• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Dinamika Daya Hasil Lateks Beberapa Genotipe Karet Harapan Pp 07 04 Terhadap Perubahan Musim

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Dinamika Daya Hasil Lateks Beberapa Genotipe Karet Harapan Pp 07 04 Terhadap Perubahan Musim"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS DINAMIKA DAYA HASIL LATEKS BEBERAPA

GENOTIPE KARET HARAPAN PP/07/04 TERHADAP

PERUBAHAN MUSIM

SAYURANDI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Dinamika Daya Hasil Lateks Beberapa Genotipe Karet Harapan PP/07/04 terhadap Perubahan Musim adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

SAYURANDI. Analisis Dinamika Daya Hasil Lateks Beberapa Genotipe Karet Harapan PP/07/04 Terhadap Perubahan Musim. Dibimbing oleh DESTA WIRNAS dan SEKAR WOELAN.

Pertumbuhan dan produktivitas tanaman karet (Hevea brasiliensis) ditentukan oleh faktor genotipe, faktor lingkungan, dan interaksi genotipe x lingkungan. Kondisi lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap produksi karet salah satu adalah kondisi curah hujan bulanan. Tujuan penelitian ini adalah 1) mendapatkan informasi tentang keragaman hasil lateks genotipe karet harapan PP/07/04, 2) mendapatkan informasi tentang dinamika hasil lateks genotipe karet harapan PP/07/04 pada musim yang berbeda dan fase gugur daun yang berbeda, dan 3) mendapatkan genotipe karet harapan yang stabil dan berdaya hasil lateks tinggi di dua musim.

Pengujian plot promosi dibangun di Kebun Percobaan Balai Penelitian Sungei Putih, Pusat Penelitian Karet, Kabupaten Deli Serdang - Provinsi Sumatera Utara. Sebanyak 15 genotipe karet dan 2 klon pembanding PB 260 dan RRIC 100 yang ditanam pada tahun 2004 digunakan sebagai bahan penelitian ini. Seluruh genotipe yang diuji dalam penelitian telah dievaluasi daya hasil lateksnya selama lima tahun di pengujian plot promosi. Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dua faktor dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah 15 genotipe karet harapan dan 2 klon pembanding yaitu PB 260 dan RRIC 100, sedangkan faktor kedua adalah faktor musim yaitu periode bulan basah (Agustus - Nopember 2015) dan periode bulan kering (Januari - Maret 2016) menurut klasifikasi Oldeman.

Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah karakter pertumbuhan lilit batang, panjang alur sadap, tebal kulit, jumlah pembuluh lateks, diameter pembuluh lateks, kadar sukrosa, kadar fosfat anorganik, kadar thiol, kecepatan aliran lateks, indeks penyumbatan, kadar karet kering, dan indeks hasil, daya hasil lateks, dan dinamika fase gugur daun 15 genotipe karet harapan PP/07/04 dan klon pembanding PB 260 dan RRIC 100.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat keragaman komponen hasil dan daya hasil lateks di antara genotipe karet harapan PP/07/04. Dinamika hasil lateks genotipe karet harapan PP/07/04 dipengaruhi oleh perubahan musim. Fase gugur daun memiliki pengaruh nyata terhadap hasil lateks 15 genotipe karet harapan PP/07/04. Genotipe HP 92/542 memiliki hasil lateks paling tinggi pada semua fase gugur daun, sedangkan hasil lateks paling rendah terdapat pada genotipe HP 92/388 dan HP 92/726.

(5)

Berdasarkan hasil pengamatan hasil lateks selama 6 tahun menunjukkan bahwa genotipe HP 92/309 dan HP 92/726 memiliki hasil lateks tinggi, sedangkan genotipe HP 92/211, HP 92/366, dan HP 92/542 memiliki hasil lateks tinggi dan pertumbuhan tanaman jagur. Genotipe HP 92/542 memiliki hasil lateks paling tinggi dan stabil di dua musim, sedangkan genotipe HP 92/726 tergolong stabil, namun hasil lateksnya tergolong rendah. Genotipe HP 92/838 memiliki hasil lateks rendah dan kurang stabil.

(6)

SUMMARY

SAYURANDI. The Analysis of Latex Yield Potential Dynamic of Some Promising Rubber Genotypes PP/07/04 Toward Seasons Change. Supervised by DESTA WIRNAS and SEKAR WOELAN.

Growth and productivity of rubber plant (Hevea brasiliensis) are determined by genetic factor, environments, and genotype x environment interaction. The environmental conditions greatly influence to growth and latex yield potential are the condition of the monthly rainfalls. The objectives of the research were 1) to get information about the variance of latex yield of promising rubber genotypes PP/07/04, 2) to get information about the dynamic of latex yield potential of promising rubber genotypes PP/07/04 in different seasons, and 3) to get the promising rubber genotypes which were stable and high latex yield potential in two seasons.

The plot promotion trial was conducted at Experimental Garden, Sungei Putih Research Centre, Indonesian Rubber Research Institute, Deli Serdang Residance - North Sumatra Province. Exactly 15 genotypes and 2 control clones i.e PB 260 and RRIC 100 which were used as the research materials which have been planted in 2004. The promising rubber genotypes which were used in this research have been evaluated based on latex yield potential for five years of tapping in plot promotion trial. The experimental design used was Random Completely Design (RCD) two factors with three replications. The first factor was genotypes consisted of 15 genotypes and 2 control clones of PB 260 and RRIC 100, the second factor was season consisted of the wet months period (August - November 2015) and dry months period (January - March 2016) based on the classification of Oldeman.

The parameters observed in this research were girth growth, long of tapping panel, barkthickness, number of latex vessels, diameter of latex vessels, sucrose content, anorganic phosphate content, thiol content, latex flow rate, plugging index, dry rubber content, and yield index, latex yield potential, and leaf fall phases of 15 rubber promising genotypes of PP/07/04 and control clones of PB 260 and RRIC 100.

The research results showed that there were significantly different to yield component characters and latex yield potential of rubber promising genotypes PP/07/04. The dynamics of latex yield of promising rubber genotypes of PP/07/04 were influenced by seasons change. The leaf fall phases had significantly different to latex yield of 15 rubber promising genotypes of PP/07/04. The genotype HP 92/542 had the higher latex yield in all of leaf fall phases, while the lower latex yield was found by HP 92/388 and HP 92/726 genotypes.

Based on heritability value showed that the all of yield component characters and latex yield potential had high heritability with h2bs value among 0.52 – 0.93

(7)

while plugging index had significantly correlation but negative value toward latex yield potential.

Based on evaluation result of latex yield potential for six years of tapping showed that HP 92/309 and HP 92/726 genotypes had higher latex yield, while HP 92/211, HP 92/366, and HP 92/542 genotypes had higher latex yield and growth vigorous. The genotype HP 92/542 had higher latex yield and stable in two seasons, while genotype HP 92/726 was stable but had low latex yield. The genotype HP 92/838 had low latex yield and unstable.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

ANALISIS DINAMIKA DAYA HASIL LATEKS BEBERAPA

GENOTIPE KARET HARAPAN PP/07/04 TERHADAP

PERUBAHAN MUSIM

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(10)
(11)
(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2015 ini ialah Analisis Dinamika Daya Hasil Lateks Beberapa Genotipe Karet Harapan PP/07/04 terhadap Perubahan Musim.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Desta Wirnas, SP, MSi dan Dr Dra Sekar Woelan, MP selaku pembimbing. Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tulus atas waktu serta kesempatan yang telah diluangkan oleh komisi pembimbing dalam membimbing, mengarahkan, serta menjadi teladan bagi penulis. Penghargaan serta rasa terima kasih yang tulus penulis sampaikan pula kepada:

1. Rektor Institut Pertanian Bogor, Dekan Sekolah Pascasarjana, dan Ketua Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman IPB yang telah memberikan kesempatan penulis untuk melanjutkan jenjang Pascasarjana IPB. 2. Dr Ir Ade Wachjar, MS sebagai penguji luar komisi pada ujian tesis.

3. Direktur Pusat Penelitian Karet yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan S2 di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

4. Kepala Balai Penelitian Sungei Putih yang telah memberikan beasiswa internal kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan S2 di Sekolah Pascasarjana IPB pada program studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman.

5. Para peneliti di Balai Penelitian Sungei Putih yang selalu memberikan motivasi untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.

6. Para teknisi UPP&PT dan UPPT Balai Penelitian Sungei Putih terkhusus kepada Bapak Indra Gunawan, Ibu Ervina Amd, Bapak Ngateno dan Bapak Gani yang telah banyak membantu dalam kegiatan pengamatan lapang dan laboratorium.

7. Rekan-rekan angkatan PBT 2014 yang saling memberikan motivasi untuk menyelesaikan studi S2 pada program studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura Institut Pertanian Bogor.

Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada bapak, ibu, mertua serta seluruh keluarga, atas segala doa, dan kasih sayangnya. Penulis juga sampaikan terima kasih yang tidak terhingga pada istri tercinta Nurul Atika, SH dan kedua putri tersayang Oryza Sabrina (5 tahun) dan Raihana Anisa Mandhira (2 bulan) yang telah banyak memberikan semangat bagi penulis untuk menyelesaikan studi S2 ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman Karet serta pertanian pada umumnya dan menjadi amal ibadah bagi penulis. Amin.

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ix

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 3

Hipotesis Penelitian 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 4

Botani Tanaman Karet 4

Syarat Tumbuh Tanaman Karet 6

Pemuliaan Tanaman Karet 6

Tahapan Pengujian Genotipe Hasil Seleksi 8

Interaksi Genotipe dan Musim 9

Keragaman Genetik dan Heritabilitas 10

3 BAHAN DAN METODE 12

Tempat dan Waktu 12

Bahan Genetik 12

Metode Penelitian 12

Analisis Data 14

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 18

Kondisi Iklim di Lokasi Penelitian 18

Analisis Komponen Hasil pada Karakter Pertumbuhan dan Anatomi

Kulit Beberapa Genotipe Karet Harapan PP/07/04 20 Analisis Komponen Hasil pada Karakter Fisiologi dan Sifat Aliran

Lateks Beberapa Genotipe Karet Harapan PP/07/04 pada Bulan Kering

dan Bulan Basah 22

Analisis Daya Hasil Lateks pada Berbagai Fase Gugur Daun 15

Genotipe Karet Harapan PP/07/04 36

Pendugaan Komponen Ragam dan Heritabilitas 39

Hubungan antara Karakter Komponen Hasil dangan Daya Hasil Lateks 41 Analisis Daya Hasil Lateks 15 Genotipe Karet Harapan PP/07/04

pada TM-1 sampai dengan TM-6 43

Seleksi Genotipe Karet Harapan PP/07/04 yang Stabil dan Berdaya

Hasil Tinggi 47

5 SIMPULAN DAN SARAN 51

Simpulan 51

(14)

DAFTAR PUSTAKA 52

LAMPIRAN 59

RIWAYAT HIDUP 61

DAFTAR TABEL

1 Model sidik ragam rancangan acak lengkap (RAL) satu faktor 15 2 Model sidik ragam rancangan acak lengkap (RAL) dua faktor 15 3 Data rata-rata iklim 10 tahun terakhir wilayah Kecamatan Galang,

Kabupaten Deli Serdang 18

4 Sidik ragam karakter lilit batang, panjang alur sadap, tebal kulit, jumlah pembuluh lateks, dan diameter pembuluh lateks beberapa genotipe

karet harapan PP/07/04 20

5 Pertumbuhan lilit batang, panjang alur sadap, tebal kulit, jumlah pembuluh lateks, dan diameter pembuluh lateks 15 genotipe karet

harapan PP/07/04 pada umur 11 tahun 22

6 Sidik ragam karakter kadar sukrosa, kadar fosfat anorganik, kadar thiol, kecepatan aliran lateks, dan indeks penyumbatan 15 genotipe karet

harapan PP/07/04 dan klon pembanding 23

7 Karakter kadar sukrosa, kadar fosfat anorganik, kadar thiol, kecepatan aliran lateks, dan indeks penyumbatan 15 genotipe karet harapan

PP/07/04 24

8 Karakter kadar sukrosa, kadar fosfat anorganik, kadar thiol, kecepatan aliran lateks, dan indeks penyumbatan 15 genotipe karet harapan

PP/07/04 pada musim berbeda 26

9 Pengaruh interaksi genotipe dan musim terhadap kadar sukrosa, kadar fosfat anorganik, dan kadar thiol 15 genotipe karet harapan PP/07/04

dan klon pembanding 29

10 Pengaruh interaksi genotipe dan musim pada kecepatan aliran lateks dan indeks penyumbatan 15 genotipe karet harapan PP/07/04 dan klon

pembanding 31

11 Sidik ragam kadar karet kering, indeks hasil, dan hasil lateks 15 genotipe karet harapan PP/07/04 dan klon pembanding 32 12 Kadar karet kering, indeks hasil dan hasil lateks 15 genotipe karet

harapan PP/07/04 dan klon pembanding 32

13 Pengaruh musim terhadap kadar karet kering, indeks hasil dan hasil

lateks 15 genotipe karet harapan PP/07/04 33

14 Pengaruh interaksi genotipe dan musim pada karakter indeks hasil dan hasil lateks 15 genotipe karet harapan PP/07/04 dan klon pembanding 35 15 Sidik ragam daya hasil lateks terhadap fase gugur daun 15 genotipe

karet harapan PP/07/04 dan klon pembanding 36

16 Hasil lateks 15 genotipe karet harapan PP/07/04 terhadap fase gugur

daun 37

(15)

18 Koefisien korelasi antara karakter komponen hasil dengan daya hasil

lateks 15 genotipe karet harapan PP/07/04 42

19 Daya hasil lateks beberapa genotipe karet harapan PP/07/04 selama 6

tahun sadap 43

20 Genotipe karet harapan PP/07/04 yang terseleksi berdasarkan karakter komponen hasil yang berkorelasi nyata terhadap daya hasil lateks 46 21 Karakter kadar sukrosa, kadar fosfat anorganik, dan kadar thiol 5

genotipe terseleksi 47

22 Nilai ragam dalam genotipe, standar deviasi, dan koefisien keragaman

genotipe PP/07/04 di bulan basah 48

23 Nilai ragam dalam genotipe, standar deviasi, dan koefisien keragaman

genotipe PP/07/04 di bulan kering 49

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir penelitian 3

2 Kondisi jumlah curah hujan selama tahun 2007 – Maret 2016 18 3 Kondisi jumlah hari hujan selama tahun 2007 – Maret 2016 19 4 Kondisi suhu udara selama tahun 2007 – Maret 2016 19 5 Kondisi kelembaban udara selama tahun 2007 – Maret 2016 19 6 Fluktuasi curah hujan bulan Agustus 2015 – Maret 2016 26 7 Pengaruh kondisi daun pada setiap fase terhadap hasil lateks 15

genotipe karet PP/07/04 38

8 Hubungan antara pertumbuhan lilit batang dan hasil lateks beberapa

genotipe PP/07/04 44

9 Hubungan antara hasil lateks dengan ragam dalam genotipe dari 15

genotipe karet PP/07/04 di bulan basah 48

10 Hubungan antara hasil lateks dengan ragam dalam genotipe dari 15

genotipe karet PP/07/04 di bulan kering 49

DAFTAR LAMPIRAN

(16)
(17)

1

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Karet merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki nilai penting untuk menghasilkan devisa negara. Total volume karet yang diekspor pada tahun 2013 sebesar 2.7 juta ton dan menghasilkan devisa negara sebesar US$ 7.861 milyar. Hal ini menjadikan karet menduduki posisi terbesar kedua penghasil devisa negara non migas setelah kelapa sawit. Indonesia telah menduduki urutan kedua penghasil karet terbesar di dunia setelah Thailand berdasarkan volume ekspor (BPS 2014).

Pemerintah telah menargetkan untuk menjadi produsen karet nomor satu dunia pada tahun 2025. Diharapkan dengan menjadi produsen karet nomor satu dunia, maka akan meningkatkan devisa negara dan lebih mempermudah dalam pengendalian harga karet di pasar dunia. Kebijakan pemerintah dalam pencapaian target produksi adalah dengan cara meningkatkan produksi karet nasional sebesar 4 juta ton karet kering atau rata-rata produktivitas karet nasional menjadi sebesar 1 200 kg ha-1. Indonesia merupakan negara yang memiliki perkebunan karet terluas di dunia dengan luas areal sekitar 3.56 juta ha, namun produktivitas karet nasional masih tergolong rendah yaitu 1 050 kg ha-1 (Deptan 2014). Rendahnya produktivitas karet Indonesia disebabkan oleh 85% dari total luas areal merupakan perkebunan karet rakyat yang sebagian besar masih menggunakan bahan tanam dengan kualitas rendah (Dirjenbun 2010).

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mencapai target produksi nasional adalah dengan menyebarluaskan klon-klon karet unggul ke berbagai daerah sentra perkebunan karet. Klon karet unggul menjadi salah satu komponen teknologi terpenting untuk mendukung kinerja dan kesinambungan industri perkaretan nasional yang efisien dan berdaya saing tinggi. Penanaman klon unggul di berbagai perkebunan besar secara nyata telah meningkatkan produktivitas kebun serta efisiensi usaha tani karet (Aidi-Daslin et al. 2012).

Upaya untuk mendapatkan klon unggul dilakukan melalui tahapan persilangan, seleksi, dan pengujian klon secara bertahap pada program pemuliaan karet konvensional. Pengujian genotipe diawali dengan uji keturunan (progeny test) pada populasi tanaman semaian F1 hasil persilangan, uji pendahuluan, uji plot promosi hingga pengujian lanjutan/multilokasi. Tahapan seleksi dalam kegiatan pemuliaan perlu dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan sehingga potensi keunggulan suatu klon karet dapat diketahui (Tan 1987; Simmonds 1989).

Aktivitas pemuliaan karet di Indonesia telah menghasilkan berbagai klon karet unggul dengan potensi produktivitas karet yang dihasilkan mencapai lima kali lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman karet asal bibit semaian (Woelan 2013). Klon karet anjuran skala komersial seperti PB 260, PB 330, PB 340, RRIC 100, BPM 24, IRR 112, dan IRR 118 telah banyak berkembang di berbagai perkebunan besar dan rakyat dengan produktivitas aktualnya dapat mencapai 2 000 – 2 500 kg ha-1

(Aidi-Daslin et al. 2009; Aidi-Daslin 2011).

(18)

masing-2

masing wilayah, sehingga kondisi tersebut yang mengakibatkan pola produksi karet tahunan di Indonesia sangat berfluktuasi. Pada semester pertama produksi karet menurun di wilayah bagian utara khatulistiwa sebab memasuki musim kemarau seperti yang terjadi di Provinsi Aceh, Sumatera Utara, dan sebagian pulau kalimantan, sedangkan produksi karet meningkat di bagian selatan khatulistiwa sebab memasuki musim hujan seperti di Provinsi Riau, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Lampung, dan pulau Jawa. Sebaliknya, pada semester dua produksi karet meningkat pada wilayah bagian utara dan menurun pada wilayah bagian selatan disebabkan perubahan distribusi curah hujan (Junaidi et al. 2015).

Kondisi curah hujan rendah (musim kemarau) seperti di Provinsi Sumatera Utara pada umumnya terjadi pada bulan Januari – April, sedangkan curah hujan cukup tinggi terjadi pada bulan Mei – Desember. Sejumlah penelitian membuktikan bahwa faktor agroklimat seperti curah hujan sangat menentukan produktivitas karet (Yeang & Paranjothy 1982; Roux et al. 2000; Gireesh et al. 2011). Seiring dengan perubahan musim, tanaman karet secara siklik periodik mengalami gugur daun pada musim kemarau dan pembentukan daun sempurna terjadi pada saat musim hujan. Kondisi tersebut sangat mempengaruhi produktivitas tanaman (Siregar 2014).

Kondisi curah hujan dapat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman. Tanaman kakao mengalami pertumbuhan yang melambat akibat cekaman kekeringan (Prihastanti et al. 2015). Kondisi kelapa sawit yang kekurangan air berakibat terhadap daun muda tidak membuka, pelepah daun menua sampai pupus patah, dan menurunkan produksi kelapa sawit mencapai 10-40% (Siregar et al. 1995). Klon karet seri RRIC dan RRISL di Sri Lanka menunjukkan adanya respon klon terhadap perubahan musim (Gunasekara et al. 2013).

Penelitian tentang pengaruh musim terhadap produktivitas karet di Indonesia masih sangat terbatas. Pengujian-pengujian klon pada umumnya belum mempertimbangkan respon tiap klon secara spesifik terhadap perubahan musim, meskipun klon-klon unggul sudah ditanam pada berbagai lokasi kebun. Sejauh ini, laporan-laporan kinerja klon-klon yang sedang diuji belum menyajikan adanya dinamika produksi karet menurut musim (Woelan et al. 2013).

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya telah diperoleh sejumlah genotipe harapan hasil uji populasi semaian F1 yang dilanjutkan pada uji plot promosi. Materi genetik yang digunakan pada pengujian plot promosi ini merupakan hasil seleksi genotipe terbaik dari 828 genotipe F1 hasil persilangan 31 120 bunga pada tahun 1992. Terdapat 15 genotipe harapan yang pada saat ini masih dalam proses evaluasi di pengujian plot promosi di Kebun Percobaan Balai Penelitian Sungei Putih yang ditanam pada tahun 2004 (Woelan et al. 2012).

(19)

3 pertumbuhan tanaman dan produksi karet merupakan dua peubah agronomi penting yang sangat dipengaruhi oleh variasi musim. Diperolehnya genotipe yang stabil dan berdaya hasil tinggi pada kondisi tersebut merupakan harapan bagi pemulia tanaman karet.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mendapatkan informasi tentang keragaman hasil lateks genotipe karet harapan PP/07/04.

2. Mendapatkan informasi tentang dinamika hasil lateks genotipe karet harapan PP/07/04 pada musim berbeda.

3. Mendapatkan genotipe karet harapan yang stabil dan berdaya hasil lateks tinggi di dua musim.

Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Terdapat keragaman hasil lateks genotipe karet harapan PP/07/04.

2. Terdapat dinamika hasil lateks genotipe karet harapan PP/07/04 akibat perubahan musim.

3. Terdapat genotipe karet harapan yang stabil dan berdaya hasil tinggi di dua musim.

Gambar 1 Diagam alir penelitian Genotipe karet harapan hasil

persilangan 1992

Pengujian Plot Promosi PP/07/04 sejak tahun 2004

Genotipe karet harapan yang stabil dan berdaya hasil lateks tinggi

Studi keragaman hasil lateks genotipe harapan PP/07/04 di dua musim

Studi dinamika hasil lateks genotipe harapan PP/07/04 akibat perubahan musim

(20)

4

2

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Karet

Tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) merupakan tanaman tahunan (perenial) yang termasuk pada famili Euphorbiaceae penghasil lateks yang telah lama dibudidayakan di wilayah Asia tenggara, Amerika Selatan, dan Afrika. Tanaman ini merupakan tanaman introduksi yang berasal dari lembah Tapajos, Brazil dan masuk ke Indonesia diperkirakan pada tahun 1877 seiring penjajahan zaman kolonial Belanda (Woelan 2013).

Tanaman karet berbentuk pohon dengan tinggi tanaman dapat mencapai 10 - 25 m, bercabang dan mengandung banyak lateks di dalam tanaman. Daun berbentuk elips atau oval berwarna hijau. Setiap tangkai daun terdiri dari tiga anak daun, dan memiliki petiola pendek. Pada umumnya bagian atas daun berwarna hijau tua, sedangkan bagian bawah agak cerah dengan panjang daun berukuran 5 – 35 cm dan lebar 2.5 – 12.5 cm (Sianturi 1996).

Tanaman karet tergolong ke dalam tanaman berumah satu (monoceous) yang bersifat unisexual yaitu pada satu tanaman terdapat bunga betina (femineus) dan bunga jantan (masculus) yang letaknya terpisah (Dijkman 1951). Bunga karet termasuk bunga majemuk tidak terbatas yang berbentuk rangkaian (inflorecentia). Tangkai utamanya (pedenculus) bercabang terdiri dari beberapa malai (panicula) yang berbentuk piramida atau kerucut (Darjanto & Satifah 1982). Bunga betina tumbuh di ujung tangkai dan cabang, sedangkan bunga jantan tumbuh di setiap tangkai bunga yang tersusun dari tiga bunga (trifolia). Kedua bunga ini memiliki tangkai pendek, berbau harum, berwarna kuning untuk bunga jantan dan kuning kehijauan untuk bunga betina.

Ukuran bunga betina pada umumnya lebih besar dari bunga jantan. Bunga betina terdiri atas dasar bunga, tenda bunga, dan bakal buah. Dasar bunga berwarna hijau, tenda bunga terdiri dari lima helai daun bunga yang saling berlekatan pada bagian bawah dan terbelah, sedangkan pada bagian ujung membelah. Bunga jantan terdiri atas tangkai sari (filamen) dan kepala sari (anther). Kepala sari melekat pada tangkai sari tersusun dalam dua lingkaran yang masing-masing lingkaran terdiri dari lima kepala sari (Dijkman 1951).

Karakteristik bunga betina pada beberapa tetua karet bervariasi antara 5 - 16 bunga per tangkai dan 49 - 130 bunga per karangan. Ukuran bunga betina berkisar 8 - 10 mm dengan panjang tangkai putik 3.5 - 4 mm. Karakteristik bunga jantan pada beberapa tetua karet cukup bervariasi, yaitu 295 - 500 bunga per tangkai atau 2 065 – 2 640 bunga per karangan. Masing-masing bunga jantan dari setiap tetua tumbuh pada setiap tangkai utama dan cabang-cabangnya, untuk satu tangkai bunga tersusun atas tiga bunga jantan yang berwarna kuning (Pasaribu & Woelan 2007).

(21)

5 Biji karet memiliki bentuk dan ukuran yang bervariasi tergantung pada masing – masing tetua. Biasanya biji berbentuk bulat atau lonjong (ellips), dengan panjang biji berkisar 14 - 25 mm dan rata-rata berat biji berkisar 3.5 – 6.0 g. Bentuk permukaan perut (ventral) biji agak rata dan punggung (dorsal) agak menonjol. Kulit biji biasanya keras, berkilat dan berwarna cokelat atau cokelat keabu-abuan dengan banyak batik (mozaik) pada permukaan punggung, namun dijumpai sedikit atau tidak ada pada bagian perut biji (Webster & Baulkwill 1989).

Lateks merupakan produk sekunder yang berbentuk cairan berwarna putih susu yang dihasilkan di dalam jaringan kulit (floem). Lateks yang dihasilkan tersebut merupakan hasil dari proses fotosintesis yang terjadi di bagian daun dan ditransfer ke dalam bagian tanaman. Lateks yang mengalami pengeringan tersebut dikenal sebagai karet alam (natural rubber). Di dalam kulit lunak terdapat deretan pembuluh tapis yang vertikal mengandung sukrosa yang merupakan bahan dasar pembentukan lateks (Ginting 1990).

Lateks mengandung partikel karet (isoprena) yang dihasilkan oleh tanaman karet yang tergolong sebagai politerpen yang disintesis melalui lintasan asam mevalonat. Sebagai prekusor dari isoprena adalah asetil koA atau asam asetat, tetapi dalam jaringan berupa sukrosa yang mudah ditranslokasikan (Jacob et al. 1998). Secara fisiologis produksi lateks pada tanaman karet dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu biosintesis atau regenerasi lateks antara dua penyadapan dan lamanya lateks mengalir setelah penyadapan (Kekwick 1989).

Lateks pada tanaman karet dihasilkan dan disimpan dalam sel khusus yang disebut pembuluh lateks (laticifer) yang terletak di dalam jaringan floem. Pembuluh lateks merupakan derivat kambium dan tersusun sebagai cincin konsentris pada kulit tanaman. Terdapat celah (anastomoses) diantara masing-masing cincin pembuluh yang berhubungan satu dengan yang lain, sehingga lateks dapat mengalir dari seluruh daerah aliran lateks pada kulit saat proses penyadapan (Woelan 2013).

Kandungan partikel karet mengisi 30-50% dari berat lateks yang dikeluarkan oleh tanaman karet yang sedang disadap. Kandungan partikel karet ini merupakan 90% total padatan kering dari lateks. Di dalam lateks segar, karet ditemukan sebagai partikel karet berbentuk bulat lonjong dengan ukuran 0.009 – 3.0 µm. Satu partikel karet mengandung beberapa ratus molekul hidrokarbon. Hidrokarbon dikelilingi oleh sebuah membran yang terdiri dari protein dan lipid termasuk fosfolipid. Membran terlihat sebagai bagian yang ultra tipis untuk menjaga osmotikum partikel karet dan ketipisannya mencapai 0.01 µm. Puncak berat molekul karet yang tinggi sampai rendah berkisar antara 1 – 2.5 x 106

dan 1 – 2 x 105 (Tanaka 1989).

(22)

6

Syarat Tumbuh Tanaman Karet

Tanaman karet pada umumnya mampu tumbuh baik di daerah dataran rendah hingga menengah yaitu pada ketinggian 0 – 400 m di atas permukaan laut, kondisi curah hujan berkisar 1 800 – 2 500 mm tahun-1

, jumlah curah hujan 115 - 150 hari tahun-1, serta memiliki bulan kering selama 3 - 4 bulan tahun-1 dan bulan basah selama 8 - 9 bulan tahun-1 (Darmandono 1995). Kisaran suhu optimum yang baik untuk pertumbuhan dan produktivitas tanaman karet adalah berkisar 25 – 28 oC (Thomas et al. 1995).

Dari beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor lingkungan yang secara signifikan dapat mempengaruhi produktivitas tanaman karet adalah curah hujan (jumlah dan frekuensinya), ketinggian tempat, topografi, dan sifat-sifat fisik tanah (Sugiyanto et al. 1998; Hadi et al. 2007). Menurut Basuki (1990) penurunan produksi akibat kesalahan penanaman klon yang tidak sesuai pada daerah basah (curah hujan >3 000 mm tahun-1 tanpa bulan kering) dapat mencapai 7 - 40%, karena tanaman terserang penyakit gugur daun secara berkepanjangan. Penurunan populasi tanaman dan terlambatnya buka sadap dari beberapa klon yang ditanam pada daerah dengan agroklimat basah (curah hujan >2 500 mm tahun-1, dengan 5-6 bulan basah) dibandingkan dengan daerah yang lebih kering (Suhendry 2001). Ketinggian tempat (elevasi) berpengaruh negatif terhadap produktivitas karet, pada ketinggian >700 m dpl sudah memberikan efek yang buruk bagi pertumbuhan dan produksi karet. Bentuk muka lahan (topografi) dengan kemiringan 17 - 40% harus memperhatikan kesesuaian klon untuk daerah tersebut. Untuk daerah berbukit, dengan kemiringan lebih dari 40% sudah memberikan resiko yang besar untuk tanaman karet (Sugiyanto et al. 1998). Disamping berbagai faktor diatas, kemungkinan dapat terjadi perubahan iklim karena pemanasan global yang dapat mempengaruhi daerah optimum untuk budidaya tanaman (Mearns 2000).

Faktor lingkungan sangat mempengaruhi produktivitas karet. Penanaman klon-klon tertentu pada suatu lingkungan (agroekosistem) akan menjadi pertimbangan penting, agar diperoleh produktivitas klon yang optimal. Indonesia dengan keragaman lingkungan yang luas, memerlukan alternatif pilihan berbagai jenis klon unggul yang sesuai untuk lingkungan tertentu (Suhendry 2001).

Pemuliaan Tanaman Karet

Program pemuliaan tanaman karet bertujuan untuk mendapatkan klon dengan potensi hasil lateks tinggi, pertumbuhan tanaman jagur, resisten terhadap penyakit, toleran terhadap angin, kualitas karet tinggi, serta respon terhadap stimulansia (Lasminingsih & Situmorang 1990). Kemajuan pemuliaan tanaman karet dapat diukur dari pencapaian peningkatan potensi produksi dari klon-klon unggul baru dibandingkan dengan klon sebelumnya. Selama empat generasi siklus pemuliaan tanaman karet dari tahun 1910 sampai dengan saat ini telah mencapai kemajuan yang cukup signifikan terhadap peningkatan hasil lateks yang telah mencapai lima kali lipat dibandingkan dengan tanaman seedling.

(23)

7 AVROS 2037 dengan produksi karet berkisar 1 200 – 1 500 kg ha-1. Generasi ketiga (G3) dimulai pada tahun 1960 – 1985. Materi genetik merupakan klon hasil persilangan tetua unggul.

Klon karet yang termasuk pada G3 yaitu BPM 1, BPM 107, PR 255, dan TM 2. Klon-klon tersebut memiliki produksi karet berkisar 1 750 – 2 000 kg ha-1. Generasi keempat (G4) dimulai pada tahun 1985 – 2010. Materi genetik merupakan klon hasil persilangan tetua unggul generasi ketiga. Klon yang tergolong pada G4 seperti IRR 104, IRR 118, IRR 220, dan IRR 311. Klon tersebut memiliki produksi karet berkisar 2 100 – 2 500 kg ha-1. Klon karet pada G4 memiliki produksi karet tinggi dan memiliki masa tanaman belum menghasilkan (TBM) lebih singkat yaitu selama empat tahun (Aidi-Daslin et al. 2009). Klon-klon tersebut diseleksi melalui serangkaian kegiatan evaluasi beberapa karakter pendukung di antaranya adalah karakter komponen hasil yang berkaitan dengan produksi karet.

Karakter komponen hasil merupakan karakter kuantitatif yang memiliki pengaruh terhadap hasil (Woelan et al. 2013). Karakter komponen hasil seperti pertumbuhan tanaman (lilit batang, tebal kulit), anatomi kulit (jumlah pembuluh lateks, diameter pembuluh lateks, partikel karet), fisiologi lateks (sukrosa, fosfat anorganik, tiol, indeks penyumbatan, kadar karet kering dan indeks hasil) memiliki hubungan yang cukup kuat terhadap hasil lateks. Karakter lilit batang dan tebal kulit merupakan parameter penentu dalam awal tanaman karet dapat disadap. Kriteria tanaman dapat disadap jika pada ketinggian 130 cm memiliki lingkar batang sebesar 45 cm dengan ukuran tebal kulit ≥ 7 mm. Selain itu, pertumbuhan tanaman yang jagur sangat diharapkan untuk mempersingkat masa tanaman belum menghasilkan (Siagian dan Siregar 2013).

Tanaman karet menghasilkan lateks yang disimpan di dalam sel khusus yang disebut pembuluh lateks dan berada di dalam jaringan floem kulit pohon. Pembuluh lateks dibentuk oleh aktivitas kambium yang tersusun sebagai cincin konsentris, bercabang, dan mempunyai pori penghubung antar pembuluh lateks. Percabangan dan pori antara pembuluh ini akan membantu aliran lateks ke daerah yang mengalami pelukaan. Pembuluh lateks yang berada di lapisan paling luar berumur lebih tua dan mempunyai ukuran sel yang lebih besar dibandingkan pembuluh dekat kambium. Jumlah pembuluh lateks, jumlah cincin pembuluh lateks dan diameter pembuluh lateks menjadi faktor histologis yang menentukan produksi karet (Atminingsih 2015). Tanaman karet mempunyai ciri khas dibandingkan dengan tanaman bergetah lain karena dalam pembuluh lateks tidak terdapat pati tetapi lebih banyak sukrosa (Kekwick 2001).

Pembentukan partikel karet diawali dengan proses fotosintesis yang menghasilkan glukosa, sukrosa atau karbohidrat lain, lipid, protein, dan metabolit sekunder melalui berbagai lintasan yang terkoordinasi dengan proses respirasi (glikolisis dan siklus trikarboksilat). Metabolit sekunder berupa senyawa fenolik maupun produk sekunder mengandung N yang secara spesifik mempunyai lintasan tertentu antara lain lintasan siklamat, malonat maupun mevalonat (Taiz & Zeiger 1991).

(24)

8

proses glikolisis di dalam pembuluh lateks (Mesquita et al 2006). Selanjutnya melalui serangkaian reaksi enzimatik, Asetil-CoA yang dihasilkan dari glikolisis membentuk rantai isoprena 5 karbon yaitu isopentenil pirofosfat (IPP).

Proses pembentukan IPP ini memerlukan energi terutama dalam bentuk ATP dan tenaga pereduksi NADPH yang dihasilkan dari proses glikolisis. Isopentenil pirofosfat dikatalisis oleh enzim isopentenil-difosfatisomerase sehingga membentuk dimetilalil pirofosfat (DMAPP) (Atminingsih 2015). Enzim Preniltransferase, maka DMAPP dan IPP membentuk geranil pirofosfat. Enzim rubber transferase mengkatalis pemanjangan molekul karet dengan penambahan molekul IPP secara berturut-turut. Biosintesis lateks dikontrol antara lain oleh regulasi pH dan komposisi ion sitosol lateks (Jacob et al. 1989).

Metabolisme pembentukan partikel karet dipengaruhi oleh beberapa karakter fisiologi yang dapat dideteksi dengan diagnosis lateks atau dengan mengamati beberapa peubah fisiologi lainnya. Menurut Sumarmadji (1999), kandungan lateks dan jaringan kulit yang dapat digunakan untuk mendiskripsikan karakter fisiologi adalah kadar sukrosa, fosfat anorganik (Pi), thiol (R-SH), pH lateks, total solid content (TSC) atau Kadar Karet Kering (KKK) dan Indeks Penyumbatan (IP).

Sukrosa merupakan indikator yang penting karena merupakan prekursor untuk mensintesis partikel karet. Fosfat anorganik merupakan indikator untuk proses metabolisme. Tingginya kadar Pi mencerminkan aktifnya metabolisme dalam biosintesis karet. Thiol merupakan aktivator berbagai enzim yang diperlukan untuk stabilitas membran lutoid yaitu menetralisasi beberapa macam senyawa oksigen toksik atau reactive oxygen species (ROS) seperti: O2, H2O2, dan

OH-. pH lateks berhubungan dengan aktivitas metabolisme lateks terutama berpengaruh terhadap enzim yang berperan dalam biosintesis lateks. Total Solid Content atau KKK merupakan pencerminan kemampuan biosintesis lateks. Semakin tinggi kadarnya semakin lambat aliran lateks dan berkorelasi positif dengan IP (Atminingsih 2015). Thiol juga berperan dalam mengaktifkan beberapa enzim terutama yang berhubungan dengan cekaman lingkungan. Thiol berperan menjaga stabilitas membran lutoid dengan cara menetralisir senyawa oksigen toksik seperti O2, dan H2O2. Konsentrasi thiol akan semakin menurun dengan

adanya perlakuan stimulan (Nair et al 2004).

Tahapan Pengujian Genotipe Hasil Seleksi

Klon karet unggul dihasilkan dari serangkain kegiatan pemuliaan tanaman karet secara konvensional yang membutuhkan waktu cukup panjang yaitu berkisar 25 - 30 tahun. Tahapan pengujian klon karet terdiri dari uji keturunan (progeny test), uji pendahuluan/ plot promosi, dan uji lanjutan/multilokasi. Tahap awal dari kegiatan pemuliaan adalah melakukan kegiatan hibridisasi tetua unggul. Hasil hibridisasi selanjutnya ditanam pada uji keturunan yang sering disebut Seeding Evaluation Trial (SET). Evaluasi dilakukan pada tanaman F1 hasil persilangan selama 2 – 3 tahun. Genotipe hasil persilangan tersebut ditanam dengan jarak tanam 2 x 2 m. Seleksi individu dilakukan berdasarkan potensi hasil lateks dan sifat pertumbuhan tanaman.

(25)

9 genetik yang diperbanyak secara vegetatif namun masih dalam tahap evaluasi dan belum dirilis. Masing-masing genotipe diperbanyak 30 – 60 tanaman dan ditanam dengan jarak tanam 5 m x 4 m. Pengamatan yang dilakukan pada pengujian tersebut umumnya lebih dititikberatkan pada seleksi genotipe-genotipe dengan pertumbuhan jagur, produksi karet tinggi, dan tahan terhadap penyakit (Suhendry 2002). Pada uji pendahuluan/plot promosi akan diperoleh klon-klon unggul harapan dengan nama seri IRR (Indonesian Rubber Research).

Uji lanjutan/adaptasi merupakan tahapan akhir dari siklus seleksi. pengujian ini dilakukan bertujuan untuk menguji klon karet harapan yang berasal dari uji pendahuluan/plot promosi. Pengujian klon karet harapan dilakukan pada berbagai agroekosistem seperti daerah beriklim kering dan basah, air tanah dangkal, berbagai ketinggian tempat, lahan pasang surut, daerah berbukit dan lain-lain.

Hasil pengujian ini akan diperoleh informasi interaksi genotipe dan lingkungan. Jika tidak ditemukan interaksi genotipe dan lingkungan, maka untuk menentukan klon yang ideal sangat mudah untuk dilakukan yaitu dengan memilih klon-klon harapan dengan rata-rata hasil karet yang lebih tinggi. Jika ditemukan interaksi genotipe dan lingkungan, maka pemilihan klon berdasarkan lokasi spesifik. Karakter agronomi sangat penting digunakan sebagai parameter seleksi dalam pemilihan klon-klon karet unggul. Respon sifat-sifat agronomi pada interaksi genotipe dan lingkungan berguna dalam seleksi klon untuk ditanam pada lingkungan luas atau hanya untuk lingkungan tertentu (Allard 1960; Aidi-Daslin & Sayurandi 2006).

Interaksi Genotipe dan Musim

Peningkatan produktivitas tanaman dapat dilakukan dengan cara merakit suatu varietas berdaya hasil tinggi. Genotipe harapan yang akan dijadikan suatu varietas tidak hanya cukup melihat faktor genetik saja, namun pengaruh lingkungan perlu diperhatikan sebab faktor lingkungan memiliki peranan dalam penampilan fenotipe tanaman (Syukur et al. 2012). Perbedaan penampilan tanaman dapat dipengaruhi oleh kondisi suhu, cahaya, musim, dan nutrisi. Penelitian berkaitan dengan daya hasil tanaman pada genotipe karet harapan terhadap perubahan musim (kemarau dan hujan) perlu dilakukan untuk mengetahui penampilan tanaman dan perbedaan potensi produktivitas tanaman.

Menurut Sari et al. (2013) dalam pengujian varietas tanaman perlu memperhatikan besarnya interaksi antara genotipe dan lingkungan. Evaluasi calon varietas baru perlu dilakukan untuk mengetahui keunggulan potensi hasil dan interaksi genotipe terhadap lingkungan (Kuswanto 2007). Lingkungan sebagai tempat tumbuh tanaman juga memiliki peran yang tidak kalah penting terhadap daya hasil. Lingkungan tumbuh yang sesuai akan mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman sehingga tanaman dapat berproduksi secara optimal. Suatu karakter tidak dapat berkembang dengan baik apabila hanya dipengaruhi oleh genetik tanpa lingkungan yang sesuai. Sebaliknya, keadaan lingkungan yang optimal tidak akan menyebabkan suatu karakter dapat berkembang dengan baik tanpa didukung oleh genetik tanaman (Aidi-Daslin & Sayurandi 2006).

(26)

10

lingkungan. Informasi mengenai interaksi genotipe dan lingkungan berguna untuk menentukan adaptasi genotipe di lingkungan tertentu serta menentukan stabilitas genotipe.

Pada tanaman karet, kondisi lingkungan yang berpengaruh terhadap daya hasil lateks adalah jumlah curah hujan, hari hujan, suhu udara dan radiasi matahari. Untuk wilayah di Indonesia kondisi yang lebih berperan adalah jumlah curah hujan dan hari hujan, sedangkan faktor suhu dan radiasi bukan faktor pembatas utama (Oktavia & Lasminingsih 2010). Kondisi tanaman pada saat musim kemarau mengakibatkan tanaman menggugurkan daunnya. Kondisi tersebut menyebabkan kapasitas fotosintesis tanaman karet menurun, sehingga berakibat menurunnya hasil lateks. Penurunan daya hasil lateks umumnya terjadi pada waktu pembentukan daun baru (Cahyo et al. 2011).

Keragaan tanaman dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan serta interaksi keduanya. Lingkungan dapat didefinisikan sebagai gabungan semua peubah bukan genetik yang mempengaruhi ekspresi genotipik, termasuk lokasi, musim, dan pengelolaan tanaman. Keragaan daya hasil yang tidak konsisten terhadap perubahan lingkungan merupakan indikasi adanya interaksi genotipe x lingkungan. Adanya pengaruh interaksi genotipe dan lingkungan terhadap daya hasil maka seleksi yang dapat dilakukan adalah menyeleksi genotipe yang memiliki daya hasil tinggi dan stabil serta menyeleksi genotipe yang memiliki daya hasil tinggi dan beradaptasi baik pada lingkungan spesifik (Syukur et al. 2012).

Keragaman Genetik dan Heritabilitas

Ragam genetik dan heritabilitas merupakan parameter genetik yang penting dalam pemuliaan tanaman. Ragam genetik adalah ragam yang diwariskan oleh tetua kepada turunannya. Proporsi ragam genetik terhadap ragam fenotipe suatu karakter disebut heritabilitas. Heritabilitas adalah proporsi keragaman genetik dalam suatu populasi yang diwariskan dari tetua kepada turunannya. Heritabilitas dapat dianalisis berdasarkan perbandingan keragaman genetik dengan keragaman fenotipe.

Heritabilitas adalah parameter genetik yang digunakan untuk mengukur kemampuan suatu genotipe dalam populasi tanaman dalam mewariskan karakter yang dimilikinya atau suatu pendugaan yang mengukur sejauh mana variabilitas penampilan suatu genotipe dalam populasi terutama yang disebabkan oleh peranan faktor genetik. Heritabilitas suatu karakter penting diketahui, terutama untuk menduga besarnya pengaruh lingkungan terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman serta pemilihan lingkungan yang sesuai untuk proses seleksi. Heritabilitas merupakan parameter genetik untuk memilih sistem seleksi yang efektif.

(27)

11 perbedaan penampilan suatu karakter disebabkan oleh faktor genetik atau lingkungan.

Keragaman yang muncul dari suatu populasi tanaman merupakan hasil kombinasi genotipe dan pengaruh lingkungan. Keragaman adalah perbedaan yang ditimbulkan dari suatu penampilan populasi tanaman. Keragaman genetik merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pemuliaan tanaman. Adanya keragaman genetik dalam suatu populasi berarti terdapat variasi nilai genotipe antar individu dalam populasi tersebut. Keragaman menentukan efektifitas seleksi. Seleksi akan efektif apabila keragaman luas. Selain keragaman, heritabilitas juga menetukan efektifitas suatu seleksi. Heritabilitas merupakan suatu parameter genetik yang mengukur kemampuan suatu genotipe dalam populasi tanaman untuk mewariskan karakter yang dimiliki. Makin tinggi nilai heritabilitas suatu sifat maka makin besar pengaruh genetiknya dibanding lingkungan.

(28)

12

3 BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Pengujian plot promosi dari 15 genotipe karet harapan dan 2 klon pembanding dibangun di Kebun Percobaan Balai Penelitian Sungei Putih, Pusat Penelitian Karet pada tahun 2004, Kabupaten Deli Serdang - Provinsi Sumatera Utara yang terletak pada ketinggian ± 54 m di atas permukaan laut (dpl) dan berada pada posisi 3o arah utara khatulistiwa. Klasifikasi jenis tanah digolongkan ke dalam tanah ultisol. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2015 sampai dengan bulan Maret 2016.

Bahan Genetik

Materi genetik yang digunakan pada pengujian plot promosi terdiri dari 15 genotipe harapan yang telah berumur 11 tahun, yaitu: HP 92/109, HP 92/179, HP 92/211, HP 92/309, HP 92/327, HP 92/366, HP 92/368, HP 92/388, HP 92/542, HP 92/669, HP 92/677, HP 92/704, HP 92/ 711, HP 92/726, dan HP 92/838 serta 2 klon komersial yang sudah banyak dibudidayakan pada perkebunan karet yaitu PB 260 dan RRIC 100 sebagai klon pembanding. Seluruh genotipe yang diuji dalam penelitian telah dievaluasi daya hasil lateksnya selama lima tahun di pengujian plot promosi.

Metode Penelitian

Pengujian plot promosi dibangun di Kebun Percobaan Balai Penelitian Sungei Putih, Pusat Penelitian Karet pada tahun 2004. Penelitian ini dirancang menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah genotipe karet harapan yaitu sebanyak 15 genotipe dan 2 klon pembanding, sedangkan faktor kedua adalah faktor musim yaitu periode bulan basah (Agustus - Nopember 2015) dan periode bulan kering (Januari - Maret 2016). Berdasarkan data curah hujan 10 tahun terakhir dari Stasiun Metereologi Balai Penelitian Sungei Putih, musim kemarau di lokasi penelitian terjadi pada bulan Januari - April dengan curah hujan berkisar 65 - 91 mm bulan-1 dan musim hujan terjadi pada bulan Agustus - Nopember dengan curah hujan berkisar 205-270 mm bulan-1. Menurut sistem klasifikasi Oldeman bahwa yang tergolong bulan kering yaitu jumlah curah hujan bulanan ≤100 mm bulan-1 dan tergolong bulan basah yaitu jumlah curah hujan bulanan >200 mm bulan-1.

Masing-masing genotipe terdiri dari 60 tanaman yang dibagi menjadi tiga ulangan dan setiap ulangan terdiri dari 20 tanaman. Masing-masing genotipe ditanam dengan menggunakan jarak tanam 5 m x 4 m. Pemeliharaan tanaman di lokasi pengujian seperti pembersihan areal dari gulma pengganggu tanaman dan pengendalian penyakit tanaman mengikuti standar pengelolaan kebun yang direkomendasikan oleh Pusat Penelitian Karet. Pemupukan dilakukan dua kali dalam setahun yaitu pada bulan Juni dan Desember dengan dosis masing-masing per aplikasi yaitu 175 g pohon-1 pupuk Urea, 100 g pohon-1 pupuk SP-36, 150 g pohon-1 pupuk MoP (Muriate of Potash) dan 38 g pohon-1 pupuk Kieserit.

Pengamatan dilakukan pada empat pohon contoh dalam setiap satuan percobaan dengan peubah-peubah sebagai berikut:

(29)

13 2. Tebal kulit, contoh kulit diambil dengan menggunakan alat pelobang kulit yang terbuat dari besi dengan diameter 1 cm. Alat yang digunakan untuk mengukur ketebalan kulit adalah caliper. Sampel kulit diambil di atas 5 cm dari sudut awal bidang sadap. Pengamatan dilakukan satu kali selama penelitian yaitu pada bulan Desember 2015.

3. Jumlah pembuluh lateks, diamati dengan menggunakan metode Gomez et al. (1972). Fiksasi contoh kulit dilakukan dengan larutan FAA (Formalin Acetic Acid). Pembuatan preparat semi permanen: kulit yang telah difiksasi dimasukkan ke dalam larutan KOH 15% selama 1 jam, kemudian dibilas dengan air mengalir selama 5 menit dan dikeringkan dengan menggunakan kertas tisue. Sampel kulit direndam kembali ke dalam larutan HNO3 selama 2

jam dan proses selanjutnya merendam sampel kulit dalam larutan alkohol 70% selama 15 menit. Kemudian preparat diiris dengan menggunakan pisau silet yang tajam secara membujur untuk melihat jumlah pembuluh. Masing-masing irisan tipis dari preparat tersebut diletakkan di gelas objek dan ditutup dengan gelas penutup (cover glass) yang sebelumnya diberi pewarna sudan III selama 30 menit. Pengamatan dilakukan di bawah mikroskop dengan pembesaran 40 x. Pengamatan dilakukan satu kali selama penelitian yaitu pada bulan Desember 2015.

4. Diameter Pembuluh Lateks, diamati dengan menggunakan metode Gomez et al. (1972). Untuk melihat ukuran diameter pembuluh lateks maka preparat diiris secara melintang. Masing-masing irisan tipis dari preparat tersebut diletakkan di gelas objek dan ditutup dengan gelas penutup (cover glass) yang sebelumnya diberikan gliserin untuk menjaga preparat itu tidak mengering. Setelah itu, pengamatan dilakukan di bawah mikroskop dan diamati dengan pembesaran 40 x. Pengamatan dilakukan satu kali selama penelitian yaitu pada bulan Desember 2015.

5. Panjang alur sadap, diukur sepanjang bidang sadap pada masing-masing genotipe. Pengamatan dilakukan satu kali selama penelitian yaitu pada bulan Desember 2015

6. Kecepatan aliran lateks, dihitung dengan menggunakan metode Milford et al. (1969) yaitu membandingkan volume lateks (ml) yang mengalir pada lima menit pertama dalam satu kali sadap dengan panjang alur sadapan (cm) dikali 0.5. Pengamatan dilakukan dua kali yaitu satu kali pada saat bulan basah dan satu kali pada saat bulan kering.

7. Indeks penyumbatan, diamati dengan menggunakan metode Milford et al. (1969) yaitu membandingkan volume lateks yang mengalir selama 5 menit pertama yang dihasilkan dalam satu kali sadap dengan total volume lateks dikali 100%. Pengamatan dilakukan dua kali yaitu satu kali pada saat bulan basah dan satu kali pada saat bulan kering.

8. Kadar fospat anorganik, dilakukan dengan menggunakan metode Taussky & Shorr (1953) yaitu berdasarkan prinsip reaksi dengan molibdat menghasilkan kompleks Pi-molibdat berwarna biru yang terabsorsi pada panjang gelombang λ 750 nm. Nilai absorban diukur dengan spektrofotometer Beckham DU 650. Pengamatan dilakukan dua kali yaitu satu kali pada saat bulan basah dan satu kali pada saat bulan kering.

(30)

14

berwarna hijau biru yang terabsorbsi pada panjang gelombang λ 627 nm. Pengamatan dilakukan dua kali yaitu satu kali pada saat bulan basah dan satu kali pada saat bulan kering.

10. Kadar tiol, diukur dengan menggunakan metode McMullen (1960) yaitu serum TCA berdasarkan prinsip reaksinya denganasam dithiobis-nitrobenzoat (DNTP) untuk membentuk TNB yang berwarna kuning yang terabsorbsi pada λ 412 nm dengan spektrofotometer Beckman DU 650. Pengamatan dilakukan dua kali yaitu satu kali pada saat bulan basah dan satu kali pada saat bulan kering.

11. Kadar karet kering, diukur dengan beberapa tetes contoh lateks segar pada gelas objek, ditimbang bobot basahnya, kemudian dioven selama kurang lebih 1 x 24 jam dengan suhu sekitar 100ºC sehingga bobotnya tidak berubah lagi. Nilai kadar karet kering adalah bobot kering dibagi dengan bobot basah dan dikalikan dengan 100%. Pengamatan dilakukan dua kali yaitu satu kali pada saat bulan basah dan satu kali pada saat bulan kering.

12. Indeks hasil, dihitung dengan cara mengukur volume lateks (ml pohon-1 sadap-1) dibagi dengan ukuran lilit batang tanaman dikali 100%. Pengamatan dilakukan dua kali yaitu satu kali pada saat bulan basah dan satu kali pada saat bulan kering.

13. Hasil lateks, diamati dengan cara menyadap kulit pada panel BO-2 (bark orginal pada panel kedua). Penyadapan pada panel BO-2 dilakukan pada ketinggian panel sadap ± 100 cm di atas pertautan okulasi. Penyadapan dilakukan dengan menggunakan sistem sadap S/2 d3 (disadap setengah lingkaran serta disadap tiga hari sekali). Untuk mengetahui daya hasil karet kering per pohon, maka dilakukan dengan cara mengukur volume lateks dengan gelas ukur dan dikalikan dengan kadar karet kering pada masing-masing genotipe yang dinyatakan dalam bentuk gram-1 pohon-1 sadap-1. Pengamatan daya hasil lateks dilakukan pada bulan basah dan bulan kering. Pengamatan pada bulan basah dilakukan selama empat bulan (empat puluh kali penyadapan) yaitu mulai bulan Agustus – November 2015 dan pada bulan kering dilakukan selama tiga bulan (tiga puluh kali penyadapan) yaitu mulai bulan Januari – Maret 2016.

14. Kondisi perdaunan, diamati dengan mengikuti fase gugur daun yaitu fase 1 (mulai muncul tanda-tanda daun menguning sampai kuning sebagian), fase 2 (daun dalam kondisi kuning menyeluruh dan sebagian sudah gugur), fase 3 (semua daun gugur dan muncul kuncup daun berwarna cokelat), fase 4 (daun mulai berwarna hijau muda), fase 5 (kondisi daun berwarna hijau tua) (Oktavia dan Lasminingsih 2010). Pengamatan kondisi perdaunan dilakukan pada masing-masing genotipe.

Analisis Data

1. Analisis Komponen Hasil pada Karakter Pertumbuhan dan Anatomi

Kulit Beberapa Genotipe Karet Harapan PP/07/04

(31)

15 pembuluh lateks. Data karakter komponen hasil tersebut diambil satu kali selama penelitian yaitu pada bulan Desember 2015. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan analisis ragam (Anova). Jika perlakuan menunjukkan pengaruh nyata maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji Tukey. Sumber keragaman rancangan acak lengkap (RAL) satu faktor disajikan pada Tabel 1 (Mattjik dan Sumertajaya 2006).

Tabel 1 Model sidik ragam rancangan acak lengkap (RAL) satu faktor Sumber

keragaman db JK KT F value E(KT)

Genotipe (G) g-1 JKG KTG KTG/KTE σ2+rσ2g

Galat e-1 JKE KTE σ2

Total gr-1

2. Analisis Dinamika Komponen Hasil pada Karakter Fisiologi dan Sifat Aliran Lateks serta Daya Hasil Lateks Beberapa Genotipe Karet Harapan PP/07/04 pada Bulan Kering dan Bulan Basah

Komponen hasil yang dianalisis pada penelitian ini yaitu karakter fisiologi (kadar sukrosa, kadar fosfat anorganik, dan kadar thiol), sifat aliran lateks (kecepatan aliran lateks dan indeks penyumbatan), kadar karet kering, indeks hasil, dan hasil lateks. Data tersebut diambil di dua musim yaitu pada saat di bulan basah dan di bulan kering. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan analisis ragam (Anova). Jika perlakuan menunjukkan pengaruh nyata maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji Tukey. Sumber keragaman rancangan acak lengkap (RAL) faktorial disajikan pada Tabel 1 (Mattjik dan Sumertajaya 2006).

Tabel 2 Model sidik ragam rancangan acak lengkap (RAL) dua faktor Sumber

keragaman db JK KT F value E(KT)

Genotipe (G) g-1 JKG KTG KTG/KTE σ2+rmσ2g

Musim (M) m-1 JKM KTM KTM/KTE σ2+rgσ2m

GxM (g-1)(m-1) JKGxM KTGxM KTGxM/KTE σ2+rσ2gm

Galat e-1 JKE KTE σ2

Total gmr-1

3. Analisis Daya Hasil Lateks Pada Berbagai Fase Gugur Daun Beberapa Genotipe Karet Harapan PP/07/4

(32)

16

gugur daun. Jika perlakuan menunjukkan pengaruh nyata maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji Tukey.

4. Pendugaan Komponen Ragam dan Heritabilitas

Studi keragaman antar genotipe akibat perubahan musim dapat dihitung dengan menggunakan rumus yang dikembangkan oleh Hallauer dan Miranda (1995) yaitu sebagai berikut:

Ragam fenotipe (σ2p) = σ2g +σ2e +σ2gm

Ragam genotipe (σ2

g) = (KTG-KTE)/rm Ragam interaksi (σ2

gm) = (KTGxM-KTE)/r Ragam lingkungan (σ2

e) = KTE/r

Heritabilitas dalam arti luas (h2bs) = (σ2g/σ2p) x100%

Nilai heritabilitas diklasifikasikan menurut Stansfield (1991) yaitu sebagai berikut:

0 < h2 < 20% (rendah) 20% < h2 < 50% (sedang) 50% < h2 < 100% (tinggi)

Penghitungan koefisien keragaman genetik (KKG) yaitu dengan rumus:

KKG = σg x 100%

Kriteria koefisien keragaman genetik (KKG) dibagi dalam tiga kategori (Alnopri 2014) yaitu sebagai berikut:

Kategori sempit : 0-10% Kategori sedang : 10-20% Kategori luas : >20%

Penghitungan ragam hasil lateks dalam genotipe untuk masing-masing genotipe pada setiap musim dianalisis dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Nilai ragam (σ2

):

(xi− )2

�=1

σ2

=

n – 1

Koefisien keragaman (KK):

KK =√σ

2

100%

Keterangan: σ2

: ragam

(33)

17 xi : data hasil lateks per tanaman pada genotipe ke-i

: rata-rata hasil lateks setiap genotipe

5. Hubungan antara Karakter Komponen Hasil dengan Daya Hasil Lateks

Analisis korelasi bertujuan untuk mengetahui keeratan hubungan antara karakter komponen hasil dengan daya hasil lateks. Nilai korelasi dihitung dengan menggunakan rumus Singh & Chaudary (1979) yaitu sebagai berikut:

rxy =

1 1− 1) ( 1

[ 12 − ( 1)2][ 1 2 −( 1)2]

Keterangan: rxy = koefisien korelasi antar karakter bebas (x) dengan karakter hasil

(y), n = banyaknya genotipe, x = karakter bebas, y = karakter hasil.

6. Analisis Dinamika Hasil Lateks pada TM-1 sampai TM-6

Analisis data pengamatan dinamika hasil lateks pada tanaman menghasilkan tahun pertama (TM-1) sampai dengan tahun ke enam (TM-6) dengan menggunakan data sekunder yang terkumpul selama 5 tahun serta data TM-6 yang merupakan data hasil penelitian. Analisis data dilakukan dengan menguji nilai tengah masing-masing genotipe dengan klon pembanding PB 260 menggunakan uji t-student dengan rumus sebagai berikut:

t hitung = 1− 2 −�

�( 1− 2)

dimana:

�( 1− 2)= √(� 12

1 +

�22 2)

Keterangan : 1 : rata-rata data pengamatan pada setiap genotipe

2 : rata-rata data pengamatan pada klon pembanding

n1 : jumlah tanaman pada setiap genotipe

n2 : jumlah tanaman pada klon pembanding

( 1 2) : simpangan baku

7. Seleksi Genotipe Karet Harapan PP/07/04 Berdaya Hasil Tinggi dan Stabil di Dua Musim

(34)

18

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Iklim di Lokasi Penelitian

Iklim sebagai faktor eksternal seperti kondisi curah hujan, jumlah hari hujan, suhu, dan kelembaban udara berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil lateks pada tanaman karet (Oktavia & Lasminingsih 2010). Data rata-rata iklim selama 10 tahun terakhir di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 3 dan pola sebarannya disajikan pada Gambar 2,3,4, dan 5.

Bulan Januari, Februari, Maret dan April memasuki musim kemarau (bulan kering) dengan rata-rata jumlah curah hujan berkisar antara 65 – 91 mm bulan-1, jumlah hari hujan berkisar antara 6 – 11 hari bulan-1, dan kelembaban udara

Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) tahun 2007 – Maret 2016

Gambar 2 Kondisi jumlah curah hujan selama tahun 2007 – Maret 2016

0

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des

(35)

19

Gambar 3 Kondisi jumlah hari hujan selama tahun 2007 – Maret 2016

Gambar 4 Kondisi suhu udara selama tahun 2007 – Maret 2016

Gambar 5 Kondisi kelembaban udara selama tahun 2007 – Maret 2016

0

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des

Ju

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des

Su

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des

(36)

20

Klon karet akan memiliki respon yang berbeda pada kondisi perubahan musim yaitu perubahan dari bulan kering ke bulan basah. Menurut Aidi-Daslin (1986), tanaman karet yang memiliki siklus hidup yang panjang (tanaman tahunan), jumlah dan distribusi curah hujan sangat penting dipelajari sebab dapat mempengaruhi pertumbuhan dan hasil lateks. Kondisi curah hujan rendah tanaman karet secara alami beradaptasi dengan cara menggugurkan daunnya. Hal ini dilakukan sebagai antisipasi fisiologi tanaman menanggapi kekurangan air pada bulan-bulan kering yang terjadi pada setiap tahunnya. Sejalan dengan perubahan curah hujan, maka daun-daun tanaman tumbuh kembali dan selanjutnya daun-daun tersebut berfungsi kembali sebagai sumber asimilat bagi pertumbuhan tajuk dan pembentukan lateks (Siregar 2008; Siregar 2014). Perubahan kondisi curah hujan dan pola gugur daun tersebut diduga akan mempengaruhi respon masing-masing genotipe terhadap pertumbuhan dan hasil lateks.

Analisis Komponen Hasil pada Karakter Pertumbuhan dan Anatomi Kulit Beberapa Genotipe Karet Harapan PP/07/04

Data hasil analisis ragam karakter lilit batang, panjang alur sadap, tebal kulit, jumlah pembuluh lateks, dan diameter pembuluh lateks beberapa genotipe karet harapan PP/07/04 disajikan pada Tabel 4. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pertumbuhan lilit batang, panjang alur sadap, tebal kulit, jumlah pembuluh lateks, dan diameter pembuluh lateks berbeda nyata di antara genotipe.

Tabel 4 Sidik ragam karakter lilit batang, panjang alur sadap, tebal kulit, jumlah pembuluh lateks, dan diameter pembuluh lateks beberapa genotipe karet harapan PP/07/04.

Keterangan: tanda *;** = berrturut-turut berbeda nyata pada α 0.05 dan α 0.01

(37)

21 Menurut Aidi-Daslin et al. (2012), seleksi klon karet berdasarkan pertumbuhan tanaman pada masa TM berkaitan dengan potensi kayu yang akan dihasilkan pada saat peremajaan tanaman (replanting). Pemanfaatan kayu karet pada saat ini berkembang secara cepat, baik untuk bahan baku industri perabotan maupun jenis papan partikel. Seleksi klon tidak hanya menghasilkan klon unggul sebagai penghasil lateks, tetapi juga klon penghasil lateks dan pertumbuhan jagur sehingga dapat meningkatkan produktivitas lahan maupun pendapatan petani karet saat peremajaan. Berdasarkan karakter pertumbuhan lilit batang dianggap bahwa genotipe HP 92/366 dan HP 92/542 tergolong tanaman dengan pertumbuhan jagur.

Genotipe HP 92/366 dan HP 92/542 memiliki panjang alur sadap paling tinggi, namun secara statistik tidak berbeda nyata dengan klon pembanding RRIC 100 dan PB 260. Genotipe HP 92/726 dan HP 92/838 memiliki panjang alur sadap paling rendah. Panjang alur sadap paling tinggi pada genotipe HP/366 dan HP 92/542 disebabkan dua genotipe tersebut memiliki pertumbuhan tanaman paling jagur dibandingkan dengan genotipe lainnya. Kejaguran tanaman memiliki pengaruh terhadap panjangnya sayatan kulit ketika disadap. Menurut Woelan et al. (2013), panjang alur sadap memiliki pengaruh positif terhadap hasil lateks pada klon-klon penghasil lateks tinggi. Woelan (2013) menyatakan semakin panjang alur sadap, maka akan menyebabkan pembuluh lateks yang terpotong semakin banyak sehingga akan mempengaruhi hasil lateks.

Tabel 4 menunjukkan bahwa berdasarkan karakter tebal kulit semua genotipe tidak berbeda nyata dengan klon pembanding PB 260 dan RRIC 100, kecuali genotipe HP 92/366. Meskipun ukuran tebal kulit genotipe HP 92/366 paling rendah, namun masih memenuhi kriteria ukuran tebal kulit untuk dapat disadap yaitu minimal 7.0 mm. Ukuran tersebut diharapkan tanaman lebih toleran terhadap pelukaan saat penyadapan (Annamalainathan et al. 2001). Tebal kulit merupakan salah satu parameter yang sering diamati dalam seleksi tanaman karet. Tujuan utama dalam seleksi pada tebal kulit tersebut adalah untuk mendapatkan genotipe dengan ukuran kulit cukup tebal. Kulit merupakan jaringan yang mengeluarkan lateks, sehingga ketebalan kulit sangat berpengaruh terhadap kualitas penyadapan (Woelan et al. 2013).

Berdasarkan karakter jumlah pembuluh lateks diketahui bahwa semua genotipe tidak berbeda nyata dengan klon pembanding RRIC 100 dan PB 260, kecuali pada genotipe HP 92/388 (Tabel 5). Berdasarkan karakter diameter pembuluh lateks diketahui bahwa genotipe HP 92/542 memiliki diameter pembuluh lateks paling tinggi dan berbeda nyata dengan klon pembanding RRIC 100 dan PB 260. Genotipe yang memiliki jumlah pembuluh lateks tinggi dan diameter pembuluh lateks yang besar diharapkan akan menghasilkan lateks tinggi. Tanaman karet menghasilkan lateks yang disimpan di dalam sel pembuluh lateks yang berada di dalam floem kulit pohon. Pembuluh lateks merupakan deferensiasi dari kambium vaskular pada jaringan tanaman yang mengeluarkan lateks sehingga jumlah pembuluh lateks dan diameter pembuluh lateks menjadi faktor histologis yang menentukan hasil lateks (Gomez et al. 1982; Hao & Wu 2000; Mesquita et al. 2006 ). Menurut Obouayeba et al. (2012), jumlah pembuluh lateks dan diameter pembuluh lateks memiliki korelasi nyata dan bersifat positif terhadap hasil lateks.

(38)

22

pembuluh lateks yang tersayat pada saat penyadapan, maka semakin banyak pula lateks yang dapat dikeluarkan. Menurut Gomez (1982), pembuluh lateks merupakan deferensiasi dari kambium vaskular pada jaringan tanaman yang dikendalikan secara genetik. Kekwick (2001) mengemukakan bahwa pemuliaan tanaman karet di Malaysia selama lima kali siklus pemuliaan karet telah berhasil meningkatkan jumlah pembuluh lateks dari klon yang diperoleh dan menyebabkan terjadinya peningkatan hasil lateks menjadi tujuh kali lipatnya.

Tabel 5 Pertumbuhan lilit batang, panjang alur sadap, tebal kulit, jumlah pembuluh lateks, dan diameter pembuluh lateks 15 genotipe karet harapan PP/07/04 pada umur 11 tahun HP 92/211 70.50abc 38.96abcd 9.50a 10.67ab 21.46cdef HP 92/309 63.83cde 34.17bcd 9.83a 15.50ab 26.42ab HP 92/327 67.03bcde 40.67abc 9.67a 15.00ab 20.79def HP 92/366 79.46a 44.88a 7.43b 15.83ab 23.21cd HP 92/368 69.58abcd 40.58abc 9.00a 10.50ab 20.27efg HP 92/388 64.29cde 35.63abcd 9.54a 9.33b 20.98def HP 92/542 76.88ab 43.71ab 10.00a 16.50ab 27.29a HP 92/669 66.33bcde 38.00abcd 9.13a 15.50ab 20.04efg HP 92/677 58.29de 33.54cd 8.92a 13.67ab 21.88cdef HP 92/704 63.75cde 32.54cd 9.04a 12.33ab 17.96g HP 92/711 62.96cde 33.75cd 9.54a 15.67ab 20.38efg HP 92/726 56.38e 29.96d 9.04a 17.00ab 22.29cde HP 92/838 55.67e 29.38d 8.88a 10.67ab 21.17def RRIC 100 68.06abcd 36.94abcd 9.33a 11.83ab 22.29cde PB 260 63.96 cde 36.17abcd 9.32a 19.83a 24.23bc

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada

α 0.05 menurut uji Tukey

Eksploitasi lateks merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi pembuluh lateks (Atminingsih 2015). Pada periode yang sama, tanaman karet yang disadap memiliki dua kali lebih banyak pembuluh lateks dibandingkan tanpa penyadapan. Jumlah pembuluh lateks berfungsi dalam distribusi asimilat berupa sukrosa yang selanjutnya akan dibentuk menjadi partikel karet.

Analisis Komponen Hasil pada Karakter Fisiologi dan Sifat Aliran Lateks serta Daya Hasil Lateks Beberapa Genotipe Karet Harapan PP/07/04 pada Bulan Kering dan Bulan Basah

Gambar

Tabel 2 Model sidik ragam rancangan acak lengkap (RAL) dua faktor
Tabel 3 Data rata-rata iklim 10 tahun terakhir wilayah Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang
Gambar 5 Kondisi kelembaban udara selama tahun 2007 – Maret 2016
Tabel 4  Sidik ragam karakter lilit batang, panjang alur sadap, tebal kulit, jumlah pembuluh lateks, dan diameter  pembuluh lateks beberapa genotipe karet harapan PP/07/04
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jika memang tempat duduk di sampingmu sudah ada pemilik‟y, Kenichi, nanti aku akan pindah ke kursi yang masih belum ada pemilik‟y.” kata Keiko dengan raut wajah

Namun masih terdapat beberapa bagian pada indikator pertanyaan mengenai kualitas pelayanan Resto yang masih menimbulkan beberapa komentar negatif dari responden,

Dalam pancaran-Mu jualah yang menggerakkan nurani sesama insani untuk saling membantu dalam persaudaraan dibawah Nur-Mu, hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

Rumusan masalah dalam makalah ini adalah bagaimana gambaran atau profil kemampuan penalaran, spasial dan koneksi matematis mahasiswa calon guru matematika..

Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan DEPTAN B Pertanian, Kedokteran Hewan dan Lingkungan 03/Akred- LIPI/P2MBI /9/2006 Â 14 Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.. ISSN

Dan pada tahap pengembangan hal yang harus dilakukan peneliti adalah; validasi ahli, revisi I (Draft II), uji coba I, analisis hasil uji coba, I, revisi II (Draft III),

Berdasarkan penelitian mengenai Profil Penggunaan Ranitidin pada Pasien Penyakit Gagal Ginjal Kronik di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sidoarjo periode Juli 2014 sampai