• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemberian Heparin Selama 7 Hari Terhadap Status Hiperkoagulasi Penderita Ulkus Kaki Diabetik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Pemberian Heparin Selama 7 Hari Terhadap Status Hiperkoagulasi Penderita Ulkus Kaki Diabetik"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBERIAN HEPARIN SELAMA 7 HARI TERHADAP STATUS HIPERKOAGULASI PENDERITA ULKUS KAKI DIABETIK

PENELITIAN DI DEPARTEMEN / SMF ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS H ADAM MALIK MEDAN

DESEMBER 2008 – JUNI 2009

TESIS

OLEH

FAIZAL DRISSA HASIBUAN

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RSUP H ADAM MALIK / RSUD DR PIRNGADI

(2)

DIAJUKAN DAN DIPERTAHANKAN DIDEPAN SIDANG LENGKAP DEWAN PENILAI BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAN DITERIMA SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MENDAPATKAN

KEAHLIAN DALAM BIDANG PENYAKIT DALAM

Pembimbing Tesis

( Dr. Dairion Gatot, SpPD-KHOM) & (Dr. Dharma Lindarto, SpPD- KEMD)

Disahkan oleh :

Ketua Departemen Ketua Program Studi PPDS Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran USU Kedokteran USU

(3)

DEWAN PENILAI

1. Prof .dr. Lukman Hakim Zain, SpPD-KGEH 2. Prof. dr. M.Yusuf Nasution, SpPD-KGH 3. Dr. Adin Sutan Bagindo,SpPD-KKV 4. DR.Dr. Juwita Sembiring, SpPD-KGEH 5. Dr. Alwinsyah Abidin, SpPD-KP

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan dan rahmatNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini yang berjudul : PENGARUH PEMBERIAN HEPARIN SELAMA 7 HARI TERHADAP STATUS HIPERKOAGULASI PENDERITA ULKUS KAKI DIABETIK, yang merupakan persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan dokter ahli dibidang Ilmu Penyakit Dalam pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.

Dengan selesainya karya tulis ini, maka penulis ingin menyampaikan terima kasih dan rasa hormat serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada: 1. Dr. Salli R Nasution, SpPD-KGH dan Dr. Refli Hasan, SpPD, SpJP,FIHA selaku Kepala dan Sekretaris Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan kemudahan dan perhatian yang besar terhadap pendidikan penulis.

2. Prof.Dr. Lukman Hakim Zain, SpPD-KGEH, selaku Kepala Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan ( 1997-2005) yang telah berkenan menerima penulis untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Dalam pada tahun 2004.

3. Dr Zulhelmi Bustami, SpPD-KGH dan Dr Dharma Lindarto, SpPD-KEMD sebagai ketua dan sekretaris program studi Ilmu Penyakit Dalam yang dengan sungguh-sungguh telah membantu dan membentuk penulis menjadi ahli penyakit dalam yang berilmu, handal dan berbudi luhur. 4. Khusus mengenai karya tulis ini, penulis mengucapkan terima kasih yang

(5)

kepala Divisi Hematologi dan Onkologi Medik Departemen Ilmu Penyakit Dalam dan sebagai pembimbing tesis serta kepada Dr. Dharma Lindarto, SpPD KEMD sebagai pembimbing tesis yang penulis rasakan benar-benar dengan tulus membantu penulis menyelesaikan penelitian dan karya tulis ini, hanya doa yang dapat penulis berikan kiranya berkat berlimpah dari Yang Maha Kuasa selalu beserta mereka dan keluarga. 5. Para staf Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU yang telah berkenan

memberikan dukungan kepada penulis agar dapat diterima untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Dalam pada tahun 2004 : Prof. Dr.Harun Rasyid Lubis,SpPD-KGH, Prof.Dr.M. Yusuf Nasution,SpPD-KGH, Prof.Dr. Habibah H Nasution, SpPD-KPSi, Prof.Dr. Azhar Tanjung,KAI-KP,SpMK, Prof. Dr. Azmi S Kar, SpPD-KHOM dan Dr. Abdurrahim Rasyid Lubis, SpPD-KGH.

(6)

Yosia Ginting, SpPD-KPTI, Dr Refli Hasan SpPD-SpJP (FIHA)(K), Dr EN Keliat SpPD-KP, Dr Blondina Marpaung SpPD-KR, Dr R.Tunggul Ch Sukendar, SpPD-KGH (Alm) yang merupakan guru-guru penulis yang telah banyak memberikan arahan dan petunjuk kepada penulis selama mengikuti pendidikan.

7. Dr Armon Rahimi, SpPD, Dr Heriyanto Yoesoef SpPD (Alm), Dr Daud Ginting SpPD, Dr Tambar Kembaren SpPD, Dr Saut Marpaung SpPD, , Dr Zuhrial SpPD, Dr Dasril Efendi SpPD, Dr Calvin Damanik, SpPD, Dr Zainal Safri, SpPD, Dr Rahmat Isnanta, SpPD, Dr Santi Syafril, SpPD, Dr Soegiarto Gani SpPD, Dr Franciscus Ginting, SpPD, Dr Savita Handayani, SpPD, Dr. Hariyani Adin, SpPD, Dr. Endang, SpPD, Dr. Deske Muhadi, SpPD, sebagai dokter kepala ruangan/ senior yang telah amat banyak membimbing saya selama mengikuti pendidikan ini.

8. Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan izin dan menerima saya, sehingga dapat mengikuti pendidikan keahlian ini.

9. Direktur RSUP H Adam Malik Medan, RSUD Dr Pirngadi Medan dan Direktur RS Tembakau Deli Medan yang telah memberikan begitu banyak kemudahan dan izin dalam menggunakan fasilitas dan sarana Rumah Sakit untuk menunjang pendidikan keahlian ini.

10. Direktur RSUD Tanjung Pura yang telah memberikan kesempatan dan bimbingan kepada saya selama ditugaskan sebagai Konsultan Penyakit Dalam di RSUD Tanjung Pura dalam rangka pendidikan ini.

(7)

12. Para sejawat PPDS-Interna, Paramedis dan seluruh karyawan/ti bagian Penyakit Dalam RSUD. Dr. Pirngadi dan RSUP. H. Adam Malik Medan : Lely Husna, Syafruddin Abdullah, Deni, Yanti, Theresia, Fitri ,Ita, Wanti, dan Sari, yang telah banyak membantu dan bekerjasama dengan baik selama ini.

13. Para penderita rawat inap dan rawat jalan di SMF/Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSUD. Dr. Pirngadi dan RSUP. H. Adam Malik Medan, karena tanpa mereka mustahil penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini.

14. Khusus buat para senior yang sangat membantu penelitian ini Dr. Lili Syarief, SpPD, Dr Ilhamd SpPD dan Dr Suhartono, SpPD serta teman-teman seperjuangan Dr. Dede Moeswir, SpPD, Dr. Shahrul Rahman, SpPD, Dr. Jannus Sitorus, SpPD, Dr. Erik Nelson, SpPD, Dr. Kurniakin W Girsang dan Dr.Iva Yardini Syaaf.

15. Kepada kedua orang tua saya Dr. H. Sargawi Hasibuan, SpPD (Alm) dan Hj. Lely Liana Lubis yang saya kasihi, tiada kata-kata yang paling tepat untuk mengungkapkan perasaan hati, rasa terimakasih atas segala jasa-jasa yang tiada mungkin terucapkan dan terbalaskan.

16. Kepada mertua saya H.Irmadi Lubis dan Hj. Wirdiana Bey yang telah banyak membantu, memberi semangat dan dorongan selama pendidikan, terimakasihku yang tak terhingga untuk segalanya.

(8)

yang kita jalani selama ini dapat menjadi pendorong untuk mencapai cita-cita yang lebih baik lagi .

Sebenarnya masih banyak lagi kata ucapan terima kasih yang ingin penulis sampaikan kepada berbagai pihak yang tidaklah mungkin disebutkan satu persatu, dan pada kesempatan ini izinkanlah penulis menyampaikan rasa terimakasih yang setulusnya secara menyeluruh kepada semua pihak.

Akhirnya izinkanlah penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada semua pihak atas semua kesalahan dan kekurangan penulis selama mengikuti pendidikan ini, semoga segala bantuan, dorongan , bimbingan dan petunjuk yang telah diberikan kepada penulis selama mengikuti pendidikan kiranya mendapat balasan dari Allah SWT . Amin ya Rabbal Alamin.

Medan, Juli 2009 Penulis,

(9)

Abstrak

Pengaruh Pemberian Heparin terhadap Status Hiperkoagulasi pada Penderita Ulkus Kaki Diabetik.

Faizal Drissa Hasibuan, Dairion Gatot*, Dharma Lindarto** *Divisi Hematologi-Onkologi Medik, **Divisi Endokrinologi Metabolik,

Departemen Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran USU-RSUP H Adam Malik Medan Latar belakang

Ulkus kaki dan komplikasinya merupakan penyebab penting mortalitas dan morbiditas penderita diabetes. Secara umum Diabetes Mellitus akan disertai dengan keadaan protrombotik yaitu perubahan-perubahan proses trombosis dan fibrinolisis.

Trombosis menjadi salah satu penyulit yang dapat meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas dalam pengelolaan komplikasi ulkus kaki diabetik. Salah satu upaya untuk mengurangi kecacatan dan kematian akibat ulkus kaki diabetik dapat dilakukan dengan mencegah terjadinya trombosis melalui pemberian antikoagulan dan anti aggregasi trombosit.

Sampai saat ini penggunaan antikoagulan belum menjadi perhatian dalam penanganan ulkus kaki diabetik. Heparin dikatakan bekerja melalui efek trombolisis secara tidak langsung dan efek antikoagulasi. Untuk itu kami ingin mengetahui efektifitas dari Heparin dalam penanganan hiperkoagulasi pada ulkus kaki diabetik.

Tujuan

Untuk mengetahui adanya perubahan status koagulasi pada penderita ulkus kaki diabetik setelah pemberian heparin dibandingkan dengan kontrol .

Metode

16 subjek penderita ulkus kaki diabetik dengan status hiperkoagulasi dilakukan uji klinis dengan mengukur parameter status koagulasi sebelum dan sesudah pemberian Heparin 5000 3 kali sehari selama 7 hari dan dibandingkan dengan 16 orang kontrol yang tidak mendapat Heparin.

Hasil

Setelah 7 hari terapi didapatkan peningkatan rerata D dimer yang signifikan (p=0,05) dan penurunan fibrinogen pada subjek (p=0,045) dibandingkan kontrol sementara rerata rasio PT,INR, rasio aPTT, rasio TT tidak dijumpai perubahan yang bermakna.

Kesimpulan

(10)

Abstract

The Effect of Heparin on Hipercoagulation Status in Patients with Diabetic Foot Ulcer

Faizal Drissa Hasibuan, Dairion Gatot*, Dharma Lindarto** *Hematology-Oncology Medic Division,**Endocrinology and Metabolic

Division Internal Medicine Department

Medical Faculty of North Sumatera - Adam Malik Hospital Medan Background

Diabetic foot and its complications play very significant roles in mortality and morbidity for diabetic patients. Thrombosis influences the impact in diabetic foot management. In general, diabetes will be followed by prothrombotic state that is changes in thrombolysis and fibrinolysis processes.

Thrombosis is one of the complication factors to increase the number of morbidity and mortality in managing the diabetic foot. One of the methods in order to lower the chance of handicapped and death due to diabetic foot is giving anticoagulant and antiplatelet to the patients.

Until now the use of anticoagulant has not become the main interest in dealing with diabetic foot ulcer. Heparin works through an indirect effects of thrombolysis and anticoagulation. Therefore we would like to investigate the efffectiveness of heparin in hypercoagulation management of the diabetic foot. Objective

To assess the change of hypercoagulation status in patients with diabetic foot ulcer after Heparin treatment compared with control

Method

We conducted clinical trial on 16 subjects of diabetic foot ulcer patients with hipercoagulation status and measured coagulation status parameter after oral Heparin 5000 U three times a day for 7 days and compared with 16 controls whom did not give the heparin therapy.

Results

After 7 days therapy, the resuls shown that there was a significant increase in mean of D dimer (p=0,05) and decrease in fibrinogen (p=0,045). While there were no significant changes in mean of PT ratio, INR, aPTT ratio, and TT ratio in control patients.

Conclusion

(11)

D A F T A R I S I

Halaman

Kata pengantar ... i

Abstrak ...vi

Daftar isi ... viii

Daftar tabel dan gambar ... xi

Daftar singkatan ... xii

BAB I : P E N D A H U L U A N ... 1

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hemostasis ... 4

2.2. Patofisiologi Trombosis ...8

2.3. Gangguan hemostasis pada Ulkus kaki diabetes ...10

2.4. Peranan Heparin ... 12

2.5. Pemeriksaan penyaring hemostasis...18

BAB III : PENELITIAN SENDIRI 3.1. Latar Belakang... 20

3.2. Perumusan Masalah ... 22

3.3. Hipotesa ... 22

3.4. Tujuan Penelitian ... 22

3.5. Manfaat Penelitian ... ... 22

(12)

3.7.1. Desain Penelitian ... 23

3.7.2. Definisi operasional ………..………. 23

3.7.2.1.DM tipe2 (Perkeni 2006)... ………23

3.7.2.2. Ulkus kaki diabetik …………..……….. 24

3.7.2.3. Kriteria ulkus kaki diabetik menurut Wagner ...24

3.7.2.4. Pemeriksaan penyaring hemostasis ……... 24

3.7.2.5. Hiperkoagulasi………24

3.7.3. Waktu dan Tempat Penelitian ………24

3.7.4. Populasi Terjangkau ………24

3.7.5. Kriteria Inklusi ………25

3.7.6. Kriteria Eksklusi ……….……25

3.7.7. Populasi dan Sampel ……… 25

3.7.8. Cara Penelitian ...26

3.7.9. Analisa Data ...26

3.7.10. Kerangka Operasional ...27

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian ...28

4.1.1. Karakteristik Subyek Penelitian ...28

4.1.2. Efek Terapi Heparin selama 7 hari... ... 29

4.1.3. Efek Samping ...31

(13)

5.1. K e s i m p u l a n ...36

5.2. S a r a n ...36

BAB VI : DAFTAR PUSTAKA ...37

LAMPIRAN 1. Master Tabel ...43

2. Lembaran Penjelasan Kepada Subyek...45

3. Formulir Persetujuan Penjelasan ...46

4. Form Data Peserta Penelitian...47

5. Persetujuan Komite Etik ... 49

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Karakteristik Dasar Subyek Penelitian...28 Tabel 2. Data status koagulasi kedua kelompok sebelum dan

sesudah pemberian heparin selama 7 hari...29 Tabel 3. Data status koagulasi antara subjek dan kontrol setelah pemberian heparin ...30

DAFTAR GAMBAR

(15)

DAFTAR SINGKATAN

PAI-1 : Plasminogen Activator Inhibitor -1

KPTT : kaolin partial thromboplastin time

PT : Prothrombine Time

ADP : Adenosine di phosphate

ATP : Adenosine tri phosphate

vWF : von Willebrand factor

HMWK : High Molecular Weight Kininogen

PK : Pre kallikrein

PF.3 : Platelet Factor 3

t-PA : tissue plasminogen aktivator (t-PA),

u-PA : urokinase plasminogen aktivator (u-PA)

FDP : Fibrinogen Degradation Product

Sicam-1 : soluble Intercellular Adhesion Molecule

TATcs : Thrombin Anti Thrombin complex

ABI : Ankle Brachial Index

PAD : Peripheral Arterial Disease

5-HT : 5 hydroxy tryptamine

aPTT : activated Partial Thromboplastin Time

TT : Thrombin Time

(16)

BAB I PENDAHULUAN

Diabetes sudah merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan umat manusia pada abad 21. WHO membuat perkiraan bahwa pada tahun 2000 jumlah pengidap diabetes diatas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan dalam kurun waktu 25 tahun kemudian, tahun 2025, jumlah itu akan membengkak menjadi 300 juta orang. Kondisi di Indonesia, penelitian terakhir di Depok antara tahun 2001 dan 2005 didapatkan prevalensi DM Tipe 2 sebesar 14,7%, demikian juga di Makasar prevalensi diabetes tahun 2005 mencapai 12,5%. Menurut perkiraan WHO, Indonesia akan menempati peringkat kelima dunia dengan jumlah pengidap diabetes sebanyak 12,4 juta orang pada tahun 2025, naik 2 tingkat dibanding tahun 1995 (1).

(17)

akan meninggal setahun paska amputasi dan 37% akan meninggal 3 tahun paska amputasi (3).

Ulkus kaki dan komplikasinya merupakan penyebab penting mortalitas dan morbiditas penderita diabetes (4). Trombosis menjadi salah satu penyulit yang meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas dalam pengelolaan komplikasi ulkus kaki diabetik. Pembuluh darah pada daerah ekstremitas bawah bagian distal merupakan salah satu daerah yang sering mengalami trombosis pada penderita diabetes melitus. Terjadinya trombosis akan menganggu suplai darah ke daerah luka sehingga akan menghambat proses penyembuhan luka dan menyebabkan terjadinya gangren. Diabetes mellitus akan disertai dengan keadaan protrombotik yaitu perubahan-perubahan proses trombosis dan fibrinolisis. Kelainan ini disebabkan adanya resistensi insulin terutama yang terjadi pada pasien DM Tipe 2. Peningkatan fibrinogen serta aktivitas faktor VII dan

Plasminogen Activator Inhibitor (PAI) – 1 baik didalam plasma maupun didalam plak aterosklerotik akan menyebabkan penurunan urokinase dan meningkatkan agregasi trombosit. Over ekspresi PAI-1 diduga terjadi akibat pengaruh langsung dari insulin dan proinsulin (5).

(18)

laboratorium terhadap beberapa parameter fungsi hemostasis(6). Dengan mengetahui adanya keadaan Hiperkoagulasi maka dapat dilakukan upaya pencegahan dan pengobatan terhadap kemungkinan terjadinya trombosis melalui pemberian antikoagulan dan anti aggregasi trombosit (7).

Pada saat ini upaya untuk mencegah terjadinya trombosis dalam pengelolaan ulkus kaki diabetik dilakukan dengan pemberian anti agregasi trombosit seperti Aspirin, Clopidogrel dan Cilostazol (8). Sampai saat ini strategi untuk menangani keadaan hiperkoagulasi sebagai faktor resiko terhadap kejadian trombosis masih belum mendapat perhatian dalam upaya pengelolaan ulkus kaki diabetik.

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hemostasis

Hemostasis berasal dari kata haima (darah) dan stasis (berhenti), merupakan mekanisme tubuh untuk menghentikan secara spontan perdarahan akibat kerusakan sistem pembuluh darah. Ada beberapa komponen yang berperan dalam proses hemostasis yaitu endotel pembuluh darah, trombosit, protein pembekuan darah, protein antikoagulasi dan enzim fibrinolisis (11).

(20)

serat elastin dan membran basalis) yang menyebabkan aktivasi dan adhesi trombosit serta mengaktifkan faktor XI dan XII (12-14).

(21)

Proses pembekuan darah terdiri dari serangkaian reaksi enzimatik yang melibatkan protein plasma yang disebut sebagai faktor pembekuan darah, fosfolipid dan ion kalsium. Faktor pembekuan beredar dalam darah sebagai prekursor yang akan diubah menjadi enzim bila diaktifkan. Enzim ini akan mengubah prekursor selanjutnya untuk menjadi enzim. Jadi mula-mula faktor pembekuan darah bertindak sebagai substrat dan kemudian sebagai enzim. Proses pembekuan darah dimulai melalui dua jalur yaitu jalur intrinsik yang dicetuskan oleh adanya kontak faktor pembekuan dengan permukaan asing yang bermuatan negatif dan melibatkan F.XII, F.XI, F.IX, F.VIII, High Molecular Weight Kininogen (HMWK), Pre Kallikrein (PK), PF.3 dan ion kalsium, serta jalur ekstrinsik yang dicetuskan oleh tromboplastin jaringan dan melibatkan F.VII, ion kalsium. Kedua jalur ini kemudian akan bergabung menjadi jalur bersama yang melibatkan F.X, F.V, PF-3, protrombin dan fibrinogen. Rangkaian reaksi koagulasi ini akan membentuk trombin dan mengubah fibrinogen menjadi benang-benang fibrin yang tidak larut. Fibrin sebagai hasil akhir dari proses pembekuan darah akan menstabilkan sumbatan trombosit (16).

(22)

menghilangkan dan mengencerkan faktor pembekuan darah yang aktif dari tempat luka yang selanjutnya faktor pembekuan darah yang aktif ini akan dibersihkan dari sirkulasi darah oleh hati. Dalam keadaan normal plasma darah mengandung sejumlah protein yang dapat menghambat enzim proteolitik yang disebut sebagai inhibitor seperti antitrombin, alfa 2 makroglobulin, alfa 1 antitripsin, C1 esterase inhibitor, protein C, protein S. Inhibitor ini berfungsi untuk membatasi reaksi koagulasi agar tidak berlangsung secara berlebihan sehingga pembentukan fibrin hanya terbatas disekitar daerah yang mengalami cedera. Antitrombin akan menghambat aktivitas trombin, F.XIIa, F.XIa, F.Xa, F.IXa, F.VIIa, plasmin dan kalikrein. Protein C yang diaktifkan oleh trombin dengan kofaktor trombomodulin akan memecah F.Va dan F.VIIIa menjadi bentuk yang tidak aktif dengan adanya kofaktor protein S. Alfa 1 antitripsin akan berperan dalam menginaktifkan trombin, F.XIa, kalikrein dan HMWK. C1 inhibitor akan menghambat komponen pertama dari sistem komplemen, F.XIIa, F.XIa dan kalikrein (14).

Untuk membatasi dan selanjutnya mengeliminasi bekuan darah maka sistem fibrinolisis mulai bekerja sesaat setelah terbentuknya bekuan fibrin. Deposisi fibrin akan merangsang aktivasi plasminogen menjadi plasmin oleh aktivator plasminogen seperti tissue plasminogen aktivator (t-PA), urokinase plasminogen aktivator (u-PA), F.XIIa dan kallikrein. Plasmin yang terbentuk akan memecah fibrinogen dan fibrin menjadi

(23)

diperlukan dilarutkan sehingga hambatan terhadap aliran darah dapat dicegah. Untuk menghindari terjadinya aktivitas fibrinolisis yang berlebihan, tubuh mempunyai mekanisme kontrol berupa inhibitor aktivator plasminogen (PAI-1) yang akan menginaktivasi t-PA maupun u-PA, dan alfa 2 antiplasmin yang akan menetralkan aktivitas plasmin yang masuk ke sirkulasi (12).

Proses hemostasis yang berlangsung untuk memperbaiki kerusakan pada pembuluh darah dapat dibagi atas beberapa tahapan, yaitu hemostasis primer yang dimulai dengan aktivasi trombosit hingga terbentuknya sumbat trombosit (17). Hemostasis sekunder dimulai dengan aktivasi koagulasi hingga terbentuknya bekuan fibrin yang mengantikan sumbat trombosit. Hemostasis tertier dimulai dengan diaktifkannya sistem fibrinolisis hingga pembentukan kembali tempat yang luka setelah perdarahan berhenti (12,18).

2.2. Patofisiologi Trombosis

(24)

endotel pembuluh darah, perubahan aliran darah yang melambat/stasis dan perubahan daya beku darah/hiperkoagulasi (12,19,20) .

Sel endotel pembuluh darah yang utuh akan melepaskan berbagai senyawa yang bersifat antitrombotik untuk mencegah trombosit menempel pada permukaannya. Sifat non trombogenik ini akan hilang bila endotel mengalami kerusakan/terkelupas karena berkurangnya produksi senyawa antitrombotik dan meningkatnya produksi senyawa protrombotik. Berbagai senyawa protrombotik yang dilepaskan ini akan mengaktifkan sistem pembekuan darah dan menyebabkan menurunnya aktifitas fibrinolisis sehingga meningkatkan kecenderungan untuk terjadi trombosis. Bila kerusakan endotel terjadi sekali dan dalam waktu singkat, maka lapisan endotel normal akan terbentuk kembali, proliferasi sel otot polos berkurang dan intima menjadi tipis kembali. Bila kerusakan endotel terjadi berulang-ulang dan berlangsung lama, maka proliferasi sel otot polos dan penumpukan jaringan ikat serta lipid berlangsung terus sehingga dinding arteri akan menebal dan terbentuk bercak aterosklerosis. Bila bercak aterosklerotik ini robek maka jaringan yang bersifat trombogenik akan terpapar dan terjadi pembentukan trombus (12, 19).

(25)

dan dapat merusak dinding pembuluh darah. Perubahan aliran darah ini dapat diakibatkan oleh imobilisasi, obstruksi vena dan meningkatnya viskositas darah (19,21) .

Dalam keadaan normal terdapat keseimbangan antara proses aktivasi dan inhibisi sistem pembekuan darah. Kecenderungan trombosis timbul bila aktivasi sistem pembekuan meningkat dan atau aktivitas inhibisi sistem pembekuan menurun. Menurut beberapa peneliti, darah penderita trombosis lebih cepat membeku dibandingkan orang normal dan pada penderita-penderita tersebut dijumpai peningkatan kadar berbagai faktor pembekuan terutama fibrinogen, F.V, VII, VIII dan X. Menurut Schafer penyebab lain yang dapat menimbulkan kecenderungan trombosis yaitu defisiensi AT, defisiensi protein C, defisiensi protein S, disfibrinogenemia, defisiensi F.XII dan kelainan struktur plasminogen (19,21,22) .

2.3. Gangguan hemostasis pada Ulkus kaki diabetes

DM tipe 2, gangguan toleransi glukosa dan resistensi insulin berhubungan dengan peningkatan risiko trombosis. Delapan puluh persen kematian penderita DM tipe 2 berkaitan dengan trombosis (23) .

(26)

antikoagulan endogen seperti antitrombin dan protein C, gangguan fungsi fibrinolitik, dan peningkatan produksi PAI-1 (8,24,25).

Peningkatan PAI-1 baik di dalam plasma maupun di dalam plak aterosklerotik tidak hanya menghambat migrasi sel otot polos pembuluh darah, melainkan juga disertai penurunan ekspresi urokinase di dalam dinding pembuluh darah dan plak aterosklerotik (26) .

Hiperglikemia, hiperinsulinemia dan resistensi insulin telah terbukti dalam berbagai penelitian dapat menimbulkan perubahan terhadap berbagai komponen yang berperan pada faal hemostasis. Penderita diabetes dilaporkan memiliki trombosit yang hipersensitif terhadap rangsangan agregasi (27), terjadi peningkatan dari kadar fibrinogen dan faktor von willebrand, meningkatnya aktivitas faktor VII dan faktor VIII, peningkatan kadar PAI-1, penurunan kadar tPA dan kadar PGI2 (8,22,28-32).

Terjadi juga peningkatan Tromboxan A4 dan B2 dan soluble Intercellular Adhesion Molecule (sICAM-1) dan kadar s-E-selectin (33). Penanda aktivasi koagulasi, seperti trombin-anti trombin kompleks (TATcs), dijumpai meningkat penderita DM tipe 2 (23).

(27)

Kelainan tersebut terlihat pada peningkatan viskositas darah dan fibrinogen. Peningkatan viskositas darah dan fibrinogen berkorelasi dengan abnormalitas Ankle Brachial Index(ABI) pada pasien dengan

Peripheral Arterial Disease (PAD), dan peningkatan fibrinogen dan produk degradasinya berhubungan dengan perkembangan dan komplikasi PAD

(23)

.

Salah satu manifestasi klinis yang terkait dengan keadaan hiperkoagulasi dan trombosis pada penderita diabetes melitus berupa gangren kaki diabetika. Banyak kasus kaki diabetik dengan manifestasi gangren harus berakhir dengan amputasi . Mardi dkk mendapatkan ulkus kaki diabetik sebanyak 28,4% dari penderita kaki diabetik yang menjalani perawatan di RSUD Koja Jakarta Utara dari tahun 1999 - 2004, dimana sebanyak 72,1% diantaranya telah terjadi gangren (33). Sedangkan Tseng dalam survei yang dilakukan pada populasi kaki diabetes di Taiwan menemukan 26,9% ulkus kaki diabetik akhirnya berkembang menjadi gangren (34). Sekitar 50 - 70% amputasi pada ulkus kaki diabetik disebabkan oleh adanya gangren. Sebanyak 14,3% akan meninggal dalam setahun setelah mengalami amputasi, dan sebanyak 37% akan meninggal 3 tahun pasca amputasi (35).

(28)

2.4. Peranan Heparin

Heparin merupakan campuran mukopolisakarida sulfat yang heterogen terdiri dari D-glucosamine-L-iduronic acid dan D-glucosamine-D-glucuronic acid. Berikatan dengan permukaan sel endotel dan beragam protein plasma. Aktifitas biologiknya bergantung pada antithrombin (AT), merupakan antikoagulan endogen. Antithrombin menginhibisi protease faktor pembekuan seperti thrombin (IIa), IXa, Xa, XIa dan XIIa dengan membentuk kompleks yang stabil. Thrombin dan faktor Xa paling sensitif terhadap inhibisi oleh kompleks Heparin-AT dan thrombin sepuluh kali lebih sensitif dibanding faktor Xa. Heparin berfungsi sebagai kofaktor pada reaksi antithrombin-protease. Ketika kompleks antithrombin-protease terbentuk, heparin akan lepas dan mencari antithrombin lain untuk berikatan(38,39).

Heparin tidak terfraksinasi (unfractionated heparin/ UFH) memiliki berat molekul 5000 – 30.000 Da. Heparin dengan berat molekul besar memiliki afinitas yang tinggi untuk berikatan dengan antithrombin dan menginhibisi keseluruhan tiga faktor, khususnya thrombin dan faktor Xa. Hanya sepertiga dari dosis yang diberikan nantinya akan berikatan kuat dengan antithrombin, sedang dua pertiga sisanya memiliki affinitas yang rendah(38,39,40).

(29)

yang kemudian dilanjutkan dengan warfarin saja selama minimum 3-6 bulan. Kontraindikasi bagi pasien dengan Heparin Induced Thrombocytopenia (HIT), hipersensitif terhadap heparin, perdarahan aktif atau intrakranial, hipertensi berat, tuberkulosis aktif, abortus mengancam, ulkus di saluran cerna, penyakit hati atau ginjal tahap lanjut (38,39,40). Pemberian UFH melalui intravena atau subkutan. Dosis terapeutik dengan inisial sebesar 80-100 unit/kgBB secara bolus yang dilanjutkan dengan infus kontinyu 15-22 unit/kgBB/jam dengan target aPTT 2-2,5 kali nilai kontrol. Untuk profilaksis diberi dosis 5000 unit setiap 8-12 jam secara subkutan. Heparin tidak boleh diberi secara intra muskular karena dapat menimbulkan hematoma di daerah suntikan(38,39,40).

(30)

parameter terapi dengan batas INR 2-3. Bila telah melewati batas nilai tersebut heparin dihentikan atau dosis dikurangi (38,39).

Gambar 1. Struktur molekul Unfractionated Heparin (39) Beberapa penelitian yang berkenaan dengan Heparin :

1. King dkk (2007) mendapatkan bahwa pemberian UFH 5000 U subkutan yang diberi tiga kali sehari lebih efektif dibanding pemberian dua kali sehari dalam profilaksis tromboemboli vena pasien rawatan non bedah. Dijumpai penurunan kejadian emboli paru dan trombosis vena dalam (DVT) pada pemberian tiga kali sehari, sementara resiko perdarahan lebih besar pada pemberian tersebut (10).

(31)

3. Prandoni dkk (2004) meneliti pemberian Heparin tidak terfraksinasi (Unfractionated Heparin/ UFH) subkutan dibandingkan dengan Low Molecular Weight Heparin (LMWH) pada penanganan Tromboemboli Vena. Pemberian subkutan didahului pemberian intravena UFH, dimana dosis yang diberikan disesuaikan berdasar berat badan. Berat badan kurang dari 50 kg diberi dosis 4000 U intravena dilanjutkan 12500 U subkutan, 50-70 kg diberi dosis intra vena 5000 U dan 15000 U subkutan, lebih 70 kg dosis 6000 U intravena dan 17500 U subkutan. Pemberian dilakukan selama minimal 5 hari atau target INR 2-3 atau nilai aPTT 50-90 detik. Dilaporkan efektifitas dan keamanan dari UFH sama dengan LMWH(40).

4. Dolovich dkk (2000), mendapatkan bahwa pemberian UFH selama 5-10 hari tidak berbeda signifikan dalam pencegahan timbulnya tromboemboli vena berulang dibanding pemberian LMWH. Demikian juga resiko emboli paru, perdarahan dan kejadian trombositopenia tidak berbeda signifikan diantara keduanya (41).

(32)

Pada gambar 2 terlihat skema sistem koagulasi dan fibrinolisis.

Gambar 2. Skema sistem koagulasi dan fibrinolisis (33) .

(33)

Gambar 2. Mekanisme kerja Heparin pada sistem koagulasi dan fibrinolisis (33) .

2.5. Pemeriksaan penyaring hemostasis

(34)

dilakukan antara lain : plasma prothrombin time, activated partial thromboplastin time, thrombine time dan kadar D-Dimer (6,50).

Masa prothrombin plasma (PT) digunakan untuk menguji pembekuan darah melalui jalur ekstrinsik dan jalur bersama yang melibatkan faktor pembekuan VII, X, V, protrombin dan fibrinogen. Pemeriksaan ini adalah mengukur lamanya terbentuk bekuan bila ke dalam plasma yang diinkubasi pada suhu 37o ditambahkan reagan tromboplastin jaringan dan kalsium. Nilai normal dari pemeriksaan ini berkisar antara 10-14 detik (6,50).

Masa thromboplastin parsial teraktivasi (apTT) digunakan untuk menguji pembekuan darah melalui jalur intrinsik dan jalur bersama yang melibatkan faktor XII, prekalikrein, kininogen, faktor XI, IX, VIII, X, V, protrombin dan fibrinogen. Prinsip pemeriksaan ini adalah mengukur lama terbentuknya bekuan bila kedalam plasma ditambahkan reagen tromboplastin parsial dan aktivator serta ion kalsium pada suhu 37oC. Reagen tromboplastin parsial adalah fosfolipid sebagai pengganti PF-3. Nilai normal dari pemeriksaan in berkisar antara 30 – 40 detik (6,50).

Masa trombin digunakan untuk menguji perubahan fibrinogen menjadi fibrin. Prinsip pemeriksaan ini adalah mengukur lama terbentuk nya bekuan pada suhu 37oC bila ke dalam plasma ditambahkan reagen trombin. Nilai normal dari pemeriksaan ini berkisar antara 14 – 16 detik

(6,50)

(35)

D-Dimer merupakan suatu protein yang dilepaskan kedalam sirkulasi selama proses penghancuran bekuan fibrin. D-Dimer digunakan untuk mendeteksi cross linked fibrin dari fragmen protein yang dihasilkan oleh aktivitas proteolitik plasmin terhadap fibrin atau fibrinogen. Kadar D-dimer normal < 500 ng/dl (6). Meningkatnya kadar D-dimer berhubungan dengan meningkatnya aktivitas sistem koagulasi dan akktivitas fibrinolisis(6,50).

(36)

BAB III

PENELITIAN SENDIRI

3.1. Latar Belakang

Pada penyandang diabetes dengan adanya hiperglikemia melalui berbagai mekanisme akan menyebabkan peningkatan aktivitas koagulasi dan penurunan aktivitas fibrinolisis, sehingga penderita diabetes mengalami keadaan hiperkoagulasi dimana darah lebih mudah untuk membeku atau mengalami trombosis dibandingkan dengan keadaan fisiologi normal (21,22,27).

Trombosis menjadi salah satu penyulit yang meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas dalam pengelolaan komplikasi ulkus kaki diabetik. Pada saat ini upaya untuk mencegah terjadinya trombosis dalam pengelolaan ulkus kaki diabetik dilakukan dengan pemberian anti agregasi trombosit seperti aspirin, clopidogrel dan cilostazol (8,48,49). Pemberian antikoagulan belum menjadi perhatian. Strategi ini menunjukkan bahwa keadaan hiperkoagulasi sebagai faktor risiko terhadap kejadian trombosis masih belum mendapat perhatian dalam upaya pengelolaan ulkus kaki diabetik.

(37)

dan 20% penderitanya akan meninggal dunia dalam 6 bulan(54,55). Dilaporkan oleh Brem (2007) sebanyak lebih kurang 100.000 amputasi tungkai bawah pada penderita diabetes dilakukan setiap tahunnya di Amerika Serikat, dengan ulkus kaki terjadi pada 4-10% penderita diabetes(56). Suhartono (2009) melaporkan bahwa dari 37 penderita ulkus kaki diabetik, sekitar 24 orang (65 %) mengalami status hiperkoagulasi(42).

Kalani dkk dalam penelitiannya pada penderita ulkus kaki diabetika kronik di Swedia, mendapatkan adanya hubungan antara kepadatan struktur gel fibrin yang terbentuk dengan fungsi hemostasis. Pada kelompok penderita yang mendapat dalteparin dan aspirin dijumpai perbaikan fungsi mikrosirkulasi kulit dan angka amputasi yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok yang memperoleh aspirin dan plasebo. Sementara parameter koagulasi Plasminogen activator inhibitor 1 (PAI-1) dan fibrinogen tidak berbeda bermakna dengan kelompok plasebo

(9,43)

.

(38)

antithrombin-protease. Ketika kompleks antithrombin-protease terbentuk, heparin akan lepas dan mencari antithrombin lain untuk berikatan(38,39).

Data mengenai pemberian heparin pada status hiperkoagulasi penderita ulkus kaki diabetik sampai saat ini sepengetahuan penulis belum ada di Indonesia, khususnya di Medan. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini.

3.2. Perumusan Masalah

Apakah terdapat perubahan status koagulasi pada penderita ulkus kaki diabetik setelah diberikan heparin dibanding kontrol.

3.3. Hipotesa

Terdapat perubahan status koagulasi pada penderita ulkus kaki diabetik setelah pemberian heparin dibanding kontrol.

3,4. Tujuan penelitian

Untuk mengetahui adanya perubahan status koagulasi pada penderita ulkus kaki diabetik setelah pemberian heparin dibandingkan dengan kontrol .

3.5. Manfaat penelitian

(39)

- Sebagai data dasar untuk penelitian selanjutnya dalam upaya menurunkan morbiditas dan mortalitas gangren kaki diabetik.

3.6. Kerangka Konsepsional

Status Koagulasi Akhir

Status Koagulasi Akhir Antiagregasi Trombosit

Tanpa heparin

Antiagregasi Trombosit + Heparin

Hiperkoagulasi Diabetes Mellitus dengan

Ulkus Diabetik

Dibandingkan

3.7. BAHAN DAN CARA 3.7.1. Desain Penelitian

Penelitian dilakukan secara uji klinis dengan perlakuan ulang (pre

dan post test design). 3.7.2. Definisi Operasional

3.7.2.1. DM tipe 2 (Perkeni 2006) :

• Keluhan klasik diabetes + KGD sewaktu ≥ 200 mg/dl atau

KGD puasa ≥ 126 mg/dl.

• Dalam 2 masa pemeriksaan : KGD sewaktu ≥ 200 mg/dl

(40)

3.7.2.2. Ulkus kaki diabetik :

Adanya manifestasi ulkus pada kaki penderita DM berdasarkan kriteria Wagner.

3.7.2.3. Kriteria ulkus kaki diabetik menurut Wagner : Grade 1 : ulkus superfisial tanpa terlibat jaringan dibawah kulit Grade 2 : ulkus dalam tanpa terlibat tulang / pembentukan abses. Grade 3 : ulkus dalam dengan selulitis/abses atau osteomielitis Grade 4 : gangren lokal

Grade 5 : gangren luas / melibatkan keseluruhan kaki 3.7.2.4. Pemeriksaan penyaring hemostasis :

Pemeriksaan laboratorium yang terdiri dari hitung trombosit, aPTT, PT, TT, kadar fibrinogen dan D-dimer.

3.7.2.5. Hiperkoagulasi :

Bila satu atau lebih dari hasil pemeriksaan hemostasis dengan nilai :

aPTT < 0,8 x nilai kontrol PT < 0,8 x kontrol

INR < 0,9

(41)

Waktu penelitian antara bulan Desember 2008 – Juli 2009 RSUP H Adam Malik Medan, RSU Dr.Pirngadi Kota Medan dan beberapa rumah sakit lain.

3.7.4. Populasi Terjangkau

Semua penderita DM tipe 2 dengan ulkus pada kaki berdasarkan kriteria Wagner grade 1-5 yang menjalani perawatan di RSU Dr.Pirngadi Kota Medan, RSUP H.Adam Malik dan beberapa rumah sakit lain.

3.7.5. Kriteria Inklusi

- Penderita DM tipe 2 dengan ulkus di kaki menurut kriteria Wagner grade 1-5 dengan status hiperkoagulasi.

- Bersedia mengikuti penelitian.

3.7.6. Kriteria Eksklusi

- Menggunakan antikoagulan - Penderita hemofilia

- Menderita sirosis hati - Creatinin serum > 2 mg/dl - Riwayat amputasi kaki

- Kehamilan

- Sedang menderita penyakit keganasan, stroke dan miokard infark.

(42)

Rumus yang digunakan

Jadi besar sampel dan kontrol masing masing minimal 15 orang (1,96+1,64)(1,6)

- Seluruh subjek penelitian dimintakan persetujuan secara tertulis tentang kesediaan mengikuti penelitian (informed consent).

- Dilakukan pengambilan data subjek penelitian meliputi : umur, jenis kelamin, lamanya menderita diabetes dan ulkus di kaki, pengobatan yang diperoleh.

- Dilakukan pengambilan darah vena sebanyak 5 ml untuk pemeriksaan penyaring hemostasis meliputi hitung trombosit, PT, aPTT, TT, kadar fibrinogen dan D-dimer pada subyek dan kontrol

- Pada subyek diberikan heparin 5000 IU sebanyak 3 x sehari selama 7 hari ( 21 kali pemberian ) , dan kontrol tidak diberikan heparin.

(43)

3.7.9. Analisa Data

Data kuantitatif ditampilkan dalam bentuk mean ± SD. Data kategorikal ditampilkan dalam bentuk jumlah dan persentase. Untuk membandingkan perbaikan status hiperkoagulasi sebelum dan sesudah 7 hari antara subjek dan kontrol dengan menggunakan uji t tidak berpasangan. Hasil analisa statistik dikatakan memiliki kemaknaan jika nilai p < 0,05. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program SPSS.

(44)

SUBJEK PENELITIAN : Penderita Ulkus kaki Diabetik

Hiperkoagulasi

Penderita Ulkus kaki Diabetik Hiperkoagulasi

PENDERITA DM tipe 2 Dengan Ulkus Diabetik

Anti agregasi trombosit + Heparin

(45)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. HASIL PENELITIAN

4.1.1. Karakteristik Subyek Penelitian

Seluruh peserta yang ikut menyelesaikan penelitian berjumlah 16 orang subjek dan 16 orang kontrol. Seluruh pasien baik subjek maupun kontrol mendapat anti agregasi yaitu Asam Asetil Salisilat 1x 80 mg (n=18) dan clopidogrel 1x 75 mg (n=14) sebagai manajemen standar ulkus kaki diabetik.

(46)

Nilai rerata rasio PT, INR, rasio aPTT, rasio TT, Fibrinogen dan D dimer antara subjek dan kontrol sebelum pemberian terapi tidak berbeda bermakna.

Tabel 1. Karakteristik Dasar Subyek Penelitian

Subjek (n=16) Kontrol (n=16) Parameter

Rerata Rerata

P

Umur (tahun) 56,5 ± 8,8 53,75 ± 7,6 0.354

Jenis kelamin P:L 12:4 12:4 1

IMT (kg/m2) 24,3 ± 2,5 22,9 ± 3,2 0,187 KGD Adr (mg/dl) 227 ± 45 277 ± 85 0,058 Lama DM (tahun) 6 ± 2,6 8,5 ± 6,7 0,181 Lama ulkus (bulan) 5,2 ± 3 2,9 ± 3,7 0,078 Hb (gr/dl) 10,4 ± 1,1 10,2 ± 1,2 0,572 Leukosit (103/mm3) 9,4 ± 3,3 10,75 ± 4,6 0,354 Trombosit (103/mm3) 331,4 ± 70,5 296,5 ± 101,1 0,268 Rasio PT 1,01 ± 0,12 1,05 ± 0,1 0,362

INR 1,01 ± 0,13 1,06 ± 0,09 0,215

Rasio aPTT 0,93 ± 0,13 0,96±0,18 0,537 Rasio TT 1,04 ± 0,13 0,99 ± 0,28 0,568 Fibrinogen (mg/dl) 486 ± 108 417 ± 93 0,061 D dimer (ng/ml) 1321 ± 593 1218 ± 815 0,686

Ulkus Grade 3 6 7

Ulkus Grade 4 5 4

(47)

Antiagregasi trombosit

Asam asetil salisilat 80 mg

Clopidogrel 75 mg

6 10

12 4

4.1.2. Efek Pemberian Heparin selama 7 hari

Perubahan parameter status koagulasi kelompok subjek dan kontrol antara hari 0 dan hari kedelapan ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Data status koagulasi kedua kelompok sebelum dan sesudah pemberian heparin selama 7 hari

Subjek Kontrol

(48)

Pada kelompok subjek yang mendapat heparin, perbedaan yang signifikan antara hari 0 dan hari kedelapan dijumpai pada rasio aPTT (0,93 ± 0,13 vs 1,05±0,13, p=0,003), Fibrinogen (485,75 ± 108,5 vs 372,5±110,9, p=0,001), kadar D Dimer (1320,9±592,6 vs 1756,8±760,6, p=0,001). Sementara pada rasio PT, INR dan rasio TT tidak dijumpai perbedaan yang bermakna antara hari 0 dan hari kedelapan.

Pada tabel 3 terlihat perbandingan data status koagulasi pada hari kedelapan antara kelompok subjek dan kelompok kontrol. Perbedaan yang signifikan antara kelompok subjek dan kelompok kontrol dijumpai pada kadar Fibrinogen (372,5±110,9 vs 487,5±187,4, p=0,045) dan D Dimer ( 2141±976 vs 1312±954, p=0,050).

Sementara rasio PT, INR, rasio aPTT, dan rasio TT pada hari kedelapan antara kelompok subjek dan kelompok kontrol tidak dijumpai perbedaan yang signifikan.

Tabel 3. Data status koagulasi antara subjek dan kontrol setelah pemberian heparin

Subjek (H8) Kontrol (H8) Parameter

SD

x± x±SD

P

(49)

D dimer (ng/ml) 1757 ± 761 1190 ± 823 0,050

4.1.3. Efek Samping

Tidak ada efek samping pemberian heparin, dimana perdarahan, reaksi alergi dan trombositopenia tidak dijumpai.

4.2. P E M B A H A S A N

Pada saat ini upaya untuk mencegah terjadinya trombosis dalam pengelolaan ulkus kaki diabetik dilakukan dengan pemberian anti agregasi trombosit seperti aspirin, clopidogrel dan cilostazol (8,48,49). Pemberian antikoagulan belum menjadi perhatian. Strategi ini menunjukkan bahwa keadaan hiperkoagulasi sebagai faktor risiko terhadap kejadian trombosis masih belum mendapat perhatian dalam upaya pengelolaan ulkus kaki diabetik.

(50)

pencegahan timbulnya tromboemboli vena berulang dan trombositopenia dibanding pemberian LMWH (41).

Pada penelitian ini dilakukan penilaian resiko trombosis dengan pengukuran PT, aPTT, TT, Fibrinogen dan D-Dimer yang merupakan parameter koagulasi. Pada kelompok perlakuan didapatkan pemanjangan aPTT (H0:0,93 ± 0,13;H8:1,05±0,13;p=0,003), penurunan nilai fibrinogen (H0:485,75 ± 108,5;H8:372,5±110,9;p=0,001), dan peningkatan D-Dimer (H0: 1320,9 ± 592,6;H8: 1756,8±760,6;p=0,001) yang bermakna setelah pemberian heparin selama 7 hari. Pada kelompok kontrol seluruh parameter tersebut tidak mengalami perubahan signifikan, khusus fibrinogen cenderung semakin meningkat (H0: 417±92,9; H8: 487,5±187,4;p=0,1). Bila dibandingkan antara kedua kelompok didapatkan perbedaan bermakna setelah 7 hari pada nilai fibrinogen ( 372,5±110,9 vs 487,5±187,4;p= 0,045) dan D Dimer (1756,8±760,6 vs 1190±823,3;p= 0,050).

Pada uji klinis efektivitas anti agregasi trombosit masih diperdebatkan tetapi obat tersebut tidak dapat dipakai untuk mencegah trombosis secara umum pada semua pasien yang mengalami hiperkoagulasi. Salah satu alasan adalah karena respon pasien terhadap dosis standard obat anti trombosit bersifat heterogen (51,52).

(51)

harinya.Demikian juga yang dilaporkan penelitian The Hypertensive Optimal treatmet (HOT) tahun 1992, pemberian 75 mg aspirin setiap hari dapat mengurangi resiko kardiovaskular sebesar 15% dan infark miokard sebesar 36%(53).

Diabetes menimbulkan keadaan hiperkoagulasi yang meningkatkan produksi faktor-faktor di jaringan seperti peningkatan faktor VII. Hiperglikemia juga menyebabkan penurunan antitrombin dan protein C, gangguan fibrinolisis dan produksi PAI-1 berlebihan. Dijumpai juga peningkatan fibrinogen yang berhubungan dengan timbulnya PAD(54). Kalani dkk (2003), melaporkan pada penggunaan Dalteparin parameter koagulasi Plasminogen activator inhibitor 1 (PAI-1) dan fibrinogen tidak berbeda bermakna dengan kelompok plasebo (42,43). Penurunan nilai fibrinogen dan peningkatan D-Dimer yang bermakna setelah pemberian heparin selama 7 hari pada penelitian ini memperlihatkan perbaikan koagulasi dan peningkatan fibrinolisis dari keadaan sebelum pemberian heparin.

(52)

Amerika Serikat, dengan ulkus kaki terjadi pada 4-10% penderita diabetes. Dilaporkan juga separuh dari kasus amputasi diakibatkan iskemik pada tungkai (56).

The Antiplatelet Trialists Collaboration meninjau 145 penelitian yang menggunakan anti aggregasi trombosit jangka panjang (kebanyakan menggunakan aspirin) untuk menilai efikasi penggunaannya pada penderita diabetes. Dari lebih 100.000 pasien didapat penurunan resiko gangguan kardiovaskular (Infark Miokard, stroke, kematian vaskular) sebesar 27% pada kelompok yang mendapat terapi dibanding kelompok kontrol. Namun pada penderita yang mengalami klaudikasio, efek terapi anti aggregasi trombosit tidak bermakna(54). Pada penelitian The Clopidogrel Versus Aspirin in Patients At risk of Ischemic Events (CAPRIE) didapat efek pemberian 75 mg clopidogrel dapat menurunkan resiko stroke, infark miokard (MI) dan penyakit arteri perifer (PAD) sebesar 8,7% dibanding pemberian 325 mg aspirin. Pada kasus PAD clopidogrel dapat mengurangi resiko sebesar 24% dibanding aspirin. Dan American Diabetes Association menganjurkan pemberian anti aggregasi trombosit sebagai pencegahan terhadap gangguan kardiovaskuler pada penderita diabetes(54). Penelitian Primary Prevention Project (2003) menemukan pemberian aspirin tidak bermanfaat dalam pencegahan primer kejadian kardiovaskular pada diabetes(57).

(53)

mortalitas pada diabetes disebabkan kardiovaskular. Penelitian Framingham mendapat resiko klaudikasio intermitten 3,5 kali pada pria dan 8,6 kali pada wanita penderita diabetes dibanding bukan diabetes. Faglia dkk (1998) melaporkan korelasi positif keparahan PAD dengan kekerapan amputasi pada penderita diabetes sebesar 15 kali cenderung mengalami amputasi dibanding bukan penderita diabetes. Untuk klaudikasio intermitten telah dianjurkan pemberian cilostazol sebagai terapi dimana didapatkan perbaikan jarak tempuh berjalan sebesar 40-50% dibanding plasebo(58).

(54)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. K E S I M P U L A N

5.1.1. Pada penelitian ini didapat pemanjangan rerata aPTT dan peningkatan kadar D dimer disertai penurunan kadar fibrinogen yang signifikan setelah pemberian Heparin 5000 U 3 kali sehari selama 7 hari . Hal ini menunjukkan efek heparin dalam meregresi trombus dan perbaikan koagulasi pada penderita ulkus kaki diabetik.

5.1.2. Parameter rerata rasio PT,INR, dan aPTT memanjang tetapi secara statistik tidak signifikan dibanding kontrol.

5.1.3. Pada 16 orang subjek tidak ditemukan efek samping heparin selama pemberian 7 hari.

5.2. S A R A N

(55)

BAB VI DAFTAR PUSTAKA

1. Suyono S. Diabetes Mellitus di Indonesia. Dalam : Aru W Sudoyo dkk. (editor) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi keempat. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta. 2006. 1874-8

2. Knox RC, Dutch W, Blume P, Sumpio BE. Diabetic Foot Disease. International Journal of Angiology 2000;9:1-6

3. Waspadji S. Kaki Diabetes. Dalam : Aru W Sudoyo dkk. (editor) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi keempat. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta. 2006. 1911-6.

4. Moulik PK, Mtonga R. Amputation and Mortality in New-Onset Diabetic Foot Ulcers Stratified by Etiology. Diabetes Care 2003 ; 26 (2) : 491- 4.

5. Shahab A. Komplikasi kronik DM Penyakit Jantung Koroner. Dalam : Aru W Sudoyo dkk. (editor) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi keempat. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta. 2006. 1916-9 6. Aulia D. Pemeriksaan penyaring pada kelainan hemostasis. Dalam : Rahayu

D Setiabudy (editor). Hemostasis dan Trombosis. Edisi Ketiga. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2007. 23-33

7. Jackson MR, Clagett GP. Antithrombotic Therapy in Peripheral Arterial Occlusive Disease. Chest 2001;119:283S-299S

8. Beckmen JA, Cieager MA, Libby P. Diabetes and Atherosclerosis. JAMA 2002 ; 287 : 2570 – 80.

9. Kalani M, Silveira A, Blomback M, Apelqvist J, et al. Beneficial effect of dalteparin on haemostatic function and local tissue oxygenation in patients with diabetes, severe vascular disease and foot ulcers. Thrombosis Research 2007;120:653-61.

10. King C, Holley A, Jackson J, Shorr A, Moores L. Twice vs Three times Daily Heparin Dosing for Thromboembolism Prophylaxis in the General Medical Population. Chest 2007;131:507-16.

(56)

12. Tambunan KL. Patogenesis Trombosis. Dalam : Aru W Sundaru dkk. (editor) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi keempat. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta. 2006. 765-8

13. Viles-Gonzalez JF, Fuster V, Badimon JJ. Atherothrombosis: A widespread disease with unpredictable and life-threatening consequences. European Heart Journal 2004;25:1197-1207

14. Furie B, Furie BC. Mechanism of thrombus formation. The New England Journal of Medicine 2008;359:938-49

15. Oesman F, Setiabudy RD. Fisiologi Hemostasis dan Fibrinolisis. Dalam : Rahajuningsih D Setiabudy (editor). Hemostasis dan Trombosis. Edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2007. 1-15

16. Hai-yun H, Ru-han J. Effect of Lumbrokinase on Nephritic syndrome with Hypercoagulation. Journal of Wuhan University 2001;4(2)

17. Spronk HMH, Voort DVD, Cate HT. Blood Coagulation and The Risk of Atherotrombosis. Trombosis Journal 2004 ; 2 : 12 – 22.

18. Sukrisman L. Koagulasi Intravaskular Diseminata. Dalam : Aru W Sundaru dkk. (editor) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi keempat. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta. 2006. 777-9

19. Setiabudy RD. Patofisiologi Trombosis. Dalam : Rahajuningsih D Setiabudy (editor) Hemostasis dan Trombosis. Edisi ketiga. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 2007.

20. Makin A, Silverman SH. Peripheral Vascular Disease and Virchow’s Triad for Thrombogenesis. Q J Med 2002 ; 95 : 199 - 210.

21. Goodnight SHG, Hathway WE. Disorders of Hemostasis and Thrombosis. New York. McGraw Hill. 2001.

22. Grant PJ. Is hypercoagulability an issue in arterial thrombosis? Yes. Journal of Thrombosis and Haemostasis 2004 ; 2 :690-1

23. Stegenga ME. Hypergycemia Stimulates Coagulation, Whereas Hyperinsulinemia Impairs Fibrinolysis in Healthy Humans. Diabetes 2006 ; 55 : 1807-12

24. American Diabetes Association. Peripheral Arterial Disease in People with Diabetes. Diabetes Care 2003;26:3333-41

(57)

26. Vinik AL. Platelet Dysfunction in Type 2 Diabetes. Diabetes Care 2001 ; 24 (8) : 1476 – 85.

27. Meigs JB. Hyperinsulinemia , Hyperglicemia and Impaired Hemostasis.JAMA 2000 ; 283 (2) :221-8

28. Grant PJ. Diabetes Mellitus as a prothrombotic condition. Journal of Internal Medicine 2007;262:157-72

29. Piemontino U, Ceriello A, Di Minno G,. Hemostatic and Metabolic Abnormalities in Diabetes Mellitus. Haematologica 1994 ; 79 : 387 – 92.

30. Kessler L, Wiesel ML, Attali P, Mossard JM, Cazenave JP, Pinget M. von willebrand factor in diabetic angiopathy. Diabetes and Metabolism 1998;24:327-36

31. Duncan BB, Schmidt MI, Offenbacher S, Wu KK, Savage PJ, Heiss G. Factor VIII and other Hemostasis Variables are Related to Incident Diabetes in Adult, The Atherosclerosis Risk in Communities (ARIC) Study. Diabetes Care 1999;22:767-73

32. Kluft C, Jespersen J. Diabetes as a Procoagulant Condition. The British Journal of Diabetes and Vascular Disease 2002 ; 2 (5) : 358 – 62.

33. Santoso M, Yuliana M, Mujono W, Kusdiantomo. Pattern of Diabetic Foot at Koja Regional General Hospital, Jakarta From 1999 – 2004. Acta Medica Indonesiana 2005; 37 (4) :187 – 9.

34. Tseng CH. Prevalence and Risk Factors of Diabetic Foot Problems in Taiwan. Diabetes Care 2003 ; 26 (12) : 3351

35. Waspadji S. Komplikasi Kronik Diabetes: Mekanisme terjadinya diagnosis dan strategi pengelolaan. Dalam : Aru W Sudoyo dkk. (editor) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi keempat. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta. 2006. 1906-10

36. Rauwerda JA. Acute Problem of the Diabetic Foot. Acta Chir Belg (2004);104:140-47

37. Anandi C. Bacteriology of Diabetic Foot Lesions. Indian Journal of Medical Microbiology 2004 ; 22 (3) : 175 – 8.

(58)

39. Hirsh J, Anand S, Halperin J, Fuster V. Guide to Anticoagulant Therapy: Heparin: A Statement for Healthcare Professionals From the American Heart Association. Circulation 2001;103:2994-3018.

40. Prandoni P, Marchioni A, Carnovali M. Subcutaneous Adjusted-Dose Unfractionated Heparin vs Fixed-Dose Low-Molecular-Weight Heparin. Arch Intern Med 2004;164:1077-83.

41. Dolovich L, Ginsberg J, Douketis J, Holbrook A, Cheah G.A Meta-analysis Comparing Low-Molecular-Weight Heparins With Unfractionated Heparin in the Treatment of Venous Thromboembolism. Arch Intern Med.2000;160:181-8.

42. Suhartono, Gatot D. Hiperkoagulasi Pada Penderita Ulkus Kaki Diabetik. Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Medan. 2009. 26-30.

43. Kalani M, Apelqvist J, Blomback M, Brismar K, et al. Effect of Dalteparin on Healing of Chronic Foot Ulcers in Diabetic Patients With Peripheral Arterial Occlusive Disease. Diabetes Care 2003; 26:2575-80.

44. Suharti C. Dasar-Dasar Hemostasis. Dalam : Aru W Sundaru dkk. (editor) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi keempat. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta. 2006. 759-64

45. Wada H. Elevated Levels of Soluble Fibrin or D-dimer indicate High Risk of Thrombosis. Journal of Thrombosis and Hemostasis 2006 ; 4 : 1253 – 8. 46. Timan IS. Pemeriksaan Laboratorium pada Terapi Trombolitik. Dalam:

Suryaatmadja M. Pendidikan Berkesinambungan Patologi Klinik 2004. Penerbit FK UI Jakarta 2004.134-45

47. Acang N. Pemakaian dan Pemantauan Obat-obat Antitrombosis. Dalam: Aru W Sudoyo dkk. (editor) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi keempat. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta. 2006. 805-7 48. Waspadji S. Kaki Diabetes. Dalam : Aru W Sundaru dkk. (editor) Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam. Edisi keempat. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta. 2006. 1933-6

(59)

50. Setiabudy RD. Pemantauan Obat Anti Trombosit. Dalam: Suryaatmadja M. Pendidikan Berkesinambungan Patologi Klinik 2004. Penerbit FK UI Jakarta 2004.121-33

51. Aulia D. Monitoring penggunaan Antikoagulan Heparin. Dalam: Suryaatmadja M. Pendidikan Berkesinambungan Patologi Klinik 2004. Penerbit FK UI Jakarta 2004.109-20

52. Wirawan R. Monitoring Penggunaan Antikoagulan Oral. Dalam: Suryaatmadja M. Pendidikan Berkesinambungan Patologi Klinik 2004. Penerbit FK UI Jakarta 2004.97-107

53. American Diabetes Association. Aspirin Therapy in Diabetes. Diabetes Care 2004;27:S72-3.

54. American Diabetes Association. Peripheral Arterial Disease in People With Diabetes. Diabetes Care 2003;26:3333-41.

55. Bloomgarden Z. American Diabetes Association 60th Scientific Sessions 2000: The Diabetic Foot. Diabetes Care 2001;24:946-51.

56. Bloomgarden Z. The Diabetic Foot. Diabetes Care 2008;31:372-81.

57. Natarjan A, Zaman A, Marshall S. Platelet hyperactivity in type 2 diabetes: role of antiplatelet agents. Diabetes and Vascular Disease Research 2008;5:138-43.

58. Marso S, Hiatt W. Peripheral arterial disease in Patients With Diabetes. Journal American College of Cardiology 2006;47:921-9.

(60)

LAMPIRAN 6

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I.DATA PRIBADI

Nama : dr. Faizal Drissa Hasibuan

Tempat/Tanggal lahir : Padang Sidempuan, 18 Mei 1977 Agama : Islam

Alamat Kantor : Fakultas Kedokteran USU Jl. Dr. Mansur No. 5 Medan

Departemen Penyakit Dalam RS H Adam Malik

Jl. Bunga Lau No. 17 Medan Tuntungan (Telp) : (061) 8363009 (Fax) : (061) 8363009

Alamat Rumah : Jl. Rajawali Kompleks Taman Elite Rajawali C9 Medan

No. Telp : (061) 77337525

II.RIWAYAT PENDIDIKAN

1. SD Negeri 15 Padang Sidempuan Ijazah 1989 2. SMP Negeri I Padang Sidempuan Ijazah 1992 3. SMA Negeri I Medan Ijazah 1995 4. Fakultas Kedokteran USU Medan Ijazah 2002 5. Program Spesialis Penyakit Dalam FK USU Januari

2004- sekarang

III. KEANGGOTAAN PROFESI 1. Ikatan Dokter Indonesia ( IDI )

(61)

IV. KARYA ILMIAH DI DEPARTEMEN PENYAKIT DALAM

1. Faizal Drissa Hasibuan, Abdurrahim Rasyid Lubis. Gagal Ginjal Akut akibat Empedu Ikan Jurung. Kongres Nasional PAPDI XIII. Palembang, 05-09 Juli 2006.

2. Faizal Drissa Hasibuan, Munadi, Dharma Lindarto. Perbandingan Kadar Glukosa Darah sebelum dan 2 jam setelah mengkonsumsi Kurma dan Pisang pada Penderita DM Tipe 2 yang terkontrol. Kongres Nasional PERSADIA VII. Batu-Malang, 25-26 Oktober 2008.

V. PARTISIPASI DALAM KEGIATAN ILMIAH

1. Peserta Pertemuan Ilmiah Tahunan V Penyakit Dalam FK USU. Medan, 4-6 Maret 2004.

2. Peserta Simposium Rational Approach in Management of Hypertension. Medan, 19 Juni

2004.

3. Peserta Gastroentero-Hepatologi Update II 2004. Medan, 17-18 September 2004.

4. Peserta Pertemuan Ilmiah Tahunan VI Penyakit Dalam USU. Medan, 03-05 Maret 2005.

5. Peserta The 3th New Trend in Cardiovascular Management. Medan, 06-08 Juni 2005.

6. Peserta Safari nasional Peralmuni II . Medan, 30 Juli 2005.

7. Peserta Gastroentero-Hepatologi Update III 2005. Medan, 06-07 Agustus 2005.

8.Peserta Pertemuan Ilmiah Tahunan VII Penyakit Dalam USU. Medan, 02-04 Maret 2006.

9. Peserta The 11th NCIHA dan 15th ASMIHA. Medan, 19-22 April 2006. 10.Peserta KONAS PETRI XII, PERPARI VIII. Medan, 28-29 Juli 2006.

11.Peserta 11th Annual Meeting of Internal Medicine. Jakarta, 11-13 Agustus 2006.

(62)

13.Peserta Workshop USG. Medan 07 September 2006.

14.Peserta Gastroentero-Hepatologi Update IV. Medan, 08-09 September 2006. 15.Peserta Simposium The scientific Evidence to date: reduction of Events in

Cardiovascular Disease. Medan 09 Desember 2006. 16.Peserta DHF Course II. Medan, 24 Februari 2007.

17.Peserta Workshop shock dan DVT. Medan 07 Maret 2007.

18.Peserta Pertemuan Ilmiah Tahunan VIII Penyakit Dalam USU. Medan, 07-09 Maret 2007

19.Peserta Simposium Trombosis-Hemostasis Regional Pertama. Medan 01-02 Mei 2007.

20.Peserta Temu Ilmiah Geriatri. Jakarta, 25-27 Mei 2007.

21.Peserta Simposium New Paradigm in Maintenance Fluid Therapy. Medan 17 Nopember

2007

22.Peserta PIN PAPDI IV. Jakarta, 15-17 Desember 2007.

23.Peserta Pertemuan Ilmiah Tahunan IX Penyakit Dalam USU. Medan, 17-19 April 2008.

24.Peserta Diabetes Mangement Training for Internist. Medan 07-09 Agustus 2008.

(63)
(64)

Gambar

Gambar 1. Struktur  molekul  Unfractionated  Heparin (39)
Gambar 2. Skema sistem koagulasi dan fibrinolisis (33) .
Gambar 2. Mekanisme kerja Heparin pada sistem koagulasi dan
Tabel 1.  Karakteristik Dasar Subyek Penelitian
+3

Referensi

Dokumen terkait

Pada evaluasi struktur model level dua dengan koefisien acak diperoleh hanya variabel penjelas S 1 (pendidikan guru kelas) berpengaruh signifikan terhadap β 0jk

Hukum Perdata, Hukum Perusahaan, Hukum Perbankan dan Investasi, Hukum Perlindungan Konsumen, Hukum Perdagangan, Hukum Property, Hukum Pertanahan, Hukum

Pemberitaan yang disajikan Kompas juga lebih bersifat langsung (Straight news) dan memperlihatkan pengelolaan pemerintah terkait pariwisata, dibandingkan dengan media

Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas berkah dan rahmatnya serta karunia dan anugrah yang luar biasa dalam hidup saya hingga detik ini,

Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), secara langsung dan tidak langsung dapat dilakukan melalui penggalian dan pengembangan potensi yang ada di daerah yang meliputi

Oman Sukmana, M.Si selaku Kepala Jurusan Program Studi Kesejahteraan sosial sekaligus Dosen Pembimbing I yang telah memberikan arahan, dukungan serta motivasinya

yang terjadi akibat gesekan antara drillstring dan formasi. Sumur X-01 merupakan sumur vertikal pada lapangan X yang akan dilakukan pemboran horizontal re-entries dengan membuat

Kebijakan Travel Ban yang dibentuk oleh Trump Administration dianggap memiliki pengaruh gelombang islamofobia karena menargetkan 8 negara mayoritas Muslim sebagai