• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Pengembangan Kelompok Tani Di Wilayah Banjir Daerah Sungai Bengawan Solo Kabupaten Bojonegoro

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi Pengembangan Kelompok Tani Di Wilayah Banjir Daerah Sungai Bengawan Solo Kabupaten Bojonegoro"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

SUNGAI BENGAWAN SOLO KABUPATEN BOJONEGORO

NURUL ARIFIYANTI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Strategi Pengembangan Kelompok Tani di Wilayah Banjir Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo Kabupaten Bojonegoro adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2017

Nurul Arifiyanti

(4)

RINGKASAN

NURUL ARIFIYANTI. Strategi Pengembangan Kelompok Tani di Wilayah Banjir Daerah Sungai Bengawan Solo Kabupaten Bojonegoro. Dibimbing oleh LUKMAN M BAGA dan BURHANUDDIN.

Anomali iklim menjadi ancaman bagi sektor pertanian terutama bagi tanaman pangan yakni padi. Terutama pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Bengawan Solo yang mempunyai potensi besar untuk bercocok tanam padi. Penanganan dampak banjir dapat teratasi dengan peran kelembagaan yang efektif. Kelembagaan terstruktur dari pusat hingga lokal menentukan keberhasilan penanganan banjir di sektor pertanian. Keberadaan kelembagaan akan memudahkan pemerintah dan pemangku kepentingan dalam memfasilitasi dan memberi penguatan pada petani. Kelompok tani sebagai lembaga lokal terkecil sebagai tempat petani-petani mudah untuk mengakses keperluan dalam berusahatani.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat agribisnis padi di DAS Bengawan Solo, menganalisis pendapatan usahatani, kinerja internal kelompok tani dan merumuskan strategi pengembangan kelompok tani dengan adanya ancaman banjir. Perumusan strategi menggunakan pendekatan arsitektur strategi. Penelitian menggunakan analisis usahatani, Importance Performance Analysis, PESTEL, Matriks SWOT dan arsitektur strategi.

Penelitian dilakukan pada bulan Maret-Mei 2016 di Desa kedungprimpen Kanor Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa Timur. Data utama merupakan data sekunder yang diperoleh dari Pusat Studi Bencana IPB Bogor dengan 50 responden anggota. Kelompok tani berjumlah tiga kelompok yaitu Sido Beno, Maju Mapan dan Tani Makmur dengan total jumlah anggota 521 petani. Total luas tanam pada sampel petani yani 314 Ha.

Hasil penelitian menunjukkan petani di Desa Kedungprimpen telah mengadaptasi sistem agribisnis padi yakni subsistem hulu, usahatani dan lembaga penunjang. Pada subsistem hilir dan pemasaran masih dikuasai oleh tengkulak. Produktivitas padi pada kondisi normal sebesar 8.2 ton/ha dan kondisi banjir 1 ton/ha. Terdapat perbedaan pendapatan yang diterima oleh Petani Desa Kedungprimpen di musim tanam II tahun 2013 (banjir) dan musim tanam II 2015. Pada kondisi banjir petani mendapatkan hasil rata-rata pendapatan biaya total sebesar Rp -9 010 646/ha dan Rp 22 872 751.77/ha di kondisi normal.

Kelompok tani memiliki performa kinerja yang cukup efektif dengan persentase 34.5 persen. Atribut dalam kelompok tani yang memiliki kinerja baik antara lain struktur organisasi, administrasi, kas dan iuran anggota kelompok, fasilitas sarana alat pertanian, pupuk organik dan kimia, pestisida dan kredit. Atribut-atribut pada variabel kelompok tani telah sesuai dengan nilai sebesar 61 persen. Menandakan bahwa atribut tersebut telah sesuai untuk diterapkan di kelompok tani namun belum efektif dalam penerapannya. Analisis eksternal menunjukkan adanya faktor yang mempengaruhi kelompok tani dalam penanganan banjir salah satunya perkembangan teknologi dan program perluasan irigasi.

(5)

Strategi tersebut antara lain bekerja sama dalam pendampingan teknologi terbarukan, mengakses kebijakan swasembada melalui program pemerintah, menjalin kerjasama dengan lembaga pemerintah dan swasta dalam pemasaran, pelatihan peningkatan produktivitas, pelatihan untuk meningkatkan pendapatan, memperkuat kelembagaan internal, menjalin kerjasama antisipasi banjir dan meningkatkan kekompakan anggota. Hasil strategi di petakan dalam arsitektur strategi dipadukan dengan rencana program selama tiga tahun.

(6)

SUMMARY

NURUL ARIFIYANTI. Strategy Development of Farmer Group in Flood Area Bengawan Solo Watershed Bojonogoro Regency. Supervised by LUKMAN M BAGA and BURHANUDDIN.

Climate anomalies pose a threat to the agricultural sector, especially for the food crops of rice. Especially on Watershed (DAS) Bengawan Solo, which has great potential for rice cultivation. Handling the effects of flooding can be overcome with effective institutional role. Institutional structured from central to local levels determine the success of flood mitigation in the agricultural sector. The existence of institutions will facilitate government and stakeholders to facilitate and provide reinforcement to the farmers. Farmer groups as the smallest local agencies as the farmers are easy to access in farming purposes.

This study aims to look at the rice agribusiness Bengawan Solo river basin, analyzing farm income, internal and external performance farmer groups and farmer groups to formulate development strategies with the threat of flooding. Strategy formulation approach strategy architecture. Mapping the results of strategies to plans that are conducted every three years. Research using analysis of farming, Impotance Performance Analysis, PESTEL, SWOT Matrix and architecture strategies.

The study was conducted in March-May 2016 in the village of Kedungprimpen Kanor Bojonegoro Regency East Java Province. The main data is secondary data obtained from the Centre for Disaster Studies IPB Bogor with 50 respondents member. Farmer groups of three groups: Sido Beno, Maju Mapan and Tani Makmur with a total number of 521 member farmers. Total acreage on a sample of 314 farmers ministered Ha.

The result research showed that farmer in Kedungprimpen village has adapted rice agribusiness system are upstream subsystem, farming and supporting institutions. On the downstream subsystems and marketing is still controlled by middlemen. The productvity of paddy in normal condition in the amount of 8.2 ton/ha and in flood 1 ton/ha. There is a different of farmer income in Kedungprimpen Village in planting season II 2013 (flood) and II (2015). On flood conditions receive income of Rp -9 010 646/ ha and on normal condition Rp 22 872 751.77/ ha (normal).

The farmer group has a fair performance by percentage 34.5 percent. Attributes on farmer group that have a good performance such as structure of organization, administration, cash and membership fees, facility farming tools, organic fertilizers, chemicals, pesticides and credit. Attributes in farmers group have variables corresponding to the value of 61 percent. Indicates that these attributes have to applied in the farmer groups but has not been effective in its application. External analysis shows the presence of factors that affect farmers' groups in the handling of the flood one technological development and irrigation expansion program.

(7)

agencies and the private sector in marketing, training, productivity improvement, training to increase revenue, strengthen internal institutional, cooperation in anticipation of flooding and improve compactness members. The results of the strategy mapped in architecture strategy combined with plans for a three-year program.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Agribisnis

NURUL ARIFIYANTI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2017

STRATEGI PENGEMBANGAN KELOMPOK TANI

DI WILAYAH BANJIR DAERAH ALIRAN

(10)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Suharno, MADev

(11)

NIM : H351140071

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr Ir Lukman M AEc Ketua

Dr Ir MM

Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Agribisnis

Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS

(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema dalam penelitian ini yakni strategi pengembangan. Judul yang dipilih ialah strategi pengembangan dengan judul Strategi Pengembangan Kelompok Tani di Wilayah Banjir Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Lukman M Baga, MAEc dan Bapak Dr Ir Burhanuddin, MM selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran.

Terima kasih juga penulis sampaikan kepada :

1. Bapak Dr Ir Dahrul Syah, M.Sc.Agr selaku Dekan Sekolah Pascasarjana dan seluruh staf pengajar Program Studi Agribisnis IPB, yang telah membantu penulis selama menempuh pendidikan.

2. Pusat Studi Bencana IPB yang telah memberikan kesempatan dalam partisipasi penelitian kebencanaan.

3. Pemerintah Daerah Kabupaten Bojonegoro, khususnya Badan Penyuluh Pertanian atas kerjasama dan dukungan data selama penelitian.

4. Pemerintah Daerah Kecamatan Kanor atas kerjasama dan dukungan selama penelitian.

5. Pemerintah daerah dan seluruh masyarakat Desa Kedungprimpen atas bantuan, perhatian dan kerjasama dalam penelitian.

6. Ibu Dr Ir Ratna Winandi, MS selaku dosen evaluator pada kolokium atas saran

yang diberikan.

7. Ibu Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku penguji Wakil Program Studi atas

saran yang diberikan.

8. Bapak Dr Ir Suharno, MADev selaku dosen penguji luar komisi atas saran yang

diberikan.

9. Keluarga besar Bani Sahid atas nasehat dan dukungannya.

10.Orang tua tercinta, Bapak Abdul Ro’uf dan Ibu Asri hayati, Kakak-kakak dan ponakan tersayang atas doa, kasih sayang dan perhatian.

11.Rekan dan sahabat MSA angkatan V dan PMD atas kerjasama, perhatian dan

dukungannya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2017

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR GAMBAR xiv

PENDAHULUAN 1

Latar belakang 1

Perumusan masalah 4

Tujuan penelitian 5

Manfaat penelitian 5

Ruang lingkup penelitian 5

TINJAUAN PUSTAKA 6

Daerah aliran sungai 6

Agribisnis padi 7

Tingkat pendapatan 8

Kelompok tani 9

Strategi pengembangan kelompok tani 14

KERANGKA PEMIKIRAN 16

Konsep agribisnis 16

Konsep pendapatan 18

Konsep organisasi 20

Konsep kinerja 21

Kerangka PESTEL 22

Strategi pengembangan 23

Kerangka Operasional 26

METODE PENELITIAN 27

Lokasi dan waktu penelitian 27

Jenis dan sumber data 27

Metode penentuan sampel 28

Metode analisis data 28

KERAGAAN AGRIBISNIS PADI 38

Keadaan geografis 38

Sosial ekonomi masyarakat 39

Karakteristik petani responden 39

Gambaran kelompok tani 40

Agribisnis padi 41

USAHA TANI KELOMPOK TANI 44

Penerimaan usahatani padi 44

(14)

Pendapatan usahatani 48

KINERJA KELOMPOK TANI 49

Metode Importance Performance Analysis (IPA) 50

Analisis PESTEL 58

STRATEGI PENGEMBANGAN KELOMPOK TANI 62

Analisis internal 62

Analisis eksternal 64

Matriks SWOT 67

ARSITEKTUR STRATEGI 72

Visi misi kelompok tani 73

Industry Foresight 73

Sasaran kelompok tani 73

Tantangan kelompok tani 73

Rekomendasi program kegiatan 73

SIMPULAN DAN SARAN 77

Kesimpulan 77

Saran 77

DAFTAR PUSTAKA 78

(15)

DAFTAR TABEL

1 Rata-rata konsumsi di Indonesia tahun 2011-2016 1

2 Kerusakan lahan akibat banjir (Ha) di Indonesia tahun 2010-2016 3 3 Matriks penelitian di Desa Kedungprimpen tahun 2016 27

4 Analisis pendapatan usahatani padi 30

5 Skor nilai kepentingan dan kepuasan Importance Performance Analysis 32 6 Atribut kinerja kelompok tani Desa Kedungprimpen tahun 2016 34 7 Kerangka PESTEL kelompok tani Desa Kedungprimpen tahun 2016 36 8 Matriks SWOT kelompok tani di Desa Kedungprimpen 37 9 Mata pencaharian penduduk Desa Kedungprimpen tahun 2015 39 10 Identitas petani responden Desa Kedungprimpen tahun 2016 40 11 Rata-rata penerimaan usahatani padi Desa Kedungprimpen

tahun 2013 dan 2015 45

12 Rata-rata pengeluaran usahatani padi Desa Kedungprimpen

tahun 2013 dan 2015 47

13 Rata-rata pendapatan usahatani padi Desa Kedungprimpen

tahun 2013 dan 2015 48

14 Data tingkat kepentingan dan kepuasan responden di Desa Kedungprimpen

tahun 2016 51

15 Lingkungan Eksternal Kelompok Tani di Desa Kedungprimpen

tahun 2016 58

16 Matriks SWOT peningkatan kemampuan kelompok tani di Desa

Kedungprimpen tahun 2016 68

17 Rekomendasi program kegiatan kelompok tani di Desa Kedungprimpen

tahun 2016 74

DAFTAR GAMBAR

1 Lingkup sistem agribisnis 18

2 Proses evaluasi kinerja 21

3 Kerangka PESTEL 22

4 Alur manajemen strategis 24

5 Kerangka operasional 26

6 Kuadran Importance-Performance Analysis 31

7 Basis analisis dalam analisis SWOT 37

8 Pembagian kuadran IPA 50

(16)
(17)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Sektor pertanian merupakan salah satu pilar utama pembangunan perekonomian Indonesia. Hampir seluruh kegiatan perekonomian Indonesia berpusat pada sektor ini. Kontribusi yang cukup signifikan dilihat dari sisi produk domestik bruto. Pada tahun 2013 sektor pertanian berada pada urutan kedua setelah industri pengolahan dengan nilai share sebesar 15.21 persen (BPS 2014). Pertanian menjadi tumpuan sumber ketahanan pangan nasional dan sebagai penghasil devisa bagi Indonesia. Peranan sektor pertanian sebagai sumber penghasil bahan kebutuhan pokok, sandang dan papan, serta penopang kegiatan ekonomi dengan penyediaan lapangan kerja bagi sebagian besar penduduk. Berdasarkan data BPS, sektor pertanian masih menjadi primadona dalam nilai angkatan kerja dengan sekitar 34.36 persen yang menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian, baik sebagai petani maupun buruh tani. Subsektor pertanian yakni ketahanan pangan menjaga kestabilan ketersediaan pangan yang cukup dan secara berkelanjutan. Secara langsung yang dipengaruhi oleh produksi tanaman pangan.

Tingginya pertumbuhan penduduk Indonesia mencapai 248 juta orang pada tahun 2013 dan diperkirakan menembus angka 271 juta orang pada tahun 2020 (BPS 2014). Laju pertumbuhan penduduk akan seiring dengan meningkatnya kebutuhan konsumsi pangan nasional. Salah satu komoditas strategis yang menjadi sumber pangan utama yakni padi. Pada tahun 2015, tingkat konsumsi

beras pada tingkat rumah tangga dan non rumah tangga mencapai 98.05 kg/kapita/tahun (Kementan 2015). Pada Tabel 1 dapat dilihat beras masih

menjadi bahan makanan utama bagi masyarakat Indonesia.

Tabel 1 Rata-rata konsumsi di Indonesia tahun 2011-2016

Produk (kg/kap/thn)

Tahun Rata-rata

pertumbuhan (%)

2011 2012 2013 2014 2015

Beras 102.87 97.65 97.40 97.20 98.05 -1.16

Jagung 1.40 1.36 1.44 4.44 1.97 9.92

Kedelai 7.56 7.12 7.15 7.13 5.95 -5.54

Ubi kayu 5.79 3.60 3.49 3.42 3.60 -9.41

Sumber : Kementan 2015

(18)

Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan produktivitas padi dengan mencanangkan program swasembada beras. Pemerintah telah mengeluarkan pembiayaan untuk petani sebesar 32 Trilliun. Pembiayaan ini lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yaitu 15 Trilliun (Machmud 2015). Arah kebijakan pemerintah dalam pembangunan tanaman pangan mengarah pada memperkuat kawasan komoditi utama dan strategis tanaman pangan berkelanjutan, mendorong pengembangan komoditi lokal sebagai prioritas daerah dan mengembangkan skala usaha tanaman pangan yang layak. Strategi yang dilakukan pemerintah dengan penguatan kawasan tanaman pangan yang terintegrasi dengan memperkuat adopsi serta inovasi teknologi dengan fokus peningkatan produksi secara berkelanjutan dengan memperhatikan kapasitas sumberdaya dan spesifik lokal (Dinas Pertanian Jawa Timur 2013).

Salah satu faktor ancaman pada sektor pertanian yakni anomali iklim. Perubahan iklim, curah hujan dan pergeseran musim yang tidak menentu merupakan dampak dari pemanasan global. Dampak negatif terbesar tidak dapat dihindarkan yakni terjadinya banjir yang dapat menyebabkan kegagalan panen dan ketidakstabilan pangan nasional. Anomali iklim mengubah siklus produksi pertanian. Pergeseran musim tidak menentu membuat petani kesulitan dalam mengawali masa tanam, pembenihan dan pemupukan. Produksi akan menurun dan mengakibatkan pasokan tidak menentu sementara permintaan terus berjalan. Hal tersebut dapat menyebabkan ketahanan pangan Indonesia mengalami guncangan. Potensi terbesar dampak bencana yakni komoditas padi, kedelai, cabai, jagung, tebu dan daging. Sektor yang paling merasakan dampak ini yakni petani, masyarakat miskin, pedagang kecil, industri pertanian dan juga pemerintah Indonesia.

Kesiapsiagaan kelembagaan up-down dalam menangani dampak banjir terhadap sektor pertanian menjadi kunci utama. Berdasarkan orientasi pemerintah Indonesia pada ketahanan pangan nasional, sistem agribisnis menjadi fokus untuk lebih ditingkatkan. Sistem agribisnis yang efektif tidak terlepas dari peran kelembagaan yang berperan aktif. Peran kelembagaan yang terstruktur dari pusat hingga terkecil yakni petani menentukan keberhasilan pembangunan pertanian yang salah satunya dapat dilihat dari ketahanan pangan. Kelembagaan petani di pedesaan berkontribusi dalam aspek sosial-ekonomi, informasi dan adopsi inovasi. Aksesibilitas pengembangan sosial-ekonomi, modal, infrastruktur dan pasar.

Keberadaan adanya kelembagaan akan memudahkan pemerintah dan pemangku kepentingan dalam memfasilitasi dan memberikan penguatan petani. Kelompok tani merupakan lembaga lokal terkecil dari kelembagaan pertanian. Kelompok tani dibentuk untuk memudahkan para petani dalam mengakses yang diperlukan, memecahkan permasalahan yang dihadapi petani yang tidak dapat diatasi oleh individu masing-masing. Kinerja kelompok tani sangat mempengaruhi keberhasilan hasil pertanian. Sejalan dengan ancaman sektor pertanian yakni banjir, kelompok tani dapat menjadi tempat bagi petani untuk memecahkan masalah bersama dalam mengantisipasi dan mengurangi kerugian dampak banjir.

(19)

langsung berupa penurunan kapasitas produksi pertanian dan peningkatan biaya produksi. Dampak yang dimaksud juga dapat berupa tangible (lebih terukur) dan

intangible (lebih sulit terukur). Bencana yg terjadi berulang-ulang pada suatu wilayah geografis yang sama dapat menyebabkan menurunnya investasi di wilayah tersebut karena berisiko akan kehilangan asset.

Berdasarkan studi di berbagai daerah, sekitar 20 persen desa di Indonesia mengalami banjir setiap tahunnya (periode 2003, 2005, 2011) (Kementan 2011). Negara-negara Asia bahkan di Afrika dan Amerika Latin mengalami penurunan produktivitas tanaman pertanian sebesar 20 persen (Edame et al. 2010). Berdasarkan data FAO (2015), Dampak bencana alam paling tinggi di alami oleh pertanian dengan nilai persentase kerusakan sebesar 14.2 persen, kehilangan 29.4 persen dan keduanya 21.8 persen. Berdasarkan subsektor yang menempati urutan pertama mengenai kerusakan dan kehilangan yaitu sektor tanaman sebesar 42.4 persen kemudian peternakan 35.8 persen.

Bencana banjir telah menjadi aktivitas rutin di Indonesia dari tahun ke tahun. Selama delapan belas tahun Indonesia menghadapi bencana alam dampak dari la nina tersebut. Sekitar 28 juta penduduk Indonesia sangat berpotensi untuk tertimpa krisis sebagai dampak bencana alam, khususnya bencana banjir dengan data dari BNBP pada tahun 2010-2015 sebanyak 3 781 kejadian banjir (BNBP 2015). Kurun waktu 2010-2016, kerusakan lahan yang dialami Indonesia akibat banjir sebesar 405 715ha. Daerah dengan kerusakan tertinggi antara lain Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sumatera Selatan (BNPB 2016).

Tabel 2 Kerusakan lahan akibat banjir (Ha) di Indonesia tahun 2010-2016

No Provinsi Tahun Total

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

1 Jawa Barat 7 285 1 215 662 4 779 84 784 1 992 4 999 105 716

2 Sulawesi Selatan 18 916 1 187 8 258 19 029 4 485 16 424 7 260 75 559

3 Jawa Tengah 9 684 5 038 1 033 12 745 11 735 141 735 41 111

4 Jawa Timur 8 871 4 894 5 087 11 609 3 457 714 4 749 39 381

5 Sumatera Selatan 11 463 1 005 785 1 741 4 819 594 3 129 23 536 Sumber : BNPB 2016

Banjir terjadi disebabkan dari luapan sungai yang tidak terkontrol. Penelitian ini berfokus pada sungai terpanjang di Jawa yakni Bengawan Solo dengan panjang sekitar 548.53 km. Sungai Bengawan Solo mengaliri dua provinsi yaitu Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan pembagian tiga wilayah admistratif hulu, tengah dan hilir. Daerah sekitar aliran sungai Bengawan Solo menjadi area yang produktif untuk berusahatani antara lain padi dan jagung.

(20)

berjumlah 6 jiwa. Perkiraan kerugian akibar banjir Bengawan Solo sekitar 65 ribu juta pada tahun 2013 (BPS 2015). Pada musim penghujan tahun 2013 tercatat sekitar 5 000 Ha sawah terendam banjir di Kabupaten Bojonegoro dan kerugian mencapai 4.9 miliar (Kominfo Jatim 2013).

Perumusan masalah

Daerah aliran sungai Bengawan Solo merupakan area rawan akan banjir. Setiap tahun akan ada potensi untuk mengalami banjir. Pada tahun 2013 Kabupaten Bojonegoro mengalami puso sehingga produksi padi menurun sebesar 802 528 ton dan meningkat pada tahun 2014 sebesar 847 857 ton (BPS 2015). Keragaman agribisnis padi di wilayah rentan banjir menjadi keunikan tersendiri dilihat dari setiap aspek agribisnis hulu, usahatani, hilir, pemasaran dan lembaga penunjang. Para petani di daerah aliran sungai memilih untuk tetap bertahan untuk tetap berusahatani padi meskipun berpotensi untuk puso. Hal ini disebabkan karena pekerjaan utama penduduk yakni petani. Petani dipaksa untuk dapat melakukan adaptasi untuk mengurangi dampak negatif banjir. Salah satu adaptasi yang dapat dilakukan antara lain seperti perluasan lahan, benih padi dan perubahan pola tanam.

Seiring dengan usahatani yang rentan akan dampak banjir, hal ini berhubungan dengan pendapatan yang dihasilkan oleh petani. Petani mengalami kerugian besar pada kondisi banjir dibandingkan dengan kondisi normal. Hal ini menyebabkan petani tidak dapat bergantung dengan hasil on-farm yang tidak pasti di musim tanam ke-2. Hal tersebut mendorong untuk melakukan pekerjaan sampingan. Petani pada daerah rawan banjir mendominasi pada usaha non-farm

sebagai sumber pendapatan, diantaranya dengan berdagang, menjadi buruh panggul dan pabrik. Sekitar 20 persen pendapatan berasal dari on-farm, selain itu berasal dari off-farm dan non-farm (Azzahra 2015).

Peran kelembagaan khususnya lembaga lokal dalam mengurangi dampak banjir merupakan hal penting. Keberadaan kelompok tani diharapkan dapat menjadi naungan petani desa untuk memperbaiki taraf hidup, harkat dan martabatnya. Peningkatan kapasitas kelembagaan petani dilakukan sejalan dengan kegiatan penyuluhan pertanian dengan memotivasi petani untuk berpartisipasi dalam kelembagaan petani. Penyuluhan pertanian perlu dirancang dengan memberikan muatan pada penguatan kapasitas individu petani sekaligus penguatan kapasitas kelembagaan petani (Anantanyu 2011).

(21)

Perumusan strategi pengembangan kapasitas kelompok tani yang efektif membutuhkan kajian mendalam mengenai keadaan lingkungan agribisnis padi, usahatani padi yang berhubungan dengan pendapatan petani serta kinerja kelompok tani padi di wilayah rentan banjir. Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dari penelitian ini yakni :

1. Bagaimana agribisnis padi di wilayah banjir Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo?

2. Bagaimana tingkat pendapatan petani padi di wilayah banjir Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo?

3. Bagaimana kinerja kelompok tani di wilayah banjir Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo?

4. Strategi apa yang dapat diterapkan untuk pengembangan kapasitas kinerja kelompok tani dalam meningkatkan pendapatan petani di wilayah banjir daerah aliran sungai Bengawan Solo?

Tujuan penelitian

Output dari penelitian merupakan hasil untuk memperoleh gambaran aktual tentang kondisi lembaga petani di daerah aliran sungai Bengawan Solo. Berdasarkan perumusan masalah di atas, secara spesifik tujuan penelitian ini adalah

1. Mendeskripsikan agribisnis padi di wilayah banjir Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo.

2. Menganalisis pendapatan petani padi di wilayah banjir Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo.

3. Mengevaluasi kinerja kelompok tani di wilayah banjir Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo.

4. Merumuskan strategi yang dapat diterapkan untuk pengembangan kapasitas kinerja kelompok tani dalam meningkatkan pendapatan petani di wilayah banjir daerah aliran sungai Bengawan Solo.

Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan pembelajaran untuk pengambilan kebijakan selanjutnya bagi pemangku kepentingan dan dapat dijadikan dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan cakupan yang komprehensif dan representatif. Selain itu dapat dijadikan panduan dan acuan untuk petani lain sebagai informasi strategi dalam meningkatkan kinerja kelompok tani.

Ruang lingkup penelitian

(22)

diluar kelompok tani seperti Balai Penyuluhan Pertanian, Dinas Pertanian, Badan Penanggulangan Bencana Daerah, Pemerintahan Desa, Badan Pengawas Desa, Mitra Usaha dan Lembaga keuangan.

TINJAUAN PUSTAKA

Daerah aliran sungai

Daerah aliran sungai (DAS) memiliki berbagai pandangan dari aspek teknik sipil dan ekologi. Mustiko (2014) mengungkapkan pada aspek keilmuan teknik sipil pengertian DAS ialah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungai yang berfungsi untuk menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan di wilayah tertentu ke danau atau laut secara alami. Terdapat batasan darat dan laut yang diukur dengan menghubungkan titik tertinggi diantara wilayah aliran sungai. DAS yang menjadi bagian dari dAS yang lebih besar merupakan subDAS sebagai daerah tangkapan anak sungai terintegrasi berbagai faktor yang mengarah pada kelestarian atau degradasi.

Geometri DAS dengan topografi wilayah yang bergelombang, berbukit atau bergunung dan kerapatan drainase yang relatif tinggi merupakan sumber air yang masuk ke sungai utama dan sumber erosi yang sebagian terangkut menjadi sedimen daerah hilir. Menurut fungsi DAS dibagi dalam tiga komponen yaitu hulu, tengah dan hilir. Ekosistem bagian hulu merupakan daerah tangkapan air utama dan pengatur aliran. Ekosistem tengah sebagai daerah distributor dan pengatur air sedangkan ekosistem hilir merupakan pemakai air. Hubungan antara ekosistem DAS menjadikan sebagai satu kesatuan hidrologis.

Suwardji et al. (2002) mengatakan Aspek ekologi untuk DAS merupakan keseluruhan daerah kuasa (regime) sungai yang menjadi alur pengatus (drainage) utama. Batas DAS merupakan garis bayangan sepanjang punggung pegunungan atau tebing/bukit yang memisahkan sistim aliran yang satu dari yang lainnya. Suatu DAS terdiri atas dua bagian utama daerah tadah (catchment area) yang membentuk daerah hulu dan daerah penyaluran air yang berada di bawah daerah tadah.

(23)

lembaga swasta, balai konservasi, lembaga swadaya dan masyarakat di sekitar daerah aliran sungai.

Agribisnis padi

Perubahan cuaca yang tidak menentu memberikan dampak yang besar bagi produksi padi. Sama halnya dengan bencana banjir di Thailand pada tahun 2011 yang menyebabkan kerusakan yang signifikan untuk pertanian padi. Tercatat hamparan tanaman padi pada peta wilayah yang terkena banjir menunjukkan sekitar 16.8 persen dari areal budidaya padi dibandingkan dengan tahun 2008 yang hanya seluas 4.9 persen tersapu oleh banjir (Son et al. 2013).

Adaptasi petani pada daerah banjir membutuhkan penerapan sistem agribisnis yang terpadu yang akan meningkatkan pendapatan usahatani. Agribisnis yang terdiri dari subsistem sarana produksi, budidaya, pengolahan, pemasaran dan lembaga penunjang. Kusnandar et al. (2013) mengungkapkan sistem agribisnis padi organik terdiri dari beberapa pelaku yang terlibat yaitu petani padi organik, agroindustri beras organik, kelompok tani, gapoktan, peternak sapi, asosiasi padi organik, Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan, serta lembaga keuangan dan konsumen. Hastuti (2008) menganalisis penerapan sistem agribisnis terhadap pendapatan petani asparagus, kucai dan sayuran. Penerapan subsistem agribisnis hulu, subsistem usahatani, pengolahan hasil dan model Usahatani, baik secara parsial maupun serempak berpengaruh nyata terhadap Pendapatan pada tingkat petani. Subsistem pemasaran tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan petani sayuran.

Sarangi et al. (2016) mengungkapkan bahwa pengembangan manajemen bersama dengan perbaikan varietas merupakan hal penting untuk meningkatkan produktivitas padi di daerah pesisir. Kombinasi dilakukan dengan berbagai

evaluasi dan didapatkan hasil terbaik yakni tingkat pupuk 50-20-10 kg N-P2O5-K2O, 5 ton pupuk kandang per hektar, transplantasi bibit pada jarak

15 x 15 cm. Paket ini optimal untuk meningkatkan produktivitas dan keuntungan padi. Kegiatan menggabungkan perbaikan manajemen dan berbagai toleran mengakibatkan hasil gabah lebih tinggi dibandingkan dengan manajemen petani dan varietas. Teknologi ini membantu dalam mempertahankan produktivitas yang lebih tinggi dan profitabilitas sistem tanam berbasis padi di wilayah pesisir rawan banjir yang stagnan.

Buddhaboon et al. (2011) meneliti tentang produksi padi pada area air yang dalam (banjir) di Thailand menjelaskan hal yang mempengaruhi yaitu tanggal tanam dan varietas. Awal musim hujan lahan dipengaruhi oleh varietas. Hasil tertinggi diperoleh varietas Pitsanulok 2 (PSL 2). Namun tidak jauh berbeda dengan varietas Pathum Thani 1 (PTT 1) hasil produksi mendekati PSL 2.

(24)

tanah, dan bioteknologi tanah) untuk memungkinkan bahwa irigasi berselang menjadi kenyataan untuk petani padi dari Brasil Selatan.

Sistem irigasi menunjang penuh dalam budidaya padi. Pada area yang intensitas banjir tinggi dibutuhkan sistem irigasi yang efektif untuk mengatur ketersediaan air. Penelitian Massey et al. (2014) mengungkapkan bahwa petani dapat beradaptasi dengan banjir berselang di Missisipi. Banjir berselang dapat disesuaikan dengan produksi padi skala komersial dan irigasi 600 mm. Penggunaan irigasi dapat berkurang sebagai dampak dari banjir berselang. Keberhasilan ini dapat dikaitkan dengan lahan yang luas, manajemen penyakit, kecakapan irigasi yang handal yang memungkinkan untuk pembentukan makanan yang cepat.

Dampak dari bencana banjir menyebabkan petani melakukan adaptasi untuk usahatani mereka. Petani melakukan perluasan lahan usahatani untuk menghindari risiko kerugian. Adanya fakta peningkatan data luas lahan di Jawa Barat dan Jawa Timur di tahun 2009, rata-rata luas lahan menjadi 3.01 Ha dan 1.08 Ha. Penggunaan benih padi oleh petani didapat dari toko resmi sehingga benih yang digunakan bersertifikat. Dalam melakukan usahatani perubahan yang dilakukan dari segi pola penanaman. Petani Jawa Barat melakukan pola tanam padi-padi-bera sedangkan di Jawa Timur pola tanam padi-padi-palawija. Bulan tanam juga mengalami perubahan. Pergeseran bulan penanaman dari November ke Januari,

Februari dan Maret kemudian di bulan Juli bergeser ke Juni (Rasmikayati et al. 2015).

Tingkat pendapatan

Kerugian yang dialami usahatani petani merupakan salah satu dampak dari banjir. Kerugian terhadap tingkat pendapatan dialami oleh petani. Pendapatan yang diterima sebagai petani bisa dibilang sangat kecil dan tidak sebanding dengan usaha keras mereka dalam bertani. Azzahra (2015) mengungkapkan pendapatan petani daerah banjir lebih rendah dibandingkan dengan wilayah tidak banjir. Rata-rata pendapatan petani di Desa Tambelang Bekasi yang terkena dampak banjir sebesar 13 juta. Sedangkan pendapatan untuk petani yang tidak terkena banjir sebesar 23 juta.

Wulandari (2015) mengungkapkan tekanan ekonomi yang dialami petani puso menimbulkan kerugian fisik maupun non fisik. Aspek ekonomi pada petani di Desa Kemujan dan Tegalsari Kabupaten Kebumen seperti pendapatan keluarga sebesar Rp 1 227 000 dan pendapatan perkapita Rp 332 600. Tingkat keparahan kerugian berada pada tingkat rendah dan untuk tingkat tekanan ekonomi berada pada kategori sedang sebesar 46 persen.

(25)

pendapatan petani padi sawah umumnya memiliki penghasilan lebih dari Rp 3 000 000/Bulan dengan persentase 39.22 persen dikategorikan kurang. Yusdja et al. (2004) menganalisis peluang kerjasama petani untuk meningkatkan pendapatan petani. Hasilnya kerjasama antar petani layak untuk dilakukan karena dapat meningkatkan keuntungan 18-30 persen dan kesempatan kerja meningkat 20-30 persen. Manajemen sistem usahatani bersama dapat dipertimbangkan oleh petani, masyarakat dan pemerintah.

Besar kecilnya pendapatan usahatani padi sawah dapat dipengaruhi oleh penerimaan dan biaya produksi. Sama halnya dengan penelitian Andrea (2012) adanya bantuan benih, pupuk, dan pestisida dari PTPN III, pendapatan petani meningkat sebesar Rp 15 803 118.31/Ha daripada sebelum mendapat bantuan yaitu sebesar Rp 10 294 989.51/Ha. Rumintjap (2014) mengungkapkan bahwa dari faktor-faktor yang diamati yakni luas lahan, benih, pupuk dan tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produksi padi sawah. Secara parsial terdapat tiga variabel yang berpengaruh nyata terhadap produksi padi sawah yaitu luas lahan, benih dan pupuk. Pendapatan yang diperoleh petani padi sawah Desa Pandere sebesar Rp 12 455 906/1.1Ha/MT. Program PUAP memberikan dampak yang baik untuk petani, peningkatan rata-rata pendapatan rumah tangga penerima sebesar 12.86 persen dan penurunan tingkat kemiskinan sebesar 7.67 persen (Akbar 2012).

Kelompok tani

Kelembagaan sebagai hal yang berkenaan dengan norma, nilai, regulasi dan pengetahuan yang menjadi pedoman untuk individu dan organisasi (Syahyuti 2011), dibentuk dengan sasaran mewujudkan tujuan pemangku kepentingan. Peran kelembagaan yang mandiri dan tangguh menjadi orientasi dalam pembangunan ketahanan pangan. Kelompok tani sebagai lembaga lokal yang mana sebagai tempat berkumpul para petani. Kelembagaan petani di pedesaan berkontribusi dalam pengembangan sosial ekonomi petani seperti aksesibilitas pada informasi pertanian, modal, infrastruktur, dan pasar dan adopsi inovasi pertanian. Di samping itu, keberadaan kelembagaan petani akan memudahkan bagi pemerintah dan pemangku kepentingan yang lain dalam memfasilitasi dan memberikan penguatan pada petani.

(26)

Salah satu area yang memerlukan kelembagaan efektif yaitu daerah aliran sungai yang rawan akan banjir. Daerah sekitar aliran sungai dari hulu-tengah-hilir mempunyai keterkaitan hubungan. Pengelolaan yang buruk di hulu akan berdampak ke bagian tengah dan hilir. Hal ini telah menjadi perhatian khusus di setiap negara khususnya Indonesia. Peran pemerintah Indonesia dalam pengelolaan daerah aliran sungai tertuang dalam kerangka kerja pengelolaan daerah aliran sungai No. 05 tahun 2008. Pengelolaan melibatkan banyak pihak mulai dari unsur pemerintahan, swasta dan masyarakat untuk mengindikasi adanya kesadaran dan kemampuan para pihak dalam melestarikan ekosistem. Menjaga kelestarian lingkungan dan resapan air yang mana masih banyak dijumpai pada aliran sungai terdapat sampah dan limbah. Hal tersebut akan menyebabkan pendangkalan, penyumbatan dan pencemaran air sungai dari hulu ke hilir. Keterlibatan secara aktif para pihak akan membangun rasa memiliki, memanfaatkan secara arif dan memelihara sumber daya secara bersama-sama (Departemen Kehutanan 2008).

Pada kelembagaan pengelolaan banjir di daerah aliran sungai memerlukan koordinasi efektif. Didukung dengan penelitian Hasibuan (2005) bahwa kebijakan kelembagaan untuk pengelolaan daerah aliran sungai Citarum hulu terhadap efektivitas waduk Saguling. Penelitian tersebut mendapatkan hasil bahwa diperlukan pengembangan kebijakan dinamis yang diintegrasikan dalam satu kesatuan pilar kebijakan yaitu kelembagaan, ekosistem dan sosial ekonomi.

Kegiatan bersama yang dilakukan para petani diyakini oleh Mosher (1991) sebagai faktor yang mendukung pembangunan pertanian. Aktivitas bersama sangat diperlukan apabila dengan kebersamaan tersebut akan lebih efektif dalam mencapai tujuan yang diinginkan bersama. Dalam pengelolaan faktor-faktor produksi, proses produksi, hingga pengolahan hasil inilah memerlukan adanya kelembagaan petani. Kegiatan usaha pertanian akan berhasil jika petani mempunyai kapasitas yang memadai. Untuk dapat mencapai produktivitas dan efisiensi yang optimal petani harus menjalankan usaha bersama secara kolektif. Untuk keperluan ini diperlukan pemahaman mengenai suatu kelembagaan di tingkat petani. Di tingkat petani, lembaga diperlukan sebagai (a) Wahana untuk pendidikan (b) Kegiatan komersial dan organisasi sumberdaya pertanian (c) Pengelolaan properti umum dan (d) Membela kepentingan kolektif.

Effendi mengungkapkan sektor yang mempengaruhi pada pengelolaan daerah aliran sungai tidak hanya satu atau dua faktor. Pada daerah aliran sungai Ciliwung, Jratunseluna dan Batanghari terdapat tiga sektor pembangunan yang mempengaruhi efektivitas. Bila pengembangan hanya berfokus pada satu sektor maka kinerja daerah aliran sungai akan memperburuk sektor lainnya. Sehingga produksi sektor lain akan menurun yang mana tergantung dari kinerja daerah aliran sungai.

(27)

transparannya dalam pengelolaan organisasi. Untuk mewujudkan suatu institusi yang dapat diterima masyarakat dan mampu membangun partisipasi anggota tergantung pada kualitas pemimpin, keselarasan antar perangkat desa, insentif dari hasil usaha tani dan transparansi dan demokratis dalam organisasi yang mana akan menunjang kinerja organisasi.

Kelembagaan yang mengelola daerah aliran sungai menjalankan kebijakan yang harmonis dan melibatkan pihak-pihak terkait. Perlu didukung adanya partisipasi aktif dari para pemangku kepentingan. Salah satu yang dibutuhkan dalam kekuatan kelembagaan yakni ketersediaan sumber daya manusia yang handal, finansial yang kuat serta kemampuan manajerial sehingga akan terbentuk keharmonisan pengelolaan DAS yang berkelanjutan.

Salah satu yang termasuk dalam kelembagaan petani yakni kelompok tani. Kelompok Tani didefinisikan sebagai kumpulan dari petani, peternak, pekebun yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan sosial, ekonomi, sumber daya, kesamaan komoditas dan keakraban untuk meningkatkan serta mengembangkan usaha anggota (UU 19/2013). Kelompok tani merupakan gabungan dari para petani yang berfungsi sebagai wadah komunikasi antar petani dan lembaga pendukung untuk mencapai tujuan pertanian yang maju. Kelompok tani sangat efektif dan efisien untuk dikembangkan karena para petani berkomunikasi dan belajar informasi terbaru. Dilihat dari peran kelompok tani, lembaga pertanian khususnya Balai Penyuluh Pertanian menjadi pendekatan utama. Sinergi yang tepat antar kedua belah pihak yakni kelompok tani dan Balai penyuluh Pertanian akan menghasilkan petani berkualitas tinggi. Dampak selanjutnya terhadap kelompok tani dipandang dari kinerja dan pendapatan yang meningkat.

Kelompok tani yang mandiri dan tangguh diperlukan intensitas yang tinggi dalam pertemuan untuk saling mengenal satu satu sama lain dan percaya, dikarenakan adanya tujuan dan pandangan yang sama dalam berusaha tani. Kelompok tani merupakan jalan di mana petani kecil dapat berhubungan dengan pemerintah, sektor swasta dan mitra pembangunan untuk meningkatkan produktivitas pertanian dan ketahanan pangan (Adong et al. 2012).

Keberadaan kelompok tani sangat dirasakan manfaatnya untuk anggota. Kelompok tani dibentuk untuk memfasilitasi akses ke teknologi pertanian yang lebih baik (Gibson et al. 2008), meningkatkan akses ke pasar produktif (Aliguma

et al. 2007), memfasilitasi produksi transportasi ke pasar (Mwaura et al. 2012), keamanan keuangan dan investasi rumah tangga (Mutoro 1997) dan akses kredit di mana kelompok-kelompok anggota bertindak sebagai jaminan atas satu sama lain (Loevinsohn et al. 1994).

(28)

Sama halnya di Bangladesh, untuk menghindari kerugian dari perubahan iklim yang tinggi dicanangkan program baru. Pemerintahan Bangladesh mengeluarkan program Sekolah Lapang Iklim (FAO 2014). Sekolah iklim bekerja sama dengan kelompok-kelompok tani dalam memberikan pengetahuan mengenai dampak bencana alam dan memberikan informasi dan inovasi terbaru untuk mengendalikan kerugian. Hal ini semakin memperkuat kebersamaan kelompok tani dalam mengembangkan kemampuan kelompok tani.

Kinerja kelompok tani sangat ditentukan oleh kerjasama yang solid antar anggota dan pengurus. Akbar (2011) mengungkapkan bahwa kelompok tani yang berada di Kabupaten Karawang yakni aspek tingkat kinerja dan kualitas Gapoktan sebesar 34.78 persen dan hal tersebut merupakan hasil yang optimal. Anggriani (2012) mengungkapkan bahwa aspek kinerja dan kualitas yang perlu dilakukan dalam peningkatan kinerja ialah rencana gapoktan, penyelenggaraan rapat, gapoktan belum memiliki badan hukum, pembinaan usaha anggota dan peran penyuluh pendamping. Aspek kerjasama keuangan dengan lembaga keuangan, sebagian petani tidak menganggap penting sehingga menunjukkan masih rendahnya kesadarna petani tentang pengembangan modal usaha gapoktan. Didukung dengan penelitian Firdausi (2014), analisis kinerja kelompok tani pada 7 desa yang berada di Rasanae Timur menunjukkan bahwa sebagian besar kelompok tani tergolong dalam cukup baik degan presentase 54 persen. Terdapat korelasi atau hubungan positif antara tingkat kinerja dengan kelompok tani dengan tingkat ketahanan pangan rumah anggota kelompok tani.

Terdapat suatu struktur di dalam kelompok tani yang didalamnya terdapat pemimpin dan anggota yang terbagi dalam sub-sub pembagian kerja. Pembentukan pembagian kerja dari kelompok tani akan mempermudah jalannya aktivitas dari para petani. Pengontrolan dan pengawasan kelompok tani akan lebih intensif. Keberlangsungan dari kelompok tani bergantung pada kemampuan mengatur anggota untuk terus aktif, positif dan terpadu dalam segala informasi. Seluruh lingkup manajemen kelompok tani diarahkan agar kader-kader yang terbentuk akan menjadi penerus demi kesinambungan eksistensi di masa selanjutnya. Sesuai dengan studi di Tanzania menunjukkan kelompok tani yang sudah dewasa dengan lembaga internal yang kuat dan basis asset yang lebih baik akan lebih mudah untuk memperbaiki situasi pasar mereka (Barham et al. 2009).

Hal ini diselaraskan dengan tujuan kelompok tani yaitu terwujudnya kualitas kinerja tinggi dan pendapatan petani meningkat. Dengan bergabungnya petani menjadi kelompok akan mengurangi beberapa biaya transaksi. Seperti studi penelitian Tita et al. (2011), adanya kelompok akan mendorong penjualan kacang kola dan njangsang dan sejalan dengan meningkatnya pendapatan petani.

Tingkat kemampuan menunjukkan seberapa mandiri kelompok tani tersebut berkembang. Suatu bentuk apresiasi untuk memotivasi petani dalam peningkatan kemampuan yang dimiliki. Penilaian kemampuan dapat mengetahui kelemahan dan potensi yang berada pada suatu wilayah sehingga mempermudah untuk pengembangan dan pembinaan. Tingkatan kemampuan dibagi dalam empat klasifikasi yakni terdiri dari pemula, lanjut, madya dan utama.

(29)

melaksanakan dan menaati perjanjian dengan pihak lain, (3) Kemampuan memupuk modal dan memanfaatkannya secara rasional, (4) Kemampuan meningkatkan hubungan yang melembaga anatara kelompok dengan KUD, (5) Kemampuan menerapkan teknologi dan memanfaatkan informasi serta kerjasama kelompok yang dicerminkan oleh tingkat produktivitas dari usaha tani anggota kelompok.

Kelompok tani mempunyai perencanaan untuk meningkatkan produktivitas usaha tani dengan mengetahui potensi petani dan wilayah yang ada. Potensi wilayah mencakup infrastruktur, sistem sosial dan budaya. Sumber daya yang berpotensi seperti kondisi tanah, iklim dan sumber air. Sesuai dengan kasus di Tanzania, terdapat daerah yang diberkahi faktor agroekologi yang menguntungkan seperti sumber air, tanah yang baik dan pasar potensial. Kondisi tersebut akan mendukung situasi pasar petani. Berbanding terbalik dengan potensi yang kekurangan pasti akan menemui kesulitan dalam meningkatkan pertanian (Barham et al. 2009).

Penerapan teknologi baru yang dibutuhkan, pemanfaatkan dan penggalian potensi sumber daya harus dikembangkan oleh kelompok tani. Sesuai dengan studi kasus di Bangladesh dengan adanya pengolahan tanah dan pengujian tanaman menghasilkan keuntungan yang signifikan dalam hal biaya produksi dan peningkatan pendapatan petani (Gathala et al. 2015).

Secara keseluruhan, ada upaya bersama oleh semua lembaga kelompok pendukung untuk memastikan bahwa kelompok-kelompok yang telah meningkat akses ke teknologi pertanian dengan hasil nyata yang dicapai sehingga dapat menarik banyak petani (Adong et al. 2012). Fenomena yang saat ini terjadi sebagian besar kelompok tani tidak berjalan sesuai dengan fungsinya. Hasil penelitian Sadono (2012) menunjukkan bahwa (1) Tingkat partisipasi petani dalam kegiatan kelompok tani tergolong rendah, (2) Petani termasuk kategori kurang berdaya, yang menunjukkan petani kurang mampu menghadapi tantangan. Serupa dengan penelitian Nuryanti et al. (2011), Kelompok tani dibentuk bukan atas inisiatif petani dalam memperkuat diri melainkan respon dari program-program pemerintah yang mengharuskan petani berkelompok.

Kinerja kelompok tani dapat dilihat dari persepsi petani anggota. Penelitian Dewi (2002) menjelaskan karakteristik internal anggota kelompok tani (umur, pendidikan formal, non formal, lama menjadi anggota, luas sawah yang diusahakan, status dalam kelompok, dan jumlah anggota keluarga) mempunyai hubungan yang tidak nyata dengan persepsi anggota kelompok tani terhadap peranan kelompok tani baik itu dilihat dari kelas belajar, unit produksi dan wahana kerjasama. Karakteristik eksternal anggota kelompok tani (keterikatan norma/adat dan kekosmopolitan) berhubungan tidak nyata dengan peranan kelompok tani. Namun karakteristik akses terhadap informasi usahatani padi sawah mempunyai hubungan yang nyata terhadap peranan kelompok tani sebagai wahana kerjasama. Persepsi anggota kelompok tani di Kecamatan Aluh-Aluh

Kalimantan terhadap peranan kelompok tani “sangat baik” baik sebagai kelas

belajar, unit produksi usahatani dan wahana kerjasama.

(30)

yang digunakan untuk mengukur kinerja yakni aspek organisasi, penyaluran dana puap, pemanfaatan dana PUAP dan usaha tani. Sama halnya dengan penelitian Firdausi (2014) menggunakan indikator kemampuan kelompok tani dari Kementan tahun 1992 yakni perencanaan, pelaksanaan, modal, hubungan dengan KUD dan teknologi informasi.

Strategi pengembangan kelompok tani

Tingkat kemampuan kelompok tani yang semakin tahun semakin merosot disebabkan oleh banyak faktor. Dinamika kelompok berpengaruh langsung terhadap kemandirian anggota kelompok tani dalam berusahatani. Terdapat faktor internal dan eksternal yang berpengaruh terhadap dinamika kelompok dan kemandirian anggota kelompok tani dalam berusahatani. Faktor yang mempengaruhi terdiri dari umur, pendidikan formal, pelatihan atau kursus yang pernah dikuti, pengalaman yang cukup dalam berusaha tani, akses informasi, kekosmopolitan, intensitas penyuluhan, saran usaha, iklim usaha, transportasi dan pasar. Kelompok tani yang kuat dan efektif dapat meningkatkan pendapatan dari petani itu sendiri dengan adanya kerjasama dan berbagi ilmu pengetahuan.

Penelitian oleh Anantanyu (2011) menjelaskan mengenai peran dan strategi kelembagaan petani yang menunjukkan keberadaaan kelompok tani telah menjadi keniscayaan untuk memperbaiki taraf hidup, harkat dan martabatnya. Kelembagaan harus ditempatkan sebagai sarana untuk mewujudkan harapan, keinginan dan pemenuhan kebutuhan petani. Upaya yang dilakukan oleh pemangku kepentingan (a) Meningkatkan kapasitas para penyuluh lapangan; (b) Menggunakan cara-cara atau pendekatan partisipatif yang berorientasi pada kebutuhan petani dalam melakukan kegiatan penyuluhan dan (c) Memperkuat kelembagaan penyuluhan.

Strategi yang dapat diterapkan dalam pengembangan kelompok tani ditunjukkan oleh faktor internal dan eksternal. Akbar (2011) mengungkapkan bahwa strategi yang menjadi prioritas dari beberapa alternatif strategi yakni peningkatan profesionalisme anggota gapoktan, pemberian sanksi bagi pengurus yang menyelewengkan dana PUAP, meningkatkan kerja unit usaha simpan pinjam untuk meningkatkan kesejahteraan anggota gapoktan, meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil panen agar dapat bertahan dari produk impor, mengembangkan usahatani dengan menambah komoditi yang diusahakan dan perluasan pasar, pengembangan dan penguatan jaringan pemasaran yang telah tersedia dan meningkatkan kemampuan gapoktan dalam pengelolaan keuangan dengan bermitra bersama swasta.

Lestari (2011) mengungkapkan bahwa faktor internal yang berpengaruh terhadap dinamika kelompok adalah lamanya berusahatani (6.7 persen) dan faktor eksternal yang berpengaruh adalah ketersediaan bantuan modal (28.9 persen). Faktor internal yang berpengaruh terhadap kemandirian anggota kelompok tani dalam berusahatani adalah kekosmopolitan (7.1 persen) dan lamanya berusahatani (4.8 persen). Faktor eksternal tidak mempunyai pengaruh secara individu/parsial tetapi pengaruhnya secara bersama-sama yaitu sebesar 15.2 persen dan melalui

(31)

kelompok tani termasuk pendidikan, jarak ke pelayanan penyuluhan dan kualitas infrastruktur jalan.

Penelitian Indrawati et al. (2007) di Sleman mengungkapkan bahwa terdapat 33 responden umur rata-rata dalam kelompok tani berada pada umur produktif yaitu 48 tahun dengan petani termuda berusia 24 tahun dan tertua 71 tahun. Ondersteijn et al. (2003) menunjukkan bahwa petani berpendidikan lebih baik akan memilih untuk meningkatkan intensitas sistem pertanian dan mengatasi peningkatan yang sesuai pada tekanan lingkungan dengan meningkatkan kapasitas produksi ternak dan meningkatkan manajemen operasional. Sama halnya dengan Benin et al. (2008) dalam melihat faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan untuk rumah tangga untuk bergabung dengan kelompok National Agricultural Advisory Services (NAADs) menemukan bahwa petani dengan beberapa pasca-primer pendidikan, lebih mungkin untuk berpartisipasi dalam kelompok NAADS. Rendahnya tingkat keberdayaan petani dalam pengelolaan usahatani dipengaruhi oleh rendahnya tingkat partisipasi petani dalam kelompok, kurang tepatnya pola pemberdayaan, rendahnya dukungan lingkungan fisik dan sosial ekonomi, lemahnya ciri kepribadian petani, dan kurang tersedianya informasi pertanian (Sadono 2012). Penelitian Nasir (2001) mengungkapkan faktor pengaruh adopsi teknologi dan pengalaman berkelompok mencapai pada taraf nyata 99 persen.

Salah satu faktor eksternal dari kelompok tani yaitu akses informasi dan intensitas penyuluhan. Jarak ke jalan aspal, luas lahan dan peraturan sebagai beberapa faktor potensial yang akan mempengaruhi keputusan rumah tangga atau individu untuk berpartisipasi dalam kelompok tani (Davis et al. 2010; Benin et al.

2008; Sabates 2006). Penelitian Indrawati et al. (2007) menyebutkan bahwa kehadiran penyuluh pertanian sangat bermanfaat karena dapat menghidupkan kelompok tani yang telah pasif. Sebesar 66.7 persen responden menyatakan penyuluhan dilaksanakan sebulan sekali. Pelaksana penyuluhan mayoritas 84.8 persen berasal dari penyuluh pemerintah, selebihnya hanya sekitar 15.2 persen saja informasi berasal dari sesama petani. Tingginya intensitas penyuluhan dari pemerintah menandakan banyaknya keterlibatan pemerintah dalam kegiatan penyuluhan untuk pengembangan kelompok tani, sehingga beberapa fasilitas dari pemerintah untuk kelompok tani dapat dimanfaatkan sepenuhnya.

Peningkatan pendapatan dapat dilihat dari berbagai aspek baik dari aspek

on-farm dan off-farm. Anggota kelompok tani dengan berbekal pengetahuan yang mereka dapatkan melakukan inovasi untuk pencegahan banjir. Dzikroh (2014) menjelaskan petani telah mampu beradaptasi dengan adanya banjir. Menggunakan adaptasi fisik dan sosial yakni untuk adaptasi fisik dengan melakukan panca usaha tani. Panca usaha tani yang terdiri dari (1) Penggunaan bibit unggul (Inpari 30), (2) Pengusahaan kultur teknik, (3) Proteksi tanaman dari OPT, (4) Penggunaan pupuk tambahan dan (5) Pengairan. Diversifikasi pertanian seperti menanam tanaman lain untuk memanfaatkan lahan pekarangan. Juga masa tanam yang digunakan dengan menghindari musim hujan.

(32)

berbasis banjir, mereka membangun irigasi banjir dan kanal yang berfungsi untuk menampung air disaat banjir (UNDP 2013).

Perumusan strategi untuk pengembangan kemampuan kelompok tani menggunakan analisis Strengths – Weaknesses – Opportunities - threats (SWOT). Analisis SWOT dapat menganalisis lingkungan internal dan eksternal kelompok tani dan merumuskan strategi yang efektif. Hasil dari perumusan strategi akan didapat beberapa solusi. Strategi-strategi tersebut akan dituangkan kedalam perencanaan arsitektur strategi. Perumusan strategi kelompok tani dilakukan oleh Akbar (2011) mengungkapkan bahwa diperlukan penekanan strategi dengan memanfaatkan peluang eksternal terhadap kelemahan internal yang ada. Strategi yang menjadi prioritas yakni peningkatan profesionalisme anggota gapoktan, pemberian sanksi bagi pengurus yang menyelewengkan dana PUAP dan meningkatkan unit usaha simpan pinjam untuk kesejahteraan petani.

Penelitian Hasan (2009) menganalisis permasalahan kelompok tani yaitu pada kemampuan manajemen dan usaha anggota kelompok tani berupa masalah pohon karet yang tua dan sumber daya yang rendah serta lemahnya dalam bidang kerjasama. Setelah melakukan analisis perumusan strategi dengan melihat potensi sumber daya menghasilkan strategi antara lain program bimbingan, pendampingan dan pelatihan usaha peningkatan produksi, penguatan kelompok dan akses kebijakan pemerintah. Strategi ini bertujuan untuk memperkuat fungsi kelompok tani untuk meningkatkan penghasilan hingga mewujudkan peningkatan kesejahteraan anggota.

Petani melakukan berbagai cara dalam mengatasi kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh banjir. Salah satunya dengan melakukan diversifikasi tanaman. Mandal et al. (2013) diversifikasi tanaman telah diadopsi oleh petani daerah banjir di India. Diversifikasi pola tanam dilakukan petani pada musim bebas banjir. Secara langsung pola ini dapat mengurangi risiko yang dihadapi petani. Pendapatan seiiring meningkat dengan risiko yang berkurang. Meskipun pola diversifikasi tanaman tidak dapat dikatakan sebagai strategi untuk meminimalisir risiko namun jelas dapat meningkatkan pendapatan petani. Strategi lain yang dapat dilakukan dengan adanya irigasi dan lembaga kredit.

KERANGKA PEMIKIRAN

Konsep agribisnis

(33)

dalam produksi dan pada akhirnya menangani pemrosesan, penyebaran, penjualan secara borongan dan penjualan eceran produk ke konsumen akhir.

Sistem agribisnis menurut Pambudy (2005) terdapat lima sistem subsistem agribisnis pada Gambar 1 yakni subsistem agribisnis hulu, usahatani, pengolahan, pemasaran dan jasa penunjang. Subsistem hulu (up-stream) merupakan aktivitas yang menghasilkan barang-barang modal pertanian atau usahatani seperti industri perbenihan, pembibitan tanaman dan hewan, industri agrokimia seperti pupuk anorganik dan pestisida, dan industri agro-otomotif seperti mesin pertanian. Subsistem usahatani (on-farm) merupakan aktivitas menggunakan input-input pertanian menjadi output atau produksi pertanian. Subsistem pengolahan ( down-stream) merupakan kegiatan mengolah komoditas pertanian primer menjadi produk setengah jadi atau akhir. Subsistem pemasaran yakni kegiatan melaksanakan dan memperlancar pemasaran komoditas pertanian baik segar maupun olahan seperti kebijakan perdagangan, distribusi, promosi, intelejen pasar dan struktur pasar. Lalu subsistem jasa penunjang merupakan aktivitas penunjang memperlancar pengembangan subsistem lain seperti lembaga keuangan, asuransi, penelitian dan pengembangan, penyuluhan dan pelatihan, pergudangan dan transportasi.

Peranan agribisnis dalam negara agraris sangat besar disebabkan karena cakupannya yang luas meliputi proses produksi, pengolahan sampai pada pemasaran termasuk didalamnya kegiatan lain yang ditunjang oleh kegiatan pertanian. Soekartawi (1993) menyatakan perlunya beberapa aspek dalam sektor pertanian yaitu antara lain pertama dengan memanfaatkan sumberdaya seoptimal mungkin tanpa mengorbankan aspek kelestarian. Kedua, aspek teknologi, produksi pertanian tidak dapat meningkat apabila dalam pelaksanaannya tidak menguasai teknologi. Proses adopsi inovasi terhadap teknologi baru sangat penting sehingga peranan penyuluh pertanian menjadi amat strategis. Ketiga, aspek kelembagaan yang dibutuhkan petani. Dalam konsep agribisnis sebaiknya produsen atau petani mampu untuk mengusahakan sendiri produksi pertaniannya, mengolah hasil dan sekaligus memasarkan pada kondisi harga yang mnguntungkan. Namun dalam kenyataan seringkali adanya hambatan yang dihadapkan pada keterbatasan yang dimiliki sehingga diperlukan bekerjasama dengan pihak lain.

(34)

Gambar 1 Lingkup sistem agribisnis Sumber : Saragih 2010

Konsep pendapatan

Usahatani merupakan analisis untuk mengalokasi sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Usahatani dikatakan efektif bila petani dapat mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki dikuasai sebaik-baiknya. Pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran yang melebihi masukan Ketika menjadi efisiensi usahatani dapat diukur dengan cara menghitung efisiensi teknis, harga dan ekonomis (Soekartawi 1995).

Faktor-faktor yang bekerja dalam usahatani adalah faktor alam, tenaga dan modal. Faktor alam sebagai penentu dan sesuatu yang harus diterima. Faktor alam dibagi dua yakni faktor tanah dan lingkungan alam sekitarnya. Faktor tanah seperti jenis tanah dan kesuburan sedangkan faktor alam berkaitan dengan ketersediaan air, suhu, dan lain sebagainya. Hal ini berhubungan dengan pertanian yang sangat peka terhadap pengaruh alam (Suratiyah 2006).

Konsep penerimaan usahatani merupakan perkalian antara produksi dengan harga jual. Penerimaan usahatani terbagi menjadi penerimaan tunai dan tidak tunai. Penerimaan tunai usahatani didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima

(35)

dari penjualan produk usahatani. Penerimaan usahatani tidak mencangkup pinjaman uang untuk keperluan usahatani. Penerimaan tidak tunai merupakan nilai hasil produk usahatani yang tidak dijual tetapi dikonsumsi sendiri, disimpan sebagai persediaan atau aset petani, dan lain sebagainya sehingga tidak memberikan hasil dalam bentuk uang tunai (Soekartawi et al. 1986).

Konsep pengeluaran usahatani didefinisikan sebagai nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan dalam produksi tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani (Soekartawi et al. 1986). Terdiri dari biaya tetap dan tidak tetap. Biaya tetap didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi banyak atau sedikit. Sehingga besarnya biaya tetap ini tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang diperoleh contohnya pajak, sewa tanah, alat pertanian dan iuran irigasi. Biaya tidak tetap merupakan biaya yang besar kecilnya tergantung oleh produksi yang diperoleh. Contoh dari biaya tidak tetap yakni tenaga kerja dan pupuk.

Tenaga kerja dalam usahatani, petani berperan sebagai manajer, juru tani dan juga manusia biasa dalam masyarakat. Petani diharuskan untuk dapat mengatur, melaksanakan dan mengawasi kegiatan usahatani baik secara teknis maupun ekonomis. Peranan anggota keluarga lain adalah sebagai tenaga kerja disamping tenaga luar yang diupah. Banyak sedikitnya tenaga kerja tergantung dari usahatani tersebut. Ada beberapa hal yang membedakan antara tenaga kerja keluarga dan tenaga luar yakni komposisi menurut umur, jenis kelamin, kualitas, dan kegiatan kerja (prestasi). Kegiatan kerja tenaga luar sangat dipengaruhi sistem upah, lamanya waktu kerja, kehidupan sehari-hari, kecakapan dan umur tenaga kerja. Modal merupakan barang ekonomi yang dapat dipergunakan untuk memproduksi kembali, mempertahankan dan meningkatkan pendapatan.

Soekartawi et al. (1986) menyebutkan bahwa dalam usahatani pengeluaran mencakup pengeluaran tunai dan tidak tunai. Nilai barang dan jasa untuk keperluan usahatani yang dibayar dengan benda atau berdasarkan kredit harus dimasukkan sebagai pengeluaran. Apabila usahatani menggunakan mesin-mesin pertanian maka harus dihitung penyusutan dan masuk kedalam pengeluaran. Pengeluaran tunai usahatani merupakan jumlah uang yang dibayar untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani. Pengeluaran usahatani tidak mencangkup bunga pinjaman dan jumlah pinjaman pokok. Nilai kerja yang dibayar dengan benda juga tidak dihitung sebagai pengeluaran usahatani dan sebaliknya pada pengeluaran tunai non usahatani. Sedangkan pengeluaran tidak tunai adalah nilai input yang digunakan tidak dalam bentuk uang seperti alat-alat dan mesin pertanian yang akan diperhitungkan biaya penyusutannya.

(36)

diartikan penambahan satu satuan biaya akan meningkatkan tambahan penerimaan dan tambahan biaya yang sama. Sedangkan nilai rasio R/C kurang dari satu berarti usahatani yang dijalankan tidak menguntungkan karena setiap satu satuan penambahan biaya akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih kecil dari pada tambahan biaya.

Konsep organisasi

Gibson et al. (2012) Organisasi sebagai unit yang terkoordinasi setidaknya dua orang atau lebih yang berfungsi untuk mencapai tujuan bersama atau serangkaian tujuan. Dalam organisasi terdapat perilaku organisasi yang mengacu pada teori, metode dan prinsip dari berbagai disiplin ilmu untuk bekajar tentang individu, persepsi, nilai, kapasitas belajar dan tindakan saat bekerja dalam organisasi. Terdapat persyaratan dalam kelompok antara lain (1) Ukuran yaitu terdiri dari dua orang atau lebih, (2) Komunikasi antar individu, adanya interaksi antar anggota dan (3) Sasaran yang akan dicapai. Sasaran kelompok menjadi alasan anggota lain untuk bergabung. Alasan lain dalam pendirian kelompok yakni adanya kepercayaan pada individu bahwa akan memperoleh keuntungan ekonomis dari pekerjaan-pekerjaan mereka bila berorganisasi.

Karakter kelompok terbagi dalam beberapa karakteristik antara lain (1) Komposisi yakni berhubungan dengan kemiripan anggota kelompok satu sama lain (Homogen dan heterogen), (2) Hierarki status, (3) Peran, (4) Norma, (5) Kepemimpinan, (6) Kohesivitas. Richard Hackman dalam Gibson et al. (2012) mengidentifikasikan tiga kriteria penyinga dalam keefektivitas kelompok yakni (1) Sejauh mana hasil produksi kelompok memenuhi standar kuantitas, kualitas dan ketepatan waktu para pengguna produk tersebut (2) Sejauh mana proses kerja yang dilakukan kelompok meningkatkan kemampuan anggotanya untuk bekerja sama dan saling tergantung pada masa yang akan datang dan (3) Sejauh mana pengalaman-pengalaman kelompok mendukung perkembangan dan kesejahteraan anggota-anggotanya.

Pemberdayaan dalam organisasi mendorong dan membantu individu serta kelompok untuk membuat keputusan yang memepengaruhi lingkungan kerja. Conger et al. dalam Gibson et al. (2012) menyatakan pemberdayaan merupakan sebuah proses meningkatkan perasaan mampu pada anggota organisasi dengan mengidentifikasikan kondisi-kondisi yang menyebabkan ketidakberdayaan dan menyingkirkan kondisi tersebut melalui praktek organisasional formal dan teknik informal menyediakan informasi yang berharga.

(37)

Konsep kinerja

Kinerja diartikan dengan hasil kerja atau prestasi kerja. Tentang melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut dan tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya. Kinerja Mempunyai hubungan

kuat dengan tujuan strategis organisasi dan kontribusi ekonomi (Armstrong et al. 1998). Kinerja merupakan hasil dari yang dicapai oleh

seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan (Uno et al. 2012). Kinerja merupakan implementasi dari rencana yang telah disusun. Implementasi kinerja dilakukan oleh sumber daya manusia yang memiliki kemampuan, kompetensi, motivasi, dan kepentingan.

Evaluasi kinerja merupakan proses pengukuran kinerja seseorang maupun organisasi. Pada proses evaluasi akan dibandingkan degan berbagai kemungkinan seperti standart, target, sasaran atau kriteria yag telah ditetapkan terlebih dahulu dan disepakati bersama. Tujuan dari evaluasi kinerja yakni mendapatkan informasi yang akurat dan valid mengenai kinerja seseorang dalam kurun waktu tertentu pada suatu lembaga demi peningkatan nasib atau kesejahteraan. Penilaian yang efektif terhadap pelaksanaan kerja memerlukan suatu pengetahuan yang menyeluruh tentang standar pelaksanaan kerja yang diperlukan. Sistem evaluasi yang efektif akan menghasilkan informasi yang valid, berkenaan dengan kelemahan dan kekuatan organisasi. Aspek pengembangan evaluasi dapat mendorong pengembangan termasuk ekahlian, pengalaman atau pengetahuan yang dibutuhkan seseorang untuk melaksanakan pekerjaan yang lebih baik.

Hunger et al. (2012) menyatakan terdapat proses dalam evaluasi kinerja yakni (1) Menentukan apa yang akan diukur, (2) Menetapkan standar kinerja, (3) Mengukur kinerja aktual, (4) Membandingkan kinerja aktual degan standart yang telah di tetapkan dan (5) Mengambil tindakan perbaikan. Proses kinerja Sumber : Hunger and Wheelen 2012

Organisasi yang menghargai dan memperlakukan sumber daya manusia akan mempengaruhi sikap dan perilaku dalam menjalankan kinerja. Kinerja organisasi juga ditunjukkan dengan proses berlangsungnya kegiatan untuk mencapai tujuan tersebut. Didalam proses pelaksanaan aktivitas harus selalu dilakukan monitoring, penilaian, dan review atau peninjauan ulang terhadap kinerja sumber daya manusia. Melalui monitoring, dilakukan pengukuran dan penilaian kinerja secara periodik untuk mengetahui pencapaian kemajuan kinerja dilakukan periodik untuk mengetahui pencapaian kemajuan kinerja dilakukan

Gambar

Gambaran kelompok tani
Gambar 1 Lingkup sistem agribisnis
Gambar 5 Kerangka operasional
Tabel 3 Matriks penelitian di Desa Kedungprimpen tahun 2016
+7

Referensi

Dokumen terkait

Saran yang diberikan peneliti untuk Kelompok Tani Tranggulasi, yaitu. mendalami strategi prilaku organisasi yakni keyakinan diri, harapan,