• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Pengembangan Agribisnis Ikan Hias Air Tawar Dalam Meningkatkan Ekonomi Wilayah Kota Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi Pengembangan Agribisnis Ikan Hias Air Tawar Dalam Meningkatkan Ekonomi Wilayah Kota Bogor"

Copied!
161
0
0

Teks penuh

(1)

DALAM MENINGKATKAN EKONOMI WILAYAH KOTA BOGOR

SONI GUMILAR

SEKOLAH PASCASARJANA

(2)

Meningkatkan Ekonomi Wilayah Kota Bogor. Dibimbing oleh DEDI BUDIMAN HAKIM dan HEDI MUHAMMAD IDRIS.

Ikan hias air tawar mempunyai peranan dalam aspek pemberdayaan ekonomi masyarakat. Dalam perkembangannya dapat dijadikan sebagai media pertumbuhan ekonomi sehingga sangat perlu untuk dieksplorasi potensinya. Penelitian ini menganalisis tentang keunggulan daya saing ikan hias di wilayah Kota Bogor memakai metode Porter (Porter’s Diamond Theory). Analisis manfaat dan biaya dari usaha ikan hias yang dilakukan pembudidaya ikan hias di Kota Bogor, menggunakan Net Present Value (NPV), Net B/C Ratio dan Internal Rate of Return (IRR). Analisa terhadap persepsi stakeholders dalam pengembangan agribisnis ikan hias metode yang digunakan adalah Analytical Hierarchy Process (AHP).

Keunggulan daya saing ikan hias air tawar di Kota Bogor lemah, ini disebabkan sarana dan prasarana seperti pakan masih didatangkan dari luar Kota Bogor selain kurangnya sumberdaya ilmu pengetahuan dan teknologi ikan hias. Tingkat kelayakan usaha dari skala usaha kecil, menengah dan besar layak dikembangkan namun hasil uji analisis sensitivitas usaha kecil beresiko tinggi. Berdasarkan persepsi stakeholders pengembangan ikan hias air tawar di Kota Bogor pemasaran menjadi prioritas terpenting dengan jalur pasar internasional. Strategi yang dirumuskan adalah : 1) Menumbuh kembangkan jaringan pasar; 2) Optimalisasi sumberdaya pendukung ikan hias; 3) Peningkatan Skala Usaha Kecil Menjadi Skala Usaha Menengah; 4) Optimalisasi produksi; 5) Meningkatkan

pasar; 6) Menentukan kebijakan yang kondusif terhadap usaha ikan hias;

7) Peningkatan Sumberdaya manusia pembudidaya ikan hias; dan 8) Memperkuat modal usaha

(3)

SONI GUMILAR. Strategi Pengembangan Agribisnis Ikan Hias Air Tawar dalam Meningkatkan Ekonomi Wilayah Kota Bogor. Dibimbing oleh DEDI BUDIMAN HAKIM dan HEDI MUHAMMAD IDRIS.

Ikan hias air tawar mempunyai peranan dalam aspek pemberdayaan ekonomi masyarakat di Kota Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keunggulan daya saing ikan hias air tawar di wilayah Kota Bogor dengan menggunakan Porter’s Diamond Theory. Metode analisis yang digunakan adalah Net Present Value (NPV), Net B/C Ratio, Internal Rate of Return (IRR) dan Analytical Hierarchy Process (AHP).

Ditemukan bahwa secara ekonomi ikan hias air tawar layak diusahakan, namun analisis sensitivitas menunjukkan bahwa usaha kecil berisiko tinggi untuk dikembangkan. Menurut persepsi stakeholders prioritas utama pengembangan ikan hias air tawar adalah pengembangan pemasaran, terutama pasar internasional. Oleh karena itu langkah strategis pengembangannya adalah : menumbuhkembangkan jaringan pasar, optimalisasi sumberdaya pendukung, peningkatan skala usaha, optimalisasi produksi, memperluas pasar, membuat kebijakan yang kondusif, meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan memperkuat modal usaha.

(4)

therefore it is necessary to explore their potencies. This research analizes the stakeholder perception of ornamental fish business in economy development by using Analytical Hierarchy Process (AHP) method, the competitiveness of ornamental fish business of Bogor mucipality by using Porter’s Diamond Theory method, and the level of benefit and cost of ornamental fish agriculture in Bogor by using Net Present Value (NPV), Net B/C Ratio dan Internal Rate of Return (IRR).

The result of the research show the most important factors of the development of ornamental fish business in Bogor municipality is the marketing , mean while the businessman of ornamental fish have a most role among other stakeholders, and the bigges opportunity for the marketing is international marketing. The strategy that should taken is developing network of agribusiness information. That condition of fishery and human resources support the development of enviromental fish business, as well as the banking that provides financial capital, the government and the availabilities of science and technology Bogor municipality has also a strategic geography position. Thes business enviromental fish that are developing in Bogor municipality very in many scales, and they have a big potencies to develop more and to enhance the economy of community.

(5)

DALAM MENINGKATKAN EKONOMI WILAYAH KOTA BOGOR

SONI GUMILAR

Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains

pada Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

SEKOLAH PASCASARJANA

(6)

©Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak cipta dilindungi

(7)

Nama Mahasiswa

Nomor Pokok

Program Studi

:

:

:

Soni Gumilar

A.155030241

Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec Ketua

Dr. Ir. Hedi Muhammad Idris, M.Sc Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan

Wilayah dan Perdesaan

Prof. Ir. Isang Gonarsyah, Ph.D

Dekan Pascasarjana

Prof.Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.

(8)

Dengan ini saya yang menyatakan bahwa tesis yang berjudul :

STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS IKAN HIAS AIR TAWAR DALAM MENINGKATKAN EKONOMI WILAYAH KOTA BOGOR

adalah benar merupakan hasil kerja saya dan belum pernah dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Agustus 2007

(9)
(10)

Puji dan syukur Penulis panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkah dan karunia-Nyalah sehingga Tesis yang berjudul “Strategi Pengembangan Agribisnis Ikan Hias Air Tawar Dalam Meningkatkan Ekonomi Wilayah Kota Bogor” ini dapat diselesaikan. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD), Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Dalam penyusunan Tesis ini Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Ir. Hedi Muhammad Idris, M.Sc selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan masukan yang berarti bagi penyelesaian Tesis ini.

Terima kasih disampaikan kepada Bapak Walikota dan Ibu Kepala Dinas Agribisnis Kota Bogor yang telah memberikan kesempatan penulis mengikuti pendidikan Pascasarjana di IPB Bogor dalam rangka peningkatan kapasitas diri.

Terima kasih juga Penulis sampaikan rekan-rekan PWD, rekan sejawat khususnya Seni Susanto atas dukungan dan bantuannya. Kupersembahkan khusus kepada istri dan anak-anakku tercinta Nela Aldriani, Hazarani Sari dan

Rafi Al-Ghani Gumilar juga atas dorongan moril, kanggo Mamah, Ema Panggugah, dan Keluarga Besar yang telah memberikan dorong doa.

Semoga Tesis ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca, terutama kepada Pemerintah Daerah sebagai masukan dalam pengambilan keputusan.

Bogor, Agustus 2007

(11)

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 6 Mei 1967 dari ayah bernama H. Ganda Sasmita (alm) dan Ibu bernama Hj. Siti Yayah Rukoyah. Penulis adalah anak keempat dari tujuh bersaudara.

Penulis menamatkan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri Gang Aut Bogor pada tahun 1980, Sekolah Menengah Pertama Negeri I pada tahun 1983 dan Sekolah Pertanian Pembangunan Sekolah Peternakan Menengah Atas Negeri Bogor diselesaikan pada tahun 1986. Selanjutnya meneruskan di Fakultas Peternakan Universitas Islam Malang dan Lulus pada tahun 1991. Pada tahun 2003 penulis di terima di Sekolah Pascasarjana Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan IPB.

(12)
(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I. PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 3

Tujuan Penelitian ... 6

Kegunaan penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

Pembangunan Berkelanjutan ... 7

Dimensi Pembangunan Berkelanjutan ... 8

Pembangunan Kota Berkelanjutan ... 9

Strategi ... 11

Teori Daya Saing ... 13

Teori Berlian Porter (Diamond’s Porter Theory) ... 15

Kondisi Faktor Sumberdaya ... 16

Kondisi Permintaan ... 18

Industri Pendukung dan Industri Terkait ... 19

Persaingan, Struktur dan Strategi Perusahaan ... 19

Agribisnis Perkotaan ... 20

2.71 Peranan Agribisnis dalam Pembangunan ... 22

2.72 Pembangunan Indonesia sebagai Strategi Pembangunan ... 24

Kebijakan Pemerintah Daerah ... 29

Pendapatan dan Sektor-sektor Ekonomi ... 36

2.10 Agribisnis Perikanan ... 37

2.11 Ikan Hias ... 40

2.12 Kajian Penelitian Terdahulu ... 48

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 50

Kerangka Penelitian ... 50

Lokasi Pengumpul Data ... 54

Metode Penarikan Sampel ... 54

Data Primer ... 54

Data Skunder ... 56

Motede Analisa ... 56

Analisis Deskriptif ... 56

Analytical Hierarchy Process (AHP) ... 57

Penghitungan Niilai Manfaat dan Biaya ... 66

IV. KEUNGGULAN IKAN HIAS SEBAGAI DAYA SAING INDUSTRI PERIKANAN ... 70

Kondisi Faktor Sumberdaya ... 70

Sumberdaya Ikan Hias Air Tawar ... 70

Sumberdaya Manusia ... 73

Sumberdaya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ... 74

Sumberdaya Modal ... 76

(14)

Kondisi Permintaan ... 77

Industri Pendukung ... 81

Industri Terkait ... 81

Industri Pendukung ... 82

4.4 Peran Pemerintah Kota Bogor ... 83

4.5 Peran Kesempatan ... 83

4.6 Persaingan, Struktur dan Strategi Perusahaan ... 84

4.6.1 Persaingan Domestik... 84

4.6.2 Struktur dan Strategi Industri Ikan Hias ... 84

4.7 Strategi Peningkatan Daya Saing ... 86

4.7.1 Menumbuh Kembangkan Jaringan Pasar ... 86

4.7.2 Pengoptimalan Sumberdaya Pendukung Ikan Hias ... 87

V. ANALISA MANFAAT DAN BIAYA BUDIDAYA IKAN HIAS ... 88

Analisa Manfaat dan Biaya Ikan Hias ... 88

Analisa Usaha Ikan Hias Skala Kecil ... 89

Analisa Usaha Ikan Hias Skala Menengah ... 91

Analisa Usaha Ikan Hias Skala Besar ... 95

Strategi Pengembangan Dalam Meningkatkan Usaha ... 98

Peningkatan Skala Usaha ... 99

Pengoptimalan Produksi ... 100

VI. PERSEPSI STAKEHOLDERS DALAM PENGEMBANGAN IKAN HIAS DI KOTA BOGOR ... 101

... Ikan Hias Kota Bogor ... 101

... Fakt or-faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Agribisnis Ikan Hias ... 102

... Stak eholders yang Berperan ... 106

... Strat egi Terhadap Persepsi Stakeholders ... 116

6.4.1 Meningkatkan Pasar ... 116

6.4.2 Menentukan Kebijakan Terhadap Usaha Ikan Hias ... 116

6.4.3 Peningkatan SDM ... 117

6.4.4 Memperkuat modal usaha ... 117

VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 118

7.1. Kesimpulan ... 118

7.1.1. Keunggulan Daya Saing Ikan Hias ... 118

7.1.2. Analisa Manfaat Dan Biaya Budidaya Ikan Hias ... 119

7.1.3. Persepsi Stakeholders ... 119

7.2. Saran ... 120 DAFTAR PUSTAKA

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Matriks Perbandingan/Komparasi Berpasangan ... 61

2. Matriks Perbandingan Berpasangan ... 62

3. Jumlah RTP Ikan Hias di Kota Bogor ... 70

4. Jumlah Produksi Ikan Hias Kota Bogor Tahun 2006 ... 72

5. Lembaga Pengembangan Ikan Hias ... 75

6. Jumlah Permintaaan Ikan Hias di Kota Bogor ... 78

7. Volume dan Nilai Ekspor Ikan Hias Tahun 2005 ... 78

8. Potensi Pasar Internasional Ikan Hias... 80

9. Pasar Epektif Ikan Hias ... 80

10. Eksportir Ikan Hias di Wilayah Bogor ... 82

11. Analisis Kelayakan Usaha Skala Kecil ... 89

12. Analisis Kelayakan Usaha Skala Menengah ... 92

13. Analisis Kelayakan Usaha Skala Besar... 96

14. Jumlah RTP Pembudidaya Ikan Hias Kota Bogor ... 101

15. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Pengembangan Agribisnis Ikan Hias di Kota Bogor ... 102

16. Tingkat Pengaruh Pasar Ikan Hias ... 103

17. Pengaruh Kriteria SDM dalam Pengembangan Ikan Hias ... 104

18. Modal Usaha Pengembangan Ikan Hias ... 105

19. Aspek Penting dari Faktor Kebijakan Pemerintah ... 105

20. Stakeholder yang Berperan dalam Faktor Pemasaran ... 106

21. Stakeholder yang Berperan dalam Faktor Modal Usaha ... 107

22. Stakeholder yang Berperan dalam Pengembangan SDM ... 108

23. Stakeholder yang Berperan dalam Kebijakan Pemerintah ... 109

24. Alternatif Strategi Berdasarkan Pendapat Kelompok Pembudidaya ... 110

25. Alternatif Strategi Berdasarkan Pendapat Pelaku Usaha ... 111

26. Alternatif Strategi Berdasarkan Pendapat Dinas Agribisnis ... 111

(16)

28. Alternatif Strategi Berdasarkan Pendapat BAPEDA... 113 29. Alternatif Strategi Berdasarkan Pendapat Perguruan Tinggi ... 113 30. Alternatif Strategi Berdasarkan Pendapat Lembaga Penelitian ... 114

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Konsep Pembangunan yang Berkelanjutan ... 2 Manfaat Strategi ... 3 Kawasan Agropolitan ... 4 Otonomi Daerah dalam Wadah NKRI (Indonesia-Incorporated) di Era

Global

5 Alur Pikir Penelitian... 6 “The National Diamond System ... 7 Skema Hirarki : Strategi Pengembangan Ikan Hias... 8 Grafik Perkembangan Pembudidaya... 9 Bagan Alur Usaha Ikan Hias... 10 Hasil Analisis Strategi Pengembangan Ikan Hias...

8 13 21

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Teks Halaman

1. Analisa Manfaat dan Biaya Budidaya Ikan Hias Skala Kecil ... 123

2. Analisa Manfaat dan Biaya Budidaya Ikan Hias Skala Menengah ... 126

3. Analisa Manfaat dan Biaya Budidaya Ikan Hias Skala Besar ... 130

(18)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan ekonomi menurut Arsyad (1999) dalam Rustiadi et al (2003) dapat diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan suatu negara untuk mengembangkan kemampuan ekonomi dan kualitas hidup masyarakatnya. Jadi pembangunan ekonomi harus dipandang sebagai suatu proses dimana terdapat saling keterkaitan dan saling mempengaruhi antara faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pembangunan ekonomi tersebut dapat diidentifikasi dan dianalisa dengan seksama sehingga diketahui runtutan peristiwa yang timbul yang akan mewujudkan peningkatan kegiatan ekonomi dan taraf kesejahteraan masyarakat dari satu tahap pembangunan ke tahap pembangunan berikutnya.

Pembangunan dipengaruhi oleh kebijakan-kebijakan pemerintah dan perundang-undangan, otonomi daerah merupakan alasan mendasar sebagai kunci pokok konsep pengembangan dalam meningkatkan perekonomian rakyat ekonomi yang memanfaatkan keunggulan komparatif tersebut selama ini telah berkembang di Indonesia dalam bentuk pembangunan pertanian. Perubahan tata ekonomi dunia yang mengarah pada perdagangan bebas menuntut perubahan strategi kebijakan pembangunan ekonomi dari strategi substitusi impor menjadi strategi yang berorientasi ekspor. Kunci keberhasilan perdagangan internasional dalam era ini adalah merubah keunggulan komparatif di sektor agribisnis menjadi keunggulan kompetitif (Azis, 1993 dalam Fatchiya, 2002).

Pembangunan pertanian dewasa ini diarahkan pada pembangunan sistem agribisnis, dimana seluruh sub sistem agribisnis dikembangkan secara simultan dan harmonis dengan memanfaatkan sumber daya lokal yang tersedia. Sektor pertanian, khususnya sub sektor perikanan sebagai bagian integral dari perekonomian Indonesia, harus mempersiapkan diri dan mengantisipasi kondisi liberalisasi perdagangan bebas.

(19)

ikan hias kecil namun justru usaha ini dapat digunakan sebagai pemberdayaan masyarakat lewat industri kecil atau industri rumah tangga yang bermuara pada ekspor.

Peredaran ikan hias dunia di tingkat grosir diperkirakan mencapai nilai lebih USD 1 miliar, sedangkan di tingkat eceran mencapai lebih dari USD 6 miliar, yaitu dari sekitar 1,5 miliar ekor ikan yang diperdagangkan. Apabila perdagangan aksesori pemeliharaan ikan hias air tawar harus ikut dihitung maka nilai uang yang berputar diperkirakan mencapai USD 14 miliar. Tentu ini angka tidak kecil, apabila Indonesia dapat ikut andil 1% saja dari perdagangan ikan hias dan aksesorinya maka kita akan bermain pada angka USD 140 juta.

Jumlah ikan hias yang diperdagangkan mencapai 1.600 jenis dan 750 diantaranya berasal dari air tawar (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2003). Jumlah ini diperkirakan terus bertambah dengan semakin majunya teknik pembenihan, transportasi, dan pemeliharaan ikan hias. Hal ini juga terlihat permintaan akan ikan hias air tawar di Kota Bogor dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan yang signifikan. Pada tahun 2004 Kota Bogor telah mengekspor ikan hias air tawar sebanyak 6.800.000 ekor dan tahun 2006 sebanyak 9.043.842 ekor dengan negara tujuan Timur Tengah, Chili, UAE, Srilangka, Singapura, Malaysia, Sudan, Muritius, Kuwait, Saudi Arab, Jepang, India, Yordan, Tasmania, Bangladesh, Korea, Afganistan, Libya, Philipina, Oman, Kenya, Yaman dan Zimbabwe. Selama dua tahun terakhir perkembangan ikan hias air tawar di Kota Bogor terus meningkat.

Selain faktor–faktor yang telah disebutkan di atas data pendukung lainnya bahwa Kota Bogor mempunyai keunggulan-keunggulan komparatif dalam rangka pengembangan agribisnis perkotaan, diantaranya posisi Kota Bogor yang strategis. Selain posisinya yang dekat dengan Ibukota Jakarta, juga berada pada jalur wisata utama Jawa Barat. Selain itu juga berada/berdekatan dengan kawasan andalan Bodebek, kawasan andalan Bopunjur serta kawasan andalan Sukabumi dan sekitarnya.

(20)

mempermudah dalam hal aksesibilitas informasi pertanian terkini (Pemerintah Kota Bogor, 2001)

Berdasarkan arah kebijakan pembangunan, pertanian di Kota Bogor diarahkan pada pengembangan pertanian yang terintegrasi dengan menetapkan komoditas unggulan yang didasarkan kepada potensi, agroklimat dan sosial budaya masyarakat. Dari hasil pertimbangan tersebut telah ditetapkan komoditas unggulan sebagai berikut:

1) Kecamatan Bogor Barat untuk komoditas talas beserta olahannya, tanaman hias dan itik.

2) Kecamatan Bogor Utara untuk komoditas ikan hias, domba/kambing dan agroornamental (daun potong).

3) Kecamatan Bogor Timur untuk komoditas palawija dan hortikultura buah-buahan (pepaya).

4) Kecamatan Bogor Selatan untuk komoditas hortikultura buah-buahan (durian Rancamaya) dan sayuran.

5) Kecamatan Tanah Sareal untuk tanaman berkhasiat obat, hortikultura buah-buahan (jambu) dan sapi perah.

Berdasarkan hasil pengkajian, komoditi ikan hias merupakan salah satu komoditi unggulan di Kota Bogor yang saat ini mendapatkan prioritas untuk dikembangkan melalui program pengembangan agribisnis perkotaan.

1.2. Perumusan Masalah

Saat ini salah satu program yang sedang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Bogor dalam menggerakkan perekonomian masyarakatnya adalah mengembangkan agribisnis perkotaan. Dipilihnya kebijakan pengembangan agribisnis perkotaan di Kota Bogor karena masalah kepemilikan lahan yang sempit, mobilitas penduduk kota yang sangat tinggi, disamping posisi Kota Bogor yang sangat strategis bila ditinjau dari sudut pasar.

Tujuannya adalah meningkatkan ketahanan pangan dan pengembangan sektor perikanan berbasis agribisnis, sasaran yang ingin dicapai adalah meningkatnya ketahanan pangan dan berkembangnya usaha agribisnis.

(21)

berkelanjutan. Dengan memperhatikan hal tersebut, program prioritas yang dilaksanakan adalah Penanggulangan Kemiskinan. (Pemerintah Kota Bogor, 2004). Berbeda dengan kawasan/wilayah non perkotaan, pertanian di wilayah perkotaan seperti halnya di Kota Bogor mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : 1). Rata-rata pemilikan lahan yang relatif sangat sempit, seiring dengan

derasnya alih fungsi lahan dari lahan pertanian ke non pertanian.

2). Aktivitas petani (pelaku agribisnis) yang sangat tinggi disertai dengan keterdedahan informasi (information exposure) dari luar, sangat tinggi. 3). Menghendaki pengelolaan sumber daya alam dan faktor produksi secara

efisien.

4). Berorientasi pasar (kualitas, kuantitas, kontinyuitas) harus prima sesuai permintaan pasar.

5). Menghendaki pengelolaan yang ramah lingkungan.

Dengan memperhatikan ke lima ciri pertanian di wilayah perkotaan tersebut, maka pembangunan pertanian di Kota Bogor dilaksanakan melalui “Pengembangan Agribisnis Perkotaan”. Arah kebijaksanaannya adalah menuju agribisnis perkotaan yang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan dan lokal spesifik.

Pembangunan sektor perikanan merupakan pembangunan seluruh aspek yang mencakup pembangunan sumberdaya manusia yang bergerak disektor perikanan. Pembangunan untuk memanfaatkan potensi sumber daya alam tersebut harus lebih mengedepankan pengembangan dan pengelolaan pada keseimbangan aspek ekologi dan ekonomi secara berkelanjutan.

(22)

Sektor perikanan dalam perekonomian Kota Bogor masih kecil kontribusinya, akan tetapi dari tahun ketahun mengalami peningkatan. Peningkatan peran tersebut dilandasi oleh suatu pandangan bahwa pengembangan sektor perikanan sangat potensial untuk dikembangkan meskipun terjadi mutasi lahan sehingga menjadi industri ataupun jasa. Belum optimalnya pemanfaatan ikan namun kenyataan yang sebenarnya ikan hias mampu memberikan kontribusi yang besar bagi masyarakat dan secara tidak langsung dapat mengangkat dan mengurangi angka kemiskinan yang pada akhirnya menjadi masyarakat yang mandiri dan sejahtera. Kurangnya motor penggerak di bidang perikanan menjadikan sektor perikanan tidak dapat bersaing dengan sektor lainnya. Namun walaupun demikian kontribusi yang diberikan oleh sektor pertanian dalam Produk Regional Domestik Bruto (PDRB) sebanding dengan sektor lainnya yaitu rata-rata sebesar 10 % per tahun.

Struktur perekonomian sektor perikanan belum mampu untuk mengangkat hajat hidup sebagian besar pembudidaya apalagi perekonomian secara keseluruhan. Sektor perikanan dalam perkonomian Kota Bogor selain menciptakan lapangan pekerjaan juga memiliki kontribusi dalam peningkatan PDRB, hal ini tidak lepas dari dukungan sumberdaya alam yang ada. Potensi perikanan yang ada di Kota Bogor menjadi catatan sendiri dalam upaya untuk meningkatkan peran yang lebih besar terhadap perekonomian Kota Bogor.

Berdasarkan perumusan masalah, sektor perikanan diharapkan mempunyai peranan yang cukup pada perekonomian Kota Bogor dan bagaimana dampak pengembangannya terhadap perubahan struktur ekonomi. Peran yang diharapkan akan memberikan kontribusi pada perekonomian Kota Bogor antara lain pertama, melalui peningkatan pendapatan masyarakat pembudidaya. Kedua, peningkatan jumlah tenaga kerja yang terserap pada sektor perikanan yang pada akhirnya akan mengurangi jumlah pengangguran dan ketiga, mampu sebagai penggerak bagi sektor lain.

Kontribusi tersebut merupakan implikasi dari besarnya potensi perikanan yang dimiliki oleh Kota Bogor dan diharapkan potensi itu akan berdampak pada peran sektor perikanan dalam struktur perekonomian. Sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka permasalahan yang ingin dibahas adalah sebagai berikut : 1) Bagaimana keunggulan daya saing ikan hias air tawar sebagai industri

(23)

2) Bagaimana analisis manfaat dan biaya dari budidaya ikan hias air tawar di Kota Bogor.

3) Bagaimana persepsi stakeholders dalam pengembangan ikan hias air tawar di Kota Bogor.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah :

1) Menganalisis keunggulan daya saing ikan hias air tawar di Kota Bogor sebagai industri perikanan.

2) Menganalisis manfaat dan biaya dari budidaya ikan hias air tawar di Kota Bogor.

3) Menganalisis persepsi stakeholders dalam mengembangkan ikan hias air tawar di Kota Bogor.

1.4. Kegunaan Penelitian

Penelitian tentang peranan komoditi ikan hias air tawar di sektor perikanan dalam Pengembangan Agribisnis Perkotaan di Kota Bogor ini diharapkan berguna bagi semua pihak terkait yaitu :

1) Memberikan informasi tambahan dalam penentuan kebijakan pembangunan sub sektor perikanan bagi instansi terkait baik Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi Jawa Barat maupun Pemerintah Kota Bogor, 2) Memberikan informasi pendahuluan kepada pihak-pihak yang

(24)

2.1 Pembangunan Berkelanjutan

Wolrd Comission on Environment and Development (1987) menyatakan bahwa Pembangunan berkelanjutan didefinisikan sebagai Pembangunan atau perkembangan yang memenuhi kebutuhan masa sekarang tanpa membahayakan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya. Tantangan pembangunan berkelanjutan adalah menemukan cara untuk meningkatkan kesejahteraan sambil menggunakan sumberdaya alam secara bijaksana, sehingga sumber daya alam terbarukan dapat dilindungi dan penggunaan sumber alam yang dapat habis (tidak terbarukan) pada tingkat dimana kebutuhan generasi mendatang tetap akan terpenuhi. Pembangunan berkelanjutan ini difokuskan pada dua kelompok, yaitu kemiskinan pada masa sekarang dan generasi masa depan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan mengurangi kemiskinan

Tiga hal yang paling mendasar dalam pembangunan berkelanjutan adalah :

1. Bernilai ekonomis (economically viable) meliputi : pertumbuhan, keseimbangan dan efisiensi;

2. Bersahabat dengan lingkungan (environmentally sound) meliputi : ekosistem, keragaman hayati, Uni Eropa global, dan kapasitas tampung.

3. Berwatak sosial (socialy just) meliputi : partisipasi, mobilitas sosial, identitas budaya dan perkembangan kelembagaan.

(25)

Isu pembangunan wilayah/daerah menurut Murty (2000) tidak mengharuskan adanya kesamaan tingkat pembangunan antar daerah (equally development), tidak menuntut pencapaian tingkat industrialisasi wilayah/daerah yang seragam, bentuk-bentuk keseragaman pola struktur ekonomi daerah atau juga tingkat pemenuhan kebutuhan dasar (self sufficiency) setiap wilayah/daerah. Terjadinya perubahan baik secara incremental maupun paradigma menurut Anwar (2003) adalah mengarahkan pembangunan wilayah kepada terjadinya pemerataan (equity) yang mendukung pertumbuhan ekonomi (efficiency) dan keberlanjutan (sustainability) dalam pembangunan ekonomi.

Skala prioritas pembangunan yang cenderung mengejar sasaran-sasaran makro pada akhirnya menimbulkan berbagai ketidak seimbangan pembangunan berupa menajamnya disparitas spasial, kesenjangan desa-kota, kesenjangan struktural, dan sebagainya. Pendekatan makro juga cenderung mengabaikan plurality akibatnya keragaman sumberdaya alam maupun keragaman sosial budaya.

2.2 Dimensi Pembangunan yang Berkelanjutan

Serageldin and Steer (1994) menjelaskan bahwa konsep pembangunan yang berkelanjutan mengintegrasikan tiga aspek kehidupan (ekonomi, sosial dan lingkungan) dalam suatu hubungan yang sinergis. Ketiga aspek kehidupan dan tujuan pembangunan berkelanjutan tersebut dapat digambarkan sebagai

“a triangular framework” dengan tujuan masing-masing aspek yang berbeda,

seperti terlihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 1 : Konsep pembangunan yang berkelanjutan (Serageldin and Steer, 1994)

Ekonomi

Tujuan: pertumbuhan, pemerataan dan efisiensi

Sosial

Tujuan: pemerataan, pemberdayaan masyarakat, keterpaduan sosial, partisipasi

masyarakat efisiensi

Ekologi

(26)

2.3. Pembangunan Kota Berkelanjutan

Untuk memahami konsep pembangunan kota berkelanjutan (sustainable city), tidak dapat dilakukan tanpa pembahasan yang kritis dan holistik tentang lingkungan kota itu sendiri. Memahami lingkungan kota secara holistik berarti melihat lingkungan kota sebagai satu kesatuan integral, dinamik dan kompleks antara lingkungan fisik-alamiah dengan manusia dan sistem sosialnya. Dengan kata lain, pemahaman ini mengandung konsekuensi bahwa kita harus memahami lingkungan secara holistik, tidak terbatas pada aspek fisik-alamiah semata, tetapi juga aspek sosial, ekonomi, budaya, serta politik masyarakat dalam suatu sistem waktu dan tempat yang khusus (Roseland 1997).

Kebijakan pembangunan suatu kota tidak dapat dipisahkan dari keterpaduan antara perencanaan lingkungan, angkutan, dan penggunaan lahan. Terutama pada kota-kota yang pertumbuhannya sangat cepat dan padat serta sering dijumpai permasalahan mendesak dari penggunaan lahan, transportasi, dan lingkungan. Perbaikan pengelolaan kota dalam suatu wilayah memprioritaskan yang teratas adalah kekuatan kapasitas untuk perencanaan implementasi kebijakan melalui koordinasi terbaik yang terkait dengan pemerintahan.

Untuk mencapai tujuan pembangunan kota yang berkelanjutan, di negara maju perhatian banyak diberikan pada konservasi dan pemeliharaan baik lingkungan alamiah maupun buatan yang ada. Terdapat tiga hal yang merupakan prinsip perancangan kota yang berkelanjutan, yaitu: pertama, pemakaian kembali bangunan, jalan, infrastruktur yang sudah ada, serta komponen dan material bangunan yang telah didaur ulang. Kedua, konservasi sumberdaya alam, flora, fauna, dan tata ruang. Material bangunan harus didapatkan dari sumber-sumber yang berkelanjutan. Ketiga, pola dan konstruksi bangunan harus memakai energi seminimal mungkin.

Menurut Redelift (1987) secara umum ada lima syarat khusus yang harus dipenuhi agar tercapai pembangunan kota yang berkelanjutan, yaitu:

1). Pemerataan dalam distribusi keuntungan pertumbuhan ekonomi; 2). Akses terhadap kebutuhan dasar manusia;

3). Keadilan sosial dan hak-hak kemanusiaan; 4). Kepedulian dan integritas lingkungan; dan

(27)

Mitlin dan Satterwhite dalam Sustainable Seattle (1998) berpendapat bahwa untuk mencapai pembangunan kota yang berkelanjutan dipersyaratkan aksi pencegahan penurunan aset-aset lingkungan sehingga sumberdaya untuk kegiatan manusia dapat terus berlanjut. Aksi pencegahan tersebut meliputi: 1). Meminimalkan pemakaian atau limbah sumberdaya-sumberdaya yang tidak

dapat didaur ulang;

2). Pemakaian berkelanjutan dari sumberdaya-sumberdaya yang dapat didaur ulang, seperti air, tanaman pertanian, dan produk-produk biomas; dan 3). Meyakinkan bahwa limbah dapat diabsorbsi secara lokal dan global, seperti

oleh sungai, laut, dan atmosfer.

Haryadi dan Setiawan (2002) mengemukakan berbagai jenis indikator keberlanjutan pembangunan suatu kota yang dikelompokan menjadi tiga kelompok yaitu kelompok indikator ekonomi, sosial, dan lingkungan. Pengelompokan tersebut didasarkan atas pengaruhnya terhadap keberlanjutan kesejahteraan masyarakat kota. Indikator-indikator dari masing-masing kelompok tersebut adalah sebagai berikut :

1) Indikator-indikator ekonomi

Indikator ekonomi ditujukan untuk mengukur tingkat kegiatan ekonomi atau produktivitas kota yang bersangkutan. Indikator ini meliputi antara lain jenis pekerjaan penduduk kota (termasuk yang mendukung kebutuhan dasar), tingkat pendapatan, cara mereka membelanjakannya (distribusi pendapatan). Distribusi pendapatan tersebut dapat berupa pengeluaran untuk kesehatan, pengeluaran untuk perumahan, pengeluaran untuk energi, dan investasi masyarakat. Di samping itu, kemudahan memperoleh rumah, jumlah anak miskin dan pengangguran, keanekaragaman industri dan tenaga kerja, kewirausahaan, dan inovasi teknologi dapat mengindikasikan keberlanjutan kesejahteraan masyarakat kota.

2) Indikator-indikator sosial-budaya

(28)

dalam hukum, kemampuan membaca dan menulis pada orang dewasa, keikutsertaan pemilih, kesehatan fisik dan mental individu, jumlah lembaga swadaya masyarakat, dan bayi yang lahir dengan berat badan rendah. 3) Indikator-indikator lingkungan

Indikator lingkungan ini menggambarkan lingkungan yang sehat. Indikator-indokator aspek lingkungan dapat berupa indikator fisik seperti kualitas air, udara, tingkat pemanasan global, kebisingan, kerusakan tanah (erosi), kondisi permukaan tanah dan drainase, fasilitas kendaraan bukan bermotor (pedestrian, jalan untuk sepeda). Indikator flora dan fauna juga dapat mengindikasikan kesehatan kota seperti keragaman hayati dan ruang terbuka hijau.

2.4 Strategi

Strategi diartikan sebagai petunjuk umum dimana suatu organisasi merencanakan untuk mencapai tujuannya. Menurut Keneth R. Andrews; strategi adalah suatu proses evaluasi kekuatan dan kelemahan yang ada dalam perusahaan yang dilakukan oleh eksekutif puncak serta melihat kesempatan dan ancaman pada saat ini dan memutuskan strategi pemasaran produk yang cocok dengan kesempatan yang ada pada lingkungannya1.Definisi strategi yang lebih komprehensif dinyatakan oleh Hax dan Majluf (1984) yang memperhatikan dimensi-dimensi kritis yang mempunyai kontribusi terhadap strategi itu sendiri, yaitu :

a. Strategi adalah suatu pola pengambilan keputusan yang koheren dan kooperatif dan integratif;

b. Strategi adalah suatu penetapan tujuan jangka panjang organisasi, program, dan penetapan prioritas alokasi sumber daya;

c. Strategi sebagai suatu pendefinisian domain persaingan perusahaan; d. Strategi sebagai suatu tanggapan atas peluang dan ancaman eksternal

serta kekuatan dan kelemahan internal untuk mencapai keunggulan bersaing;

e. Strategi sebagai suatu jalur untuk melakukan pembagian tugas manajerial pada tingkat koorporat, tingkat bisnis dan tingkat fungsional;

1

(29)

f. Strategi sebagai suatu pendefisinian kontribusi ekonomi dan zona ekonomi di perusahaan.

Sudut pandang tersebut menjadikan strategi sebagai suatu kerangka kerja mendasar dimana suatu organisasi dapat menegakkan kelangsungannya dan pada saat yang bersamaan strategi dapat menpercepat adaptasi perusahaan terhadap perubahan lingkungan. Strategi mempunyai tujuan untuk mencapai keunggulan kompetitif pada tiap-tiap unit perusahaan.

Menurut David, Fred R (2002), strategi dapat dibagi dalam beberapa tingkatan sesuai dengan tingkatan dalam struktur organisasi yaitu :

a. Strategi Perusahaan (Corporate Strategi) yang terdiri dari beberapa unit bisnis. Strategi ini menggambarkan arah menyeluruh bagi suatu perusahaan dalam pertumbuhan dan pengelolaan berbagai bidang usaha untuk mencapai keseimbangan produk atau jasa yang dihasilkan. Strategi ini biasanya dibuat sebagai arahan dasar berbagai strategi pada unit usaha dan fungsional;

b. Strategi bisnis (Bussiness Strategy) yang terdiri dari satu bisnis unit. Strategi ini menekankan pada usaha peningkatan daya saing perusahaan dalam satu industri atau segmen pasar;

c. Strategi fungsional (Fungsional Strategy) yang terdiri dari unit-unit pendukung. Strategi ini berfungsi untuk menciptakan kerangka kerja untuk menejemen fungsional seperti produksi, pemasaran, keuangan dan sumber daya.

Pada bagian lain Porter (1995) menyatakan strategi adalah alat yang paling penting untuk mencapai keunggulan bersaing. Suatu perusahaan dapat mengembangkan strategi untuk mengatasi ancaman eksternal dan merebut peluang yang ada.

(30)
[image:30.612.142.488.122.315.2]

memadukan organisasi dengan lingkungan. Manfaat strategi dapat dilihat dalam gambar 2.

Gambar 2. Manfaat Strategi (Pearce dan Robinson, 1997)

Tiga bahan pokok sangat penting bagi keberhasilan suatu strategi : pertama strategi harus konsisten dengan kondisi lingkungan persaingan. Tegasnya, strategi harus memanfaatkan peluang yang ada atau yang diperkirakan akan ada dan meminimalkan dampak dari ancaman-ancaman besar. Kedua, strategi harus realistik dalam hal kemampuan intern perusahaan. Dengan kata lain, pemanfaatan peluang pasar haruslah berdasarkan pada kekuatan intern perusahaan. Akhirnya strategi harus dilaksanakan secara cermat (Pearce dan Robinson, 1997).

2.5. Teori Daya Saing

Daya saing merupakan suatu konsep yang menyatakan kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu komoditas dengan mutu yang cukup baik dan biaya produksi yang cukup rendah sehingga pada harga-harga yang terjadi di pasar internasional dapat diproduksi dan dipasarkan oleh produsen dengan memperoleh laba yang mencukupi sehingga dapat mempertahankan kelanjutan biaya produksinya. Dengan kata lain daya saing komoditas tercermin dari harga jual yang bersaing dan mutu baik.

Kejelasan Tujuan dan Arah

Uraian Indentitas dan Gambar

Menetapkan Persaingan

Antisipasi Peluang dan Ancaman

Standarisasi Pertunjukan

(31)

Asumsi perekonomian yang tidak mengalami hambatan atau distorsi sama sekali sulit ditemukan pada dunia nyata, khususnya di Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang. Oleh karena itu keunggulan komparatif tidak dapat digunakan sebagai indikator untuk mengukur keuntungan suatu aktivitas ekonomi dari sudut pandang badan atau orang-orang yang berkepentingan langsung dalam suatu proyek. Konsep yang lebih cocok untuk mengukur kelayakan secara finansial adalah keunggulan kompetitif.

Konsep keunggulan kompetitif dikembangkan pertama kali oleh Porter pada tahun 1980 bertitik tolak dari kenyataan-kenyataan perdagangan internasional yang ada. Porter menyatakan bahwa keunggulan perdagangan antar negara dengan negara lain didalam perdagangan internasional secara spesifik untuk produk-produk tertentu sebenarnya tidak ada. Fakta yang ada adalah persaingan untuk kelompok-kelompok kecil industri yang ada dalam suatu negara. Oleh karena itu keunggulan kompetitif dapat dicapai dan dipertahankan dalam suatu sub sektor tertentu di suatu negara dengan meningkatkan produktivitas penggunaan sumberdaya-sumberdaya yang ada. (Warr, 1994 dalam Suryana, 1995).

(32)

Asian Development Bank (1993) dalam Suryana (1995) menyatakan bahwa dibawah asumsi adanya sistem pemasaran dan intervensi pemerintah, maka suatu negara akan dapat bersaing di pasar internasional jika negara tersebut mempunyai keunggulan kompetitif dalam menghasilkan suatu komoditas. Dengan demikian, keunggulan kompetitif mulai digunakan sebagai alat ukur kelayakan suatu aktivitas berdasarkan keuntungan privat (privat profitability) yang dihitung atas harga pasar dan nilai uang resmi yang berlaku.

2.6. Teori Berlian Porter (Diamond’s Porter Theory)

Keunggulan bersaing suatu perusahaan sangat tergantung pada tingkat sumberdaya relatif yang dimilikinya. Apabila para pesaing bertempat di negara-negara lain maka posisi sumber daya yang satu terhadap yang lain beragam, sesuai dengan kondisi pasokan sumber daya yang berbeda pada masing-masing lokasi.

Penelitian Porter tentang keunggulan bersaing negara mencakup tersedianya peranan sumber daya dan melihat lebih jauh pada keadaan negara yang mempengaruhi daya saing perusahaan-perusahaan internasional pada industri yang berbeda. Sebagian besar sumberdaya yang penting seperti keahlian tenaga kerja yang tinggi, teknologi dan sistem manajemen yang canggih diciptakan melalui investasi oleh orang-orang dan perusahaan-perusahaan.

(33)

2.6.1 Kondisi Faktor Sumberdaya

Strategy daya saing menurut Porter (1990) dalam rumusannya “the national diamond system” bahwa kondisi sumberdaya dalam sebuah wilayah menjadi faktor penentu kebijakan pengembangan get the way perikanan khususnya ikan hias. Indonesia adalah negara yang sangat kaya sumberdaya alam. Masalahnya adalah bagaimana mengelola, memanfaatkan secara optimal dan sekaligus memperluas “resource base” dari sumberdaya alam dimaksud, sebagaimana diisyaratkan oleh UUD 1945 pasal 33 ayat 3. Secara hakiki, upaya pembangunan yang sedang ditempuh pada saat ini dapat dilakukan dengan mendayagunakan berbagai sumberdaya potensial yang tersedia di setiap wilayah maupun yang dapat diusahakan dari luar wilayah yang bersangkutan. Diantara sumberdaya potensial tersebut, ada yang berupa sumberdaya alam (natural resources), sumberdaya manusia (human resources) serta sumberdaya buatan (man-made resources).

Potensi sumberdaya alam yang cukup besar dan beragam dari tanah air Indonesia tersebut dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun demikian, perlu disadari bahwa pengelolaan sumberdaya potensial (“potential endowment resources”) semacam itu mempunyai sifat khas, yaitu keterkaitan (interdependency) yang kompleks dan rumit, yang pada gilirannya berpengaruh kepada kelestarian (sustainability) sumberdaya tersebut. Dengan demikian semakin jelas terlihat, bahwa dalam pemanfaatan sumberdaya pembangunan selalu terkait pada persoalan-persoalan spesifik dari sumberdaya. Selain sifat langka dan uniknya, pertimbangan perlu diberikan kepada adanya masalah eksternalitas, tidak terbelahkan atau indivisibility, public goods, property right, serta kelangkaan spasial yang merupakan sumber dari monopoli alami atau natural monopoly.

(34)

Posisi suatu bangsa berdasarkan sumberdaya yang dimiliki yang merupakan faktor produksi yang diperlukan untuk bersaing dalam industri tertentu. Faktor produksi tersebut digolongkan ke dalam lima kelompok yaitu :

a. Sumberdaya Manusia

Sumberdaya manusia yang mempengaruhi daya saing industri nasional terdiri dari jumlah tenaga kerja yang tersedia, kemampuan menejerial dan keterampilan yang dimiliki, biaya tenaga kerja yang berlaku (tingkat upah), dan etika kerja (termasuk moral).

b. Sumberdaya Fisik/Alam

Sumberdaya fisik atau sumberdaya alam yang mempengaruhi daya saing industri nasional mencakup biaya, aksebilitas, mutu dan ukuran lahan (lokasi), ketersediaan air, mineral dan energi serta sumberdaya perikanan serta sumberdaya alam lainnya, baik yang dapat diperbaharui maupun yang tidak dapat diperbaharui. Begitu juga kondisi cuaca dan iklim, luas wilayah geografis, kondisi topografis, dan lain-lain.

c. Sumberdaya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Sumberdaya IPTEK mencakup ketersediaan pengetahuan pasar, pengetahuan teknis, dan pengetahuan ilmiah yang menunjang dan diperlukan dalam memproduksi barang dan jasa. Begitu juga ketersediaan sumber-sumber pengetahuan dan teknologi, seperti perguruan tinggi, lembaga penelitian dan pengembangan, lembaga statistik, literatur bisnis dan ilmiah, basis data, laporan penelitian, asosiasi pengusaha, asosiasi perdagangan, dan sumber pengetahuan dan teknologi lainnya.

d. Sumberdaya Modal

Sumberdaya modal yang mempengaruhi daya saing nasional terdiri dari jumlah dan biaya (suku bunga) yang tersedia, jenis pembiayaan (sumber modal), aksebilitas terhadap pembiayaan, kondisi lembaga pembiayaan dan perbankan, tingkat tabungan masyarakat, peraturan keuangan, kondisi moneter dan fiskal, serta peraturan moneter.

e. Sumberdaya Infrastruktur

(35)

dan giro, pembayaran dan transfer dana, air bersih, energi listrik, dan lain-lain.

2.6.2 Kondisi Permintaan

Kondisi permintaan dalam negeri merupakan faktor penentu daya saing industri nasional, terutama mutu permintaan domestik. Mutu permintaan domestik merupakan saran pembelajaran perusahaan-perusahaan domestik untuk bersaing di pasar global. Mutu permintaan (persaingan yang ketat) di dalam negeri memberikan tantangan bagi setiap perusahaan untuk meningkatkan daya saingnya sebagai tanggapan terhadap mutu persaingan di pasar domestik. Ada tiga faktor kondisi permintaan yang mempengaruhi daya saing industri nasional yaitu :

a. Komposisi Permintaan Domestik

Karakteristik permintaan domestik sangat mempengaruhi daya saing industri nasional. Karakteristik tersebut meliputi :

1) Struktur segmen permintaan merupakan faktor penentu daya saing industri nasional. Pada umumnya perusahaan-perusahaan lebih mudah memperoleh daya saing pada struktur segmen permintaan yang lebih luas di banding dengan struktur segmen yang sempit.

2) Pengalaman dan selera pembeli yang tinggi akan meningkatkan tekanan kepada produsen untuk menghasilkan produksi yang bermutu dan memenuhi standar yang tinggi, yang mencakup standar mutu produk, product features, dan pelayanan.

3) Antisipasi kebutuhan pembeli dari perusahaan dakam negeri merupakan pembelajaran untuk memperoleh keunggulan daya saing global.

b. Jumlah Permintaan dan Pola Pertumbuhan

(36)

c. Internasionalisasi Permintaan Domestik

Pembeli lokal yang merupakan pembeli dari luar negeri akan mendorong daya saing industri nasional, karena dapat membawa produk tersebut ke luar negeri. Konsumen yang memiliki mobilitas internasional tinggi dan sering mengunjungi suatu negara juga dapat mendorong meningkatnya daya saing produk negeri yang dikunjungi tersebut.

2.6.3 Industri Pendukung dan Industri Terkait

Keberadaan industri pendukung dan industri terkait yang memiliki daya saing global juga akan mempengaruhi daya saing industri utamanya. Industri hulu yang memiliki daya saing global akan memasok input bagi industri utama dengan harga yang lebih murah, mutu yang lebih baik, pelayanan yang cepat, pengiriman tepat waktu dan jumlah sesuai dengan kebutuhan industri utama sehingga industri tersebut juga akan memiliki daya saing global yang tinggi. Begitu juga industri hilir yang menggunakan produk industri utama sebagai bahan bakunya. Apabila industri hilir memiliki daya saing global maka industri hilir tersebut dapat menarik industri hulunya untuk memperoleh daya saing global.

2.6.4 Persaingan, Struktur dan Strategi Perusahaan

Tingkat persaingan dalam industri merupakan salah satu faktor pendorong bagi perusahaan-perusahaan yang berkompetensi untuk terus melakukan dan inovasi. Keberadaan pesaing lokal yang handal dan kuat merupakan faktor penentu dan sebagai motor penggerak untuk memberikan tekanan pada perusahaan lain meningkatkan daya saingnya. Perusahaan-perusahaan yang telah teruji pada persaingan ketat dalam industri nasional akan lebih mudah memenangkan persaingan internasional dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang belum memiliki daya saing nasional atau berada dalam industri yang tingkat persaingannya rendah.

(37)

persaingan, baik domestik maupun internasional. Di samping itu, juga berpengaruh pada strategi perusahaan untuk memenangkan persaingan domestik dan internasional. Dengan demikian secara tidak langsung akan meningkatkan daya saing global industri yang bersangkutan.

2.7 Agribisnis Perkotaan

Agribisnis perkotaan pada dasarnya tidak berbeda dengan konsep agribisnis pada umumnya, namun karakteristik agribisnis perkotaan itu sendiri dipengaruhi oleh karakteristik dari wilayah perkotaan. Agribisnis perkotaan adalah pengembangan usaha agribisnis sebagai suatu kesatuan system yang terpadu di wilayah kota (Krisnamurthi dan Tanjung, 2002 dalam Yuledyane, 2003).

Kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan dan sebagai tempat pemukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintah, pelayanan social dan kegiatan ekonomi.

Daerah perkotaan adalah daerah dengan kepadatan penduduk yang tinggi dibandingkan dengan daerah disekelilingnya. Kota muncul karena masyarakat menemukan akan sangat menguntungkan bila bermacam kegiatan dapat dilaksanakan dalam suatu tempat yang terkonsentrasi. Kepadatan penduduk serta terkonsentrasinya suatu kegiatan membentuk karakterisktik dasar dari suatu daerah perkotaan yaitu kepadatan penduduk yang tinggi, tingginya rasio antara input dan lahan, dan tingginya nilai lahan (Sinclair, 1967 dalam Rustiadi et al, 2003) sehingga komoditi yang diproduksi dalam pertanian perkotaan adalah sudah seharusnya komoditi yang bernilai ekonomi tinggi serta berorientasi pasar (kuantitas, kontinuitas dan mutu produk harus prima, sesuai dengan permintaan pasar)

(38)

Balai Penyuluhan Pembangunan

(Agribisnis) Kaji

Teknologi Agribisnis Sarana

Pertanian Pengolahan,

Jasa Penunjang

Lembaga Permodalan

Agribisnis

Pasar Hasil Pertanian

Pemasaran Hasil Pertanian Permodalan/Teknologi

/ Sarana Pertanian

[image:38.612.183.418.216.488.2]

Departemen Pertanian (2002) menyatakan bahwa kawasan agropolitan tidak ditentukan oleh batasan administrasi pemerintah (desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota) tetapi lebih ditentukan dengan memperhatikan economic of scale dan economic of scope. Karena itu penetapan kawasan agropolitan hendaknya dirancang secara lokal dengan memperhatikan realitas perkembangan agribisnis yang ada disetiap daerah. Abstraksi kawasan agropolitan tersebut tergambar dibawah ini.

Gambar 3. Kawasan Agropolitan (Departemen Pertanian, 2002)

Keterangan :

Lahan Pertanian (desa hinterland atau desa-desa sekitarnya) yang memasok produk segar dan produk olahan

Agropolitan

Irigasi Prasarana jalan

Batas wilayah

(39)

2.7.1 Peranan Agribisnis Dalam Pembangunan

Peran agribisnis dalam pembangunan daerah menurut Riyadi dan Dedi (2003) dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu peran dan manfaat di dalam suatu daerah (intra-region) dan peran dan manfaatnya terhadap beberapa perekonomian wilayah (inter-region). Secara intra agribisnis berbasis sumberdaya yang dimiliki oleh daerah termasuk sumberdaya manusianya (landless), agribisnis mencakup upaya diversifikasi usaha dan peningkatan nilai tambah bagi petani dan penduduk perdesaan, mengurangi tekanan terhadap lahan, karena merupakan perluasan dari usaha pertanian primer (on-farm), sehingga tekanan terhadap kelestarian alam dan lingkungan dapat dijaga. Sebagaimana diketahui, 66% penduduk Indonesia hidup di perdesaan (1994) dan 63,1%nya hidup dari pertanian (direct agriculture/farm), dan sisanya 36,9% hidup dari kegiatan non-farm (IFAD, 2002).

Hal ini berarti bahwa menjadikan pembangunan perdesaan melalui pengembangan agribisnis sebagai basis pembangunan ekonomi di daerah akan dapat memanfaatkan sumberdaya yang relatif banyak (abundant) di perdesaan, termasuk sumberdaya tenaga kerja, sehingga akan memberikan manfaat kepada 63,1% penduduk Indonesia. Selanjutnya, perluasan dari usaha pertanian primer ke ke non-farm dengan adanya pengembangan agribisnis akan memperluas cakupan pembangunan ke sepertiga penduduk perdesaan lainnya; mengingat berdasarkan data tersebut di atas, 36,9% penduduk yang hidup dari non farm mempunyai usaha di bidang manufaktur (23,8%), perdagangan (31,7%) dan jasa (24,2%) serta transportasi (8,2%).

Sebagai perbandingan, hasil penelitian IFAD menyatakan bahwa perluasan kegiatan non-farm telah berhasil meningkatkan kemiskinan di perdesaan di China. Ini berarti kegiatan yang mengalihkan dari keterkaitan langsung dengan tanah, yaitu kegiatan off-farm yang merupakan sub-sistem hilir dari sistem agribisnis perlu dikembangkan terutama untuk memberikan alternatif kegiatan usaha penduduk perdesaan dalam rangka meningkatkan pendapatan mereka. Sebagaimana data yang ada (IFAD, 2002) pada tahun 1990, 83,4% penduduk miskin Indonesia hidup di daerah perdesaan, dan hanya 16,6% hidup di perkotaan.

(40)

1) mengurangi dan mencegah urbanisasi; 2) mewujudkan sistem perekonomian daerah dalam kerangka NKRI; dan 3) memperkuat basis perekonomian dalam rangka globalisasi.

Peningkatan kegiatan ekonomi di perdesaan akan dapat menarik (kembali) sebagian masyarakat perdesaan yang telah bermigrasi ke kota, terutama yang pada umumnya hidup di bawah garis kemiskinan di perkotaan. Dengan demikian, pembangunan satu daerah akan dapat menekan angka urbanisasi secara nasional. Pembangunan perdesaan di suatu daerah juga akan meningkatkan PDRB dan pendapatan per kapita masyarakat di suatu daerah. Peningkatan pendapatan akan mendorong dan menciptakan pertumbuhan usaha lainnya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi yang semakin meningkat dan beragam.

Selain dampak langsung pada diversifikasi kegiatan ekonomi di suatu wilayah, akan menciptakan pula permintaan ke daerah lainnya, sehingga ada multiplier effect untuk pembangunan daerah di sekitarnya. Dampak terhadap peningkatan kegiatan usaha di daerah sekitarnya akan dapat menciptakan sistem perekonomian antar daerah dalam wadah wilayah kesatuan negara Republik Indonesia. Pengalaman di masa lalu, pemusatan pembangunan telah menciptakan beberapa titik pertumbuhan yang dikontrol dari Jakarta. Dengan penciptaan jaringan kegiatan ekonomi dalam suatu wilayah, akan dapat menciptakan pusat-pusat pertumbuhan yang lebih banyak di daerah, sebagaimana yang telah lama dicita-citakan, yang masing-masing mempunyai tingkat otonomi namun tetap saling terkait dan mempunyai hubungan saling ketergantungan yang saling menguntungkan (mutual interdependency). Dengan adanya otonomi daerah maka kesempatan untuk mewujudkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di daerah akan tercapai, dan tercapai dengan upaya daerah secara otonomi dan bukan berdasarkan disain dari pemerintah pusat. Dengan demikian, partisipasi daerah dalam pembangunan pusat pertumbuhan dan sustainability dari tumbuhnya pusat-pusat pertumbuhan ini akan meningkatkan perdesaan yang pada akhirnya akan mempunyai dampak multiplier pada pertumbuhan daerah lebih lanjut.

(41)

yang semakin mendunia (globalisasi). Dengan adanya pusat-pusat pertumbuhan tersebut, maka masing-masing pusat pertumbuhan akan dapat secara otonom meningkatkan daya saingnya dalam menghadapi persaingan global. Melalui pusat-pusat pertumbuhan ini pula upaya pemerintah untuk memfasilitasi peningkatan daya saing dan melakukan langkah-langkah keberpihakan akan dapat dilakukan dengan peran aktif daerah.

2.7.2 Pembangunan Indonesia Sebagai Strategi Pembangunan Daerah Berbasis Agribisnis di Era Global

Sebagai konsekuensi dari otonomi daerah dan globalisasi maka pembangunan agribisnis perlu mengalami re-orientasi, yaitu dari government driven ke society driven, dan dari centrally designed ke locally designed. Selama ini kebijakan (intervensi) pemerintah dalam pembangunan pertanian lebih bersifat langsung atau dapat disebut sebagai government driven. Intervensi pemerintah pada masa lalu lebih banyak dilakukan melalui berbagai program pengembangan komoditas yang diiringi dengan (kebijakan) penyediaan kredit program, bimbingan dan penyuluhan yang bersifat "mengharuskan" penanaman komoditas tertentu, subsidi input (pasar tertutup) untuk mempermudah petani mengintroduksi penanaman dan produksi komoditas yang dijadikan program pemerintah. Dirasakan bahwa program-program tersebut telah dapat meningkatkan produksi domestik dan mengembangkan kawasan/sentra produksi komoditas.

(42)

mengidentifikasi fasilitasi yang diperlukan dari pemerintah untuk mampu menghadapi pasar (society driven).

Selanjutnya, pada masa lalu, konsep-konsep pembangunan pertanian banyak disusun di pusat dengan peran daerah sebagai lokasi dan pelaku konsep. Maka pada era otonomi daerah ini masyarakat di daerah dengan bimbingan pemerintah daerah bersama-sama menyusun konsep pembangunan sesuai kebutuhan dan keinginan masyarakat serta potensi dan kondisi daerah. Sebagai daerah otonom, masyarakat dengan bimbingan Pemda dapat menggunakan sumberdaya yang ada di daerah dan sumberdaya yang berasal dari pemerintah pusat dapat menyusun konsep pembangunan daerahnya masing-masing. Dengan konsep ini, maka pembangunan daerah berbasis agribisnis dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lokal dan spesialisasinya. Dengan spesialisasi, maka efisiensi sumberdaya dapat ditingkatkan untuk memperoleh manfaat sebesar-besarnya dengan memanfaatkan pula cakupan (pasar) daerah lainnya.

(43)

Dalam kaitan dengan globalisasi fungsi pemerintah pusat (nasional) bersama-sama dengan pemerintah daerah adalah menjamin bahwa inter-region economic system ini berjalan efisien sehingga daya saing seluruh sistem akan tinggi. Hal nyata yang perlu dilakukan adalah menghilangkan hambatan-hambatan hubungan ekonomi antar daerah sehingga arus output dari usaha agribisnis dari satu daerah ke daerah lain akan efisien sehingga sampai di tingkat konsumen dapat bersaing dengan barang dan jasa dari komoditas impor.

Hambatan-hambatan ini dapat dalam bentuk nilai uang, yaitu retribusi dan pajak perdagangan komoditas dan hasil usaha agribisnis maupun hambatan dalam bentuk peraturan dan standar kualitas lokal yang dapat menghambat arus dan daya saing barang sampai ke konsumen. Upaya pemerintah daerah dengan pemerintah pusat adalah menjamin terciptanya iklim usaha yang meniadakan hambatan dan perbedaan peraturan antar daerah yang seringkali secara relatif lebih mengikat dan lebih rinci daripada peraturan yang ada di pasar internasional atau yang diterapkan pada komoditas impor yang masuk ke pasar lokal. Efisiensi dan inter-region economic system sebagaimana digambarkan di atas kemudian dapat membentuk sistem yang disebut Indonesia Incorporated. Dengan demikian, konsep tersebut di atas dilakukan dengan prinsip Pembangunan Daerah berbasis Agribisnis sebagai bagian dari NKRI – Indonesian Incorporated (Gambar 4).

(44)
[image:44.612.175.500.77.481.2]

Gambar 4. Otonomi daerah dalam wadah NKRI (Indonesia- Incorporated) di Era Global (IFAD, 2002)

(45)

Pembangunan daerah berbasis agribisnis harus dapat membentuk hubungan antar daerah (inter-region economic system) dalam wilayah negara kesatuan Republik Indonesia (Indonesia Incorporated) sebagai satu kesatuan wilayah ekonomi regional, sebagaimana states di Amerika Serikat dan negara di dalam wadah Uni Eropa.

Dalam kaitan dengan globalisasi disadari bahwa tidak semua usaha agribisnis dapat diberlakukan berlandaskan pada mekanisme pasar murni. Pada saat ini sektor pertanian menghadapi persaingan dari pasar dunia yang dipengaruhi oleh kebijakan pertanian di negara-negara pengekspor komoditas pertanian. Dengan adanya pengaruh kebijakan dalam negeri negara lain yang mempengaruhi perilaku mereka di pasar dunia ini telah menjadikan pasar dunia tidak lagi dalam kondisi "persaingan sempurna". Negara besar dari skala usaha agribisnisnya dan dari skala kekuatan politiknya yang dimotori oleh perusahaan multinasional, kemudian dapat menjadi monopoli dalam kekuatan ekonomi politik (political economy). Dalam teori ekonomi memang dapat dipisahkan antara kekuatan ekonomi yang dapat dilakukan melalui mekanisme pasar murni, dan kekuatan politik yang dilakukan melalui mekanisme diplomatik. Namun demikian, dalam hubungan antar negara, kedua hal ini sangat erat kaitannya, karena setiap negara mempertahankan national incorporated-nya masing-masing.

Implikasi bagi pembangunan daerah di Indonesia adalah pembangunan daerah harus menghindarkan diri dari langkah-langkah yang lebih mementingkan local/region corporation yang kemudian mengalahkan Indonesia Incorporated yang dimaksud di atas. Penurunan hambatan antar daerah, keselarasan sistem di setiap daerah dan penumbuhan saling ketergantungan yang menguntungkan kedua pihak sangat diperlukan. Dengan terwujudnya kesatuan sistem dalam Indonesia Incorporated ini kemudian negara yang diwakili oleh pemerintah pusat dapat melakukan diplomasi ekonomi untuk memperjuangkan konsep pembangunan pertanian dan pemanfaatan sumberdaya alam pada umumnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

(46)

termasuk kebijakan yang dapat mengurangi dampak yang merugikan bagi kesejahteraan masyarakat, dan penyiapan serta penerapan (enforcement) infrastruktur (software/regulasi) ekonomi yang dapat menjamin mekanisme pasar berjalan dengan fair.

2.8 Kebijakan Pemerintah Daerah

Yopie (2004) menyatakan bahwa upaya terencana untuk merealisasikan pencapaian Visi dan melaksanakan Misi Kota Bogor, strateginya adalah “Prakarsa Bogor”. Prakarsa Bogor meliputi lima prioritas pembenahan yakni: (1). Pembenahan aspek fisik dan lingkungan, (2) Aspek sumber daya manusia, (3) Aspek agama dan sosial budaya, (4) Aspek ekonomi ; dan (5) Aspek politik. Pembenahan aspek ekonomi yang diupayakan pada pembangunan

ekonomi yang bertumpu pada kekuatan ekonomi rakyat. Keberhasilan aspek ekonomi antara lain diukur dari terwujudnya Kota Bogor menjadi bursa perdagangan komoditi-komoditi penting di tingkat regional, nasional maupun Internasional. Komoditi penting tersebut merupakan hasil produksi masyarakat Kota Bogor. Sedangkan bursa yang terbentuk dapat berupa pasar tradisional, modern, maupun pasar maya di internet. Untuk mencapai tujuan di upayakan melalui strategi sebagai berikut :

1). Pemberian insentif yang memadai bagi investor yang membuka sentra-sentra ekonomi baru di pelosok kota, antara lain dalam bentuk-bentuk penyediaan fasilitas penunjang, dan pemberian keringanan pajak-pajak daerah,

(47)

3). Menjadikan pasar tradisional sebagai basis pemasaran produk dari daerah Bogor sendiri sekaligus sebagai pasar induk bagi pembeli dari luar dengan skala pembelian volume kulakan, untuk di jual kembali di pasar Jakarta.

4). Peningkatan produk andalan di bidang agroindustri dari segi kuantitas maupun kualitas seperti kacang Bogor, nenas Bogor, asinan Bogor, talas Bogor dan sayur mayur agar bisa mensuplay pasar yang lebih besar, sehingga menjadi ujung tombak dan sekaligus lokomotif menggelindingkan roda perekonomian Kota Bogor menjadi lebih pesat, 5). Penataan sentra-sentra produksi produk unggulan dan khas Bogor secara

terencana sesuai dengan mekanisme dan alur produksi termasuk kemungkinan menyediakan sentra produksi di lingkungan pemukiman baru,

6). Penyediaan lokasi pedagang kaki lima di lingkungan perumahan dan prasarana umum lainnya seperti pasar, terminal, kampus, stasiun, komplek perkantoran, pusat pembelanjaan, sekolah dan rumah sakit, 7). Membangun data base ( pusat data ) dan jaringan informasi potensi

ekonomi daerah untuk di hubungkan dengan pasar regional, nasional dan Internasional sebagai pintu gerbang perdagangan global,

8). Memanfaatkan hasil penelitian lembaga-lembaga ilmiah yang ada di kota Bogor untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi serta terbukanya alternatif-alternatif garapan produksi baru sebagai bagian dari inovasi yang bernilai tambah bagi konsumen dan produsen,

9). Mempelopori sistem standarisasi ISO 9002 (sertifikat kualitas sistim manajemen) untuk Pemerintah Kota Bogor agar legitimated sebagai Kota Internasional dengan manajemen pelayanan yang memenuhi standar Internasional,

10). Pemangkasan atau deregulasi prosedur perizinan dalam birokrasi pemerintah kota Bogor yang di pandang sebagai salah satu mata rantai penyebab ekonomi biaya tinggi,

(48)

12). Meningkatkan fungsi dan peran koperasi antara lain melalui peningkatan kemampuan para pengelola koperasi, meningkatkan kerjasama koperasi dengan BUMN/BUMD dan pihak swasta serta pemberian bantuan modal usaha koperasi,

13). Mengembangkan pengusaha kecil antara lain melalui pembinaan dan pelatihan dalam rangka penguasaan teknologi, pemberian kredit dan meningkatkan kemitraan yang saling menguntungkan antara swasta dan pengusaha kecil.

14). Mengoptimalkan peran BUMD dalam memacu pertumbuhan ekonomi daerah.

Keempat belas strategi tersebut di atas, telah meliputi / mencakup program-program di sektor industri, sektor pertanian, perdagangan, koperasi dan UKM, serta subsektor lainnya.

Kebijakan pembangunan pertanian tertuang dalam Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 17 tahun 2004 tentang rencana strategis Kota Bogor Tahun 2005 – 2009 merupakan rencana lima tahunan yang menggambarkan Visi, Misi, Tujuan, Sasaran, Kebijakan dan Program Daerah. Untuk mewujudkan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan Visi dan Misi dituangkan dalam Keputusan Walikota Bogor Nomor : 050.45 - 233 tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kota Bogor tahun 2005.

Visi Kota Bogor adalah Kota Jasa yang Nyaman dengan Masyarakat Madani dan Pemerintahan Amanah. Implementasi visi tersebut dijabarkan dalam beberapa misi, diantaranya adalah mengembangkan perekonomian masyarakat dengan titik berat pada jasa yang mengoptimalkan pemanfaatan

sumber daya yang ada.

Tujuannya adalah meningkatkan ketahanan pangan dan pengembangan sektor pertanian berbasis agribisnis, sasaran yang ingin dicapai adalah meningkatnya ketahanan pangan dan berkembangnya usaha agribisnis.

(49)

Berbeda dengan kawasan/wilayah non perkotaan, pertanian di wilayah perkotaan seperti halnya di Kota Bogor mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

1). Rata-rata pemilikan lahan yang relatif sangat sempit, seiring dengan derasnya alih fungsi lahan dari lahan pertanian ke non pertanian.

2). Petani (pelaku agribisnis) sangat mobile disertai dengan keterdedahan informasi (information exposure) dari luar sangat tinggi.

3). Menghendaki pengelolaan sumber daya alam dan faktor produksi secara efisien.

4). Berorientasi pasar (kualitas, kuantitas, kontinyuitas) harus prima sesuai permintaan pasar.

5). Menghendaki pengelolaan yang ramah lingkungan.

Dengan memperhatikan ke lima ciri pertanian di wilayah perkotaan tersebut, maka pembangunan pertanian di Kota Bogor dilaksanakan melalui “Pengembangan Agribisnis Perkotaan”. Arah kebijaksanaannya adalah menuju agribisnis perkotaan yang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan dan lokal spesifik.

Agribisnis perkotaan yang berdaya saing dicirikan oleh :1) Tingkat efisiensi tinggi. 2) Mutu produk prima,sesuai permintaan pasar. 3) Harga wajar. 4) Biaya produksi wajar. 5) Mampu menerobos pasar. 6) Mampu meningkatkan pangsa pasar. 7) Mampu meningkatkan pelayanan secara memadai.

Paradigma orientasi pasar adalah ”Produce what you can market“ bukan “market what you can produce” kondisi awal adalah efisiensi rendah, ekonomi biaya tinggi, mutu produk beragam dan kesulitan bersaing di pasar global.

(50)

jaringan usahanya (net work business) harus menjadi perhatian utama untuk dipromosikan. Kondisi awal yang dijumpai : pasar UKM dan koperasi masih kecil, pasar lebih dikuasai oleh usaha skala besar, serta keterampilan/kewirausahaan UKM dan koperasi rendah.

Agribisnis perkotaan yang berkelanjutan, diartikan sebagai kemampuan untuk meningkatkan kapasitas agribisnis yang semakin besar dari waktu ke waktu, yang semakin mensejahterakan masyarakat baik secara ekonomis, sosial dan lingkungan hidup. Karena dalam sistem dan usaha agribisnis, terdapat keterkaitan yang sangat kuat antara kepentingan para pelakunya antara lain konsumen, maka distribusi insentif ekonomi (margin) dan manfaat diantara pelaku agribisnis merupakan faktor yang sangat penting dalam menjaga keberlanjutan usaha agribisnis ini.

Pengembangan kelembagaan dari organisasi dalam bidang ekonomi hendaknya dibangun dengan mengindahkan organisasi dan kelembagaan lokal yang telah ada menuju ke arah kelembagaan yang modern secara selektif dan bertahap. Pada akhirnya diharapkan dapat terbangun suatu sistem yang berakar kokoh dalam budaya bangsa (nasional maupun lokal) namun akomodatif terhadap perkembangan zaman, perkembangan teknologi dalam sistem dan usaha agribisnis dari hulu sampai hilir diarahkan kepada teknologi yang ramah lingkungan. Kondisi awal : aspek lingkungan belum mendapat perhatian yang cukup, keberlanjutan usaha belum mapan.

Agribisnis perkotaan yang lokal spesifik diartikan, bahwa kegiatan pengembangan agribisnis perkotaan tersebut ditentukan oleh masyarakat pelaku sesuai dengan kondisi wilayahnya atau atas dasar keunggulan komperatif dan aspirasi masyarakat setempat. Oleh karena itu sistem pelayanan pemerintah, sistem penunjang dan pemberdayaan masyarakat akan bersifat lokal, beragam dan harus dilakukan oleh daerah setempat. Dengan demikian pembangunan sistem agribisnis akan bersifat lokal spesifik.

Secara alamiah pembangunan sistem agribisnis perkotaan ini pada hakikatnya merupakan pembangunan daerah. Hal ini sesuai dengan esensi otonomi daerah, yakni melakukan desentralisasi dan pemerataan pembangunan yang berkeadilan.

(51)

daerah pada masa lalu dan saat ini sangat berbeda. Dengan adanya UU No. 32 tahun 2004, maka pemerintah daerah mempunyai otonomi untuk merencanakan dan melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan kondisi lokalnya. Dengan otonomi pemerintah daerah memiliki hak dan kewajiban untuk mengelola rumah tangganya sendiri. Penyerahan ini dimaksudkan untuk menciptakan pengelolaan pembangunan daerah yang efektif dan efisien untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dengan memanfaatkan seoptimal mungkin potensi sumber daya wilayah, kebutuhan dan aspirasi masyarakat setempat, seyogyanya kebijakan akan mempengaruhi perekonomian dalam sebuah wilayah, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh sebuah lembaga Independen “independent institutional” SMERU pada tahun 2001 dalam kajiannya tentang otonomi daerah dan iklim usaha, bahwa untuk menilai pengaruh kebijakan terhadap ekonomi akan terlihat pada nilai Produk Domestik Regional Bruto.

Kebijakan pembangunan Kota Bogor tersusun dalam program Prakarsa Bogor yang melakukan pembenahan lima aspek dalam memperbaiki struktur ekonomi, aspek tersebut adalah 1) aspek fisik dan lingkungan; 2) aspek sumber daya manusia; 3) agama dan sosial budaya; 4) ekonomi; dan 5) politik. Searah dengan visi misi bertujuan meningkatkan ketahanan pangan dan pengembangan sektor pertanian termasuk sub sektor perikanan berbasis agribisnis. Karakterisitik masyarakat Kota Bogor yang mempunyai mobilitas tinggi, lahan yang sempit, informasi teknologi yang mudah diakses menuntut kualitas dan kuantitas produk perikanan tinggi, pembangunan Kota Bogor yang konseptual adalah agribisnis perkotaan yang dapat memacu sektor pertanian secara umum. Data statistik Produk Domestik Bruto tahun 2005 bidang pertanian secara umum baru mampu memberikan konstribusi 0,36 % sedangkan sektor yang memberikan kontribusi terbesar adalah perdagangan , hotel dan restoran sebesar 30,03 %. Ini berarti sinkronisasi sebuah kebijakan dengan program perlu ditindaklanjuti secara cermat. Kondisi Kota Bogor yang strategis dekat dengan Ibu Kota Negara menjadi pusat perdagangan barang dan jasa setelah Kota Jakarta hal inilah yang menyebabkan sektor tersier meningkat, padahal sektor primer merupakan sektor vital.

(52)

sebagai pusat. Kebijakan dimasa lalu seringkali mendiskrimatifkan masyarakat sebagai objek akibatnya pelaksanaan strategi yang tetapkan oleh pemerintah tidak memberikan manfaat yang maksimal bagi masyarakat.

Otonomi Daerah (OTDA) memberikan pandangan baru bagi perkembangan pembangunan di Kota Bogor. Konsep agribisnis perkotaan dilakukan sejak tahun 1999 yang melibatkan berbagai tingkatan stakeholder dibidang pertanian diantaranya dibidang perikanan sehingga menjadikan Kota Bogor sebagai sentra ikan hias yang direalisasikan dengan pembangunan Terminal Agribisnis yang terletak di Rancamaya. Keseimbangan kebijakan pemerintah tidak bertolak belakang dengan kapasitas pendukung seperti sumberdaya alam, sumberdaya manusia, serta peluang pasar baik regional maupun internasional. Berdasarkan Perda No 1 Tahun 2000 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (Tahun 1999-2009) Fungsi Kota Bogor adalah :1) Sebagai Kota Perdagangan; 2) Sebagai Kota Industri; 3) Sebagai Kota Permukiman; 4) Wisata Ilmiah; dan 5) Kota Pendidikan.

Salah satu kebijakan pemerintah Kota Bogor terkait pengembangan agribisnis pertanian termasuk sub-sektor perikanan termaktub dalam misi “mengembangkan perekonomian nasyarakat dengan titik berat pada jasa yang

mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang ada”, bertujuan 1) Mengembangkan industri rumah tangga, kecil, dan menengah yang tangguh dan

mandiri; 2) Meningkatkan perdagangan dan distribusi barang/jasa; 3) Meningkatkan

peran koperasi dan UKM; 4) Meningkatkan peran ekonomi masyarakat miskin; 5) Men

Gambar

gambar 2.
Gambar 3.  Kawasan Agropolitan (Departemen Pertanian, 2002)
Gambar 4. Otonomi daerah dalam wadah NKRI (Indonesia-       Incorporated) di Era Global (IFAD, 2002)
Gambar 5 :  Alur Pikir Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Modernisasi dalam pendidikan menyebabkan perubahan pola pikir, juga diikuti oleh perkembangan mode, perkembangan desain tekstil, teknologi pembuatan busana, dan kemudian

sampai akhir beserta pengelolaannya (kegiatan ini berisi aturan main dalam pelaksanaan tugas proyek), (d) peserta didik di bawah pendampingan guru melakukan

Untuk lebih mudah memahaminya pengertian kompetensi secara umum adalah kemampuan yang harus dimiliki seorang karyawan agar dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sesuai

Kecamatan tersebut berpotensi besar untuk terkena penyebaran penyakit Kusta, sehingga pada Tahun 2017 Kecamatan tersebut berada di Kuadran HL, yaitu daerah yang

Hal ini sejalan dengan penelitian Diky (2011) yang telah melakukan penelitian dalam 1 tahun, dimana dari hasil penelitian menunjukkan belum adanya pengaruh dari sistem olah tanah

Berdasarkan pada Tabel 4 bahwa hasil pengukuran rata-rata lampu fluorescent terhadap meja jahit (bidang kerja) pada waktu pagi mulai dari meja jahit satu, meja jahit

ASEAN merupakan sebuah organisasi internasional menjadi tempat bernaung negara-negara yang terletak di wilayah Asia Tenggara. Deklarasi Bangkok merupakan landasan kesepakatan

Penelitian yang dilakukan oleh Sholihah (2008) yang berjudul ”Penerapan Strategi Active Learning Type Firing Line Untuk Meningkatkan Motivasi Dan Hasil Belajar