• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRINSIP OPERASIONAL ASURANSI SYARIAH DI INDONESIA DITINJAU SECARA HUKUM ISLAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PRINSIP OPERASIONAL ASURANSI SYARIAH DI INDONESIA DITINJAU SECARA HUKUM ISLAM"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

Rahmat Julianta Tarigan

ABSTRAK

PRINSIP OPERASIONAL ASURANSI SYARIAH DI INDONESIA DITINJAU SECARA HUKUM ISLAM

Oleh:

RAHMAT JULIANTA TARIGAN

Praktek asuransi di Indonesia yang telah ada selama ini dianggap oleh masyarakat muslim di Indonesia tidak sesuai dengan prinsip syariah karena mengandung sistem

riba, gharar, dan maysir. Oleh karena itu, berdasarkan hasil musyawarah para Majelis Ulama Indonesia maka dibentuklah suatu sistem asuransi yang baru yang sesuai dengan prinsip dan nilai-nilai syariah yaitu asuransi syariah melalui Fatwa DSN No.21/DSN-MUI/III/2002 tentang Pedoman Umum Asuransi. Rumusan masalah dari penelitian ini yang pertama adalah bagaimana prinsip operasional asuransi syariah di Indonesia ditinjau dari hukum Islam. Kedua, bagaimana peran Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) dalam menyelesaikan sengketa dalam perjanjian asuransi syariah.

Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yaitu suatu penelitian yang secara deduktif dimulai analisa terhadap pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang asuransi syariah yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan normatif tentang hubungan antara satu peraturan dengan peraturan lain dan penerapan dalam prakteknya.

(2)

Penyelesaian sengketa yang terjadi didalam perjanjian asuransi syariah dilakukan melalui kesepakatan antara pihak mudharib dan sahib al maal disaat melakukan perjanjian asuransi syariah pertama kali yang dituangkan dalam bentuk polis asuransi syariah. Penyelesaian sengketa perjanjian asuransi syariah dilakukan melalui dua cara yaitu secara litigasi yaitu melalui pengadilan agama seperti yang diatur oleh pasal 49 Undang-Undang nomor 3 tahun 2006 tentang peradilan agama atau melalui non-litigasi yaitu melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional Indonesia (BASYARNAS) sesuai dengan aturan yang terdapat didalam polis asuransi syariah.

(3)
(4)

PRINSIP OPERASIONAL ASURANSI SYARIAH DI INDONESIA DITINJAU SECARA HUKUM ISLAM

Oleh :

RAHMAT JULIANTA TARIGAN

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)
(6)
(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, pada tanggal 8 juli

1992 sebagai anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan

Ayahanda Sabirin Tarigan dan Ibunda Normal Sebayang.

Jenjang pendidikan penulis dimulai pada TK Al-Kautsar

Bandar Lampung pada tahun 1997 dan selesai tahun 1998.

Kemudian penulis melanjutkan jenjang pendidikan di SD Al-Kautsar Bandar

Lampung pada tahun 1998 dan selesai tahun 2004. Kemudian penulis melanjutkan

jenjang pendidikan di SMP Al-Kautsar Bandar Lampung selesai pada tahun 2007.

Setelah itu melanjutkan ke SMA Negeri 9 Bandar Lampung diselesaikan pada

tahun 2010.

Tahun 2010, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas

Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri

(SNMPTN) program pendidikan Strata 1 (S1) dan mengambil Jurusan bagian

Hukum Perdata. Selama menjadi mahasiswa penulis menjadi Kepala Divisi minat

bakat Himpunan Mahasiswa Hukum Perdata (HIMA Perdata) pada tahun

(8)

MOTO

“Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama) itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu

orang-orang yang tidak mengetahui.”

(QS. Al-Jaatsiyah: 18)

“Jagalah hartamu dengan zakat dan obatilah sakitmu dengan sedekah dan hadapilah segala cobaan dan bahaya dengan doa serta rendah hati.”

(9)

PERSEMBAHAN

Dengan segala kerendahan hati kupersembahkan karya kecilku ini kepada:

Kedua Orang Tuaku Normal Sebayang dan Sabirin Tarigan alm. Terimakasih Untuk Semua Kasih Sayang dan Pengorbanannya Sehingga Aku

Bisa Menjadi Orang Yang Berhasil

Kakakku Ismail Tarigan

Yang Selalu Memberi Dukungan Dibalik Kesibukannya Yang Membuatku Yakin Bahwa Memiliki Saudara Sepertimu Adalah Salah Satu Berkah Untukku

Seluruh Keluarga Besar

Selalu Memberi Dukungan, Memotivasi, Doa dan Perhatian Sehingga Aku Lebih Yakin Dalam Menjalani Hidup Ini

Almamater Universitas Lampung

(10)

SANWACANA

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat

Allah SWT karena atas nikmat dan izinnyalah makan penulis dapat

menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Prinsip Operasional Asuransi Syariah di Indonesia Ditinjau Secara Hukum Islam” sebagaisalah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas

Lampung.

Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini, untuk

itu saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan untuk

pengembangan dan kesempurnaan skripsi ini.

Dalam penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan saran dari

berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Lampung;

2. Bapak Dr. Wahyu Sasongko, S.H., M.Hum., selaku Ketua Jurusan Hukum

Perdata Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah banyak membantu

(11)

3. Ibu Wati Rahmi Ria, S.H., M.Hum, selaku Pembimbing Satu atas kesabaran

dan kesedian untuk meluangkan waktunya, mencurahkan segenap

pemikirannya, memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses

penyelesaian skripsi ini;

4. Ibu Siti Nurhasanah, S.H., M.H., selaku Pembimbing Dua yang telah bersedia

untuk meluangkan waktunya, mencurahkan segenap pemikirannya,

memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi

ini;

5. Ibu Dr. Nunung Rodliyah, M.A., selaku Pembahas Satu, yang telah

memberikan kritik, saran, dan masukan yang membangun terhadap skripsi ini;

6. Bapak Depri Liber Sonata, S.H., M.H., selaku Pembahas Dua, yang telah

memberikan kritik, saran, dan masukan yang membangun terhadap skripsi ini;

7. Ibu Rini Fathonah, S.H., M.H., selaku Pembimbing Akademik

8. Seluruh dosen dan karyawan/i Fakultas Hukum Universitas Lampung yang

penuh dedikasi dalam memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis, serta

segala bantuan yang diberikan kepada penulis selama menyelesaikan studi;

9. Teristimewa untuk Mamak dan almarhum Bapak yang telah menjadi orangtua

terhebat yang tiada hentinya memberikan kasih sayang, semangat, dan doa

yang tidak pernah putus untuk kebahagiaan dan kesuksesanku. Terimakasih

atas segalanya semoga kelak dapat membahagiakan, membanggakan, dan

selalu bisa menjadi alasan dibalik senyum tawa kalian;

10.Untuk Keluargaku Ismail Tarigan, Ibu, Pakde, Mama Tua, Mama tengah,

(12)

11.Sahabat-sahabatku Terry, Aryo, Reky, Fauzan, Angkondo, Ideal, Chaliq, Faiz,

Adit, Meliyan, Panji, Idha, Wahyu dan Subur untuk kebersamaan, bantuan,

canda, dan semangatnya. Semoga kita semua sukses;

12.Teman-teman SD hingga SMA Jimmy, Mukrim, Iqbal Akbar, Emir, Devi A,

Devi Y, Cantika, Reza, Andresi, Icha, Ruth, Jae, Feby, Ester, Thoyib,

Mukhsin, dan teman-teman lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu,

terima kasih untuk kebersamaan, bantuan, canda, dan semangatnya. Semoga

kita semua sukses di kedepannya;

13.Teman seperjuangan Fakultas Hukum dan bagian Keperdataan ’10 Taufan,

Dendri, Zulkifli, Rindi, Suhendra, Aldi, Riko, Saud, Lala, dan seluruh

teman-teman Fakultas Hukum dan bagian Keperdataan ’10 yang tidak dapat

disebutkan satu persatu atas dukungan dan kerjasamanya. Semoga kita semua

sukses;

14.Seluruh keluarga KKN Tematik Unila Bang Gunawan, Ilham, Mbak Susi,

Ade, Yulia, Insya, Citra dan Indah yang telah belajar dan berjuang bersama di

Desa Tanjung Raja Sakti Kec. Blambangan Umpu, Kabupaten Waykanan.

Semoga kita semua sukses;

15.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu

dalam penyelesaian skripsi ini, terimakasih atas semua bantuan dan

dukungannya.

Semoga Allah SWT memberikan balasan atas jasa dan budi baik yang telah

(13)

jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang

sederhana ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya, khususnya bagi penulis

dalam mengembangkan dan mengamalkan ilmu pengetahuan.

Bandar Lampung, Juli 2014

Penulis,

(14)

DAFTAR ISI

C. Badan Arbitrase Syariah Nasional ... 25

(15)

D. Sumber Data ... 36

E. Metode Pengumpulan Data... 37

F. Metode Pengolahan Data ... 38

G. Analisis Data ... 39

H. Sistematika Penulisan ... 40

IV. PEMBAHASAN A. Prinsip Operasional Asuransi Syariah di Indonesia ... 41

1. Falsafah Dasar Asuransi Syariah ... 41

2. Landasan Hukum Asuransi Syariah ... 44

3. Regulasi Asuransi Syariah di Indonesia ... 48

4. Prinsip Pelaksanaan Operasional Asuransi Syariah di Indonesia .... 51

5. Dewan Pengawas Syariah ... 57

B. Peran Badan Arbitrase Syariah Nasional dalam Penyelesaian Sengketa Perjanjian Asuransi Syariah ... 61

1. Sejarah Badan Arbitrase Syariah Nasional ... 61

2. Peran Badan Arbitrase Syariah Nasional dalam Praktek Asuransi Syariah ... 63

3. Prosedur Badan Arbitrase Syariah Nasional ... 65

V. PENUTUP 1. Kesimpulan ... 72

(16)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Asuransi pada dasarnya merupakan persiapan yang dibuat oleh sekelompok orang

yang masing-masing menghadapi kerugian kecil sebagai sesuatu yang tidak dapat

diduga. Apabila kerugian itu menimpa salah seorang anggota dari perkumpulan

tersebut, maka kerugian itu akan ditanggung bersama. Dalam setiap kehidupan

manusia senantiasa menghadapi kemungkinan terjadinya suatu malapetaka,

musibah dan bencana yang dapat melenyapkan dirinya atau berkurangnya nilai

ekonomi seseorang baik terhadap diri sendiri, keluarga, atau perusahaannya yang

diakibatkan oleh meninggal dunia, kecelakaan, sakit, ataupun lanjut usia serta

kehilangan fungsi dari pada suatu benda, seperti kecelakaan, kehilangan akan

barang dan juga kebakaran.

Masyarakat sekarang sangat memerlukan asuransi untuk melindungi harta dan

keluarga mereka dari akibat musibah. Usaha yang sudah maju dan

menguntungkan mungkin bisa bangkrut dalam seketika ketika musibah atau

bencana yang tak terduga melanda tempat usahanya atau keluarga yang ditinggal

wafat pemberi nafkah di dalam keluarga yang kemudian menyebabkan anggota

keluarga yang ditinggalkan menjadi terlantar.Namun, hal ini sebenarnya tidak

perlu terjadi kalau saja ada perlindungan dari asuransi. Asuransi memang tidak

(17)

2

akibat musibah yang telah terjadi.

Namun praktek asuransi yang telah ada dianggap oleh masyarakat muslim di

Indonesia tidak sesuai dengan prinsip syariah karena mengandung sistem riba,

gharar, dan maysir. Oleh karena itu, berdasarkan hasil musyawarah para Majelis Ulama Indonesia maka lahirlah suatu konsep Asuransi berprinsip Syariah yang

diharapakan dapat diterima dan dipraktikan dimana saja tanpa harus takut dengan

adanya praktek-praktek yang bertentangan dengan hukum syariah Islam yang

bertujuan untuk menghindari unsur-unsur gharar,maisir, dan riba.

Asuransi berprinsip Syariah merupakan bidang bisnis asuransi yang belakangan

ini cukup mendapatkan perhatian besar dikalangan masyarakat Indonesia

khususnya yang beragama Islam. Asuransi berprinsip Syariah boleh dikatakan

relatif baru dibandingkan dengan bisnis asuransi yang tidak berprinsip Syariah

(konvensional). Bisnis Asuransi berprinsip Syariah adalah pengoperasian kegiatan

usahanya berdasarkan prinsip - prinsip syariah yang bersumber dari Alqur’an dan

hadits serta Fatwa Para Ulama terutama yang terhimpun dalam Majelis Ulama

Indonesia (MUI).1

Menurut Fatwa DSN No.21/DSN-MUI/III/2002 tentang Asuransi Syariah,

Asuransi Syariah yaitu usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara

sejumlah orang/pihak melaui investasi dalam bentuk asset dan bersedekah

1

(18)

(tabarru’) yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu

melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah2.

Dasar didirikannya Asuransi Syariah adalah penghayatan terhadap semangat

saling bertanggung jawab, kerjasama dan perlindungan dalam kegiatan-kegiatan

masyarakat, demi terciptanya kesejahteraan umat dan masyarakat pada umumnya

Beberapa prinsip yang terkandung dalam Asuransi Syariah yaitu :

1. Saling bekerja sama atau bantu-membantu. Seorang muslim bagian dari sistem

kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, seorang muslim dituntut mampu

merasakan dan memikirkan saudaranya yang akan menimbulkan sikap saling

membutuhkan dalam menyelesaikan masalah.

Dan tolong menolonglah kamu (dalam mengerjakan) kebaikan dan taqwa. Dan jangan tolong, menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.”(QS.Al-Maidah[5];2)

2. Saling melindungi dari berbagai kesusahan dan penderitaan satu sama lain.

Hubungan sesama muslim ibarat suatu badan yabg apabila satu anggota badan

terganggu atau kesakitan maka seluruh badan akan ikut merasakan. Maka

saling membantu dan tolong-menolong menjadi bagian yang tidak terpisahkan

dalam sistem kehidupan masyarakat.

“Adapun terhadap anak yatim maka janganlah kamu berlaku sewenang -wenang. Dan terhadap orang yang meminta-minta maka, janganlah kamu menghardiknya” (QS. Ad-Duha [93]9-10)

2

(19)

4

3. Sesama muslim saling bertanggungjawab. Kesulitan seorang muslim dalam

kehidupan menjadi tanggung jawab sesama muslim. Sebagaimana dalam

firman Allah SWT

Dan peganglah kamu kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepamu ketika dahulu (masa Jahilliyah) bermusuh-musuhan, maka, Allah merpersatukan hatimu, lalu menjadikan kamu karena nikmat Allah orang-orang bersaudara, dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikian Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk”(QS. Al-Imran [3]103)

4. Menghindari unsur gharar, maysir, dan riba yang dimana hal ini telah jelas diharamkan oleh Allah SWT.

Pengertian kehidupan ekonomi dalam konteks perusahaan asuransi yang

berprinsip syariah atau asuransi Islam secara umum sebenarnya tidak jauh berbeda

dengan asuransi konvensional di dalam produk-produk asuransi yang ditawarkan.

Di antara keduanya, baik asuransi konvensional maupun asuransi syariah

mempunyai persamaan yaitu perusahaan asuransi hanya berfungsi sebagai

fasilitator hubungan struktural antara peserta penyetor premi (penanggung)

dengan peserta penerima pembayaran klaim (tertanggung). Namun, secara umum

asuransi Islam atau sering diistilahkan dengan takaful dapat digambarkan sebagai

asuransi yang prinsip operasionalnya didasarkan pada syarat Islam dengan

mengacu kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah.3

Lahirnya asuransi syariah dan sistem ekonomi syariah lainnya secara tidak

langsung juga telah membuat perkembangan pada lembaga perdamaian baik

(20)

dalam peradilan maupun luar peradilan untuk membentuk dan mengembangkan

sistem berprinsip syariah yang dapat diharapakan mampu menyelesaikan berbagai

macam kemungkinan sengketa yang timbul dalam perdagangan, industri

keuangan,jasa keuangan dan lain-lain dikalangan masyarakat Islam. Perlu

dipahami bahwa landasan yang digunakan asuransi syariah dan konvensional

memiliki perbedaan yang substansi sehingga penyelesaian sengketa antara

keduanya juga memiliki perbedaan, dengan demikian Pengadilan Negeri yang

populer dalam perkara perdata sangat tidak efisien apabila memproses sengketa

asuransi syariah yang memiliki perbedaan dasar dengan asuransi yang

konvensional, oleh sebab itu para Ulama MUI membentuk suatu lembaga di luar

peradilan yang menggunakan prinsip syariah yang dikenal dengan Badan

Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS).

Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) memiliki peran yang sangat

penting dalam perekonomian syariah termasuk asuransi syariah, karena akan

sangat berguna dalam penyelesian sengketa yang tidak akan memakan waktu yang

lama dalam proses penyelesaian persengketaan tersebut dibanding melalui jalur

peradilan. Persidangan melalui arbitrase juga bersifat tertutup sehingga

kerahasaian antara pihak yang bersengketa sangat dijunjung tinggi dan apabila

persengketaan telah selesai seperti pada umumnya para pihak dapat membina

hubungan bisnis kembali karena sifat dari arbitrase yang tidak konfrontatif dimana

hasil dari putusan tersebut merupakan keputusan bersama yang diterima oleh

pihak-pihak yang bersengketa, terlebih lagi dengan keunggulannya yang

berdasarkan hukum-hukum Islam sehingga hasil putusan akan sangat dibuat

(21)

6

Namun perkembangan badan arbitrase syariah nasional belom dapat dikatakan

baik karena banyak masyarakat yang masih belum mengenal adanya lembaga luar

peradilan tersebut yang menyebabkan badan arbitrase syariah nasional sulit untuk

berkembang. Hal ini menyebabkan harapan dan kenyataan mengenai badan

arbitrase syariah nasional sangat bertolak belakang akibat beberapa faktor yang

membuat keberadaan badan arbitrase syariah nasional jarang digunakan oleh

pihak-pihak yang bersengketa dalam perjanjian ekonomi syariah. Padahal,

dibentuknya arbitrase syariah ini diharapkan untuk dapat membantu masyarakat

khusunya muslim untuk menyeselesaikan masalah perekonomian syariah di

Indonesia serta meyakinkan kembali kepada masyarakat mengenai bahwa masih

adanya suatu sistem perdamaian yang berprinsip kepada agama yang bisa

dikatakan peraturan dan putusannya tidak berdasarkan pertimbangan duniawi saja

melainkan dunia dan akhirat.

Berdasarkan uraian-uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk membahas

penelitian dengan judul Prinsip Operasional Asuransi Syariah Ditinjau Secara Hukum Islam

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi

rumusan masalah dalam penulisan penelitian ini adalah :

(22)

2. Bagaimana peran Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) dalam

menyelesaikan sengketa di dalam perjanjian asuransi syariah ?

2. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Ruang Lingkup Bidang Ilmu yaitu bidang ilmu hukum perdata ekonomi

khususnya mengenai hukum Asuransi Syariah

2. Ruang lingkup kajiannya meliputi lingkup kajian pada penjelasan secara

analisis deskriptif mengenai hukum Asuransi Syariah dengan menggunakan

aturan hukum dalam Undang-Undang nomor 2 Tahun 1992 tentang usaha

perasuransian, Peraturan Menteri Keuangan nomor 18/PMK.010/2010 tentang

penerapan prinsip dasar penyelenggaraan usaha asuransi dan usaha reasuransi

dengan prinsip syariah, Peraturan Menteri Keuangan nomor

11/PMK.010/2011 tentang kesehatan keuangan usaha asuransi dan usaha

reasuransi dengan prinsip syariah dan fatwa Dewan Syariah Nasional MUI.

3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini mencakup kegunaan teoritis dan kegunaan praktis, yaitu :

a. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan dan pokok bahasan diatas, maka tujuan dari penelitian

(23)

8

1. Mengetahui dan menganalisis mengenai penerapan sistem hukum syariah pada

operasional asuransi

2. Mengetahui dan menganalisis proses penyelesaian sengketa didalam perjanjian

asuransi syariah melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional

b. Kegunaan Penelitian

Kegunaan Penelitian dapat dibedakan ke dalam dua segi, yaitu kegunaan teoritis

dan kegunaan praktis.

1. Kegunaan Teoritis

Secara Teoritis penelitian ini adalah sebagai dasar pemikiran dalam upaya

perkembangan secara teoritis disiplin ilmu, khususnya hukum perdata ekonomi

dan untuk memberikan masukan dan sumbangan pemikiran bagi perkembangan

ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum, khususnya ilmu hukum yang berkenaan

dengan hukum Asuransi Syariah.

2. Kegunaan Praktis

Secara praktis penelitian ini berguna untuk :

1) Sebagai upaya pengembangan wawasan keilmuan dan pengetahuan peneliti di

bidang ilmu hukum khususnya ilmu hukum yang berkenaan dengan hukum

Asuransi Syariah.

2) Sebagai bahan literatur bagi mahasiswa selanjutnya yang akan melakukan

(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Syariah

Syariah berasal dari kata bahasa Arab yang berarti jalan yang harus diikuti. Secara

harfiah ia berarti “jalan ke sebuah mata air”. Ia bukan hanya jalan menuju

keridhaan Allah yang Maha Agung, melainkan juga jalan yang diimani oleh

seluruh kaum Muslimin sebagai jalan yang dibentangkan oleh Allah, Sang

Pencipta itu sendiri, melalui utusan-Nya, Nabi Muhammad SAW.1

Secara terminologis, Muhammad Ali al-Sayis mengartikan Syariah dengan jalan

“yang lurus”. Kemudian pengertian ini dijabarkan menjadi: “Hukum Syara’

mengenai perbuatan manusia yang dihasilkan dari dalil-dalil terperinci”. Syekh

Mahmud Syaltut mengartikan Syariah sebagai hukum- hukum dan tata aturan

yang disyariatkan oleh Allah bagi hamba-Nya untuk diikuti.2

Pengertian Syariah menurut Muhammad Salam Maskur dalam kitabnya al-Fiqh al-Islamy. Salah satu makna Syariah adalah jalan yang lurus. Sebagaimana firman Allah SWT:3

لعيا يذَلا ءآ ها عبَتت ا ا عبَتاف رمأا م ةعيرش ىلع كنلعج َمث. (ةيثاجلا:)

Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama) itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.” (QS. Al-Jaatsiyah: 18)

1

Abdur Rahman I.Doi Inilah Syariah Islam, Pustaka Panji Mas, Jakarta,1991 hal. 1 2

http://www.referensimakalah.com/2012/08/pengertian-syariah-etimologi-dan.html (diakses pada tanggal 08-02-2014 pukul 21.29 WIB)

3

(25)

2

Berdasarkan penjelasan diatas, hukum syariah adalah hukum mutlak dan hakiki

yang dipercaya kebenarannya karena merupakan hukum yang dibuat langsung

oleh Allah SWT dan wajib untuk diikuti oleh seluruh umat muslim yang ada di

dunia tanpa terkecuali agar tidak menjadi orang-orang yang celaka.

B. Pengertian Asuransi Syariah

Dalam bahasa Arab, asuransi disebut at-ta’min , , diambil dari kata , yang artinya memberikan perlindungan, ketenangan,rasa aman dan terbebas dari

rasa takut.4 Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia

(DSN-MUI) Fatwa DSN No.21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum

Asuransi Syariah bagian pertama menyebutkan pengertian Asuransi Syariah

(ta’min, takaful’ atau tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong

menolong di antara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk set

dan atau tabarru yang memberikan pola pengembalian untuk mengehadapi resiko tertentu melalui akad atau perikatan yang sesuai dengan syariah. Akad

berdasarkan Syariah yang dimaksud adalah akad yang tidak mengandung gharar

(penipuan), masyir (perjudian), riba (bunga), dzulm (penganiayaan), risywah

(suap), barang haram dan maksiat.

Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat diketahui bahwa Asuransi Syariah

adalah kesepakatan seseorang atau sejumlah orang untuk saling memikul resiko

diantara sesama orang melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah. Akad

yang sesuai dengan syariah yaitu yang didasari hukum Islam atau berlandaskan

pada Al-Qur’an maupun sunnah Rasul ataupun ketentuan lain yang menjadi dasar

4

(26)

aturan dalam agama Islam. Sehingga antara satu dengan yang lainnya menjadi

penanggung atas resiko yang lainnya. Dalam Asuransi Syariah akad yang

digunakan yaitu menggunakan akad tabarru (tolong menolong) yang juga dapat digunakan untuk kemaslahatan umat, jadi dana yang kita investasikan akan

dipotong beberapa persen (sesuai ketentuan) sebagai dana untuk menolong

sesama peserta takaful jika ada yang terkena musibah. Jenis-jenis asurasni syariah

tidak jauh berbeda dengan jenis asuransi konvensional yaitu asuransi jiwa dan

asuransi kerugian. Hanya saja di dalam produk asuransi syariah ada beberapa

prinsip yang dihapuskan dan ditambahkan agar produk asuransi syariah dapat

diterima oleh masyarakat di Indonesia secara hukum ekonomi dan hukum Islam.

a. Produk-produk Asuransi Syariah :5

1. Takaful Umum

g) Takaful Pengangkutan & Rangka Kapal h) Takaful Kendaraan Bermotor

(27)

4

b. Layanan Group/Kumpulan

1) Takaful Ordinary

perasuransian. Namun Undang-Undang tersebut tidak dapat dijadikan landasan

hukum yang kuat bagi Asuransi Syariah karena tidak mengatur keberadaan

asuransi berdasarkan prinsip syariah, serta tidak mengatur teknis pelaksanaan

kegiatan asuransi dalam kaitannya kegiatan administrasinya. Pedoman untuk

menjalankan usaha Asuransi Syariah terdapat dalam Fatwa Dewan Asuransi

Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) No.21/DSN-MUI/X/2001

tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah, fatwa tersebut dikeluarkan karena

regulasi yang ada tidak dapat dijadikan pedoman untuk menjalankan kegiatan

Asuransi Syariah. Tetapi fatwa DSN-MUI tersebut tidak memiliki kekuatan

hukum dalam Hukum Nasional karena tidak termasuk dalam peraturan

perundang-undangan di Indonesia.

Agar ketentuan Asuransi Syariah memiliki kekuatan hukum, maka perlu dibentuk

(28)

perundang-undangan ini dirasa belum memberi kepastian hukum yang lebih kuat, namun

peraturan ini sudah cukup mewakili dalam regulasi hukum asuransi syariah di

Indonesia. Peraturan tersebut yaitu Peraturan Menteri Keuangan nomor

18/PMK.010/2010 tentang penerapan prinsip dasar penyelenggaraan usaha

asuransi dan usaha reasuransi dengan prinsip syariah, Peraturan Menteri

Keuangan nomor 11/PMK.010/2011 tentang kesehatan keuangan usaha asuransi

dan usaha reasuransi dengan prinsip syariah.

Namun selain daripada penjelasan diatas dalam Asuransi Syariah yang menjadi

sumber hukum pokok dan utamanya adalah Al-Qur’an yang merupakan wahyu

dari Allah SWT yang diturunkan melalui Nabi Muhammad SAW. Sumber kedua

adalah al-hadits yang merupakan kumpulan setiap perkataan nabi tentang sesuatu

dan yang ketiga adalah Ijma yang merupakan kesepakatan para ulama tentang suatu hal.

C. Prinsip-prinsip Asuransi Syariah

Secara umun setiap perjanjian asuransi yang dilakukan harus mengandung

prinsip-prinsip asuransi. Tujuannya adalah untuk menghindari hal-hal yang tidak

diinginkan dikemudaian hari antara pihak penanggung dengan pihak tertanggung.

Prinsip-prinsip yang dimaksud sebagai berikut :6

a. Insurable Interest, merupakan hal berdasarkan hukum untuk mempertanggungjawabkan suatu resiko berkaitan dengan keuangan, yang

diakui sah secara hukum antara tertanggung dan suatu yang dipertanggungkan

dan dapat menimbulkan hak dan kewajiban secara hukum

6

(29)

6

b. Utmost good faith Suatu tindakan untuk mengungkapkan secara akurat dan lengkap, semua fakta yang material (material fact) mengenai sesuatu yang

akan diasuransikan baik diminta maupun tidak. Artinya adalah : si

penanggung harus dengan jujur menerangkan dengan jelas segala sesuatu

tentang luasnya syarat/kondisi dari asuransi dan si tertanggung juga harus

memberikan keterangan yang jelas dan benar atas obyek atau kepentingan

yang dipertanggungkan.

1. Proximate cause Suatu penyebab aktif, efisien yang menimbulkan rantaian kejadian yang menimbulkan suatu akibat tanpa adanya intervensi suatu yang

mulai dan secara aktif dari sumber yang baru dan independen.

2. Indemnity Suatu mekanisme dimana penanggung menyediakan kompensasi finansial dalam upayanya menempatkan tertanggung dalam posisi keuangan

yang ia miliki sesaat sebelum terjadinya kerugian (KUHD pasal 252, 253 dan

dipertegas dalam pasal 278).

3. Subrogation Pengalihan hak tuntut dari tertanggung kepada penanggung setelah klaim dibayar.

4. Contribution Hak penanggung untuk mengajak penanggung lainnya yang sama-sama menanggung, tetapi tidak harus sama kewajibannya terhadap

tertanggung untuk ikut memberikan indemnity.

Prinsip-prinsip dalam asuransi seperti yang telah dijelaskan diatas berlaku juga

didalam prinsip-prinsip Asuransi Syariah. Namun didalam Asuransi Syariah ada

prinsip-prinsip yang berlaku secara khusus karena prinsip didalam Asuransi

(30)

gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba (bunga), zulmu (Penganiayaan),

riswah (suap), barang haram dan maksiat.

Menurut para pakar ekonomi Islam, asuransi Syariah (takaful) ditegakkan atas 3 (tiga) prinsip utama, yaitu sebagai berikut:7

1. Saling bertanggung jawab

Peserta atau anggota Asuransi Syariah memiliki rasa tanggung jawab bersama

untuk membantu dan menolong peserta lain yang mengalami musibah atau

kerugian dengan niat ikhlas, karena hal itu merupakan suatu ibadah, yang

tentunya mendapatkan ganjaran Pahala dari Yang Maha Esa. Hal itu juga

sesuai dengan beberapa hadits Rasulullah Saw yang aksudnya adalah sebagai

berikut:

- Kedudukan hubungan persaudaraan dan perasaan orang-orang beriman antara satu dengan lain seperti satu tubuh (jasad), apabila satu dari anggotanya tidak sehat, maka akan berpengaruh kepada seluruh tubuh. (HR. Bukhari dan Muslim)

- Setiap kamu adalah pemikul tanggung jawab, dan setiap kamu bertanggung jawab terhadap orang-orang yang dibawah tanggung jawabmu. (HR. Bukhari dan Muslim)

- Seseorang tidak dianggap beriman sehingga ia mengasihi saudaranya sebagaimana ia mengasihi dirinya sendiri. (HR. Bukhari)

Dan beberapa hadits lainnya yang tidak disebutkan disini, namun dari beberapa

hadits tersebut terlihat bahwa tanggung jawab antar sesama khususnya antar

umat muslim merupakan kewajiban setiap muslim. Rasa tanggung jawab ini

tentu lahir dari sifat saling menyayangi, mencintai, saling membantu dan

7

(31)

8

merasa mementingkan kebersamaan untuk mendapatkan kemakmuran bersama

dalam mewujudkan masyarakat yang beriman, takwa, dan harmonis seperti

yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.

Dalam prinsip ini, maka terlihat bahwa Asuransi Syariah merealisir perintah

Allah SWT dan Rasulullah SAW tentang kewajiban untuk tidak egois

(mementingkan diri sendiri), tetapi juga mesti mementingkan orang lain atau

masyarakat lainnya.

2. Saling bekerja sama atau saling membantu;

Peserta atau anggota Asuransi Syariah saling bekerja sama dan saling

tolong-menolong dalam mengatasi kesulitan yang dialami karena sebab musibah yang

diderita. Hal ini sesuai dengan Firman Allah SWT dalam surat Al-Maidah ayat 2 yang telah dipaparkan sebelumnya. Dan juga sesuai dengan beberapa hadits

Rasulullah SAW yang maksudnya sebagai berikut:

- Siapa yang memenuhi hajat (kebutuhan) saudaranya, maka Allah akan memenuhi hajatnya. (HR. Bukhari, Muslim, dan Abu Daud)

- Allah senantiasa menolong hamba, selagi hamba itu menolong saudaranya.

(HR. Ahmad dan Abu Daud)

Dengan prinsip inilah Asuransi Syariah merealisir perintah Allah dan Rasul

tentang kewajiban hidup bersama dan saling tolong menolong di antara

sesama ummat manusia.

3. Dan saling melindungi penderitaan satu sama lain.

Prinsip ini menunjukkan bahwa peserta atau anggota Asuransi Syariah

(32)

musibah yang dideritanya. Hal ini sesuai Firman Allah dalam al-Qur’an, Surah Al-Quraisy ayat 4, dan Surah Al-Baqarah ayat 126. Selain itu juga sesuai dengan beberapa hadits Rasulullah yang maksudnya sebagai berikut:

- Sesungguhnya orang-orang beriman ialah sipa saja yang boleh member keselamatan dan perlindungan terhadap harta dan jiwa raga manusia.

(HR. Ibnu Majah)

- Tidaklah sah iman seseorang itu kalau ia tidur nyenyak dengan perut kenyang sedangkan jiren (tetangga)nya meratap kelaparan. (HR. Al-Bazar)

Dari prinsip ini terlihat bahwa Asuransi Syariah merealisir perintah Allah dan

Rasulullah tentang kewajiban saling melindungi diantara sesama warga

masyarakat.

Prinsip dalam menghindari gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba (bunga),

zulmu (Penganiayaan), riswah (suap), barang haram dan maksiat dalam prinsip Asuransi Syariah menjadikan Asuransi Syariah sebagai salah satu asuransi

alternatif kepada masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam dalam

memilih produk asuransi yang ada di Indonesia. Kemudian daripada itu hal ini

dapat dijadikan acuan kepada perusahaan yang bergerak dalam bidang asuransi

khususnya Asuransi Syariah agar dalam menjalankan sistemnya tetap pada hukum

Islam dan syariat yang sesuai dengan perintah Allah SWT selama melakukan

perjanjian untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan antara kedua belah

pihak baik secara agama maupun ekonomi.

D. Akad/Perjanjian Asuransi Syariah

(33)

10

pertalian ijab (pernyataan melakukan ikatan) dan qabul (pernyataan penerimaan

ikatan) sesuai dengan kehendak syariat yang berpengaruh pada objek perikatan”.8

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPdt) perjanjian adalah suatu

perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu

orang atau lebih lainnya.9 Dalam Asuransi Syariah pihak yang menjadi

penanggung asuransi disebut mu’amin dan pihak yang menjadi tertanggung

disebut mu’amman lahu atau musta’min.

Dalam akad/perjanjian asuransi berlaku syarat-syarat khusus yang diatur dalam

KUHD, antara lain pasal 251 KUHD tentang kewajiban pemberitahuan dan pasal

255 KUHD tentang perjanjian asuransi yang harus dibuat secara tertulis dalam

bentuk akta yang disebut polis. Selain itu, ketentuan mengenai syarat-syarat

sahnya perjanjian juga tercantum dalam pasal 1320 KUHPdt. Syarat-syarat sahnya

perjanjian dalam pasal 1320 KUHPdt yaitu adanya kesepakatan para pihak,

kewenangan berbuat, objek tertentu dah kausa yang halal.

Berdasarkan syarat-syarat sah asuransi tersebut, dapat diketahui bahwa perjanjian

asuransi timbul dari adanya kesepakatan antara tertanggung dan penanggung.

Sehingga, dengan adanya kesepakatan tersebut akan menciptakan suatu hubungan

hukum. Hubungan hukum yang dimaksud dalam perjanjian asuransi adalah

adanya hak dan kewajiban para pihak secara timbal balik. Oleh karena itu, sifat

perjanjian asuransi merupakan suatu perjanjian timbal-balik, yang berarti bahwa

masing-masing pihak berjanji akan melakukan sesuatu bagi pihak lain.

Sebagaimana berdasarkan ketentuan pasal 255 KUHD, ditentukan bahwa semua

8

M. Syakir Sula, Op.Cit, hlm. 38 9

(34)

asuransi atau pertanggungan harus dibentuk secara tertulis dengan suatu akta yang

dinamakan polis.

Polis adalah surat perjanjian pertanggungan. Perjanjian asuransi tertuang dalam

polis asuransi. Dalam polis tersebut kedua belah pihak yaitu penanggung dan

tertanggung masing-masing menyatakan suatu janji. Oleh karena itu perjanjian

asuransi merupakan alat bukti adanya suatu kesepakatan para pihak, maka apabila

terjadi peristiwa-peristiwa yang tidak diinginkan, polis dapat dijadikan sebagai

dasar bagi tertanggung untuk mengajukan tuntutan pembayaran sejumlah uang

(klaim).

Klaim adalah suatu tuntutan atas hak, yang timbul karena persyaratan dalam

perjanjian yang ditentukan sebelumnya telah dipenuhi. Penyebab terjadinya klaim

ada bermacam-macam, yaitu antara lain 10:

a. tertanggung meninggal dunia

b. pemegang polis menghentikan pembayaran preminya dan memutuskan

perjanjian asuransinya pada saat polisnya sudah mempunyai nilai tunai

c. pemegang polis sudah berkahir sesuai dengan jangka waktu yang tercantum

dalam polis dan kewajiban pemegang polis telah terpenuhi atau polis dalam

keadaan lapse tetapi telah mempunyai nilai tunai (habis kontrak bebas premi) d. tertanggung mendapat kecelakaan

e. tertanggung karena suatu penyakit perlu diopname atau riwayat jalan

10

(35)

12

Namun didalam Asuransi Syariah mengenai akad/perjanjian dalam asuransi

terdapat perbedaan pendapat para ulama fiqh dalam menentukan rukun suatu

akad. Jumhur ulama fiqh menyatakan rukun akad terdiri atas11 :

1. Pernyataan untuk mengikatkan diri (shighat al-„aqd)

2. Pihak-pihak yang berakad (al-muta’aqidain)

3. Obyek akad (al-ma’qud „alaih)

Ulama Hanafiyah berpendirian bahwa rukun akad itu hanya satu, yaitu shighat al-„aqd (ijab dan qabul), sedangkan pihak-pihak yang berakad dan obyek akad, menurut mereka, tidak termasuk rukun akad, tetapi termasuk syarat-syarat akad,

karena menurut mereka, yang dikatakan rukun itu adalah suatu esensi yang

berada dalam akad itu sendiri, sedangkan pihak-pihak yang berakad dan obyek

akad berada diluar esensi akad.

Shighat al-„aqdmerupakan rukun akad yang terpenting, karena melalui pernyataan inilah diketahui maksud setiap pihak yang melakukan akad. shighat al-„aqdini diwujudkan melalui ijab dan qabul. Dalam kaitannya dengan ijab dan qabul ini, para lama fiqh mensyaratkan:12

1.. Tujuan yang terkandung dalam pernyataan itu jelas, sehingga dapat

dipahami jenis akad, yang dikehendaki, karena akad-akad itu sendiri

berbeda dalam sasaran dan hukumnya.

2. Antara ijab dan qabul itu terdapat kesesuaian

3. Pernyataan ijab dan qabul itu mengacu kepada suatu kehendak

masing-masing pihak secara pasti, tidak ragu-ragu.

11

http://sebitakaful.wordpress.com/2013/04/09/akad-dalam-asuransi-syariah/ diakses pada tanggal 09-02-2014 pukul 11.00 WIB

12

(36)

Majelis Ulama Indonesia, melalui Dewan Syariah Nasional, mengeluarkan fatwa

khusus tentang: Pedoman Umum Asuransi Syariah sebagai berikut13 :

1. Ketentuan Umum

a. Asuransi Syariah (Ta`min, Takaful, Tadhamun) adalah usaha saling melindung dan tolong menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui

investasi dalam bentuk asset dan atau tabarru` yang memberikan pola

pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan)

yang sesuai dengan syariah.

b. Akad yang sesuai dengan syariah yang dimaksud pada poin (1) adalah yang

tidak mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba (bunga),

zulmu (Penganiayaan), riswah (suap), barang haram dan maksiat.

c. Akad tijarah adalah semua bentuk akad yang dilakukan untuk tujuan komersil.

d. Akad tabarru` adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan kebaikan dan tolong menolong, bukan semata untuk tujuan komersil.

e. Premi adalah kewajiban peserta untuk memberikan sejumlah dana kepada

perusahaan sesuai dengan kesepakatan dalam akad.

f. Klaim adalah hak peserta asuransi yang wajib dibeh perusahaan asuransi

sesuai dengan kesepakatan dalam akad

2. Akad Dalam Asuransi

a. Akad yang dilakukan antara peserta dengan perusahaan terdiri atas

akad tijarah dan atau akad tabarru`.

13

(37)

14

b. Akad tijarah yang dimaksud dalam ayat (1) adalah mudharabah, sedangkan akad tabarru` adalah hibah.

c. Dalam akad sekurang-kurangnya disebutkan:

1. Hak dan kewajiban peserta dan perusahaan

2. Cara dan waktu pembayaran premi

3. Jenis akad tijarah dan atau akad tabarru` serta syarat-syarat yang disepakati sesuai dengan jenis asuransi yang diakad.

3. Kedudukan Para Pihak Dalam Akad Tijarah dan Tabarru`

a. Dalam akad tijarah (mudharabah), perusahaan bertindak sebagai mudharib

(pengelola) dan peserta bertindak sebagai shahibul maal (pemegang polis). b. Dalam akad tabarru` (hibah), peserta memberikan hibah yang akan

digunakan untuk menolong peserta lain yang terkena musibah. Sedangkan

perusahaan sebagai pengelola dana hibah.

4. Ketentuan Dalam Akad Tijarah dan Tabarru`

a. Jenis akad tijarah dapat dirubah menjadi jenis akad tabarru` bila pihak yang tertahan haknya dengan rela melepaskan haknya sehingga menggugurkan

kewajiban pihak yang belum menunaikan kewajibannya

b. Jenis akad tabarru` tidak dapat diubah menjadi jenis akad tijarah

5. Jenis Asuransi dan Akadnya

a. Dipandang dari segi jenis, asuransi itu terdiri atas asuransi ketugian dan

asuransi jiwa.

b. Sedangkan akad bagi kedua jenis asuransi tersebut adalah mudharabah dan

(38)

6. Premi

a. Pembayaran premi didasarkan atas jenis akad tijarah dan jenis akad tabarru`

b. Untuk menentukan besarnya premi perusahaan asuransi dapat menggunakan

rujukan table mortalita untuk asuransi jiwa dan table morbidita untuk

asuransi kesehatan, dengan syarat tidak memasukan unsur riba dalam

perhitungannya.

Dengan adanya perbedaan prinsip didalam akad antara asuransi konvensional dan

asuransi syariah, maka diharapakan dalam pelaksanaan asuransi syariah akan

menjadi suatu keuntungan antara para pihak penanggung dan tertanggung baik

secara ekonomi maupun pahala bersedekah (hibah) yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah yang menghindari adanya unsur gharar

(penipuan), maysir (perjudian), riba (bunga).

E. Dewan Pengawas Syariah (DPS)

Menurut Keputusan Dewan Pimpinan MUI tentang susunan pengurus DSN-MUI,

No: Kep-98/MUI/III/2001): Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah badan yang

ada di lembaga keuangan syariah dan bertugas mengawasi pelaksanaan keputusan

DSN (Dewan Syariah Nasional) di lembaga keuangan syariah tersebut.

1. Fungsi DPS

Menurut Keputusan Dewan Pimpinan MUI tentang susunan pengurus

DSN-MUI, No: Kep-98/MUI/III/2001 :

a. Melakukan pengawasan secara periodik pada lembaga keuangan syariah

(39)

16

b. Mengajukan usul-usul pengembangan lembaga keuangan syariah kepada

pimpinan lembaga yang bersangkutan dan kepada DSN (Dewan Syariah

Nasional).

c. Melaporkan perkembangan produk dan operasional lembaga keuangan

syariah yang diawasinya kepada DSN (Dewan Syariah Nasional)

sekurang-kurangnya dua kali dalam satu tahun anggaran.

d. Dewan Pengawas Syariah (DPS) merumuskan

permasalahan-permasalahan yang memerlukan pembahasan-pembahasan DSN (Dewan

Syariah Nasional)

2. Peran Dewan Pengawas Syariah (DPS)

a. Peran utama para ulama dalam Dewan Pengawas Syariah adalah

mengawasi jalannya Lembaga Keuangan Syariah sehari-hari agar selalu

sesuai dengan ketentuan-ketentuan syariah

b. Dewan Pengawas Syariah harus membuat pernyataan secara berkala

(biasanya tiap tahun) bahwa Lembaga Keuangan Syariah yang diawasinya

telah berjalan sesuai dengan ketentuan syariah.

c. Tugas lain Dewan Pengawas Syariah adalah meneliti dan membuat

rekomendasi produk baru dari Lembaga Keuangan Syariah yang

diawasinya.

d. Dewan Pengawas Syariah bersama Komisaris dan Direksi, bertugas untuk

terus-menerus mengawal dan menjaga penerapan nilai-nilai Islam dalam

(40)

e. Dewan Pengawas Syariah (DPS) juga bertugas untuk melakukan

sosialisasi kepada masyarakat tentang Lembaga Keuangan Syariah,

melalui media-media yang sudah berjalan dan berlaku di masyarakat,

seperti khutbah, majelis ta'lim, pengajian-pengajian, maupun melalui

dialog rutin dengan para tokoh agama dan tokoh masyarakat

Oleh karena itu, keberadaan Dewan Pengawas Syariah dalam perusahaan asurani

syariah merupakan suatu keharusan. Hal ini dikarenakan dengan adanya Dewan

Pengawas Syariah dalam perusahaan asuransi syariah diharapakan dapat

mengontrol sistem perasuransian berprinsip syariah dalam hal manajemen serta

produk asuransi syariah agar selalu berjalan pada syariat Islam.

F. Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS)

Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) adalah sebuah wadah alternatif

diluar pengadilan (non-litigasi) di dalam penyelesaian sengketa atau perkara di

perbankan syariah dan lembaga keuangan syariah (LKS) lainnya. Keberadaan

Basyarnas saat ini sangat dibutuhkan oleh umat Islam Indonesia, terlebih dengan

semakin marak dan berkemabangnya perusahaan perbankan dan keuangan syariah

di Indonesia. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi dan bisnis syariah yang pesat

dan kompleks seperti saat ini pasti melahirkan berbagai macam bentuk kerjasama

atau transaksi bisnis. Dengan semakin meningkatnya kerjasama bisnis tersebut

akan mendorong terjadinya persengketaan bisnis yang lebih tinggi diantara para

pihak yang terlibat didalamnya.14

14

(41)

18

a. Pengertian Arbitrase

Secara etimologi Arbitrase berasal dari kata arbitrare (latin) atau arbitrage

yang berarti suatu kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu menurut

kebijaksanaan. Secara istilah Arbitrase adalah penyelesaian sengketa yang

dilakukan oleh seorang atau beberapa orang arbiter atas dasar

kebijaksanaannya dan para pihak akan tunduk pada putusan yang diberikan

oleh arbiter yang mereka tunjuk. Dalam menjatuhkan putusan para arbiter

biasanya tetap menerapkan hukum seperti halnya yang dilakukan oleh hakim di

pengadilan. Walaupun demikian, putusan dari arbitrase berdasarkan

kebijaksanaan, akan tetapi norma hukumlah yang menjadi sandaran utama

dalam menyelesaikan sengketa antar subyek hukum tersebut.

Menurut Mertokusumo, arbitrase adalah suatu prosedur penyelesaian sengketa

di luar pengadilan berdasarkan persetujuan para pihak yang berkepentingan

untuk menyerahkan sengketa mereka kepada seorang wasit atau arbiter. Di sini,

wasit digunakan sebagai pihak ketiga yang netral dalam memutus perselisihan

yang diajukan para pihak kepada arbiter.15 Sementara itu, pengertian arbitrase

yang lebih rinci dikemukakan oleh Abdulkadir Muhammad. Ia mengatakan

bahwa arbitrase adalah badan peradilan swasta di luar lingkungan peradilan

umum, yang dikenal dengan khusus dalam dunia perusahaan. Arbitrase adalah

peradilan yang dipilih dan ditentukan sendiri secara sukarela oleh pihak-pihak

pengusaha yang bersengketa. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan Negara

merupakan kehendak bebas pihak-pihak. Kehendak bebas ini dapat dituangkan

15

(42)

dalam perjanjian tertulis yang mereka buat sebelum atau sesudah terjadi

sengketa sesuai dengan asas kebebasan berkontrak dalam hukum perusahaan.16

Sehubungan dengan pengertian di atas, dalam Pasal 1 angka (1)

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, arbitrase adalah cara penyelesaian suatu

sengketa perdata di luar pengadilan umum yang didasarkan pada perjanjian

abitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.

Selanjutnya dalam ketentuan Pasal 1 angka (8) Undang-Undang Nomor 30

Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa,

disebutkan bahwa lembaga arbitrase adalah badan yang dipilih oleh para pihak

yang bersengketa untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu,

lembaga tersebut juga dapat memberikan pendapat yang mengikat mengenai

suatu hubungan hukum tertentu dalam hal belum timbul sengketa.

b. Arbitrase Syariah

Terkait dengan Arbitrase Syariah, istilah dari arbitrase ini dalam fiqh Islam adalah tahkim dan kata kerjanya hakam yang secara harfiyah berarti menjadikan seorang sebagai penengah/hakam bagi suatu sengketa. Istilah lain

adalah ash-shulhu yang berarti memutus pertengkaran atau perselisihan. Yang dimaksudkannya adalah suatu akad / perjanjian untuk mengakhiri perlawanan /

pertengkaran antara dua orang yang bersengketa. Jadi, dalam tradisi Islam telah

dikenal adanya hakamyang sama artinya dengan arbitrase, hanya saja lembaga

hakam tersebut bersifat ad hoc.17

16

Abdulkadir Muhammad, Pengantar Hukum Perusahaan Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti Bandung, 2010, hlm. 617

17

(43)

20

Prof.Dr.Aqil Husin Almunawar mengatakan bahwa dari kajian para pakar

hukum Islam di lingkungan empat mazhab, pengertian rbitrase adalah sebagai

berikut:18

1. Menurut kelompok Hanafiah, arbitrase adalah memisahkan persengketaan

atau memutuskan pertikaian atau menetapkan hukum antara manusia

dengan hak dan atau ucapan yang mengikat yang keluar dari yang

mempunyai kekuasaan secara umum

2. Menurut kelompok Malikiyah, hakekat qadha adalah pemberitaan terhadap

hukum syar’i menurut jalur yang pasti (mengikat) atau sifat hukum yang

mewajibkan bagi pelaksanaan hukum Islam walaupun dengan ta’dil atau

tajrih tindak kemaslahatan kaum muslimin secara umum

3. Menurut kelompok Syafi’iyah, memisahkan pertikaian antara dua pihak

yang bertikai atau lebih dengan hukum Allah atau menyatakan hukum

syara’ terhadap suatu peristiwa wajib melaksanakannya

4. Menurut kelompok Hambaliah, arbitrase merupakan penjelasan dan

kewajibannya serta penyelesaian persengketaan antara para pihak yang

bersengketa.

c. Landasan prinsip arbitrase syariah

Keberadaan lembaga arbitrase syariah sangat dianjurkan oleh Allah SWT dan

Rasulullah SAW untuk mencapai kesepakatan dalam suatu perselisihan atau

sengketa berbagai bidang kehidupan termasuk didalamnya sengketa bisnis para

pihak. Hal ini dimaksudnkan agar terhindarnya umat dari pertengkaran dan

perselisihan yang dapat memperlemah persatuan dan kesatuan Ukhuwah

18

(44)

Islamiyah. Sumber hukum yang mendasari keharusan adanya Lembaga Arbitrase Islam terdapat didalam Al-Qur’an, As-Sunnah, Ijma’ Ulama.

1. Al-Qur’an

Sebagai sumber hukum pertama memberikan petunjuk kepada masnusia

apabila terjadi sengketa para pihak, apakah dibidang politik,keluarga,

ataupun bisnis terdapat dalam Surat Al-Hujurat ayat 9 :

jika 2 (dua) golongan orang yang beriman bertengkar, damaikanlah mereka. Tetapi jika salah satu dari mereka (kedua golongan) berlaku aniaya (melakukan wanprestasi, pen) terhadap yang lain, maka perangilah orang yang menganiaya sampai kembali kejalan Allah SWT. Tetapi apabila ia telah kembali, damaikanlah keduanya dengan adil dan bertindaklah benar, sesungguhnya Allah cinta terhadap orang-orang yang adil.”

Surat An-nisa ayat 35:

Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-istri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”

2. As-Sunnah

As-Sunnah sebagai sumber hukum Islam kedua telah memberikan

penjelasan bagaimana suatu persengketaan harus segera didamaikan. Seperti

Sabda Rasulullah SAW :

Hadis riwayat An-Nasa’i menceritakan dialog Rasulullah dengan Abu Syureih. Rasulullah bertanya kepada Abu Syureih: “Kenapa kamu dipanggil Abu Al-Hakam?” Abu Syureih menjawab: “sesungguhnya kaumku apabila bertengkar, mereka datang kepadaku, meminta aku menyelesaikannya, dan mereka rela dengan keputusanku itu”. Mendengar jawaban Abu Syureih itu Rasulullah berkata: “Alangkah baiknya perbuatan yang demikian itu”. Demikian Rasulullah membenarkan bahkan memuji perbuatan Abu Syureih, Sunnah yang demikian disebut Sunnah Taqririyah.”.19

19

(45)

22

Riwayat At-Tarmizi, Ibnu Majah, Al-Hakim dan Ibnu Hibban menyampaikan bahwa Rasulullah bersabda : “perjanjian diantara orang -orang muslim itu boleh, kecuali perjanjian yang menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal”.20

3. Ijma’

Ijma’ Ulama sebagai sumber hukum Islam yang ketiga telah memperkuat

tentang adanya lembaga arbitrase berprinsip syariah untuk mengantisipasi

persengketaan para pihak dalam berbagai aspek kehidupan. Penyelesaian

sengketa masyarakat setelah Rasulullah wafat juga banyak dilakukan di

masa sahabat dan ulama untuk menyelesaikan sengketa para pihak melalui

musyawarah dan konsensus diantara mereka sehingga menjadi

Yurisprudensi Hukum Islam dalam beberapa kasus.21

4. SK. MUI SK Dewan Pimpinan MUI No. Kep-09/MUI/XII/2003 Tanggal 30

Syawal 1424 H (24 Desember 2003) tentang Badan Arbitrase Syariah

Nasional (BASYARNAS) yaitu perubahan dari akta pendirian yayasan

nomor : 175 tanggal 21 Oktober 1993, dibawah Notaris Nyonya Leli

Roostati Yudo Paripurno tentang pendirian Yayasan Badan Arbitrase

Muamalat Indonesia (BAMUI)22

5. Fatwa DSN-MUI Semua fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama

Indonesia (DSN-MUI) perihal hubungan muamalah (perdata) senantiasa

diakhiri dengan ketentuan: “Jika salah satu pihak tidak menunaikan

kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak,

(46)

maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah

tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.23

Dengan demikian, arbitrase syariah merupakan suatu sistem atau cara

penyelesaian sengketa keperdataan oleh pihak ketiga yang disepakati atau

ditunjuk oleh para pihak baik sebelum terjadinya sengketa maupun setelah

terjadinya sengketa melalui prinsip syariah. Proses arbitrase yang relatif cepat dan

murah, menjunjung tinggi asas konfidensialitas (kerahasiaan), bebas memilih

arbiter dengan pertimbangan keahlian (expert) dan para pihak bebas memilih hukum yang akan dipakai dalam proses arbitrase dan putusan yang dihasilkan

bersifat final and binding serta merupakan win-win solution.

(47)

24

H. Kerangka Pikir

Berdasarkan bagan terebut, maka dapat diuraikan sebagai berikut .

Dewan Pengawas Syariah merupakan lembaga yang dibentuk oleh Majelis Ulama

Indonesia (MUI) untuk mengawasi operasional asuransi syariah di Indonesia.

Setiap perusahaan asuransi syariah diwajibkan memiliki dewan pengawas syariah

agar pelaksanaan prinsip-prinsip asuransi syariah sesuai dengan Undang-Undang

dan syariat Islam. Dengan konsep seperti inilah diharapakan segala pelaksanaan Prinsip Operasional Asuransi

Syariah

Tidak Sesuai Undang-Undang dan Syariat Islam Sesuai Undang-Undang dan

Syariat Islam

Dewan Pengawas Syariah

(48)

asuransi syariah di Indonesia baik dari segi produk asuransi syariah maupun

akad/perjanjian asuransi syariah sesuai dengan syariat Islam yang menghindari

adanya unsur riba, gharar atau maysir.

Dalam pelaksanaan asuransi syariah tidak dipungkiri mengenai timbulnya

pelaksanaan yang tidak sesuai dengan Undang-Undang dan syariat Islam seperti

akad dan pembiayaan yang tidak sesuai atau terjadinya perselisihan atau

wanprestasi baik dari pihak mudharib maupun pihak shahibul maal. Permasalahan yang timbul di dalam perjanjian asuransi syariah dapat diselesaikan melalui dua

cara yaitu melalui badan hukum litigasi dan non litigasi. Penyelesaian melalui

litigasi yaitu melalui pengadilan agama dan penyelesaian melalui non litigasi yaitu

menggunakan jasa Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) sebagai

pihak yang diberikan kepercayaan oleh pihak-pihak yang bersengketa sebagai

pihak ketiga untuk dapat menyelesaikan sengketa tersebut. Badan Arbitrase

Syariah Nasional (BASYARNAS) merupakan badan hukum non litigasi yang

lahir dari hasil musyawarah Majelis Ulama Indonesia mengenai penyelesaian

sengketa dengan prinsip syariah yang diharapkan mampu mengatasi berbagai

macam bentuk permasalahan ekonomi syariah, salah satunya yaitu asuransi

(49)

1

III. METODE PENELITIAN

Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode,

sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau

beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya.1

Menurut Soerjono Soekanto, penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang berkaitan

dengan analisa dan konstriksi, yang dilakukan secara metodologis, sitematis dan

konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu, system

adalam berdasarkan suatu system, sedangkan konsisten berarti berdasarkan tidak

adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu2

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penilitian hukum yuridis normatif. Yaitu penelitian

hukum yang mengkaji hukum tertulis dari berbagai aspek, antara lain aspek teori

dan perbandingan.3

B. Tipe Penelitian

Tipe Penelitian ini adalah tipe penelitian deskriptif. Berdasarkan tipe tersebut

maka penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran (deskripsi) yang jelas.

rinci dan sitematis mengenai sistem hukum Asuransi Syariah

1

Abdul Kadir. M,Metode Penelitian Hukum. Rineka Cipta, Jakarta, 2004 hlm 28 2

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta ,2008,hlm 42.

3

(50)

C. Pendekatan Masalah

Pendekatan diperlukan dalam sebuah karya tulis ilmiah untuk lebih menjelaskan

dan mencapai maksud serta tujuan penelitian tersebut. Pendekatan tersebut

dimaksudkan agar pembahasan dapat terfokus pada permasalahan yang dituju,

sesuai dengan ruang lingkup pembahasan yang telah ditetapkan. Menurut Bahder

Johan Nasution, sistem pendekatan yaitu tinjauannya dilakukan dengan berpegang

pada metode dogmatis. Di dalam hal ini yang perlu diperhatikan ialah adanya

perkembangan dalam ilmu hukum positif, sehingga terdapat pemisahan yang jelas

antara ilmu hukum positif yang praktis dengan ilmu hukum positif yang teoritis.4

Dalam penelitian ini pendekatan masalah yang digunakan adalah yuridis normatif

yaitu dengan meneliti berbagai peraturan perundang-undangan yang digunakan

sebagai dasar ketentuan hukum serta berbagai literatur untuk menganalisis tentang

hukum Asuransi Syariah di Indonesia.

D. Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini data sekunder yaitu data yang diperoleh

dengan mempelajari peraturan perundang-undangan, buku-buku hukum, dan

dokumen yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas5, yang terdiri dari

:

1. Bahan Hukum Primer yaitu bahan bersumber dari peraturan

perundang-undangan dan dokumen hukum yang mempunyai kekuatan hukum yang

4

Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Hukum, Mandar Maju, Bandung, 2008, hlm. 80.

5

(51)

3

mengikat karena dibuat dan diumumkan secara resmi oleh pembentuk hukum

negara, antara lain :

a. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Perasuransian

b. Peraturan Menteri Keuangan nomor 18/PMK.010/2010 tentang penerapan

prinsip dasar penyelenggaraan usaha asuransi dan usaha reasuransi dengan

prinsip syariah

c. Peraturan Menteri Keuangan nomor 11/PMK.010/2011 tentang kesehatan

keuangan usaha asuransi dan usaha reasuransi dengan prinsip syariah

d. Perma No. 2 Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah

e. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia

No.21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah

2. Bahan Hukum Sekunder

Bahan-bahan yang erat kaitannya dengan bahan hukum primer, yang dapat

memberikan penjelasan terhadap bahan-bahan hukum primer. Berupa

peraturan pelaksanaan dan peraturan pelaksana teknis yang berkaitan dengan

pokok bahasan, seperti literatur dan norma-norma hukum yang berhubungan

dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini. Peraturan-peraturan

pelaksanaan yang dapat membantu dalam hal melakukan penelitian.

3. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, antara lain Kamus

Hukum, dan Kamus Besar Bahasa Indonesia.6 Bahan-bahan Penunjang lain

6

(52)

yang ada relevansinya dengan pokok permasalahan, memberikan informasi,

petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, bukan

merupakan bahan hukum, namun secara signifikan dapat dijadikan bahan

analisa terhadap penerapan kebijakan hukum dilapangan, seperti artikel-artikel

di internet dan bahan-bahan lainnya yang berkaitan dengan masalah yang akan

dibahas dalam penelitian ini.

E. Metode Pengumpulan Data

a. Studi Kepustakaan (Library Research)

Studi kepustakaan adalah mengumpulkan data yang dilakukan dengan cara

membaca, mengutip, mencatat dan memahami berbagai literatur yang ada

hubungannya dengan materi penelitian, berupa buku-buku, peraturan

perundang-undangan, majalah-majalah serta dokumen lain yang berhubungan

dengan masalah yang dibahas baik berupa bahan hukum primer, bahan hukum

sekunder, dan bahan hukum tersier

b. Studi Lapangan (Field Research)

Studi Lapangan adalah mengumpulkan data dengan mengadakan penelitian

langsung pada tempat atau objek penelitian sebagai pendukung untuk meneliti

masalah yang akan dibahas.

F. Metode Pengolahan Data

Data yang terkumpul, diolah melalui pengolahan data dengan tahap-tahap sebagai

(53)

5

1. Identifikasi

Identifikasi yaitu mencari dan menetapkan data yang berhubungan dengan

hukum Asuransi Syariah di Indonesia.

2. Editing

Editing yaitu meneliti kembali data yang diperoleh dari keterangan para

responden maupun dari kepustakaan, hal ini perlu untuk mengetahui apakah

data tersebut sudah cukup dan dapat dilakukan untuk proses selanjutnya.

Semua data yang diperoleh kemudian disesuaikan dengan permasalahan yang

ada dalam penulisan ini, editing dilakukan pada data yang sudah terkumpul

diseleksi dan diambil data yang diperlukan.

3. Seleksi Data

Seleksi data, yaitu memeriksa secara keseluruhan data untuk menghindari

kekurangan dan kesalahan data yang berhubungan dengan permasalahan.

4. Klasifikasi Data

Klasifikasi data yaitu menyusun data yang diperoleh menurut kelompok yang

telah ditentukan secara sistematis sehingga data tersebut siap untuk dianalisis.

5. Penyusunan Data

Penyusunan data yaitu menyusun data yang telah diperiksa secara sistematis

sesuai dengan urutannya sehingga pembahasan lebih mudah dipahami.

6. Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan yaitu langkah selanjutnya setelah data tersusun secara

sistematis, kemudian dilanjutkan dengan penarikan suatu kesimpulan yang

(54)

G. Analisis Data

Data hasil pengolahan tersebut dianalisis secara deskriptif kualitatif yaitu

menguraikan data secara bermutu dalam bentuk kalimat yang teratur, logis dan

efektif sehingga memudahkan interpretasi data dan pemahaman hasil analisis

guna menjawab permasalahan yang ada.

H. Sistematika Penulisan

BAB I , PENDAHULUAN,

Akan menguraikan latar belakang penelitian yang menyangkut tentang hukum

Asuransi Syariah di Indonesia, rumusan permasalahan , ruang lingkup penelitian,

tujuan penelitian , serta kegunaan penelitian.

BAB II , TINJAUAN PUSTAKA,

terdiri dari subpokok bahasan Asuransi, Asuransi Syariah, Dewan Pengawas

Syariah dan akad/perjanjian dalam Asuransi Syariah.

BAB III , METODE PENELITIAN,

terdiri dari subbab jenis dan tipe penelitian , metode pendekatan, data dan sumber

data , metode pengumpulan data , metode pengolahan data ,analisis data , dan

diakhiri dengan sistematika penulisan.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN,

Di dalamnya menguraikan materi muatan yang terdiri dari subbab pengaturan

hukum operasional asuransi syariah dan penyelesaian sengeketa pada perjanjian

(55)

7

BAB V PENUTUP

Terdiri dari kesimpulan hasil penelitian dan saran-saran yang diajukan mengenai

pengaturan hukum operasional asuransi syariah dan penyelesaian sengeketa pada

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis yang diperolehi, responden mempunyai persepsi yang positif terhadap aktiviti dakwah yang dijalankan.. Nilai min bagi keseluruhan item bahagian

Namun, kedua pita serapan yang dimiliki senyawa dengan kode noda 6 ini menunjukkan pergeseran hipsokrom yang tidak lazim untuk senyawa flavonoid.. Selain itu, harga

belum tepat sebanyak 61% atau 65 responden mereka adalah masyarakat miskin yang menjadi sasaran program sebenarnya tapi tidak merasakan manfaat dari adanya pembangunan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel kering akar gantung Hornstedtia scyphifera var fusiformis Holttum, pelarut teknis yang telah didistilasi yaitu

Di satu sisi, kaum pem baharu berusaha keras agar dapat menghadapkan dan membawa Islam kepada persoalan-persoalan kon tem porer yang tidak pernah muncul pada zaman

Di Malaysia, pertandingan musabaqah tilawah al-Quran yang bermula pada tahun 1960 adalah merupakan salah satu kaedah menarik minat umat Islam dalam memperdengarkan bacaan

Mahasiswa yang telah mendaftar Skripsi memperoleh Dosen Pembimbing yang telah ditetapkan oleh Komisi Tugas Akhir sesuai dengan pilihan mahasiswa dan dinyatakan dalam Surat

Kebijakan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum dan Kepatuhan Arçelik, dan Perusahaan bertanggung jawab untuk memastikan kepatuhan terhadap Kebijakan oleh semua karyawannya