• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pengaruh Tenaga Kerja dan Kredit Usaha Terhadap PDRB Sektor Industri Manufaktur Kota Pematangsiantar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Pengaruh Tenaga Kerja dan Kredit Usaha Terhadap PDRB Sektor Industri Manufaktur Kota Pematangsiantar"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

ANALISIS PENGARUH TENAGA KERJA DAN

KREDIT USAHA TERHADAP PDRB SEKTOR INDUSTRI

MANUFAKTUR KOTA PEMATANGSIANTAR

SKRIPSI Oleh :

DOSMA H. E. SIHOTANG 060501072

EKONOMI PEMBANGUNAN

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

Nama : DOSMA H. E. SIHOTANG

PENANGGUNGJAWAB SKRIPSI

NIM : 060501072

Departemen : Ekonomi Pembangunan

Konsentrasi : Perencanaan

Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Tenaga Kerja dan Kredit Usaha Terhadap

PDRB Sektor Industri Manufaktur Kota Pematangsiantar

Tanggal,

Pembimbing Skripsi

NIP. 19560112 198503 1 002

(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

Hari : Rabu

BERITA ACARA UJIAN

Tanggal : 17 Maret 2010

Nama : DOSMA H. E. SIHOTANG

NIM : 060501072

Departemen : Ekonomi Pembangunan

Konsentrasi : Perencanaan

Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Tenaga Kerja dan Kredit Usaha Terhadap

PDRB Sektor Industri Manufaktur Kota Pematangsiantar

Ketua Departemen Pembimbing skripsi

(Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec)

NIP. 19730408 199802 1 001 NIP. 19560112 198503 1 002

(Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si)

Penguji I Penguji II

(Drs. Rujiman, MA)

NIP. 19510421 198203 1 002 NIP.

(4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

Nama : DOSMA H. E. SIHOTANG

PERSETUJUAN ADMINISTRASI AKADEMIK

NIM : 060501072

Departemen : Ekonomi Pembangunan

Konsentrasi : Perencanaan

Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Tenaga Kerja dan Kredit Usaha Terhadap

PDRB Sektor Industri Manufaktur Kota Pematangsiantar

Tanggal,

Ketua Departemen

NIP. 19730408 199802 1 001 (Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec)

Tanggal,

Dekan

(5)

In facing the free trade era, so the growth of industry is pointed to : 1) the growth of bisnis area which is conducive, 2) the growth of financial institutions which give the access to the transparant and easier capital source, and 3) the growth of technology of industry.

ABSTRACT

The goals of this research is to know how far the influences of labour and credit of manufacture industry sector to GRDP of manufacture industry sector in Pematangsiantar City. The research method used quantitative approachment based on the secunder data numeric with years size are 1986-2008. The data were obtained from the BPS North Sumatera used dependent variable, that is GRDP of manufacture industry sector in Pematangsiantar City and independent variables, they are labour of manufacture industry sector (X1) and credit of manufacture industry sector (X2).

The result of this research shows that labour of manufacture industry sector and credit of manufacture industry sector give positive and significance influences to GRDP of manufacture industry sector in Pematangsiantar City. Because of it, the government and central bank need to support the growth of industry by credit policy and manpower policy, besides the protection industry policy.

Keywords : labour of manufacture industry sector, credit of manufacture industry sector, and GRDP of manufacture industry sector.

(6)

ABSTRAK

Dalam menghadapi era perdagangan bebas, maka pengembangan industri diarahkan pada : 1) pengembangan lingkungan bisnis yang kondusif, 2) pengembangan lembaga-lembaga finansial yang dapat memberikan akses terhadap sumber modal yang transparan dan lebih mudah, dan 3) pengembangan teknologi industri.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pengaruh tenaga kerja dan kredit usaha terhadap PDRB sektor industri manufaktur Kota Pematangsiantar. Metode penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif berdasarkan data skunder yang berbentuk angka-angka dengan kurun waktu 1986-2008. Data diperoleh dari BPS Sumatera Utara menggunakan variabel dependen yaitu PDRB sektor industri manufaktur Kota Pematangsiantar (Y) dan variabel independen yaitu tenaga kerja (X1) dan kredit usaha (X2).

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan YME yang telah memberikan rahmat dan

karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, yang berjudul

“Analisis Pengaruh Tenaga Kerja dan Kredit Usaha Terhadap PDRB Sektor

Industri Manufaktur Kota Pematangsiantar”. Isi dan materi skripsi ini didasarkan

pada penelitian kepustakaan dan data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat

Statistik.

Adapun skripsi ini diselesaikan sebagai tugas akhir penulis melengkapi

syarat untuk memperoleh gelar sarjana ekonomi pada Fakultas Ekonomi

Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini tidak sedikit tantangan yang harus dihadapai

baik materil maupun moril, oleh sebab itu dalam kesempatan ini penulis

mengucapkan rasa terimakasih atas bantuan yang telah diberikan oleh semua

pihak yang terkait sehingga skripsi ini dapat diselesaikan, khususnya kepada :

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec dan Bapak Irsyad Lubis, Ph.D

selaku Kepala dan Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan

Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syahrir Hakim Nasution, M.Si selaku dosen pembimbing yang

(8)

4. Bapak Rujiman, MA selaku dosen penguji I dan Bapak Walad Al-Tsani,

M.Ec selaku dosen penguji II yang banyak memberi saran dan kritik dalam

penyusunan skripsi.

5. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec selaku dosen wali dan dosen

pengajar mata kuliah di FE-USU yang mengarahkan dan membuka

wawasan selama mengikuti perkuliahan.

6. Staf administrasi FE-USU yang membantu dalam menyelesaikan

urusan-urusan administrasi selama perkuliahan.

7. Pegawai BPS Sumatera Utara dan Kota Pematangsiantar yang membantu

dalam memperoleh data yang diperlukan.

8. Ayahanda W. Sihotang dan ibunda L. Malau tercinta yang selalu

mendukung dengan doa dan kasih sayang.

9. Adik-adik tercinta Yosephin, Jean, dan Censin yang selalu mendukung.

10.Semua sahabat mahasiswa EP ‘06 teristimewa Rasidah, Mediawati,

Rifanny, dan Khairiati yang memberikan dukungan dan saran.

11.Sahabat-sahabat terkasih Dionita, Eva, Jondi, dan Juni yang selalu

mendukung.

Akhirnya penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang

telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa masih

banyak hal yang kurang dalam penulisan skripsi ini, untuk itu penulis

mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna meningkatkan

kualitas skripsi ini sehingga dapat dipergunakan dalam pengembangan dan

(9)

Medan, Maret 2010

Penulis

(10)
(11)

2.3.1 Pengertian Tenaga Kerja ……….. 31

2.3.2 Teori Tentang Tenaga Kerja ……….. 32

2.3.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Tenaga Kerja ……….. 37

3.1 Ruang Lingkup Penelitian………... 47

3.2 Jenis dan Sumber Data ……….. 47

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ……….. 47

3.4 Pengolahan Data ……….……… 48

3.5 Model Analisis ……….. 48

3.6 Test of Goodness 0f Fit (Uji Kesesuaian) ……….. 50

3.6.1 Koefisien Determinasi (R-square) ……….. 50

3.6.2 Uji t-statistik ……….. 50

3.6.3 Uji F-statistik ……….. 52

3.7 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ……….. 53

3.7.1 Autokorelasi (Serial Correlation) ………….. ……… 53

3.10 Defenisi Operasional ………... 55

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ……….. 56

4.1 Gambaran Umum Kota Pematangsiantar ……….. 56

4.1.1 Kondisi Geografis ……….. 56

4.1.2 Kondisi Iklim dan Topografi ……….. 57

4.1.3 Kondisi Demografi ………... 57

(12)

Pematangsiantar ……….. 58

4.1.5 Perkembangan PDRB Sektor Industri Manufaktur Kota Pematangsiantar ……….. 60

4.1.6 Perkembangan Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Kota Pematangsiantar ……….. 62

4.1.7 Perkembangan Kredit Usaha Sektor Industri Manufaktur Kota Pematangsiantar ……….. 63

4.2 Analisis Data ……….. 65

4.2.1 Pengujian Pengaruh Variabel Independen terhadap Variabel Dependen ……….. 65

4.2.2 Interpretasi Data ……….. 67

4.2.3 Test of Goodness 0f Fit (Uji Kesesuaian) ……….. 68

4.2.4 Koefisien Determinasi (R-square) ……….. 68

4.2.5 Uji t-statistik ……….. 69

4.2.6 Uji F-statistik ……….. 71

3.7 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ……….. 72

3.7.1 Multikolinieritas ……….. 72

3.7.2 Autokorelasi (Serial Correlation) ………….. ……… 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……….. 75

5.1 Kesimpulan ……….. 75

5.2 Saran ……….. 76

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(13)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

Tabel 4.1 Luas wilayah Kota Pematangsiantar berdasarkan kecamatan ….. 56

Tabel 4.2 Jumlah penduduk Kota Pematangsiantar tahun 1994-2005 ….. 58

Tabel 4.3 Perkembangan jumlah industri manufaktur di Kota

Pematangsiantar tahun 1999-2007 ……….. 59

Tabel 4.4 Jumlah industri manufaktur di Kota Pematangsiantar menurut

kelompok industri (unit usaha) ……….. 60

Tabel 4.5 Perkembangan PDRB Sektor Industri Manufaktur Kota

Pematangsiantar Atas Dasar Harga Konstan tahun 1986-2008 ….. 61

Tabel 4.6 Perkembangan Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Kota

Pematangsiantar tahun 1986-2008 ……….. 63

Tabel 4.7 Perkembangan Kredit Usaha Industri Manufaktur Kota

(14)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

Gambar 2.1 Kurva Keseimbangan Pasar Tenaga Kerja ……….. 32

Gambar 2.2 Kurva Ketidakseimbangan Pasar Tenaga Kerja ……….. 33

Gambar 3.1 Kurva Uji t-statistik ……….. 51

Gambar 3.2 Kurva Uji F-statistik ……….. 53

Gambar 3.3 Kurva LM test ……….. 55

Gambar 4.1 Kurva Uji t-statistik Tenaga Kerja ……….. 69

Gambar 4.2 Kurva Uji t-statistik Kredit Usaha ……….. 70

Gambar 4.3 Kurva Uji F-statistik ……….. 71

(15)

In facing the free trade era, so the growth of industry is pointed to : 1) the growth of bisnis area which is conducive, 2) the growth of financial institutions which give the access to the transparant and easier capital source, and 3) the growth of technology of industry.

ABSTRACT

The goals of this research is to know how far the influences of labour and credit of manufacture industry sector to GRDP of manufacture industry sector in Pematangsiantar City. The research method used quantitative approachment based on the secunder data numeric with years size are 1986-2008. The data were obtained from the BPS North Sumatera used dependent variable, that is GRDP of manufacture industry sector in Pematangsiantar City and independent variables, they are labour of manufacture industry sector (X1) and credit of manufacture industry sector (X2).

The result of this research shows that labour of manufacture industry sector and credit of manufacture industry sector give positive and significance influences to GRDP of manufacture industry sector in Pematangsiantar City. Because of it, the government and central bank need to support the growth of industry by credit policy and manpower policy, besides the protection industry policy.

Keywords : labour of manufacture industry sector, credit of manufacture industry sector, and GRDP of manufacture industry sector.

(16)

ABSTRAK

Dalam menghadapi era perdagangan bebas, maka pengembangan industri diarahkan pada : 1) pengembangan lingkungan bisnis yang kondusif, 2) pengembangan lembaga-lembaga finansial yang dapat memberikan akses terhadap sumber modal yang transparan dan lebih mudah, dan 3) pengembangan teknologi industri.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pengaruh tenaga kerja dan kredit usaha terhadap PDRB sektor industri manufaktur Kota Pematangsiantar. Metode penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif berdasarkan data skunder yang berbentuk angka-angka dengan kurun waktu 1986-2008. Data diperoleh dari BPS Sumatera Utara menggunakan variabel dependen yaitu PDRB sektor industri manufaktur Kota Pematangsiantar (Y) dan variabel independen yaitu tenaga kerja (X1) dan kredit usaha (X2).

(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sektor industri merupakan komponen utama dalam pembangunan

ekonomi nasional. Sektor ini tidak saja berpotensi mampu memberikan kontribusi

ekonomi yang besar melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga

mampu memberikan kontribusi yang besar dalam transformasi struktural bangsa

ke arah modernisasi kehidupan masyarakat yang menunjang pembentukan daya

saing nasional. Selama dua dasawarsa sebelum krisis ekonomi, peran sektor

industri terhadap perekonomian nasional hampir mencapai 25%.

Sejak pertengahan tahun 1980-an peranan sektor industri manufaktur

mulai meningkat, menyamai peranan sektor migas dan pertanian. Perkembangan

yang menakjubkan tidak hanya terjadi di dalam negeri, tetapi juga dalam

perdagangan internasional. Pada tahun 1996, nilai ekspor non migas mencapai

76,44% dari seluruh nilai ekspor Indonesia. Sekitar 61,14% diantaranya berasal

dari ekspor barang industri. Kemajuan ekonomi yang diraih Indonesia pada saat

itu, menyebabkan Bank Dunia memasukkan Indonesia sebagai salah satu Negara

Ajaib di Asia Timur (The East Asian Miracle).

Sumbangan sektor industri terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)

nasional di tahun 1996 adalah sebesar 22,1%, sedangkan pada tahun 2004 sebesar

24,6% dan pada tahun 2003 sebesar 25,0%. Cabang industri yang memberikan

(18)

minuman dan tembakau, meskipun tahun 2004 mengalami penurunan jika

dibandingkan dengan tahun sebelum 2003, yaitu sebesar 6,9%. Kontribusi

terbesar lainnya adalah industri alat angkut, mesin dan peralatan sebesar 5,5%,

produk industri pupuk, kimia serta barang dari karet sebesar 4,2%.

Profil sektor industri Indonesia secara garis besar berdasarkan Sensus

Ekonomi 2006 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan

bahwa Industri Kecil dan Rumah Tangga (IKRT) memiliki peranan yang cukup

besar dalam industri manufaktur dilihat dari sisi jumlah unit usaha dan daya serap

tenaga kerja, namun lemah dalam menyumbang nilai output. Pada tahun 2006,

dari total unit usaha manufaktur di Indonesia sebanyak 3,2 juta, ternyata 99,3%

merupakan unit usaha IKRT. IKRT, dengan jumlah tenaga kerja kurang dari 20

orang, mampu menyediakan kesempatan kerja sebesar 60,3% dari total

kesempatan kerja. Kendati demikian, sumbangan nilai output IKRT terhadap

industri manufaktur hanya sebesar 10,3%. Pola ini sedikit meningkat dari tahun ke

tahunnya (2002-2006). Banyaknya jumlah orang yang bekerja pada IKRT

memperlihatkan betapa pentingnya peranan IKRT dalam membantu memecahkan

masalah pengangguran dan pemerataan distribusi pendapatan.

Di sisi lain, Industri Besar dan Menengah (IBM) memberikan kontribusi

yang dominan dari sisi nilai output. Pada tahun 2002, IBM menyumbang 91,6%

dari keseluruhan nilai output, menyerap sekitar 39,9% dari total kesempatan kerja,

namun dari sisi unit usaha hanya menyumbang 0,8% dari total unit usaha yang

(19)

menyediakan lapangan pekerjaan sekitar 39,7% dari total kesempatan kerja,

namun hanya menyumbang 0,7% dari total unit usaha yang ada.

Sumber daya manusia (tenaga kerja) tentu sangat diperlukan dalam

beroperasinya industri dan akan lebih efektif dengan spesialisasi kerja. Alokasi

tenaga kerja yang efektif adalah permulaan pertumbuhan ekonomi, dengan kata

lain alokasi tenaga kerja yang efektif merupakan syarat perlu (necessary

condition) bagi pertumbuhan ekonomi (Adam Smith dalam Subri, 2003). Seperti

diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi tahun tertentu dapat diperoleh dari

pengurangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun tertentu dengan

PDRB tahun sebelumnya kemudian dibagi PDRB tahun sebelumnya, dengan

demikian pertumbuhan ekonomi erat kaitannya dengan PDRB.

Dalam memajukan sektor industri perlu diberikan kredit bagi pengusaha.

Kredit usaha industri merupakan fasilitas pinjaman yang diberikan dalam jangka

pendek, menengah, dan panjang untuk membiayai penyediaan capital goods

seperti pendirian pabrik, pembelian mesin, perluasan usaha, atau keperluan

rehabilitasi dan untuk membiayai operasional (Simorangkir, 2004). Untuk

mengoptimalkan pemberian kredit usaha industri oleh bank-bank umum, Bank

Indonesia bersama dengan perbankan selama ini telah menempuh tiga strategi

dasar sebagai berikut : Pertama, penerapan batas minimum pemberian kredit

sebesar 20% dari keseluruhan kredit bagi semua bank. Kedua, mengembangkan

kelembagaan dengan memperluas jaringan perbankan, mendorong kerja sama

antar bank dalam penyaluran kredit usaha dan mengembangkan lembaga-lembaga

(20)

pendirian Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah. Ketiga,

pemberian bantuan teknis melalui Proyek Pengembangan Usaha Kecil dan Proyek

Hubungan Bank dengan Kelompok Swadaya Masyarakat (Kuncoro, 2008).

Kota Pematangsiantar merupakan wilayah perkotaan sehingga tidak sesuai

dikembangkan untuk kegiatan pertanian. Wilayah perkotaan cenderung sesuai

untuk kegiatan industri, perdagangan, dan jasa. Salah satu alasan berkembangnya

sektor industri di Kota Pematangsiantar adalah karena secara geografis terletak di

tengah-tengah Kabupaten Simalungun, dimana kabupaten ini unggul pada

beberapa jenis komoditas pertanian sehingga dapat berfungsi sebagai penyedia

input (hinterland) bagi industri Kota Pematangsiantar. Pada periode 1983-1995

PDRB sektor industri Kota Pematangsiantar terus meningkat, namun di tahun

1996 mengalami penurunan sebesar 4,43%. Pada tahun 1999 meningkat kembali

sebesar 2,80% yang menunjukkan mulai bangkitnya sektor industri paska krisis

ekonomi.

Hasil industri andalan Kota Pematangsiantar adalah rokok putih filter dan

nonfilter serta tepung tapioka. Pada tahun 2000, dengan tenaga kerja sebanyak

2.700 orang, NV Sumatra Tobacco Trading Company (STTC), produsen rokok

yang berdiri sejak 1952, menghasilkan 11,06 milyar batang rokok putih filter dan

75 juta batang rokok putih nonfilter. Dari seluruh hasil produksi rokok filter

tersebut, 88,14% dijual ke luar negeri terutama ke Malaysia, negara-negara Timur

Tengah dan Asia Timur, dengan nilai ekspor mencapai Rp 345 juta. Sisanya

sebesar 11,86% rokok putih filter dan seluruh hasil produksi rokok putih nonfilter

(21)

itu, Taiwan menjadi negara tujuan penjualan tepung tapioka yang diproduksi kota

ini. Tahun 2000, volume ekspor tepung tapioka mencapai 3,8 ton dan tepung

Modified Starch mencapai 2,7 ton. Keseluruhan nilai penjualan ekspor kedua jenis

komoditas ini mencapai Rp 12,9 milyar. Industri lain yang juga memberi

kontribusi terhadap perekonomian kota Pematangsiantar diantaranya adalah

industri makanan, tekstil, perabot, percetakan, dan, kimia.

Berdasarkan pembahasan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul ”Analisis Pengaruh Tenaga Kerja dan Kredit Usaha Terhadap PDRB Sektor Industri Manufaktur Kota Pematangsiantar”.

1.2 Perumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh tenaga kerja sektor industri manufaktur terhadap

PDRB sektor industri Kota Pematangsiantar?

2. Bagaimana pengaruh kredit usaha industri manufaktur tahun sebelumnya

terhadap PDRB sektor industri Kota Pematangsiantar?

1.3 Hipotesis

1. Tenaga kerja sektor industri manufaktur mempunyai pengaruh yang positif

terhadap PDRB sektor industri Kota Pematangsiantar.

2. Kredit usaha industri manufaktur tahun sebelumnya mempunyai pengaruh

(22)

1.4 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh tenaga kerja sektor industri

manufaktur terhadap PDRB sektor industri Kota Pematangsiantar.

2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kredit usaha industri

manufaktur tahun sebelumnya terhadap PDRB sektor industri Kota

Pematangsiantar.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Sebagai tambahan wawasan ilmiah dan ilmu pengetahuan yang dalam

disiplin ilmu yang penulis tekuni.

2. Menambah dan melengkapi hasil-hasil penelitian yang telah ada,

khususnya mengenai sektor industri.

3. Sebagai tambahan referensi dan informasi bagi peneliti lain yang

(23)

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1 Sektor Industri 2.1.1 Pengertian Industri

Istilah industri sering diidentikkan dengan semua kegiatan ekonomi

manusia yang mengolah barang mentah atau bahan baku menjadi barang setengah

jadi atau barang jadi. Dari definisi tersebut, istilah industri sering disebut sebagai

kegiatan manufaktur (manufacturing). Padahal, pengertian industri sangatlah luas,

yaitu menyangkut semua kegiatan manusia dalam bidang ekonomi yang sifatnya

produktif dan komersial. Disebabkan kegiatan ekonomi yang luas maka jumlah

dan macam industri berbeda-beda untuk tiap negara atau daerah. Pada umumnya,

makin maju tingkat perkembangan perindustrian di suatu negara atau daerah,

makin banyak jumlah dan macam industri, dan makin kompleks pula sifat

kegiatan dan usaha tersebut. Cara penggolongan atau pengklasifikasian industri

pun berbeda-beda. Tetapi pada dasarnya, pengklasifikasian industri didasarkan

pada kriteria yaitu berdasarkan bahan baku, tenaga kerja, pangsa pasar, modal,

atau jenis teknologi yang digunakan. Selain faktor-faktor tersebut, perkembangan

dan pertumbuhan ekonomi suatu negara juga turut menentukan keanekaragaman

industri negara tersebut, semakin besar dan kompleks kebutuhan masyarakat yang

(24)

Adapun klasifikasi industri berdasarkan kriteria masing-masing (Siahaan,

1996), adalah sebagai berikut :

1. Klasifikasi industri berdasarkan tenaga kerja

Berdasarkan jumlah tenaga kerja yang digunakan, industri dapat

dibedakan menjadi :

a. Industri rumah tangga, yaitu industri yang menggunakan tenaga

kerja kurang dari empat orang. Ciri industri ini memiliki modal

yang sangat terbatas, tenaga kerja berasal dari anggota keluarga,

dan pemilik atau pengelola industri biasanya kepala rumah tangga

itu sendiri atau anggota keluarganya. Misalnya: industri anyaman,

industri kerajinan, industri tempe/tahu, dan industri makanan

ringan.

b. Industri kecil, yaitu industri yang tenaga kerjanya berjumlah sekitar

5 sampai 19 orang, Ciri industri kecil adalah memiliki modal yang

relatif kecil, tenaga kerjanya berasal dari lingkungan sekitar atau

masih ada hubungan saudara. Misalnya: industri genteng, industri

batubata, dan industri pengolahan rotan.

c. Industri sedang, yaitu industri yang menggunakan tenaga kerja

sekitar 20 sampai 99 orang. Ciri industri sedang adalah memiliki

modal yang cukup besar, tenaga kerja memiliki keterampilan

(25)

tertentu. Misalnya: industri konveksi, industri bordir, dan industri

keramik.

d. Industri besar, yaitu industri dengan jumlah tenaga kerja lebih dari

100 orang. Ciri industri besar adalah memiliki modal besar yang

dihimpun secara kolektif dalam bentuk pemilikan saham, tenaga

kerja harus memiliki keterampilan khusus, dan pimpinan

perusahaan dipilih melalui uji kemampuan dan kelayakan (fit and

profer test). Misalnya: industri tekstil, industri mobil, industri besi

baja, dan industri pesawat terbang.

2. Klasifikasi industri berdasarkan lokasi usaha

Keberadaan suatu industri sangat menentukan sasaran atau tujuan

kegiatan industri. Berdasarkan lokasi unit usahanya, industri dapat

dibedakan menjadi :

a. Industri berorientasi pada pasar (market oriented industry), yaitu

industri yang didirikan mendekati daerah persebaran konsumen.

b. Industri berorientasi pada tenaga kerja (employment oriented

industry), yaitu industri yang didirikan mendekati daerah

pemusatan penduduk, terutama daerah yang memiliki banyak

(26)

c. Industri berorientasi pada pengolahan (supply oriented industry),

yaitu industri yang didirikan dekat atau di tempat pengolahan.

Misalnya: industri semen di Palimanan Cirebon (dekat dengan batu

gamping), industri pupuk di Palembang (dekat dengan sumber

pospat dan amoniak), dan industri BBM di Balongan Indramayu

(dekat dengan kilang minyak).

d. Industri berorientasi pada bahan baku, yaitu industri yang didirikan

di tempat tersedianya bahan baku. Misalnya: industri konveksi

berdekatan dengan industri tekstil, industri pengalengan ikan

berdekatan dengan pelabuhan laut, dan industri gula berdekatan

lahan tebu.

e. Industri yang tidak terikat oleh persyaratan yang lain (footloose

industry), yaitu industri yang didirikan tidak terikat oleh

syarat-syarat di atas. Industri ini dapat didirikan di mana saja, karena

bahan baku, tenaga kerja, dan pasarnya sangat luas serta dapat

ditemukan di mana saja. Misalnya: industri elektronik, industri

otomotif, dan industri transportasi.

3. Klasifikasi industri berdasarkan proses produksi

Berdasarkan proses produksi, industri dapat dibedakan menjadi :

a. Industri hulu, yaitu industri yang hanya mengolah bahan mentah

(27)

menyediakan bahan baku untuk kegiatan industri yang lain.

Misalnya: industri kayu lapis, industri alumunium, industri

pemintalan, dan industri baja.

b. Industri hilir, yaitu industri yang mengolah barang setengah jadi

menjadi barang jadi sehingga barang yang dihasilkan dapat

langsung dipakai atau dinikmati oleh konsumen. Misalnya: industri

pesawat terbang, industri konveksi, industri otomotif, dan industri

meubel.

4. Klasifikasi industri berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perindustrian

Selain pengklasifikasian industri tersebut di atas, ada juga

pengklasifikasian industri berdasarkan Surat Keputusan Menteri

Perindustrian Nomor 19/M/ I/1986 yang dikeluarkan oleh Departemen

Perindustrian dan Perdagangan. Adapun pengklasifikasiannya adalah

sebagai berikut :

a. Industri Kimia Dasar (IKD)

Industri Kimia Dasar merupakan industri yang memerlukan

modal yang besar, keahlian yang tinggi, dan menerapkan teknologi

maju. Adapun industri yang termasuk kelompok IKD adalah

(28)

1) Industri kimia organik, misalnya : industri bahan peledak dan

industri bahan kimia tekstil.

2) Industri kimia anorganik, misalnya : industri semen, industri

asam sulfat, dan industri kaca.

3) Industri agrokimia, misalnya : industri pupuk kimia dan industri

pestisida.

4) Industri selulosa dan karet, misalnya : industri kertas, industri

pulp, dan industri ban.

b. Industri Mesin Logam Dasar dan Elektronika (IMELDE)

Industri ini merupakan industri yang mengolah bahan mentah

logam menjadi mesin-mesin berat atau rekayasa mesin dan

perakitan. Adapun yang termasuk industri ini adalah sebagai

berikut :

1) Industri mesin dan perakitan alat-alat pertanian, misalnya :

mesin traktor, mesin hueler, dan mesin pompa.

2) Industri alat-alat berat/konstruksi, misalnya : mesin pemecah

batu, buldozer, excavator, dan motor grader.

3) Industri mesin perkakas, misalnya : mesin bubut, mesin bor,

(29)

4) Industri elektronika, misalnya : radio, televisi, dan komputer.

5) Industri mesin listrik, misalnya : transformator tenaga dan

generator.

6) Industri kereta api, misalnya : lokomotif dan gerbong.

7) Industri kendaraan bermotor (otomotif), misalnya : mobil,

motor, dan suku cadang kendaraan bermotor.

8) Industri pesawat, misalnya : pesawat terbang dan helikopter.

9) Industri logam dan produk dasar, misalnya : industri besi baja,

industri alumunium, dan industri tembaga.

10) Industri perkapalan, misalnya : pembuatan kapal dan reparasi

kapal.

11) Industri mesin dan peralatan pabrik, misalnya : mesin produksi,

peralatan pabrik, dan peralatan kontruksi.

c. Aneka Industri (AI)

Industri ini merupakan industri yang tujuannya menghasilkan

bermacam-macam barang kebutuhan hidup sehari-hari. Adapun

yang termasuk industri ini adalah sebagai berikut :

(30)

2) Industri alat listrik dan logam, misalnya : kipas angin, lemari es,

dan mesin jahit, televisi, dan radio.

3) Industri kimia, misalnya : sabun, pasta gigi, sampho, tinta,

plastik, obatobatan, dan pipa.

4) Industri pangan, misalnya : minyak goreng, terigu, gula, teh,

kopi, garam dan makanan kemasan.

5) Industri bahan bangunan dan umum, misalnya : kayu gergajian,

kayu lapis, dan marmer.

d. Industri Kecil (IK)

Industri ini merupakan industri yang bergerak dengan jumlah

pekerja sedikit, dan teknologi sederhana. Biasanya dinamakan

industri rumah tangga, misalnya : industri kerajinan, industri

alat-alat rumah tangga, dan perabotan dari tanah (gerabah).

e. Industri Pariwisata

Industri ini merupakan industri yang menghasilkan nilai

ekonomis dari kegiatan wisata. Bentuknya bisa berupa wisata seni

dan budaya (misalnya : pertunjukan seni dan budaya), wisata

pendidikan (misalnya : peninggalan, arsitektur, alat-alat observasi

alam, dan museum geologi), wisata alam (misalnya : pemandangan

(31)

wisata kota (misalnya : melihat pusat pemerintahan, pusat

perbelanjaan, wilayah pertokoan, restoran, hotel, dan tempat

hiburan).

2.1.2 Peranan Sektor Industri dalam Pembangunan Ekonomi

Industrialisasi sebenarnya merupakan satu jalur kegiatan untuk

meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam arti tingkat yang lebih maju maupun

taraf hidup yang lebih bermutu. Dengan kata lain, pembangunan industri itu

merupakan suatu fungsi dari tujuan pokok kesejahteraan rakyat, bukan merupakan

kegiatan yang mandiri untuk hanya sekedar mencapai fisik saja.

Industrialisasi juga tidak terlepas dari usaha untuk meningkatkan mutu

sumber daya manusia dan kemampuannya memanfaatkan secara optimal sumber

daya alam dan sumber daya lainya. Hal ini berarti pula sebagai suatu usaha untuk

meningkatkan produktivitas tenaga manusia disertai usaha untuk meluaskan ruang

lingkup kegiatan manusia. Dengan demikian dapat diusahakan secara “vertikal”

semakin besarnya nilai tambah pada kegiatan ekonomi dan sekaligus secara

“horizontal” semakin luasnya lapangan kerja produktif bagi penduduk yang

semakin bertambah.

Banyak pendapat muncul bahwa industri itu mempunyai peranan penting

sebagai sektor pemimpin (leading sector). Sektor pemimpin ini maksudnya adalah

dengan adanya pembangunan industri maka akan memacu dan mengangkat

pembangunan sektor-sektor lainya seperti sektor pertanian dan sektor jasa.

(32)

dengan adanya industrialisasi tersebut, misalnya berdirinya lembaga-lembaga

keuangan, lembaga-lembaga pemasaran/periklanan, dan sebagainya, yang

kesemuanya itu nanti akan mendukung lajunya pertumbuhan industri. Seperti

diungkapkan sebelumnya, berarti keadaan menyebabkan meluasnya peluang kerja

yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan dan permintaan masyarakat

(daya beli). Kenaikan pendapatan dan peningkatan permintaan (daya beli) tersebut

menunjukkan bahwa perekonomian itu tumbuh sehat.

UNIDO (United Nations for Industrial Development Organization)

mengelompokkan negara-negara sebagai berikut (Muhammad, 1992) :

• Kelompok negara non-industri apabila sumbangan sektor industri terhadap

PDB kurang dari 10 persen.

• Kelompok negara dalam proses industrialisasi apabila sumbangan tersebut

antara 10-20 persen.

• Kelompok negara semi industrialisasi jika sumbang tersebut antara 20-30

persen.

• Kelompok negara industri jika sumbangan tersebut lebih dari 30 persen.

Perroux mengatakan, pertumbuhan tidak muncul di berbagai daerah pada

waktu yang sama. Pertumbuhan hanya terjadi di beberapa tempat yang disebut

pusat pertumbuhan dengan intensitas yang berbeda. Inti pendapat Perroux (dalam

Muhammad, 1992) adalah sebagai berikut :

1. Dalam proses pembangunan akan timbul industri pemimpin yang

merupakan industri penggerak utama dalam pembangunan suatu

(33)

perkembangan industri pemimpin akan mempengaruhi perkembangan

industri lain yang berhubungan erat dengan industri pemimpin

tersebut.

2. Pemusatan industri pada suatu daerah akan mempercepat pertumbuhan

perekonomian, karena pemusatan industri akan menciptakan pola

konsumsi yang berbeda antar daerah sehingga perkembangan industri

di daerah tersebut akan mempengaruhi perkembangan daerah-daerah

lainya.

3. Perekonomian merupakan gabungan dari sistem industri yang relatif

aktif dengan industri-industri yang relatif pasif yaitu industri yang

tergantung dari industri pemimpin atau pusat pertumbuhan. Daerah

yang relatif maju atau aktif akan mempengaruhi daerah-daerah yang

relatif pasif.

2.1.3 Keterkaitan antar Industri

Pendapat-pendapat yang mendukung investasi dalam bidang industri

sebagai suatu prioritas pembangunan bukan hanya didasarkan pada hasil

penelitian yang menunjukkan bahwa pertumbuhan industri menyertai

pembangunan. Para penganjur industri menunjukkan bahwa industri merupakan

suatu sektor pemimpin karena industri tersebut merangsang dan mendorong

investasi-investasi di sektor-sektor lain juga. Pola perkembangan industri dimana

barang hasil produksi suatu industri dimanfaatkan oleh industri lainnya adalah

(34)

Konsep pertumbuhan tidak seimbang menunjukkan bahwa pertumbuhan

yang cepat dari satu atau beberapa industri mendorong perluasan industri-industri

lainnya yang terkait dengan sektor industri yang tumbuh lebih dahulu tersebut.

Keterkaitan-keterkaitan ini bisa keterkaitan ke belakang, misalnya industri tekstil

menyebabkan peningkatan produksi kapas atau zat-zat pewarna untuk disediakan

bagi industri tekstil tersebut. Keterkaitan tersebut bisa juga keterkaitan ke depan,

misalnya adanya industri tekstil domestik mendorong tumbuhnya investasi dalam

industri pakaian jadi.

2.1.4 Industri dan Tujuan Pembangunan

Setelah melihat industri dari berbagai perspektif, maka dapat disimpulkan

peranan yang diharapkan dari industri terhadap pembangunan. Pertama,

industrialisasi bukanlah suatu “obat yang paling mujarab” untuk mengobati

keterbelakangan. Tidak ada satupun faktor produksi, atau kebijaksanaan, atau

sektor, yang bisa menyelesaikan secara sendiri-sendiri proses pembangunan.

Demikian pula halnya dengan industri. Tetapi sektor industri mempunyai 2

pengaruh yang penting dalam setiap program pembangunan. Pertama,

produktivitas yang lebih besar dalam industri merupakan kunci untuk

meningkatkan pendapatan per kapita. Kedua, industri pengolahan memberikan

kemungkinan-kemungkinan yang lebih besar bagi Industri Subsitusi Impor (ISI)

yang efesien dan meningkatkan ekspor daripada industri primer.

Jika industrialisasi bukan merupakan obat yang mujarab bagi

keterbelakangan, demikian juga halnya pembangunan perdesaan. Masing-masing

(35)

serta terlalu jauh. Industri bisa menyediakan input-input produktif, terutama

pupuk dan peralatan pertanian yang sederhana, bagi pertanian. Jika kebijaksanaan

luar negeri dijalankan dan industri pengolahan telah efisien, input-input tersebut

bisa ditawarkan dengan harga yang lebih murah daripada harga impor. Hubungan

tersebut bisa kebalikannya, karena pertanian menyediakan bahan-bahan baku

untuk industri, misalnya kapas, tembakau atau karet. Pertanian dan industri juga

saling menyediakan pasar bagi barang-barang produksinya masing-masing. Jika

pendapatan sektor pertanian tersebut tumbuh secara merata. Dimana di butuhkan

land-reform dan pembangunan pedesaan yang sangat meluas, maka industri akan

menikmati pasar yang lebih luas bagi barang-barang konsumsinya. Sejalan dengan

itu. Pertumbuhan pendapatan di perkotaan yang didorong oleh perluasan industri,

akan mendorong pertumbuhan output pertanian dan produktivitas melalui

kenaikan permintaan akan pangan. Namun demikian, kunci dari permintaan akan

pangan tersebut adalah tingkat pengerjaan yang meningkat dan perbaikan

distribusi pendapatan di perkotaan.

2.1.5 Industri Subsitusi Impor (ISI)

Salah satu strategi industrialisasi yang dilaksanakan Indonesia, sejak

zaman pemerintahan Orde Baru adalah Industri Subsitusi Impor (ISI). ISI ini

diharapkan bisa menghasilkan barang-barang baru dalam negeri yang semula

diimpor. Setelah subsitusi impor berhasil, baru kemudian sebagian hasil

produknya diekspor. Jadi subsitusi impor ini memegang peranan penting dalam

mengenalkan barang-barang baru yang dulunya diimpor dan kemudian dihasilkan

(36)

Alasan untuk mengadakan ISI ini sebenarnya berbeda-beda antara suatu negara

dengan negara lain. Namun demikian, berikut ini dijelaskan beberapa alasan

penting :

• ISI dimaksudkan untuk mengurangi atau menghemat penggunaan devisa.

Seperti diketahui, hampir semua negara berkembang seringkali mengalami

kekurangan devisa. Oleh karena itu, devisa yang sedikit harus digunakan

secara efektif dan efesien.

• Dengan adanya ISI biasanya pemerintah melakukan proteksi terhadapnya

dengan cara pembatasan barang-barang impor. Pembatasan barang-barang

impor tersebut tentu saja akan mengurangi jumlah barang-barang impor,

sementara itu permintaan di dalam negeri masih tetap besar, sehingga pada

akhirnya para pengusaha dalam negeri terdorong untuk meningkatkan

produksi barang-barang yang terkena pembatasan impor tersebut. Dengan

kata lain, ISI ini bisa merangsang kegiatan ekonomi para pengusaha di

dalam negeri.

• ISI bisa dimaksudkan untuk segera dapat memenuhi kebutuhan sendiri

akan berbagai barang industri dan juga karena semangat kemerdekaan

yang timbul di negara berkembang, yang kemudian diikuti pula oleh

keinginan untuk mencapai kemerdekaan dalam bidang ekonomi.

• Alasan lain bagi adanya ISI adalah untuk mengembangkan kegiatan

ekonomi di dalam negeri. Walaupun suatu negara tidak mengalami

kesulitan devisa, tetapi untuk memajukan perekonomian dan mendorong

(37)

melakukan proteksi dan memberikan berbagai macam fasilitas kepada para

pengusaha. Dengan demikian keuntungan yang diperoleh para pengusaha

bisa meningkat dan dapat mendorong kegiatan ekonomi lebih lanjut.

Dalam pelaksanaannya kebijaksanaan ISI, ada berbagai masalah yang

dihadapi oleh negara berkembang yang melaksanakannya. Pertama, kualitas

barang yang dihasilkan. Kualitas barang yang dihasilkan di dalam negeri sebagai

barang subsitusi impor sering jauh lebih rendah daripada hasil produksi luar

negeri. Kualitas yang rendah ini akan sulit untuk diekspor. Dengan demikian, ISI

bukannya menghemat penggunaan devisa tetapi juga menurunkan penerimaan

ekspor. Kedua, biaya produksi.pada tahap awal industrialisasi bisanya dibutuhkan

biaya yang sangat besar digunakan untuk tenaga kerja, membeli mesin-mesin, dan

membeli bahan-bahan baku yang diperlukan. Jadi modal yang diperlukan sangat

banyak. Jika suatu negara mempuyai modal yang sedikit, maka dalam tahap awal

indutrialisasinya terpaksa mendatangkan modal dan tenaga kerja dari luar negeri.

2.1.6 Industri Promosi Ekspor (IPE)

Menurut Krueger (1997), ada 4 faktor yang menerangkan mengapa strategi

industalisasi promosi ekspor dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih

pesat daripada strategi ISI, keempat faktor tersebut adalah :

1. Kaitan sektor pertanian dengan sektor industri

Pengalaman beberapa negara berkembang, antara lain India, RRC

dan Filipina, telah menunjukan bahwa suatu sektor pertanian yang

(38)

produksi pertanian yang lamban akan meningkatkan harga pangan,

sehingga tingkat upah juga cenderung naik, sehingga pada akhirnya akan

dapat menghambat pertumbuhan sektor industri.

2. Skala ekonomis

Bagi industri dimana faktor skala ekonomi adalah penting, maka

strategi promosi ekspor akan dapat memberikan dorongan yang lebih kuat

kepada perusahaan-perusahaan yang baru daripada strategi ISI, karena

perusahaan-perusahaan ini dapat menyusun rencana investasi, produksi,

dan pemasaran mereka atas dasar potensi pasar domestik dan pasar ekspor.

Dengan strategi promosi ekspor sejak semula dapat dibangun pabrik

dengan skala ekonomi yang efisien, oleh karena dalam membangun

pabrik-pabrik tersebut para pengusaha sudah merencanakan untuk

memasarkan sebagian dari produksi mereka di pasar dunia.

3. Dampak persaingan atas prestasi perusahaan

Suatu segi positif yang penting dari strategi promosi ekspor adalah

bahwa persaingan di pasar ekspor mengharuskan para pengusaha untuk

menjajaki berbagai cara untuk menekan biaya produksi mereka sampai ke

tingkat yang serendah-rendahnya, sehingga hasil produksi mereka dapat

bersaing dalam harga di pasar ekspor.

4. Kekurangan devisa atas pertumbuhan ekonomi

Jika kekurangan devisa dapat menghambat pertumbuhan ekonomi

(39)

dikurangi, jika diperkirakan bahwa pada tahun mendatang akan dihadapi

masalah kekurangan devisa.

2.1.7 Pola Pengembangan Industri

Pengelompokan pola pikir industrialisasi secara keseluruhan telah tercakup

dalam Pola Pengembangan Indutri Nasional (PPIN) yang dibuat oleh Departemen

Perindustrian (dalam Siahaan, 1996). PPIN tersebut berintikan 6 butir kebijakan :

1. Pengembangan industri yang diarahkan untuk pendalaman dan

pemantapan struktur industri serta dikaitkan dengan sektor lainnya.

2. Pengembangan indutri permesinan dan elektronika penghasil barang

modal.

3. Pengembangan industri kecil.

4. Pembangunan ekspor komoditi industri.

5. Pembangunan kemampuan penelitian, pengembangan dan rancang bangun

khususnya perangkat lunak dan perekayasaan.

6. Pembangunan kemampuan para wiraswasta dan tenaga kerja industri

berupa manajemen, keahlian, kejujuran serta keterampilan.

2.2 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

2.2.1 Pengertian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi suatu

daerah dalam satu periode tertentu adalah PDRB. PDRB pada dasarnya

(40)

akan sama dengan total nilai nominal dari konsumsi, investasi, pengeluaran

pemerintah, serta ekspor bersih.

Konsumsi terdiri dari barang dan jasa yang dibeli rumah tangga. Konsumsi

dibagi menjadi tiga subkelompok : barang tidak tahan lama, barang tahan lama,

dan jasa. Barang tidak tahan lama (nondurable goods) adalah barang-barang yang

habis dipakai dalam waktu pendek, seperti makanan dan pakaian. Barang tahan

lama (durable goods) adalah barang-barang yang memiliki usia panjang, seperti

mobil dan televisi. Jasa (services) meliputi pekerjaan yang dilakukan untuk

konsumen oleh individu atau perusahaan, seperti pangkas rambut dan berobat ke

rumah sakit.

Investasi terdiri dari barang–barang yang dibeli untuk penggunaan masa

depan. Investasi juga dibagi menjadi tiga subkelompok : investasi tetap bisnis,

investasi tetap residensi, dan investasi persediaan. Investasi tetap bisnis adalah

pembelian pabrik dan peralatan baru oleh perusahaan. Investasi tetap residensi

adalah pembelian rumah baru oleh rumah tangga dan tuan tanah. Sedangkan

investasi persediaan adalah peningkatan dalam persediaan barang perusahaan.

Pengeluaran pemerintah adalah barang dan jasa yang dibeli oleh

pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah. Pembayaran transfer kepada

individu, seperti jaminan sosial dan kesejahteraan tidak termasuk pengeluaran

pemerintah karena merealokasi pendapatan yang ada dan tidak membuat

perubahan dalam barang dan jasa.

Ekspor bersih adalah nilai barang dan jasa yang diekspor ke negara lain

(41)

menunjukkan pengeluaran bersih dari luar negeri pada barang dan jasa kita, yang

memberikan pendapatan bagi produsen domestik.

Umumnya PDRB dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu PDRB atas

harga berlaku (nominal) dan PDRB atas harga konstan (riil). PDRB atas harga

berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung

menggunakan harga berlaku pada setiap tahun. Jadi, pada PDRB atas harga

berlaku sudah termasuk unsur inflasi. Sedangkan PDRB atas harga konstan

menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga

pada tahun tertentu, misalnya 1983, 1993, atau 2000. PDRB atas harga konstan

meningkat hanya jika jumlah barang dan jasa meningkat, sedangkan PDRB atas

harga berlaku bisa meningkat karena produksi naik atau harga turun.

Setelah PDRB atas harga berlaku dan PDRB atas harga konstan diketahui,

maka dapat dihitung deflator PDRB. Deflator PDRB didefinisikan sebagai rasio

PDRB atas harga berlaku terhadap PDRB atas harga konstan.

Deflator PDRB =

Deflator PDRB mencerminkan apa yang sedang terjadi pada seluruh tingkat harga

dalam perekonomian.

2.2.2 Metode Penghitungan PDRB a. Metode Langsung

1) Pendekatan Produksi (Production Approach)

PDRB merupakan jumlah nilai tambah bruto atau nilai barang dan

(42)

produksi bruto dari barang dan jasa tersebut dikurangi seluruh biaya

antara yang digunakan dalam proses produksi.

Y = P1Q1 + P2Q2 + … + PnQn

Dimana :

Y = PDRB

P1, P2, …, Pn = Harga satuan produk pada satuan masing-masing

sektor ekonomi

Q1, Q2, …, Qn = Jumlah produk pada satuan masing-masing sektor

ekonomi

Yang dipakai hanya nilai tambah bruto saja agar dapat menghindari

adanya perhitungan ganda.

2) Pendekatan Pendapatan (Income Approach)

PDRB adalah jumlah seluruh balas jasa yang diterima oleh

faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu wilayah

dan periode tertentu, biasanya satu tahun. Berdasarkan pengertian

tersebut, maka nilai tambah bruto adalah jumlah dari upah dan gaji,

sewa tanah, bunga modal, dan laba yang kesemuanya belum dipotong

pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam pengertian PDRB

ini termasuk pola komponen penyusutan dan pajak tidak langsung neto.

Y = Yw + Yr + Yi + Yp

Dimana :

Y = Pendapatan regional atau PDRB

(43)

Yr = Pendapatan sewa

Yi = Pendapatan bunga

Yp = Pendapatan laba

3) Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach)

PDRB adalah jumlah seluruh pengeluaran yang dilakukan untuk

pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta nirlaba,

pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik

bruto, perubahan inventori, dan ekspor bersih di dalam suatu wilayah

dan periode tertentu, biasanya satu tahun. Dengan metode ini,

penghitungan nilai tambah bruto bertitik tolak pada penggunaan akhir

dari barang dan jasa yang diproduksi.

Y = C + I + G + (X – M)

Dimana :

Y = PDRB

C = Pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi

I = Pengeluaran perusahaan untuk investasi

G = Pengeluaran pemerintah

(X-M) = Ekspor bersih

Yang dihitung hanya nilai transaksi-transaksi barang jadi saja, untuk

menghindari adanya perhitungan ganda.

b. Metode Tidak Langsung (Alokasi)

Menghitung nilai tambah suatu kelompok ekonomi dengan

(44)

kegiatan pada tingkat regional. Metode ini menggunakan indikator yang

paling besar pengaruhnya terhadap produktivitas kegiatan ekonomi

tersebut.

2.2.3 Kegunaan Statistik Pendapatan Regional

Data statistik pendapatan regional memberikan informasi yang

berguna mengenai berbagai aspek dari kegiatan ekonomi (Sukirno, 2004:55)

yaitu :

a. Menilai prestasi kegiatan ekonomi

Semakin tinggi pendapatan regional, semakin besar jumlah

output yang diciptakan dalam suatu wilayah dan semakin tinggi

kapasitas barang-barang modal yang digunakan oleh

perusahaan-perusahaan. Kenaikan pendapatan regional juga berkaitan erat dengan

kenaikan kesempatan kerja. Apabila tingkat pengangguran masih

tinggi, keadaan itu menggambarkan bahwa pendapatan regional yang

dicapai masih di bawah potensi maksimal.

b. Menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai

Dengan membandingkan statistik pendapatan riil pada suatu

tahun tertentu dengan pendapatan riil pada tahun-tahun sebelumnya

akan dapat ditentukan tingkat pertumbuhan ekonomi.

c. Memberi informasi mengenai struktur kegiatan ekonomi

Data pendapatan regional yang dihitung dengan cara

(45)

seperti konsumsi rumah tangga, pengeluaran pemerintah, investasi,

ekspor, dan impor.

Data pendapatan yang dihitung dengan cara produk neto

memberikan gambaran tentang peranan berbagai sektor dalam

perekonomian, yaitu menunjukkan nilai output yang mereka ciptakan

dan persentase sumbangan berbagai sektor terhadap pendapatan

regional.

d. Memberi gambaran mengenai taraf kemakmuran

Tingkat kemakmuran penduduk suatu regional dapat diketahui

melalui pendapatan per kapita yang diperoleh penduduk tersebut.

e. Sebagai dasar untuk membuat ramalan dan perencanaan

Data pendapatan regional pada masa kini dan masa lalu dapat

memberi informasi penting mengenai cirri-ciri dari kegiatan ekonomi,

seperti dapat menunjukkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang telah

dicapai dan sektor-sektor yang mewujudkan pertumbuhan tersebut,

perkembangan ekspor dan investasi, dan berbagai informasi penting

lainnya. Berdasarkan data tersebut, pemerintah dapat merumuskan

kebijakan ekonomi untuk mewujudkan pembangunan di masa

mendatang, seperti meramalkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang

(46)

2.3 Tenaga Kerja

2.3.1 Pengertian Tenaga Kerja

Berdasarkan publikasi ILO (International Labour Organization),

penduduk dapat dikelompokkan menjadi tenaga kerja dan bukan tenaga kerja.

Tenaga kerja dikatakan juga sebagai penduduk usia kerja, yaitu penduduk usia 15

tahun atau lebih, seiring dengan program wajib belajar 9 tahun. Selanjutnya,

tenaga kerja dibedakan menjadi angkatan kerja dan bukan angkatan kerja

(penduduk yang sebagian besar kegiatannya adalah bersekolah, mengurus rumah

tangga, atau kegiatan lainnya selain bekerja). Angkatan kerja dibedakan lagi ke

dalam dua kelompok, yaitu penduduk yang bekerja (sering disebut pekerja) dan

penduduk yang tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan.

Dengan demikian, angkatan kerja merupakan bagian penduduk yang

sedang bekerja dan siap masuk pasar kerja, atau dapat dikatakan sebagai pekerja

dan merupakan potensi penduduk yang akan masuk pasar kerja. Angka yang

sering digunakan untuk menyatakan jumlah angkatan kerja adalah TPAK (Tingkat

Partisipasi Angkatan Kerja), yang merupakan rasio antara angkatan kerja dan

tenaga kerja.

Secara umum, tenaga kerja (manpower) didefenisikan sebagai penduduk

yang berada pada usia kerja (15-64 tahun) atau jumlah seluruh penduduk dalam

suatu negara yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan

terhadap tenaga mereka, dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktivitas

(47)

Menurut UU No. 25 Tahun 1997 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok

Ketenagakerjaan disebutkan bahwa : “Tenaga kerja adalah setiap orang laki-laki

atau perempuan yang sedang mencari pekerjaan, baik di dalam maupun di luar

hubungan kerja, guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat”.

2.3.2 Teori Tentang Tenaga Kerja

Salah satu masalah yang biasa muncul dalam bidang angkatan kerja adalah

ketidakseimbangan akan permintaan tenaga kerja (demand for labor) dan

penawaran tenaga kerja (supply of labor), pada suatu tingkat upah

(Kusumosuwidho dalam Subri, 2003:54). Keseimbangan tersebut dapat berupa

lebih besarnya penawaran dibanding permintaan terhadap tenaga kerja (excess

supply of labor) atau lebih besarnya permintaan dibanding penawaran tenaga kerja

(excess demand for labor).

W

S

We - - - E

D

0 Ne N

(48)

excess supply SL

W1 - - -

DL

0 N1 N2 N

W

SL

W1

excess demand DL

0 N1 N2 N

Gambar 2.2 : Kurva Ketidakseimbangan Pasar Tenaga Kerja

Keterangan gambar :

SL = Penawaran tenaga kerja (supply of labor)

DL = Permintaan tenaga kerja (demand for labor)

W = Upah (wage)

L = Jumlah tenaga kerja (labor)

(49)

1. Jumlah orang yang menawarkan tenaganya untuk bekerja adalah sama

dengan jumlah tenaga kerja yang diminta, yaitu masing-masing sebesar Le

pada tingkat upah keseimbangan We. Dengan demikian, titik

keseimbangan adalah titik E. Pada tingkat upah keseimbangan We, semua

orang yang ingin bekerja telah dapat bekerja. Berarti tidak ada orang yang

menganggur. Secara ideal keadaan ini disebut full employment pada

tingkat upah We.

2. Pada gambar kedua, terlihat adanya excess supply of labor. Pada tingkat

upah W1, penawaran tenaga kerja (SL) lebih besar daripada permintaan

tenaga kerja (DL). Jumlah orang yang menawarkan dirinya untuk bekerja

adalah sebanyak N2, sedangkan yang diminta hanya N1. Dengan demikian,

ada orang yang menganggur pada tingkat upah W1 sebanyak N1N2.

3. Pada gambar ketiga, terlihat adanya excess demand for labor. Pada tingkat

upah W1, permintaan akan tenaga kerja (DL) lebih besar daripada

penawaran tenaga kerja (SL). Jumlah orang yang menawarkan dirinya

untuk bekerja pada tingkat upah W1 adalah sebanyak N1, sedangkan yang

diminta adalah sebanyak N2.

Terdapat beberapa tokoh yang membahas mengenai tenaga kerja, diantaranya :

a. Adam Smith (1729-1790)

Smith menganggap bahwa manusia merupakan faktor produksi

utama yang menentukan kemakmuran suatu bangsa. Alasannya, alam

(tanah) tidak ada artinya kalau tidak ada SDM yang mengolahnya,

(50)

Smith juga melihat bahwa alokasi SDM yang efektif adalah awal

pertumbuhan ekonomi. Setelah ekonomi tumbuh, akumulasi modal baru

mulai dibutuhkan untuk menjaga agar ekonomi tetap tumbuh. Dengan

kata lain, alokasi SDM yang efektif merupakan syarat perlu (necessary

condition) bagi pertumbuhan ekonomi.

b. Lewis (1959)

Lewis menyebutkan bahwa kelebihan pekerja bukan merupakan

suatu masalah, melainkan suatu kesempatan. Kelebihan pekerja pada

suatu sektor akan memberi andil terhadap pertumbuhan produksi dan

penyediaan kerja di sektor lain. Ada dua struktur di dalam

perekonomian, yaitu subsisten terbelakang dan kapitalis modern. Pada

subsisten terbelakang, tidak hanya terdiri dari sektor pertanian, tetapi

juga sektor informal seperti pedagang kaki lima dan pengecer koran.

Pekerja pada subsisten terbelakang mayoritas berada di wilayah

pedesaan. Pada subsisten terbelakang memiliki kelebihan penawaran

pekerja dan tingkat upah yang relatif lebih rendah daripada kapitalis

modern. Lebih rendahnya upah pekerja di pedesaaan akan mendorong

pengusaha di wilayah perkotaan untuk merekrut pekerja dari pedesaan

dalam pengembangan industri modern perkotaan. Selama

berlangsungnya proses industrialisasi, kelebihan penawaran pekerja

pada subsisten terbelakang akan diserap.

Dengan terserapnya kelebihan pekerja di sektor industri modern,

(51)

Selanjutnya peningkatan upah ini akan mengurangi ketimpangan

tingkat pendapatan antara perkotaan dan pedesaan.

Dengan demikian menurut Lewis, adanya kelebihan penawaran

pekerja tidak memberikan masalah pada pembangunan ekonomi.

Sebaliknya kelebihan pekerja justru merupakan modal untuk

mengakumulasi pendapatan, dengan asumsi bahwa perpindahan pekerja

dari subsisten terbelakang ke kapitalis modern berjalan lancar dan

perpindahan tersebut tidak akan pernah menjadi “terlalu banyak”.

c. Fei-Ranis (1961)

Teori Fei-Ranis berkaitan dengan negara berkembang yang

mempunyai cirri-ciri kelebihan buruh, sumber daya alamnya belum

dapat diolah, sebagian besar penduduknya bergerak di sektor pertanian,

banyak pengangguran, dan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi.

Menurut Fei-Ranis, ada tiga tahap pembagunan ekonomi dalam

kondisi kelebihan buruh yakni :

1) Para penganggur semu (yang tidak menambah produksi pertanian)

Dialihkan ke sektor industri dengan upah institusional yang sama.

2) Tahap ini dimana pekerja pertanian menambah produksi, tetapi

memproduksi lebih kecil dari upah institusional yang mereka

peroleh, dialihkan pula ke sektor industri.

3) Tahap ini ditandai dengan awal pertumbuhan swasembada pada saat

buruh pertanian menghasilkan produksi lebih besar daripada

(52)

terserap ke sektor jasa dan industri yang terus-menerus sejalan

dengan pertambahan produksi dan perluasan usahanya.

2.3.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Tenaga Kerja

a. Tingkat upah

Tingkat upah akan mempengaruhi tinggi rendahnya biaya produksi

perusahaan. Kenaikan tingkat upah akan mengakibatkan kenaikan biaya

produksi, yang selanjutnya akan meningkatkan harga per unit produk

yang dihasilkan. Apabila harga per unit produk yang dijual ke konsumen

naik, reaksi yang biasanya timbul adalah mengurangi pembelian atau

bahkan tidak lagi membeli produk tersebut. Kondisi ini memaksa

produsen untuk mengurangi jumlah produk yang dihasilkan, yang

selanjutnya juga dapat mengurangi akibat perubahan skala produksi

disebut efek skala produksi (scale effect).

Suatu kenaikan upah dengan asumsi harga barang-barang modal

yang lain tetap, maka pengusaha mempunyai kecenderungan untuk

menggantikan tenaga kerja dengan mesin. Penurunan jumlah tenaga kerja

akibat adanya penggantian dengan mesin disebut efek subsitusi

(substitution effect).

b. Teknologi

Penggunaan teknologi dalam perusahaan akan mempengaruhi

berapa jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Kecanggihan teknologi saja

belum tentu mengakibatkan penurunan jumlah tenaga kerja. Karena dapat

(53)

lebih baik, namun kemampuannya dalam menghasilkan produk dalam

kuantitas yang sama atau relatif sama. Yang lebih berpengaruh dalam

menetukan permintaan tenaga kerja adalah kemampuan mesin untuk

menghasilkan produk dalam kuantitas yang jauh lebih besar dari pada

kemampuan manusia. Misalnya, mesin huller (penggilingan padi) akan

mempengaruhi permintaan tenaga kerja untuk menumbuk padi.

c. Produktivitas tenaga kerja

Berapa jumlah tenaga kerja yang diminta dapat ditentukan oleh

berapa tingkat produktivitas dari tenaga kerja itu sendiri. Apabila untuk

menyelesaikan suatu proyek tertentu dibutuhkan 30 karyawan dengan

produktivitas standar yang bekerja selama 6 bulan. Namun dengan

karyawan yang produktivitasnya melebihi standar, proyek tersebut dapat

diselesaikan oleh 20 karyawan dengan waktu 6 bulan.

Arsyad Anwar (dalam Kasnawi, 1999) mengemukakan bahwa

produktivitas tenaga kerja dipengaruhi oleh enam hal, yaitu

perkembangan barang modal per pekerja, perbaikan tingkat keterampilan,

pendidikan, dan kesehatan pekerja, meningkatkan skala usaha,

perpindahan pekerja antar jenis kegiatan, perubahan komposisi output

dari tiap sektor atau subsektor, serta perubahan teknik produksi. Di lain

pihak, Basri (dalam Kasnawi, 1999) mengemukakan bahwa tinggi

rendahnya produktivitas tenaga kerja juga dipengaruhi oleh pemanfaatan

kapasitas dari berbagai sektor. Produktivitas tenaga kerja rendah karena

(54)

d. Kualitas tenaga kerja

Pembahasan mengenai kualitas ini berhubungan erat dengan

pembahasan mengenai produktivitas. Karena dengan tenaga kerja yang

berkualitas akan menyebabkan produktivitas meningkat. Kualitas tenaga

kerja ini tercermin dari tingkat pendidikan, keterampilan, pengalaman,

dan kematangan tenaga kerja dalam bekerja.

2.4 Kredit

2.4.1 Pengertian Kredit

Kredit merupakan suatu fasilitas keuangan yang memungkinkan seseorang

atau badan usaha untuk meminjam uang untuk membeli produk dan membayarnya

kembali dalam jangka waktu yang ditentukan. UU No. 10 Tahun 1998

menyebutkan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat

dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan

pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain mewajibkan pihak peminjam untuk

melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Jika

seseorang menggunakan jasa kredit, maka ia akan dikenakan bunga tagihan.

Pengaruh kredit usaha terhadap PDRB menurut Beck (2009) adalah postif

dan signifikan. Penelitian yang dilakukannya dengan metode cross-section

(beberapa negara dalam rentang waktu 1994-2005) menunjukkan bahwa semakin

tinggi jumlah kredit usaha yang disalurkan perbankan terhadap sektor industri

(55)

Ketika bank memberikan pinjaman uang kepada nasabah, bank tentu saja

mengharapkan uangnya kembali. Karenanya, untuk memperkecil resiko

(misalkan, uangnya tidak kembali), dalam memberikan kredit bank harus

mempertimbangkan beberapa hal yang terkait dengan itikad baik (willingness to

pay) dan kemampuan membayar (ability to pay) nasabah untuk melunasi kembali

pinjaman beserta bunganya. Hal-hal tersebut terdiri dari Character (kepribadian),

Capacity (kapasitas), Capital (modal), Collateral (jaminan), dan Condition of

Economy (keadaan perekonomian), atau sering disebut sebagai 5C.

a. Character

Watak, sifat, kebiasaan debitur (pihak yang berutang) sangat

berpengaruh pada pemberian kredit. Kreditur (pihak pemberi utang) dapat

meneliti apakah calon debitur masuk ke dalam Daftar Orang Tercela

(DOT) atau tidak. Untuk itu kredit juga dapat meneliti biodatanya dan

informasi dari lingkungan usahanya. Informasi dari lingkungan usahanya

dapat diperoleh dari supplier dan costumer dari debitur. Selain itu dapat

pula diperoleh dari Informasi Bank Sentral, namun tidak dapat diperoleh

dengan mudah oleh masyarakat umum, karena informasi tersebut hanya

dapat diakses oleh pegawai bank bidang perkreditan dengan menggunakan

password dan komputer yang terhubung secara online dengan bank

sentral.

b. Capacity

Kapasitas adalah berhubungan dengan kemampuan seorang debitur

(56)

meneliti kemampuan debitur dalam bidang manajemen, keuangan,

pemasaran, dan lain-lain.

c. Capital

Dengan melihat banyaknya modal yang dimiliki debitur atau

melihat berapa banyak modal yang ditanamkan debitur dalam usahanya,

kreditur dapat menilai modal debitur. Semakin banyak modal yang

ditanamkan, debitur akan dipandang semakin serius dalam menjalankan

usahanya.

d. Collateral

Jaminan dibutuhkan untuk berjaga-jaga seandainya debitur tidak

dapat mengembalikan pinjamannya. Biasanya nilai jaminan lebih tinggi

dari jumlah pinjaman.

e. Condition of Economy

Keadaan perekonomian di sekitar tempat tinggal calon debitur juga

harus diperhatikan untuk memperhitungkan kondisi ekonomi yang akan

terjadi di masa mendatang. Kondisi ekonomi yang perlu diperhatikan

antara lain masalah daya beli masyarakat, luas pasar, persaingan,

perkembangan teknologi, bahan baku, pasar modal, dan lain-lain.

2.4.2 Klasifikasi Kredit

Kredit yang disalurkan sistem perbankan dapat dikelompokkan atau

diklasifikasikan berdasarkan beberapa criteria, yaitu :

a. Berdasarkan jangka waktu pelunasannya (Maturity)

(57)

Kredit jangka pendek adalah kredit yang harus dilunasi dalam

waktu setahun atau kurang. Biasanya kredit ini digunakan untuk

kelancaran usaha, khususnya penyediaan dana untuk modal kerja.

2) Kredit Jangka Menengah (Medium Term Loan)

Kredit ini harus dilunasi dalam jangka waktu satu sampai dengan

tiga tahun. Kredit ini umumnya digunakan untuk pembiayaan modal

kerja perusahaan besar atau kredit investasi

perusahaan-perusahaan kecil.

3) Kredit Jangka Panjang (Long Term Loan)

Kredit ini harus dilunasi dalam jangka waktu tiga sampai lima

tahun, bahkan lebih. Umumnya kredit jangka panjang digunakan untuk

membiayai investasi. Semakin besar investasinya, makin panjang

jangka waktu pembayarannya. Dalam kasus-kasus khusus, yakni untuk

investasi yang mencapai ratusan milyar rupiah bahkan triliunan rupiah,

jangka waktu kredit bisa mencapai puluhan tahun. Misalnya kredit

untuk pembangunan hotel berbintang lima atau pabrik kimia raksasa.

b. Berdasarkan ada tidaknya jaminan (Collateral)

1) Kredit Dengan Jaminan (Secured Loan)

Kredit dengan jaminan adalah kredit yang disertai dengan jaminan

atau agunan. Bentuk-bentuk jaminan dapat berupa harta berwujud

seperti tanah dan bangunan, kendaraan bermotor, dan beberapa harta

wujud lainnya yang berharga dan dapat diterima oleh perbankan.

(58)

berharga (aset finansial), seperti surat saham, obligasi, dan deposito

yang dibekukan. Barang atau aset yang dijaminkan harus lebih besar

dari nilai kredit yang diberikan.

2) Kredit Tanpa Jaminan (Unsecured Loan)

Kredit tanpa jaminan dapat diberikan kepada seseorang atau

perusahaan tertentu dengan beberapa alasan. Pertama, orang tersebut

sudah sangat dikenal, teruji, dan dipercaya oleh pihak bank. Kedua,

prospek debitur sangat baik dan biasanya juga terkait dengan penilaian

bank tentang reputasi orang atau perusahaan tersebut. Kredit tanpa

jaminan juga dapat diberikan kepada perusahaan-perusahaan kecil dan

atau pengusaha lemah. Namun pemberiannya harus sangat selektif,

karena pemberian kredit tanpa jaminan sangat beresiko.

c. Berdasarkan Segmen Usaha

1) Kredit Pertanian

Kredit pertanian adalah kredit yang disalurkan kepada usaha sektor

pertanian seperti peternakan, perkebunan, dan perikanan. Kredit-kredit

tersebut dapat disalurkan kepada petani-petani kecil di pedesaaan,

seperti yang dilakukan oleh BRI Unit Desa atau dapat juga kepada

perkebunan besar seperti kelapa sawit dan karet.

2) Kredit Industri

Kredit yang disalurkan kepada sektor industri ada yang untuk

Gambar

Gambar 2.1 : Kurva Keseimbangan Pasar Tenaga Kerja
Gambar 2.2 : Kurva Ketidakseimbangan Pasar Tenaga Kerja
Gambar 3.1 : Kurva Uji t-statistik
Gambar 3.2 : Kurva Uji F-statistik
+7

Referensi

Dokumen terkait

Metode yang digunakan dalam analisis pengaruh kredit perbankan terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri besar di provinsi Sumatera Utara adalah regresi linier

Bagi Pemerintahan Kota Semarang, hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi sejauh mana sektor pertanian, sektor industri dan sektor perdagangan

masalah ini menjadi sebuah penelitian yang berjudul : “Analisis Pengaruh Kredit Perbankan Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Besar di Provinsi

Sektor Industri Pengolahan merupakan sektor yang potensial dalam menyerap tenaga kerja dan memberikan kontribusi sektor kontribusi terhadap PDRB Propinsi Jawa Timur,

Hasil penelitian yang menunjukkan adanya pengaruh investasi terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri secara signifikan tersebut sesuai dengan teori

Aspek yang diteliti berkenaan dengan variabel- variabel seperti jumlah tenaga kerja, ekspor, investasi dan kredit perbankan sektor pertanian yang mempengaruhi

Berdasarkan hal tersebut penelitian mengenai analisis pengaruh investasi, inflasi, PDRB dan jumlah unit usaha terhadap penyerapan tenaga kerja pada

Analisis Pengaruh Investasi, Inflasi, PDRB, dan Jumlah Unit Usaha terhadap Penyerapan Tenaga Kerja pada Sektor Perdagangan di Kabupaten Jember; Dashita Tia