• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hiperkoagulasi Pada Penderita Ulkus Kaki Diabetika

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hiperkoagulasi Pada Penderita Ulkus Kaki Diabetika"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

HIPERKOAGULASI PADA PENDERITA ULKUS KAKI DIABETIKA

PENELITIAN POTONG LINTANG

DI DEPARTEMEN / SMF ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RSUP H. ADAM MALIK / RSUD. Dr. PIRNGADI KOTA MEDAN

JUNI 2008 – AGUSTUS 2008

TESIS

OLEH

SUHARTONO

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RSUP H. ADAM MALIK / RSUD. Dr. PIRNGADI KOTA MEDAN

MEDAN

(2)

DIAJUKAN DAN DIPERTAHANKAN DIDEPAN SIDANG LENGKAP

DEWAN PENILAI DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN USU

DAN DITERIMA SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MENDAPATKAN

KEAHLIAN DALAM BIDANG ILMU PENYAKIT DALAM

PEMBIMBING TESIS

(Dr. H. DAIRION GATOT, SpPD)

DISAHKAN OLEH :

KEPALA DEPARTEMEN

ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN USU

KETUA PROGRAM STUDI

ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN USU

(3)

DEWAN PENILAI

1. Dr. Dharma Lindarto, SpPD-KEMD

2. Dr. Adin A St. Bagindo, SpPD-KKV

3. Dr. Juwita Sembiring SpPD-KGEH

4. Dr. Alwinsyah Abidin, SpPD-KP

(4)

KATA PENGANTAR

Dengan segala kerendahan hati terlebih dahulu penulis mengucapkan segala

puji bagi kebesaran Allah SWT yang telah memberi kekuatan dan rahmatNya

sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis/karya ilmiah akhir ini dengan judul

”Hiperkoagulasi Pada Penderita Ulkus Kaki Diabetika” yang merupakan

persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan Dokter Ahli dibidang Ilmu Penyakit

Dalam pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan baik isi

maupun bahasanya, namun demikian penulis berharap tulisan dapat menambah

wacana tentang kejadian hiperkoagulasi pada penderita ulkus kaki diabetika.

Pada kesempatan ini rasa terima kasih yang setulusnya ingin penulis ucapkan

dengan penghargaan yang setinggi-tingginya atas segala jasa-jasa yang diberikan,

kepada :

1. Prof. Dr. Lukman Hakim Zain, SpPD-KGEH, selaku ketua Departemen Ilmu

Penyakit Dalam FK-USU (1997 – 2005) yang telah berkenan menerima penulis

untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Dalam pada

tahun 2002.

2. Dr. Salli Roseffi Nasution, SpPD-KGH dan Dr. Refli Hasan, SpPD, SpJP, sebagai

ketua dan sekretaris Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU yang banyak

(5)

3. Dr. Zulhelmi Bustami, SpPD-KGH dan Dr. Dharma Lindarto, SpPD-KEMD,

sebagai ketua dan sekretaris Program Pendidikan Penyakit Dalam yang telah

banyak memberikan kemudahan, perhatian dan bimbingan kepada penulis selama

menjalani pendidikan.

4. Dr. Dairion Gatot, SpPD dan Dr.Soegiarto Gani, SpPD, selaku pembimbing tesis

yang dengan kesabaran dan ketelitiannya membimbing dan mengarahkan penulis

sampai selesainya karya tulis ini.

5. Para staf Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU yang telah berkenan

memberikan dukungan kepada penulis agar dapat diterima untuk mengikuti

Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Dalam pada tahun 2002 :

Prof. Harun Rasyid Lubis, Prof. T. Renardi Haroen, Prof. M. Yusuf Nasution,

Prof. Bachtiar Fanani Lubis, Prof. Habibah H Nasution, Prof. Azhar Tanjung,

Prof. Azmi S Kar, Dr. Nur Aisyah dan Dr. Bachtiar Panjaitan.

6. Staf Departemen/SMF Ilmu Penyakit Dalam FK-USU/ RSUP. H. Adam Malik

Medan/RSUD Dr. Pirngadi Medan: Prof. Pangarapen Tarigan, Prof. Sutomo

Kasiman, Prof. OK Moehad Sjah, Prof. Gontar A Siregar, Prof. Harris Hasan, Dr.

Rusli Pelli (Alm), Dr. A. Adin St. Bagindo, Dr. Sjafii Piliang, Dr. Lufti Latief, Dr.

Sri M. Soetadi, Dr. OK. Alfien Syukran (Alm), Dr. Chairul Bahri (Alm), Dr.

Abdurrahim R Lubis, Dr. Betthin Marpaung, Dr. Mabel Sihombing, Dr. Umar

Zain, Dr. Juwita Sembiring, Dr. Alwinsyah Abidin, Dr. Josia Ginting, Dr. Armon

(6)

(Alm), Dr. Zuhrial, Dr. Mardianto, Dr. Dr. E.N. Keliat, Dr. Pirma Siburian, Dr.

Daud Ginting, Dr. Saut Marpaung Dr. Tambar Kembaren, Dr. Blondina

Marpaung, Dr. Jerahim Tarigan, Dr. Dasril Efendi, Dr. Rahmad Isnanta, Dr. Santi

safril yang telah memberikan bimbingan pada penulis selama mengikuti

pendidikan.

7. Direktur RSUD. Dr. Pirngadi Medan, RSUP. H. Adam Malik Medan dan Manajer

RS PN3 Sri Pamela Tebing Tinggi yang telah memberi kemudahan dan keizinan

dalam menggunakan fasilitas dan sarana rumah sakit dalam menjalani pendidikan.

8. Kawan-kawan penulis saat mengikuti PPDS Ilmu Penyakit Dalam : Dr. Marna

Surya Ismi, Dr. Corry C Silaen, Dr. Lita Septina, Dr. Sabar P Sembiring, Dr.

Iman R Tarigan, Dr. Munadi, Dr. Deske M Rangkuti, Dr. Masrul Lubis dan

teman-teman lainnya yang dengan penuh kesetiakawanan dan kebersamaan

memberi bantuan, dorongan dan pengorbanan selama menjalani pendidikan

sehingga terjalin rasa persaudaraan yang erat.

9. Para medis dan seluruh karyawan/ti di RSUD. Dr. Pirngadi Medan dan RSUP. H.

Adam Malik Medan yang telah banyak membantu penulis selama menjalani

pendidikan.

10.Para pasien rawat inap dan rawat jalan di RSUP. H. Adam Malik Medan dan

RSUD. Dr. Pirngadi Medan, karena tanpa mereka mustahil penulis dapat

(7)

11.Pemerintah Kota Medan, Rektor USU dan Dekan FK-USU yang telah

memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan ini.

12.Dr. H. Parsaulian O Nasution, DTM&H (Alm), yang telah banyak meluangkan

waktu dan tenaganya untuk memperjuangkan penulis agar dapat mengikuti

Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Dalam.

13.Dr. H. Sjahrial R Anas, yang telah banyak memberikan bantuan dan dukungan

kepada penulis dalam pengembangan karir dan keahlian.

14.Prof. Dr. Azmi S Kar, SpPD-KHOM, yang telah banyak memberi bimbingan

kepada penulis dalam bidang hematologi dan onkologi medik penyakit dalam.

15.Dr. Asnawi Arif Rangkuti, SpPD, yang senantiasa memberikan bantuan,

dukungan dan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan pendidikan.

Kepada yang mulia ayahanda Rafik Sunaryo dan IbundaThamsik yang sangat

ananda sayangi dan kasihi, tiada kata-kata yang paling tepat untuk mengungkapkan

perasaan hati, rasa terima kasih atas segala jasa-jasa ayahanda dan ibunda yang tiada

mungkin terucapkan dan terbalaskan.

Kepada yang terhormat mertuaku Drs. H. Muchlis Tanjung dan Hj. Nurasiani

Hutajulu yang telah memberi semangat kepada penulis sehingga terselesainya

pendidikan ini.

Khusus untuk istri tercinta Muji Dalifah, serta ketiga anakku yang tersayang

Fathan Chandra, Farhan Aidhil dan Fannisa Adani, yang selalu menjadi

(8)

rasanya memilih kata yang tepat untuk menyampaikan rasa terima kasih atas segala

kesabaran, keikhlasan serta pengorbanan yang telah kalian berikan selama ini.

Semoga Allah SWT selalu memberikan yang terbaik bagi kita untuk menambah

kebahagian di dunia dan akhirat.

Kepada saudara-saudaraku : Lily Sunaryo dan Thamrin Budiman yang telah

banyak memberikan bantuan, semangat dan dorongan selama pendidikan, terima

kasihku yang tak terhingga untuk segalanya.

Sebenarnya masih banyak lagi ucapan terima kasih yang selayaknya saya

sampaikan kepada berbagai pihak yang tidak mungkin saya sebutkan satu persatu

pada kesempatan ini, dalam hal ini izinkanlah saya menyampaikan rasa terima kasih

yang setulusnya secara menyeluruh.

Akhirnya izinkanlah penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya atas

kesalahan dan kekurangan selama mengikuti pendidikan ini, semoga segala bantuan,

dorongan dan petunjuk yang diberikan kepada penulis selama mengikuti pendidikan

kiranya mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT yang maha pengasih,

maha pemurah dan maha penyayang. Amin ya Rabbal Alamin.

Medan, Januari 2009.

Penulis,

(9)

DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

ABSTRAK ... x

BAB I : PENDAHULUAN . ... 1

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Mekanisme Hemostasis ... ... 4

2.2. Patofisiologi Trombosis ... 8

2.3. Gangguan Hemostasis Pada Ulkus Kaki Diabetika ... 10

2.4. Pemeriksaan Penyaring Hemostasis ... 15

BAB III : PENELITIAN SENDIRI ... 17

3.1. Latar Belakang Penelitian ... 17

3.2. Perumusan Masalah ... 20

3.3. Hipotesa ... 20

3.4. Tujuan Penelitian ... 20

3.5. Manfaat Penelitian ... 20

3.6. Kerangka Konsepsional ... 21

3.7. Bahan dan Cara Penelitian ... 21

(10)

3.9. Defenisi operasional ... 23

3.10. Kerangka operasional ... 25

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 26

4.1. Hasil penelitian ... 26

4.2. Pembahasan ... 31

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 37

DAFTAR KEPUSTAKAAN ... 38

LAMPIRAN 1. Master tabel Penelitian ... 42

2. Penjelasan aktifitas penelitian dan Informed Consent ... 43

3. Persetujuan komite etik tentang pelaksanaan penelitian ... 45

4. Status Penelitian ... 46

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1: Karakteristik Populasi Penelitian ... 26

Tabel 2: Hasil Pemeriksaan Penyaring Hemostasis... 28

Tabel 3: Gambaran Kejadian Hiperkoagulasi... 29

(12)

DAFTAR SINGKATAN

UKD : Ulkus Kaki Diabetika

ADP : Adenosine Diphosphate

ATP : Adenosine Triphosphate

KGD : Kadar Gula Darah

AMP : Adenosine Monophosphate

PDGF : Platelet Derived Growth Factor

HMWK : High Molecular Weight Kininogen

PK : Pre Kallikrein

TF : Tissue Factor

PF : Platelet Factor

t-PA : Tissue Plasminogen Activator

u-PA : Urokinase Plaminogen Activator

FDP : Fibrin Degradation Product

AT : Anti Trombin

vWF : von Willebrand Factor

PAI-1 : Plasminogen Activator Inhibitor-1

NO : Nitric Oxide

TAT : Trombin Anti Trombin

F1+2 : Prothrombin Activation Fragmen 1+2

SIRS : Systemic Inflammatory Response Syndrome

DIC : Disseminated Intravascular Coagulation

APTT : Activated Partial Thromboplastin Time

PT : Prothrombin Time

(13)

Abstrak

Hiperkoagulasi Pada Penderita Ulkus Kaki Diabetika

Suhartono, Dairion Gatot

Divisi Hematologi dan Onkologi Medik Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

RSUP. H. Adam Malik / RSU Dr. Pirngadi Kota Medan.

Latar belakang : Trombosis merupakan salah satu penyebab meningkatnya angka kesakitan, kecacatan dan kematian pada penderita ulkus kaki diabetika. Pengobatan yang diberikan setelah terjadi manifestasi trombosis sering memberikan hasil yang mengecewakan. Mengenali secara dini keadaan hiperkoagulsi sebagai faktor resiko yang mendasari terjadinya trombosis dapat dilakukan untuk mencegah dan mengurangi kejadian trombosis.

Tujuan : Untuk mengetahui kejadian hiperkoagulasi pada penderita ulkus kaki diabetika dan membandingkannya dengan penderita diabetes melitus tanpa ulkus kaki diabetika.

Bahan dan Cara : Penelitian ini dilakukan secara potong lintang. Subjek penelitian terdiri dari 37 penderita ulkus kaki diabetika dan 10 penderita diabetes melitus tanpa ulkus kaki diabetika sebagai kontrol. Pada seluruh subjek penelitian dilakukan pemeriksaan penyaring hemostasis yang terdiri dari masa protrombin plasma (PPT), masa tromboplastin parsial teraktivasi (aPTT), kadar fibrinogen dan D-dimer.

Hasil : Pada kelompok ulkus kaki diabetika didapatkan perubahan hemostasis dengan kategori hiperkoagulasi berupa peningkatan kadar D-dimer (94,5%), pemendekan aPTT (27%), peningkatan kadar fibrinogen (18,9%) dan pemendekan PT (10,8%), sedangkan pada kelompok kontrol berupa pemendekan aPTT (20%) dan peningkatan kadar D-dimer (30%). Kejadian hiperkoagulasi pada kelompok ulkus kaki diabetika dan kelompok kontrol masing-masing sebesar 65% dan 30%, secara statistik hasil ini berbeda bermakna (p : 0,04). Didapatkan adanya keadaan hiperkoagulasi pada subjek ulkus kaki diabetika dengan manifestasi gangren dan tanpa manifestasi gangren masing-masing sebanyak 100% dan 94%, sedangkan 51,4% subjek ulkus kaki diabetika yang mengalami hiperkoagulasi tidak didapatkan adanya manifestasi klinis. Kesimpulan : Adanya kecenderungan peningkatan kejadian hiperkoagulasi pada penderita ulkus kaki diabetika. Hiperkoagulasi meningkatkan resiko untuk terjadinya gangren pada penderita ulkus kaki diabetika. Hanya sebagian penderita ulkus kaki diabetika dengan hiperkoagulasi yang memiliki manifestasi klinis. Pemberian obat antiagregasi platelet belum adekuat untuk mencegah terjadinya hiperkoagulasi pada penderita ulkus kaki diabetika.

(14)

B A B I

P E N D A H U L U A N

Berbagai penelitian eksperimental dan observasional telah membuktikan

bahwa hiperglikemia, hiperinsulinemia dan resistensi insulin yang terjadi secara

berkepanjangan dapat meningkatkan aktivitas koagulasi dan mengurangi aktivitas

antikoagulasi dari sistem hemostasis. Perubahan keseimbangan hemostasis ini

menyebabkan penderita diabetes melitus berada dalam keadaan hiperkoagulasi.1,2.

Virchow (1845) menyatakan bahwa perubahan daya beku darah menjadi salah

satu faktor utama yang berperan dalam patofisiologi terjadinya trombosis. Darah

yang mengalami hiperkoagulasi cenderung lebih mudah membeku bila mendapat

stimulus koagulasi dan bekuan yang terbentuk akan lebih sulit untuk dilarutkan.3, 4.

Trombosis adalah suatu keadaan dimana terjadi pembentukan massa abnormal

yang berasal dari komponen-komponen darah di dalam sistem peredaran darah.

Trombosis yang terjadi pada arteri akan mengakibatkan terganggunya aliran darah

yang membawa suplai oksigen dan nutrisi ke jaringan yang berada pada bagian distal

tempat terjadinya trombosis. Gangguan perfusi ini akan menyebabkan kerusakan dan

kematian jaringan.5, 6.

Trombosis hingga saat ini masih menjadi salah satu penyebab kecacatan dan

(15)

darah yang memberikan suplai darah ke daerah luka akan menghambat proses

penyembuhan luka dan menyebabkan terjadinya gangren.7

Sekitar 50 - 70% amputasi pada penderita ulkus kaki diabetika disebabkan

oleh adanya manifestasi gangren dan 6 – 30% pasien yang pernah mengalami

amputasi akan mengalami re-amputasi dalam waktu 1 – 3 tahun setelah amputasi

pertama Diantara penderita yang telah mengalami amputasi, sebanyak 11 - 41% akan

meninggal dalam setahun setelah amputasi, 20 – 50% setelah 3 tahun pasca amputasi

dan 39 - 68 % setelah 5 tahun pasca amputasi. 8, 10, 11.

Pengobatan yang diberikan setelah munculnya manifestasi klinis dari

trombosis sering memberikan hasil yang mengecewakan dalam pengelolaan ulkus

kaki diabetika. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya untuk mencegah dan

mengurangi kejadian trombosis dengan mengenali secara dini faktor resiko yang

mendasari terjadinya proses trombosis.11

Keadaan hiperkoagulasi sebagai faktor resiko yang mempermudah dan

memperberat proses trombosis dapat diketahui melalui pemeriksaan laboratorium

terhadap beberapa parameter yang mengambarkan faal hemostasis. Dengan

mengetahui adanya keadaan hiperkoagulasi maka dapat dilakukan berbagai upaya

pencegahan dan pengobatan terhadap kemungkinan terjadinya trombosis melalui

pemberian antikoagulan dan anti agregasi trombosit.12,13.

Kalani dkk dalam penelitiannya pada penderita ulkus kaki diabetika kronik di

(16)

terbentuk dengan fungsi hemostasis. Pada kelompok penderita yang mendapat

dalteparin dan aspirin dijumpai perbaikan fungsi mikrosirkulasi kulit dan angka

amputasi yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok yang memperoleh

aspirin dan plasebo.14, 15.

Pada saat ini upaya untuk mencegah terjadinya trombosis dalam pengelolaan

ulkus kaki diabetik dilakukan dengan pemberian anti agregasi trombosit seperti

aspirin, clopidogrel dan cilostazol. Strategi ini menunjukkan bahwa keadaan

hiperkoagulasi sebagai faktor resiko terhadap kejadian trombosis masih belum

mendapat perhatian yang optimal dalam pengelolaan ulkus kaki diabetik.10, 11.

Dalam penelesuran kepustakaan yang dilakukan penulis terhadap berbagai

tulisan tentang ulkus kaki diabetika yang telah dipublikasi ternyata masih sangat

sedikit tulisan yang berhubungan dengan masalah hiperkoagulasi pada penderita

(17)

B A B II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Mekanisme Hemostasis

Hemostasis merupakan suatu mekanisme tubuh yang amat penting untuk

menghentikan perdarahan secara spontan dan mempertahankan darah tetap dalam

kondisi cair di dalam pembuluh darah. Kelangsungan dari fungsi hemostasis ini

sangat bergantung pada keseimbangan antara aktivitas koagulasi dan antikoagulasi

yang dihasilkan oleh interaksi yang terintegrasi dari endotel pembuluh darah,

trombosit, protein pembekuan darah, protein antikoagulasi dan enzim fibrinolisis.16.

Pembuluh darah yang normal dilapisi oleh sel endotel. Dalam keadaan yang

utuh sel endotel bersifat antikoagulan dengan menghasilkan inhibitor trombosit

(nitrogen oksida, prostasiklin, ADPase), inhibitor bekuan darah/lisis (heparan, tissue

plasminogen activator, urokinase plasminogen aktivator, trombomodulin, inhibitor

jalur faktor jaringan). Sel endotel ini dapat terkelupas oleh berbagai rangsangan

seperti asidosis, hipoksia, endotoksin, oksidan, sitokin dan shear stress. Endotel

pembuluh darah yang tidak utuh akan menyebabkan vasokonstriksi lokal,

menghasilkan faktor koagulasi (tromboplastin, faktor von Willebrand, aktivator dan

inhibitor protein C, inhibitor aktivator plasminogen tipe 1), terbukanya jaringan ikat

subendotel (serat kolagen, serat elastin dan membran basalis) yang menyebabkan

(18)

Trombosit dalam proses hemostasis berperan sebagai penambal kebocoran

dalam sistem sirkulasi dengan membentuk sumbat trombosit pada daerah yang

mengalami kerusakan. Agar dapat membentuk suatu sumbat trombosit maka

trombosit harus mengalami beberapa tahap reaksi yaitu aktivasi trombosit, adhesi

trombosit pada daerah yang mengalami kerusakan, aggregasi trombosit dan reaksi

degranulasi. Trombosit akan teraktivasi jika terpapar dengan berbagai protein

prokoagulan yang dihasilkan oleh sel endotel yang rusak. Adhesi trombosit pada

jaringan ikat subendotel terjadi melalui interaksi antara reseptor glikoprotein

membran trombosit dengan protein subendotel terutama faktor von Willebrand

sedangkan aggregasi trombosit terjadi melalui interaksi antar reseptor trombosit

dengan fibrinogen sebagai mediator. Pada reaksi degranulasi trombosit akan

melepaskan berbagai senyawa yang terdapat dalam granul sitoplasma trombosit

(serotonin, katekolamin, histamin, ADP, ATP, siklik AMP, ion kalsium dan kalium,

faktor trombosit 3 dan 4, B-tromboglobulin, PDGF, plasminogen, fibrinogen, protein

plasma, tromboksan A2). Senyawa-senyawa ini akan menstimulasi aktivasi dan

aggregasi trombosit lebih lanjut hingga menghasilkan sumbat trombosit yang stabil,

mengaktifkan membran fosfolipid dan memfasilitasi pembentukan komplek protein

koagulasi yang terjadi secara berurutan.2,16.

Proses pembekuan darah terdiri dari serangkaian reaksi enzimatik yang

melibatkan protein plasma yang disebut sebagai faktor pembekuan darah, fosfolipid

(19)

diubah menjadi enzim bila diaktifkan. Enzim ini akan mengubah prekursor

selanjutnya untuk menjadi enzim. Jadi mula-mula faktor pembekuan darah bertindak

sebagai substrat dan kemudian sebagai enzim. Proses pembekuan darah dimulai

melalui dua jalur yaitu jalur intrinsik yang dicetuskan oleh adanya kontak faktor

pembekuan dengan permukaan asing yang bermuatan negatif dan melibatkan F.XII,

F.XI, F.IX, F.VIII, HMKW, PK, PF.3 dan ion kalsium, serta jalur ekstrinsik yang

dicetuskan oleh tromboplastin jaringan dan melibatkan F.VII, ion kalsium. Kedua

jalur ini kemudian akan bergabung menjadi jalur bersama yang melibatkan F.X, F.V,

PF-3, protrombin dan fibrinogen. Rangkaian reaksi koagulasi ini akan membentuk

trombin dan mengubah fibrinogen menjadi benang-benang fibrin yang tidak larut.

Fibrin sebagai hasil akhir dari proses pembekuan darah akan menstabilkan sumbatan

trombosit.16,17

Pembekuan darah merupakan suatu proses autokatalitik dimana sejumlah

kecil enzim yang terbentuk pada tiap reaksi akan menimbulkan enzim dalam jumlah

besar pada reaksi selanjutnya. Oleh karena itu perlu ada mekanisme kontrol untuk

mencegah aktivasi dan pemakaian faktor pembekuan darah secara berlebihan yaitu

aliran darah, mekanisme pembersihan seluler dan inhibitor alamiah. Aliran darah

berperan dengan menghilangkan dan mengencerkan faktor pembekuan darah yang

aktif dari tempat luka yang selanjutnya faktor pembekuan darah yang aktif ini akan

dibersihkan dari sirkulasi darah oleh hati. Dalam keadaan normal plasma darah

(20)

disebut sebagai inhibitor seperti antitrombin, alfa 2 makroglobulin, alfa 1 antitripsin,

C1 esterase inhibitor, protein C dan S. Inhibitor ini berfungsi untuk membatasi reaksi

koagulasi agar tidak berlangsung secara berlebihan sehingga pembentukan fibrin

hanya terbatas disekitar daerah yang mengalami cedera. Antitrombin akan

menghambat aktivitas trombin, F.XIIa, F.XIa, F.Xa, F.IXa, F.VIIa, plasmin dan

kalikrein. Protein C yang diaktifkan oleh trombin dengan kofaktor trombomodulin

akan memecah F.Va dan F.VIIIa menjadi bentuk yang tidak aktif dengan adanya

kofaktor protein S. Alfa 1 antitripsin akan berperan dalam menginaktifkan trombin,

F.XIa, kalikrein dan HMWK. C1 inhibitor akan menghambat komponen pertama dari

sistem komplemen, F.XIIa, F.XIa dan kalikrein.2,5.

Untuk membatasi dan selanjutnya mengeliminasi bekuan darah maka sistem

fibrinolisis mulai bekerja sesaat setelah terbentuknya bekuan fibrin. Deposisi fibrin

akan merangsang aktivasi plasminogen menjadi plasmin oleh aktivator plasminogen

seperti tissue plasminogen aktivator (t-PA), urokinase plasminogen aktivator (u-PA),

F.XIIa dan kallikrein. Plasmin yang terbentuk akan memecah fibrinogen dan fibrin

menjadi fibrinogen degradation product (FDP). Dengan proses ini fibrin yang tidak

diperlukan dilarutkan sehingga hambatan terhadap aliran darah dapat dicegah. Untuk

menghindari terjadinya aktivitas fibrinolisis yang berlebihan, tubuh mempunyai

mekanisme kontrol berupa inhibitor aktivator plasminogen (PAI-1) yang akan

menginaktivasi t-PA maupun u-PA, dan alfa 2 antiplasmin yang akan menetralkan

(21)

Adanya defek pada salah satu atau beberapa komponen yang berperan dalam

proses hemostasis ini akan menganggu keseimbangan hemostasis dan menimbulkan

masalah mulai dari perdarahan yang sulit diatasi setelah terjadinya luka sampai

pembekuan darah yang tidak pada tempatnya dalam pembuluh darah.17

2.2. Patofisiologi Trombosis

Trombosis adalah pembentukan suatu massa abnormal di dalam sistem

peredaran darah yang berasal dari komponen-komponen darah. Trombosis terjadi

karena adanya ketidakseimbangan antara faktor trombogenik dengan mekanisme

proteksi sebagai akibat dari meningkatnya stimulus trombogenik atau penurunan

mekanisme proteksi. Ada 3 hal yang menjadi penyebab timbulnya trombosis yaitu

kelainan endotel pembuluh darah, perubahan aliran darah yang melambat/stasis dan

perubahan daya beku darah/hiperkoagulasi.3,17,18.

Sel endotel pembuluh darah yang utuh akan melepaskan berbagai senyawa

yang bersifat antitrombotik untuk mencegah trombosit menempel pada

permukaannya. Sifat non trombogenik ini akan hilang bila endotel mengalami

kerusakan/terkelupas karena berkurangnya produksi senyawa antitrombotik dan

meningkatnya produksi senyawa protrombotik. Berbagai senyawa protrombotik yang

dilepaskan ini akan mengaktifkan sistem pembekuan darah dan menyebabkan

menurunnya aktifitas fibrinolisis sehingga meningkatkan kecenderungan untuk terjadi

trombosis. Bila kerusakan endotel terjadi sekali dan dalam waktu singkat, maka

(22)

dan intima menjadi tipis kembali. Bila kerusakan endotel terjadi berulang-ulang dan

berlangsung lama, maka proliferasi sel otot polos dan penumpukan jaringan ikat serta

lipid berlangsung terus sehingga dinding arteri akan menebal dan terbentuk bercak

aterosklerosis. Bila bercak aterosklerotik ini robek maka jaringan yang bersifat

trombogenik akan terpapar dan terjadi pembentukan trombus.17, 18

Aliran darah yang melambat bahkan stasis akan mengakibatkan gangguan

pembersih faktor koagulasi aktif, mencegah bercampurnya faktor koagulasi aktif

dengan penghambatnya, mencegah faktor koagulasi aktif dilarutkan oleh darah yang

tidak aktif. Keadaan ini akan mengakibatkan terjadinya akumulasi faktor-faktor

pembekuan yang aktif dan dapat merusak dinding pembuluh darah. Perubahan aliran

darah ini dapat diakibatkan oleh imobilisasi, obstruksi vena dan meningkatnya

viskositas darah.17, 20.

Dalam keadaan normal terdapat keseimbangan antara proses aktivasi dan

inhibisi sistem pembekuan darah. Kecenderungan trombosis timbul bila aktivasi

sistem pembekuan meningkat dan atau aktivitas inhibisi sistem pembekuan menurun.

Menurut beberapa peneliti, darah penderita trombosis lebih cepat membeku

dibandingkan orang normal dan pada penderita-penderita tersebut dijumpai

peningkatan kadar berbagai faktor pembekuan terutama fibrinogen, F.V, VII, VIII

dan X. Menurut Schafer penyebab lain yang dapat menimbulkan kecenderungan

trombosis yaitu defisiensi AT, defisiensi protein C, defisiensi protein S,

(23)

2.3. Gangguan Hemostasis pada Ulkus Kaki Diabetika

Hiperglikemia, resistensi insulin dan peningkatan asam lemak bebas yang

dialami penderita diabetes melitus secara berkepanjangan akan meningkatkan

aktivitas jalur sorbitol, sintesis advance glycosilation end products, produksi radikal

bebas oksidatif, aktivasi protein kinase C (PKC) dan pelepasan sitokin oleh jaringan

adiposa. Aktivasi bebagai jalur seluler ini akan menimbulkan gangguan faal atau

kerusakan pada endotel pembuluh darah. Perubahan fungsi endotel pada penderita

diabetes melitus telah banyak dibuktikan baik secara invivo maupun invitro. Pada sel

endotel yang mengalami disfungsi akan terjadi peningkatan produksi berbagai

senyawa yang bersifat protrombotik dan vasokonstriksi seperti tissue factors (TF),

faktor von Willebrand (vWF), faktor aktivasi platelet (PAF), endotelin, tromboksan

A2, PAI-1, dan penurunan produksi berbagai senyawa yang bersifat antitrombotik

dan vasodilatasi seperti nitrogen oksida (NO), prostasiklin, ADPase, trombomodulin,

heparin sulfat dan aktivator plasminogen.21, 22, 23.

Keadaan hiperglikemia yang lama telah terbukti dapat menimbulkan berbagai

perubahan pada trombosit, seperti penurunan fluiditas membran, meningkatnya

aktivitas Ca2+ ATPase, berkurangnya aktivitas Na+/K+ ATPase, menurunnya turnover

phosphoinositoside, meningkatnya aktivitas cGMP phosphodiesterase, meningkatnya

produksi TxA2, meningkatnya metabolisme asam arachidonat, menurunnya aktivitas

antiagregasi dari insulin dan HDL, meningkatnya respon agregasi terhadap LDL,

(24)

ADP, vW, Ia/IIa), ukuran trombosit menjadi lebih besar dan immatur, menurunnya

sintesa nitrit oksida dan prostasiklin, meningkatkan pelepasan protein granular

(P-selectin, PAI-1, PF-4, PDGF, β-thromboglobulin). Berbagai perubahan yang terjadi

ini menyebabkan berkurangnya inhibitor endogen dan memacu peningkatan aktivasi

trombosit secara instrinsik sehingga trombosit penderita diabetes melitus menjadi

lebih sensitif terhadap rangsangan adhesi dan aggregrasi. Adanya beberapa

perubahan pada lingkungan luar trombosit seperti meningkatnya vWF, fibrinogen,

dan oksidasi/glikasi LDL, dan berkurangnya sintesa prostasiklin dan nitrit oksida oleh

endotel, meningkatnya interaksi dengan pembuluh darah akan memperkuat keadaan

hiperaktivitas trombosit.24,25,26.

Berbagai penelitian yang dilakukan pada penderita diabetes melitus

melaporkan peningkatan kadar dari berbagai faktor pembekuan darah yang berperan

pada jalur intrinsik (kallikrein, vWF, F.VIII, F.IX, F.XII), maupun yang berperan

pada jalur ekstrinsik (TF dan F.VII).27

Meningkatnya Kadar F.VIIa, F.VIIc dan F.VIIIc, prothrombin activation

fragmen 1+2 (F1+2) dan thrombin-antithrombin complexes (TAT) pada individu

sehat yang terpapar dengan keadaan hiperglikemia selama beberapa jam

menunjukkan bahwa keadaan hiperglikemia yang berkepanjangan akan merangsang

aktivasi sistem koagulasi. 28,29.

Bolaman dkk, mendapatkan aktivitas antikoagulan alamiah (antitrombin III,

(25)

dibandingkan dengan individu sehat. Menurunnya aktivitas antitrombin III akan

meningkatkan aktivitas dari trombin dan menurunnya aktivitas protein C dan S) akan

meningkatkan aktivitas faktor V dan VIII.30,31.

Stegenga dkk. dalam penelitiannya terhadap individu sehat yang dibuat

terpapar dengan keadaan hiperglikemia dan hiperinsulinemia mendapatkan bahwa

hiperinsulinemia yang berlangsung secara lama an akan menyebabkan meningkatnya

kadar dan aktivitas dari PAI-1, dan menurunnya aktivitas dari plasma plasminogen

aktivator (tPA). Perubahan ini menypeebabkan berkurangnya aktivitas fibrinolisis.33

Fibrinogen yang mengalami glikosilasi akan membentuk bekuan fibrin yang

memiliki pori-pori yang lebih kecil dan terdiri dari serabut-serabut fibrin dengan

berdiameter kecil, yang lebih resisten terhadap degradasi oleh plasmin. Keadaan ini

membuat bekuan yang terbentuk menjadi lebih sulit dan butuh waktu yang lebih lama

untuk dilarutkan.27,28,34,35.

Berbagai penelitian eksperimental dan observasional diatas menunjukkan

bahwa perubahan metabolisme yang terjadi pada penderita diabetes melitus dapat

menimbulkan keadaaan hiperkoagulasi.

Salah satu manifestasi klinis yang terkait dengan keadaan hiperkoagulasi dan

trombosis pada penderita diabetes melitus berupa gangren kaki diabetika. Banyak

kasus kaki diabetika dengan manifestasi gangren harus berakhir dengan amputasi dan

berdasarkan studi deskriptif dilaporkan bahwa 6 – 30% pasien yang pernah

(26)

setalah amputasi pertama. Sekitar 14,3 % penderita gangren kaki diabetika akan

meninggal dalam setahun setelah amputasi dan sekitar 37% akan meninggal dalam 3

tahun setelah amputasi.11,12.

Mardi dkk (2004) mendapatkan adanya manifestasi gangren pada 71,2%

penderita ulkus kaki diabetik yang menjalani perawatan di RSUD Koja Jakarta Utara

dari Januari 1999 – Desember 2004.37

Tseng dalam suatu survei yang dilakukannya terhadap populasi kaki diabetes

di Taiwan mendapatkan 26,9% penderita ulkus kaki diabetik akhirnya berkembang

menjadi gangren dan sekitar 50 - 70% amputasi pada ulkus kaki diabetik disebabkan

oleh adanya manifestasi jaringan gangren.8

Mayfield dkk (1998) mendapatkan adanya manifestasi gangren pada 18,2%

veteran yang menjalani perawatan di seluruh rumah sakit AS karena menderita

ulkus kaki diabetika dan sekitar 50,5% tindakan amputasi yang dilakukan pada

penderita ulkus kaki diabetika tersebut berkaitan dengan adanya manifestasi

gangren.9

Manifestasi gangren terjadi karena adanya trombosis pada pembuluh darah

arteri yang memberikan suplai darah ke daerah luka. Trombosis yang terjadi akan

menghambat aliran darah yang mengangkut zat makanan, oksigen dan obat-obatan ke

daerah luka sehingga menimbulkan kematian jaringan dan mempermudah

(27)

Proses trombosis yang terjadi tersebut dimulai oleh kerusakan dinding

pembuluh darah yang selanjutnya memicu aktivasi sistem pembekuan darah secara

berlebihan dan berkepanjangan. Kerusakan dinding pembuluh darah pada penderita

ulkus kaki diabetika dapat disebabkan oleh erosi atau koyaknya plak arterosklerosis

yang terdapat pada pembuluh darah arteri yang mendarahi daerah luka. 38,39,40.

Santos dkk. menemukan 72,9% pasien ulkus kaki diabetika yang mengalami

amputasi minor dan 90,2% pasien ulkus kaki diabetika yang mengalami amputasi

mayor terkait dengan adanya manifestasi gangren. Sekitar 66,7% pasien gangren kaki

diabetik yang menjalani amputasi mayor dan 27,1% pasien yang menjalani amputasi

minor terkait dengan riwayat penyakit arteri perifer.41

Dalam penelitian yang dilakukan Moulik dkk. terhadap penderita ulkus kaki

diabetika yang baru terjadi dengan durasi < 1 bulan, mendapatkan 41% diantaranya

menderita penyakit pembuluh darah perifer, dan pada 59% penderita ulkus kaki

diabetika yang mengalami amputasi didapatkan adanya penyakit pembuluh darah

perifer. 42

Beberapa keadaaan yang terdapat pada penderita ulkus kaki diabetika seperti

neuropati dan gangguan fungsi imunitas menjadikan luka ulkus kaki diabetika

sebagai daerah yang sangat baik untuk pertumbuhan kuman. Infeksi pada daerah luka

ini bila tidak terkendali dengan baik akan menyebabkan terjadinya edema pada

(28)

telapak kaki. Keadaan ini dapat menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah dan

menyebabkan trombosis.38,39,43.

Anandi, dkk. mendapatkan infeksi polimikrobial pada luka gangren kaki

diabetika, dan hasil kultur menunjukkan adanya pertumbuhan 2 jenis kuman pada

41% sampel dan lebih dari 2 jenis kuman pada 59% sampel.44

2.4. Pemeriksaan Penyaring Hemostasis

Adanya gangguan hemostasis dapat diketahui dengan melakukan beberapa

pemeriksaan laborotorium yang dapat mengevaluasi aktivitas koagulasi dan aktivitas

fibrinolisis. Pemeriksaan yang secara rutin dapat dilakukan antara lain : plasma

prothrombin time, activated partial thromboplastin time, thrombine time dan kadar

D-Dimer.

Masa prothrombin plasma (PT) digunakan untuk menguji pembekuan darah

melalui jalur ekstrinsik dan jalur bersama yang melibatkan faktor pembekuan VII, X,

V, protrombin dan fibrinogen. Pemeriksaan ini adalah mengukur lamanya terbentuk

bekuan bila ke dalam plasma yang diinkubasi pada suhu 37o ditambahkan reagan

tromboplastin jaringan dan kalsium. Nilai normal dari pemeriksaan ini berkisar antara

11-15 detik.

Masa thromboplastin parsial teraktivasi (apTT) digunakan untuk menguji

pembekuan darah melalui jalur intrinsik dan jalur bersama yang melibatkan faktor

XII, prekalikrein, kininogen, faktor XI, IX, VIII, X, V, protrombin dan fibrinogen.

(29)

plasma ditambahkan reagen tromboplastin parsial dan aktivator serta ion kalsium

pada suhu 37oC. Reagen tromboplastin parsial adalah fosfolipid sebagai pengganti

PF-3. Nilai normal dari pemeriksaan in berkisar antara 20 – 40 detik.

Masa trombin digunakan untuk menguji perubahan fibrinogen menjadi fibrin.

Prinsip pemeriksaan ini adalah mengukur lama terbentuk nya bekuan pada suhu 37oC

bila ke dalam plasma ditambahkan reagen trombin. Nilai normal dari pemeriksaan ini

berkisar antara 16 – 20 detik.

D-Dimer merupakan suatu protein yang dilepaskan kedalam sirkulasi selama

proses penghancuran bekuan fibrin. D-Dimer digunakan untuk mendeteksi cross

linked fibrin dari fragmen protein yang dihasilkan oleh aktivitas proteolitik plasmin

terhadap fibrin atau fibrinogen. Kadar D-dimer normal < 500 ng/dl. Meningkatnya

(30)

B A B III

PENELITIAN SENDIRI

3.1. Latar Belakang

Dalam keadaan normal darah senantiasa berada di dalam pembuluh darah dan

berbentuk cair. Keadaan ini dapat diperoleh bila terdapat keseimbangan antara

aktivitas koagulasi dengan aktivitas fibrinolisis pada sistem hemostasis yang

melibatkan endotel pembuluh darah, trombosit, protein pembekuan, protein

antikoagulan dan enzim fibrinolisis. Terjadinya defek pada salah satu atau beberapa

komponen ini akan menyebabkan terjadinya gangguan keseimbangan hemostasis dan

menimbulkan komplikasi perdarahan atau trombosis.2

Dalam berbagai penelitian diketahui bahwa pada penderita diabetes melitus

terdapat keadaan hiperkoagulasi karena hiperglikemia, hiperinsulinemia dan

resistensi insulin yang terjadi pada penderita diabetes melitus dapat memicu

terjadinya perubahan pada komponen-komponen yang berperan dalam faal

hemostasis sehingga menyebabkan terjadinya peningkatkan aktivitas koagulasi

dengan penurunan aktivitas fibrinolisis. Abnormalitas hemostasis yang muncul ini

akan mempermudah terjadinya aktivasi proses hemostasis dan menyebabkan respon

koagulasi yang terjadi berlangsung secara berlebihan. Adanya keadaan

hiperkoagulasi ini akan menyebabkan penyandang diabetes melitus memiliki

kecenderungan yang meningkat untuk mengalami trombosis dibandingkan dengan

(31)

diabetes melitus terkait dengan trombosis pada pembuluh darah jantung, otak dan

kaki dengan manifestasi klinik berupa infark miokard, stroke dan gangren kaki

diabetik.25,27,28.

Trombosis menjadi salah satu penyulit yang meningkatkan angka morbiditas

dan mortalitas dalam pengelolaan komplikasi ulkus kaki diabetik. Pembuluh darah

pada daerah ekstremitas bawah bagian distal merupakan salah satu daerah yang

sering mengalami trombosis pada penderita diabetes melitus. Terjadinya trombosis

akan menganggu suplai darah ke daerah luka sehingga akan menghambat proses

penyembuhan luka dan menyebabkan terjadinya gangren. Mardi dkk (2004)

mendapatkan ulkus kaki diabetik sebanyak 28,4% dari penderita kaki diabetik yang

menjalani perawatan di RSUD Koja Jakarta Utara dari tahun 1999 – 2004, dimana

sebanyak 72,1% diantaranya telah terjadi gangren. Sedangkan Tseng (2003) dalam

survei yang dilakukan pada populasi kaki diabetes di Taiwan menemukan 26,9%

ulkus kaki diabetik akhirnya berkembang menjadi gangren. Sekitar 50 - 70%

amputasi pada ulkus kaki diabetik disebabkan oleh adanya gangren. Sebanyak

11-41% akan meninggal dalam setahun setelah mengalami amputasi, 20–50% setelah 3

tahun pasca amputasi dan 39-68 % setelah 5 tahun pasca amputasi.6,8,11,37.

Salah satu upaya untuk mengurangi kecacatan dan kematian akibat ulkus kaki

diabetik dapat dilakukan dengan mencegah terjadinya trombosis pada pembuluh

darah yang memberikan suplai darah ke daerah luka. Keadaan Hiperkoagulasi

(32)

diketahui melalui pemeriksaan laboratorium terhadap beberapa parameter fungsi

hemostasis. Dengan mengetahui adanya keadaan Hiperkoagulasi maka dapat

dilakukan upaya pencegahan dan pengobatan terhadap kemungkinan terjadinya

trombosis melalui pemberian antikoagulan dan anti aggregasi trombosit.10,17.

Pada saat ini upaya untuk mencegah terjadinya trombosis dalam pengelolaan

ulkus kaki diabetik dilakukan dengan pemberian anti agregasi trombosit seperti

aspirin, clopidogrel dan cilostazol. Strategi ini menunjukkan bahwa keadaan

hiperkoagulasi sebagai faktor resiko terhadap kejadian trombosis masih belum

mendapat perhatian dalam upaya pengelolaan ulkus kaki diabetik.11

Kalani dkk (2003) dalam penelitiannya pada penderita ulkus kaki diabetik

kronik dengan PAD di Swedia, menjumpai adanya peningkatan kadar dari beberapa

parameter hemostasis yang menunjukkan terjadinya hiperkoagulasi dan mendapatkan

adanya hubungan antara kepadatan struktur gel fibrin yang terbentuk dengan fungsi

hemostasis. Pada kelompok penderita yang mendapat pemberian dalteparin dan

aspirin dijumpai perbaikan fungsi mikrosirkulasi kulit dan angka amputasi yang lebih

rendah dibandingkan dengan kelompok yang memperoleh aspirin dan plasebo.14,15

Data mengenai hiperkoagulasi pada penderita ulkus kaki diabetik sampai saat

ini sepengetahuan penulis belum ada di Indonesia, khususnya di Medan. Oleh karena

itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai status hemostasis pada

(33)

3.2. Perumusan masalah

Apakah terdapat peningkatan hiperkoagulasi pada penderita ulkus kaki diabetik

dibanding kontrol (penderita diabetes melitus tanpa ulkus kaki).

3.3. Hipotesa Penelitian

Terdapat peningkatan hiperkoagulasi pada penderita ulkus kaki diabetik

dibanding kontrol.

3.4. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui adanya peningkatan hiperkoagulasi pada penderita ulkus

kaki diabetik.dibanding penderita diabetes melitus tanpa ulkus kaki.

3.5. Manfaat Penelitian

Untuk memperoleh data tentang hiperkoagulasi pada penderita ulkus kaki

diabetik, sehingga dapat meningkatkan kewaspadaan terhadap resiko terjadinya

trombosis dalam pengelolaan ulkus kaki diabetik.

Dapat menjadi panduan untuk meningkatkan modalitas pengobatan dalam

mencegah terjadinya trombosis pada penderita ulkus kaki diabetika.

Sebagai data dasar bagi penelitian-penelitian selanjutnya terhadap upaya

(34)

3.6. Kerangka Konsepsional

Hiperkoagulasi

Ulkus Kaki Diabetik ( + ) Melitus

Diabetes

Ulkus Kaki Diabetik ( - )

3.7. Bahan dan Cara

1. Desain:

Penelitian bersifat deskriptif analitik dengan metode pengumpulan data

dilakukan secara potong lintang.

2. Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan pada bulan Mei 2008 - Juli 2008 atau sampai jumlah

sampel memenuhi target di RSUP. H. Adam Malik Medan dan RSU Dr.

Pirngadi Kota Medan serta beberapa rumah sakit swasta yang ada di

sekitarnya.

3. Populasi dan sampel

Semua penderita DM tipe 2 dan penderita ulkus kaki diabetik yang

menjalani perawatan di RSU Dr.Pirngadi Kota Medan, RSUP H.Adam

(35)

4. Besar Sampel 45

Perkiraan besar sampel ditentukan dengan memakai rumus :

Dimana :

zα = nilai normal berdasarkan α = 0,05 dan zα = 1,96

P = prevalensi ulkus kaki diabetik = 0,28.

Q = 1 – 0,28 = 0,72

d = besarnya penyimpangan yang dapat ditolerir, ditentukan 20% (Z α)2 PQ

Untuk kontrol ditetapkan sebanyak 10 orang.

5. Kreteria inklusi dan eksklusi

A. Inklusi :

1. Penderita DM tipe 2 dengan ulkus pada kaki.

2. Penderita DM tipe 2 tanpa ulkus di kaki sebagai kontrol

3. Bersedia mengikuti penelitian.

B. Eksklusi

1. Sedang menggunakan antikoagulan

2. Menggalami gangguan fungsi hati atau fungsi ginjal

(36)

4. Riwayat operasi besar < 3 bulan

5. Sedang dalam kehamilan atau menderita penyakit keganasan

6. Cara kerja

- Seluruh subjek penelitian dimintakan persetujuan secara tertulis tentang

kesediaan mengikuti penelitian (informed consent).

- Dicatat data demografi dan data klinis subjek penelitian.

- Dilakukan pengambilan sampel darah setelah subjek penelitian

menjalani puasa 8-10 jam untuk pemeriksaan penyaring hemostasis

meliputi masa protrombin, masa tromboplastin parsial teraktivasi, kadar

fibrinogen dan D-dimer.

3.8. Analisa Data

- Data kuantitatif ditampilkan dalam bentuk mean ± SD

- Data kategorikal ditampilkan dalam bentuk jumlah dan persentase

- Uji Chi-Square digunakan untuk perbandingan data kategorikal

- Uji t tidak berpasangan digunakan pada perbandingan data parametrik

- Hasil analisa statistik memiliki kemaknaan jika nilai p < 0,05

- Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program SPSS.

3.9. Definisi operasional

a. DM tipe 2 :

Keluhan klasik diabetes + KGD sewaktu ≥ 200 mg/dl atau KGD puasa ≥

(37)

- Dalam 2 masa pemeriksaan : KGD sewaktu ≥ 200 mg/dl atau KGD puasa

≥ 126 mg/dl.

b. Ulkus kaki diabetik :

Adanya manifestasi ulkus pada kaki penderita DM tipe 2.

c. Derajat keparahan ulkus kaki diabetik menurut Wagner 10

Grade 1 : ulkus superfisial tanpa terlibat jaringan dibawah kulit

Grade 2 : ulkus dalam tanpa terlibat tulang / pembentukan abses.

Grade 3 : ulkus dalam dengan selulitis/abses atau osteomielitis

Grade 4 : gangren lokal

Grade 5 : gangren luas / melibatkan keseluruhan kaki

d. Pemeriksaan penyaring hemostasis 13

Pemeriksaan laboratorium : aPTT, PT, kadar fibrinogen dan D-dimer.

e. Hiperkoagulasi46

Bila satu atau lebih dari hasil pemeriksaan hemostasis dengan nilai :

Rasio aPTT < 0,8 x nilai kontrol, rasio PT < 0,8 x kontrol, INR < 0,9, kadar

D-dimer > 500 ng/dl, kadar fibrinogen > 400 mg/dl.

f. Hipokoagulasi :

Bila ada satu atau lebih kelainan hemostasis dengan rasio aPTT > 1,2 x nilai

kontrol, rasio PT > 1,2 x kontrol, INR > 1,3, fibrinogen < 150 mg/dl.

g. Status DIC :

(38)

h. Kondisi penyerta

Keadaan fisik atau penyakit yang juga dijumpai pada penderita saat

dilakukan pegumpulan data.

3.9 Kerangka Operasional

Subjek penelitian :

Penderita Ulkus kaki Diabetik

Pemeriksaan Hemostasis

aPTT, PT/INR, kadar fibrinogen dan D-dimer Pencatatan data demografi / data klinis

Anamnese + Pemeriksaan fisik Kontrol :

Penderita DM tanpa Ulkus

Penderita DM tipe 2

Kriteria inklusi / eksklusi

(39)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dari bulan Juni 2008 sampai Agustus 2008 di RSU

Dr. Pirngadi Kota Medan, RSUP. H. Adam Malik dan beberapa RSU swasta di

sekitar Medan. Selama kurun waktu tersebut didapatkan sebanyak 37 orang penderita

ulkus kaki diabetika (UKD) dan 10 orang kontrol yang memenuhi kriteria penelitian.

Tabel 1 : Karakteristik Populasi Penelitian

U K D

(n = 37)

Kontrol

(n = 10)

Jenis kelamin ( L / P ) 20 / 17 5 / 5

Umur (thn) 50,5 ± 5,8 53,3 ± 7,1

IMT (m/kg2) 22,8 ± 2,8 24,3 ± 2,6

KGD (mg/dl) 327 ± 119 306 ± 116

Lama DM (thn) 7,5 ± 3,5* 4,9 ± 2,1

Lama ulkus (minggu) 7,8 ± 3,9 -

Hb (mg/dl) 9,2 ± 1,5* 12,4 ± 0,8

Lekosit (103/mm3) 17,6 ± 9,3* 7,1 ± 1,6

Trombosit (103/mm3) 401,7 ± 126 335,4 ± 78,9

(40)

Pada tabel 1 dapat dilihat perbandingan nilai rata-rata dari variable umur,

indeks massa tubuh, lama DM, kadar gula darah, Hemoglobin, lekosit dan trombosit

antara kelompok ulkus kaki diabetika dengan kelompok kontrol. Analisa statistik

dengan menggunakan uji t tidak berpasangan menunjukkan bahwa hanya pada

variabel Hemoglobin, lekosit dan lama menderita DM yang didapatkan berbeda

secara bermakna (p< 0,05).

Penderita ulkus kaki diabetika yang menjadi sampel dalam penelitian ini

sebanyak 37 orang, dimana terdiri dari 54% (20 orang) laki-laki dan 46% (17 orang)

perempuan. Pada kelompok ini didapatkan umur rata-rata 50,5 ± 5,8 tahun dengan

rentang umur antara 39 – 60 tahun dan distribusi umur terbanyak 51 s/d 60 tahun

sebanyak 56,75% (21 orang), 41 s/d 50 tahun sebanyak 37,8% (14 orang) dan < 40

tahun sebanyak 5,4% (2 orang). Nilai rata-rata dari lamanya manifestasi ulkus kaki

diabetika adalah 7,8 ± 3,9 minggu, dengan distribusi lama ulkus terbanyak 4 s/d 8

minggu sebanyak 62,1% (23 orang), > 8 minggu sebanyak 29,7% (11 orang) dan < 4

minggu sebanyak 8,1% (3 orang). Penderita ulkus kaki diabetika dengan manifestasi

gangren didapatkan sebanyak 48,6% (18 orang), dengan manifestasi SIRS didapatkan

sebanyak 83,7% (31 orang), manifestasi anemia didapatkan sebanyak 94,5% dengan

distribusi anemia ringan sebanyak 27% ( 10 orang), anemia sedang sebanyak 54%

(20 orang) dan anemia berat sebanyak 13,5% (5 orang). Sebanyak 55% penderita

(41)

Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Penyaring Hemostasis

Pada tabel 2 dapat dilihat kategori status koagulasi dari masing-masing

parameter pemeriksaan penyaring hemostasis yang dilakukan pada subjek penelitian.

Status hiperkoagulasi pada kelompok ulkus kaki diabetika didapatkan sebanyak

94,5% pada penilaian kadar D-dimer, sebanyak 27% pada penilaian rasio aPTT,

(42)

rasio PT dan sebanyak 5,4% pada penilaian INR. Sedangkan pada kelompok kontrol

status hiperkoagulasi didapatkan sebanyak 30% pada penilaian kadar D-dimer dan

sebanyak 20% pada penilaian rasio aPTT. Analisa statistik dengan menggunakan uji

kai kuadrat menunjukkan bahwa perbandingan proporsi status hiperkoagulasi antara

kelompok penderita ulkus kaki diabetika dan kelompok kontrol didapatkan berbeda

secara bermakna (p < 0,05) hanya pada hasil pemeriksaan D-dimer.

Tabel 3. Gambaran Kejadian Hiperkoagulasi Subjek Penelitian

KEADAAN HIPERKOAGULASI

ADA TIDAK ADA

JUMLAH

U K D 24 13 37

KONTROL 3 7 10

Uji statistik kai kuadrat ( p = 0,04 )

Dari tabel 3 terlihat bahwa kejadian hiperkoagulasi pada kelompok ulkus kaki

diabetika didapatkan sebanyak 65% (24 orang) dan pada kelompok kontrol sebanyak

30% (3 orang). Proporsi kejadian hiperkoagulasi pada kelompok penderita ulkus kaki

diabetika lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol dan analisa statistik

dengan menggunakan uji kai kuadrat didapatkan bahwa proporsi kejadian

(43)

Tabel 4. Hubungan Status Koagulasi dengan Kadar D-dimer Pada UKD

* aPTT, PT/INR, Fibrinogen

Dari tabel 4 terlihat bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan aPTT, PT/INR dan

fibrinogen didapatkan sebanyak 32,5% (12 orang) dengan status hipokoagulasi,

21,6% (8 orang) dengan status normokoagulasi dan 45,9% dengan status

hiperkoagulasi.

Berdasarkan hasil pemeriksaan penyaring hemostasis lengkap yang terdiri dari

aPTT, PT/INR, fibrinogen dan D-dimer didapatkan sekitar 65% (24 orang) penderita

ulkus kaki diabetika dikategorikan berada dalam keadaan hiperkoagulasi, yang terdiri

atas 45,98% (17 orang) penderita dengan status hiperkoagulasi dan 18,92% (7 orang)

penderita status normokoagulasi dengan kadar D-dimer > 500 ng/dl. Disamping itu

didapatkan sebanyak 32,5% (12 orang) memiliki status DIC (status hipokoagulasi

(44)

4.2. PEMBAHASAN

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa hiperglikemia, hiperinsulinemia dan

resistensi insulin dapat meningkatkan aktivitas koagulasi dan menurunkan aktivitas

antikoagulasi dari komponen-komponen yang berperan dalam proses hemostasis,

Sehingga darah menjadi lebih mudah membeku dan bekuan yang terbentuk akan

lebih sulit untuk dihancurkan. Perubahan daya beku darah ini dikenal sebagai

keadaan hiperkoagulasi.1,25-28.

Suatu hasil pemeriksaan penyaring hemostasis dikategorikan sebagai status

hiperkoagulasi bila salah satu dari parameter yang diperiksa didapatkan memiliki

kriteria : rasio aPTT < 0,8 x nilai kontrol, rasio PT < 0,8 x kontrol, INR < 0,9, kadar

fibrinogen > 400 mg/dl dan kadar D-dimer > 500 ng/dl.

Pada penelitian ini didapatkan adanya keadaan hiperkoagulasi pada penderita

ulkus kaki diabetika sebanyak 65% (24 orang) dan sebanyak 30% (3 orang) pada

kelompok kontrol yang merupakan penderita diabetes melitus tanpa ulkus di kaki.

Perbedaan proporsi hiperkoagulasi yang cukup besar ini menunjukkan bahwa

kejadian hiperkoagulasi pada penderita diabetes melitus cenderung semakin

meningkat dengan terjadinya ulkus kaki diabetika.

Diana dan Dary (1999) mendapatkan kejadian hiperkoagulasi pada penderita

ulkus kaki diabetika sebanyak 85% dan angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan

(45)

pada penelitian diluar negeri tersebut menggunaan parameter hemostasis yang lebih

spesifik seperti AT.47

Bila penderita ulkus kaki diabetika dalam penelitian ini dikelompokkan lagi

menjadi kelompok dengan manifestasi gangren dan tanpa manifestasi gangren

ternyata didapatkan hiperkoagulasi pada 100% subjek dengan manifestasi gangren

dan 94% subjek tanpa manifestasi gangren. Hasil ini menunjukkan bahwa adanya

keadaan hiperkoagulasi akan meningkatkan resiko untuk terjadinya manifestasi

jaringan gangren pada penderita ulkus kaki diabetika.

Keadaan hiperkoagulasi akan menyebabkan terjadinya mikrotrombi pada

pembuluh darah disekitar luka sehingga menganggu transportasi oksigen, zat

makanan, obat-obatan dan mediator kimia ke daerah luka sehingga menghambat

proses penyembuhan luka, memimbulkan kematian jaringan dan mempermudah

berkembangnya bakteri10,39,43

Wada dkk (2006) mengungkapkan bahwa semua pasien yang didapatkan

mengalami emboli paru, koagulasi intravaskular disseminata, infark miokard akut dan

trombosis vena dalam, mempunyai kadar D-dimer yang tinggi. Oleh karena itu kadar

D-dimer yang tinggi dapat digunakan sebagai petanda adanya trombosis, namun

manifestasi klinis adanya trombosis hanya dijumpai bila trombosis yang terjadi

(46)

Kadar D-dimer yang meningkat diatas 500 ng/dl menandakan terjadinya

peningkatan aktivitas fibrinolisis sekunder untuk menghancurkan deposit bekuan

fibrin stabil yang terdapat di dalam pembuluh darah.49

Pada penelitian ini didapatkan nilai rata rata kadar D-dimer pada kelompok

penderita ulkus kaki diabetika lebih besar 3,6 kali dibandingkan dengan kelompok

kontrol (1287.8 ± 684.6 VS 358 ± 175,9 ng/dl) dan peningkatan kadar D-dimer

diatas 500 ng/dl didapatkan pada kelompok penderita ulkus kaki diabetika dan

kelompok kontrol masing-masing sebesar 94,5% dan 30%, dimana secara statistik

hasil ini berbeda bermakna. Hasil ini menunjukkan bahwa pada penderita ulkus kaki

diabetika terjadi peningkatan resiko untuk mengalami trombosis.

Diantara subjek penelitian yang mengalami hiperkoagulasi, ternyata hanya

48,6% saja yang didapatkan memiliki manifestasi klinik yang terkait dengan

trombosis berupa gangren diabetika, sedangkan 51,4% lainnya tidak didapatkan

manifestasi klinis yang terkait dengan trombosis.

Di Micco dkk (2004) menyatakan bahwa sebagian besar penderita yang

mengalami hiperkoagulasi bersifat asimptomatik dan diketahui secara kebetulan pada

saat dilakukan pemeriksaan laboratorium.48

Bila dikaji lebih lanjut, ternyata diantara penderita ulkus kaki diabetika yang

mengalami trombosis (kadar D-dimer > 500 ng/dl) terdapat 34,3% dengan status

hipokoagulasi (rasio aPTT > 1,2 x kontrol, rasio PT > 1,2 x kontrol, INR > 1,3 atau

(47)

45,7% dengan hiperkoagulasi (rasio aPTT < 0,8 x nilai kontrol, rasio PT < 0,8 x

kontrol, INR < 0,9, kadar fibrinogen > 400 mg/dl). Hasil ini menunjukkan bahwa

keadaan hiperkoagulasi pada penderita ulkus kaki diabetika memiliki kecenderungan

untuk berkembang menjadi koagulasi intravaskular disseminata (KID).

Kadar D-dimer > 500 ng/dl dengan status hipokoagulasi disebabkan oleh

menurunnya aktivitas dari faktor-faktor pembekuan pada jalur intrinsik, ekstrinsik

dan jalur bersama karena peningkatan penggunaan faktor-faktor pembekuan dalam

pembentukan mikrotrombi yang berlangsung secara hebat atau terus menerus ini

tidak dapat diimbangi oleh kecepatan produksinya. Kadar D-dimer > 500 ng/dl

dengan status normokoagulasi dapat dijumpai bila mekanisme kompensasi tubuh

mampu mengatasi peningkatan konsumsi faktor-faktor pembekuan untuk

pembentukan mikrotrombi. Kadar D-dimer > 500 ng/dl dengan status hiperkoagulasi

dapat dijumpai bila tubuh memiliki kadar faktor-faktor pembekuan yang lebih tinggi

dari normal sebelum terjadinya proses pembentukan mikrotrombi.27,28,31. 53

Sebanyak 65% (24 orang) penderita ulkus kaki diabetika yang berada dalam

keadaan hiperkoagulasi memerlukan antikoagulan untuk memperbaiki aliran darah ke

daerah luka, sedangkan 32,4% (12 orang) penderita ulkus kaki diabetika yang

mengalami trombosis dengan kekurangan faktor pembekuan memerlukan subsitusi

faktor pembekuan sebelum pemberian antikoagulan.

Berbagai kondisi yang sering dialami oleh penderita ulkus kaki diabetika

(48)

dapat menimbulkan dan memperberat aktivasi koagulasi pada penderita ulkus kaki

diabetika. Pada sepsis terjadi peningkatan pelepasan faktor jaringan, gangguan fungsi

antikoagulan fisiologis dan meningkatnya PAI-1 akan memperkuat aktivitas

koagulasi.Anemia akan mengurangi kemampuan transportasi oksigen ke jaringan dan

menimbulkan keadaan hipoksia yang dapat menyebabkan sel endotel pembuluh darah

kehilangan kemampuan untuk mencegah trombosis. Imobilisasi dan edema di daerah

sekitar luka akan menimbulkan hambatan terhadap pengenceran dan pembersihan

faktor pembekuan yang teraktivasi sehingga memperberat keadaan hiperkoagulasi

yang telah ada16, 17,51-57.

Pada penelitian ini sebanyak 55% subjek kelompok penderita ulkus kaki

diabetika mendapat pengobatan antiplatelet (aspilets) dan 70% diantara subjek yang

mendapatkan obat antiplatelet tersebut masih berada dalam keadaan hiperkoagulasi.

Secara statistik tidak didapatkan adanya perbedaan yang bermakna terhadap proporsi

hiperkoagulasi antara kelompok penderita ulkus kaki diabetika yang mendapat

antiplatelet dan tidak mendapat antiplatelet. Hasil ini mengambarkan bahwa

pemberian antiplatelet saja belum optimal dalam pencegahan dan penanggulangan

kejadian hiperkoagulasi pada penderita ulkus kaki diabetika, sehingga memerlukan

pemberian antikoagulan sebagai terapi tambahan.

Keadaan hiperkoagulasi pada penderita diabetes melitus selain disebabkan

(49)

meningkatnya aktivitas protein koagulasi, menurunnya aktivitas protein inhibitor

alamiah dan menurunnya aktivitas fibrinolisis.26,27,28,35

Karena keterbatasan jumlah sampel maka penelitian ini hanya bersifat

deskriptif untuk mengetahui kejadian hiperkoagulasi pada penderita ulkus kaki

diabetika. Kejadian hiperkoagulasi pada penelitian ini tidak ditentukan dengan

petanda yang lebih spesifik seperti F1+2, TAT, AT III, PAI-1, tPA, protein S/C

(50)

B A B V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN

5.1.1. Kejadian hiperkoagulasi pada penderita ulkus kaki diabetika yang

didapatkan pada penelitian ini sebesar 65%.

5.1.2. Terdapat kecenderungan peningkatan kejadian hiperkoagulasi pada

penderita ulkus kaki diabetika.

5.1.3. Manifestasi klinis yang terkait dengan adanya trombosis arteri hanya

didapatkan pada 48,6% penderita ulkus kaki diabetika yang mengalami

hiperkoagulasi.

5.1.4. Pemberian obat antiplatelet saja belum cukup adekuat untuk mencegah

terjadinya hiperkoagulasi pada penderita ulkus kaki diabetika.

5.2. SARAN

5.2.1. Perlu dilakukan deteksi secara dini akan adanya keadaan hiperkoagulasi

dengan melaksanakan pemeriksaan penyaring hemostasis pada setiap

penderita ulkus kaki diabetika.

5.2.2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mencegah terjadinya keadaan

hiperkoagulasi pada penderita ulkus kaki diabetika melalui pemberian

(51)

DAFTAR KEPUSTAKAAN

1. Benyamin A F, Gustaviani R. Gangguan Hemostasis pada Diabetes Melitus.

Dalam : Aru W Sundaru dkk. (editor) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi keempat. Jakarta. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006.

2. Suharti C. Dasar-Dasar Hemostasis. Dalam : Aru W Sundaru dkk. (editor) Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi keempat. Jakarta. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006.

3. Makin A, Silverman SH. Peripheral Vascular Disease and Virchow’s Triad for Thrombogenesis. Q J Med 2002 ; 95 : 199 - 210.

4. Tadjoedin H. Kondisi Hiperkoagulabilitas. Dalam : Aru W Sundaru dkk. (editor)

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi keempat. Jakarta. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006.

5. Supardiman I. Trombosis. Dalam : Aru W Sundaru dkk. (editor) Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. Edisi keempat. Jakarta. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006.

6. Saleh S. Gangguan peredaran cairan tubuh, elektrolit dan darah. Dalam :

Himawan S. (editor), Kumpulan Kuliah Patologi. Jakarta. Bagian Patologi Anatomi FKUI. 1994.

7. Dahlan M. Tatalaksana Bedah Oklusi Arteri Perifer. Dalam : Siti Setiadi

dkk.(editor) Naskah Lengkap Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Penyakit Dalam 2005. Pusat Penerbitan Departemen Penyakit Dalam FKUI. Jakarta. 2005.

8. Tseng C H. Prevalence and Risk Factors of Diabetic Foot Problems in Taiwan.

Diabetes Care 2003 ; 26 (12) : 3351.

9. Mayfield JA, et al, The Epidemiology of Lower Extremity Disease in Veterans

With Diabetes. Diabetes Care 2005 ; Vol.27 (Suppl.2) : B39 – 44.

10.Waspadji S. Kaki Diabetes. Dalam : Aru W Sundaru dkk. (editor) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi keempat. Jakarta. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006.

11.Cahyono JBSB. Manajemen Ulkus Kaki Diabetik. Dexa Media 2007 ; 20 (3) :

103 – 106.

12.Grant P J. Is hypercoagulability an issue in arterial thrombosis? Yes. Journal of Thrombosis and Haemostasis 2004 ; 2 : 690 – 1.

13.Aulia D. Pemeriksaan penyaring pada kelainan hemostasis. Dalam : Rahayu D

Setiabudy (editor). Hemostasis dan Trombosis. Edisi Ketiga. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 2007.

14.Kalani M, et al. Effect of Dalteparin on Healing of Chronic Foot Ulcers in

Diabetic Patients With Peripheral Arterial Occlusive Disease. Diabetes care. 2003 ; Vol.26 : 2575 – 2580.

(52)

16.Oesman F, Setiabudy R D. Fisiologi Hemostasis dan Fibrinolisis. Dalam : Rahajuningsih D Setiabudy (editor). Hemostasis dan Trombosis. Edisi ketiga. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 2007.

17.Setiabudy R D. Patofisiologi Trombosis. Dalam : Rahajuningsih D Setiabudy

(editor) Hemostasis dan Trombosis. Edisi ketiga. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 2007.

18.Tambunan K L. Patogenesis Trombosis. Dalam : Aru W Sundaru dkk. (editor)

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi keempat. Jakarta. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006.

19.Mohler ER, Schafer AI. Atherothrombosis : Disease, Initiation, Progression and Treatment. In : Marshall A Lichteman, et al. (editors). Williams Hematology. 7th edition. USA. McGraw Hill Medical. 2006.

20.Goodnight SHG, Hathway WE. Disorders of Hemostasis and Thrombosis. New

York. McGraw Hill. 2001.

21.Subekti I. Patogenesis dan Pengelolaan Neuropati Diabetika. Dalam : Proseding Simposium Current Diagnosis and Treatment in Internal Medicine 2005. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta. 2005 : 109 – 116. 22.Jansson P. Endothelial Dysfunction in Insulin Resistance and Type 2 Diabetes. J

Intern Med 2007 ; 262 : 173 – 183.

23.Beckmen JA, Cieager MA, Libby P. Diabetes and Atherosclerosis. JAMA 2002 ;

287 : 2570 – 80.

24.Vinik AI, et al. Platelet Dysfunction in Type 2 Diabetes. Diabetes Care 2001 ; 24 (8) : 1476 – 1485.

25.Colwell JA, et al. Atherosclerosis and Thrombosis in Diabetes Mellitus. In : John H Bowker, Michael A Pfeifer (editors). Levin and O’Neals The Diabetic Foot. 7th edition. Philadelphia. Mosby Elservier. 2008.

26.Ceriello A. Coagulation Activation in Diabetes Mellitus. Diabetologica 1993; 36 : 1119 – 1125.

27.Carr M E. Diabetes mellitus A hypercoagulable state. Journal of Diabetes and Its Complications 2001 ; 15 : 44 – 54Rauwerda J A. Acute Problems of Diabetic Foot. Acta Chir belg 2004 ; 104 : 140-7.

28.Kluft C, Jespersen J. Diabetes as a Procoagulant Condition. The British Journal of Diabetes and Vascular Disease 2002 ; 2 (5) : 358 – 362.

29.Piemontino U, Ceriello A, Di Minno G,. Hemostatic and Metabolic Abnormalities in Diabetes Mellitus. Haematologica 1994 ; 79 : 387 – 392.

30.Bolaman, et al. The Change of Coagulation Parameters and Microvascular

Complications in Diabetes Mellitus. Endocrinologist 2007 ; 17 (4) : 196 – 199.

31.Onbasi K, et al. Diabetes Mellitus and The Natural Anticoagulants. Turkish

Journal of Endocrinology and Metabolism 1999 ; 2 : 53 – 63

32.Reinhardt KM, et al. Coagulation Inhibitors and Glycaemic Control in Non

(53)

33.Stegenga M E, et al. Hypergycemia Stimulates Coagulation, Whereas Hyperinsulinemia Impairs Fibrinolysis in Healthy Humans. Diabetes 2006 ; 55 : 1807 - 1812.

34.Meigs JB, et all. Hyerinsulinemia, Hyperglicemia and Impaired Hemostasis.

JAMA 2000 ; 283 (2) : 221- 228

35.Grant P J, Diabetes mellitus as a prothrombotic condition. Journal of Internal Medicine 2007 ; 262 : 157 – 172.

36.Rao AK, et al. Activation of The Tissue Factor Pathway of Blood Coagulation During Prolonged Hyperglicemia in Young Healthy Men. Diabetes 1999 ; 48 : 1158 – 1161.

37.Santoso M, Yuliana M, Mujono W, Kusdiantomo. Pattern of Diabetic Foot at

Koja Regional General Hospital, Jakarta From 1999 – 2004. Acta Medica Indonesiana 2005 ; 37 (4) : 187 – 189.

38.Giurini J M, Lyons T E,. Diabetic Foot Complications : Diagnosis and

Management. Lower Extremity Wounds 2005 ; 4(3) : 171 – 182.

39.Rauwerda J A,. Acute Problem of the Diabetic Foot. Acta Chir Belg (2004) ; 104 : 140 – 147.

40.Mekkes J.R, Loots,M.A.M., Van Der Wal A.C., Bos J.D. Causes, Investigation

and treatment of leg Ulceration. British Journal of dermatology 2003 ; 148 : 388 – 401

41.Dos Santos VP, Da Silveira, Caffaro R A,. Risk Factors for Primary Amputation in Diabetic Patients. Sao Paulo Medical Journal 2006 ; 124 (2) : 66 – 70.

42.Moulik PK, Mtonga R. Amputation and Mortality in New-Onset Diabetic Foot

Ulcers Stratified by Etiology. Diabetes Care 2003 ; 26 (2) : 491- 494.

43.Burakowska A K, Edmonds M. Role of the Microcirculation in Diabetic Foot

Ulceration. Lower Extremity Wounds 2006 ; 5 (3) : 144 – 148.

44.Anandi C, et al. Bacteriology of Diabetic Foot Lesions. Indian Journal of Medical Microbiology 2004 ; 22 (3) : 175 – 178.

45.Dahlan MS. Statistika Untuk Kedokteran dan Kesehatan. PT. Arkans

Entertaenment and Education. Jakarta. 2004.

46.Eppy. Hiperkoagulasi Pada Pasien Kanker Paru Bukan Sel Kecil. Dexa Media

2007 ; 1 (20) : 9 – 15.

47.Diana S, Dary S. Alterations of The Hemostasia in Patient With Diabetic Foot. Available from : http : //www.indexmedico.com/publicaciones/pie_diabetico/ Sandoval_english.htm.

48.Di Micco P, et al. Acquired Cancer Related Thrombophilia Testified by Increased Level of Prothrombin Fragment 1+2 and D-dimer in Patients Affected by Solid Tumour. Experimental Oncology 2002 ; 24 : 108 – 111.

49.Sprong et al. Blood Coagulation and The Risk of Atherotrombosis. Trombosis Journal 2004 ; 2 : 12 – 22.

(54)

51.Chen K, dkk. Antitrombin III Levels, Disseminated Intravascular Coagulation and Severity of Sepsis. Dalam : Buku Abstrak KONAS PETRI VIII, PERPARI V, PKWI. Malang. 2002.

52.Handayani S. Antitrombin III Pada Sepsis. Departemen Ilmu Penyakit Dalam

FK-USU. 2007. Tesis.

53.Amarel A, Opal SM, Vincent JL. Coagulation in Sepsis. Intensive Care Med 2004 ; 30 : 1032 – 1040.

54.Guntur A. Imunopatobiologik Sepsis dan Penatalaksanaannya. Dalam : Buku

Proceding Simposium Nasional Sepsis dan Antimikrobial Terkini. PETRI Cabang Surakarta. 2007.

55.Sukrisman L. Koagulasi Intravaskular Diseminata. Dalam : Aru W Sundaru dkk.

(editor) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi keempat. Jakarta. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006.

56.Atmakusuma D. Anemia Pada Penyakit Kronik dan Kanker. Dalam : Buku

Proseding Simposium Current Diagnosis and treatment in Internal Medicine 2003. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta. 2003. 57.Franchini M, et al. Iron and thrombosis. Ann Hematol 2008 ; 87 : 167 – 173.

(55)

Lampiran 1.

(56)

Lampiran 2.

LEMBARAN PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK

Selamat pagi/siang Bapak/Ibu, saya dr. Suhartono, pada hari ini akan

melakukan penelitian yang berjudul : “Hiperkoagulasi Pada Penderita Ulkus Kaki

Diabetika.” Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang

hiperkoagulasi yang menjadi faktor resiko terjadinya trombosis pada penderita ulkus

kaki diabetika, dimana trombosis merupakan salah satu keadaan yang dapat

menyebabkan gangguan penyembuhan luka, kecacatan dan kematian pada penderita

ulkus kaki diabetika.

Pada Bapak/Ibu akan dilakukan pemeriksaan penyaring hemostasis untuk

mengetahui adanya hiperkoagulasi. Pemeriksaan dilakukan dengan mengambil

sample darah sebanyak 5 ml melalui pembuluh darah vena yang terdapat di daerah

lipatan siku tangan.

Dengan pemeriksaan penyaring hemostasis ini dapat dideteksi secara dini

adanya resiko trombosis dan informasi ini nantinya dapat menjadi panduan

pemberiaan obat untuk mencegah terjadinya trombosis dalam pengelolaan ulkus kaki

diabetika.

Keikutsertaan Bapak/Ibu dalam penelitian ini adalah sukarela dan tidak

dipungut biaya apapun. Bila ada keterangan yang saya berikan masih belum jelas atau

masih ada hal-hal yang hendak ditanyakan, maka Bapak/Ibu dapat menghubungi saya

N a m a : dr. Suhartono

Alamat : SMF Penyakit Dalam RSU Dr.Pirngadi Kota Medan

Gambar

Tabel 4: Hubungan Status Koagulasi dengan Kadar D-dimer ..............................
Tabel 1 : Karakteristik Populasi Penelitian
Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Penyaring Hemostasis
Tabel 3. Gambaran Kejadian Hiperkoagulasi Subjek Penelitian
+2

Referensi

Dokumen terkait

Form input data pemeriksa, user dapat langsung memasukkan data pemeriksa. Setelah memasukkan data tekan tombol simpan untuk menyimpan data. Pada form ini juga terdapat beberapa

Penyerahan pecandu narkotika yang telah mendapatkan putusan yang berkekuatan hukum tetap dari pengadilan untuk menjalani rehabilitasi, penyerahan oleh kejaksaan disertai

“Kajian Ilmu Rasm Usmani dalam mushaf al- Qur‟an Standar Usmani Indonesia”.. dalam S}uh}uf; Jurnal Kajian

Segala syukur dan puji hanya untuk Allah Rabb semesta raya yang dengan nikmat kesempatan dan kehendak-Nya penulisan skripsi dengan judul Analisis Pengaruh Pendapatan Asli

Hasil penelitian menunjukkan bahwa disiplin kerja berpengaruh positif terhadap OCB, disiplin kerja berpengaruh negatif terhadap kinerja, komitmen organisasional berpengaruh

Lompat Jauh Gaya Jongkok Pada Siswa Putri Kelas IV dan V yang bertempat di SDN 2 Sokaraja , Banjarnegara oleh Didik Darmadi yang memiliki hasil

Data kecepatan angin pada 2 Juli 2017 Data yang ditampilkan pada gambar 13 memberikan penjelasan berupa adanya penurunan tingkat kecepatan angin pada pukul 10:00 WITA

Yang dimaksud BMN sesuai dengan pasal 1 butir 10 UU No 1 Tahun 2004 adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang