• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KONSENTRASI PIKLORAM DAN 2,4 D TERHADAP PROLIFERASI KALUS DAN REGENERASI TUNAS PADA KULTUR IN VITRO TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) MT-72

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH KONSENTRASI PIKLORAM DAN 2,4 D TERHADAP PROLIFERASI KALUS DAN REGENERASI TUNAS PADA KULTUR IN VITRO TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) MT-72"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENGARUH KONSENTRASI PIKLORAM DAN 2,4-D TERHADAP PROLIFERASI KALUS DAN REGENERASI TUNAS PADA KULTUR

IN VITRO TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) MT-72

Oleh

Agung Ari Brata

Proliferasi dan regenerasi tunas in vitro tanaman tebu (Saccharum officinarum L.)

berperan sangat penting dalam mendukung program pemuliaan tanaman tebu.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh

4-amino-3,5,6-trichloropicolinic acid (pikloram) dan 2,4-dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D)

terhadap proliferasi kalus tanaman tebu dan respons pembentukan tunas in vitro

pada media penginduksi tunas. Eksplan yang digunakan adalah gulungan daun

muda (leaf roll). Induksi kalus primer dilakukan selama 8 minggu pada media

yang tersusun dari garam MS, 30 g/l sukrosa, 150 ml/l air kelapa, 100 mg/l

myo-inositol, 0.1 mg/l tiamin-HCl, 0.5 mg/l piridoksin-HCl, 0.5 mg/l asam nikotinat,

2 mg/l glisin, dan 3 mg/l 2,4-D. Kemudian kalus diperlakukan dengan beberapa

konsentrasi pikloram (1, 2, 3, 4, 5 mg/l), 2,4-D 3 mg/l dan kombinasi pikloram

dan 2,4-D (pikloram 2 mg/l + 2,4-D 1 mg/l dan pikloram 1 mg/l + 2,4-D 2 mg/l)

(2)

perlakuan 5 mg/l pikloram menghasilkan kalus dengan diameter, bobot kalus, dan

skor kalus embriogenik tertinggi. Hasil percobaan juga menunjukkan bahwa

kalus hasil proliferasi pada media yang mengandung pikloram 5 mg/l memberikan

respons pembentukan tunas tertinggi.

(3)

PENGARUH KONSENTRASI PIKLORAM DAN 2,4 D TERHADAP PROLIFERASI KALUS DAN REGENERASI TUNAS PADA KULTUR

IN VITRO TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) MT-72

Oleh

AGUNG ARI BRATA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

Pada

Jurusan Agroteknologi

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)
(5)
(6)
(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kecamatan Sumberjaya, Kabupaten Lampung Barat pada tanggal

2 September 1992. Penulis adalah anak tunggal dari pasangan Drs. Abdul Malik dan

Dra. Juhaeti. Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 2 Sukapura

pada tahun 2004, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Sumberjata pada tahun

2007, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Sumberjaya pada tahun 2010.

Kemudian pada tahun yang sama juga penulis melanjutkan studi di Jurusan

Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

Pada tahun 2013, penulis magang di laboratorium Ilmu Tanaman Universitas

Lampung. Penulis pernah menjadi asisten praktikum pada mata kuliah Dasar-Dasar

Budidaya Tanaman (S1). Kemudian pada bulan Juli 2013 penulis melaksanakan

kegiatan Praktik Umum di Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA) dan pada

bulan Januarai 2014 penulis melaksanakan kegiatan Kuliah Kerja Nyata Universitas

Lampung (KKN) di Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur. Pada bulan Juli 2014

penulis juga telah mengikuti kegiatan seminar dan rapat tahunan (SEMIRATA) PTN

seluruh bagian Barat sebagai peserta dan mempresentasikan hasil penelitian secara

(8)
(9)

Yaa ayyuhaalladzina aamanu ista’iinu biashabri waalshalaati innaallaaha ma’aalshabiriina. - Q.S. Al-Baqarah[153]

Musuh yang paling berbahaya di atas dunia adalah rasa takut dan bimbang dan teman yang paling setia hanyalah keberanian dan

keyakinan yang teguh. - Andrew Jackson

(10)

i SANWACANA

Segala puji hanyalah milik Allah SWT. Kepada-Nya kita memuja, meminta petunjuk,

memohon pertolongan, dan mengharapkan ampunan, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi dengan judul ‘Pengaruh Konsentrasi Pikloram dan 2,4 D Terhadap Proliferasi Kalus dan Regenerasi Tunas pada Kultur In Vitro Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.) MT-72’ adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian Universitas Lampung. Shalawat berserta salam tercurahkan

kepada baginda besar Nabi Muhammad SAW.

Dalam penulisan skripsi ini, Penulis telah banyak mendapat bimbingan, bantuan, serta

dukungan dari banyak pihak. Oleh karena itu, Penulis mengucapkan terima kasih

sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Dwi Hapsoro, M.Sc., selaku pembimbing pertama, pembimbing

akademik, dan dosen pengajar yang telah memberikan bimbingan, motivasi, saran,

nasehat, dan, pemikiran, yang diberikan selama penulis menyelesaikan pendidikan

Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian.

2. Ibu Dr. Ir. Yusnita, M.Sc., selaku pembimbing kedua dan dosen pengajar, dan

Kepala Laboratorium Kultur Jaringan yang telah memberikan bimbingan, motivasi,

saran, nasehat, pemikiran, , dan fasilitas yang diberikan selama penulis

(11)

ii 3. Ibu Dr. Ir. Nyimas Sa’diyah, M.P., selaku penguji, dosen pengajar yang telah

memberikan saran, nasehat, motivasi, pemikiran, dan bimbingan yang diberikan

selama penulis menyelesaikan pendidikan.

4. Bapak Prof. Dr. Ir.Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian

Universitas Lampung.

5. Bapak Dr. Ir. Kuswanta F. Hidayat, M.P., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi.

6. Keluarga tersayang, Papah (Abdul Malik), Mamah (Juhaeti), dan seluruh keluarga

besar, atas seluruh doa, kasih sayang, cinta, dukungan, perjuangan, semangat,

motivasi, dan perhatian kepada penulis.

7. Sahabat-sahabat di Laboratorium Kultur Jaringan: Hayane Adeline Warganegara,

S.P., M.Si., Husna Fii Karisma Jannah, S.P., Linda Maylayuni, S.P.

8. Sahabat satu perjuangan Septiana Triyani telah bekerja keras dan bekerja sama

dengan baik selama ini.

9. Sahabat-sahabat tercinta: Novrik, Tibor Eka Saputra, Galih Dwi Cahyo, Bangun

Ferdian, Adawiyah Timur, Annisa Indra, Ade Yunike Larassati, Alawiyah, Sherly

Ardhani Pitaloka, Noviaz Adriani, Aulia Meydina, Dian Saputra, dan teman-teman

AGT 2010 yang tidak bisa disebutkan satu per satu atas dukungan, motivasi,

bantuan, perhatian dan kisah hingga saat ini.

10. Semua pihak yang telah banyak membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu

per satu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam melaksanakan dan

(12)

iii Semoga Allah SWT menganugerahi rahmat atas semua bantuan yang telah mereka

berikan kepada penulis dan semoga hasil penelitian ini bermanfaat. Amin.

Bandar Lampung, Oktober 2014 Penulis,

(13)

iv DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang dan Masalah ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 7

1.3 Kerangka Pemeikiran ... 8

1.4 Hipotesis ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Deskripsi Tanaman Tebu ... 11

2.2 Perbanyakan Tanaman Tebu ... 13

2.3 Kultur Jaringan Tebu ... 14

2.4 Zat Pengatur Pertumbuhan (ZPT) ... 16

III. BAHAN DAN METODE ... 18

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 18

3.2 Metode Penelitian ... 18

3.2.1 Bahan Tanaman (Eksplan) ... 18

3.2.2 Persiapan Eksplan ... 19

3.2.3 Persiapan Media dan Alat ... 19

3.2.4 Sterilisasi dan Penanaman Eksplan ... 20

3.2.5 Induksi dan Proliferasi Kalus ... 21

3.2.6 Induksi Tunas ... 22

3.2.7 Analisis Statistika ... 22

(14)

v

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

4.1 Hasil Penelitian ... 26

4.1.1 Diameter dan Bobot Kalus Tebu ... 26

4.1.2 Skoring Kalus Embriogenik ... 28

4.1.3 Skoring Induksi Tunas ... 30

4.2 Pembahasan ... 32

4.2.1 Diameter dan Bobot Kalus Tebu ... 32

4.2.2 Kalus Embriogenik ... 33

4.2.3 Induksi Tunas ... 34

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 38

5.1 Kesimpulan ... 38

5.2 Saran ... 38

PUSTAKA ACUAN ... 39

(15)
(16)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Perlakuan yang dicobakan. ... 22

2. Pengaruh penambahan pikloram dan/atau 2,4 D terhadap

penambahan diameter kalus tebu umur 4 minggu. . ... 27

3. Pengaruh penambahan pikloram dan/atau 2,4 D terhadap

penambahan bobot kalus tebu umur 4 minggu. ... 28

4. Pengaruh konsentrasi pikloram dan/atau 2,4 D terhadap skor

dan persentase kalus embriogenik pada umur 8 minggu. ... 29

5. Skor induksi tunas dan persentase tunas yang terbentuk. ... 31

6. Formulasi Media Murashige & Skoog. ... 44

7. Data Pengamatan diameter kalus umur 4 minggu

setelah dikulturkan. ... 44

8. Analisis ragam untuk pengaruh pikloram dan/atau

2,4 D terhadap pertambahan diameter kalus. ... 45

9. Data pengamatan bobot kalus umur 4 minggu

setelah dikulturkan. ... 45

10. Analisis ragam untuk pengaruh pikloram dan/atau

2,4 D terhadap pertambahan bobot kalus. ... 46

11. Data skor kalus embriogenik. ... 46

12. Analisis ragam untuk pengaruh pikloram dan/atau

2,4 D terhadap skor kalus embriogenik. ... 47

13. Data skor pembentukan tunas. ... 47

[image:16.595.120.518.253.724.2]
(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Penentuan skor pembentukan kalus embriogenik pada 8 MST. (a) skor 1, (b) skor 2,

(c) skor 3, (d) skor 4, (e) skor 5 ... 24

2. Penetuan skor induksi tunas 4 level. (a) skor 1,

(b) skor 2, (c) skor 3, (d) skor 3 ... 25

3. Pertumbuhan kalus tebu. (a) kalus primer yang dikulturkan ke dalam media perlakuan,

(b) kalus umur 2 minggu, (c) kalus umur 4 minggu ... 26

4. Pembentukan kalus embriogenik tebu yang dikulturkan in vitro pada berbagai media yang mengandung pikloram

dan 2,4-D pada 8 minggu setelah tanam ... 29

5. Penampilan tunas in vitro pada media induksi tunas 12 minggu setelah tanam dari kalus embriogenik

yang dihasilkan dari media proliferasi kalus yang mengandung

(18)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Masalah mengenai tebu yang hingga kini sering dihadapi adalah rendahnya

produktivitas tebu dan rendahnya tingkat rendemen gula. Rata-rata produktivitas

tebu yang ditanam di lahan sawah sekitar 95 ton/ha dan di lahan tegalan sekitar 75

ton/ha dengan rendemen gula sekitar 7,3—7,5% (Indrawanto et al., 2010).

Produktivitas dan rendemen ini masih di bawah potensi produktivitas dan

rendemen yang ada, yaitu di atas 100 ton/ha untuk pertanaman tebu di lahan

sawah dan sekitar 90 ton/ha untuk pertanaman tebu di lahan tegalan dengan

rendemen gula di atas 10%. Rendahnya produktivitas ini berakibat pula pada

rendahnya efisiensi pengolahan gula nasional, sedangkan kebutuhan gula di

Indonesia sebagai konsumsi langsung maupun industri terus meningkat sejalan

dengan meningkatnya jumlah penduduk (Indrawanto et al., 2010). Menurut

Ditjenbun (2013), pada tahun 2014 kebutuhan gula nasional akan mencapai 5,7

juta ton. Ditjenbun (2013) juga menyebutkan untuk memenuhi kebutuhan gula

tersebut diupayakan melalui program swasembada gula nasional dengan

(19)

2

Intensifikasi dilakukan dengan cara pengolahan tanah yang baik, pengairan/irigasi

yang teratur, penggunaan varietas unggul, pemupukan, pemberantasan hama dan

penyakit tanaman. Penggunaan varietas unggul merupakan salah satu cara untuk

meningkatkan produktivitas tanaman tebu. Karakteristik varietas unggul tebu

adalah yang memiliki hasil gula tinggi, rendemen gula tinggi, kualitas gilingan

tinggi, tahan hama dan penyakit, dan tahan rebah. Menurut P3GI (2012),

penggunaan varietas tebu unggul dapat meningkatkan produktivitas 21%–46%,

tapi produktivitas tebu dan produksi gula senantiasa dapat dioptimalkan, maka

varietas tebu unggul juga selalu diganti secara periodik dengan varietas yang baru.

Telah diketahui bahwa mendapatkan varietas ungggul tebu dilakukan dengan cara

pemuliaan tanaman untuk mendapatkan heterosis yang kuat dan stabil yang dapat

dilakukan dengan pemilihan kombinasi persilangan yang baik.

Saat ini pemuliaan tanaman tidak hanya dilakukan secara konvensional tapi juga

dapat dilakukan dengan cara biologi molekuler salah satu contohnya seperti

mutasi dan rekayasa genetik. Menurut Sisworo et al. (2010) teknik mutasi dalam

bidang pemuliaan tanaman dapat meningkatkan keragaman genetik tanaman

sehingga memungkinkan pemulia melakukan seleksi genotipe tanaman sesuai

dengan tujuan pemuliaan yang dikehendaki. Menginduksi mutasi dapat dilakukan

pada tanaman dengan perlakuan bahan mutagen tertentu terhadap organ

reproduksi tanaman seperti biji, stek batang, serbuk sari, akar/rhizome, kultur

jaringan dan sebagainya. Apabila proses mutasi alami terjadi sangat lambat, maka

percepatan, frekuensi dan spektrum mutasi tanaman dapat diinduksi dengan

perlakuan bahan mutagen tertentu. Umumnya bahan mutagen bersifat radioaktif

(20)

3

rakayasa genetik pada prinsipnya adalah memanipulasi susunan asam nukleat dari

DNA atau menyisipkan gen baru ke dalam struktur DNA organisme penerima.

Gen yang disisipkan pada organisme penerima dapat berasal dari organisme apa

saja misalnya, gen dari bakteri bisa disisipkan di kromosom tanaman, sebaliknya

gen tanaman dapat disisipkan pada kromosom bakteri. Penggabungan gen asing

ini bertujuan untuk mendapatkan tanaman dengan sifat-sifat yang diinginkan,

misalnya membuat tanaman yang tahan kekeringan, resisten terhadap organisme

pengganggu tanaman, serta kuantitas dan kualitas hasil yang lebih tinggi dari

tanaman alami. Menurut laporan Susiyanti et al. (2007) kalus tebu cv. PSJT

94-41 dapat ditransformasi dengan gen fitase melalui Agrobacterium tumefaciens GV

2260 (pBinPI-IIEC). Persentase kalus tebu transforman yang bertahan hidup

dalam media kanamisin mencapai 75%.

Dengan adanya pemuliaan tanaman tebu secara biologi molekuler yang telah

dipaparkan di atas maka, hal tersebut memberikan peran pada teknik regenerasi in

vitro atau biasa dikenal sebagai kultur jaringan yaitu sebagai fasilitator pada

rekayasa genetik dan mutasi tanaman tebu. Kultur jaringan adalah teknik

mengembangbiakkan bagian tanaman dalam kondisi aseptik di dalam tabung (in

vitro) yang berisi media buatan bernutrisi lengkap dan dalam kondisi terkontrol

untuk tujuan tertentu (Yusnita, 2003). Perbanyakan secara kultur jaringan

merupakan teknik yang memiliki keunggulan seperti, bebas virus dan memiliki

planlet yang true to type. Kultur jaringan tanaman menawarkan metodologi

terbaik pada budidaya tebu untuk mendapatkan kualitas dan bahan tanam pada

(21)

4

Perbanyakan tanaman tebu melalui kultur in vitro harus melalui tahap-tahap

regenerasi hingga tanaman tebu siap ditanam di lapang. Tahap-tahap tersebut

meliputi induksi kalus, proliferasi kalus, induksi tunas, induksi akar, hardening in

vitro, dan yang terakhir adalah aklimatisasi. Eksplan tanaman tebu membutuhkan

media tanam yang telah dikombinasikan dengan zat pengatur tumbuh yang

berbeda jenis maupun konsentrasi pada setiap tahapan regenerasinya. Contohnya

seperti menginduksi dan proliferasi kalus membutuhkan ZPT dari golongan

auksin. Menurut Pierik (1987) dalam kultur jaringan telah diketahui bahwa

auksin berfungsi sebagai penginduksi kalus, akar, pembelahan dan pemanjangan

sel. Kemudian dalam menginduksi tunas biasanya media tanam dikombinasikan

dengan ZPT dari golongan sitokinin. Sukmadjaja dan Mulyana (2011)

melaporkan bahwa regenerasi tunas tanaman tebu varietas PS 951 dapat dilakukan

dengan formulasi media MS + BAP 1 mg/l + kinetin 1 mg/l + NAA 0,5 mg/l +

GA3 0,5 mg/l.

Penelitian lainnya juga menyebutkan bahwa sebagian besar tunas tebu diproduksi

secara in vitro dengan mengkulturkan leaf roll tebu pada media MS + 3 mg/l

2,4-D selama 8 minggu untuk menginduksi pembentukan kalus kemudian induksi

kalus didapat dari media MS ditambah dengan 2,5 mg/l BA dikulturkan selama

8 minggu. Prosedur ini menghasilkan 100% respon pembentukan tunas dengan

36,4 tunas per kalus (Hapsoro et al., 2012). Setelah itu induksi akar dilakukan

dengan cara mengkulturkan eksplan pada media tanam yang telah berisi ZPT dari

golongan auksin salah satu contohnya adalah IBA. Khan dan Kathri (2006)

(22)

5

ketika planlet dipisahkan, daun dipangkas dan plantlet dikultur pada media

induksi akar yang mengdanung MS + 1 mg/l IBA + 6% sukrosa.

Pemuliaan tanaman secara biologi molekular baik mutasi maupun rekayasa

genetik membutuhkan sel-sel ataupun jaringan dari hasil kultur in vitro sebagai

target dan sel-sel atau jaringan tersebut harus diregenerasikan melalui kultur in

vitro untuk ditumbuhkan menjadi tanaman utuh. Seperti yang dilaporkan

Susiyanti et al. (2007) mengenai rekayasa genetik bahwa bahan-bahan yang

digunakan untuk transformasi gen fitase menggunakan Agrobacterium

tumefaciens antara lain pucuk tebu (cv. PSJT 94-41) yang dikulturkan menjadi

kalus embriogenik pada media MS + 3 mg/l 2,4-D selama 6 minggu. Koch et al.

(2010) melaporkan bahwa bahan yang digunakan dalam memutasi tanaman tebu

adalah kalus tanaman tebu yang diinduksi menggunakan formulasi media yaitu

MS + 2,4-D 3 mg/l. Kalus yang terbentuk kemudian disubkulturkan setiap

2 minggu untuk memacu proliferasi dan terjadinya keragaman somaklonal.

Proliferasi kalus adalah fase dimana kalus mengulang siklus pertumbuhan kalus

secara pesat tanpa hambatan. Pada tahap proliferasi inilah kalus tebu sangat

dibutuhkan untuk pemuliaan tanaman secara biologi molekular. Oleh karena itu

sangat penting untuk menentukan ZPT mana yang tepat untuk mendukung fase

ploriferasi agar lebih cepat dan menghasilkan kalus yang embriogenik.

Masalah dalam menggunakan ZPT adalah ketepatan dalam memilih jenis dan

konsentrasi ZPT itu sendiri. Oleh sebab itu hingga saat ini masih dilakukan

pengujian terhadap jenis dan konsentrasi ZPT yang tepat dalam menumbuhakan

(23)

6

dikarenakan jenis tanaman dan jaringan tanaman mempunyai respon tersendiri

terhadap pemberian zat pengatur tumbuh (Muchtar, 1996).

Dalam kultur jaringan tebu, ZPT yang biasa digunakan untuk menginduksi dan

proloferasi kalus adalah 2,4-Dichlorophenoxyacetic Acid (2,4-D) dengan

konsentrasi dalam media MS 3 mg/l. Seperti yang dilaporkan oleh Mayang et al.

(2011) bahwa penambahan 3 mg/l 2,4-D pada media MS menginduksi kalus

tanaman tebu dengan ukuran tertinggi. Kemudian Sisharmini et al. (2010), juga

menyebutkan bahwa media induksi kalus yang paling baik adalah media MS

dengan kombinasi hormon 4 mg/l 2,4-D + 2 mg/l pikloram (GIK-3) yang

menunjukkan frekuensi induksi kalus 100% pada tanaman gdanum, sedangkan

pikloram (4-amino-3,5,6-trichloropicolonic acid ) adalah jenis hormon sintetik

yang termasuk golongan auksin yang juga dapat digunakan untuk menginduksi

dan proliferasi kalus. Menurut penelitian Khan et al. (2008) induksi dan

proliferasi kalus tebu klon NIA-98, NIA-2004 dan BL4 terbaik didapat dari media

yang berisi 4 mg/l 2,4-D dan 4 mg/l pikloram. Untuk itu perlu dilakukan

pengujian konsentrasi yang tepat terhadap jenis ZPT pikloram dan

membdaningkannya dengan ZPT yang biasa digunakan yaitu 2,4-D dengan

(24)

7

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mempelajari respon proliferasi kalus pada kultur tebu klon MT-72 terhadap

berbagai konsentrasi pikloram.

2. Mendapatkan konsentrasi pikloram terbaik untuk proliferasi kalus tanaman

tebu klon MT-72.

3. Membdaningkan proliferasi kalus tebu MT-72 yang dihasilkan oleh berbagai

konsentrasi pikloram dengan proliferasi kalus yang dihasilkan 2,4-D dengan

konsentrasi 3 mg/l

4. Mempelajari respon proliferasi kalus tanaman tebu klon MT-72 terhadap

kombinasi 2 mg/l pikloram dan 1 mg/l 2,4-D dan 1 mg/l pikloram dan 2 mg/l

2,4-D.

5. Mempelajari regenerasi kalus menjadi tunas dari kalus embriogenik yang

dihasilkan oleh berbagai konsentrasi pikloram dan kombinasinya dengan

(25)

8

1.3 Kerangka Pemikiran

Regenerasi tanaman dari kalus dimungkinkan dengan organogenesis atau

embriogenesis somatik (Mathur dan Koncz, 1998). Kalus merupakan kumpulan

sel yang tidak terorganisasi dan aktif membelah diri (meristematik) yang sering

terjadi karena pelukaan jaringan tanaman atau pengulturan berbagai jaringan

tanaman (Yusnita, 2003). Dalam kultur jaringan kalus merupakan salah satu

bentuk regenerasi yang dihasilkan dari penanaman eksplan ke dalam media.

Batasan yang serupa dinyatakan oleh George et al. (2008) bahwa kalus adalah

jaringan koheren (berhubungan) dan amorf (tidak memiliki bentuk yang jelas),

dibentuk ketika sel-sel tumbuhan berkembang biak dengan cara tidak teratur.

Kalus dapat diinisiasi in vitro dengan menempatkan potongan-potongan kecil dari

bagian tanaman (eksplan) ke dalam media pertumbuhan pendukung dalam kondisi

steril (George et al.,2008).

Pembentukan kalus yang diinisiasi in-vitro dilakukan dengan pengaplikasian

hormon seperti auksin. Aplikasi eksogen auksin dan sitokinin dapat menginduksi

dan memproliferasi kalus pada berbagai spesies tanaman. Zat pengatur

pertumbuhan dari golongan auksin yang biasa digunakan untuk menginduksi

kalus adalah 2,4-D, sedangkan dalam penelitian ini akan diuji konsentrasi

pikloram yang terbaik untuk proliferasi kalus tebu.

Pikloram baru-baru ini dilaporkan berhasil dalam kultur kalus Arecanut dan

produksi embrio somatik Arecanut. Produksi berlanjut dari embrio kalus yang

berasal dari eksplan awal menunjukkan potensi untuk perbanyakan kelapa (Karun

(26)

9

kalus dipaparkan oleh Khan et al. (2008) bahwa induksi dan proliferasi kalus tebu

NIA-98, NIA-2004 dan BL4 terbaik ditunjukkan pada media yang mengdanung 4

mg/l 2,4-D dan 4 mg/l pikloram. Oleh karena itu dibutuhkan pengujian lebih

lanjut mengenai konsentrasi pikloram yang terbaik serta kombinasi antara

pikloram dan 2,4-D terhadap proliferasi kalus tebu MT-72.

Sel-sel kalus dapat berdiferensiasi dengan penggunaan sitokinin. Selain

pembelahan sel, rasio antara auksin dan sitokinin menentukan diferensiasi kultur

jaringan tanaman baik akar ataupun tunas. Rasio antara auksin dan sitokinin yang

tinggi meningkatkan induksi akar dan rasio antara auksin dan sitokinin rendah

meningkatkan induksi tunas. Sitokinin juga berperan dalam induksi tunas lateral

dari dominasi apikal (Taiz dan Zeiger, 2010). Golongan sitokinin yang umum

digunakan adalah BA (6-benzyladenine) dan kinetin (Farid, 2003). Karim et al.

(2002) melaporkan bahwa jumlah tunas yang terbentuk per eksplan pada kultur

tebu yang diinduksi oleh BA lebih baik dibdaningakan dengan yang diinduksi

oleh Kinetin. Mayang et al. (2011) melaporkan bahwa konsentrasi BA yang

menghasilkan pertumbuhan dan perbanyakan terbaik tunas tebu dari kalus adalah

2,5 mg/l.

1.4 Hipotesis

Dari kerangka pemikiran yang telah dikemukakan, didapat hipotesis sebagai

berikut:

1. Peningkatan konsentrasi pikloram hingga 5 mg/l dalam media dapat

(27)

10

2. Respon proliferasi kalus tanaman tebu terhadap perlakuan pikloram tertinggi

akan lebih baik dibdaningkan terhadap konsentrasi 3 mg/l 2,4-D.

3. Kombinasi antara pikloram dan 2,4-D akan menghasilkan kalus tebu yang

(28)

11

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Tanaman Tebu

Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) tergolong dalam famili Graminae yaitu

rumput-rumputan. Saccharum officinarum merupakan spesies paling penting

dalam genus Saccharum sebab kandungan sukrosanya paling tinggi dan

kandungan seratnya paling rendah (Wijayanti, 2008).

Beberapa peneliti berkesimpulan bahwa tanaman tebu berasal dari India,

berdasarkan catatan-catatan kuno dari negeri tersebut. Bala tentara Alexander the

Great mencatat adanya tanaman di negeri itu ketika mencapai India pada tahun

325 SM (Tjokroadikoesoemo dan Baktir, 2005).

Klasifikasi ilmiah dari tanaman tebu adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermathophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledone

Ordo : Glumiflorae

Famili : Graminae

Genus : Saccharum

(29)

12

Tanaman tebu mempunyai batang yang tinggi, tidak bercabang dan tumbuh tegak.

Tanaman yang tumbuh baik, tinggi batangnya dapat mencapai 3—5 meter atau

lebih. Pada batang terdapat lapisan lilin yang berwarna putih dan keabu-abuan.

Lapisan ini banyak terdapat sewaktu batang masih muda. Ruas-ruas batang

dibatasi oleh buku-buku yang merupakan tempat duduk daun. Pada ketiak daun

terdapat sebuah kuncup yang biasa disebut “mata tunas”. Bentuk ruas batang dan

warna batang tebu yang bervariasi merupakan salah satu ciri dalam pengenalan

varietas tebu (Wijayanti, 2008).

Tebu memilki daun tidak lengkap, karena hanya terdiri dari helai daun dan

pelepah daun saja. Daun berkedudukan pada pangkal buku. Panjang helaian daun

antara 1—2 meter, sedangakan lebar 4—7 cm, dan ujung daunnya meruncing

(Supriyadi, 1992). Pelepah tumbuh memanjang menutupi ruas. Pelepah juga

melekat pada batang dengan posisi duduk berselang seling pada buku dan

melindungi mata tunas (Miller dan Gilbert, 2006).

Pada tanah yang cocok akar tebu dapat tumbuh panjang mencapai 0,5—1,0 meter.

Tanaman tebu berakar serabut maka hanya pada ujung akar-akar muda terdapat

akar rambut yang berperan mengabsorpsi unsur-unsur hara (Wijayanti, 2008).

Tanaman tebu memiliki akar setek yang disebut juga akar bibit, tidak berumur

panjang, dan hanya berfungsi pada saat tanaman masih muda. Akar ini berasal

dari cincin akar dari setek batang, disebut akar primer (Miller dan Gilbert, 2006).

Kemudian pada tanaman tebu muda akan tumbuh akar tunas. Akar ini merupakan

pengganti akar bibit, berasal dari tunas, berumur panjang, dan tetap ada selama

(30)

13

2.2 Perbanyakan Tanaman Tebu

Penyediaan bibit unggul merupakan salah satu faktor pendukung keberhasilan

pengembangan tanaman tebu. Perbanyakan tanaman secara konvensional masih

dibatasi oleh kemampuan tanaman untuk menghasilkan bibit baru dalam jumlah

banyak, seragam dan dalam waktu singkat. Sampai saat ini tebu banyak

diproduksi dengan dua cara, yaitu dengan menggunakan biji dan stek. Usaha

perbanyakan tanaman tebu menggunakan stek atau biji memiliki kendala, yaitu

pada penggunaan biji untuk perbanyakan tanaman dalam jumlah banyak akan

mengurangi jumlah biji sedangkan teknik perbanyakan melalui stek menghasilkan

tanaman dengan jumlah terbatas, dan membutuhkan pohon induk yang banyak

(Rasullah et al., 2013).

Pengadaan bibit pada tanaman tebu khususnya yang akan dieksploitasi secara

besar-besaran dalam waktu yang cepat akan sulit dicapai melalui teknik

konvensional. Salah satu teknologi yang banyak dilaporkan dan telah terbukti

memberikan keberhasilan adalah melalui teknik kultur jaringan. Melalui kultur

jaringan tanaman tebu dapat diperbanyak dengan cepat setiap waktu sesuai

kebutuhan. Varietas baru yang telah dihasilkan para pemulia dapat segera

dikembangkan melalui kultur jaringan sehingga dapat digunakan oleh para petani,

dan pengguna lainnya. Perbanyakan tanaman melalui kultur jaringan khususnya

tanaman tebu telah banyak diterapkan di negara lainnya seperti Australia.

Keberhasilan perbanyakan tebu secara cepat, masal, seragam dan tidak mengubah

(31)

14

perbanyakan terutama masalah regenerasi yang sangat menentukan kecepatan

pengadaan bibit per satuan waktu, per satuan luas (Mariska dan Rahayu, 2011).

2.3 Kultur Jaringan Tebu

Saat ini perbanyakan in vitro dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu kultur

setek satu buku, perbanyakan tunas samping, dan metode pembiakan dengan jalur

organogenesis dan embriogenesis somatik (Husein et al., 2006). Kultur jaringan

pada tanaman tebu pertama kali dilakukan pada tahun 1969 oleh Heinz dan Mee

yang berhasil meregenerasi kalus secara in vitro menjadi tanaman tebu.

Penelitian Sukmadjaja dan Mulyana (2011) menunjukkan bahwa regenerasi dan

pertumbuhan tanaman tebu secara in vitro dipengaruhi antara lain oleh jenis atau

varietas dan komposisi media tumbuh yang digunakan. Induksi kalus tanaman

tebu varietas Bulu Lawang dapat dilakukan dengan formulasi media MS + 2,4-D

2 mg/l + BAP 0,4 mg/l + CH 2000 mg/l dan varietas PS-951 dapat dilakukan

dengan formulasi media MS + 2.4-D 1 mg/l + BAP 0,4 mg/l. Regenerasi tunas

tanaman tebu varietas Bulu Lawang dapat dilakukan dengan formulasi media

Murashige dan Skoog (1962) tanpa penambahan zat pengatur tumbuh dan varietas

PS-951 dengan formulasi media MS + BAP 1 mg/l + kinetin 1 mg/l + NAA 0,5

mg/l + GA3 0,5 mg/l. Induksi perakaran tanaman tebu varietas Bulu Lawang dan

PS-951 dapat dilakukan dengan formulasi media MS + IBA 1 mg/l.

Khan dan Khatri (2006) melaporkan bahwa induksi kalus tebu, pertama kali

dimulai pada jaringan meristematik namun karena produksi fenol yang tinggi di

(32)

15

Sedangkan pada jaringan meristematik yang lebih muda tidak ada produksi fenol.

Eksplan meristematik menunjukkan potensi induksi kalus tertinggi dan secara

aktif tumbuh kompak berwarna putih. Kalus dipindahkan ke media MS yang

mengandung konsentrasi 2,4-D ( 0,5 mg/l) atau tanpa 2,4-D . Kalus yang

ditransfer pada media tanpa 2,4-D mulai berubah cokelat setelah 7 hari dari

subkultur, sedangkan kalus yang ditransfer pada medium yang mengandung

0,5 mg/l 2,4-D, menunjukkan struktur yang pro-embrioids setelah 14—19 hari.

Karakteristik atau ciri morfologi utama embrio somatik adalah ditunjukkannya

bipolaritas dan tidak adanya koneksi dengan jaringan vaskular (Reinert, 1977

dalam Khan dan Khatri, 2006). Karakteristik ini pada tebu dijelaskan oleh

Guiderdoni dan Demarly (1988) melalui analisis histologis embrio somatik yang

menunjukkan orientasi bipolar khas, scutellum, koleoptil dan tidak adanya

koneksi jaringan vaskular dengan jaringan yang berdekatan .

Setelah kalus terbentuk langkah selanjutnya dalam kultur jaringan tanaman tebu

adalah menginduksi tunas dari kalus tersebut. Hapsoro et al. (2012) melaporkan

bahwa sejumlah besar tunas tebu secara in vitro diproduksi dengan cara

mengkulturkan leaf roll tebu pada media MS + 2,4-D dengan konsentrasi 3 mg/l

selama 8 minggu untuk menginduksi pembentukan kalus dan mengkulturkan

kalus ke dalam media MS + 2,5 mg/l BA selama 8 minggu untuk pembentukan

tunas. Prosedur ini menghasilkan 100% respon pembentukan tunas dengan 36,4

tunas per clump kalus. Protokol pembentukan tunas ini terbukti efektif untuk

menginduksi multiplikasi tunas tebu di 11 genotipe lainnya, yang mengarah ke

(33)

16

2.4 Zat Pengatur Pertumbuhan (ZPT)

Zat pengatur pertumbuhan juga dikenal sebagai hormon tanaman adalah bahan

kimia yang digunakan untuk mengubah pertumbuhan bagian tanaman atau

tanaman. Hormon adalah zat alami yang diproduksi oleh tanaman, zat yang

mengontrol fungsi tanaman normal, seperti pertumbuhan akar, buah, dan proses

perkembangan lainnya (Fishel, 2006). Hartmann et al. (2002) mengemukakan

bahwa ZPT adalah senyawa organik bukan hara yang dalam jumlah sedikit dapat

memacu, menghambat, dan mengubah proses fisiologis tanaman. Awal

penemuan dan penggunaan zat pengatur tumbuh adalah dengan asetilena dan

etilen, yang meningkatkan produksi bunga pada tanaman nanas. Selanjutnya,

kegunaan zat pengatur tumbuh telah berkembang pesat menjadi komponen utama

produksi komoditas pertanian (Fishel, 2006). Salah satunya digunakan sebagai

komponen penting dalam kultur jaringan.

Ada lima kelompok ZPT yang dikenal yaitu: auksin, sitokinin, giberelin, etilen,

dan asam absisat. Auksin dan sitokinin sejauh ini adalah ZPT yang paling penting

untuk mengatur pertumbuhan dan morfogenesis dalam jaringan tanaman dan

kultur organ. Hormon sintetik telah ditemukan dengan aktivitas biologis yang

sama atau melebihi zat pertumbuhan alami (George et al.,2008). George et al.

(2008) juga menyebutkan bahwa auksin banyak digunakan dalam kultur jaringan

tanaman dan biasanya merupakan bagian tak terpisahkan dari komponen media.

Auksin digunakan terutama dalam kombinasi dengan sitokinin untuk mendorong

pertumbuhan kalus, suspensi sel atau organ, dan juga mengatur arah

(34)

17

ZPT dari golongan auksin yang biasa digunakan dan paling potensial dalam kultur

jaringan adalah 2,4-D (2,4-Dichlorophenoxyacetic Acid). Dilaporkan oleh

Naz et al. (2008) bahwa media dengan kombinasi 2,4-D lebih potensial untuk

inisiasi kalus tanaman tebu dibandingkan dengan kombinasi hormon lainnya.

Laporan yang serupa mengenai 2,4-D sebagai ZPT yang sangat potensial sebagai

penginduksi dan proliferasi kalus disebutkan dalam berbagai penelitian oleh Huan

et al. (2004), Behera dan Sahoo (2009),Gopitha et al. (2010), dan Yelnititis

(2012).

Selain 2,4-D, ZPT yang digunakan dalam menginduksi dan proliferasi kalus

adalah pikloram (4-amino-3,5,6-trichloropyridine-2-carboxylic acid). Hasil

penelitian Khan et al. (2008) menunjukkan bahwa induksi kalus dan proliferasi

tanaman tebu terbaik diamati pada media mengandung 4 mg/l 2,4-D dan 4 mg/l

pikloram, bahkan media yang mengandung pikloram 2 mg/l sudah menunjukkan

induksi kalus yang baik. Selain itu, penelitian Kaouther et al.(2011)

menunjukkan bahwa penambahan pikloram dapat mengekspresikan

embriogenesis somatik terhadap daun cerry yang dilakukan pelukaan. Penelitian

Kordestani dan Karami (2007) menunjukkan juga konsentrasi penambahan

pikloram terbaik dalam menginduksi embriogenesis somatik strawberry adalah 2

(35)

18

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman dan lahan pertanaman

tebu, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Bandar Lampung. Penelitian

dilaksanakan sejak November 2013 sampai dengan Maret 2014.

3.2 Metode Penelitian

3.2.1 Bahan Tanaman (Eksplan)

Bahan tanaman yang digunakan pada penelitian ini berupa eksplan tebu klon

MT-72. Klon MT-72 merupakan salah satu klon pemberian dari PT. Gunung

Madu Plantation (PT. GMP) yang kemudian dimanfaatkan sebagai eksplan pada

penelitian kultur jaringan tanaman tebu di Laboratorium Ilmu Tanaman,

Universitas Lampung. Klon MT-72 ini merupakan hasil pemuliaan tanaman yang

dilakukan oleh PT. GMP sebagai upaya mendapatkan klon yang unggul. Dari

beberapa klon yang ada dipilih klon MT-72 karena ketersediaan eksplan klon

MT-72 yang membentuk kalus cukup memadai untuk dilakukan penelitian

dibandingkan dengan klon-klon yang lain, oleh karena itu dalam penelitian ini

(36)

19

digunakan sebagai eksplan adalah bagian leaf roll. Leaf roll adalah gulungan

daun muda yang terletak pada ruas teratas batang tebu. Pengambilan leaf roll tebu

dilakukan dengan mengambil ujung tanaman (primordial daun) tebu yang

panjangnya sekitar 30 cm.

3.2.2 Persiapan Eksplan

Setelah leaf roll tebu berada di dalam laboratorium Ilmu Tanaman, selanjutnya

dilakukan persiapan eksplan. Beberapa lapisan daun yang sudah tua dibuang

sehingga terlihat batas antara batang muda dan daun muda. Eksplan dipotong dan

diseragamkan panjangnya sekitar 20 cm. Setelah itu, eksplan direndam dalam 2

liter air yang telah ditambahkan 2 g fungisida berbahan aktif mankozeb.

3.2.3 Persiapan Media dan Alat

Penelitian dilakukan dengan menggunakan media MS (Murashige dan Skoog,

1962) yang terdiri dari 2 macam media, yaitu media penginduksi kalus dan media

perlakuan. Media penginduksi kalus berisi bahan-bahan media MS dan 3 mg/l

2,4-D. Sedangkan komposisi media perlakuan pada penelitian ini adalah media

MS yang ditambahkan pikloram dan 2,4-D sesuai dengan konsentrasi perlakuan.

Sebelum membuat media, semua alat gelas dan non gelas yang akan dipergunakan

(gelas beaker ukuran 2 L, 1 L, dan 500 ml; gelas ukur ukuran 25 ml, 100 ml, 800

ml, dan 2000 ml; pipet tetes; labu ukur 500 ml dan 1000 ml; magnetic stearer;

pinset; spatula; dan panci enamail) dibilas dengan menggunakan aquades terlebih

(37)

20

menggunakan autoklaf selama 30 menit dengan suhu 121˚C dan tekanan 1,5

kg/cm2.

Setelah semua peralatan siap, dilarutkan garam-garam MS (Murashige dan Skoog,

1962), 50 mg/l asam sitrat, 150 mg/l asam askorbat, 3 mg/l 2,4-D, pikloram

(sesuai perlakuan), 150 ml/l air kelapa, 100 mg/l myo-inositol, serta 30 g/l sukrosa

ke dalam aquades hingga homogen. Kemudian, larutan tersebut ditera dengan

aquades menggunakan labu ukur 1 liter. Larutan media ditetapkan pH-nya

menjadi 5,8 dengan menggunakan pH meter. Penetapan pH dilakukan dengan

cara menambahkan larutan KOH 0,1 N untuk menaikkan pH dan larutan HCl

0,1 N untuk menurunkan pH. Setelah dilakukan penetapan pH, larutan media

dimasak dan ditambahkan 8 g/l agar-agar hingga mendidih. Sebanyak 20—25 ml

media dituangkan ke dalam botol kultur berukuran 250 ml, ditutup dengan

menggunakan plastik dan diikat dengan karet, botol kultur diberi label dengan

informasi komposisi media. Media disterilisasi menggunakan autoklaf selama 7

menit dengan suhu 121˚C dan tekanan 1,5 kg/cm2. Setelah sterilisasi selesai dan

tekanan autoklaf turun menjadi 0 atm, media dikeluarkan dan disimpan dalam

ruang kultur.

3.2.4 Sterilisasi dan Penanaman Eksplan

Sterilisasi eksplan tebu sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Hapsoro, et al.

(2012). Eksplan dikeluarkan dari larutan fungisida berbahan aktif mankozeb,

kemudian dicelupkan ke dalam larutan deterjen. Eksplan dibilas di bawah air

mengalir sehingga fungisida dan kotoran tidak lagi menempel pada permukaan

(38)

21

dan dibawa ke dalam ruang tanam atau ruang transfer untuk dilakukan sterilisasi

eksplan yang lebih lanjut dan penanaman di media penginduksi kalus.

Sterilisasi eksplan di ruang tanam dilakukan dengan kondisi yang aseptik di dalam

laminar air flaw cabinet (LAFC). Strelirisasi eksplan pada tahap ini dilakukan

dengan menggunakan Bayclin yang mengandung 5,25% NaOCl (natrium

hipoklorit). Bayclin sebanyak 50% didapatkan dengan cara melarutkan 50 ml

bayclin dengan 50 ml air steril. Lima puluh persen larutan Bayclin dimasukkan

ke dalam botol Schott yang telah berisi eksplan dan ditambahkan surfaktan cair (4

tetes/100 ml), kemudian dikocok selama 30 menit. Setelah itu, eksplan dibilas

menggunakan air steril hingga tidak ada lagi busa yang menempel.

3.2.5 Induksi dan Proliferasi Kalus

Induksi kalus sebagaimana yang telah dilakukan oleh Hapsoro et al.(2012) yaitu

eksplan dikecilkan dan dipotong-potong dengan tebal leaf roll 1 cm, eksplan

tersebut dikulturkan ke dalam media penginduksi kalus yang terdiri dari garam

MS (Murashige dan Skoog, 1962), 30 g/l sukrosa, 150 ml/l air kelapa, 100 mg/l

myo-inositol, 0,1 mg/l tiamin-HCl, 0,5 mg/l pyridoxine-HCl, 0,5 mg/l asam

nikotinat, 2 mg/l glisin, dan 3 mg/l 2,4-D dan diinkubasi selama 30 hari di dalam

ruang gelap. Kemudian, dilakukan pemindahan eksplan yang sudah membentuk

kalus embriogenik ke dalam media MS yang ditambahkan perlakuan ZPT.

Eksplan kalus yang digunakan adalah kalus embriogenik yang dicirikan oleh sel

yang berukuran kecil, sitoplasma padat, inti besar, vakuola kecil-kecil dan

(39)

22

ukurannya yaitu berdiameter 0,8 cm. Umur kalus yang ditanam ke dalam media

perlakuan adalah 4 minggu di dalam media penginduksi kalus. Perlakuan yang

dicobakan pada penelitian ini berupa jenis dan konsentrasi ZPT yang disajikan

[image:39.595.112.418.236.389.2]

pada Tabel 1.

Tabel 1. Perlakuan yang dicobakan.

No. Pikloram 2,4-D

1 1 mg/l -

- - - - 3 mg/l 1 mg/l 2 mg/l

2 2 mg/l

3 3 mg/l

4 4 mg/l

5 6 7 8 5 mg/l - 2 mg/l 1 mg/l

3.2.6 Induksi Tunas

Induksi tunas dilakukan dengan cara memindahkan kalus-kalus sekunder hasil

proliferasi dari media perlakuan ke dalam media penginduksi tunas yang terdiri

dari garam MS (Murashige dan Skoog, 1962), 30 g/l sukrosa, 150 ml/l air kelapa,

100 mg/l myo-inositol, 0,1 mg/l tiamin-HCl, 0,5 mg/l pyridoxine-HCl, 0,5 mg/l

asam nikotinat, 2 mg/lg lisin, dan 2,5mg/l BA. Kemudian diinkubasi selama 3

bulan di dalam ruangan yang diperlengkapi lampu fourescent kurang lebih 1.000

lux dengan suhu ruangan 25o C ± 2o C.

3.2.7 Analisis Statistika

Perlakuan diterapkan pada satuan percobaan dalam rancangan teracak sempurna

(40)

23

(Murashige dan Skoog, 1962). Dari masing-masing perlakuan tersebut dilakukan

ulangan sebanyak tiga kali. Apabila asumsi terpenuhi, dilakukan analisis ragam.

Apabila nilai F-hitung lebih besar dari F-tabel dilakukan pemisahan nilai tengah

dengan uji beda nyata terkecil (BNT) dengan selang kepercayaan 95%.

3.2.8 Variabel Pengamatan

1. Diameter Kalus dan Bobot Kalus

Pengamatan eksplan diameter kalus (cm) dan bobot kalus (gram). Dilakukan pada

umur 4 minggu setelah tanam (MST) ke dalam media perlakuan. Diameter kalus

dapat diukur dengan cara meletakkan kalus pada cawan petri yang di bawahnya

telah diletakkan kertas millimeter blok. Kemudian pengamatan bobot kalus

diperoleh dengan cara clump kalus diletakkan pada cawan petri yang telah

diletakkan di atas timbangan analitik. Percobaan ini terdiri dari 3 ulangan tiap

ulangan terdiri dari satu clump kalus.

2. Skoring Kalus Embriogenik

Pengamatan dilakukan pada umur 8 minggu setelah tanam (MST) eksplan pada

media perlakuan. Pengamatan ini bertujuan untuk mengetahui kalus yang

embriogenik dengan cara skoring 5 level yaitu 1 (tidak ada), 2 (sedikit), 3

(sedang), 4 (banyak), dan 5 (sangat banyak) yang ditunjukkan pada Gambar 1.

Percobaan ini terdiri dari 3 ulangan setiap ulangan terdiri dari 2 botol kultur dan

(41)
[image:41.595.118.482.92.308.2]

24

Gambar1. Penentuan skor pembentukan kalus embriogenik pada 8 MST.

(a) skor 1 (tidak ada), (b) skor 2 (sedikit), (c) skor 3 (sedang), (d) skor 4 (banyak), (e) skor 5 (sangat banyak)

3. Skoring Induksi Tunas

Pengamatan selanjutnya adalah induksi tunas adventif dari kalus yang sudah

terbentuk. Tunas adalah bagian tumbuhan yang tumbuh dari bagian tanaman

tertentu seperti daun, akar ataupun kalus yang berada di atas permukaan

tanah/media. Tunas dapat terdiri dari batang dan daun muda. Dalam istilah

fisiologi tumbuhan, tunas juga berarti semua bagian tumbuhan yang bukan akar,

yaitu bagian tumbuhan yang cenderung memiliki geotropisme negatif (atau

heliotropisme positif). Untuk melakukan pengamatan tersebut kalus embriogenik

yang sudah terbentuk dikulturkan ke dalam media MS + BA 2,5 mg/l.

Pengkulturan kalus ke dalam media MS + BA 2,5 mg/l dilakukan setelah 8

minggu setelah tanam (MST). Adapun pengamatannya dilakukan dengan cara

melakukan skoring 4 level yaitu 1 (tidak ada tunas sama sekali), 2 (membentuk

calon tunas), 3 (membentuk tunas ukuran kecil), 4 (sudah membentuk tunas besar)

a

d

c b

(42)

25

yang ditunjukkan pada Gambar 2. Percobaan ini terdiri dari 3 ulangan setiap

[image:42.595.180.447.169.388.2]

ulangan terdiri dari 4 botol kultur dan setiap botol terdiri dari satu clump kalus.

Gambar 2. Penetuan skor induksi tunas 4 level. (a) skor 1 (tidak ada tunas), (b) skor 2 (membentuk calon tunas), (c) skor 3 (membentuk tunas ukuran kecil), (d) skor 4 (membentuk tunas besar)

a

c

b

(43)

26

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Pikloram 5 mg/l pada media proliferasi kalus efektif untuk merangsang

pertumbuhan kalus embriogenik tebu dengan persentase pembentukan kalus

embriogenik sebesar 92%, sama efektifnya dengan perlakkuan 2,4-D 3 mg/l

sebagai kontrol. Kombinasi pikloram dan 2,4-D kurang efektif untuk

merangsang pembentukan kalus embriogenik tebu dibandingkan pikloram

5 mg/l dan 2,4-D 3 mg/l.

2. Ketika dikulturkan pada media induksi tunas, kalus embriogenik yang dihasilkan

dari media proliferasi kalus yang mengandung pikloram 5 mg/l menghasilkan

tunas yang sama banyaknya dibandingkan kalus embriogenik yang dihasilkan

dari media proliferasi kalus yang mengandung 2,4-D 3 mg/l sebagai kontrol,

tetapi dengan persentase pembentukan tunas yang lebih tinggi yaitu 100%.

5.2 Saran

Keefektifan 2,4-D untuk regenerasi tanaman tebu telah ditunjukkan oleh Hapsoro et

al. (2012) dengan menggunakan 11 klon tebu. Oleh karena itu, perlu diketahui juga

(44)

39

DAFTAR PUSTAKA

Behera, K. K. and S. Sahoo. 2009. Rapid In vitro Micro propagation of

Sugarcane (Saccharum officinarum L. cv-Nayana) Through Callus Culture. Nature and Science. 7: 1545—0740.

Ditjenbun. 2013. Kebutuhan Gula Nasional Mencapai 5,700 Juta Ton Tahun 2014. Ditjenbun. Administrator (Ed). Deptan. 10 November 2013. http://ditjenbun.deptan.go.id/setditjenbun/berita-172-dirjenbun--kebutuhan-gula-nasional-mencapai-5700-juta-ton-tahun-2014.html.

Farid, M. 2003. Perbanyakan Tebu (Saccharum officinarum L.) Secara In Vitro pada Berbagai Konsentrasi IBA dan BAP. J. Sains & Teknologi. 3: 103— 109.

Fishel, F. M. 2006. Plant Growth Regulators. University of Florida. Florida.

Geijskes R. J., L. Wang, P. Lakshmanan, M.G. Mckeon, N. Berding, R.S. Swain, A.R.Elliott, C.P.L. Grof, J.A. Jackson, and G.R. Smith. 2003. Smartsett seedlings: tissue cultured seed plants for the Australian sugar industry. Proc. Aust. Soc. Sugar Cane Technol. 25: 13—17.

George, E.F., M.A. Hall, and G.J.D. Klerk. 2008. Plant Propagation by Tissue Culture 3rd Edition. Springer. Netherldans. 508 hlm.

Gopitha, K., A. L. Bhavani and J. Senthilmanickam. 2010. Effect of The Different Auxins and Cytokinins In Callus Induction, Shoot, Root Regeneration In Sugarcane. Biotechnology. 1: 0975—6299.

Guiderdoni, E. and Y. Demarly. 1988. Histology of somatic embryogenesis in cultured leaf segments of sugarcane plantlets. Plant Cell Tissue and Organ Culture. 14: 71—88.

(45)

40

Hartmann, H.T., D.E. Kester, F.T. Davies, and R.L. Geneve. 2002. Plant Propagation: Principles and Practices. Sixth Edition. Prentice-Hall, Englewood CLIFFS, New Jersey. 647 hlm.

Hofmann, N., R.L. Nelson, and S.S. Korban. 2004. Influence of media components and pH on somatic embryo induction in three genotypes of soybean. Plant Cell Tiss. 77: 157—163.

Huan, L. V. T., T. Takamura, and M. Tanaka. 2004. Callus Formation and Plant Regeneration From Callus Through Somatic Embryo Structures in

Cymbidium orchid. Plant Science. 166: 1443–1449.

Husein, S., R. Ibrahim, and A.L.P. Kiong. 2006. Somatic Embryogenesis: An Alternative Method for In Vitro Micropropagation. Iranian Journal of Biotechnology. 4: 156—161.

Indrawanto, C., Purwono, Siswanto, M. Syakir, dan W. Rumini. 2010. Budidaya dan Pasca Panen TEBU. ESKA Media. Jakarta. 44 hlm.

James, G. 2004. Sugarcane. Blackwell Publishing Company. Oxford OX4 2Dq, UK. 216 hlm.

Kaouther, B.M., E. Nadhra, C. Ahlem, A. Jemmali, and P. Druart. 2011. In Vitro Picloram-Induced Somatic Embryogenesis from Leaflets of Cherry (Prunus incisa Thunb.). Journal of Life Sciences. 5: 913—920.

Karim, M.Z., M.N. Amin, M.A. Hossain, S. Islam, F. Hossain, and R. Alam. 2002. Micropropagation of Two Sugarcane (Saccharum officinarum) Varieties from Callus Culture. Journal of Biological Sciences. 2(10): 682—685.

Karun, A., E. A.Siril, E. Radha, and V. A. Parthasarathy. 2004. Somatic Embryogenesis and Plantlet Regeneration from Leaf and Inflorescence Explants of Arecanut (Areca catechu L.). Current Science. 86: 1623— 1628.

Khan, I. A., M. U.Dahot, N. Seema, S. Bibi, and A. Khatri, 2008. Genetic Variability in Plantlets Derived from Callus Culture in Sugarcane. Pak. J. Bot. 40: 547—564.

Khan, I.A., and A. Khatri. 2006. Plant Regeneration Via Organogenesis or Somatic Embryogenesis in Sugarcane: Histological Studies. Pak. J. Bot. 38: 631—636.

(46)

41

Sugarcane Tolerant To Imidazolinone Herbicides. Proc. Int. Soc. Sugar Cane Technol. 27: 1—3.

Kordestani, G.K., and O. Karami. Picloram-Induced Somatic Embryogenesis in Leaves of Strawberry (Fragaria ananassa L.). Acta Biologica Cracoviensia. 50: 69—72.

Mariska, I. dan S. Rahayu. 2011. Pengadaan Bibit Tebu Melalui Kultur

Jaringan. Sinar Tani. Edisi 6-12 Juli 2011 No. 3413. Tahun XLI. Hal 15.

Mathur, J. and C. Koncz. 1998. Callus Culture and Regeneration. Methods in Molecular Biology. 82: 31—34.

Mayang R.B., D. Hapsoro dan Yusnita. 2011. Regenerasi In Vitro Tanaman Tebu (Saccharum Officinarum L.): Induksi dan Proliferasi Kalus, Serta Induksi Tunas. Jurnal Agrotropika. 16: 52—56.

Miller, J.D. and R.A. Gilbert. 2006. Sugarcane Botany: A Brief View.

Agronomy Department, Florida Cooperative Extension Service, Institute of Food and Agricultural Sciences, University of Florida. 6 hlm.

Muchtar, H.1996. Pengaruh Beberapa Jenis Sitokinin dan Auksin Terhadap Pembentukan Embrio Somatik Rotan Manau (Calamus manan Miquel). (Tesis). Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Murashige T and F. Skoog. 1962. A Revised Medium For Rapid Growth and Bio-Assays With Tobacco Tissue Cultures. Physiol Plant. 15: 473—497.

Naz, S., A. Ali and A. Siddique. 2008. Somatic Embryogenesis and Plantlet Formation In Different Varieties Of Sugarcane (Sacchrum officinarum L.) Hsf-243 and Hsf-245. Sarhad J. Agric. 24: 4.

Nugrahani, P., Sukendah dan Makziah. 2011. Regenerasi Eksplan Melalui Organogenesis Dan Embriogenesis Somatik. Universitas Pembangunan Nasional. Jawa Timur.

P3GI. 2012. P3GI Sebagai Lembaga Riset Penghasil Varietas Tebu Unggul dan Penghasil Benih Tebu Bermutu Generasi Kedua (G2) Asal Kultur Jaringan.

http://www.sugarresearch.org/index.php/p3gi-sebagai-lembaga-riset-penghasil-varietas-tebu unggul-dan-penghasil-benih-tebu-bermutu-generasi-kedua-g2-asal-kultur-jaringan.html. (12 Juni 2014).

(47)

42

Raghavan, V. 1986. Embryogenesis In Angiosperm : A Developmental and Experimental Study. Cambridge Univ. Cambridge.

Rasullah, F. F. F., T. Nurhidayati, dan Nurmalasari. 2013. Respon Pertumbuhan Tunas Kultur Meristem Apikal Tanaman Tebu (Saccharum officinarum) Varietas NXI 1-3 secara in viro pada Media MS dengan Penambahan Arginin dan Glutamin. Jurnal Sains dan Seni Pomits. 2: 2337—3520.

Schmülling, T. 2004. Cytokinin. University of Berlin. Berlin.

Sisharmini, A., A. Apriana, dan Sustiprijatno. 2010. Induksi Kalus dan Regenerasi Beberapa Genotipe Gdanum (Triticum aestivum L.) secara In Vitro. Jurnal AgroBiogen 6: 57—64.

Sisworo, W.H., Wandowo, Ismachin, dan L.S. Elsje. 2010. Isotop dan Radiasi Untuk Kemajuan Usaha Dana. Badan Tenaga Nuklir Nasional. Indonesia.

Sukmadjaja, D. dan A. Mulyana. 2011. Regenerasi dan Pertumbuhan Beberapa Varietas Tebu (Saccharum officinarum L.) secara In Vitro. Jurnal

AgroBiogen. 7: 106—118.

Supriyadi, A., 1992. Rendemen Tebu. Kanisius. Yogyakarta. 72 hal.

Susiyanti, G.A., Wattimena, M. Surahman, A. Purwito dan D.A. Santosa. 2007. Transformasi Tanaman Tebu (cv. PSJT 94-41) dengan Gen Fitase Menggunakan Agrobacterium tumefaciens GV 2260 (pBinPI-IIEC). Bul. Agron. 35: 205—211.

Taiz, L. and E. Zeiger. 2010. Plant Physiology. Sinauer Associates. Boston. 782 hlm.

Tarigan, B. Y. dan J. N. Sinulingga, 2006. Laporan Praktek Kerja Lapangan di Pabrik Gula Sei Semayang PTPN II Sumatera Utara. (Laporan).

Universitas Sumatera Utara, Medan.

Tjokroadikoesoemo, P. S. dan A. S. Baktir, 2005. Ekstraksi Nira Tebu. (Skripsi). Yayasan Pembangunan Indonesia Sekolah Tinggi Teknologi Industri. Surabaya.

Wijayanti, W. A. 2008. Pengelolaan Tanaman Tebu (Saccharum Officinarum L.) di, Pabrik Gula Tjoekir Ptpn X, Jombang, Jawa Timur. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Yelnititis. 2012. Pembentukan Kalus Remah dari Eksplan Daun Ramin. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan. 6: 181—194.

Gambar

Tabel
Tabel 1. Perlakuan yang dicobakan.
Gambar1. Penentuan skor pembentukan kalus embriogenik pada 8 MST.                   (a) skor 1 (tidak ada), (b) skor 2 (sedikit), (c) skor 3 (sedang), (d) skor 4                   (banyak), (e) skor 5 (sangat banyak)
Gambar 2. Penetuan skor induksi tunas 4 level.  (a) skor 1 (tidak ada tunas), (b)                    skor 2 (membentuk calon tunas), (c) skor 3 (membentuk tunas ukuran                    kecil), (d) skor 4 (membentuk tunas besar)

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Kalsiumin huuhtoutuminen (kg/ha) kokeen aikana huuhtoutumis- kentän nurmien ja ohrapeltojen salaojavedessä lannoituksittain, kausittain ja vuosittain sekä keskimäärin

Seperti di Posyandu Kasih Ibu Kelurahan Kelapa Indah Kota Tangerang dalam kegiatan pelayanan dan pengelolaan data kesehatan yang masih menggunakan sistem manual menggunakan

Berikut ini adalah rinciannya, (1) lemahnya peranan raja dalam memimpin Keraton Yogyakarta, (2) goyah dan rapuhnya Keraton Yogyakarta, (3) lemahnya penjagaan

Rissk Your Life : Game online RPG 3D bergaya gothic, dengan tema dua bangsa yang bermusuhan, yaitu Human (manusia) dan Akhan. Game keluaran PT. Dream Web Technology

Dari hasil observasi yang telah dilakukan dimana anak autis hiperaktif mengalami gangguan dalam aktivitas belajar yaitu : dalam kegiatan belajar mengajar guru hanya

Berdasarkan hasil yang diperoleh bahwa bauran pemasaran jasa yang terdiri dari produk, harga, promosi, tempat, agen, proses, layanan konsumen terhadap minat nasabah pada

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa employer branding dan employee value proposition baik secara simultan maupun masing-masing secara parsial dirasakan