UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI
MEDAN
ANALISIS PENGARUH TENAGA KERJA DAN
KREDIT USAHA TERHADAP PDRB SEKTOR INDUSTRI
MANUFAKTUR KOTA PEMATANGSIANTAR
SKRIPSI Oleh :
DOSMA H. E. SIHOTANG 060501072
EKONOMI PEMBANGUNAN
Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS EKONOMI
MEDAN
Nama : DOSMA H. E. SIHOTANG
PENANGGUNGJAWAB SKRIPSI
NIM : 060501072
Departemen : Ekonomi Pembangunan
Konsentrasi : Perencanaan
Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Tenaga Kerja dan Kredit Usaha Terhadap
PDRB Sektor Industri Manufaktur Kota Pematangsiantar
Tanggal,
Pembimbing Skripsi
NIP. 19560112 198503 1 002
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS EKONOMI
MEDAN
Hari : Rabu
BERITA ACARA UJIAN
Tanggal : 17 Maret 2010
Nama : DOSMA H. E. SIHOTANG
NIM : 060501072
Departemen : Ekonomi Pembangunan
Konsentrasi : Perencanaan
Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Tenaga Kerja dan Kredit Usaha Terhadap
PDRB Sektor Industri Manufaktur Kota Pematangsiantar
Ketua Departemen Pembimbing skripsi
(Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec)
NIP. 19730408 199802 1 001 NIP. 19560112 198503 1 002
(Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si)
Penguji I Penguji II
(Drs. Rujiman, MA)
NIP. 19510421 198203 1 002 NIP.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS EKONOMI
MEDAN
Nama : DOSMA H. E. SIHOTANG
PERSETUJUAN ADMINISTRASI AKADEMIK
NIM : 060501072
Departemen : Ekonomi Pembangunan
Konsentrasi : Perencanaan
Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Tenaga Kerja dan Kredit Usaha Terhadap
PDRB Sektor Industri Manufaktur Kota Pematangsiantar
Tanggal,
Ketua Departemen
NIP. 19730408 199802 1 001 (Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec)
Tanggal,
Dekan
In facing the free trade era, so the growth of industry is pointed to : 1) the growth of bisnis area which is conducive, 2) the growth of financial institutions which give the access to the transparant and easier capital source, and 3) the growth of technology of industry.
ABSTRACT
The goals of this research is to know how far the influences of labour and credit of manufacture industry sector to GRDP of manufacture industry sector in Pematangsiantar City. The research method used quantitative approachment based on the secunder data numeric with years size are 1986-2008. The data were obtained from the BPS North Sumatera used dependent variable, that is GRDP of manufacture industry sector in Pematangsiantar City and independent variables, they are labour of manufacture industry sector (X1) and credit of manufacture industry sector (X2).
The result of this research shows that labour of manufacture industry sector and credit of manufacture industry sector give positive and significance influences to GRDP of manufacture industry sector in Pematangsiantar City. Because of it, the government and central bank need to support the growth of industry by credit policy and manpower policy, besides the protection industry policy.
Keywords : labour of manufacture industry sector, credit of manufacture industry sector, and GRDP of manufacture industry sector.
ABSTRAK
Dalam menghadapi era perdagangan bebas, maka pengembangan industri diarahkan pada : 1) pengembangan lingkungan bisnis yang kondusif, 2) pengembangan lembaga-lembaga finansial yang dapat memberikan akses terhadap sumber modal yang transparan dan lebih mudah, dan 3) pengembangan teknologi industri.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pengaruh tenaga kerja dan kredit usaha terhadap PDRB sektor industri manufaktur Kota Pematangsiantar. Metode penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif berdasarkan data skunder yang berbentuk angka-angka dengan kurun waktu 1986-2008. Data diperoleh dari BPS Sumatera Utara menggunakan variabel dependen yaitu PDRB sektor industri manufaktur Kota Pematangsiantar (Y) dan variabel independen yaitu tenaga kerja (X1) dan kredit usaha (X2).
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan YME yang telah memberikan rahmat dan
karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, yang berjudul
“Analisis Pengaruh Tenaga Kerja dan Kredit Usaha Terhadap PDRB Sektor
Industri Manufaktur Kota Pematangsiantar”. Isi dan materi skripsi ini didasarkan
pada penelitian kepustakaan dan data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat
Statistik.
Adapun skripsi ini diselesaikan sebagai tugas akhir penulis melengkapi
syarat untuk memperoleh gelar sarjana ekonomi pada Fakultas Ekonomi
Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan skripsi ini tidak sedikit tantangan yang harus dihadapai
baik materil maupun moril, oleh sebab itu dalam kesempatan ini penulis
mengucapkan rasa terimakasih atas bantuan yang telah diberikan oleh semua
pihak yang terkait sehingga skripsi ini dapat diselesaikan, khususnya kepada :
1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec dan Bapak Irsyad Lubis, Ph.D
selaku Kepala dan Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan
Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Syahrir Hakim Nasution, M.Si selaku dosen pembimbing yang
4. Bapak Rujiman, MA selaku dosen penguji I dan Bapak Walad Al-Tsani,
M.Ec selaku dosen penguji II yang banyak memberi saran dan kritik dalam
penyusunan skripsi.
5. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec selaku dosen wali dan dosen
pengajar mata kuliah di FE-USU yang mengarahkan dan membuka
wawasan selama mengikuti perkuliahan.
6. Staf administrasi FE-USU yang membantu dalam menyelesaikan
urusan-urusan administrasi selama perkuliahan.
7. Pegawai BPS Sumatera Utara dan Kota Pematangsiantar yang membantu
dalam memperoleh data yang diperlukan.
8. Ayahanda W. Sihotang dan ibunda L. Malau tercinta yang selalu
mendukung dengan doa dan kasih sayang.
9. Adik-adik tercinta Yosephin, Jean, dan Censin yang selalu mendukung.
10.Semua sahabat mahasiswa EP ‘06 teristimewa Rasidah, Mediawati,
Rifanny, dan Khairiati yang memberikan dukungan dan saran.
11.Sahabat-sahabat terkasih Dionita, Eva, Jondi, dan Juni yang selalu
mendukung.
Akhirnya penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa masih
banyak hal yang kurang dalam penulisan skripsi ini, untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna meningkatkan
kualitas skripsi ini sehingga dapat dipergunakan dalam pengembangan dan
Medan, Maret 2010
Penulis
2.3.1 Pengertian Tenaga Kerja ……….. 31
2.3.2 Teori Tentang Tenaga Kerja ……….. 32
2.3.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Tenaga Kerja ……….. 37
3.1 Ruang Lingkup Penelitian………... 47
3.2 Jenis dan Sumber Data ……….. 47
3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ……….. 47
3.4 Pengolahan Data ……….……… 48
3.5 Model Analisis ……….. 48
3.6 Test of Goodness 0f Fit (Uji Kesesuaian) ……….. 50
3.6.1 Koefisien Determinasi (R-square) ……….. 50
3.6.2 Uji t-statistik ……….. 50
3.6.3 Uji F-statistik ……….. 52
3.7 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ……….. 53
3.7.1 Autokorelasi (Serial Correlation) ………….. ……… 53
3.10 Defenisi Operasional ………... 55
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ……….. 56
4.1 Gambaran Umum Kota Pematangsiantar ……….. 56
4.1.1 Kondisi Geografis ……….. 56
4.1.2 Kondisi Iklim dan Topografi ……….. 57
4.1.3 Kondisi Demografi ………... 57
Pematangsiantar ……….. 58
4.1.5 Perkembangan PDRB Sektor Industri Manufaktur Kota Pematangsiantar ……….. 60
4.1.6 Perkembangan Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Kota Pematangsiantar ……….. 62
4.1.7 Perkembangan Kredit Usaha Sektor Industri Manufaktur Kota Pematangsiantar ……….. 63
4.2 Analisis Data ……….. 65
4.2.1 Pengujian Pengaruh Variabel Independen terhadap Variabel Dependen ……….. 65
4.2.2 Interpretasi Data ……….. 67
4.2.3 Test of Goodness 0f Fit (Uji Kesesuaian) ……….. 68
4.2.4 Koefisien Determinasi (R-square) ……….. 68
4.2.5 Uji t-statistik ……….. 69
4.2.6 Uji F-statistik ……….. 71
3.7 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ……….. 72
3.7.1 Multikolinieritas ……….. 72
3.7.2 Autokorelasi (Serial Correlation) ………….. ……… 73
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……….. 75
5.1 Kesimpulan ……….. 75
5.2 Saran ……….. 76
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
No. Tabel Judul Halaman
Tabel 4.1 Luas wilayah Kota Pematangsiantar berdasarkan kecamatan ….. 56
Tabel 4.2 Jumlah penduduk Kota Pematangsiantar tahun 1994-2005 ….. 58
Tabel 4.3 Perkembangan jumlah industri manufaktur di Kota
Pematangsiantar tahun 1999-2007 ……….. 59
Tabel 4.4 Jumlah industri manufaktur di Kota Pematangsiantar menurut
kelompok industri (unit usaha) ……….. 60
Tabel 4.5 Perkembangan PDRB Sektor Industri Manufaktur Kota
Pematangsiantar Atas Dasar Harga Konstan tahun 1986-2008 ….. 61
Tabel 4.6 Perkembangan Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Kota
Pematangsiantar tahun 1986-2008 ……….. 63
Tabel 4.7 Perkembangan Kredit Usaha Industri Manufaktur Kota
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul Halaman
Gambar 2.1 Kurva Keseimbangan Pasar Tenaga Kerja ……….. 32
Gambar 2.2 Kurva Ketidakseimbangan Pasar Tenaga Kerja ……….. 33
Gambar 3.1 Kurva Uji t-statistik ……….. 51
Gambar 3.2 Kurva Uji F-statistik ……….. 53
Gambar 3.3 Kurva LM test ……….. 55
Gambar 4.1 Kurva Uji t-statistik Tenaga Kerja ……….. 69
Gambar 4.2 Kurva Uji t-statistik Kredit Usaha ……….. 70
Gambar 4.3 Kurva Uji F-statistik ……….. 71
In facing the free trade era, so the growth of industry is pointed to : 1) the growth of bisnis area which is conducive, 2) the growth of financial institutions which give the access to the transparant and easier capital source, and 3) the growth of technology of industry.
ABSTRACT
The goals of this research is to know how far the influences of labour and credit of manufacture industry sector to GRDP of manufacture industry sector in Pematangsiantar City. The research method used quantitative approachment based on the secunder data numeric with years size are 1986-2008. The data were obtained from the BPS North Sumatera used dependent variable, that is GRDP of manufacture industry sector in Pematangsiantar City and independent variables, they are labour of manufacture industry sector (X1) and credit of manufacture industry sector (X2).
The result of this research shows that labour of manufacture industry sector and credit of manufacture industry sector give positive and significance influences to GRDP of manufacture industry sector in Pematangsiantar City. Because of it, the government and central bank need to support the growth of industry by credit policy and manpower policy, besides the protection industry policy.
Keywords : labour of manufacture industry sector, credit of manufacture industry sector, and GRDP of manufacture industry sector.
ABSTRAK
Dalam menghadapi era perdagangan bebas, maka pengembangan industri diarahkan pada : 1) pengembangan lingkungan bisnis yang kondusif, 2) pengembangan lembaga-lembaga finansial yang dapat memberikan akses terhadap sumber modal yang transparan dan lebih mudah, dan 3) pengembangan teknologi industri.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pengaruh tenaga kerja dan kredit usaha terhadap PDRB sektor industri manufaktur Kota Pematangsiantar. Metode penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif berdasarkan data skunder yang berbentuk angka-angka dengan kurun waktu 1986-2008. Data diperoleh dari BPS Sumatera Utara menggunakan variabel dependen yaitu PDRB sektor industri manufaktur Kota Pematangsiantar (Y) dan variabel independen yaitu tenaga kerja (X1) dan kredit usaha (X2).
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sektor industri merupakan komponen utama dalam pembangunan
ekonomi nasional. Sektor ini tidak saja berpotensi mampu memberikan kontribusi
ekonomi yang besar melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga
mampu memberikan kontribusi yang besar dalam transformasi struktural bangsa
ke arah modernisasi kehidupan masyarakat yang menunjang pembentukan daya
saing nasional. Selama dua dasawarsa sebelum krisis ekonomi, peran sektor
industri terhadap perekonomian nasional hampir mencapai 25%.
Sejak pertengahan tahun 1980-an peranan sektor industri manufaktur
mulai meningkat, menyamai peranan sektor migas dan pertanian. Perkembangan
yang menakjubkan tidak hanya terjadi di dalam negeri, tetapi juga dalam
perdagangan internasional. Pada tahun 1996, nilai ekspor non migas mencapai
76,44% dari seluruh nilai ekspor Indonesia. Sekitar 61,14% diantaranya berasal
dari ekspor barang industri. Kemajuan ekonomi yang diraih Indonesia pada saat
itu, menyebabkan Bank Dunia memasukkan Indonesia sebagai salah satu Negara
Ajaib di Asia Timur (The East Asian Miracle).
Sumbangan sektor industri terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)
nasional di tahun 1996 adalah sebesar 22,1%, sedangkan pada tahun 2004 sebesar
24,6% dan pada tahun 2003 sebesar 25,0%. Cabang industri yang memberikan
minuman dan tembakau, meskipun tahun 2004 mengalami penurunan jika
dibandingkan dengan tahun sebelum 2003, yaitu sebesar 6,9%. Kontribusi
terbesar lainnya adalah industri alat angkut, mesin dan peralatan sebesar 5,5%,
produk industri pupuk, kimia serta barang dari karet sebesar 4,2%.
Profil sektor industri Indonesia secara garis besar berdasarkan Sensus
Ekonomi 2006 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan
bahwa Industri Kecil dan Rumah Tangga (IKRT) memiliki peranan yang cukup
besar dalam industri manufaktur dilihat dari sisi jumlah unit usaha dan daya serap
tenaga kerja, namun lemah dalam menyumbang nilai output. Pada tahun 2006,
dari total unit usaha manufaktur di Indonesia sebanyak 3,2 juta, ternyata 99,3%
merupakan unit usaha IKRT. IKRT, dengan jumlah tenaga kerja kurang dari 20
orang, mampu menyediakan kesempatan kerja sebesar 60,3% dari total
kesempatan kerja. Kendati demikian, sumbangan nilai output IKRT terhadap
industri manufaktur hanya sebesar 10,3%. Pola ini sedikit meningkat dari tahun ke
tahunnya (2002-2006). Banyaknya jumlah orang yang bekerja pada IKRT
memperlihatkan betapa pentingnya peranan IKRT dalam membantu memecahkan
masalah pengangguran dan pemerataan distribusi pendapatan.
Di sisi lain, Industri Besar dan Menengah (IBM) memberikan kontribusi
yang dominan dari sisi nilai output. Pada tahun 2002, IBM menyumbang 91,6%
dari keseluruhan nilai output, menyerap sekitar 39,9% dari total kesempatan kerja,
namun dari sisi unit usaha hanya menyumbang 0,8% dari total unit usaha yang
menyediakan lapangan pekerjaan sekitar 39,7% dari total kesempatan kerja,
namun hanya menyumbang 0,7% dari total unit usaha yang ada.
Sumber daya manusia (tenaga kerja) tentu sangat diperlukan dalam
beroperasinya industri dan akan lebih efektif dengan spesialisasi kerja. Alokasi
tenaga kerja yang efektif adalah permulaan pertumbuhan ekonomi, dengan kata
lain alokasi tenaga kerja yang efektif merupakan syarat perlu (necessary
condition) bagi pertumbuhan ekonomi (Adam Smith dalam Subri, 2003). Seperti
diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi tahun tertentu dapat diperoleh dari
pengurangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun tertentu dengan
PDRB tahun sebelumnya kemudian dibagi PDRB tahun sebelumnya, dengan
demikian pertumbuhan ekonomi erat kaitannya dengan PDRB.
Dalam memajukan sektor industri perlu diberikan kredit bagi pengusaha.
Kredit usaha industri merupakan fasilitas pinjaman yang diberikan dalam jangka
pendek, menengah, dan panjang untuk membiayai penyediaan capital goods
seperti pendirian pabrik, pembelian mesin, perluasan usaha, atau keperluan
rehabilitasi dan untuk membiayai operasional (Simorangkir, 2004). Untuk
mengoptimalkan pemberian kredit usaha industri oleh bank-bank umum, Bank
Indonesia bersama dengan perbankan selama ini telah menempuh tiga strategi
dasar sebagai berikut : Pertama, penerapan batas minimum pemberian kredit
sebesar 20% dari keseluruhan kredit bagi semua bank. Kedua, mengembangkan
kelembagaan dengan memperluas jaringan perbankan, mendorong kerja sama
antar bank dalam penyaluran kredit usaha dan mengembangkan lembaga-lembaga
pendirian Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah. Ketiga,
pemberian bantuan teknis melalui Proyek Pengembangan Usaha Kecil dan Proyek
Hubungan Bank dengan Kelompok Swadaya Masyarakat (Kuncoro, 2008).
Kota Pematangsiantar merupakan wilayah perkotaan sehingga tidak sesuai
dikembangkan untuk kegiatan pertanian. Wilayah perkotaan cenderung sesuai
untuk kegiatan industri, perdagangan, dan jasa. Salah satu alasan berkembangnya
sektor industri di Kota Pematangsiantar adalah karena secara geografis terletak di
tengah-tengah Kabupaten Simalungun, dimana kabupaten ini unggul pada
beberapa jenis komoditas pertanian sehingga dapat berfungsi sebagai penyedia
input (hinterland) bagi industri Kota Pematangsiantar. Pada periode 1983-1995
PDRB sektor industri Kota Pematangsiantar terus meningkat, namun di tahun
1996 mengalami penurunan sebesar 4,43%. Pada tahun 1999 meningkat kembali
sebesar 2,80% yang menunjukkan mulai bangkitnya sektor industri paska krisis
ekonomi.
Hasil industri andalan Kota Pematangsiantar adalah rokok putih filter dan
nonfilter serta tepung tapioka. Pada tahun 2000, dengan tenaga kerja sebanyak
2.700 orang, NV Sumatra Tobacco Trading Company (STTC), produsen rokok
yang berdiri sejak 1952, menghasilkan 11,06 milyar batang rokok putih filter dan
75 juta batang rokok putih nonfilter. Dari seluruh hasil produksi rokok filter
tersebut, 88,14% dijual ke luar negeri terutama ke Malaysia, negara-negara Timur
Tengah dan Asia Timur, dengan nilai ekspor mencapai Rp 345 juta. Sisanya
sebesar 11,86% rokok putih filter dan seluruh hasil produksi rokok putih nonfilter
itu, Taiwan menjadi negara tujuan penjualan tepung tapioka yang diproduksi kota
ini. Tahun 2000, volume ekspor tepung tapioka mencapai 3,8 ton dan tepung
Modified Starch mencapai 2,7 ton. Keseluruhan nilai penjualan ekspor kedua jenis
komoditas ini mencapai Rp 12,9 milyar. Industri lain yang juga memberi
kontribusi terhadap perekonomian kota Pematangsiantar diantaranya adalah
industri makanan, tekstil, perabot, percetakan, dan, kimia.
Berdasarkan pembahasan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul ”Analisis Pengaruh Tenaga Kerja dan Kredit Usaha Terhadap PDRB Sektor Industri Manufaktur Kota Pematangsiantar”.
1.2 Perumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh tenaga kerja sektor industri manufaktur terhadap
PDRB sektor industri Kota Pematangsiantar?
2. Bagaimana pengaruh kredit usaha industri manufaktur tahun sebelumnya
terhadap PDRB sektor industri Kota Pematangsiantar?
1.3 Hipotesis
1. Tenaga kerja sektor industri manufaktur mempunyai pengaruh yang positif
terhadap PDRB sektor industri Kota Pematangsiantar.
2. Kredit usaha industri manufaktur tahun sebelumnya mempunyai pengaruh
1.4 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh tenaga kerja sektor industri
manufaktur terhadap PDRB sektor industri Kota Pematangsiantar.
2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kredit usaha industri
manufaktur tahun sebelumnya terhadap PDRB sektor industri Kota
Pematangsiantar.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Sebagai tambahan wawasan ilmiah dan ilmu pengetahuan yang dalam
disiplin ilmu yang penulis tekuni.
2. Menambah dan melengkapi hasil-hasil penelitian yang telah ada,
khususnya mengenai sektor industri.
3. Sebagai tambahan referensi dan informasi bagi peneliti lain yang
BAB II
URAIAN TEORITIS
2.1 Sektor Industri 2.1.1 Pengertian Industri
Istilah industri sering diidentikkan dengan semua kegiatan ekonomi
manusia yang mengolah barang mentah atau bahan baku menjadi barang setengah
jadi atau barang jadi. Dari definisi tersebut, istilah industri sering disebut sebagai
kegiatan manufaktur (manufacturing). Padahal, pengertian industri sangatlah luas,
yaitu menyangkut semua kegiatan manusia dalam bidang ekonomi yang sifatnya
produktif dan komersial. Disebabkan kegiatan ekonomi yang luas maka jumlah
dan macam industri berbeda-beda untuk tiap negara atau daerah. Pada umumnya,
makin maju tingkat perkembangan perindustrian di suatu negara atau daerah,
makin banyak jumlah dan macam industri, dan makin kompleks pula sifat
kegiatan dan usaha tersebut. Cara penggolongan atau pengklasifikasian industri
pun berbeda-beda. Tetapi pada dasarnya, pengklasifikasian industri didasarkan
pada kriteria yaitu berdasarkan bahan baku, tenaga kerja, pangsa pasar, modal,
atau jenis teknologi yang digunakan. Selain faktor-faktor tersebut, perkembangan
dan pertumbuhan ekonomi suatu negara juga turut menentukan keanekaragaman
industri negara tersebut, semakin besar dan kompleks kebutuhan masyarakat yang
Adapun klasifikasi industri berdasarkan kriteria masing-masing (Siahaan,
1996), adalah sebagai berikut :
1. Klasifikasi industri berdasarkan tenaga kerja
Berdasarkan jumlah tenaga kerja yang digunakan, industri dapat
dibedakan menjadi :
a. Industri rumah tangga, yaitu industri yang menggunakan tenaga
kerja kurang dari empat orang. Ciri industri ini memiliki modal
yang sangat terbatas, tenaga kerja berasal dari anggota keluarga,
dan pemilik atau pengelola industri biasanya kepala rumah tangga
itu sendiri atau anggota keluarganya. Misalnya: industri anyaman,
industri kerajinan, industri tempe/tahu, dan industri makanan
ringan.
b. Industri kecil, yaitu industri yang tenaga kerjanya berjumlah sekitar
5 sampai 19 orang, Ciri industri kecil adalah memiliki modal yang
relatif kecil, tenaga kerjanya berasal dari lingkungan sekitar atau
masih ada hubungan saudara. Misalnya: industri genteng, industri
batubata, dan industri pengolahan rotan.
c. Industri sedang, yaitu industri yang menggunakan tenaga kerja
sekitar 20 sampai 99 orang. Ciri industri sedang adalah memiliki
modal yang cukup besar, tenaga kerja memiliki keterampilan
tertentu. Misalnya: industri konveksi, industri bordir, dan industri
keramik.
d. Industri besar, yaitu industri dengan jumlah tenaga kerja lebih dari
100 orang. Ciri industri besar adalah memiliki modal besar yang
dihimpun secara kolektif dalam bentuk pemilikan saham, tenaga
kerja harus memiliki keterampilan khusus, dan pimpinan
perusahaan dipilih melalui uji kemampuan dan kelayakan (fit and
profer test). Misalnya: industri tekstil, industri mobil, industri besi
baja, dan industri pesawat terbang.
2. Klasifikasi industri berdasarkan lokasi usaha
Keberadaan suatu industri sangat menentukan sasaran atau tujuan
kegiatan industri. Berdasarkan lokasi unit usahanya, industri dapat
dibedakan menjadi :
a. Industri berorientasi pada pasar (market oriented industry), yaitu
industri yang didirikan mendekati daerah persebaran konsumen.
b. Industri berorientasi pada tenaga kerja (employment oriented
industry), yaitu industri yang didirikan mendekati daerah
pemusatan penduduk, terutama daerah yang memiliki banyak
c. Industri berorientasi pada pengolahan (supply oriented industry),
yaitu industri yang didirikan dekat atau di tempat pengolahan.
Misalnya: industri semen di Palimanan Cirebon (dekat dengan batu
gamping), industri pupuk di Palembang (dekat dengan sumber
pospat dan amoniak), dan industri BBM di Balongan Indramayu
(dekat dengan kilang minyak).
d. Industri berorientasi pada bahan baku, yaitu industri yang didirikan
di tempat tersedianya bahan baku. Misalnya: industri konveksi
berdekatan dengan industri tekstil, industri pengalengan ikan
berdekatan dengan pelabuhan laut, dan industri gula berdekatan
lahan tebu.
e. Industri yang tidak terikat oleh persyaratan yang lain (footloose
industry), yaitu industri yang didirikan tidak terikat oleh
syarat-syarat di atas. Industri ini dapat didirikan di mana saja, karena
bahan baku, tenaga kerja, dan pasarnya sangat luas serta dapat
ditemukan di mana saja. Misalnya: industri elektronik, industri
otomotif, dan industri transportasi.
3. Klasifikasi industri berdasarkan proses produksi
Berdasarkan proses produksi, industri dapat dibedakan menjadi :
a. Industri hulu, yaitu industri yang hanya mengolah bahan mentah
menyediakan bahan baku untuk kegiatan industri yang lain.
Misalnya: industri kayu lapis, industri alumunium, industri
pemintalan, dan industri baja.
b. Industri hilir, yaitu industri yang mengolah barang setengah jadi
menjadi barang jadi sehingga barang yang dihasilkan dapat
langsung dipakai atau dinikmati oleh konsumen. Misalnya: industri
pesawat terbang, industri konveksi, industri otomotif, dan industri
meubel.
4. Klasifikasi industri berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perindustrian
Selain pengklasifikasian industri tersebut di atas, ada juga
pengklasifikasian industri berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Perindustrian Nomor 19/M/ I/1986 yang dikeluarkan oleh Departemen
Perindustrian dan Perdagangan. Adapun pengklasifikasiannya adalah
sebagai berikut :
a. Industri Kimia Dasar (IKD)
Industri Kimia Dasar merupakan industri yang memerlukan
modal yang besar, keahlian yang tinggi, dan menerapkan teknologi
maju. Adapun industri yang termasuk kelompok IKD adalah
1) Industri kimia organik, misalnya : industri bahan peledak dan
industri bahan kimia tekstil.
2) Industri kimia anorganik, misalnya : industri semen, industri
asam sulfat, dan industri kaca.
3) Industri agrokimia, misalnya : industri pupuk kimia dan industri
pestisida.
4) Industri selulosa dan karet, misalnya : industri kertas, industri
pulp, dan industri ban.
b. Industri Mesin Logam Dasar dan Elektronika (IMELDE)
Industri ini merupakan industri yang mengolah bahan mentah
logam menjadi mesin-mesin berat atau rekayasa mesin dan
perakitan. Adapun yang termasuk industri ini adalah sebagai
berikut :
1) Industri mesin dan perakitan alat-alat pertanian, misalnya :
mesin traktor, mesin hueler, dan mesin pompa.
2) Industri alat-alat berat/konstruksi, misalnya : mesin pemecah
batu, buldozer, excavator, dan motor grader.
3) Industri mesin perkakas, misalnya : mesin bubut, mesin bor,
4) Industri elektronika, misalnya : radio, televisi, dan komputer.
5) Industri mesin listrik, misalnya : transformator tenaga dan
generator.
6) Industri kereta api, misalnya : lokomotif dan gerbong.
7) Industri kendaraan bermotor (otomotif), misalnya : mobil,
motor, dan suku cadang kendaraan bermotor.
8) Industri pesawat, misalnya : pesawat terbang dan helikopter.
9) Industri logam dan produk dasar, misalnya : industri besi baja,
industri alumunium, dan industri tembaga.
10) Industri perkapalan, misalnya : pembuatan kapal dan reparasi
kapal.
11) Industri mesin dan peralatan pabrik, misalnya : mesin produksi,
peralatan pabrik, dan peralatan kontruksi.
c. Aneka Industri (AI)
Industri ini merupakan industri yang tujuannya menghasilkan
bermacam-macam barang kebutuhan hidup sehari-hari. Adapun
yang termasuk industri ini adalah sebagai berikut :
2) Industri alat listrik dan logam, misalnya : kipas angin, lemari es,
dan mesin jahit, televisi, dan radio.
3) Industri kimia, misalnya : sabun, pasta gigi, sampho, tinta,
plastik, obatobatan, dan pipa.
4) Industri pangan, misalnya : minyak goreng, terigu, gula, teh,
kopi, garam dan makanan kemasan.
5) Industri bahan bangunan dan umum, misalnya : kayu gergajian,
kayu lapis, dan marmer.
d. Industri Kecil (IK)
Industri ini merupakan industri yang bergerak dengan jumlah
pekerja sedikit, dan teknologi sederhana. Biasanya dinamakan
industri rumah tangga, misalnya : industri kerajinan, industri
alat-alat rumah tangga, dan perabotan dari tanah (gerabah).
e. Industri Pariwisata
Industri ini merupakan industri yang menghasilkan nilai
ekonomis dari kegiatan wisata. Bentuknya bisa berupa wisata seni
dan budaya (misalnya : pertunjukan seni dan budaya), wisata
pendidikan (misalnya : peninggalan, arsitektur, alat-alat observasi
alam, dan museum geologi), wisata alam (misalnya : pemandangan
wisata kota (misalnya : melihat pusat pemerintahan, pusat
perbelanjaan, wilayah pertokoan, restoran, hotel, dan tempat
hiburan).
2.1.2 Peranan Sektor Industri dalam Pembangunan Ekonomi
Industrialisasi sebenarnya merupakan satu jalur kegiatan untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam arti tingkat yang lebih maju maupun
taraf hidup yang lebih bermutu. Dengan kata lain, pembangunan industri itu
merupakan suatu fungsi dari tujuan pokok kesejahteraan rakyat, bukan merupakan
kegiatan yang mandiri untuk hanya sekedar mencapai fisik saja.
Industrialisasi juga tidak terlepas dari usaha untuk meningkatkan mutu
sumber daya manusia dan kemampuannya memanfaatkan secara optimal sumber
daya alam dan sumber daya lainya. Hal ini berarti pula sebagai suatu usaha untuk
meningkatkan produktivitas tenaga manusia disertai usaha untuk meluaskan ruang
lingkup kegiatan manusia. Dengan demikian dapat diusahakan secara “vertikal”
semakin besarnya nilai tambah pada kegiatan ekonomi dan sekaligus secara
“horizontal” semakin luasnya lapangan kerja produktif bagi penduduk yang
semakin bertambah.
Banyak pendapat muncul bahwa industri itu mempunyai peranan penting
sebagai sektor pemimpin (leading sector). Sektor pemimpin ini maksudnya adalah
dengan adanya pembangunan industri maka akan memacu dan mengangkat
pembangunan sektor-sektor lainya seperti sektor pertanian dan sektor jasa.
dengan adanya industrialisasi tersebut, misalnya berdirinya lembaga-lembaga
keuangan, lembaga-lembaga pemasaran/periklanan, dan sebagainya, yang
kesemuanya itu nanti akan mendukung lajunya pertumbuhan industri. Seperti
diungkapkan sebelumnya, berarti keadaan menyebabkan meluasnya peluang kerja
yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan dan permintaan masyarakat
(daya beli). Kenaikan pendapatan dan peningkatan permintaan (daya beli) tersebut
menunjukkan bahwa perekonomian itu tumbuh sehat.
UNIDO (United Nations for Industrial Development Organization)
mengelompokkan negara-negara sebagai berikut (Muhammad, 1992) :
• Kelompok negara non-industri apabila sumbangan sektor industri terhadap
PDB kurang dari 10 persen.
• Kelompok negara dalam proses industrialisasi apabila sumbangan tersebut
antara 10-20 persen.
• Kelompok negara semi industrialisasi jika sumbang tersebut antara 20-30
persen.
• Kelompok negara industri jika sumbangan tersebut lebih dari 30 persen.
Perroux mengatakan, pertumbuhan tidak muncul di berbagai daerah pada
waktu yang sama. Pertumbuhan hanya terjadi di beberapa tempat yang disebut
pusat pertumbuhan dengan intensitas yang berbeda. Inti pendapat Perroux (dalam
Muhammad, 1992) adalah sebagai berikut :
1. Dalam proses pembangunan akan timbul industri pemimpin yang
merupakan industri penggerak utama dalam pembangunan suatu
perkembangan industri pemimpin akan mempengaruhi perkembangan
industri lain yang berhubungan erat dengan industri pemimpin
tersebut.
2. Pemusatan industri pada suatu daerah akan mempercepat pertumbuhan
perekonomian, karena pemusatan industri akan menciptakan pola
konsumsi yang berbeda antar daerah sehingga perkembangan industri
di daerah tersebut akan mempengaruhi perkembangan daerah-daerah
lainya.
3. Perekonomian merupakan gabungan dari sistem industri yang relatif
aktif dengan industri-industri yang relatif pasif yaitu industri yang
tergantung dari industri pemimpin atau pusat pertumbuhan. Daerah
yang relatif maju atau aktif akan mempengaruhi daerah-daerah yang
relatif pasif.
2.1.3 Keterkaitan antar Industri
Pendapat-pendapat yang mendukung investasi dalam bidang industri
sebagai suatu prioritas pembangunan bukan hanya didasarkan pada hasil
penelitian yang menunjukkan bahwa pertumbuhan industri menyertai
pembangunan. Para penganjur industri menunjukkan bahwa industri merupakan
suatu sektor pemimpin karena industri tersebut merangsang dan mendorong
investasi-investasi di sektor-sektor lain juga. Pola perkembangan industri dimana
barang hasil produksi suatu industri dimanfaatkan oleh industri lainnya adalah
Konsep pertumbuhan tidak seimbang menunjukkan bahwa pertumbuhan
yang cepat dari satu atau beberapa industri mendorong perluasan industri-industri
lainnya yang terkait dengan sektor industri yang tumbuh lebih dahulu tersebut.
Keterkaitan-keterkaitan ini bisa keterkaitan ke belakang, misalnya industri tekstil
menyebabkan peningkatan produksi kapas atau zat-zat pewarna untuk disediakan
bagi industri tekstil tersebut. Keterkaitan tersebut bisa juga keterkaitan ke depan,
misalnya adanya industri tekstil domestik mendorong tumbuhnya investasi dalam
industri pakaian jadi.
2.1.4 Industri dan Tujuan Pembangunan
Setelah melihat industri dari berbagai perspektif, maka dapat disimpulkan
peranan yang diharapkan dari industri terhadap pembangunan. Pertama,
industrialisasi bukanlah suatu “obat yang paling mujarab” untuk mengobati
keterbelakangan. Tidak ada satupun faktor produksi, atau kebijaksanaan, atau
sektor, yang bisa menyelesaikan secara sendiri-sendiri proses pembangunan.
Demikian pula halnya dengan industri. Tetapi sektor industri mempunyai 2
pengaruh yang penting dalam setiap program pembangunan. Pertama,
produktivitas yang lebih besar dalam industri merupakan kunci untuk
meningkatkan pendapatan per kapita. Kedua, industri pengolahan memberikan
kemungkinan-kemungkinan yang lebih besar bagi Industri Subsitusi Impor (ISI)
yang efesien dan meningkatkan ekspor daripada industri primer.
Jika industrialisasi bukan merupakan obat yang mujarab bagi
keterbelakangan, demikian juga halnya pembangunan perdesaan. Masing-masing
serta terlalu jauh. Industri bisa menyediakan input-input produktif, terutama
pupuk dan peralatan pertanian yang sederhana, bagi pertanian. Jika kebijaksanaan
luar negeri dijalankan dan industri pengolahan telah efisien, input-input tersebut
bisa ditawarkan dengan harga yang lebih murah daripada harga impor. Hubungan
tersebut bisa kebalikannya, karena pertanian menyediakan bahan-bahan baku
untuk industri, misalnya kapas, tembakau atau karet. Pertanian dan industri juga
saling menyediakan pasar bagi barang-barang produksinya masing-masing. Jika
pendapatan sektor pertanian tersebut tumbuh secara merata. Dimana di butuhkan
land-reform dan pembangunan pedesaan yang sangat meluas, maka industri akan
menikmati pasar yang lebih luas bagi barang-barang konsumsinya. Sejalan dengan
itu. Pertumbuhan pendapatan di perkotaan yang didorong oleh perluasan industri,
akan mendorong pertumbuhan output pertanian dan produktivitas melalui
kenaikan permintaan akan pangan. Namun demikian, kunci dari permintaan akan
pangan tersebut adalah tingkat pengerjaan yang meningkat dan perbaikan
distribusi pendapatan di perkotaan.
2.1.5 Industri Subsitusi Impor (ISI)
Salah satu strategi industrialisasi yang dilaksanakan Indonesia, sejak
zaman pemerintahan Orde Baru adalah Industri Subsitusi Impor (ISI). ISI ini
diharapkan bisa menghasilkan barang-barang baru dalam negeri yang semula
diimpor. Setelah subsitusi impor berhasil, baru kemudian sebagian hasil
produknya diekspor. Jadi subsitusi impor ini memegang peranan penting dalam
mengenalkan barang-barang baru yang dulunya diimpor dan kemudian dihasilkan
Alasan untuk mengadakan ISI ini sebenarnya berbeda-beda antara suatu negara
dengan negara lain. Namun demikian, berikut ini dijelaskan beberapa alasan
penting :
• ISI dimaksudkan untuk mengurangi atau menghemat penggunaan devisa.
Seperti diketahui, hampir semua negara berkembang seringkali mengalami
kekurangan devisa. Oleh karena itu, devisa yang sedikit harus digunakan
secara efektif dan efesien.
• Dengan adanya ISI biasanya pemerintah melakukan proteksi terhadapnya
dengan cara pembatasan barang-barang impor. Pembatasan barang-barang
impor tersebut tentu saja akan mengurangi jumlah barang-barang impor,
sementara itu permintaan di dalam negeri masih tetap besar, sehingga pada
akhirnya para pengusaha dalam negeri terdorong untuk meningkatkan
produksi barang-barang yang terkena pembatasan impor tersebut. Dengan
kata lain, ISI ini bisa merangsang kegiatan ekonomi para pengusaha di
dalam negeri.
• ISI bisa dimaksudkan untuk segera dapat memenuhi kebutuhan sendiri
akan berbagai barang industri dan juga karena semangat kemerdekaan
yang timbul di negara berkembang, yang kemudian diikuti pula oleh
keinginan untuk mencapai kemerdekaan dalam bidang ekonomi.
• Alasan lain bagi adanya ISI adalah untuk mengembangkan kegiatan
ekonomi di dalam negeri. Walaupun suatu negara tidak mengalami
kesulitan devisa, tetapi untuk memajukan perekonomian dan mendorong
melakukan proteksi dan memberikan berbagai macam fasilitas kepada para
pengusaha. Dengan demikian keuntungan yang diperoleh para pengusaha
bisa meningkat dan dapat mendorong kegiatan ekonomi lebih lanjut.
Dalam pelaksanaannya kebijaksanaan ISI, ada berbagai masalah yang
dihadapi oleh negara berkembang yang melaksanakannya. Pertama, kualitas
barang yang dihasilkan. Kualitas barang yang dihasilkan di dalam negeri sebagai
barang subsitusi impor sering jauh lebih rendah daripada hasil produksi luar
negeri. Kualitas yang rendah ini akan sulit untuk diekspor. Dengan demikian, ISI
bukannya menghemat penggunaan devisa tetapi juga menurunkan penerimaan
ekspor. Kedua, biaya produksi.pada tahap awal industrialisasi bisanya dibutuhkan
biaya yang sangat besar digunakan untuk tenaga kerja, membeli mesin-mesin, dan
membeli bahan-bahan baku yang diperlukan. Jadi modal yang diperlukan sangat
banyak. Jika suatu negara mempuyai modal yang sedikit, maka dalam tahap awal
indutrialisasinya terpaksa mendatangkan modal dan tenaga kerja dari luar negeri.
2.1.6 Industri Promosi Ekspor (IPE)
Menurut Krueger (1997), ada 4 faktor yang menerangkan mengapa strategi
industalisasi promosi ekspor dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih
pesat daripada strategi ISI, keempat faktor tersebut adalah :
1. Kaitan sektor pertanian dengan sektor industri
Pengalaman beberapa negara berkembang, antara lain India, RRC
dan Filipina, telah menunjukan bahwa suatu sektor pertanian yang
produksi pertanian yang lamban akan meningkatkan harga pangan,
sehingga tingkat upah juga cenderung naik, sehingga pada akhirnya akan
dapat menghambat pertumbuhan sektor industri.
2. Skala ekonomis
Bagi industri dimana faktor skala ekonomi adalah penting, maka
strategi promosi ekspor akan dapat memberikan dorongan yang lebih kuat
kepada perusahaan-perusahaan yang baru daripada strategi ISI, karena
perusahaan-perusahaan ini dapat menyusun rencana investasi, produksi,
dan pemasaran mereka atas dasar potensi pasar domestik dan pasar ekspor.
Dengan strategi promosi ekspor sejak semula dapat dibangun pabrik
dengan skala ekonomi yang efisien, oleh karena dalam membangun
pabrik-pabrik tersebut para pengusaha sudah merencanakan untuk
memasarkan sebagian dari produksi mereka di pasar dunia.
3. Dampak persaingan atas prestasi perusahaan
Suatu segi positif yang penting dari strategi promosi ekspor adalah
bahwa persaingan di pasar ekspor mengharuskan para pengusaha untuk
menjajaki berbagai cara untuk menekan biaya produksi mereka sampai ke
tingkat yang serendah-rendahnya, sehingga hasil produksi mereka dapat
bersaing dalam harga di pasar ekspor.
4. Kekurangan devisa atas pertumbuhan ekonomi
Jika kekurangan devisa dapat menghambat pertumbuhan ekonomi
dikurangi, jika diperkirakan bahwa pada tahun mendatang akan dihadapi
masalah kekurangan devisa.
2.1.7 Pola Pengembangan Industri
Pengelompokan pola pikir industrialisasi secara keseluruhan telah tercakup
dalam Pola Pengembangan Indutri Nasional (PPIN) yang dibuat oleh Departemen
Perindustrian (dalam Siahaan, 1996). PPIN tersebut berintikan 6 butir kebijakan :
1. Pengembangan industri yang diarahkan untuk pendalaman dan
pemantapan struktur industri serta dikaitkan dengan sektor lainnya.
2. Pengembangan indutri permesinan dan elektronika penghasil barang
modal.
3. Pengembangan industri kecil.
4. Pembangunan ekspor komoditi industri.
5. Pembangunan kemampuan penelitian, pengembangan dan rancang bangun
khususnya perangkat lunak dan perekayasaan.
6. Pembangunan kemampuan para wiraswasta dan tenaga kerja industri
berupa manajemen, keahlian, kejujuran serta keterampilan.
2.2 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
2.2.1 Pengertian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi suatu
daerah dalam satu periode tertentu adalah PDRB. PDRB pada dasarnya
akan sama dengan total nilai nominal dari konsumsi, investasi, pengeluaran
pemerintah, serta ekspor bersih.
Konsumsi terdiri dari barang dan jasa yang dibeli rumah tangga. Konsumsi
dibagi menjadi tiga subkelompok : barang tidak tahan lama, barang tahan lama,
dan jasa. Barang tidak tahan lama (nondurable goods) adalah barang-barang yang
habis dipakai dalam waktu pendek, seperti makanan dan pakaian. Barang tahan
lama (durable goods) adalah barang-barang yang memiliki usia panjang, seperti
mobil dan televisi. Jasa (services) meliputi pekerjaan yang dilakukan untuk
konsumen oleh individu atau perusahaan, seperti pangkas rambut dan berobat ke
rumah sakit.
Investasi terdiri dari barang–barang yang dibeli untuk penggunaan masa
depan. Investasi juga dibagi menjadi tiga subkelompok : investasi tetap bisnis,
investasi tetap residensi, dan investasi persediaan. Investasi tetap bisnis adalah
pembelian pabrik dan peralatan baru oleh perusahaan. Investasi tetap residensi
adalah pembelian rumah baru oleh rumah tangga dan tuan tanah. Sedangkan
investasi persediaan adalah peningkatan dalam persediaan barang perusahaan.
Pengeluaran pemerintah adalah barang dan jasa yang dibeli oleh
pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah. Pembayaran transfer kepada
individu, seperti jaminan sosial dan kesejahteraan tidak termasuk pengeluaran
pemerintah karena merealokasi pendapatan yang ada dan tidak membuat
perubahan dalam barang dan jasa.
Ekspor bersih adalah nilai barang dan jasa yang diekspor ke negara lain
menunjukkan pengeluaran bersih dari luar negeri pada barang dan jasa kita, yang
memberikan pendapatan bagi produsen domestik.
Umumnya PDRB dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu PDRB atas
harga berlaku (nominal) dan PDRB atas harga konstan (riil). PDRB atas harga
berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung
menggunakan harga berlaku pada setiap tahun. Jadi, pada PDRB atas harga
berlaku sudah termasuk unsur inflasi. Sedangkan PDRB atas harga konstan
menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga
pada tahun tertentu, misalnya 1983, 1993, atau 2000. PDRB atas harga konstan
meningkat hanya jika jumlah barang dan jasa meningkat, sedangkan PDRB atas
harga berlaku bisa meningkat karena produksi naik atau harga turun.
Setelah PDRB atas harga berlaku dan PDRB atas harga konstan diketahui,
maka dapat dihitung deflator PDRB. Deflator PDRB didefinisikan sebagai rasio
PDRB atas harga berlaku terhadap PDRB atas harga konstan.
Deflator PDRB =
Deflator PDRB mencerminkan apa yang sedang terjadi pada seluruh tingkat harga
dalam perekonomian.
2.2.2 Metode Penghitungan PDRB a. Metode Langsung
1) Pendekatan Produksi (Production Approach)
PDRB merupakan jumlah nilai tambah bruto atau nilai barang dan
produksi bruto dari barang dan jasa tersebut dikurangi seluruh biaya
antara yang digunakan dalam proses produksi.
Y = P1Q1 + P2Q2 + … + PnQn
Dimana :
Y = PDRB
P1, P2, …, Pn = Harga satuan produk pada satuan masing-masing
sektor ekonomi
Q1, Q2, …, Qn = Jumlah produk pada satuan masing-masing sektor
ekonomi
Yang dipakai hanya nilai tambah bruto saja agar dapat menghindari
adanya perhitungan ganda.
2) Pendekatan Pendapatan (Income Approach)
PDRB adalah jumlah seluruh balas jasa yang diterima oleh
faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu wilayah
dan periode tertentu, biasanya satu tahun. Berdasarkan pengertian
tersebut, maka nilai tambah bruto adalah jumlah dari upah dan gaji,
sewa tanah, bunga modal, dan laba yang kesemuanya belum dipotong
pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam pengertian PDRB
ini termasuk pola komponen penyusutan dan pajak tidak langsung neto.
Y = Yw + Yr + Yi + Yp
Dimana :
Y = Pendapatan regional atau PDRB
Yr = Pendapatan sewa
Yi = Pendapatan bunga
Yp = Pendapatan laba
3) Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach)
PDRB adalah jumlah seluruh pengeluaran yang dilakukan untuk
pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta nirlaba,
pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik
bruto, perubahan inventori, dan ekspor bersih di dalam suatu wilayah
dan periode tertentu, biasanya satu tahun. Dengan metode ini,
penghitungan nilai tambah bruto bertitik tolak pada penggunaan akhir
dari barang dan jasa yang diproduksi.
Y = C + I + G + (X – M)
Dimana :
Y = PDRB
C = Pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi
I = Pengeluaran perusahaan untuk investasi
G = Pengeluaran pemerintah
(X-M) = Ekspor bersih
Yang dihitung hanya nilai transaksi-transaksi barang jadi saja, untuk
menghindari adanya perhitungan ganda.
b. Metode Tidak Langsung (Alokasi)
Menghitung nilai tambah suatu kelompok ekonomi dengan
kegiatan pada tingkat regional. Metode ini menggunakan indikator yang
paling besar pengaruhnya terhadap produktivitas kegiatan ekonomi
tersebut.
2.2.3 Kegunaan Statistik Pendapatan Regional
Data statistik pendapatan regional memberikan informasi yang
berguna mengenai berbagai aspek dari kegiatan ekonomi (Sukirno, 2004:55)
yaitu :
a. Menilai prestasi kegiatan ekonomi
Semakin tinggi pendapatan regional, semakin besar jumlah
output yang diciptakan dalam suatu wilayah dan semakin tinggi
kapasitas barang-barang modal yang digunakan oleh
perusahaan-perusahaan. Kenaikan pendapatan regional juga berkaitan erat dengan
kenaikan kesempatan kerja. Apabila tingkat pengangguran masih
tinggi, keadaan itu menggambarkan bahwa pendapatan regional yang
dicapai masih di bawah potensi maksimal.
b. Menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai
Dengan membandingkan statistik pendapatan riil pada suatu
tahun tertentu dengan pendapatan riil pada tahun-tahun sebelumnya
akan dapat ditentukan tingkat pertumbuhan ekonomi.
c. Memberi informasi mengenai struktur kegiatan ekonomi
Data pendapatan regional yang dihitung dengan cara
seperti konsumsi rumah tangga, pengeluaran pemerintah, investasi,
ekspor, dan impor.
Data pendapatan yang dihitung dengan cara produk neto
memberikan gambaran tentang peranan berbagai sektor dalam
perekonomian, yaitu menunjukkan nilai output yang mereka ciptakan
dan persentase sumbangan berbagai sektor terhadap pendapatan
regional.
d. Memberi gambaran mengenai taraf kemakmuran
Tingkat kemakmuran penduduk suatu regional dapat diketahui
melalui pendapatan per kapita yang diperoleh penduduk tersebut.
e. Sebagai dasar untuk membuat ramalan dan perencanaan
Data pendapatan regional pada masa kini dan masa lalu dapat
memberi informasi penting mengenai cirri-ciri dari kegiatan ekonomi,
seperti dapat menunjukkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang telah
dicapai dan sektor-sektor yang mewujudkan pertumbuhan tersebut,
perkembangan ekspor dan investasi, dan berbagai informasi penting
lainnya. Berdasarkan data tersebut, pemerintah dapat merumuskan
kebijakan ekonomi untuk mewujudkan pembangunan di masa
mendatang, seperti meramalkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang
2.3 Tenaga Kerja
2.3.1 Pengertian Tenaga Kerja
Berdasarkan publikasi ILO (International Labour Organization),
penduduk dapat dikelompokkan menjadi tenaga kerja dan bukan tenaga kerja.
Tenaga kerja dikatakan juga sebagai penduduk usia kerja, yaitu penduduk usia 15
tahun atau lebih, seiring dengan program wajib belajar 9 tahun. Selanjutnya,
tenaga kerja dibedakan menjadi angkatan kerja dan bukan angkatan kerja
(penduduk yang sebagian besar kegiatannya adalah bersekolah, mengurus rumah
tangga, atau kegiatan lainnya selain bekerja). Angkatan kerja dibedakan lagi ke
dalam dua kelompok, yaitu penduduk yang bekerja (sering disebut pekerja) dan
penduduk yang tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan.
Dengan demikian, angkatan kerja merupakan bagian penduduk yang
sedang bekerja dan siap masuk pasar kerja, atau dapat dikatakan sebagai pekerja
dan merupakan potensi penduduk yang akan masuk pasar kerja. Angka yang
sering digunakan untuk menyatakan jumlah angkatan kerja adalah TPAK (Tingkat
Partisipasi Angkatan Kerja), yang merupakan rasio antara angkatan kerja dan
tenaga kerja.
Secara umum, tenaga kerja (manpower) didefenisikan sebagai penduduk
yang berada pada usia kerja (15-64 tahun) atau jumlah seluruh penduduk dalam
suatu negara yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan
terhadap tenaga mereka, dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktivitas
Menurut UU No. 25 Tahun 1997 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Ketenagakerjaan disebutkan bahwa : “Tenaga kerja adalah setiap orang laki-laki
atau perempuan yang sedang mencari pekerjaan, baik di dalam maupun di luar
hubungan kerja, guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat”.
2.3.2 Teori Tentang Tenaga Kerja
Salah satu masalah yang biasa muncul dalam bidang angkatan kerja adalah
ketidakseimbangan akan permintaan tenaga kerja (demand for labor) dan
penawaran tenaga kerja (supply of labor), pada suatu tingkat upah
(Kusumosuwidho dalam Subri, 2003:54). Keseimbangan tersebut dapat berupa
lebih besarnya penawaran dibanding permintaan terhadap tenaga kerja (excess
supply of labor) atau lebih besarnya permintaan dibanding penawaran tenaga kerja
(excess demand for labor).
W
S
We - - - E
D
0 Ne N
excess supply SL
W1 - - -
DL
0 N1 N2 N
W
SL
W1
excess demand DL
0 N1 N2 N
Gambar 2.2 : Kurva Ketidakseimbangan Pasar Tenaga Kerja
Keterangan gambar :
SL = Penawaran tenaga kerja (supply of labor)
DL = Permintaan tenaga kerja (demand for labor)
W = Upah (wage)
L = Jumlah tenaga kerja (labor)
1. Jumlah orang yang menawarkan tenaganya untuk bekerja adalah sama
dengan jumlah tenaga kerja yang diminta, yaitu masing-masing sebesar Le
pada tingkat upah keseimbangan We. Dengan demikian, titik
keseimbangan adalah titik E. Pada tingkat upah keseimbangan We, semua
orang yang ingin bekerja telah dapat bekerja. Berarti tidak ada orang yang
menganggur. Secara ideal keadaan ini disebut full employment pada
tingkat upah We.
2. Pada gambar kedua, terlihat adanya excess supply of labor. Pada tingkat
upah W1, penawaran tenaga kerja (SL) lebih besar daripada permintaan
tenaga kerja (DL). Jumlah orang yang menawarkan dirinya untuk bekerja
adalah sebanyak N2, sedangkan yang diminta hanya N1. Dengan demikian,
ada orang yang menganggur pada tingkat upah W1 sebanyak N1N2.
3. Pada gambar ketiga, terlihat adanya excess demand for labor. Pada tingkat
upah W1, permintaan akan tenaga kerja (DL) lebih besar daripada
penawaran tenaga kerja (SL). Jumlah orang yang menawarkan dirinya
untuk bekerja pada tingkat upah W1 adalah sebanyak N1, sedangkan yang
diminta adalah sebanyak N2.
Terdapat beberapa tokoh yang membahas mengenai tenaga kerja, diantaranya :
a. Adam Smith (1729-1790)
Smith menganggap bahwa manusia merupakan faktor produksi
utama yang menentukan kemakmuran suatu bangsa. Alasannya, alam
(tanah) tidak ada artinya kalau tidak ada SDM yang mengolahnya,
Smith juga melihat bahwa alokasi SDM yang efektif adalah awal
pertumbuhan ekonomi. Setelah ekonomi tumbuh, akumulasi modal baru
mulai dibutuhkan untuk menjaga agar ekonomi tetap tumbuh. Dengan
kata lain, alokasi SDM yang efektif merupakan syarat perlu (necessary
condition) bagi pertumbuhan ekonomi.
b. Lewis (1959)
Lewis menyebutkan bahwa kelebihan pekerja bukan merupakan
suatu masalah, melainkan suatu kesempatan. Kelebihan pekerja pada
suatu sektor akan memberi andil terhadap pertumbuhan produksi dan
penyediaan kerja di sektor lain. Ada dua struktur di dalam
perekonomian, yaitu subsisten terbelakang dan kapitalis modern. Pada
subsisten terbelakang, tidak hanya terdiri dari sektor pertanian, tetapi
juga sektor informal seperti pedagang kaki lima dan pengecer koran.
Pekerja pada subsisten terbelakang mayoritas berada di wilayah
pedesaan. Pada subsisten terbelakang memiliki kelebihan penawaran
pekerja dan tingkat upah yang relatif lebih rendah daripada kapitalis
modern. Lebih rendahnya upah pekerja di pedesaaan akan mendorong
pengusaha di wilayah perkotaan untuk merekrut pekerja dari pedesaan
dalam pengembangan industri modern perkotaan. Selama
berlangsungnya proses industrialisasi, kelebihan penawaran pekerja
pada subsisten terbelakang akan diserap.
Dengan terserapnya kelebihan pekerja di sektor industri modern,
Selanjutnya peningkatan upah ini akan mengurangi ketimpangan
tingkat pendapatan antara perkotaan dan pedesaan.
Dengan demikian menurut Lewis, adanya kelebihan penawaran
pekerja tidak memberikan masalah pada pembangunan ekonomi.
Sebaliknya kelebihan pekerja justru merupakan modal untuk
mengakumulasi pendapatan, dengan asumsi bahwa perpindahan pekerja
dari subsisten terbelakang ke kapitalis modern berjalan lancar dan
perpindahan tersebut tidak akan pernah menjadi “terlalu banyak”.
c. Fei-Ranis (1961)
Teori Fei-Ranis berkaitan dengan negara berkembang yang
mempunyai cirri-ciri kelebihan buruh, sumber daya alamnya belum
dapat diolah, sebagian besar penduduknya bergerak di sektor pertanian,
banyak pengangguran, dan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi.
Menurut Fei-Ranis, ada tiga tahap pembagunan ekonomi dalam
kondisi kelebihan buruh yakni :
1) Para penganggur semu (yang tidak menambah produksi pertanian)
Dialihkan ke sektor industri dengan upah institusional yang sama.
2) Tahap ini dimana pekerja pertanian menambah produksi, tetapi
memproduksi lebih kecil dari upah institusional yang mereka
peroleh, dialihkan pula ke sektor industri.
3) Tahap ini ditandai dengan awal pertumbuhan swasembada pada saat
buruh pertanian menghasilkan produksi lebih besar daripada
terserap ke sektor jasa dan industri yang terus-menerus sejalan
dengan pertambahan produksi dan perluasan usahanya.
2.3.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Tenaga Kerja
a. Tingkat upah
Tingkat upah akan mempengaruhi tinggi rendahnya biaya produksi
perusahaan. Kenaikan tingkat upah akan mengakibatkan kenaikan biaya
produksi, yang selanjutnya akan meningkatkan harga per unit produk
yang dihasilkan. Apabila harga per unit produk yang dijual ke konsumen
naik, reaksi yang biasanya timbul adalah mengurangi pembelian atau
bahkan tidak lagi membeli produk tersebut. Kondisi ini memaksa
produsen untuk mengurangi jumlah produk yang dihasilkan, yang
selanjutnya juga dapat mengurangi akibat perubahan skala produksi
disebut efek skala produksi (scale effect).
Suatu kenaikan upah dengan asumsi harga barang-barang modal
yang lain tetap, maka pengusaha mempunyai kecenderungan untuk
menggantikan tenaga kerja dengan mesin. Penurunan jumlah tenaga kerja
akibat adanya penggantian dengan mesin disebut efek subsitusi
(substitution effect).
b. Teknologi
Penggunaan teknologi dalam perusahaan akan mempengaruhi
berapa jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Kecanggihan teknologi saja
belum tentu mengakibatkan penurunan jumlah tenaga kerja. Karena dapat
lebih baik, namun kemampuannya dalam menghasilkan produk dalam
kuantitas yang sama atau relatif sama. Yang lebih berpengaruh dalam
menetukan permintaan tenaga kerja adalah kemampuan mesin untuk
menghasilkan produk dalam kuantitas yang jauh lebih besar dari pada
kemampuan manusia. Misalnya, mesin huller (penggilingan padi) akan
mempengaruhi permintaan tenaga kerja untuk menumbuk padi.
c. Produktivitas tenaga kerja
Berapa jumlah tenaga kerja yang diminta dapat ditentukan oleh
berapa tingkat produktivitas dari tenaga kerja itu sendiri. Apabila untuk
menyelesaikan suatu proyek tertentu dibutuhkan 30 karyawan dengan
produktivitas standar yang bekerja selama 6 bulan. Namun dengan
karyawan yang produktivitasnya melebihi standar, proyek tersebut dapat
diselesaikan oleh 20 karyawan dengan waktu 6 bulan.
Arsyad Anwar (dalam Kasnawi, 1999) mengemukakan bahwa
produktivitas tenaga kerja dipengaruhi oleh enam hal, yaitu
perkembangan barang modal per pekerja, perbaikan tingkat keterampilan,
pendidikan, dan kesehatan pekerja, meningkatkan skala usaha,
perpindahan pekerja antar jenis kegiatan, perubahan komposisi output
dari tiap sektor atau subsektor, serta perubahan teknik produksi. Di lain
pihak, Basri (dalam Kasnawi, 1999) mengemukakan bahwa tinggi
rendahnya produktivitas tenaga kerja juga dipengaruhi oleh pemanfaatan
kapasitas dari berbagai sektor. Produktivitas tenaga kerja rendah karena
d. Kualitas tenaga kerja
Pembahasan mengenai kualitas ini berhubungan erat dengan
pembahasan mengenai produktivitas. Karena dengan tenaga kerja yang
berkualitas akan menyebabkan produktivitas meningkat. Kualitas tenaga
kerja ini tercermin dari tingkat pendidikan, keterampilan, pengalaman,
dan kematangan tenaga kerja dalam bekerja.
2.4 Kredit
2.4.1 Pengertian Kredit
Kredit merupakan suatu fasilitas keuangan yang memungkinkan seseorang
atau badan usaha untuk meminjam uang untuk membeli produk dan membayarnya
kembali dalam jangka waktu yang ditentukan. UU No. 10 Tahun 1998
menyebutkan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Jika
seseorang menggunakan jasa kredit, maka ia akan dikenakan bunga tagihan.
Pengaruh kredit usaha terhadap PDRB menurut Beck (2009) adalah postif
dan signifikan. Penelitian yang dilakukannya dengan metode cross-section
(beberapa negara dalam rentang waktu 1994-2005) menunjukkan bahwa semakin
tinggi jumlah kredit usaha yang disalurkan perbankan terhadap sektor industri
Ketika bank memberikan pinjaman uang kepada nasabah, bank tentu saja
mengharapkan uangnya kembali. Karenanya, untuk memperkecil resiko
(misalkan, uangnya tidak kembali), dalam memberikan kredit bank harus
mempertimbangkan beberapa hal yang terkait dengan itikad baik (willingness to
pay) dan kemampuan membayar (ability to pay) nasabah untuk melunasi kembali
pinjaman beserta bunganya. Hal-hal tersebut terdiri dari Character (kepribadian),
Capacity (kapasitas), Capital (modal), Collateral (jaminan), dan Condition of
Economy (keadaan perekonomian), atau sering disebut sebagai 5C.
a. Character
Watak, sifat, kebiasaan debitur (pihak yang berutang) sangat
berpengaruh pada pemberian kredit. Kreditur (pihak pemberi utang) dapat
meneliti apakah calon debitur masuk ke dalam Daftar Orang Tercela
(DOT) atau tidak. Untuk itu kredit juga dapat meneliti biodatanya dan
informasi dari lingkungan usahanya. Informasi dari lingkungan usahanya
dapat diperoleh dari supplier dan costumer dari debitur. Selain itu dapat
pula diperoleh dari Informasi Bank Sentral, namun tidak dapat diperoleh
dengan mudah oleh masyarakat umum, karena informasi tersebut hanya
dapat diakses oleh pegawai bank bidang perkreditan dengan menggunakan
password dan komputer yang terhubung secara online dengan bank
sentral.
b. Capacity
Kapasitas adalah berhubungan dengan kemampuan seorang debitur
meneliti kemampuan debitur dalam bidang manajemen, keuangan,
pemasaran, dan lain-lain.
c. Capital
Dengan melihat banyaknya modal yang dimiliki debitur atau
melihat berapa banyak modal yang ditanamkan debitur dalam usahanya,
kreditur dapat menilai modal debitur. Semakin banyak modal yang
ditanamkan, debitur akan dipandang semakin serius dalam menjalankan
usahanya.
d. Collateral
Jaminan dibutuhkan untuk berjaga-jaga seandainya debitur tidak
dapat mengembalikan pinjamannya. Biasanya nilai jaminan lebih tinggi
dari jumlah pinjaman.
e. Condition of Economy
Keadaan perekonomian di sekitar tempat tinggal calon debitur juga
harus diperhatikan untuk memperhitungkan kondisi ekonomi yang akan
terjadi di masa mendatang. Kondisi ekonomi yang perlu diperhatikan
antara lain masalah daya beli masyarakat, luas pasar, persaingan,
perkembangan teknologi, bahan baku, pasar modal, dan lain-lain.
2.4.2 Klasifikasi Kredit
Kredit yang disalurkan sistem perbankan dapat dikelompokkan atau
diklasifikasikan berdasarkan beberapa criteria, yaitu :
a. Berdasarkan jangka waktu pelunasannya (Maturity)
Kredit jangka pendek adalah kredit yang harus dilunasi dalam
waktu setahun atau kurang. Biasanya kredit ini digunakan untuk
kelancaran usaha, khususnya penyediaan dana untuk modal kerja.
2) Kredit Jangka Menengah (Medium Term Loan)
Kredit ini harus dilunasi dalam jangka waktu satu sampai dengan
tiga tahun. Kredit ini umumnya digunakan untuk pembiayaan modal
kerja perusahaan besar atau kredit investasi
perusahaan-perusahaan kecil.
3) Kredit Jangka Panjang (Long Term Loan)
Kredit ini harus dilunasi dalam jangka waktu tiga sampai lima
tahun, bahkan lebih. Umumnya kredit jangka panjang digunakan untuk
membiayai investasi. Semakin besar investasinya, makin panjang
jangka waktu pembayarannya. Dalam kasus-kasus khusus, yakni untuk
investasi yang mencapai ratusan milyar rupiah bahkan triliunan rupiah,
jangka waktu kredit bisa mencapai puluhan tahun. Misalnya kredit
untuk pembangunan hotel berbintang lima atau pabrik kimia raksasa.
b. Berdasarkan ada tidaknya jaminan (Collateral)
1) Kredit Dengan Jaminan (Secured Loan)
Kredit dengan jaminan adalah kredit yang disertai dengan jaminan
atau agunan. Bentuk-bentuk jaminan dapat berupa harta berwujud
seperti tanah dan bangunan, kendaraan bermotor, dan beberapa harta
wujud lainnya yang berharga dan dapat diterima oleh perbankan.
berharga (aset finansial), seperti surat saham, obligasi, dan deposito
yang dibekukan. Barang atau aset yang dijaminkan harus lebih besar
dari nilai kredit yang diberikan.
2) Kredit Tanpa Jaminan (Unsecured Loan)
Kredit tanpa jaminan dapat diberikan kepada seseorang atau
perusahaan tertentu dengan beberapa alasan. Pertama, orang tersebut
sudah sangat dikenal, teruji, dan dipercaya oleh pihak bank. Kedua,
prospek debitur sangat baik dan biasanya juga terkait dengan penilaian
bank tentang reputasi orang atau perusahaan tersebut. Kredit tanpa
jaminan juga dapat diberikan kepada perusahaan-perusahaan kecil dan
atau pengusaha lemah. Namun pemberiannya harus sangat selektif,
karena pemberian kredit tanpa jaminan sangat beresiko.
c. Berdasarkan Segmen Usaha
1) Kredit Pertanian
Kredit pertanian adalah kredit yang disalurkan kepada usaha sektor
pertanian seperti peternakan, perkebunan, dan perikanan. Kredit-kredit
tersebut dapat disalurkan kepada petani-petani kecil di pedesaaan,
seperti yang dilakukan oleh BRI Unit Desa atau dapat juga kepada
perkebunan besar seperti kelapa sawit dan karet.
2) Kredit Industri
Kredit yang disalurkan kepada sektor industri ada yang untuk