KONSTRUKSI REALITAS SOSIAL CITRA POLISI PADA REALITY SHOW NET 86 DI NET. TV
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh
Muhammad Imam Baihaqi NIM: 109051100032
KONSENTRASI JURNALISTIK
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
i
KOSTRUKSI REALITAS SOSIAL CITRA POLISI PADA REALITY SHOW NET 86 DI NET. TV
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh :
Muhammad Imam Baihaqi NIM 109051100032
Pembimbing
JURUSAN JURNALISTIK
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
iv
ABSTRAK
MUHAMMAD IMAM BAIHAQI
Konstruksi Realitas Sosial Citra Polisi pada Reality Show Net 86 di NET. TV
Polisi yang bertugas sebagai aparat penegak hukum yang telah dipersenjatai dengan kewenangan sebagaimana tertuang pada Undang-Undang Kepolisian No 2 tahun 2002. Namun, dalam peran yang penting dan kewenangan yang besar, masih banyak oknum polisi yang bukannya melindungi, mengayomi dan melayani sebagaimana slogan Polri, malah mengecewakan masyarakat.
Net 86 merupakan reality show yang menampilkan polisi saat bertugas. Namun, dalam menyajikan tayangan Net 86 acapkali berseberangan dengan realitas sosial yang mencuat ke masyarakat dengan menampilkan polisi dalam citra positif ketimbang negatif.
Di balik kontradiksi dalam realitas yang ditampilkan, Net 86 sebagai media massa sengaja mengonstruksi polisi dengan citra positif. Hal tersebut bertujuan untuk mengubah pola pikir masyarakat untuk lebih sadar hukum. Hal itu dilaksanakan dengan polisi yang senantiasa memberi wejangan maupun peringatan dalam tayangan. Di samping itu Net 86 juga bertujuan menyindir para oknum polisi yang masih berperilaku layaknya musuh masyarakat untuk mengubah sikap dan perilaku agar menjadi lebih baik lagi dalam menegakkan hukum.
Sesuai dengan teori konstruksi sosial milik Peter L. Berger dan Thomas Luckmann, Net 86 sebagai media massa dalam menyajikan tayangan dilengkapi dengan pandangan, bias, dan pemihakan. Untuk mengontruksi tayangan yang sesuai dengan tujuan Net 86, tim melewati tiga fase konstruksi yakni eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi.
Net 86 dalam memengaruhi perspektif masyarakat tentang citra polisi pun memegang pola pembentukan citra “current image”. Current image bertujuan menyatukan perspektif masyarakat tentang citra suatu organisasi tentu sebagaimana yang Net 86 inginkan.
v
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, Rabb Al-Izzah yang senantiasa menunjukan jalan bagi setiap hamba yang bersungguh-sungguh mencari keridhaan-Nya.
Shalawat seiring salam juga penulis sanjungkan kepada Rasullah SAW, keluarga
dan para sahabat beliau, yang telah menjadi pelita terdepan di jalan agama Allah
SWT. Serampung menyajikan karya tulis ini yang jauh dari sempurna karena
keterbatasan penulis sebagai manusia biasa. Penulis bermaksud menghaturkan
ucapan terima kasih yang begitu besar ini ingin penulis berikan kepada:
1. Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A., Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta
jajarannya.
2. Dr. Arief Subhan, M.A., Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
beserta jajarannya.
3. Kholis Ridho, M.Si, Ketua Jurusan Konsentrasi Jurnalistik dan Dra. Hj.
Musfirah Laily, M.A., Sekretaris Jurusan Konsentrasi Jurnalistik yang banyak
membantu kelancaran penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga berkat
dan rahmat Allah senantiasa tercurah kepada keduanya. Aamiin.
4. Ibunda tercinta yang dengan tanggung jawab dan kasih sayang meski harus
bersimbah darah tak kunjung lelah menegur dan membimbing penulis agar
menjadi insan yang lebih baik. Skripsi ini penulis tujukan khusus untuk beliau.
Semoga beliau senantiasa diberikan kasih dan sayang Allah SWT baik di dunia
vi
5. Ayahanda yang dalam sempitnya waktu untuk membimbing, mengisi kisah
hidup khusus untuk penulis. Semoga Allah senantiasa melimpahkan
rahmat-Nya kepada beliau. Aamiin.
6. Drs. Helmi Hidayat, MA., sebagai dosen pembimbing yang tidak lelah
memberi arahan dan motivasi kepada penulis selama proses penyelesaian
penelitian ini. Semoga ilmu yang beliau berikan bermanfaat bagi penulis dan
orang banyak, juga menjadi amal baik yang senantiasa mengalir hingga hari
akhir kelak. Aamiin.
7. NET. Mediatama, Miranda Rizka Zulkarnaen sebagai HRD, Mbarrep Desto
Kuncoro sebagai Produser Net 86 dan Rangga Muliawan sebagai Kreatif yang
telah menjadi narasumber dan memberikan data penelitian terkait program Net
86. Semoga NET. menjadi media yang selalu menampilkan tayangan yang
kreatif dan berkualitas. Aamiin.
8. Keluarga besar Radio Dakwah dan Komunikasi (RDK) Fm. Tempat bermain
dan belajar yang memberi banyak pengalaman dan pengetahuan kepada
penulis.
9. Keluarga besar Komunitas Musik Mahasiswa Ruang Inspirasi Atas
Kegelisahan (KMM RIAK). Rumah dan keluarga kedua. Ruang tumpu
imajiner dalam keseharian penulis yang penuh kepenatan.
10. Freedom Of Xpression (F.O.X) band. Tempat mengulik resonansi mimpi.
11. Khalil Je, Hafidz Naziatullah, Phoebe Elian Hiroshi. My partrners in crime. 12. Seluruh relasi yang pernah datang, mewarnai dan membentuk kisah dalam
vii
Peneliti pada akhirnya semoga penulisan ini bermanfaat bagi setiap
pembacanya. Sekian, semoga Allah senantiasa menambahkan nikmat bagi
hamba-Nya yang bersyukur. Aamiin.
Jakarta, 23 Juli 2016
viii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... viii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 5
1. Pembatasan Masalah ... 5
2. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
1. Tujuan Penelitian ... 5
2. Manfaat Penelitian ... 6
a. Manfaat Teoritis ... 6
b. Manfaat Praktis ... 6
D. Metodologi Penelitian ... 6
1. Pendekatan Penelitian ... 6
2. Teknik Analisa Data ... 8
3. Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data ... 9
E. Tinjauan Pustaka ... 10
F. Sistematika Penulisan ... 10
BAB II LANDASAN TEORI A. Konstruksi Realitas Sosial ... 12
ix
2. Konstruksi Media Terhadap Realitas ... 17
B. Teori Citra Frank Jefkins. ... 19
1. Proses Pembentukan Citra ... 22
C. Televisi ... 23
1. Pengertian Televisi ... 23
2. Fungsi Televisi ... 25
a. Fungsi Penerangan ... 25
b. Fungsi Pendidikan... 25
c. Fungsi Hiburan ... 26
d. Fungsi Promosi ... 26
e. Fungsi Persuasi ... 26
BAB III PROFIL DAN GAMBARAN UMUM A. NET Mediatama... 27
1. Sejarah NET. ... 27
2. Visi Misi NET. ... 28
3. Kategori Program ... 29
B. Net 86... 29
C. Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) ... 33
1. Sejarah Polri ... 33
2. Visi Misi ... 34
3. Jenis Polisi Menurut Tugas ... 35
x
BAB IV ANALISIS DAN TEMUAN
A. Net 86 edisi 30 Mei hingga 3 Juni 2016 ... 41
B. Konstruksi Realitas dalam Reality Show Net 86. ... 44
1. Tahap Eksternalisasi ... 46
2. Tahap Objektivasi ... 48
3. Tahap Internalisasi ... 48
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 50
B. Saran ... 51
1
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang
Istilah polisi berasal dari kata Yunani politeia yang berarti warga kota atau pemerintahan kota.1 Hal tersebut mengindikasikan bahwa ada sekelompok
warga tinggal di satu kota yang berperan menjaga stabilitas warga. Di
Indonesia, polisi adalah suatu kelompok orang yang menjadi perangkat negara
guna mengatur tata tertib dan hukum di tengah masyarakat. Sebagaimana
tertuang dalam Pasal 2 Undang-undang nomor 2 tahun 2002, fungsi kepolisian
adalah sebagai pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan
ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan
pelayanan kepada masyarakat. Polisi dalam lingkungan pengadilan bertugas
sebagai penyidik. Dalam tugasnya polisi mencari barang bukti,
keterangan-keterangan dari berbagai sumber, baik keterangan-keterangan saksi-saksi maupun
keterangan saksi ahli dalam persidangan.
Besarnya peran polisi dalam menjaga stabilitas keamanan di Indonesia
berpotensi bagi terjadinya kekerasan maupun penyalahgunaan kewenangan
pada instansi ini. Poin satu pada misi kepolisian dalam situs resmi Polri
menyatakan, polisi melaksanakan deteksi dini melalui kegiatan penyelidikan,
pengamanan dan penggalangan.2 Pada kondisi tersebut, polisi sangat berpotensi
melakukan kesalahan dalam mendeteksi pelanggaran. Potensi-potensi
kesalahan polisi dalam menindak hukum inilah yang kemudian memunculkan
1
https://id.wikipedia.org/wiki/Polisi. Diakses pada, 24 Februari 2016 2https://www.polri.go.id/tentang-visimisi.php
2
asas praduga tak bersalah yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP), butir ke-3 huruf c.
Potensi terjadinya penyalahgunaan kewenangan oleh kepolisian juga
dapat dilihat dalam poin tujuh misi kepolisian, yakni “polisi mengelola secara
profesional, transparan, akuntabel dan modern seluruh sumber daya Polri guna
mendukung operasional tugas Polri”. Poin ini memungkinkan polisi dalam
aktivitas mereka menggunakan seluruh sumber daya Polri baik berupa sumber
daya manusia, fasilitas, maupun finansial. Di sini potensi penyalahgunaan
kekuasaan tidak kalah besar. Profesionalisme dan transparansi kerja polisi
mestilah diutamakan.
Namun demikian realitas yang hadir di mata masyarakat, masih ada
tindakan oknum-oknum polisi yang menyalahi aturan atau bertindak
sewenang-wenang sehingga memunculkan keluhan publik. Munculnya berbagai keluhan
publik tersebut pada gilirannya membentuk persepsi negatif tentang polisi.
Sejumlah contoh membuktikan hal itu. Di Jakarta, Senin (26/03/2015),
tindakan polisi lalu lintas dalam menindak pengguna kendaraan bermotor
Huandra Limanau, penindakan tidak berjalan wajar. Diawali oleh brigadir
Hardiyanto yang mencaci Huandra “dasar cina!”, selanjutnya surat tilang tidak
dijelaskan, SIM ditahan, form biru dikosongkan, nama petugas tidak diisi, SIM
harus diambil dimana tidak diinfokan. Huandra pun dipaksa tanda tangan.3
Contoh kasus lain, di Pangkalan Kerinci, Riau, Senin (16/3/2015), oknum
polisi berinisial RS menuduh SY (15) dan RZ (9) telah mencuri di rumah
3
3
tetangganya. RS yang sebelumnya kehilangan laptop dan beberapa barang
berharga lainnya menangkap SY dan RZ lantas memaksa untuk mengaku telah
mencuri dengan menodongkan senjata dan berkata akan mencongkel mata SY
jika tidak mengaku.4
Kasus berikutnya, Aksi pemukulan oleh Briptu Riski anggota Yanma
Mabes Polri kepada satpam di selasar Gedung Teratai Rumah Sakit Fatmawati,
Jakarta Selatan, Yudi Setiabudi dan Abdullah, Kamis (12/2/2015). Kejadian
berawal saat Briptu Riski hendak meminjam kursi roda untuk salah satu
anggota keluarganya. Kemudian, Yudi Setiabudi meminta Riski untuk
meninggalkan kartu identitas (KTP). Bukan malah menyerahkan KTP, Briptu
Riski melayangkan pukulan ke wajah Yudi.5 Dalam kejadian itu, kedua korban
mengalami cedera hingga mesti dilakukan perawatan.6
Namun demikian, di balik realita yang hadir di muka publik, NET. TV
sebagai media televisi swasta yang terbilang muda, NET. menghadirkan
inovasi tayangan karya jurnalistik bekerja sama dengan Polri dalam program
Net 86. Dalam penyajiannya, Net 86 cenderung menampilkan hal positif dari
sisi polisi. Sesuai dengan hypodermic needle theory yang mengasumsikan bahwa audiens yang secara berkesinambungan disuguhkan realitas bentukan
media massa, lambat laun akan tergiring ke dalam opini media massa tersebut.
Hal ini bisa berbahaya karena tayangan itu mampu membentuk opini publik
4
http://www.wartapriangan.com/oknum-polisi-ini-seenaknya-todong-anak-remaja-dengan-pistol/2742. Diakses pada, 26 Februari 2016
5
http://news.okezone.com/read/2015/02/14/337/1105698/bertindak-sewenang-wenang-anggota-polri-bisa-dipidana. Diakses pada, 26 Februari 2016
6
4
bahwa apa yang Net 86 tampilkan adalah sebuah realitas murni.
Tak terbantahkan dan tak terbendungkan lagi bahwa perkembangan
industri siaran televisi sudah sangat pesat perkembangannya, hingga tak
seorang pun mampu membendung laju siaran televisi kecuali dengan
mematikan pesawat televisi dan berhenti menonton. Televisi merupakan media
komunikasi modern, yang dalam perkembangannya kini menjadi barang pokok
sebab dalam kenyataannya setiap individu mempunyai televisi. Berbeda
dengan era tahun kemerdekaan hingga era tahun 1990-an televisi menjadi
barang yang sangat mewah, dapat dibayangkan dalam satu kampung biasanya
hanya ada satu pesawat televisi yang hanya dimiliki oleh seorang Kepala
Desa.7
Ini semua mempunyai dampak positif juga negatif. Dampak positifnya
masyarakat bisa mendapat informasi maupun hiburan dengan mudah dan
membuka pintu baru bagi para broadcaster muda yang ingin berkarir di industri pertelevisian. Dampak negatifnya adalah siaran televisi menjadi sangat
tidak terkendali karena hampir semua stasiun televisi menginginkan
keuntungan (profit) dari program acara yang disiarkan. Sehingga bukan lagi kualitas program acara yang dikejar tetapi hanyalah keuntungan uang semata.
Hadirnya beberapa fakta publik tentang kekerasan dan penyalahgunaan
wewenang kepolisian, seolah menggambarkan sisi negatif polisi. Sedangkan
NET. secara berkesinambungan menampilkan polisi dalam citra positif ketika
bertugas. Dari latar belakang adanya dissinkronisasi antara realitas sosial dan
7
5
realitas media tersebut, penulis tertarik meneliti masalah terkait dengan judul
penelitian “Konstruksi Realitas Sosial Citra Polisi pada Reality Show Net
86 di NET. TV”.
B.Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah
Didasari keterbatasan penulis dan agar tidak terlalu luas dalam
pengelolaan data, penelitian ini dibatasi pada konsep program Net 86 dalam
membentuk citra polisi di stasiun televisi NET. pada 30 Mei hingga 3 Juni
2016.
2. Rumusan Masalah
a. Mengapa Net 86 membentuk citra polisi positif pada stasiun televisi
NET.?
b. Bagaimana Net 86 mengonstruksi realitas media terhadap realitas polisi
di masyarakat?
C.Tujuan Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Dari sekian pertanyaan yang diajukan di atas, peneliti memiliki tujuan
penelitian sebagai berikut:
a. Ingin mengetahui dasar pemikiran tim redaksi Net 86 sampai
menampilkan polisi dalam citra positif.
b. Ingin mengetahui bagaimana Net 86 mengonstruksi realitas media
6
2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada bagian
Ilmu Jurnalistik dalam konteks konstruksi realitas dalam sebuah media
televisi swasta di Indonesia.
b. Manfaat Praktis
Adapun manfaat praktis dalam penelitian ini adalah:
1) Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para praktisi
komunikasi, terlebih Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah (UIN) Jakarta Jurusan Konsentrasi Jurnalistik agar lebih
mengetahui bagaimana konsep penyajian program Net 86 dalam
sebuah media televisi.
2) Mengetahui latar belakang Net 86 sampai menampilkan citra positif
polisi.
3) Untuk melengkapi penelusuran koleksi skripsi tentang konstruksi
realitas pada perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi.
D.Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah metode
kualitatif. Metode kualitatif merupakan suatu prosedur penelitian yang
menghasilkan sejumlah data, baik yang tertulis maupun lisan dari
7
organisasi harus dipandang sebagai bagian dari suatu keseluruhan. Artinya
tidak boleh diisolasikan ke dalam variabel atau hipotesis.
Penelitian kualitatif dikemukakan dari sisi lainnya bahwa hal itu
merupakan penelitian yang memanfaatkan wawancara terbuka untuk
menelaah dan memahami sikap, pandangan, perasaan, dan perilaku individu
atau sekelompok orang. Definisi ini hanya mempersoalkan satu metode
yaitu wawancara terbuka, sedangkan yang terpenting dari definisi ini
mempersoalkan apa yang diteliti yaitu upaya memahami sikap, pandangan
perasaan dan perilaku individu maupun sekelompok orang.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan prosedur
analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistik atau cara
kuantifikasi lainnya.8 Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori
kontruksi sosial dengan pendekatan kualitatif deskriptif, pendekatan ini
bertujuan untuk memberikan suatu gambaran latar belakang, dan tujuan.
Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data tidak dipandu oleh
teori, tetapi dipandu oleh fakta-fakta yang ditemukan pada saat penelitian di
lapangan. Oleh karena itu analisis data yang dilakukan bersifat induktif
berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan dan kemudian dapat
dikonstruksikan menjadi hipotesis dan teori. Jadi dalam penelitian kualitatif
melakukan analisis data untuk membangun hipotesis.9
Pada umumnya jangka waktu penelitian kualitatif cukup lama, karena
tujuan penelitian kualitatif adalah bersifat penemuan. Bukan sekedar
8
Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, Cetakan keduapuluh dua, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset,2006,hlm.6
9
8
pembuktian hipotesis seperti dalam penelitian kuantitatif. Namun demikian
kemungkinan jangka penelitian berlangsung dalam waktu yang pendek, bila
telah ditemukan sesuatu dan datanya sudah jenuh. Ibarat mencari
provokator, atau mengurai masalah, atau memahami makna, kalau semua itu
dapat ditemukan dalam satu minggu, dan telah teruji kredibilitasnya, maka
penelitian kualitatif dinyatakan selesai, sehingga tidak memerlukan waktu
yang lama.10
2. Teknik Analisa Data
Data yang diperoleh akan dianalisis melalui tiga alur kegiatan yang
akan dilakukan secara bersamaan, yakni melalui reduksi data, penyajian
data, dan penarikan kesimpulan serta verifikasi. Reduksi data merupakan
sebuah proses penelitian, pemusatan perhatian pada penyederhanaan,
pengabstraksian dan transformasi data kasar yang muncul dari
catatan-catatan tertulis dilapangan. Data kualitatif disederhanakan atau
ditransformasikan dalam aneka ragam cara, seperti seleksi dan penyortiran
ketat ringkasan atau uraian singkat penggolongan dengan mencari pola yang
lebih luas.
Penyajian data merupakan susunan sekumpulan informasi yang
memungkinkan penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Analisa
data kualitatif mulai dengan mencari arti benda-benda, mencatat keteraturan,
pola-pola, penjelasan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur
sebab-akibat, dan proposisi. Peneliti akan menarik kesimpulan-kesimpulan secara
10
9
longgar, tetap terbuka dan skeptis namun kemudian meningkat menjadi
lebih rinci dan mengakar dengan kokoh.
Kesimpulan tersebut diverifikasi selama proses penelitian melalui
peninjauan atau pemikiran kembali pada catatan lapangan secara terperinci
dan seksama, bertukar pikiran dengan informan peneliti. Makna-makna
yang muncul dari data harus diuji kebenarannya, kekokohannya dan
kecocokannya sehingga membentuk validitasnya.
3. Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data
Adapun teknik dan pengumpulan data, peneliti menggunakan
cara-cara seperti:
a. Observasi: observasi yang dilakukan oleh peneliti adalah melakukan
pengamatan pada program Net 86 edisi 30 Mei hingga 3 Juni 2016, 1
segmen pada setiap edisi.
b. Wawancara: mewawancarai key informan yang relevan dengan subtansi masalah penelitian. Adapun wawancara dilakukan dengan Mbarrep Desto
Kuncoro sebagai produser program dan Rangga Muliawan sebagai
kreatif Net 86.
c. Dokumentasi: Dokumentasi yang dilakukan peneliti adalah, deskripsi
tayangan program, bukti pengiriman dokumen resmi berupa Company Profile NET. oleh HRD, bukti pemberian izin mewawancara produser program Net 86, bukti pengiriman list tayang Net 86 oleh kreatif Net 86,
10
E.Tinjauan Pustaka
Peneliti melakukan tinjauan pustaka sebagai langkah dari penyusunan
skripsi yang diteliti sebagai referensi penelitian yang mendukung penulisan
skripsi ini. Beberapa skripsi diantaranya dengan judul: “Kebijakan Redaksional
Indosiar pada Program Patroli: peneliti Ayu Amelia”, kemudian skripsi dengan
judul “Konstruksi Realitas Simbolik Pemberitaan Aborsi di Republika Online:
peneliti Iradatul Aini”. Tentu saja ini berbeda dengan penelitian yang peneliti
lakukan. Karena peneliti melakukan penelitian tentang konstruksi citra positif
polisi pada program “Net 86 di NET. TV.
Dengan demikian, keyakinan peneliti dalam menyusun tugas akhir ini
menjadi sangat berharga untuk menambah khazanah tentang konstruksi realitas
media. Selain itu dengan melakukan penelitian ini bisa menambah referensi
untuk perpustakaan fakultas dan perpustakaan umum yang berada di
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
F. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah serta teraturnya skripsi ini dan memberikan
gambaran yang jelas serta lebih terarah mengenai pokok permasalahan yang
dijadikan pokok dalam skripsi ini, maka peneliti mengelompokkan dalam lima
bab pembahasan, yaitu sebagai berikut:
BAB I Merupakan bab pendahuluan yang membahas tentang Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan
Penelitian, Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, Tinjauan
[image:21.595.117.514.229.570.2]11
BAB II Bab ini menjelaskan tentang pegertian konstruksi realiatas sosial, konstruksi media, teori jarum hipodemik dan teori kultivasi dalam
komunikasi massa. Selain itu dalam bab ini juga menjelaskan
pengertian televisi dan fungsinya.
BAB III Bab ini berisi gambaran umum stasiun televisi NET., program Net 86 dan Polri. Peneliti akan membahas tentang sejarah berdirinya
NET. dan membahas konsep program Net 86.
BAB IV Merupakan bab yang membahas hasil dari temuan dan analisis data terkait konsep program dan latar belakang konstruksi citra positif
polisi pada Net 86 sebagai objek penelitian.
12
BAB II
LANDASAN TEORI A.Konstruksi Realitas Sosial
1. Teori Konstruksi Sosial Peter L. Berger & Thomas Luckmann.
Peter L. Berger, seorang sosiolog dari New School for Social Reserach, New York, Amerika Serikat dan Thomas Luckmann, sosiolog dari University of Frankfurt, Jerman, punya kaitan sangat erat dengan teori konstruksi sosial. Mereka memperkenalkan konstruksi realitas sosial
sebagaimana tertulis dalam buku mereka yang berjudul “The Social Construction of Reality, a Treatise in the Sociological of Knowledge” di tahun 1966. Berger dan Luckman menjelaskan dalam buku mereka, bahwa
realitas sosial adalah suatu teori yang memisahkan pemahaman “kenyataan”
dan “pengetahuan”. Kenyataan diartikan sebagai kejadian yang memiliki
keberadaan (being) yang tidak tergantung kepada kehendak manusia sendiri. Sedangkan pengetahuan didefinisikan sebagai kejadian dengan karakteristik
yang dibentuk secara spesifik.11 Pendek kata realitas tidak terbentuk dengan
sendirinya tanpa adanya individu-individu yang membentuknya.
Contoh kasus yang memperkuat statement di atas misalnya; masyarakat Indonesia dengan sadar mengetahui masih banyak rakyat
Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan. Sumber daya alam
Indonesia belum dikelola dengan maksimal dan permasalahan sosial lain
seperti maraknya tindak kriminal dikarenakan sempitnya lapangan kerja.
11
13
Namun di balik kesadaran tersebut ada sekelompok masyarakat Indonesia
mengklaim bahwa Indonesia adalah negara yang kaya. Sumber daya alam
juga sumber daya manusia di Indonesia melimpah ruah. Wilayah kekuasaan
Indonesia sangatlah luas. Pendapat sekelompok masyarakat ini terus
digemakan kepada masyarakat lain secara rutin dan berkesinambungan yang
berefek pada kepercayaan masyarakat lain bahwa Indonesia adalah negara
yang kaya raya. Padahal disamping kepercayaan itu, masyarakat sadar betul
keadaan nyata yang sebenarnya belum serupa dengan pernyataan
sekelompok masyarakat lain tersebut. Maksud dari contoh kasus di atas
ialah, realitas tidaklah muncul dengan sendirinya namun dibentuk oleh
subjektivitas individu-individu yang kemudian berlanjut membentuk
objektivitas baru.
Masyarakat senantiasa menganggap realitas adalah suatu objektivitas
dan fakta riil yang muncul dan terjadi dengan sendirinya. Pandangan
masyarakat ini kemudian disebut paradigma positivis. Di balik
pandangan-pandangan tersebut realitas sosial adalah ibarat gedung kokoh yang
dibangun dengan berbagai unsur yang didapat dari kehidupan sosial itu
sendiri. Proses konstruksi realitas sosial dibentuk oleh masyarakat sendiri
melalui interaksi sosial satu sama lain secara berkesinambungan.
Masyarakat melakukan dialog, tatap muka, bahkan di era internet
masyarakat pun telah berinteraksi tanpa perlu jumpa antarindividu. Tanpa
disadari masyarakat telah mengonstruksi realitas sosial yang menjadi
14 konstruksi realitas sosial.
Menurut Berger, masyarakat merupakan produk dari manusia dan
manusia merupakan produk masyarakat. Namun seseorang dapat menjadi
diri sendiri yang beridentitas ketika ia tetap tinggal dalam masyarakatnya.
Burhan Bungin menyatakan Proses dialektika tersebut terjadi dalam tiga
tahap. 12 Tahap pertama eksternalisasi, yakni proses ketika seseorang menerima realitas nyata yang didapati dari lingkungan dimana ia menetap.
Realitas tersebut merupakan buah pikir individu-individu lain yang
diselaraskan dengan kondisi sosial di lingkungan tersebut. Kedua
objektivasi, yaitu interaksi sosial yang terjadi dalam dunia intersubjektif yang dilembagakan atau mengalami proses institusionalisasi. Proses ini
adalah tahapan ketika seseorang menerima realitas dan disaring sesuai
dengan pola pikir dan persetujuan diri yang dilandasi pengetahuan juga
pengalaman. Pada tahap ini, seseorang memilih apakah akan menerima
realita tersebut atau menolaknya. Ketiga adalah internalisasi, yakni proses individu mengidentivikasi dirinya sendiri terhadap lembaga sosial dimana
dia tinggal. Dengan kata lain internalisasi merupakan proses seseorang
menyerap kembali realitas objektif ke dalam kesadaran, kemudian dibentuk
sesuai subjektivitasnya. Bagi Berger realitas tidak dibentuk secara ilmiah
dan tidak juga diturunkan oleh Tuhan, akan tetapi realitas merupakan hasil
bentukan dan dikosntruksi oleh manusia itu sendiri. Dengan kata lain
manusia mengonstruksi realitas yang ada dalam masyarakat tersebut.
12
15
Atas dasar pemahaman itu realitas bersifat dinamis dan berwajah
ganda atau plural. Setiap orang akan memiliki konstruksi yang berbeda-beda
atas suatu realitas. Hal tersebut didasari oleh pengalaman, preferensi,
pendidikan, lingkungan dan pergaulan antara satu individu dengan individu
yang lain, dari sini lah setiap orang akan menafsirkan realitas sosial itu
dengan konstruksinya masing-masing.13
Dalam tiga proses tahapan eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi tersebut, masyarakat mengonstruksi sendiri realitas sosial yang ada dalam masyarakat. Realitas-realitas tersebut ada yang bersifat objektif
dan juga ada yang bersifat subjektif. Realitas objektif terjadi akibat proses
eksternalisasi individu terhadap lingkunganya. Sedangkan realitas subjektif terjadi akibat proses internalisasi. Individu menyerap realitas yang terobjektivasi tersebut ke dalam pikirannya sehingga mengakibatkan
subjektivitas individu.
Berger menegaskan bahwa realitas sehari-hari memiliki dimensi
subjektif dan objektif. Manusia merupakan instrumen dalam menciptakan
realitas sosial yang objektif melaui proses eksternalisasi. Hal tersebut
memengaruhi dalam proses internalisasi yang mencerminkan realitas sosial
secara subjektif. Berger juga melihat masyarakat adalah produk dari
manusia dan manusia adalah produk dari masyarakat.14
Realitas sosial dalam masyarakat merupakan bentukan atau
dikonstruksi oleh manusia yang ada dalam masyarakat tersebut. Manusialah
13
Eriyanto, Analisis Framing, (Yogyakarta: Lkis Group, 2002) h. 16-17 14
16
yang membentuk sebuah kelompok yang mengakibatkan timbulnya sebuah
kelompok sosial. Selain itu manusia dapat berkembang tidak hanya dengan
lingkungan tertentu, tetapi dengan tatanan budaya dan sosial tertentu.15
Dengan kata lain, manusia dapat berkembang tidak hanya berinteraksi
dengan lingkunaganya, namun juga dengan sosial budaya yang ada di
lingkungan tersebut.
Di dalam realitas sosial bentukan individu tersebut akan timbul sebuah
kebudayaan, karena kebudayaan adalah produk dari seluruh rangkaian
proses sosial yang dijalankan oleh manusia dalam masyarakat dengan segala
aktifitas.16 Kebudayaan ini merupakan hasil dari proses objektivitas. Hasil
dari kebudayaan tersebut merupakan realitas objektif bagi masyarakat.
Sementara itu manusia memiliki kodrat sendiri atau lebih jelasnya
manusialah yang mengostruksi kodratnya sendiri atau dapat dibilang
manusia menghasilkan diri sendiri.17
Penjelasan Ritzer yang dikutip dalam buku”Konstruksi Sosial Media
Massa” menjelaskan bahwa manusialah yang menjadi aktor kreatif dari
realitas sosial berdasarkan ide dasar teori dalam paradigma definisi sosial
yang sebenarnya.18 Manusia secara kreatif memiliki kebebasan berekspresi
untuk membentuk sebuah realitas sosial yang ada dalam lingkungannya.
Kreativitas yang ada dalam masyarakat tersebut menghasilkan
lingkungan dengan tingkat sosial yang berbeda-beda sesuai dengan keadaan
15
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, (Jakarta: Prenada Media Group, 2007) h.66 16
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, (Jakarta: Prenada Media Group, 2007) h.52 17 Peter L. Berger & Thomas Luckman, “The Social Construction of Reality, a Trease in the Sociologic of Knowledge” (New York: Penguin Books, 1966), h.67
18
17
mereka bercampur dengan individu-individu lainnya. Ini karena memang
setiap individu tidaklah dapat membentuk sebuah realitas sosial tanpa ada
individu yang lainya. Realitas sosial merupakan keadaan yang sebenarnya
dalam kehidupan masyarakat, namun realitas yang ada tersebut merupakan
hasil kreatif masyarakat dengan menggunakan kekuatan kosntruksi sosial
masyarakat.
Selain itu juga dalam pandangan ontologi konstruktivis, realitas
merupakan konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu.19
Individu-individu bebas melakukan sesuatu sesuai keinginannya agar terbentuk
sebuah hubungan antara individu dengan individu lain, karena pada
dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa ada orang lain
disekitarnya.
Walaupun individu bebas melakukan sesuatu sesuai kreatifitas
masing-masing, namun pastilah mereka memiliki sebuah tujuan yang
berguna bagi dirinya atupun masyarakat di sekitarnya. Seperti yang di
jelaskan oleh Max Webber, realitas sosial merupakan perilaku sosial yang
memiliki makna subjektif, karena perilaku memiliki tujuan dan motivasi.
2. Konstruksi Media Terhadap Realitas
Media massa dapat berperan dalam mengonstruksi suatu peristiwa
untuk membentuk realitas sosial. Pendekatan konstruksi sosial telah menjadi
gagasan penting dan populer dalam ilmu sosial. Menurut Keneth Gergen,
konstruksi sosial memusatkan perhatiannya pada proses di mana individu
19
18
menanggapi kejadian di sekitarnya berdasarkan pengalaman mereka.20
Pandangan konstruktivisme memahami tugas dan fungsi media massa
berbanding terbalik dengan pandangan positivisme. Positivisme memandang
media massa sebagai alat penyampai pesan dari komunikator (wartawan,
jurnalis) ke khalayak. Media massa benar-benar merupakan alat netral,
mempunyai tugas utama penyampai pesan, tanpa maksud lain. Jika media
menyampaikan suatu peristiwa atau kejadian, memang itulah yang terjadi.
Itulah realitas sebenarnya. Tidak ditambah tidak dikurang.
Dalam pandangan konstruktivisme, media massa bukan hanya
menyampaikan pesan, tetapi juga sebagai subjek yang mengkonstruksi
realitas, lengkap dengan pandangan, bias, dan pemihakan. Di sini, media
massa dipandang sebagai agen konstruksi sosial yang mendefinisikan
realitas.21
Dalam pembentukan opini publik, media massa secara umum
melakukan tiga kegiatan. Pertama, menggunakan simbol-simbol untuk
memunculkan pengenalan. Kedua, melakukan strategi pengemasan pesan
(framing), hal ini bertujuan agar pesan yang sampai pada masyarakat sesuai dengan apa yang media harapkan. Ketiga, melakukan fungsi agenda media
untuk menentukan prioritas pesan mana yang disampaikan kepada audiens
media massa tersebut.
Pelaksanaan tiga kegiatan tersebut bisa saja terpengaruhi oleh faktor
internal berupa kebijakan redaksional yang didasari keterpihakan pengelola
20
Sasa Djuarsa Sendjaja, Teori Komunikasi, (Jakarta, Univeritas Terbuka, 2005), h. 83 21
19
media dalam menaik-turunkan tokoh, atau bahkan kelompok, dan berbagai
faktor eksternal seperti tekanan pasar audiens, sistem hukum negara,
maupun kekuatan-kekuatan publik lainnya. Dengan demikian, bisa jadi satu
peristiwa mampu menimbulkan opini publik yang berbeda tergantung cara
masing-masing media melaksanakan tiga kegiatan tersebut.22
Khalayak penikmat media maka selayaknya menyadari, bahwa media
harus dipandang sebagai hasil konstruksi dari realita-realitas yang dikemas
hingga sedemikian rupa. Pengemasan program atau acara didasari atas
konsepsi yang berbeda-beda, sesuai pola pandang dan interaksi pegiat media
dengan realita, kemudian disajikan bagi publik.
Dalam dunia politik modern media massa sering menjadi media
pembentuk citra terutama oleh para penguasa, juga menjadi pintu bagi setiap
kelompok sosial sebagai jalur propaganda guna mempengaruhi opini
publik.23 Pembentukan ini dilakukan dengan upaya membangun opini dan
karakteristik yang gencar ditampilkan terus-menerus.
B.Teori Citra Frank Jefkins.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) online.com, citra berarti
rupa, gambar, gambaran yang dimiliki orang banyak mengenai pribadi,
perusahaan,organisasi, atau produk. Menurut bahasa dan sastra, citra
merupakan kesan mental atau bayangan visual yang ditimbulkan oleh sebuah
22
Hamad, Ibnu, Dr, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa, (Jakarta, Granit, 2004), h. 2-3
23
20
kata, frasa,atau kalimat, dan merupakan unsur dasar yang khas dalam karya
prosa dan puisi.24
Citra adalah suatu pemikiran mengenai sebuah realitas dan tidak harus
selalu sama dengan realitas yang ada. Citra dibentuk bedasarkan apa yang
diterima oleh khalayak.25 Sedangkan Reynolds dikutip dalam The Journal Of Tourism Studies, mendefinisikan citra sebagai the development of a mental construct based upon a few impression choosen from a flood information. Dengan kata lain, Reynolds berpendapat bahwa citra itu ialah pengembangan
gagasan mental yang dipengaruhi oleh informasi yang ada.26
Sedangkan menurut Bill Canton dalam Soemirat dan Ardianto, citra ialah
the impression, the feeling, the conception which the public has of company, a concioussly created impression of an object, person or organization.27 Artinya, citra dapat diartikan sebagai gambaran apa yang ada di pikiran seseorang
mengenai suatu hal, hal yang dimaksud di sini bias berupa personal, kelompok
atau bahkan sebuah perusahaan.
Menurut Frank Jefkins dalam buku Public Relations , definisi citra dalam konteks humas citra diartikan sebagai "kesan, gambaran, atau impresi yang
tepat (sesuai dengan kenyataan) atas sosok keberadaan berbagai kebijakan
personil personil atau jasa-jasa dari suatu organisasi atau perusahaan.” Jefkins
24
Kamus Besar Bahasa Indonesia, http://kbbi.web.id/citra. 25
Jalaludin Rakhmat, Psikologi komunikasi. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012) Cet. Ke-28, h.222.
26
Charlotte M. Echtner and J.R. Brent Ritchie, The Meaning and Measurement of Destination Image, ( THE JOURNAL OF TOURISM STUDIES Vol. 14, No.1, 2003) h,38.
27
21
(2003) menyebutkan beberapa jenis citra (image). Berikut ini lima jenis citra
yang dikemukakan, yakni:
1. Mirror Image (Citra Bayangan). Citra ini melekat pada orang dalam atau anggota-anggota organisasi, biasanya adalah pemimpinnya, mengenai
anggapan pihak luar tentang organisasinya. Dalam kalimat lain, citra
bayangan adalah citra yang dianut oleh orang dalam mengenai pandangan
luar, terhadap organisasinya. Citra ini seringkali tidak tepat, bahkan hanya
sekedar ilusi, sebagai akibat dari tidak memadainya informasi, pengetahuan
ataupun pemahaman yang dimiliki oleh kalangan dalam organisasi itu
mengenai pendapat atau pandangan pihak-pihak luar. Dalam situasi yang
biasa, sering muncul fantasi semua orang menyukai kita.
2. Current Image (Citra yang Berlaku). Citra yang berlaku adalah suatu citra atau pandangan yang dianut oleh pihak-pihak luar mengenai suatu
organisasi. Citra ini sepenuhnya ditentukan oleh banyak-sedikitnya
informasi yang dimiliki oleh mereka yang mempercayainya.
3. Multiple Image (Citra Majemuk). Yaitu adanya image yang bermacam-macam dari publik terhadap organisasi tertentu yang ditimbulkan oleh
mereka yang mewakili organisasi kita dengan tingkah laku yang
berbeda-beda atau tidak seirama dengan tujuan atau asas organisasi kita.
4. Corporate Image (Citra Perusahaan). Apa yang dimaksud dengan citra perusahaan adalah citra dari suatu organisasi secara keseluruhan, jadi bukan
22
5. Wish Image (Citra Yang Diharapkan).Citra harapan adalah suatu citra yang diinginkan oleh pihak manajemen atau suatu organisasi. Citra yang
diharapkn biasanya dirumuskan dan diterapkan untuk sesuatu yang relatif
baru, ketika khalayak belum memiliki informasi yang memadai
mengenainya.
1. Proses Pembentukan Citra
Selain citra dikenal juga sebagai gambaran mengenai suatu hal.
Penggambaran tersebut juga memiliki proses dalam pembentukannya.
Proses tersebut mengalami 4 tahap28, yakni:
a. Persepsi: Persepsi disini ialah mengenai memaknakan atau
mengartikan suatu rangsangan berdasarkan pengalamannnya terhadap
rangsangan itu sendiri.
b. Kognisi: Setelah suatu individu sudah dapat mengartikan suatu
rangsangan berdasarkan pengalamannya. Maka selanjutnya terjadi kognisi,
dimana individu akan merasa yakin terhadap stimulus.
c. Motif: Motif disini bias diartikan sebagai doronggan seorang
individu untuk melakukan suatu hal tertentu untuk memenuhi tujuannya.
d. Sikap: sikap yang dimaksud disini berarti sebuah kecondongan
dalam diri untuk berpikir, bertindak dalam menghadapi suatu masalah,
mengeluarkan suatu ide atau nilai-nilai yang ada di masyarakat.
28
23
Proses-proses tersebut menunjukan bagaimana stimulus yang berasal
dari luar diorganisasikan dan mempengaruhi respons. Stimulus atau
rangsangan yang diberikan pada individu dapat diterima atau ditolak. Jika
rangsangan ditolak, maka proses selanjutnya tidak akan berjalan. Hal ini
menunjukan bahwa rangsangan tersebut tidak efektif dalam mempengaruhi
individu karena tidak adanya perhatian dari individu tersebut. Sebaliknya,
jika rangsangan itu diterima oleh individu, berarti terdapat komunikasi dan
perhatian dari organisme, dengan demikian proses selanjutnya dapat
berjalan.
C.Televisi
1. Pengertian Televisi
Televisi (TV) adalah sebuah alat penangkap siaran bergambar.
Televisi termasuk media komunikasi massa yang menyediakan berbagai
macam informasi, antara lain politik, ekonomi, budaya, fashion, hiburan, dan lain sebagainya. Komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan
melalui media massa pada sejumlah orang besar orang. Media komunikasi
yang termasuk media massa, yaitu radio siaran dan televisi dikenal sebagai
media elektronik; serta surat kabar dan majalah yang keduanya termasuk
media cetak.29
Kata televisi berasal dari kata tele dan vision, yang mempunyai arti
masing-masing, jauh”tele“ dan tampak ”vision“. Dalam bahasa Yunani kata
29
24
“tele” berarti jarak dan kata “visi” yang berarti citra atau gambar dalam
bahasa latin. Jadi, kata televisi berarti suatu sistem penyajian gambar berikut
suara dari suatu tempat yang berjarak jauh.30
Televisi merupakan media yang dapat mendominasi komunikasi
massa, karena sifatnya yang dapat mendominasi komunikasi massa, karena
sifatnya yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan khalayak. Media
ini memiliki kelebihan dari media massa lainnya yaitu bersifat audio visual
(didengar dan dilihat), dapat menggambarkan kenyataan dan langsung
menyajikan peristiwa yang sedang terjadi ke setiap rumah para pemirsa di
manapun mereka berada.31
Tak terbantahkan dan tak terbendungkan lagi bahwa perkembangan
industri siaran televisi sudah sangat pesat perkembangannya, hingga tak
seorang pun mampu membendung laju siaran televisi kecuali dengan
mematikan pesawat televisi dan berhenti menonton. Televisi merupakan
media komunikasi modern, yang dalam perkembangannya kini menjadi
barang pokok sebab dalam kenyataannya hampir setiap individu mempunyai
televisi di rumah masing-masing. Berbeda dengan era tahun kemerdekaan
hingga era tahun 1990-an televisi menjadi barang yang sangat mewah,
dapat dibayangkan dalam satu kampung biasanya hanya ada satu pesawat
televisi yang hanya dimiliki oleh seorang Kepala Desa.32
22 Sutisno. P.C.S, Pedoman Praktis Penulisan Skenario Televisi dan Radio, (Jakarta: PT Grasindo, 1993), h.1
31
Elvinaro Ardianto, Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, h.4 32
25
2. Fungsi Televisi
Pada umumnya televisi mempunyai fungsi yaitu fungsi penerangan,
fungsi pendidikan, fungsi hiburan,33 fungsi promosi dan fungsi persuasi .
Menurut fungsi ini segala sesuatu yang disiarkannya kepada masyarakat
tergantung pada sistem negara dan pemerintah negara yang bersangkutan.
a. Fungsi Penerangan
Televisi merupakan media yang mampu menyiarkan berbagai
informasi, hal ini disebabkan oleh dua faktor yang terdapat didalamnya,
yaitu “Immediacy and Realism”. Immediacy mencakup pengertian
langsung dan dekat. Peristiwa yang disiarkan oleh stasiun televisi dapat
dilihat dan didengar oleh pemirsa dan saat peristiwa berlangsung
seolah-olah mereka berada di tempat peristiwa itu terjadi. Realism yaitu mengandung makna kenyataan, ini berarti stasiun televisi menyiarkan
informasi secara audio visual sesuai dengan kenyataan.
b. Fungsi Pendidikan
Sebagai media massa, televisi merupakan sarana paling ampuh
untuk menyiarkan acara pendidikan kepada khalayak yang jumlahnya
banyak secara simultan. Sesuai dengan pendidikan yakni meningkatkan
pengetahuan dan penalaran masyarakat, televisi menyiarkan acara-acara
tertentu secara implisit mengandung pendidikan seperti film, kuis, berita
dan sebagainya yang disebut educational televition (ETV).
33
26 c. Fungsi Hiburan
Fungsi hiburan yang melekat pada televisi sangat dominan.
Sebagian besar dari alokasi waktu masa siaran diisi acara hiburan. Hal ini
dapat dimengerti karena pada layar televisi dapat ditampilkan gambar
hidup serta suara bagaikan kenyataan, dan dapat dinikmati sekalipun
khalayak yang tidak mengerti bahasa asing.
d. Fungsi Promosi
Fungsi televisi sebagai media promosi melekat erat bagi para
audiens. Bagaimana tidak? Hampir seluruh tayangan televisi selalu
diselingi oleh tayangan promosi baik itu berupa produk, tokoh, juga
program. Bentuk promosi dalam televisi juga telah beragam bentuk
berupa tayangan, addlibs, ataupun pemunculan produk langsung dalam tayangan program televisi.
e. Fungsi Persuasi
Kepemilikan televisi yang hampir dimiliki seluruh rakyat Indonesia
akan dengan mudahnya mempengaruhi audiens guna mengonsumsi,
memilih atau menyetujui apa yang televisi tayangkan. Contoh saja pada
setiap waktu mendekati pemilihan kepala daerah atau pemilihan umum,
elektabilitas tokoh publik tertentu dapat dibangun dengan menampilkan
27
BAB III
PROFIL DAN GAMBARAN UMUM A.NET Mediatama
1. Sejarah NET.
Terbentuknya NET. diawali oleh founder NET. Agus Lasmono dan
Co-Founder Wishnutama Kusubandio yang bersepakat untuk membangun
sebuah stasiun televisi baru di Indonesia, dengan konsep dan format yang
berbeda dengan televisi yang ada saat itu di tanah air. NET., Televisi Masa
Kini resmi mengudara pada 26 Mei 2013, setelah sebelumnya menjalani
siaran percobaan sejak 18 Mei 2013. Grand launching NET.
diselenggarakan di Jakarta Convention Center, lewat sebuah pagelaran
megah yang menghadirkan sederet nama pengisi acara terkenal dari tanah
air dan mancanegara, termasuk Carly Rae Jepsen dan Taio Cruz.34
NET. Televisi Masa Kini merupakan salah satu alternatif tontonan
hiburan layar kaca. NET. hadir dengan format dan konten program yang
berbeda dengan stasiun TV lain. Sesuai perkembangan teknologi informasi,
NET. didirikan dengan semangat bahwa konten hiburan dan informasi di
masa mendatang akan semakin terhubung, lebih memasyarakat, lebih
mendalam, lebih pribadi, dan lebih mudah diakses. Karena itulah, sejak
awal, NET. Muncul dengan konsep multiplatform, sehingga pemirsanya
bisa mengakses tayangan NET. Secara tidak terbatas, kapan pun, dan di
mana pun.
34http://www.netmedia.co.id/about
28
Mengutip dari website langsung, konten tayangan NET. memiliki
perbedaan dari tayangan televisi lain yang sudah ada. Sesuai semangatnya,
tayangan berita NET. wajib menghibur, sebaliknya, tayangan hiburan NET.
harus mengandung fakta, bukan rumor atau gosip. Dalam hal tampilan,
NET. Muncul dengan gambar yang lebih tajam dan warna yang lebih cerah.
NET. telah menggunakan sistem full high definition (Full-HD) dari hulu hingga hilir.
NET. adalah bagian dari kelompok usaha Indika Group. Meskipun
bergerak di bidang usaha Energi & Sumberdaya di bawah bendera Indika
Energy Tbk, berdirinya Indika dimulai dari sebuah visi untuk membangun
usaha di bidang media hiburan dan teknologi informasi. Nama Indika
sendiri merupakan singkatan dari Industri Multimedia dan Informatika. Saat
ini, melalui PT. Indika Multimedia, Indika Group bergerak di bidang usaha
Promotor, Broadcast Equipment, Production House dan Radio.
2. Visi Misi NET.
NET. memiliki visi untuk menyajikan konten program yang kreatif,
inspiratif, informatif, sekaligus menghibur.35 Sedangkan misinya antara lain
adalah menghasilkan industri yang kreatif, menghibur dan menyuguhkan
konten berkualitas melalui bermacam platform. NET. juga bermisi Menyediakan media bagi pemangku kepentingan untuk menarik perhatian
audiens. Misi NET. yang terakhir juga menarik, mengembangkan dan
mempertahankan bakat terbaik dalam industri hiburan.
35http://www.netmedia.co.id/about
29
3. Kategori Program
Berkembang dengan slogan televisi masa kini, NET. menghadirkan
beberapa kategori dalam program yang senantiasa mengisi keseharian
masyarakat Indonesia, antara lain: Kids, tayangan ini berupa program yang disegmenkan untuk anak-anak. Information, tayangan yang menampilkan informasi baik ringan maupun mendalam. Magazine, tayangan yang menekankan pada aspek menarik suatu informasi ketimbang aspek
pentingnya. Sport, tayangan yang menampilkan segala kegiatan terkait olahraga. Documentary, tayangan informasi yang bertujuan untuk pembelajaran dan pendidikan terkait keilmuan, kejadian masa lampau atau
realitas yang sedikit diketahui khalayak. Entertaintment, bentuk tayangan yang mengedepankan hiburan untuk audiens. Music, tayangan yang menyajikan musik berupa lagu maupun video clip.36
B.Net 86
NET. TV sebagai media televisi swasta yang terbilang muda
menghadirkan inovasi tayangan karya jurnalistik dari pegiat-pegiat jurnalisme
bekerja sama dengan Polri dalam program Net 86. Sejak tayang perdananya
Net 86 menampilkan aksi para aparat penegak hukum dalam melaksanakan
tugas. Di samping menampilkan aksi polisi menegakan tugas, Net 86 pula
menampilkan sisi lain polisi secara humanis, di mana polisi sebagai bagian
masyarakat.
...
36http://www.netmedia.co.id/about
30
Hadirnya Net 86 diawali oleh NET. yang ingin menghadirkan
program tentang organ kenegaraan yang memiliki nilai jual, rating tinggi, namun tetap dekat dengan masyarakat dan edukatif. Diangkatlah polisi sebagai
subjek program Net 86 karena NET. beranggapan polisi adalah aparatur
terdekat dan banyak bersentuhan langsung dengan masyarakat. NET. berharap
awareness dan rating share dari masyarakat terkait program ini akan tinggi. Net 86 mengusung konsep reality show yang menampilkan polisi saat bertugas. Untuk itu Net 86 menyertakan keterlibatan Polri dalam
mengembangkan gagasan program tersebut. Tujuan dari keterlibatan langsung
kepolisian tidak lain untuk menjalin satu tujuan untuk saling menguntungkan.
“Polisi ingin citranya baik dan Net 86 ingin program yang diterima dan
ditonton oleh masyarakat” begitu tukas Mbarrep Desto Kuncoro sebagai
produser.37
Pada awal tayang, 2 Agustus 2014 Net 86 ditayangkan setiap hari, dari
Senin hingga Minggu. Namun terdapat perubahan jadwal, Net 86 hanya
ditayangkan dari Senin hingga Jumat pukul 21.30 WIB. Hingga 30 Juni 2016,
Net 86 telah menayangkan 601 episode yang terdiri atas pelbagai kasus di
seluruh Indonesia. Beragam kasus yang ditampilkan antara lain tentang lalu
lintas, bentrok antarwarga, demonstrasi unjuk rasa, operasi cipta kondisi,
penyalahgunaan narkotika, pencurian kendaraan bermotor, hingga pengeboman
di sekitar Plaza Sarinah, Jakarta Pusat, 14 Januari 2016 silam dan pelbagai
tindak kriminal lainnya.
37
31
Proses produksi Net 86 dipimpin oleh seorang produser yang berwenang
dan bertanggung jawab penuh terkait kebijakan redaksional, juga
tinggi-rendahnya awareness dan rating Net 86. Produser hanya menaungi dua divisi di bawahnya, Production Assistant (PA) dan Creative Team. PA bertugas mengurus masalah teknis program. Sedangkan Creative bertanggungjawab memilih tema atau isu hangat terbaru sesuai tanggal tayang; menyunting dan
mengedit tayangan yang masuk di televisi.38
Didasari pada standar tayangan NET. untuk menyajikan sisi positif
ketimbang sisi negatif dari tokoh yang ditampilkan, Net 86 mayoritas
menampilkan sisi positif polisi sebagai subjek program ini. “Kalau berbicara
tentang sisi negatif polisi, pasti banyak banget.” Ungkap sang produser Net 86.
Namun, sebagai pemimpin produksi, sang produser beranggapan, jika
menampilkan tayangan dengan sisi negatif tentu akan sangat tidak mendidik
masyarakat. Net 86 lalu menampilkan citra polisi dalam konstruksi positif. Net
86 tidak hanya bertujuan pada mengubah pola pikir masyarakat tentang polri,
tapi juga lebih memberikan edukasi bagi masyarakat luas. Edukasi tersebut
berbentuk nasihat, diberikan kepada para pelanggar dalam tayangan Net 86
yang secara tidak langsung juga diberikan kepada khalayak penonton Net 86.
Selain mengonstruksi citra polisi secara positif, Net 86 pun menyertakan
sisi human interest dari polisi sebagai manusia biasa. Hal tersebut didasari konsep Net 86 yang juga mengusung police as a human.39 Penggambaran
38
Hasil wawancara langsung dengan Mbarrep Desto Kuncoro, produser Net 86 pada 13 Juli 2016
39
32
polisi sebagaimana manusia biasa yang memiliki hati nurani, contohnya adalah
ketika bertugas polisi tidak semata didasari oleh perundang-undangan dalam
menindak pelaku, tapi juga rasa khawatir dan simpati antar manusia.
Produser Net 86 sendiri menyadari adanya dissinkronisasi antara realitas
sosial yang berada di masyarakat dan realitas media yang Net 86 tampilkan.
Hal tersebut sebagaimana ia sampaikan ketika berbincang dengan penulis.
Realitas sosial yang terbentuk di benak masyarakat Indonesia terkait polisi
tentu beragam, ada yang menilai positif, dan banyak yang menilai negatif.40
Pola pikir masyarakat ini berujung pada rasa sungkan, ketidakpecayaan bahkan
antipati masyarakat terhadap polisi. Hal ini membuat masyarakat berkecil hati
atas aparat kepolisian dan negara Indonesia.
Demikian adanya, Net 86 mencoba membangun citra polisi dengan
positif tidak lain adalah bertujuan untuk mengedukasi dan mengingatkan
masyarakat untuk tidak melakukan pelanggaran-pelanggaran yang dapat
merugikan diri sendiri, keluarga, kerabat, maupun orang lain;41 membangun
pola pikir masyarakat agar lebih bangga terhadap aparatur negara;42 menyindir
para oknum polisi yang masih nakal bahkan berperilaku layaknya musuh
masyarakat untuk mengubah sikap dan perilaku mereka. “Polisi sudah
dibuatkan program yang seperti ini, biar sadar” begitu produser berharap
kepada polisi yang bersikap buruk agar malu bila bersikap buruk, sadar,
instropeksi diri, berubah lebih baik dan senantiasa menjadi aparat keamanan
40
Hasil wawancara langsung dengan Mbarrep Desto Kuncoro, produser Net 86 pada 13 Juli 2016
41
Hasil wawancara langsung dengan Rangga Muliawan, kreatif Net 86 pada 20 Juli 2016 42
33
negara yang melindungi, mengayomi juga melayani masyarakat dengan baik.
Net 86 menyadari betul posisi sebagai media massa di mana tayangan ini
mampu membentuk opini masyarakat sesuai dengan yang disajikan. Maka dari
itu, Net 86 menekankan sisi edukatif kepada penonton yang mana selalu
ditampilkan himbauan, larangan dan nasihat dalam setiap tayangan Net 86.43
Hingga Juni 2016 ini, Net 86 telah menampilkan kurang lebih 600 episode
yang berisikan bermacam kegiatan tugas polisi dari penindakan lalu lintas,
pengamanan demonstrasi, penindakan penyalahguna narkoba, dan pelbagai
kasus kriminal.
C.Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) 1. Sejarah Polri
Kepolisian Nasional Indonesia diresmikan pada 1 Juli 1946
(Penetapan Pemerintah tahun 1946 No. 11/S.D)44, meski demikian
keberlangsungan kegiatan dan kinerja polisi sendiri telah lahir sejak
kemerdekaan Indonesia diproklamasikan oleh Soekarno-Hatta.45
Pada masa awal, kepolisian dinamai Djawatan Kepolisian Negara
yang berada dalam pengaturan Kementerian Dalam Negeri perihal
administrasi. Sedangkan secara operasional kepolisian diatur oleh Kejaksaan
Agung.46 Siring berjalannya perkembangan kepolisian, saat ini kedudukan
43
Hasil wawancara langsung dengan Rangga Muliawan, kreatif Net 86 pada 20 Juli 2016 44
https://www.polri.go.id/tentang-sejarah.php Diakses pada, 14 Juli 2016 45
Dr. G. Ambar Wulan, Polisi dan Politik, PT.RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2009. hlm.vi 46
34
polisi berfungsi sebagai organ pemerintah yang bertanggung jawab terhadap
penyelenggaraan keamanan, ketenangan dan ketertiban.47
2. Visi Misi
Sebagai aparat penegak hukum di Indonesia, Polri memiliki visi untuk
mewujudkan pelayanan keamanan dan ketertiban masyarakat yang prima,
menegakkan hukum dan keamanan dalam negeri yang mantap serta
menjalin sinergi polisional yang proaktif. Untuk menujang visi itulah, polri
memiliki serangkaian misi yaitu melaksanakan deteksi dini dan peringatan
dini melalui kegiatan/operasi penyelidikan, pengamanan dan penggalangan;
memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan secara mudah,
responsif dan tidak diskriminatif; menjaga keamanan, ketertiban dan
kelancaran lalu lintas untuk menjamin keselamatan dan kelancaran arus
orang dan barang; menjamin keberhasilan penanggulangan gangguan
keamanan dalam negeri; mengembangkan perpolisian masyarakat yang
berbasis pada masyarakat patuh hukum; menegakkan hukum secara
profesional, objektif, proporsional, transparan dan akuntabel untuk
menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan; mengelola secara profesional,
transparan, akuntabel dan modern seluruh sumber daya Polri guna
mendukung operasional tugas Polri; membangun sistem sinergi polisional
interdepartemen dan lembaga internasional maupun komponen masyarakat
dalam rangka membangun kemitraan dan jejaring kerja (partnership
building/ networking).
47
35
3. Jenis Polisi Menurut Tugas
Dalam struktur organisasi kepolisian, polri memiliki bermacam unit
dan satuan kerja. Berikut beberapa jenis Polisi: Sabhara: Samapta
Bhayangkara (Sabhara) bertugas melakukan pelayanan masyarakat
merupakan fungsi dasar kepolisian seperti pembuatan laporan polisi,
pengaturan jalan dan pengamanan kegiatan masyarakat;48 Brimob: Brigade
Mobil (Brimob) adalah kesatuan yang dikenal sebagai Korps Baret Biru
dalam tubuh Kepolisian Negara Republik indonesia. Brimob merupakan
pasukan khusus dalam jajaran institusi Polri, karena memiliki lingkup tugas
khusus yaitu menanggulangi situasi darurat, membantu tugas kepolisian
kewilayahan dan menangani kejahatan dengan tingkat intensitas tinggi, yang
menggunakan senjata api dan bahan peledak, melaksanakan operasi yang
membutuhkan aksi yang cepat, situasi pertolongan pada Bencana Alam
(SAR), Pertempuran Jarak Dekat (dalam kota), dan sebagainya; Propam
(dulu lebih dikenal dengan nama provos) adalah divisi yang
bertanggung-jawab kepada masalah pembinaan profesi dan pengamanan di lingkungan
internal organisasi polri; Satlantas: polisi lalu lintas
bertugas menyelenggarakan dan membina fungsi lalu lintas yang meliputi
pengaturan, penjagaan, pengawalan, patroli, pendidikan masyarakat dan
rekayasa lalu lintas, registrasi dan identifikasi pengemudi/ kendaraan
bermotor, penyidikan kecelakaan lalu lintas dan penegakkan hukum
dibidang lalu lintas guna memelihara keamanan, keselamatan, ketertiban
48
36
dan kelancaran lalu lintas;49 Reskrim: Reserse Kriminal (Reskrim) bertugas
mengumpulkan barang bukti untuk mengungkap kasus. Setelah bukti
terkumpul, reskrim menangkap tersangka, kemudian bersama-sama alat
bukti yang telah terkumpul, diserahkan ke Jaksa Penuntut Umum;
Binamitra, pada divisi ini mendekati fungsi humas, yaitu berkonsentrasi
kepada sosialisasi informasi kepolisian secara aktif yang menghubungkan
antara polisi dan masyarakat;50 Divisi Teknologi Informasi: divisi teknologi
informasi (TI) bertugas di bidang informatika yang meliputi teknologi
informasi, dan komunikasi elektronika yang berada di bawah kapolri
bertugas menyelenggarakan fungsi pembinaan dan pengembangan sistem
teknologi informasi dan komunikasi elektronika serta informasi manajerial
termasuk jaringan telekomunikasi di lingkungan polri yang meliputi
sentralisasi pengumpulan dan pengolahan data, analisa dan evaluasi serta
penyajian informasi termasuk pelayanan multimedia.51
4. Permasalahan Pada Tubuh Polri
Dalam pandangan hukum tentang polisi secara tradisional, seorang
polisi hanyalah seorang warga biasa yang dipekerjakan dan dibayar untuk
menegakan hukum sebagai tugasnya.52 Berbeda dari pandangan tersebut,
saat ini polisi memiliki kewenangan tertulis dalam undang-undang yang
49
http://www.bennyrhamdani.com/2016/02/yuk-mengenal-jenis-seragam-polisi.html Diakses pada 19 Juli 2016.
50
http://pelayanmasyarakat.blogspot.co.id/2008/01/5-fungsi-umum-kepolisian.html Diakses pada 19 Juli 2016.
51
http://ycgroup.blogspot.co.id/2013/04/divisi-teknologi-informasi-pada.html#axzz4Es6BDFsB Diakses pada 19 Juli 2016.
52
37
tidak dimiliki masyarakat biasa, sebagaimana tercantum dalam butir e dan f,
Pasal 15, BAB III, Undang-Undang Kepolisian No 2 tahun 2002, polisi
berhak mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan
administratif juga berhak melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian
dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan, baik berupa kriminal
atau kegiatan yang dapat mengganggu keamanan.
Profesionalisme dan transparansi kerja polisi mestilah diutamakan.
Dengan Profesionalisme dan transparansi inilah polisi dan masyarakat dapat
bekerja sama membangun lingkungan yang aman sebagaimana dikenal
dengan community policing. Community policing hadir sebagai strategi untuk menutupi minimnya jumlah aparat kepolisian yang lebih sedikit
dibanding masyarakat untuk menjaga ketertiban dan keamanan dalam
bermasyarakat.
Untuk menjaga kebersinambungan community policing tersebut, pada dasarnya polisi mestilah menjaga citra agar tetap baik. Polisi yang santun,
berintegritas, dan berpegang teguh pada visi misi kepolisian akan langsung
meningkatkan kerjasama antara polisi dan masyarakat. Namun, etos kerja
polisi yang buruk dapat menghancurkan kerjasama antara polisi dan
masyarakat tersebut. Drs. Kunarso sebagai mantan kapolri turut geram atas
sikap buruk para oknum polisi yang angker, bersikap dan bertindak sebagai
penguasa, korup, bengis dan melukai hati masyarakat dalam bertugas. Hal
38
sebagaimana tertulis pada kata pengantar dalam buku Police Powers Politic
karangan Robert Baldwin dan Richard Kinsey.53
Besarnya peran polisi dalam menjaga stabilitas keamanan di Indonesia
berpotensi bagi terjadinya kekerasan maupun penyalahgunaan kewenangan
pada instansi ini. Poin satu pada misi kepolisian dalam situs resmi Polri
menyatakan, polisi melaksanakan deteksi dini melalui kegiatan
penyelidikan, pengamanan dan penggalangan.54 Pada kondisi tersebut, polisi
sangat berpotensi melakukan kesalahan dalam mendeteksi pelanggaran.
Potensi-potensi kesalahan polisi dalam menindak hukum inilah yang
kemudian memunculkan asas praduga tak bersalah yang diatur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), butir ke-3 huruf c.
Potensi terjadinya penyalahgunaan kewenangan oleh kepolisian juga
dapat dilihat dalam poin tujuh misi kepolisian, yakni “polisi mengelola
secara profesional, transparan, akuntabel dan modern seluruh sumber daya
Polri guna mendukung operasional tugas Polri”. Poin ini memungkinkan
polisi dalam aktivitas mereka menggunakan seluruh sumber daya Polri baik
berupa sumber daya manusia, fasilitas, maupun finansial. Di sini potensi
penyalahgunaan kekuasaan tidak kalah besar.
Namun demikian realita yang hadir di mata masyarakat, masih ada
tindakan oknum-oknum polisi yang menyalahi aturan atau bertindak
sewenang-wenang sehingga memunculkan keluhan publik. Munculnya
berbagai keluhan publik tersebut pada gilirannya membentuk persepsi
53
Disunting oleh Drs. Kunarto, Robert Baldwin & Richard Kinsey, Police Powers Politic (Kewenangan Polisi dan Politik), PT. Cipta Manunggal, Jakarta 2002. Hlm xvi
54https://www.polri.go.id/tentang-visimisi.php
39
negatif tentang polisi. Sejumlah contoh membuktikan hal itu. Di Jakarta,
Senin (26/03/2015), tindakan polisi lalu lintas dalam menindak pengguna
kendaraan bermotor Huandra Limanau, penindakan tidak berjalan wajar.
Diawali oleh brigadir Hardiyanto yang mencaci Huandra “dasar cina!”,
selanjutnya surat tilang tidak dijelaskan, SIM ditahan, form biru
dikosongkan, nama petugas tidak diisi, SIM harus diambil dimana tidak
diinfokan. Huandra pun dipaksa tanda tangan.55
Kasus berikutnya, Aksi pemukulan oleh Briptu Riski anggota Yanma
Mabes Polri kepada satpam di selasar Gedung Teratai Rumah Sakit
Fatmawati, Jakarta Selatan, Yudi