• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IX KESIMPULAN. bagaimana laki-laki dan perempuan diperlakukan dalam keluarga. Sistem nilai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IX KESIMPULAN. bagaimana laki-laki dan perempuan diperlakukan dalam keluarga. Sistem nilai"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IX

KESIMPULAN

9.1. Kesimpulan

Status laki-laki dan perempuan dalam keluarga berkaitan dengan bagaimana laki-laki dan perempuan diperlakukan dalam keluarga. Sistem nilai mengenai status anak laki-laki dan perempuan dalam keluarga/rumah tangga petani yang berkenaan dengan hak atas harta (termasuk sumberdaya agraria) pada masyarakat desa Cipeuteuy secara adil mengakui tingkat akses dan kontrol anggota rumah tangga petani laki-laki dan perempuan atas sumberdaya agraria dengan beranggapan bahwa anak laki-laki dan perempuan merupakan dua entitas yang berbeda, dimana keduanya harus diperlakukan secara adil, Sistem tersebut telah mengkonstruksikan peran-peran laki-laki dan perempuan dalam keluarga maupun pembagian peran pada kegiatan usahatani sedari dini. Masyarakat Desa Cipeuteuy telah menerapkan pembagian kerja laki-laki dan perempuan dan mempengaruhi bagaimana mereka memperlakukan anggota keluarga laki-laki dan perempuan baik pada lingkungan keluarga hingga lingkungan yang lebih tinggi yakni lingkungan sosial ART laki-laki dan ART perempuan. Sebelum melakukan praktek kegiatan usahatani anak laki-laki berperan sebagai pencari rumput dan kayu bakar sedangkan perempuan lebih kepada pekerjaan domestik, seperti menyediakan makanan, mengasuh adik, tapi tidak jarang anak-anak perempuan juga membantu mencari rumput dan menyiangi tanaman. Menurut penuturan salah satu responden perempuan di wilayah Sukagalih memang telah terbiasa melakukan kegiatan usahatani sejak usia dini sehingga hal tersebut mempengaruhi kepemilikan lahan oleh perempuan karena perempuan cenderung akan terus

(2)

melakukan kegiatan usahatani pada lahannya sendiri. Perbedaan perlakuan antara RTP satu dengan lainnya relatif berbeda menurut perspektif tiap keluarga dalam memandang kebutuhan laki-laki dan perempuan. Hal ini turut mempengaruhi sistem alokasi sumberdaya, dimana, terdapat tiga cara alokasi sumberdaya melalui pewarisan, yakni dengan syari’at islam, pembagian dua tahap, yakni pembagian pertama menggunakan syariat islam dan pembagian kedua tergantung pada kebijakan keluarga, dan pembagian cara ketiga secara merata. Cara pembagian alokasi sumberdaya melalui pewarisan ini tergantung kepada kebijakan keluarga yang tentunya dipengaruhi oleh bagaimana keluarga tersebut memposisikan anak laki-laki dan perempuan dalam keluarga

Masyarakat/komunitas ikut mengakui adanya hubungan antara sistem nilai status anak laki-laki dan perempuan dalam keluarga/rumah tangga dengan pola penguasaan sumberdaya agraria pada rumah tangga petani.. Dalam hal ini sangat jelas, bahwa adanya sistem pewarisan sebagai pintu masuk atas akses anak laki-laki dan perempuan, yang kemudian akan membentuk pola-pola kepemilikan baik secara individu, dua kombinasi atau tiga kombinasi sekaligus. Adanya pengakuan komunitas dan desa terhadap kepemilikan laki-laki dan perempuan atas sumberdaya agraria secara tidak langsung mempengaruhi akses keduanya terhadap kepemilikan lahan, karena laki-laki dan perempuan diberikan kesempatan yang sama untuk memiliki sumberdaya agraria melalui proses jual beli. Pengakuan komunitas/desa dimanifestasikan melalui pencatatan bukti kepemilikan pada Letter C dan SPPT, dimana kepemilikan individu telah diakui mulai dari usia 17 tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa desa mengakui adanya sistem pewarisan yang mempengaruhi alokasi sumberdaya kepada laki-laki dan

(3)

perempuan. Pengakuan pada tingkat komunitas juga dicontohkan pada kelompok tani di Kampung Sukagalih, dimana kelompok tani laki-laki dan perempuan diberikan lahan kelompok untuk dikelola dan dimanfaatkan secara bersama-sama. Adanya pengakuan ini memungkinkan laki-laki dan perempuan untuk menguasai lahan baik melalui waris, hibah, membeli ataupun dengan cara menggarap dengan system kontrak, seperti sewa, gadai dan bagi hasil

Berangkat dari adanya sistem pewarisan yang terjadi pada masyarakat sunda yang bilateral, maka di lapangan diperoleh dua kategori kepemilikan sumberdaya agraria. Merujuk pada pola-pola kepemilikan dan penguasaan lahan diperoleh bentuk-bentuk kepemilikan atas individu yang telah diakui oleh komunitas hingga tingkat desa, yakni kepemilikan laki-laki/suami,dan kepemilikan perempuan/istri secara individu, serta kepemilikan bersama, yakni kepemilikan secara gono-gini (guna kaya). Kepemilikan secara inividu ini kemudian menggambarkan akses dan kontrol ART laki-laki dan perempuan atas kepemilikan lahan. Dari bentuk kepemilikan tersebut kemudian ditemukan kombinasi tiga bentuk kepemilikan dan pola-pola kepemilikan. Kombinasi yang pertama adalah kombinasi satu bentuk kepemilikan saja, yakni milik suami (S), milik istri (I) dan gono-gini (G). Selanjutnya adalah kombinasi dua bentuk kepemilikan yakni milik suami dan milik istri I), milik suami dan gono-gini (S-G), milik istri dan gono-gini (I-G). Yang terakhir adalah kombinasi tiga bentuk kepemilikan dalam satu rumahtangga yakni milik suami, milik istri dan gono-gini (S-I-G). Pola-pola kepemilikan tersebut memepengaruhi relasi gender anggota rumahtangga laki-laki dan perempuan dalam tingkat akses dan tingkat kontrol

(4)

ART petani laki-laki dan perempuan terhadap kepemilikan sumberdaya agraria yang meliputi lahan sawah, lahan kebun, pekarangan, dan kolam.

Mengingat sistem pewarisan yang berlaku dan pengakuan kepemilikan laki-laki dan perempuan atas sumberdaya agraria, maka tingkat akses dapat dikatakan tinggi karena keduanya memiliki akses yang sama terhadap lahan orang tua melalui hibah dan pewarisan. Serta keduanya mempunyai hak yang sama untuk membeli secara individu. Namun jika dilihat dari distribusi lahannya, tingkat akses anggota rumahtangga petani perempuan lebih rendah dibandingkan tingkat akses anggota rumahtangga petani laki-laki. Hal ini diduga masih kuatnya anggapan bahwa laki-laki lah yang menjadi tumpuan hidup keluarganya sedangkan perempuan hanya ikut suami saja, sehingga perempuan yang masih memiliki lahan, memutuskan untuk menjualnya sedangkan perempuan yang awalnya tidak mempunyai lahan, mengalami kesulitan untuk memutuskan membeli lahan karena beberapa pertimbangan sehubungan dengan pengelolaan lahan. Namun demikian, dari pola pengambilan keputusan, diketahui bahwa meskipun persentasenya lebih rendah dari laki-laki, perempuan memiliki partisipasi dalam pengambilan keputusan yang cukup tinggi secara bersama-sama.

Kondisi lahan yang semakin sempit kurang memungkinkan para petani untuk memiliki lahan sendiri, sehingga petani tidak hanya memiliki sumberdaya agraria melalui waris, hibah dan membeli, namun juga menguasai dengan cara menggarap, sewa, gadai dan bagi hasil. Penguasaan sumberdaya agraria ini juga dipengaruhi oleh aksesibilitas terhadap lahan TNGHS dan eks HGU PT. Intan Hepta yang cukup tinggi.

(5)

Hal ini juga berkaitan dengan Akses dan kontrol terhadap pengelolaan sumberdaya agraria yang dipengaruhi oleh kondisi sumberdaya agrarian yang dimanfaatkan. Akses terhadap pengelolaan sumberdaya agraria diukur melalui kontribusi waktu yang dicurahkan anggota rumahtangga laki-laki dan perempuan dalam melakukan kegiatan usahatani . Menurut hasil yang diperoleh diketahui bahwa lahan kebun memerlukan tcurahan waktu yang lebih banyak dibandingkan dengan lahan sawah.

Adapun pola kepemilikan dan pola penguasaan sumberdaya agraria tidak mempengaruhi pola pengelolaan sumberdaya agraria. Meskipun kontrol terhadap kepemilikan sumberdaya agraria dilakukan oleh masing-masing individu yang menguasainya, namun dalam pengelolaan sumberdaya agrarian tetap dilakukan secara bersama-sama. Hal tersebut salah satunya ditujukan untuk efisiensi biaya, karena petani lebih memilih untuk menggunakan pekerja keluarga dibandingkna tenaga kerja luar keluarga yang memperoleh upah.

Relasi gender dalam rumahtangga petani atas kepemilikan dan penguasaan sumberdaya agraria dipengaruhi pula oleh tingkat akses dan kontrol terhadap manfaat dari pengelolaan usahatani. Kegiatan usahatani yang dilakukan oleh anggota rumahtangga laki-laki dan perempuan bertujuan untuk mendukung penghidupan keluarga. Hasil pengelolaan lahan usahatani padi-sawah adalah beras yang menjadi makanan pokok pada setiap rumahtangga, sedangkan hasil dari lahan kebun adalah komoditas-komoditas hortikultura yang dapat dikonsumsi dan dijual untuk memperoleh pendapatan dalam bentuk uang. Dengan demikian akses anggota rumahtangga laki-laki dan perempuan terhadap pengelolaan usahatani menentukan akses anggota ruamah tangga laki-laki dan perempuan terhadap

(6)

manfaat dari pengelolaan sumberdaya agraria. Secara keseluruhan perempuan memiliki akses terhadap manfaat pengelolaan lahan lebih besar dari laki-laki.

Perempuan lebih akses pada kebutuhan rumahtangga dan pada hasil produksi, karena beberapa responden mengaku bahwa laki-lakinya yang bekerja di luar sektor usahatani memiliki akses yang lebih kecil dari perempuan. Dalam pemanfaatan hasil pengelolaan sumberdaya agraria, akses perempuan dikatakan kurang pada pemenuhan kebutuhan pribadi karena perempuan cenderung mengutamakan pemenuhan kebutuhan rumahtangga daripada kebutuhan pribadi.

9.2. Saran

Pengakuan pemerintah atas kepemilikan dan penguasaan laki-laki dan perempuan yang tertera pada Undang-undang Pokok Agraria Pasal 9 ayat 2 sebaiknya didukung oleh ketersediaan data yang terpilah gender. Hal tersebut dapat dimulai dari pendataan penduduk pada potensi desa yang sebaiknya memang terpilah berdasarkan jenis kelamin.

Kajian mengenai agraria sebaiknya juga mengikutsertakan aspek relasi gender di dalamnya, karena permasalahan yang berhubungan dengan agraria, tidak hanya menjadi masalah dalam tataran rumah tangga, namun juga individu laki-laki dan perempuan.

Program pemberdayaan perempuan yang dilaksanakan di pedesaan sebaiknya melihat kebutuhan perempuan secara partisipatif sedangkan program yang berkenaan dengan usaha tani, sebaiknya juga melibatkan perempuan, khususnya yang berkenaan dengan pemenuhan kebutuhan dan konservasi lingkungan, mengingat Dsa Cipeuteuy masih beririsan dengan Taman Nasional

(7)

Gunung Halimun Salak, dan masih sedikit sekali perempuan yang berpartisipasi dalam kegiatan TNGHS.

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 5. Hubungan kecepatan gelombang dan diameter agregat pada fas 0.6.. Dengan nilai fas yang sama, agregat dengan diameter agregat maksimum lebih besar mempunyai

a. berupa wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan industri; b. memberikan nilai tambah pada komoditas unggulan wilayah; c. tidak mengganggu kelestarian fungsi lingkungan

Dari permasalahan tersebut mendorong peneliti untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh pendidikan kesehatan manajemen demam terhadap pengetahuan dan

Permainan mencari harta karun merupakan permainan yang dilakukan dengan tujuan mencari benda yang disembunyikan (Hidden Object). Secara umum permainan mencari harta

Kesimpulan dari hasil penelitian tentang pola makan dengan hipertensi terhadap 40 responden di daerah Puskesmas Parongpong adalah ada hubungan yang

Bila pertanggungjawaban hukum itu berdasarkan hukum perdata maka unsur terkait adalah ada tidaknya suatu perbuatan melawan hukum atau wan prestasi dan bila bersumber

Kelurahan yang memiliki luas lahan terbesar yang masuk dalam kelas sangat sesuai yaitu Kelurahan Sorosutan dengan luas 130,94 Ha sedangkan yang paling sedikit yaitu Kelurahan

Dalam rangka program seleksi proposal program pengabdian kepada masyarakat di lingkungan Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI), dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut :1.