Rahmat Julianta Tarigan
ABSTRAK
PRINSIP OPERASIONAL ASURANSI SYARIAH DI INDONESIA DITINJAU SECARA HUKUM ISLAM
Oleh:
RAHMAT JULIANTA TARIGAN
Praktek asuransi di Indonesia yang telah ada selama ini dianggap oleh masyarakat muslim di Indonesia tidak sesuai dengan prinsip syariah karena mengandung sistem
riba, gharar, dan maysir. Oleh karena itu, berdasarkan hasil musyawarah para Majelis Ulama Indonesia maka dibentuklah suatu sistem asuransi yang baru yang sesuai dengan prinsip dan nilai-nilai syariah yaitu asuransi syariah melalui Fatwa DSN No.21/DSN-MUI/III/2002 tentang Pedoman Umum Asuransi. Rumusan masalah dari penelitian ini yang pertama adalah bagaimana prinsip operasional asuransi syariah di Indonesia ditinjau dari hukum Islam. Kedua, bagaimana peran Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) dalam menyelesaikan sengketa dalam perjanjian asuransi syariah.
Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yaitu suatu penelitian yang secara deduktif dimulai analisa terhadap pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang asuransi syariah yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan normatif tentang hubungan antara satu peraturan dengan peraturan lain dan penerapan dalam prakteknya.
Penyelesaian sengketa yang terjadi didalam perjanjian asuransi syariah dilakukan melalui kesepakatan antara pihak mudharib dan sahib al maal disaat melakukan perjanjian asuransi syariah pertama kali yang dituangkan dalam bentuk polis asuransi syariah. Penyelesaian sengketa perjanjian asuransi syariah dilakukan melalui dua cara yaitu secara litigasi yaitu melalui pengadilan agama seperti yang diatur oleh pasal 49 Undang-Undang nomor 3 tahun 2006 tentang peradilan agama atau melalui non-litigasi yaitu melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional Indonesia (BASYARNAS) sesuai dengan aturan yang terdapat didalam polis asuransi syariah.
PRINSIP OPERASIONAL ASURANSI SYARIAH DI INDONESIA DITINJAU SECARA HUKUM ISLAM
Oleh :
RAHMAT JULIANTA TARIGAN
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, pada tanggal 8 juli
1992 sebagai anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan
Ayahanda Sabirin Tarigan dan Ibunda Normal Sebayang.
Jenjang pendidikan penulis dimulai pada TK Al-Kautsar
Bandar Lampung pada tahun 1997 dan selesai tahun 1998.
Kemudian penulis melanjutkan jenjang pendidikan di SD Al-Kautsar Bandar
Lampung pada tahun 1998 dan selesai tahun 2004. Kemudian penulis melanjutkan
jenjang pendidikan di SMP Al-Kautsar Bandar Lampung selesai pada tahun 2007.
Setelah itu melanjutkan ke SMA Negeri 9 Bandar Lampung diselesaikan pada
tahun 2010.
Tahun 2010, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas
Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri
(SNMPTN) program pendidikan Strata 1 (S1) dan mengambil Jurusan bagian
Hukum Perdata. Selama menjadi mahasiswa penulis menjadi Kepala Divisi minat
bakat Himpunan Mahasiswa Hukum Perdata (HIMA Perdata) pada tahun
MOTO
“Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama) itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu
orang-orang yang tidak mengetahui.”
(QS. Al-Jaatsiyah: 18)
“Jagalah hartamu dengan zakat dan obatilah sakitmu dengan sedekah dan hadapilah segala cobaan dan bahaya dengan doa serta rendah hati.”
PERSEMBAHAN
Dengan segala kerendahan hati kupersembahkan karya kecilku ini kepada:
Kedua Orang Tuaku Normal Sebayang dan Sabirin Tarigan alm. Terimakasih Untuk Semua Kasih Sayang dan Pengorbanannya Sehingga Aku
Bisa Menjadi Orang Yang Berhasil
Kakakku Ismail Tarigan
Yang Selalu Memberi Dukungan Dibalik Kesibukannya Yang Membuatku Yakin Bahwa Memiliki Saudara Sepertimu Adalah Salah Satu Berkah Untukku
Seluruh Keluarga Besar
Selalu Memberi Dukungan, Memotivasi, Doa dan Perhatian Sehingga Aku Lebih Yakin Dalam Menjalani Hidup Ini
Almamater Universitas Lampung
SANWACANA
Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT karena atas nikmat dan izinnyalah makan penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Prinsip Operasional Asuransi Syariah di Indonesia Ditinjau Secara Hukum Islam” sebagaisalah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas
Lampung.
Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini, untuk
itu saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan untuk
pengembangan dan kesempurnaan skripsi ini.
Dalam penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan saran dari
berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Lampung;
2. Bapak Dr. Wahyu Sasongko, S.H., M.Hum., selaku Ketua Jurusan Hukum
Perdata Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah banyak membantu
3. Ibu Wati Rahmi Ria, S.H., M.Hum, selaku Pembimbing Satu atas kesabaran
dan kesedian untuk meluangkan waktunya, mencurahkan segenap
pemikirannya, memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses
penyelesaian skripsi ini;
4. Ibu Siti Nurhasanah, S.H., M.H., selaku Pembimbing Dua yang telah bersedia
untuk meluangkan waktunya, mencurahkan segenap pemikirannya,
memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi
ini;
5. Ibu Dr. Nunung Rodliyah, M.A., selaku Pembahas Satu, yang telah
memberikan kritik, saran, dan masukan yang membangun terhadap skripsi ini;
6. Bapak Depri Liber Sonata, S.H., M.H., selaku Pembahas Dua, yang telah
memberikan kritik, saran, dan masukan yang membangun terhadap skripsi ini;
7. Ibu Rini Fathonah, S.H., M.H., selaku Pembimbing Akademik
8. Seluruh dosen dan karyawan/i Fakultas Hukum Universitas Lampung yang
penuh dedikasi dalam memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis, serta
segala bantuan yang diberikan kepada penulis selama menyelesaikan studi;
9. Teristimewa untuk Mamak dan almarhum Bapak yang telah menjadi orangtua
terhebat yang tiada hentinya memberikan kasih sayang, semangat, dan doa
yang tidak pernah putus untuk kebahagiaan dan kesuksesanku. Terimakasih
atas segalanya semoga kelak dapat membahagiakan, membanggakan, dan
selalu bisa menjadi alasan dibalik senyum tawa kalian;
10.Untuk Keluargaku Ismail Tarigan, Ibu, Pakde, Mama Tua, Mama tengah,
11.Sahabat-sahabatku Terry, Aryo, Reky, Fauzan, Angkondo, Ideal, Chaliq, Faiz,
Adit, Meliyan, Panji, Idha, Wahyu dan Subur untuk kebersamaan, bantuan,
canda, dan semangatnya. Semoga kita semua sukses;
12.Teman-teman SD hingga SMA Jimmy, Mukrim, Iqbal Akbar, Emir, Devi A,
Devi Y, Cantika, Reza, Andresi, Icha, Ruth, Jae, Feby, Ester, Thoyib,
Mukhsin, dan teman-teman lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu,
terima kasih untuk kebersamaan, bantuan, canda, dan semangatnya. Semoga
kita semua sukses di kedepannya;
13.Teman seperjuangan Fakultas Hukum dan bagian Keperdataan ’10 Taufan,
Dendri, Zulkifli, Rindi, Suhendra, Aldi, Riko, Saud, Lala, dan seluruh
teman-teman Fakultas Hukum dan bagian Keperdataan ’10 yang tidak dapat
disebutkan satu persatu atas dukungan dan kerjasamanya. Semoga kita semua
sukses;
14.Seluruh keluarga KKN Tematik Unila Bang Gunawan, Ilham, Mbak Susi,
Ade, Yulia, Insya, Citra dan Indah yang telah belajar dan berjuang bersama di
Desa Tanjung Raja Sakti Kec. Blambangan Umpu, Kabupaten Waykanan.
Semoga kita semua sukses;
15.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
dalam penyelesaian skripsi ini, terimakasih atas semua bantuan dan
dukungannya.
Semoga Allah SWT memberikan balasan atas jasa dan budi baik yang telah
jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang
sederhana ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya, khususnya bagi penulis
dalam mengembangkan dan mengamalkan ilmu pengetahuan.
Bandar Lampung, Juli 2014
Penulis,
DAFTAR ISI
C. Badan Arbitrase Syariah Nasional ... 25
D. Sumber Data ... 36
E. Metode Pengumpulan Data... 37
F. Metode Pengolahan Data ... 38
G. Analisis Data ... 39
H. Sistematika Penulisan ... 40
IV. PEMBAHASAN A. Prinsip Operasional Asuransi Syariah di Indonesia ... 41
1. Falsafah Dasar Asuransi Syariah ... 41
2. Landasan Hukum Asuransi Syariah ... 44
3. Regulasi Asuransi Syariah di Indonesia ... 48
4. Prinsip Pelaksanaan Operasional Asuransi Syariah di Indonesia .... 51
5. Dewan Pengawas Syariah ... 57
B. Peran Badan Arbitrase Syariah Nasional dalam Penyelesaian Sengketa Perjanjian Asuransi Syariah ... 61
1. Sejarah Badan Arbitrase Syariah Nasional ... 61
2. Peran Badan Arbitrase Syariah Nasional dalam Praktek Asuransi Syariah ... 63
3. Prosedur Badan Arbitrase Syariah Nasional ... 65
V. PENUTUP 1. Kesimpulan ... 72
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asuransi pada dasarnya merupakan persiapan yang dibuat oleh sekelompok orang
yang masing-masing menghadapi kerugian kecil sebagai sesuatu yang tidak dapat
diduga. Apabila kerugian itu menimpa salah seorang anggota dari perkumpulan
tersebut, maka kerugian itu akan ditanggung bersama. Dalam setiap kehidupan
manusia senantiasa menghadapi kemungkinan terjadinya suatu malapetaka,
musibah dan bencana yang dapat melenyapkan dirinya atau berkurangnya nilai
ekonomi seseorang baik terhadap diri sendiri, keluarga, atau perusahaannya yang
diakibatkan oleh meninggal dunia, kecelakaan, sakit, ataupun lanjut usia serta
kehilangan fungsi dari pada suatu benda, seperti kecelakaan, kehilangan akan
barang dan juga kebakaran.
Masyarakat sekarang sangat memerlukan asuransi untuk melindungi harta dan
keluarga mereka dari akibat musibah. Usaha yang sudah maju dan
menguntungkan mungkin bisa bangkrut dalam seketika ketika musibah atau
bencana yang tak terduga melanda tempat usahanya atau keluarga yang ditinggal
wafat pemberi nafkah di dalam keluarga yang kemudian menyebabkan anggota
keluarga yang ditinggalkan menjadi terlantar.Namun, hal ini sebenarnya tidak
perlu terjadi kalau saja ada perlindungan dari asuransi. Asuransi memang tidak
2
akibat musibah yang telah terjadi.
Namun praktek asuransi yang telah ada dianggap oleh masyarakat muslim di
Indonesia tidak sesuai dengan prinsip syariah karena mengandung sistem riba,
gharar, dan maysir. Oleh karena itu, berdasarkan hasil musyawarah para Majelis Ulama Indonesia maka lahirlah suatu konsep Asuransi berprinsip Syariah yang
diharapakan dapat diterima dan dipraktikan dimana saja tanpa harus takut dengan
adanya praktek-praktek yang bertentangan dengan hukum syariah Islam yang
bertujuan untuk menghindari unsur-unsur gharar,maisir, dan riba.
Asuransi berprinsip Syariah merupakan bidang bisnis asuransi yang belakangan
ini cukup mendapatkan perhatian besar dikalangan masyarakat Indonesia
khususnya yang beragama Islam. Asuransi berprinsip Syariah boleh dikatakan
relatif baru dibandingkan dengan bisnis asuransi yang tidak berprinsip Syariah
(konvensional). Bisnis Asuransi berprinsip Syariah adalah pengoperasian kegiatan
usahanya berdasarkan prinsip - prinsip syariah yang bersumber dari Alqur’an dan
hadits serta Fatwa Para Ulama terutama yang terhimpun dalam Majelis Ulama
Indonesia (MUI).1
Menurut Fatwa DSN No.21/DSN-MUI/III/2002 tentang Asuransi Syariah,
Asuransi Syariah yaitu usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara
sejumlah orang/pihak melaui investasi dalam bentuk asset dan bersedekah
1
(tabarru’) yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu
melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah2.
Dasar didirikannya Asuransi Syariah adalah penghayatan terhadap semangat
saling bertanggung jawab, kerjasama dan perlindungan dalam kegiatan-kegiatan
masyarakat, demi terciptanya kesejahteraan umat dan masyarakat pada umumnya
Beberapa prinsip yang terkandung dalam Asuransi Syariah yaitu :
1. Saling bekerja sama atau bantu-membantu. Seorang muslim bagian dari sistem
kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, seorang muslim dituntut mampu
merasakan dan memikirkan saudaranya yang akan menimbulkan sikap saling
membutuhkan dalam menyelesaikan masalah.
“Dan tolong menolonglah kamu (dalam mengerjakan) kebaikan dan taqwa. Dan jangan tolong, menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.”(QS.Al-Maidah[5];2)
2. Saling melindungi dari berbagai kesusahan dan penderitaan satu sama lain.
Hubungan sesama muslim ibarat suatu badan yabg apabila satu anggota badan
terganggu atau kesakitan maka seluruh badan akan ikut merasakan. Maka
saling membantu dan tolong-menolong menjadi bagian yang tidak terpisahkan
dalam sistem kehidupan masyarakat.
“Adapun terhadap anak yatim maka janganlah kamu berlaku sewenang -wenang. Dan terhadap orang yang meminta-minta maka, janganlah kamu menghardiknya” (QS. Ad-Duha [93]9-10)
2
4
3. Sesama muslim saling bertanggungjawab. Kesulitan seorang muslim dalam
kehidupan menjadi tanggung jawab sesama muslim. Sebagaimana dalam
firman Allah SWT
“Dan peganglah kamu kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepamu ketika dahulu (masa Jahilliyah) bermusuh-musuhan, maka, Allah merpersatukan hatimu, lalu menjadikan kamu karena nikmat Allah orang-orang bersaudara, dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikian Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk”(QS. Al-Imran [3]103)
4. Menghindari unsur gharar, maysir, dan riba yang dimana hal ini telah jelas diharamkan oleh Allah SWT.
Pengertian kehidupan ekonomi dalam konteks perusahaan asuransi yang
berprinsip syariah atau asuransi Islam secara umum sebenarnya tidak jauh berbeda
dengan asuransi konvensional di dalam produk-produk asuransi yang ditawarkan.
Di antara keduanya, baik asuransi konvensional maupun asuransi syariah
mempunyai persamaan yaitu perusahaan asuransi hanya berfungsi sebagai
fasilitator hubungan struktural antara peserta penyetor premi (penanggung)
dengan peserta penerima pembayaran klaim (tertanggung). Namun, secara umum
asuransi Islam atau sering diistilahkan dengan takaful dapat digambarkan sebagai
asuransi yang prinsip operasionalnya didasarkan pada syarat Islam dengan
mengacu kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah.3
Lahirnya asuransi syariah dan sistem ekonomi syariah lainnya secara tidak
langsung juga telah membuat perkembangan pada lembaga perdamaian baik
dalam peradilan maupun luar peradilan untuk membentuk dan mengembangkan
sistem berprinsip syariah yang dapat diharapakan mampu menyelesaikan berbagai
macam kemungkinan sengketa yang timbul dalam perdagangan, industri
keuangan,jasa keuangan dan lain-lain dikalangan masyarakat Islam. Perlu
dipahami bahwa landasan yang digunakan asuransi syariah dan konvensional
memiliki perbedaan yang substansi sehingga penyelesaian sengketa antara
keduanya juga memiliki perbedaan, dengan demikian Pengadilan Negeri yang
populer dalam perkara perdata sangat tidak efisien apabila memproses sengketa
asuransi syariah yang memiliki perbedaan dasar dengan asuransi yang
konvensional, oleh sebab itu para Ulama MUI membentuk suatu lembaga di luar
peradilan yang menggunakan prinsip syariah yang dikenal dengan Badan
Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS).
Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) memiliki peran yang sangat
penting dalam perekonomian syariah termasuk asuransi syariah, karena akan
sangat berguna dalam penyelesian sengketa yang tidak akan memakan waktu yang
lama dalam proses penyelesaian persengketaan tersebut dibanding melalui jalur
peradilan. Persidangan melalui arbitrase juga bersifat tertutup sehingga
kerahasaian antara pihak yang bersengketa sangat dijunjung tinggi dan apabila
persengketaan telah selesai seperti pada umumnya para pihak dapat membina
hubungan bisnis kembali karena sifat dari arbitrase yang tidak konfrontatif dimana
hasil dari putusan tersebut merupakan keputusan bersama yang diterima oleh
pihak-pihak yang bersengketa, terlebih lagi dengan keunggulannya yang
berdasarkan hukum-hukum Islam sehingga hasil putusan akan sangat dibuat
6
Namun perkembangan badan arbitrase syariah nasional belom dapat dikatakan
baik karena banyak masyarakat yang masih belum mengenal adanya lembaga luar
peradilan tersebut yang menyebabkan badan arbitrase syariah nasional sulit untuk
berkembang. Hal ini menyebabkan harapan dan kenyataan mengenai badan
arbitrase syariah nasional sangat bertolak belakang akibat beberapa faktor yang
membuat keberadaan badan arbitrase syariah nasional jarang digunakan oleh
pihak-pihak yang bersengketa dalam perjanjian ekonomi syariah. Padahal,
dibentuknya arbitrase syariah ini diharapkan untuk dapat membantu masyarakat
khusunya muslim untuk menyeselesaikan masalah perekonomian syariah di
Indonesia serta meyakinkan kembali kepada masyarakat mengenai bahwa masih
adanya suatu sistem perdamaian yang berprinsip kepada agama yang bisa
dikatakan peraturan dan putusannya tidak berdasarkan pertimbangan duniawi saja
melainkan dunia dan akhirat.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk membahas
penelitian dengan judul Prinsip Operasional Asuransi Syariah Ditinjau Secara Hukum Islam
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian
1. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi
rumusan masalah dalam penulisan penelitian ini adalah :
2. Bagaimana peran Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) dalam
menyelesaikan sengketa di dalam perjanjian asuransi syariah ?
2. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Ruang Lingkup Bidang Ilmu yaitu bidang ilmu hukum perdata ekonomi
khususnya mengenai hukum Asuransi Syariah
2. Ruang lingkup kajiannya meliputi lingkup kajian pada penjelasan secara
analisis deskriptif mengenai hukum Asuransi Syariah dengan menggunakan
aturan hukum dalam Undang-Undang nomor 2 Tahun 1992 tentang usaha
perasuransian, Peraturan Menteri Keuangan nomor 18/PMK.010/2010 tentang
penerapan prinsip dasar penyelenggaraan usaha asuransi dan usaha reasuransi
dengan prinsip syariah, Peraturan Menteri Keuangan nomor
11/PMK.010/2011 tentang kesehatan keuangan usaha asuransi dan usaha
reasuransi dengan prinsip syariah dan fatwa Dewan Syariah Nasional MUI.
3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini mencakup kegunaan teoritis dan kegunaan praktis, yaitu :
a. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan dan pokok bahasan diatas, maka tujuan dari penelitian
8
1. Mengetahui dan menganalisis mengenai penerapan sistem hukum syariah pada
operasional asuransi
2. Mengetahui dan menganalisis proses penyelesaian sengketa didalam perjanjian
asuransi syariah melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional
b. Kegunaan Penelitian
Kegunaan Penelitian dapat dibedakan ke dalam dua segi, yaitu kegunaan teoritis
dan kegunaan praktis.
1. Kegunaan Teoritis
Secara Teoritis penelitian ini adalah sebagai dasar pemikiran dalam upaya
perkembangan secara teoritis disiplin ilmu, khususnya hukum perdata ekonomi
dan untuk memberikan masukan dan sumbangan pemikiran bagi perkembangan
ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum, khususnya ilmu hukum yang berkenaan
dengan hukum Asuransi Syariah.
2. Kegunaan Praktis
Secara praktis penelitian ini berguna untuk :
1) Sebagai upaya pengembangan wawasan keilmuan dan pengetahuan peneliti di
bidang ilmu hukum khususnya ilmu hukum yang berkenaan dengan hukum
Asuransi Syariah.
2) Sebagai bahan literatur bagi mahasiswa selanjutnya yang akan melakukan
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Syariah
Syariah berasal dari kata bahasa Arab yang berarti jalan yang harus diikuti. Secara
harfiah ia berarti “jalan ke sebuah mata air”. Ia bukan hanya jalan menuju
keridhaan Allah yang Maha Agung, melainkan juga jalan yang diimani oleh
seluruh kaum Muslimin sebagai jalan yang dibentangkan oleh Allah, Sang
Pencipta itu sendiri, melalui utusan-Nya, Nabi Muhammad SAW.1
Secara terminologis, Muhammad Ali al-Sayis mengartikan Syariah dengan jalan
“yang lurus”. Kemudian pengertian ini dijabarkan menjadi: “Hukum Syara’
mengenai perbuatan manusia yang dihasilkan dari dalil-dalil terperinci”. Syekh
Mahmud Syaltut mengartikan Syariah sebagai hukum- hukum dan tata aturan
yang disyariatkan oleh Allah bagi hamba-Nya untuk diikuti.2
Pengertian Syariah menurut Muhammad Salam Maskur dalam kitabnya al-Fiqh al-Islamy. Salah satu makna Syariah adalah jalan yang lurus. Sebagaimana firman Allah SWT:3
لعيا يذَلا ءآ ها عبَتت ا ا عبَتاف رمأا م ةعيرش ىلع كنلعج َمث. (ةيثاجلا:)
“Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama) itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.” (QS. Al-Jaatsiyah: 18)
1
Abdur Rahman I.Doi Inilah Syariah Islam, Pustaka Panji Mas, Jakarta,1991 hal. 1 2
http://www.referensimakalah.com/2012/08/pengertian-syariah-etimologi-dan.html (diakses pada tanggal 08-02-2014 pukul 21.29 WIB)
3
2
Berdasarkan penjelasan diatas, hukum syariah adalah hukum mutlak dan hakiki
yang dipercaya kebenarannya karena merupakan hukum yang dibuat langsung
oleh Allah SWT dan wajib untuk diikuti oleh seluruh umat muslim yang ada di
dunia tanpa terkecuali agar tidak menjadi orang-orang yang celaka.
B. Pengertian Asuransi Syariah
Dalam bahasa Arab, asuransi disebut at-ta’min , , diambil dari kata , yang artinya memberikan perlindungan, ketenangan,rasa aman dan terbebas dari
rasa takut.4 Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
(DSN-MUI) Fatwa DSN No.21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum
Asuransi Syariah bagian pertama menyebutkan pengertian Asuransi Syariah
(ta’min, takaful’ atau tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong
menolong di antara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk set
dan atau tabarru yang memberikan pola pengembalian untuk mengehadapi resiko tertentu melalui akad atau perikatan yang sesuai dengan syariah. Akad
berdasarkan Syariah yang dimaksud adalah akad yang tidak mengandung gharar
(penipuan), masyir (perjudian), riba (bunga), dzulm (penganiayaan), risywah
(suap), barang haram dan maksiat.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat diketahui bahwa Asuransi Syariah
adalah kesepakatan seseorang atau sejumlah orang untuk saling memikul resiko
diantara sesama orang melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah. Akad
yang sesuai dengan syariah yaitu yang didasari hukum Islam atau berlandaskan
pada Al-Qur’an maupun sunnah Rasul ataupun ketentuan lain yang menjadi dasar
4
aturan dalam agama Islam. Sehingga antara satu dengan yang lainnya menjadi
penanggung atas resiko yang lainnya. Dalam Asuransi Syariah akad yang
digunakan yaitu menggunakan akad tabarru (tolong menolong) yang juga dapat digunakan untuk kemaslahatan umat, jadi dana yang kita investasikan akan
dipotong beberapa persen (sesuai ketentuan) sebagai dana untuk menolong
sesama peserta takaful jika ada yang terkena musibah. Jenis-jenis asurasni syariah
tidak jauh berbeda dengan jenis asuransi konvensional yaitu asuransi jiwa dan
asuransi kerugian. Hanya saja di dalam produk asuransi syariah ada beberapa
prinsip yang dihapuskan dan ditambahkan agar produk asuransi syariah dapat
diterima oleh masyarakat di Indonesia secara hukum ekonomi dan hukum Islam.
a. Produk-produk Asuransi Syariah :5
1. Takaful Umum
g) Takaful Pengangkutan & Rangka Kapal h) Takaful Kendaraan Bermotor
4
b. Layanan Group/Kumpulan
1) Takaful Ordinary
perasuransian. Namun Undang-Undang tersebut tidak dapat dijadikan landasan
hukum yang kuat bagi Asuransi Syariah karena tidak mengatur keberadaan
asuransi berdasarkan prinsip syariah, serta tidak mengatur teknis pelaksanaan
kegiatan asuransi dalam kaitannya kegiatan administrasinya. Pedoman untuk
menjalankan usaha Asuransi Syariah terdapat dalam Fatwa Dewan Asuransi
Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) No.21/DSN-MUI/X/2001
tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah, fatwa tersebut dikeluarkan karena
regulasi yang ada tidak dapat dijadikan pedoman untuk menjalankan kegiatan
Asuransi Syariah. Tetapi fatwa DSN-MUI tersebut tidak memiliki kekuatan
hukum dalam Hukum Nasional karena tidak termasuk dalam peraturan
perundang-undangan di Indonesia.
Agar ketentuan Asuransi Syariah memiliki kekuatan hukum, maka perlu dibentuk
perundang-undangan ini dirasa belum memberi kepastian hukum yang lebih kuat, namun
peraturan ini sudah cukup mewakili dalam regulasi hukum asuransi syariah di
Indonesia. Peraturan tersebut yaitu Peraturan Menteri Keuangan nomor
18/PMK.010/2010 tentang penerapan prinsip dasar penyelenggaraan usaha
asuransi dan usaha reasuransi dengan prinsip syariah, Peraturan Menteri
Keuangan nomor 11/PMK.010/2011 tentang kesehatan keuangan usaha asuransi
dan usaha reasuransi dengan prinsip syariah.
Namun selain daripada penjelasan diatas dalam Asuransi Syariah yang menjadi
sumber hukum pokok dan utamanya adalah Al-Qur’an yang merupakan wahyu
dari Allah SWT yang diturunkan melalui Nabi Muhammad SAW. Sumber kedua
adalah al-hadits yang merupakan kumpulan setiap perkataan nabi tentang sesuatu
dan yang ketiga adalah Ijma yang merupakan kesepakatan para ulama tentang suatu hal.
C. Prinsip-prinsip Asuransi Syariah
Secara umun setiap perjanjian asuransi yang dilakukan harus mengandung
prinsip-prinsip asuransi. Tujuannya adalah untuk menghindari hal-hal yang tidak
diinginkan dikemudaian hari antara pihak penanggung dengan pihak tertanggung.
Prinsip-prinsip yang dimaksud sebagai berikut :6
a. Insurable Interest, merupakan hal berdasarkan hukum untuk mempertanggungjawabkan suatu resiko berkaitan dengan keuangan, yang
diakui sah secara hukum antara tertanggung dan suatu yang dipertanggungkan
dan dapat menimbulkan hak dan kewajiban secara hukum
6
6
b. Utmost good faith Suatu tindakan untuk mengungkapkan secara akurat dan lengkap, semua fakta yang material (material fact) mengenai sesuatu yang
akan diasuransikan baik diminta maupun tidak. Artinya adalah : si
penanggung harus dengan jujur menerangkan dengan jelas segala sesuatu
tentang luasnya syarat/kondisi dari asuransi dan si tertanggung juga harus
memberikan keterangan yang jelas dan benar atas obyek atau kepentingan
yang dipertanggungkan.
1. Proximate cause Suatu penyebab aktif, efisien yang menimbulkan rantaian kejadian yang menimbulkan suatu akibat tanpa adanya intervensi suatu yang
mulai dan secara aktif dari sumber yang baru dan independen.
2. Indemnity Suatu mekanisme dimana penanggung menyediakan kompensasi finansial dalam upayanya menempatkan tertanggung dalam posisi keuangan
yang ia miliki sesaat sebelum terjadinya kerugian (KUHD pasal 252, 253 dan
dipertegas dalam pasal 278).
3. Subrogation Pengalihan hak tuntut dari tertanggung kepada penanggung setelah klaim dibayar.
4. Contribution Hak penanggung untuk mengajak penanggung lainnya yang sama-sama menanggung, tetapi tidak harus sama kewajibannya terhadap
tertanggung untuk ikut memberikan indemnity.
Prinsip-prinsip dalam asuransi seperti yang telah dijelaskan diatas berlaku juga
didalam prinsip-prinsip Asuransi Syariah. Namun didalam Asuransi Syariah ada
prinsip-prinsip yang berlaku secara khusus karena prinsip didalam Asuransi
gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba (bunga), zulmu (Penganiayaan),
riswah (suap), barang haram dan maksiat.
Menurut para pakar ekonomi Islam, asuransi Syariah (takaful) ditegakkan atas 3 (tiga) prinsip utama, yaitu sebagai berikut:7
1. Saling bertanggung jawab
Peserta atau anggota Asuransi Syariah memiliki rasa tanggung jawab bersama
untuk membantu dan menolong peserta lain yang mengalami musibah atau
kerugian dengan niat ikhlas, karena hal itu merupakan suatu ibadah, yang
tentunya mendapatkan ganjaran Pahala dari Yang Maha Esa. Hal itu juga
sesuai dengan beberapa hadits Rasulullah Saw yang aksudnya adalah sebagai
berikut:
- Kedudukan hubungan persaudaraan dan perasaan orang-orang beriman antara satu dengan lain seperti satu tubuh (jasad), apabila satu dari anggotanya tidak sehat, maka akan berpengaruh kepada seluruh tubuh. (HR. Bukhari dan Muslim)
- Setiap kamu adalah pemikul tanggung jawab, dan setiap kamu bertanggung jawab terhadap orang-orang yang dibawah tanggung jawabmu. (HR. Bukhari dan Muslim)
- Seseorang tidak dianggap beriman sehingga ia mengasihi saudaranya sebagaimana ia mengasihi dirinya sendiri. (HR. Bukhari)
Dan beberapa hadits lainnya yang tidak disebutkan disini, namun dari beberapa
hadits tersebut terlihat bahwa tanggung jawab antar sesama khususnya antar
umat muslim merupakan kewajiban setiap muslim. Rasa tanggung jawab ini
tentu lahir dari sifat saling menyayangi, mencintai, saling membantu dan
7
8
merasa mementingkan kebersamaan untuk mendapatkan kemakmuran bersama
dalam mewujudkan masyarakat yang beriman, takwa, dan harmonis seperti
yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Dalam prinsip ini, maka terlihat bahwa Asuransi Syariah merealisir perintah
Allah SWT dan Rasulullah SAW tentang kewajiban untuk tidak egois
(mementingkan diri sendiri), tetapi juga mesti mementingkan orang lain atau
masyarakat lainnya.
2. Saling bekerja sama atau saling membantu;
Peserta atau anggota Asuransi Syariah saling bekerja sama dan saling
tolong-menolong dalam mengatasi kesulitan yang dialami karena sebab musibah yang
diderita. Hal ini sesuai dengan Firman Allah SWT dalam surat Al-Maidah ayat 2 yang telah dipaparkan sebelumnya. Dan juga sesuai dengan beberapa hadits
Rasulullah SAW yang maksudnya sebagai berikut:
- Siapa yang memenuhi hajat (kebutuhan) saudaranya, maka Allah akan memenuhi hajatnya. (HR. Bukhari, Muslim, dan Abu Daud)
- Allah senantiasa menolong hamba, selagi hamba itu menolong saudaranya.
(HR. Ahmad dan Abu Daud)
Dengan prinsip inilah Asuransi Syariah merealisir perintah Allah dan Rasul
tentang kewajiban hidup bersama dan saling tolong menolong di antara
sesama ummat manusia.
3. Dan saling melindungi penderitaan satu sama lain.
Prinsip ini menunjukkan bahwa peserta atau anggota Asuransi Syariah
musibah yang dideritanya. Hal ini sesuai Firman Allah dalam al-Qur’an, Surah Al-Quraisy ayat 4, dan Surah Al-Baqarah ayat 126. Selain itu juga sesuai dengan beberapa hadits Rasulullah yang maksudnya sebagai berikut:
- Sesungguhnya orang-orang beriman ialah sipa saja yang boleh member keselamatan dan perlindungan terhadap harta dan jiwa raga manusia.
(HR. Ibnu Majah)
- Tidaklah sah iman seseorang itu kalau ia tidur nyenyak dengan perut kenyang sedangkan jiren (tetangga)nya meratap kelaparan. (HR. Al-Bazar)
Dari prinsip ini terlihat bahwa Asuransi Syariah merealisir perintah Allah dan
Rasulullah tentang kewajiban saling melindungi diantara sesama warga
masyarakat.
Prinsip dalam menghindari gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba (bunga),
zulmu (Penganiayaan), riswah (suap), barang haram dan maksiat dalam prinsip Asuransi Syariah menjadikan Asuransi Syariah sebagai salah satu asuransi
alternatif kepada masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam dalam
memilih produk asuransi yang ada di Indonesia. Kemudian daripada itu hal ini
dapat dijadikan acuan kepada perusahaan yang bergerak dalam bidang asuransi
khususnya Asuransi Syariah agar dalam menjalankan sistemnya tetap pada hukum
Islam dan syariat yang sesuai dengan perintah Allah SWT selama melakukan
perjanjian untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan antara kedua belah
pihak baik secara agama maupun ekonomi.
D. Akad/Perjanjian Asuransi Syariah
10
“pertalian ijab (pernyataan melakukan ikatan) dan qabul (pernyataan penerimaan
ikatan) sesuai dengan kehendak syariat yang berpengaruh pada objek perikatan”.8
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPdt) perjanjian adalah suatu
perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu
orang atau lebih lainnya.9 Dalam Asuransi Syariah pihak yang menjadi
penanggung asuransi disebut mu’amin dan pihak yang menjadi tertanggung
disebut mu’amman lahu atau musta’min.
Dalam akad/perjanjian asuransi berlaku syarat-syarat khusus yang diatur dalam
KUHD, antara lain pasal 251 KUHD tentang kewajiban pemberitahuan dan pasal
255 KUHD tentang perjanjian asuransi yang harus dibuat secara tertulis dalam
bentuk akta yang disebut polis. Selain itu, ketentuan mengenai syarat-syarat
sahnya perjanjian juga tercantum dalam pasal 1320 KUHPdt. Syarat-syarat sahnya
perjanjian dalam pasal 1320 KUHPdt yaitu adanya kesepakatan para pihak,
kewenangan berbuat, objek tertentu dah kausa yang halal.
Berdasarkan syarat-syarat sah asuransi tersebut, dapat diketahui bahwa perjanjian
asuransi timbul dari adanya kesepakatan antara tertanggung dan penanggung.
Sehingga, dengan adanya kesepakatan tersebut akan menciptakan suatu hubungan
hukum. Hubungan hukum yang dimaksud dalam perjanjian asuransi adalah
adanya hak dan kewajiban para pihak secara timbal balik. Oleh karena itu, sifat
perjanjian asuransi merupakan suatu perjanjian timbal-balik, yang berarti bahwa
masing-masing pihak berjanji akan melakukan sesuatu bagi pihak lain.
Sebagaimana berdasarkan ketentuan pasal 255 KUHD, ditentukan bahwa semua
8
M. Syakir Sula, Op.Cit, hlm. 38 9
asuransi atau pertanggungan harus dibentuk secara tertulis dengan suatu akta yang
dinamakan polis.
Polis adalah surat perjanjian pertanggungan. Perjanjian asuransi tertuang dalam
polis asuransi. Dalam polis tersebut kedua belah pihak yaitu penanggung dan
tertanggung masing-masing menyatakan suatu janji. Oleh karena itu perjanjian
asuransi merupakan alat bukti adanya suatu kesepakatan para pihak, maka apabila
terjadi peristiwa-peristiwa yang tidak diinginkan, polis dapat dijadikan sebagai
dasar bagi tertanggung untuk mengajukan tuntutan pembayaran sejumlah uang
(klaim).
Klaim adalah suatu tuntutan atas hak, yang timbul karena persyaratan dalam
perjanjian yang ditentukan sebelumnya telah dipenuhi. Penyebab terjadinya klaim
ada bermacam-macam, yaitu antara lain 10:
a. tertanggung meninggal dunia
b. pemegang polis menghentikan pembayaran preminya dan memutuskan
perjanjian asuransinya pada saat polisnya sudah mempunyai nilai tunai
c. pemegang polis sudah berkahir sesuai dengan jangka waktu yang tercantum
dalam polis dan kewajiban pemegang polis telah terpenuhi atau polis dalam
keadaan lapse tetapi telah mempunyai nilai tunai (habis kontrak bebas premi) d. tertanggung mendapat kecelakaan
e. tertanggung karena suatu penyakit perlu diopname atau riwayat jalan
10
12
Namun didalam Asuransi Syariah mengenai akad/perjanjian dalam asuransi
terdapat perbedaan pendapat para ulama fiqh dalam menentukan rukun suatu
akad. Jumhur ulama fiqh menyatakan rukun akad terdiri atas11 :
1. Pernyataan untuk mengikatkan diri (shighat al-„aqd)
2. Pihak-pihak yang berakad (al-muta’aqidain)
3. Obyek akad (al-ma’qud „alaih)
Ulama Hanafiyah berpendirian bahwa rukun akad itu hanya satu, yaitu shighat al-„aqd (ijab dan qabul), sedangkan pihak-pihak yang berakad dan obyek akad, menurut mereka, tidak termasuk rukun akad, tetapi termasuk syarat-syarat akad,
karena menurut mereka, yang dikatakan rukun itu adalah suatu esensi yang
berada dalam akad itu sendiri, sedangkan pihak-pihak yang berakad dan obyek
akad berada diluar esensi akad.
Shighat al-„aqdmerupakan rukun akad yang terpenting, karena melalui pernyataan inilah diketahui maksud setiap pihak yang melakukan akad. shighat al-„aqdini diwujudkan melalui ijab dan qabul. Dalam kaitannya dengan ijab dan qabul ini, para lama fiqh mensyaratkan:12
1.. Tujuan yang terkandung dalam pernyataan itu jelas, sehingga dapat
dipahami jenis akad, yang dikehendaki, karena akad-akad itu sendiri
berbeda dalam sasaran dan hukumnya.
2. Antara ijab dan qabul itu terdapat kesesuaian
3. Pernyataan ijab dan qabul itu mengacu kepada suatu kehendak
masing-masing pihak secara pasti, tidak ragu-ragu.
11
http://sebitakaful.wordpress.com/2013/04/09/akad-dalam-asuransi-syariah/ diakses pada tanggal 09-02-2014 pukul 11.00 WIB
12
Majelis Ulama Indonesia, melalui Dewan Syariah Nasional, mengeluarkan fatwa
khusus tentang: Pedoman Umum Asuransi Syariah sebagai berikut13 :
1. Ketentuan Umum
a. Asuransi Syariah (Ta`min, Takaful, Tadhamun) adalah usaha saling melindung dan tolong menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui
investasi dalam bentuk asset dan atau tabarru` yang memberikan pola
pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan)
yang sesuai dengan syariah.
b. Akad yang sesuai dengan syariah yang dimaksud pada poin (1) adalah yang
tidak mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba (bunga),
zulmu (Penganiayaan), riswah (suap), barang haram dan maksiat.
c. Akad tijarah adalah semua bentuk akad yang dilakukan untuk tujuan komersil.
d. Akad tabarru` adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan kebaikan dan tolong menolong, bukan semata untuk tujuan komersil.
e. Premi adalah kewajiban peserta untuk memberikan sejumlah dana kepada
perusahaan sesuai dengan kesepakatan dalam akad.
f. Klaim adalah hak peserta asuransi yang wajib dibeh perusahaan asuransi
sesuai dengan kesepakatan dalam akad
2. Akad Dalam Asuransi
a. Akad yang dilakukan antara peserta dengan perusahaan terdiri atas
akad tijarah dan atau akad tabarru`.
13
14
b. Akad tijarah yang dimaksud dalam ayat (1) adalah mudharabah, sedangkan akad tabarru` adalah hibah.
c. Dalam akad sekurang-kurangnya disebutkan:
1. Hak dan kewajiban peserta dan perusahaan
2. Cara dan waktu pembayaran premi
3. Jenis akad tijarah dan atau akad tabarru` serta syarat-syarat yang disepakati sesuai dengan jenis asuransi yang diakad.
3. Kedudukan Para Pihak Dalam Akad Tijarah dan Tabarru`
a. Dalam akad tijarah (mudharabah), perusahaan bertindak sebagai mudharib
(pengelola) dan peserta bertindak sebagai shahibul maal (pemegang polis). b. Dalam akad tabarru` (hibah), peserta memberikan hibah yang akan
digunakan untuk menolong peserta lain yang terkena musibah. Sedangkan
perusahaan sebagai pengelola dana hibah.
4. Ketentuan Dalam Akad Tijarah dan Tabarru`
a. Jenis akad tijarah dapat dirubah menjadi jenis akad tabarru` bila pihak yang tertahan haknya dengan rela melepaskan haknya sehingga menggugurkan
kewajiban pihak yang belum menunaikan kewajibannya
b. Jenis akad tabarru` tidak dapat diubah menjadi jenis akad tijarah
5. Jenis Asuransi dan Akadnya
a. Dipandang dari segi jenis, asuransi itu terdiri atas asuransi ketugian dan
asuransi jiwa.
b. Sedangkan akad bagi kedua jenis asuransi tersebut adalah mudharabah dan
6. Premi
a. Pembayaran premi didasarkan atas jenis akad tijarah dan jenis akad tabarru`
b. Untuk menentukan besarnya premi perusahaan asuransi dapat menggunakan
rujukan table mortalita untuk asuransi jiwa dan table morbidita untuk
asuransi kesehatan, dengan syarat tidak memasukan unsur riba dalam
perhitungannya.
Dengan adanya perbedaan prinsip didalam akad antara asuransi konvensional dan
asuransi syariah, maka diharapakan dalam pelaksanaan asuransi syariah akan
menjadi suatu keuntungan antara para pihak penanggung dan tertanggung baik
secara ekonomi maupun pahala bersedekah (hibah) yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah yang menghindari adanya unsur gharar
(penipuan), maysir (perjudian), riba (bunga).
E. Dewan Pengawas Syariah (DPS)
Menurut Keputusan Dewan Pimpinan MUI tentang susunan pengurus DSN-MUI,
No: Kep-98/MUI/III/2001): Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah badan yang
ada di lembaga keuangan syariah dan bertugas mengawasi pelaksanaan keputusan
DSN (Dewan Syariah Nasional) di lembaga keuangan syariah tersebut.
1. Fungsi DPS
Menurut Keputusan Dewan Pimpinan MUI tentang susunan pengurus
DSN-MUI, No: Kep-98/MUI/III/2001 :
a. Melakukan pengawasan secara periodik pada lembaga keuangan syariah
16
b. Mengajukan usul-usul pengembangan lembaga keuangan syariah kepada
pimpinan lembaga yang bersangkutan dan kepada DSN (Dewan Syariah
Nasional).
c. Melaporkan perkembangan produk dan operasional lembaga keuangan
syariah yang diawasinya kepada DSN (Dewan Syariah Nasional)
sekurang-kurangnya dua kali dalam satu tahun anggaran.
d. Dewan Pengawas Syariah (DPS) merumuskan
permasalahan-permasalahan yang memerlukan pembahasan-pembahasan DSN (Dewan
Syariah Nasional)
2. Peran Dewan Pengawas Syariah (DPS)
a. Peran utama para ulama dalam Dewan Pengawas Syariah adalah
mengawasi jalannya Lembaga Keuangan Syariah sehari-hari agar selalu
sesuai dengan ketentuan-ketentuan syariah
b. Dewan Pengawas Syariah harus membuat pernyataan secara berkala
(biasanya tiap tahun) bahwa Lembaga Keuangan Syariah yang diawasinya
telah berjalan sesuai dengan ketentuan syariah.
c. Tugas lain Dewan Pengawas Syariah adalah meneliti dan membuat
rekomendasi produk baru dari Lembaga Keuangan Syariah yang
diawasinya.
d. Dewan Pengawas Syariah bersama Komisaris dan Direksi, bertugas untuk
terus-menerus mengawal dan menjaga penerapan nilai-nilai Islam dalam
e. Dewan Pengawas Syariah (DPS) juga bertugas untuk melakukan
sosialisasi kepada masyarakat tentang Lembaga Keuangan Syariah,
melalui media-media yang sudah berjalan dan berlaku di masyarakat,
seperti khutbah, majelis ta'lim, pengajian-pengajian, maupun melalui
dialog rutin dengan para tokoh agama dan tokoh masyarakat
Oleh karena itu, keberadaan Dewan Pengawas Syariah dalam perusahaan asurani
syariah merupakan suatu keharusan. Hal ini dikarenakan dengan adanya Dewan
Pengawas Syariah dalam perusahaan asuransi syariah diharapakan dapat
mengontrol sistem perasuransian berprinsip syariah dalam hal manajemen serta
produk asuransi syariah agar selalu berjalan pada syariat Islam.
F. Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS)
Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) adalah sebuah wadah alternatif
diluar pengadilan (non-litigasi) di dalam penyelesaian sengketa atau perkara di
perbankan syariah dan lembaga keuangan syariah (LKS) lainnya. Keberadaan
Basyarnas saat ini sangat dibutuhkan oleh umat Islam Indonesia, terlebih dengan
semakin marak dan berkemabangnya perusahaan perbankan dan keuangan syariah
di Indonesia. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi dan bisnis syariah yang pesat
dan kompleks seperti saat ini pasti melahirkan berbagai macam bentuk kerjasama
atau transaksi bisnis. Dengan semakin meningkatnya kerjasama bisnis tersebut
akan mendorong terjadinya persengketaan bisnis yang lebih tinggi diantara para
pihak yang terlibat didalamnya.14
14
18
a. Pengertian Arbitrase
Secara etimologi Arbitrase berasal dari kata arbitrare (latin) atau arbitrage
yang berarti suatu kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu menurut
kebijaksanaan. Secara istilah Arbitrase adalah penyelesaian sengketa yang
dilakukan oleh seorang atau beberapa orang arbiter atas dasar
kebijaksanaannya dan para pihak akan tunduk pada putusan yang diberikan
oleh arbiter yang mereka tunjuk. Dalam menjatuhkan putusan para arbiter
biasanya tetap menerapkan hukum seperti halnya yang dilakukan oleh hakim di
pengadilan. Walaupun demikian, putusan dari arbitrase berdasarkan
kebijaksanaan, akan tetapi norma hukumlah yang menjadi sandaran utama
dalam menyelesaikan sengketa antar subyek hukum tersebut.
Menurut Mertokusumo, arbitrase adalah suatu prosedur penyelesaian sengketa
di luar pengadilan berdasarkan persetujuan para pihak yang berkepentingan
untuk menyerahkan sengketa mereka kepada seorang wasit atau arbiter. Di sini,
wasit digunakan sebagai pihak ketiga yang netral dalam memutus perselisihan
yang diajukan para pihak kepada arbiter.15 Sementara itu, pengertian arbitrase
yang lebih rinci dikemukakan oleh Abdulkadir Muhammad. Ia mengatakan
bahwa arbitrase adalah badan peradilan swasta di luar lingkungan peradilan
umum, yang dikenal dengan khusus dalam dunia perusahaan. Arbitrase adalah
peradilan yang dipilih dan ditentukan sendiri secara sukarela oleh pihak-pihak
pengusaha yang bersengketa. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan Negara
merupakan kehendak bebas pihak-pihak. Kehendak bebas ini dapat dituangkan
15
dalam perjanjian tertulis yang mereka buat sebelum atau sesudah terjadi
sengketa sesuai dengan asas kebebasan berkontrak dalam hukum perusahaan.16
Sehubungan dengan pengertian di atas, dalam Pasal 1 angka (1)
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, arbitrase adalah cara penyelesaian suatu
sengketa perdata di luar pengadilan umum yang didasarkan pada perjanjian
abitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.
Selanjutnya dalam ketentuan Pasal 1 angka (8) Undang-Undang Nomor 30
Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa,
disebutkan bahwa lembaga arbitrase adalah badan yang dipilih oleh para pihak
yang bersengketa untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu,
lembaga tersebut juga dapat memberikan pendapat yang mengikat mengenai
suatu hubungan hukum tertentu dalam hal belum timbul sengketa.
b. Arbitrase Syariah
Terkait dengan Arbitrase Syariah, istilah dari arbitrase ini dalam fiqh Islam adalah tahkim dan kata kerjanya hakam yang secara harfiyah berarti menjadikan seorang sebagai penengah/hakam bagi suatu sengketa. Istilah lain
adalah ash-shulhu yang berarti memutus pertengkaran atau perselisihan. Yang dimaksudkannya adalah suatu akad / perjanjian untuk mengakhiri perlawanan /
pertengkaran antara dua orang yang bersengketa. Jadi, dalam tradisi Islam telah
dikenal adanya hakamyang sama artinya dengan arbitrase, hanya saja lembaga
hakam tersebut bersifat ad hoc.17
16
Abdulkadir Muhammad, Pengantar Hukum Perusahaan Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti Bandung, 2010, hlm. 617
17
20
Prof.Dr.Aqil Husin Almunawar mengatakan bahwa dari kajian para pakar
hukum Islam di lingkungan empat mazhab, pengertian rbitrase adalah sebagai
berikut:18
1. Menurut kelompok Hanafiah, arbitrase adalah memisahkan persengketaan
atau memutuskan pertikaian atau menetapkan hukum antara manusia
dengan hak dan atau ucapan yang mengikat yang keluar dari yang
mempunyai kekuasaan secara umum
2. Menurut kelompok Malikiyah, hakekat qadha adalah pemberitaan terhadap
hukum syar’i menurut jalur yang pasti (mengikat) atau sifat hukum yang
mewajibkan bagi pelaksanaan hukum Islam walaupun dengan ta’dil atau
tajrih tindak kemaslahatan kaum muslimin secara umum
3. Menurut kelompok Syafi’iyah, memisahkan pertikaian antara dua pihak
yang bertikai atau lebih dengan hukum Allah atau menyatakan hukum
syara’ terhadap suatu peristiwa wajib melaksanakannya
4. Menurut kelompok Hambaliah, arbitrase merupakan penjelasan dan
kewajibannya serta penyelesaian persengketaan antara para pihak yang
bersengketa.
c. Landasan prinsip arbitrase syariah
Keberadaan lembaga arbitrase syariah sangat dianjurkan oleh Allah SWT dan
Rasulullah SAW untuk mencapai kesepakatan dalam suatu perselisihan atau
sengketa berbagai bidang kehidupan termasuk didalamnya sengketa bisnis para
pihak. Hal ini dimaksudnkan agar terhindarnya umat dari pertengkaran dan
perselisihan yang dapat memperlemah persatuan dan kesatuan Ukhuwah
18
Islamiyah. Sumber hukum yang mendasari keharusan adanya Lembaga Arbitrase Islam terdapat didalam Al-Qur’an, As-Sunnah, Ijma’ Ulama.
1. Al-Qur’an
Sebagai sumber hukum pertama memberikan petunjuk kepada masnusia
apabila terjadi sengketa para pihak, apakah dibidang politik,keluarga,
ataupun bisnis terdapat dalam Surat Al-Hujurat ayat 9 :
“ jika 2 (dua) golongan orang yang beriman bertengkar, damaikanlah mereka. Tetapi jika salah satu dari mereka (kedua golongan) berlaku aniaya (melakukan wanprestasi, pen) terhadap yang lain, maka perangilah orang yang menganiaya sampai kembali kejalan Allah SWT. Tetapi apabila ia telah kembali, damaikanlah keduanya dengan adil dan bertindaklah benar, sesungguhnya Allah cinta terhadap orang-orang yang adil.”
Surat An-nisa ayat 35:
“ Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-istri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
2. As-Sunnah
As-Sunnah sebagai sumber hukum Islam kedua telah memberikan
penjelasan bagaimana suatu persengketaan harus segera didamaikan. Seperti
Sabda Rasulullah SAW :
“Hadis riwayat An-Nasa’i menceritakan dialog Rasulullah dengan Abu Syureih. Rasulullah bertanya kepada Abu Syureih: “Kenapa kamu dipanggil Abu Al-Hakam?” Abu Syureih menjawab: “sesungguhnya kaumku apabila bertengkar, mereka datang kepadaku, meminta aku menyelesaikannya, dan mereka rela dengan keputusanku itu”. Mendengar jawaban Abu Syureih itu Rasulullah berkata: “Alangkah baiknya perbuatan yang demikian itu”. Demikian Rasulullah membenarkan bahkan memuji perbuatan Abu Syureih, Sunnah yang demikian disebut Sunnah Taqririyah.”.19
19
22
“Riwayat At-Tarmizi, Ibnu Majah, Al-Hakim dan Ibnu Hibban menyampaikan bahwa Rasulullah bersabda : “perjanjian diantara orang -orang muslim itu boleh, kecuali perjanjian yang menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal”.20
3. Ijma’
Ijma’ Ulama sebagai sumber hukum Islam yang ketiga telah memperkuat
tentang adanya lembaga arbitrase berprinsip syariah untuk mengantisipasi
persengketaan para pihak dalam berbagai aspek kehidupan. Penyelesaian
sengketa masyarakat setelah Rasulullah wafat juga banyak dilakukan di
masa sahabat dan ulama untuk menyelesaikan sengketa para pihak melalui
musyawarah dan konsensus diantara mereka sehingga menjadi
Yurisprudensi Hukum Islam dalam beberapa kasus.21
4. SK. MUI SK Dewan Pimpinan MUI No. Kep-09/MUI/XII/2003 Tanggal 30
Syawal 1424 H (24 Desember 2003) tentang Badan Arbitrase Syariah
Nasional (BASYARNAS) yaitu perubahan dari akta pendirian yayasan
nomor : 175 tanggal 21 Oktober 1993, dibawah Notaris Nyonya Leli
Roostati Yudo Paripurno tentang pendirian Yayasan Badan Arbitrase
Muamalat Indonesia (BAMUI)22
5. Fatwa DSN-MUI Semua fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesia (DSN-MUI) perihal hubungan muamalah (perdata) senantiasa
diakhiri dengan ketentuan: “Jika salah satu pihak tidak menunaikan
kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak,
maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah
tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.23
Dengan demikian, arbitrase syariah merupakan suatu sistem atau cara
penyelesaian sengketa keperdataan oleh pihak ketiga yang disepakati atau
ditunjuk oleh para pihak baik sebelum terjadinya sengketa maupun setelah
terjadinya sengketa melalui prinsip syariah. Proses arbitrase yang relatif cepat dan
murah, menjunjung tinggi asas konfidensialitas (kerahasiaan), bebas memilih
arbiter dengan pertimbangan keahlian (expert) dan para pihak bebas memilih hukum yang akan dipakai dalam proses arbitrase dan putusan yang dihasilkan
bersifat final and binding serta merupakan win-win solution.
24
H. Kerangka Pikir
Berdasarkan bagan terebut, maka dapat diuraikan sebagai berikut .
Dewan Pengawas Syariah merupakan lembaga yang dibentuk oleh Majelis Ulama
Indonesia (MUI) untuk mengawasi operasional asuransi syariah di Indonesia.
Setiap perusahaan asuransi syariah diwajibkan memiliki dewan pengawas syariah
agar pelaksanaan prinsip-prinsip asuransi syariah sesuai dengan Undang-Undang
dan syariat Islam. Dengan konsep seperti inilah diharapakan segala pelaksanaan Prinsip Operasional Asuransi
Syariah
Tidak Sesuai Undang-Undang dan Syariat Islam Sesuai Undang-Undang dan
Syariat Islam
Dewan Pengawas Syariah
asuransi syariah di Indonesia baik dari segi produk asuransi syariah maupun
akad/perjanjian asuransi syariah sesuai dengan syariat Islam yang menghindari
adanya unsur riba, gharar atau maysir.
Dalam pelaksanaan asuransi syariah tidak dipungkiri mengenai timbulnya
pelaksanaan yang tidak sesuai dengan Undang-Undang dan syariat Islam seperti
akad dan pembiayaan yang tidak sesuai atau terjadinya perselisihan atau
wanprestasi baik dari pihak mudharib maupun pihak shahibul maal. Permasalahan yang timbul di dalam perjanjian asuransi syariah dapat diselesaikan melalui dua
cara yaitu melalui badan hukum litigasi dan non litigasi. Penyelesaian melalui
litigasi yaitu melalui pengadilan agama dan penyelesaian melalui non litigasi yaitu
menggunakan jasa Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) sebagai
pihak yang diberikan kepercayaan oleh pihak-pihak yang bersengketa sebagai
pihak ketiga untuk dapat menyelesaikan sengketa tersebut. Badan Arbitrase
Syariah Nasional (BASYARNAS) merupakan badan hukum non litigasi yang
lahir dari hasil musyawarah Majelis Ulama Indonesia mengenai penyelesaian
sengketa dengan prinsip syariah yang diharapkan mampu mengatasi berbagai
macam bentuk permasalahan ekonomi syariah, salah satunya yaitu asuransi
1
III. METODE PENELITIAN
Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode,
sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau
beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya.1
Menurut Soerjono Soekanto, penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang berkaitan
dengan analisa dan konstriksi, yang dilakukan secara metodologis, sitematis dan
konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu, system
adalam berdasarkan suatu system, sedangkan konsisten berarti berdasarkan tidak
adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu2
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penilitian hukum yuridis normatif. Yaitu penelitian
hukum yang mengkaji hukum tertulis dari berbagai aspek, antara lain aspek teori
dan perbandingan.3
B. Tipe Penelitian
Tipe Penelitian ini adalah tipe penelitian deskriptif. Berdasarkan tipe tersebut
maka penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran (deskripsi) yang jelas.
rinci dan sitematis mengenai sistem hukum Asuransi Syariah
1
Abdul Kadir. M,Metode Penelitian Hukum. Rineka Cipta, Jakarta, 2004 hlm 28 2
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta ,2008,hlm 42.
3
C. Pendekatan Masalah
Pendekatan diperlukan dalam sebuah karya tulis ilmiah untuk lebih menjelaskan
dan mencapai maksud serta tujuan penelitian tersebut. Pendekatan tersebut
dimaksudkan agar pembahasan dapat terfokus pada permasalahan yang dituju,
sesuai dengan ruang lingkup pembahasan yang telah ditetapkan. Menurut Bahder
Johan Nasution, sistem pendekatan yaitu tinjauannya dilakukan dengan berpegang
pada metode dogmatis. Di dalam hal ini yang perlu diperhatikan ialah adanya
perkembangan dalam ilmu hukum positif, sehingga terdapat pemisahan yang jelas
antara ilmu hukum positif yang praktis dengan ilmu hukum positif yang teoritis.4
Dalam penelitian ini pendekatan masalah yang digunakan adalah yuridis normatif
yaitu dengan meneliti berbagai peraturan perundang-undangan yang digunakan
sebagai dasar ketentuan hukum serta berbagai literatur untuk menganalisis tentang
hukum Asuransi Syariah di Indonesia.
D. Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini data sekunder yaitu data yang diperoleh
dengan mempelajari peraturan perundang-undangan, buku-buku hukum, dan
dokumen yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas5, yang terdiri dari
:
1. Bahan Hukum Primer yaitu bahan bersumber dari peraturan
perundang-undangan dan dokumen hukum yang mempunyai kekuatan hukum yang
4
Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Hukum, Mandar Maju, Bandung, 2008, hlm. 80.
5
3
mengikat karena dibuat dan diumumkan secara resmi oleh pembentuk hukum
negara, antara lain :
a. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Perasuransian
b. Peraturan Menteri Keuangan nomor 18/PMK.010/2010 tentang penerapan
prinsip dasar penyelenggaraan usaha asuransi dan usaha reasuransi dengan
prinsip syariah
c. Peraturan Menteri Keuangan nomor 11/PMK.010/2011 tentang kesehatan
keuangan usaha asuransi dan usaha reasuransi dengan prinsip syariah
d. Perma No. 2 Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah
e. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
No.21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah
2. Bahan Hukum Sekunder
Bahan-bahan yang erat kaitannya dengan bahan hukum primer, yang dapat
memberikan penjelasan terhadap bahan-bahan hukum primer. Berupa
peraturan pelaksanaan dan peraturan pelaksana teknis yang berkaitan dengan
pokok bahasan, seperti literatur dan norma-norma hukum yang berhubungan
dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini. Peraturan-peraturan
pelaksanaan yang dapat membantu dalam hal melakukan penelitian.
3. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, antara lain Kamus
Hukum, dan Kamus Besar Bahasa Indonesia.6 Bahan-bahan Penunjang lain
6
yang ada relevansinya dengan pokok permasalahan, memberikan informasi,
petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, bukan
merupakan bahan hukum, namun secara signifikan dapat dijadikan bahan
analisa terhadap penerapan kebijakan hukum dilapangan, seperti artikel-artikel
di internet dan bahan-bahan lainnya yang berkaitan dengan masalah yang akan
dibahas dalam penelitian ini.
E. Metode Pengumpulan Data
a. Studi Kepustakaan (Library Research)
Studi kepustakaan adalah mengumpulkan data yang dilakukan dengan cara
membaca, mengutip, mencatat dan memahami berbagai literatur yang ada
hubungannya dengan materi penelitian, berupa buku-buku, peraturan
perundang-undangan, majalah-majalah serta dokumen lain yang berhubungan
dengan masalah yang dibahas baik berupa bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder, dan bahan hukum tersier
b. Studi Lapangan (Field Research)
Studi Lapangan adalah mengumpulkan data dengan mengadakan penelitian
langsung pada tempat atau objek penelitian sebagai pendukung untuk meneliti
masalah yang akan dibahas.
F. Metode Pengolahan Data
Data yang terkumpul, diolah melalui pengolahan data dengan tahap-tahap sebagai
5
1. Identifikasi
Identifikasi yaitu mencari dan menetapkan data yang berhubungan dengan
hukum Asuransi Syariah di Indonesia.
2. Editing
Editing yaitu meneliti kembali data yang diperoleh dari keterangan para
responden maupun dari kepustakaan, hal ini perlu untuk mengetahui apakah
data tersebut sudah cukup dan dapat dilakukan untuk proses selanjutnya.
Semua data yang diperoleh kemudian disesuaikan dengan permasalahan yang
ada dalam penulisan ini, editing dilakukan pada data yang sudah terkumpul
diseleksi dan diambil data yang diperlukan.
3. Seleksi Data
Seleksi data, yaitu memeriksa secara keseluruhan data untuk menghindari
kekurangan dan kesalahan data yang berhubungan dengan permasalahan.
4. Klasifikasi Data
Klasifikasi data yaitu menyusun data yang diperoleh menurut kelompok yang
telah ditentukan secara sistematis sehingga data tersebut siap untuk dianalisis.
5. Penyusunan Data
Penyusunan data yaitu menyusun data yang telah diperiksa secara sistematis
sesuai dengan urutannya sehingga pembahasan lebih mudah dipahami.
6. Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan yaitu langkah selanjutnya setelah data tersusun secara
sistematis, kemudian dilanjutkan dengan penarikan suatu kesimpulan yang
G. Analisis Data
Data hasil pengolahan tersebut dianalisis secara deskriptif kualitatif yaitu
menguraikan data secara bermutu dalam bentuk kalimat yang teratur, logis dan
efektif sehingga memudahkan interpretasi data dan pemahaman hasil analisis
guna menjawab permasalahan yang ada.
H. Sistematika Penulisan
BAB I , PENDAHULUAN,
Akan menguraikan latar belakang penelitian yang menyangkut tentang hukum
Asuransi Syariah di Indonesia, rumusan permasalahan , ruang lingkup penelitian,
tujuan penelitian , serta kegunaan penelitian.
BAB II , TINJAUAN PUSTAKA,
terdiri dari subpokok bahasan Asuransi, Asuransi Syariah, Dewan Pengawas
Syariah dan akad/perjanjian dalam Asuransi Syariah.
BAB III , METODE PENELITIAN,
terdiri dari subbab jenis dan tipe penelitian , metode pendekatan, data dan sumber
data , metode pengumpulan data , metode pengolahan data ,analisis data , dan
diakhiri dengan sistematika penulisan.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN,
Di dalamnya menguraikan materi muatan yang terdiri dari subbab pengaturan
hukum operasional asuransi syariah dan penyelesaian sengeketa pada perjanjian
7
BAB V PENUTUP
Terdiri dari kesimpulan hasil penelitian dan saran-saran yang diajukan mengenai
pengaturan hukum operasional asuransi syariah dan penyelesaian sengeketa pada