KAJIAN HUKUM MENGENAI PERAN KEPOLISIAN
DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA
PERDAGANGAN ORANG
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum
Oleh :
Suprianto
NIM : 080200420
Departemen Hukum Pidana
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KAJIAN HUKUM MENGENAI PERAN KEPOLISIAN
DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA
PERDAGANGAN ORANG
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum
Oleh :
Suprianto
NIM : 080200420
Disetujui oleh,
Ketua Departemen Hukum Pidana
Fakultas Hukum USU
NIP. 195703261986011001
Dr.H.M.Hamdan, SH.MH
Dosen Pembimbing I :
Dosen Pembimbing II :
Prof. Dr. Ediwarman,SH.M.Hum
NIP.195405251981031003
NIP. 196209071988112001
Nurmalawaty, SH.M.Hum
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRAK Suprianto *
Prof. Dr. Ediwarman,SH.M.Hum ** Nurmalawaty, SH.M.Hum ***
Kasus perdagangan orang merupakan kasus kejahatan yang sangat sulit untuk ditekan dan dicegah perluasannya, dikarenakan kasus ini telah mancakup daerah Nasional bahkan Internasional.Peran penegak hukum melalui melalui pihak Kepolisian sangat diharapkan didalam mengkaji dan memberantas tindak pidana perdagangan orang ini, dan untuk itu pihak kepolisian sangat membutuhkan dukungan dan bantuan dari segala pihak. Permasalahan yang diangkat dalam penulisan skripsi ini meliputi karakteristik dan modus operandi tindak perdagangan orang, peraturan-peraturan yang berkaitan dengan tindak pidana perdagangan orang,dan peran Kepolisian terhadap penanggulangan tindak pidana perdagangan orang.
Jenis penelitian yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian yuridis normatif yang dilakukan dengan cara memberikan gambaran terhadap masalah perdagangan orang ini,dengan menitikberatkan kepada permasalahan mengenai peran dari Kepolisian didalam menanggulangi tindak pidana perdagangan orang. Dengan menggunakan bahan-bahan yang terdapat dalam buku-buku, situs internet maupun peraturan perundang-undangan yang terkait dengan skripsi ini. Selain itu juga diadakan penelitian lapangan yaitu dengan melakukan pengamatan dan penelitian yang dianalisis dengan metode kualitatif dan kuantitatif adalah untuk mendapatkan data-data yang relevan dan terpadu
Secara keseluruhan penulisan skripsi ini menitikberatkan kepada para pelaku (Trafficker) perdagangan orang yang meliputi agen,calo atau sindikat yang didasarkan kepada modus menawarkan pekerjaan, penipuan dan penculikan dan juga adopsi. Peraturan yang terkait tindak pidana perdagangan orang ini sendiri meliputi peraturan nasional dan internasional yang dimulai dari KUHP, Undang-undang nomor 21 tahun 2007 tentang tindak pidana perdagangan orang dan Peraturan Daerah (Perda) Propinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 tentang Penghapusan Perdagangan ( Trafficking) Perempuan Dan Anak. Dalam hal untuk mencegah semakin maraknya tindak pidana perdagangan orang ini, peran kepolisian sangat dibutuhkan untuk menindak para pelaku secara tegas dan menjatuhi hukuman yang pantas dan sesuai dengan ketentuan peraturan dan hukum yang berlaku.
* Penulis : Mahasiswa Departemen Pidana Fakultas Hukum USU.
KATA PENGANTAR
PujidansyukurdengansegalakerendahanhatipenulisucapkanpadaTuhan
YangMahaEsaataskemurahannyamemberikankesehatan,kasihsayangdan
kekuatankepadapenulissehinggamampumenyelesaikanskripsiinisebagaisalah
satusyaratuntukmemperolehgelarsarjanahukumdiFakultasHukum Universitas
SumateraUtara.AdapunjudulSkripsiyangdipliholehPenulisadalah:”KAJIAN
HUKUM MENGENAI PERAN KEPOLISIAN DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG
Dalammenyelesaikanskripsiinipenulisberusahasemaksimalmungkinuntukmenye
lesaikannyasesuaidenganketentuanyangberlaku.Denganselesainyaskripsinyainimakapa
dakesempataniniPenulisdengantulusikhlasmenyampaikanterimakasihyangtidakterhingg
akepada:
• BapakProf.Dr.Runtung,SH,M.Hum,SelakuDekanFakultasHukum
UniversitasSumateraUtara Medan.
• Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum, Selaku Pembantu Dekan I
FakultasHukum UniversitasSumateraUtara.
• Bapak Syafrudin Hasibuan SH, M.Hum, Selaku Pembantu Dekan II
FakultasHukum UniversitasSumateraUtara.
• Bapak M.Husni, SH, M.Hum, Selaku Pembantu Dekan III
FakultasHukumUniversitasSumateraUtara.
• BapakDr.M.Hamdan,SH,
MH,selakuKetuaDepartemenHukumPidanaFakultasHukum
UniversitasSumateraUtara.
• Ibu Liza Erwina, SH,M.Hum,SelakuDosenPembimbingI,
skripsiini.
• BapakAbulKhair,SH,M.Hum,selakuDosenPembimbingII,atas
segalasaran,waktusertakesabarannyadalamrangkapenyelesaianskripsi ini.
• Bapak dan IbuDosen(stafpengajar)yangtelahbanyakmemberikanilmu
pengetahuanbesertaseluruhstafpegawaiyangtelahmemberikanpelayanan
denganbaikselamaperkuliahan.
• TeristimewauntukOrangTuaPenulis ayahanda Johanes Kaban, SH dan
Ibunda tercinta Pintaria Ginting, SE yangtelah berjerihpayah
membesarkan,memberikankasihsayangdandidikanbaikmorilmaupun
materiilyangtidakbisadigantikandandibandingkandenganapapun,serta
tidaklupakepadaKakanda Jhon Wesley Kaban, S.KomdanAdinda Christine
Angelina KabanPenulisyangikutmemberikansemangat
didalampenyelesaianskripsiini.
• Rekan-rekan se-almamater di Fakultas Hukum khususnya dan umumnya
Universitas Sumatera Utara.
Walaupuntelahberupayasemaksimalmungkin,Penulisjugamenyadarikemungki
nanadanyakekurangandankesalahan.Olehkarenaitu,Penulis
mengharapkankritikdansaranyangmembangunsehinggadapatmemperbaiki
skripsiini.AkhirkataPenulisberharapsemogaskripsiinidapatbermanfaatbagisiapapunya
ngmembacanya.
Medan, 2012
Penulis
DAFTAR ISI
Abstraksi……….. i
Kata Pengantar………. ii
Daftar isi ………. iv
BAB I : PENDAHULUAN………... 1
A. Latar Belakang………. 1
B. Permasalahan……… 5
C. Tujuan Penulisan……….. 6
D. Keaslian Penulisan……… 7
E. Tinjauan Kepustakaan………. 7
F.Metode Penelitian……….…… 25
G. Sistematika Penulisan………. 27
BAB II PERKEMBANGAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (HUMAN OF TRAFFICKING) DI INDONESIA……… 28
A.Karakteristik Tindak Pidana Perdagangan Orang di Indonesia……….. 28
B.Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Perdagangan Orang37 C. Modus Operandi Para Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang …... 41
D. Dampak Yang Ditimbulkan Tindak Pidana Perdagangan Orang………. 48
BAB III PENGATURAN HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (HUMAN TRAFFICKING)……… 50
A. Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) Menurut KUHP ………..……… 50
B.Tindak Pidana Perdagangan Orang Menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang .……… 61
BAB IV PERAN KEPOLISIAN DALAM UPAYA PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG .……… 67 A. Upaya Kepolisian Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan
Orang……… 67
B. Penanganan Kasus Tindak PidanaPerdagangan Orang Oleh Kepolisian
……….. 71
C. Faktor-faktor Penghambat dan Pendukung aparat Kepolisian
dalamMenangani Tindak Pidana Perdagangan Orang …………. 75
BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan……… 79
B. Saran……….. 81
ABSTRAK Suprianto *
Prof. Dr. Ediwarman,SH.M.Hum ** Nurmalawaty, SH.M.Hum ***
Kasus perdagangan orang merupakan kasus kejahatan yang sangat sulit untuk ditekan dan dicegah perluasannya, dikarenakan kasus ini telah mancakup daerah Nasional bahkan Internasional.Peran penegak hukum melalui melalui pihak Kepolisian sangat diharapkan didalam mengkaji dan memberantas tindak pidana perdagangan orang ini, dan untuk itu pihak kepolisian sangat membutuhkan dukungan dan bantuan dari segala pihak. Permasalahan yang diangkat dalam penulisan skripsi ini meliputi karakteristik dan modus operandi tindak perdagangan orang, peraturan-peraturan yang berkaitan dengan tindak pidana perdagangan orang,dan peran Kepolisian terhadap penanggulangan tindak pidana perdagangan orang.
Jenis penelitian yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian yuridis normatif yang dilakukan dengan cara memberikan gambaran terhadap masalah perdagangan orang ini,dengan menitikberatkan kepada permasalahan mengenai peran dari Kepolisian didalam menanggulangi tindak pidana perdagangan orang. Dengan menggunakan bahan-bahan yang terdapat dalam buku-buku, situs internet maupun peraturan perundang-undangan yang terkait dengan skripsi ini. Selain itu juga diadakan penelitian lapangan yaitu dengan melakukan pengamatan dan penelitian yang dianalisis dengan metode kualitatif dan kuantitatif adalah untuk mendapatkan data-data yang relevan dan terpadu
Secara keseluruhan penulisan skripsi ini menitikberatkan kepada para pelaku (Trafficker) perdagangan orang yang meliputi agen,calo atau sindikat yang didasarkan kepada modus menawarkan pekerjaan, penipuan dan penculikan dan juga adopsi. Peraturan yang terkait tindak pidana perdagangan orang ini sendiri meliputi peraturan nasional dan internasional yang dimulai dari KUHP, Undang-undang nomor 21 tahun 2007 tentang tindak pidana perdagangan orang dan Peraturan Daerah (Perda) Propinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 tentang Penghapusan Perdagangan ( Trafficking) Perempuan Dan Anak. Dalam hal untuk mencegah semakin maraknya tindak pidana perdagangan orang ini, peran kepolisian sangat dibutuhkan untuk menindak para pelaku secara tegas dan menjatuhi hukuman yang pantas dan sesuai dengan ketentuan peraturan dan hukum yang berlaku.
* Penulis : Mahasiswa Departemen Pidana Fakultas Hukum USU.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Perempuan dan anak,serta permasalahannya kerap lekat dengan kehidupan
masyarakat, seperti masalah pembinaan pendidikan. Masyarakat tidak terlepas
sebagai individu, apakah individu tersebut berdiri pada pijakan hukum, birokrasi
maupun elemen lainnya.
Perlindungan terhadap anak dan perempuan memang menjadi tanggung
jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat, tanpa harus melemparkan bagian
yang lebih besar terhadap salah satu pihak sehingga apapun yang menjadi
permasalahan merupakan salah satu bentuk dari masalah yang memerlukan
perhatian serius. Diantara berbagai masalah anak dan perempuan yang paling
mendesak adalah perdagangan manusia (Trafficking in person).
Trafficking dalam pengertian sederhana merupakan sebuah bentuk
perdagangan modern. Tidak hanya merampas hak azasi korban, tetapi juga
membuat mereka rentan terhadap penganiayaan, siksaan fisik, kerja paksa, penyakit
dan trauma psikis, bahkan cacat dan kematian, dan juga menjatuhkan diri dan
martabat bangsa. Trafficking atau perdagangan Manusia terutama perempuan dan
anak merupakan jenis perbudakan pada era modern. Setiap tahun diperkiraan ada
dua juta manusia diperdagangkan dan sebagian besarnya adalah perempuan dan
anak.
Pada tingkat dunia, perdagangan perempuan dan anak, terkait erat dengan
(HAM) berat.Indonesia merupakan negara yang terbesar dan berada diurutan ke 3,1
Dalam era kemerdekaan terlebih di era reformasi sangat menghargai hak
Azasi Manusia, masalah perbudakan atau penghambaan tidak ditolerir lebih jauh
keberadaannya. Berdasarkan hukum di negara kita sendiri menyatakan bahwa
perbudakan atau penghambaan merupakan kejahatan terhadap kemerdekaan orang
yang diancam dengan pidana penjara lima sampai limabelas tahun (Pasal 324-337
KUHP).
negara yang diasumsikan tidak serius menangani masalah trafficking,tidak memiliki
perangkat perundang-undangan untuk melakukan penghukuman terhadap pelaku
perdagangan manusia. KUHP hanya memiliki 1 pasal saja yaitu Pasal 297 yang
mengatur secara eksplisit tentang perdagangan perempuan dan anak,namun
ancaman pidananya masih terlalu ringan,apalagi perdagangan anak juga belum
diantisipasi oleh UU No 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak yang
dimaksudkan untuk memberikan perlindungan hukum terhadap anak. Jelas hal ini
sangat memalukan, dan harus segera ada langkah-langkah kongkrit dari pemerintah
untuk memiliki perangkat pencegahan, perlindungan dan pertolongan korban serta
penghukuman yang diperlukan untuk memberantas perdagangan manusia.
Dalam ketentuan lain sudah banyak peraturan yang dibuat oleh pemerintah
pusat maupun daerah dalam penghapusan perdagangan manusia, sebut saja UU
Nomor 23 tahun 2003 tentang Perlindungan Anak, untuk daerah Sumatera Utara
saja sudah ada Peraturan daearah Nomor 6 Tahun 2004, rencana aksi provinsi
Sumut Nomor 24 tahun 2005, namun berbagai peraturan tersebut dirasa juga belum
maksimal tanpa ada implementasi yang jelas dan sosialisasi yang kongkrit bagi para
pelaksana advokasi trafficking.
Namun kemajuan kemajuan teknologi informasi, komunikasi dan
transportasi yang mengakselerasi terjadinya globalisasi, juga dimanfaatkan oleh
hamba kejahatan untuk menyelubungi perbudakan dan penghambaan itu kedalam
bentuknya yang baru yaitu : perdagangan orang (trafficking in person), yang secara
tertutup dan bergerak di luar hukum. Pelaku perdagangan orang (trafficker) yang
dengan cepat berkembang menjadi sindikat lintas batas negara dengan sangat halus
menjerat mangsanya, tetapi dengan sangat kejam mengeksploitasinya dengan
berbagai cara sehingga korban menjadi tidak berdaya untuk membebaskan diri.
Dampak yang dialami para korban perdagangan manusia beragam,
umumnya masuk dalam jurang prostitusi (PSK atau Pekerja Seks Komersial),
eksplotasi tenaga kerja dan sebagainya. Sedangkan dari sisi pelaku umumnya
dilakukan oleh agen peyalur tenaga kerja dengan modus janji memberi pekerjaan
dan dilakukan baik secara pasif (dengan iklan lowongan pekerjaan) dengan aktif
(langsung ke rumah-rumah penduduk) merekrut mereka yang memang
mengharapkan pekerjaan.
Hasil studi Internasional Labour Organisasion (ILO) menunjukkan bahwa di
dunia sekitar 12,3 juta orang terjebak dalam kerja paksa. Dari jumlah itu, sekitar
9,5 juta pekerja paksa berada di Asia sebagai wilayah pekerja paksa yang paling
besar. Sisanya, tersebar sebanyak 1,3 juta di Amerika Latin dan Karibia, 660 ribu di
Negara-negara industri, dan 210 orang di negara-negara transisi. Dari korban kerja
paksa itu 40-50 pesennya merupakan anak-anak yang berusia di bawah umur 18
tahun.2
Perdagangan manusia semakin marak di karenakan keuntungan yang di
peroleh pelakunya sangatlah besar, bahkan menurut PBB perdagangan manusia ini
2
adalah sebuah perusaan kriminal terbesar ketiga tingkat dunia. Negara Indonesia
sendiri telah lebih dari satu dekade ini menjadi negara terbesar kedua dalam hal
perdagangan manusia khususnya perempuan yang di jadikan sebagai PSK ataupun
tenaga kerja lainnya. Tenaga kerja asal Indonesia itu, 90 persennya bekerja sebagai
pekerja rumah tangga di negara Malaysia, Singapura, Hongkong, Taiwan, Korea
Selatan Dan Timur Tengah. Dengan demikian perdagangan tenaga kerja perempuan
dan anak sangat mungkin di alami warga negara Indonesia.
Didasari berbagai hal yang telah terjadi di atas maka peran dari seluruh
pihak mulai dari pemerintah, masyarakat hingga aparat penegak hukum khususnya
kepolisian yang langsung berhadapan dengan berbagai kasus perdagangan orang ini
di lingkungan, diharapkan dapat mencegah atau setidaknya mengurangi terjadinya
kejahatan perdagangan orang yang terjadi di masyarakat. Peran kepolisian dalam
hal ini sangat dibutuhkan di dalam menanggulangi tindak pidana trafficking ini
secara tepat, sehingga tidak semakin meresahkan masyarakat. Pada dasarnya
kepolisian memliki peran yang khusus melalui undang-undang atau ketentuan yang
ada seperti di dalam Undang-Undang No.21 tahun 2007 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Perdagangan Orang untuk mencegah dan memberantas kejahatan
Tindak Pidana Perdagangan Orang yang terjadi di masyarakat seperti terdapat di
dalam Pasal 45 Undang-Undang No.21 tahun 2007 yang menyebutkan tentang
adanya RPK (Ruang Pelayanan Khusus) bagi para korban atau keluarga korban atau
saksi yang terkait dengan kejahatan trafikking. Dalam hal ini pihak kepolisian
secara khusus melalui RPK berusaha memberikan perlindungan dan ketenangan
bagi para korban atau keluarga korban, atau saksi untuk dapat memberikan
keterangan-keterangan atau informasi yang jelas dan benar sehingga dapat
Menyadari juga terhadap hal-hal tersebut di atas dan mengingat peliknya
masalah perlindungan terhadap kasus-kasus trafficking serta kompleksnya hal-hal
yang harus ditangani di dalamnya, maka mendesak untuk dilakukan penelitian
terhadap faktor-faktor apa saja yang menjadi pendorong dan penarik terjadinya
perdagangan manusia serta pengkajian terhadap peran dari aparat penegk hukum
khususnya pihak kepolisian di dalam menerapkan perannya terhadap
penanggulangan tindak pidana perdagangan orang (human trafficking).
B. Perumusan Masalah.
Perdagangan orang atau trafficking merupakan bentuk pelanggaran terhadap
hak azasi manusia (HAM), permasalahan ini tidak hanya merupakan orang
perorangan saja, tetapi juga menyentuh sensitifitas nasioal bahkan internasional.
maka untuk itu permasalah-permaslahan ini perlu di rumuskan melalui
pertanyaan-pertanyaan untuk di bahas secara konkret dan menyeluruh.
Adapun permasalahan yang akan dibahas penulis dalam masalah
perdagangan orang (human trafiking) ini adalah :
1. Bagaimanakah perkembangan karakteristik, faktor-faktor penyebab, modus
operandi dan dampak dari tindak pidana perdagangan orang (human
trafficking)?
2. Bagaimanakah pengaturan hukum positif Indonesia mengenai tindak pidana
perdagangan orang (human trafficking)?
3. Bagaimanakah peran kepolisian dalam upaya penanggulangan tindak pidana
perdagangan orang (human trafficking)?
Berdasarkan permasalahan yang telah di kemukakan, maka tujuan yang
hendak di capai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui faktor penyebab, modus operandi dan dampak dari
kejahatan perdagangan orang (human trafficking).
2. Untuk mengetahui dasar hukum yang berkaitan dengan tindak pidana
perdagangan orang (human trafficking).
3. Untuk mengetahui peran kepolisian di wilayah hukum kota medan terhadap
tindak pidana perdagangan orang (human trafficking)
b. Manfaat penulisan
1) Secara teoritis Hasil penelitian ini dapat di jadikan bahan kajian lebih lanjut
untuk melahirkan konsep ilmiah yang di harapkan dapat, memberikan
sumbangan bagi perkembangan hukum di Indonesia.
2) Secara praktis hasil penelitan ini dapat di gunakan untuk :
a) Sebagai pedoman dan masukan bagi pemerintah, peradilan dan peraktisi
hukum dalam menentukan kebijakan dan langkah-langkah untuk memutus
dan menyelesiakan perkara-perkara yang sedang dihadapi
b) Sebagai informasi bagi masyarakat terhadap pelarangan tindakan kejahatan
perdagangan orang atau trafficking.
D. Keaslian Penulisan
Skripsi ini merupakan karya tulis yang asli. Belum ada penulis yang
menulis skripsi tentang hal yang sama, Khususnya untuk yang terdapat di Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara Medan. Penulisan skripsi ini merupakan ide,
hasil penggandaan dari karya tulis orang lain yang dapat merugikan pihak-pihak
tertentu.
Dengan ini penulis dapat bertanggung jawab atas keaslian penulisan skripsi
ini, belum pernah ada judul yang sama demikian juga dengan pembahasan yang
diuraikan. Dalam hal mendukung penulisan ini dipakai pendapat-pendapat para
sarjana yang diambil atau dikutip berdasarkan daftar referensi dari buku para
sarjana yang ada hubungannya dengan masalah dan pembahasan yang disajikan,
baik berupa karya ilmiah maupun pasal-pasal dalam KUHAP dan Peraturan
Perundang-Undangan
E. Tinjauan kepustakaan
1. Pengertian kejahatan dan tindak pidana.
a. Pengertian Kejahatan.
Kejahatan adalah suatu nama atau cap yang diberikan orang untuk menilai
perbuatan-perbuatan tertentu sebagi perbuatan jahat. Dengan demikian maka si
pelaku di sebut sebagai penjahat.pengertian tersebut bersumber dari dari alam nilai,
maka ia memiliki pengertian yang sangat relatif, yaitu tergantung pada manusia
yang memberikan penilaian itu, jadi apa yang disebut kejahatan oleh seseorang
belum tentu di akui oleh pihak lain sebagai suatu kejahatan pula.3
3Syahruddin Husein, Kejahatan dalam Masyarakat dan Upaya penanggulangannya, Kalaupun
misalnya semua golongan dapat menerima sesuatu itu merupakan kejahatan tapi
berat ringannya perbuatan itu masih menimbulkan perbedaan pendapat tentang
defenisi dari kejahatan itu sendiri tidak terdapat kesatuan pendapat di antara para
sarjana.
R.soesilo membedakan pengertian kejahatan secara yuridis dan pengertian
kejahatan secara sosiologis. Ditinjau dari segi yuridis pengertian kejahatan adalah
adalah suatu perbuatan tingkah laku yang bertentangan dengan undang-undang.
Ditinjau dari segi sosiolgis, maka yang di maksud dengan kejahatan adalah
perbuatan atau tingkah laku yang selain merugikan si penderita, juga sangat
merugikan masyarakat yaitu berupa hilangnya keseinbangan, ketentraman dan
ketertiban.4
J.M Bemmelem memandang kejahatan sebagai suatu tindakan anti social
yang menimbulkan kerugian, ketidakpatutan dalam masyarakat, sehingga dalam
masyarakat terdapat kegelisahan, dan untuk menentramkan masyarakat, negara
harus menjatuhkan hukuman kepada penjahat.5
M.A.Eliot mengatakan bahwa kejahatan adalah suatu problem dalam
masyarakat modern atau tingkah laku yang gagal dan melanggar hukum dapat di
jatuhi hukuman penjara, hukuman mati dan hukuman denda dan seterusnya.6
W.A Bonger mengatakan bahwa kejahatan adalah perbuatan yang sangat
anti social yang memperoleh tantangan dengan sadar dari negara berupa pemberian
penderitaan.7
Paul Moedikdo Moeliyono kejatan adalah perbuatan pelanggaran norma
hukum yang di tafsirkan atau patut di tafsirkan masyarakat sebagai perbuatan yang
merugikan,menjengkelkan sehingga tidak boleh dibiarkan (negara bertindak).8
J.E Sahetapy dan B.Marjono Reksodiputro kejahatan mengandung konotasi
tertentu, merupakan suatu pengertian dan penamaan yang relative, mengandung
4 Ibid
5 ibid
6 Ibid
7 Ibid
fariabilitas dan dinamik serta bertalian dengan perbuatan atau tingkah laku (baik
aktif maupun pasif), yang dinilai sebagian mayoritas atau minoritas masyarakat
suatu perbuatan anti sosial, suatu perkosaan terhadap skala nilai sosial dan atau
perasaan hukum yang hidup dalam masyarakat sesuai dengan ruang dan waktu.9
Edwin H. Shuterland menyebutkan 7 unsur kejahatan yang saling
bergantungan dan saling mempengaruhi suatu perbuatan tidak akan di sebut
kejahatan kecuali apabila memuat semua 7 unsur tersebut. 10
1. Harus terdapat akibat-akibat tertentu yang nyata atau kerugian.
Unsur- unsur tersebut
adalah :
2. Kerugian tersebut harus dilarang oleh Undang-Undang, harus dikemukakan
dengan jelas dalam hukum pidana.
3. Harus ada perbuatan atau sikap membiarkan sesuatu perbuatan yang disengaja
atau sembrono yang menimbulkan akibat-akibat yang merugikan.
4. Harus ada maksud jahat (mens rea)
5. Harus ada hubungan kesatuan atau kesesuaian persamaan suatu hubungan
kejadian diantara maksud jahat dengan perbuatan.
6. Harus ada hubungan sebab-akibat diantara kerugian yang dilarang
Undang-undang dengan perbuatan yang disengaja atas keinginan sendiri.
7. Harus ada hukuman yang di tetapkan oleh undang-undang.
Selanjutnya dapat diuraikan tentang pengertian kejahatan menurut
penggunaannya masing-masing: 11
a. Pengertian secara praktis : Kita mengenal adanya beberapa jenis norma
dalam masyarakat antara lain norma agama, kebiasaan, kesusilaan dan
9 J.E Sahetapy dan B.Marjono Reksodiputro,Paradoks dalam Kriminologi,Buku Obor,Jakarta, 1995,halaman 14
norma yang berasal dari adat istiadat. Pelanggaran atas norma tersebut dapat
menyebabkan timbulnya suatu reaksi, baik berupa hukuman, cemooh dan
pengucilan. Norma itu merupakan suatu garis untuk membedakan perbuatan
terpuji atau perbuatan yang wajar pada suatu pihak, sedang pada pihak lain
adalah suatu perbuatan tercela. Perbuatan yang wajar pada sisi garis tersebut
dengan kebaikan dan kebalikkannya yang diseberang garis disebut dengan
kejahatan.
b. Pengertian secara religious : mengidentikkan arti kejahatan dengan dosa.
Setiap dosa diancam dengan hukuman api neraka terhadap jiwa yang
berdosa.
c. Pengertian dalam arti juridis : Misalnya dalam Kitab Undang-undang
Hukum Pidana (KUHP). Walaupun KUHP sendiri tidak membedakan
dengan tegas antara kejahatan dan pelanggaran, tetapi KUHP memisahkan
kejahatan dan pelanggaran dalam dua buku yang berbeda. Menurut Memorie
Van Toelichting, sebagai dasar dari perbedaan antara kejahatan dan
pelanggaran adalah membedakan antara rechtsdeedcten (delik hukum) dan
wetsdelicten, yaitu peristiwa-peristiwa yang untuk kepentingan umum
dinyatakan oleh undang-undang sebagai suatu hak yang terlarang. Misalnya
mengendarai sepeda motor pada malam hari tanpa lampu merupakan suatu
delik undang-undang karena Undang-undang menyatakannya sebagai
perbuatan yang dilarang sedangkan kejahatan termasuk dalam rehtsdelicten
(delik hukum) yaitu peristiwa-peristiwa yang berlawanan atau bertentangan
dengan asas-asas hukum yang hidup dalam keyakinan manusia dan terlepas
dari undang-undang. Contohnya adalah pembunuhan dan pencurian.
perbuatan itu sangat bertentangan dengan hati nurani manusia, sehingga
dianggap sebagai suatu kejahatan.
b. Pengertian Tindak Pidana
Sekalipun hukum pidana memberikan perhatian utama pada tingkah laku
atau perbuatan manusia. Khususnya karena perbuatan manusia merupakan
penyebab terjadinya pelanggaran atas tertib hukum, pembuatan undang-undang
Belanda berbeda dengan pembuat undang-undang di Jerman, yaitu mereka tidak
memilih istilah “perbuatan”, “tindak”(handeling) melainkan “fakta” (feit-tindak
pidana). Alasan pilihan ini dapat kita baca dalam notulasi komisi dewal. Dalam
catatan-catatan komisi tersebut pengertian feit mencakup omne quod fit, jadi
keseluruhan kejadian (perbuatan), termasuk kelalaian serta situasi dan kondisi
lannya yang relevan.12
Untuk dapat menghukum seseorang sekaligus memenuhi tuntutan keadilan
dan kemanusiaan harus ada suatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum yang
yang dapat dipersalahkan kepada pelakunya. Tambahan pada syarat-syarat ini
adalah bahwa pelaku yang bersangkutan harus merupakan seseorang yang dapat
dimintai pertanggung jawaban (toerekeningsvatbaar) atau schuldfahig.13
Untuk itu tindak pidana sebaiknya dimengerti sebagai perilaku manusia
(gedragingen: yang mencakup dalam hal ini berbuat atau tidak berbuat) yang
diperbuat dalam situasi dan kondisi yang dirumuskan di dalamnya perilaku mana Dengan
cara diatas dapat merangkum pengertian tindak pidana sebagaimana dimengerti
dalam sistem hukum pidana Belanda kita, dapat mengembangkan penjelasan yang
ada.
dilarang oleh undang-undang yang diancam dengan sanksi pidana. Beranjak dari
sini kita akan dapat mengabstraksikan syarat-syrat umum, yaitu sifat melawan
hukum (wederrechtelijkheit) kesalahan (schuld dan kemampuan bertanggung jawab
menurut hukum pidana (toerekeningsvatbaal).
Berkenaan dengan ini dapat dilihat bahwa (heit reeglement) pada suatu masa
mengakui bahwa kesalahan dalam arti ketercelaan tindakkan tertentu merupakan
unsur utama dan dipersyaratkan untuk menetapkan apakah seseorang terdakwa
dapat dipidana atau tidak. Dengan cara sama, HR (Heit Reeglement) tidak lagi
membatasi penentuan ukuran dapat dipidananya suatu perbuatan hanya berdasarkan
undang-undang, melainkan menghendaki agar hal itu dinilai berdasarkan hukum,
sekalipun ada beda pendapat tentang apa yang dimaksudkan dengan hukum.Namun
dalam hal ini pun pada prinsipnya berlaku persyaratan bahwa agar suatu perbuatan
dapat dipidana,unsur melawan hukum harus terkandung didalamnya.
2. Pengertian tindak pidana perdagangan orang (human trafficking)
a. Perdagangan orang (human trafficking)
Belum ada rumusan yang memadai tentang human trafficking atau kejahatan
human trafficking, penggunaan yang paling mungkin untuk menunjukkan bahwa
tindak pidana perdagangan manusia tersebut adalah sebuah kejahatan tersebut
tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan, misalnya KUHP,
Undang-Undang Perlindungan Anak, Undang-Undang-Undang-Undang Buruh Migran, dan lain-lain. Upaya
memasukkan jenis kejahatan ini kedalam perundang-undangan di Indonesia adalah
langkah yang positif .14
diakses tanggal
Dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 21 tahun 2007 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang rumusan tentang kejahatan
trafficking, atau perdagangan orang (human trafficking) yang terdapat dalam
undang-undang ini menjadi rujukan utama. Pasal 1 angka 1 menyebutkan :“Human
trafficking atau tindak pidana perdagangan orang adalah tindak perekrutan,
pengangkutan, penampungan pengiriman pemindahan atau penerimaan seseorang
dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan,
pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan
uang atau member bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari
orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di
dalam negara maupun antar negara, dengan tujuan eksploitasi ”.
b. Tindak Pidana Perdagangan Orang
Sebelum lahirnya UU ini pengertian human trafficking atau tindak pidana
perdagangan orang yang umumnya paling banyak di pakai adalah pengertian yang
diambil dari protocol PBB untuk mencegah, menekan dan menghukum pelaku
trafficking terhadap manusia, khususnya perempuan dan anak (protocol trafficking)
Dalam tindak pidana perdagangan orang atau human trafficking dikenal juga
human trafficking victim protection ACT-TVPA yang menyebutkan tentang pidana
human trafficking berat atau tindak pidana perdagangan orang yang berat, yang
meliputi 15
a. Perdagangan seks dimana tindakan seks komersil diberlakukan secara paksa
dengan penipuan atau kebohongan atau dimana seseorang dimintai secara :
15//www.google.com/search?q=cache:slnwf214mjcJ:Indonesiaacts.com/002/%3Fp%3
paksa melakukan suatu tindakan sedemikian,belum mencapai usia 18 tahun;
atau
b. Merekrut, menampung, menyangkut, menyediakan atau mendapatkan
seseorang untuk bekerja atau memberikan pelayanan melalui paksaan,
penipuan atau kekerasan untuk tujuan penghambaan, penjeratan utang atau
perbudakan.
Revolusi majelis umum PBB Nomor 49/166 mendefenisikan istilah “human
trafficking”16
16 Chairul Bariah Mozasa, Aturan-aturan Hukum Trafficking,USU press,Medan, 2005,halaman 9
:
”Human trafficking is the illcit and clandestine movement of persons across
national and international borders, largerly from developing countries and some
counties with economies in transition,with the end goal of forcing women and girl
children into sexually or economically oppressive and explotative situation for the
profit of recruiters, trafficker, and crime syndicates, as well as other illegal activise
related to trafficking,such forced domestic labour,false marriages, clandestine
employment and false doption”.
Perdagangan orang adalah suatu perkumpulan gelap oleh beberapa orang di
lintas nasional dan perbatasan internasional, sebagian besar berasal dari
negara-negara yang berkembang dengan perubahan ekonominya dengan tujuan akhir
memaksa wanita dan anak-anak perempuan bekerja dibidang seksual dan
penindasan ekonomis dan dalam keaadaan eksploitasi untuk kepentingan agen,
penyalur dan sindikat kejahatan, sebagaimana kegiatan illegal lainnya yang
berhubungan dengan perdagangan seperti pembantu rumah tangga perkawinan
Global Alliance Against Traffick In Women (GAATW) mendefenisikan
istilah perdagangan (trafficking) : “Semua usaha atau tindakan yang berkitan
dengan perekrutan, pembelian, penjualan, transfer, pengiriman, atau peneriman
seseorang dengan menggunakan penipuan atau tekanan termasuk penggunaan
ancaman kekerasan atau penyalahgunaan kekuasaan atau lilitan hutang dengan
tujuan untuk mendapatkan atau menahan orang tersebut baik di bayar atau tidak,
untuk kerja yang tidak di inginkan (domestik seksual atau reproduktif) dalam kerja
paksa atau dalam kondisi perbudakan dalam suatu lingkungan lain dari tempat
dimana orang itu tinggal pada waktu penipuan, tekanan atau lilitan hutang pertama
kali.”17
Sesuai dengan defenisi tersebut diatas bahwa istilah ”perdagangan orang”
(human trafficking) mengandung unsur-unsur sebagai berikut:18
a. Rekrutmen dan /transportasi manusia,
b. Di peruntukkan bekerja atau jasa /melayani
c. Untuk keuntungan pihak yang memperdagangkan.
Pengertian human trafficking dari protokol PBB pada Desember tahun 2000
yaitu untuk mencegah, menekan, dan menghukum pelaku terhadap manusia
khususnya perempuan dan anak. Pemerintah Indonesia telah menandatangani
protokol ini.
Kegiatan mencari mengirim, memindahkan, menampung, atau menerima
tenaga kerja degan ancaman, kekerasan, atau bentuk-bentuk pemaksaan lainnya,
dengan cara menipu, memperdaya (termasuk membujuk dan mengiming-imingi)
korban menyalahgunakan kekuasaan/wewenang atau memanfaatkan ketidaktahuan,
keingintahuan, kepolosan, ketidakberdayaan dan tidak adanya perlindungan
17 Ibid,
terhadap korban, atau dengan memberikan, atau menerima pembayaran atau
imbalan untuk mendapatkan ijin/persetujuan dari orang tua, wali, atau orang lain
yang mempunyai wewenang atas diri korban dengan tujuan untuk mengisap atau
memeras tenaga (mengeksploitasi) korban.
Dari defenisi di atas dapat disimpulkan :
a. Pengertian human trafficking mencakup kegiatan pengiriman tenaga
kerja,yaitu kegiatan, memindahkan atau mengeluarkan seseorang dari
lingkungan tempat tinggalnya atau (sanak) keluarga. Tetapi pengiriman yang
dimaksud disini tidak harus atau tidak selalu berarti pengiriman keluar negeri.
b. Mekipun human trafficking dilakukan atas izin tenaga kerja yang
bersangkutan, izin tersebut sama sekali tidak menjadi relevan (tidak dapat di
gunakan sebagai alasan untuk membenarkan trafficking tersebut) apabila
terjadi penyalahgunaan atau apabila korban berada dalam posisi tidak berdaya
(misalnya karena terjerat hutang), terdesak oleh kebutuhan ekonomi (misalnya
membiayai orang tua yang sakit), dibuat percaya bahwa dirinya tidak
mempunyai pilihan pekerjaan lain ditipu atau diperdaya.
c. Tujuan human trafficking adalah eksplotasi, terutama eksploitasi tenagakerja
(dengan memeras habis-habisan tenaga kerja yang di pekerjakan) dan
eksploitasi seksual (dengan memanfaatkan atau menjual kemudaan
kemolekan tubuh serba daya tarik seks yang dimiliki tenaga kerja yng
bersangkutan dalam transaksi seks).
c. Pengerian sindikat perdagangan manusia
Pengertian sindikat perdagangan manusia (Humang Trafficking) menurut
Rebecca surtees dan Martha Wijaya adalah “sindikat kriminal” yaitu merupakan
kriminal. Dari pengertian diatas, sindikat kriminal itu perbuatannya harus dilakukan
lebih dari satu orang dan telah melakukan perbuatan tindak pidana dalam
pelaksanaannya. Dalam aktivitas sindikat perdagangan perempuan dan anak ini
kegiatannya selalu dilakukan secara terorganisir.19
Pengertian terorganisir menurut pendapat para sarjana adalah sebagai
berikut20
a. Donal Cresey : Kejahatan terorganisir adalah suatu kejahatan yang
mempercayakan penyelenggaraannya pada seorang yang mana dalam
mendirikan pembagian kerjanya yang sedikit, didalamnya terdapat seorang
penaksir, pengumpul, dan pemaksa. :
b. Michael Maltz : Kejahatan terorganisir adalah suatu kejahatan yang dilakukan
lebih dari satu orang yang memiliki kesetiaan terhadap perkumpulannya untuk
menyelenggarakan kejahatan. Ruang lingkup dari kejahatan ini meliputi
kekejaman, pencurian, korupsi monopoli, ekonomi, penipuan, dan
menimbulkan korban.
Trafficking manusia untuk berbagai tujuan telah berlangsung cukup
lama,sejak dahulu kala hingga abad 21 ini, dari kerajaan jawa yang membentuk
landasan bagi perkembangan perempuan dengan meletakkan mereka sebagai barang
dagangan untuk memenuhi nafsu lelaki dengan menunjukkan adanya kekuasaan dan
kemakmuran. Kegiatan ini berkembang menjadi lebih terorganisir pada masa
penjajahan Belanda dan Jepang. Bahkan kini, dalam kemerdekaan dan dalam era
globalisasi, kegiatan tersebut tidak semakin menyurut justru semakin marak.
19
Rosenberg,Ruth, PerdaganganPerempuandanAnakdiIndonesia,InternationalCatholic Migration Commission (ICMC) dan American Center for International Labor
Solidarity(ACILS),2003,halaman 18
Tujuan Tindak Pidana perdagangan Orang /Human trafficking di Indonesia
ialah perdagangan antar daerah /pulau dan antar negara. Indonesia adalah negara
kepulauan yang mempunyai ribuan pulau-pulau dan bermacam suku-suku, sehingga
sangat memudahkan terjadinya trafficking dalam lingkup domestik, dari beberapa
propinsi dimana kasus trafficking domestik terjadi,tempat-tempat wisata yang
berbatasan dengan negara lain, seperti Sumatera Utara, Riau, Kalimantan Barat,
Sulawesi Utara, Jakarta, Bali, dan Jawa Timur merupakan daerah tujuan.
3. Kebijakan penangulangan kejahatan perdagangan manusia.
Kebijakan penanggulangangan kejahatan atau yang bisa disebut dengan
istilah “politik kriminal” dapat meliputi ruang lingkup yang cukup luas. Menurut
G.Peter Hoefnagless upaya penanggulangan kejahatan dapat ditempuh dengan :21
a. Penerapan hukum pidana (criminal application)
b. Pencagahan tanpa pidana (prenfension without punisman)
c. Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan
lewat masmedia (influencing views of society on crime on punishmanp /
masmedia)
Dengan demikian upaya penangulangan kejahatan secara garis besar dapat
dibagi dua, yaitu lewat jalur penal (hukum pidana) dan lewat jalur non penal
(bukan/di luar hukum pidana).
Dalam pembagian GP.Hoefnagels tersebut diatas upaya-upaya yang disebut
dalam (b) dan( c) dapat dimasukkan dalam kelompok upaya non penal. Secara kasar
dapatlah di bedakan bahwa upaya penangulangan kejahatan lewat jalur penal lebih
menitik beratkan pada sifat represif sesudah kejahatan terjadi, sedangkan jalur non
penal lebih menitik beratkan pada sifat preventif sebelum kejahatan terjadi.
Dikatakan sebagai perbedaan secara kasar, karena tindakan represif pada hakikatnya
juga dapat di lihat sebagai tindakan refentif dalam arti luas. Mengingat upaya
penangulangan kejahatan lewat jalur non penal lebih bersifat akan pencegahan
untuk terjadinya kejahatan, maka sasaran utamanya adalah menagani faktor-faktor
kondusif penyebab terjadinya kejahatan. Faktor kondusif itu antara lain berpusat
pada masalah-masalah atau kondisi-kondisi sosial yang secara langsung atau tidak
langsung dapat menimbulkan atau menumbuh suburkan kejahatan. Beberapa aspek
sosial yang diindetifikasikan sebagai faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan
(khusus nya dalam masalah”urban crime”) 22
a. Kemiskinan, pengangguran, kebuta hurufan (kebodohan), ketiadaan/
kekurangan perumahan yang layak dari system pendidikan serta latihan yang
tidak cocok/serasi,;
, antara lain :
b. Meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai prospek (harapan)
karena proses integrasi sosial,juga karena memburuknya
ketimpangan-ketimpangan sosial;
c. Mengendurnya ikatan social dan keluarga;
d. Keadaan/kondisi yang menyelipkan bagi orang-orang yang beremigrasi ke
kota-kota atau ke negara-negara lain;
e. Rusaknya atau hancurnya identitas budaya asli,yang bersamaan dengan
adanya rasisme dan diskriminasi menyebabkan kerugian/kelemahan di
bidang sosial, kesejahteraan, dan lingkungan pekerjaan;
f. Menurun atau mundurnya (kualitas) lingkungan perkotaan yang mendorong
peningkatan kejahatan dan berkurangnya pelayanan bagi tempat-tempat
fasilitas lingkungan/bertetangga;
g. Kesulitan-kesulitan bagi orang-orang dalam masyarakat modern untuk
berintegrasi sebagaimana mestinya di dalam lingkungan masyrakatnya,
keluarganya, tempat kerjanya, atau lingkungan sekolahnya;
h. Penyalah gunaan alkohol, obat bius dan lain-lain yang pemakainya juga di
perlukan karena faktor yang disebut diatas;
i. Meluasnya aktifitas kejahatan terorganisasi, khususnya perdagangan obat
bius dan penadahan barang-barang curian;
j. Dorongan-dorongan (khusunya oleh mas media) mengenai ide-ide dan
sikap-sikap yang mengarah kepada tindakan kekerasan, ketidaksamaan (hak)
atau sikap-sikap tidak toleransi.
Beberapa masalah dan kondisi sosial yang dapat merupakan faktor kondusif
penyebab timbulanya kejahatan jelas merupakan masalah yang tidak dapat diatasi
semata-mata dengan “penal”. Disinilah keterbatasan jalur penal dan oleh karena itu
harus ditunjang oleh jalur non penal. Salah satu jalur non penal untuk mengatasi
masalah-maslah sosial seperti yang dikemukakan di atas adalah lewat jalur
kebijakan sosial. Kebijakan sosial pada dasarnya adalah kebijakan atau upaya-upaya
rasional untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Jadi identik dengan kebijakan
atau perencanaan pembangunan nasional yang meliputi berbagai aspek yang cukup
luas dari pembangunan.
Penanganan atau kebijakan berbagai aspek pembangunan ini sangat penting
karena disinyalir dalam berbagai kongres PBB, bahwa pembangunan itu sendiri
a. Tidak direncanakan secara rasional, atau direncanakkan secara timpang, tidak
memadai/tidak seimbang;
b. Mengabaikan nilai-nilai kultural dan moral;
c. Tidak mencakup strategi perlindungan masyarakat yang menyeluruh/ integrasi
.
Salah satu aspek kebijakan sosial yang kiranya patut mendapat perhatian
ialah penggarapan masalah kesehatan jiwa, baik secara individual sebagai anggota
masyarakat maupun kesehatan/kesejahteraan keluarga (termasuk masalah
kese-jahteraan anak dan remaja) serta masyarakat luas pada umumnya.
Soedarto pernah juga mengemukakan bahwa kegiatan karang taruna dan
kegiatan pramuka dan penggarapan kesehatan jiwa masyarakat dengan pendidikan
agama merupakan upaya-upaya non penal dalam mencegah dan menanggulangi
kejahatan.23
Pembinaan dan penggarapan kesehatan jiwa masyarakat memang tidak
berarti semata-kesehatan rohani/mental, tetapi juga kesehatan budaya dan nilai-nilai
pndangan hidup kemasyrakatan ini berarti penggarapan kesehatan masyarakat atau
lingkungan sosial yang sehat tidak harus berorientasi pada pendekatan religius juga
berorientasi pada pendekatan identitas budaya nasional.Disamping upaya-upaya non Pendidikan agama dan berbagai bentuk media penyuluhan keagamaan
adalah sangat penting dalam memperkuat kembali keyakinan dan kemampuan
manusia untuk mengikuti jalan kebenaran dan kebaikan.denagan pendidikan dan
penyuluhan agama yang efektif tidak hanya di harapkan terbinanya pribadi manusia
yang sehat jiwa/rohaninya tetapi juga terbinanya keluarga yang sehat dan
lingkungan sosial yang sehat.
penal dapat ditempuh dengan menyehatkan masyarakat lewat kebijakan sosial dan
dengan menggali berbagai potensi yang ada dalam masyarakat itu sendiri,dapat pula
upaya non penal itu digali dari berbagai sumber lainya yang juga mempunyai
potensi efek preventif .
Sumber lain itu misalnya media pers/media masa,pemanfaatan kemajuan
teknologi(dikenal dengan istilah tegnoprefention)dan pemanfaatan potensi efek
prefentif dari aparat penegak hukum.Mengenai yang terakhir ini Soedarto
menyatakan bahwa kegiatan patroli dari polisi yang dilakukan secara continue
termasuk upaya non penal yang mempunyai pengaruh preventis bagi
penjahat(pelanggar hukum).
Sehubungan dengan hal ini,kegiatan razia/operasi yang dilakukan pihak
kepolisian di beberapa tempat tertentu dan kegiatan yang berorientasi pada
pelayanan masyrakat atau kegiatan komunikatif-edukatif dengan masyarakat perlu
diefektifkan.Kegiatan operasi-operasi untuk pemberantasan kejahatan bukan
merupakan hal yang baru di kepolisian,misalnya operasi/razia kepemilikan senjata
api gelap, opersi penembakan kejahatan(residifis) dan lain-lain.
Kegiatan ini mempunyai tujuan ganda yakni pertama sebagai upaya jangka
pendek untuk dalam waktu singkat menekan peningkatan angka kejahatan dan
kedua menciptakan pemenuhan kebutuhan warga masyarakat atas rasa
aman.Kegiatan itu sering kali juga memperlihatkan tanggapan kelembagaan aparat
keamanan atas kecemasan bahkan rasa takut atas kejahatan (fear of crime) yang
diyakini dalam proses pengendalian sosial.
Keberhasilan dan efektifitas langkah-langkah operasional polisi tidak hanya
dapat dicapai dengan dukungan kedua aspek lain yaitu lingkungan tempat polisi
mayarakat harus senantiasa diperhitungkan kedalam rencana-rencana operasi dan
dikonkritkan dalam bentuk tim kerja ini memerlukan syarat telah berjalannya
pengembangan gagasan mengenai tanggung jawab bersama atas mayarakat.
Faktor intern polisi yang menentukan keberhasilan pelaksanaan tugas serta
efektifitasnya,yakni pembandingan rasional antara sumber daya yang
dicapai.Persyaratan lainnya terletak pada unsur operasional,seperti stabilitas patroli
dalam wilayah-wilayah geografis yang rawan serta interaksi maksimal dengan
masyrakat dan unsur-unsur organisasi nasional seperti kesatuan supervisiordan
peningkatan profesionalisme.
Penghukuman yang merupakan pencegahan dari segi represif juga tidak
boleh mengabaikan segi pembinaan dengan dasar pemikiran bahwa perilaku hanya
mungkin melalui interaksi maksimal dengan kehidupan masyarakat dan
pelaksanaan yang dipisahkan dari strategi-strategi perencanaan sosial yang lebih
luas perlu juga kiranya penyuluhan hukum bagi masyarakat yang bertujuan untuk
sedikit demi sedikit mengurangi proses stigmatisasi atau proses pemberian cap
terhadap pelanggaran hukum dan bekas narapidana.
Kejahatan adalah suatu suatu persoalan yang selalu melekat dimana
masyrakat itu tidak ada.Kejahatan selalu akan ada seperti penyakit dan kematian
yang selalu berulang seperti hal dengan musim yang berganti-ganti dari tahun
ketahun.Segala upaya dalam menghadapi kejahatan hanya dapat menekan atau
mengurangi meningkatnya kejahatan dan memperbaiki penjahat agar dapat kembali
sebagai warga negara yang baik.
Masalah pencegahan dan penanggulangan kejahatan, tidak sekedar
menghadapi kejahatan yang sedang terjadi dalam lingkungan masyarakat,tetapi
kehidupan kemanusiaan.Perlu digali, dikembangkan dan dimanfaatkan seluruh
potensi dukungan dan partisipasi masyarakat dalam upaya menanggulangi
kejahatan.Hal itu menjadi tugas dari setiap kita,karena kita adalah bagian dari
masyarakat.
F.Metode Penulisan
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian yuridis normatif.Metode penelitian yuridis normatif disebut juga
penelitian hukum doktrinal.Pada penelitian ini seringkali hukum dikonsepkan
sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in book) atau
hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan prilaku
manusia yang dianggap pantas24
2. Jenis Data
.
Data yang dipergunakan dalam skripsi ini adalah data sekunder dan data
primer.Data sekunder diperoleh dari :
a. Bahkan Hukum Primer,yaitu semua dokumen peraturan yang mengikat dan
ditetapkan oleh pihak-pihak yang berwenang,yakni berupa
Undang-Undang,Peraturan Pemerintah dan sebagainya.
b. Bahan Hukum sekunder yaitu semua dokumen yang merupakan informasi
atau hasil kajian tentang tindak pidana perdagangan orang seperti seminar
hukum,majalah-majalah,karya tulis ilmiah yang terkait dengan tindak pidana
perdagangan orang dan beberapa sumber dari situs internet yang berkaitan
dengan permasalahan dalam skripsi ini.
c. Bahan Hukum Tersier
Semua dokumen yang berisi konsep-konsep dan keterangan-keterangan yang
mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti
kamus,ensiklopedia,dan lain-lain.
Sedangkan data primer diperoleh dari penelitian lapangan dengan
melakukan wawancara.
3. Metode pengumpulan Data
Dalam penulisan skripsi ini dipergunakan metode pengumpulan data sebagai
berikut :
a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Yaitu dengan melakukan penelitian kepustakaan,yang berasal dari
buku-buku,makalah-makalah,situs internet maupun peraturan perundang-undangan
yang terkait dengan judul skripsi ini.
b. Penelitian lapanagan (Field Research)
Yaitu dengan melakukan penelitian langsung kelapangan.Dalam hal ini
penulis langsung mengadakan penelitian ke Poltabes Medan dengan teknik
wawancara dengan Kanit PPA Poltabes Medan.
4. Analisis Data
Data sekunder dan primer yang diperoleh kemudian dianalisis secara
kualitatif untuk menjawab permasalahan skripsi ini,yaitu dengan apa yangdiperoleh
dari penelitian dilapangan yang kemudian dipelajari secara utuh dan menyeluruh
untuk memperoleh jawaban permasalahan dalam skripsi ini.
Dalam Bab pertama ini dijelaskan mengenai latar belakang masalah,
permasalahan,tujuan dan manfaat penelitian,Tinjauan kepustakaan,metode
penelitian,serta sistematika penulisan.
Bab kedua membahas tentang karakteristik Tindak Pidana Perdagangan
Orang atau Human trafficking ini akan dibahas mengenai faktor-faktor penyebab
Human Trafficking.Modus operandi dan Tindak Pidana Human Trafficking.
Selanjutnya bab ketiga akan memaparkan tentang peraturan-peraturan yang
berkaitan terhadap tindak pidana perdagangan orang atau Human Trafficking yang
meliputi Human Trafficking dalam Instrumen Internasional,Human Trafficking
menurut KUHP,dan Human Trafficking menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2007.
Selanjutnya bab keempat akan diuraikan mengenai hasil wawancara
terhadap pihak kepolisian mengenai peran dan tanggung jawab yang dihadapi Polisi
sebagai penyidik dalam menangani dan menanggulangi Kasus Tindak Pidana
Perdagangan Orang atau Human Trafficking diwilayah hukum Kota Madya Medan
dan faktor-faktor penghambat yang dihadapi kepolisian dalam menangani tindak
pidana perdagangan orang atau Human Trafficking tersebut.
Selanjutnya Bab kelima diberikan kesimpulan-kesimpulan yang diperoleh
dari hasil penulisan skripsi ini dan hasil dari studi lapangan.Kesimpulan ini
diharapkan dapat menjawab permasalahan-permasalahan yang ada,selain itu dalam
bab ini juga akan diberikan saran-saran yang diharapkan dapat membantu
menyelesaikan atau paling tidak diharapkan mengurangi masalah-masalah yang
BAB II
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG.
A. Faktor Kemiskinan .
Kemiskinan merupakan faktor utama penyebab terjadinya tindak pidana
perdagangan orang. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) adanya kecenderungan
jumlah penduduk miskin terus bertambah dari 11,3% pada tahun 1996 menjadi 23,4%
pada tahun 1999, walaupun berangsur-angsur telah turun kembali menjadi 17,6%pada
tahun 2002.
Dari hasil pengamatan Komnas Anak dibeberapa kota,aktor-aktor pada
umumnya yang terlibat dalam perdagangan anak adalah orang tua, kakak, adik,
tetangga,sahabat, calo tenaga kerja, sindikat terorganisir didalam negeri, aparat negara
tingkat lokal maupun nasional, agen penyalur tenaga kerja dalam dan luar negeri, serta
kalangan bisbis hiburan. Keterlibatan aparat pada umunya antara lain berkaitan dengan
pembuatan akte lahir atau identitas asli tapi palsu bagi sikorban.25
Latar belakang korban pada umumnya anak-anak yang berasal dari keluarga
miskin di pedesaan atau dikawasan kumuh perkotaan, anak-anak putus sekolah, korban
kekerasan rumah tangga baik fisik,psikis dan seksual termasuk perkosaan,para pencari
kerja, anak jalanan perempuan,korban penculikan,janda cerai akibat kawin muda, dan
dorongan kuat untuk bekerja dari orang tua atau lingkungannya.Disamping itu,
anak-anak yang direkrut pada umunya berpendidikan rendah, tidak berpengalaman, masih
polos, tetapi cantik, setidak-tidaknya berkulit bersih. Sedangkan modus operandi
rekrutmen yang digunakan para agen atau calo biasanya menggunakan berbagai bentuk
rayuan, menjanjikan berbagai kesenangan dan kemewahan,menipu,
menjebak,mengancam, menyalahgunakan wewenang, menjerat dengan hutang,
mengawini atau memacari, menculik menyekap atau memperkosa, menawarkan
pekerjaan dan mengadopsi.Para agen atau calo ini padaumunya bekerja dalam
kelompok yang terdiri dari 3-4 orang dan menyatu sebagai remaja yang sedang
bersenang-senang .26
Modus perdagangan orang (human trafficking) yang dikatakan canggih dan
yang sering muncul adalah eksploitasi seksual (prostitusi), eksploitasi tenaga (gaji
rendah) dan adopsi illegal (penjualan bayi). Modus operandinya yang semakin Anak-anak yang direkrut kemudian dibawa ketempat transit atau ketempat
tujuan dalam bentuk rombongan,dengan menggunakan pesawat terbang atau
kendaraaan lain, tergantung tujuannya. Biasanya agen atau calo menyertai mereka
dalam perjalanan dan menanggung biaya perjalanan sepenuhnya.
Untuk keluar negeri, mereka pada umunya dilengkapi dengan visa turis tetapi
seluruh dokumen dipegang oleh agen termasuk masalah keuangan. Seringkali
perjalanan dibuat memutar untuk memberikesan bahwa perjalanan yang ditempuh
sangat jauh sehingga sulit untuk kembali. Bila muncul keinginan korban untuk kembali
pulang,mereka seringkali ditakut-takuti atau diancam.
Ditempat tujuan, anak-anak sebelum dipekerjakan ditempatkan dirumah
penampungan lebih dulu untuk beberapa minggu.Mula-mula anak-anak dipekerjakan
di bar, restoran, pub, salon kecantikan, rumah bordil dan rumah hiburan lain. Setelah
beberapa hari, barulah mulai dilibatkan dalam kegiatan prostitusi.
canggih, akan dengan mudah memperangkap calon korban khususnya segmen
penduduk muda yang biasanya mudah tergiur oleh bujuk rayu dan janji manis,
iming-iming bekerja ditempat yang baik dengan gaji menggiurkan dan sebagainya.
Dalam keadaan yang seperti ini perempuanlah yang sangat sering terjerat oleh
para sindikat perdagangan orang.Usia mereka rata-rata dibawah 20 tahun dan mereka
dipaksa melayani lelaki hidung belang agar mendapat segala biaya selama perjalanan
keberbagai lokasi pelacuran di Singapura dan Malaysia.Termasuk biaya germo, living
cost, dan segala kebutuhan hidupnya dijamin sindikat perdagangan orang ini.
Selain itu, modus trafficking lainnya adalah dengan cara menjual organ tubuh
para korban. Para korban dioperasi, selanjutnya ginjal maupun organ tubuh lainnya
diambil untuk diperdagangkan kepada jaringan sindikat trafficking. “Modus penjualan
organ tubuh ini telah terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Yang menarik dari
modus operandi perdagangan manusia adalah bahwa proses pengangkutan terhadap
korban tidak selalu dilakukan secara illegal. Bisa saja proses pengiriman dilakukan
secara legal tetapi tujuannya adalah eksploitasi.
Dalam kepustakaan, terdapat perbedaan yang cukup tajam antara “trafficking in
persons” dengan “smuggling”.27
B. Ketenagakerjaan
Smuggling lebih ,menekankan pada pengiriman secara
illegal orang dari suatu negara ke negara lain,yang menghasilkan keuntungan bagi
“smuggler”. Dalam pengertian “smuggling” tidak terkandung adanya eksploitasi
terhadap orang.Inti dari pengertian smuggling adalah adanya pengiriman orang secara
illegal dari satu negara ke negara lain.”Trafficking” memiliki target khusus, yaitu
orang yang dikirim merupakan objek eksploitasi.
27 http;//www.lfip.org/law822/docs/perdagangan%20manusiasentraHAMfeb28.pdf,
Sejak krisis ekonomi tahun 1998 angka partisipasi anak bekerja cenderung pula
terus meningkat dari 1,8 juta pada akhir tahun 1999 menjadi 17,6% pada tahun 2000
hal ini mengakibatkan semakin semakin sempitnya lapangan pekerjaan.
Ditengah makin langkanya kesempatan kerja yang tersedia di desa dan tekanan
situasi krisis, memang tidak banyak pilihan yang dapat dikembangkan perempuan dan
penduduk miskin didesa. Seorang calo yang sudah berpengalaman niscaya sudah tahu
persis bagaimana menghadapi orang-orang yang kehidupan sehari-harinya sengsara
seperti mereka.Tawaran gaji besar,godaan gaya hidup kota yang sangat gemerlap, dan
setumpuk iming-iming yang memabukkan,bagi perempuan dan keluarga miskin
dipedesaan adalah hal yang terlampau mewah untuk ditinggalkan begitu saja.Bisa
dibayangkan, hati siapa yang tidak tertarik jika seorang calo menawarkan kerja diluar
negeri dalam tempo 2-3 tahun sudah akan membuat perempuan miskin bisa membawa
pulang uang puluhan dan bahkan seratus juta rupiah lebih.Seorang calo yang sudah
terbiasa mencari korban-korban trafficking baru, mereka biasanya bekerja sebagai
pengijon atau tengkulak. Adapun cara kerja (modus operandi) yang biasanya
dipergunakan pelaku untuk menjerat korbannya yaitu :
a) Modus Menawarkan Pekerjaan
Modus menawarkan dan membujuk korban agar tertarik mencari kerja dikota
besar atau diluar negeri, salah satu yang manjur adalah menyandera perasaan psikologi
korban. Didalam menawarkan pekerjaan kepada sikorban, sindikat-sindikat trafficking
ini mempunyai maksud yang tersembunyi dan jahat dibelakannya. Sindikat-sindikat
trafficking ini merusak dan menyandera psikologis korban dengan lilitan hutang,bujuk
rayu, dan iming-iming gaji besar adalah kombinasi strategi yang biasanya
dikembangkan para calo untuk menundukkan hati korban agar menerima tawaran
Seorang perempuan yang berasal dari keluarga miskin dan kemudian terjerat
hutang yang menumpuk, tentu tidak ada pilihan lain yang dapat dilakukan kecuali
nekat mencari kerja dan menerima pekerjaan yang ditawarkan oleh sindikat
traffickingyang dirasa bakal menguntungkan. Pada akhirnya melalui cara atau modus
menawarkan pekerjaan ini, para calo berhasil menipu banyak perempuan yang tergiur
dengan berbagai pekerjaan dengan janji gaji dan pembayaran yang sangat
memuaskan.28
b) Modus Penipuan dan Penculikan
Perempuan-perempuan ini bukan mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan
harapannya, melainkan mereka dijadikan sebagai bahan eksploitasi seksual diberbagai
tempat pelacuran atau lokalisasi, dan sangat sulit sekali bagi mereka untuk dapat lari,
keluar ataupun kembali lagi ke daerah asalnya, karena kuatnya jaringan dan rantai serta
rencana dari sindikat-sindikat perdagangan orang tersebut.
Modus lain yang biasa dikembangkan pihak sindikat untuk mencari korban
trafficking baru adalah melalui pendekatan khusus yang lebih cenderung kepada
penipuan dan penculikan.
Pada dasarnya dalam menerapkan modus ini, para sindikat trafficking ini
menggunakan tipu daya atau penipuan melalui kata-kata ataupun tindakan kepada
korbannya yang kemudian nantinya dibawa pergi atau diculik. Dan dalam hal ini yang
biasanya menjadi korban adalah kebanyakan perempuan yang menjadi korban
penipuan dari sindikat-sindikat yang bersembunyi atau menyamar sebagai seorang
laki-laki yang baik dan memacari perempuan tersebut dengan kata-kata manis, dan
sebagian besar korban dari modus ini dalam hal penculikan adalah anak-anak yang
diculik langsung dari rumah, sekolah, jalan-jalan ataupun anak-anak yang menjadi
korban tindak kekerasan dirumahnya, entah korban child abuse, niscaya akan sangat
mudah terperdaya oleh rayuan para calo.
Dalam hal modus penipuan terhadap perempuan yang melalui pendekatan
khusus dengan mengandalkan seorang laki,biasanya sangat diandalkan peran
laki-laki muda yang cukup gagah. Mula-mula korban akan didekati dan diajak berpacaran.
Modus ini dari segi waktu memang lebih membutuhkan ketelatenan tersendiri.
Pada satu titik dimana pelaku sudah mulai dipercaya oleh keluarga korban, maka
biasanya baru pada saat itu serangan mulai dilancarkan. Jika korban termasuk mudah
diperdaya, maka dengan cepat korban akan nurut-nurut saja ketika diajak pelaku pergi
keluar desa untuk mencari pekerjaan di kota besar. Sementara itu,untuk korban yang
agak sulit dirayu modus yang dikembangkan pelaku biasanya dengan cara memacari
korban dan merayu korban hingga mau melakukan hubungan intim semacam tindakan
dating rape.
Perempuan atau anak perempuan yang sudah kehilangan kegadisannya, karena
direngut pelaku biasanya pilihannya tidak lagi banyak.29
Kejadian semacam ini
biasanya banyak dialami korban trafficking yang dipekerjakan ditempat-tempat
hiburan dan lokalisasi. Anak perempuan yang sudah tidak lagi perawan, maka perasaan
dan ketergantungan kepada pelaku akan sangat besar, sehingga apapun akan mereka
lakukan agar sipelaku tidak meninggalkan dirinya. Perempuan dan anak perempuan
yang menjadi korban rayuan gombal pelaku trafficking seperti ini biasanya baru
menyadari kekeliruannya ketika sudah berhasil dibawa keluar desa oleh sang pacar
yang penipu itu, karena begitu tiba dikota biasanya mereka akan dijual kemucikari atau
pengelola tempat hiburan lainnya. Dikota besar yang jauh dari desa sang pacar yang
semula penuh dengan rayuan, jangan kaget kalau tiba-tiba berubah kasar, dan keluar
sifat aslinya karena apa yang ia lakukan selama ini memang hanya kamuflase untuk
menipu korban agar dapat diajak keluar desa dan kemudian diperdagangkan.
c) Modus Adopsi
Dalam modus ini para sindikat-sindikat perdagangan orang (perempuan dan
anak) ini biasanya berperan kepada dua profesi yaitu babysister atau penjaga dan
perawat anak dan yang kedua adalah menjadi orang tua asuh. Sebagai babysister atau
penjaga dan perawat anak, para sindikat trafiicking atau calo-calo ini melihat keadaaan
atau situasi dari suatu keluarga yang bisa mereka masuki untuk mengurus anak-anak
ketika kedua orang tua sianak sibuk mengurus pekerjaan atau kegiatan diluar.
Dalam hal sebagai babysister, sicalo untuk beberapa hari bekerja layaknya
sebagai seorang perawat anak, tetapi pada akhirnya sicalo akan mencuri dan melarikan
sianak untuk kemudian dijual atau didagangkan. Dalam situasi lain para calo-calo ini
juga dapat berperan sebagai orang tua asuh untuk mengelabui rumah-rumah yayasan
atau yatim piatu. Para calo ini menyamar sepasang suami istri yang hendak
mengadopsi anak dari suatu rumah yayasan atau yatim piatu, yang kemudian
anak-anak yang mereka adopsi itu nantinya dilarikan dan kemudian dijual atau didagangkan
pada orang-orang yang ingin membelinya atau bahkan dikirim keluar negeri untuk
dipekerjakan disana.
Perdagangan orangdapat mengambil korban dari siapapun orang-orang dewasa
dan anak-anak,laki-laki maupun perempuan yang pada umumnya berada dalam kondisi
rentan, seperti misalnya laki-laki,perempuan dan anak-anak dari keluarga miskin yang
berasal dari pedesaan atau daerah kumuh perkotaan; mereka yang berpendidikan dan
anggota keluarga yang menghadapi krisis ekonomi seperti hilangnya pendapatan suami
/ orang tua, suami/atau orang tua sakit keras atau meninggal dunia ; anak-anak putus
sekolah ; korban kekerasan fisik , psikis, seksual; para pencari kerja (termasuk buruh
migran) ; perempuan dan anak jalanan; korban penculikan ; janda cerai akibat
pernikahan dini; mereka yang mendapat tekanan dari orang tua atau lingkungan untuk
bekerja; bahkan pekerja seks yang menganggap bahwa bekerja diluar negri
menjanjikan pendapatan lebih.
Agen dan calo perdagangan orang mendekati korbannya dirumah-rumah
pedesaan, dikeramaian pesta-pesta pantai,mall,café, atau direstoran.Para agen atau calo
ini bekerja dalam kelompok dan seringkali menyatu sebagai remaja yang sedang
bersenang-senang atau sebagai agen pencari tenaga kerja.Korban yang direkrut dibawa
ketempat transit atau ketempat tujuan sendiri-sendiri atau dalam rombongan,
menggunakan pesawat terbang, kapal atau mobil tergantung pada tujuannya.Biasanya
agen atau calo menyertai mereka dan menanggung biaya perjalanan. Untuk keluar
negri, mereka dilengkapi dengan visa turis, tetapi seluruh dokumen dipegang oleh agen
termasuk dalam penanganan masalah keuangan.Seringkali perjalanan dibuat memutar
untuk memberi kesan bahwa perjalanan yang ditempuh sangat jauh sehingga sulit
untuk kembali. Bila muncul keinginan korban untuk kembali pulang,mereka
ditakut-takuti atau diancam.
Di tempat tujuan, mereka tinggal ditempat penampungan untuk beberapa
minggu menunggu penempatan kerja yang dijajanjikan. Tetapi kemudian mereka
dibawa ke bar, pub, salon kecantikan, rumah bordil dan rumah hiburan lain, dan mulai
dilibatkan dalam kegiatan prostitusi.Mereka diminta menandatangani kontrak yang
perjalanan dan “tebusan” dari agen atau calo yang membawanya. Jumlah yang
biasanya membengkak itu menjadi hutang yang harus ditanggung oleh korban.
Di dunia internasional, Indonesia dikenal sebagai daerah sumber dalam
perdagangan orang.Berdasarkan berbagai studi, ditengarai bahwa ada beberapa
propinsi di Indonesia yang utamanya merupakan daearah sumber namun ada beberapa
kabupaten/kota di provinsi itu yang juga diketahui sebagai daerah penerima atau yang
berfungsi sebagai daerah transit30
Dari kasus-kasus yang diperoleh, perdagangan,manusia sebagian besar
bertujuan menjadikan korbannya sebagai pekerja domestik (pembantu rumah tangga)
dan pekerja seksual.Sejak sekitar tahun 1980-an banyak tenaga kerja yang pergi keluar .
Berdasarkan kasus-kasus yang ditemui, tujuan perdagangan manusia di
Indoneisa adalah daerah-daerah di dalam dan luar negri.Meski secara umum daerah
primadona tujuan perdagangan untuk dalam negri meliputi kota besar dan
kota-kota atau pulau tujuan wisata. Sementara di luar negeri kasus yang menonjol didapati
di Malasya dan Timur tengah.Meski demikian kasus-kasus dibeberapa negara lain
seperti Hongkong dan Jepang juga ditemui.
Tujuan Lokal Meliputi :
Riau, Batam, Belawan, Tanjung Balaikarimun, Dumai, Palembang, Solo, Bandar Baru,
Sibolangit, Deliserdang, Tanjung Baru, Surabaya, Jogjakarta, Denpasar.
Tujuan Luar Negeri Meliputi :
Malaysia (Kuala Lumpur dan Serawak), Perbatasan Brunai Darussalam, Hongkong,
Taiwan, Jepang, dan Australia