• Tidak ada hasil yang ditemukan

Degradasi methylene blue dengan metode fotokatalisis dan fotoelektrokatalisis menggunakan film TiO2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Degradasi methylene blue dengan metode fotokatalisis dan fotoelektrokatalisis menggunakan film TiO2"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

MENGGUNAKAN FILM TiO

2

ENDANG PALUPI

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

ENDANG PALUPI. Degradasi Methylene Blue dengan Metode Fotokatalisis dan Fotoelektrokatalisis Menggunakan Film TiO2. Dibimbing oleh Akhiruddin Maddu, M.Si dan Drs. Moh. Indro, M.Sc.

Dengan metode squeegee printing, dapat dibuat lapisan semikonduktor TiO2 pada substrat

Indium TinOxide. Hasil karakterisasi XRD menunjukkan bahwa film yang dihasilkan adalah anatase dengan nilai parameter kisi kristal a = b = 3.7945 dan c = 9.579, serta ukuran kristal adalah 24.545 nm.

(3)

FILM TiO

2

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada Departemen Fisika

Oleh:

ENDANG PALUPI

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Judul : Degradasi Methylene Blue dengan Metode Fotokatalisis dan Fotoelektrokatalisis Menggunakan Film TiO2

Nama : Endang Palupi NIM : G07400025

Menyetujui,

Pembimbing I

Akhiruddin Maddu, M.Si

Pembimbing II

Drs. Moh. Nur Indro, M.Sc NIP: 132 206 239 NIP: 130 367 084

Mengetahui,

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono NIP 131 473 999

(5)

Penulis lahir di Bogor pada tanggal 21 Agustus 1981 sebagai anak kedua dari empat bersaudara pasangan bapak Suprapto dan ibu Ikim.

(6)

i

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahiim

Alhamdulillahirabbil’alamiin, segala puji dan syukur hanya bagi Allah SWT, karena berkat serta rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan penulisan usulan penelitian ini dengan judul ”Degradasi Methylene Blue dengan Metode Fotokatalisis dan Fotoelektrokatalisis Menggunakan Film TiO2”. Sebagai seorang manusia biasa penulis menyadari masih banyak sekali terdapat

kekurangan dalam penulisan usulan penelitian ini. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan sehingga diwaktu yang akan datang dapat digunakan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Akhiruddin Maddu, M.Si dan Bapak Drs. Moh. Nur Indro, M.Sc., selaku

pembimbing yang telah memberikan bimbingan, masukan, motivasi dan diskusi-diskusi yang sangat membantu, serta untuk dosen penguji: Bapak Drs. Sidikrubadi Pramudito, Bapak Jajang Juansyah, S.Si, dan Bapak Faozan Ahmad S.Si.

2. Untuk Bapak, terima kasih banyak atas segala yang telah diberikan. Maaf Endang

belum sempat memberi apa pun sebagai balasannya. Mama yang tiada hentinya memberikan do’a.

3. Pỏpỏ, Ceot, Benkz, Adot, Wiwid, Ii Sam, Om Wisnu, Kakang, Ary, Dede Helen,

Keluarga besar Mama: Ii Alin, Ii Eli, dan Keluarga besar Bapak, terima kasih untuk kesabarannya nunggu Endang lulus.

4. Segenap staf pengajar dan tata usaha di Departemen Fisika yang telah sangat banyak membantu selama masa perkuliahan dan proses kelulusan, juga staf laboratorium Pak Yani, Pak Mus, Pak Toni, dan Pak Mul.

5. Staf laboratorium Kimia Analisis Departemen Kimia Institut Pertanian Bogor: Ibu

Nunung, dan Om Eman. Terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya.

6. Anggota Schroedinger cat’z (Eenkz, Fati, Reiny, Cepy, Dhoni, Ichwansyah, Fuady,

Armand, Kun, Ewing, Gana, Iqin, Andre, Kun). Makasih atas semua dukungan moral, spiritual dan finansialnya. Kita telah melalui masa yang takkan terlupakan, baik suka maupun duka. Meskipun kita sudah tidak bersama lagi, tetapi persahabatan kita akan terus terjalin selamanya. Serta rekan-rekan Fisika angkatan 37 lainnya yang tidak sempat saya sebutkan.

7. Penghuni Ciwaluya 9: Nana, Mee-mee, Letta, Tata, Monik, Ka Kocha, Taya, Age,

Kaka, Abang Rifki, Ka Ucup, dan Dini: terima kasih atas ilmu, kesenangan, dan dukungannya.

8. Ka Ari Sudana, terima kasih atas masukan-masukannya, serta para senior dan yunior di Departemen Fisika.

Bogor, Oktober 2006

(7)

ii

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI... ii

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR TABEL... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... iii

PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah... 1

Tujuan Penelitian... 2

TINJAUAN PUSTAKA... 2

Semikonduktor ... 2

Titanium Dioksida ... 2

Proses Fotokatalisis ... 3

Proses Fotoelektrokatalisis ... 5

Methylene Blue ... 6

BAHAN DAN METODE ... 6

Tempat dan Waktu Penelitian... 6

Alat dan Bahan ... 6

Deposisi Film TiO2... 6

Karakterisasi XRD ... 6

Pembuatan Reaktor... 7

Pembuatan Kurva Standar Methylene Blue... 7

Evaluasi Fotolisis, Fotokatalisis dan Fotoelektrokatalisis ... 7

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 7

Hasil XRD Film TiO2 dan Ukuran Partikel ... 7

Kurva Standar Methylene Blue ... 8

Pengaruh Konsentrasi Awal Methylene Blue... 9

Pengaruh pH Awal Methylene Blue ... 9

Evaluasi Aktivitas Fotolisis, Fotokatalisis dan Fotoelektrokatalisis... 10

Evaluasi Aktivitas Fotolisis... 10

Evaluasi Aktivitas Fotolisis dan Fotoelektrokatalisis... 10

Pengaruh Penambahan H2O2... 11

KESIMPULAN DAN SARAN ... 12

Kesimpulan... 12

Saran... 12

DAFTAR PUSTAKA ... 12

(8)

iii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Struktur kristal anatase dan rutil ... 3

2. Energi gap, posisi pita valensi, konduksi, dan potensial reduksi dari berbagai semikonduktor ... 4

3. Skema proses fotokatalisis ... 4

4. Skema proses fotoelektrokatalisis ... 5

5. Struktur molekul kimia Methylene Blue... 6

6. Kristalografi TiO2... 8

7. Spektrum karakterisasi absorbansi Methylene Blue ... 9

8. Kurva standar MB... 9

9. Pengaruh konsentrasi awal terhadap degradasi fotokatalisis MB ... 9

10. Hubungan antara pH dan persen degradasi MB ... 10

11. Perbandingan proses degradasi MB ... 10

12. Hubungan linear antara ln (C/C0) dan lama perlakuan... 11

13. Grafik persentase penurunan konsentrasi MB... 11

14. Foto hasi degradasi fotolisis, fotokatalisis dan fotoelektrokatalisis ... 11

DAFTAR TABEL Halaman 1. Perbedaan struktur kristal anatase dan rutil...3

2. Mekanisme fotokatalisis dengan titanium dioksida ...5

3. Susunan puncak dan intensitas kristal TiO2 fase anatase ...8

4. Perbandingan parameter kisi kristal sampel pada lapisan TiO2 dan literatur ...8

5. Tetapan kelajuan degradasi Methylene Blue...12

DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Skema reaktor degradasi ...15

2. Tabel Standar Struktur Tegragonal TiO2 pada XRD dengan λ = 1.54056 ...16

3. Penentuan parameter kisi dengan metode Cohen...17

4. Penentuan ukuran kristal dengan metode Cohen ...20

(9)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pewarnaan merupakan faktor penting dalam industri fashion, garmen, peralatan,

kertas, dan percetakan. Dye, senyawa

pemberi warna pada suatu material, biasanya digunakan pada proses pewarnaan ini. Konsumsi dye per kapita mendekati 150 g per tahun, memenuhi konsumsi rata-rata industri tekstil sekitar 14.0 kg per tahun per penduduk. Tingginya kebutuhan akan industri tekstil di dunia, membuat industri ini semakin berkembang. Industri ini menggunakan

sekitar 700.000 ton dari 10.000 tipe dye

berbeda yang diproduksi tiap tahun. Selama penggunaannya, 185 ton dari dye ini terbuang ke lingkungan per tahunnya[1].

Diantara dye-dye reaktif yang ada,

methylene blue merupakan dye yang paling

banyak digunakan. Limbah berwarna yang dihasilkan oleh industri dye dan tekstil dapat menyebabkan kerusakan ekosistem aquatik karena tingginya konsentrasi senyawa

organik yang terkandung didalamnya[2.

Limbah tersebut mendapat perhatian paling besar karena penggunaannya yang menyebar, pengaruhnya yang kuat terhadap lingkungan, kemampuannya dalam membentuk produk aromatik yang beracun dan rendahnya kecepatan penguraian. Limbah ini terbuang selama proses pembuatan dan penggunaan[1]

Proses penghilangan zat warna limbah cair yang dihasilkan dari industri tekstil menjadi isu diskusi dan regulasi di seluruh dunia. Fotokatalisis berbasis semikonduktor menawarkan solusi terbaik untuk permasalahan tersebut. Komisi IUPAC mendefinisikan fotokatalisis sebagai suatu reaksi katalitik yang melibatkan absorbsi cahaya oleh katalis. Katalis adalah suatu substansi yang meningkatkan kecepatan

reaksi[3]. Fotokatalisis memanfaatkan

semikonduktor sebagai katalis yang diaktifkan dengan sinar ultraviolet (UV) untuk menguraikan senyawa organik menjadi mineral-mineralnya [4].

Proses fotokatalisis memiliki beberapa

keuntungan dibandingkan dengan proses oksidasi kimia tradisional atau proses biologi. Proses fotokatalisis tidak spesifik sehingga mampu mendegradasi tidak hanya satu macam senyawa kimia; sangat kuat, sehingga mampu mencapai mineralisasi yang sempurna berupa karbon dioksida dan air; bebas dari racun organik; dapat diterapkan pada medium cair maupun gas; dan memiliki

potensi untuk memanfaatkan sinar matahari sebagai pengganti sinar UV[5].

Semikonduktor yang paling banyak digunakan sebagai fotokatalis adalah titanium dioksida (TiO2). TiO2 telah dimanfaatkan

untuk pemurnian air, pemurnian udara, gas sensor dan fotovoltaik sel surya[6]. Ketika

TiO2 disinari cahaya dengan panjang

gelombang antara 100 – 400 nm, elektron (e-) akan tereksitasi dari pita valensi ke pita konduksi, meninggalkan hole (h+) pada pita valensi. Jika pasangan elektron-hole dapat dipisahkan satu sama lain dengan cepat tanpa terjadi rekombinasi, elektron dan hole ini akan bermigrasi ke permukaan semikonduktor. Hole bereaksi dengan H2O

atau OH− yang teradsorbsi pada permukaan semikonduktor dan menghasilkan radikal hidroksil ( OH•) yang dikenal sebagai spesies

oksidator yang sangat kuat, sedangkan elektron akan mengadsorbsi molekul O2 atau

H2O untuk membentuk radikal anion

superoksida (O2 -•

) yang merupakan spesies reduktor. Spesies-spesies oksidator dan reduktor ini akan menyerang kontaminan yang terlarut dalam sistem dan mendegradasinya menjadi senyawa yang tidak berbahaya[7].

Perumusan Masalah

Pemasalahan utama dari sistem fotokatalisis adalah ketika elektron tereksitasi ke pita konduksi, selain bereaksi dengan spesies lain yang teradsorbsi, 90% elektron ini akan segera berekombinasi

dengan hole dalam waktu nanosekon.

Rekombinasi ini akan menurunkan efektivitas fotokatalisis. Masalah rekombinasi ini dapat diatasi memberikan potensial bias positif melewati fotoanoda dan penambahan hidrogen peroksida. Pemberian bias ini akan menarik elektron menuju ke katoda, sehingga rekombinasi pasangan elektron-hole dalam katalis akan terminimalisasi. Dengan demikian pemberian tegangan akan meningkatkan kecepatan oksidasi senyawa organik. Proses ini dikenal dengan fotoelektrokatalisis. Penambahan hidrogen

peroksida, H2O2, dapat meningkatkan

(10)

2

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk

1. Membuat film TiO2 pada substrat ITO

(Indium Tinoxide) dengan metoda squeegee printing.

2. Menumbuhkan kristal TiO2 melalui

proses anneling pada temperatur 450 oC.

3. Membuat reaktor degradasi fotokatalisis

dan fotoelektrokatalisis dengan menggunakan TiO2 sebagai katalisnya.

4. Melihat pengaruh pH, penambahan

hidrogen peroksida dan pemberian potensial bias positif terhadap efektivitas fotokatalisis dalam mendegradasi methylene blue.

TINJAUAN PUSTAKA

Semikonduktor

Semikonduktor adalah material yang dicirikan dengan terisinya pita valensi dan kosongnya pita konduksi. Elektron tidak dapat berada pada daerah bandgap antara pita valensi dan pita konduksi. Berdasarkan pembawa muatannya, semikonduktor dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok, yaitu semikonduktor intrinsik dan semikonduktor ekstrinsik. Semikonduktor intrinsik adalah semikonduktor yang belum disisipi atom lain. Ketersediaan pembawa muatan pada semikonduktor ini berasal dari persenyawaan unsur-unsur secara langsung. Semikonduktor ekstrinsik adalah semikonduktor yang partikel pembawa muatannya berasal dari unsur lain. Semikonduktor ekstrinsik diperoleh melalui rekayasa pemberian sejumlah impuritas atau injeksi partikel agar bahan mengalami perubahan nilai konduktivitas.

Berdasarkan jumlah mayoritas partikel pembawa muatan, semikonduktor dibedakan dalam dua jenis, yaitu semikonduktor tipe-p dan tipe-n. Semikonduktor tipe-p merupakan semikonduktor yang mengalami kekurangan elektron sehingga semikonduktor ini bermuatan positif dengan lubang/hole sebagai pembawa muatan mayoritas. Dilain pihak, semikonduktor tipe-n mengalami kelebihan elektron, menyebabkan semikonduktor ini bermuatan negatif dengan elektron sebagai pembawa muatan mayoritas[10].

Ketika disinari cahaya dengan panjang gelombang yang tepat, elektron pada pita valensi akan mengabsorbsi energi foton,

tereksitasi, dan berpindah ke pita konduksi. Hasil eksitasi elektron ini adalah terbentuknya hole (muatan positif) pada pita

valensi (h+VB) dan elektron pada pita

konduksi (e-CB). Pasangan elektron-hole ini

tidak stabil. Mereka dapat kembali ke tempat asalnya (berekombinasi) dengan melepaskan panas[8].

Secara termodinamik, level energi pita

konduksi (ECB) adalah ukuran kekuatan

reduksi elektron pada semikonduktor, sedangkan level energi pita valensi (EVB)

adalah ukuran daya oksidasi hole.

Semikonduktor yang berbeda memiliki level pita energi yang berbeda. Semakin tinggi potensial pita valensi, semakin tinggi daya oksidasi yang dimiliki oleh hole. Agar suatu semikonduktor mampu mendegradasi senyawa-senyawa organik yang berbeda, maka level energi valensinya harus terletak pada potensial yang relatif tinggi.

Semikonduktor dengan bandgap kecil

memiliki spektrum absorbsi yang cocok dengan spektrum emisi cahaya matahari. Dari sudut pandang pemanfaatan energi matahari, semikonduktor dengan celah pita yang kecil merupakan pilihan yang lebih baik. Tapi, semikonduktor yang memiliki bandgap kecil normalnya tidak memiliki potensial pita valensi yang tinggi[9].

Titanium Dioksida

TiO2 muncul dalam 3 bentuk polimorf

yang berbeda, yaitu rutil, anatase, dan brukit. Dua struktur kristal TiO2, rutil dan

anatase, paling umum digunakan dalam fotokatalisis. Struktur anatase dan rutil digambarkan dalam bentuk rantai oktahedra TiO6. Struktur kedua kristal dibedakan oleh

distorsi oktahedron dan pola susunan rantai

oktahedronnya (Gambar 1). Setiap ion Ti4+

(11)

dalam struktur kisi ini menyebabkan perbedaan massa jenis dan struktur pita elekektronik antara dua bentuk TiO2[11],

yaitu anatase memiliki daerah aktivasi yang lebih luas dibandingkan rutil sehingga kristal tersebut menjadi lebih reaktif terhadap cahaya dibandingkan rutil. Besar bandgap yang dimiliki pun menjadi berbeda, pada anatase besar rentang energinya adalah 3,2 eV sedangkan rutil 3,1 eV[13]. Perbedaan struktur kristal anatase dan rutil dirangkum pada Tabel 1.

Kristal rutil memiliki struktur yang lebih padat dibandingkan anatase, karenanya memiliki densitas dan indeks refraktif yang lebih tinggi (massa jenis anatase: 3,894 gr/cm3; rutil: 4,250 gr/cm3; indeks bias anatase dan rutil berturut-turut adalah 2,5688 dan 2,9467) [13].

Tabel 1. Perbedaan struktur kristal anatase dan rutil

energi gap (Eg), posisi pita konduksi dan pita valensi menentukan karakter fotokatalisis dalam hal kebutuhan energi foton yang diperlukan untuk mengaktifkannya dan berapa besar kekuatan oksidasi atau reduksinya setelah diaktifkan. Gambar 2. memperlihatkan besarnya energi celah, posisi pita valensi, pita konduksi beberapa semikondukor dan komparasinya dengan potensial redoks relatif terhadap standar elektroda hidrogen.

Pada Gambar 3, TiO2 anatase memiliki

energi celah sebesar 3,2 eV, dengan posisi tingkat energi pita konduksi memiliki potensial reduksi sebesar kira-kira -1,0 Volt (vs SHE) dan posisi tingkat energi pita valensi mempunyai potensial oksidasi kurang dari +3,0 Volt (vs SHE). Hal ini

mengindikasikan bahwa hole pada

permukaan TiO2 merupakan spesis oksidator

kuat, dan karenanya akan mengoksidasi spesies kimia lainnya yang mempunyai potensial redoks yang lebih kecil, termasuk molekul air dan/atau gugus hidroksil yang akan menghasilkan radikal hidroksil. Radikal

hidroksil pada pH = 1 mempunyai potensial sebesar 2,8 V, dan kebanyakan zat organik mempunyai potensial redoks yang lebih kecil dari potensial tersebut [13].

Anatase

Rutil

Gambar 1. Struktur kristal anatase dan rutil.

Proses Fotokatalisis

(12)

4

Gambar 2. Energi gap, posisi pita valensi, konduksi, dan potensial redoks dari berbagai semikonduktor.

Gambar 3. Skema proses fotokatalisis. Rekombinasi elektron-hole dapat terjadi pada permukaan semikonduktor (reaksi a) atau di bulk semikonduktor (reaksi b). Pada permukaan partikel, elektron fotogenerasi dapat mereduksi oksigen menjadi anion super-oksida (reaksi c) dan hole fotogenerasi

dapat mengoksidasi OH- atau air untuk membentuk radikal hidroksil (reaksi d).

Reaksi fotokatalisis (Gambar 3)

diawali ketika partikel TiO2 mengabsorbsi

foton dari cahaya, kemudian pasangan

elektron-hole akan terbentuk dalam

semikonduktor seperti diperlihatkan pada

reaksi 1 dalam Tabel 2. Elektron dan hole

pada permukaan semikonduktor masing-masing berperan sebagai reduktor dan oksidator. Pasangan elektron-hole ini akan (i) berekombinasi, yaitu kembali ke keadaan awal dan melepaskan energi foton terabsorbsi sebagai panas (reaksi 5 pada Tabel 2) atau (ii) bermigrasi ke permukaan dan bereaksi dengan senyawa teradsorbsi[8].

Ion hidroksida teradsorbsi dan molekul air membentuk radikal hidroksil melalui mekanisme oksidasi dengan cara mengikat hole, seperti diperlihatkan pada reaksi (6a) dan (6b), kemudian akan mengawali serangkaian reaksi redoks yang kompleks pada permukaan zat padat-cair[8].

Untuk meningkatkan oksidasi titanium dioksida, yang kemudian akan meningkatkan aktivitas fotokatalisis, harus ada akseptor

elektron irreversible. Akseptor elektron

irreversible merupakan senyawa yang mampu menjaga kesetimbangan muatan dalam sistem dengan cara mereduksi dan mencegah rekombinasi pasangan

elektron-hole. Oksigen dan hidrogen peroksida

merupakan akseptor elektron irreversible

yang sangat baik dan dapat dengan mudah ditambahkan ke dalam sistem fotokatalitik. Seperti yang diilustrasikan pada reaksi 8b dan 13 [14].

Radikal hidroksil dihasilkan pada permukaan titanium dioksida, radikal-radikal ini dapat teradsorbsi pada permukaan titanium dioksida atau berdifusi ke dalam larutan. Radikal hidroksil dapat mengoksidasi molekul kontaminan organik melalui empat langkah:

1. Kasus I (reaksi 9): radikal hidroksil tetap teradsorbsi pada atau dekat permukaan titanium dioksida dan akan mengikat molekul kontaminan teradsorbsi.

2. Kasus II (reaksi 10): radikal hidroksil

berdifusi ke dalam larutan dan mengikat molekul kontaminan teradsorbsi.

(13)

4. Kasus IV (reaksi 12): radikal hidroksil berdifusi ke dalam larutan dan mengikat kontaminan juga di dalam larutan. Ringkasan keseluruhan reaksi dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2.Mekanisme fotokatalisis dengan titanium dioksida [8]

Reaksi Radikal Lain

2 2( ) ( 2 2)

Pemberian potensial listrik melalui film katalis, untuk menghasilkan “fotoreaktor bias”, dapat meminimalisasi rekombinasi

elektron-hole. Reaktor seperti ini

menggunakan elektroda terpisah: sebuah elektroda kerja yang dilapisi dengan katalis

(sebagai fotoanoda) dan sebuah elektroda

counter (sebagai katoda). Pemberian potensial positif melewati fotoanoda akan

menarik elektron fotogenerasi ke katoda,

kemudian meminimalisasi rekombinasi

pasangan elektron-hole dalam katalis dan

meningkatkan kecepatan oksidasi senyawa organik [14].

Seperti yang diindikasikan pada

Gambar 4, pasangan elektron-hole dapat

dihasilkan dalam semikonduktor melalui absorbsi cahaya dengan energi lebih besar atau sama dengan celah pita energi semikonduktor. Ketika semikonduktor tipe-n dicelupkan pada larutan, maka tingkat energi ferminya berkurang dan menghasilkan

pembentukan medan listrik pada interface

antara semikonduktor dan larutan elektrolit

[13]

. Pasangan elektron-hole yang dihasilkan pada daerah medan listrik tersebut, daerah deplesi, akan terpisah dan tidak mengalami rekombinasi. Sebagai konsekuensinya, pada semikonduktor tipe-n, elektron fotogenerasi akan bergerak ke bulk semikonduktor, dimana elektron ini dapat ditransfer baik melalui kawat ke elektroda non-fotoaktif (seperti Pt) atau bergerak ke permukaan ke suatu titik dimana elektron akseptor dapat direduksi. Sementara itu, hole fotogenerasi, dibawah pengaruh medan listrik, akan bermigrasi ke permukaan semikonduktor dan mengoksidasi elektron donor yang cocok. Proses fotoelektrokatalisis ini diilustrasikan pada Gambar 4. Dari tinjauan termodinamik, agar elektron fotogenerasi di pita konduksi dapat mereduksi air, pita potensialnya, (ECB),

harus kurang dari E(H+/H2); juga agar hole

fotogenerasi pada pita valensi dapat mengoksidasi air, EVB, harus lebih besar dari

(O2/H2O) [4].

(14)

6

Methylene Blue

Methylene Blue yang memiliki rumus

kimia C16H18ClN3S, adalah senyawa

hidrokarbon aromatik yang beracun dan

merupakan dye kationik dengan daya

adsorpsi yang sangat kuat. Pada umumnya digunakan sebagai pewarna sutra, wool, tekstil, kertas, peralatan kantor dan kosmetik.

Senyawa ini berupa kristal berwarna hijau gelap. Ketika dilarutkan dalam air atau alkohol akan menghasilkan larutan berwarna biru. Memiliki berat molekul 319.86 gr/mol, dengan titik lebur di 105 oC dan daya larut

sebesar 4,36 x 104 mg/L. Strukturnya

diperlihatkan pada Gambar 5.

Gambar 5. Struktur molekul kimia Methylene Blue

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material Jurusan Fisika dan Laboratorium Analisis Kimia Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan sejak bulan Agustus 2005 sampai Agustus 2006 yang terdiri dari penelusuran literatur, kegiatan penelitian dan penulisan laporan.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah TiO2 Degussa P25,

Acetylaceton (Merck), Polyethyleneglycol 4000 (Merck), akuades, aseton, bubuk methylene blue (Certistain), NaOH, HCl, dan

H2O2. Sebagai substrat digunakan kaca

konduktif ITO (Indium TinOxide).

Peralatan yang digunakan diantaranya furnace (Vulcan), difraktometer sinar-X (Shimadzu tipe XD-610), lampu UV jenis

Black Light (UV-A) dengan panjang

gelombang maksimum sebesar 360 Å,

berdaya listrik 6 Watt (Ultra Violet Products. Inc), Thermo Spectronic 20D+, spektroskopi UV-Vis Genesys-10, ultrasonic cleaner (Cole-Parmer), pH-meter, reaktor

fotokatalisis, eletroda pencacah platina (Pt), catu daya, neraca analitik, pengaduk magnet, magnet, pipet hisap 5 ml, volumetrik 50 ml, tabung reaksi, scotch-tape, wadah sampel, gelas rod, dan alumunium foil.

Deposisi Film TiO2

Film TiO2 dibuat dengan metode

squeegee printing. Pasta titanium disiapkan

dengan mencampurkan 3 mg TiO2 bubuk, 3

ml akuades, 1 ml asetylaseton dan 4 gr Polyethyleneglycol (PEG). Campuran ini diaduk selama 1 jam hingga dihasilkan pasta yang mengental. Substrat ITO berukuran (4.5 x 3) cm, sebanyak 4 buah dibersihkan dengan sabun dan direndam dengan aseton dalam ultrasonic cleaner selama 30 menit, kemudian dikeringkan. Tepi-tepi substrat

dibingkai dengan scotch-tape, 0.5 cm dari

tiap tepi dengan sisi konduktif menghadap ke atas.

Deposisi dilakukan dengan meneteskan pasta titanium pada substrat ITO. Pasta diratakan dengan glass rod hingga seluruh substrat tertutup dengan titanium. Substrat yang telah dilapisi dipanaskan di atas piringan pemanas bersuhu 100 oC selama 10 menit hingga lapisan mengering dan scotch-tape dapat dilepas tanpa merusak tepi lapisan. Untuk menumbuhkan kristal anatase, film

dipanaskan hingga 450 oC dengan kenaikan

suhu 5 oC/menit dan di-hold 10 menit pada

suhu 100 oC dan 300 oC, sedangkan pada

suhu 450 oC di-hold selama 30 menit. Total waktu proses pemanasan adalah dua jam lima belas menit.

Karakterisasi XRD

Karakterisasi kristal TiO2 ditentukan

dengan difraksi sinar-X (XRD) menggunakan difraktometer sinar-X (Shimadzu model XD-610) yang terdapat di Laboratorium X-Ray, Pusat Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Batan (P3IB), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Kawasan PUSPITEK Serpong, Tangerang. Alat ini menggunakan sumber Cu dengan tegangan 30 kV, arus 30mA dan panjang

gelombang, λ = 1.54056 Å. Film discan

dengan rentang 2θ antara 20-70o. Hasil output karakterisasi XRD berupa kurva hubungan antara 2θ versus intensitas. Kurva ini kemudian dibandingkan dengan kurva XRD

(15)

dihitung menggunakan persamaan

Debye-panjang gelombang sinar-X yang digunakan; θB adalah sudut puncak; dan B adalah lebar

puncak pada setengah intensitas maksimum (FWHM).

Pembuatan Reaktor

Reaktor degradasi skala laboratorium yang dibuat adalah model reaktor takalir (Water Static Batch Reactor). Reaktor ini terdiri dari bejana dengan daya tampung 100 ml; film TiO2; elektroda pencacah, Pt;

pengaduk magnet; catu daya; lampu UV-A. Bejana dibuat menggunakan bahan aklirik

dengan dimensi (5 x 4 x 5) cm. Film TiO2

diletakkan pada salah satu sisi bejana, 1 cm dari dasar bejana. 0,5 cm di atasnya diletakkan elektroda pencacah platina (Pt). Lampu UV diletakkan 3 cm dari mulut bejana. Bagian atas bejana ditutup

menggunakan wrapping plastic dan

sisi-sisinya ditutup dengan alumunium foil. Keseluruhan reaktor ditutup dengan kotak kayu untuk menghindari pengaruh cahaya dari luar. Luas lapisan tipis adalah 10 cm2 dan luas elektroda pencacah adalah 0.5 cm2 (Lampiran 1)

Pembuatan Kurva Standar Methylene Blue

Kurva karakterisasi absorbansi Methylene Blue, MB, untuk beberapa variasi konsentrasi diperoleh menggunakan spektroskopi UV-Vis Genesys-10 pada panjang gelombang 524-669 nm, sedangkan kurva standar dibuat dengan menscan larutan MB, menggunakan Thermo Spectronic 20D+

pada panjang gelombang 500-700 Å. Untuk

selanjutnya spektroskopi yang digunakan untuk mengukur absorbansi larutan adalah Thermo Spectronic 20D+. Spektroskopi Genesys-10 digunakan hanya untuk melihat karakterisasi absorbansi MB.

Evaluasi Fotolisis, Fotokatalisis dan Fotoelektrokatalisis

Evaluasi dilakukan melalui beberapa variasi kondisi eksperimen, yaitu fotolisis (kondisi eksperimen dengan UV tanpa TiO2),

fotokatalisis (kondisi eksperimen dengan

TiO2 dan UV), dan fotoelektrokatalisis (UV,

TiO2 dan pemberian potensial bias eksternal).

Sebagai kontrol dilakukan eksperimen pada keadaan gelap (tanpa perlakuan apapun).

Larutan MB yang digunakan sebanyak 50 ml dengan konsentrasi awal 5 x 10-6 M. Lampu UV yang digunakan adalah lampu UV-A dengan panjang gelombang

maksimum 360 Å. TiO2 disinari dengan

lampu ini sepanjang arah normalnya. pH larutan diatur dengan menambahkan NaOH dan HCl. Pengaruh hidrogen peroksida terhadap degradasi MB dilihat dengan

menambahkan H2O2 30% sebanyak 0.1 ml.

Penambahan potensial bias sebesar +1.0 Volt, dimana platina yang digunakan sebagai elektroda counter dihubungkan ke kutub

negatif power supply sedangkan film TiO2

dihubungkan ke kutub positif. Konsentrasi MB setelah diberi perlakuan diukur dengan Thermo Spectronic 20D+. Petikan sampel diambil pada menit ke- 0, 30, 60, 90, 120, dan 150.

Degradasi MB dinyatakan dengan kecepatan reaksi kinetik:

dC

dt = laju degradasi Methylene Blue

(Molar/menit)

Co = konsentrasi awal Methylene Blue

(dalam Molar)

C = konsentrasi Methylene Blue setelah

waktu t (dalam Molar)

t = waktu (dalam menit)

k = tetapan kelajuan degradasi (dalam

menit-1)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil XRD Film TiO2 dan Ukuran Partikel

Pendeposisian TiO2 bubuk dengan

metode squeegee printing pada substrat ITO (Indium Tin Oxide) dengan binder PEG memperlihatkan hasil yang baik. Adanya

PEG sebagai binder meningkatkan gaya

adhesi partikel sehingga TiO2 menempel

(16)

8

Gambar 6.Kristalografi TiO2

Tabel 3.. Susunan puncak dan intensitas kristal TiO2 fase anatase

d (Å) 2θ

(deg) Sampel Literatur hkl

25,127 3,5411 3,5298 101

Struktur film diperiksa menggunakan XRD. Gambar 6 memperlihatkan pola

difraksi film TiO2 yang dipanaskan hingga

450o. Pada pola tersebut tampak bahwa ada enam puncak yang konsisten dengan puncak untuk kristal anatase, sedangkan kristal rutil tidak terdeteksi pada pola difraksi. Hasil ini menunjukkan bahwa proses pemanasan yang

dilakukan hingga 450o cukup untuk

membentuk kristal anatase dan tidak berlebih sehingga terbentuk kristal rutil. Rangkuman puncak-puncak tersebut diperlihatkan pada Tabel 3. Perbandingan hasil XRD sampel dan literatur diberikan pada Lampiran 2.

Perbandingan parameter kisi sampel TiO2 dan standar diperlihatkan pada Tabel 4.

Dari data ini dapat dilihat bahwa nilai parameter a dan c sampel tidak jauh berbeda dengan nilai parameter dari literatur. Nilai ini

mengindikasikan bahwa film TiO2 yang

dibuat memiliki struktur tetragonal. Perhitungan parameter kisi diperlihatkan pada Lampiran 3.

Ukuran kristal mempengaruhi aktivitas

fotokatalisis. Film dengan ukuran kristal yang kecil (skala nanometer) dapat

meningkatkan aktivitas fotokatalis melalui

peningkatan generasi elektron dan hole.

Ukuran kristal dihitungdengan formula Scharrer. Perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 4. Dari hasil perhitungan keenam puncak pola XRD diperoleh bahwa partikel TiO2 sampel memiliki ukuran kristal sebesar

24.545 nm.

Tabel 4.. Perbandingan parameter kisi kristal sampel pada lapisan TiO2 dan literatur

Parameter Sampel Literatur

a (Å) 3,7945 3,797

c (Å) 9,518061 9,579

Kurva Standar Methylene Blue

Hasil scan larutan MB (Gambar 7)

menggunakan spektroskopi UV-Vis Genesys-10 memperlihatkan kurva karakteristik absorbansi Methylene Blue dengan puncak maksimum berada pada panjang gelombang 664 nm. Nilai ini tidak terlalu berbeda dari literatur yaitu 666 nm. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa spektrum absorbansi MB menurun dengan menurunnya konsentrasi larutan. Kurva standar Methylene Blue

(Gambar 8) diperoleh dengan menscan

(17)

0

500 550 600 650 700

Panjang Gelombang (nm)

Gambar 7. Spektrum karakterisasi absorbansi Methylene Blue untuk konsentrasi 1 x 10-4 M, 9 x 10-5 M, 8 x 10-5 M, 7 x 10-5 M dan 6 x 10-5 M menggunakan spektroskopi UV-Vis Genesys-10.

Gambar 8. Kurva standar Methylene Blue (menggunakan Spektronic 20-Milton Roy). .

Pengaruh Konsentrasi Awal MB

a

a; Konsentrasi 5 x 10E-6 M b; Konsentrasi 6 x 10E-6 M c; Konsentrasi 7 x 10E-6 M

Gambar 9. Pengaruh konsentrasi awal terhadap degradasi fotokatalisis MB.

Gambar 9. memperlihatkan profil degradasi fotokatalisis MB untuk konsentrasi awal 7 x 10-6 MB, 6 x 10-6 MB, dan 5 x 10-6

M. Grafik hubungan antara C/Co terhadap

lama perlakuan memperlihatkan adanya penurunan tetapan kelajuan degradasi dengan

meningkatnya konsentrasi awal MB. Nilai t

untuk ketiga konsentrasi awal tersebut adalah 0.0075, 0.0079, dan 0.0102 (menit-1) untuk konsentrasi 7 x 10-6 M, 6 x 10-6 M, dan 5 x 10-6 M (Gambar 10) .

Pada larutan dengan konsentrasi MB yang tinggi, jumlah molekul MB yang terkandung dalam larutan juga akan semakin tinggi. Molekul ini akan menghalangi foton

untuk mencapai TiO2, sehingga akan

menurunkan kecepatan degradasi. Fenomena sebaliknya teramati untuk larutan dengan konsentrasi MB yang rendah. Peluang foton

untuk mencapai TiO2 bertambah karena

molekul MB dalam larutan lebih sedikit. Selain itu, larutan dengan konsentrasi MB yang tinggi membutuhkan radikal hidroksil yang lebih banyak dalam proses degradasi. Karena luas permukaan katalis yang digunakan selama proses fotokatalisis

tetap, maka jumlah radikal OH• yang

dihasilkan oleh katalis juga akan konstan. Akibatnya akan terjadi kurangan pasokan radikal pada proses degradasi dengan konsentrasi awal yang tinggi, dan hanya akan menghasilkan tetapan kelajuan degradasi yang kecil.

Pengaruh pH Awal MB

Nilai pH merupakan parameter penting pada proses degradasi. pH larutan

mempengaruhi muatan permukaan TiO2,

kekuatan ionik, sifat dye dan mempengaruhi adsorbsi dye pada partikel TiO2. Nilai pH

dimana permukaan suatu oksida tidak bermuatan didefinisikan sebagai zero point charge (pHzpc). Untuk TiO2, pHzpc bernilai

6.25. Di bawah nilai ini TiO2 akan bermuatan

positif, sedangkan di atasnya bermuatan negatif berdasarkan reaksi:

2

TiOH+H+ →TiOH+ (21)

2

TiOH+OH− →TiO− +H O (22) Pengaruh pH terhadap proses degradasi MB diamati pada kondisi ekperimen fotokatalisis. Konsentrasi awal

MB yang digunakan adalah 5 x 106 M. pH

(18)

10

Uji ini memperlihatkan bahwa degradasi terbesar teramati pada larutan dengan pH 11, diikuti dengan larutan pH 7 dan 3. Setelah 150 menit perlakuan, larutan MB pH 11 terdegradasi sebesar 70 %, sedangkan untuk larutan pH 7 dan 3 sebesar 44 % dan 30 % (Gambar 10).

MB merupakan senyawa yang memiliki ikatan S+ sehingga MB termasuk dalam jenis dye kationik. Pada larutan dengan pH tinggi, MB yang bermuatan positif (bersifat basa) akan mudah teradsorbsi pada permukaan

TiO2 yang bermuatan negatif. Adsorbsi MB

meningkat karena adanya interaksi elektrostatik antara MB dan partikel TiO2.

sebaliknya, pada pH rendah (bersifat asam),

adsorbsi MB pada permukaan TiO2 menjadi

sulit karena adanya gaya tolak menolak antara MB dan partikel TiO2 yang sama-sama

bermuatan positif. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa degradasi MB paling baik dilakukan pada keadan basa. Semakin bersifat basa larutan tersebut, degradasi MB akan semakin baik.

0

Gambar 10. Hubungan antara pH dan persen degradasi MB

Evaluasi Aktivitas Fotolisis, Fotokatalisis dan Fotoelektrokatalisis

Evaluasi Aktivitas Fotolisis

Warna pada dye muncul karena adanya grup kromofor. Kromofor merupakan konfigurasi radikal yang mengandung elektron terdelokalisasi. Konfigurasi kromoforik diantaranya azo (-N=N-), karbonil (=C=O), karbon (=C=C), karbon nitrogen (>C=NH atau –CH=N-); nitroso

(-NO atau N-OH); nitro (-(-NO2 atau =NO-OH);

sulfur (C=S).

Fotolisis adalah proses dimana ikatan kimia MB diputus oleh energi foton cahaya UV. Ketika foton UV memasuki medium, foton akan ditransmitansi atau diabsorbsi oleh medium dan molekul MB yang terlarut.

Foton yang diabsorbsi dapat mengawali reaksi fotolisis dengan menyerang ikatan kromofor MB. Foton juga mampu mengaktifkan molekul air untuk membentuk radikal hidroksil, yang akan ikut berperan dalam menguraikan molekul MB.

Degradasi melalui penyinaran langsung oleh UV hanya memberikan penurunan konsentrasi sebesar 27,22 % setelah penyinaran selama 150 menit, dengan tetapan kelajuan degradasi sebesar 0.00005 menit-1 (Tabel 5). Kurva degradasinya memperlihatkan penurunan kurva yang landai (Gambar 11b) dibandingkan kurva proses degradasi lainnya. Setelah proses penyinaran, tidak tampak adanya perubahan warna larutan jika dibandingkan kontrol (perlakuan pada menit ke-0). Hal ini mengindikasikan bahwa foton tidak cukup mampu untuk menguraikan ikatan kromofor MB, dimana jumlah radikal hidroksil yang dihasilkan oleh foton tidak banyak, sehingga tidak tampak adanya perubahan warna larutan.

Evaluasi Aktivitas Fotokatalisis dan Fotoelektrokatalisis

Gambar 11. Perbandingan proses degradasi MB. a : gelap, b : fotolisis, c : fotokatalisis, d : fotoelektrokatalisis, e : fotolisis+ H2O2, f :

fotokatalisis+ H2O2 dan g :

fotoelektrokatalisis+ H2O2

Penambahan semikonduktor sebagai katalis pada proses fotolisis dinamakan fotokatalisis. Pada proses fotokatalisis, ikatan kimia pada MB akan dipecah oleh radikal hidroksil, OH•, yang tersedia dalam larutan.

(19)

sebesar 61.50 % (Gambar 13), sedangkan konstanta kelajuan degradasinya bernilai 0.0065 menit-1. Perubahan warna larutan MB terlihat dengan jelas pada menit ke-150 (Gambar 14), dimana warna larutan menjadi lebih bening dibandingkan kontrolnya.

-2,5

Pemberian potensial bias eksternal sebesar +1.0 Volt memperlihatkan hasil yang lebih baik dibandingkan proses fotokatalisis dan fotolisis, dimana pada menit ke-90, konsentrasi MB sudah terdegradasi lebih dari setengah konsentrasi awalnya. Pada akhir menit ke-150, degradasi dengan metode ini memberikan hasil yang sangat memuaskan dengan persentase degradasi sebesar 84.19% (Gambar 13) dan tetapan kelajuan degradasi

sebesar 0.011 menit-1. Pada Gambar 11.d,

dapat dilihat bahwa grafik degradasi fotoelektrokatalisis lebih curam dibandingkan dua metode sebelumnya, dan dari Gambar 14, dapat diamati bahwa warna larutan menjadi lebih jernih dibandingkan kontrol.

89,23 %

Gambar 13. Grafik persentase penurunan konsentrasi MB untuk beberapa variasi perlakuan, dimana a: fotolisis; b: fotokatalisis; c: fotolisis+H2O2; d: fotoelektrokatalisis; e: fotokatalisis+H2O2; f: fotoelektrokatalisis+H2O2

Tingginya hasil degradasi dengan metode fotoelektrokatalisis mengindikasikan bahwa rekombinasi pasangan elektron/hole dapat dikurangi, sehingga keberadaan radikal yang bertanggung jawab untuk memecah ikatan kimia molekul akan lebih banyak tersedia dalam larutan, dan cukup untuk memecah ikatan kromofor MB sehingga larutan menjadi tidak berwarna setelah 150 menit perlakuan, sedangkan pada proses fotokatalisis tidak banyak terjadi perubahan warna karena kurangnya konsentrasi radikal dalam larutan.

Gambar 14. Foto hasil degradasi untuk fotolisis (kiri atas), fotokatalisis (kanan atas) dan fotoelektrokatalisis (bawah)

Pengaruh Penambahan H2O2

Penambahan H2O2 dapat meningkatkan

konsentrasi radikal hidroksil. Radikal ini dapat menghambat rekombinasi berdasarkan reaksi

2 2

H O +e− →OH−+OH• (23)

H2O2 mempunyai dua fungsi dalam proses

degradasi, yaitu H2O2 selain mengikat

elektron sehingga terjadi pemisahan muatan juga berfungsi membentuk radikal OH•

.

2 2 2 2

H O +O•− →OH−+OH•+O (24)

Penambahan senyawa H2O2 dapat

mempengaruhi proses fotolisis, fotokatalisis dan fotoelektrokatalisis. Pada fotolisis, pengaruh penambahan H2O2 terlihat sangat

signifikan. Hal ini dapat dilihat dari Gambar 11.e, dimana grafik fotolisis+H2O2 menurun

dengan tajam dibandingkan proses fotolisis saja. Hal ini dikarenakan adanya tambahan radikal hidroksil melalui reaksi

2 2 2

H O +hvOH• (25)

Proses fotolisis + H2O2 menyumbangkan

(20)

12

Pada proses fotokatalisis dan fotoelektrokatalisis, penambahan H2O2 tidak

memperlihatkan hasil maksimal dibandingkan pada proses fotolisis (Gambar 11f dan 11g). Pertambahan persentase degradasi hanya sebesar 22.69 % untuk proses fotokatalisis+H2O2 dan 5.55 % untuk

fotoelektrokatalisis+H2O2. Sangat kecil jika

dibandingkan dengan pertambahan persentase degradasi pada proses fotolisis yang mencapai 49.41% (Gambar 13). Hal ini disebabkan karena konsentrasi yang ditambahkan dalam larutan terlalu tinggi, sehingga akan menimbulkan efek negatif. Efek negatif ini yaitu terbentuknya radikal

2

OH• yang kurang reaktif dibandingkan

radikalOH

,

dan terbentuknya molekul gas dalam sistem. Molekul gas ini tidak terlarut, melainkan menempel pada permukaan film dan elektroda Pt, sehingga akan menghalangi transfer energi foton.

Secara umum penambahan H2O2 dapat

meningkatkan kecepatan degradasi MB, dilihat dari nilai tetapan kelajuan degradasi,

dimana untuk proses fotokatalisis+H2O2

tetapan ini bernilai 0.011 menit-1 dan untuk

fotoelektrokatalisis+H2O2 sebesar 0.0145

menit-1. Nilai ini diperoleh dari kurva linear

hubungan antara C/Co terhadap waktu

perlakuan (Gambar 12).

Tabel 5.Tetapan kelajuan degradasi methylene blue Variasi k (menit-1)

Fotoelektrokatalisis + H2O2 0,0145

Fotokatalisis + H2O2 0,011

Fotolisis + H2O2 0,0105

Fotoelektrokatalisis 0,0121 Fotokatalisis 0,0065 Fotolisis 0.00005

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Film TiO2 dapat dibuat menggunakan

metoda squeegee printing dengan

mencampurkan TiO2 degussa, asetilaseton,

PEG, dan akuades, kemudian melapiskannya pada permukaan ITO. Pemanasan hingga

450o terbukti menumbuhkan kristal anatase

TiO2. PEG dalam pembuatan film terbukti

meningkatkan gaya adhesi TiO2 dengan

substrat dilihat dari tidak mudah rusaknya film setelah penggunaan berulang.

Rancangan reaktor takalir skala laboratorium menghasilkan reaktor dengan daya tampung dan luas film yang

proporsional. Hal ini dapat dilihat dari hasil degradasinya yang baik.

Metode fotoelektrokatalisis dan

fotokatalisis berbasis semikonduktor TiO2

terbukti mampu menurunkan konsentrasi MB dalam air. Konsentrasi dan pH awal larutan MB merupakan faktor penting yang harus diperhatikan untuk mendapatkan hasil degradasi yang maksimal. Degradasi MB memperlihatkan hasil yang baik pada konsentrasi awal yang rendah dan pada keadaan basa. Kombinasi fotoelektrokatalisis dan penambahan H2O2 memperlihatkan hasil

terbaik diikuti fotoelektrokatalisis,

fotokatalisis+H2O2 dan fotokatalisis.

Penambahan potensial bias dan H2O2 terbukti

dapat meningkatkan kecepatan degradsi melalui pemisahan elektron/hole.

Saran

Masih banyak metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan hasil degradasi. Diantaranya adalah penambahan oksigen terlarut. Penambahan oksigen dalam sistem degradasi juga dapat mengurangi rekombinasi elektron/hole, dimana elektron bertindak sebagai donor elektron. Keberadaan oksigen dalam sistem juga sangat penting, dimana beberapa peneliti telah menemukan bahwa proses degradasi sangat dipengaruhi oleh kadar oksigen dalam sistem.

Penelitian sebelumnya selalu menggunakan reaktor takalir dalam proses degradasi. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan reaktor alir, dan melihat pengaruhnya pada proses degradasi.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Carneiro, et al. 2004. Evaluation of color removal and degradation of a reactive textile azo dye on nanoporous TiO2 thin-film electrodes. Electrochimica Acta 49: 3807–3820.

[2] Silva, et al. Catalytic oxidation of methylene blue in aqueous solutions. Instituto de Ingenieria Quimica– Universidad Nasional de San Juan– Argentina.

(21)

[4] Mills, A and Hunte, L.S. 1997. An Overview of Semiconductor Photocatalysis. J. of Photochem. and Photobio A: 108: 1-35.

[5] Aitali, Khadija M. 2002. Wastewater depollution by photocatalytic and bidegradation processes. Universite Hassan II Faculte Des Sciences Ain Chok Departement De Chime.

[6] Balasubramanian, G, et al. 2003.

Titania Powder Modified Sol-gel Process for Photocatalytic Aplications. J. of Material Science. 83: 823-831.

[7] Vulliet, E, et al. 2003. Factors

influencing the Photocatalytic Degradation of Sulfonylurea Herbicides by TiO2 Aqueous

Suspension. J. of Photochem. and

Photobio A. 159:71-79

[8] Macias, L, T. 2003. The Design and Evaluation of A Continuous Photocatalytic Reactor Utilizing Titanium Dioxida in Thin Film of Mesoporous Sililca. A Thesis for the Degree of Master of Science in Chemical Engineering in Mississippi State University.

[9] Jiang, D., et al. 2004. Stuedies of Photocatalytic Processes at Nanoporous TiO2 Film Electrodes

By Photoelektrochemical Techniques and Development of A

Novel Methodology for Rapid Determination of Chemical Oxygen Demand. University Griffith, School of Environmental and Applied Sciences

[10] Marlupi, I. 2003. Desinfeksi

Escherichia coli melalui fotokatalisis Titanium Dioksida (TiO2) Bubuk Fase Rutil. [Skripsi].

Bogor: Institut Pertanian Bogor, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

[11] Linsebigier, A L, et al. 1995.

photocatalysis on TiO2 surface:

principles, mechanisms, and selected results. Chem. Rev 95: 735-758.

[12] Diebold, U. 2003. The surface science of titanium dioxide. Surface science report 48: 53-229

[13] Gunlazuardi, J. 2001. Fotokatalisis pada permukaan TiO2 : Aspek

fundmental dan aplikasinya. Seminar Nasional Kimia Fisika II. Jurusan kimia, FMIPA, Universitas Indonesia.

[14] EPA. 2003. Photoelectrocatalytic

degradation and removal of organic and inorganic contaminants in ground waters. Cincinnati, Ohio.

[15] Senthilkumaar, et al. 2004.

photodegradation of a textile dye catalyze by sol-gel derived nanocristalline TiO2 via ultrasonic

irradiation. J. of Photochemistry and Photobiology A : Chemistry 170 : 225-232

[16] Sudana, A. 2003. Deposisi dan

karakerisasi lapisan tipis titanium dioksida (TiO2) dalam proses

desinfeksi escherichia coli. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

[17] Poulios and Tsachpinis. 1999.

Photodegradation of the textile dye reactive black 5 in the presence of

semiconducting oxides. J. Chem

Technol Biotechnol 74: 349-357.

[18] Allen, S.J. and Koumanova, B. 2005.

Decolourisation of water/waste water using absorpsi (Review). Journal of the University of Chemical Technology and Metallurgy 40: 175-192

[20] Shen, Q and Toyoda, T. 2003. Studies of optical absorption and electron transport in nanocrystalline TiO2

electrodes. Thin solid film: 167-170.

[21] Taicheng, et al. 2001.

Photoelectrochemical degradation of

methylene blue with nano TiO2

under high potensial bias. Mater. Phys. Mech 4: 101-106

(22)

14

nitrobenzene using artificial

ultraviolet light. Chemical

engineering journal 102: 283-290

[23] Irmak, et al. 2004. Degradation of 4-chloro-2-methylpenol in aqueous solution by UV irradiation in the presence of titanium dioxide. Applied catalyst B: Environmental 54: 85-91

[24] Zhang, et al. Photoelectrocatalytic

degradation of reactive brilliant orange K-RBOKR in a new

continuous flow photoelectrocatalytic reactor.

Applied catalysis A: 221-229

[25] Qamar, et al. 2005. Photocatalytic

(23)
(24)

15

(25)
(26)

17

Lampiran 3. Penentuan parameter kisi dengan metode Cohen (Cullity & Stock, 2001)

3.1 Persamaan-persamaan dalam menentukan parameter kisi dengan metode Cohen. Persamaan umum:

λ=2d sin ...(3.1.1) Penentuan sistem kristal tetragonal menggunakan persamaan:

2

λ : panjang gelombang

: sudut difraksi

A,B,C : numerator

Numerator diperoleh dengan menggunakan mengeliminasi persamaan (3.3)

Persentase ketepatan hasil perhitungan parameter kisi yang diperoleh dibandingkan dengan nilai literatur, dengan menggunakan persamaan:

(27)

3.2 Penentuan parameter kisi kristal pada TiO2

3.2.1 Data-data pendukung analisis parameter kisi kristal TiO2

hkl 2 α α2 γ γ2 αγ sin 22 Sin2 δ δ2 γδ αδ α Sin2 γ Sin2 δ Sin2

101 25,127 12,564 1 1 1 1 1 0,180285 0,047315 1,802852 3,250274 1,802852 1,802852 0,047315 0,047315 0,085302 004 37,755 18,878 0 0 16 256 0 0,374887 0,104678 3,748868 14,054011 59,981888 0,000000 0,000000 1,674850 0,392424 200 47,891 23,946 4 16 0 0 0 0,550371 0,164722 5,503711 30,290834 0,000000 22,014844 0,658889 0,000000 0,906584 105 53,798 26,899 1 1 25 625 25 0,651136 0,204675 6,511360 42,397812 162,784006 6,511360 0,204675 5,116870 1,332711 211 54,882 27,441 5 25 1 1 5 0,669059 0,212364 6,690586 44,763936 6,690586 33,452928 1,061821 0,212364 1,420841 204 62,633 31,317 4 16 16 256 64 0,788686 0,270150 7,886861 62,202574 126,189774 31,547443 1,080602 4,322407 2,130639

Σ 15 59 59 1139 95 3.214424 1.003905 32.44237 196,959442 357,449105 95,329427 3,053302 11,373807 6,268502

3.2.2 Hasil penentuan parameter kisi kristal TiO2

a c ∆a/a ∆c/c % ketepatan a % ketepatan c

B C

Sampel Literatur Sampel Literatur

(28)

19

Lampiran 4. Penentuan ukuran kristal dengan metode Cohen

Untuk mementukan ukuran kristal digunakan persamaan:

θ : sudut difraksi sinar X (derajat)

σ : ukuran partikel,

: mikro strain

Ukuran kristal didapatkan dengan cara memasukkan semua puncak yang muncul ke dalam persamaan diatas, dengan menganggap y = Bcos , dan x = sin persamaan diatas menjadi

y = a + bx,

Dengan menggunakan regresi linear akan bisa didapatkan nilai a dan b, dari nilai a dapat diketahui ukuran kristal (σ).

sin θ b cos θ

; maka ukuran partikel TiO

(29)

Lampiran 5. Pengolahan data degradasi Methylene Blue

5.1 Data scanning larutan Methylene Blue pada panjang gelombang 640 – 682 nm menggunakan Thermo Spectronic 20D+. Data ini digunakan untuk mendapatkan kurva standar untuk penentuan konsentrasi larutan setelah diberi perlakuan.

λ 7 x 10-6- M 6 x 10-6- M 5 x 10-6- M 4 x 10-6- M 3 x 10-6- M

640 0,29 0,248 0,204 0,174 0,112

643 0,306 0,259 0,211 0,183 0,122

646 0,32 0,27 0,222 0,19 0,125

649 0,334 0,281 0,233 0,197 0,131

652 0,353 0,297 0,245 0,207 0,134

655 0,368 0,312 0,257 0,22 0,145

658 0,384 0,322 0,266 0,227 0,149

661 0,392 0,332 0,273 0,232 0,157

664 0,398 0,335 0,276 0,237 0,159

667 0,396 0,333 0,274 0,232 0,157

670 0,382 0,324 0,265 0,229 0,151

673 0,362 0,309 0,252 0,219 0,146

676 0,338 0,29 0,233 0,202 0,137

679 0,307 0,257 0,217 0,184 0,122

682 0,264 0,228 0,186 0,162 0,102

0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 0,4 0,45

620 640 660 680 700

Panjang Gelombang (nm)

A

b

so

rb

ansi

Konsentrasi 7 x 10 E-6 M

Konsentrasi 6 x 10 E-6 M

Konsentrasi 5 x 10 E-6 M

Konsentrasi 6 x 10 E-6 M

Konsentrasi 3 x 10 E-6 M

(30)

21

y = 0,0576x - 0,007

R2 = 0,9919

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5

2,5 3,5 4,5 5,5 6,5 7,5

Konsentrasi

A

b

so

rb

a

n

si

Gambar 5.1.2. Hubungan linear antara absorbansi dan konsentrasi MB pada panjang gelombang

664 nm.

Dari grafik di atas diperoleh persamaan y = 0.0576x - 0.007, dimana x adalah konsentrasi, C, dan y adalah absorbansi, A. Persamaan tersebut dapat ditulis kembali dalam bentuk:

A + 0.007 C =

0.0576

Persamaan ini selanjutnya digunakan untuk menghitung nilai konsentrasi larutan setelah diberi perlakuan.

5.2 Perbandingan degradasi fotokatalisis variasi konsentrasi

Variasi Menit

ke- A C C/Co Ln(C/Co)

0 0,292 5,190 1,000 0,000 30 0,158 2,882 0,555 -0,588 60 0,129 2,383 0,459 -0,778 90 0,097 1,832 0,353 -1,041 120 0,073 1,418 0,273 -1,297 Konsentrasi 5 x 10-6 M

150 0,065 1,281 0,247 -1,399 0 0,345 6,102 1,000 0,000 30 0,236 4,225 0,692 -0,368 60 0,195 3,519 0,577 -0,550 90 0,153 2,796 0,458 -0,780 120 0,123 2,279 0,374 -0,985 Konsentrasi 6 x 10-6 M

150 0,118 2,193 0,519 -0,656 0 0,492 8,634 1,000 0,000 30 0,364 6,429 0,745 -0,295 60 0,287 5,103 0,591 -0,526 90 0,227 4,070 0,471 -0,752 120 0,195 3,519 0,408 -0,897 Konsentrasi 7 x 10-6 M

(31)

dimana:

A : Absorbansi

C : Konsentrasi MB pada menit ke-

CO : Konsentrasi awal MB (tidak diberi perlakuan, pada menit ke – 0)

5.3 Perbandingan degradasi fotokatalisis variasi pH

Variasi Menit

ke- A C C/Co Ln(C/Co)

0 0,354 6,257 1,000 0,000 30 0,321 5,689 0,909 -0,095 60 0,298 5,293 0,846 -0,167 90 0,252 4,501 0,719 -0,329 Konsentrasi 5 x 10-6 M, pH 3

120 0,244 4,363 0,697 -0,361

0 0,27 4,811 1,000 0,000

30 0,231 4,139 0,860 -0,150 60 0,178 3,226 0,671 -0,399 90 0,184 3,330 0,692 -0,368 Konsentrasi 5 x 10-6 M, pH 7

120 0,149 2,727 0,567 -0,568 0 0,204 3,674 1,000 0,000 30 0,179 3,244 0,883 -0,125 60 0,167 3,037 0,827 -0,190 90 0,125 2,314 0,630 -0,462 Konsentrasi 5 x 10-6 M, pH 11

120 0,061 1,212 0,330 -1,109

5.4 Perbandingan metoda fotolisis, fotokatalisis, fotoelektrokatalisis dan penambahan H2O2

Perlakuan Menit

ke- A C C/Co Ln(C/Co)

0 0,189 3,416 1,000 0,000 30 0,184 3,330 0,975 -0,026 60 0,183 3,313 0,970 -0,031 90 0,183 3,313 0,970 -0,031 120 0,182 3,295 0,965 -0,036 Gelap

150 0,188 3,399 0,995 -0,005 0 0,189 3,416 1,000 0,000 30 0,156 2,848 0,834 -0,182 60 0,154 2,813 0,824 -0,194 90 0,153 2,796 0,819 -0,200 120 0,138 2,538 0,743 -0,297 Fotolisis

150 0,135 2,486 0,728 -0,318 0 0,189 3,416 1,000 0,000 30 0,143 2,624 0,768 -0,264 60 0,102 1,918 0,561 -0,577 90 0,093 1,763 0,516 -0,662 120 0,07 1,367 0,400 -0,916 Fotokatalisis

(32)

23

0 0,189 3,416 1,000 0,000 30 0,117 2,176 0,637 -0,451 60 0,079 1,522 0,445 -0,809 90 0,061 1,212 0,355 -1,036 120 0,031 0,695 0,203 -1,592 Fotoelektrokatalisis

150 0,023 0,557 0,163 -1,813 0 0,189 3,416 1,000 0,000 30 0,152 2,779 0,813 -0,206 60 0,129 2,383 0,698 -0,360 90 0,072 1,401 0,410 -0,891 120 0,046 0,953 0,279 -1,276 Fotolisis+H2O2

150 0,037 0,798 0,234 -1,454 0 0,189 3,416 1,000 0,000 30 0,086 1,642 0,481 -0,732 60 0,072 1,401 0,410 -0,891 90 0,05 1,022 0,299 -1,206 120 0,04 0,850 0,249 -1,391 Fotokatalisis+H2O2

150 0,022 0,540 0,158 -1,844 0 0,189 3,416 1,000 0,000 30 0,115 2,142 0,627 -0,467 60 0,061 1,212 0,355 -1,036 90 0,042 0,885 0,259 -1,351 120 0,026 0,609 0,178 -1,724 Fotoelektrokatalisis+H2O2

150 0,012 0,368 0,108 -2,228

5.5 Konstanta kelajuan degradasi

Variasi k (menit-1)

Fotoelektrokatalisis+H2O2 0,0145

fotokatalisis + H2O2 0,011

fotolisis+H2O2 0,0105

fotoelektrokatalisis 0,0121 fotokatalisis 0,0065 fotolisis 0.0018

5.6 Persentase penurunan konsentrasi methylene blue (dalam persen)

waktu 0 30 60 90 120 150

Fotoelektrokatalisis+H2O2 0 37,30 64,53 74,11 82,17 89,23

fotokatalisis+H2O2 0 51,92 58,98 70,07 75,11 84,19

fotolisis+H2O2 0 28,73 30,25 58,98 72,09 76,63

fotoelektrokatalisis 0 36,30 55,45 64,53 79,65 83,68

fotokatalisis 0 23,19 43,86 48,40 59,99 61,50

Gambar

Gambar 1. Struktur kristal anatase dan rutil.
Gambar 3. Skema proses fotokatalisis. Rekombinasi elektron-hole dapat terjadi pada permukaan
Gambar 4. Skema proses fotoelektrokatalisis. Proses ini terjadi pada iradiasi semikonduktor tipe-n yang dicelupkan dalam air dan dibawah pengaruh  tegangan positif
Gambar 5. Struktur molekul kimia Methylene Blue
+7

Referensi

Dokumen terkait

Radikal bebas merupakan senyawa yang bersifat sangat reaktif dan memiliki pasangan elektron bebas, oleh karena itu diperlukan antioksidan yang bertujuan untuk

TiO2 / KARBON AKTIF DENGAN METODE SOLID STATE DAN UJI AKTIFITAS KATALITIKNYA PADA DEGRADASI..

Persentase degradasi naphtol blue black 6 mg/L suasana pH 3,0 secara sonolisis (  ), fotolisis tanpa pengadukan (  ) dan kombinasi sonolisis dan fotolisis

Radikal bebas merupakan senyawa yang bersifat sangat reaktif dan memiliki pasangan elektron bebas, oleh karena itu diperlukan antioksidan yang bertujuan untuk

Dalam penelitian ini juga dilakukan aplikasi fotokatalis pada zat warna methylene blue yang tidak mudah didegradasi. Dengan penelitian ini diharapkan menjadi solusi dalam

Sampel yang digunakan yang merupakan sampel katalis ZnO komersil dan ZnO- PEG yang dilihat dari doping PEG maksimum dari hasil fotodegradasi model limbah methylene

Hal ini dikarenakan situs aktif yang dimiliki komposit tidak cukup banyak untuk degradasi MB pada konsentrasi yang semakin besar sehingga MB yang mampu didegradasi

Metilen biru merupakan salah satu zat warna sintetik yang memiliki sifat toksik karena memiliki senyawa gugus aromatik yang sulit terdegradasi oleh mikroorganisme,