• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efficacy of Ginger and Turmeric Rhizome Extracts As An Effort to Extend the Storage Period of Salak Pondoh Due to Fungal Infection. This research was conducted

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efficacy of Ginger and Turmeric Rhizome Extracts As An Effort to Extend the Storage Period of Salak Pondoh Due to Fungal Infection. This research was conducted"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN EFIKASI EKSTRAK RIMPANG JAHE DAN KUNYIT

SEBAGAI UPAYA UNTUK MEMPERPANJANG UMUR

SIMPAN BUAH SALAK PONDOH AKIBAT SERANGAN

CENDAWAN

RIWAN KUSMIADI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Efikasi Ekstrak Rimpang Jahe dan Kunyit sebagai Upaya untuk Memperpanjang Umur Simpan Buah Salak Pondoh Akibat Serangan Cendawan adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Oktober 2011

Riwan Kusmiadi

(3)

Effort to Extend the Storage Period of Salak Pondoh Due to Fungal Infection. This research was conducted under the supervision of ROKHANI HASBULLAH and OKKY SETYAWATI DHARMAPUTRA.

Control of postharvest diseases of fruits using chemical fungicides so far are quite effective, but its side effect on human health is not recommended. Therefore, it is necessary to find another technique which is cheaper and safer using botanical fungicide. Red ginger and turmeric extracts have strong antifungal activities, consequently they were used in this study. This study aimed: 1) To determine the most often fungal species isolated and the most potential fungal isolate which cause postharvest disease of salak Pondoh; 2) To asses the effectiveness of red ginger and turmeric rhizome extracts in inhibiting the growth of the most potential fungal isolate; 3) To find the most effective coating formula i.e wax concentration in combination with extract concentration of botanical fungicide to maintain the quality of salak Pondoh during storage.

Randomized block design was used to determine the efficacy of two factors, i.e botanical fungicides (red ginger and turmeric rhizome extracts) and three concentrations (20, 30 and 40 %) of each botanical fungicide extract. A complete randomized block design with three treatments was used to examine the effect of red ginger extract and wax on fungal infection of salak Pondoh during storage. The three treatments were 1) waxing 10%; 2) red ginger rhizome extract 30%; 3) the combination of ginger rhizome extract 30% and waxing 10%. Salak Pondoh not coated wax 10 % and red ginger extract 30 % was used as control. Three replicates were used either on treatment or control. Water content of salak Pondoh, fruit hardness, total dissolved solid, respiration rate, weight loss, organoleptic test were determine using oven method, reometer, refractometer, closed system, gravimetric, and panelist test, respectively.

Twelve fungal isolats were found in salak Pondoh collected from seven traditional markets and supermarkets in Bogor. Nine isolates of them were Thielaviopsis paradoxa, three other isolates were Mucor sp. Geotricum sp. and Fusarium graminearum. Thielaviopsis. paradoxa was the most often isolated fungal species and it caused the disease on salak Pondoh. The most virulent isolate of T. paradoxa was PSYSI1 and its disease symptom was 2 010 mm2. The result indicated that red ginger and turmeric extracts inhibited the growth of the T. paradoxa PSYSI1 at the concentration of 30 % or more, but red ginger extract was more potential to inhibit the fungal isolate (100 %) compared to turmeric extract (34 %). The use of 30 % ginger extract in combination with 10% waxing could maintain the quality of salak Pondoh at room temperature (28-29oC) and 65-75 % RH until 12 days of storage, while the control only up to 9 days of storage.

(4)

Upaya untuk Memperpanjang Umur Simpan Buah Salak Pondoh Akibat Serangan Cendawan. Dibimbing oleh ROKHANI HASBULLAH dan OKKY SETYAWATI DHARMAPUTRA.

Buah salak (Salacca edulis Reinw) setelah dipanen masih melakukan aktivitas fisiologis terutama respirasi yang menjadi penyebab kerusakan buah. Selain itu kerusakan dapat terjadi karena serangan cendawan, yang dapat menyebabkan perubahan pada aroma, rasa, tekstur dan penampilan menjadi tidak menarik, sehingga akan berpengaruh terhadap nilai jual komoditas ini. Penggunaan fungisida sintetik untuk mengendalikan penyakit pascapanen telah banyak dilakukan dan cukup efektif, namun fungisida sintetik dapat menimbulkan masalah kesehatan cukup besar. Beberapa jenis tanaman rempah seperti rimpang jahe dan kunyit memiliki aktivitas antimikroba, sehingga dapat digunakan sebagai fungisida botani untuk memperpanjang masa simpan buah salak. Penelitian ini bertujuan untuk 1) menentukan spesies cendawan yang sering terisolasi dan isolat yang paling berpotensi menyebabkan penyakit pascapanen pada salak pondoh. 2) Mengkaji ekstrak rimpang jahe merah dan kunyit terhadap pertumbuhan cendawan, dan 3) Mengkaji formula bahan pelapis (konsentrasi pelilinan) dikombinasikan dengan konsentrasi ekstrak fungisida botani yang terbaik dalam penyimpanan salak pondoh.

Penelitian terdiri dari 4 tahapan yaitu: 1) isolasi cendawan penyebab kerusakan pada salak pondoh dari 12 pasar tradisional dan swalayan di Bogor, 2) uji patogenisitas dari isolat cendawan pada salak pondoh, 3) uji efikasi ekstrak rimpang jahe merah dan kunyit terhadap pertumbuhan cendawan, 4) Pengujian konsentrasi ekstrak rimpang jahe/kunyit yang terbaik pada buah salak, pelilinan 10 % dan kombinasi antara ekstrak rimpang jahe/kunyit dan lilin 10% serta kontrol yang disimpan pada suhu ruang.

(5)

dan kombinasi antara ekstrak rimpang jahe 30 % dan lilin 10 %. Sebagai kontrol yaitu tanpa ektrak jahe 30 % dan tanpa pelilinan 10 %). Untuk setiap perlakuan (termasuk kontrol) dibuat tiga ulangan. Kadar air, kekerasan, total padatan terlarut, laju respirasi, susut bobot dan uji organoleptik, masing-masing ditentukan dengan metode oven, rheometer, refraktometer, closed system, gravimetridan uji panelis.

Sebanyak 12 isolat cendawan diisolasi dari salak Pondoh. Dari keduabelas isolat tersebut selanjutnya diidentifikasi dan terdapat 4 spesies cendawan yaitu

Thielaviopsis paradoxa, Fusarium graminearum, Mucor sp. dan Geotricum sp. Hasil isolasi menunjukkan bahwa T. paradoxa adalah cendawan yang paling sering dalam menyebabkan penyakit pascapanen pada salak Pondoh super hijau. Berdasarkan hasil uji patogenisitas, isolat T. paradoxa yang patogenisitasnya paling tinggi (paling virulen) yaitu isolat PSYSI1. Hasil uji efikasi ekstrak jahe merah dan kunyit terhadap pertumbuhan cendawan menunjukkan, bahwa baik ekstrak jahe merah maupun ekstrak kunyit mampu menghambat pertumbuhan cendawan. Pada konsentrasi 40 % ektrak jahe merah menunjukkan daya hambat atau nilai hambatannya lebih tinggi yaitu sebesar 100 % bila dibandingkan dengan ektrak kunyit yang hanya sebesar 34 %. Ekstrak jahe konsentrasi 20 % masih menyebabkan pertumbuhan cendawan tiga hari setelah inkubasi pada media

Potato Dextrose Agar (PDA). Kombinasi ekstrak jahe 30 % dan pelilinan 10 % mampu mempertahankan mutu buah salak Pondoh pada penyimpanan suhu ruang (28-29oC) dan RH 65-75 % pada hari ke-12. Hasil uji organoleptik secara keseluruhan menunjukkan bahwa ektrak jahe merah dan pelilinan dapat diterima oleh panelis hingga hari ke 12, sedangkan kontrol hanya sampai hari ke-9.

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(7)

SIMPAN BUAH SALAK PONDOH AKIBAT SERANGAN

CENDAWAN

RIWAN KUSMIADI

Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada Program Studi Teknologi Pascapanen

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Nama : Riwan Kusmiadi NRP : F153090021

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Rokhani Hasbullah, M.Si Ketua

Prof. Dr. Okky Setyawati Dharmaputra Anggota

Diketahui Ketua Program Sudi

Teknologi Pascapanen

Dr. Ir. Sutrisno, MAgr

Tanggal Ujian: 26 September 2011

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(10)

Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan dengan baik. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah Kajian Efikasi Ekstrak Rimpang Jahe dan Kunyit sebagai Upaya untuk Memperpanjang Umur Simpan Buah Salak Pondoh Akibat Serangan Cendawan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan penghargaan dan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Bustami Rahman selaku Rektor Universitas Bangka Belitung yang telah memberikan kesempatan tugas belajar di Institut Pertanian Bogor.

2. Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, MSi dan Prof. Dr. Okky Setyawati Dharmaputra selaku pembimbing yang telah memberikan saran, arahan dan bimbingan kepada penulis melalui penyusunan proposal sampai pada penulisan karya ilmiah ini.

3. Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, MSc selaku penguji luar komisi dalam sidang tesis yang telah memberikan masukan serta saran dalam rangka perbaikan akhir karya ilmiah ini.

4. Koordinator Mayor Teknologi Pascapanen dan staf pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem.

5. Bapak dan ibu, Istri (Kurniawati) dan anak (Bagus Kemal Mudahharfi) atas segala kesabaran, doa dan dukungan selama penulis melaksanakan studi. 6. Kepala laboratorium Mikrobiologi SEAMEO BIOTROP dan staf.

7. Kepala laboratorium Teknologi Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian serta staf

8. Rekan-rekan seperjuangan dalam TPP „09

9. Serta masih banyak lagi ucapan terimakasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Akhir kata, semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pengembangan salak pondoh, serta buah tropika Indonesia pada umumnya.

Bogor, Oktober 2011

(11)

Penulis dilahirkan di Pangkalpinang pada tanggal 1 Februari 1974 dari ayah Samin Mulyorejo dan ibu Supriyah. Penulis merupakan putra pertama dari tiga bersaudara.

Tahun 1992 penulis lulus dari SMAN 1 Pangkalpinang dan pada tahun yang sama masuk di Institut Pertanian STIPER Yogyakarta. Penulis memilih program studi Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.

(12)
(13)
(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Kode ukuran berdasarkan bobot... 6 2 Rancangan acak kelompok disusun 2 faktor dan 3 perlakuan... 23 3 Luas gejala penyakit hasil uji patogenisitas 12 isolat cendawan

terhadap buah salak pondoh... 30

(15)

1 Diagram alir isolasi cendawan dan penentuan isolat cendawan yang paling berpotensi dalam menyebabkan penyakit pascapanen pada salak pondoh... 14 2 Diagram alir proses pembuatan ekstrak jahe dan kunyit... 16 3

5 Salak pondoh yang terserang Thielaviopsis paradoxa... 26 6 A) Koloni Thielaviopsis paradoxa pada media PDA setelah 3 hari

inkubasi pada suhu 28oC, B) foto mikrograf Thielaviopsis paradoxa

(200×); (a)endokonidium(b) klamidospora... 26 7 A) Koloni Fusarium graminearum pada media PDA setelah 3 hari

inkubasi pada suhu 28oC. B). Foto mikrograf Fusarium graminearum

(200x). (a) makrokonidium... 27 10 Uji patogenisitas 12 isolat cendawan terhadap salak pondoh setelah 7

hari inkubasi pada suhu ruang (± 28oC)... 31 11 Salak pondoh yang diisolasikan dengan Thielaviopsis paradoxa isolat

PSYSI1 setelah 7 hari inkubasi pada suhu ruang (28oC) ... 31 12 Pengaruh berbagai konsentrasi ekstrak jahe merah dan kontrol terhadap

pertumbuhan T.paradoxa pada media PDA... 32 13 Pengaruh berbagai konsentrasi dan kontrol Ekstrak kunyit terhadap

pertumbuhan T.paradoxa pada media PDA..... 33 14 Perubahan kadar air daging buah salak pondoh selama penyimpanan

pada suhu ruang (±28oC) selama 15 hari... 36 15 Perubahan susut bobot salak pondoh dengan berbagai perlakuan

(16)

pelapis pada penyimpanan suhu ruang (±28 C) selama 15 hari... 40 17 Perubahan total padatan terlarut buah salak pondoh pada

penyimpanan suhu ruang (±28oC) dengan berbagai perlakuan dan kontrol pelapis selama 15 hari... 41 18 suhu ruang (28-29oC) RH 65-75% hari ke-3 dan ke-6 dengan berbagai perlakuan pelapisan dan kontrol. KA= kontrol, KB= Pelapisan lilin 10 %, KC= Pelapisan ekstrak jahe 30 %, KD= Pelapisan ekstrak jahe 30 % dan lilin 10 %... Perubahan warna dan bentuk buah salak pondoh pada penyimpanan suhu ruang (28-29oC) RH 65-75% hari ke-9 dan ke-12 dengan berbagai perlakuan pelapisan dan kontrol. KA = kontrol, KB = Pelapisan lilin 10 %, KC = Pelapisan ekstrak jahe 30 %, KD = Pelapisan ekstrak jahe 30 % dan lilin 10 %...

43

44

45 21 Perubahan tingkat kesukaan panelis terhadap warna buah salak pondoh

selama penyimpanan pada suhu ruang dengan berbagai perlakuan

pelapisan... 47 22 Perubahan tingkat kesukaan panelis terhadap kesukaan kekerasan buah

salak pondoh selama penyimpanan pada suhu ruang dengan berbagai perlakuan pelapisan... 48 23 Perubahan tingkat kesukaan panelis terhadap rasa buah salak pondoh

selama penyimpanan dengan berbagai perlakuan pelapisan... 49 24 Perubahan tingkat kesukaan panelis terhadap aroma salak pondoh

selama penyimpanan pada suhu ruang dengan berbagai perlakuan pelapisan... 50 25 Perubahan tingkat kesukaan terhadap penerimaan keseluruhan buah

salak pondoh selama penyimpanan dengan berbagai perlakuan pelapisan... 51 26 Perubahan warna dan bentuk buah salak pondoh pada penyimpanan

suhu ruang (28-29oC) RH 65-75 % hari ke-15 dengan berbagai perlakuan pelapisan dan kontrol. KA= kontrol, KB= Pelapisan lilin 10 %, KC= Pelapisan ekstrak jahe 30 %, KD= Pelapisan ekstrak jahe 30 % dan lilin 10 %...

(17)
(18)

DAFTA LAMPIRAN

Halaman

1 Uji patogenisitas beberapa isolat cendawan terhadap buah salak pondoh... 60 2 Analisis sidik ragam pengaruh berbagai isolat terhadap luas gejala

penyakit terhadap buah salak pondoh... 60 3 Uji lanjut Duncan pengaruh berbagai isolat terhadap luas gejala

penyakit terhadap buah salak pondoh... 61 4 Hasil perhitungan uji efikasi rimpang jahe dan kunyit pada media

PDA... 62 5 Analisi sidik ragam pengaruh jenis rimpang dan konsentrasi

terhadap Diameter koloni cendawan pada media PDA... 62 6 Uji lanjut Duncan pengaruh jenis rimpang dan konsentrasi terhadap

diameter koloni cendawan pada media PDA... 62 7 Data hasil perhitungan kadar air pada uji formula bahan pelapis

lilin dikombinasikan dengan ekstrak jahe pada penyimpanan buah salak... 63 8 Analisi sidik ragam pengaruh formula bahan pelapis lilin

dikombinasikan dengan ekstrak jahe pada penyimpanan buah salak terhadap kadar air... 63 9 Analisis uji lanjut Duncan pengaruh formula bahan pelapis lilin

dikombinasikan dengan ekstrak jahe pada penyimpanan buah salak terhadap kadar air... 64 10 Data hasil perhitungan susut bobot pada uji formula bahan pelapis

lilin dikombinasikan dengan ekstrak jahe pada penyimpanan buah salak... 65 11 Analisi sidik ragam pengaruh formula bahan pelapis lilin

dikombinasikan dengan ekstrak jahe pada penyimpanan buah salak terhadap susut bobot... 66 12 Hasil analisis uji lanjut Duncan pengaruh formula bahan pelapis

lilin dikombinasikan dengan ekstrak jahe pada penyimpanan buah salak terhadap susut bobot... 66 13 Data pengamatan uji kekerasan pada uji formula bahan pelapis

lilin dikombinasikan dengan ekstrak jahe pada penyimpanan buah salak... 67 14 Analisi sidik ragam pengaruh formula bahan pelapis lilin

(19)

15 Hasil analisis uji lanjut Duncan pengaruh formula bahan pelapis lilin dikombinasikan dengan ekstrak jahe pada penyimpanan buah salak terhadap kekerasan... 68 16 Data pengamatan total padatan terlarut pada uji formula bahan

pelapis lilin dikombinasikan dengan ekstrak jahe pada penyimpanan buah salak... 69 17 Analisi sidik ragam pengaruh formula bahan pelapis lilin

dikombinasikan dengan ekstrak jahe pada penyimpanan buah salak terhadap total padatan terlarut... 70 18 Hasil analisis uji lanjut Duncan pengaruh formula bahan pelapis

lilin dikombinasikan dengan ekstrak jahe pada penyimpanan buah salak terhadap total padatan terlarut... 70 19 Data perhitungan pengaruh uji formula bahan pelapis lilin

dikombinasikan dengan ekstrak jahe pada penyimpanan buah salak terhadap kesukaan panelis terhadap warna... 71 20 Analisi sidik ragam pengaruh formula bahan pelapis lilin

dikombinasikan dengan ekstrak jahe pada penyimpanan buah salak terhadap kesukaan panelis terhadap warna... 71 21 Hasil analisis uji lanjut Duncan pengaruh formula bahan pelapis

lilin dikombinasikan dengan ekstrak jahe pada penyimpanan buah salak terhadap kesukaan panelis terhadap warna... 72 22 Data perhitungan pengaruh uji formula bahan pelapis lilin

dikombinasikan dengan ekstrak jahe pada penyimpanan buah salak terhadap kesukaan panelis terhadap aroma... 73 23 Analisi sidik ragam pengaruh formula bahan pelapis lilin

dikombinasikan dengan ekstrak jahe pada penyimpanan buah salak terhadap kesukaan panelis terhadap aroma... 74 24 Hasil analisis uji lanjut Duncan pengaruh formula bahan pelapis

lilin dikombinasikan dengan ekstrak jahe pada penyimpanan buah salak terhadap kesukaan panelis terhadap aroma... 74 25 Data perhitungan pengaruh uji formula bahan pelapis lilin

dikombinasikan dengan ekstrak jahe pada penyimpanan buah salak terhadap kesukaan panelis terhadap kekerasan... 75 26 Analisi sidik ragam pengaruh formula bahan pelapis lilin

dikombinasikan dengan ekstrak jahe pada penyimpanan buah salak terhadap kesukaan panelis terhadap kekerasan... 75 27 Hasil analisis uji lanjut Duncan pengaruh formula bahan pelapis

lilin dikombinasikan dengan ekstrak jahe pada penyimpanan buah salak terhadap kesukaan panelis terhadap kekerasan... 76 28 Data perhitungan pengaruh uji formula bahan pelapis lilin

(20)

29 Analisi sidik ragam pengaruh formula bahan pelapis lilin dikombinasikan dengan ekstrak jahe pada penyimpanan buah salak terhadap kesukaan panelis terhadap rasa... 77 30 Hasil analisis uji lanjut Duncan pengaruh formula bahan pelapis

lilin dikombinasikan dengan ekstrak jahe pada penyimpanan buah salak terhadap kesukaan panelis terhadap rasa... 78 31 Data perhitungan pengaruh uji formula bahan pelapis lilin

dikombinasikan dengan ekstrak jahe pada penyimpanan buah salak terhadap kesukaan panelis secara keseluruhan... 79 32 Analisi sidik ragam pengaruh formula bahan pelapis lilin

dikombinasikan dengan ekstrak jahe pada penyimpanan buah salak terhadap kesukaan panelis secara keseluruhan... 79 33 Hasil analisis uji lanjut Duncan pengaruh formula bahan pelapis

lilin dikombinasikan dengan ekstrak jahe pada penyimpanan buah salak terhadap kesukaan panelis secara keseluruhan... 80 34 Data perhitungan pengaruh uji formula bahan pelapis lilin

dikombinasikan dengan ekstrak jahe pada penyimpanan buah salak terhadap laju respirasi O2... 81

35 Analisi sidik ragam pengaruh formula bahan pelapis lilin dikombinasikan dengan ekstrak jahe pada penyimpanan buah salak terhadap laju respirasi O2... 81

36 Hasil analisis uji lanjut Duncan pengaruh formula bahan pelapis lilin dikombinasikan dengan ekstrak jahe pada penyimpanan buah salak terhadap laju respirasi O2... 82

(21)
(22)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salak (Salacca edulis Reinw) merupakan salah satu komoditas buah unggulan Indonesia selain manggis, mangga, jeruk, pisang dan durian. Selain sebagai komoditas unggulan, salak juga merupakan jenis buah yang memberikan kontribusi besar terhadap produksi buah-buahan nasional. Produksi salak terus mengalami peningkatan sejalan dengan perkembangan luas areal dan penerapan teknik budidaya yang mendukung terjadinya peningkatan tersebut. Menurut data statistik dari BPS RI (2010), produksi salak Indonesia pada tahun 2010 sebesar 749 876 ton.

Prospek pemasaran buah salak terbuka lebar, baik bagi pasar domestik maupun luar negeri, hal ini memungkinkan salak menjadi salah satu komoditas unggulan yang sangat prospektif untuk dikembangkan. Salak juga merupakan salah satu buah tropik yang disenangi oleh berbagai kalangan masyarakat, selain karena harganya terjangkau, salak juga dapat dikonsumsi langsung, baik sebagai buah meja yang umum dimanfaatkan sebagai pencuci mulut, maupun sebagai buah yang diolah untuk dibuat produk lain.

Buah salak memiliki prospek yang baik sebagai buah komoditas ekspor. Namun prospek pemasaran komoditas buah salak yang cukup cerah ini harus didukung dengan teknik budidaya dan pascapanen serta orientasi agribisnis yang baik, sehingga mampu memberikan dampak positif terhadap peluang pemasaran buah salak itu sendiri, terutama bagi pasar luar negeri yang selama ini dikenal menetapkan standar yang cukup tinggi bagi buah-buahan yang mereka impor. Mutu buah-buahan sangat tergantung pada penanganan pascapanen buah tersebut. Pada buah salak salah satu karakteristik yang penting adalah ketika selesai dipanen buah masih melakukan aktivitas fisiologis terutama respirasi yang menjadi faktor penyebab kerusakan buah.

(23)

Buah salak mempunyai sifat mudah rusak (perishable). Iklim tropis yang panas dan lembab seperti di Indonesia mudah memicu terjadinya percepatan kerusakan. Sebagai buah hortikultura, salak segar mudah mengalami kerusakan karena faktor mekanis, fisis, fisiologis dan mikrobiologis. Hal ini disebabkan salak mempunyai kadar air yang cukup tinggi yaitu sebesar 80.09% , vitamin C 62.4% dan total padatan terlarut oBrix 17.8 % (Amiarsi et al. 1996). Perubahan lain yang cukup merugikan adalah terjadinya perubahan warna daging buah secara enzimatis dan pertumbuhan cendawan bila kulit atau daging buah salak terluka. Menurut Murtiningsih et al. (1996) buah salak yang disimpan pada suhu kamar tanpa perlakuan dapat disimpan selama 6-8 hari. Kerusakan yang terjadi pada buah salak pondoh dapat diakibatkan oleh cendawan penyebab penyakit pascapanen, antara lain Thielaviopsis sp.

Berbagai cara telah dilakukan untuk mengendalikan serangan cendawan penyebab penyakit pascapanen pada buah-buahan antara lain dengan menggunakan fungisida sintetis. Penggunaan bahan kimia sebagai fungisida untuk mengendalikan penyakit pascapanen telah banyak dilakukan dan cukup efektif. Namun demikian efek samping dari bahan kimia terhadap kesehatan cukup besar, oleh sebab itu perlu dicari cara ataupun teknik lain yang lebih sederhana, murah dan aman. Menurut Winiarti et al. (2007) beberapa jenis tanaman rempah yang memiliki aktivitas antimikroba cukup kuat adalah bawang merah, bawang putih, cabe merah, jahe, kunyit, dan lengkuas. Rempah-rempah tersebut mempunyai aktivitas penghambatan yang maksimum terhadap bakteri patogen dan perusak makanan. Penggunaan rempah-rempah ini diharapkan juga sekaligus dapat memperpanjang masa simpan buah salak.

Niamsa dan Sittiwet (2009) menyatakan bahwa ekstrak rimpang kunyit pada konsentrasi rendah (4-16 gL-1) dapat mengendalikan bakteri. Sunilson et al.

(2009) juga melaporkan bahwa kunyit dan jahe memberikan pengaruh antimikroba yang sangat baik jika dibandingkan dengan lengkuas.

(24)

sintetis pembunuh bakteri dan cendawan. Menurut Sihombing (2010) manggis yang diberi lapisan lilin 5% dan disimpan pada suhu 8oC memiliki umur simpan yang lebih lama. Wrasiati et al. (2001) melaporkan bahwa pelapisan lilin dengan konsentrasi 10% pada permukaan kulit buah salak Bali memberikan hasil yang terbaik dan dapat memperpanjang umur simpan buah salak yang semula 7 hari menjadi 12 hari, serta dapat mempertahankan kualitas buah salak.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini yaitu :

1. Menentukan spesies cendawan yang paling sering terisolasi dan isolat yang paling berpotensi dalam menyebabkan penyakit pascapanen pada salak Pondoh.

2. Mengkaji efektivitas ekstrak rimpang jahe dan kunyit terhadap pertumbuhan cendawan.

(25)

TINJAUAN PUSTAKA

Salak Pondoh

Salak (Salaca edulis Reinw) tergolong dalam ordo Principes, famili

Palmae dan genus Salacca. Tanaman ini merupakan tanaman tropis asli dari Indonesia dan dikenal dengan berbagai nama seperti salobi (Batak), saka (Bugis, Makassar, Minangkabau), hakam (Kalimantan Tengah), sekoomo (Melayu), salak (Sunda, Jawa, Bali, Madura), salak (Malaysia, Indonesia), snake fruit (bahasa inggris) (Sastrapradja et al. 1980) . Menurut Murtiningsih et al. (1996) buah salak mempunyai prospek yang baik karena cukup disukai, bernilai ekonomi tinggi dan tanamannya berumur panjang, sehingga dapat memberikan hasil dalam jangka waktu yang lama.

Menurut Steenis (1981) pohon salak memiliki tangkai daun dengan panjang 2.5-3 m, di bagian bawah dan tepinya berduri tempel yang banyak. Buah salak pondoh berbentuk segitiga, bulat telur terbalik, kulit bersisik dengan warna coklat kehitaman, coklat kemerahan, coklat kekuningan. Berat buah yang berukuran sedang berkisar antara 49-70 g, dengan panjang 5-6 cm. Daging buah berwarna putih kapur dengan biji bulat hitam.

Di Indonesia salak pondoh merupakan jenis salak yang terkenal dan merupakan komoditas andalan dari Daerah Istimewa Yogyakarta. Nama salak pondoh berasal dari daging buahnya yang berwarna putih dan rasanya manis

seperti “pondoh” (pucuk pohon kelapa sebelah dalam) dibandingkan dengan salak biasa, buah salak pondoh ukurannya relatif lebih kecil namun teksturnya lebih keras, warna daging buah relatif putih, tetapi warna kulitnya lebih hitam (Sabari 1983).

Menurut Wrasiati et al. (2001) penampakan secara fisik, bentuk dan tekstur buah serta komposisi kimianya dapat menentukan kualitas buah-buahan segar. Terjadinya penurunan kualitas dikarenakan penanganan pada saat panen dan pascapanen yang kurang baik. Perlakuan yang kurang baik ini menimbulkan kerusakan mekanis, fisiologis, biologis, mikrobiologis dan penundaan panen.

(26)

kalsium, 18.0 mg fosfor, 4.2 mg zat besi, 0.04 mg vitamin B1, 2.0 mg vitamin C,

78.0 g air dan 50% bagian yang dapat dimakan.

Standar Mutu Salak

Standar mutu salak Indonesia tercantum pada SNI 3167:2009 (Standar Nasional Indonesia 2009), dengan ketentuan minimum untuk semua kelas buah yang harus dipenuhi antara lain adalah utuh, padat (firm), penampilan segar, layak dikonsumsi, bersih, bebas dari hama dan penyakit, bebas dari kerusakan akibat temperatur rendah dan tinggi, bebas dari kelembaban eksternal yang abnormal, kecuali pengembunan sesaat setelah pemindahan dari tempat penyimpanan dingin, bebas dari aroma dan rasa asing. Bila disajikan dalam bentuk tandan, panjang tandan maksimum 5 cm, memiliki tingkat kematangan yang cukup.

Buah salak harus dipanen dengan hati-hati dan telah mencapai tingkat kematangan yang tepat sesuai dengan kriteria ciri varietas dan atau jenis komersial dan lingkungan tumbuhnya. Perkembangan dan kondisi buah salak pada saat panen harus dapat mendukung penanganan dan pengangkutan, sampai tujuan dalam kondisi yang diinginkan.

(27)

Tabel 1 Kode ukuran berdasarkan bobot

Sumber : SNI (2009)

Ketentuan mengenai toleransi buah salak adalah sebagai berikut (a) Batas toleransi mutu kelas super yang diperkenankan tidak memenuhi ketentuan mutu maksimum 5 % dari jumlah atau bobot salak, tetapi masih termasuk dalam kelas A. (b) Batas toleransi mutu kelas A yang diperkenankan tidak memenuhi ketentuan mutu, maksimum 10 % dari jumlah atau bobot salak, tetapi masih termasuk dalam kelas B. (c) Batas toleransi mutu kelas B yang diperkenankan tidak memenuhi ketentuan mutu maksimum 10 % dari jumlah atau bobot salak tetapi masih memenuhi ketentuan minimum. (d) Untuk semua kelas, batas toleransi yang diperbolehkan adalah 10 % di atas atau di bawah kisaran ukuran yang ditentukan.

Cendawan Penyebab Kerusakan Pascapanen pada Buah Salak Pondoh

Pada kondisi yang baik buah salak memiliki beberapa faktor mutu antara lain penampilan, kondisi, tekstur, cita rasa dan nilai nutrisi. Seiring dengan lamanya usia penyimpanan setelah dipanen, maka buah salak pun akan mengalami penurunan kualitas. Pada umumnya terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya penurunan kualitas antara lain adalah cendawan, inang dan lingkungan. Cendawan patogen sangat banyak dijumpai pada saat buah masih berada pada tanaman atau di dalam ruang simpan. Meskipun demikian hanya beberapa jenis patogen yang mampu tumbuh dan berkembang dan menimbulkan kerusakan pada produk pascapanen.

Buah salak yang terserang cendawan memiliki aroma dan cita rasa yang tidak sedap serta tekstur yang lunak. Suharjo dan Wijadi (1991) melaporkan bahwa busuk buah salak pondoh disebabkan oleh serangan cendawan

Aspergillus sp., Fusarium sp. dan Ceratocystis paradoxa. Menurut

Kode ukuran bobot (gram)

(28)

Kusuma et al. (1995) gejala buah yang busuk akibat serangan Ceratocystis paradoxa yaitu ujung buah mulai melunak, jika dikupas akan tampak daging yang berwarna coklat hitam, lunak dan basah. Permukaan kulit buah yang terserang Fusarium sp.tertutup oleh miselium berwarna putih, daging buah busuk. Sedangkan buah busuk yang disebabkan oleh Aspergillus sp.dimulai dari pangkal buah dengan ditandai adanya konidiofor dan kepala berkonidium berwarna kuning.

Murtiningsih et al. (1996) melaporkan bahwa penyebab penyakit pascapanen pada buah salak adalah busuk buah yang disebabkan oleh Thielaviosis

sp. Gejala awal serangan pascapanen ini ditandai dengan pangkal buah mulai lunak. Jika buah dikupas akan terlihat daging buah yang lunak sudah berwarna coklat dan basah.

Berbagai Jenis Tanaman sebagai Fungisida Botani

Zat antimikroba adalah senyawa yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroba. Zat antimikroba dapat bersifat membunuh mikroba atau menghambat pertumbuhan mikroba. Beberapa jenis tanaman yang memiliki aktivitas antimikroba cukup kuat adalah bawang merah, bawang putih, cabe merah, jahe, kunyit, dan lengkuas. Rempah-rempah tersebut mempunyai aktivitas penghambatan yang maksimum terhadap bakteri patogen dan perusak makanan (Winiarti et al. 2007).

Menurut Niamsa dan Sittiwet (2009) ekstrak rimpang kunyit (Curcuma longa) mempunyai aktivitas antimikroba yang baik terdapat bakteri dengan konsentrasi rendah (4-16 gL-1). Sunilson et al. (2009), juga melaporkan bahwa kunyit dan jahe memberikan pengaruh aktivitas antimikroba yang sangat baik jika dibandingkan dengan lengkuas.

Jahe merah

Tanaman jahe merah dapat dikelompokkan ke dalam Kingdom: Plantae

(Tumbuhan), Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh), Divisi:

Spermatophyta (Menghasilkan biji), Kelas: Monocotyledoneae, Bangsa:

(29)

Tanaman jahe merah Z. officinale Linn Var Rubrum (jahe sunti) merupakan salah satu tanaman penting dari jenis temu-temuan yang termasuk dalam genus

Zingiber. Di Indonesia dikenal ada tiga tipe jahe yaitu jahe merah, jahe besar dan jahe kecil. Ketiga tipe jahe tersebut memiliki bentuk, warna, aroma dan komposisi warna yang berbeda. Dendogram berdasarkan unweighted pair group methods of aritmetic avarage (UPGMA) dari semua nomor aksesi yang digunakan dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok utama. Jahe merah secara genetik mempunyai kekerabatan yang jauh dari jahe besar, tetapi mempunyai kekerabatan yang dekat dengan beberapa aksesi jahe kecil, keragaman genetik dari jahe kecil (Ht = 0.25) lebih tinggi dari jahe besar (Ht = 0.08) (Wahyuni et al. 2003).

Kandungan utama Zingiber adalah minyak atsiri yang merupakan metabolit atau senyawa sekunder. Kadar minyak atsirinya cenderung bervariasi yang dipengaruhi oleh umur panen, bagian organ, tanah, iklim, spesies dan pada genus Zingiber terjadi selama proses metabolisme. Minyak atsiri telah dibentuk bahkan oleh sel-sel ujung akar yang masih bersifat meristematis. Pada dasarnya minyak atsiri sebagaimana umumnya lipida dapat dilarutkan oleh pelarut organik seperti benzena, petroleum eter, kloroform dan lain lain.

Ficker et al. (2003) melaporkan bahwa ekstrak jahe memiliki efek anticendawan walaupun belum ada penelitian tentang bagaimana mekanismenya. Gingerol, gingerdiol dan zingerona yang terkandung dalam jahe telah diteliti oleh peneliti sebelumnya dan memiliki efek anticendawan. Ekstrak jahe memiliki aktivitas anticendawan spektrum luas, bahkan terhadap cendawan yang resisten terhadap amfoterisis B dan ketokonazol.

(30)

Singh et al. (2008) melaporkan bahwa komponen utama minyak atsiri dalam oleoresin etanol adalah geranial 25.9%, eugenol 49.8%, sedangkan komponen utama pada tiga oleoresin lain zingerone yaitu metanol, CCl4 dan isooktana oleoresin masing-masing adalah 33.6%, 33.3% dan 30.5%. Aktivitas antioksidan minyak atsiri dan oleoresin dievaluasi terhadap minyak mustard oleh peroksida, anisidin, asam tiobarbiturat (thiobarbituric acid, TBA), feri tiosianat (ferric thiosyanate, FTC) dan 2,2-difenil pikrilhidrazil dengan menggunakan metode scavenging radikal. Ditemukan antioksidan yang lebih baik dari pada butil hidroksianisola. Sifat antimikroba juga dipelajari dengan menggunakan berbagai spesies cendawan dan bakteri patogen. Minyak esensial dan oleoresin CCl4 100% menunjukkan zona hambatan terhadap Fusarium moniliforme. Untuk uji terhadap cendawan dan bakteri lainnya, minyak esensial dan semua oleoresins menunjukkan efek hambat moderat yang baik. Minyak atsiri dan oleoresin sangat efektif, selain itu dalam menghambat pertumbuhan cendawan dan bakteri patogen minyak atsiri terbukti lebih baik daripada oleoresin

Sivasothy et al. (2011) menyatakan bahwa pada minyak esensial yang diperoleh melalui proses hidrodistilasi daun dan rimpang jahe terdapat 46 konstituen yang diidentifikasi dari minyak daunnya, sedangkan 54 konstituen yang diidentifikasi dari minyak rimpangnya. Minyak dari daun didominasi oleh

β-kariofilin 31.7%, sedangkan minyak dari rimpang terutama terdiri dari monoterpenoid, dengan kamfena 14.5%, geraniol 14.3%, dan geranil asetat 13.7%. Evaluasi kegiatan antibakteri menggunakan teknik mikro-dilusi menunjukkan bahwa baik minyak daun maupun minyak rimpang agak aktif terhadap bakteri Bacillus licheniformis, Gram-positif Spizizenii bacillus dan

Staphylococcus aureus, Escherichia coli bakteri Gram-negatif, Klebsiella pneumoniae dan Pseudomonas stutzeri.

Habsah et al. (2000) melaporkan bahwa ekstrak diklorometana dan metanol dari 13 genus yang tergolong famili Zingiberaceae di antaranya Alpinia,

(31)

ampuh terhadap Aspergillus ochraceous. Semua ekstrak menunjukkan aktivitas antioksidan yang kuat, sebanding dengan atau lebih tinggi dari α-tokoferol.

Kunyit

Tanaman kunyit dapat dikelompokkan ke dalam Kingdom: Plantae

(Tumbuhan), Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh), Divisi:

Spermatophyta (Menghasilkan biji), Kelas: Monocotyledoneae,Bangsa:

Zingiberales, Suku: Zingiberaceae (suku jahe-jahean), Marga: Curcuma, Spesies:

Curcuma domestica (Baker dan Bakhuizen 1968)

Genus Curcuma terdiri lebih dari 80 spesies, memiliki kemampuan beradaptasi pada tanah dataran rendah hingga dataran tinggi sampai ketinggian 2000 m dari permukaan laut seperti di daerah Ghats Barat dan Himalaya. Setelah keluar dari daerah asalnya di wilayah Indo-Malaya, genus ini kemudian tersebar luas ke daerah tropis Asia ke Afrika dan Australia. Di dunia Curcuma merupakan komoditas penting karena merupakan bahan obat yang sangat potensial dalam memerangi berbagai penyakit, mengandung molekul anti-inflamasi,

hypocholestraemic, choleratic, antimikroba, obat nyamuk, antirematik, antifibrotic, antivenomous, antivirus, antidiabetes, antihepatotoksik, serta berperan sebagai antikanker (Sasikumar 2005).

Apisariyakul et al. (1995) mengkaji minyak kunyit dan kurkumin yang diisolasi dari Curcuma longa L terhadap 15 isolat dermatofit, empat isolat jamur patogen dan enam isolat khamir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 15 isolat dermatofit dapat dihambat oleh minyak kunyit pada pengenceran 1:40-1:320, tetapi tidak satu pun dari isolat dermatofit dihambat oleh kurkumin. Empat isolat jamur patogen lainnya dihambat oleh minyak kunyit pada pengenceran 1:40-1:80 tetapi tidak ada yang dihambat oleh kurkumin.

Singh et al. (2010) melaporkan bahwa pada minyak esensial dari rimpang kunyit segar terdapat unsur utama yang terdiri dari aromatik-turmeron 24.4%,

(32)

Pelapisan Lilin

Pelapisan lilin merupakan salah satu cara untuk memperpanjang umur simpan dan melindungi produk segar dari kerusakan dan pengaruh lingkungan yang tidak menguntungkan seperti mikroba. Selain itu pelilinan juga bertujuan untuk menutupi luka atau goresan kecil pada permukaan buah dan sayuran. Lilin adalah pelapis yang digunakan untuk menggantikan lilin alami pada kulit buah yang hilang akibat pencucian. Pelilinan dapat digunakan untuk mengurangi kehilangan air dan menutup luka (Kader 1992). Wrasiati et al. (2001) melaporkan bahwa pelapisan lilin dengan konsentrasi 10% pada permukaan kulit buah kehilangan air, memperlambat proses fisiologis, dan mengurangi keaktifan enzim-enzim pernafasan (Setiasih 1999). Pembuatan emulsi lilin tidak diperkenankan menggunakan air sadah, karena garam-garam yang terkandung di dalam air sadah tersebut dapat merusak emulsi lilin (Pantastico et al. 1986). Emulsi-emulsi lilin dalam air lebih aman digunakan daripada pelarut-pelarut lilin yang mudah terbakar. Untuk membuat satu liter emulsi lilin larutan dibuat dengan campuran 100 g lilin ditambahkan 20 ml asam oleat, 40 ml trietanolamin dan akuades sampai volumenya menjadi 1000 mL. Dengan cara ini diperoleh konsentrasi lilin 10% (Wrasiati et al. 2001).

(33)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor; Laboratorium Biokimia Pangan Institut Pertanian Bogor dan di Laboratorium Mikrobiologi SEAMEO BIOTROP. Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret 2011 sampai dengan Juli 2011.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan untuk uji patogenesitas adalah buah salak kultivar Pondoh super hijau yang diperoleh dari Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S) Antanan. yang terletak di kampung Tarikolot, Desa Cimande, Kecamatan Caringin, Bogor Jawa Barat. Sampel buah salak pondoh yang akan diisolasi diambil dari pasar tradisional dan swalayan dengan kultivar pondoh super hijau. Bahan-bahan lain adalah rimpang jahe merah dan kunyit yang diperoleh dari Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung; media Potato Dextrose Agar (PDA), lilin lebah, asam oleat dan trietanol amin dan akuades. Komposisi media PDA terdiri dari agar-agar batang merek AA 39 g/L, kentang 200 g, dekstrosa 20 g, akuades 1 000 mL. Di samping itu digunakan pula bahan-bahan lain untuk pengujian di laboratorium dan uji organoleptik.

Alat-alat yang digunakan yaitu Gas Analyzer Shimadzu, Rheometer model CR-3000, refraktometer, stopwatch, cawan Petri, wadah berupa stoples plastik, blender, kain batis, neraca analitik, alat-alat laboratorium dan alat-alat untuk uji organoleptik.

Tahapan Penelitian Isolasi Cendawan

(34)

permukaan buah salak pondoh pada bagian antara yang sehat dan sakit pada media PDA yang mengandung kloramfenikol (100 mg/L) dalam cawan Petri (diameter 9 cm). Kemudian cawan Petri diinkubasi pada suhu ±28oC selama enam hari. Untuk setiap gejala penyakit potongan-potongan di letakkan di dalam dua cawan Petri. Selanjutnya setiap isolat cendawan yang dibedakan berdasarkan pola pertumbuhan dan warna koloni, serta diperoleh dari setiap pasar tradisional atau swalayan ditumbuhkan pada media PDA tanpa kloramfenikol, kemudian diinkubasi selama enam hari pada suhu ruang (±28oC).

Uji patogenisitas

Uji patogenisitas dilakukan untuk menentukan isolat cendawan yang paling berpotensi dalam meyebabkan penyakit. Buah salak yang sehat dengan ukuran dan kondisi pengambilan yang sama dibilas dengan air ledeng, kemudian bagian permukaannya dibiarkan kering, selanjutnya didesinfeksi dengan kertas

(35)

Gambar 1 Diagram alir isolasi cendawan dan penentuan isolat cendawan yang paling berpotensi dalam menyebabkan penyakit pascapanen pada salak Pondoh.

Salak pondoh yang terserang penyakit

Potongan (5×5mm) pada bagian yang sakit dan yang sehat

Setiap potongan diletakkan pada PDA yang mengandung kloramfenikol (100 mg/l) di dalam 2 cawan Petri (diameter 9 cm),

3 potongan percawan Petri

Inkubasi pada suhu ±28oC selama 6 hari

Menumbuhkan setiap isolat cendawan pada media PDA tanpa kloramfenikol di dalam cawan Petri (diameter 9 cm)

Uji patogenisitas setiap isolat cendawan Inkubasi pada suhu ruang ±28oC selama 6 hari

Pengamatan perbedaan pola pertumbuhan dan warna koloni cendawan

Penentuan isolat cendawan yang paling berpotensi dalam menyebabkan penyakit

Pengambilan sampel salak Pondoh secara acak sebanyak 1 kg di 7 pasar tradisional dan swalayan di Kotamadya Bogor

Inkubasi pada suhu ±28oC sampai telihat kerusakan akibat serangan penyakit

(36)

Uji Efikasi Ekstrak Jahe dan Kunyit Terhadap Pertumbuhan Cendawan

a. Pembuatan ekstrak jahe dan kunyit

Penanganan rimpang jahe dan kunyit setelah panen merupakan tahap awal yang menentukan mutu rimpang tersebut pada saat proses berikutnya. Umur rimpang yang digunakan adalah 7-8 bulan setelah tanam. Rimpang jahe dan kunyit terlebih dahulu disortasi dan dibersihkan dari kotoran atau bahan-bahan asing yang menempel pada rimpang, seperti akar, kerikil, tanah dan rumput. Selanjutnya rimpang dibilas dengan menggunakan air ledeng, kemudian ditiriskan.

Rimpang jahe dan kunyit masing-masing diparut menggunakan alat parut, kemudian disaring menggunakan kain batis sehingga diperoleh ekstrak jahe dan kunyit. Diagram alir proses pembuatan ekstrak jahe dan kunyit disajikan pada Gambar 2.

b. Pengaruh ekstrak jahe dan kunyit terhadap pertumbuhan cendawan

Inokulum isolat cendawan (diameter 4 mm) yang paling berpotensi dalam menyebabkan penyakit dari biakan murni berumur 6 hari ditempatkan di tengah media PDA yang mengandung ekstrak jahe dan ekstrak kunyit, dengan konsentrasi masing-masing 20, 30 dan 40% (v/v akuades) di dalam cawan Petri (diameter 9 cm), selanjutnya biakan diinkubasi pada suhu ruang (± 28oC). Sebagai kontrol, cendawan ditumbuhkan pada PDA tanpa ekstrak jahe dan kunyit.

(37)

Gambar 2 Diagram alir proses pembuatan ekstrak jahe dan kunyit. Pemarutan

Penyaringan dengan kain batis

Ekstrak jahe Ekstrak kunyit

Hasil parutan jahe dan kunyit

Padatan/ampas

Rimpang kunyit segar

Rimpang jahe segar

Sortasi basah

Pembilasan Air leding

yang mengalir

Kotoran

(38)

Gambar 3 Diagram alir pengujian pengaruh ekstrak jahe dan kunyit terhadap pertumbuhan cendawan.

PDA mengandung ekstrak kunyit 20,

30, 40% PDA mengandung

ekstrak jahe 20, 30, 40%

Di inkubasi pada suhu ruang (± 28 oC)

Mengukur diameter koloni cendawan (mm) setiap 24 jam

Analisis data

Konsentrasi ekstrak jahe/kunyit terbaik Inokulum cendawan patogen (diameter 4 mm)

Inokulasi pada media PDA

Biakan murni isolat cendawan yang paling berpotensi dalam menyebabkan penyakit pada media PDA berumur 6 hari

(39)

Salak Pondoh

Salak Pondoh yang telah dipanen selanjutnya dibersihkan dengan menggunakan sikat untuk membersihkan duri dan kotoran yang masih menempel. Kemudian dilakukan sortasi berdasarkan keseragaman tingkat kematangan dan ukuran, serta buah yang bebas dari penyakit. Selanjutnya, buah ditempatkan di dalam keranjang untuk dibawa ke Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem IPB.

Mengkaji Formula Bahan Pelapis Dikombinasikan dengan Ekstrak Fungisida Botani pada Penyimpanan Salak Pondoh

a. Pembuatan emulsi lilin

Bahan pelapis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu emulsi lilin lebah 10% yang terdiri dari lilin lebah 10 g, 20 ml asam oleat dan trietanol amin 40 ml, dan penambahan akuades hingga volumenya mencapai 1000 ml. Lilin dipanaskan dengan kisaran suhu 70o hingga 75oC sampai mencair, kemudian ditambahkan 20 ml asam oleat dan 40 ml trietanolamin. Pada campuran lilin tersebut ditambahkan akuades panas (70o-75oC) sambil diaduk sampai volumenya menjadi 1000 ml. Emulsi kemudian didinginkan dan siap untuk digunakan apabila suhu telah dingin (45-47oC), kemudian disaring.

b. Lilin dikombinasikan dengan ekstrak jahe

Sebanyak ± 500 g salak pondoh disortir, kemudian dibersihkan selanjutnya dilapisi lilin, dengan cara mencelupkan seluruh permukaan buah salak ke dalam berbagai kombinasi konsentrasi emulsi lilin lebah 10% dan ekstrak jahe atau kunyit selama 15 detik pada suhu 45-47oC. Selanjutnya ditiriskan, diletakkan di dalam wadah berupa kotak kardus. Metode pelapisan lilin mengacu pada Wrasiati et al. (2001).

(40)

ekstrak jahe atau kunyit, b) hanya dengan pelapisan lilin 10%, c) hanya dengan pelapisan ekstrak jahe atau kunyit.

Diagram alir untuk mengkaji formula bahan pelapis dikombinasikan dengan ekstrak jahe pada penyimpanan salakpondoh disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Diagram alir mengkaji formula bahan pelapis lilin, ektrak jahe dan lilin dikombinasikan dengan ekstrak jahe pada penyimpanan salak Pondoh.

(b)Hanya dengan pelapisan ekstrak jahe 30% (c)Ekstrak jahe 30% dikombinasikan dengan

(41)

Pengamatan dan Analisis

Variabel yang diamati adalah perubahan susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut, laju respirasi dan organoleptik. Pengamatan dilakukan setiap tiga hari penyimpanan sampai dengan 15 hari.

Susut Bobot

Susut bobot ditentukan menggunakan metode gravimetri yaitu berdasarkan persentase penurunan bobot bahan sejak awal sampai akhir penyimpanan setiap 3 hari sekali, dengan mengunakan rumus sebagai berikut:

PB = x 100 PB = Susut bobot (%)

W = Bobot bahan awal penyimpanan (g)

Wa = Bobot bahan akhir penyimpanan (g) hari ke –n (AOAC 1990).

Kekerasan

Kekerasan ditentukan dengan menggunakan Rheometer Model CR-3000, dengan beban maksimum 10 kg, kedalaman 10 mm, dan diameter 5 mm. Buah salak yang menempel pada alat tersebut ditusuk sebanyak 3 kali pada tempat yang berbeda dengan kecepatan penurunan 60 mm/menit. Nilai kekerasan salak pondoh akan terlihat pada display rheometer yang dinyatakan dengan kgf (Andrianis 2004).

Total Padatan Terlarut (oBrix)

Total padatan terlarut ditentukan dengan menggunakan Refraktometer digital. Pasta buah diletakkan pada prisma Refraktometer digital yang sudah distabilkan pada suhu 25oC, kemudian dilakukan pembacaan. Sebelum dan sesudah pembacaan, prisma Refraktometer dibersihkan dengan menggunakan aquades. Angka refraktometer menunjukkan kadar TPT (oBrix) (AOAC 1990).

Laju Respirasi

(42)

O2 secara simultan dilakukan dengan menggunakan Gas Analyzer Shimadzu,

dengan cara bahan disortasi dan ditriming, serta volume buah ditentukan dengan menggunakan hukum Archimedes. Bahan dimasukkan ke dalam toples berukuran 3310 ml. Stoples ditutup dengan penutup stoples dan di sekeliling penutup dilapisi lilin. Selang plastik ditutup dengan menggunakan penjepit. Volume gas CO2 dan

O2 diukur dengan gas analyzer setelah di simpan selama 2, 4, 6 jam pada suhu

ruang.

Laju respirasi (ml/kg.jam) akan ditentukan dengan menggunakan rumus: R1 =

Untuk menentukan umur simpan salak segar dengan aplikasi berbagai fungisida botani, dilakukan pengujian organoleptik skala hedonik (Setyaningsih

(43)

Skala hedonik yang digunakan mempunyai rentang skor berkisar dari 1 hingga 7 yaitu 1(sangat tidak suka), 2 (tidak suka), 3 (agak tidak suka), 4 (netral), 5 (agak suka), 6 (suka), 7 (sangat suka ). Batas penolakan panelis adalah 3.5 jumlah panelis 30 orang. Form uji organoleptik penyimpanan salak pondoh dapat dilihat pada Lampiran 39.

Kadar Air Rimpang Jahe dan Kunyit

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode azeotropi (destilasi toluena) dengan menggunakan labu Erlenmeyer 500 mL dan dihubungkan dengan pendingin air balik dengan pertolongan alat penampung, tabung penerima 5 ml berskala 0.1 ml. Pemanas yang digunakan adalah pemanas listrik yang suhunya dapat diatur.

Cara kerja destilasi toluena adalah sebagai berikut: 200 mL toluena dan 2 mL air suling dimasukkan ke dalam labu alas bulat, dan didestilasi selama 2 jam. Toluena didinginkan selama 30 menit dan volume air dalam tabung penerima dibaca. Kemudian ke dalam labu tersebut dimasukkan 5 g sampel yang telah ditimbang seksama, labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluena mendidih, kecepatan tetesan diatur 2 tetes untuk tiap detik sampai sebagian besar air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes setiap detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluena. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan menjadi dingin sampai suhu kamar. Setelah air dan toluena memisah sempurna, kerja analisis kadar air metode oven adalah sebagai berikut: cawan porselin yang sudah bersih dikeringkan di dalam oven pengering pada suhu 105o C selama 1 jam dengan tutup dilepas. Kemudian cawan porselin diambil dengan menggunakan tang penjepit dan didinginkan di dalam desikator dengan tutup dilepas selama 1 jam. Setelah dingin, cawan porselin ditimbang dalam keadaan tertutup (ms).

(44)

dikeringkan di dalam oven pengering pada suhu 105o C selama 8 jam atau sampai beratnya tetap dengan tutup dilepas. Dengan menggunakan tang penjepit cawan porselin ditutup, kemudian didinginkan di dalam desikator selama 30 menit dengan tutup dilepas. Setelah dingin cawan porselin ditutup kembali dan ditimbang (ms2). Dari data berat yang diperoleh antara lain ms (berat cawan dan

tutup), ms1 (berat cawan + tutup + sampel sebelum dikeringkan), ms2 (berat cawan

+ tutup + sampel sesudah dikeringkan), maka kadar air sampel (KA) ditentukan

Pengaruh Ekstrak Jahe dan Kunyit Terhadap Pertumbuhan Cendawan

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) disusun 2 Faktor dan 3 perlakuan yang disajikan didalam Tabel 2.

Tabel 2 Rancangan acak kelompok disusun 2 faktor dan 3 perlakuan Faktor (Jenis rimpang) Perlakuan (konsentrasi)

(45)

Bj = Pengaruh ekstrak fungisida botani ke-j

(AB)ij = Pengaruh interaksi konsentrasi ekstrak jahe dan kunyit.

Σijk = Pengaruh kesalahan (Galat) penelitian.

Data diperoleh dari pengukuran diameter koloni (mm) setiap 24 jam sehingga biakan pada kontrol hampir memenuhi cawan Petri. Data dianalisa dengan program SPSS versi 17. Untuk melihat taraf perlakuan yang berbeda, dilakukan uji lanjut Duncan pada taraf kepercayaan 95%.

Pengaruh Pelapisan Lilin Dikombinasikan dengan Ekstrak Jahe/Kunyit terhadap Busuk Buah pada Salak Pondoh

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) disusun dengan 4 taraf perlakuan yaitu :

KA= Tanpa bahan pelapis

KB = Hanya dengan pelapis lilin

KC = Hanya pelapis ekstrak jahe atau kunyit

KD = Pelapisan lilin dikombinasikan dengan ekstrak jahe atau kunyit Percobaan dibuat tiga ulangan. Model rancangannya adalah:

Yij = µ + Ki + Σij

Keterangan:

Yij = Respon setiap parameter yang diamati µ = Rataan umum

Ki = Pengaruh perlakuan pelilinan ke i

Σijk = Pengaruh kesalahan (Galat) penelitian

(46)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Isolasi dan Identifikasi Cendawan Penyebab Penyakit

Salak pondoh termasuk komoditi hortikultura yang mudah rusak atau perisibel, umur simpan pada suhu kamar (29oC) relatif singkat yaitu berkisar antara 6 –10 hari. Kerusakan buah selama penyimpanan ditandai dengan penampakan secara fisik, seperti warna kecoklatan dan sedikit berair. Awal terjadinya kerusakan buah ditandai dengan adanya memar, buah tersobek atau luka sehingga dapat mempercepat kerusakan yang lainnya seperti kerusakan biologi dan mikrobiologi.

Kerugian pascapanen buah salak pondoh yang disebabkan oleh cendawan cukup tinggi. Dengan adanya luka mekanis memungkinkan buah mudah terserang cendawan. Kerusakan ini dapat mengakibatkan buah salak pondoh menjadi busuk pada bagian pangkalnya dan hanya dapat disimpan dalam jangka waktu yang relatif singkat. Cacat pada buah, bentuk dan tekstur buah, cita rasa dapat menentukan kualitas buah. Kondisi ini mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas. Kualitas buah salak juga dapat dilihat dari adanya pertumbuhan cendawan pada kulit buah terutama pada bagian pangkal buah, kulit buah berubah menjadi coklat, lunak, berair, terjadi susut bobot dan bahkan busuk. Buah salak pondoh yang terserang T. paradoxa dapat dilihat pada Gambar 5.

Hasil isolasi cendawan pada buah salak pondoh yang diperoleh dari 7 pasar tradisional dan swalayan di Kotamadya Bogor diperoleh 12 isolat, 9 (75%) isolat sebagai Thielaviopsis paradoxa (Gambar 6), sedangkan 3 isolat lainnya masing-masing adalah Mucor sp. (Gambar 8), Geotrichum sp. (Gambar 9), dan

(47)

Gambar 5 Salak Pondoh yang terserang Thielaviopsis paradoxa.

Thielaviopsis paradoxa

(A) (B)

Gambar 6 A) Koloni Thielaviopsis paradoxa pada media PDA setelah 3 hari inkubasi pada suhu 28oC, B) foto mikrograf Thielaviopsis paradoxa

(200×); (a)klamidospora (b) endokonidium.

Ciri makroskopik yaitu mula-mula koloni berwarna putih. Setelah tiga hari inkubasi pada suhu ±28oC warna menjadi keabuan dan menghitam, tekstur hifa halus padat seperti permadani (ambal), pertumbuhan cepat. Ciri mikroskopik

b

(48)

terdapat dua jenis konidium aseksual yaitu endokonidium berwarna coklat muda dan klamidospora berwarna coklat tua.

Fusarium graminearum

(A) (B)

Gambar 7 A) Koloni Fusarium graminearum pada media PDA setelah 3 hari inkubasi pada suhu 28oC, B) foto mikrograf Fusarium graminearum

(200×); (a)makrokonidium.

Ciri makroskopik yaitu koloni berwarna merah muda, tekstur hifa halus padat, pertumbuhan sedang. Ciri mikroskopik yaitu terdapat makrokonidium yang berbentuk bulan sabit.

Mucor sp.

(A) (B)

Gambar 8. A) Koloni Mucor sp.pada media PDA setelah 3 hari inkubasi pada suhu 28oC, B). foto mikrograf Mucor sp. (200×); (a) Sporangium (b) Sporangiofor.

a

a

(49)

Ciri makroskopik yaitu koloni berwarna putih seperti kapas , tekstur hifa halus, pertumbuhan cepat. Ciri mikroskopik yaitu terdapat sporangium dan sporangiofor.

Geotrichum sp

(A) (B)

Gambar 9 A) Koloni Geotrichum sp. pada media PDA setelah 3 hari inkubasi

pada suhu 28oC, B) foto mikrograf Geotrichum sp. (200×)

(a) Artrokonidium

Ciri makroskopik yaitu pertumbuhan koloni sedang, datar, seperti bubuk dengan tekstur lilin, putih sampai krem pada permukaan, media terbentuk Artrokonidium. Hifa hialin, septat, bercabang dan pecah menjadi rantai hialin, halus, bersel satu, tidak terdapat konidiofor.

Uji Patogenisitas

Pada masa pascapanen buah-buahan mudah terserang oleh patogen. Daya serang patogen disebabkan oleh kondisi yang sesuai bagi cendawan untuk tumbuh. Penyakit pada buah-buahan yang disebabkan oleh cendawan akan

terjadi apabila dalam satu waktu di suatu tempat terdapat tiga syarat yaitu 1) tumbuhan atau buah rentan terhadap penyakit, 2) penyebab penyakit yang

mampu menginfeksi (virulen), dan 3) lingkungan yang mendukung atau sesuai untuk terjadinya penyakit (Agrios 2004).

(50)

Penyakit tidak akan terjadi apabila salah satu syarat di atas tidak terpenuhi, walaupun dua syarat lain terpenuhi. Konsep ini kemudian dikenal sebagai konsep segitiga penyakit. Kondisi yang mendukung untuk pertumbuhan cendawan antara lain karbohidrat terlarut, kadar air yang meningkat dan kondisi lingkungan yang mendukung.

Menurut Agrios (2004) tahapan yang terjadi dalam patogenesis penyakit tumbuhan setelah inokulasi adalah penetrasi, infeksi dan kolonisasi. Setelah terjadi kontak dengan permukaan sel inang patogen menembus dinding sel. Penetrasi patogen secara pasip dapat melalui luka dan lubang alami. Penetrasi secara aktif melalui tekanan mekanik dan atau reaksi enzimatik. Patogen menyerang tanaman karena selama pertumbuhan dan perkembangannya membutuhkan makanan yang diproduksi oleh inang. Seiring proses pematangan buah, pertumbuhan cendawan akan semakin cepat, karena kolonisasi pada inang tertunda akibat infeksi laten. Infeksi laten adalah infeksi di mana patogen dalam keadaan dorman atau tidak aktif di dalam jaringan inang dan akan berubah menjadi aktif jika kondisi telah sesuai atau memungkinkan cendawan untuk tumbuh. Beberapa hal yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi laten adalah : 1) adanya senyawa yang bersifat racun bagi cendawan dengan konsentrasi tinggi pada buah muda dan konsentrasi senyawa tersebut akan menurun dengan meningkatnya tingkat kematangan, 2) keadaan nutrisi buah muda tidak sesuai bagi cendawan untuk tumbuh dan berproduksi. Buah muda biasanya terdiri dari pektin, karbohidrat dan selulosa yang sukar diserap oleh cendawan, 3) potensi enzim yang diproduksi cendawan belum mencukupi atau tidak memadai untuk melakukan infeksi dan kolonisasi pada buah muda.

(51)

demikian T. paradoxa isolat PSYAI1 merupakan isolat cendawan yang tingkat patogenisitasnya paling tinggi dibandingkan dengan isolat cendawan lainnya.

Tabel 3 Luas gejala penyakit hasil uji patogenisitas 12 isolat cendawan terhadap buah salak Pondoh

No Kode isolat Lokasi pengambilan

buah salak Jenis cendawan

4 PSEI2 P.S.Ekalokasari Fusarium graminearum 44 a

5 Kontrl + PDA - T. paradoxa 45 a

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf kepercayaan 95%.

Murtiningsih et al. (1996) melaporkan bahwa Thielaviopsis sp. merupakan penyebab penyakit pada buah salak. Soytong dan Jitkasemsuk(2001) melaporkan bahwa di Thailand, busuk buah pada salak disebabkan oleh T. paradoxa. Dengan demikian T. paradoxa PSYSI1 digunakan pada penelitian tahap berikutnya.

(52)

Uji patogenisitas dan pertumbuhan T. paradoxa isolat PSYSI1 dapat dilihat pada Gambar 10 dan 11.

Gambar 10 Uji patogenisitas 12 isolat cendawan terhadap salak Pondoh pada suhu ruang (± 28oC).

Gambar 11 Salak Pondoh yang diinokulasi dengan Thielaviopsis paradoxa isolat PSYSI1 setelah 7 hari inkubasi pada suhu ruang (±28oC).

Uji Efikasi Ekstrak Rimpang Jahe dan Rimpang Kunyit

Pengaruh ekstrak jahe terhadap pertumbuhan Thielaviopsis paradoxa

Berdasarkan analisis sidik ragam ekstrak jahe pada konsentrasi 20, 30 dan 40% memeberikan perbedaan yang nyata terhadap pertumbuhan T. paradoxa

(53)

(1990) melaporkan bahwa kadar minyak jahe merah adalah sebanyak 3.90%. Hasil identifikasi komponen kimiawi yang dilakukan oleh Nurliana et al. (2008) menunjukkan bahwa minyak atsiri jahe merah mengandung trans-geraniol, geranil asetat, zingiberene, citral, curcumene, dan betasesquiphellandrene. Khasiat ekstrak jahe juga dibuktikan oleh Atai et al. (2009) yang melaporkan bahwa ekstrak jahe efektif dalam menghambat pertumbuhan Candida albicans.

Anticendawan pada umumnya bekerja dengan menghambat biosintesa ergosterol yang merupakan komponen penting dari pembentukan membran sel cendawan. Penurunan ergosterol membran sel cendawan menyebabkan rusaknya permeabilitas membran, akibatnya sel cendawan kehilangan komponen intraselulernya. Pengaruh suatu zat terhadap sel organisme antara lain berhubungan dengan proses metabolisme sel yang terganggu dan fungsi permeabilitas dinding sel, yaitu adanya gangguan fungsi atau kofaktor enzim atau gangguan netralissasi zat toksik di dalam sel (Markus 1999). Padma et al. (2007) melaporkan bahwa dampak ekstrak jahe merah terhadap sel dapat menunjukkan terjadinya efek apoptosis. Sel mengalami penghambatan proliferasi, terjadi pengerutan sel dan kondensasi kromosom. Pengaruh ekstrak jahe merah pada berbagai konsentrasi terhadap pertumbuhan T. paradoxa dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12 Pengaruh berbagai konsentrasi ekstrak jahe merah dan kontrol terhadap pertumbuhan T. paradoxa. pada media PDA.

Pada Gambar 12 nampak bahwa ektrak jahe merah mampu menghambat pertumbuhan cendawan T. paradoxa. Pada penelitian ini cendawan masih tumbuh pada media PDA yang mengandung ekstrak jahe 20% setelah 3x24 jam inkubasi, sedangkan pada konsentrasi 30 dan 40% cendawan tidak tumbuh. Sehingga pada

(54)

uji selanjutnya penelitian ini konsentrasi ekstrak jahe yang digunakan 30%, dengan pertimbangan konsentrasi 30% adalah konsentrasi terendah dan efektif menghambat pertumbuhan T. paradoxa.

Pengaruh ekstrak kunyit terhadap pertumbuhan Thielaviopsis paradoxa

Berdasarkan analisis sidik ragam ekstrak kunyit pada konsentrasi 20, 30 dan 40% memberi kan perbedaan yang nyata terhadap pertumbuhan T.paradoxa

pada tingkat kepercayaan 95%, yaitu masing-masing adalah 25, 34 dan 36%. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak kunyit, pertumbuhan T.paradoxa semakin dihambat. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak rimpang kunyit maka volume ekstak kunyit yang berdisfusi ke dalam sel cendawan semakin meningkat, sehingga sel cendawan menjadi hipertonik dan terjadi berbagai mekanisme gangguan di dalam sel cendawan yang menyebabkan terganggunya pertumbuhan cendawan. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak kunyit maka pertumbuhan cendawan semakin dihambat. Hal ini diduga karena makin tinggi konsentrasi ekstrak kunyit maka kandungan senyawa anticendawan juga semakin tinggi. Secara umum dapat dikatakan bahwa ekstrak kunyit pada konsentrasi tertinggi (40%) adalah konsentrasi yang paling menghambat pertumbuhan T. paradoxa. Pertumbuhan cendawan pada PDA yang mengandung ekstrak kunyit 20, 30 dan 40% setelah 3×24 jam inkubasi pada suhu ruang (±28oC) dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13 Pengaruh berbagai konsentrasi dan kontrol ekstrak kunyit terhadap pertumbuhan T. paradoxa pada media PDA.

Hasil penelitian Singh et al. (2002) aktivitas minyak atsiri kunyit yang mengandung seskuiterpen pada konsentrasi 100 ppm dapat menghambat

(55)

pertumbuhan miselium Colletotricum falcatum, sedangkan pertumbuhan

Aspergilus niger dan Fusarium oxysporum Schlecht dapat dihambat pada konsentrasi 200 ppm. Apisariyakul et al. (1995) melaporkan, bahwa minyak kunyit dan kurkumin yang diisolasi dari Curcuma longa dapat menghambat 15 isolat dermatofit. Menurut Singh et al. (2010) pada minyak esensial dari rimpang kunyit segar terdapat unsur utama yang terdiri dari aromatik-turmeron 24.4%,

alpha-turmeron 20.5% dan beta-turmeron 11.1%. Di dalam oleoresins dari rimpang kunyit segar, komponen utamanya adalah alpha-turmeron (53.4%), beta-turmeron (18.1%) dan aromatik-beta-turmeron (6.2%).

Pada penelitian ini pertumbuhan T.paradoxa dapat dihambat oleh ekstrak kunyit pada konsentrasi 20, 30 dan 40%. Griffin (1994) melaporkan bahwa metabolisme energi dalam mitokondria dalam tahap transfer elektron dan fosforilasi dapat diganggu oleh beberapa senyawa anticendawan. Metabolisme energi dalam mitokondria dihambat dengan diganggunya transfer elektron. Terhambatnya transfer elektron ini akan mengakibatkan oksigen berkurang dan menyebabkan fungsi dari siklus asam trikarboksilat terganggu. Tahapan fosforilasi tidak terjadi sehingga pembentukan ATP dan ADP terhambat.

(56)

Uji Formula Bahan Pelapis Lilin Dikombinasikan dengan Ekstrak Jahe pada Penyimpanan Buah Salak Pondoh

Hasil analisis uji lanjut Duncan dari berbagai parameter pengamatan pada uji formula pelapis lilin, ekstrak jahe, kombinasi ekstrak jahe, pelapisan lilin pada hari ke-9 disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Uji Duncan mutu kadar air, susut bobot, kekerasan, TPT dan uji organoleptik buah salak pada penyimpanan hari ke-9

Perlakuan Kadar air (%) Susut bobot (%) Kekerasan (kgf) TPT (obrix) Organoleptik tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf kepercayaan 95%.

Kadar Air

Kombinasi ekstrak jahe 30 % dan pelilinan 10 % mampu mempertahankan kadar air dan menghambat proses pembusukan oleh cendawan. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan ekstrak jahe yang dikombinasikan dengan pelilinan berpengaruh nyata pada penyimpanan hari ke-6, 9, 12 dan 15 (Lampiran 9). Berdasarkan uji lanjut Duncan, pada hari ke-9 kontrol berbeda nyata dari yang lain, sedangkan antara pelilinan 10 %, ekstrak jahe merah 30 %, dan perlakuan ekstrak jahe merah 30 % dikombinasikan dengan pelilinan 10 % tidak berbeda nyata.

Gambar

Gambar 1       Diagram alir isolasi cendawan dan penentuan  isolat cendawan yang
Gambar   2  Diagram alir proses pembuatan ekstrak  jahe dan kunyit.
Gambar  3   Diagram alir pengujian pengaruh  ekstrak  jahe dan kunyit terhadap
Gambar  4   Diagram alir mengkaji formula bahan pelapis lilin, ektrak  jahe  dan
+7

Referensi

Dokumen terkait