Keutuhan Permukaan Baja AISI 4140 Pada Pemesinan Laju Tinggi,
Keras Dan Kering Menggunakan Pahat CBN
TESIS
OLEH
Berta Br Ginting
087015001/TM
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Keutuhan Permukaan Baja AISI 4140 Pada Pemesinan Laju Tinggi,
Keras Dan Kering Menggunakan Pahat CBN
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik
Dalam Program Studi Teknik Mesin
Pada Program Magister Teknik Mesin Universitas SumaterUtara
OLEH
Berta
Br
Ginting
087015002/TM
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRAK
Penelitian ini terfokus pada keutuhan permukaan (surface integrity) logam paduan AISI 4140 berkekerasan ~ 55 HRC yang dikerjakan dibawah proses pembubutan laju tinggi, keras dan kering yang dikaji secara eksperimen. Metode pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah metode CCF (Cubic Center Face). Dampak kecepatan potong, laju pemakanan dan kedalaman potong terhadap kekasaran permukaan (Ra) dan terhadap topografi permukaan yaitu corak permukaan (lay) dan cacat permukaan (defect) yang terjadi pada permukaan benda termesin akan diteliti . Nilai Ra rata-rata terkecil didapat = 0,97 m yaitu pada kecepatan potong (V) = 200 m/min, laju pemakanan (f) = 0,1 mm/put dan kedalaman pemakanan (a) = 0,3 mm. Nilai Ra rata-rata terbesar didapat = 2,09 m yaitu pada kecepatan potong (V) = 225 m/min, laju pemakanan (f) = 0,1 mm/put dan kedalaman pemakanan (a) = 0,7 mm. Topografi corak permukaan (lay) dari permukaan benda termesin memperlihatkan bahwa lay yang ditemukan memiliki pola arah yang sejajar dengan kecepatan potong (V) dan tegak lurus dengan kecepatan pemakanan (Vf). Sedangkan topografi cacat permukaan (defect) yang ditemukan ada empat jenis cacat yaitu cacat feed mark, , pembentukan lapisan chip, tearing surface dan kotoran (microchip). Kondisi pemotongan yang direkomendasikan untuk pemotongan logam AISI 4140 yang berkekerasan ~ 55 HRC dengan pahat CBN dengan kondisi pemesinan laju tinggi dan kering adalah pada kondisi pemotongan tingkat magnitude
minimum.
ABSTRACT
This study is focused on the surface integrity of AISI 4140 alloy which has the hardness of -55 HRC worked on the turning process under high, hard, and dry speed which was examined experimentally. Data collecting method used in this study is the CCF (Cubic Center Face) method. The impact of the velocity of cutting, the feeding rate, the depth of cutting on the surface roughness (Ra) and on the surface topography; that is, surface feature (lay) and surface defects (Defect) which occur on the surface of the object will be studied. The average value of the smallest Ra = 0.97 m; that is, at the velocity of cutting (V) = 200 m/min, at the feeding rate (f) = 0.1 mm/put, and the depth of feeding (a) = 0.3 mm. The average value of the largest Ra = 2.09 m; that is, at the velocity of cutting (V) = 225 mm/min, at the feeding rate (f) = 0.1 mm/put, and at the depth of feeding (a) = 0.7 mm. The topography surface feature (lay) on the surface of the object shows that the lay has direction pattern which is paralleled with the velocity of cutting (V); whereas the topography of surface defect has four types of defect; namely, feed mark defect, the forming of chip layer, tearing surface, and dirt (microchip). The recommended cutting condition for the cutting of metal ASIDSI 4140 which has the hardness of 55 HRC with CBN chisel in the high and dry speed of machinery condition is the cutting condition of minimum magnitude level.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa dan Maha Pengasih atas
limpahan berkat dan karuniaNya yang telah diberikan kepada penulis sehingga tesis
ini dapat diselesaikan dengan baik dengan judul “Keutuhan Permukaan Baja AISI
4140 Pada Pemesinan Laju Tinggi, Keras Dan Kering Menggunakan Pahat CBN”.
Penulisan tesis ini adalah sebagai hasil penelitian dalam rangka
menyelesaikan pendidikan Pascasarjana Jurusan Teknik Mesin bidang Manufaktur,
pada Sekolah Magister Teknik Mesin FT-USU. Penulisan dan penelitian tesis ini
terlaksana dan dapat terwujud berkat bimbingan, petunjuk dan arahan serta dorongan
dari berbagai pihak terutama Bapak Prof. Dr. Ir. Armansyah Ginting M.Eng, selaku
ketua komisi pembimbing, Bapak Dr.Nasruddin, MN. M.Eng.Sc. dan Bapak Ir.Syahrul Abda, MSc yang masing-masing sebagai anggot komisi pembimbing.
Selain dari pada itu, penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis baik secara moril
maupun materil, langsung maupun tidak langsung dalam mewujudkan tesis ini
terutama kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME dan Bapak Dr. Eng.
Indra, MT serta kepada rekan-rekan mahasiswa/i pasca sarjana teknik mesin terutama
mahasiswa bidang keahlian “manufaktur”, kepada adik-adik mahasiswa S1 Teknik
Mesin USU dan kepada rekan-rekan sejawat di Polmed yang telah memberikan
Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih kepada suami terkasih ,
ibunda serta anakku tercinta yang telah memberikan doa, dukungan pengertian dan
semangat kepada penulis sejak awal kuliah hingga penyelesaian tesis ini.
Tidak ada yang sempurna di dunia ini, oleh sebab itu penulis mohon saran dan
kritik yang membangun dari pihak-pihak yang terlibat untuk dapat membantu
memperbaiki dan melengkapi kesempurnaan tesis ini. Atas bantuan dan perhatiannya
diucapkan terima kasih.
Medan, 16 Juli 2011
Penulis,
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1. Nama : Ir Berta Br Ginting
2. Nama lengkap : Ir Berthalina Br Ginting
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. Tempat / tgl. Lahir : Kabanjahe (Kab.Karo) / 26 September 1963
5. Agama : Kristen Protestan
6. Alamat : Jl.Setia Budi No. 194 Kelurahan Tanjung Rejo,
Kecamatan Medan Sunggal, Medan.
e-mail: berthaginting@yahoo.co.id
7. Prog.studi / Bid. keahlian : Teknik Mesin / Manufaktur
8. Pendidikan : Tamat SD tahun 1975
: Tamat SMP tahun 1979
: Tamat SMA tahun 1982
: Tamat Diploma III Politeknik USU Medan Jur Mesin
thn 1985.
: Training Didaktik di PEDC Bandung Jur Mesin,
September 1985 s/d Desember 1986.
: Sekolah Pasca Sarjana Jurusan Teknik Mesin USU
Medan tahun 2008 sampai sekarang.
10. Pekerjaan : Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri
Medan sejak bulan Desember thn 1986 sampai
sekarang.
11. Alamat Kantor : Jl. Almamater no.1 Kampus USU Medan
12. Pengalaman lain : Training Fabrikasi di PT PAL Surabaya tahun 1998
Training Alat-Alat Laboratorium di University
Technology Malaysia – Kuala Lumpur tahun 1988.
13. Pengalaman Penelitian:
Sebagai Ketua Peneliti dengan judul penelitian sebagai berikut:
13.1. Pengujian Koefisien Gesek terhadap Pipa PVC yang Diperjualbelikan di
Pasaran Kotamadya Medan, tahun 1997.
13.2. Perbandingan Pemotongan Baja 60 dengan Dua Jenis Perkakas (Pahat)
Potong, tahun 1999.
13.3. Rancangan Alat Bantu Pengiris Bawang, tahun 2000.
13.4. Perancangan Pompa Irigasi untuk suatu daerah luas 70 Ha, tahun 2001.
13.5 Uji Kekakuan dan Uji Lentur terhadap Baja Lunak (Mild Steel) yang dijual
dipasaran Kotamadya Medan, tahun 2003.
13.6. Uji Performansi Mesin Pengupas Kulit Kacang Tanah ditinjau dari Putaran
13.7. Study Pengaruh Kedalaman Pemakanan Terhadap Getaran dan Kekasaran
Permukaan pada Proses Pembubutan Dengan Menggunakan Mesin Bubut
Celtic 14 Indonesia, tahun 2009.
Sebagai Anggota Peneliti dengan judul penelitian:
13.8. Pengaruh Ke-aus-an Elektroda Tembaga Terhadap Pembuatan Lubang pada
Plat Baja dengan Mesin EDM, tahun 2007.
13.9. Pengaruh Perubahan Besar Arus (IP) Terhadap Waktu Pengerjaan dan
Kekasaran Permukaan pada Mesin EDM, tahun 2008.
14. Karya Ilmiah yang dipublikasikan di majalah JURNAL ILMU dan REKAYASA
TEKNOLOGI INDUSTRI (JIRTI) yang diterbitkan Fakultas Teknologi Industri
Universitas Mpu Tantular, Jakarta adalah sbb:
14.1. Metode Pemilihan Refrigran dan Kegunaannya, vol.1, no.4, Oktb.2001
(sebagai anggota).
14.2. Analisa Bahan dan Pengecatan, vol.5, no.1, April 2002 (sebagai anggota)
14.3. Rancang Bangun Peralatan Penjernih Oli Bekas, vol.9, no.1, April 2004
DAFTAR ISI
Nomor Judul Halaman
ABSTRAK ……….. i
ABSTRACT ……….. ii
KATA PENGANTAR ……… iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ………... v
DAFTAR ISI ………. viii
DAFTAR TABEL ……… xii
DAFTAR GAMBAR……….. xiii
DAFTAR NOTASI DAN ISTILAH ………. xvi
BAB I PENDAHULUAN ……… 1
1.1. Latar Belakang ……… 1
1.2. Perumusan Masalah ……… 5
1.3. Tujuan Penelitian ……… 7
1.3.1. Tujuan umum ………. 7
1.4.
2.2.4. Laju pembuangan geram (MRR) ……… 15
2.3. Kekasaran Permukaan ………. 15
2.3.1. Kekasaran permukaan dalam pembubutan keras …….. 17
2.3.2. Metode pengukuran kekasaran permukaan ………….. 20
3.2.1. Bahan benda uji ……… 37
3.4.3. Rancangan kegiatan pemesinan ……….. 45
3.4.4. Kerangka konsep penelitian ……… 45
3.5. Teknik Pengukuran, Pengolahan dan Analisa Data ……. 48
3.5.1. Pengukuran kekasaran permukaan ……….. 48
4.3.1.Pengaruh kecepatan potong (V) terhadap kekasaran
permukaan (Ra) ……… 69
4.3.2.Pengaruh laju pemakan (f) terhadap kekasaran permukaan (Ra). ……….. 70
4.3.3.Pengaruh kedalaman potong (a) terhadap kekasaran permukaan (Ra). ……….. 71
4.4. Corak Permukaan (Lay) ………... 73
4.4.1. Corak permukaan pada tingkat minimum-1. ……… 73
4.4.2. Corak permukaan pada tingkat minimum-2. ……… 74
4.4.3. Corak permukaan pada tingkat medium-1………… 74
4.4.4. Corak permukaan pada tingkat medium-2………… 75
4.4.5. Corak permukaan pada tingkat maksimum-1 ……… 76
4.4.6. Corak permukaan pada tingkat maksimum-2 . ……. 77
4.5. Cacat (Defect) ..……… 78
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……….. 83
5.1. Kesimpulan ………. 83
5.2. Saran ……….. 84
DAFTAR PUSTAKA ……… 85
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
2.1. Tingkat kekasaran rata-rata menurut proses pengerjaan………… 16
2.2. Perbandingan sifat pahat ……….. 29
3.1. Komposisi kimia AISI 4140 ……… 38
3.2. Sifat mekanik AISI 4140 ……….. 38
3.3. Sifat mekanik pahat CBN ………. 40
3.4. Data teknis mesin bubut Emco Maximat V13 ………. 41
3.5. Desain pengujian CCF ………. 45
3.6. Tabel pengumpulan data ……….. 47
4.1. Data hasil pengujian ………. 53
4.2. Data kondisi pemotongan untuk pembahasan ……… 55
4.3. Data pengukuran tingkat minimum-1 ……… 57
4.4. Data pengukuran tingkat minimum-2 ……… 58
4.5. Data pengukuran tingkat medium-1 ……….. 60
4.6. Data pengukuran tingkat medium-2 ……….. 62
4.7. Data pengukuran tingkat maksimum-1 ………. 64
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1. Skematis proses bubut ……… 10
2.2. Pahat potong dan toolholder…………... 11
2.3. Proses bubut ……… 12
2.4. Pengaruh gerak makan dan radius ujung pahat terhadap gaya geser dan gaya makan ……… 18
2.5. Pengaruh gerak makan dan radius ujung pahat terhadap kekasaran permukaan (Ra) untuk bahan baja AISI 52.100 kekerasan 47 HRC ……... 19
2.6. Kecepatan potong pada proses laju tinggi ………. 22
2.7. Tingkat kekerasan pahat terhadap ketangguhan pahat. ………… 28
2.8. Tingkat kekerasan dan ketahanan aus pahat terhadap temperatur . 28
2.9. Perbandingan panas yang diserap pahat ……… 31
3.4. Pemegang pahat (tool holder) ……… 40
3.5 Mesin bubut Emco Maximat V13 ……… 41
3.6. Setup mesin bubut Maximat V13 ………. 41
3.7. Alat pengukur kekasaran permukaan ……… 42
3.8. Spesimen kalibrasi pengukur kekasaran permukaan dengan nilai spesimen kalibrasi 2.95 m ………. 42
3.9. USB Digital Microscope ……….. 43
3.10. Scaning Elektron Microscop ……… 43
3.11. Profil pengukuran kekasaran permukaan ………. 49
3.12 Grafik kekasaran permukaan vs waktu pemotongan ……… 50
3.13 Grafik kekasaran permukaan vs keausan pahat ………. 50
3.14 Kerangka konsep penelitian ……….. 52
4.1. Kurva karakteristik Ra versus tc tingkat minimum-1 ……… 57
4.2. Kurva karakteristik Ra versus VB tingkat minimum-1 ………… 58
4.3. Kurva karakteristik Raversus tc tingkat minimum-2 ……… 59
4.4. Kurva karakteristik Ra versus VB tingkat minimum-2 …………. 60
4.5. Kurva karakteristik Raversus tc tingkat medium-1 ……….. 61
4.6. Kurva karakteristik Raversus VB tingkat medium-1 ……… 62
4.7. Kurva karakteristik Ra versus tc tingkat medium-2 ……….. 63
4.8. Kurva karakteristik Ra versus VB tingkat medium-2 ………….. 63
4.9. Kurva karakteristik Raversus tc tingkat maksimum-1 ………….. 64
4.11. Kurva karakteristik Raversus tc tingkat maksimum-2 ………….. 66
4.12. Kurva karakteristik Raversus VB tingkat maksimum-2 ………… 66
4.13. Hubungan karakteristik Ra vs tc dan Ra vs VB ………. 68
4.14. Pengaruh kecepatan potong terhadap kekasaran permukaan …….. 65
4.15. Plot kurva Gbr 4.8 untuk mencari nilai Ra pada VB=0,14 mm ….. 70
4.16. Pengaruh laju pemakanan terhadap kekasaran permukaan ………. 71
4.17. Plot kurva Gbr 4.2 untuk mencari nilai Ra pada VB=0,14 mm ….. 72
4.18. Pengaruh kedalaman pemakanan terhadap kekasaran permukaan … 72
4.19. Corak permukaan pada V=200m/min, f=0,1mm/put, a=0,3mm …… 73
4.20.. Corak permukaan pada V=200m/min, f=0,15mm/put, a=0,3mm ….. 74
4.21. Corak permukaan pada V=225m/min, f=0,1mm/put, a=0,7mm …… 75
4.22. Corak permukaan pada V=225m/min, f=0,16mm/put, a=0,7mm ….. 76
4.23. Corak permukaan pada V=250m/min, f=0,1mm/put, a=0,3mm…… 76
4.24. Corak permukaan pada V=250m/min, f=0,15mm/put, a=0,3mm….. 77
DAFTAR NOTASI DAN ISTILAH
a : Kedalaman potong mm
V : Kecepatan potong m/min
f : Laju pemakanan mm/put
tc : Waktu potong menit
d : Diameter rata-rata benda kerja mm
dm : Diameter akhir benda kerja mm
do : Diameter awal benda kerja mm
E : Modulus elastisitas (modulus of elasticity) MPa
G : Modulus elastisitas geser (shear modulus) MPa
r o : Radius serpihan mm
B : Lebar pemotongan mm
lt : Panjang pembubutan mm
S : Panjang bidang sisi pahat mm
n : Putaran mesin rpm
ABSTRAK
Penelitian ini terfokus pada keutuhan permukaan (surface integrity) logam paduan AISI 4140 berkekerasan ~ 55 HRC yang dikerjakan dibawah proses pembubutan laju tinggi, keras dan kering yang dikaji secara eksperimen. Metode pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah metode CCF (Cubic Center Face). Dampak kecepatan potong, laju pemakanan dan kedalaman potong terhadap kekasaran permukaan (Ra) dan terhadap topografi permukaan yaitu corak permukaan (lay) dan cacat permukaan (defect) yang terjadi pada permukaan benda termesin akan diteliti . Nilai Ra rata-rata terkecil didapat = 0,97 m yaitu pada kecepatan potong (V) = 200 m/min, laju pemakanan (f) = 0,1 mm/put dan kedalaman pemakanan (a) = 0,3 mm. Nilai Ra rata-rata terbesar didapat = 2,09 m yaitu pada kecepatan potong (V) = 225 m/min, laju pemakanan (f) = 0,1 mm/put dan kedalaman pemakanan (a) = 0,7 mm. Topografi corak permukaan (lay) dari permukaan benda termesin memperlihatkan bahwa lay yang ditemukan memiliki pola arah yang sejajar dengan kecepatan potong (V) dan tegak lurus dengan kecepatan pemakanan (Vf). Sedangkan topografi cacat permukaan (defect) yang ditemukan ada empat jenis cacat yaitu cacat feed mark, , pembentukan lapisan chip, tearing surface dan kotoran (microchip). Kondisi pemotongan yang direkomendasikan untuk pemotongan logam AISI 4140 yang berkekerasan ~ 55 HRC dengan pahat CBN dengan kondisi pemesinan laju tinggi dan kering adalah pada kondisi pemotongan tingkat magnitude
minimum.
ABSTRACT
This study is focused on the surface integrity of AISI 4140 alloy which has the hardness of -55 HRC worked on the turning process under high, hard, and dry speed which was examined experimentally. Data collecting method used in this study is the CCF (Cubic Center Face) method. The impact of the velocity of cutting, the feeding rate, the depth of cutting on the surface roughness (Ra) and on the surface topography; that is, surface feature (lay) and surface defects (Defect) which occur on the surface of the object will be studied. The average value of the smallest Ra = 0.97 m; that is, at the velocity of cutting (V) = 200 m/min, at the feeding rate (f) = 0.1 mm/put, and the depth of feeding (a) = 0.3 mm. The average value of the largest Ra = 2.09 m; that is, at the velocity of cutting (V) = 225 mm/min, at the feeding rate (f) = 0.1 mm/put, and at the depth of feeding (a) = 0.7 mm. The topography surface feature (lay) on the surface of the object shows that the lay has direction pattern which is paralleled with the velocity of cutting (V); whereas the topography of surface defect has four types of defect; namely, feed mark defect, the forming of chip layer, tearing surface, and dirt (microchip). The recommended cutting condition for the cutting of metal ASIDSI 4140 which has the hardness of 55 HRC with CBN chisel in the high and dry speed of machinery condition is the cutting condition of minimum magnitude level.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Industri manufaktur adalah salah satu industri yang berpeluang besar menguasai
pasaran. Dalam kegiatannya industri tersebut selalu berhubungan dengan pengerjaan
logam, yaitu proses pembentukan logam, pemotongan logam atau proses pemesinan
menggunakan pahat potong. Meningkatnya permintaan konsumen untuk menambah
produktivitas, menuntut industri manufaktur untuk melakukan pemesinan yang cepat
maka dilakukan pemesinan dengan cara meningkatkan kecepatan pemesinan dengan
biaya produksi yang rendah. Pemesinan laju tinggi dan pemesinan keras adalah dua
metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan produktivitas industri manufaktur
yang menghasilkan produk-produk dari operasi pemotongan logam. Pemesinan keras
lebih fleksibel, lebih ramah lingkungan dan memiliki kinerja yang lebih baik
dibandingkan proses gerinda dalam hal produktivitas (Ozel et.al., 2008). Namun
untuk kualitas permukaan khususnya kemasan permukaan masih dibawah proses
gerinda.
Hingga saat ini pemesinan laju tinggi dan pemesinan keras masih lazim
dilakukan pada keadaan pemesinan basah (wet machining) (Sutter, 2004). Pada
metode ini sejumlah cairan pemotongan dialirkan ke kawasan pemotongan selama
bagian-bagian pemesinan sehingga diharapkan permukaan pemesinan memiliki suatu
keutuhan permukaan (surface integrity) yang baik. Manfaat lain yang dapat diterima
adalah umur pahat yang relatif panjang karena laju aus yang dapat dikurangi.
Selanjutnya, permukaan termesin memperoleh manfaat dari keberadaan cairan
pemotongan sebagai media pelumas yang menyebabkan gesekan antara pahat dan
benda kerja yang relatif kecil.
Fenomena kegagalan pahat dan penggunaan cairan pemotongan merupakan
salah satu masalah yang telah banyak dikaji dan mendapat perhatian dalam kaitannya
yang sangat berpengaruh terhadap kekasaran permukaan hasil pengerjaan, ketelitian
geometri produk dan mekanisme keausan pahat serta umur pahat (Ginting, 2003).
Disisi lain, peningkatan produktifitas harus memperhatikan regulasi-regulasi
yang berkaitan dengan isu penyelamatan lingkungan. Pada industri manufaktur
logam, salah satu masalah utama yang menjadi perhatian adalah dampak lingkungan
yang terjadi karena produk, proses atau sistem produksinya. Kepentingan terhadap
kesehatan manusia dan ekologi telah membuat industri pemotongan logam
mengembangkan metode pemotongan yang bersahabat dengan lingkungan dan
kesehatan serta mempunyai tujuan memperbaiki efisiensi, mereduksi biaya produksi,
meningkatkan produktifitas dan meminimalkan siklus waktu dan secara bersamaan
pula memberikan kenyamanan terhadap lingkungan dan kesehatan kerja. Sreejith &
Ngoi (2000) melaporkan bahwa umumnya cairan pemotongan bekas disimpan dalam
membuang cairan pemotongan bekas langsung ke alam bebas. Hal ini jelas akan
merusak lingkungan dan undang – undang lingkungan hidup yang berlaku. Menurut
Seco (2004), badan administrasi keamanan dan kesehatan telah merekomendasikan
batas unsur-unsur berbahaya pada cairan pemotongan untuk pemesinan yaitu
0,5 5,0 mg/m3 dan Metalworking fluid Standard Advisory Committee (MWFSAC)
merekomendasikan sebesar 0.5 mg/m3 (Canter, 2003).
Untuk maksud tersebut, para pakar pemesinan merekomendasikan konsep
pemesinan kering. Pada konsep ini, cairan pemotongan yang berpotensi mendistorsi
lingkungan hidup dapat dieliminasi sehingga konsep pemesinan kering memiliki dua
manfaat, yaitu penyelamatan lingkungan dan mereduksi ongkos produksi karena
kontribusi 20% nilai cairan pemotongan pada ongkos produksi tidak perlu lagi
dikeluarkan (Sreejith & Ngoi, 2000). Seco (2004) melaporkan pula bahwa ongkos
cairan pemotongan rata–rata adalah 15% setahun dari total ongkos produksi.
Apabila konsep pemesinan laju tinggi, keras dan kering sebagaimana dipaparkan
diatas dapat dipadukan maka tujuan industri manufaktur untuk menghasilkan
produktivitas yang tinggi serta berwawasan lingkungan dapat diwujudkan. Namun
demikian, satu hal yang paling penting digaris bawahi dalam hal ini adalah kualitas
produk yang dihasilkan. Pemesinan laju tinggi, keras dan kering berpotensi
memberikan kontribusi yang kontra produktif bagi produk yang dihasilkan sebab
absennya cairan pemotongan (pemesinan kering) dan operasi pemesinan yang ekstrim
yang berakhir dengan generasi panas dan suhu pemotongan yang tinggi. Peristiwa
tribologi dan suhu pemotongan yang tinggi tersebut berpotensi mendistorsi
permukaan benda kerja termesin (Field & Kahles, 1971).
Dari sudut pandang proses pemotongan logam, distorsi terhadap permukaan
benda kerja termesin dikaji melalui topik keutuhan permukaan (surface integrity).
Kajian keutuhan permukaan secara garis besar meliputi kajian topografi permukaan
dan metalurgi permukaan. Kajian keutuhan permukaan yang diprakarsai oleh Field &
Kahles (1971) melaporkan bahwa kajian ini begitu penting dilakukan, apalagi pada
benda kerja yang termasuk kepada produk yang akan digunakan sebagai komponen
berkehandalan tinggi. Sebagai contoh Rech & Moisan (2003) pada pembubutan keras
paduan baja melaporkan masalah-masalah yang berkaitan dengan keutuhan
permukaan seperti kekasaran, tegangan sisa dan lapisan putih adalah sebagai bagian
dari kajian keutuhan permukaan. Hal yang menjadi pertimbangan bagi pemilihan
bahan baja paduan AISI 4140 sebagai bahan komponen produk manufaktur yang
akan diteliti pada kajian ini adalah karena baja AISI 4140 ini sangat banyak
mengalami peningkatan pemakaiannya misalnya untuk komponen sistem hidrolik
berkehandalan tinggi, komponen pemesinan seperti untuk roller cyclo speed reducer
sebagai komponen cyclo speed reducer untuk keperluan industri, untuk komponen
otomotif seperti shaft, gears, crankshaft dan lain-lain serta dapat juga digunakan
untuk komponen transportasi udara seperti landing gear. Apabila konsep pemesinan
AISI 4140 ini maka perlu dilakukan kajian keutuhan permukaan untuk memastikan
hasil permukaan termesin tersebut dapat dihasilkan dengan baik yaitu memenuhi
aspek-aspek yang disyaratkan oleh konsep keutuhan permukaan.
1.2 Perumusan Masalah
Pada proses pemesinan laju tinggi, keras dan kering ada kecendrungan
mempengaruhi morphologi pembentukan serpihan dan daya hantar panas yang baik
maka akan sangat mempengaruhi mekanisme kegagalan pahat karena lebih mudah
terbentuknya Built Up-Edge (BUE) dan BUE ini akan cenderung lebih berpengaruh
apalagi bila temperatur pemotongan meningkat, BUE dapat mengakibatkan kualitas
permukaan benda kerja pemesinan menjadi buruk. Untuk memastikan reliabilitas
yang besar dari satu komponen otomotif atau aerodinamikal, integritas atau keutuhan
permukaan benda termesin harus terpenuhi.
Benda kerja diproses secara pemesinan dengan tujuan untuk menghasilkan
produk yang berupa komponen mesin/peralatan dengan ketelitian dimensi/ukuran dan
bentuk serta karakteristik permukaan yang tertentu.
Kualitas penyelesaian permukaan yang telah dimesin biasanya diteliti dalam
bidang yang dikenal sebagai keutuhan permukaan. Keutuhan permukaan merupakan
satu kajian yang menerangkan keadaan dan sifat permukaan suatu benda kerja setelah
dimesin. Beberapa aspek yang terlibat dalam keutuhan permukaan adalah kekasaran
permukaan (roughness), corak permukaan (lay) dan cacat permukaan (defect)
mikro dan struktur mikro) adalah sebagai aspek dalam metalurgi permukaan (Ginting
& Nouari, 2009) serta tegangan sisa (residual stress).
Masalah utama yang akan dibahas dari objek pada penelitian ini adalah
keutuhan permukaan termesin AISI 4140 dari aspek topografi permukaan yaitu kajian
lebih diarahkan pada kekasaran permukaan (roughness), corak permukaan (lay), dan
cacat permukaan (defect). Sedangkan dari aspek metalurgi permukaan dan tegangan
sisa tidak dibahas pada penelitian ini.
Objek yang dikaji pada penelitian ini adalah permukaan termesin baja paduan
AISI 4140 berkekerasan ~ 55 HRC yang dihasilkan pada operasi pembubutan dengan
penerapan konsep pemesinan laju tinggi, keras dan kering menggunakan pahat CBN.
Dawson & Kurfess (2002) melaporkan bahwa material yang khusus digunakan untuk
proses bubut keras adalah cubic boron nitride (CBN), keramik, dan cermet. Peneliti
lain, yaitu Aslan (2005) melaporkan bahwa pemesinan keras dengan kekerasan 60
HRC dengan kecepatan potong 200 m/menit atau lebih dan tingkat pemakanan
rata-rata 0,1 mm/putaran atau lebih besar, kedalaman potong aksial 0,2 - 1,0 mm,
menggunakan pahat potong advance keramik (CBN) dapat dikategorikan sebagai
operasi pemotongan kecepatan tinggi (HSM). Harga pahat CBN memang relatif
mahal dibanding karbida atau advance keramik sehingga pemakaiannya masih
terbatas pada pemesinan. Namun, untuk mencapai ketelitian dimensi dan kehalusan
permukaan yang tinggi, diperlukan pahat yang terbuat dari bahan yang handal yaitu
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Secara umum, tujuan penelitian ini adalah meneliti tentang keutuhan permukaan
dari aspek topografi permukaan pada pemesinan laju tinggi, keras dan kering pada
bahan AISI 4140 menggunakan pahat CBN.
1.3.2 Tujuan Khusus
Secara khusus, tujuan penelitian ini meliputi:
1. Mempelajari karakteristik kekasaran permukaan termesin AISI 4140
menurut parameter Ra.
2. Mempelajari corak permukaan (lay) termesin AISI 4140 yang
dihasilkan.
3. Mempelajari kecacatan (defect) yang terjadi pada permukaan termesin.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini memiliki dua manfaat utama yaitu :
1. Bagi dunia akademik, hasil penelitian ini dapat memberi kontribusi
kapada penyediaan informasi dan pengembangan ilmu pemotongan
logam khususnya konsep pemesinan laju tinggi, keras dan kering
2. Bagi industri dunia manufaktur, hasil penelitian ini dapat di gunakan
sebagai rujukan implementasi konsep pemesianan laju tinggi, keras dan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Mekanika proses pemotongan logam membutuhkan parameter yang melibatkan
kondisi pemotongan dan geometri serta kemampuan pahat potong. Semakin besar
kecepatan potong semakin besar pula konsumsi tenaga mesinnya. Besarnya
penampang geram dalam proses pemotongan tergantung kepada laju suapan (laju
pemakanan) (mm/put) atau dalam/tebalnya kedalaman potong (mm). Dalam proses
pemesinan, untuk mencapai kondisi pemotongan yang optimal dan stabil sangat
perlu diperhatikan adanya kombinasi besaran kecepatan potong, laju pemakanan, dan
tebal atau kedalaman pemotongan yang sangat erat kaitannya terhadap umur pahat
serta kualitas permukaan bahan termesin.
2.1 Proses Pemotongan Dengan Mesin Bubut
Proses pemotongan logam merupakan kegiatan terbesar yang dilakukan pada
industri manufaktur. Proses ini mampu menghasilkan komponen yang memiliki
bentuk yang komplek dengan akurasi geometri dan dimensi yang tinggi. Prinsip
pemotongan logam dapat didifinisikan sebagai sebuah aksi dari sebuah alat potong
yang dikontakkan dengan sebuah benda kerja untuk membuang permukaan benda
kerja tersebut dalam bentuk geram. Meskipun definisinya sederhana akan tetapi
Salah satu proses pemesinan yang digunakan pada pemotongan logam adalah
proses bubut. Proses ini bertujuan untuk membuang material dimana benda kerja
dicekam menggunakan sebuah chuck atau pencekam dan berputar pada sebuah
sumbu, alat potong bergerak arah aksial dan radial terhadap benda kerja sehingga
terjadi pemotongan dan menghasilkan permukaan yang konsentris dengan sumbu
putar benda kerja. Gambar 2.1 adalah skematis dari sebuah proses bubut dimana n
adalah putaran poros utama, f adalah laju pemakanan dan a adalah kedalaman
pemotongan.
f a
n
Gambar 2.1 Skematis proses bubut
Bagian-bagian serta penamaan (nomenclature) dari alat potong yang digunakan
pada proses bubut dijelaskan pada Gambar 2.2. Radius pahat potong menghubungkan
sisi dengan ujung potong (cutting edge) yang berpengaruh terhadap umur pahat, gaya
radial, dan hasil permukaan akhir. Ada beberapa parameter utama yang berpengaruh
terhadap gaya potong, peningkatan panas, keausan, dan keutuhan permukaan benda
(a) (b)
Gambar 2.2. Pahat potong dan toolholder
Tiga diantaranya adalah kecepatan potong (V), laju pemakanan (f), dan kedalaman
potong (a). Kecepatan potong adalah kecepatan keliling benda kerja dengan satuan
(m/min), laju pemakanan adalah perpindahan atau jarak tempuh pahat tiap satu
putaran benda kerja dengan satuan (mm/put), kedalaman potong adalah tebal material
terbuang pada arah radial dengan satuan (mm).
2.2 Kondisi pemesinan
Menurut Rochim (1993) pada setiap proses pemesinan ada lima elemen dasar
yang perlu dipahami, yaitu:
a. Kecepatan potong (cutting speed) : V (m/min)
b. Kedalaman potong (depth of cut) : a (mm)
c. Laju pemakanan (feeding speed) : f (mm/put)
d. Waktu pemotongan (cutting time) : tc (min)
Kelima elemen dasar tersebut diatas dapat diketahui menggunakan rumus yang dapat
diturunkan berdasarkan Gambar 2.3 berikut ini:
Gambar 2.3 Proses bubut
Geometri benda kerja: do = diameter awal (mm)
dm = diameter akhir (mm)
lt = panjang pemesinan (mm)
Geometri pahat: кr = sudut potong utama (o)
o = sudut geram (o)
2.2.1 Kecepatan potong (V)
Untuk memperoleh putaran mesin atau kecepatan potong digunakan
V =
Menurut Rochim (1993) kedalaman pemotongan ditentukan oleh nilai
minimum dan maksimum yaitu dengan persamaan:
Untuk kedalam potong minimum adalah:
amin = ……….……...……….……
(2.2)
dan kedalaman potong maksimum (amaks) adalah:
amaks = 0,7 S sin
r ……….…… (2.3)dimana = radius ujung pahat (mm)
S = panjang sisi pahat (mm)
r = sudut potong utama (o)Sudut potong utama (principal cutting edge angle/
r) adalah sudut antara mata potongutama pahat dengan laju pemakanan (f), besarnya sudut tersebut ditentukan oleh
geometri pahat dan cara pemasangan pada mesin bubut. Untuk nilai laju pemakanan
(f) dan kedalaman potong (a) yang tetap maka sudut ini akan mempengaruhi lebar
Lebar pemotongan b= (mm) ………. (2.4)
Tebal geram sebelum terpotong h= (mm) ………. (2.5)
Dengan demikian penampang geram sebelum terpotong adalah:
A = f . a = b . h (mm2) ..…………. (2.6)
2.2.3 Laju pemakanan /laju suapan (f)
Untuk proses penghalusan permukaan, laju pemakanan atau feeding (f),
ditetapkan sesuai dengan kehalusan permukaan produk yang dikehendaki. Hubungan
antara kekasaran permukaan, radius ujung pahat, dan laju pemakanan secara empiris
adalah (Dawson & Kurfess, 2002):
2.2.4
ihasilkan berupa suatu lembar tali berkelanjutan atau berupa
... (2.10)
imana ram sebelum terpotong
aka MRR = f . a . V (cm3/min) ……….……… (2.11)
2.3
an, yaitu laju pemakanan (f),
kecepatan
Selama proses pembubutan berlangsung bahan dibuang akibat perputaran
benda kerja sebagai suatu geram tunggal yang tergantung pada parameter kerja
mesin. Geram yang d
potonganpotongan.
Besarnya laju pembuangan geram (MRR) adalah:
MRR = A.V (cm3/min) ………...
d A = penampang ge
A = f . a (mm2)
m
Kekasaran Permukaan
Pada operasi pemesinan penyelesaian atau finishing seperti pada pembubutan
keras, usia akhir dari pemakaian alat (pahat) umumnya didasarkan pada kerusakan
yang telah dialami oleh permukaan benda kerja termesin. Sehingga untuk
menjelaskan dan memprediksi kekasaran permukaan, penelitian telah dilakukan
untuk menentukan efek dari tiga parameter pemotong
pemotongan (V) dan keausan pahat (VB).
Tabel 2.1. Tingkat kekasaran rata-rata m urut proses p gerjaan
Proses pengerjaan elang (N) arga Ra ( m
Flat and cylindrical grinding N1 – N8 0,025 – 3,2
Dimana N1 sampai N12 adalah kelas kekasaran permukaan dan Ra adalah rata-rata
harga kekasarannya.
Pengaruh penyelesaian permukaan benda kerja termesin tidak hanya pada keakuratan
dimensi, tetapi juga pada sifat-sifat komponen bahan yang dihasilkan seperti
kelelahan dan kekuatan (Kalpakjian & Schmid). Tingkat kekasaran permukaan hasil
pengerjaan masing-masing proses pemesinan tidaklah sama, itu tergantung pada
proses pengerjaannya. Tabel 2.1 menunjukkan tingkat kekasaran rata-rata menurut
proses pengerjaannya.
Perbaikan mekanisme proses permukaan benda kerja termesin akan
mengoptimalkan proses dan memperbaiki fungsi bagian. Yang mempengaruhi
kekasaran permukaan selama proses pemesinan adalah efek dari jumlah dua
variabel bebas (Boothroyd) yaitu:
a. kekasaran permukaan ideal yang dihasilkan dari geometri pahat dan laju
pemakanan.
Face and cylindrical turning, milling and reaming N5 – N12 0,4 – 50,0
Shaping, planning, horizo N6 – N12 0,8 – 50,0
Extruding, c N6 – N8 0,8 – 3,2
b. kekasaran permukaan alami yang disebabkan oleh penyimpangan dalam
operasi pemesinan.
Dalam proses pemesinan, adalah mustahil untuk mencapai kekasaran permukaan
yang ideal karena kekasaran permukaan alami berkontribusi terhadap sebagian besar
dari kekasaran. Built up edge, chatter pada pahat, ketidakakuratan dalam gerakan
alat mesin dan cacat pada struktur benda kerja adalah penyebab kekasaran
permukaan alami (Boothroyd). Laju pemakanan dan geometri sudut pahat adalah
dua faktor utama yang mempengaruhi kekasaran permukaan. Kemampuan dalam
mengasah radius sudut pahat akan meningkatkan tindakan yang sesungguhnya dan
meningkatkan kekasaran permukaan. Semakin tinggi laju pemakanan akan selalu
meningkatkan kekasaran permukaan.
Selanjutnya, untuk memperoleh kekasaran permukaan seperti yang diharapkan
(finishing) maka geometri radius ujung pahat perlu dipertimbangkan yang dalam hal
ini kaitannya dengan nilai gerak makan (feeding).
2.3.1. Kekasaran permukaan dalam pembubutan keras
Kekasaran permukaan memiliki pengaruh terhadap kinerja komponen. Hal ini
juga yang menyebabkan banyak orang tertarik melaksanakan penelitian kekasaran
permukaan pada pembubutan keras. Thiele & Melkote telah melakukan penelitian
yaitu pengaruh geometri radius ujung pahat terhadap kekasaran permukaan pada
Gambar 2.4 Pengaruh gerak makan dan radius ujung pahat terhadap gaya geser dan gaya makan
Tingkat pemakanan dan geometri radius ujung pahat adalah dua faktor utama yang
mempengaruhi kekasaran permukaan. Peningkatan dalam mengasah radius ujung
pahat akan meningkatkan tindakan yang sesungguhnya dan meningkatkan kekasaran
permukaan. Semakin besar tingkat pemakanan akan selalu meningkatkan kekasaran
permukaan. Gambar 2.4 menunjukkan pengaruh tingkat pemakanan dan radius ujung
pahat terhadap hasil gaya geser dan gaya makan.
Rech & Moisan telah menemukan bahwa kecepatan pemotongan tidak
memiliki dampak signifikan terhadap kekasaran permukaan pada pemesinan baja
27MnCr5. Namun laju pemakanan memiliki pengaruh terhadap kekasaran
Gambar 2.5 Pengaruh gerak makan dan radius ujung pahat terhadap kekasaran permukaan (Ra) untuk bahan baja AISI 52.100 kekerasan 47 HRC.
Ketika tingkat pemakanan meningkat dari 0,05 mm/put hingga 0,3 mm/put pada
kecepatan 150 m/min, kekasaran permukaan meningkat dari 0,3 m hingga 1,4 m.
Di sisi lain, ketika kecepatan meningkat dari 50 m/menit sampai 250 m/min pada 0.1
mm/put pemakanan konstan, nilai kekasaran permukaan hanya antara 0,2- 0,4 m.
Hal ini membuktikan bahwa kecepatan pemotongan tidak mempengaruhi kekasaran
permukaan. Gambar 2.5 menunjukkan pengaruh tingkat pemakanan dan radius ujung
pahat pada kekasaran permukaan benda kerja termesin.
Kishawy & Elbestawi meneliti integritas permukaan baja AISI D2 dengan
kekerasan 62 HRC menggunakan pahat PCBN pada kondisi kecepatan tinggi. Mereka
menggunakan kecepatan potong dalam tingkatan 140 – 500 m/min, laju pemakanan
0,05 – 0,2 mm/put, kedalaman pemotongan; 0,2 – 0,6 mm dan sudut awal pahat tajam
beralur (20º x 0,1 mm) lalu diasah menjadi radius 0,0125 mm. Hasil mereka
menunjukkan bahwa, pada kecepatan pemotongan diatas 350 m/min, kekasaran
permukaan meningkat dengan peningkatan keausan alat dan ini dikaitkan dengan
aliran sisi material. Bahkan cacat seperti keretakan mikro dan kavitasi terlihat pada
permukaan yang dikerjakan. Kepadatan keretakan-keretakan mikro ini ditemukan
tergantung pada kecepatan pemotongan dan laju pemakan yang digunakan. Mereka
juga menyatakan bahwa lapisan putih yang terjadi pada struktur permukaan
dipengaruhi secara termis yang terbentuk karena transformasi fase ketika dikerjakan
2.3.2. Metode pengukuran kekasaran permukaan
Pemeriksaan kekasaran dengan mata telanjang hanya memungkinkan untuk
membandingkan permukaan yang satu lebih kasar dari permukaan yang lainnya serta
cara ini hanya untuk perbedaan yang menyolok, sementara untuk membedakan
kekasaran yang sangat kecil sulit dideteksi dengan indera mata dan tidak dapat
diketahui seberapa besar kekasarannya.
Pada saat ini teknologi pemeriksaan permukaan benda kerja/komponen mesin telah
ditemukan beberapa cara untuk mengetahui tingkat kekasaran permukaannya.
Beberapa metode pengukuran yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:
1. Inspection by touch comparation, disini permukaan benda kerja
dibandingkan dengan standar kakasaran permukaan yang mempunyai ukuran
mikro inchi.
2. Magnifer with illuminator, permukaan benda kerja disinari dan diperbesar
kemudian baru dilaksanakan pemeriksaan.
3. The interference microscope, disini digunakan cermin datar dan lampu satu
warna, tinggi kekasaran diperiksa dengan refleksi cahaya lampu antara
mikroskop obyektif dengan permukaan benda kerja. Metode ini digunakan
dalam prosedur laboratorium dan jarang digunakan dalam bengkel.
4. With profilometer, alat ini digunakan untuk mengetahui dan memeriksa bentuk
Berdasarkan empat macam metode pengukuran kekasaran permukaan di atas dalam
penelitian ini digunakan metode with profilometer.
2.4 Konsep Pemesinan Terkini
2.4.1 Pemesinan laju tinggi
Meningkatnya permintaan untuk menambah produktivitas dengan biaya
produksi rendah, menuntut untuk dilakukannya pemesinan yang cepat maka
dilakukan pemesinan dengan cara meningkatkan kecepatan pemesinan. Teknologi
pemesinan kecepatan tinggi (high speed machining) merupakan salah satu cara untuk
meningkatkan produktivitas. Dengan kecepatan potong yang tinggi, maka volume
pelepasan material dari material induk akan meningkat sehingga akan diperoleh
penghematan waktu pemesinan yang cukup berarti. Di samping itu pemesinan
kecepatan tinggi mampu menghasilkan produk yang halus permukaannya serta
ukuran yang lebih presisi.
Defenisi tentang proses pemesinan kecepatan tinggi (high speed machining)
yang dikemukakan oleh para ahli dan masing masing terdapat perbedaan namun
sebagian besar menyatakan bahwa kecepatan potong merupakan variabel penentu
Gambar 2.6 Kecepatan potong pada proses laju tinggi
Seperti yang dikemukakan oleh Salomon pada tahun 1931 menyatakan bahwa proses
pemesinan kecepatan tinggi adalah proses pemesinan dengan kecepatan potong
sebesar 5 – 10 kali lebih besar dari pada proses konvensional. Schulz & Moriwaki
mengatakan bahwa proses pemesinan kecepatan tinggi ditentukan berdasarkan jenis
bahan yang digunakan.
Peneliti lain, yaitu Aslan (2005) melaporkan bahwa pemesinan keras dengan
kekerasan 60 HRC dengan kecepatan potong 200 m/menit atau lebih dan tingkat
pemakanan rata-rata 0,1 mm/put dan lebih besar, kedalaman potong aksial 0,2 - 1,0
mm, dengan menggunakan pahat potong advance keramik (CBN) dapat
dikategorikan sebagai operasi pemotongan kecepatan tinggi (HSM).
Proses pemesinan keras sama dengan bubut biasa, tetapi pada proses
pemesinan keras pemotongan dilakukan terhadap komponen logam dengan kekerasan
antara 45 HRC – 70 HRC. Proses ini dapat dilakukan tanpa media pendingin untuk
jenis pahat polycrystalline cubic boron nitride (Daniel 2003 dan Aaron & Tugrul,
2003). Prinsip kerja proses bubut biasa pada dasarnya diterapkan pada proses bubut
keras. Bagaimanapun terdapat perbedaan karakteristik sebagai akibat tingginya
kekerasan material yang akan dipotong. Material yang keras memiliki sifat abrasive,
dan nilai kekerasan atau young modulus ratio yang tinggi. Akibat dari semua itu
maka pada proses bubut keras dibutuhkan alat potong yang jauh lebih keras dan tahan
terhadap abrasive dibanding proses bubut biasa. Proses bubut keras dapat dilakukan
terhadap berbagai macam jenis logam seperti baja paduan (steel alloy), baja untuk
bantalan (bearing steel), hot and coldwork tool steel, high speed steel, die steel, dan
baja tuang yang dikeraskan (Baggio,1996).
Proses bubut keras dapat menjadi solusi untuk mengurangi waktu produksi
melalui pengurangan jumlah proses (tahapan), setup peralatan dan waktu untuk
inspeksi karena proses bubut keras dapat dilakukan pada mesin bubut yang sama
dimana proses bubut konvensional dilakukan, peralatan yang sama dapat digunakan
dan tanpa membutuhkan tambahan sebuah mesin gerinda. Bagaimanapun mesin
untuk bubut keras memiliki kebutuhan spasi ruangan yang lebih kecil dibandingkan
mesin gerinda. Dibutuhkan investasi yang lebih kecil untuk sebuah mesin bubut CNC
pahat potong bermata tunggal (single point cutting tool) sebagaimana yang digunakan
pada proses bubut dapat digunakan untuk pekerjaan dengan kontur permukaan yang
rumit, tidak demikian halnya dengan proses gerinda.
Pertimbangan bagi dunia industri untuk menggunakan proses bubut keras
adalah ratio antara biaya peralatan khususnya pahat potong yang digunakan terhadap
umur dari pahat tersebut harus rendah (Harrison, 2004). Intan diketahui sebagai
material yang paling keras akan tetapi tidak cocok digunakan untuk pemesinan logam
ferro karena intan mengandung banyak unsur karbon yang dapat dengan mudah
mengalami diffusi kedalam besi dan bagaimanapun intan sangat mahal dan memiliki
umur pendek untuk pemesinan tehadap besi. Material yang khusus digunakan untuk
proses bubut keras adalah cubic boron nitride (CBN), keramik dan cermet (Dawson).
CBN adalah material yang paling keras selain intan, dan sangat cocok digunakan
pada proses bubut keras. Pahat (insert) CBN mulai meningkat popularitasnya setelah
General Electric menemukan kombinasi CBN dengan serbuk titanium nitride
sehingga dapat meningkatkan umur pahat menjadi lima kali (Baggio, 1996).
Banyak faktor yang mempengaruhi hasil dari proses hard turning. Untuk
menjadikannya sebagai proses yang efisien, diperlukan pemahaman terhadap proses
secara komprehensip baik pengaruh tiap faktor maupun kombinasinya. Namun
demikian dalam penelitian ini hanya ditinjau sejauh mana pengaruh parameter
pemesinan yaitu kecepatan potong, kedalaman pemotongan dan laju pemakanan
2.4.3 Pemesinan kering
Pada umumnya pemesinan untuk memfabrikasi komponen–komponen
mesin dilakukan dengan metode pemesinan basah (wet machining) (Sreejith &
Ngoi, 2000). Pada metode ini sejumlah cairan pemotongan dialirkan ke kawasan
pemotong selama proses pemesinan dengan tujuan menurunkan suhu
pemotongan dan melumasi bagian-bagian pemesinan sehingga diharapkan
permukaan pemesinan memiliki suatu keutuhan permukaan (surface integrity)
yang baik. Fenomena kegagalan pahat dan penggunaan cairan pemotongan
merupakan salah satu masalah yang telah banyak dikaji dan mendapat perhatian
dalam kaitannya yang sangat berpengaruh terhadap kekasaran permukaan hasil
pengerjaan, ketelitian geometri produk dan mekanisme keausan pahat serta umur
pahat (Ginting, 2003).
Sreejith & Ngoi (2000) melaporkan bahwa umumnya cairan pemotongan
bekas disimpan dalam kontainer dan kemudian ditimbun di tanah. Selain itu, masih
banyak praktikan yang membuang cairan pemotongan bekas langsung ke alam
bebas. Hal ini jelas akan merusak lingkungan dan undang – undang lingkungan
hidup yang berlaku. Menurut Seco (2004), badan administrasi keamanan dan
kesehatan telah merekomendasikan batas unsur-unsur berbahaya pada cairan
pemotongan untuk pemesinan yaitu 0,5 5,0 mg/m3 dan Metalworking fluid
Standard Advisory Committee (MWFSAC) merekomendasikan sebesar 0.5 mg/m3
menggunakan pemesinan kering, Pemesinan kering di akui mampu mengatasi
masalah pada dampak yang telah di uraikan diatas. Pilihan alternatif dari pemesinan
basah adalah pemesinan kering, karena selain tidak ada cairan pemotongan bekas
dalam jumlah besar yang akan mencemari lingkungan juga tidak ada kabut partikel
cairan pemotongan yang akan membahayakan operator dan juga serpihan
pemotongan tidak terkontaminasi oleh residu cairan pemotongan. Pemesinan kering
mempunyai beberapa masalah yang antara lain, gesekan antara permukaan benda
kerja dan pahat potong, kecepatan keluar geram, serta temperatur potong yang tinggi
dan hal tersebut semuanya terkait dengan parameter pemesinan.
Secara umum industri pemesinan pemotongan logam melakukan pemesinan
kering adalah untuk menghindari pengaruh buruk akibat cairan pemotongan yang
dihasilkan oleh pemesinan basah. Argumen ini secara khusus didukung oleh
penelitian yang telah dilakukan Mukun et. al. (1995) secara kuantitatif menyangkut
pengaruh buruk pemesinan basah dengan anggapan pada pemesinan kering tidak akan
dihasilkan pencemaran lingkungan kerja dan ini berarti tidak menghasilkan kabut
partikel cairan pemotongan. Dari pertimbangan hal diatas pakar pemesinan mencoba
mencari solusi dengan suatu metode pemotongan alternatif dan mereka merumuskan
bahwa pemesinan kering (dry cutting) yang dari sudut pandang ekologi disebut
dengan pemesinan hijau (green machining) merupakan jalan keluar dari masalah
tersebut. Melalui pemesinan kering diharapkan disamping aman bagi lingkungan,
2.5 Pahat Potong
Prinsip dasar pemesinan adalah kemampuan ketangguhan (toughness)
pahat terhadap benda kerja termesin. Banyak perkembangan pada bahan pahat guna
meningkatkan kemampumesinan dimana geometri dan bahan pahat merupakan hal
yang perlu di pertimbangkan.
Gambar 2.7 Tingkat kekerasan pahat terhadap ketangguhan pahat.
Pada bidang proses pemotongan logam dikenal jenis pahat yang tersedia adalah Baja
Karbon, HSS, Paduan Kobalt Cor, Karbida, Keramik, Cubic Boron Nitride (CBN)
dan Intan. Agar dapat menetapkan jenis pahat yang tepat, maka perlu pertimbangan
pemilihan berdasarkan pada sifat-sifat pahat yang berhubungan dengan kekerasan,
ketahanan aus, kekuatan dan ketangguhan seperti yang tertera pada Gambar 2.7 dan
0 200 400
Gambar 2.8 Tingkat kekerasan dan ketahanan aus pahat terhadap temperatur
Syarat bahan pahat yang harus dipenuhi mencakup:
1. kekerasan terutama pengerasan karena panas, dengan tujuan untuk menjaga
suhu pemotongan dan mencegah perubahan bentuk plastik (plastic
deformation).
2. ketangguhan/keuletannya harus dapat menahan beban kejut sewaktu
pemesinan.
3. rendah sifat adhesi terhadap benda kerja untuk mencegah BUE.
4. rendah penyerapan (solubility) pahat terhadap unsur benda kerja untuk
mencegah aus pahat (Schey, 2000).
6. kemampuan kesetimbangan secara kimia terhadap pengaruh benda kerja
(Kalpakjian, 1995).
Sesuai dengan topik yang dipilih maka pada penelitian ini jenis pahat di fokuskan
pada CBN (Cubic Boron Nitride) untuk proses pemesinan keras dengan kecepatan
potong yang tinggi. Jenis pahat potong CBN yang digunakan pada penelitian ini
adalah dari perusahaan SANDVIK COROMANT yang di rekomendasikan untuk
proses bubut. Tabel 2.2 adalah perbandingan sifat pahat pada kecepatan potong dan
temperatur kekerasan yang berbeda.
Tabel 2.2 Perbandingan sifat pahat
Bahan pahat Kecepatan potong Temperatur kekerasan Kekerasan
CBN termasuk jenis keramik yang diperkenalkan oleh GE (Borazon, USA, 1957).
Dibuat dengan penekanan panas (HIP, 60 kbar, 1500oC) sehingga serbuk graphit
putih nitride boron dengan struktur atom heksagonal berubah menjadi struktur kubik.
Pahat sisipan CBN dapat dibuat dengan menyinter serbuk BN tanpa atau dengan
material pengikut Al2O3 TiN atau Co. Hard hardness CBN ini sangat tinggi, CBN
(Hardeneed Steel), besi tuang, HSS maupun karbida semen. Afinitas terhadap baja
sangat kecil dan tahan terhadap perubahan reaksi kimiawi sampai dengan temperatur
pemotongan 1300oC (kecepatan potong yang tinggi).
2.5.1. Umur pahat
Umur pahat sangat tergantung pada keausan yang dialaminya. Semakin besar
keausan yang dialami pahat maka kondisi pahat akan semakin kritis. Jika pahat
tersebut masih tetap digunakan maka pertumbuhan keausan akan semakin cepat dan
pada suatu saat ujung pahat akan rusak sama sekali sehingga tidak layak lagi untuk
digunakan, artinya pahat telah sampai pada tahapan umur maksimal penggunaannya.
Keausan yang terjadi dapat menimbulkan peningkatan gaya pemotongan
sehingga akan berdampak pada kerusakan pahat yang lebih fatal, kerusakan mesin
perkakas, dan kerusakan pada benda kerja, oleh karena itu perlu ditetapkan batas
harga keausan yang dianggap sebagai batas kritis dimana pahat tidak boleh digunakan
lagi.
2.5.2. Suhu pemotongan dan aus pahat
Hampir seluruh energi pemotongan diubah menjadi panas melalui proses
gesekan, yaitu antara serpihan dengan pahat, dan antara pahat dengan benda kerja.
Panas ini sebagian besar terbawa oleh serpihan, sebagian merambat melalui pahat dan
(a.) Pahat tidak bersalut (b.) Pahat bersalut
Gambar 2. 9 Perbandingan panas yang diserap pahat
Karena tekanan yang besar akibat gaya pemotongan serta suhu yang tinggi maka
permukaan aktif pahat akan mengalami aus. Aus tersebut makin lama makin
membesar yang selain memperlemah pahat juga akan memperbesar gaya pemotongan
sehingga dapat menimbulkan kerusakan dan mempengaruhi kwalitas permukaan
benda kerja termesin (Rochim, 1993).
2.6 Bahan Teknik
Material (bahan) teknik dapat diklasifikasikan menjadi empat bagian, yaitu
bahan logam, plastic, ceramics dan komposit. Masing-masing bahan ini mempunyai
pembagian lagi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.10. Bahan logam ferro
adalah suatu logam yang memiliki dasar paduan besi (ferrous), sedangkan unsur lain
hanyalah sebagai unsur tambahan untuk mendapatkan sifat bahan sesuai dengan
aplikasi dalam penggunaannya. Bahan logam non ferro adalah bahan yang memiliki
Gambar 2.10 Struktur pembagian material teknik
2.6.1. Sifat dan karakteristik logam
Logam mempunyai beberapa sifat antara lain: sifat mekanis, sifat fisika, sifat
kimia dan sifat pengerjaan. Sifat mekanis adalah kemampuan suatu logam untuk
menahan beban yang diberikan pada logam tersebut. Pembebanan yang diberikan
dapat berupa pembebanan statis (besar dan arahnya tetap), ataupun pembebanan
dinamis (besar dan arahnya berubah). Yang termasuk sifat mekanis pada logam,
antara lain: kekuatan bahan (strength), kekerasan elastisitas, kekakuan, plastisitas,
kelelahan bahan, sifat fisika, sifat kimia, dan sifat pengerjaan. Kekuatan (strength)
adalah kemampuan material untuk menahan tegangan tanpa kerusakan. Beberapa
kekuatan tarik dan tekan yang hampir sama. Sementara itu, kekuatan gesernya
kira-kira dua pertiga kekuatan tariknya.
Ukuran kekuatan bahan adalah tegangan maksimumnya, atau gaya terbesar
persatuan luas yang dapat ditahan bahan tanpa patah. Untuk mengetahui kekuatan
suatu material dapat dilakukan dengan pengujian tarik, tekan, atau geser. Kekerasan
(hardness) adalah ketahanan suatu bahan untuk menahan pembebanan yang dapat
berupa goresan atau penekanan. Kekerasan merupakan kemampuan suatu material
untuk menahan takik atau kikisan. Untuk mengetahui kekerasan suatu material
digunakan uji Brinell. Kekakuan adalah ukuran kemampuan suatu bahan untuk
menahan perubahan bentuk atau deformasi setelah diberi beban. Kelelahan bahan
adalah kemampuan suatu bahan untuk menerima beban yang berganti-ganti dengan
tegangan maksimum diberikan pada setiap pembebanan.
Elastisitas adalah kemampuan suatu bahan untuk kembali ke bentuk semula
setelah menerima beban yang mengakibatkan perubahan bentuk. Elastisitas
merupakan kemampuan suatu material untuk kembali ke ukuran semula setelah gaya
dari luar dilepas. Elastisitas ini penting pada semua struktur yang mengalami beban
yang berubah-ubah terlebih pada alat-alat dan mesin-mesin presisi. Plastisitas adalah
kemampuan suatu bahan padat untuk mengalami perubahan bentuk tetap tanpa ada
kerusakan. Sifat fisika adalah karakteristik suatu bahan ketika mengalami peristiwa
fisika seperti adanya pengaruh panas atau listrik. Yang termasuk sifat-sifat fisika
listrik. Sifat kimia adalah kemampuan suatu logam dalam mengalami peristiwa
korosi. Korosi adalah terjadinya reaksi kimia antara suatu bahan dengan
lingkungannya. Secara garis besar ada dua macam korosi, yaitu korosi karena efek
galvanis dan korosi karena reaksi kimia langsung.
2.6.2 Pemilihan bahan AISI 4140
Baja didefenisikan sebagai paduan antara besi (Fe) dan karbon, dengan
kandungan karbon tidak lebih dari 1,7%. Baja karbon yang memiliki satu atau lebih
unsur paduan disebut baja paduan (alloy steel), unsur paduan utama adalah
Chromium (Cr), Nikel (Ni), Vanadium (V), Molybdenum (Mo), dan Tungsten (W),
unsur-unsur paduan ini berpengaruh terhadap sifat mekanik baja. Kekerasan adalah
salah satu sifat mekanik baja yang dapat dirubah melalui perlakuan panas (heat
treatment), tapi tidak semua jenis baja dapat dirubah kekerasannya melalui perlakuan
panas. Kelompok material baja yang dapat dirubah kekerasannya melalui perlakuan
panas adalah kelompok baja perkakas (tool material).
Baja paduan AISI 4140 adalah bahan logam yang paduan utamanya yaitu
molybdenum dan chromium. Unsur molybdenum adalah unsur yang larut dalam
austenite maupun ferit dan juga sebagai unsur pembentuk karbida yang kuat. Unsur
ini akan menaikkan hardenability, menaikkan kekuatan dan kekerasan di temperatur
tinggi juga mencegah terjadinya brittleness. Unsur chrom juga larut dalam ferit dan
austenite terutama pada baja dengan kadar karbon rendah. Hal ini akan menaikkan
berbentuk batang bulat (round bar). Material ini dipilih karena material ini sangat
aplikatif dan material ini sangat kuat dan tangguh yang digunakan untuk komponen
sistem hidrolik berkehandalan tinggi seperti peralatan minyak dan gas, komponen
permesinan, komponen otomotif dan komponen transportasi udara seperti landing
gear, gear, crankshafts, roller cyclo speed reducer, connecting rods dan gear shafts.
serta aplikasi lainnya (www.matls.com 2004).
Landing gear (Gambar 2.10) adalah satu komponen peralatan pada pesawat
terbang yang terbuat dari baja perkakas AISI 4140. Kekerasan komponen ini biasanya
berkisar antara 52 s/d 62 HRC. AISI 4140 memiliki kemampuan mesin dan stabilitas
dimensi saat mengalami perlakuan panas (heat treatment), dengan kekerasan
permukaan yang tinggi. Selain untuk landing gear, baja AISI 4140 ini digunakan juga
untuk roller cyclo speed reducer pada cyclo speed reducer (Gambar 2.11 & 2.12),
untuk single cavity valve body (Gambar 2.13) dan masih banyak lagi penggunaan
baja AISI 4140 ini.
Gambar 2.11 Cyclo Speed Reducer. Gambar 2.12 Roller Cyclo Speed Reducer
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan sejak disetujuinya tanggal pengesahan usulan oleh
pengelola program studi. Tempat penelitian dilakukan di Bengkel dan Laboratorium
Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Medan, Perbengkelan Merbabu Medan dan
Center for Material Processing and Failure Analysis (CMPFA) Universitas
Indonesia Jakarta.
3.2 Bahan
3.2.1 Bahan benda uji
Bahan benda uji seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.1 adalah AISI 4140,
dimana material ini termasuk kelompok baja pemesinan pengerjaan dingin (cold work
machinery steels). Pertimbangan pemilihannya adalah karena material ini sangat
aplikatif, kuat dan tangguh untuk komponen pemesinan, komponen hidrolik,
komponen otomotif dan bagian dari pesawat terbang seperti: landing gear,
crankshafts, roller cyclo speed reducer, shaft dan lain-lain seperti yang dijelaskan
pada Bab 2. Benda tersebut disediakan oleh industri pada kekerasan 52 ÷ 60 HRC.
Gambar 3.1 Benda uji
Pada Tabel 3.1 dan 3.2 diperlihatkan berturut-turut komposisi kimia dan sifat
mekanik bahan benda uji AISI 4140.
Tabel 3.1 Komposisi Kimia AISI 4140
Unsur C Mn P S Si Cr Mo P Cu
Komposisi Kimia 0.42 0.85 0.009 0.004 0.32 1,08 0.25 0.009 0.20
Standar Spesifikasi AISI 4140 dengan kekerasan 29 HRC
Tabel 3.2 Sifat Mekanik AISI 4140
Sifat Mekanik Nilai
Kekuatan yield (MPa) 864
Kekuatan impak (MPa) 976
Pertambahan panjang (%) 16.4
Pengecilan penampang (%) 61.6
3.2.2. Bahan pahat
Dalam dunia manufaktur dikenal ada beberapa jenis pahat yang digunakan
pada proses pemotongan benda kerja. Pahat yang digunakan didasarkan pada
pertimbangan sifat pahat sesuai dengan kebutuhan pemakaian.
Pahat yang digunakan pada penelitian ini adalah pahat dengan bahan CBN.
(Cubic Boron Nitride) produk perusahaan SANDVIK COROMANT yang di
rekomendasikan untuk proses bubut. Bahan pahat ini dipilih dengan alasan bahwa
kualitas produk untuk komponen alat transportasi udara dan komponen otomotif
tertentu memerlukan ketelitian dan kualitas yang tinggi sehingga untuk mewujudkan
produk tersebut melalui proses pemesinan keras, kering dan kelajuan tinggi kandidat
bahan pahat yang paling beralasan adalah CBN. Bentuk dan ukuran geometri sesuai
standar ISO dengan kode dagang TNGA160408S01030A 7015 diperlihatkan pada
Gambar 3.2 dan 3.3. Sifat mekanik dari bahan pahat CBN adalah sebagai mana yang
tertera pada Tabel 3.3.
Gambar 3.2 Pahat CBN Gambar 3.3 Geometri Pahat CBN
Tabel 3.3 Sifat mekanik pahat CBN
Sifat Mekanik Nilai Satuan
Kekerasan 93 (GPa)
Modulus young 900 (GPa)
Modulus bulk 385 (GPa)
Ketangguhan patah 2,8 (MPa)
3.2.3 Pemegang pahat (tool holder)
Pemegang pahat yang digunakan adalah jenis DTGNR 2020M 16 (91⁰) yang
dikhususkan untuk proses bubut. Gambar 3.4 adalah pemegang pahat jenis DTGNR
Gambar 3.4 Pemegang pahat (tool holder)
3.3 Peralatan
3.3.1 Mesin Bubut
Pemesinan dilakukan menggunakan mesin bubut konvensional Emco
Maximat V13 beserta perlengkapannya sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 3.5
dengan data teknis seperti pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4 Data Teknis Mesin Bubut Emco Maximat V13
No Uraian Nilai Satuan
1. Daya 15 kW
2. Putaran maksimum 2500 rpm
3. Diameter penjepitan maksimum 158 mm
4. Panjang benda kerja maksimum 255 mm
Gambar 3.5 Mesin Bubut Emco Maximat V13
1
3 2
Gambar 3.6 Setup Mesin Bubut Maximat V13
Keterangan Gambar : 1. Pahat potong, 2.Benda kerja, 3. Chuck
3.3.2 Surface Roughness Stylus Profilometer TesterSuftest 402, Mitutoyo.
Alat ini digunakan untuk mengukur kekasaran permukaan dalam parameter Ra.
Nilai spesimen kalibrasinya adalah 2.95 m.
Gambar 3.7 Alat Pengukur Kekasaran Permukaan
3.3.3 Mikroskop
Untuk mengambil data gambar keausan yang terjadi pada pahat setelah proses
pemesinan digunakan USB Digital Microscope Cameras DINO-R-LITE yang
dilengkapi dengan Lensa Dual Axis 27x/WO=8mm dan 100x/WO=2mm Micro-scope
Gambar 3. 8 Spesimen kalibrasi pengukur kekasaran permukaan dengan nilai spesimen kalibrasi 2,95 m
Gambar 3.9. USB Digital Microscope
3.3.4 Scaning Electron Microscopy (SEM)
Alat ini di pakai untuk pengamatan corak (lay) dan cacat (defect) pada
Gambar 3.10 Scaning Elektron Microscope
3.4 Metode Penelitian
Sesuai dengan tujuan utama dan hasil penelitian yang ingin diperoleh, yaitu
analisa untuk mendapatkan keutuhan permukaan benda kerja termesin dari aspek
topografi maka metode pengukuran kekasaran permukaan dan pengamatan aus pahat
yang digunakan pada penelitian ini adalah pengamatan langsung dengan kondisi
perlakuan pemesinan miring (oblique). Kekasaran permukaan diukur di tiga lokasi di
sekitar keliling benda. Nilai kekasaran permukaan adalah rata-rata dari tiga poin yang
diambil untuk setiap pengukuran.
3.4.1 Variabel yang diamati
Adapun variabel bebas dalam penelitian ini yaitu kecepatan potong (V), laju
pemakanan (f), dan dalamnya pemakanan (a). Sedangkan variabel terikat adalah
sebagai respon variabel yang diamati yaitu nilai kekasaran permukaan termesin (Ra),
karakteristik aus tepi pahat (VB) dan waktu pemotongan (tc). Penetapan kondisi
pemotongan di sesuaikan dengan kemampuan pahat dan mesin untuk pekerjaan
pemesinan paduan baja keras dengan tingkat pemesinan finishing.
3.4.2 Pengumpulan data
Metode pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah metode
CCF (Cubic Center Face) dengan tiga tingkat magnitude yaitu rendah, sedang, dan
kriteria bahwa pencatatan kekasaran permukaan akan dihentikan apabila kekasaran
permukaan (Ra) yang diukur lebih besar atau sama dengan 1,6 m (kualitas semi
finish) atau pengukuran aus tepi pahat (VB) lebih besar atau sama dengan 0,3 mm.
Batas 0,3 mm diadopsi dari standar pengujian pahat tunggal pada proses pembubutan
mengikut ISO-3685 (1995). Kondisi perlakuan pemotongan diperlihatkan seperti
pada Tabel 3.5.
Tabel 3.5. Desain Pengujian CCF
Untuk mendapatkan data karakteristik keutuhan permukaan benda kerja
termesin pada proses pemotongan, maka kondisi pemotongan ditetapkan bervariasi.
Dengan menetapkan dan mengubah beberapa variabel kondisi pemotongan, seperti
kecepatan potong, laju pemakanan dan kedalaman potong, maka akan dihasilkan
variabel terikat yaitu kekasaran permukaan benda kerja, waktu potong dan
mekanisme aus pahat.
Dimensi awal benda kerja yang digunakan adalah batang silinder dengan
diameter 70 mm dan panjang 240 mm. Serangkaian pekerjaan eksperimen untuk
melihat kemampuan pahat terhadap benda kerja dilakukan pemotongan benda kerja
dengan kondisi pemotongan seperti Tabel 3.5. Setiap kondisi pemesinan, pemotongan
dimulai dari pinggir benda kerja dan berhenti apabila aus tepi pahat (VB) = 0,3 mm
dan/atau Ra = 1,6 m seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Waktu potong,
kekasaran permukaan dan aus tepi pahat pada setiap kondisi pemotongan dicatat dan
selanjutnya ditabelkan sebagaimana Tabel 3.6.
Tahapan pengambilan dan pengolahan data adalah sebagai berikut :
1. Ukur geometri pahat atau gunakan data pihak pembuat pahat.
2. Set up mesin dan uji jalan kemudian hentikan uji jalan mesin.
3. Pasang benda kerja pada chuck mesin
4. Pasang pahat karbida pada toolpost mesin bubut.