PENGARUH PEMBERIAN WARFARIN SELAMA 7 HARI TERHADAP STATUS HIPERKOAGULASI PENDERITA ULKUS KAKI DIABETIK
BAGIAN / SMF ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN USU / RS H ADAM MALIK MEDAN
DESEMBER 2008 – JUNI 2009
TESIS
OLEH
NINA KARMILA
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RSUP H ADAM MALIK / RSUD DR PIRNGADI
DIAJUKAN DAN DIPERTAHANKAN DI DEPAN
SIDANG LENGKAP DEWAN PENILAI BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAN DITERIMA SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MENDAPATKAN
KEAHLIAN DALAM BIDANG PENYAKIT DALAM
Pembimbing Tesis
( Dr. Dairion Gatot, SpPD-KHOM ) ( Dr. Dharma Lindarto, SpPD-KEMD )
Disahkan oleh :
Ketua Departemen Ketua Program Studi PPDS
Ilmu Penyakit Dalam Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran USU Fakultas Kedokteran USU
DEWAN PENILAI
1. Prof. Dr. Sutomo Kasiman, SpPD, SpJP ( K ) 2. Dr. Sri Maryuni Sutadi, SpPD-KGEH
3. Dr.Abdurrahim Rasyid Lubis, SpPD-KGH 4. Dr. Zulhelmi Bustami, SpPD-KGH
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan
kekuatan dan rahmatNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini yang
berjudul : PENGARUH PEMBERIAN WARFARIN TERHADAP STATUS
HIPERKOAGULASI PADA PENDERITA ULKUS KAKI DIABETIK, yang
merupakan persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan dokter ahli dibidang Ilmu
Penyakit Dalam pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.
Dengan selesainya karya tulis ini, maka penulis ingin menyampaikan terima
kasih dan rasa hormat serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Dr Salli R Nasution, SpPD-KGH, selaku Kepala Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan
kemudahan dan perhatian yang besar terhadap pendidikan penulis.
2. Dr Zulhelmi Bustami, SpPD-KGH dan Dr Dharma Lindarto, SpPD-KEMD
sebagai ketua dan sekretaris program studi Ilmu Penyakit Dalam yang dengan
sungguh-sungguh telah membantu dan membentuk penulis menjadi ahli
penyakit dalam yang berilmu, handal dan berbudi luhur.
3. Prof. Dr. Lukman Hakim Zain SpPD, KGEH selaku ketua Departemen Ilmu
Penyakit Dalam USU pada saat penulis diterima sebagai Peserta Program
Pendidikan Dokter Spesialis yang telah memberikan kesempatan dan
bimbingan dalam menyelesaikan pendidikan.
4. Prof. Dr. Harun Rasyid Lubis SpPD KGH, selaku Ketua TKP PPDS yang
telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk diterima sebagai peserta
Program Pendidikan Dokter Spesialis
5. Khusus mengenai karya tulis ini, penulis mengucapkan terima kasih yang
sebagai pembimbing tesis serta kepada Dr. Dharma Lindarto, SpPD KEMD
sebagai pembimbing kedua tesis yang penulis rasakan benar-benar dengan
tulus membantu penulis menyelesaikan penelitian dan karya tulis ini, hanya
doa yang dapat penulis berikan kiranya berkat berlimpah dari Yang Maha
Kuasa selalu beserta mereka dan keluarga.
6. Seluruh staf Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU/RSUD Dr Pirngadi/
RSUP H. Adam Malik Medan : Prof Dr Harun Rasyid Lubis, SpPD-KGH,
Prof Dr T Renardi Haroen SpPD-KKV, MPH, Prof Dr Bachtiar Fanani Lubis,
SpPD-KHOM, Prof Dr Habibah Hanum, SpPD-KPsi, Prof Dr Sutomo
Kasiman SpPD-KKV, Prof Dr Azhar Tanjung, SpPD-KP-KAI-SpMK, Prof Dr
Pengarapen Tarigan, SpPD-KGEH, Prof Dr OK Moehadsyah, SpPD-KR, Prof
Dr Lukman Hakim Zain, KGEH, Prof Dr M Yusuf Nasution,
KGH, Prof Dr Azmi S Kar, KHOM, Prof Dr Gontar A Siregar,
SpPD-KGEH, Prof Dr Harris Hasan, SpPD-SpJP(K), Dr Rusli Pelly, SpPD-KP
(alm), Dr Nur Aisyah SpPD-KEMD, Dr A Adin St Bagindo SpPD-KKV, Dr
Lufti Latief, SpPD-KKV, Dr Syafii Piliang, SpPD-KEMD, Dr T Bachtiar
Panjaitan, SpPD, Dr Abiran Nababan, SpPD-KGEH, Dr H OK Alfien Syukran
SpPD-KEMD (alm), Dr Betthin Marpaung, SpPD-KGEH, Dr Sri M Sutadi
SpPD-KGEH, Dr Mabel Sihombing, SpPD-KGEH, Dr Salli R Nasution
SpPD-KGH, Dr Juwita Sembiring, SpPD-KGEH, Dr Alwinsyah Abidin,
SpPD, Dr Abdurrahim Rasyid Lubis, SpPD-KGH, Dr Chairul Bahri, SpPD
(alm), Dr Mardianto, SpPD ,Dr Umar Zein SpPD-KPTI-DTM&H-MHA, Dr
Yosia Ginting, SpPD-KPTI, Dr Refli Hasan SpPD-SpJP (FIHA)(K), Dr EN
Keliat SpPD-KP, Dr Blondina Marpaung SpPD-KR, Dr Leonardo Dairy,
SpPD-KGEH yang merupakan guru-guru penulis yang telah banyak
7. Dr Armon Rahimi, SpPD KPTI, Dr Heriyanto Yoesoef SpPD (alm), Dr R
Tunggul Ch Sukendar, SpPD-KGH (alm), Dr Daud Ginting SpPD, Dr Tambar
Kembaren SpPD, Dr Saut Marpaung SpPD, Dr Zuhrial SpPD, Dr Dasril
Efendi SpPD KGEH, Dr Ilhamd SpPD, Dr Calvin Damanik, SpPD, Dr Zainal
Safri, SpPD SPJP, Dr Rahmat Isnanta, SpPD, Dr Santi Safril, SpPD, Dr
Soegiarto Gani SpPD, Dr Franciscus Ginting, SpPD, Dr Savita Handayani,
SpPD, Dr. Hariyani Adin, SpPD, Dr. Endang, SpPD, Dr. Deske Muhadi,
SpPD, dan Dr. Syafrizal Nasution SpPD sebagai dokter kepala ruangan /
senior yang telah sangat banyak membimbing saya selama mengikuti
pendidikan ini.
8. Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan izin dan menerima saya,
sehingga dapat mengikuti pendidikan keahlian ini.
9. Direktur RSUP H Adam Malik Medan, RSUD Dr Pirngadi Medan dan
Direktur RS Tembakau Deli Medan yang telah memberikan begitu banyak
kemudahan dan izin dalam menggunakan fasilitas dan sarana Rumah Sakit
untuk menunjang pendidikan keahlian ini.
10.Direktur RSUD Kota Langsa yang telah memberikan kesempatan dan
bimbingan kepada saya selama ditugaskan sebagai Konsultan Penyakit Dalam
di RSUD Kota Langsa dalam rangka pendidikan ini.
11.Kepada Drs Abdul Jalil Amri Arma, MKes yang telah memberikan bantuan
yang tulus kepada penulis khususnya dalam metodologi penelitian ini.
12.Para sejawat PPDS-Interna, Paramedis dan seluruh karyawan/ti bagian
Penyakit Dalam RSUD. Dr. Pirngadi dan RSUP. H. Adam Malik Medan :
Lely Husna, Syariffruddin Abdullah, Yanti, Theresia, Fitri, Ita, Wanti, Sari,
13.Para penderita rawat inap dan rawat jalan di SMF/Departemen Ilmu Penyakit
Dalam RSUD. Dr. Pirngadi dan RSUP. H. Adam Malik Medan, karena tanpa
mereka mustahil penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini.
14.Buat para senior yang sangat membantu penelitian ini Dr Suhartono, SpPD, Dr
Imelda Rey, SpPD, Dr Faizal Drissa Hasibuan SPPD. Untuk Class Mate
penulis, Dr.Suvianto, Dr. Libya, dan Dr. Henny Syahrini, Dr. Suherdi, Dr. Eric
Halim Sumampow SpPD, Dr. Wahyu Diansyah, Dr Jenda Maulana, yang
memberi bantuan, dukungan dan dorongan selama menjalani pendidikan
sehingga terjalin rasa persaudaraan yang erat.
15.Kepada kedua orang tua saya Dr Alex M. Zulkarnain ( alm ) dan Dr. Sri
Banoen ( almh ), yang sangat saya kasihi, dan hormati tiada kata-kata yang
dapat mengungkapkan perasaan hati, rasa terima kasih atas segala pengajaran,
pengasuhan, dan semua yang telah diberikan pengorbanan jasa-jasa yang tiada
mungkin terucap dan terbalaskan.
16.Kepada ke tiga abang saya yang telah banyak membantu, memberi semangat
dan dorongan selama pendidikan, terimakasihku yang tak terhingga untuk
segalanya.
17.Kepada kedua mertua saya yang telah banyak membantu memberi dukungan
moril dan materil, rasa terima kasihku yang setinggi-tingginya.
Khusus untuk suamiku tercinta Dr Abu Almauzun Parnaungan Matondang,
terima kasih yang tak terhingga saya ucapkan atas kesabaran, pengertian,
keikhlasan, dukungan dan pengorbanan selama ini, yang memberikan kekuatan
dan ketabahan kepada saya. Semoga dapat memberi kebahagiaan dan
kesejahteraan bagi kita. Dan untuk anak-anakku Ivan Hamonangan Matondang,
merupakan pendorong dan pembangkit semangat dalam hidup untuk mencapai
cita-cita yang lebih baik lagi.
Sebenarnya masih banyak lagi kata ucapan terima kasih yang ingin penulis
sampaikan buat berbagai pihak yang tidaklah mungkin disebutkan satu persatu,
dan pada kesempatan ini izinkanlah penulis menyampaikan rasa terimakasih yang
setulusnya secara menyeluruh.
Akhirnya izinkanlah penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak atas kesalahan dan kekurangan selama mengikuti pendidikan ini,
semoga segala bantuan, dorongan dan petunjuk yang diberikan kepada penulis
selama mengikuti pendidikan kiranya mendapat balasan dari Allah SWT . Amin
ya Rabbal Alamin.
Medan, Oktober 2009
Penulis,
Abstrak
Pengaruh Pemberian Warfarin selama 7 Hari terhadap Status Hiperkoagulasi Penderita Ulkus Kaki Diabetik.
Nina Karmila, Dairion Gatot*, Dharma Lindarto**
*Divisi Hematologi-Onkologi Medik, **Divisi Endokrinologi Metabolik, Departemen Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran USU-RSUP H Adam Malik Medan
Latar belakang
Ulkus kaki dan komplikasinya merupakan penyebab penting mortalitas dan morbiditas penderita diabetes. Diabetes mellitus akan disertai dengan keadaan protrombotik yaitu perubahan-perubahan proses trombosis dan fibrinolisis.
Sampai saat ini penggunaan antikoagulan belum menjadi perhatian dalam penanganan ulkus kaki diabetik. Untuk itu kami ingin mengetahui efektifitas dari Warfarin dalam penanganan hiperkoagulasi pada ulkus kaki diabetik.
Tujuan
Untuk mengetahui adanya pemanjangan status koagulasi pada penderita ulkus kaki diabetik setelah pemberian warfarin dibandingkan dengan kontrol .
Metode
Dilakukan uji klinis dengan pemberian Warfarin 5 mg sehari selama 7 hari pada 16 subjek penderita ulkus kaki diabetik dengan status hiperkoagulasi dan dibandingkan parameter koagulasi ( rasio PT, INR, TT, aPTT, fibrinogen dan D dimer ) dengan 16 orang kontrol yang tidak mendapat Warfarin,
Hasil
Setelah 7 hari terapi didapatkan peningkatan rerata rasio INR ( p = 0,040 ) dan rerata rasio aPTT ( p = 0,016 ) pada subjek dibandingkan kontrol
Kesimpulan
Abstract
The Effect of Warfarin Therapy for 7 Days on Hipercoagulation Status in Patients with Diabetic Foot Ulcer
Nina Karmila, Dairion Gatot*, Dharma Lindarto**
*Division of Hematology-Oncology,**Division of Endocrinology and Metabolic Internal Medicine Department
Medical Faculty of North Sumatera University - Adam Malik Hospital Medan
Background
Diabetic foot and its complication play roles in mortality and morbidity in diabetic patients. Thrombosis influence the impact in diabetic foot management. Diabetes will followed by prothrombotis state that change trhombolysis and fybrinolysis processes. One of therapy was by anticoagulant and anti platelet.
Anticoagulant still doesn’t have attention in diabetic foot ulcer management. anticoagulation and as antiplatelet. Therefore we wanted to investigate the efffectiveness of Warfarins in diabetic foot ulcer management.
Objective
To assess the prolongation of hipercoagulation status in patients with diabetic foot ulcer after Warfarin treatment compared with control
Method
We conduct clinical trial on 16 subjects diabetic foot ulcer patients with hipercoagulation status and measured coagulation status parameter ( PT, INR, aPTT, TT, fibrinogen and D dimmer ) after oral Warfarin 5 mg a day for 7 days and compared with 16 controls.
Results
After 7 days therapy we had result prolongation of INR mean (p=0,040)and aPTT mean ( p = 0,016 ).
Conclusion
D A F T A R I S I
Halaman
Kata pengantar ... i
Abstrak ... vi
Daftar isi ... viii
Daftar tabel dan gambar... xi
Daftar singkatan ... xii
BAB I : P E N D A H U L U A N ... 1
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hemostasis ... 4
2.2. Patofisiologi Trombosis ... 8
2.3. Gangguan hemostasis pada Ulkus kaki diabetes ... 10
2.4. Peranan Warfarin ... 12
2.5. Pemeriksaan penyaring hemostasis ... 17
BAB III : PENELITIAN SENDIRI 3.1. Latar Belakang ... 19
3.2. Perumusan Masalah ... 21
3.3. Hipotesa ... 21
3.4. Tujuan Penelitian ... 21
3.5. Manfaat Penelitian ... 21
3.6. Kerangka Konsepsional ... 22
3.7. Bahan dan Cara 3.7.1. Desain Penelitian ... 22
3.7.2.1.DM tipe2 (Perkeni 2006) ... 22
3.7.2.2. Ulkus kaki diabetik ... 23
3.7.2.3. Kriteria ulkus kaki diabetik menurut Wagner ... 23
3.7.2.4. Pemeriksaan penyaring hemostasis ... 23
3.7.2.5. Hiperkoagulasi ... 23
3.7.3. Waktu dan Tempat Penelitian ... 24
3.7.4. Populasi Terjangkau ... 25
3.7.5. Kriteria Inklusi ... 25
3.7.6. Kriteria Eksklusi ... 25
3.7.7. Populasi dan Sampel ... 25
3.7.8. Cara Penelitian ... 26
3.7.9. Analisa Data ... 27
3.7.10. Kerangka Operasional ... 28
BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Hasil Penelitian ... 29
4.1.1. Karakteristik Subek Penelitian ... 29
4.1.2. Efek Terapi Warfarin selama 7 hari ... 31
4.1.3. Efek Samping ... 32
4.2 . Pembahasan ... 33
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. K e s i m p u l a n ... ... 37
BAB VI : DAFTAR PUSTAKA ... 38
LAMPIRAN 1. Master Tabel ... ... 45
2. Lembaran Penjelasan Kepada Subjek... ... 47
3. Formulir Persetujuan Penjelasan ... 48
4. Form Data Peserta Penelitian ... 49
5. Persetujuan Komite Etik ... 50
6. Daftar Riwayat Hidup ... 52
DAFTAR TABEL Tabel 1. Karakteristik Dasar Subyek Penelitian...28
Tabel 2. Data status koagulasi kedua kelompok sebelum dan sesudah pemberian lumbrokinase selama 7 hari...29
Tabel 3. Data status koagulasi antara subjek dan kontrol setelah pemberian Warfarin ...30
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Skema sistem koagulasi dan fibrinolisis...14
DAFTAR SINGKATAN PAI-1 : Plasminogen Activator Inhibitor -1 KPTT : kaolin partial thromboplastin time PT : Prothrombine Time
INR : International Normalised Ratio ADP : Adenosine di phosphate ATP : Adenosine tri phosphate vWF : von Willebrand factor
HMWK : High Molecular Weight Kininogen PK : Pre kallikrein
PF.3 : Platelet Factor 3
t-PA : tissue plasminogen aktivator (t-PA), u-PA : urokinase plasminogen aktivator (u-PA) FDP : Fibrinogen Degradation Product
Sicam-1 : soluble Intercellular Adhesion Molecule TATcs : Thrombin Anti Thrombin complex ABI : Ankle Brachial Index
PAD : Peripheral Arterial Disease 5-HT : 5 hydroxy tryptamine
aPTT : activated Partial Thromboplastin Time TT : Thrombin Time
BAB I PENDAHULUAN
Dari berbagai penelitian epidemiologi, terbukti bahwa insidensi Diabetes
mellitus ( DM ) meningkat secara menyeluruh di dunia. Penelitian di Indonesia,
terutama di kota – kota besar di Indonesia juga menunjukkan kecenderungan yang
sama.1 Menurut perkiraan WHO, Indonesia akan menempati peringkat kelima dunia
dengan jumlah pengidap diabetes sebanyak 12,4 juta orang pada tahun 2025, naik 2
tingkat dibanding tahun 1995.2
Sekitar 80 % kematian pada penderita DM disebabkan oleh trombosis. Dari
jumlah ini, tiga perempatnya karena komplikasi kardiovaskular, berupa trombosis
yang terjadi pada pembuluh darah jantung, otak dan kaki yang bermanifestasi klinik
sebagai infark miokard, stroke, ulkus dan gangren kaki diabetik. Komplikasi vaskular
pada diabetes berhubungan dengan perubahan hemostasis, dimana terjadi keadaan
status hiperkoagulasi pada diabetisi.3,4
Daerah yang sering mengalami trombosis pada penderita DM adalah pada
pembuluh darah daerah ekstremitas bawah bagian distal. Terjadinya trombosis akan
menganggu suplai darah ke daerah luka sehingga akan menghambat proses
penyembuhan luka dan menyebabkan terjadinya gangren.5
Ulkus kaki, infeksi dan gangren adalah penyebab utama rawat inap penderita
diabetes, sekitar 15-20% dari 16 juta penduduk Amerika Serikat.6 Di Amerika Serikat,
diperkirakan bahwa 15% dari penderita diabetes akan mengalami penyakit kaki
diabetes, dimana insiden pertahun ulkus kaki 2-3%, dan 46% dari 162.000 penderita
diabetes yang dirawat inap di rumah sakit disebabkan oleh ulkus kaki diabetik. Ulkus
kaki dan komplikasinya merupakan penyebab penting mortalitas dan morbiditas
Salah satu upaya untuk mengurangi kecacatan dan kematian akibat ulkus kaki
diabetik dapat dilakukan dengan mencegah terjadinya trombosis pada pembuluh darah
yang memberikan suplai darah ke daerah luka. Keadaan hiperkoagulasi sebagai faktor
resiko yang mempermudah dan memperberat trombosis dapat diketahui melalui
pemeriksaan laboratorium terhadap beberapa parameter fungsi hemostasis.8 Dengan
mengetahui adanya keadaan hiperkoagulasi maka dapat dilakukan upaya pencegahan
dan pengobatan terhadap kemungkinan terjadinya trombosis dengan pemberian
antikoagulan dan anti agregasi trombosit.9
Pada saat ini upaya untuk mencegah terjadinya trombosis dalam pengelolaan
ulkus kaki diabetik dilakukan dengan pemberian anti agregasi trombosit seperti
Aspirin, Clopidogrel dan Cilostazol.10 Sampai saat ini strategi untuk menangani
keadaan hiperkoagulasi sebagai faktor resiko terhadap kejadian trombosis masih
belum mendapat perhatian dalam upaya pengelolaan ulkus kaki diabetik.
Antikoagulan adalah obat yang dipakai untuk mencegah terjadinya trombosis,
yang kerjanya menghambat proses pembekuan darah. Yang termasuk antikoagulan
adalah heparin dan antikoagulan oral yaitu warfarin. Mekanisme kerja antikoagulan
oral adalah di jalur ekstrinsik pada kaskade koagulasi dengan menghambat sintesa
faktor – faktor pembekuan yang dipengaruhi vitamin K yaitu protrombin, VII,IX dan
X. 11,12
Pada penelitian – penelitian sebelumnya pemberian warfarin untuk profilaksis
VTE ( Venous thromboembolism ) biasanya dimulai dengan pemberian heparin atau
LMWH ( low molecular weight heparin ),11 sedang pemberian warfarin pada status
hiperkoagulasi pada ulkus diabetik sampai saat ini sepengetahuan penulis belum ada.
Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pemberian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hemostasis
Hemostasis adalah proses fisiologis dalam tubuh untuk menghentikan
perdarahan pada lesi vaskular. Komponen - komponen yang berperan dalam proses
hemostasis yaitu pembuluh darah, trombosit, faktor - faktor pembekuan darah, protein
antikoagulasi dan enzim fibrinolisis. Perubahan dalam keseimbangan antara aktivasi
dan inhibisi pada sistem hemostasis akan menyebabkan kelainan berupa perdarahan
atau trombosis.13
Peran sistem vaskuler dalam mencegah perdarahan meliputi proses kontraksi
pembuluh darah ( vasokonstriksi ), aktivasi trombosit dan pembekuan darah. Sel
endotel pembuluh darah yang utuh bersifat antikoagulan dengan menghasilkan
inhibitor trombosit ( Nitrogen oksida, prostasiklin, ADP-ase), inhibitor bekuan
darah/lisis (trombomodulin, heparan, tissue plasminogen activator, urokinase
plasminogen aktivator, inhibitor jalur faktor jaringan). Sel endotel ini dapat terluka
karena berbagai rangsangan seperti asidosis, hipoksia, endotoksin, oksidan, sitokin
dan shear stress. Jika lapisan endotel rusak, maka jaringan ikat dibawah endotel
seperti serat kolagen, serat elastin dan membrana basalis terbuka, sehingga di
mulainya aktivasi trombosit ( adesi, agregrasi sehingga terjadi sumbat trombosit ).
Endotel pembuluh darah yang tidak utuh akan bersifat prokoagulan dengan
menyebabkan vasokonstriksi lokal, menghasilkan faktor koagulasi (tromboplastin,
faktor von Willebrand, aktivator dan inhibitor protein C, inhibitor aktivator
Trombosit berperan penting dalam proses hemostasis yaitu pembentukan dan
stabilisasi sumbat trombosit. Pembentukan sumbat trombosit melalui beberapa tahap
reaksi yaitu aktivasi trombosit : adhesi trombosit pada daerah yang mengalami
kerusakan, aggregasi trombosit dan reaksi degranulasi. Trombosit akan teraktivasi jika
terpapar dengan berbagai protein prokoagulan yang dihasilkan oleh sel endotel yang
rusak. Adhesi trombosit ialah suatu proses melekatnya trombosit pada permukaan
asing, terutama serat kolagen. Adesi trombosit terutama tergantung pada protein
plasma yang disebut faktor von Willebrand (vWF), yang menjembatani trombosit
dengan jaringan subendotel. Aggregasi trombosit ialah proses melekatnya trombosit
dengan trombosit lain, yang mula – mula dicetuskan oleh ADP yang dikeluarkan oleh
trombosit yang melekat pada serat subendotel. Selama proses agregasi, trombosit
berubah bentuk menjadi bulat disertai pembentukan pseudopodi, yang mengakibatkan
granula trombosit akan terkumpul di tengah dan akhirnya trombosit akan melepaskan
isi granul ( degranulasi ). Pada proses degranulasi, trombosit akan melepaskan
berbagai senyawa yang terdapat dalam granul sitoplasma trombosit (serotonin,
katekolamin, histamin, ADP, ATP, siklik AMP, ion kalsium dan kalium, faktor
trombosit 3 dan 4, B-tromboglobulin, PDGF, plasminogen, fibrinogen, protein
plasma, tromboksan A2). Senyawa-senyawa ini akan menstimulasi aktivasi dan
aggregasi trombosit lebih lanjut hingga menghasilkan sumbat trombosit yang stabil,
mengaktifkan membran fosfolipid dan memfasilitasi pembentukan komplek protein
koagulasi yang terjadi secara berurutan.17
Teori yang banyak dianut untuk menerangkan proses pembekuan darah adalah
teori cascade atau waterfall yang dikemukakan oleh Mac Farlane, Davie dan Ratnoff.
Faktor pembekuan beredar dalam darah sebagai prekursor yang akan diubah menjadi
enzim. Jadi mula-mula faktor pembekuan darah bertindak sebagai substrat dan
kemudian sebagai enzim. Proses pembekuan darah dimulai melalui dua jalur yaitu
jalur intrinsik yang dicetuskan oleh adanya fase kontak dan pembentukan kompleks
aktivator F.X. Kemudian jalur ini akan meliputi diaktifkannya F.XII, F.XI, F.IX,
F.VIII, High Molecular Weight Kininogen (HMWK), Pre Kallikrein (PK), PF.3 dan
ion kalsium. Jalur ekstrinsik terdiri dari reaksi tunggal yaitu dengan adanya ion
kalsium, faktor kallikrein dan faktor tromboplastin jaringan oleh karena adanya
pembuluh darah yang luka, maka faktor VII akan teraktifasi menjadi faktor VIIa.
Kedua jalur ini kemudian akan bergabung menjadi jalur bersama, yaitu faktor VIIa (
jalur ekstrinsik ), faktor Ixa, PF3, ion Ca ( jalur intrinsik ) akan mengaktifkan faktor X
menjadi Xa, serta melibatkan F.V, PF-3, protrombin dan fibrinogen. Rangkaian reaksi
koagulasi ini akan membentuk trombin dan mengubah fibrinogen menjadi
benang-benang fibrin yang tidak larut. Fibrin sebagai hasil akhir dari proses pembekuan darah
akan menstabilkan sumbatan trombosit.18,19
Perlu ada mekanisme kontrol untuk mencegah aktivasi dan pemakaian faktor
pembekuan darah secara berlebihan yaitu melalui aliran darah, mekanisme
pembersihan seluler dan inhibitor alamiah. Aliran darah yang stabil akan
menghilangkan dan mengencerkan faktor pembekuan darah yang aktif dari tempat
luka, sehingga faktor pembekuan darah yang aktif ini akan dibersihkan dari sirkulasi
darah oleh hati. Plasma darah mengandung sejumlah protein yang dapat menghambat
enzim proteolitik yang disebut sebagai inhibitor seperti antitrombin, alfa 2
makroglobulin, alfa 1 antitripsin, C1 esterase inhibitor, protein C, protein S. Inhibitor
ini berfungsi untuk membatasi reaksi koagulasi agar tidak berlangsung secara
berlebihan sehingga pembentukan fibrin hanya terbatas disekitar daerah yang
F.Xa, F.IXa, F.VIIa, plasmin dan kalikrein. Protein C yang diaktifkan oleh trombin
dengan kofaktor trombomodulin akan memecah F.Va dan F.VIIIa menjadi bentuk
yang tidak aktif dengan adanya kofaktor protein S. Alfa 1 antitripsin akan berperan
dalam menginaktifkan trombin, F.XIa, kalikrein dan HMWK. C1 inhibitor akan
menghambat komponen pertama dari sistem komplemen, F.XIIa, F.XIa dan
kalikrein.17,19
Fibrinolisis adalah proses penghancuran deposit fibrin, sehingga aliran darah
akan terbuka kembali. Sistem fibrinolisis mulai bekerja sesaat setelah terbentuknya
bekuan fibrin. Sistem fibrinolisis terdiri dari 3 komponen utama yaitu : plasinogen
yang akan diaktifkan menjadi plasmin, aktifator plasminogen dan inhibitor plasmin.
Deposisi fibrin akan merangsang aktivasi plasminogen menjadi plasmin oleh aktivator
plasminogen seperti tissue plasminogen aktivator (t-PA), urokinase plasminogen
aktivator (u-PA), F.XIIa dan kallikrein. Plasmin yang terbentuk akan memecah
fibrinogen dan fibrin menjadi fibrinogen degradation product (FDP). Dengan proses
ini fibrin yang tidak diperlukan dilarutkan sehingga hambatan terhadap aliran darah
dapat dicegah. Untuk menghindari terjadinya aktivitas fibrinolisis yang berlebihan,
tubuh mempunyai mekanisme kontrol berupa inhibitor aktivator plasminogen (PAI-1)
yang akan menginaktivasi t-PA maupun u-PA, dan alfa 2 antiplasmin yang akan
menetralkan aktivitas plasmin yang masuk ke sirkulasi.14,19
2.2. Patofisiologi Trombosis
Trombosis adalah pembentukan suatu massa abnormal yang berasal dari
komponen-komponen darah ( trombus ) dalam pembuluh darah dan ruang jantung.
Berdasarkan teori triad of Virchow`s, terdapat 3 hal yang berperan dalam patofisiologi
perubahan daya beku darah. Trombosis terjadi bila terdapat gangguan keseimbangan
antara faktor resiko trombosis dan inhibitor trombosis14,20,21
Sel endotel pembuluh darah yang utuh yang bersifat nontrombogenik,
sehingga mencegah trombosit menempel pada permukaannya. Sifat non trombogenik
ini akan hilang bila endotel mengalami kerusakan/terkelupas karena berkurangnya
produksi senyawa antitrombotik dan meningkatnya produksi senyawa protrombotik.
Berbagai senyawa protrombotik yang dilepaskan ini akan mengaktifkan sistem
pembekuan darah dan menyebabkan menurunnya aktifitas fibrinolisis sehingga
meningkatkan kecenderungan untuk terjadi trombosis. Bila kerusakan endotel terjadi
sekali dan dalam waktu singkat, maka lapisan endotel normal akan terbentuk kembali,
proliferasi sel otot polos berkurang dan intima menjadi tipis kembali. Bila kerusakan
endotel terjadi berulang-ulang dan berlangsung lama, maka proliferasi sel otot polos
dan penumpukan jaringan ikat serta lipid berlangsung terus sehingga dinding arteri
akan menebal dan terbentuk bercak aterosklerosis. Bila bercak aterosklerotik ini robek
maka jaringan yang bersifat trombogenik akan terpapar dan terjadi pembentukan
trombus.14,20
Aliran darah yang melambat bahkan stagnasi menyebabkan gangguan
pembersih faktor koagulasi aktif, mencegah bercampurnya faktor koagulasi aktif
dengan penghambatnya, mencegah faktor koagulasi aktif dilarutkan oleh darah yang
tidak aktif. Keadaan ini akan mengakibatkan terjadinya akumulasi faktor-faktor
pembekuan yang aktif dan dapat merusak dinding pembuluh darah. Stagnasi aliran
darah ini dapat diakibatkan oleh imobilisasi, obstruksi vena dan meningkatnya
viskositas darah.20,22
. Menurut beberapa peneliti, darah penderita trombosis lebih cepat membeku
peningkatan kadar berbagai faktor pembekuan terutama fibrinogen, F.V, VII, VIII dan
X. Menurut Schafer penyebab lain yang dapat menimbulkan kecenderungan
trombosis yaitu defisiensi AT, defisiensi protein C, defisiensi protein S,
disfibrinogenemia, defisiensi F.XII dan kelainan struktur plasminogen.20,22,23
2.3. Gangguan hemostasis pada Ulkus kaki diabetes
Gangguan pada sistem hemostatik dapat tejadi jauh sebelum DM terdiagnosis.
Pada kondisi sindroma metabolik, gangguan sistem hemostatik sering kali sudah
terjadi. Pasien DM sering disertai sindrom metabolik : hipertensi, dislipidemia,
obesitas, disfungsi endotel dan faktor protrombotik yang semuanya akan memicu dan
memperberat komplikasi kardiovaskuler.14
Dari penelitian – penelitian diketahui bahwa pada diabetisi terdapat keadaan
status hiperkoagulasi yang disebabkan hiperglikemia, hiperinsulinemia dan resistensi
insulin yang mana keadaan – keadaan tersebut dapat mencetuskan terjadinya
perubahan dalam faal hemostasis yaitu terjadi peningkatan aktifitas koagulasi dan
penurunan aktifitas fibrinolisis.2,6,7
Hiperglikemia juga akan menyebabkan gangguan fungsi – fungsi trombosit,
sehingga akan memperbesar kemungkinan terjadinya keadaan prokoagulasi.3
Perubahan faal hemostasis ( keadaan protrombotik ) yaitu disebabkan karena
adanya resistensi insulin terutama yang terjadi pada pasien DM Tipe 2. Peningkatan
fibrinogen serta aktivitas faktor VII, faktor VIII dan Plasminogen Activator Inhibitor
(PAI) – 1 didalam plasma maupun didalam plak aterosklerotik akan menyebabkan
penurunan urokinase, kadar tPA dan kadar PGI2 dan meningkatkan agregasi
trombosit.24-26 Terjadi juga peningkatan Tromboxan A4 dan B2 dan soluble
aktivasi koagulasi, seperti trombin-anti trombin kompleks (TATcs), dijumpai
meningkat penderita DM tipe 2.24,28
Peningkatan fibrinogen diduga karena meningkatnya aktivitas faktor VII yang
berhubungan dengan terjadinya hiperlipidemi post prandial. Over ekspresi PAI-1
diduga terjadi akibat pengaruh langsung dari insulin dan proinsulin.28,29
Gangguan hemostasis ini akan mempermudah terjadinya aktivasi proses
hemostasis dan menyebabkan respon koagulasi yang terjadi berlangsung secara
berlebihan. Status hiperkoagulasi ini akan menyebabkan diabetisi cenderung untuk
mengalami trombosis dibandingkan dengan non diabetisi.26,31,32 Suhartono di Medan
melaporkan, pada 37 pasien ulkus kaki diabetik didapati keadaan hiperkoagulasi
sebanyak 65% (24 orang). 33
Sekitar 80% penyebab kematian pada DM berhubungan dengan trombosis
yang terjadi pada pembuluh darah jantung, otak dan kaki yang bermanifestasi klinik
sebagai infark miokard, stroke, ulkus dan gangren kaki diabetik.3,4
Pembuluh darah pada daerah ekstremitas bawah bagian distal merupakan salah satu
daerah yang sering mengalami trombosis pada diabetisi. Adanya trombosis akan
menganggu pendistribusian darah ke daerah luka sehingga menghambat proses
penyembuhan luka dan menyebabkan terjadinya gangren. Trombosis merupakan
penyulit yang meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas dalam pengelolaan
komplikasi ulkus kaki diabetik. Mardi dkk (2004) mendapatkan ulkus kaki diabetik
sebanyak 28,4% dari penderita kaki diabetik yang menjalani perawatan di RSUD
Koja Jakarta Utara dari tahun 1999 – 2004, dimana 72,1% diantaranya telah terjadi
gangren.34 Sedangkan Tseng (2003) dalam survei yang dilakukan pada populasi kaki
diabetes di Taiwan menemukan 26,9% ulkus kaki diabetik akhirnya berkembang
oleh adanya gangren. Sebanyak 11-41% akan meninggal dalam setahun setelah
mengalami amputasi, 20–50% setelah 3 tahun pasca amputasi dan 39-68 % setelah 5
tahun pasca amputasi.8-10
Keadaan hiperkoagulasi pada diabetes berhubungan dengan peningkatan
produksi faktor jaringan, suatu prokoagulan poten oleh sel endotel dan VSMS, serta
peningkatan faktor koagulasi plasma seperti faktor VII. Hiperglikemi juga
berhubungan dengan penurunan kadar antikoagulan endogen seperti antitrombin dan
protein C, gangguan fungsi fibrinolitik, dan peningkatan produksi PAI-1.10,25
Kelainan tersebut terlihat pada peningkatan viskositas darah dan fibrinogen.
Peningkatan viskositas darah dan fibrinogen berkorelasi dengan abnormalitas Ankle
Brachial Index(ABI) pada pasien dengan Peripheral Arterial Disease (PAD), dan
peningkatan fibrinogen dan produk degradasinya berhubungan dengan perkembangan
dan komplikasi PAD.25
Aktivasi koagulasi pada ulkus kaki diabetik juga dapat terjadi oleh karena
adanya invasi mikroba pada dinding pembuluh darah atau adanya edema jaringan di
sekitar daerah luka.36 Infeksi berperan penting pada perkembangan gangren.37
2.4. Peranan warfarin
Warfarin (anti koagulan oral) diperkenalkan pertama kali pada tahun 1948.
Obat ini bekerja dengan mempengaruhi sintesis faktor pembekuan darah tergantung
dari vitamin K seperti faktor pembekuan II, VII, IX dan X dan pembekuan protein
induced by vitamin K absent or antagonist (PIVKA).11,12,38,39
Warfarin diabsorbsi diusus halus dan memasuki sirkulasi darah,
dimetabolisme di mikrosom sel hati, dan akan menghambat kerja vitamin K.
Penghambatan kerja vitamin K meyebabkan penurunan sintesis faktor pembekuan II,
Warfarin termasuk ke dalam golongan obat antikoagulan yang dipakai untuk
mencegah terjadinya trombosis.39,40
Pemberian antikoagulan oral (warfarin) akan mempengaruhi kerja vitamin K
pada sintesa faktor pembekuam II, VII, IX dan X di dalam sel hati. Menurut Deykin
dan Verstraete, kerja utama dari obat antikoagulan oral adalah menghambat kerja
enzim epoksid reduktase, sehingga perubahan vitamin K epoksid menjadi vitamin K
terganggu, akibatnya terjadi penumpukan prekursor faktor-faktor tergantung vitamin
K. Menurut Deykin, antikoagulan oral juga dapat menghambat vitamin K menjadi
vitamin K 1 hidrokuinon. Penghambatan kerja vitamin K menyebabkan terjadinya
penurunan sintesis faktor II, VII, IX dan X.11,40
Penurunan aktivitas faktor VII terjadi dalam 2 hari setelah pemberian
antikoagulan oral dengan dosis yang besar. Diikuti penurunan faktor IX, X dab II
secara berturut-turut. Setelah pemakaian selama 7 hari aktivitas ke 4 pembekuan
tersebut akan sangat rendah di dalam darah.11
Warfarin mempunyai rentang dosis terapi yang sempit. Dimana dosis
inadekuat menyebabkan efikasi menurun, dan dosis yang berlebihan akan
menyebabkan perdarahan.41,42 Crowther dkk membandingkan dosis inisial antara 5
mg (32 subjek) dan 10 mg warfarin (21 subjek) untuk mencapai target INR 2,0-3,0
setelah 5 hari perlakuan. Didapati 24 % grup 10 mg dan 7 % grup 5 mg mempunyai
nilai INR > 3,0 pada hari ke 4 perlakuan, yang memperbesar resiko perdarahan.43
Raskob G dkk, membandingkan efek terapi warfarin dosis rendah (3 mg)
dengan aspirin 80 mg terhadap faktor VII yang teraktifasi pada 33 pasien penyakit
jantung koroner stabil. Didapati peningkatan mean INR dan penurunan faktor VII
Hull dkk melaporkan bahwa terapi warfarin dengan intensitas moderat (
dengan hasil INR 2,0 – 3,0 ) adalah regimen yang sama efektif dibanding terapi
warfarin dengan intensitas tinggi ( INR 3,0 – 4,5 ) untuk mencegah tromboemboli
vena rekuren. Terapi dengan intensitas moderat juga berhubungan dengan resiko
perdarahan yang lebih rendah.45
Levine dkk, melaporkan bahwa menjaga rasio INR berkisar 1,3 – 1,9
menurunkan resiko untuk terjadinya tromboemboli vena sebanyak 85 %, tanpa
meningkatkan resiko perdarahan.46 Ridker dkk melaporkan profilaksis warfarin
dengan target INR 1,5 – 2,0, lebih superior dibanding plasebo untuk mencegah
tromboemboli rekuren pada pasien yang telah mendapat terapi warfarin selama 3
bulan dengan intensitas konvensional ( target INR 2,0 – 3,0 ), dimana tidak
didapatkan peningkatan signifikan untuk komplikasi perdarahan mayor.47
Studi studi di AS dan Kanada menilai resiko dan keuntungan pemakaian
warfarin dan dan aspirin untuk pencegahan stroke emboli pada pasien dengan fibrilasi
atrial tanpa kelainan valvular, seperti : SPAF ( The Stroke Prevention in Atrial
Fibrillation ) study, BAATAF ( The Boston Area Anticoagulation Trial in Atrial
Fibrillation ) study, SPINAF ( The Stroke Prevention in Nonrheumatic Atrial
Fibrillation ) study dan AFASAK ( The Atrial Fibrillation, Aspirin, and
Anticoagulation ) study di Copenhagen. Studi – studi tersebut menyimpulkan bahwa
terapi warfarin dengan target terapeutik INR 2,0 – 3,0 , mengurangi resiko stroke
Gambar 2. Mekanisme kerja warfarin pada sistem koagulasi dan (dalam lingkaran
2.5. Pemeriksaan penyaring hemostasis
Adanya gangguan hemostasis dapat diketahui dengan melakukan beberapa
pemeriksaan laboratorium yang dapat mengevaluasi aktivitas koagulasi dan aktivitas
fibrinolisis. Pemeriksaan yang secara rutin dapat dilakukan antara lain : plasma
prothrombin time, INR , activated partial thromboplastin time, thrombine time dan
kadar D-Dimer.8,50
Masa prothrombin plasma (PT) digunakan untuk menguji pembekuan darah
melalui jalur ekstrinsik dan jalur bersama yang melibatkan faktor pembekuan VII, X,
V, protrombin dan fibrinogen. Pemeriksaan ini adalah mengukur lamanya terbentuk
bekuan bila ke dalam plasma yang diinkubasi pada suhu 37o ditambahkan reagan
tromboplastin jaringan dan kalsium. Nilai normal dari pemeriksaan ini berkisar antara
10-14 detik .8,50
Masa thromboplastin parsial teraktivasi (apTT) digunakan untuk menguji
pembekuan darah melalui jalur intrinsik dan jalur bersama yang melibatkan faktor
XII, prekalikrein, kininogen, faktor XI, IX, VIII, X, V, protrombin dan fibrinogen.
Prinsip pemeriksaan ini adalah mengukur lama terbentuknya bekuan bila kedalam
plasma ditambahkan reagen tromboplastin parsial dan aktivator serta ion kalsium pada
suhu 37oC. Reagen tromboplastin parsial adalah fosfolipid sebagai pengganti PF-3.
Nilai normal dari pemeriksaan in berkisar antara 30 – 40 detik.8,50
Masa trombin digunakan untuk menguji perubahan fibrinogen menjadi fibrin.
Prinsip pemeriksaan ini adalah mengukur lama terbentuk nya bekuan pada suhu 37oC
bila ke dalam plasma ditambahkan reagen trombin. Nilai normal dari pemeriksaan ini
berkisar antara 14 – 16 detik.8,50
D-Dimer merupakan suatu protein yang dilepaskan kedalam sirkulasi selama
linked fibrin dari fragmen protein yang dihasilkan oleh aktivitas proteolitik plasmin
terhadap fibrin atau fibrinogen. Kadar D-dimer normal < 500 ng/dl.8 Meningkatnya
kadar D-dimer berhubungan dengan meningkatnya aktivitas sistem koagulasi.8,50
Sebelum terapi antikoagulan oral diberikan maka harus diperiksa jumlah
trombosit, serta data awal tes hemostasis antara lain seperti PT, INR, aPTT, Trombin
BAB III
PENELITIAN SENDIRI 3.1. Latar Belakang
Hiperglikemia dan resistensi insulin pada penderita diabetes melalui berbagai
mekanisme akan menyebabkan peningkatan aktivitas koagulasi dan penurunan
aktivitas fibrinolisis, sehingga penderita diabetes mengalami keadaan hiperkoagulasi
dimana darah lebih mudah untuk membeku atau mengalami trombosis dibandingkan
dengan keadaan fisiologi normal.23,24,29
Trombosis menjadi salah satu penyulit yang meningkatkan angka morbiditas
dan mortalitas dalam pengelolaan komplikasi ulkus kaki diabetik. Terjadinya
trombosis akan mengganggu suplai darah ke daerah luka sehingga akan menghambat
proses penyembuhan luka dan menyebabkan terjadinya gangren. Salah satu upaya
untuk mengurangi kecacatan dan kematian akibat ulkus kaki diabetik dapat dilakukan
dengan mencegah terjadinya trombosis pada pembuluh darah yang memberikan suplai
darah ke daerah luka melalui pemberian antikoagulan dan anti aggregasi trombosit.8
Upaya untuk mencegah terjadinya trombosis dalam pengelolaan ulkus kaki
diabetik pada saat ini dilakukan dengan pemberian anti agregasi trombosit seperti
aspirin, clopidogrel dan cilostazol.10,54,55 Pemberian antikoagulan belum menjadi
perhatian. Tatalaksana ini menunjukkan bahwa keadaan hiperkoagulasi sebagai faktor
risiko terhadap kejadian trombosis masih belum mendapat perhatian dalam upaya
pengelolaan ulkus kaki diabetik.
Kalani dkk dalam penelitiannya pada penderita ulkus kaki diabetika kronik di
Swedia, mendapatkan adanya hubungan antara kepadatan struktur gel fibrin yang
terbentuk dengan fungsi hemostasis. Pada kelompok penderita yang mendapat
amputasi yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok yang memperoleh aspirin
dan plasebo.56,57
Beberapa literatur menyebutkan bahwa warfarin bekerja dengan
memperlihatkan efek antikoagulan dan efek anti trombosis. Wessler dan Gitel
melaporkan efek antitrombosis dapat dilihat setelah 6 hari terapi, sedangkan efek
antikoagulan dapat diamati setelah 2 hari terapi warfarin. Hal ini diduga karena pada
fase induksi terapi warfarin penurunan dari faktor faktor pembekuan berakibat pada
pemanjangan rasio PT pada 2 hari pertama, sedang efek antitrombosis didapatkan
setelah hari ke 4 atau ke 5.43
Data mengenai pemberian warfarin pada penderita ulkus kaki diabetik dengan
status hiperkoagulasi sampai saat ini sepengetahuan penulis belum ada di Indonesia,
3.2. Perumusan Masalah
Apakah terdapat pemanjangan status koagulasi pada penderita ulkus kaki
diabetik setelah diberikan warfarin dibanding kontrol.
3.3. Hipotesa
Terdapat pemanjangan status koagulasi pada penderita ulkus kaki diabetik
setelah pemberian warfarin dibanding kontrol.
3,4. Tujuan penelitian
Untuk mengetahui adanya pemanjangan status koagulasi pada penderita ulkus
kaki diabetik setelah pemberian warfarin dibandingkan dengan kontrol .
3.5. Manfaat penelitian
- Untuk mengetahui manfaat pemberian warfarin terhadap status
hiperkoagulasi pada penderita ulkus kaki diabetik sehingga dapat
menambah modalitas dalam pengelolaan ulkus kaki diabetik.
- Sebagai data dasar untuk penelitian selanjutnya dalam upaya menurunkan
3.6. Kerangka Konsepsional
3.7. BAHAN DAN CARA 3.7.1. Desain Penelitian
Penelitian dilakukan secara uji klinis dengan perlakuan ulang (pre dan post
test design).
3.7.2. Definisi Operasional
3.7.2.1. DM tipe 2 (Perkeni 2006) :
• Keluhan klasik diabetes + KGD sewaktu ≥ 200 mg/dl atau KGD puasa
≥ 126 mg/dl.
• Dalam 2 masa pemeriksaan : KGD sewaktu ≥ 200 mg/dl atau KGD
puasa ≥ 126 mg/dl.
3.7.2.2. Ulkus kaki diabetik :
Adanya manifestasi ulkus pada kaki penderita DM berdasarkan
3.7.2.3. Kriteria ulkus kaki diabetik menurut Wagner :
Grade 1 : ulkus superfisial tanpa terlibat jaringan dibawah kulit
Grade 2 : ulkus dalam tanpa terlibat tulang / pembentukan abses.
Grade 3 : ulkus dalam dengan selulitis/abses atau osteomielitis
Grade 4 : gangren lokal
Grade 5 : gangren luas / melibatkan keseluruhan kaki
3.7.2.4. Pemeriksaan penyaring hemostasis :
Pemeriksaan laboratorium yang terdiri dari hitung trombosit, aPTT,
INR, PT, TT, kadar fibrinogen dan D-dimer.
PT : Pemeriksaan ini adalah mengukur lamanya terbentuk bekuan bila
ke dalam plasma yang diinkubasi pada suhu 37o ditambahkan
reagan tromboplastin jaringan dan kalsium.
Nilai normal berkisar antara 10-14 detik
INR : Di dapat dari rasio PT plasma yang di pangkatkan dengan ISI (
International Sensitivity Index ) dari reagen tromboplastin yang
dipakai.
aPTT : Pemeriksaan ini adalah mengukur lama terbentuknya bekuan bila
ke dalam plasma ditambahkan reagen tromboplastin parsial dan
aktivator serta ion kalsium pada suhu 37oC. Reagen tromboplastin
parsial adalah fosfolipid sebagai pengganti PF-3.
Nilai normal antara 30 – 40 detik
TT : Pemeriksaan ini adalah mengukur lama terbentuknya bekuan pada
suhu 37oC bila ke dalam plasma ditambahkan reagen trombin.
Nilai normal berkisar antara 14 – 16 detik
D-Dimer digunakan untuk mendeteksi cross linked fibrin dari fragmen
protein yang dihasilkan oleh aktivitas proteolitik plasmin terhadap fibrin
atau fibrinogen. Kadar D-dimer normal < 500 ng/dl
Fibrinogen : Pemeriksaan lama terbentuknya bekuan fibrin dari fibrinogen
secara enzimatik bila di dalam plasma di tambahkan reagen trombin.
3.7.2.5. Hiperkoagulasi :
Bila satu atau lebih dari hasil pemeriksaan hemostasis dengan nilai
: aPTT < 0,8 x nilai kontrol
PT < 0,8 x nilai kontrol
INR < 0,9
Kadar D-dimer > 500 ng/l
Kadar fibrinogen > 400 mg/dl.
3.7.3. Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu penelitian antara bulan Desember 2008 – Juli 2009 RSUP H Adam
Malik Medan, RSU Dr.Pirngadi Kota Medan dan beberapa rumah sakit lain.
3.7.4. Populasi Terjangkau
Semua penderita DM tipe 2 dengan ulkus pada kaki berdasarkan kriteria
Wagner grade 1-5 yang menjalani perawatan di RSU Dr.Pirngadi Kota Medan,
RSUP H.Adam Malik dan beberapa rumah sakit lain.
3.7.5. Kriteria Inklusi
- Penderita DM tipe 2 dengan ulkus di kaki menurut kriteria Wagner grade
1-5 dengan status hiperkoagulasi.
3.7.6. Kriteria Eksklusi
- Menggunakan antikoagulan
- Penderita hemofilia
- Penderita sirosis hati
- Kreatinin serum > 2 mg/dl
- Riwayat amputasi kaki
- Kehamilan
- Sedang menderita penyakit keganasan, stroke dan miokard infark.
3.7.7. Populasi dan Sampel
Perkiraan besar sampel :
Jadi besar sampel dan kontrol masing masing minimal 15 orang
3.7.8 . Cara Penelitian
- Seluruh subjek penelitian dimintakan persetujuan secara tertulis tentang kesediaan
- Dilakukan pengambilan data subjek penelitian meliputi : umur, jenis kelamin,
lamanya menderita diabetes dan ulkus di kaki, pengobatan yang diperoleh.
- Dilakukan pengambilan darah vena sebanyak 5 ml untuk pemeriksaan penyaring
hemostasis meliputi hitung trombosit, PT, aPTT, INR, TT, kadar fibrinogen dan
D-dimer pada subyek dan kontrol
- Dilakukan pengambilan sampel dengan cara random sampling sederhana, dimana
sampel dengan hasil pemeriksaan penyaring hemostasis yang termasuk dalam
kriteria status hiperkoagulasi akan dibagi menjadi 2 grup. Sampel dengan nomor
urut ganjil masuk ke dalam grup kontrol dan sampel dengan nomor urut genap
masuk ke dalam grup subjek.
- Pada grup subjek diberikan kapsul yang berisi warfarin 5 mg, dan pada grup
kontrol diberikan kapsul plasebo yang berisi saccharum lactis . Ke 2 grup
mendapatkan terapi standar lain untuk ulkus kaki diabetik, seperti pemberian
antibiotik, obat anti diabetik oral / insulin, antiagregasi trombosit, dan perawatan
ulkus.
- Setelah 7 hari perlakuan, diambil darah vena sebanyak 5 ml untuk pemeriksaan
3.7.9. Analisa Data
Data kuantitatif ditampilkan dalam bentuk mean ± SD. Data kategorikal
ditampilkan dalam bentuk jumlah dan persentase. Untuk membandingkan
perbaikan status hiperkoagulasi sebelum dan sesudah 7 hari antara subjek dan
kontrol dengan menggunakan uji t berpasangan. Hasil analisa statistik memiliki
kemaknaan jika nilai p < 0,05. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan
3.7.10. Kerangka Operasional
SUBJEK PENELITIAN : Anti agregasi + Warfarin PEMERIKSAAN HEMOSTASIS
aPTT,INR, PT,TT,
Kadar fibrinogen, Kadar D-dimer
- ANAMNESA
- PEMERIKSAAN FISIK
KONTROL : Anti agregasi Tanpa Warfarin
DM tipe 2 + Ulkus kaki Diabetik
hiperkoagulasi
normokoagulasi hipokoagulasi
Kriteria inklusi Kriteria eksklusi
randomisasi
Status koagulasi
Analisa Data
Selama 7 hari
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. HASIL PENELITIAN
4.1.1. Karakteristik Subyek Penelitian
Seluruh peserta yang ikut menyelesaikan penelitian berjumlah 16 orang subjek
dan 16 orang kontrol. Seluruh pasien baik subjek maupun kontrol mendapat anti
agregasi yaitu Asam Asetil Salisilat 1x 80 mg sebagai tatalaksana standar ulkus kaki
diabetik.
Pada Tabel 1 diperlihatkan data dasar seluruh penderita ulkus kaki diabetes
baik subjek maupun kontrol. Umur rerata grup subjek 50,1 ± 5,7 tahun , tidak berbeda
bermakna dengan rerata umur grup kontrol (53,75 ± 7,6, p=0,134) . grup Subjek
terdiri dari 9 orang laki – laki dan 7 orang perempuan., tidak berbeda bermakna
dengan kontrol yaitu 4 orang laki – laki dan 12 orang perempuan (p=0,072). Rerata
lama menderita DM subjek 6,5 ± 4,6 tahun , tidak berbeda bermakna dengan kontrol
(8,5 ± 6,7 tahun , p=0,319). Pada grup subjek dengan ulkus kaki grade 3 berjumlah 4
orang, grade 4 berjumlah 8 orang, dan grade 5 berjumlah 4. Pada grup kontrol dengan
ulkus kaki grade 3 berjumlah 6 orang, grade 5 berjumlah 4 orang, dan grade 5
berjumlah 5 orang. Tidak dijumpai perbedaan bermakna untuk parameter IMT, KGD
ad random dan parameter koagulasi seperti ratio PT, INR. aPTT,TT dan D dimer
antara subjek dan kontrol sebelum pemberian terapi
Dijumpai perbedaan bermakna antara kedua grup untuk parameter jumlah
Tabel 1. Karakteristik Dasar Subyek Penelitian
Parameter Subjek (n=16) Kontrol (n=16) P
Rerata Rerata
Umur (tahun) 50,1 ± 5,7 53,75 ± 7,6 0,134
Jenis kelamin P:L 9 : 7 12:4 0,072
IMT (kg/m2) 22,7 ± 2,9 22,9 ± 3,2 0,851
KGD Adr (mg/dl) 239 ± 85 277 ± 85 0,217
Lama DM (tahun) 6,5 ± 4,6 8,5 ± 6,7 0,319
Lama ulkus (bulan) 6,2 ± 4,2 2,9 ± 3,7 0,029*
Hb (gr/dl) 11,4 ± 2,3 10,2 ± 1,2 0,071
Leukosit (103/mm3) 13,3 ± 4,9 10,75 ± 4,6 0,144
Trombosit (103/mm3) 393,9 ± 116,6 296,5 ± 101,1 0,017*
Rasio PT 1,05 ± 0,12 1,05 ± 0,1 0,826
INR 1,03 ± 0,18 1,06 ± 0,09 0,513
Rasio aPTT 0,99 ± 0,10 0,96±0,18 0,576
Rasio TT 1,06 ± 0,12 0,99 ± 0,28 0,416
Fibrinogen (mg/dl) 323 ± 112 417 ± 93 0,016*
D dimer (ng/ml) 1420 ± 836 1218 ± 815 0,502
Ulkus Grade 3 4 6
Ulkus Grade 4 8 5
Ulkus Grade 5 4 5
Asam asetil salisilat 80 mg 16 16
4.1.2. Efek Pemberian Warfarin selama 7 hari
Perubahan parameter status koagulasi kelompok subjek dan kontrol antara hari
ke-0 dan hari ke-8 ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Data status koagulasi kedua kelompok sebelum dan sesudah pemberian warfarin selama 7 hari
Parameter Subjek Kontrol
Ho H8 P H0 H8 P
Pada kelompok kontrol yang tidak mendapat warfarin, tidak satupun dijumpai
perbedaan yang signifikan antara hari 0 dan hari kedelapan baik pada rasio PT, INR,
rasio aPTT, rasio TT, Fibrinogen maupun D dimer .
Pada kelompok subjek yang mendapat warfarin, perbedaan yang signifikan
antara hari 0 dan hari kedelapan dijumpai pada rasio PT (1,05 ± 0,12 vs 1,24±0,28,
p=0,010), INR (1,03 ± 0,18 vs 1,34±0,39, p=0,001), ratio aPTT (0,99±0,10 vs
1,12±0,12, p=0,0001). Sementara pada rasio TT, Fibrinogen dan D Dimer tidak
dijumpai perbedaan yang bermakna antara hari 0 dan hari kedelapan.
Pada tabel 3 terlihat perbandingan data status koagulasi pada hari kedelapan
antara kelompok subjek dan kelompok kontrol. Perbedaan yang signifikan antara
1,11±0,12, p=0,040) dan ratio aPTT (1,12±0,12 vs 0,985 ± 0,17 p=0,016) dan
fibrinogen ( 314±99 vs 487±187, p=0,010).
Sementara rasio PT, INR, rasio aPTT, dan rasio TT pada hari kedelapan antara
kelompok subjek dan kelompok kontrol tidak dijumpai perbedaan yang signifikan.
Tabel 3. Data status koagulasi antara subjek dan kontrol setelah pemberian warfarin
Parameter Subjek (H8) Kontrol (H8) p
SD
x± x±SD
Rasio PT 1,24 ± 0,28 1,08 ± 0,14 0,064
Rasio INR 1,34 ± 0,39 1,11 ± 0,12 0.040*
Rasio aPTT 1,12 ± 0,12 0,985 ± 0,17 0.016*
Rasio TT 1,12 ± 0,06 1,08 ± 0,24 0,609
Fibrinogen (mg/dl) 314 ± 99 487 ± 187 0,010*
D dimer (ng/ml) 1463 ± 990 1190 ± 823 0,403
Keterangan : * bermakna secara statistik p < 0,05
4.1.3. Efek Samping
Efek samping pemberian warfarin, seperti perdarahan dan nekrosis kulit tidak
4.2. P E M B A H A S A N
Pada saat ini upaya untuk mencegah terjadinya trombosis dalam pengelolaan
ulkus kaki diabetik dilakukan dengan pemberian anti agregasi trombosit seperti
aspirin, clopidogrel dan cilostazol.10,48,49 Pemberian antikoagulan belum menjadi
perhatian. Strategi ini menunjukkan bahwa keadaan hiperkoagulasi sebagai faktor
risiko terhadap kejadian trombosis masih belum mendapat perhatian dalam upaya
pengelolaan ulkus kaki diabetik.
Pada penelitian ini dilakukan penilaian resiko trombosis dengan pengukuran
PT, INR, aPTT, TT, Fibrinogen dan D-Dimer yang merupakan parameter koagulasi.
Pada kelompok subjek didapatkan pemanjangan PT, INR dan aPTT yang bermakna
setelah pemberian warfarin selama 7 hari. Pada kelompok kontrol seluruh parameter
tersebut tidak mengalami perubahan signifikan. Bila dibandingkan antara kedua
kelompok didapatkan perbedaan bermakna setelah 7 hari pada nilai fibrinogen ( 314
± 99 vs 487 ± 187;p= 0,010 ), rasio INR (1,34 ± 0,39 vs 1,11 ± 0,12 ;p= 0,040), dan
rasio aPTT ( 1,12 ± 0,12 vs 0,985 ± 0,17, p=0,016 )
Kearon dkk, melaporkan aPTT yang memanjang karena terjadi inhibisi faktor
II, IX dan X, dan warfarin bekerja dengan menghambat sintesis faktor II,VII, IX dan
X. Setiap peningkatan INR 1,0 akan meningkatkan nilai aPTT sebanyak 16 detik ( CI
95 % ) pada 24 pasien VTE yang diterapi dengan heparin IV dan warfarin.51
Uji PT adalah metode yang paling sering dipakai untuk pemantauan terapi
antikoagulan oral. PT bereaksi terhadap pengurangan 3 dari 4 faktor pembekuan
bergantung vitamin K yaitu faktor II, VII dan X. Selama beberapa hari pertama terapi
Pada penelitian ini, didapatkan pemanjangan nilai PT pada grup subjek setelah
terapi warfarin selama 7 hari, tetapi pemanjangan ini tidak bermakna secara statistik
jika dibandingkan antara grup subjek dan grup kontrol pada H8.
Untuk memantau efek antikoagulan oral dengan hasil laboratorium yang
berbeda-beda dipakai ratio INR. Sehingga perbandingan pemeriksaan PT yang
dilaporkan dalam INR dapat dibandingkan antara satu laboratorium dengan
laboratorium lain. INR juga digunakan untuk menetapkan dosis obat antikoagulan
dengan memakai target rentang terapi.11,12,40
Nilai fibrinogen berbeda bermakna pada ke 2 kelompok setelah 7 hari
perlakuan mungkin disebabkan pada H0, perbedaan yang bermakna juga sudah terjadi
pada ke 2 kelompok, dimana pada kelompok kontrol didapatkan nilai fibrinogen yang
lebih tinggi. Tetapi jika diperbandingkan dalam kelompok, tidak ada perbedaan
bermakna antara H0 dan H8.
Pada uji klinis efektivitas anti agregasi trombosit masih diperdebatkan tetapi
obat tersebut tidak dapat dipakai untuk mencegah trombosis secara umum pada semua
pasien yang mengalami hiperkoagulasi. Salah satu alasan adalah karena respon pasien
terhadap dosis standar obat anti agregasi bersifat heterogen.52
Penelitian The US Physicians Health Study (1989) melaporkan pengurangan
resiko gangguan kardiovaskular sebesar 44% pada penderita diabetes yang mendapat
325 mg aspirin setiap harinya. Demikian juga yang dilaporkan penelitian The
Hypertensive Optimal treatmet (HOT) tahun 1992, pemberian 75 mg aspirin setiap
hari dapat mengurangi resiko kardiovaskular sebesar 15% dan infark miokard sebesar
36%.53
The Antiplatelet Trialists Collaboration meninjau 145 penelitian yang
aspirin) untuk menilai efikasi penggunaannya pada penderita diabetes. Dari lebih
100.000 pasien didapat penurunan resiko gangguan kardiovaskular (Infark Miokard,
stroke, kematian vaskular) sebesar 27% pada kelompok yang mendapat terapi
dibanding kelompok kontrol. Namun pada penderita yang mengalami klaudikasio,
efek terapi anti aggregasi trombosit tidak bermakna.55 Pada penelitian The
Clopidogrel Versus Aspirin in Patients At risk of Ischemic Events (CAPRIE) didapat
efek pemberian 75 mg clopidogrel dapat menurunkan resiko stroke, infark miokard
(MI) dan penyakit arteri perifer (PAD) sebesar 8,7% dibanding pemberian 325 mg
aspirin. Pada kasus PAD clopidogrel dapat mengurangi resiko sebesar 24% dibanding
aspirin. Dan American Diabetes Association menganjurkan pemberian anti aggregasi
trombosit sebagai pencegahan terhadap gangguan kardiovaskuler pada penderita
diabetes.54 Penelitian Primary Prevention Project (2003) menemukan pemberian
aspirin tidak bermanfaat dalam pencegahan primer kejadian kardiovaskular pada
diabetes.57
Diabetes menimbulkan keadaan hiperkoagulasi yang meningkatkan produksi
faktor-faktor di jaringan seperti peningkatan faktor VII. Hiperglikemia juga
menyebabkan penurunan antitrombin dan protein C, gangguan fibrinolisis dan
produksi PAI-1 berlebihan. Dijumpai juga peningkatan fibrinogen yang berhubungan
dengan timbulnya PAD.54 Reiber (2000) melaporkan target penurunan amputasi
sebesar 40% tidak tercapai selama lebih kurang 10 tahun sebelumnya. Terdapat
300.000 kasus selulitis, ulkus dan infeksi pada kaki penderita diabetes setiap tahunnya
di Amerika Serikat dengan amputasi sebanyak 92.000 kasus dan 20% penderitanya
akan meninggal dunia dalam 6 bulan.54-56 Dilaporkan oleh Brem (2007) sebanyak
lebih kurang 100.000 amputasi tungkai bawah pada penderita diabetes dilakukan
diabetes. Dilaporkan juga separuh dari kasus amputasi diakibatkan iskemik pada
tungkai.56
Resiko aterosklerosis semakin meningkat pada penderita diabetes, seperti
dilaporkan penelitian Verona Diabetes Study (2000) sebesar 44% mortalitas pada
diabetes disebabkan kardiovaskular. Penelitian Framingham mendapat resiko
klaudikasio intermitten 3,5 kali pada pria dan 8,6 kali pada wanita penderita diabetes
dibanding bukan diabetes. Faglia dkk (1998) melaporkan korelasi positif keparahan
PAD dengan kekerapan amputasi pada penderita diabetes sebesar 15 kali cenderung
mengalami amputasi dibanding bukan penderita diabetes. Untuk klaudikasio
intermitten telah dianjurkan pemberian cilostazol sebagai terapi dimana didapatkan
perbaikan jarak tempuh berjalan sebesar 40-50% dibanding plasebo.58
Pada penelitian ini tidak ditemukan perdarahan pada pemberian warfarin 5 mg
oral selama 7 hari. Dari literatur, dikatakan bahwa pemakaian warfarin dengan aspirin
akan meningkatkan resiko perdarahan.11,12,40
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. K E S I M P U L A N
5.1.1. Pada penelitian ini didapati pemanjangan status koagulasi yang signifikan setelah pemberian Warfarin 5 mg / hari selama 7 hari .
5.1.2. Pada 16 orang subjek tidak ditemukan efek samping selama pemberian warfarin 7 hari.
5.2. S A R A N
Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar dan
jangka waktu yang lebih lama untuk mendapatkan efikasi sebenarnya dari
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
1. Waspadji S. Komplikasi Kronik Diabetes: Mekanisme Terjadinya Diagnosis dan
Strategi Pengelolaan. Dalam : Aru W Sudoyo, dkk, (editor). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi ke empat. Jakarta: BP FKUI; 2006. hal.1906-10
2. Suyono S. Diabetes Mellitus di Indonesia. Dalam : Aru W Sudoyo, dkk, (editor).
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi keempat. Jakarta: BP FKUI; 2006. hal.
1874-8
3. Carr ME. Diabetes Mellitus A hypercoagulable State. Journal of Diabetes and Its
Complications 2001 ; 15: 44-54
4. Onbasi K, Efe B. Diabetes Mellitus and The Natural Anticoagulant. Turkish
Journal of Endocrinology and Metabolism 1999; 2:53-63.
5. Shahab A. Komplikasi kronik DM Penyakit Jantung Koroner. Dalam : Aru W
Sudoyo, dkk, (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi keempat. Jakarta:
BP FKUI; 2006. hal.1916-9.
6. Frykberg RG. Diabetic Foot Ulcers: Pathogenesis and Management. American
Family Physician 2002; 66:1655-62.
7. Knox RC, Dutch W, Blume P, Sumpio BE. Diabetic Foot Disease. International
Journal of Angiology 2000; 9:1-6.
8. Aulia D. Pemeriksaan penyaring pada kelainan hemostasis. Dalam : Rahayu D
Setiabudy, (editor). Hemostasis dan Trombosis. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2007. hal.23-33.
9. Jackson MR, Clagett GP. Antithrombotic Therapy in Peripheral Arterial Occlusive
10.Beckmen JA, Cieager MA, Libby P. Diabetes and Atherosclerosis. JAMA 2002 ;
287 : 2570 – 80.
11.Wirawan R. Pemeriksaan laboratorium untuk pemantauan antikoagulan oral.
Dalam : Rahayu D Setiabudy (editor). Hemostasis dan Trombosis. Edisi Ketiga.
Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2007. 91-107
12.Wirawan R. Monitoring Penggunaan Antikoagulan Oral. Dalam: Suryaatmadja M,
editor. Pendidikan Berkesinambungan Patologi Klinik. Jakarta: Penerbit FK UI;
2004. hal.97-107
13.Benyamin AF, Gustaviani R. Gangguan Hemostasis pada Diabetes Mellitus.
Dalam: Aru W Sudoyo, dkk, (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke
empat. Jakarta: BP FKUI; 2006. hal.778.
14.Tambunan KL. Patogenesis Trombosis. Dalam : Aru W Sundaru dkk, (editor).
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke empat. Jakarta: BP FKUI; 2006.
hal.765-8
15.Viles-Gonzalez JF, Fuster V, Badimon JJ. Atherothrombosis: A Widespread
Disease with Unpredictable and life-threatening Consequences. European Heart
Journal 2004; 25:1197-1207
16.Furie BC. Mechanism of Thrombus Formation. NEJM 2008; 359: 938-49
17.Oesman F, Setiabudy RD. Fisiologi Hemostasis dan Fibrinolisis. Dalam :
Rahajuningsih D Setiabudy (editor). Hemostasis dan Trombosis. Edisi ketiga.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007. hal.1-15
18.Riddle JP, Aouizerat BE, Miaskowski CM, Lillicrap DP. Theories of Blood
Coagulation. Journal of Pediatric Oncology Nursing 2007; 24:123-31
19.Roberts HR, Monroe DM, Hoffman M. Molecular Biology and Biochemistry of
Kaushansky K, et al. ( editors ). Williams Hematology. Seventh edition. New
York : McGraw Hill; 2006. p.1655-93.
20.Setiabudy RD. Patofisiologi Trombosis. Dalam : Rahajuningsih D Setiabudy
(editor). Hemostasis dan Trombosis. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;
2007. hal.245-52.
21.Makin A, Silverman SH. Peripheral Vascular Disease and Virchow’s Triad for
Thrombogenesis. Q J Med 2002 ; 95: 199-210.
22.Goodnight SHG, Hathway WE. Disorders of Hemostasis and Thrombosis. New
York. McGraw Hill. 2001.
23.Grant PJ. Is hypercoagulability an issue in arterial thrombosis? Yes. Journal of
Thrombosis and Haemostasis 2004 ; 2: 690-1.
24.Stegenga ME. Hypergycemia Stimulates Coagulation, Whereas Hyperinsulinemia
Impairs Fibrinolysis in Healthy Humans. Diabetes 2006; 55: 1807-12
25.American Diabetes Association. Peripheral Arterial Disease in People with
Diabetes. Diabetes Care 2003; 26:3333-41.
26.Duncan BB, Schmidt MI, Offenbacher S, Wu KK, Savage PJ, Heiss G. Factor
VIII and other Hemostasis Variables are Related to Incident Diabetes in Adult,
The Atherosclerosis Risk in Communities (ARIC) Study. Diabetes Care 1999;
22:767-73.
27.Kluft C, Jespersen J. Diabetes as a Procoagulant Condition. The British Journal of
Diabetes and Vascular Disease 2002 ; 2 (5): 358 – 62.
28.Piemontino U, Ceriello A, Di Minno G,. Hemostatic and Metabolic Abnormalities
in Diabetes Mellitus. Haematologica 1994 ; 79 : 387 – 92.
29.Meigs JB. Hyperinsulinemia , Hyperglicemia and Impaired Hemostasis. JAMA
30.Vinik AL. Platelet Dysfunction in Type 2 Diabetes. Diabetes Care 2001 ; 24 (8):
1476 – 85.
31.Kessler L, Wiesel ML, Attali P, Mossard JM, Cazenave JP, Pinget M. von
Willebrand Factor in Diabetic Angiopathy. Diabetes and Metabolism 1998; 24:
327-36.
32.Grant PJ. Diabetes Mellitus as A Prothrombotic Condition. Journal of Internal
Medicine 2007; 262:157-72.
33.Suhartono. Gangguan Hemostasis pada Penderita Ulkus Kaki Diabetik (tesis).
Medan: USU; 2009.
34.Santoso M, Yuliana M, Mujono W, Kusdiantomo. Pattern of Diabetic Foot at
Koja Regional General Hospital, Jakarta From 1999 – 2004. Acta Medica
Indonesiana 2005; 37 (4) :187 – 9.
35.Tseng CH. Prevalence and Risk Factors of Diabetic Foot Problems in Taiwan.
Diabetes Care 2003 ; 26 (12) : 3351.
36.Rauwerda JA. Acute Problem of the Diabetic Foot. Acta Chir Belg 2004;
104:140-47.
37.Anandi C. Bacteriology of Diabetic Foot Lesions. Indian Journal of Medical
Microbiology 2004 ; 22 (3):175-8.
38.Garipidou V. Oral anticoagulantion – Past, Present and Future. Haema 2005 ; 8 (
suppl. 1 ): S62 – S67.
39.Rosmiati H, Gan VHS. Antikoagulan, Antitrombosit, Trombolitik, dan Hemolitik.
Dalam: Ganiswara SG, editor. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta: BP
40.Hirsh J, Dalen J, Poller L et al. Oral anticoagulants : Mechanism of Action,
Clinical Effectiveness, and Optimal Therapeutic Range. Chest 2001 ; 119 (
suppl.1 ): S8-S21.
41.Scully M. Warfarin Therapy – Rat Poison and The Prevention of Thrombosis. The
Biochemist Journal. 2002; 4:15-17.
42.Nilsson G, Bjorholt I, Johnsson H. Anticoagulant Treatment in Primary Health
Care in Sweden – Prevalence, Incidence and Treatment Diagnosis : A
Retrospective Study on Electronic Patient Records in A Registered Population.
BMC 2003; 4: 306-12.
43.Crowther M. A Randomised Trial Comparing 5 mg and 10 mg Warfarin Loading
Dose. Arch Intern Med 1999; 159: 46-8.
44.Raskob G. Et all. Effect of Treatment with Low dose Warfarin Aspirin on
Activated Factor VII. Blood Journal 1995; 85: 3034-9.
45.Hull R, Hirsh J, Jay R, Gent M, et al. Different Intensities of Oral Anticoagulant
Therapy in The Treatment of Proximal – vein thrombosis. N Engl J Med 1982 ;
307: 1676-81.
46.Levine M, Hirsh J, Gent M, et al. Double Blind Randomized Trial of Very Low
Dose Warfarin for Prevention of Thromboembolism in Stage IV breast cancer.
47.Ridker PM, Goldhaber SZ, Danielson E, et al. Long Term, Low Intensity Warfarin
Therapy for The Prevention of Recurrent Venous Thromboembolism. N Engl J
Med. 2003; 348: 435-9.
48.King AB, Lemaire GJ. Managing Anticoagulation in Patients with Atrial
Fibrillation. The Nurse Practitioner Journal 2002; 27: 17-25.
49.Ezekowitz, Levine JA. Preventing Stroke in Patients with Atrial Fibrillation.