• Tidak ada hasil yang ditemukan

JUDUL INDONESIA: RASIONALITAS FORMULASI KEBIJAKAN PEMEKARAN WILAYAH KECAMATAN (Studi di Kecamatan Way Khilau Kabupaten Pesawaran) JUDUL INGGRIS: RATIONALITY EXPANSION AREA DISTRICT POLICY FORMULATION (Study in District Way Khilau Pesawaran District)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "JUDUL INDONESIA: RASIONALITAS FORMULASI KEBIJAKAN PEMEKARAN WILAYAH KECAMATAN (Studi di Kecamatan Way Khilau Kabupaten Pesawaran) JUDUL INGGRIS: RATIONALITY EXPANSION AREA DISTRICT POLICY FORMULATION (Study in District Way Khilau Pesawaran District)"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

RASIONALITAS FORMULASI KEBIJAKAN PEMEKARAN WILAYAH KECAMATAN

(Studi di Kecamatan Way Khilau Kabupaten Pesawaran) Oleh

DEKI PRANATA WIRAWAN

Pemekaran wilayah biasaya identik dengan otonomi daerah yang berdasarkan UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Pesawaran Nomor 05 Tahun 2012 membentuk Kecamatan Baru yaitu salah satunya kecamatan Way Khilau. Penelitian ini merumuskan permasalahan berupa: Bagaimanakah rasionalitas formulasi kebijakan pemekaran wilayah kecamatan Way Khilau di Kabupaten Pesawaran. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Prosedur pengumpulan data yang digunakan dengan wawancara, observasi, dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian menunjukan bahwa rasionalitas formulasi kebijakan pemekaran wilayah Kecamatan Way Khilau yang dapat dilihat dari kewenangan, pembiayaan, Personil sehingga didapatkan pendekatan kekuasaan dan faktor politik yang digunakan dalam formulasi kebijakan pemekaran Kecamatan Way Khilau di Kabupaten Pesawaran. Pemerintah Kabupaten menggunakan rasionalitas terbatas yang kurang efektif dan dalam memformulasikan kebijakan dengan melihat dari ketiga elemen penyusunan kebijakan ini, pemerintah kurang memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan publik, sehingga realitanya tidak tercapainya tujuan pemekaran itu sendiri secara optimal.

(2)

ABSTRACT

RATIONALITY EXPANSION AREA DISTRICT POLICY FORMULATION (Study in District Way Khilau Pesawaran District)

By

DEKI PRANATA WIRAWAN

Expansion area is usually synonymous with local autonomy based on Law No. 32 of 2004 on Regional Government. Based on Local Regulation of Pesawaran No. 05 of 2012 making new district is Way Khilau district. This study formulates problem : How is rationality policy formulation in Way Khilau town Disrict Pesawaran. This research uses descriptive qualitative method. Data collection procedures used by interview, oobservation, documentation. Data analysis was performed with data reduction, data display and conclusion.

The result showed that rasionality of expansion policy formulation of Way Khilau town has been see the authority, financing, personnel obtained approach to formulating policy is wide region used in region sub-district way khilau in thousand pesawaran.The result showed that rationality used by regency pesawaran limited rationality are less effective and in shaping the policy by looking from third element drafting this policy government to less attentiion for public so realitanya not achieve the goal widened itself optimally.

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

RIWAYAT HIDUP

Deki Pranata Wirawan, dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 21 Mei 1991, anak dari pasangan Bapak Dedy dan Ibu Emmy. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Jenjang akademis penulis dimulai dengan menyelesaikan pendidikan di Taman Kanak-Kanak Kartini Bandar Lampung pada tahun 1997, kemudian melanjutkan ke Sekolah Dasar Negri (SDN) 2 Rawa Laut (Teladan) Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2006, selanjutnya Penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2009. Pada tahun yang sama penulis terdaftar sebagai mahasiswi Jurusan Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung dengan mengikuti tes ujian mandiri perguruan tinggi negeri (UMPTN).

(8)

MOTO

Walaupun saya tidak setampan

Yusuf, tidak sekaya Sulaiman,

Tidak setegar Ayub, tapi saya

selalu berusaha seperti

Muhammad, sederhana dengan

ahlak sempurna

Omongan yang tidak di pelihara

baik-baik akan menjadi terlalu

bebas dan berpotensi memakan

tuan nya sendiri

Motivator terbaik adalah diri

sendiri, karna dari ribuan

sperma, kita dapat menjadi

(9)

memahami diri sendiri.

Demi apa saya berdebat, untuk

memperbaiki situasi, atau untuk

kepuasan diri?

(10)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Rasionalitas Formulasi Kebijakan Pemekaran Wilayah Kecamatan Way

Khilau Di Kabupaten Pesawaran”. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada jurusan Admninstrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Lampung.

Selama penyusunan skripsi ini penulis menyadari keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki, sehingga penulis membutuhkan bantuan dari berbagai pihak, baik keluarga, dosen, maupun teman-teman. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Drs. Hi. Agus Hadiawan, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

2. Bapak Dr. Dedy Hermawan, S.Sos, M.Si., selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Negara.

(11)

penyusunan skripsi ini hingga akhir.

5. Ibu Novita Tresiana, M.Si., selaku pembahas dan penguji yang telah membantu perbaikan melalui kritik, saran, serta masukan yang diberikan demi kesempurnaan skripsi ini hingga akhir.

6. Bapak Nana Mulyana, S.IP., M.Si selaku Pembimbing Akademik.

7. Seluruh dosen Jurusan Administrasi Negara dan Staf Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah mewariskan ilmunya dengan penuh kesabaran dan keikhlasan serta membimbing penulis selama menempuh studi.

8. Kedua Orang tua ku, Ayahanda Drs. Dedy Musliadi dan Ibunda Dra Emmy Marlina terima kasih atas segala dukungan, do‟a, arahan, dan wejangannya dalam proses penyusunan karya ini. Terima kasih atas segala

rasa cinta dan kasih sayang yang telah kalian berikan dari “Adek” kecil

sampai dewasa, dan kesabaran dalam mendidikku. Semoga kalian berdua selalu sehat, bahagia dunia akhirat, diberikan rezeki yang berlimpah, dan selalu dalam perlindungan Allah SWT. Amin ya rabbal‟alamiin.

9. Kakak ku Ahmad Fajrin Kusuma Wijaya yang sedang menanti kelahiran anak pertama nya, semangat untuk menjadi ayah yang baik.

10.Kepada seluruh sahabat-sahabat ku tersayang yang pasti tidak cukup saya sebutkan satu persatu di lembar sanwacana ini.

(12)

13.Kepada Pegawai Pemerintah Pesawaran serta pihak-pihak terkait lainnya, terima kasih atas kesediaan wawancara untuk memperoleh data selama pra riset dan riset.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga karya sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, Agustus 2014 Penulis

(13)

DAFTAR ISI

B. Tinjauan Tentang Pengambilan Keputusan ... 11

1. Konsep Pengambil Keputusan ... ... 11

2. Pendekatan-Pendekatan dalam Pengambilan Keputusan ... 12

3. Rasionalitas dalam Pengambilan Keputusan ... ... 20

(14)

B. Gambaran Umum Pemerintahan dan Perangkat Kecamatan ... 52

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Kondisi Kabupaten Pesawaran pada Kecamatan Kedondong sebagai Kecamatan Induk ……… 55 B. Respon Pemerintah Kabupaten Pesawaran mengenai Pembentu kan Kecamatan Way Khilau ……… 57

C. Perumusan Kebijakan Pemekaran Kecamatan Way Khilau Kabupaten Pesawaran ... 59

1. Kewenangan ... 61

2. Pembiayaan ... 64

3. Personil ... 69

D. Rasionalitas Perumusan Kebijakan Pemekaran Kecamatan Way Khilau Kabupaten Pesawaran ... 80

VI. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 99

B. Saran ...100

(15)

Tabel Halaman

1. Nama, Lusa Wilayah perkecamatan dan Jumlah Kecamatan ... 48

2. Jumah penduduk dan kepadatannya sebelum pemekaran ... 50

3. Jumlah penduduk dan kepadatannya setelah pemekaran ... 50

4. Jumlah penduduk dan kepadatannya saat ini ... 51

5. Data jumlah penduduk dan luas willayah kecamatan Way Khilau ... 53

6. Susunan organisasi kecamatan Way Khilau ... 53

7. Rasio belanja pegawai dan belanja public kabupaten Pesawaran ... 67

8. Jumlah penduduk miskin per kecamaan ... 92

(16)

Gambar Halaman

1. Model Rasionalitas terkekang Simon ……….. 23

2. Kerangka Pikir ... 34

3. Bagan Strukutur Organisasi Kecamatan Way Khilau ... 54

(17)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

(18)

Wujud dari otonomi daerah adalah adanya pemekaran wilayah. Sejak reformasi bergulir sejak tahun 1999-sekarang, pemerintah telah melakukan 205 pemekaran daerah, sehingga jumlah daerah kini ada 33 provinsi dan 491 kabupaten/kota yang menjadi daerah-daerah otonom. Bahkan kini sudah ada 181 usulan pemekaran lagi. Tidak hanya itu, pemekaran desa juga belakangan ini hampir tidak terkendali, bahkan sudah mendekati 70 ribu desa di seluruh Indonesia (http//:mendagri.com diakses pada tanggal 20 Januari 2014). Berdasarkan data tersebut menunjukan bahwa pemekaran di Indonesia terus meningkat. Hal ini membuktikan bahwa tingginya semangat pemekaran dari waktu ke waktu, tetapi sangat disayangkan tidak dipertimbangkan sangat serius dampak negatif yang menyertainya.

Mudahnya pengajuan aspirasi pemekaran wilayah membuat banyak daerah dan berbagai pihak berlomba-lomba memanfaatkan dengan tujuan mencari keuntungan. Pemekaran wilayah pun semakin melenceng dari tujuan awal, yaitu untuk mengembangkan daerah menjadi celah untuk mencari keuntungan. Seperti setiap kali pemerintah daerah wilayah baru terbentuk, dana alokasi pusat akan langsung mengalir. Kuatnya politisasi dalam pemekaran wilayah untuk menciptakan demokrasi di tingkat lokal, meningkatkan kualitas pelayanan publik dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat tidak terperhatikan.

(19)

tentang Pemerintahan Daerah diharapkan daerah-daerah mampu mengelola otonomi, namun relitanya tidak semua berhasil melakukannya. Pemerintah daerah yang pada awalnya untuk mensejahterakan masyarakat malah tidak membawa dampak apa-apa untuk masyarakat. Berdasarakan hasil penelitian UNDP dan Bappenas yang dirilis pada Juli 2008 menyimpulkan tentang kegagalan pemekaran daerah. Belum lagi dampak dari pemekaran daerah itu sendiri belum memberikan jaminan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat.

Pada pihak Depadagri (Departemen Dalam Negeri) sendiri sebenarnya telah cukup lama melakukan kajian terhadap 98 daerah otonom baru yang dipilih. Sehubungan dengan ini, hasil penelitian Balitbang Depdagri tahun 2005 menunjukan adanya 76 daerah baru yang bermasalah. Permasalahan tersebut antara lain menyangkut belum terselesaikannya penyerahan personel, perlengkapan, pembiayaan, dan dokumentasi. Sulitnya mutasi PNS dari daerah induk ke daerah otonom baru, serta belum jelasnya batas wilayah daerah otonom. Akibat tidak memadainya infrastruktur dan sumber daya manusia/SDM atau aparat birokrasi local membuat banyak dan tersedot untuk membiayai sektor tersebut, sehingga dana yang diberikan oleh pemerintah pusat ke pemerintah daerah banyak dialokasikan untuk membangun kantor pemerintah dan pegawai.

(20)

setempat dan diakomodasi oleh Pemerintah Daerah setempat, lewat DPRD, bupati atau walikota kemudian diusulkan ke Pemerintah Provinsi dan selanjutnya dibawa ke Pemerintah Pusat untuk melewati proses selanjutnya berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah.

Berdasarkan peraturan pemerintah tersebut, Kabupaten Pesawaran adalah salah satu kabupaten di Provinsi Lampung. Kabupaten ini diresmikan pada tanggal 2 November 2007 berdasarkan UU Nomor 33 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Pesawaran. Semula kabupaten ini merupakan bagian dari Kabupaten Lampung Selatan. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pesawaran melakukan penambahan kecamatan yaitu Kecamatan Way Khilau yang memisahkan diri dari kecamatan induknya, yakni Kecamatan Kedondong. Kecamatan hasil pemekaran tersebut secara prosedural telah dinyatakan siap, baik aturan ataupun syarat-syarat pemenuhan kelengkapan baik personil, infrastruktur dan batas-batas wilayah dengan kecamatan induk dari dua kecamatan tersebut, sebagaimana yang diatur dalam peraturan daerah (perda), yang telah terbentuk sebelumnya, yakni Perda No 5 Tahun 2012 tentang Pembentukan Dua Kecamatan Baru di Kabupaten Pesawaran.

(21)

diharapkan, dengan adanya pemekaran kecamatan ini, kabupaten kita akan maju pesat, begitu juga dengan kesejahteraan masyarakatnya, bukan sebaliknya dan tidak terjadi persoalan dengan dilaksanakan pemekaran tersebut sehingga perlu dicermati oleh para camat. Selain itu, Pemkab berharap, seluruh camat yang ada di kabupaten setempat, untuk berupaya aktif menuntaskan kendala dan persoalan yang terjadi pada kecamatan yang telah siap dimekarkan tersebut, sehingga pemekaran dapat berjalan sesuai harapan. (Sumber : Harian Rakyat Lampung, Minggu, 09 September 2012 )

Berdasarkan data Badan Pusat Stastik Kabupaten Pesawaran di tahun 2012, kondisi Administratif Kecamatan Way Khilau memiliki 10 kelurahan/desa dengan luas wilayah 6.611 (Ha). Pemekaran Kecamatan tujuannya untuk meningkatkan dan memudahkan pelayanan Desa, sehingga kantor kecamatan harus berada ditengah desa yang dimekarkan. Walaupun pemekaran wilayah merupakan sebuah perbaikan ke arah yang lebih baik. Tapi yang terjadi, pemekaran wilayah tidak didasarkan pada potensi daerah dan ekonomi daerah, sehingga mengakibatkan daerah pemekaran tidak semakin eksis, melainkan malah menjadi beban pemerintah pusat dan melupakan kesejahteraan rakyat.

(22)

dalam hal ini Kebijakan Pembentukan Kecamatan Way Khilau merupakan satu rangkaian atau langkah tindakan dari para aktor.

Menurut peneliti dalam proses pembentukan Daerah Otonom baru selama ini belum ada grand design otonomi daerah. Politik desentralisasi itu senyatanya lebih banyak dihasilkan dari motif reaktif dan tarik ulur kepentingan sehingga sangat jauh dariorientasi kesejahteraan dan pemerataan kemakmuran masyarakat. Pemekaran wilayah menjadi kian problematis karena kegagalan itu berakibat langsung ke jantung realitas masyarakat. Hal ini tentunya tidak terlepas dari para aktr-aktor dalam pengambilan keputusan tersebut.

Paradigma tradisional beranggapan bahwa pengambilan keputusan dipengaruhi oleh variabel kontingensi. Pandangan ini beranggapan bahwa dalam pengambilan keputusan harus berdasarkan rasionalitas, kepentingan yang sama, manajemen puncak sebagai dominant coalition, dan kepentingan pribadi di bawah kepentingan bersama. Keputusan yang rasional, konsisten dengan tujuan organisasi dan diarahkan untuk memaksimalkannya.

Pengambilan keputusan yang rasional menganggap “bahwa pemikiran harus

(23)

Perbedaan persepsi antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat termasuk DPR dan DPD membuat masalah pemekaran terkesan makin tidak jelas dan sulit diatasi. Pemerintah daerah kini cenderung mendukung dan positif dalam pemekaran. Sementara itu pemerintah pusat tidak melihatkan kebijakan yang jelas dan tidak mengambil tindakan atau langkah yang tegas untuk mengendalikan pemekaran, sedangkan DPR dan DPD melihat pemekaran sebagai tuntutan dari bawah (masyarakat). Dengan demikian, peneliti tertarik

untuk meneliti terkait “Rasionalitas Pemerintah dalam Formulasi Kebijakan

Pemekaran Wilayah (Studi di Kecamatan Way Khilau Kabupaten Pesawaran)”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : bagaimana rasionalitas dalam merumuskan kebijakan pemekaran wilayah kecamatan Way Khilau Kabupaten Pesawaran ?

C. Tujuan Penelitian

(24)

D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah:

1. Secara akademis, hasil penelitian ini sebagai salah satu kajian Ilmu Administrasi Negara, khususnya yang berkaitan dengan pemerintah dalam merumuskan kebijakan pemekaran wilayah kecamatan yang berdasarkan pada kewenangan, pembiayaan dan personilnya.

(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Formulasi Kebijakan

Pada formulasi, sebuah rancangan kebijakan dibahas dengan melibatkan berbagai pihak baik yang mendukung maupun menentang kebijakan tersebut. Menurut Anderson (1978:66) formulasi merupakan kompetisi untuk mencapai kesepakatan (compote for acceptance) dan memiliki karakteristik melibatkan berbagi macam kepentingan untuk didiskusikan dan dikompromomikan. Berbagai perndapat yang muncul saling berargumentasi dan memperngaruhi satu dengan yang lain dengan tujuan mencapai kesepakatan. Ketika rancangan kebijakan selesai diformulasikan, berarti telah melewati ajang yang tidak mudah dan berliku. Menurut Nigro dalam Islamy (2000:26) terdapat 5 (lima) faktor yang mempengaruhi pembuatan keputusan atau kebijakan : a) adanya pengaruh dan tekanan-tekanan dari luar; b) adanya pengaruh kebiasaan lama (konservatisme); c) adanya pengaruh sifat-sifat pribadi; d) adanya pengaruh dari kelompok luar; dan e) adanya pengaruh keadaan masa lalu.

(26)

kesetaraan dan memiliki posisi dan peluang yang sama dalam pengambilan keputusan. Sedangkan dalam evaluasi rancangan kebijakan, aktor-aktor yang terlibatadalah eksekutif tapi berasal dari tingkat pemerintahan yang berbeda. Anderson mengungkapkan keterlibatan badan-badan administratif dalam pembuatan kebijakan sangat mungkin terjadi dalam konsep otonomi.

Badan ini dibentuk dengan tujuan untuk melakukan kontrol atas daerah berkaitan dengan kewenangan yang diberikan sebagai konsekuensi dari otonomi. Organisasi seringkali membuat peraturan dan pedoman pelaksanaan pengambilan keputusan bagi instansi dari pusat hingga daerah. Interpretasi atas peraturan bersifat kaku dan menjadi hak pemerintah pusat untuk menterjemahkannya. Kondisi ini seringkali menyulitkan karena terdapat keragaman antar daerah.Walaupun demikian daerah harus tetap menjalankan peraturan tersebut karenamenjadi rambu-rambu bagi daerah dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

(27)

Berkaitan dengan perumusan masalah kebijakan, EE Schattschneider dalam Dunn

(2003 : 210) menegaskan bahwa “masalah-masalah kebijakan adalah kebutuhan,

nilai-nilai atau kesempatan yang tidak terealisir tetapi yang dapat dicapai melalui

tindakan publik”.

Menurut Dunn (2003 : 210) berbagai hal yang berkaitan dengan penyusunan suatu kebijakan publik antara lain adalah :

1. Kewenangan 2. Pembiayaan 3. Personil

Pengambilan keputusan baik di tingkat formulasi maupun evaluasi rancangan kebijakan seyogyanya menggunakan pertimbangan-pertimbangan tersebut, termasuk kelima kriteria lainnya. Pertarungan argumen pada saat formulasi bisa sangat dinamis ketika kriteria yang terlibat sangat beragam. Namun pada tingkat evaluasi, criteria yang digunakan bisa jadi tidak seluruhnya. Bahkan, tim evaluator bisa menempatkan kriteria peraturan dalam pembuatan keputusan (decision rules) dengan bobot yanglebih tinggi. Mengingat tim evaluator memiliki konsekuensi untuk mematuhi rambu-rambu peraturan dalam pelaksanaan tugasnya.

B. Tinjauan Tentang Pengambilan Keputusan 1. Konsep Pengambilan Keputusan

(28)

awal akan mempengaruhi tahap pembuatan keputusan yang pada gilirannya, akan mempengaruhi implementasi berikutnya. Pembuatan keputusan, karena itu, bukanlah proses pasif. Keputusan adalah sebuah proses dan keputusan awal sering kali hanya merupakan sinyal penunjuk arah dorongan awal, yang nantinya akan mengalami revisi dan diberi spesifikasi, jika kita defenisikan pembuatan keputusan sebagai suatu proses penentuan pilihan, maka gagasan tentang keputusan akan menyangkut serangkaian poin dalam ruang dan waktu ketika pembuat kebijakan mengalokasikan nilai-nilai (values). Pembuatan keputusan dalam pengertian ini ada diseluruh siklus kebijakan, misalnya:

keputusan mengenai apa yang bias digolongkan sebagai “problem”, informasi

apa yang harus dipilih, pemilihan startegi untuk mempengaruhu kebijakan, pemilihan opsi-opsi kebijakan yang harus dipertimbangkan, pemilihan cara menyeleksi opsi, dan pemilihan cara-cara mengevaluasi kebijakan-kebijakan. Pada masing-masing poin tersebut terdapat proses pembuatan keputusan.

(29)

yang kompleks dan berlapis-lapis, dimana penyusunan ini dilakukan dibanyak titik yang berbeda-beda.Dalam rangka pengambilan keputusan dari sebuah kebijakan terdapat berbagai factor yang dapat mempengaruhi pembuatan keputusan (Parsons, 2006:249).

2. Pendekatan-Pendekatan dalam Pengambilan Keputusan

Terdapat beberapa pendekatan yang menjadi faktor yang mempengaruhi pembuatan keputusan, antara lain: (Parsons, 2006: 274-326)

1. Pendekatan Rasionalitas

Pendekatan rasional untuk pembuatan keputusan memiliki dua konteks atau sumber yaitu :

a. Ide rasionalitas ekonomi seperti yang dikembangkan dalam teori ekonomi

b. Ide rasionalitas birokratis seperti dirumuskann oleh teori sosiologis tentang organisasi dan masyarakat itu sendiri.

Sebuah pendekaatan ideal pengambilan keputusan kebijakan publik secara

rasional terdiri dari „seorang individu rasional‟ yang menempuh aktifitas

-aktifitas berikut ini secara berurutan:

1) Menentukan sebuah tujuan untuk memecahkan sebuah masalah

2) Seluruh alternatif strategi untuk mencapai tujuan itu dieksplorasi dan didaftar

3) Segala konsekuensi yang signifikan untuk setiap alternatif diperkirakan dan kemungkinan munculnya setiap konsekuensi diperhitungkan.

(30)

Pendekatan rasional adalah „rasional‟ dalam pengertian bahwa pendekatan tersebut memberikan preskripsi berbagai prosedur pengambilan keputusan yang akan menghasilkan pilihan cara yang paling efisien untuk mencapai tujuan kebijakan. Teori-teori rasionalis berakar dalam aliran-aliran pemikiran positifisme dan rasionalisme jaman pencerahan yang berusaha untuk mengembangkan pengetahuan yang ilmiah untuk meningkatkan kondisi hidup manusia. Ide-ide ini didasarkan pada keyakinan bahwa berbagai permasalahan sosial seharusnya diselesaikan

2. Pendekatan Kekuasaan

Pendekatan kekuasaan (power) memandang pembuatan keputusan sebagai sesuatu yang dibentuk dan ditentukan oleh struktur kekuasaan: kelas, orang kaya, tatanan birokratis, dan tatanan politik, kelompok penekan, dan kalangan professional atau ahli pengetahuan teknis. Enam macam pendekatan kekuasaan dalam pembuatan keputusan:

a) Elitisme: berfokus pada cara kekuasaan dikonsentrasikan.

(31)

berakar pada pendapat seorang ahli yaitu Karl Marx, yang berpendapat bahwa elitisme adalah sesuatu yang tak bisa dihinda; masyarakat tanpa kelas adalah mitos, dan demokrasi tal lebih adalah sekedar pura-pura. Demokrasi juga dapat dilihat sebagai sebentuk politik, dimana elit-elit politik bersaing untuk mendapatkan suara dari rakyat guna mengamankan legitimasi kekuasaan.

b)Pluralisme: berfokus pada cara kekuasaan didistribusikan.

Dalam mengkaji kebijakan publik, kaum pluralis cenderung mengasumsikan kebijakan public pada dasarnya adalah hasil dari persaingan bebas antara ide dan kepentingan. Kekuasaan dianggap didistribusikan secara luas dan system politik sangat teratur sehingga proses politik pada esensinya dikendalikan oleh tuntutan dan opini public. Di wilayah pluralis, partisipasi dalam permainan politik etrbuka untuk semua orang, akan tetapi pandangan demokrasi liberal ini ditentang karena banyak pihak yang beranggapan tidak selalu benar bahwa orang dengan kebutuhan yang banyak akan paling aktif berpartisipasi dalam pentas politik. Barang siapa yang menentukan permainan apa yang akan berlaku maka ia berhak menentukan siapa yang ikut dalam permainan politik itu sendiri.

c) Marxisme: berfokus pada konflik kelas dan kekuasaan ekonomi.

(32)

dijumpai dalam teori-teori yang lebih luas, yang bisa kita sebut teori mendalam. Teori mendalam ini menyatakan bahwa pelaksanaan kekuasaan dalam mendefenisikan problem dan menetapkan agenda adalah sesuatu yang terjadi di tingkat yang lebih dalam ketimbang yang kita lihat dipermukaan atau di level keputusan.

d)Korporatisme: berfokus pada kekuasaan kepentingan yang terorganisir. Korporatisme adalah istilah yang berasal dari abad pertengahan dan dalam gerakan fasis pada periode antar perang dunia. Istilah ini mengandung teori tentang masyarakat yang didasarkan pada pelibatan kelompok-kelompok dalam proses pembuatan kebijakan Negara sebagai mode untuk mengatasi konflik kepentingan. Akan tetapi sebagai kerangka analitis yang dikennal sebagai neo-korporatisme telah ternoda, lebih banyak ketimbang konsep lainnya. Istilah ini menjadi teori popular pada 1970-an dan 1980-an sebagai explanatory, dan mungkin yang lebih signifikan sebagai alat yang dipakai para politisi dan kelompok lainnya.

(33)

dikuasai oleh kelompok professional yang lebih tertarik pada pengambilan keuntungan dan kepentingan mereka sendiri ketimbang kepentingan public yang mereka layani.

f) Teknokrasi: berfokus pada kekuasaan pakar teknis.

Model pembuatan keputusan ini menganggap masyarakat sebagai entitas yang bergerak menuju aturan berdasarkan rasionalitas ilmiah. Model ini adalah ide-ide yang banyak diexplorasi dalam fiksi sains, dan merupakan tema esensial dari para filsup. Model ini menopang teori manajemen. Sebagai gerakan social, teknokrasi muncul di AS sebelum perang dunia pertama. Pada periode antara dua perang dunia, kampanye mendukung agar masyarakat diatur secara rasional.

3. Pendekatan Pilihan Publik

Para ahli teori kekuasaan birokrasi dalm proses pembuatan keputusan mengatakan bahwa salah satu karakteristik utama dari negara modern adalah cara dimana kekuasaan birokratis, atau teknokratik, semakin

bertambah dengan melayani kepentingan “dirinya sendiri” daripada

(34)

pengaruh mereka terhadap agenda politik, terutama di Inggris dan AS, tidak bisa diremehkan.Alasan dibalik pengaruh ini adalah fakta bahwa argument pilihan public tentang ketidakefisienan dan pembengkakan birokratis telah didukung oleh think thank partai-partai politik. Karya Gordon Tullock umumnya dianggap sebagai kontribusi paling awal untuk pendekatan pilihan publik.

4. Pendekatan Institusional

Pendekatan kebijakan sebagian besar berkembang dari kekecewaan terhadap pendekatan yang murni pada politik, yakni dari segi eksekutif, legislative, dan konstitusi.Kotak hitan David Easton memberikan prosfek analisis yang melihat pada politik dan kebijakan dengan cara yang mengabaikan institusi dan konstitusi dan lebih menitikberatkan pada proses kebijakan secara keseluruhan .Akan tetapi, belakangan muncul kesadaran akan arti penting penempatan kebijakan public dalam konteks institusi. Trdapat tiga kerangka analisis institusional: a) Institusionalisme sosiologis; b) Institusionalisme ekonomi; c) Institusionalisme politik

(35)

yang mudah difahami, bukan dengan model teoritis yang biasa dipakai dalam teori ekonomi. Institualisme sosiologis lebih memilih pendekatan historis untuk studi kasus, dan berbeda dengan institualisme ekonomi yang lebih focus pada institusi perusahaan. Di lain pihak, instutusi ekonomi berkembang dari teori-teori perusahaan yang aplikasinya utamanya dalan hal analisis ekonomi. Ada beberapa upaya untuk mengaplikasikan teori-teori tersebut untuk pembaruan institusi politik maupun kebijakan public. Pendekatan yang berasal dari arah lain, seperti teori hubungan antara masyarakat dan Negara, dan konsekuensinya defenisi institusi mereka berbeda.Jadi, meski mereka bersama-sama menitikberatkan pada soal institusi, namun mereka berbeda dalam hal lain, seperti apa makna dari konsep institusi itu sesungguhnya. Masing-masing memberikan pandangan yang berbeda tentang bagaimana institusi membentuk cara pengambilan keputusan, dan khususnya dalam institualisme ekonomi, tentang bagaimana institusi itu disusun agar bisa berfungsi secara efisien.

5. Pendekatan Informasional/Psikologis

(36)

seperti emosi manusia, personalitas, motivasi, perilaku kelompok dan hubungan interpersonal; b) pendekatan yang berhubungan dengan isu-isu seperti bagaimana manusia mengenali problem, bagaimana mereka menggunakan informasi, bagaimana mereka membuat pilihan atas berbagai opso, bagaimana mereka memahami realitas atau masalah, bagaimana informasi diproses, dan bagaimana informasi dikomunikasikan dalam organisasi.

3. Rasionalitas dalam Pengambilan Keputusan

Paradigma tradisional beranggapan bahwa pengambilan keputusan dipengaruhi oleh variabel kontingensi. Pandangan ini beranggapan bahwa dalam pengambilan keputusan harus berdasarkan rasionalitas, kepentingan yang sama, manajemen puncak sebagai dominant coalition, dan kepentingan pribadi di bawah kepentingan bersama. Keputusan yang rasional, konsisten dengan tujuan organisasi dan diarahkan untuk memaksimalkannya. Pengambilan keputusan yang rasional menganggap

“bahwa pemikiran harus mendahului tindakan; bahwa tindakan harus

mempunyai tujuan; bahwa tujuan harus didefinisikan dalam hubungannya dengan sejumlah tujuan yang sebelumnya sudah ada dan konsisten; dan bahwa pilihan harus didasarkan atas teori yang konsisten mengenai

hubungan antara tindakan dan konsekuensinya” (Robbin, 1990:121)

(37)

tujuan yang sama yakni melayani kepentingan organisasi. Selanjutnya kepentingan pribadi menjadi nomor dua setelah kepentingan bersama.

Terdapat dua argumentasi mendasar terhadap pengambilan keputusan yang rasional dalam organisasi. Pertama, para pengambil keputusan individual tidak mampu untuk seratus persen rasional. Hal ini didasarkan bahwa pengambil keputusan adalah manusia yang selalu memiliki kelemahan. Manusia tidak selalu memiliki tujuan yang diatur dengan konsisten, manusia tidak selalu mengejar tujuan secara sistematis, informasi yang dibuat kadang tidak lengkap, kemudian manusia jarang sekali melakukan suatu penelitian yang mendalam untuk mencari alternatif. Pengambilan keputusan oleh pengambil keputusan yang hakikatnya manusia tidak sepenuhnya rasional karena hanya mengakui sejumlah kriteria terbatas mengenai pengambilan keputusan, proses dipengaruhi oleh kepentingan pribadi, bukan merupakan tindakan yang inkremental. Kedua, organisasi tidak dapat rasional walau pengambil keputusan dapat rasional. Organisasi tidak dapat rasional karena pendekatan nilai bersaing (competing values), organisasi memiliki tujuan majemuk sehingga hampir rasionalitas tidak dapat diterapkan dan organisasi tidak memiliki tujuan tunggal atau hierarki dari tujuan yang majemuk yang dapat disetujuai oleh semua orang.

(38)

peluang kecil memiliki kesamaan. Kepentingan pengambil keputusan seakan merupakan keharusan yang mengalahkan kepentingan organisasi, artinya kepentingan pengambil keputusan akan selalu menjadi nomor satu dalam pengambilan keputusan.

Menurut pakar lain yaitu Simon menjelaskan organisasi dalam pengertian riil, bukan ideal. Intinya adalah isu rasionalitas. Simon ilmu sosial menderita

“skizefrenia akut” ketika menjelaskan dan mengimplementasikan konsep

rasionalitas.

Pada satu titik ekstrem kita punya ahli-ahli ekonomi yang menisbahkan rasionalitas yang berlebihan pada manusia ekonomi...pada ekstrem lainnya kita punya ahli-ahli yang berkecenderungan dalam psikologi sosial yang bisa dirunut kembali ke Freud yang mencoba mereduksi semua kognisi hanya pada affect saja.. Generasi ilmuwan behavioral masa lalu sibuk mengikuti Freud, berusaha menunjukkan bahwa orang-orang tidak serasional yang mereka pikirkan. (Simon,1957:xxiii dalam Parsons,2001:278)

(39)

“mengakomodasi baik itu akal maupun perasaan” (Simon,1957:200).

Konsep ini akhirnya disebut sebagai bounded rationality yang berarti manusia tidak dapat rasional seperti pengertian para ekonom akan tetapi manusia memiliki niat baik dalam melakukannya atau dengan kata lain dalam koridor rasional yang terbatas.

Gambar 1 Model Rasionalitas terkekang Simon

Menurut Simon mustahil rasionalitas dapat tercapai karena dalam alternatif pilihan keputusan terdapat beragam pilihan yang harus dievaluasi. Menurutnya rasionalitas manusia terbatas karena:

harus “mengakomodasi akal dan

perasaan”. Konteks: William James,

(40)

a. Sifat pengetahuan yang tidak lengkap,

b. Konsekuensi yang tidak bisa diketahui, sehingga si pembuat keputusan mengandalkan pada kapasitas untuk melakukan penilaian,

c. Keterbatasan perhatian: problem harus ditangani dalam waktu serial, satu per satu, karena pembuat keputusan tidak bisa memikirkan terlalu banyak isu pada saat yang sama, perhatian berpindah dari satu nilai ke nilai lain,

d. Manusia belajar menyesuaikan perilaku mereka agar sejalan dengan tujuan yang diniatkan, kekuatan observasi dan komunikasi membatasi proses pembelajaran ini,

e. Batas daya tampung (memori) pikiran manusia: pikiran hanya bisa memikirkan beberapa hal dalam waktu yang bersamaan,

f. Manusia adalah makhluk dengan kebiasaan dan rutinitas, g. Rentang perhatian manusia terbatas,

h. Lingkungan psikologis manusia terbatas,

i. Perilaku dan perhatian awal akan cenderung bertahan dalam arah tertentu selama beberapa periode waktu,

j. Pembuatan keputusan juga dibatasi oleh lingkungan organisasional yang menjadi kerangka bagi proses pemilihan (Simon,1957:81-109).

(41)

C. Tinjauan Tentang Local Government dan Pemekaran Wilayah

Kecamatan

1. Konsep Local Government

Bhenyamin Hoessein (2001:3) menjelaskan bahwa local government dapat mengandung tiga arti. Pertama, berarti pemerintah lokal. Kedua, berarti pemerintah lokal yang dilakukan oleh pemerintah lokal. Ketiga, berarti, daerah otonom.

Local government dalam arti pertama menunjuk pada lembaga/organnya. Maksudnya local government adalah organ/badan/organisasi pemerintah di tingkat daerah atau wadah yang menyelenggarakan kegiatan pemerintahan di daerah. Dalam arti ini istilah local government sering dipertukarkan dengan istilah local authority (UN:1961). Baik local government maupun local authority, keduanya menunjuk pada counsil dan major (dewan dan kepala daerah) yang rekrutmen pejabatnya atas dasar pemilihan. Dalam konteks Indonesia local government merujuk kepada kepala daerah dan DPRD masing-masing pengisiannya dilakukan dengan cara dipilih, bukan ditunjuk.

(42)

kata lain, pemerintahan daerah adalah kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah daerah.

Local government dalam pengertian organ maupun fungsi tidak sama dengan pemerintah pusat yang mencakup fungsi legislatif, eksekusif, dan judikatif. Pada local government hampir tidak terdapat cabang dan fungsi judikatif (Antoft dan Novack:1998). Hal ini terkait dengan materi pelimpahan yang diterima oleh pemerintah lokal. Materi pelimpahan wewenang kepada pemerintah lokal hanyalah kewenangan pemerintahan. Kewenangan legistlatif dan judikasi tidak diserahkan kepada pemerintah lokal. Kewenangan legislasi tetap dipegang oleh badan legistlatif (MPR, DPR, dan BPD) di pusat sedangkan kewenangan judikasi tetap dipegang oleh badan peradilan (Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi, Peradilan Negri, dan lain-lain). Kalau toh di daerah terdapat badan peradilan seperti Pengadilan Tinggi di provinsi dan Pengadilan Negeri di Kabupaten/kota masing-masing bukan merupakan bagian dari pemerintah lokal. Badan-badan peradilan tersebut adalah badan yang independen dan otonom di bawah badan peradilan pusat.

(43)

lokal (Bhenyamin Hoessein, 2001:10). Local government dalam pengertian ketiga yaitu sebagai daerah otonom dapat disimak dalam definisi yang diberikan oleh The United Nations of Public Administration: yaitu subdivisi politik nasional yang diatur oleh hukum dan secara substansial mempunyai kontrol atas urusan-urusan lokal, termasuk kekuasaan untuk memungut pajak atau memecat pegawai untuk tujuan tertentu. Badan pemerintah ini secara keseluruhan dipilih atau ditunjuk secara lokal (UN:1961)

Dalam pengertian ini local government memiliki otonomi (lokal) dalam arti self government. Yaitu mempunyai kewenangan untuk mengatur (rules making = regelling) dan mengurus (rules application = bestuur) kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri. Dalam istilah administrasi publik masing-masing wewenang tersebut lazim disebut wewenang membentuk kebijakan (policy making) dan wewenang melaksanakan kebijakan (policy executing) (Bhenyamin Hoessein, 2002). Mengatur merupakan perbuatan menciptakan norma hukum yang berlaku umum. Dalam konteks otonomi daerah, norma hukum tertuang dalam Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah yang bersifat pengaturan. Sedangkan mengurus merupakan perbuatan menerapkan norma hukum yang berlaku umum pada situasi konkrit dan individual (beschikking) atau perbuatan material berupa pelayanan dan pembangunan obyek tertentu (Bhenyamin Hoessein, 2002).

(44)

dipilih secara bebas dengan tetap mengakui supremasi pemerintahan nasional. Pemerintahan ini diberi kekuasaan, diskresi (kebebasan mengambil kebijakan), dan tanggung jawab tanpa dikontrol oleh kekuasaan yang lebih tinggi. De Guzrnan dan Taples (dalam Tjahja Supriatna;1993), menyebutkan unsur-unsur pemerintahan daerah yaitu:

1. Pemerintahan daerah adalah subdivisi politik dan kedaulatan bangsa dan Negara;

2. Pemerintahan daerah diatur oleh hokum;

3. Pemerintahan daerah mempunyai badan pemerintahan yang dipilih oleh penduduk setempat;

4. Pemerintahan daerah menyelenggarakan kegiatan berdasarkan peraturan perundangan;

5. Pemerintahan daerah memberikan pelayanan dalam wilayah jurisdiksinya.

(45)

sub-ordinat dan dependent terhadap pemerintah pusat (Bhenyamin Hoessein, 2001).

2. Konsep Pemekaran Wilayah Kecamatan

Definisi wilayah dapat diartikan dengan berbagai konsep sudut pandang, misalnya menurut Glasson dalam Robinson (2005: 111) ada dua cara pandang tentang wilayah yaitu subjektif fan objektif, dimana :

a. Cara pandang subjektif, wilayah adalah alat untuk mengidentifikasi suatu lokasi yang didasarkan atas kriteria tertentu atau tujuan tertentu,

b. Pandangan objektif menyatakan wilayah itu benar-benar ada dan dapat dibedakan dari cirri-ciri/gejala alam di setiap wilayah. Wilayah dapat dibedakan bewrdasarkan musim/temperatur yang dimilikinya atau berdasarkan konfigurasi lahan, jenis tumbuh-tumbuhan, kepadatan penduduk atau gabungan dari cirri-ciri tersebut.

Pengertian lain mengenai wilayah dikemukakan oleh Kant dalam Robinson (2005: 111) yaitu sesuatu ruang di permukaan bumi mempunyai lokasi yang tetap dan tepat, jarak terdekat antara dua titik adalah garis lurus.

(46)

karakter lahan maupun huniannya. Pada era otonomi daerah sekarang ini, pemekaran wilayah tidak hanya terjadi di provinsi dan kabupaten/kota. Pemekaran wilayah juga terjadi di wilayah kecamatan.

Pembentukan Kecamatan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2007. Bab II (Pasal 2) terdiri dari :

1. Kecamatan dibentuk di wilayah kabupaten/kota dengan Peraturan Daerah berpedoman pada Peraturan Pemerintah ini.

2. Pembentukan Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pemekaran 1 (satu) kecamatan menjadi 2(dua) kecamatan atau lebih, dan atau penyatuan wilayah desa dan/atau kelurahan dari beberapa kecamatan.

Pembentukan Kecamatan harus memenuhi syarat administratif, teknis dan fisik kewilayahan.

1) Syarat administratif pembentukan kecamatan meliputi :

a. Batas usia penyelenggaraan pemerintahan minimal 5 (lima) tahun; b. Batas usia penyelenggaraan pemerintahan desa dan atau kelurahan

yang akan dibentuk menjadi kecamatan minimal 5 (lima) tahun; c. Keputusan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) atau nama lain

untuk Desa dan Forum Komonikasi Kelurahan atau nama lain untuk kelurahan di seluruh wilayah kecamatan baik yang menjadi calon cakupan wilayah kecamatan baru maupun kecam,atan induk tentang persetujuan pembentukan kecamatan;

d. Keputusan Kepala Desa atau nama lain untuk desa dan Keputusan Lurah atau nama lain untuk kelurahan di seluruh wilayah kecamatan baik yang akan menjadi cakupan wilayah kecamatan baru maupun kecamatan induk tentang persetujuan pembentukan kecamatan;

e. Rekomendasi Gubernur.

2) Syarat fisik pembentukan mecamatan meliputi :

(47)

b. Lokasi calon ibu kota , memperhatikan aspek tata ruang, ketersediaan fasilitas, aksebilitas, kondisi dan letak geografis, kependudukan, sosial ekonomi, sosial politik, dan sosial budaya. c. Sarana dan prasarana pemerintahan, meliputi bangunan dan lahan

untuk kantor camat yang dapat digunakan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat..

3) Persyaratan teknis pembentukan kecamatan ( Faktor) meliputi : a. Jumlah Penduduk;

b. luas wilayah;

c. rentang kendali penyelenggaraan pelayanan pemerintahan; d. aktifitas perekonomian;

e. ketersediaan sarana dan prasarana.

Dalam konteks otonomi daerah di Indonesia, kecamatan merupakan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) kabupaten atau kota yang merupakan wilayah kerja tertentu yang dipimpin oleh camat. Menurut Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 tahun 2000 tentang Pedoman Pembentukan Kecamatan, untuk wilayah Sumatera dan Sulawesi penduduk minimal untuk pembentukan kecamatan adalah 7.500 jiwa. Luas wilayah untuk pembentukan kecamatan bagi wilayah Sumatera minimal 10 Km2. Dan jumlah desa/keluarahan untuk pembentukan kecamatan adalah 4 Desa/Kelurahan bagi wilayah Sumatera. Hal yang perlu diperhatikan untuk pemekaran kecamatan adalah:

(48)

2. Perlunya dipersiapkan dengan baik perangkat yang dibutuhkan dalam pembentukan kecamatan baru seperti sumberdaya manusia (SDM) pegawai serta sarana dan prasarana kantor.

3. Perlunya pemerintah kabupaten melakukan koordinasi dengan institusi vertikal seperti kepolisian dan Departemen Agama untuk mempersiapkan kebutuhan pembangunan kantor kepolisian (Polsek) dan KUA di kecamatan-kecamatan baru.

4. Proses pemekaran kecamatan perlu dilakukan secara bertahap disesuaikan kemampuan daerah, sehingga tidak mengganggu proses pelayanan publik dan penyelenggaraan pembangunan.

5. Perlu pengkajian yang mendalam dan seksama dalam pembagian wilayah kecamatan lama dan baru sehingga hasil pemekaran kecamatan betul-betul mendekatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat dan bukan sebaliknya.

(49)

Kecamatan adalah pemberian status pada wilayah tertentu sebagai Kecamatan di Wilayah Kabupaten Pesawaran.

D. Kerangka Pemikiran

Tujuan pemekaran wilayah yang disebutkan dalam bab II Pasal 2 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Persyaratan Pembentukan, Pemekaran, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah, adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui; (a) peningkatan pelayanan kepada masyarakat, (b) percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi, (c) percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah, (d) percepatan pengelolaan potensi daerah, (e) peningkatan keamanan dan ketertiban, (f) peningkatan hubungan yang serasi antar pusat dan daerah. Dengan demikian, untuk mewujudkan 6 (enam) aspek dari tujuan pemekaran wilayah dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan negara, diselenggarakan oleh pemerintah daerah melalui pembangunan daerah, dan dibutuhkan keuangan daerah yang cukup untuk mendanai (membiayai) kegiatan pembangunan daerah.

(50)

kewilayahan, sehingga pelaksanaan pembangunan daerah dalam waktu yang relatif singkat (tahun 2005-2009) belum dapat menjalankan dengan baik hasil-hasil sebagai output dari proses pembangunan daerah yang belum nampak sesuai dengan tujuan pemekaran wilayah dan manfaat pemekaran wilayah yang diaspirasikan masyarakat. Hal ini kemudian memunculkan apresiasi dari publik bahwa kinerja pembangunan daerah belum sesuai dengan tujuan pemekaran wilayah, dan persepsi masyarakat terhadap pemekaran wilayah ternyata belum memberikan manfaat bagi masyarakat, bahkan manfaat pemekaran wilayah tidak terdistribusi secara merata. Opini yang menjadi wacana publik ini mesti dievaluasi dan dikaji agar tidak menimbulkan polemik yang multi tafsir, dan dapat dirumuskan strategi kebijakan pembangunan daerah Pesawaran yang sesuai dengan aspirasi masyarakat dan tujuan pemekaran wilayah.

Alur Kerangka Pikir adalah sebagai berikut:

Sumber : diolah oleh peneliti, 2014

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Peraturan Daerah Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Pembentukan Kecamatan Marga Punduh dan Way Khilau di

Kabupaten Pesawaran

(51)

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Berdasarkan tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengidentifikasi, mengeksplorasi dan proses kebijakan pembentukan wilayah Kecamatan Way Khilau Kabupaten Pesawaran. Penelitian ini menggunakan Metode Analisis Deskriptif dengan pendekatan Kualitatif. Dalam metode analisis deskriptif ini tidak digunakan hipotesis, tetapi dituntut kretifitas dan kepekaan peneliti dalam menangkap fenomena dan menganalisis hubungan sebab akibat yang terjadi. Sedangkan pendekatan kualitatif artinya data-data yang digunakan sebagai bahan untuk menganalisis permasalahan dalam penelitian ini adalah data-data yang bersifat kualitatif. Apabila diperlukan data kuantitatif, hanyalah sebagai pelengkap atau pendukung untuk menguatkan data-data kualitatif yang ada.

(52)

B. Fokus Penelitian

Fokus penelitian bersifat penting dalam suatu penelitian yang bersifat kualitatif, karena hal ini untuk memandu dan mengarahkan penelitian. Creswell dalam Tresiana (2013:39) menyatakan bahwa desain sebuah penelitian kualitatif akan selalu dimulai dengan pemilihan topik atau fokus penelitian, dan kemudian baru pemilihan paradigma yang tepat. Fokus merupakan konsep utama yang dibahas dalam suatu penelitian ilmiah. Fokus penelitian itu dapat saja muncul dari tinjauan literatur, dianjurkan oleh rekan, penelitu atau dikembangkan melalui pengalaman nyata.

Adapun yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah: Rasionalitas dalam perumusan kebijakan pemekaran wilayah yang dilihat dari proses perumusan kebijakan Menurut Dunn (2003 : 210) berbagai hal yang berkaitan dengan penyusunan suatu kebijakan publik antara lain adalah : kewenangan, pembiayaan, Personil sehingga didapatkan pendekatan apa yang digunakan dalam formulasi kebijakan pemekaran Kecamatan Way Khilau di Kabupaten Pesawaran.

C. Lokasi Penelitian

(53)

D. Informan Penelitian

Penentuan informan kunci (key informan) atau sampel bukan didasarkan atas keterwakilan sampel (representative sample), tetapi ditentukan oleh kompetensi. Tidak semua informan dapat dimintai keterangan atau menjelaskan permasalahan yang sama, tetapi dalam menentukan informan yang akan diwawancarai untuk menjelaskan suatu permasalahan digunakan teknik Purposive Sampling yaitu teknik penentuan informan yang didasarkan pada kemampuan/keahlian pada bidang atau permasalahan yang diteliti (Sugiyono, 2009:62). Untuk membatasi luas ruang lingkup penelitian, peneliti melakukan penyampelan dengan metode Purposive Sampling, yaitu dengan menunjuk lokus penelitian yang sekaligus dijadikan objek penelitian yaitu pada Kabupaten Pesawaran dilakukan pada Kecamatan Way Khilau. Adapun pihak-pihak yang akan menjadi informan dalam penelitian ini adalah:

No Nama Jabatan

1 Bapak Hendarma Asisten l Bidang Pemerintahan

2 Bapak Toto Sumedi Kepala Bagian Tata Pemerintahan

3 Anggota DPRD Komisi A Kabupaten Pesawaran,

Komisi A Kabupaten Pesawaran

4 Bapak Hendarma Asisten l Bidang Pemerintahan

5 Bapak Ir. Yosa Rizal, M.T. Kabid Anggaran Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Pesawaran 6 Bapak Muntasir, SP, MM, Camat Way Khilau

7 Mita Masyarakat

8 Wahyu Tokoh pemuda kecamatan Way Khilau

9 Usman Tokoh pemuda Kecamatan Way Khilau

(54)

E. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data menurut Tresiana (2013:87) merupakan suatu hal yang penting dalam penelitian, karena metode ini merupakan strategi untuk mendapatkan data yang diperlukan. Adapun prosedur pengumpulan data yang utama dipakai adalah observasi, khususnya obeservasi parsipatif yang melibatkan informan dan wawancara, yang keduanya bahkan boleh dibilang merupakan suatu kemutlakan. Akan tetapi, bukan berarti studi kepustakaan (dokumen dan audio visual) disingkirkan melainkan tetap juga digunakan sebagai teknik pelengkap untuk mendapatkan informasi kualitatif sekunder bukan saja berupa uraian naratif tetapi juga bisa berbentuk kuantitatif (jumlah).

Teknik pengumpulan data yang dipergunakan penulis dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan yaitu data yang merupakan kenyataan-kenyataan yang berlaku dan diperoleh dalam praktik di lapangan. Data-data tersebut diperoleh melalui:

1. Wawancara

Teknik wawancara mendalam (in depth interview) ini digunakan untuk menjaring data-data primer yang berkaitan dengan fokus penelitian. Wawancara yang teraplikasi dalam penelitian ini dilakukan secara terstruktur dengan menggunakan panduan wawancara (interview guide). Instrumen yang digunakan untuk melakukan wawancara ini meliputi tape recorder dan catatan-catatan kecil dari peneliti. Dalam penelitan ini yang di wawancara adalah aktor-aktor dan tokoh-tokoh yang terlibat dalam proses pembentukan Kecamatan Way Khilau di Kabupaten Pesawaran

(55)

Tabel . Data Pelaksanaan Wawancara

No Nama Jabatan Waktu

1 Bapak Hendarma Asisten l Bidang Pemerintahan 10 Apri 2014

2 Bapak Toto

Komisi A Kabupaten Pesawaran 10 April 2014

4 Bapak Hendarma Asisten l Bidang Pemerintahan 10 April 2014

5 Bapak Ir. Yosa

Camat Way Khilau 10 April 2014

7 Mita Masyarakat 11 April 2014

10 Romi Tokoh masyarakat Kecamatan Way Khilau

11 April 2014

2. Observasi

Teknik ini digunakan untuk merekam data-data primer berupa peristiwa atau situasi sosial tertentu pada lokasi penelitian yang berhubungan dengan fokus penelitian. Adapun observasi yang peneliti lakukanya itu mengamati secara langsung kegiatan atau perilaku aktor-aktor yang terlibat dalam proses pembentukan Kecamatan Way Khilau di Kabupaten Pesawaran.

3. Dokumentasi

(56)

yang berhubungan dengan masalah yang diteliti yaitu seperti undang-undang, peraturanpemerintah, kajian-kajian dari pemerintah sehubungan dengan pengusulan pembentukan wilayah kecamatan Way Khilau serta surat kabar dan laporan penelitian. Data dokumentasi mengatasi kendala ruang dan waktu suatu penelitian, umumnya berbentuk verbal, yakni data dalam bentuk tulisan, catatan ataupun uraian tentang suatu hal.

F. Teknik Analisis Data

Analisis data menurut Miles dan Huberman (1992) dalam Tresiana (2013:115) adalah kegiatan memilah-milah atau mengklasifikasikan dan menyajikan data lapang. Analisis data merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan interpretasi. Interpretasi adalah menafsirkan data lapang yang sudah disajikan dengan mengkomparasikannya terhadap konsep,model, pikiran dan hasil penelitian orang lain untuk membuat abstraksi makan berupa kesimpulan atas tacit knowladge atau tacit meaning tentang data lapang yang disajikan. Dengan demikian kegiatan analisis dan interpretasi merupakan kegiatan yang menjadi satu kesatuan dan memiliki keterhubungan. Sehingga analisis data pada penelitian kualitatif meliputi tahap-tahap sebagai berikut:

1. Reduksi Data

(57)

polanya. Reduksi data berlangsung secara terus menerus selama proses penelitian berlangsung. Laporan atau data di lapangan dituangkan dalam uraian lengkap dan terperinci. Dalam reduksi data peneliti dapat menyederhanakan data dalam bentuk ringkasan.

Dalam penelitian ini, reduksi data yang dilakukan peneliti yaitu memilah-milah data hasil wawancara, dan dokumentasi mana yang penting untuk digunakan dan mana yang tidak perlu digunakan sesuai dengan fokus penelitian sebelumnya yaitu rasionalitas yang digunakan dalam proses perumusan pemekaran kecamatan di Kabupaten Pesawaran. Oleh karena itu, peneliti melakukan reduksi data dari informasi yang telah didapat kemudian dirangkum dan difokuskan pada hal-hal yang penting untuk menjawab permasalahan dalam penelitian.

2. Penyajian Data

Penyajian dilakukan untuk memudahkan bagi peneliti untuk melihat gambaran secara keseluruhan atau bagian tertentu dari penelitian. Penyajian data dibatasi sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dalam penelitian ini, penyajian data diwujudkan dalam bentuk uraian dan foto atau gambar sejenisnya. Akan tetapi, paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian ini adalah teks naratif.

3. Penarikan kesimpulan

(58)

penelitian dan selama proses pengumpulan data. Peneliti berusaha untuk menganalisa dan mencari pola, tema, hubungan persamaan, hal-hal yang sering timbul, hipotesis dan sebagainya yang dituangkan dalam kesimpulan yang tentatif. Data yang telah terkumpul akan diklasifikasikan dan diketahui gejalanya kemudian dihubungkan dengan teori yang ada dan dianalisa secara kualitatif, sehingga diperoleh gambaran yang jelas tentang rasionalitas yang digunakan dalam merumuskan kebijakan pemekaran wilayah kecamatan Way Khillau di Kabupaten Pesawaran.

G. Teknik Keabsahan Data

Keabsahan data merupakan standar validitas dari data yang diperoleh. Dalam

penelitian ini, peneliti memilih uji kredibilitasnya dengan metode “Triangulasi”.

Menurut Tresiana (2013:85), untuk mengatasi (menghindari) terjadinya key informant bias, maka perlu diterpakan prinsip „triangulasi‟. Dengan demikian terdapat

triangulasi menyangkut empat hal pokok yaitu:

1. Triangulasi Data, yaitu memanfaatkan berbagai sumber data

2. Triangulasi peneliti, yaitu melibatkan berbagai peneliti yang berbeda latar belakang keilmuannya

3. Triangulasi teori, yaitu menggunakan prespektif yang berbeda untuk menginterpretasikan serangkaian data yang terkumpul

(59)

Setelah dilakukan triangulasi, maka peneliti juga akan melakukan uji kredibiltas

penelitian ini menggunakan pengujian yang bersifat “Membercheck”. Membercheck

(60)

IV. GAMBARAN UMUM

A.Gambaran Umum Kabupaten Pesawaran

1. Sejarah Singkat Kabupaten Pesawaran

Kabupaten Pesawaran merupakan sebuah kabupaten Daerah Otonomi Baru yang merupakan daerah pemekaran kabupaten Lampung Selatan. Kabupaten tersebut dapat lahir setelah melalui perjuangan pembentukan kabupaten dalam kurun waktu yang sangat panjang. Pada tahun 1968, dimulai dengan usulan pemekaran Kabupaten Lampung Selatan menjadi 3 (tiga) kabupaten yaitu :

1. Kabupaten Tanggamus dengan ibukota di Kota Agung, yang telah eksis pada tahun 1997,

2. Kabupaten Rajabasa dengan ibukota di Kalianda, dan 3. Kabupaten Pesawaran dengan ibukota di Gedong Tataan.

(61)

Kabupaten Pesawaran melalui proses yuridis formal dengan Panitia Pelaksanaan Persiapan Kabupaten Pesawaran (P3KP) yang tertuang dalam SK. Nomor : 021/P3KP/PPK/IV/2001, hingga akhirnya terbentuklah Kabupaten Pesawaran melalui Undang-Undang No. 33 Tahun 2007, dengan hari jadi dengan ditandai peresmian oleh Menteri Dalam Negeri Pada Tanggal 2 November 2007. Kabupaten Pesawaran terdiri dari 7 (tujuh kecamatan), yakni Kecamatan Padang Cermin, Kecamatan Punduh Pidada, Kecamatan Kedondong, Kecamatan Way Lima, Kecamatan Gedong Tataan, Kecamatan Negeri Katon dan Kecamatan Tegineneng, dan pada tahun 2012 dimekarkan kembali dengan penambahan kecamatan Marga Punduh pemekaran kecamatan Punduh Pidada dan Way Khilau pemekaran Kecamatan Kedondong.

2. Kondisi Geografis

Secara geofrafis Kabupaten Peswaran terletak pada koordinat 104,92o - 105,34o‟ Bujur Timur, dan 5,12o - 5,84o Lintang Selatan. Secara administratif luas wilayah Kabupaten Pesawaran adalah 1.173,77 KM2 dengan batas-batas wilayah adalah sebagai berikut :

- Sebelah Utara : berbatasan dengan Kabupaten Lampung Tengah - Sebelah Selatan : berbatasan dengan Teluk Lampung Kabupaten

Tanggamus

- Sebelah Barat : berbatasan dengan Kabupaten Tanggamus

(62)

Secara administratif Kabupaten Pesawaran terbagi dalam sembilan kecamatan, adalah Kecamatan Padang Cermin, Punduh Pidada, Kedondong, Way Lima, Gedong Tataan, Negeri Katon dan Kecamatan Tegineneng, Marga Punduh dan Way Khilau.

Adapun batas-batas wilayah Kecamatan Way Khilau adalah sebagai berikut: - Sebelah Utara : berbatasan dengan Kabupaten Pringsewu

- Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kecamatan Padang Cermin - Sebelah Barat : berbatasan dengan Kabupaten Pringsewu dan

Kabupaten Tanggamus

- Sebelah Timur : berbatasan dengan Kecamatan Kedondong

3. Kondisi Administratif

Secara administratif Kabupaten Pesawaran terbagi dalam tujuh kecamatan, adalah Kecamatan Padang Cermin, Punduh Pidada, Kedondong, Way Lima, Gedong Tataan, Negeri Katon dan Kecamatan Tegineneng Kecamatan Padang Cermin mempunyai luas wilayah terbesar, yakni seluas 31.763 (BPS Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung 2013).

(63)

Tabel 1. Nama, Luas Wilayah per-Kecamatan dan Jumlah Kelurahan

Sumber : BPS Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung 2013

Keterangan : luas terbangun di Kabupaten pesawaran hingga kini belum terdata, hal ini disebabkan karena Kabupaten Pesawaran adalah Kabupaten Otonomi Baru dan sebagian besar merupakan daerah perdesaan. Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa kecamatan terluas yakni Kecamatan Tegineneng dengan luas 56.279 Ha.

4. Demografi

Salah satu masalah penting yang perlu diperhatikan dalam proses pembangunan di daerah adalah adalah problematika demografis yang menyangkut 3 (tiga) hal pokok yakni :

1) Jumlah Penduduk

2) Komposisi Penduduk di suatu daerah, dan

(64)

1. Jumlah dan Perkembangan Penduduk

(65)

Tabel 2 : Jumlah penduduk dan kepadatannya sebelum pemekaran

Sumber : Data Olah Pesawaran 2012

Keterangan : Kecamatan Marga punduh dan Way Khilau masih tergabung dengan Kecamatan induk yakni Punduh Pidada dan Kedondong

Tabel 3 : Jumlah Penduduk dan kepadatannya setelah pemekaran

No Nama

Sumber : Data Olah Pesawaran 2012

(66)

tergabung dengan Kecamatan induk yakni Punduh Pidada dan Kedondong

Tabel 4: Jumlah Penduduk dan kepadatannya saat ini

No Nama

Kecamatan

Jumlah Penduduk Jumlah KK Kepadatan

Penduduk Sumber : BPS Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung 2012

2. Struktur Penduduk

a. Struktur Penduduk Menurut Jenis Kelamin

(67)

sedangkan Kecamatan Gedong tataan mencapai 43.701 jiwa. Sedangkan kecamatan yang memiliki jumlah penduduk berkelamin perempuan terbanyak mencapai 42.358 jiwa pada Kecamatan Gedong tataan (Sumber : BPS Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung 2012).

b. Struktur Penduduk Menurut Umur

(68)

Adapun data jumlah penduduk dan luas wilayah khusus pada kecamatan Way Khilau dapat dilihat dari tabel berikut :

Tabel 5 : Data Jumlah penduduk dan Luas Wilayah Kecamatan

Sumber : Profil Kecamatan Way Khilau Kabupaten Pesawaran 2013

B. Gambaran Umum Pemerintahan dan Perangkat Kecamatan Way Khilau

Pemerintahan Kecamatan Way Khilau Kabupaten Pesawaran yang telah di resmikan pada tanggal 14 Desember 2012 dalam pelaksanaan didukung perangkat Kecamatan yang berjumlah 7 orang dengan susunan seperti pada tabel berikut ini :

Tabel 6. Susunan Organisasi Kecamatan Way Khilau

No Nama Jabatan

1 H. Muntasir, S.P.MM Camat

2 Ali Khaidir, S.E Sekertaris

3 Darwin, S.E Kasi Pemerintahan

4 Restu, S.E Kasi Trantib

5 Marzuki Kasi Pembangunan

6 M. Rohimin Edwin, S.Sos Kasi Penerimaan

7 Ali Mudin, S.Pd Kasi Kesos

(69)

Pemerintah Kecamatan Way Khilau terdiri dari : a. Camat

Camat diangkat oleh Bupati/Walikota atas usul Bupati dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi syarat.

b. Perangkat Desa

1. Sekertaris Kecamatan

Kedudukan dari Sekertaris Kecamatan adalah sebagai staf pembantu Camat dan pemimpin Sekertaris Kecamatan itu sendiri. Tugasnya yaitu menjalankan administrasi Pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan desa serta memberikan perlayanan administrasi kepada camat.

2. Kepala Seksi

Kedudukan Kepala Seksi atau Kasi yaitu sebagai unsur pembantu Sekertaris Kecamatan dalam bidang tugasnya. Tugas utamanya yaitu menjalankan kegiatan-kegiatan Sekertaris Camat dalam bidang tugasnya masing-masing. Kepala Seksi di Kecamatan Way Khilau ada 5 yaitu : Kepala Seksi Pemerintahan, Kepala Seksi Keamanan dan Ketertiban, Kepala Seksi Pembangunan, Kepala Seksi Penerimaan dan Kepala Seksi Keamanan dan Sosial.

(70)

Gambar 2. Bagan Strukutur Organisasi Kecamatan Way Khilau

STRUKTUR ORGANISASI PEMERINTAH DESA DAN PERANGKAT KECAMATAN WAY KHILAU KABUPATEN

PESAWARAN TAHUN 2012

.

Sumber : Profil Kecamatan Way Khilau 2012

KEPALA KECAMATAN

Darwin, S.E Marzuki Restu, S.E M. Rohimin

(71)

VI. SIMPULAN DAN SARAN

A.Simpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan dalam penelitian, maka rasionalitas yang digunakan pemerintah dalam merumuskan kebijakan pemekaran wilayah kecamatan Way Khilau Kabupaten Pesawaran adalah rasionalitas terbatas komperhensif, dilihat dari :

1. Terkait dengan kewenangan, Pemerintah Daerah sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah tersebut berdampak lebih luas dari yang diperkirakan. Peraturan ini membawa implikasi pada dinamisasi pemberdayaann politik di masyarakat dan kelembagaan negara, serta adanya kepentingan dalam akses perluasan kekuasaan membuat tujuan pemekaran wilayah kecamatan untuk menciptakan demokrasi di tingkat lokal, meningkatkan kualitas pelayanan publik dan meningkatkan kesejahteraan menjadi terabaikan.

(72)

3. Terkait personil, Pemerintah Kabupaten Pesawaran lebih berfokus untuk memperluas ukuran struktur organisasi maupun jumlah personil sebagai salah satu strategi meraih dana dan sekaligus memperluas kekuasaan elite di daerah. Dapat dilihat dari sruktur organisasi pada kecamatan Way Khilau diisi oleh personil yang masih memiliki hubungan baik dengan Kepala Daerah setempat atau dalam arti para personil adalah para pendukung Kepala Daerah tersebut.

B.Saran

Berdasarkan hasil kesimpulan, maka dapat dikemukan saran sebagai berikut:

1. Pemerintah Kabupaten Pesawaran sebaiknya harus dapat mampu mengidentifikasi apakah kebijakan yang akan dibuat telah berdasarkan rasinalitas sehingga dapa memenuhi apa yang menjadi kebutuhan publik.

2. Perlu adanya partisipasi publik melalui temu publik ataupun uji publik serta dilakukannya sosialisasi secara menyeluruh kepada masyarakat mengenai pemekaran kecamatan.

3. Formulasi kebijakan pemekaran kecamatan harus berdasarkan rasionalitas

(73)

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Abdul Wahab, Solichin. 2004. Analisis Kebijaksanaan dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara.

. 2008. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Malang: UMM Press.

Anderson, E. James. 1978. Public Policy Making. Cambiridge : Harvard University Press.

Bhenyamin, Hoessein. 2001 “Pergeseran Paradigma Otonomi Daerah dalam

rangka Reformasi Administrasi Publik Indonesia”. Makalah dalam Seminar reformasi Hubungan Pusat-Daerah Menuju Indonesia Baru : Beberapa Masukan Kritis untuk Pembahasan RUU Otonomi Daerah dan Proses Transisi Implementasinya yang diselenggarakan ASPRODIA-UI

Dunn, William N. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta : Gajahmada University Press.

Gibson, L, James. 2001. Organisasi Jilid 1, Binarupa Aksara

Islamy, Irfan. 2000. Prinsip-prinsip Perumusan Kebijakan Negara. Jakarta: Bumi Aksara.

(74)

Simon, Herbert, „A Behavioral Model of Rational Choice‟, Quarterly Journal of Economics

Tjaya, Supriatna. 1996. Sistem Administrasi Pemerintahan di Daerah. Jakarta : PT. Bina Aksara.

Tim Percik. 2007. Proses Implikasi Sosial Politik Pemekaran “Studi Kasus di

Sambasas dan Buton”. Jakarta : Percik

Tresiana, Novita, 2013, Metode Penelitian Kualitatif. Lampung: Lembaga Penelitian Universitas Lampung

Widjaya, Amin, 2005, Otonomi Daerah dan Daerah Otonomi, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Wibawa, Samodra. 2011. Politik Perumusan Kebijakan Publik. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Dokumen-dokumen:

Badan Pusat Statistik Kabupaten Pesawaran di Tahun 2012

Peraturan Daerah Kabupaten Pesaqaran Nomor 5 Tahun 2012 tentang Pembentukan Kecamatan Way Khilau dan Marga Punduh

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kecamatan

Undang-Undang Republik Indonesia No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia, Jakarta : 2004

(75)

Harian Rakyat Lampung Online, Minggu, 09 September 2012

Harian Radar Lampung, 7 Januari 2011

Hasil penelitian UNDP dan Bappenas yang dirilis pada Juli 2008

Hasil penelitian Balitbang Depdagri tahun 2005

Hasil penelitian Simon S. Hutagalung mengenai Pelayanan Kesehatan Pada Kecamatan di Wilayah Pesawaran Provinsi Lampung Tahun 2005-2009),

Http//:mendagri.com diakses pada tanggal 20 Januari 2014

Gambar

Gambar 1 Model Rasionalitas terkekang Simon
Tabel . Data Pelaksanaan Wawancara
Tabel 1. Nama, Luas Wilayah per-Kecamatan dan Jumlah Kelurahan
Tabel 2 : Jumlah penduduk dan kepadatannya sebelum pemekaran
+4

Referensi

Dokumen terkait

Pada kelas pertama para subyek mengaku takut mengecewakan keluarga yang telah mendukung mereka sampai saat ini hingga lulus dari sekolah mereka, apabila tidak memiliki pekerjaan

Ini sesuai dengan penelitian lain yang menyebutkan bahwa email dapat mengalami erosi yang disebabkan oleh bahan makanan dan minuman yang bersifat asam.8

garis B), profil B’ (hilangnya lung sliding dengan garis B), profil C (konsolidasi paru yang ekuivalen dengan gambaran garis pleura yang tebal dan

Homogenisasi Peralatan tidak steril Penggunaan alat yang telah disterilisasi Bukan CCP Tidak terdapat penggumpalan susu Pemantauan peralatan secara berkala

Menguraikan data-data yang diperoleh dari hasil penelitian berupa timbulan, komposisi sampah, karakteristik dan potensi daur ulang sampah yang dihasilkan di Kawasan

57 Menurut Muljono dan Wicaksono (2009:59) koreksi fiskal adalah koreksi perhitungan pajak yang diakibatkan oleh adanya perbedaan pengakuan metode, masa manfaat dalam

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa “terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara model Tutorial Based Instruction terhadap kemampuan berpikir kritis

TABEL / TABLE : 10 SMA 17/18 PERSENTASE GURU LAYAK MENGAJAR TERHADAP KS DAN GURU MENURUT STATUS SEKOLAH TIAP PROVINSI PERCENTAGE OF QUALIFIED TEACHERS TO HEADMASTER AND TEACHERS