• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Jumlah Penambahan Air Imbibisi Pada Stasiun Gilingan Terhadap Kehilangan Gula Dalam Ampas Di Pabrik Gula Kwala Madu PTPN II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Jumlah Penambahan Air Imbibisi Pada Stasiun Gilingan Terhadap Kehilangan Gula Dalam Ampas Di Pabrik Gula Kwala Madu PTPN II"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH JUMLAH PENAMBAHAN AIR IMBIBISI PADA

STASIUN GILINGAN TERHADAP KEHILANGAN GULA

DALAM AMPAS DI PABRIK GULA KWALA MADU PTPN II

TUGAS AKHIR

YENI MARDHIA

052409064

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PENGARUH JUMLAH PENAMBAHAN AIR IMBIBISI PADA STASIUN GILINGAN TERHADAP KEHILANGAN GULA DALAM AMPAS DI PABRIK

GULA KWALA MADU PTPN II

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi dan memenuhi syarat mencapai gelar Ahli Madya

YENI MARDHIA 052409064

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PERSETUJUAN

Judul : PENGARUH JUMLAH PENAMBAHAN AIR

IMBIBISI PADA STASIUN GILINGAN TERHADAP KEHILANGAN GULA DALAM AMPAS DI PABRIK GULA KWALA MADU PTPN II

Kategori : TUGAS AKHIR

Nama : YENI MARDHIA

Nomor Induk Mahasiswa : 052409064

Program Studi : DIPLOMA (D3) KIMIA INDUSTRI

Departemen : KIMIA

Fakultas : FAKULTAS METEMATIKA DAN ILMU

PENGETAHUAN ALAM

Di setujui di Medan, Juli 2008

Diketahui

Program Studi D3 Kimia Industri FMIPA USU

Ketua, Dosen Pembimbing

Dr. Harry Agusnar.M.Sc.,M.Phil Drs. Chairuddin, MSc

NIP 131 273 466 NIP 131 653 992

Diketahui

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

(4)

PERNYATAAN

PENGARUH JUMLAH PENAMBAHAN AIR IMBIBISI PADA STASIUN GILINGAN TERHADAP KEHILANGAN GULA DALAM AMPAS DI PABRIK

GULA KWALA MADU PTPN II

TUGAS AKHIR

Saya mengakui bahwa tugas akhir ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juli 2008

(5)

PENGHARGAAN

Bismillahhirrahmanirrahim

Alhamdulillah-hirrabil’alamin penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah begitu banyak memberikan nikmat-Nya, baik nikmat iman, ilmu, kesehatan dan kesempatan hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dalam waktu yang telah ditetapkan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Ahli Madya pada program Diploma 3 Kimia Industri di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Tidak lupa penulis ucapkan salawat dan salam semoga senantiasa tercurah pada junjungan Nabi besar Muhammad SAW.

Selama penulisan karya ilmiah ini penulis banyak mendapatkan dorongan, bantuan dan doa dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar–besarnya terutama kepada pada Ayahanda Rusdi Ahmad dan ibunda Rosdiani atas kasih sayang, perjuangan, dan kesabarannya selama ini, serta doa yang tulus untuk penulis, juga kepada kakanda Nurhasnah dan Reni Afdilla yang selama ini telah banyak memberikan bantuan dan dukungan, serta adinda tersayang Nuraini atas segala bantuannya. Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Drs. Chairuddin, MSc selaku Dosen Pembimbing Akademik, bapak Dr. Eddy Marlianto, M.Sc selaku Dekan FMIPA USU, ibu Dr. Rumondang Bulan, MS selaku Ketua Departemen Kimia FMIPA USU, staf dan kariawan di FMIPA USU, bapak Tolab Purba, Amd selaku Pembimbing Lapangan selama praktek kerja lapangan (PKL) di PG. Kwala Madu, rekan-rekan mahasiswa Kimia Industri khususnya Yusmiati, Nora, Anggia, Mila, Fitri, Runi, Vivi, Ika, Mawaddah, Dita dan Sofi yang telah banyak membantu dan memberi semangat kepada penulis.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah membantu menyelesaikan penulisan karya limiah ini, dan semoga semuanya mendapatkan balasan yang berlipat dari Allah SWT. Amin…

(6)

ABSTRAK

(7)

THE EFFECT OF SUM ADDITION IMBIBITION WATER AT MILLING STATION TO HAVE LOST OF SUGAR IN BAGASSE AT THE SUGAR

FACTORY OF KWALA MADU PTPN II

ABSTRACT

(8)

DAFTAR ISI

2.5 Pengaruh Hasil Kerja Imbibisi 12

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Komponen nira mentah 16

Tabel 4.1 Data hasil pengamatan tebu giling, air imbibisi, nira mentah dan ampas tebu 20 Tabel 4.2 Data hasil perhitungan kadar pol ampas, Imb % tebu, HPG, dan

(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Struktur Sukrosa 5

Gambar 2.2 Skema persentasi kandungan tebu, ampas dan nira mentah 5

Gambar 2.3 Tiga buah rol gilingan 7

Gambar 2.4 Unit operasi gilingan 10

(11)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gula sebagai salah satu bahan pokok yang sangat dibutuhkan manusia, sehingga wajar

bila usaha penyediaan bahan ini tetap memperoleh perhatian yang besar. Gula atau

istilah ilmiahnya disebut sukrosa merupakan disakarida yang dapat dihidrolisis

menjadi satu satuan glukosa dan satu satuan fruktosa. Tebu merupakan bahan baku

utama yang digunakan dalam pembuatan produk gula. Bila tebu di potong akan

terlihat serat-serat dan terdapat cairan yang manis. Serat dan kulit batang biasa disebut

dengan sabut dan cairanya disebut dengan nira. Nira terdiri dari air dan bahan kering

baik yang larut maupun yang tidak larut dalam nira. Gula merupakan produk akhir

dari pengolahan tebu terdapat dalam bahan kering yang larut dalam nira.

Proses produksi gula di pabrik dilakukan melalui beberapa tahapan tertentu,

meliputi penimbangan, pengumpanan tebu di meja tebu, pemerahan nira distasiun

gilingan, pemurnian nira, penguapan, kristalisasi, sentrifugasi dan pengeringan. Nira

(12)

stasiun gilingan. Secara kasar susunan nira terdiri dari air (zat pelarut), gula (sukrosa)

dan zat-zat lain (zat bukan gula).

Pada stasiun gilingan, batang atau ampas tebu diperas untuk mendapatkan nira

sebanyak mungkin. Walaupun pemerasan telah dilakukan berulang kali dengan

tekanan yang tinggi, namun masih terdapat sebagian gula yang tertinggal dalam ampas

yang tidak dapat lagi keluar dari ampas hanya dengan pemerasan. Untuk memperoleh

gula sebanyak-banyaknya dari tebu perlu dilakukan pembilasan atau ekstraksi yang

dilakukan dengan pemberian imbibisi. Imbibisi dilakukan dengan menyemprotkan air

kepada ampas tebu agar air dapat bercampur dengan ampas tebu dan dapat

mengencerkan gula yang masih tertinggal dalam ampas tebu tersebut dengan cara

diperas kembali pada gilingan berikutnya.

Pada proses pengolahan gula diupayakan agar diperoleh gula sebanyak

mungkin dan mempunyai kondisi sesuai dengan standar serta dapat menekan

kehilangan gula sebesar mungkin dengan menggunakan teknologi pengolahan yang

tepat. Banyaknya konsentrasi nira yang masih tertinggal dalam ampas menyebabkan

kehilangan gula dalam ampas. Pada stasiun gilingan, kehilangan gula dalam ampas

merupakan salah satu kehilangan yang besar karena jumlahnya (bobot ampas) besar,

yaitu ampas % tebu sekitar 30-40 %. Untuk menekan kehilangan gula dalam ampas

salah satu upaya yang dilakukan di pabrik gula adalah dengan cara pemberian air

imbibisi dimana imbibisi yang diberikan diupayakan dapat mengekstrak sebanyak

mungkin gula yang masih tertahan dalam ampas. Dengan alasan tersebut maka penulis

(13)

Stasiun Gilingan terhadap Kehilangan Gula dalam Ampas dipabrik gula kwala madu

PTPN II”.

1.2 Permasalahan

Dalam proses pengambilan nira (gula) dalam batang tebu, sabut yang diperas untuk

diambil niranya ternyata pada kadar cairan antara 45 – 50% sudah sukar dikeluarkan

sehingga bila batang tebu terus diperas tanpa penambahan air imbibisi pada ampasnya,

maka nira yang tertinggal dalam ampas gilingan pertama sekitar 60% dan samapai

gilingan akhir (gilingan ke lima) mungkin tidak ada nira yang dapat dikeluarkan lagi

sehingga masih banyak nira (gula) yang tertinggal pada ampasnya.

1.3 Tujuan

Untuk mengetahui besarnya kehilangan gula dalam ampas dan hasil ekstraksi dapat

diketahui dengan menentukan kadar pol ampas gilingan akhir dan HPG (Hasil

Perahan Gula).

1.4 Manfaat

Dengan mengurangi kehilangan gula dalam ampas sebanyak–banyaknya berarti

semakin banyak jumlah nira yang dihasilkan untuk selanjutnya dibuat menjadi kristal

(14)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kimia Gula

Komposisi kimia dari gula adalah satu satuan fruktosa yang digabung dengan satu satuan glukosa. Di dalam sukrosa baik fruktosa maupun glukosa tidak memiliki gugus hemiasetal. Oleh karena itu sukrosa di dalam air tidak berada dalam kesetimbangan dengan suatu bentuk aldehid atau keton. Sukrosa tidak menunjukkan mutarotasi dan bukanlah gula pereduksi. Gula inversi adalah campuran D-glukosa dan D-fruktosa yang diperoleh dengan hidrolisis asam atau enzimatik dari sukrosa. Enzim yang mengkatalisis hidrolisis sukrosa disebut invertase. Karena adanya fruktosa bebas (gula termanis), gula inversi lebih manis dari pada sukrosa. Nama gula inversi diturunkan dari inversi (pembalikan) tanda rotasi jenis bila sukrosa dihidrolisis. Sukrosa mempunyai rotasi jenis ± 66,5o, suatu rotasi positif.

(15)

O6) yang berikatan dengan satu molekul fruktosa (C6H12O6). Kedua jenis gula sederhana ini juga terdapat dalam bentuk molekul bebas di dalam batang tanaman tebu, tetapi tidak di dalam umbi bit gula. Rumus sukrosa tidak memperlihatkan adanya gugus formil atau karbonil bebas. Karena itu sukrosa tidak memperlihatkan sifat mereduksi, misalnya dengan larutan Fehling. Campuran glukosa dan fruktosa disebut gula invert.

Gambar 2.1: Struktur Sukrosa

Tebu selain mengandung sukrosa dan berbagai zat gula yang mereduksi, juga mengandung serat (sabut), zat bukan gula, dan air. Dalam proses pembuatan gula putih dari tebu, sukrosa harus dipisahkan dari zat dan ikatan bukan gula.

Berikut skema persentase kandungan tebu, ampas dan nira mentah Terdiri dari :

(16)

Gambar 2.2: Skema persentasi kandungan tebu, ampas dan nira mentah

Sukrosa sebagai komponen batang tebu merupakan suatu bahan yang hanya dapat dibuat secara mudah oleh proses sintesis yang dilakukan oleh hijau daun. Sukrosa yang sudah tersimpan dalam batang tebu harus diusahakan agar tidak mengalami perusakan baik selama dikebun maupun selama proses dipabrik. Setelah ditebang, fungsi kehidupan batang tebu secara menyeluruh terhenti, tetapi masing-masing bagian dari batang (seperti sel-sel tebu) masih tetap hidup. Akibat gangguan fisis dari luar, seperti terkena sinar matahari langsung, maka sel-sel tersebut dapat mati dan sel itu akan bersifat asam. Cairan dalam sel tebu tidak stabil dalam suasana asam karena akan terjadi hidrolisa, hal ini dapat dapat digambarkan dengan rekasi berikut:

C12H22O11 + H2O asam C6H12O6 + C6H12O6 glukosa fruktosa

Jumlah sukrosa yang terpecahkan karena proses hidrolisa diatas tergantung dari keasaman dan lamanya gangguan fisis.

2.2 Penggilingan Tebu

Nira tebu yang mengandung sukrosa diperoleh dari tebu yang diperas dalam unit gilingan setelah melalui proses pra-pengolahan dalam unit pencacah tebu. Untuk memisahkan antara ampas dengan nira dilakukan di dalam stasiun gilingan. Berdasarkan fungsinya alat pada stasiun gilingan dibagi menjadi dua kelompok peralatan :

(17)

Alat persiapan ini terdiri dari cane cutter I, cane cutter II, rafelaar, pengiris (schredder) serta crusher. Chrusher terdiri dari dua buah silinder dengan permukaan alur yang kasar. Batang tebu dimasukkan diantara kedua silinder sementara itu silinder berputar. Karena adanya alur yang tersusun saling bertentangan maka batang tebu akan terpotong dan terpecah. Karena mekanisme pemecahan dengan penekanan maka pada alat ini sudah ada sebagian nira yang terperas keluar. Pada alat ini tebu dipotong, dirobek, dibelah, dicacah dan dihancurkan menjadi serpihan kecil-kecil dan batang menjadi lembut serta memecah bagian – bagian batang tebu yang keras

kemudian digiling untuk diperah niranya . 2. Alat Pemeras

(18)

Tebu masuk

Gambar 2.3 Tiga buah rol gilingan

2.3 Pengaruh Hasil Kerja Penggilingan

Sasaran kerja pada stasiun gilingan adalah bisa memeras gula dalam tebu sebanyak mungkin yang sesuai dengan kapasitas. Pemerasan atau ekstraksi dapat diukur dari jumlah % pol dalam tebu. Dari sudut fisis atau sudut teknis sebagian besar dipengaruhi oleh pol dan sabut dalam tebu. Hasil kerja stasiun gilingan lebih condong memisahkan (mengekstaksi) nira asli tak terencerkan dari sabut dan hasil ekstraksi dinyatakan dalam nira asli % sabut. Hasil kerja seluruh stasiun gilingan dipengaruhi oleh Pemerasan disetiap gilingan dan imbibisi diantara gilingan.

Untuk dapat mengambil gula sebanyak mungkin maka kerja setiap gilingan harus mampu memeras tebu semaksimal mungkin dan setiap tahap imbibisi harus mampu mengencerkan nira tertahan di setiap ampas sehingga dapat diperas pada gilingan berikutnya. Keberhasilan kerja ini dipengaruhi oleh :

2. Hasil Kerja Tiap Unit Gilingan

(19)

Tekanan dari rol gilingan sebagian besar dimaksudkan untuk memecah atau merusak struktur dari tebu sehingga akan lebih banyak nira yang akan terperas dari tebu.

3. Derjat Kompresi

Rol akan mencekam dan menekan umpan dengan posisi tertentu sehingga dicapai ketebalan mendekati bukaan minimal antara rol gilingan. Ampas yang bergerak melewati bukaan dengan kecepatan lebih besar dari kecepatan rol akan menekan ampas sedikit lebih besar dari volume bukaan minimal.

4. Faktor Dalam Kontruksi Gilingan

Pengikisan (rusaknya) permukaan gilingan berpengaruh pada hasil pemerasan sehingga perlu dibuat perlakuan agar permukaan rol tetap kasar. Sifat ampas adalah efek lain yang berpengaruh pada kualitas pengumpanan terutama bila preparasi ditingkatkan dapat meningkatkan densitas cacahan.

2.4 Imbibisi

(20)

banyaknya dari batang tebu atau ampas. Imbibisi yang digunakan adalah imbibisi majmuk, dimana air hanya diberikan pada gilingan terakhir, dan nira yang diperoleh dari gilingan terakhir digunakan untuk imbibisi gilingan didepannya.

Nira yang keluar dari gilingan V masih encer dan digunakan untuk imbibisi ampas yang keluar dari gilingan III yang masuk ke gilingan IV. Nira dari gilingan IV digunakan untuk imbibisi ampas dari gilingan II yang masuk ke gilingan III. Dan nira gilingan III digunakan untuk imbibisi ampas I yang masuk ke gilingan II. Air imbibisi diberikan Pada ampas dari gilingan IV yang masuk ke gilingan V. Air imbibisi yang digunakan adalah air panas yang berasal dari kondensat evaporator IV dan V, dengan jumlah 20% tebu dan temperatur operasi 60o C. Jumlah yang dipakai diatur dengan imbibition water flow yang berkapasitas 60 m3/jam.

Gambar 2.4: Unit operasi gilingan

Pemberian imbibisi nira dilakukan pada saat ampas baru keluar dari gilingan I. Dalam hal ini ampas masih mengandung lebih banyak nira dan gula, sehingga lebih

air imbibisi

nira mentah

(21)

mudah diekstraksi. Kemurnian hasil nira yang diekstraksi selalu sedikit lebih tinggi daripada kemurnian nira yang tertinggal dalam ampas.

Tidak seluruh air yang diberikan dapat tercampur merata dengan ampas. Hal ini dapat disebabkan karena sel –selnya belum terbuka, juga karena afinitas ampas terhadap air yang semakin tinggi menyebabkan hanya lapisan atas dari ampas yang diberi imbibisi yang dapat mengikat sebagian besar air yang diberikan, sedangkan lapisan bawahnya relatif tetap kering. Air imbibisi diberikan dengan cara disemprotkan kepada ampas atau direndam didalam air.

Gambar 2.5 Imbibisi dengan semprotan

(22)

lilin didalam nira dibandingkan jika imbibisi diberikan dengan air dingin (28oC). Argumentasi menggunakan air panas adalah sebagai berikut:

1. Sedikit membantu ekonomi bahan bakar 2. Memecah se-sel karena panas

3. Sedikit terjadi evaporasi dalam perjalanan proses 4. Penggunaan kondensat dari evaporator

2.5 Pengaruh Hasil Kerja Imbibisi

Di dalam stasiun gilinga n diusahakan agar kehilangan gula di dalam ampas dapat ditekan sampai sekecil-kecilnya. Kehilangan gula dalam ampas merupakan kehilangan besar kedua karena jumlahnya (bobot ampas) besar, yaitu ampas tebu sekitar 30-40 %. Pemberian imbibisi merupakan salah satu upaya yang dapat menekan kehilangan gula dalam ampas sebanyak-banyaknya. Imbibisi akan dapat berhasil dengan baik apabila faktor-faktor yang berpengaruh buruk dapat dikurangi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil kerja imbibisi antara lain adalah : 1. Jumlah Air Imbibisi

(23)

banyaknya jumlah tebu yang masuk ke dalam gilingan yaitu sekitar 20% tebu. Jumlah nira imbibisi yang diberikan pada setiap gilingan sebelumnya sangat dipengaruhi oleh jumlah air yang diberikan.

2. Sel – Sel Yang Terbuka

Mekanisme proses imbibisi adalah pelarutan, jadi air yang diberikan akan dapat bekerja dengan baik bila gula yang akan dilarutkannya sudah tersedia di permukaan sabut, yang berarti bahwa gula sudah tidak lagi berada di dalam sel. Nira dalam ampas dapat memanfaatkan cairan imbibisi untuk diencerkan bila selnya telah dirusak (terbuka). Maka untuk dapat memperoleh hasil imbibisi yang baik maka sebanyak mungkin sel–sel batang tebu harus sudah terpecahkan, dan ini semua dipengaruhi oleh hasil pekerjaan persiapan (preparation).

3. Kualitas Air

Kualitas air yang dimaksud adalah kemurnian dari air yang di pakai. Adanya kotoran dalam air imbibisi dapat berpengaruh pada hasil pemerasan, khususnya terhadap hasil analisis niranya.

4. Suhu Air Imbibisi

(24)

lain seperti lilin (wax) yang terdapat pada kulit batang tebu juga mudah terlarut (mencair) pada suhu yang tinggi. Selain itu tingginya suhu imbibisi berakibat adanya penguapan air. Air akan menguap lebih banyak bila suhunya semakin tinggi. Mengingat keuntungan dan kerugian yang dapat terjadi dengan tingginya suhu imbibisi, maka imbibisi dilakukan pada suhu sekitar 60 – 70oC.

5. Pencampuran dan waktu kontak

Semakin baik pencampuran (semakin homogen) antara ampas tebu dan imbibisi akan semakin banyak pula gula yang dapat terambil. Untuk maksud ini maka dilakukan berbagai usaha seperti pemberian air dengan disemprotkan, kecepatan pengangkut ampas teratur. Selain itu adanya waktu yang cukup agar gula dapat terlarut di dalam air. Waktu kontak antara cairan imbibisi dengan ampas juga berpengaruh pada kebaikan pencampuran sebelum diperas pada gilingan berikutnya. Untuk ini maka diupayakan carrier yang lambat dan panjang agar gula dapat terlarut dalam air.

Dari penjelasan diatas dapat diketahui keuntungan dan kerugian pemberian imbibisi: Keuntungan :

1. Melarutkan sukrosa yang tertinggal dalam ampas 2. Mencegah aktifitas mikroorganisme

3. Mematikan sel - sel dalam tebu sehigga permeabilitasnya hilang dan dapat terbuka secara mekanis dan ekstraksi akan lebih baik

Kerugian :

(25)

2. Terjadi penguapan sehingga mempersulit pengawasan

3. Dalam jumlah besar akan mempersulit penguapan pada evaporator.

2.6 Pengeluaran Nira

Tidak ada artinya menekan dengan derajat kompresi yang tinggi bila niranya sukar keluar. Kemudahan terhadap keluarnya nira dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: 1. Kecepatan Rol

Keluarnya nira dengan arah berlawanan dengan gerakan rol berarti semakin cepat gerakan rol akan semakin sukar niranya akan keluar. Kecepatan rol yang maksimal yaitu sekitar 5 – 6 rpm berkaitan dengan efisiensi keluarnya nira. 2. Ketebalan Lapisan Ampas

. Menjaga kelancaran giling pada kapasitas yang optimal merupakan keharusan dalam menjaga agar kehilangan gula di pabrik tidak besar. Semakin tebal lapisan ampas yang masuk dalam jepitan rol akan semakin sukar keluarnya nira. Ketebalan lapisan ampas sendiri dipengaruhi oleh kapasitas penggilingan. Jika ketebalan lapisan ampas ditingkatkan maka kapasitas juga akan meningkat.

3. Alur Pengaliran Nira

Alur pengaliran nira mempermudah pengaliran nira dari daerah tekanan tinggi diantara rol gilingan.

4. Stelan plat ampas

(26)

Nira dari gilingan 1 dan 2 ditampung pada bak penampung I untuk kemudian disaring dan ditampung dalam satu tangki tempat nira mentah. Sementara itu nira dari gilingan 3, 4 dan 5 bersama air imbibisi disirkulasian kembali dalam unit operasi perahan atau gilingan. Nira mentah mengandung gula dan zat bukan gula. Adapun susunan kandungan rata-rata nira mentah adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1 Komponen nira mentah

No Komponen nira mentah Konsentrasi (%) 1

Zat warna, lilin, gom Air

2.7 Angka dalam Pengawasan Gilingan

(27)

Maka sangatlah penting mempertahankan kondisi teknis baterai gilingan yang optimum lewat pengawasan gilingan yang terpadu.

Untuk meningkatkan efek imbibisi yang maksimal, sebelum pemberian imbibisi diupayakan sebanyak mungkin sel – sel batang tebu sudah terbuka agar gula yang masih menempel pada sabut lebih mudah terekstraksi. Jumlah sel – sel batang tebu yang terbuka dipengaruhi hasil kerja stasiun gilingan yaitu proses pencacahan dan pemerahan tebu.

Dengan memperhitungkan kehilangan pol dalam ampas, neraca polarisasi dapat disusun berdasarkan pol dalam tebu. Hasil analisa pol ampas akan berubah dengan berubahnya jumlah air imbibisi yang digunakan. Kesulitan timbul pada penyusunan neraca polarisasi berdasarkan pol dalam tebu, karena tidak dapat diketahui langsung , tapi harus melalui terobosan perhitungan berikut :

Pol dalam tebu = Pol dalam nm + Pol dalam ampas

Perbandingan pol dalam nira mentah dan pol dalam tebu dinamakan kuosien ekstraksi gula atau hasil bagi perahan gula, disingkat HPG. Di pabrik gula angka pengawasan gilingan untuk menyatakan hasil ekstraksi di stasiun gilingan adalah

angka HPG (Hasil Pemerahan Gula). HPG merupakan angka yang menunjukkan efisiensi stasiun gilingan ditinjau dari segi finansial. Ekstraksi atau HPG dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain jenis tebu, kadar sabut, umur tebu, kandungan kotoran

tebu, tipe atau jenis pencacahan awal, susunan gilingan, putaran rol, bentuk alur rol,

setelan gilingan, stabilitas kapasitas giling, tekanan, sanitasi gilingan, kadar gula atau

(28)

Nilai pol ampas gilingan akhir dapat diketahui langsung dari analisa yang cermat dengan pengambilan contoh yang representatif. Sebagai kontrol atas kebenaran analisa, nilai ini dikaitkan dengan angka kriteria lain, yaitu faktor campur(vf = fermengings factor). Nilai faktor campur menjadi kecil bila imbibisi % tebu meningkat. Dalam pabrik gula di Indonesia, nilai vf rata-rata mencapai 50.

BAB 3

METODOLOGI

3.1 Metodologi

Metode yang dilakukan untuk menentukan kehilangan gula dalam ampas adalah

dengan mengukur kadar pol ampas gilingan akhir. Sampel yang digunakan adalah

ampas dari gilingan akhir yang dibawa ke labolatorium untuk dianalisa.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat

1. Timbangan

2. Gelas ukur

3. Kertas saring

4. Gelas ukur

5. Labu takar

(29)

7. Corong

8. Polarimeter

3.2.1 Bahan

1. Ampas gilingan akhir

2. ATB (Acetid timbal base)

3. Aquadest

3.3 Prosedur

Analisa % Pol Ampas :

Sampel diambil sebanyak 1000 gr (ampas gilingan akhir). Kemudian

dikeringkan selama 1 jam. Ampas ditimbang sebanyak 350 gr dan ditambah

3500 mL air dan direbus selama 1 jam lalu hasil rebusan diambil dan

dimasukkan ke dalam labu takar sebanyak 100 mL dan ditambahkan 5 mL

ATB dan Aquadest sebanyak 5 mL, lalu dikocok dan disaring. Tetesan

pertama yang keluar sebanyak 2-3 mL dibuang. Filtratnya dimasukkan ke

dalam pembuluh polarimeter, lalu dimasukkan ke dalam alat sukromat (alat

(30)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data

Data-data yang diperlukan untuk menghitung % pol ampas, imbibisi % tebu,

HPG dan faktor campur diperoleh dari analisa di laboratorium pabrik gula Kwala

Madu.

(31)

4.2 Perhitungan

Untuk menghitung jumlah imbibisi yang diberikan terhadap jumlah tebu yang

digiling, dapat dihitung dengan rumus berikut :

Imbibisi % tebu = x 100

= x 100 = 23,75

Untuk menghitung kadar pol ampas dapat dihitung dari berat ampas dan berat pol

ampas dengan menggunakan rumus berikut:

Pol ampas (%) = x 100

= x 100

= 2,35

Dalam menilai efisiensi kerja gilingan dapat diketahui dari nilai HPG (hasil

bagi perahan gula). Nilai ini digunakan untuk mengetahui banyaknya gula yang

dihasilkan dalam nira mentah, dinyatakan dalam % terhadap banyaknya gula dalam

bahan baku tebu.

HPG = x 100 atau

HPG = x 100

= x 100

= 90.91

Untuk menilai kebenaran analisa ampas, digunakan faktor pencampuran(vf).

pol nira mentah (ton)

pol ampas(ton) + pol nira mentah(ton)

287,21 28,73 + 287,21

pol nira mentah (ton) pol tebu (ton)

berat tebu giling(ton)

(32)

vf =

Di dalam stasiun gilingan diusahakan agar kehilangan gula dalam ampas dapat ditekan

sampai sekecil–kecilnya. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan

menambahkan sejumlah air imbibisi pada ampas yang akan diperah agar dapat

mengencerkan gula yang masih tertinggal dalam ampas. Imbibisi yang dilakukan yaitu

imbibisi majemuk dimana air hanya diberikan satu kali, yaitu pada gilingan terakhir,

sedangkan nira yang diperoleh dari gilingan terakhir digunakan untuk imbibisi

gilingan didepannya. Semakin banyak jumlah imbibisi yang ditambahkan maka

(100 - %sabut ampas) x Pol Nira gilingan akhir

Pol ampas (%)

(33)

kehilangan gula dalam ampas akan semakin rendah. Variasi dari jumlah imbibisi yang

diberikan dapat mempengaruhi kadar pol ampas gilingan akhir.

Agar proses imbibisi menghasilkan jumlah gula yang maksimal, standar

jumlah imbibisi yang diberikan minimal 20 % tebu dan maksimal 25 % tebu. Jika

jumlah imbibisi yang diberikan lebih besar dari 25 % tebu, maka kelebihan imbibisi

tersebut tidak dapat lagi mengencerkan gula yang tertinggal dalam ampas. Berhubung

nira mentah yang dihasilkan pada proses penggilingan masih harus diuapkan

dievaporator, maka penambahan imbibisi tidak boleh terlalu besar (lebih besar dari

25%tebu) karena dapat mengganggu proses penguapan dan membutuhkan waktu yang

cukup lama untuk menguapkannya. Dari hasil pengamatan, pada grafik dapat dilihat

pengamatan ke 1, 2, 3 dan 4 bahwa peningkatan jumlah imbibisi menurunkan kadar

pol ampas, sedangkan pada pengamatan ke 5 dan 6 peningkatan imbibisi % tebu tidak

menurunan kadar pol ampas. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang

mempengaruhi hasil kerja imbibisi, seperti jumlah sel-sel pada ampas yang terbuka

kurang maksimal. yang dipengaruhi oleh hasil kerja alat persiapan dan gilingan selain

itu juga dapat disebaban oleh kurangnya waktu kontak antara air imbibisi dengan

ampas.

Meskipun terkadang jumlah imbibisi telah ditingkatkan, tapi kadar pol ampas

semakin tinggi. Terbukanya sel-sel pada ampas tebu akibat hasil kerja pencacahan,

penyayatan dan pemerahan. Pada proses pencacahan, penyayatan dan pemerahan

batang tebu pada unit penggilingan yang kurang maksimal, mengakibatkan tidak

seluruh air yang diberikan dapat tercampur merata dengan ampas, hal ini dapat

(34)

karena afinitas ampas terhadap air yang semakin tinggi menyebabkan hanya lapisan

atas dari ampas yang diberi imbibisi yang dapat mengikat sebagian besar air yang

diberikan, sedangkan lapisan bawahnya reatif tetap kering. Air yang benar-benar dapat

bercampur dengan nira dalam ampas hanya pada ampas yang sel-selnya telah terbuka.

2.34

Gambar 4.1 Grafik pengaruh imbibisi % tebu terhadap %pol ampas

Hasil kerja stasiun gilingan yang meliputi proses pencacahan dan pemerahan

yang dapat diukur salah satunya dari nilai HPG. Untuk menghasilkan nira tebu yang

maksimal, diusahakan dicapai HPG yang tinggi, karena semakin tinggi nilai HPG

berarti semakin banyak gula yang dihasilkan dalam nira mentah. Dari hasil

pengamatan yang dilakukan, pada pemberian air imbibisi sebanyak 23,75 % tebu

diperoeh HPG sebesar 90,91 dari jumlah gula yang terdapat dalam tebu.

Nilai faktor campur digunakan untuk menilai kebenaran analisa ampas. Dalam

(35)

bervariasi, tergantung pada efisiensi sistem imbibisi yang diterapkan, kondisi rol-rol

gilingan, pengolahan pendahuluan dari tebu dan stelan gilingan. Dari hasil

pengamatan, jika nilai % pol ampas semakin rendah maka nilai vf akan semakin

tinggi.

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Dari hasil pengamatan yang dilakukan pada pengamatan ke 5 dan 6

peningkatan jumlah imbibisi tidak menurunkan kadar pol ampas. Faktor yang

mempengaruhi keberhasilan kerja imbibisi tidak hanya dari banyaknya jumlah

air imbibisi yang diberikan pada ampas tapi juga dipengaruhi oleh

faktor-faktor lain seperti hasil kerja pencacahan dan pemerahan tebu yang secara

langsung mempengaruhi jumlah sel-sel yang terbuka, selain itu kualitas air,

suhu air imbibisi, serta pencampuran dan waktu kontak juga sangat

mempengaruhi hasil kerja imbibisi.

(36)

1. Dalam proses pengilingan batang tebu diupayakan agar pencacacahan dan

pemerahan mekanis tebu lebih intensif agar lebih banyak sel-sel batang tebu

yang terpecah sehingga semakin banyak jumlah air imbibisi yang dapat

bercampur dengan gula dalam ampas.

2. Agar waktu kontak antara air imbibisi dan ampas cukup lama,sebelum

diperas pada gilingan berikutnya sebaiknya carrier diatur tidak terlalu cepat.

DAFTAR PUSTAKA

Fessenden., Fessenden. 1986. Kimia Organik. Jilid 2. Edisi ke-3. Jakarta: Erlangga.

Gandana, SG., Ananta, T. 1974. Penuntun Pengawasan Pabrikasi. Buletin II. Pasuruan: Balai Penyalidikan Perusahaan Perkebunan Gula.

Moerdokusumo, A. 1993. Pengawasan Kualitas dan Teknologi Pembuatan Gula di

Indonesia. Bandung: Penerbit ITB.

Notojoewono, R. A. B. 1970. Tebu. Jakarta: PT. Soeroengan.

Soebagio. 1983. Instalasi Gilingan Pabrik Gula. Yogyakarta: Lembaga Pendidikan Perkebunan (LPP).

Soerjadi. 1971. Peranan Komponen Batang Tebu Dalam Pabrikasi Gula. Yogyakarta: Lembaga Pendidikan Perkebunan (LPP).

Soejardi. 1983a. Ilmu Teknologi Gula. Yogyakarta: Lembaga Pendidikan Perkebunan (LPP).

Soejardi. 1983b. Pabrikasi Gula untuk Kursus Masinis III Pabrik Gula. Yogyakarta: Lembaga Pendidikan Perkebunan (LPP).

Soejardi. 2003. Proses Pengolahan Dipabrik Gula. Yogyakarta: Lembaga Pendidikan Perkebunan (LPP).

Tjokroadikoesoemo. 1984. Teknoogi dan Peralatan Industri Gula, Ekstraksi Nira

Tebu. Surabaya: Yayasan Pembangunan Indonesia Sekolah Tinggi Teknologi

(37)

Gambar

Tabel 4.2 Data hasil perhitungan kadar pol ampas,                  faktor campur
Gambar 4.1  Grafi
Gambar 2.1: Struktur Sukrosa
Gambar 2.2: Skema persentasi kandungan tebu, ampas dan nira mentah
+6

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan dari tinjauan sosial-budaya dan sosial-politik, pertahanan dan keamanan, serta kesiapan pembentukan struktur pemerintahan daerah dan sumberdaya manusia, DPD

VISUALISASI PENGATURAN SUHU DAN KELEMBABAN UDARA PADA MEDIA RUANG TUMBUH JAMUR DENGAN PROGRAM.. VISUAL

JAC masih menggunakan cara tulis pada formulir yang berada di meja resepsionis, dan resepsionis juga mengatur jadwal meeting yang sudah di buat, hal ini cukup memakan

menggunakan rumus Debye Scherrer, didapati bahwa temperatur pemanasan mempengaruhi struktur dan ukuran kristal pada sample, semakin besar pemanasan yang diberikan

Perancangan database akan menjadi dasar dalam pembuatan aplikasi sistem pelayanan donor darah, sehingga penting sekali sebuah perancangan database di mana pada

Kondisi operasi yang relatif baik untuk ekstraksi kurkumin dari kunyit dengan pelarut asam asetat glacial 98 % adalah pada waktu ekstraksi 75 menit dan volume pelarut 300 ml

20 Lebih lanjut, menurut Siagian (2003) bahwa bagi organisasi, hasil penilaian prestasi kerja para pegawai sangat penting arti dan peranannya dalam pengambilan keputusan

Berdasarkan latar belakang tersebut dalam penelitian ini dibahas mengenai efektivitas metode role playing untuk meningkatkan self esteem pada siswa korban