• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hak-hak Perempuan dalam Keluarga Menurut Pandangan Asma Barlas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hak-hak Perempuan dalam Keluarga Menurut Pandangan Asma Barlas"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

HAK-HAK PEREMPUAN DALAM KELUARGA

MENURUT PANDANGAN ASMA BARLAS

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh :

ULFAH ABDULLAH

NIM : 1112044100049

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakulas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:

ULFAH ABDULLAH

NIM: 1112044100049

Di Bawah Bimbingan:

Hj. Rosdiana, MA.

NIP.196906102003122001

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H/2016 M

(3)
(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh Gelar Strata Satu (S1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua narasumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 05 Oktober 2016

Ulfah Abdullah

(5)

ABSTRAK

Ulfah Abdullah. NIM 1112044100049. HAK-HAK PEREMPUAN DALAM

KELUARGA MENURUT PANDANGAN ASMA BARLAS . Konsentrasi Peradilan

Agama. Program Studi Hukum Keluarga, Fakultas Syari’ah dan Hukum, Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1437 H/2016 M.

Skripsi ini mengambil judul Hak-Hak Perempuan dalam Keluarga Menurut Pandangan Asma Barlas, dengan tujuan untuk memahami bagaimana metodologi pemikiran Asma Barlas dan bagaimana hak-hak perempuan dalam wilayah keluarga (domestik) menurut Asma Barlas. Beberapa alasan mendasar yang mendasar pemilihan judul ini diantaranya, pertama adanya ketimpangan sosial dalam hubungan antara laki-laki dan perempuan, kedua eksistensi perempuan seringkali dianggap hanya sebatas konco wingking dan diperparah lagi dengan adanya doktrin yang ditanamkan sejak dini, bahwa suami dalam keluarga memiliki hak istimewa, sedangkan perempuan (istri) sebaliknya. agamanya.

Hak-hak perempuan dalam keluarga yang disoroti Asma Barlas diantaranya adalah hak perempuan sebagai istri dan hak perempuan sebagai orang tua, hak sebagai istri yang dimiliki oleh perempuan bersifat wajib bagi suami dalam hal ini yaitu nafkah lahir dan batin serta perlakuan yang baik dari suami. Sedangkan hak perempuan sebagai orang tua Barlas menekankan bahwa Meskipun al-Qur’an tidak menggambarkan hak ibu dalam pengertian yang sama dengan hak ayah dalam sistem patriarki Barlas berpendapat al-Qur’an telah memasukan ibu kedalam wilayah penghormatan simbolis yang diasosiasikan dengan Tuhan, sehingga ibu diangkat posisinya melebihi ayah. Penghormatan simbolis ini terlihat pada surat an-Nisa ayat 1 dimana barlas menafsirkan konsep taqwa kepada Tuhan dan ke pada ibu. Barlas menegaskan bahwa ayah dalam tradisi patriarki tidak sesuai dengan al-Qur’an. Barlas dengan semangat pembebasan menafsirkan ayat-ayat tersebut dengan menerapkan hermenutik yang berdasarkan ontology ketuhanan.

Dalam skripsi ini penulis menggunakan metode deskriptif- analitik yaitu dengan cara mendeskripsikan isi naskah, memaparkan suatu peristiwa atau pemikiran dan berusaha untuk menguraikan secara teratur konsepsi tentang tokoh. Tujuan metode ini adalah untuk mendapatkan gambaran pemikiran Asma Barlas yang tertuang dalam karya-karyanya, khususnya yang terkait dengan persoalan hak-hak perempuan.

Dosen Pembimbing : Hj. Rosdiana, MA Kata Kunci : Hak, Asma Barlas Bahan Pustaka : 1994 S.d. 2016

(6)

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah serta kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi. Shalawat serta salam kita sanjungkan keharibaan Nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan umatnya hingga akhir zaman.

Dalam proses penyelesaian skripsi ini penulis menyakini bahwa rintangan dan hambatan yang terus menerus datang silih berganti. Berkat bantuan dan motivasi dari berbagai pihak maka segala kesulitan dan hambatan tersebut dapat diatasi dan tentunya dengan izin Allah SWT, serta dengan wujud yang berbeda-beda dapat diminimalisir dengan adanya nasihat dan dukungan yang diberikan oleh keluarga dan teman-teman penulis.

Pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkanc terimakasih yang tiada terhingga untuk semua pihak yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materil sehingga terselesaikannya skripsi ini. Tentunya kepada:

1. Asep Saepudin Jahar, MA. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta serta pembantu Dekan I, II, dan III Fakultas Syariah dan Hukum.

2. Dr. H. Abdul Halim, M.Ag. Ketua program Studi Hukum Keluarga serta bapak Arip purqon, M.Ag. sekertaris Program Studi Hukum Keluarga yang telah bekerja dengan Maksimal.

3. Rosdiana. MA. Pembimbing skripsi yang telah banyak membimbing memberikan pencerahan, motivasi semangat dan ilmunya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini

(7)

4. Seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan ilmu-ilmu yang tak ternilai harganya, seluruh staf dan karyawan perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum, Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan bagian tata usaha Fakultas Syariah dan Hukumyang telah memberikan layanan terbaik.

5. Terimaksih untuk kedua orang tua penulis Alm Ujang Abdullah Taufiqurrahman dan ibu Ojah Khadijah yang telah memberikan dukungan moril dan materil serta arahan yang tak pernah jenuh serta tiada henti mendo’akan penulis dalam menempuh pendidikan. Juga kepada kakak penulis Hikmayati Abdullah dan adik penulis Ahmad Muthohari yang selalu memberikan doa, dukungan dan semangat dengan penuh keikhlasan dan kesabaran yang tiada tara.

6. Sahabat-sahabat Terbaik, Husnul Alfia Aulia, Aida Makbullah Suti Halwan, Deza Emira, M. Sayyid Rifa’i, Asep Awaludin, A. Wahid Hasyim, M. Faishal Kamal, Nanik Maulidah, Aprilia Farchataeni, Fani Setianingsih dan Erni Nur Fatahela Dewi. yang telah memberikan kesan terbaik selama saya menjalani masa masa kuliah.

7. Himpunan Mahasiswa Program Studi Akhwalu Syakhsiyyah (HMPS SAS) Keluarga Besar Peradilan Agama (KBPA), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU), Korp Putri PMII (KOPRI), Keluarga Besar Nahdlatul Ulama’ Tangerang Selatan (KBNU), Riungan Mahasiswa Sukabumi Jakarta (RIMASI) dan tidak lupa juga Sahabat-sahabat Moderat Muslim Society (MMS), yang telah menjadi wadah bagi penulis untuk berorganisaai dan berperoses mennjadi insan penggerak yang sadar akan dunia pergerakan dan pemikiran.

(8)

memberi saran dan motivasi kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan dan banyak yang perlu diperbaiki lebih dalam. Oleh karena itu, saran dan kritik penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan setiap pembaca dan umumnya serta menjadi amal baik disisi Allah SWT. Semoga setiap bantuan, doa, motivasi yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan dari Allah SWT.

Wassalamualaikum. Wr.Wb

Ciputat, 05 Oktober 2016

Penulis

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………..………..………...i

PERSETUJUAN PEMBIMBING………..ii

LEMBAR PENGESAHAN………iii

LEMBAR PERNYATAAN………iv

ABSTRAK...……….…………...v

KATA PENGANTAR……….……….………….viii

DAFTAR ISI………. ……….…….ix

BAB I : PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah... 1

B.

Identifikasi Masalah ... 4

C.

Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah ... 4

D.

Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4

E.

Metode Penelitian ... 5

F.

Kajian (Review) Studi Terdahulu ... 7

G.

Sistematika Penulisan ... 10

BAB II : HAK-HAK PEREMPUAN DALAM KELUARGA ISLAM

A.

Kedudukan Perempuan dalam Keluarga Islam ... 12

B.

Hak Perempuan dalam Keluarga Islam ... 17

C.

Hak Perempuan Sebagai Istri ... 34

D.

Hak Perempuan Sebagai Orangtua ... 39

BAB III : BIOGRAFI ASMA BARLAS

A.

Riwayat Hidup Asma Barlas ... 43

B.

Perjalanan Pendidikan dan Karir Intelektual Asma Barlas . 46

C.

Daftar Karya ... 47

D.

Metode Pemikiran Asma Barlas……..………50

E.

Prinsip Pokok-Pokok Pikiran Asma Barlas………...……..52

BAB IV : PANDANGAN ASMA BARLAS TERHADAP HAK- HAK PEREMPUAN DALAM KELUARGA

A.

Kedudukan Perempuan dalam Keluarga ... 56

B.

Hak Perempuan dalam Keluarga ………57

C.

Hak Perempuan Sebagai Istri………..60

D.

Hak Perempuan Sebagai Orangtua………..…65

BAB V : PENUTUP

A.

Kesimpulan ... 61

B.

Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA

(10)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Adalah Asma Barlas yang memberikan seperangkat metodologi bagaimana memberikan pembaca baru terhadap al-Quran yang tidak bias gender melainkan memberikan dukungan penuh terhadap apa yang ia sebut ‘’karakter egalitarian dan antipatriarkal dalam al-Quran’’

Karakter egalitarian dan antipatriarkal menjadi sangat penting, sebab tema-tema inilah yang kerapkali luput dari pembacaan terhadap al-Quran selama ini. Asma barlas memberikan penekanan pada dua hal. Pertama, menentang pembaca al-Quran yang menindas perempuan. Kedua, menawarkan pembacaan yang mendukung bahwa perempuan dapat berjuang untuk kesetaraan di dalam kerangka ajaran al-Quran. Asma Barlas kemudian mengajukan dua pertanyaan penting. Pertama, apakah kitab al-Quran mengajarkan ketidak setaraan dan penindasan? Kedua, apakah al-al-Quran mendorong atau mengizinkan pembebasan terhadap perempuan?. 1

Bagi Asma Barlas, kunci utama untuk menampilkan wajah Islam yang egaliter adalah melalui cara membaca kembali al-Quran. Ketika al-Quran dibaca akan muncul beberapa kemungkinan hasil bacaannya. Mereka yang membaca al-Quran dengan kaca mata patriarkis, maka akan dihasilkan pembaca yang tentu juga patriarkis. Barlas

1

(11)

2

mengakui bahwa cara baca terhadap al-Quran yang berkembang di masyarakat memang sangat kental dengan nuansa patriarkal. 2

Berbicara tentang perempuan, Barlas menggunakan argumentasi historis (sejarah) dan hermeneutik. Argumentasi sejarah menjelaskan pengungkapan karakter politik tekstual yang berkembang dikalangan masyarakat islam, terutama proses yang telah menghasilkan tafsir-tafsir di dalam islam yang memiliki kecendrungan patriarki. Sedangkan argumentasi hermeneutik dipakai untuk menemukan apa yang Barlas sebut epistemology egalitarianisme dan antipatriarkalisme dalam al-Quran

Ada tiga isu utama yang diambil Barlas dalam menganalisa penafsiran al-Quran, khususnya mengenai penerapan prinsip egalitarianism al-Quran untuk isu perempuan. Pertama, soal patriarki. Istilah ini yang menjadi sorotan Barlas karena adanya wacana yang berkembang, tidak hanya dalam islam tapi dalam agama lainnya, tentang dominasi corak patriarkal di dalam menafsirkan teks-teks utama agama, termasuk Islam. Barlas menolak adanya patriarkisme di dalam al-Quran apabila yang dimaksud adalah aturan kebapakan atau politik pengistimewaan laki-laki. 3

Kedua, isu-isu seksualitas dan gender dalam islam, khususnya di sekitar isu persamaan, perbedaan, dan kesetaraan antar laki-laki dan perempuan. Untuk konsep ‘persamaan’. sebagaimana yang diungkapkan oleh sebagian kalangan feminis, menurut Barlas, itu tidak sesuai dengan al-Quran. Persamaan antara laki-laki dan perempuan adalah bahwa keduanya memiliki kemampuan yang sama sebagai agen moral untuk sama-sama memiliki tugas-tugas kemanusiaan yang tidak berbeda. Allah

2

Jurnal, Fauziah, Egaliterianisme dalam Keluarga Menurut Al-Quran :Studi Pemikiran Asma Barlas Terhadap Q.s an-Nisa Ayat 1, di akses pada 10 mei 2016

3

(12)

tidak pernah membedakan manusia berdasarkan jenis kelamin, kekayaan, kebangsaan, atau konteks sejarah, melainkan ketakwaannya.

Al-Quran surah al-Hujurat/49:13 menyebutkan:

















Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.

Ketiga, tentang keluarga dan perkawinan. Bagi Barlas, sistem keluarga dalam islam tidak menunjukan nilai-nilai patriarkal. Selama ini memang ada anggapan bahwa lembaga keluarga dan juga perkawinan menjadi bukti nyata akan kentalnya budaya patriarkal dalam islam. Dia menganalisis pandangan al-Quran tentang ibu dan ayah dan tentang suami dan istri serta membedakan pandangan al-Quran dari pemikiran patriarkis (Barat) maupun kaum feminis.

(13)

4

B. Identifikasi Masalah

Pembahasan yang berkenaan dengan hak-hak perempuan dalam keluarga cukup banyak maka terlebih dahulu penulis mengidentifikasi permasalahan yang perlu di ungkap dalam karya tulis ini:

a. Pandangan Asma Barlas terkait kedudukan perempuan dalam keluarga b. Pandangan Asma Barlas terkait hak perempuan dalam keluarga

c. Pandangan Asma Barlas terkait hak perempuan sebagai istri d. Pandangan Asma Barlas terkait hak perempuan sebagai Orangtua

C. Pembatasan Masalah

Untuk mempermudah pembahasan dalam penulisan skripsi ini, penulis membatasi masalah yang akan di bahas sehingga pembahasannya lebih jelas dan terarah sesuai yang diharapkan penulis. Disini penulis hanya akan membahas bagaimana tentang pandangan Asma Barlas terhadap hak-hak perempuan dalam keluarga.

D. Perumusan Masalah

Rumusan masalah penulis rinci dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana pandangan Asma Barlas terkait hak perempuan dalam kehidupan keluarga?

2. Bagaimana metodologi pemikiran Asma Barlas?

3. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi pandangan Asma Barlas?

E. Tujuan dan manfaat penelitian

(14)

1. Untuk mengetahui bagaiman pandangan Asma Barlas terkait hak-hak perempuan dalam keluarga

2. Untuk mengetahui metodologi pemikiran Asma Barlas

3. Untuk mengetahui apa faktor-faktor yang mempengaruhi pandangan Asma Barlas

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. bagi penulis, penelitian ini sangat bermanfaat sebagai wawasan ataupun pengetahuan mengenai hak-hak perempuan dalam pandangan Asma Barlas. 2. Bagi masyarakat, untuk membuka pemikiran pada masyarakat bahwa Islam

bukan agama yang mendiskriminasi perempuan.

3. Bagi akademik, penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber referensi dan acuan bagi kalangan akademisi dan praktisi di dalam menunjang penelitian selanjutnya yang mungkin cakupan nya lebih luas sebagai bahan perbandingan.

F. Metode Penelitian

Metode penelitian yang penyusun gunakan dalam pembahasan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

(15)

6

sumber-sumber yang diperoleh. Selanjutnya data tersebut dianalisis dan diambil kesimpulannya.

2. Jenis Data Penelitian

Dalam melakukan penelitian ilmiah ini. Penelitian menyusun berdasarkan sumber data yang terbagi kedalam dua kriteria, yaitu sumber data utama (primer) dan sumber data tambahan (sekunder) ialah :

a. Sumber data Primer

Adapun sumber data primer yang digunakan ialah buku karya Asma Barlas yang berjudul Cara Quran Membebaskan Perempuan, Democracy Nationalism and Communalism, dan The Pleasure of Our Texts: Reading the Qur’an

b. Sumber Data Sekunder

Di dalam penelitian ini, digunakan pula data sekunder yang memiliki kekuatan mengikat yang dibedakan dalam beberapa macam:

1) Bahan hukum primer yaitu: bahan-bahan hukum yang mengikat. Dalam skripsi ini adalah buku Amina Wadud yang berjudul Wanita di dalam al-Qur’an, Asghar Ali Eagineer, Hak-hak Perempuan dalam Islam, dan Fatima Mernissi, Rebbellionb and Islamic Memory.

2) Bahan hukum sekunder yaitu: berupa buku-buku, makalah seminar, jurnal-jurnal, laporan penelitian, artikel, majalah, situs, testimony dan blog.

(16)

3. Teknik Pengumpulan data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah Studi kepustakaan (Library Research ) yaitu metode yang digunakan untuk mengumpulkan serta menganalisa data yang diperoleh dari literatur-literatur yang berkenaan dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini berupa buku, artikel, dan sebagainya.

4. Tempat dan Waktu Penelitian a. Tempat Penelitian

Perpustakaan merupakan tempat yang tepat guna memperoleh bahan -bahan dan informasi yang relevan untuk dikumpulkan, dibaca, dikaji, dicatat, dan dimanfaatkan. Adapun perpustakaan yang penulis sering kunjungi dalam penelitian ini yaitu, perpustakaan yang ada di lingkungan kampus dan sekitarnya.

b. Waktu Penelitian

waktu penelitian yang penulis lakukan dimulai pada bulan Juni 2016 sampai dengan bulan November 2016

5. Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan yang digunakan dalam skripsi ini mengacu kepada “ Pedoman Penulisan Skripsi “ yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012.

G. Kajian (Review) Studi Terdahulu

(17)

8

dalam ranah filsafat, ekonomi, dan ilmu-ilmu sosial lainnya. Pemikiran nya ini mulai di kenal oleh kalangan terbatas pemikir Indonesia sejak diterbitannya buku Cara Qur’an Membebaskan Perempuan (Believing Women In Islam : Unreading Patriarchal Interpretations of the Qur’an) tahun 2002.

Kendati Pemikiran Asma Barlas relatif baru, namun corak teori yang di tawarkan sebetulnya bisa ditemui dalam pemikiran beberapa tokoh feminis muslim yang telah banyak diketahui secara luas oleh berbagai kalangan diantraanya:

Menurut Amina Wadud dalam bukunya Wanita di dalam al-Qur’an juga membicarakan panjang lebar mengenai penafsiran al-Qur’an yang berkenaan dengan perempuan. Menurutnya, laki-laki maupun perempuan sesungguhnya memiliki kemungkinan untuk berpartisipasi nyata dan punya potensi untuk berperan serta di dalam melakukan fungsi-fungsi yang ada. Dalam al-Qur’an derjad diperoleh melalui perbutan (amal sholeh) bukan pada status jenis kelamin, dan punya potensi untuk berperan serta di dalam melakukan fungsi-fungsi yang ada.

Al-Qur’an tidak berusaha menghapus perbedaan laki-laki dan perempuan atau menghilangkan pentingnya perbedaan jenis kelamin yang akan membantu masyarakat memenuhi kebutuhan dan berjalan dengan mulus, tetapi al-Qur’an tidak mendukung peran tunggal itu defnisi tunggal mengenai seperangkat peran bagi setiap jenis kelamin dalam setiap kebudayaan.

(18)

dalam al-Qur’an adalah melebihi ruang dan waktu. Amina menepatkan perempuan sebagai kawan laki-laki, bukan sebagai lawan, sebagaimana yang di presepsikan kaum feminis modernis yang memaksakan kategorisasi - kategorisasi pemikiran barat untuk mereformasi ajaran Islam. 4

Menurut Asghar Ali Engineer, dalam bukunya Hak-hak Perempuan dalam Islam, upaya penempatan kembali hak-hak perempuan dalam Islam, suatu masalah yang sampai saat ini masih sering disalah mengertikan dan disalah tafsirkan. Dan Asghar kembali menangkap semangat sejati dari hukum-hukum al-Qur’an yang menyangkut hubungan laki-laki dan perempuan. Dengan semangat yang menyakini, ia membuktikan hak-hak setara bagi laki-laki dan perempuan, yang tidak mendeskreditkan mereka dalam hal apapun terutama yang berkaitan dalam masalah prestasi .5.

Menurut Fatma Mernisi, dalam bukunya yang berjudul Wanita di dalam Islam. Siapa saja yang meyakini bahwa seorangg wanita Muslim yang berjuang untuk meraih kemuliaan hak-hak sipilnya berarti telah mengeluarkan dirinya sendiri dari lingkungan umat dan merupakan cuci otak propaganda barat adalah orang yang menyalah-pahami warisan agama dan identitas budaya sendiri, selanjutnya dia berpendapat bahwa hak-hak wanita merupakan masalah bagi seagian laki-laki Muslim modern, hal itu bukan karena al-Qur’an ataupun sunnah Nabi, bukan pula karena tradisi Islam, melinkan karena hak-ak tersebut bertentangan dengan kepentingan kaum elit laki-laki6.

4

Amina Wadud Muhsin, Wanita di dalam al-Qur’an, Terj. Yaziar Radianti, (Bandung Pusaka, 1994) h.47

5

Asghar Ali Eagineer, Hak-hak Perempuan dalam Islam, Terj Farid Wajdi dan cici farkha (Yogyakarta: Yayasan Benteng Budaya, 1994), cet 1 h.55

6

(19)

10

Indri Sri Sembadra dari Fakultas Ushuluddin dalam skripsinya yang berjudul: Karakteristik Anti Patriarkal Dalam Al-Qur’an: Studi Pemikiran Asma Barlas, menjelaskan mengenai metode penafsiran barlas yang menawarkan metode lain dalam melihat al-Qur’an untuk membebaskan diskriminasi penafsiran bagi perempuan. Al-Qur’an bagi barlas merupakan wacana Ilahi yang tidak bisa dipisahkan dari Tuhan.7

H. Sistematika Penulisan

Dalam menjabarkan penelitian ini kedalam bentuk penulisan, maka penulis menyusunnya secara sitematis guna memudahkan dalam menganalisis suatu masalah.

Adapun sistematika penulisan ini adalah:

Bab pertama merupakan pendahuluan yang memuat latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, jenis penelitian, pendekatan penelitian, sumber data dan objek penelitian, teknik pengumpulan data, pedoman penulisan, metode analisis data, review studi terdahulu dan sistematika penulisan.

Bab kedua penulis memaparkan landasan teori yang mencakup hak-hak perempuan dalam keluarga menurut hukum Islam. Yang meliputi kedudukan perempuan dalam keluarga Islam, hak perempuan dalam keluarga Islam, hak perempuan sebagai istri dalam keluarga islam, hak perempuan sebagai orangtua dalam keluarga Islam.

Bab ketiga penulis membahas tentang biografi, metode, serta pokok-pokok pemikiran Asma Barlas serta faktor-faktor yang mempengaruhi pemikiran Asma Barlas yang merupakan objek dari penelitian.

7

(20)

Bab keempat mengenai Analisis Pemikiran Asma Barlas tentang hak-hak perempuan dalam keluarga yang meliputi: kedudukan perempuan dalam keluarga menurut pandangan Asma Barlas, hak perempuan dalam keluarga menurut pandangan Asma Barlas, hak perempuan sebagai istri dalam keluarga menurut pandangan Asma Barlas dan yang terakhir hak perempuan sebagai orang tua dalam keluarga menurut pandangan Asma Barlas.

(21)

12

BAB II

HAK-HAK PEREMPUAN DALAM KELUARGA ISLAM

A. Kedudukan perempuan dalam keluarga Islam

Kata Parpuanta yang di serap jadi kata perempuan, memilki arti yang di pertuan atau di hormati. Empu dalam pengertian ini adalah gelar kehormatan yang berarti tuan. Dalam buku kakawin Arjunawiwaha XXXII kata wanita berasal dari kata kawi yang sepadan dengan kata Priya atau perempuan. Dalam perkembangannya, di jumpai istilah wanita karir, wanita tuna susila, dan sebagainya.

Wanita kariri di artikan dengan, seorang wanita yang berkecimpung dalam kegiatan propesi, seperti kegiatan usaha, atau perkantoran. Wanita tunasusila adalah wanita yang kurang atau tidak memiliki susila (adat atau sopan santun). Istilah perempuan geladag, perempuan jalanan, perempuan nakal, perempuan jalang, semua memiliki makna yang sama dengan pelacur.1 Jadi, pada hakikatnya banyak sekali istilah-istilah perempuan dalam beberapa pengertian, sehingga kita harus mengetahui posisi perempuan dalam keluarga seperti yang akan di jelaskan para urainyan selanjutnya.

Menurut Teori Heraty Noerhadi, ketua Program Study Ilmu Filsafat Pasca Sarjana UI, menyebutkan bahwa kata wanita dianggap lebih halus, lembut dan indah. Sehingga sesuai dengaan kodratnya. Sementara kata perempuan, agak kasar dan biasanya di katkan dengan kedudukan sosial yang rendah. Seakan dalam kata tersebut tersirat sifat -sifat kurang baik yang tidak sesuai dengan kodratnya.

1

(22)

Kedua istilah ini, wanita dan perempuan bukan hanya berkaitan dengan asal bahasa atau padanan kata saja, tetapi berkaitan dengan cerita, mitos, atau setereotype. Wanita itu meski lemah lemmbut, mesra, hangat, dan cantik sekaligus menarik dan produktif, sesuai dengan peran ganda yang di pikulnya dan menjadi mitra sejajar pria.

Sedangkan istilah perempuan dalam Al-quran mengunakan lafal yang berbeda-beda, antara lain, mar’ah, imra’ah, nisa’atau niswah dan untsa. Ada pendpat yang mengatakan bahwa akar kata nisa adalah nis nya artinya lupa yang disebabkan oleh kelemahan akal. Bila di lihat dari Philologi Arab, kata nisa berarti anisa yaitu penghibur, bisa juga anisa yang berarti jinak atau lemah lembut. Sedangkan kata

unsta mempunyai arti lemah lembut dan halus perkataannya. 2

Ada dua perbedaan yang dikenal antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan yang bersifat mutlak dan relatif. Dua perbedaan ini, pertama dikenal dengan istilah kodrati. Perbedaan ini disebut perbedaan biologis. Secara biologis laki-laki dan perempuan berbedaa kelaminnya. Perbedaan kedua disebut dengan perbedaan yang dihasilkan oleh interpretasi sosial. Perbedaan ini disebut nonkodrati, tidak kekal, sangat mungkin berubah dan berbeda-beda berdasarkan ruang dan waktu. Perbedaan ini bersifat relatif, tidak berlaku umum, perannya bisa berubah dan dipertukarkan atau bisa menjadi bawaan, bukan alami.

Sebagian masyarakat berpandangan, perbedaan antara perempuan dan laki-laki tidak hanya terbatas pada perbedaan yang bersifat kodrati, perbedaan ini bisa berupa penyipatan. Seperti perempuan dianggap emosional, laki-laki rasuonal, laki-laki

2

(23)

14

memiliki akal yang sempurna, perempuan akalnya sempit. Laki-laki memimpin dan perempuan di pimpin, dan seterusnya. 3

Dari beberapa uraian diatas, perlulah kita ketahui bahwa perbedaan antara laki-laki dan perempuan kini menempatkan perempuan dalam keluarga islam seperti yang telah di ajarkan dalam islam sendiri. Sejatinya bahwa mahluk yang ada di bumi ini diciptakan berpasang-pasangan, begitupun manusia, dan adapun untuk menyatukan pasangan-masangan itulah melalui jalur yang telah di ajarkan oleh islam, yaitu melewati sebuah prosessi perkawinan sehingga perempuan pun mendapatkan kedudukannya didalam keluarga islam.

Ulama sepakat bahwa pernikahan adalah sesuatu yang disyaratkan berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist antara lain terdapat dalam surat An-Nisa ayat 4:3





















dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.

Ayat yang lain di sebutkan didalam Al-Quran Surat An-Nur 24:



















3
(24)

Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.

Dari ayat-ayat Quran dan hadist yang semakna dengan itu munculah beberapa hukuman nikah yaitu, pertama wajib, bila dimungkinkan terjerumus dalam zina, tidak mampu menjaga diri dari arah zina meski dengan berpuasa serta mampu membelikan mahar dan nafkah: kedua, haram bila dimungkinkan terjadi kedzaliman dalam rumah tangga karena ketidak mampuan memberi nafkah keluarga atau tanggung jawab keluarga, ketiga, makruh bagi orang yang belum siap bekal dan belum berkeinginan nikah, keempat sunnah, apabila seseorang sudah memiliki kemampuannya, biaya hidup dan kemampuan hubungan intim. 4

Didalam islam, perempuan mempunyai kedudukan yang sangat mulia terutama dalam berumahtangga atau keluarga. Berbeda dengan masa jaman jahiliah dulu, ketika perempuan hanya di jadikan sebagai pemuas atau pelayan saja, tidak mempunya hak-hak yang setara dengan laki-laki, dan bahkan perempuan dianggap sebagai mahluk yang tidak sempurna. Banyak pada waktu zaman jahiliah dulu anak-anak perempuan yang di bunuh ketika masih bayi, karena di anggap tidak bisa melakukan apa-apa dan tidak penting kehadirannya di dunia ini. Bahkan salah seorang sahabat nabi, Umar Ibn Khattab pun pernah mengubur anak perempuannya yang masih bayi ketika dia belum masuk islam.

Tetapi hari ini telah berbeda, zaman jahiliah telah berlalu ratusan tahun yang lalu. Bahkan ketika nabi muhammad di utus untuk memperbaiki akhlak umat manusia, pada saat itu pula wanita memiliki kedudukan yang sederajat dengan laki-laki, begitupun didalam keluarga. Wanita menjadi pendamping suami dalam

4

(25)

16

menjalankan roda kehidupan dalam berkeluarga, meski dalam surat An-Nisa 04:34 di jelaskan .



































Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh Karena Allah Telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan Karena mereka (laki-laki) Telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh Karena Allah Telah memelihara (mereka) wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.

Dari ayat di atas di jelaskan bahwa laki-laki menjadi pemimpin bagi kaum wanita, Khusunya dalam keluarga. Tetapi wanita juga bisa memerankan perananya sebagai pemimpin keluarga, sesuai dengan hadist nabi yang diriwayatkan oleh Bukhori yang artinya :

“istri adalah pemimpin didalam rumah suaminya dan dia bertanggung jawab atas

apa yang dipimpinnya” ( HR. Bukhori ).

B. Hak Perempuan dalam Keluarga Islam

(26)

ekonomi, dan hukum. Di sejumlah negara, perempuan dibatasi haknya atas kepemilikan tanah, mengelola properti, bisnis, bahkan dalam melakukan perjalanan pun harus dengan persetujuan suami.5

Islam memberikan hak yang sama bagi perempuan dengan laki-laki di wilayah publik, seperti terlihat dari para perempuan masa Nabi, tetapi sebagian besar syari’ah tentang perempuan yang diderivasi dan ditafsirkan dari sumber-sumber wahyu sesungguhnya problematik. Menurut Abdullahi an-Na’im, syari’ah memberikan peluang bagi terjadinya diskriminasi serius terhdap perempuan yang sulit untuk bisa diterima masyarakat modern saat ini.6

Meski syari’ah yang banyak dianut oleh masyarakat Muslim adalah syari’ah yang cenderung menempatkan perempuan dalam urusan domestik (rumah tangga), tetapi pada dasarnya sikap syari’ah mengenai persoalan tersebut tidaklah tunggal. Dalam syari’ah literalis sekalipun, sesungguhnya terdapat pandangan yang mendukung konsep kesetaraan gender.7

Laki-laki dan perempuan memiliki banyak sekali perbedaan akan tetapi keduanya haruslah diperlakukan secara setara. Artinya hak-hak masing-masing pihak hendak nya dilindungi. Perkawinan haruslah merupakan pilihan, bukan paksaan. Dengan begitu, kita memberi hak sepenuhnya kepada perempuan untuk memilih siapa calon suaminya. Cara lain untuk melindungi perempuan adalah dengan cara memenuhi hak-hak perempuan dalam keluarga. Adapun hak-hak perempuan dalam keluarga Adalah :

1. Hak Reproduksi

5

Sukron dkk, Syari’ah Islam dan HAM Dampak Perda Syari’ah terhadap Kebebasan Sipil, Hak-hak Perempuan dan Non-Muslim, (Jakarta : Center for the Study of Religion and Culture UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2007) cet.1, h. 38

6

Abdullahi Ahmed an-Na’im, Syari’ah dan Isu- Isu HAM, h. 387

7

(27)

18

Kesehatan reproduksi didefinisikan sebagai keadaan fisik, mental, sosial yang utuh dan aman dalam segala hal yang berkaitan dengan sistim, fungsi-fungsi dan proses reproduksi. Pengertian kesehatan reproduksi yang demikian luas, akan membawa berbagai persoalan yang luas pula. Antara lain menyangkut kesehatan alat-alat reproduksi perempuan pra reproduksi (masa remaja), ketika produksi (masa hamil dan menyusui) dan pasca produksi (masa monopouse). Persoalan-persoalan lain yang acap tertinggal dalam kajian atasnya adalah tentang kehidupan seksual perempuan secara memuaskan dan aman, tidak dipaksa, hah-haknya untuk mengatur kelahiran, menentukan jumlah anak, hak-haknya untuk mendapatkan perlakuan yang baik dari semua pihak baik dalam sektor domestik, maupun publik, hak untuk mendapatkan informasi dan pelayanan kesehatan yang benar. 8

Jika ditinjau dari segi peran, fungsi, dan relasi hak-hak reproduksi perempuan merupakan rangkaian yang saling berhubungan antara satu persoalan perempuan dengan persoalan lainnya. Untuk itu, pembahasan hak-hak reproduksi dimulai dari proses yang paling awal, misalnya pernikahan hingga membangun muasyarah bil makruf dalam konteks kerumahtanggaan maupun dalam relasi perempuan pada dunia publik sebab persoalan itu ibarat mata rantai yang tidak dapat dipisahkan antara satu dan yang lain.9

Hak dan kewajiban manusia berkembang sesuai dengan perkembangan status dalam kehidupan pada komunitasnya ketika seorang perempuan baru lahir, ia berstatus sebagai anak, lalu menikah berkembang menjadi anak sekaligus istri. Ketika mempunyai anak maka menjadi ibu, kemudian masuk pula menantu, baby sister, anak

8

Artikel Husain Muhammad, Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas Prespektif Islam,

kumpulan artikel PSGA UIN Jakarta, di akses pada : 3 September 2016 (11:23)

9

(28)

asuh, lalu lahir cucu dan seterusnya. Hal-hal tersebut akan mempengaruhi peran, fungsi, dan relasi, maupun hak dan kewajiban perempuan.

Hak reproduksi perempuan dalam Islam Mengacu pada QS al-Baqarah : 228

















Artinya: Dan Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. akan tetapi Para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Q.S Al-baqarah (2) ayat: 228)

Ayat tersebut jika dikaitkan dengan hak-hak reproduksi perempuan merupakan bagian dari keseluruhan hak-hak manusia perempuan yang berfungsi sebagai pengemban amanat reproduksi manusia yang harus mendapatkan perhatian dari aspek kesehatannya.10

Ada tiga kategori hak-hak reproduksi perempuan sebagai berikut:11

Pertama: Hak jaminan keselamatan dan kesehatan. Hak tersebut mutlak ada, mengingat resiko sangat besar yang di alami oleh ibu, dalam menjalankan fungsi reproduksinya, mulai menstruasi, hubungan seks, melahirkan, dan menyusui. Untuk itu di perlukan informasi diseputar hak-hak reproduksi bagi ibu, memperoleh pelayanan kesehatan yang memadai guna kelangsungan hidup ibu dan anak. Sebagaimana dalam QS. Al- Ahqaf (46) :15

10

Dra. Hj. Mufidah. Ch. M.Ag, Psikologi Keluarga Islam berwawasan gender, (Malang: UIN-MALANG PRESS, 2008), h.245

11

(29)

20



























Artinya: Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila Dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang berserah diri". (Q.S Al-Ahqaf (46) ayat:15)

Kedua : Hak jaminan kesejahteraan, bukan hanya pada saat proses vital reproduksi (mengandung, melahirkan, dan menyusui) berlangsung, tetapi di luar masa-masa itu dalam statusnya sebagai ibu dari anak-anak. Sebagaimana Qs.Al-baqarah : 222



















Artinya: mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran". oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. apabila mereka telah Suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri

(30)

tercermin dalam prinsip dasar ajaran Islam dalm mengambil keputusan harus senantiasa melibatkan hak-hak yang berkepentingan sebagaimana dalam QS. Al Syura: 38













Artinya: dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka. (Q.S Asy.Syura ayat: 38)

Hak reproduksi perempuan dalam Islam dimulai dari pembahasan bmemasuki kehidupan rumah tangga yang mencakup empat hal penting, yaitu: Hak memilih pasangan, Hak menikmati hubungan seksual, Hak menentukan kehamilan dan Hak merawat dan mengasuh anak.

Prinsip-prinsip diatas juga harus menjadi dasar dari setiap perjanjian antara dua pihak. Perjanjian yang dilakukan tanpa merealisasiakn prinsip-prinsip ini akan menimbulkan ketimpangan dan ketidakadilan. al-Qur’an dengan jelas mengemukakan:







yang artinya ‘’ mereka, para istri adalah pakaian kalian, para suami dan sebaliknya para suami juga merupakan pakaian bagi para istri’’ (Q.S al-baqarah, 2:187).

(31)

22

sebaliknya. Dengan begitu, tidak ada lagi praktek dominasi atau kekuasaan mutlak dalam kehidupan keluarga. 12

Akan tetapi, realitas yang dijumpai di masyarakat sangat berbeda jauh dari pandangan dan tas dianut sangat bias nilai-nilai patriarki. Masyarakat mempunyai paradigma bahwa persenggamaan hanya sekedar sarana perkembang biakan bagi manusia. Dan perempuan itu memiliki kewajiban mutlak untuk memenuhi kebutuhan atau hasrat seksual laki-laki sebagai bagian dari kewajibannya istri. Ketimpangan inilah yang memposisikan seolah perempuan hanya sekedar objek pemuas hasrat biologis laki-laki.

Selain itu akibat dari hal tersebutpun dibebankan pada pundak perempuan, segala proses reproduksi dari kehamilan, persalinan menyusui, merawat anak lebih banyak melibatkan peran istri yang tentunya hal tersebut tidak mudah. Ditambah lagi pandangan masyarakat yang lebih memposisikan perempuan sebagai contributor terbesar dalam mengurus itu semua.

Di Indonesia sendiri adanya isu tentang kesehatan reproduksi masih menjadi agenda yang menyita banyak perhatian dan merupakan isu yang paling sensitive terutama jika dikaitkan dengan agama dimana masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang religius. Masalah kesehatan reproduksi boleh dikatakan masih relatif baru bagi masyarakat Indonesia. Faktor pemicu salah satunya adalah disebabkan karena kurangnya pengetahuan dan buruknya sistem penyampaian informasi tentang hak dan kesehatan reproduksi. Selain itu, masyarakat Indonesia masih banyak yang memiliki pola pikir negative tentang perempuan dan pandangan yang diskriminatif

12

(32)

terhadap perempuan terutama berkaitan dengan kontrol kehidupan seksual dan reproduksi mereka yang dilegitimasi oleh agama.13

Pada dasarnya secara yuridis keberadaan hak-hak reproduksi perempuan telah dijamin dalam perjanjian Internasional seperti termasuk dalam CEDAW, Hasil konferensi ICPD ke-4 di kairo dan konferensi ke-4 tentang perempuan diBeijing, 12 Hak tersebut antara lain:

a. Hak untuk mendapat informasi dan pendidikan. Hak informasi dan pendidikan yang terkait dengan masalah kesehatan reproduksi termasuk jaminan kesehatan dan kesejahteran seorang maupun keluarga.

b. Hak untuk kebebasan berpikir termasuk kebebasan dari penafsiran ajaran agama yang sempit, kepercayaan, filosofi dan tradisi yang akan membatasi kebebasan berfikir tentang pelayanan kesehatan reproduksi.

c. Hak atas kebebasan dan keamanan. Setiap individu dipercaya untuk menikmati dan mengatur kehidupan reproduksinya dan tidak seorangpun dapat dipaksa untuk hamil atau menjalani sterilisasi serta aborsi.

d. Hak untuk hidup setiap perempuan mempunyai hak untuk dibebaskan dari resiko kematian karena kehamilan.

e. Hak mendapat pelayanan dan perlindungan kesehatan termasuk. Hak atas informasi, keterjangkauan, pilihan, keamanan, kerahasiaan, harga diri, kenyamanan, keseinambungan pelayanan dan hak berpendapat.

f. Hak untuk memutuskan kapan dan akan mempunyai anak.

g. Hak untuk bebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk termasuk hak anak-anak agar dilindungi dari eksploitasi dan penganiayaan seksual serta hak

13

(33)

24

setiap orang untuk dilindungi dari perkosaan, kekerasan, penyiksaan dan pelecehan seksual.

h. Hak memilih bentuk keluarga dan hak untuk membangun dan merencanakan keluarga.

i. Hak atas kerahasiaan pribadi pelayanan reproduksi dilakukan dengan menghormati kerahasiaan dan bagi perempuan diberi hak untuk menentukan pilihan sendiri reproduksinya.

j. Hak atas kesetaraan dan bebas dari segala bentuk diskriminasi. Termasuk kehidupan berkeluarga dan reproduksinya.

k. Hak mendapatkan manfaat dari hasil kemajuan ilmu pengetahuan. Termasuk pengakuan hak bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan reproduksi dengan teknologi mutakhir yang aman dan dapat diterima.14

Berdasarkan item-item yang terdapat dalam kesepakatan tentang hak reproduksi perempuan tersebut, maka pada dasarnya perjuangan dalam pemenuhan hak dasar bagi perempuan tersebut sudah memiliki kekuatan yuridis secara universal. Berbicara tentang hak reproduksi perempuan juga termasuk di dalamnya adalah hak yang menyangkut kesehatan reproduksi perempuan tersebut.

2. Hak Pendidikan

Pria dan perempuan saling melengkapi satu sama lain. Seorang perempuan tidaklah lengkap tanpa seorang pria, begitu pula sebaliknya seorang pria tidaklah lengkap tanpa seorang perempuan. Sebagai pendidik keluarga, kaum perempuan memiliki tanggung jawab mendidik anak-anaknya. Jika kurang mendapat pendidikan yang benar, seorang perempuan akan menghasilkan anak-anak yang tidak

14

(34)

berpendidikan. Karenanya perempuan mempunyai peran penting dalam mengembangkan umat dan memegang kunci kesuksesannya.15

Islam merupakan agama yang mengatur keseluruhan kehidupan manusia, termasuk di dalamnya makhluk tuhan yang berjenis kelamin perempuan. Termasuk di dalamnya makhluk tuhan yang berjenis kelamin perempuan. Maksud dan tujuan penciptaan manusia di muka bumi ini adalah, disamping untuk menjadi hamba Allah SWT. Yang tunduk dan patuh terhadap segala perintah-Nya juga menjadi pemimpin di bumi ( khalifah fi al ard), kapasitas manusia sebagai khalifah ditegaskan dalam Q.S Al-An’am ayat 165 yang berbunyi:











Artinya : ‘’Dan Dialah yang menjadikan sebagai khalifah-khalifah di bumi dan dia mengangkat ( drajat) sebagaian kamu diatas yang lain, untuk menguji atas karunia yang Diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu sangat cepat memberi hukuman dan sungguh dia maha pengampun, Maha Penyayang. ‘’ (Q.S Al- An’am [6]: 165)’’

Kata ‘’khalifah’’ tidak menunjuk pada salah satu jenis kelamin tertentu, artinya , baik perempuan maupun laki-laki mempunyai fungsi yang sama sebagai khalifah, yang akan mempertanggung jawabkan tugas-tugas ke khalifahnya di bumi. Sebagaimana mereka bertanggung jawab sebagai hamba Allah. Untuk menjadi seorang pemimpin, manusia harus memiliki bekal ilmu pengetahuan yang cukup. Secara tidak langsung Tuhan menyuruh umatnya untuk belajar (membaca). Ayat yang pertama kali diturunkan adalah iqra’ yang artinya bacalah, membaca dapat diartikan

15

(35)

26

secara luas. Membaca alam semesta, keadaan sekitar dan kejadian pada masa lampau.16

Dalam hal kesempatan mendapatkan pengetahuan, Al-Qur’an memandang sama antara laki-laki dan perempuan. Keduanya di anjurkan untuk memperdalam ilmu pengetahuan dalam rangka menghilangkan kebodohan diri dan umat yang ada disekitarnya. Dalam kaitannya dengan hal itu, Allah berfirman dalam Q.S At-Taubah ayat 122, yang berbunyi:



















Artinya : ‘’Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan diantara mereka tidak pergi untuk memperdalam agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya’’ (Q.S At-taubah [9]: 122)

Dalam konteks pembangunan, perhataian terhadap isu-isu yang langsung berkenaan dengan bagaimana mendorong partisipasi perempuan dalam program pembangunan. Peran perempuan tidak hanya identik sebagai ibu rumah tangga saja, melainkan juga berpartisipasi di dunia publik, sosial, memiliki hak (harus) berpendidikan, hak-hak politik disamping kewajiban sebagai ibu rumah tangga, kecendrungan memasuki dunia kerja, dan pendidikan tinggi semakin meningkat. Pendidikan, akses politik, dan kemandirian ekonomi menjadi justifikasi posisi tawar

yang setara dengan laki-laki, termasuk relasi kesetaraan dalam relasi domestik.17

Islam telah menyumbangkan jasa yang besar, Islam menyelamatkan kaum perempuan dari penindasan dan mengangkat mereka ke kedudukan yang khusus,

16

Lily Zakiyah Munir, Memposisikan Kodrat ,( Bandung: Mizan, 1999), Cet Ke-1 h.135

17

(36)

Islam tidak pernah berupaya menurunkan derajat perempuan melainkan malah mendukung untuk maju dan berupaya menjaga kehormatan dan kemuliaan gendernya. Hal ini meliputi pendidikan yang semestinya bagi perempuan.18

3. Hak Waris

Berbagai literatur sejarah menceritakan bahwa nasib perempuan pra-Islam, tidak pernah mendapatkan harta waris dari manapun, termasuk dari lingkungan keluarga paling dekatnya; seperti ayah, suami, anak atau saudara laki-lakinya. Konsep kewarisan pra-islam berkaitan langsung dengan konsep kepemilikan dan struktur masyarakat ketika itu.

Masyarakat arab ketika itu berstruktur masyarakat kabilah yang dipadu dengan sistem kekerabatan patrilineal, yang hanya mengikuti garis keturunan laki-laki. Masyarakat kabilah yang selalu dibayangi perang antar kabilah menetapkan bahwa yang bisa mewarisi keluarga hanyalah keluarga laki-laki yang terdekat dari si mayit.

Urutan ialah anak ( laki-laki), bapak, saudara laki-lakinya, nenek garis ayah, dan terakhir paman serta keturunannya. Meskipun anak laki-laki yang masih kecil belum aqil baligh atau orang yang sudah uzur (tua Bangka) tidak juga berhak mendapatkan harta waris karena dihukumkan sama dengan perempuan. Konsep kewarisan dalam masyarakat Arab ketika itu terkait dengan konsep kepemilikan harta dalam sistem masyarakat qabiliyyah (tribal society), yang mirip dengan extended family; yaitu belum/ tidak bisa ikut berperang untuk mempertahankan kabilah maka anaknya tersebut tidak berhak mendapatkan harta, sebelum mereka dapat mengangkat pedang untuk membela eksistensi dan kelangsunganhidup kabilah. Oleh karena itu

18

(37)

28

yang berhak untuk mendapatkan harta waris hanya laki-laki yang kuat, sudah aqil-baligh dan belum uzur.19

Alih-alih mendapatkan warisan, pada masa tersebut, perempuan sendiri justru berfungsi sebagai ‘’harta warisan’’ bagi anak tiri laki-laki kalau suaminya meninggal.20

Islam datang dengan memperkenalkan konsep warisannya, yaitu kaum perempuan tetap mendapatkan warisan. Perubahan hukum waris bagi perempuan dalam masyarakat dari ‘’tidak mendapat’’ menjadi ‘’mendapat’’ warisan, tidak lepas dari konteks historis masyarakat arab ketika itu, yang sudah berangsur bergeser dari masyarakat yang bertumpu pada kabialh ke masyarakat yang bertumpu pada

keluarga.21

Islam memperkenalkan pembagian dasar 2 banding 1 antara anak laki-laki dan anak perempuan. Logikanya, porsi dua banding satu (liddzakari mitslu haddil unsa yain) dalam hukum kewarisan islam bukanlah bentuk final dari hukum kewarisan Islam , sebagaimana juga hukum-hukum lainnya adalah mewujudkan rasa keadila (al-‘adl) dan menegakan amanat dalam masyarakat (tuadd al-amanah)

Sesungguhnya, bukan hanya dunia Islam yang mengenal konsep kewarisan demikian. Dikawasan belahan bumi lainya, seperti anak benua india, anak perempuan pun tidak mendapat harta warisan. Bahkan seorang perempuan yang ditinggal mati oleh suaminya, maka ia pun turut serta di bangkar di api pembakaran suaminya.

19

Prof. DR. Nasarudin Umar, Fikih Wanita untuk Semua, (Jakarta: Serambi, 2010) Cet. 1 h. 136

20

Referensi

Dokumen terkait

Berbeda dengan di atas, kesetaraan antara kedua jenis kelamin dalam masyarakat Barat diartikan bahwa laki-laki dan perempuan tidak hanya setara dalam status moral dan Hak Asasi

Menurut ulama Hanafi, kesaksian dua orang perempuan dan satu orang laki-laki dapat diterima dalam masalah yang berkaitan dengan hak-hak sipil, baik berupa harta maupun hak, atau

Islam memerintah perempuan belajar agar mereka bisa beribadah kepada Allah dengan benar, baik ketika bersama suami atau teman laki-laki yang lain maupun sendiri.. Suara resmi

Lebih jelasnya, pernikahan laki-laki dan perempuan dengan batas waktu tertentu, dengan pemberian kepadanya berupa mahar harta, benda, makanan, atau pakaian lainnya,

Pemerintah di sini juga menerapkan standar Hak Asasi perempuan dengan meningkatan pemahaman kesetaraan antara laki-laki dam perempuan dan meningkatkan kualitas para penegak hukum

Harta warisan yang hanya dapat diterima oleh anak laki-laki dan sifatnya tidak dapat terbagi-bagi. Jenis harta warisan tersebut adalah hak ulayat/ hak milik bersama

Kesimpulan dari artikel ini bahwa bahwa Hak Asasi Perempuan dalam hukum keluarga perspektif Al-Qur’an adalah hak dasar yang melekat pada diri perempuan sebagai

Allah memberikan maksud yang berbeda pada kedua ayat tersebut.59 Asy-Sya‟rawi menjelaskan maksud dari orang-orang munafik laki-laki dan perempuan sebagian mereka adalah sebagian yang