• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENGARUH INFLASI, INVESTASI, DAN TENAGA KERJA TERHADAP PDRB SEKTOR INDUSTRI DI SUMATERA UTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS PENGARUH INFLASI, INVESTASI, DAN TENAGA KERJA TERHADAP PDRB SEKTOR INDUSTRI DI SUMATERA UTARA"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

ANALISIS PENGARUH INFLASI, INVESTASI, DAN TENAGA KERJA TERHADAP PDRB SEKTOR INDUSTRI DI

SUMATERA UTARA

OLEH

STELLA TRI ANANDA 160501008

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(2)
(3)

ii

(4)
(5)

iv ABSTRAK

ANALISIS PENGARUH INFLASI, INVESTASI, DAN TENAGA KERJA TERHADAP PDRB SEKTOR INDUSTRI DI SUMATERA UTARA

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh inflasi, investasi, dan tenaga kerja terhadap PDRB Sektor Industri di Sumatera Utara.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang berupa data time series dengan periode pengamatan 1998-2017 yang bersumber dari Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara.

Metode analisis yang digunakan adalah Ordinary Least Square (OLS). Dari hasil OLS memperlihatkan bahwa pergerakan inflasi, investasi dan tenaga kerja mempunyai pengaruh yang beragam terhadap PDRB Sektor Industri di Sumatera Utara.

Hasil estimasi OLS menunjukkan bahwa variabel Variabel inflasi sektor industri tidak berpengaruh terhadap PDRB sektor industri di Sumatera Utara., variabel investasi sektor industri berpengaruh positif dan signifikan terhadap PDRB sektor industri di Sumatera Utara dan variabel tenaga kerja sektor industri tidak berpengaruh terhadap PDRB sektor industri di Sumatera Utara.

Kata Kunci: Inflasi, Investasi, Tenaga Kerja, Sektor Industri .

(6)

LABOR ON THE GRDP OF THE INDUSTRIAL SECTOR IN NORTH SUMATERA

This study aims to analyze the effect of inflation, investment, and labor on the GRDP of the Industrial Sector in North Sumatra.

This research is a quantitative research. The type of data used is secondary data in the form of time series data with the 1998-2017 observation period sourced from the Central Statistics Agency of North Sumatra Province.

The analytical method used is Ordinary Least Square (OLS). The OLS results show that the movements of inflation, investment and labor have various effects on the GRDP of the Industrial Sector in North Sumatra.

The OLS estimation results show that the industrial sector inflation variable has no effect on the GRDP of the industrial sector in North Sumatra. The industrial sector investment variable has a positive and significant effect on the GRDP of the industrial sector in North Sumatra and the industrial sector labor variable has no effect on the GRDP of the industrial sector in Sumatra. North.

Keywords: Inflation, Investment, Labor, Industrial Sector .

(7)

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah Bapa karena kasih dan anugerahNya penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Pengaruh Inflasi, Investasi, dan Tenaga Kerja Terhadap PDRB Sektor Industri di Sumatera Utara” dapat diselesaikan dengan baik guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sumatera Utara.

Penulisan skripsi ini dapat terselesaikan berkat doa dan dukungan dari orangtua kesayangan penulis , Drs. Pantas Silaban, M,Si dan Simto Simamora , S,Pd , dan juga ke 4 saudara kandung penulis yang selalu menguatkan, menghibur, dan menjadi penyemangat bagi penulis, Doddy, Bangun, Betsaida, dan Karyn . Penulis juga mendapat banyak bimbingan, bantuan, serta dukungan dan doa dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ramli, SE, MS, Selaku dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumtera Utara.

2. Bapak Drs. Coki Ahmad Syahwier, MP Selaku Ketua Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Inggrita Gusti Sari Nasution, SE, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Prof. Dr. Syaad Afifuddin, SE., M.Ec selaku dosen pembimbing yang telah memberikan banyak bimbingan dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini.

5. Ibu Dra. Raina Linda Sari, M.Si dan Bapak Drs. Murbanto Sinaga, MA selaku Dosen penguji I dan penguji II yang telah memberikan kritik, masukan dan saran yang membangun agar penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik dan memperluas wawasan penulis.

6. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu, pengajaran, pengalaman, dan motivasi.

7. Seluruh staff administrasi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara yang telah membantu penulis dalam mengurus segala keperluan administrasi.

8. Saudara terkasih penulis P3MI GMI Efrata Kwala Belaka yang sudah mendoakan penulis untuk tetap semangat dan menjadi tempat berbagi suka duka penulis.

9. Sahabat-sahabat penguat penulis Boanerges Juniar Silaban, Elsa Sihombing, Silvana Simanjuntak, Rachel Panggabean, Yosi Hutagaol, Christine, Fernando Sibagariang, Fitri, Mery, Sari Siahaan, Yordani, Desy, Hendra Sinurat, dan juga kepada PKK penulis Desty Hutabarat dan Lea Tarigan yang selalu mendoakan dan mendukung penulis dalam penulisan ini.

(8)

-

(9)

viii DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Inflasi ... 10

2.1.1 Pengertian Inflasi ... 10

2.1.2 Dua Sumber Inflasi ... 11

2.2. Investasi ... 13

2.2.1. Pengertian Investasi ... 13

2.2.2. Macam-Macam Investasi ... 15

2.3. Tenaga Kerja ... 17

2.3.1. Pengertian Tenaga Kerja ... 18

2.3.2. Teori Ketenagakerjaan ... 19

2.4. PDRB Sektor Industri ... 20

2.5. Penelitian Terdahulu ... 23

2.6. Kerangka Konseptual ... 28

2.7. Hipotesis ... 28

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 29

3.2 Ruang Lingkup Penelitian ... 29

3.3 Jenis Variabel Penelitian ... 29

3.3.1 Variabel Bebas (X) ... 29

3.3.2 Varibel Terikat (Y) ... 29

3.4 Definisi Operasional ... 30

3.4.1 Variabel Terkait (Y)... 30

3.4.2 Variabel Bebas (X) ... 31

3.5 Analisis Data ... 31

3.5.1 Uji Asumsi Klasik ... 32

3.5.2 Uji Normalitas ... 32

3.5.3 Uji Multikolinearitas ... 32

3.5.4 Uji Heterokedastisitas ... 32

3.5.5 Uji Autokorelasi ... 33

(10)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 38

4.1.1 Kondisi Geografis ... 38

4.1.2 Kondisi Iklim ... 40

4.1.3 Potensi Wilayah ... 40

4.2 Perkembangan Variabel Penelitian ... 41

4.2.1 Perkembangan Inflasi ... 41

4.2.2 Perkembangan Investasi ... 43

4.2.3 Perkembangan Tenaga Kerja ... 44

4.2.4 Perkembangan PDRB Sektor Industri ... 48

4.3 Hasil Dan Analisis ... 49

4.3.1 Hasil Estimasi ... 49

4.3.2 Uji Asumsi Klasik ... 50

4.3.2.1 Uji Normalitas ... 50

4.3.2.2 Uji Multikolinieritas ... 51

4.3.2.3 Uji Heterokedastisitas ... 52

4.3.2.4 Uji Autokorelasi ... 53

4.3.3 Uji Hipotesis ... 54

4.3.3.1 Uji Hipotesis Secara Simultan (Uji F) ... 54

4.3.3.2 Uji T Statistik ... 55

4.3.3.3 Koefisien Determinasi ... 55

4.4 Pembahasan ... 56

4.4.1 Pengaruh Inflasi Sektor Industri Terhadap PDRB Sektor Industri Provinsi Sumatera Utara ... 56

4.4.2 Pengaruh Investasi Sektor Industri Terhadap PDRB Sektor Industri Provinsi Sumatera Utara ... 57

4.4.3 Pengaruh Tenaga Kerja Sektor Industri Terhadap PDRB Sektor Industri Provinsi Sumatera Utara ... 58

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 59

5.2 Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA... 60 LAMPIRAN

(11)

x

DAFTAR TABEL

NoTabel Judul Tabel Halaman 1.1 Inflasi, Investasi, Tenaga Kerja, Dan PDRB Sektor Industri

Di Sumatera Utara ... 7

2.1 Penelitian Terdahulu ... 23

4.1 Inflasi Sektor Industri Provinsi Sumatera Utara ... 42

4.2 Investasi Sektor Industri Provinsi Sumatera Utara ... 43

4.3 Tenaga Kerja Sektor Industri Provinsi Sumatera Utara ... 46

4.4 PDRB Sektor Industri Provinsi Sumatera Utara ... 48

4.5 Hasil Estimasi... 49

4.6 Uji Normalitas ... 50

4.7 Uji Multikolineritas ... 51

4.8 Uji Glejser Heterokedastisitas ... 52

4.9 Uji Autokorelasi ... 53

4.10 Hasil Estimasi... 49

4.11 Hasil Estimasi Model Summary... 55

(12)

1.2 Industri yang mengalami pertumbuhan tertinggi tahun 2015-

2018………...6

2.1 Kurva Demand Pull Inflation ... 11

2.2 Kurva Cost Push Inflation ... 12

2.3 Kurva Pengaruh Tingkat Bunga Terhadap Investasi ... 14

2.4 Kurva Pengaruh Pendapatan Terhadap Investasi ... 15

2.5 Ketidakseimbangan Permintaan Dan Penawaran Tenaga Kerja ... 19

2.6 Kerangka Konseptual ... 28

3.1 Grafik Hasil Analisis Uji Autokorelasi Durbin Watson ... 34

3.2 Grafik Uji F ... 36

4.1 Peta Sumatera Utara ... 39

4.2 Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Provinsi Sumatera Utara Tahun 1998-2017 ... 47

(13)

xii

DAFTAR LAMPIRAN Nomor Judul

1. Rekapitulasi Data

2. Hasil Regresi

3. Hasil Uji Normalitas

4. Hasil Uji Multikolineritas 5. Hasil Uji Heterokedastisitas 6. Hasil Uji Autokolerasi

(14)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Produk Domsetik Bruto (PDB) atau dalam bahasa Inggris disebut Gross Domestic Product (GDP) adalah nilai tambah barang atau jasa yang di produsi di suatu negara .Produk Domestik Bruto(PDB) suatu negara dapat mengukur suatu keberhasilan pembangunan ekonomi. Jika terjadi pertumbuhan ekonomi maka terdapat sebuah kenaikan PDB serta pendapatan perkapita yang diikuti dengan pemerataan. Pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan total dan pendapatan perkapita secara terus-menerus dan biasanya dalam jangka waktu yang panjang. Pertumbuhan ekonomi juga didukung oleh kemajuan teknologi dan pertumbuhan sektor ekonomi.

Putong & Andjaswati (2017 : 45) menyatakan pendapatan nasional (National Income) merupakan salah satu indikator kemampuan dan kualitas sumber daya (alam dan atau manusia) suatu negara. Semakin baik dan berkualitas sumber daya suatu negara maka relatif semakin besar juga pendapatan nasionalnya. Kualitas sumber daya yang terbaik untuk memperbesar pendapatan nasional tentu saja adalah kualitas sumber daya manusianya.

Dalam jurnal (Makmun & Yasmin, 2003), keberhasilan pertumbuhan PDRB, tidak dapat dipisahkan dari meningkatnya investasi. Investasi adalah kata kunci penentu laju pertumbuhan ekonomi, karena disamping akan mendorong kenaikan output secara signifikan. Juga secara otomatis meningkatkan permintaan input, sehingga pada gilirannya akan meningkatkan kesempatan kerja, dan

(15)

2

kesejahteraan masyarakat sebagai konsekuensi meningkatnya pendapatan yang diterima masyarakat .

Stok modal atau investasi merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan tingkat pendapatan nasional. Kegiatan investasi memungkinkan suatu masyarakat terus menerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja, meningkatan pendapatan nasional dan meningkatkan taraf kemakmuran. Perannya ini bersumber dari tiga fungsi penting dari kegiatan investasi dalam perekonomian. Yang pertama, investasi merupakan salah satu komponen pengeluaran agregat. Kenaikan investasi akan meningkatkan permintaan agregat dan pendapatan nasional. Yang kedua, pertambahan barang modal sebagai akibat investasi akan menambah kapasitas produksi di masa yang akan datang dan perkembangan ini akan merangsang pertambahan produksi nasional. Ketiga, investasi selalu diikuti oleh perkembangan teknologi. Perekembangan ini akan memberi sumnnya akan mebangan penting keatas kenaikan produktivitas dan pendapatan perkapita masyarakat (Sadono Sukirno, 1999).

Inflasi merupakan kenaikan seluruh harga barang-barang yang terjadi secara terus-menerus. Inflasi terjadi karena banyaknya uang yang beredar di masyarakat mengakibatkan konsumsi masyarakat yang menjadi lebih banyak dari biasanya. Jika inflasi terus terjadi maka kesejahteraan masyarakat akan cenderung memburuk.

Inflasi adalah gejala ekonomi yang menunjukkan naiknya tingkat harga secara umum yang berkesinambungan. Syarat inflasi yaitu terjadi enaikan harga- harga secara umum dan terus-menerus. Jika hanya satu atau dua jenis barang saja

(16)

yang naik, itu bukan merupakan inflasi. Biaya yang terus menerus naik mengakibatkan kegiatan produktif sangat tidk menguntungkan. Pemilik modal akan mengalihkan uang yang ia miliki untuk tujuan spekulasi, misalya membeli tanah, rumah, atau lainnya, sehingga investasi produktif akan berkurang, akibatnya kegiatan perekonomian menurun dan terjadi pengangguran. ( Hasyim, 2015 : 186)

Manakala terjadi inflasi terlalu tinggi maka masyarakat cenderung tidak ingin menyimpan uangnya lagi, akan tetapi akan dirubah dalam bentuk barang baik barang yang siap dipakai atau harus melalui proses produksi (membuat rumah misalnya). Sementara pengangur adalah orang yang tidak bekerja dan sedang mencari pekerjaan. Dalam kondisi tingkat inflasi yang relatif tinggi maka secara teoritis para penganggur akan banyak memperoleh pekerjaan, bukan saja karena banyak masyarakat membutuhkan tenaganya, akan tetapi produsen seharusnya memanfaatkan momentum kenaikan harga barang dengan menambah produksinya yang tentu saja harus membuka kapasitas produksi baru dan ini tentu memerlukan tenaga kerja baru sampai pada tingkat full employment. (Putong &

Andjaswati, 2017 : 146)

Tenaga kerja manusia biasanya sebagai sumber daya produktif satu- satunya yang dimiliki untuk dijual, kehilangan pendapatan paling banyak terjadi ketika sumber daya tenaga kerja manusia menganggur. Pengangguran diartikan keadaan yang menunjukkan suatu sumber daya yang tidak digunakan. Ketika secara nyata orang menganggur, tidak ada cara lain untuk menutupi kehilangan output total, karena mereka mampu bekerja dalam jumlah jam kerja yang terbatas

(17)

4

per hari untuk sejumlah per hari tertentu sepanjang rentang waktu kehidupan mereka. ( Hasyim, 2015 : 198)

Pada umumnya negara-negara berkembang berkeyakinan bahwa sektor industri mampu mengatasi masalah-masalah perekonomian, Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Pembangunan, dengan asumsi bahwa sektor industri dapat memimpin sektor-sektor perekonomian lainnya menuju pembangunan ekonomi. Oleh karena itu, sektor industri dipersiapkan agar mampu menjadi penggerak dan memimpin (the leading sector) terhadap perkembangan sektor perekonomian lainnya, selain akan mendorong perkembangan industri yang terkait dengannya dalam jurnal (Oktavianita & Manuntun : 2004).

Menurut Kementerian Perindustrian Republik Indonesia (Analisis Perkembangan Industri 2017) dari data tahun 2015-2017, dinyatakan bahwa ada 3 industri yang mengalami pertumbuhan tertinggi di tahun 2017 .

Gambar 1.1

Beberapa Industri Yang Mengalami Pertumbuhan Tertinggi Tahun 2017 (%)

Sumber : Kementrian Perindustrian Republik Indonesia (Analisis Perkembangan Industri 2017)

(18)

Peningkatan pertumbuhan industri Makanan pada tahun 2017 terkait erat dengan peningkatan ekspor kelompok industri ini yang pada tahun 2017 naik sebesar 20,72% terhadap nilai ekspor pada tahun 2016. Sementara nilai ekspor Industri Makanan pada tahun 2016 turun sebesar 0,65%. Kenaikan nilai ekspor sebesar 20,72% tersebut terutama disumbangkan oleh kenaikan nilai ekspor minyak kelapa sawit yang mencapai sebesar 64,12% dari total nilai ekspor industri makanan secara keseluruhan. Pada tahun 2017 kenaikan nilai ekspor minyak kelapa sawit tercatat sebesar 27,4% dari nilai ekspornya pada tahun 2016.

Pertumbuhan yang relatif tinggi juga dialami oleh kelompok Industri Logam Dasar yang pertumbuhannya meningkat dari sebesar 0,99% pada tahun 2016 menjadi sebesar 5,87% pada tahun 2017. Meningkatnya harga komoditas dunia seperti Besi/Baja, Logam Dasar Mulia, dan Timah merupakan salah satu penyebab naiknya produksi industri Logam Dasar, khususnya pada ketiga komoditas ini, sehingga nilai ekspor ketiga komoditas ini masing-masing mengalami kenaikan sebesar 70,86%; 31,17%; dan 41,29% pada tahun 2017.

Sementara itu pertumbuhan Industri Mesin dan Perlengkapan yang sebesar 5,65% pada tahun 2017 merupakan kenaikan dari pertumbuhan sebesar 5,05% pada tahun 2016. Namun berbeda dengan industri Makanan dan Industri Logam Dasar, kenaikan pertumbuhan pada industri Mesin dan Perlengkapan tidak terkait dengan kenaikan ekspornya. Nilai ekspor industri ini pada tahun 2017 mengalami penurunan sebesar 13,33%, dan volume ekspornya turun sebesar 5,25%. Begitu juga tidak terkait dengan kinerja impornya, karena nilai impor

(19)

6

industri ini mencatatkan kenaikan sebesar 2,13% pada tahun 2017 (Kementrian Perindustrian Republik Indonesia (Analisis Perkembangan Industri 2017).

Di Sumatera Utara, menurut BPS Sumatera Utara dinyatakan bahwa Industri dari tahun 2015-2018 terjadi kenaikan setiap tahunnya, dimana ada 3 Industri juga yang mengalami kenaikan yang tertinggi.

Gambar 1.2

Beberapa Industri Yang Mengalami Pertumbuhan Tertinggi Tahun 2015- 2018 (%)

Sumber : Diolah dari BPS Sumut (2014)

Dapat dilihat dari grafik diatas bahwa dari tahun 2015-2018 terlihat kenaikan tertinggi di tahun 2015 pada Industri makanan dan minuman dan Industri karet, barang dari karet dan plastik kenaikan tertinggi di tahun 2017.

Sedangkan pada Industri Logam Dasar kenaikan tertinggi di tahun 2016.

5,95

2,42 0,44

5,47

1,46

7,75 3,00

2,42

3,45 3,93

0,79

3,46

0 1 2 3 4 5 6 7

Industri Makanan dan Minuman

Industri Karet, Barang dari Karet

dan Plastik

Industri Logam Dasar

tahun 2015 tahun 2016 tahun 2017 tahun 2018

(20)

Menurut Kementerian Perindustrian Republik Indonesia, Perindustrian di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian yang terdapat 122 pasal dan tentang kebijakan perindustrian di Indonesia di atur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional yang terdapat 8 pasal .

Dapat dilihat data terkait inflasi, investasi , tenaga kerja dan produk domestik regional bruto sektor industri di Sumatera Utara:

Tabel 1.1

Inflasi, Investasi , Tenaga Kerja dan PDRB Sektor Industri di Sumatera Utara

T A H U N

Inflasi (%) Investasi (Juta Rupiah)

Tenaga Kerja (Jiwa)

PDRB Sektor Industri (Juta Rupiah)

2012 3,86 4.131.193,37 441729 76922.41

2013 10,18 5.834.329,57 419458 80648.62

2014 8,17 12.424.060,85 461099 83069.09

2015 3,24 11.521.950,97 450153 86318.90

2016 6,34 7.062.086,38 456531 90680.99

2017 1,32 17.406.786,87 574212 92777.25

Rerata 5,51 9,730,077.97 467197 85069.54

Sumber : BPS SUMUT (bebrapa edisi)

Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa inflasi mengalami peningkatan pesat pada tahun 2013 sedangkan Investasi sektor industri dan tenaga kerja sektor industry meningkat pesat di tahun 2017 yaitu sebesar 17.406.786,87 dan 574212.

Inflasi mengalami peningkatan yang cukup pesat di tahun 2013 yaitu sebesar 10,18 di banding tahun sebelumnya 2012 hanya 3,86 dan berangsur menurun pada tahun-tahun berikutnya, samapi pada tahun 2017 inflasi hanya sebesar 1,32%.

Investasi, Tenaga Kerja dan Inflasi mengalami fluktuasi setiap tahunnya tetapi berbanding terbalik dengan PDRB Sektor Industri yang terus naik setiap

(21)

8

tahunnya. Sehubungan dengan hal itu, maka perlu dilakukan penelitian terhadap pengaruh investasi, inflasi, dan tenaga kerja terhadap PDRB Sektor Industri di Sumatera Utara. Ketenagakerjaan di Indonesia di atur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang terdiri dari 192 pasal. (Kemenpri.go.id)

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

a) Seberapa besar pengaruh inflasi terhadap PDRB sektor industri Provinsi Sumatera Utara?

b) Seberapa besar pengaruh investasi terhadap PDRB sektor industri Provinsi Sumatera Utara?

c) Seberapa besar pengaruh tenaga kerja terhadap PDRB Provinsi sektor industri Sumatera Utara?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah : a) Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh inflasi terhadap PDRB sektor

industri Provinsi Sumatera Utara

b) Untuk mengetahui Seberapa besar pengaruh investasi terhadap PDRB sektor industri Provinsi Sumatera Utara

c) Untuk mengetahui Seberapa besar pengaruh tenaga kerja terhadap sektor industri PDRB Provinsi Sumatera Utara

(22)

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah :

a) Sebagai bahan studi dan tambahan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

b) Mendapatkan besarnya pengaruh antara investasi, inflasi dan tenaga kerja dengan PDRB Sektor Industri di Sumatera Utara.

c) Bagi pemerintah Sumatera Utara, penelitian ini dapat dijadikan masukan untuk membuat kebijakan tentang perindustrian.

(23)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Inflasi

2.2.1 Pengertian Inflasi

Menurut William A. McEachern (2000:133) , inflasi adalah kenaikan terus menerus dalam rata-rata tingkat harga. Jika tingkat harga berfluktuasi, bulan ini naik dan bulan depan turun, setiap adanya kenaikan kerja tidak berarti sebagai inflasi. Kita bisa mengukur inflasi atas dasar waktu tahunan. Tingkat inflasi tahunan adalah presentase kenaikan rata-rata tingkat harga dari suatu tahun ke tahun berikutnya.

Salah satu akibat yaitu inflasi cenderung menurunkan kesejahteraan individu dan masyarakat. Para pelaku ekonomi seperti para pekerja yang bergaji tetap. Inflasi biasanya berjalan lebih cepat dari pada kenaikan upah para pekerja.

Upah riil para pekerja akan merosot disebabkan oleh inflasi, dan ini berarti tingkat kesejahteraan/kemakmuran sebagian besar masyarakat dengan sendirinya akan turut merosot. Jadi, dampak buruk inflasi tersebut terhadap individu dan masyarakat yaitu :

1. Menurunkan pendapatan riil bagi orang-orang yang berpendapatan tetap;

2. Mengurangi nilai kekayaan yang berbentuk uang;

3. Memperburuk pembagian kekayaan atau memperlebar jurang distribusi antargolongan pendapatan.

Laju inflasi adalah tingkat perubahan harga umum yang diukur sebagai berikut :

(24)

Tingkat harga P’

p

0 Output Agregat

AS

AD’

AD

Laju inflasi tahun t = (𝑡𝑖𝑛𝑔𝑘𝑎𝑡 ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑡)−(𝑡𝑖𝑛𝑔𝑘𝑎𝑡 ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑡−1) (𝑡𝑖𝑛𝑔𝑘𝑎𝑡 ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑡−1) x 100 2.2.2 Dua Sumber Inflasi

1. Demand Pull Inflation

Inflasi karena kenaikan permintaan agregat. Dalam inflasi jenis tersebut, kenaikan kurva permintaan agregat menarik tingkat harga ke atas. Agar demand- pull inflation dapat terus terjadi, maka kurva permintaan agregat harus terus bergeser ke atas sepanjang kurvapenawaran agregat. (William A. McEachern, 2000:133)

Gambar 2.1

Kurva demand-pull inflation. Pergeseran permintaan agregat ke luar ke AD’ “menarik” tingkat harga ke atas dari P ke P’

Sumber : William A. McEachern (2000) 2. Cost-Push Inflation

Inflasi yang terjadi karena penurunan penawaran agregat. Kenaikan biaya produksi “mendorong” tingkat harga ke atas. Penurunan penawaran agregat biasanya tidak hanya menyebabkan kenaiakn tingkat harga, tetapi juga penurunan

(25)

12

Output Agregat 0

P’

P

Tingkat harga

AS

AS’

AD

tingkat output, yaitu kombinasi yang disebut sebagai Staglasi. Agar cost-push inflation dapat terjadi maka kerva penawaran agregat harus terus bergeser ke kiri sepanjang kurva penawaran agregat. (William A. McEachern, 2000:133)

Gambar 2.2

Kurva cost-push inflation. Penurunan penawaran agregat ke AS “mendorong” tingkat harga ke atas dari P ke P’

Sumber : William A. McEachern ( 2000) 2.2 Investasi

2.2.1 Pengertian Investasi

Investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran penanaman modal atau perusahaan untuk membeli barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan untuk memproduksi barang-barang atau jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian. (Sukirno, 2003 :121)

Investasi adalah pengeluaran yang ditujukan untuk meningkatkan atau mempertahankan stok alat/ barang modal. Sementara stok alat/barang modal (capital stocks) terdiri dari pabrik, mesin, kantor, dan produk-produk tahan lama lainnya yang digunakan dalam proses produksi, termasuk juga perumahan tempat

(26)

tinggal dan persediaan. Investasi dibedakan antara investasi bruto dan investasi neto. Investasi bruto menunjukkan penambahan total terhadap barang modal, sedangkan investasi neto mengukur kenaikan barang modal pada periode waktu tertentu atau investasi bruto dikurangi penyusutan. (Hasyim, 2017 : 167).

2.2.2 Faktor Penentu Investasi

Pada dasarnya tingkat investasi paling banyak hanya bergantung pada 2 faktor saja yaitu :

1. Pengaruh Tingat Bunga Terhadap Investasi

Kaum klasik berpandangan bahwa besar kecilnya investasi adalah tergantung dari besarnya kecilnya tingkat bunga (r), jadi bila tingkat bunga tinggi maka investasi akan semakin kecil, sebaliknya bila tingkat bunga rendah maka tingkat investasi akan semakin tinggi. Jadi berdasarkan pandangan ini, maka investasi adalah merupakan fungsi dan tingkat bunga:

I = f (r) = ∆𝑟∆𝐼 = e

Dalam jangka pendek, maka fungsi dari investasi adalah sebagai berikut ; I

= Io – er , dimana (e0 berlambang negatif karena hubungan berbanding terbaliknya antara investasi dan suku bunga. (Putong & Andjaswati, 2017 : 41)

(27)

14

Suku Bunga E1

E2 E3 E2

Kurva yang menggambarkan hubungan terbalik antara suku bunga dengan investasi

11 0

Investasi 12 13

Gambar 2.3

Kurva Pengaruh Tingat Bunga Terhadap Investasi Sumber : Putong &Andjaswati ( 2017)

2. Pengaruh Pendapatan terhadap Investasi

Menurut Keynes, yang mempengaruhi besarnya tabungan adalah tingkat pendapatan, disamping juga tingkat bunga. Dalam kondisi keseimbangan besarnya tabungan haruslah sama dengan Investasi dan ini menunjukkan bahwa esarnya tingkat investasi sebenarnya adalah bergantung juga pada tingkat pendapatan, dalam arti semakin besar pendapatan maka relatif semakin besar juga tingkat investasi atau sebaliknya.

Secara matematis investasi yang ditentukan oleh tingkat pendapatan adalah :I

= Io + 𝛼𝑌, dimana 𝛼 adalah Marginal Propensity to Invest yaitu rasio antara perubahan jumlah pendapatan terhadap perubahan investasi pada suatu periode tertentu atau sama dengan ∆𝐼/∆𝑌. (Putong & Andjaswati, 2017 : 42)

(28)

Investasi 11

Pendapatan 12

13

0 Y3 Y2 Y1

Kurva yang menggambarkan perbandingan lurus antara pendapatan terhadap investasi

Gambar 2.4

Kurva Pengaruh Pendapatan terhadap Investasi Sumber : Putong & Andjaswati ( 2017)

2.2.3. Macam-Macam Investasi

Macam-macam investasi berdasarkan pelaku investasi dapat dibedakan sebagai berikut (Sobri, dalam Arifin, 1987) :

1. Investasi Pemerintah (Public Investment)

Public investment umumnya dilakukan tidak dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan, tetapi tujuan utamanya adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat (nasional), seperti jalan raya, rumah sakit, pelabuhan dan sebagainya.

Investasi-investasi seperti ini sering disebut dengan social overhead capital (SOC). Keuntungan bagi investasi-investasi ini baru terasa apabila muncul pertambahan permintaan dalam masyarakat. Bertambahnya permintaan efektif, yang juga menaikkan pendapatan, akan memberikan keuntungan bagi produk investasi.

(29)

16

2. Investasi Swasta (Private Investment)

Private investmen adalah jenis investasi yang dilakukan oleh swasta dan bertujuan untuk memperoleh keuntungan (laba), dan didorong oleh adanya pertambahan pendapatan. Apabila pendapatan bertambah, maka konsumsi juga akan bertambah dan pada akhirnya bertambah pula efektif demand. Investasi yang ditimbulkan oleh sebab bertambahnya permintaan yang bersumber investment mungkin dilakukan oleh pemerintah maupun swasta.

3. Investasi Pemerintah dan Swasta

Jenis investasi yang dilakukan oleh pihak publik dan swasta adalah investasi luar negeri (foreign Investment), foreign investmen terjual dari selisih antara ekspor diatas impor (X-M), induced investment dalam hal (X-M) adalah disebabkan oleh dari penambahan permintaan disebut induced investment, induced perkembangan ekonomi luar negeri.

Istilah investasi asing menurut definisi IMF Balance of Payment Manual . Sementara penanaman modal adalah untuk memperoleh pengaruh secara efektif dalam pengelolahan perusahaan tersebut. Istilah “manfaat” memerlukan pengawasan. Dalam definisi tersebut tidak termasuk investasi portofolio di Indonesia, investasi seperti ini masih sangat kecil dan modal pinjaman yang telah masuk ke indonesia dalam jumlah yang besar sejak 1996. (Jhingan,1999)

(30)

2.3 Tenaga Kerja

2.3.1 Pengertian Tenaga Kerja

Menurut Payaman (1985), tenaga kerja didefiniskan sebagai penduduk berumur 10 tahun atau lebih yang bekerja, mencari pekerjaan, dan sedang melakukan kegiatan lain, seperti sekolah maupun mengurus rumah tangga dan penerima pendapatan. Menurut BPS, penduduk berumur 10 keatas terbagi sebagai tenaga kerja. Dikatakan tenaga kerja bila mereka melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan dan lamanya bekerja paling sedikit 1 (satu) jam secara kontinu selama seminggu yang lalu. Sedangkan menurut UU No. 13 tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. (Pujoalwanto, 2013 : 107)

Tenaga kerja adalah penduduk yang berumur pada batas usia kerja, dimana batas usia kerja setiap negara berbeda- beda. Usia kerja adalah penduduk berumur 15 tahun keatas yang telah dianggap mampu melaksanakan pekerjaan, mencari kerja, bersekolah, mengurus rumah tangga, dan kelompok lainnya seperti pensiunan. (Disnaker, 2008)

2.3.2 Teori Ketenagakerjaan

Salah satu masalah yang biasa muncul dalam bidang angkatan kerja adalah ketidak seimbangan antara permintaan akan tenaga kerja (demand for labor) dan penawaran tenaga kerja (supply of labor), pada suatu tingkat upah (Kusumosuwidho,1981). Ketidakseimbangan tersebut dapat berupa : (a) lebih

(31)

18

W

We

0

Ne N

We

N2 N N1

W

0

besarnya penawaran dibanding permintaan terhadap tenaga kerja (adanya excess supply of labor) dan, (b) lebih besarnya permintaan dibanding penawaran tenaga kerja (adanya excess demand for labor).

SL

DL

SL

DL Excess

SL

(32)

SL

DL N4

N3

0 W2

W

Excess DL

Gambar 2.5

Ketidakseimbangan Permintaan dan Penawaran Tenaga Kerja Sumber : Mulyadi (2003)

Keterangan :

SL = Penawaran tenaga kerja (supply of labor) DL = Permintaan tenaga kerja (Demand for labor) W = Upah riil

N = Jumlah tenaga kerja Penjelasan gambar :

1. Jumlah orang yang menawarkan tenaganya untuk bekerja adalah sama dengan jumlah tenaga kerja yang diminta, yaitu masing-masing sebesar Ne pada tingkat kerja upah keseimbangan We. Titik keseimbangan dengan demikian adalah titik E. Di sini tidak ada excess supply of labor maupun excess demand for labor. Pada tingkat upah keseimbangan We maka semua orang yang ingin bekerja telah dapat bekerja. Berarti tidak ada orang yang mengangur. Secara ideal keadaan ini disebut full employment pada tingkat upah We tersebut.

2. Pada gambar kedua terlihat adanya excess supply of labor. Pada tingkat upah W1 penawaran tenaga kerja (SL) lebih besar daripada permintaan tenaga kerja

(33)

20

(DL). Jumlah tenaga kerja yang menawarkan dirinya untuk bekerja adalah sebanyak N2 sedangkan yang diminta hanya N1. Dengan demikian ada orang yang mengangur pada tingkat upah W1 ini sebanyak N1 N2.

3. Pada gambar ketiga terlihat adanya excess demand for labor. Pada tingkat upah W2 permintaan akan tenaga kerja (DL) lebih besar daripada penawaran tenaga kerja (SL). Jumlah orang yang menawarkan dirinya, untuk bekerja pada tingkat upah W2 adalah sebanyak N3 orang, sedangkan yang diminta adalah sebanyak N4 orang. (Mulyadi, 2003 : 56)

2.4 PDRB Sektor Industri

PDRB adalah jumlah nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan dari seluruh kegiatan pekonomian diseluruh daerah dalam tahun tertentu atau perode tertentu dan biasanya satu tahun. Penghitungan PDRB menggunakan dua macam harga yaitu harga berlaku dan harga konstan. PDRB harga atas harga berlaku merupakan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada tahun yang bersangkutan sementasra atas harga konstan dihitung dengan menggunakan harga pada tahun tertentu sebagai tahun dasar.

PDRB merupakan data statistik yang merangkum perolehan nilai tambah yang tercipta akibat proses peroduksi baik barang ataupun jasa di suatu wilayah/region pada satu periode tertentu, biasanya setahun atau triwulan tanpa memperhatikan asal/domisili pelaku produksinya. Indikator penting untuk dapat mengetahui kondisi ekonomi suatu daerah dalam kurun waktu tertentu ialah menggunakan data PDRB, dapat menggunakan atas dasar harga berlaku ataupun atas dasar harga konstan. (Sukirno, 2000)

(34)

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) PDRB atas harga berlaku menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku setiap tahun, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung dengan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai dasarnya. PDRB atas dasar harga berlaku dapat diperuntukkan sebagai gambaran untuk melihat pergeseran dan struktur ekonomi, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan diperuntukkan melihat pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun.

Nasution (2010) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan PDRB di Indonesia yakni Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH), Inflasi, Penanaman Modal Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), Pengeluaran Pemerintah Daerah, serta Tenaga Kerja. Keberhasilan meningkatkan pertumbuhan PDRB, hal ini tidak bisa di pisahkan dari semakin meningkatnya Investasi, dimana investasi adalah kata kunci penentuan laju pertumbuhan ekonomi. (Todaro, 1998)

Perubahan tahun dasar dalam penyusunan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) telah dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dari tahun 2000 menjadi tahun 2010. Tahun dasar ini dilakukan perubahan karena selama sepuluh tahun terakhir telah terjadi banyak perubahan baik tatanan global maupun lokal yang berpengaruh pada perekonomian nasional. PDRB tahun dasar 2010 ini mengacu pada Sistem Neraca Nasional (SNN) 2008. SNN 2008 merupakan rekomendasi internasional mengenai bagaimana penyusunan ukuran aktivitas

(35)

22

ekonomi yang sesuai dengan standar neraca baku yang mana didasarkan pada prinsip-prinsip ekonomi.

Menurut BPS (2016), salah satu indikator ekonomi makro yang dapat menunjukkan kondisi perekonomian daerah setiap tahunnya ialah data PDRB.

Dari data PDRB ini berguna untuk :

a. PDRB atas dasar harga berlaku (nominal) menunjukkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah. Nilai PDRB yang besar akan menunjukkan kemampuan sumber daya ekonomi yang besar, ini berlaku sebaliknya.

b. PDRB atas dasar harga konstan (riil) dapat digunakan untuk menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan atau setiap sektor dari tahun ke tahun.

c. Dalam distribusi PDRB atas dasar harga berlaku berdasarkan lapangan usaha menunjukkan struktur ekonomi atau peranan setiap lapangan usaha dalam suatu daerah. Lapangan usaha sendiri memiliki peran besar dalam menunjukkan basis ekonomi suatu daerah.

d. Dalam PDRB per kapita atas dasar harga berlaku menunjukkan nilai PDRB per kepala atau per satu orang penduduk.

e. Dalam PDRB per kapita atas dasar harga konstan bermanfaat untuk mengetahui pertumbuhan yang nyata ekonomi per kapita penduduk suatu daerah.

Untuk menghitung angka-angka PDRB, terdapat tiga pendekatan yang dapat digunakan, yaitu:

(36)

a. Pendekatan Produksi, PDRB merupakan jumlah nilai tambah atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu daerah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun).

b. Pendekatan Pendapatan, PDRB ialah jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu daerah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun).

c. Pendekatan Pengeluaran, PDRB merupakan semua komponen permintaan akhir yang terdiri dari pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta nirlaba, konsumsi pemerintah, pembentukkan modal tetap domestik bruto, perubahan inventori dan ekspor neto.

Sejarah ekonomi dunia menunjukkan bahwa industrialisasi merupakan suartu proses interaksi antara pengembangan teknologi, inovasi, spesialisasi produksi dan perdagangan antarnegara, yang ada akhirnya sejalan dengan ekonomi di banyak negara, yang tadinya berbasis pertanian menjadi berbasis industri.

(Tambunan, 2003 : 249) 2.5 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu menjadi salah satu acuan penulis dalam melakukan penelitian dan menentukan langkah-langkah sistematis untuk menyusun penelitian dari segi teori maupun konsep. Berikut penelitian terdahulu yang berkaitan dengan judul penelitian ini sebagai berikut :

(37)

24

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Nama dan

Tahun Penelitian

Judul Penelitian

Variabel Penelitian

Metode Penelitian

Hasil Penelitian

1. Makmun dan Akhmad Yasin (2002)

Pengaruh Investasi dan Tenaga Kerja Terhadap PDB Sektor Pertanian

Variabel bebas atau independen (X) adalah Investasi dan tenaga kerja, variabel terikat atau dependent (Y) adalah PDB Sektor Pertanian

Metode atau analisis yang digunakan adalah analisis linear berganda dan uji asumsi klasik.

Pengaruh investasi dalam sektor pertanian dan krisis ekonomi pada pertengahan 1997 terhadap perkembangan PDB signifikan, sedangkan

pengaruh tenaga kerja tidak signifikan. Model juga menjelaskan bahwa variasi perubahan PDB sektor pertanian 91,70 persen dan 91,20 persen dipengaruhi

variabel investasi, tenaga kerja dan krisis ekonomi.

2. RULINA WATI, MITA (2017)

Pengaruh Inflasi Terhadap Pertumbuh an Industri Pengolaha n Di Indonesia (Periode 2005- 2016)

Variabel bebas atau independen (X) adalah pengeluaran pemerintah dan

investasi, pertumbuha n ekonomi variabel terikat atau dependent (Y) adalah tenaga kerja.

Metode atau analisis yang digunakan adalah analisis linear berganda dan uji asumsi klasik.

Hasil penelitian ini bahwa inflasi berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan industri pengolahan di Indonesia. Dan nilai antara pengaruh inflasi terhadap

pertumbuhan industri pengolahan di Indonesia adalah sebesar 0,987 atau 98,7% yang berarti

(38)

tingkat hubungan antara variabel inflasi dengan varibael pertumbuhan industri pengolahan di Indonesia adalah sangat kuat

dikarenakan berada dalam interval koefisien (0,80 – 1,00). Hasil nilai koefisien

determinasi (R2) sebesar 0,993. Hal ini berarti variabel inflasi dapat menjelaskan pengaruhnya terhadap pertumbuhan industri pengolahan di Indonesia yaitu 99,3%. Sedangkan sisanya yaitu sebesar 100% - 99,3% = 0,7%

dijelaskan oleh faktor-faktor lain.

3. Mikha Lola Melyani Silaen , Astrid Maria Esther (2015)

Pengaruh Investasi Dan Tenaga Kerja Terhadap Pdrb Sektor Industri Di Provinsi Jawa Barat

Pengujian model random effect

Hasil : Nilai probabilita dan koefisien dari variabel investasi diketahui bahwa investasi

berpengaruh positif dan signifikan terhadap PDRB sektor industri di Provinsi Jawa Barat, kemudian untuk variabel tenaga kerja, hasil

(39)

26

pengolahan data dengan nilai probabilita dan koefisien dari variabel tersebut berpengaruh positif dan signifikan terhadap PDRB sektor industri di Provinsi Jawa Barat.

4. Batari Saraswati Karlita, Edy Yusuf AG (2013)

Pengaruh Investasi, Tenaga Kerja, Dan Ekspor Terhadap Pdrb Sektor Industri Di Kota Semarang Tahun 1993-2010

Variabel Dependen adalah tingkat pertumbuha n ekonomi, variabel independen adalah ekspor barang, impor barang, realisasi investasi swasta asing, investasi swasta , tabungan pemerintah, aliran neto utang luar negri dan swasta, utang pemerintah dan

pengeluaran pemerintah.

Uji Asumsi Klasik

Hasil penelitian ini menunjukkan faktor-faktor yang berpengaruh

terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Kota Semarang.

Dari 4 (empat) faktor yang diangkat untuk dijadikan variabel dalam penelitian ini yaitu variabel investasi, variabel tenaga kerja, variabel ekspor, dan variabel dummy krisis terbukti hanya variabel investasi yang berpengaruh signifikan terhadap PDRB sektor industri di Kota Semarang.

Variabel tenaga kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap PDRB sektor industri di Kota Semarang.

Variabel ekspor tidak berpengaruh

(40)

signifikan karena sektor industri di Kota Semarang masih sedikit yang usahanya

berorientasi untuk kegiatan ekspor.

Begtu juga dengan variabel krisis

yang tidak

signifikan, ini berarti adanya krisis tahun 1997- 1998 dan tahun 2007-2008 tidak mempengaruhi PDRB sektor industri di Kota Semarang.

2.6 Kerangka Konseptual

2.6.1 Hubungan Antara Inflasi dengan PDRB Sektor Industri di Sumatera Utara

PDRB khusunya sektor Industri akan tidak meningkat apabila terjadi gelojak pada angka inflasi, inflasi yang semakin tinggi membuat pertumbuhan ekonomi khususnya di sektor industri tidak mendapatkan pendapatan yang semestinya.

2.6.2 Hubungan Antara Investasi dengan PDRB Sektor Industri di Sumatera Utara

Investasi sangat berperan dalam menyumbang PDRB termasuk juga di sektor industri, dengan menjaga suku bunga tetap baik maka investor akan semakin giat untuk berinvestasi dan masyarakat yang menabung juga akan tetap menyimpan tabungannya .

(41)

28

2.6.3 Hubungan Antara Tenaga Kerja dengan PDRB Sektor Industri di Sumatera Utara

Begitu pula dengan tenaga kerja, tenaga kerja yang berkwalitas akan menciptakan produksi yang berkwalitas serta dapat di pasarkan dengan mudah, dengan ini maka akan menunjang PDRB semakin naik termasuk juga PDRB sektor industri.

Gambar 2.6 Kerangka Konseptual 2.7 Hipotesis

1. Inflasi berpengaruh negatif terhadap PDRB Sektor Industri di Sumatera Utara.

2. Investasi berpengaruh positif terhadap PDRB Sektor Industri di Sumatera Utara.

3. Tenaga Kerja berpengaruh positif terhadap PDRB Sektor Industri di Sumatera Utara.

1. Inflasi

2. Investasi

3. Tenaga Kerja

PDRB Sektor Industri

(42)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data yang dikeluarkan dari instansi atau badan – badan tertentu. Data bersumber dari BPS dan sumber-sumber lainnya.

Data yang akan dikelolah dalam penelitian ini adalah Inflasi, Investasi, Tenaga Kerja , dan Produk Domestik Bruto (PDRB) sektor industri dari Provinsi Sumatera Utara. Data yang digunakan adalah data berskala 20 yaitu tahun 1998- 2017. Data diambil dari Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara.

3.2 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini menganalisis mengenai Pengaruh Inflasi, Investasi , Tenaga Kerja terhadap Produk Domestik Bruto (PDRB) Provinsi Sumatera Utara, selama tahun 1997-2017.

3.3 Jenis Variabel Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan mengamati pengaruh inflasi, investasi dan tenaga kerja terhadap PDRB sektor industri di Provinsi Sumatera Utara. Dalam penelitian ini menggunakan satu variabel bebas (Independent Variable) dan tiga variabel terikat (Dependent Variable). Variabel-variabel tersebut antara lain sebagai berikut :

3.3.1 Variabel Bebas (Independent Variable) meliputi Inflasi, Investasi dan Tenaga Kerja.

3.3.2 Variabel Terikat (Dependent Variabel) adalah PDRB Sektor Industri di Sumatera Utara

(43)

30

3.4 Defenisi Operasional

Definisi operasional adalah pernyataan tentang definisi, batasan, pengertian dan pengambilan variabel dalam penelitian.

3.4.1 Variabel Terikat

Variabel terikat (Y) adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sektor Industri atas dasar harga konstan Provinsi Sumatera Utara, yaitu total nilai produksi barang dan jasa yang diproduksi di Daerah Provinsi Sumatera Utara menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai dasar. Data PBRB Sektor Industri atas dasar harga konstan di ambil dari Sumatera Utara Dalam angka dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Sumatera Utara terbitan Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara (beberapa edisi).

3.4.2 Variabel Bebas, dibedakan menjadi 3 variabel : 3.4.2.1 Inflasi (X1)

Variabel ini diukur dari seberapa tinggi harga yang terus-menerus naik setiap tahun di Provinsi Sumatera Utara di sektor industri. Data Inflasi diambil dari Sumatera Utara dalam angka di Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara (beberapa edisi)

3.4.2.2 Investasi (X2)

Investasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah data investasi industri baik industri besar, sedang dan kecil dinyatakan dalam jutaan rupiah.

Data Investasi di ambil dari Sumatera Utara dalam angka dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Sumatera Utara terbitan Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara (beberapa edisi) dari tahun 1998-2017.

(44)

3.4.2.3 Tenaga Kerja (X3)

Variabel ini diukur dengan jumlah kerja usia 10 tahun sampai dengan 65 tahun yang ikut memproduksi barang dan jasa (sudah bekerja) yang terdapat di Provinsi Sumtera Utara. Data Tenaga kerja diambil dari Sumatera Utara dalam angka di Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara (beberapa edisi).

3.5 Analisis Data

Alat analisis data dalam penelitian ini adalah menggunakan alat yang disebut dengan regresi, yaitu suatu model yang menyatakan suatu hubungan anatara variabel independen dan variabel dependen dalam persamaan matematik. Karena pada penelitian ini variabel independennya berjunlah lebih dari satu maka alat analisi yang digunakan adalah analisis regresi berganda. Pengertian liner dalam hal ini adalah bila penyajian variabel independen dan parameternya hanya satu indeks dan tidak dikalikan atau dibagikan dengan variabel atau parameter lain.

Fungsi regresi liner berganda dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Y = 𝛽0 + 𝛽1 X1 + 𝛽2 X2 +𝛽3X3 + e1 Dimana :

Y = PDRB Sektor Industri

X1 = Inflasi

X2 = Investasi

X3 = Tenaga Kerja

𝛽1 = Konstanta

𝛽2 , 𝛽3, 𝛽4 = koefisien regresi X1 , X2 dan X3

E1 = Variabel pengganggu

(45)

32

3.5.1 Uji Asumsi Klasik 3.5.1.1 Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual mempunyai distribusi normal. Salah satu cara metode untuk menguji normalitas adalah dengan menggunakan Uji Jarque-Berra (Uji J-B). Hasil yang diperhatikan dari uji ini adalah nilai probability.

Jika nilai probability lebih besar dari α maka dapat dikatakan bahwa error term berdistribusi normal. Sebaliknya Jika nilai probability lebh kecil dari α maka dapat dikatakan bahwa error term berdistribusi tidak normal (Ajija, R.Shochrul, 2011: 42)

3.5.1.2 Multikolinaritas

Variabel bebas terdapat korelasi dengan variabel bebas lainnya atau dengan kata lain, suatu variabel bebas merupakan tugas linier dari variabel bebas lainnya. Gejala multikolinearitas juga dapat dideteksi dengan melihat besarnya VIF (Variance Inflution Factor). Multikolinearitas pada umumnya terjadi jika VIF lebih dari 10, maka variabel tersebut mempunyai pesoalan multikolinieritas dengan variabel bebas lainnya.

3.5.1.3 Heterokedestisitas

Menurut Imam Ghozali (2005), uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terdapat ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Konsekuensinya adanya heteroskedastisitas dalam model regresi adalah penaksir yang diperoleh tidak efisien, baik dalam

(46)

o dL dU 2 4-dU 4-dL 4 d L sampel kecil maupun besar. Untuk mengetahui ada tidaknya heteroskedastisitas penelitian ini menggunakan uji Glejser. Jika variabel bebas signifikan secara statistik mempengaruhi variabel terikat, maka ada indikasi terjadi heteroskedastisitas. Atau dengan kata lain, apabila probabilitas signifikansi masing-masing variabel independen lebih besar dari nilai alpha (5%), maka model penelitian dinyatakan bebas dari masalah heterokedastisitas.

3.5.1.4 Autokolerasi

Untuk menguji ada tidaknya autokorelasi maka dilakukan percobaan d(darbin-Watson test)

D = 1− ∑ 𝑒𝚤𝑒𝚤−𝚤

∑ 𝑒²𝚤

Gambar 3.1

Grafik Hasil Analisis Uji Autokolerasi Durbin Watson Sumber : Asisivery.blogspot.com

Auto korela si positif

Ragu- ragu

Tidak ada autokorelasi

Ragu- ragu

Auto korela si negati f

(47)

34

Dengan Ho : tidak ada serial autokorelasi antara dua ujungnya baik yang positif maupun negatif , sehingga jika :

0 < d < dL : menolak Ho 4-dL < d <4 : menolak Ho dU < d < 4 – dU : menolak Ho dL < d < dU atau 3 – dU < d < 4-dL : tidak meyakinkan

3.5.2 Uji Statistik

Untuk mengetahui pengaruh dari masing-masing variabel independen dalam mempengaruhi variabel dependen, digunakan uji t test. Uji t test akan dilakukan untuk membuktikan hipotesis yang diambil.

Adapun hipotesis yang digunakan sebagai berikut :

Ho : 𝛽1 = O : tidak pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen secara individual

Ho : 𝛽1 ≠ O : ada pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen secara individual.

3.5.2.1 Uji F

Yaitu pengujian untuk mengetahui pengaruh variabel bebas (x1, x2 dan x3) terhadap variabel terikat (Y) secara bersama-sama. Menurut Gujarati, 1995 dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a) F hitung :

F = 𝐹 =(1−R)R²/(K−1)2/(n−K−1) Dimana :

R2 = Koefisien determinan K = Jumlah variabel indenpen

(48)

N = Jumlah data atau sampel

b) Dalam penelitian ini menggunakan tingkat signifikasi sebesar 0,05 degan derajat (df) pembilang (k-1) dan penyebut (n-k). Df = k – 1; n – k

c) Ho : Ho : 𝛽1, 𝛽2 = 0 (tidak ada pengaruh secara bersama-sama, antara variabel terikat dengan variabel bebas)

Ha : 𝛽1, 𝛽2 ≠ 0 (ada pengaruh secara bersama-sama, antara variabel terikat dengan variabel bebas)

d) Uji F ini digunakan untuk mempengaruhi apakah Ho diterima dan ditolak dengan ketentuan sebagai berikut :

 Apabila Fhit > F tabel , maka Ho ditolak dan diterima berarti signifikansi/variabel independen secara keseluruhan berpengaruh terhadap variabel dependen

 Apabila Fhit < Ftabel, maka Ho ditolak dan diterima berarti tidak signifikan variabel independen secara keseluruhan tidak berpengaruh terhadap variabel dependen

Gambar 3.2 Grafik Hasil Uji F Sumber : Statistikian.com

Ho

diterima Ho ditolak

F (𝛼; k – 1 : n – k )

(49)

36

3.5.2.2 Uji t

Yaitu pengujian untuk mengetahui pengaruh variabel bebas (x1,x2, dan x3) terhadap variabel terkait (Y) secara parsial atau individu. Menurut Gujarati, 1995 Dalam langkah :

a) t hitung = 𝑆𝐸 (𝛽)𝛽 Dimana :

𝛽 = Nilai masing-masing koefisien regresi

𝑆𝐸 (𝛽) = Standar eror untuk masing-masing koefisien regresi

b) Dalam penelitian ini menggunakan tingkat signifikan sebesar 0,05 dengan derajat kebebasan (n-k-1), karena pengujian dua sisi maka pada penentu t tabel menggunakan a/2=0,025, dimana :

n = Jumlah pengamatan k = Jumlah variabel

c) Ho : 𝛽1, 𝛽2 = 0 (secara parsial, variabel bebas tidak berpengaruh terhadap variabel terikat)

Ha : 𝛽1, 𝛽2 ≠ 0 (paling tidak salah satu variabel bebas berpengaruh terhadap variabel terikat)

d) Uji t dipergunakan untuk mengetahui apakah Ho diterima atau ditolak dengan ketentuan sebagai berikut :

 Jika thit > ttabel, atau thit > - ttabel, maka Ho diterima dan ditolak. Berarti signifikan atau variabel independen yang diuji secara nyata berpengaruh terhadap variabel dependen.

(50)

 Jika thit < t tabel atau thit < -t tabel, maka Ho diterima dan ditolak. Berarti signifikan atau variabel independen yang diuji secara nyata tidak berpengaruh terhadap variabel dependen dengan = 0,05

3.5.2.3 Koefisien Determinasi (R2)

Untuk mengukur kebaikan dari mobel regresi maka diperlukan perhitungan determinasi (R2) , yaitu angka untuk persentase total variasi variabel dependen yang dapat di jelaskan variabel independen dalam model.

(51)

38 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Wilayah Indonesia

4.1.1 Keadaan Geografis

Gambar 4.1 Peta Sumatera Utara Sumber : Sejarah Negara.com

Sumatera Utara adalah provinsi yang terletak di bagian utara Pulau Sumatera dan Medan sebagai Ibu Kotanya. Provinsi Sumatera Utara terletak pada garis 1° - 4° Lintang Utara dan 98° - 100° Bujur Timur. Provinsi ini berbatasan dengan daerah perairan dan laut serta dua provinsi lain: di sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Aceh, di sebelah Timur dengan Negara Malaysia di Selat

(52)

Malaka, di sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Riau dan Sumatera Barat, dan di sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia.

Luas daratan Provinsi Sumatera Utara adalah 72.981,23 km2 , sebagian besar berada di daratan Pulau Sumatera dan sebagian kecil berada di Pulau Nias, Pulau- pulau Batu, serta beberapa pulau kecil, baik di bagian barat maupun bagian timur pantai Pulau Sumatera. Berdasarkan luas daerah menurut kabupaten/kota di Sumatera Utara, luas daerah terbesar adalah Kabupaten Langkat dengan luas 6.262,00 km2 atau sekitar 8,58 persen dari total luas Sumatera Utara, diikuti Kabupaten Mandailing Natal dengan luas 6.134,00 km2 atau 8,40 persen, kemudian Kabupaten Tapanuli Selatan dengan luas 6.030,47 km2 atau sekitar 8,26 persen. Sedangkan luas daerah terkecil adalah Kota Tebing Tinggi dengan luas 31,00 km2 atau sekitar 0,04 persen dari total luas wilayah Sumatera Utara.

Berdasarkan kondisi letak dan kondisi alam, Sumatera Utara dibagi dalam 3 (tiga) kelompok wilayah/kawasan yaitu Pantai Barat, Dataran Tinggi, dan Pantai Timur.

Kawasan Pantai Barat meliputi Kabupaten Nias, Kabupaten Nias Utara, Kabupaten Nias Barat, Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Tapanuli 55 Selatan, Kabupaten Padang Lawas, Kabupaten Padang Lawas Utara, Kabupaten Tapanuli Tengah, Kabupaten Nias Selatan, Kota Padangsidimpuan, Kota Sibolga dan Kota Gunungsitoli. Kawasan dataran tinggi meliputi Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Dairi, Kabupaten Karo, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Pakpak Bharat, Kabupaten Samosir, dan Kota Pematangsiantar. Kawasan Pantai Timur meliputi Kabupaten Labuhanbatu, Kabupaten Labuhanbatu Utara, Kabupaten Labuhanbatu

(53)

40

Selatan, Kabupaten Asahan, Kabupaten Batu Bara, Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Langkat, Kabupaten Serdang Bedagai, Kota Tanjungbalai, Kota Tebing Tinggi, Kota Medan, dan Kota Binjai.

4.1.2 Iklim

Sumatera Utara beriklim ini beriklim tropis karena dekat dengan garis khatulistiwa Ketinggian permukaan daratan Provinsi Sumatera Utara sangat bervariasi, sebagian daerahnya datar, hanya beberapa meter di atas permukaan laut, beriklim cukup panas, sebagian daerah berbukit dengan kemiringan yang landai, beriklim sedang dan sebagian lagi berada pada daerah ketinggian.Pada bulan Mei hingga September, curah hujan ringan. Sedangkan Oktober hingga April, curah hujan relatif lebat akibat intensitas udara yang lembap.

4.1.3 Potensi Wilayah

Kegiatan perekonomian yang terpenting di Sumatera Utara adalah sektor pertanian yang menghasilkan bahan pangan dan budidaya ekspor dari perkebunan, tanaman pangan, pertenakan, perikanan dan kehutanan. Selain itu Sumatra Utara juga tersohor karena luas perkebunannya. Hingga kini, perkebunan tetap menjadi primadona perekonomian provinsi. Perkebunan tersebut dikelola oleh perusahaan swasta maupun negara. Sumatra Utara menghasilkan karet, coklat, teh, kelapa sawit, kopi, cengkih, kelapa, kayu manis, dan tembakau. Perkebunan tersebut tersebar di , Langkat, Simalungun, Asahan, Labuhanbatu, dan Tapanuli Selatan.Sedangkan sektor industri yang berkembang di Sumatera Utara adalah industri yang memproduksi barang- barang kebutuhan dalam negri dan ekspor,

(54)

meliputi industri logam dasar, aneka industri kimia, industri kecil dan kerajinan.

Posisi strategis wilayah Sumatera Utara dalam jalur perdagangan internasional ditunjang oleh adanya pelabuhan laut Belawan, Sibolga, dan Gunung Sitoli, Tanjung Balai, Teluk Nibung, Kuala Tanjung, dan labuhan Bilik.

4.2 Perkembangan Variabel Penelitian

Pada bagian ini dijelaskan mengenai perkembangan variabel dalam penelitian antara lain inflasi sektor industri , investasi sektor industri , tenaga kerja pada sektor industri dan PDRB sector industry provinsi di Sumatera Utara pada tahun 1998-2017.

4.2.1 Perkembangan Inflasi Provinsi Sumatera Utara

Inflasi setiap tahunnya mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Inflasi tertinggi terjadi saat tahun 1997-1998 dimana terjadi krisis moneter atau krisis finansial yang mengakibatkan seluruh sektor ekonomi mengalami kekacauan termasuk sektor industri. Dapat kita lihat ada tabel 4.1 bahwa inflasi pada tahun 1998 sebesar 83.56%, setelah krisis inflasi sektor industri menjadi 13,7% , di tahun 2005 inflasi melonjak naik yaitu sebesar 22,41 ini diakibatkan diakhir tahun 2004 terjadi kenaikan BBM yang membuat semua barang menjadi naik dan kembali terulang pada tahun 2008 inflasi melonjak naik sebesat 10,72% diakibatkan akibat adanya kenaikan BBM dan kenaikan harga pangan.

(55)

42

Tabel 4.1

Inflasi Provinsi Sumatera Utara 1998-2017

Sumber : Badan Pusat Statistik (Data Diolah)

Pada tahun 2009 inflasi menurun menjadi 2,61karena terjadinya deflasi pada barang-barang yang harganya ditetapkan oleh pemerintah, seperti bahan bakar minyak dan listrik. Karena harga minyak global terus menurun ke posisi sangat rendah pada tahun 2015 dan 2016, maka inflasi menjadi naik di tahun 2016 mencapai 6,34% dan hingga akhirnya turun di tahun 2017 menjadi 1,32%.

Tahun Inflasi (%)

1998 83.56

1999 13.7

2000 5.73

2001 14.79

2002 9.59

2003 4.23

2004 6.80

2005 22.41

2006 6.11

2007 6.60

2008 10.72

2009 2.61

2010 8

2011 3.67

2012 3.86

2013 10.18

2014 8.17

2015 3.24

2016 6.34

2017 1.32

Rerata 11.58

(56)

4.2.2 Perkembangan Investasi Sektor Industri Provinsi Sumatera Utara Dalam rangka menggerakkan perekonomian Sumatera Utara maka diperlukan investasi sebagai tambahan modal dalam pelaksanaan pembangunan setiap tahunnya.Investasi ditujukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu daerah baik secara langsung maupun tidak langsung.

Tabel 4.2

Investasi Sektor Industri Provinsi Sumatera Utara 1998-2017

Sumber : Badan Pusat Statistik (Data Diolah)

Tahun Investasi (Juta Rp) Pertumbuhan (%)

1998 559343,8 -

1999 257708,5 -53.92

2000 111011,8 -56.92

2001 394617 225.47

2002 752529,6 90.69

2003 127013,4 -83.12

2004 263109,1 107.15

2005 401152,4 52.46

2006 1105818 175.66

2007 1817011 -64.31

2008 1661624 -8.55

2009 12080570 627,03

2010 9713340 -19.59

2011 12256597 26.18

2012 4131193 -66.29

2013 5834330 41.22

2014 12424061 112.94

2015 11521951 -72.60

2016 7062086 -38.70

2017 17406787 146.48

Rerata 4994092.68 63.49

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan laki-laki- perempuan (suami-isteri) tidak ubahnya dengan hubungan ploretar dan borjuis, hamba dan tuan, atau pemeras dan yang diperas. Dengan kata lain,

Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan metode peta konsep meningkatkan keterampilan berpikir kreatif mahasiswa secara signifikan pada mahasiswa semester lima

Kleinberger diwakili oleh Aristoteles dan John Dewey. Tipe ini berpandangan bahwa moral itu merupakan suatau keharusan, akan tetapi tidak mencukupi untuk melahirkan

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang

Berkat rahmat, taufik dan hidayah-Nya yang telah diberikan kepada Peneliti sehingga dapat menyelesaikan penelitian skripsi yang berjudul &#34;Pengaruh Model

Regulasi diri adalah kemampuan mengatur tingkah laku dan menjalankan tingkah laku tersebut sebagai strategi yang berpengaruh terhadap performansi seseorang mencapai

Banyak sekali pihak-pihak yang telah banyak membantu sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dan membantu penulis, sehingga penulis mampu menyelesaikan studi di

Berdasarkan hasil penelitian deskriptif, dapat disimpulkan bahwa Variabel Kepemimpinan Transformasional berada pada kriteria cenderung baik, sebanyak