Beauveria bassiana dan Paecilomyces fumosoroseus Terhadap Larva Dan Imago Brontispa longissima Gestro. (Coleoptera : Chrysomelidae) di Laboratorium”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas entomopatogen M. anisopliae, B. bassiana dan P. fumosoroseus dengan kosentrasi berbeda terhadap
larva dan imago B. longissima Gestro. di Laboratorium.
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. dari bulan November sampai dengan Desember 2007, menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) non factorial yang terdiri dari 7 perlakuan untuk larva dan 7 perlakuan yang sama untuk imago masing-masing diulang 3 kali, yakni :
Perlakuan pada larva: 6. I5 = Suspensi P. fumosoroseus 40 gr+10 Imago (2 minggu)+Daun Janur Muda
7. I6 = Suspensi P. fumosoroseus 50 gr+10 Imago (2 minggu)+Daun Janur Muda
Parameter yang diamati adalah persentase larva dan persentase mortalitas imago. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan entomopatogen terhadap larva dan imago berbeda nyata. Pada larva mortalitas tertinggi terdapat pada perlakuan L4
(93.33%) dan terendah pada perlakuan L5 ( 63.33%). Sedangkan pada imago
mortalitas tertinggi terdapat pada perlakuan I2 (96.67%) dan terendah pada perlakuan
RIWAYAT HIDUP
Dina Mandarina, lahir di Medan pada tanggal 19 November 1985, anak ke-1 dari 2 bersaudara dari Ayahanda Zainal Abidin dan Ibunda Lidwina Kho.
Tahun 1997 tamat dari SD Swasta Ikal Medan, Tahun 2000 tamat dari SMP Kartika 1 – 2 Medan, dan Tahun 2003 tamat dari SMU Sinar Husni Medan. Tahun 2003 melanjutkan pendidikan di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, melalui jalur PMP.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan anugrah-Nyalah penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini tepat pada waktunya.
Adapun judul dari skripsi ini adalah : “Uji Efektifitas Beberapa
Entomopatogen Pada Larva dan Imago Brontispa longissima Gestro. (Coleoptera : Chrysomelidae) Di Laboratorium”.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk dapat menempuh ujian sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Komisi
Pembimbing Bapak Ir. Amansyah Siregar sebagai Ketua dan Ibu Ir. Suzana F. Sitepu sebagai Anggota, yang telah membimbing dan memberi arahan
sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini sehingga selesai tepat pada waktunya. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Medan, Februari 2008
DAFTAR ISI
ABSTRACT……… i
ABSTRAK... iii
RIWAYAT HIDUP……… v
KATA PENGANTAR……… vi
DAFTAR ISI……….. vii
DAFTAR TABEL... ix
DAFTAR GAMBAR………... x
DAFTAR LAMPIRAN………... xi
PENDAHULUAN
LatarBelakang……… 1Tujuan Penelitian……….. 2
Hipotesis Penelitian……….. 2
Kegunaan Penelitian………. 3
TINJAUAN PUSTAKA
Serangga hama Brontispa longissima (Gestro)……….. 4Biologi Hama………. 4
Gejala serangan……….. 6
Jamur Metarhizium anisopliae var.anisopliae………... 7
Jamur Beauveria bassiana……..……… 8
Jamur Paecilomyces fumosoroseus………...……….. 10
Penelitian untuk larva………. 13
Penelitian untuk imago………. 13
Pelaksanaan Penelitian……… 14
Persiapan Penelitian……… 14
Penyediaan Serangga Uji……… 14
Penyediaan Jamur Metarhizium anisopliae var.anisopliae, Beauveria bassiana dan Paecilomyces fumosoroseus………. 14
Pembuatan Suspensi Metarhizium anisopliae var.anisopliae, Beauveria bassiana dan Paecilomyces fumosoroseus………. 14
Parameter Yang Diamati……… ………. 15
Persentase Mortalitas Larva………. 15
Persentase Mortalitas Imago……….. ………. 15
HASIL DAN PEMBAHASAN
Persentase Mortalitas larva B. longissima G………... 17Persentase Mortalitas imago B. longissima G………... 21
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan……….. 24Saran……… 24
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
1. Rataan Mortalitas Larva B. longissima Gestro. (%) 17 2. Rataan Mortalitas Imago B. longissima Gestro. (%) 21
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
1. Telur B. longissima G. 4
2. Larva B. longissima G. 4
3. Pupa B. longissima G. 5
4. Imago B. longissima G. 5
5. Gejala serangan B. longissima G. 6
6. Grafik Mortalitas Larva B. longissima G. (%) 20 7. Grafik Mortalitas Imago B. longissima G. (%) 22
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
1. Bagan Penelitian 27
2. Data Persentase Mortalitas Larva 4 HSA 28
3. Data Persentase Mortalitas Larva 5 HSA 29
4. Data Persentase Mortalitas Larva 6 HSA 30
5. Data Persentase Mortalitas Larva 7 HSA 31
6. Data Persentase Mortalitas Larva 8 HSA 32
7. Data Persentase Mortalitas Larva 9 HSA 33
8. Data Persentase Mortalitas Larva 10 HSA 34
9. Data Persentase Mortalitas Larva 11 HSA 35
10.Data Persentase Mortalitas Larva 12 HSA 36
11.Data Persentase Mortalitas Imago 4 HSA 37
12.Data Persentase Mortalitas Imago 5 HSA 38
13.Data Persentase Mortalitas Imago 6 HSA 39
14.Data Persentase Mortalitas Imago 7 HSA 40
15.Data Persentase Mortalitas Imago 8 HSA 41
16.Data Persentase Mortalitas Imago 9 HSA 42
17.Data Persentase Mortalitas Imago 10 HSA 43
20.Data Suhu Ruangan Penelitian 46
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman kelapa (Cocos nucifera L.) banyak mendapat serangan dari berbagai jenis hama dan penyakit. Sudah tentu akibat dari serangan tersebut dapat menimbulkan kerusakan hasil bahkan akhirnya kerugian uang. Besar kecilnya kerusakan yang terjadi pada tanaman akibat kehadiran hama dan penyakit, terutama ditentukan oleh bagian tanaman yang dirusak dan populasinya ataupun tingkat serangannya (Lubis, Darmosarkoro dan Edy, 1992).
Kumbang Brontispa (Brontispa longissima Gestro.) merusak pucuk kelapa terutama pada tanaman yang masih muda. Baik larva maupun kumbangnya berada di dalam lipatan anak daun muda yang belum membuka dan menggerek jaringan anak daun meninggalkan bekas-bekas gerekan memanjang. Selanjutnya daun-daun itu tetap tinggal bersatu, kemudian berkerut dan akhirnya mati (Setyamidjaja, 1991).
B. longissima Gestro. merupakan hama penting pada tanaman kelapa, terutama di daerah Sulawesi Selatan, Lampung, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Papua, Bali, dan Yogyakarta. Kumbang ini kecil, panjangnya hanya sekitar 8 mm. Larvanya dapat merusak pucuk sehingga dapat berpengaruh terhadap produksi kelapa. Hama ini aktif di malam hari (Sukamto, 2001).
Pengendalian yang biasa dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan cara
biologi (hayati) maupun kimia. Cara biologi dengan memanfaatkan cendawan Beauveria bassiana (Balsamo) Vuillemin, Metarrhizium anisopliae, Paecilomyces fumosoroseus. Atau juga dapat menggunakan parasitoid, yaitu parasit
telur Haeckeliana brontispa Ferriere, Trichogrammatoidea nana Zehntner (Hymenoptera: Trichogrammatidae),Ooencyrtus sp. (Hymenoptera: Encyrtidae), parasit larva Asecodes sp dan parasit pupa Tetrastichus brontispa Ferriere. Sementara cara kimia dengan memberikan bahan aktif seperti Endosulfan dan Karbaril pada pucuk pohon (Setyamidjaja, 1991).
M. anisopliae, B. bassiana dan P. fumosoroseus yang tersebar luas diseluruh dunia dan telah lama digunakan sebagai agen hayati dan dapat menginfeksi beberapa jenis serangga, antara lain ordo Coleoptera, Lepidoptera, Homoptera, Hemiptera dan Isoptera. Jamur pertama kali digunakan untuk mengendalikan hama kumbang kelapa lebih dari 85 tahun yang lalu, sejak itu digunakan dibeberapa negara termasuk Indonesia (Prayogo, dkk, 2005).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efektifitas jamur entomopatogenik M. anisopliae, B. bassiana, P. fumosoroseus pada larva dan imago B. longissima Gestro. pada taraf kosentrasi yang berbeda.
Hipotesis Penelitian
Pada taraf kosentrasi yang berbeda, M. anisopliae, B. bassiana, dan P. fumosoroseus memberikan pengaruh berbeda untuk menginfeksi kumbang janur
Kegunaan Penelitian
1. Sebagai bahan penulisan skripsi untuk melengkapi persyaratan dalam menempuh ujian sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
TINJAUAN PUSTAKA
Biologi Serangga hama Brontispa longissima (Gestro.)
Menurut Kalshoven (1981), Hama B. longissima termasuk dalam ordo Coleoptera dan famili Chrysomelidae.
Telur berbentuk pipih jorong, panjang 1,4 mm dan lebar 0,5 mm. kepala berwarna kuning agak kecokelatan, dan mempunyai antena berwarna hitam. Seekor betina bertelur sebanyak ± 120 butir. Biasanya bekas gerekan berbaris 2-4 butir dan
dibungkus dengan kotoran bekas kunyahannya. Stadium telur lamanya 4 hari ( Setyamidjaja, 1991).
Gambar 1. Telur B. longissima (Perbesaran 7x)
Larva berbentuk pipih, panjangnya 8-10 mm, berwarna kuning. Sisi badan berbulu pendek dan ekornya berkait seperti huruf U. Memiliki 4 sampai 6 instar. Larva dewasa panjangnya 10-12 mm, sisi badan berbulu pendek dan berwarna kekuningan. Stadium larva rata-rata selama satu bulan (Hosang, dkk., 2006).
Gambar 2. Larva B. Longissima (Perbesaran 5x)
Pupa berbentuk pipih, panjangnya 9-10 mm, lebar 2 mm, warna kuning, pada ujung abdomennya juga berkait model huruf U seperti larvanya. Lama perkembangan masa pupa 4-7 hari (Setyamidjaja, 1991).
Gambar 3. Pupa B. Longissima (Perbesaran 5x)
Kumbang dewasa bentuknya pipih, berukuran panjang 10 mm, lebar 2 mm, kepalanya berwarna kuning-coklat. Antenanya hitam, sedangkan thoraksnya berwarna kuning. Kumbang dewasa (dan juga larvanya) sangat takut akan cahaya. Karena itu hama ini bergerak aktif pada malam hari. Perkembangbiakan paling cepat biasanya pada musim kemarau (Suhardiyono, 1995).
Gambar 4. Imago B. longissima (Perbesaran 5x)
Gejala Serangan
Kumbang (Brontispa) dan larva tersebut menyerang daun muda (janur) yang belum membuka dengan cara mengorok lipatan anak daun sehingga setelah daun membuka terlihat gejala bercak-bercak memanjang dan anak daun menjadi keriput yang pada serangan berat daun menjadi kering. Hama ini berkembang pada cuaca kering dan panas (Soedijanto dan Sianipar, 1985).
Hama ini dapat menyerang semua tingkat umur tanaman, walaupun kerusakan lebih banyak terdapat pada tanaman muda di pembibitan atau setelah 3 atau 5 tahun ditanam di lapangan, terutama pada daerah kering (Hosang, dkk., 2006).
Baik larva maupun imago B. longissima (kumbang dewasa) hidup di dalam daun yang masih menutup dan memakan jaringan mesofil daun sehingga menimbulkan bercak serangan coklat memanjang (Soedijanto dan Sianipar, 1985).
Kerusakan yang ditimbulkan oleh kumbang ini berwarna merah coklat, keriting, dan kering. Serangan berat buah-buah muda berguguran, beberapa tahun berikutnya pohon-pohon itu dapat tidak berbuah sama sekali (Kalshoven, 1981).
Gambar 5. Gejala Serangan B. longissima (Perbesaran 7x)
Jamur M. anisopliae var anisopliae
Karakteristik Jamur M. anisopliae
Jamur ini biasanya disebut Green Muscardine Fungus dan tersebar di seluruh dunia. Jamur ini pertama kali digunakan untuk mengendalikan hama kumbang kelapa lebih dari 85 tahun yang lalu, dan sejak itu digunakan di beberapa negara termasuk Indonesia (Tanada dan Kaya, 1993).
Jamur M. anisopliae terdiri dari dua jenis / bentuk, yang pertama adalah yang mempunyai spora pendek yaitu M. anisopliae var anisopliae dan yang mempunyai spora panjang yaitu M. anisopliae var major. Strain varietas M. anisopliae yang memiliki spora pendek, konidia berukuran 3,5 – 9,9 m sedangkan varietas major memiliki spora yang panjang, konidia berukuran 9,0 – 18,0 m. Pada pengujian dengan enzim yang sama strain varietas major relatif genusnya sama tetapi untuk strain varietas anisopliae genusnya sangat berbeda (Tanada dan Kaya, 1993).
Pada awal pertumbuhan, koloni jamur berwarna putih, kemudian berubah
menjadi hijau gelap dengan bertambahnya umur koloni. Miselium berdiameter 1,98 – 2,97 m, konidia tersusun dengan tegak, berlapis dan bercorak yang dipenuhi
Jamur M. anisopliae merupakan insektisida biologis yang telah berhasil mengendalikan kumbang kelapa. Jamur ini memiliki spektrum pengendalian yang sangat luas dan dapat mengifeksi lebih dari 100 spesies dari beberapa ordo serangga seperti semut api. Biasanya pertumbuhan yang optimal jamur ini terjadi pada suhu 27-28º C, dan akan menurun pada suhu rendah. Kondisi temperatur menjadi faktor utama dalam efektifitas kerja jamur ini (Prayogo, dkk, 2005).
Jamur ini memiliki spektrum yang sangat luas dan dapat menginfeksi lebih
dari 100 spesies dari beberapa ordo serangga seperti Oryctes rhinoceros, Ostrinia nubinalis, Spodoptera exigua dan Cylas formicarius sedangkan dilapangan
sering ditemukan menginfeksi penggerek padi kuning Tryporyza inotata dan penggerek batang Sesamia inferens (Soekarjoto, Alouw dan Mawikere, 1994).
Gambar 7. konidia M. Anisopliae (Perbesaran 7x)
Jamur B. bassiana
Karakteristik jamur B. bassiana
batang Sesamia inferens (Walker). Efikasi entomopatogen B. bassiana telah diuji di laboratorium terhadap tiga jenis hama kelapa Tirathaba rufivena Walker, Promecotheca cumingii Baly dan Plesispa reichei Chapius, ternyata entomapotegen ini efektif terhadap serangga-serangga tersebut (Gallego dan Gallego, 1988).
Jamur B. bassiana merupakan spesies jamur yang sering digunakan untuk mengendalikan serangga. B. bassiana diaplikasikan dalam bentuk konidia yang dapat menginfeksi serangga melalui kulit kutikula, mulut, dan ruas-ruas yag terdapat pada tubuh serangga. Jamur ini ternyata memiliki spektrum yang luas dan dapat mengendalikan banyak spesies serangga sebagai hama tanaman. Hasil penelitian menunjukan, B. bassiana efektif untuk mengendalikan semut api, aphid, dan ulat grayak (Dinata, 2006).
Miselia jamur B. bassiama bersekat dan berwarna putih, di dalam tubuh serangga yang terinfeksi terdiri atas banyak sel, dengan diameter 4 m, sedang diluar tubuh serangga ukuranya lebih kecil, yaitu 2 m. Hifa fertile terdapat pada cabang (branchlests), tersusun melingkar (verticillate) dan biasanya menggelembung atau menebal. Konidia menempel pada ujung dan sisi konidiofor atau cabang-cabangnya (Utomo dan Pardede, 1990).
Konidia bersel satu, bentuknya oval agak bulat (globose) sampai dengan bulat telur (obovate), berwarna hialin dengan diameter 2 – 3 m. Konidiofor berbentuk zig-zag tersebut merupakan ciri khas dari genus Beauveria (Barnett, 1960).
Gambar 7. konidia B. bassiana Sumber :
Jamur Paecilomyces fumosoroseus
Karateristik jamur P. fumosoroseus
Miselia jamur P. fumosoroseus ini bersekat, berwarna putih, dan berubah menjadi warna kuning muda. Konidiofor pendek, sederhana atau bercabang sangat pendek. Konidiofor pada saat tumbuh panjang 7 – 15 m. Koloni jamur dalam media PDA tumbuh lebih cepat yaitu 27 – 29 mm dalam 7 hari dan 55 – 80 mm dalam 14 hari. Perkembangan jamur ini sama sekali tidak terjadi pada suhu 8º C, sangat lambat dan jarang pada suhu 10º - 14º C dan perkembangannya juga tidak terjadi pada suhu 30ºC atau lebih ( Brown and Smith, 1975).
Jamur Paecilomyces fumosoroseus (Wize) Brown & Smith merupakan jamur entomopatogenik yang diketahui mempunyai kisaran inang yang luas dan di luar negeri telah banyak dikembangkan untuk pengendalian biologi berbagai hama antara lain white fly, thrip, aphid, dan corn-root earworm (Rayati, 2000).
Dalam tubuh serangga jamur memperbanyak diri, hifanya berkembang mengisi seluruh jaringan tubuh akhirnya menyebabkan kematian. Pada kondisi lembab hifa jamur akan muncul kepermukaan kulit dan akan membentuk konidiofor yang merupakan sumber penularan selanjutnya terhadap serangga yang lain
(BPTP Jabar, 1999).
Menurut Rayati (2000), pertumbuhan koloni jamur P. fumosoroseus relatif
lambat pada medium PDA pada suhu 19º - 22º C, hanya mencapai diameter 1,9 – 2,6 cm dalam waktu 10 hari. Efektifitas P. fumosoroseus terhadap beberapa
hama juga menghasilkan persentase kematian yang berbeda – beda seperti terhadap Helopelthis antonii ( ulat daun teh) menghasilkan persentase kematian sebesar 75% pada hari ke 7 setelah jamur diaplikasikan, terhadap Ectropis bhurmitra (ulat jengka l) sebesar 100% pada hari ke 5, dan terhadap Setora nitens (ulat api) sebesar 90 – 96% pada hari ke 8 – 12.
BAHAN DAN METODA
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara Medan, dengan ketinggian tempat ± 32 m di atas permukaan laut. Dilaksanakan mulai bulan November sampai dengan Desember 2007.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah larva dan imago Brontispa longissima, jamur entomopatogenik (B. bassiana, M. anisopliae dan P. fomosoroseus), alkohol, aquadest, dan janur kelapa.
Metode penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) non faktorial yang terdiri dari 7 perlakuan untuk stadia larva dan 7 perlakuan untuk stadia imago, masing-masing diulang 3 kali.
Perlakuan pada larva:
1. L0 = Kontrol + 10 larva (Instar 4) + Daun Janur Muda
2. L1 = Suspensi M. anisopliae 40 gr + 10 larva (Instar 4) +Daun janur muda
3. L2 = Suspensi M. anisopliae 50 gr + 10 larva (Instar 4) +Daun janur muda
4. L3 = Suspensi B. bassiana 40 gr + 10 larva (Instar 4) +Daun janur muda
5. L4 = Suspensi B. bassiana 50 gr + 10 larva (Instar 4) +Daun janur muda
6. L5 = Suspensi P. fumosoroseus 40 gr + 10 larva (Instar 4) +Daun janur muda
7. L6 = Suspensi P. fumosoroseus 50 gr + 10 larva (Instar 4)+Daun janur muda
Perlakuan pada imago:
1. I0 = Kontrol + 10 Imago (2 minggu) + Daun Janur Muda
2. I1 = Suspensi M. anisopliae 40 gr+ 10 Imago (2 minggu)+Daun janur muda
3. I2 = Suspensi M. anisopliae 50 gr+ 10 Imago (2 minggu)+Daun janur muda
4. I3 = Suspensi B. bassiana 40 gr+ 10 Imago (2 minggu)+Daun janur muda
5. I4 = Suspensi B. bassiana 50 gr+ 10 Imago (2 minggu)+Daun Janur muda
6. I5 = Suspensi P. fumosoroseus 40 gr + 10 Imago (2 minggu)+Daun janur muda
7. I6 = Suspensi P. fumosoroseus 50 gr + 10 Imago (2 minggu)+Daun janur muda
Jumlah perlakuan (t) = 7
Jumlah ulangan (r) = 3
7 Perlakuan x 3 Ulangan = 21 Unit percobaan.
Pelaksanaan Penelitian
Persiapan Penelitian
Persiapan penelitian dilakukan dengan menyediakan bahan dan alat yang dibutuhkan selama pelaksanaan penelitian. Survei dilakukan pada lokasi pengambilan
hama (B. longissima) di daerah Desa Tanjung Gusta dan Sei Mencirim, Medan.
Penyediaan Serangga uji
Serangga uji yaitu larva dan imago berasal dari daerah Desa Tanjung Gusta dan Sei Mencirim, kemudian dipelihara dalam stoples dengan diameter 20 cm dan tinggi 20 cm. Sebagai makanannya dimasukkan janur kelapa muda yang diambil tengahnya dengan panjang 15 cm dan ditutup dengan kain muslin. Jumlah larva dan imago yang dimasukan dalam stoples masing-masing 10 ekor. Larva instar 4 dengan ciri-ciri sebagai berikut berwarna kuning kecoklatan, memiliki tanda huruf U di ujung abdomennya dan imago umur 2 minggu memiliki ciri-ciri sebagai berikut antena berwarna hitam, thoraks berwarna kuning kecoklatan.
Penyediaan Jamur M. anisopliae, B. bassiana dan P. fumosoroseus.
Pembuatan Suspensi M. anisopliae, B. bassiana dan P. fumosoroseus.
Jamur yang telah diperoleh dari BP2TP dan PPKS dalam media jagung, kemudian masing – masing jamur diambil sebanyak 40 gr dan 50 gr untuk dicampurkan dengan 1 l air aquadest yang dilarutkan di dalam handsprayer sebagai alat semprot untuk jamur.
Parameter yang diamati.
Mortalitas Larva (%)
Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah larva dan imago yang mati terserang entomopatogen. Larva dan imago yang mati dapat dilihat dari ciri – ciri sebagai berikut :
a. Larva + imago yang mati karena jamur tubuhnya akan menjadi kering dan b. Larva + imago yang mati karena jamur semua tubuhnya diselimuti oleh
miselium.
c. Larva + imago yang mati karena jamur biasanya tidak berbau.
Pengamatan pertama dilakukan setiap hari, dimulai dari 1 HSA sampai 12 HSA.
Mortalitas Imago (%)
Persentase larva dan imago yang diamati, dihitung dengan menggunakan rumus:
a
M = x 100%
a + b Keterangan : M = Mortalitas
HASIL DAN PEMBAHASAN
Mortalitas Larva B. longissima G.
Hasil pengamatan mortalitas larva B. longissima G. selama pengamatan dapat dilihat pada lampiran 2 - 10. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan beda nyata diantara perlakuan. Rataan mortalitas larva B. longissima (%) dapat dilihat pada pada Tabel 1.
Tabel 1. Rataan Mortalitas larva B. longissima Gestro (%). Waktu Pengamatan (hsa) Ket: Angka yang di ikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 0.05
Dari tabel rataan mortalitas larva menunjukkan bahwa kematian larva terjadi mulai hari ke- 4 setelah aplikasi. Pada hari ke- 4 dapat dilihat L2 dengan kosentrasi 50 gr / 1l air merupakan mortalitas yang tertinggi sebesar 23.33 % sedangkan pada L4 13.33 % dan L5 3.33 % dengan kosentrasi yang sama menunjukkan hasil yang
berbeda sangat nyata. Sementara L1 dengan kosentrasi 40 gr / 1l air memiliki hasil
sebesar 16.67 % tidak nyata dengan L2. pada hari ke- 5 mortalitas yang terjadi
masih sama seperti hari ke- 4 yaitu L2, L4 dan L5 masih berbeda sangat nyata. Sedangkan pada hari ke- 6 terjadi perubahan mortalitas pada L4 sebesar 73.33 % lebih tinggi dibandingkan dengan L2 sebesar 67.67 %. Namun, pada hari ke- 7 sampai ke- 12 yang tertinggi yaitu perlakuan L4 sebesar 96.67 %. dan yang terendah dari hari
Hal ini disebabkan karena entomopatogen yang di uji tersebut dapat mematikan larva B. Longissima sehingga dipastikan larva mati pada instar berikutnya karena tidak terbentuknya kulit yang melindungi tubuhnya. Sedangkan pada perlakuan kontrol seluruh larva sehat, karena tidak ada yang menginfeksinya. Persentase mortalitas larva pada L0 sampai akhir pengamatan tetap 0 %. Persentase mortalitas larva B. longissima pada masing – masing perlakuan entomopatogen menunjukkan perbedaan nyata, perlakuan L4 (M. anisopliae) merupakan persentase
yang tertinggi pada akhir pengamatan yaitu sebesar 96.67%. sedangkan yang terendah perlakuan L5 (P. fumosoroseus) sebesar 63.33%. Hal ini dapat disebabkan karena
perbedaan kosentrasi dari masing – masing perlakuan sehingga dapat menpengaruhi mekanisme dan kecepatan mematikan dari masing – masing entomopatogen terhadap larva B. longissima G. tersebut.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 1.
A B C
Keterangan :
A = Larva B. Longissima dengan perlakuan M. anisopliae B = Larva B. Longissima dengan perlakuan B. Bassiana C = Larva B. Longissima dengan perlakuan P. fumosoroseus
Miselium M. anisopliae yang meluas menyebabkan larva mati lemas oleh CO2 atau toksin. Bangkai mengering karena hifa menggunakan air dan nutrisi inang
untuk berkembang kemudian hifa memecahkan kutikula inang yang mati (Anonim, 2003). Moschetti (2005) juga mengatakan bahwa ketika spora B. bassiana kontak dengan kulit serangga yang peka, spora tersebut berkecambah dan
0.00
Gambar 2. Grafik Mortalitas Larva B. longissima Gestro (%) Keterangan :
peningkatan mortalitas larva B. longissima, peningkatan larva mencapai 100 % pada hari ke- 12 dan perlakuan L0 (kontrol) tetap 0 %.
Hal ini menunjukan bahwa kosentrasi juga berpengaruh dalam menentukan banyaknya larva yang mati, sebab kosentrasi entomopatogen tersebut menunjukan banyaknya spora yang di semprotkan ke tubuh larva yang akan menginfeksi dan meselium – miseliumnya akan menghasilkan toksin yang di sebut destruxin yang akan
membunuh larva seperti yang dinyatakan Tanada dan Kaya (1993) bahwa M. anisopliae mengandung cyclodepsipeptides, destruxin A, B, C, D, dan E, dan
Mortalitas Imago B. longissima Gestro.
Hasil analisis statistik menunjukan bahwa perlakuan entomopatogen menghasilkan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap persentase mortalitas imago B. longissima G. (Lampiran 11 – 19). Rataan mortalitas dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Rataan mortalitas imago B. longissima Gestro (%).
Waktu Pengamatan (hsa) Ket: Angka yang di ikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 0.05
Tabel 2 menunjukkan kematian imago terjadi pada hari ke-4 setelah aplikasi. Dapat dilihat pada hasil mortalitas tertinggi terdapat pada I4 sebesar 43.33 % berbeda
sangat nyata dengan perlakuan lainnya dimana I2 10.00 %, I5 10.00 % dengan
kosentrasi yang sama sebesar 50 gr / 1 l air sedangkan pada I1 6.67 %, I3 3.33 % dan
I6 10.00 % dengan kosentarasi 40 gr / 1 l air. Mortalitas imago 83,33% terjadi pada
pengamatan hari ke- 6 yaitu I4 lebih meningkat dari pada I1 - I6. Hal ini menunjukkan
bahwa dengan jumlah 50 gr / 1 l air lebih banyak menambah mortalitas imago dari pada 40 gr / 1 l air. Hal ini membuktikan bahwa B. bassiana dapat menyebabkan kematian bagi imago B. longissima dengan toksin beauvericin yang dihasilkannya dan dengan kosentrasi lebih banyak sehingga menghasilkan toksin yang juga lebih banyak.
yang berbeda. Sedangkan entomopatogen P. fumosoroseus memiliki keefektifan yang agak lambat dalam menekan persentase mortalitas imago B. longissima. Menurut Brown and Smith (1975) dikarenakan P. fumosoroseus sangat dipengaruhi oleh suhu dan apabila ditempatkan pada suhu 30°C maka akan terjadi perkembangan spora dengan cepat.
Untuk lebih jelasnya hasil rataan mortalitas larva B. longissima pada masing – masing perlakuan dapat dilihat pada gambar 3.
0.00
Gambar 3. Grafik Mortalitas Imago B. longissima Gestro (%) Keterangan :
Berdasarkan hasil analisis keragaman ternyata dari gambar dapat dilihat perbedaan yang nyata antara perlakuan, dimana I2 dan I4 yang lebih cepat dapat
pergantian daun janur muda diaplikasikan satu kali dengan interval dua hari dikarenaklan daun janur mudah layu.
Perlakuan entomopatogen mencapai mortalitas 96.67% adalah
perlakuan I2 (M. anisopliae). Aplikasi entomopatogen tersebut pada imago
B. longissima menunjukkan perbedaan nyata. Gejala yang ditimbulkan oleh perlakuan jamur M. anisopliae terlihat imago B. longissima diselimuti oleh misselium berwarna hijau tua yang sering disebut “Green muscardine” sedangkan imago yang terinfeksi B. bassiana miseliumnya berwarna putih. sedangkan pada P. fumosoroseus miseliumnya berwarna putih dan lama kelamaan berubah menjadi kuning muda.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.
A B C
Keterangan :
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Dari semua entomopatogen hanya perlakuan L2 (M. anisopliae) dan L4
(B. bassiana) yang dapat menekan mortalitas larva dengan cepat yang mencapai 90% - 93.33% dan yang terendah terdapat pada perlakuan L5 yaitu
63.33% sampai akhir pengamatan.
2. Persentase mortalitas imago yang tercepat terjadi pada perlakuan I4 pada
pengamatan hari ke- 6 yaitu 83.33%.
3. Dari semua perlakuan entomopatogen pada imago hanya perlakuan I2 yang
mencapai 96.67% dan yang terendah terdapat pada perlakuan I1 yaitu 53.33%
pada akhir pengamatan (hari ke- 12).
4. Dari semua perlakuan dapat diketahui entomopatogen yang lebih efektif adalah B. Bassiana pada larva dan M. anisopliae pada imago.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Alexopoulus, C. J. and C. W. Mims. 1996. Introduction Micology. John Willey and Sons Inc. New york. hal : 292-293, 299
Barnett., 1960. Illustrated Genera of Imperfecty Fungy. Second Edition. Burgess Publishing Company. hal : 62
Brown, A. H. I., and G. Smith, 1975. The Genus Paecilomyces Bainer and Its Perfect Stage Byssochlamys Westling. Transbrit. Mycol. Soc. hal 40; 17-89
Basle., 1985. Field Trial Manual. Ciba. Geigy. Swittzerland. hal : 18
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat, 1999. Penggunaan Jamur Paecilomyces fumosoroseus (PFR) untuk Pengendalian Hama Tanaman Teh. Lembar Informasi Pertanian (LIPTAN). BPTP-Jawa Barat. Lembang.
Dinata.A., 2006. Insektisida yang Ramah Lingkungan.http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/044/15/cakrawala/penelitian
Deptan., 2007. Penyebaran Hama Kelapa di Beberapa Wilayah. . htm. Diakses tanggal 10 desember 2006.
Gallego, V.C. dan C.E. Gallego. 1988. Efficacy of Beauveria bassiana Vuil. And
Metarhizium anisopliae Mets. Sor. Against tree coconut pest, Tirathaba rufivena Walk. Promecotheca cumingii Baly dan Plesispa reichei
Chapius. Annual Report. Agric. Res. PCA. 38-50.
Hosang, M.L.A., Jelfina C.A and H. Novarianto., 2006. Biological Control of Brontispa longissima (Gestro) in Indonesia. Indonesian Coconut and Other Palm Research Institute, Manado.
Lubis.A.U., Darmosarkoro dan Edy S.S., 1992. KELAPA ( Cocos nucifera L. ). Asosiasi Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Indonesia. Pusat Penelitian Perkebunan Marihat – Bandar Kuala. Marihat Ulu. Pematang Siantar – Sumatera Utara. Hal : 4-5
pada kedelai. 2005.
Moschetti, R. 2005. Microbial Insect. Beauveria bassiana. Wasilla, Alaska.
Reginawati., 1999. Simposium Kelapa Hibrida.
Hibrida Hasil Tanaman.
Diakses tanggal 13 April 2005
Rayati D.J. 2000. Jamur Agensi Pengendalian Biologi Hama Pada Tanaman Teh. Pusat Penelitian Teh dan Kina, Bandung. hal : 67
Soedijanto dan Sianipar., 1985. Kelapa CV Yasaguna. Jakarta. hal : 111
Soetedjo, L.T.N., 2001. Hama Tanaman Keras Dan Alat Pemberantasnya. Bina Aksara. Jakarta. hal : 25-28
Setyamidjaja, D., 1991. Bertanam Kelapa Hibrida. Kanisius. Yogyakarta. hal : 103
Soekarjoto, J.C. Alouw dan J. Mawikere. 1994. Uji Patogenitas Metarhizium anisopliae Terhadap Hama Brontispa longissima Gestro. Buletin
Balitka No. 22
Suhardiyono, L., 1995. Tanaman Kelapa budidaya Produksi Kelapa. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal 4-6
Sukamto, I.T.N., 2001. Upaya Meningkatkan Produksi Kelapa. Penebar Swadaya. Jakarta. hal : 12
Sugandi , E. dan Sugiarto, 1993. Rancangan Percobaan. Andi offiset, Yogyakarta. Hal : 216
Tanada, Y. dan Kaya, H.K., 1993. Insect Pathology. Academik Press. Inc. Publishier Sandiego New York Boston. London Sydney Tokyo Toronto. hal : 359-360 Utomo, C. dan DJ. Pardede, 1990. Efikasi Jamur Beauveria bassiana. Buletin
Perkebunan. Kanisius. Yogyakarta. hal : 113
Lampiran 1.
BAGAN PENELITIAN
a. Rancangan pada larva b. Rancangan pada imago
Lampiran 2. Rataan Mortalitas Larva B. longissima 4 HSA (10 ekor)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
L5 0 0 10 10 3.33
L6 10 0 0 10 3.33
Total 40 50 90 180
Rataan 5.71 7.14 12.86 8.57
Rataan Mortalitas Larva B. longissima 4 HSA setelah transformasi arc.sin√x
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) Sy = 4.5134
Lampiran 3. Rataan Mortalitas Larva B. longissima 5 HSA (10 ekor)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
L0 0 0 0 0 0.00
L5 10 20 40 70 23.33
L6 10 20 40 70 23.33
Total 160 250 380 790
Rataan 22.86 35.71 54.29 37.62
Rataan Mortalitas Larva B. longissima 5 HSA setelah transformasi arc.sin√x
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) Sy = 11.9412
Lampiran 4. Rataan Mortalitas Larva B. longissima 6 HSA (10 ekor)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
L5 10 20 40 70 23.33
L6 10 20 40 70 23.33
Total 230 270 310 810
Rataan 32.86 38.57 44.29 38.57
Rataan Mortalitas Larva B. longissima 6 HSA setelah transformasi arc.sin√x
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) Sy = 11.2217
Lampiran 5. Rataan Mortalitas Larva B. longissima 7 HSA (10 ekor)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
L0 0 0 0 0 0.00
L5 20 20 40 80 26.67
L6 50 40 80 170 56.67
Total 310 360 440 1110
Rataan 44.29 51.43 62.86 52.86
Rataan Mortalitas Larva B. longissima 7 HSA setelah transformasi arc.sin√x
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) Sy = 9.4281
Lampiran 6. Rataan Mortalitas Larva B. longissima 8 HSA (10 ekor)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
L0 0 0 0 0 0.00
L1 60 60 80 200 66.67
L2 50 90 90 230 76.67
L5 40 50 50 140 46.67
L6 50 40 80 170 56.67
Total 340 400 470 1210
Rataan 48.57 57.14 67.14 57.62
Rataan Mortalitas Larva B. longissima 8 HSA setelah transformasi arc.sin√x
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) Sy = 8.3887
Lampiran 7. Rataan Mortalitas Larva B. longissima 9 HSA (10 ekor)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
L0 0 0 0 0 0.00
L5 40 50 50 140 46.67
L6 70 50 80 200 66.67
Total 400 410 470 1280
Rataan 57.14 58.57 67.14 60.95
Rataan Mortalitas Larva B. longissima 9 HSA setelah transformasi arc.sin√x
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) Sy = 5.6108
Lampiran 8. Rataan Mortalitas Larva B. longissima 10 HSA (10 ekor)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
L0 0 0 0 0 0.00
L1 60 60 80 200 66.67
L2 70 90 100 260 86.67
L5 50 50 50 150 50.00
L6 70 50 80 200 66.67
Total 410 410 480 1300
Rataan 58.57 58.57 68.57 61.90
Rataan Mortalitas Larva B. longissima 10 HSA setelah transformasi arc.sin√x
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) Sy = 5.9317
Lampiran 9. Rataan Mortalitas Larva B. longissima 11 HSA (10 ekor)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
L0 0 0 0 0 0.00
L5 50 50 60 160 53.33
L6 70 60 80 210 70.00
Total 420 420 510 1350
Rataan 60.00 60.00 72.86 64.29
Rataan Mortalitas Larva B. longissima 11 HSA setelah transformasi arc.sin√x
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) Sy = 6.0858
Lampiran 10. Rataan Mortalitas Larva B. longissima 12 HSA (10 ekor)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
L0 0 0 0 0 0.00
L1 70 70 90 230 76.67
L2 70 100 100 270 90.00
L4 90 100 100 290 96.67
L5 60 60 70 190 63.33
L6 70 60 80 210 70.00
Total 430 470 520 1420
Rataan 61.43 67.14 74.29 67.62
Rataan Mortalitas Larva B. longissima 12 HSA setelah transformasi arc.sin√x
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) Sy = 5.9317
Lampiran 11. Rataan Mortalitas Imago B. longissima 4 HSA (10 ekor)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I2 0 10 20 30 10
Rataan Mortalitas Imago B. longissima 4 HSA setelah transformasi arc.sin√x
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) Sy = 7.4536
Lampiran 12. Rataan Mortalitas Imago B. Longissima 5 HSA (10 ekor)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
I1 10 10 0 20 6.67
Rataan Mortalitas Imago B. longissima 5 HSA setelah transformasi arc.sin√x
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) Sy = 10.0922
I0 0 0 0 0 0.00
Rataan Mortalitas Imago B. longissima 6 HSA setelah transformasi arc.sin√x
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT)
UJD 0.05 = 26.1617
Lampiran 14. Rataan Mortalitas Imago B. Longissima 7 HSA (10 ekor)
I0 0 0 0 0 0.00
Rataan Mortalitas Imago B. longissima 7 HSA setelah transformasi arc.sin√x
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) Sy = 9.1287
I0 0 0 0 0 0.00
Rataan Mortalitas Imago B. longissima 8 HSA setelah transformasi arc.sin√x
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) Sy = 7.6980
Lampiran 16. Rataan Mortalitas Imago B. Longissima 9 HSA (10 ekor)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I0 0 0 0 0 0.00
Rataan Mortalitas Imago B. longissima 9 HSA setelah transformasi arc.sin√x
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
I II III
Rataan Mortalitas Imago B. longissima 10 HSA setelah transformasi arc.sin√x
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) Sy = 7.3283
Perlakuan Ulangan Total Rataan
Rataan Mortalitas Imago B. longissima 11 HSA setelah transformasi arc.sin√x
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
Lampiran 19. Rataan Mortalitas Imago B. Longissima 12 HSA (10 ekor)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
Rataan Mortalitas Imago B. longissima 12 HSA setelah transformasi arc.sin√x
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
Lampiran 28.
DATA SUHU RUANGAN PENELITIAN
Lampiran 29.
DESKRIPSI RUANG PENELITIAN
Gambar 2. Toples Penelitian Pada Imago
CURICULUM VITAE
Nama Lengkap : Dina Mandarina
Nim : 030302013
Alamat : Jl. Mesjid No. 66 Medan
(0813-6190-1185)
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Golongan Darah : B
Anak ke : 1 dari 2 bersaudara