• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBIJAKAN RUSIA TERHADAP IRAN DALAM KERJASAMA PROGRAM REAKTOR NUKLIR TAHUN 1995-2005

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KEBIJAKAN RUSIA TERHADAP IRAN DALAM KERJASAMA PROGRAM REAKTOR NUKLIR TAHUN 1995-2005"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

KEBIJAKAN RUSIA TERHADAP IRAN

DALAM KERJASAMA PROGRAM REAKTOR NUKLIR TAHUN 1995-2005

Disusun oleh : Syarifuddin Harfansyah

20110510245

JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(2)

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik sarjana baik di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta atau di Perguruan Tinggi lain.

Dalam skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama dan di cantumkan dalam daftar pustaka.

Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik sesuai dengan aturan yang berlaku di Universitas Muhammadiya Yogyakarta.

Yogyakarta, 12 Januari 2016

Yang Membuat Pernyataan

(3)

ii MOTTO

Di dalam hidup ini tidak ada barang yang buruk, yang ada hanyalah barang

yang berada tidak pada tempatnya. Baik seperti apapun jika ditempatkan pada

tempat yang tidak tepat, maka dia akan menjadi keburukan. Buruk seperti apapun

jika ditempatkan di tempat yang semestinya, dia akan menjadi kebaikan

Musuh kita bukanlah siapa-siapa; dia berada dalam diri kita sendiri. Dia

adalah kesempitan dan kedangkalan. Kalau kita berfikir secara sempit dan

(4)

iii

HALAMAN PERSEMBAHAN

Bismillahirrahmanirrahim

Terimakasih kuucap tanpa henti atas kehadiran Allah S.W.T yang telah menciptakan akal kepada makhluknya yang bernama, sehingga takkan ada ciptaanya

yang melebihi manusia.

Atas kehendakNYA sebuah karya tulis ini saya persembahkan kepada orang tua saya terutama kepada ibu yang mana telah bersabar menghadapi, menyikapi, mengasuh saya dari kecil sampai dewasa sekarang dan sampai menulis karya tulis ini.

Untuk kedua adiku binti khoirunnisa dan afaf faridah saya meminta maaf atas keterlambatan kelulusan saya dan untuk adiku nisa mungkin kamu lebih pandai dan

mungkin bisa lulus sebelum saya diwisuda.

Tidak lupa saya haturkan banyak terimakasih kepada Emha Ainun Najib yang telah membukakan jalan fikiran secara tidak langsung kepada saya , dan saya beruntung sekali dapat mengikuti ma’iyah dan sangat amat banyak ilmu diluar mata

kuliah yang saya peroleh.

Untuk Ibu dosen pembimbing saya Ibu Siti Muslikhati, S.IP, M.Si yang telah bersedia dengan sabarnya membimbing saya dalam menyelesaikan skripsi saya, dengan sifat mengayomi yang ibu ajarkan semoga ibu mendapatkan kemudahan disetiap permasalahan. ALLAH tau balasan apa yang akan di limpahkan bagi orang

yang bersabar dalam menghadapi hambanya yang penuh dengan kejahilan seperti saya ini.

Tidak lupa juga saya haturkan kepada pak Djumari selaku staff dalam ruang jurusan beserta staff-staff lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu namanya

(5)

iv

KATA PENGANTAR

Tak henti-hentinya saya ucapkan syukur atas kehendak ALLAH S.W.T yang tidak akan bisa saya menghitung nikmat dan karuniaNYA, sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: KEBIJAKAN RUSIA TERHADAP IRAN DALAM KERJASAMA PROGRAM REAKTOR NUKLIR TAHUN 1995-2005. Dalam skripsi ini saya tuliskan dari awal terjadinya kebijakan Rusia atas kerjasamanya dengan Iran dalam program reactor nuklirnya.

Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memperluas pengetahuan serta melengkapi dan memenuhi syarat kelulusan studi penulis di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Penulis menyadari betul bahwa selesainya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari dorongan dan bimbingan dari banyak pihak. Akhirnya penulis berharap, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca maupun mahasiswa yang melakukan penelitian sejenis dan semua pihak yang mendorong terselesaikanya skripsi ini. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Ali Muhammad, M.A., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

(6)

v

3. Siti Muslikhati, S.IP., M.Si. selaku sektretaris Program Studi Hubungan Internasional dan pembimbing skripsi saya yang senantiasa memberikan waktu untuk berdiskusi dan memberikan saran hingga terselesaikan skripsi ini.

4. Dosen-dosen Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah memberi materi perkuliahan, ilmu, dan bimbingan akhlak semasa kuliah hingga selesai skripsi ini.

Penulis menyadari, bahwa penulisan skripsi ini dalam penyusunannya masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang positif agar skripsi ini menjadi lebih baik dan bermanfaat di masa yang akan datang, aamiin.

Yogyakarta, 12 Januari 2016

(7)

vi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... Error! Bookmark not defined.

HALAMAN PENGESAHAN ... Error! Bookmark not defined.

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ... i

MOTTO ... ii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... 9

ABSTRAK ... Error! Bookmark not defined.

ABSTRACT ... Error! Bookmark not defined.

BAB I PENDAHULUAN ... Error! Bookmark not defined.

A. Alasan Pemilihan Judul ...Error! Bookmark not defined.

B. Latar Belakang Masalah ...Error! Bookmark not defined.

C. Rumusan Masalah ...Error! Bookmark not defined.

D. Kerangka Berpikir ...Error! Bookmark not defined.

1. Teori politik internasional ... Error! Bookmark not defined. 2. Balance of Power ... Error! Bookmark not defined.

3. Konsep Kepentingan Nasional ... Error! Bookmark not defined.

E. Hipotesis ...Error! Bookmark not defined.

F. Tujuan Penelitian ...Error! Bookmark not defined.

G. Metode Penelitian ...Error! Bookmark not defined.

H. Jangkauan Penelitian ...Error! Bookmark not defined.

I. Sistematika Penulisan ...Error! Bookmark not defined.

(8)

vii

A. Politik Luar Negeri Rusia Sebelum Tahun 1990 ...Error! Bookmark not defined.

B. Kebijakan Luar Negeri Rusia Pada Masa Boris Yeltsin (1991-1999)... Error! Bookmark not defined.

C. Politik Luar Negeri Rusia Pada Masa Vladimir Putin (2000-2008)Error! Bookmark not defined.

BAB III DINAMIKA KERJASAMA NUKLIR RUSIA DENGAN IRANError! Bookmark not defined.

A. Non Proliferation Treaty (NPT) dan Program Nuklir IranError! Bookmark not defined.

B. Bentuk-bentuk Kerjasama Nuklir Rusia-Iran 1995-2005Error! Bookmark not defined.

BAB IV ANALISIS KEBIJAKAN RUSIA TERHADAP IRAN DALAM KEJASAMA PROGRAM REAKTOR NUKLIR IRAN TAHUN 1995-2005 Error! Bookmark not defined.

A. Kepentingan Economic well-being dalam Kebijakan RusiaError! Bookmark not defined.

B. Kepentingan Nasional Military Security dalam Kebijakan RusiaError! Bookmark not defined.

BAB V KESIMPULAN ... Error! Bookmark not defined.

(9)

viii

DAFTAR TABEL

(10)

9

DAFTAR GAMBAR

(11)
(12)

ABSTRAK

KEBIJAKAN RUSIA TERHADAP IRAN

DALAM KERJASAMA PROGRAM REAKTOR NUKLIR TAHUN 1995-2005

Hubungan Rusia dengan Iran sudah terjalin sejak lama. Pada tahun 1990 Uni Soviet memulai dialog dengan Iran mengenai kemungkinan penyelesaian proses pembangunan reaktor Bushehr dan dilanjutkan kembali pada Januari 1995, dimana Federasi Russia secara resmi menyatakan akan membantu Iran menyelesaikan proses pembangunan reaktor Bushehr. Amerika Serikat mulai memperlihatkan penolakan keras terhadap keberadaan reaktor Bushehr yang dikhawatirkan akan digunakan oleh Iran sebagai fasilitas pengembangan senjata pemusnah massal. Penelitian ini bertujuan untuk Rusia membuat kebijakan kerjasama nuklir terhadap Iran. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif dengan memanfaatkan data sekunder. Sedangkan tehnik pengumpulan data melalui penelitian pustaka (library research). Teori dan konsep yang digunakan adalah teori politik internasional, balance of power dan konsep kepentingan nasional. Kepentingan nasional Rusia dalam kerjasama atas Iran dilihat dari kepentingan ekonomi dan keamanan militer yaitu bertujuan untuk memulihkan negaranya dari krisis ekonomi. dalam hal ini Iran agar terus menjalin kerjasama dalam sector perdagangan dan jual beli. Kedua Negara tersebut saling menggunakan posisi satu sama lain terkait dengan isu nuklir Iran tersebut.

(13)

ABSTRACT

RUSSIAN POLICY TOWARD IRAN

PARTNERSHIP PROGRAM NUCLEAR REACTOR IN THE YEAR 1995-2005

Russia's relations with Iran has existed for a long time. In 1990 the Soviet Union began a dialogue with Iran on the possible completion of the process of building the Bushehr reactor and resumed in January 1995, where the Russian Federation officially declared will help Iran complete the Bushehr reactor building process. United States began to show strong opposition to the existence of the Bushehr reactor is feared to be used by Iran as the proliferation of weapons of mass destruction facilities. This research aims to make Russia's nuclear cooperation policy towards Iran. The method used was descriptive method by using secondary data. While the techniques of data collection through library research. Theories and concepts used are international political theory, balance of power and the concept of national interest. Russia's national interests in the cooperation on Iran seen from economic interests and military security that is aimed at restoring the country from economic crisis. in this case Iran to continue cooperation in the sectors of trade and exchange. Both countries are mutually use each other's position related to the Iranian nuclear issue.

(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Alasan Pemilihan Judul

Pada dasarnya kebijakan Rusia terhadap Iran dalam kerjasama program reactor nuklir menjadi suatu hal yang sangat menantang untuk dijadikan pengkajian dan analisa lebih lanjut. Dalam hal ini penulis mengangkat permasalahan terkait kebijakan Rusia dalam kerjasama program nuklir Iran yaitu dengan judul “Kebijakan Rusia Terhadap Iran Dalam Kerjasama Program Reaktor Nuklir Tahun 1995-2005”. Topik permasalahan ini dapat dikatakan fluktuatif, terkadang memburuk dan terkadang dingin.

Alasan penulis mengangkat judul ini adalah adanya hubungan yang bermula sudah sejak lama antara Rusia dengan Iran.Hubungan yang dibentuk kedua Negara menghasilkan beberapa kerjasama yang saling menguntungkan. Selain itu kerjasama ini juga mempengaruhi hubungan dengan Negara-negara lain dalam bidang keamanan dan militer, seperti Rusia, Iran, Amerika Serikat dan Israel. Misalnya hubungan antara Negara Rusia dengan Iran, hubungan antara Rusia dengan Amerika ataupun hubungan anatara Amerika dan Israel dengan Iran.

Umumnya kebijakan Rusia terhadap Iran dalam kerjasama program reactor nuklir menjadi sebuah polemik yang dikhawatirkan oleh Amerika Serikat dan Israel. Hal ini membuat penulis tertarik untuk menelaah lebih lanjut bagaimana kebijakan Rusia dalam kerjasama program reactor nuklir Iran.

B. Latar Belakang Masalah

(15)

adalah negara yang berideologi komunis telah memberikan pengaruh terhadap perkembangan federasi Rusia. Namun, dengan berjalannya waktu federasi Rusia berusaha mengubah sistem pemerintahan yang otoriter menuju kearah yang lebih demokratis.

Identitas Rusia pada mulanya dipimpin oleh Knyas kemudian beralih menjadi Tsar. Pada masa inilah struktur pemerintahan Rusia mulai terbentuk. Pemerintahan Imperium Rusia Raya (Tsar) bersifat otokrasi, ototiter dan terpusat. Setelah masa Imperium Tsar runtuh kemudian digantikan dengan terbentuknya Uni Soviet (USSR) sebagai sebuah negara yang terbentuk dari ide dibangunnya masyarakat sosialis. Uni Soviet menempatkan ide komunisme dan Partai Komunis pada posisi yang sangat sentral. Akibatnya, sistem politik yang monopartai dianggap sebagai suatu keharusan. Hal ini membawa konsekuensi pada tumpang tindihnya urusan pemerintahan dan urusan partai.

Kemudian munculah berbagai masalah dari pemerintahan-pemerintahan sebelumnya baik masalah politik maupun ekonomi, serta mengalami beberapa peristiwa yang kemudian membawa kondisi Rusia semakin memprihatinkan. Kemerosotan ekonomi akibat korupsi dan bobroknya birokrasi serta budaya politik yang makin monolitik semakin memperkuat apatisme masyarakat. Melihat kondisi itu, Mikhail Gorbachev, tokoh paling muda yang pernah memimpin partai komunis dalam sejarah Uni Soviet, membuat gagasan pembaruan yakni ada tiga konsep pembaruan: Glasnost, Perestroika, dan Demokratizatziya sebagai usaha pembaharuan terhadap sistem ekonomi, sosial, dan politik Uni Soviet. 1Usaha Gorbachev untuk memperbaiki di segala bidang demi tercapainya masyarakat Uni Soviet yang lebih baik, ternyata mendapat berbagai protes di Uni Soviet dan pada akhirnya perubahan itu memunculkan elit-elit pemerintahan yang disebut kelompok reformis yang ingin menciptakan demokratisasi. Bangsa itu hanya mengetahui

(16)

bahwa melalui demokrasi yang memberikan kebebasan berpendapat kepada masyarakat, maka peningkatan kesejahteraan kehidupan akan lebih mudah tercapai tetapi mereka tidak mengetahui bagaimana cara menggerakan ekonomi dalam suasana demokratis. Ketidakmampuan Gorbachev dengan tiga konsep pembaruannya itu untuk mewujudkan kondisi Uni Soviet yang lebih baik, akhirnya pada tanggal 24 Desember 1991 Mikhail Gorbachev secara resmi mengundurkan diri sebagai Presiden Uni Soviet, gagal dengan gagasannya, dan secara otomatis mengakhiri eksistensi Uni Soviet.

Uni Soviet runtuh, menyisakan kepingan-kepingan negara-negara berdaulat. RSFSR (Republik Sosialis Federasi Soviet Rusia) yang kemudian menjadi Federasi Rusia adalah kepingan terbesar bekas negara adikuasa tersebut, yang sekaligus memiliki hak sebagai pewaris kebesaran Uni Soviet. Namun demikian pecahnya Uni Soviet meninggalkan beberapa persoalan krusial yang harus segera diatasi demi keberlangsungan perikehidupan masyarakat dan peradaban bangsa Rusia. Presiden pertama yang memimpin Federasi Rusia adalah Boris Nikolayevich Yeltsin. Pada masa Boris Yeltsin, demokratisasi yang merupakan pilar perestroika dilanjutkan pada masa pasca-komunis ini. Yeltsin melanjutkan cita-cita dan harapan Gorbachev dengan upaya menciptakan Rusia yang lebih demokratis. Yeltsin mengakhiri masa jabatannya sebelum masa tugasnya yang kedua berakhir. Pada saat ia mengumumkan pengunduran dirinya pada tanggal 31 Desember 1999, ia menunjukkan Vladimir Putin yang saat itu sebagai PM untuk menjadi acting Presiden sekaligus mengumumkan sebagai ‘putra mahkota’ yang akan memimpin

(17)

memaksa sudah tidak berlaku lagi. Hak untuk mengadopsi system politik multi partai dijunjung tinggi. Jadi, system politik Rusia adalah system politik multi partai sejak dipilihnya model demokrasi perancis.2

Pasca hancurnya Uni Soviet, Rusia, Belarus dan Ukraina mempelopori dibentuknya CIS (Commonwealth of Independent State/Persemakmuran Negara Independen) ditandai dengan penandatanganan Alma-Ata Protocololeh 8 negara bekas Uni Soviet lain yaitu Armenia, Azerbaijan, Kazakhstan, Kyrgystan, Moldova, Turkmenistan, Tajikistan dan Uzbekistan. Tiga negara Baltik, Estonia, Latvia dan Lithuania memilih untuk tidak bergabung. Sementara Georgia, sempat masuk ke CIS pada tahun 1993 namun tidak lagi menjadi bagian CIS saat keluar di tahun 2008.CIS pada awalnya ditujukan untuk lebih menjadi organisasi simbolis.

CIS menjadi organisasi yang memiliki kekuatan koordinasi di bidang dibidang perdagangan, keuangan, hukum, dan keamanan. Selain juga sebagai kerjasama dalam pencegahan kriminalitas lintas batas negara. Dengan catatan, CIS merupakan bentukan serikat baru dengan hubungan yang lebih longgar yang menjamin kedaulatan masing-masing negara. Negara-negara CIS tersebut bersama-sama telah merencanakan untuk mempunyai suatu pasar bebas. Banyak negara CIS yang juga mentransformasikan sistem ekonominya dengan kapitalis. Perdagangan antara negara-negara CIS ini merupakan langkah membenahi perekonomian yang hancur pasca disintegrasi Uni Soviet.

Setelah CIS, banyak muncul organisasi regional di negara-negara Uni Soviet terutama intergrasi perdagangan bebas, misalnya antara negara-negaraBaltik (Estonia, Latvia dan Lithuania), EurAseC (Eurasian Economic Community), OCAC (Organization of Central Asian Cooperation), CSTO (Collective Security Treaty Organization), CU, CES dan beberapa

(18)

kerjasama regional lain.Tiga serangkai Rusia, Belarus dan Kazakhstan juga pernah menjadi inisiator pembentukan CIS Economic Union pada 1994 dan Interstate Economic Committee pada 1997. Serikat ini merencanakan sebuah badan supra nasional.Namun tujuan utama berupa ruang pabean tidak tercapai. CIS juga pernah mengadakan perjanjian perdagangan bebas pada 1994 yang diamandemen pada1999. Rusia menjadi satu-satunya Negara yang tidak meratifikasi perjanjiantersebut sehingga pasar bebas pun sulit untuk diimplementasikan3. Putin memandang CIS sebagai mitra tradisional Rusia dan ia terus mencoba membangun hubungan bilateral dan regional dengan negara-negara CIS dalam berbagai kerjasama strategis. Kerjasama strategis ini banyak diciptakan dalam bidang perdagangan, terutama gas dan minyak bumi. Putin merevisi konsep kebijakan luar negeri Yeltsin yang pernah disahkan pada tahun 1993. Konsep kebijakan luar negeri yang baru menyatakan bahwa CIS merupakan prioritas utama kebijakan luar negeri Rusia.4

Hubungan Rusia dengan Iran sudah terjalin sejak lama. Iran merupakan salah satu negara tertua di dunia. Dan seiring dengan berjalannya sejarah panjang ini, Iran telah mengalami berbagai invasi dan dijajah oleh negara asing. Pada tahun 1826 Rusia menginvasi Iran. Penguasa Tsar Rusia ingin memperlebar daerah kekuasaannya dan memperoleh jalur penghubung ke Teluk Persia. Bangsa Rusia memberikan kekalahan yang hebat atas Iran pada tahun 1827, yang kemudian sesudah itu dua negara tersebut menandatangani traktat Turkomanchai. Perjanjian ini memberi penguasa Tsar Rusia wilayah bagian utara sungai Aras, yang sampai sekarang masih menjadi perbatasan antara dua negeri itu. Di tahun 1856 Iran mencoba untuk mendapatkan kembali bekas teritorinya di barat laut Afghanistan, tetapi imperialis Inggris menyatakan perang terhadap Iran. Dan pada tahun 1857 Iran dipaksa untuk menandatangani traktat yang

3Hoffmann, Katharina, Eurasian Union, a New Name for an Old Integration Idea, Russian Analytical Digest” No. 112

(19)

menyerahkan semua klaim terhadap Afghanistan. Pengaruh imperialisme lnggris dan kekaisaran Rusia di Iran semakin meningkat sepanjang akhir pertengahan abad ke-19, dan pada permulaan tahun 1900, sebuah Korporasi Inggris, Perusahaan Minyak Anglo-Persian, mulai mengambil alih kendali atas ladang minyak di Iran barat daya.

Selama masa Perang Dunia 1, Iran menjadi ajang pertempuran meskipun negara tersebut bersikap netral. Ketsaran Rusia tertarik untuk mempertahankan cadangan minyak di Baku dan Laut Kaspia. Bangsa Rusia terlibat dalam pertempuran sengit dengan bangsa Turki di Iran barat laut. Imperialis Inggris, di pihaknya, mempertahankan kepentingan mereka di ladang minyak Khuzistan.

Pada saat Perang Dunia II dimulai tahun 1939, Iran sekali lagi menyatakan kenetralannya. Di akhir tahun 1930 lebih dari separuh perdagangan luar negeri Iran adalah dengan Jerman yang menyediakan mayoritas permesinan untuk program industrialisasi Iran. Dia dengan demikian menolak untuk bekerja sama, dan maka pada tahun 1941 imperialis Inggris dan Rusia-Stalin menginvasi Iran. Mereka memaksa Shah Reza untuk mengundurkan diri, menempatkan putranya Muhammad Reza Pahlevi sebagai penggantinya. Sekali lagi pada tahun 1960-1961 krisis politik dan ekonomi kembali mengemuka, ketika pemilihan majelis dimanipulasi besar-besaran. Kekacauan politik dan ekonomi menimbulkan sebuah pemogokan umum yang secara brutal ditindas dengan pertolongan agen polisi rahasia yang kejam, Savak. Shah memperkenalkan apa yang disebut dengan program "Revolusi Putih," program reformasi agraria yang dikombinasikan dengan langkah-langkah pendidikan dan kesehatan. Dari tahun 1963-1973 secara politik dan ekonomi Iran relatif stabil.

(20)

Perang Dingin usai, Uni Soviet memulai dialog dengan Iran mengenai kemungkinan penyelesaian proses pembangunan reaktor Bushehr yang belum selesai sekaligus memasok kebutuhan peralatan lainnya terkait reaktor tersebut. Proses dialog tersebut dilanjutkan kembali setelah Perang Dingin selesai pada Januari 1995, dimana Federasi Russia secara resmi menyatakan akan membantu Iran menyelesaikan proses pembangunan reaktor Bushehr, dan menandatangani kesepakatan kerjasama dengan Iran mengenai kemungkinan pembangunan tiga reaktor serupa di lokasi yang sama. Semenjak ditandatanganinya kesepakatan kerjasama tersebut, Amerika Serikat secara berkelanjutan mulai memperlihatkan penolakan keras terhadap keberadaan reaktor Bushehr yang dikhawatirkan akan digunakan oleh Iran sebagai fasilitas pengembangan senjata pemusnah massal.5

Terlepas dari masalah-masalah teknis yang menghambat kerjasama tersebut, upaya Amerika Serikat untuk membatalkan semua perjanjian Iran terkait program nuklirnya melalui lobi intensif dan penekanan-penekanan membawa hasil pada pembatalan sejumlah perjanjian seperti, pembatalan perjanjian kerjasama dengan Argentina (pengayaan uranium dan fasilitas produksi air berat), kerjasama dengan China (reaktor produksi plutonium, dua reaktor energi dan fasilitas konversi uranium), dan termasuk kerjasama dengan Russia (reaktor air berat). Amerika Serikat khawatir bahwa rezim yang berkuasa melalui Revolusi Islam akan membawa instabilitas di wilayah Timur Tengah dan mengancam kepentingan-kepentingan Amerika Serikat di kawasan tersebut, utamanya adalah yang berkaitan dengan sumber daya alam energi gas dan minyak, serta keberadaan Israel. Amerika Serikat juga beranggapan bahwa meskipun upaya-upaya lobi internasional berhasil membatalkan sejumlah kerjasama antara Iran dengan negara-negara pensuplai kebutuhan program nuklirnya, Iran masih memiliki kemungkinan untuk menjalankan sebuah program nuklir klandestin bertujuan militer. Pertimbangan ini kemudian mendorong

(21)

Amerika Serikat menjatuhkan sanksi yang lebih luas kepada Iran dan melakukan pembatasan-pembatasan pada Russia dan negara.

Program nuklir Iran menjadi masalah yang diperdebatkan dalam politik internasional kontemporer oleh Amerika Seikat, Rusia, China, dan Eropa. Pengembangan nuklir di Iran mendapat protes keras dari negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat. Amerika Serikat menuduh Iran memiliki rencana membangun senjata nuklir sehingga Amerika Serikat menjatuhkan sanksi diplomatik maupun ekonomi terhadap Iran. Bertolak belakang dengan apa yang dilakukan Amerika Serikat, Rusia mengatakan bahwa pemberian sanksi tidak akan menyelesaikan masalah ataupun menghentikan ambisi Iran. Rusia justru mendukung dengan menyuplai Iran dengan teknologi senjata terbaru. Kebijakan luar negeri Rusia ini di luar kalkulasi geostrategi Rusia dan petimbangan efisiensi ekonomi karena mereka tidak mempertimbangkan perubahan konsep geopolitik yang dimiliki Rusia.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan rangkaian latar belakang permasalah di atas mendorong penulis untuk merumuskan permasalahan sebagai berikut : “Mengapa Rusia membuat kebijakan kerjasama nuklir terhadap Iran tahun 1995-2005?”

D. Kerangka Berpikir

(22)

1. Teori politik internasional

Politik internasional menurut Hans J. Morgenthau pada hakekatnya adalah merupakan “a

struggle for power”.6 Para realis memandang negara sebagai unitary dan rasional. Realis

mengganggap bahwa negara merupakan kesatuan dan dan selalu bertindak secara rasional serta prudence atu berhati-hati dalam bertindak. Aspek terpentingnya merupakan bagaimana suatu negara yang dianggap sebagai aktor paling penting bagi para realis, mempertahankan keberadaannya (survive). Karena, negara akan melakukan apa saja dan akan mempertahankan mati-matian demi mendapatkan rasa aman bagi negara itu sendiri. Disamping itu, negara juga tidak memikirkan keadaan negara lain dan hanya mementingkan negaranya sendiri, inilah kondisi yang dinamakan struggle of power.

Seperti yang dikatakan sebelumnya bahwa negara merupakan aktor terpenting dan kekuasaan tertinggi hanya dikuasai oleh negara, maka kondisi tersebut merupakan berlakunya suatu sistem anarki. Selain itu, keberadaan prinsip moral universal tidak dianggap sebagai variabel signifikan didalam sistem politik internasional. Walaupun negara dianggap sebagai state centric, namun ada kalanya ketika kondisi dalam negeri tidak dianggap penting dan tidak dianggap menguntungkan bagi sistem internasional.

Menurut Morgenthau ada enam prinsip realisme , (1) realisme politik menganggap bahwapolitik, seperti masyarakat umunya, dikendalikan oleh hukum-hukum objektif yang berakar pada hakikat manusia, (2) politik internasional merupakan wadah suatu negara dalam memenuhi interest-nya sebagai tujuan mendapatkan power, (3) bentuk dan sifat kekuasaan negara akan bermacam-macam ( kontekstual ) tetapi kepentingan nasional akan tetap sama, (4)

(23)

prinsip moral universal tidak menuntut sikap negara, (5) tidak ada prinsip moral universal, (6) secara intelektual politik itu otonom.

Tindakan yang diambil suatu negara didasarkan atas kepentingannya bukan berdasarkan prinsip moral. Konsep bahwa politik itu otonom karena menurut Morgenthau (2010,hlm : 5),

‘politik sebagai lingkungan tindakan dan pengertian yang berdiri sendiri atau terpisah dari

lingkungan lainnya seperti ilmu ekonomi (dipahami dalam arti kepentingan yang didefinisikan

sebagai kekayaan , etika, estetika, atau agama’).

Statism sama halnya dengan state centric, maka letak statism digambarkan berada diatas segitiga karena dianggap sebagai aktor utama. Kemudian survive seperti yang telah dijelaskan, negara akan membela mati-matian demi mendapatkan keamanan negaranya agar tetap bertahan. Oleh karena kemanan merupakan sebuah isu utama bagi suatu negara, maka hal tersebut

digunakan sebagai ‘alat’ dalam meningkatkan power negara ( power gaining ). Power itu sendiri

dibedakan menjadi dua, yaitu tangible power dan intangible power. Tangible power digambarkan sebagai kekuatan fisik seperti halnya negara dengan SDA yang berlimpah, lokasi negara yang strategis, kaya akan sumber minyak dan gas, dll. Selain itu yang dimaksud dengan intangible power adalah kekuatan diluar fisik atau kasat mata seperti kekuatan diplomasi negara, kualitas pemerintahan suatu negara yang kuat, dll. Namun, besarnya power yang dimiliki belum tentu dapat dikatakan bahwa negara tersebut merupakan negara yang kuat. Sebaliknya, bila terdapat semisal negara A mampu mempengaruhi negara B untuk memenuhi suatu kepentingan negara A maka negara A dapat dikatakan sebagai negara yang kuat.

(24)

merupakan refleksi dari sistem anarki. Akibat akan hal ini dibutuhkan adanya ‘balance of

power7

2. Balance of Power

Konsep balance of power atau keseimbangan kekuasaan dipakai untuk menunjukkan hubungan kekuasaan, khususnya pada sistem negara Eropa mulai dari Perang Napoleon hingga Perang Dunia Pertama. Konsep-konsep yang terdapat pada studi hubungan internasional masih sering mengalami perdebatan, hal tersebut karena gejala-gejala dan peristiwa-peristiwa dalam Hubungan Internasional selalu berubah sesuai perkembangan zaman. Namun, konsep Balance of power adalah kosep yang teramat sering didiskusikan. Sebagai akibatnya, banyak sekali pemahaman-pemahaman yang berbeda oleh para pemikir mengenai kosep dari Balance of power. Melalui konsep ini, negara berusaha mempertahankan statusnya sebagai suatu entitas yang independen.

Realis tradisional memandang balance of power sebagai suatu cara, konsep, atau teori yang berpusat pada power. Hans Morgenthau dalam International Politics mengasumsikan balance of power sebagai suatu realita, dimana power dibagi sama rata atau dikendalikan bersama secara adil oleh sekelompok negara. Sekelompok negara tersebut tentunya memiliki keinginan untuk menghancurkan dan atau mempertahankan status quo. Menurut realis tradisional, tujuan utama dan mendasar dari sebuah foreign policy adalah untuk mendapatkan power, tidak terkecuali Balance of power. Balance of power menjadi satu-satunya alternative untuk mencegah suatu

(25)

negara great power untuk memiliki power yang melimpah, yang dapat menimbulkan perasaan terancam oleh negara lain yang lebih lemah.8

Seperti hubungan Rusia dengan Iran dan Amerika. Keputusan penjualan Rudal kepada Iran dan hubungan erat Rusia dengan Iran dan Negara Timur Tengah akan membahayakan bagi Amerika. Rusia akan semakin memperluas pengaruhnya demi kepentingan peningkatan kesejahteraan bangsa Rusia tanpa memperdulikan kepentingan Amerika pasca sanksi barat yang dijatuhkan kepada Rusia yang menyebabkan perekonomian Rusia terbengkalai. Sebagai Negara yang pernah menjadi super power dunia Rusia tentunya akan menerapkan balance of power untuk mengimbangi Amerika. Memperluas hubungan dan pengaruhnya di Timur Tengah merupakan prinsip dasar kesejahteraan nasional Rusia.

Selain itu, dijelaskan pula bahwa balance of power dipandang sebagai sebuah “hasil” dalam level sistemik dan subsistemik dan juga sebagai suatu kondisi dalam keseimbangan kekuasaan— power equilibrium—antara “negara-negara kunci” (Paul, T.V. 2004; 2). Terdapat tiga konsep balancing strategy yakni: Hard Balancing, dalam mengimbangi lawan, negara yang menggunakan strategi ini akan membangun dan selalu memperbarui kekuatan militernya. Selain itu, negara juga membangun serta mempertahankan aliansi tandingannya untuk mengimbangi; Soft Balancing, berlangsung ketika negara-negara mengembangkan perjanjian diantara mereka untuk menyeimbangi negara potensial. Kemudian persaingan keamanan menjadi semakin kuat, dan mengakibatkan negara kuat tersebut merasa terancam; Asymmetric Balancing, merujuk pada

(26)

usaha negara bangsa dalam menyeimbangi negara kuat dengan aktor subnasional yang bertindak untuk mengancam, seperti kelompok teroris (Paul, T.V. 2004; 3).9

3. Konsep Kepentingan Nasional

Konsep Kepentingan Nasional menurut Jack C. Plano dan Roy Olton di definisikan sebagai berikut :10

the fundamental objective and ultimate determinant that guides the decisions makers of a state in making foreign policy. The national interest of a state is typical a highly generalize conception of these element that constitute to the state most vital needs.Theseinclude self preservation, independent, territorial intregity, military security,

and economic well being.”

Self preservation diartikan Jack C. Plano dan Roy Olton sebagai hak suatu Negara untuk mempertahankan eksistensi negaranya. Self preservations juga dapat diartikan sebagai upaya suatu Negara untuk mempertahankan jati diri dan identitas negaranya ditengah perkembangan global, dimana eksistensi menjadi penting dalam pergaulan internasional sebagai bentuk pengakuan Negara terhadap Negara lain. Secara tidak langsung, hal ini akan menjadi penting untuk mempertahankan kelangsungan hidup Negara dalam pergaulan internasional.

Independen diartikan sebagai kemerdekaan atau kebebasan suatu Negara untuk dapat menentukan nasibnya sendiri dengan tidak terikat atau terjajah oleh Negara lain. Sehingga hal ini akan dapat menentukan sikap dalam menentukan keputusan politiknya. Kemerdekaan tersebut juga dapat turut mempengaruhi kelangsungan hidup dan pengakuan suatu Negara dalam kancah internasional.

9 Paul, T.V., 2004. Introduction: The Enduring Axioms of Balance of Power Theory and Their Contemporary

Relevance. In: T.V. Paul, J.J.Wirtz & M. Fortmann (eds.), 2004. Balance of Power: Theory and Practice in the 21st Century. Stanford: Stanford University Press.

10Jack C. Plano, Roy Olton, The International Dictionary, terj. Wawan Juanda (Third Edition, Clio Press Ltd.

(27)

Territorial intregity dapat diartikan sebagai suatu intregitas wilayah. Keutuhan dan kesatuan wilayah merupakan suatu bentuk kedaulatan suatu Negara. Dimana kedaulatan tersebut sebagai bentuk eksistensi dan pengakuan tertinggi atas keberadaan suatu Negara dalam kancah politik internasional. Kesatuan wilayah atau keamanan wilayah juga turut berpengatuh terhadap stabilitas keamanan dan politik suatu Negara yang sangat berpengaruh dalam pengambilan kebijakan suatu Negara.

Military security atau keamanan militer, dimana hal tersebut menjadi penting bagi stabilitas dan eksistensi suatu Negara. Hal tersebut dikarenakan adanya kecenderungan bahwa Negara yang memiliki kuantitas dan kualitas persenjataan yang kuat maka Negara tersebut akan lebih memiliki Beginning position dan Power yang besar dimana dapat mempengaruhi posisinya dalam hubungan antar Negara.

Mengenai Economic well- being diartikan sebagai upaya mewujudkan kesejahteraan ekonomi dimana kesejahteraan ekonomi merupakan salah satu pilar penyokong kesetabilan suatu Negara.Yang mana Kesetabilan ekonomi merupakan suatu faktor terpenting yang mempengaruhi tingkat kemajuan dan pembangunan suatu bangsa.

(28)

Dari kepentingan nasional beranjak kepada perumusan formulasi kebijakan luar negeri. Perumusan ini harus memperhatikan situasi yang mencangkup factor eksternal, domestik, dan kondisi kontemporer historis yang dianggap pembuat kebijakan luar negeri relevan dengan setiap masalah politik tertentu.11Adapun formulasi kebijakan luar negeri harus meliputi kejadian-kejadianpenting, kebutuhan-kebutuhan politik domestik dan luar negeri, nilai-nilai sosial danimperatif ideologis, keadaan pendapat umum, adanya kapabilitas, tingkat ancaman,kesempatan yang dirasakan dalam suatu situasi, konsekuensi yang telah diduga, biaya untuk mempersiapkan tindakan, dan elemen-elemen waktu atau tuntutan situasi tertentu.12

Kepentingan nasional Negera Federasi Rusia atas penjualan rudal Almaz Antei S-300 terhadap Iran juga tak luput pada kepentingan suatu bangsa Rusia sendiri. Penjualan rudal atas Iran tentunya akan mendatangkan peningkatan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakatnya baik secara individu ataupun keseluruhan, baik jangka panjang ataupun jangka pendek.Kepentingan utama Rusia adalah untuk menumbuhkan ekonimi dalam negerinya.

Kepentingan nasional Rusia dalam mempertahankan jati diri sebagai Negara super power di kaca internasional adalah dengan menerapkan system pemerintahan demokrasi.Rusia yang telah merubah system pemerintahan dari otokrasi menuju demokrasi membuat Rusia harus memilih langkah yang tepat untuk semua rakyat dari berbagai kalangan di Rusia. Sehingga sebagai Negara dengan system demokrasi Rusia mempertahankan eksistensinya di dunia internasional karena Rusia juga Negara super power.

E. Hipotesis

Rusia menjual rudal terhadap Iran pasca kesepakatan nuklir karena ;

(29)

1. Dalam kepentingan nasional Economic Well-being adalah cara Rusia untuk memulihkan krisis ekonomi akibat sanksi ekonomi Barat, terutama AS¸ atas Rusia serta adanya hubungan dan kesepakatan antara Rusia- Iran yang melakukan tukar barang dan minyak mentah “barter” atas kebijakan pengiriman dan memasok peralatan dan material konstruksi ke Iran

untuk ditukarkan dengan minyak mentah di bawah kesepakatan.

2. Kepentingan nasional Military Security adalah cara Rusia untuk mempertahankan jati diri negaranya ditengah kaca internasional, terutama AS dan Iran bahwa Rusia memiliki kuantitas dan kualitas persenjataan yang kuat.

F. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang : 1. Kebijakan Rusia dalam kerjasama program reactor nuklir Iran.

2. Perkembangan hubungan Rusia dengan Iran dari awal kerjasama sampai sampai tahun 2005.

3. Syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata satu (S1) pada Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. G. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam menulis skripsi ini adalah metode deskriptif kualitatif yaitu suatu metode yang mengambarkan dengan mengunakan fakta – fakta yang memanfaatkan data sekunder yang di peroleh melalui buku – buku, jurnal – jurnal, surat kabar, website dan tulisan – tulisan yang berhubungan dengan permaslahan yang akan di bahas dalam skripsi ini.

(30)

untuk mendukung penelitian yang di peroleh dari buku-buku, majalah, koran, website dan bahan – bahan lain yang sesuai dengan topik yang akan di teliti dan dapat di uji kebenarannya.

H. Jangkauan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan melihat waktu dimulainya program nuklir Iran tahun 1995 yang disponsori oleh Rusia selama 10 tahun yaitu tahun 2005. Subyek pada penelitian ini adalah Negara Rusia, Iran, Amerika Serikat dan Israel dengan topik utamanya adalah kebijakan Rusia dalam kerjasama program nuklir Iran yang membuat Amerika Serikat dan Israel khawatir akan pertahanan Iran yang semakin kuat.

I. Sistematika Penulisan

BAB I berisi garis besar penelitian meliputi alasan pemilihan judul, latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kerangka berpikir, hipotesis, metode penelitian, jangkauan penelitian, serta sistematika penulisan bab-bab selanjutnya

BAB II menceritakan tentang dinamika politikluar negeri Rusia sejak zaman Tsar, Uni Soviet sampai Federasi Rusia

BAB III menceritakan berbagai sikap Rusia mendukung Iran dalan konteks nuklir tahun 1995-2005

BAB IV menganalisis kebijakan Rusia dalam kerjasama program nuklir Iran

(31)

BAB II

DINAMIKA POLITIK LUAR NEGERI RUSIA

Rusia adalah sebuah negara yang terbentuk setelah runtuhnya Uni Soviet.Rusia memiliki latar belakang sejarah negara komunis.Masyarakat Rusia berada di dalam satu ideologi sosialis komunis dengan sistem komando selama kurang lebih 70 tahun.Adanya revolusi secara besar-besaran menjadikan Rusia bangkit dan ingin melepaskan diri dari komunis. Menurut Richard Sakwa, dinamika kebijakan luar negeri Rusia dibagi ke dalam enam tahap: 1tahap kemunculan,

tahap pembentukan, tahap ‘romantis’, tahap reorientasi, tahap pragmatisme kompetitif, dan tahap

realisme baru.

A. Politik Luar Negeri Rusia Sebelum Tahun 1990

Dalam bukunya yang berjudul Russian Politics and Society, Richard Sakwa membagi dinamika kebijakan luar negeri Rusia ke dalam enam tahap: tahap kemunculan, tahap pembentukan, tahap ‘romantis’, tahap reorientasi, tahap pragmatisme kompetitif, dan tahap

realisme baru. Tahap yang pertama terjadi saat Rusia masih menjadi bagian dari Uni Soviet; parlemen Republik Soviet, yang akhirnya Rusia mendeklarasikan kedaulatan Rusia pada bulan Juni 1990.

Sampai tahun 1917 Rusia merupakan kerajaan atau kekaisaran dengan seorang Tsar sebagai kepala negara. Selama masih merupakan kekaisaran, terutama pada masa Dinasti Romanov, Rusia mengalami persinggungan politik dengan negara-negara Eropa, di antaranya konflik dengan pemerintahan Perancis pimpinan Napoleon Bonaparte, Krisis Balkan karena menginginkan pelabuhan yang bebas dari es di Eropa yang dinamakan Politik Air Hangat, Penyatuan Pan Slavia serta sering mengalami pertempuran dengan Turki Usmani (Ottoman) Turki dalam memperebutkan wilayah Kaukasus dan Austria-Hungaria dalam Perang Dunia I

1Richard Sakwa, Russian Politics and Society (4th

(32)

(1914-1918). Akibat politik ini pula terjadi pertempuran dengan Jepang dan intervensi terhadap Tiongkok.

Pasca runtuhnya Kekaisaran Rusia pada tahun 1917. Penerusnya, Pemerintahan Sementara Rusia, hanya bertahan beberapa bulan. Setelah kaum Bolshevik menang dalam Perang Sipil

Rusia pascarevolusi, Uni Soviet didirikan pada tanggal 30 Desember 1922 dengan

anggota Republik Sosialis Federasi Soviet Rusia, Republik Sosialis Federasi Soviet Transkaukasia, Republik Sosialis Soviet Ukraina, dan Republik Sosialis Soviet Byelorusia.

Perang Dunia II merupakan konflik militer global yang terjadi pada tahun 1939-1945 yang melibatkan sebagian besar negara di dunia yang dibagi menjadi dua aliansi militer yang berlawanan: Sekutu dan Poros. Jerman memulai Perang Dunia II dengan menginvasi Polandia kemudian Inggris dan Prancis meresponsnya dengan menyatakan perang terhadap Jerman. Pasukan Jerman menginvasi Eropa barat pada musim semi tahun 1940. Dengan dukungan dari Jerman, Uni Soviet menduduki negara-negara Baltik pada bulan Juni 1940. Italia, anggota Blok Poros (negara yang bersekutu dengan Jerman), ikut terjun dalam perang pada tanggal 10 Juni 1940. Dari tanggal 10 Juli hingga 31 Oktober 1940, Nazi terlibat dalam perang udara di langit Inggris dan akhirnya kalah.2

Setelah mengamankan wilayah Balkan, pasukan Jerman dan para sekutunya menginvasi Uni Soviet pada Juni 1941, dan ini berarti melanggar secara langsung Pakta Jerman-Soviet. Pada tanggal 6 Desember 1941, pasukan Soviet melancarkan serangan balasan hebat. Keesokan harinya, Jepang (salah satu kekuatan blok Poros) mengebom Pearl Harbor, Hawaii, sehingga menyebabkan Amerika Serikat terjun ke dalam kancah peperangan dan bersekutu dengan Inggris Raya dan Uni Soviet. Tahun 1942 Jerman dan blok Porosnya kembali menyerang Uni Soviet, dengan tujuan merebut Stalingrad di Sungai Volga, serta kota Baku dan ladang minyak

(33)

Kaukasia. Pada bulan November, pasukan Soviet melancarkan serangan balasan pada Februari 1943, Angkatan Darat Keenam Jerman menyerah kepada tentara Soviet.3

Pasukan Soviet memulai serangan pada tanggal 12 Januari 1945 dan membebaskan Polandia barat sehingga memaksa Hungaria (sekutu blok Poros) menyerah. Serangan terakhir Soviet pada tanggal 16 April 1945, memungkinkan pasukan Soviet mengepung ibu kota Jerman, Berlin. Jerman menyerah tanpa syarat kepada Soviet. Pada bulan Agustus, perang di Pasifik berakhir tahun 1945 setelah A.S. menjatuhkan bom atom di dua kota Jepang.4

Akibat perang dunia ke 2 (1939-1945) dalam bidang politik yaitu Amerika Serikat dan Uni Soviet menjadi negara pemenang dalam Perang Dunia II dan tumbuh menjadi negara adikuasa (superpower) yang kemudian menimbulkan Perang Dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Untuk saling mengimbangi kekuatan masing-masing, akhirnya terbentuklah NATO yang didirikan oleh AS serta Pakta Warsawa yang didirikan oleh Uni Soviet. Kedua pakta tersebut pun saling menunjukkan kehebatan kekuatan militernya.5Pada saat Perang Dingin antara Amerika Serikat (AS) melawan Uni Soviet (1947-1991) , kelompok entrepreneur atau yang biasa disebut sebagai oligarki muncul di Rusia dan memiliki peran yang pasif. Kelompok oligarki lebih suka berperan di balik panggung politik.

NATO (North Atlantic Treaty Organisation) atau Pakta Pertahanan Atlantik Utara dibentuk pada 4 April 1949 di Brussel, Belgia. NATO terbentuk pasca Perang Dunia II, AS yang pada waktu itu beraliansi dengan Eropa Barat membentuk NATO dengan tujuan untuk mengekspansi Uni Soviet. Pembentukan pakta NATO tersebut merupakan sebuah kesepakatan pertahanan Eropa karena ketakutan akan merajalelanya kekuatan Uni Soviet, tentu saja pembentukan NATO

3Ibid., hlm.7.

4Ibid., hlm. 3.

5Walter S. Jones, “Logika Hubungan Internasional : Kekuasaan Ekonomi – Politik

(34)

disponsori oleh Amerika Serikat. Pada dasarnya, NATO adalah sebuah aliansi militer regional yang mencari dukungan solidaritas diantara para anggotanya jika seandainya terjadi serangan militer ke negara anggotanya tersebut. Negaranya bersedia membantu anggota NATO yang lain apabila diserang.

Sedangkan Pakta Warsawa dibentuk pada tahun 1955 dimana Pakta ini merupakan sebuah aliansi untuk tujuan militer yang dibentuk sebagai upaya untuk mengimbangi kekuatan NATO dan menangkal peranannya di Eropa.Saat itu Pakta Warsawa memiliki anggota yaitu Uni Soviet, Bulgaria, Cekoslowakia, Jerman Timur, Hongaria, Polandia dan Rumania. Sejak berakhirnya Perang Dunia II kelangsungan NATO dan Pakta Warsawa dalam politik internasional membuat terjadinya sebuah perubahan. Seperti munculnya keseimbangan nuklir antara kedua super power NATO dan Pakta Warsawa serta meningkatnya perluasan nuklir di berbagai belahan dunia membuat hilangnya kepentingan di kedua super power tersebut.6

Blok barat yang dipimpin oleh AS dan blok Timur yang dipimpin oleh Uni Soviet terlibat dalam perang dingin setelah adanya niat Uni Soviet untuk memindahkan rudal nuklirnya ke Kuba yang mengancam terjadinya perang nuklir di dunia. Uni Soviet dan AS terpaksa menandatangani perjanjian untuk mencegah perang nuklir. Namun demikian, perang politik, propaganda, dan mata-mata di antara kedua blok terus berlangsung dan inilah yang disebut sebagai perang dingin.

Menyusul runtuhnya Uni Soviet, berakhirlah perang dingin tersebut.Pada tahun 1990 pemimpin Negara-negara NATO dan Pakta Warsawa, menandatangani perjanjian di Paris yang mengakhiri perang dingin antara kedua pihak. Pada akhir tahun 1980-an, pemimpin Soviet yang terakhir, Mikhail Gorbachev, mencoba merestrukturisasi negara yang dipimpinnya melalui

(35)

kebijakan glasnost dan perestroika, tetapi justru memicu perpecahan di Uni Soviet yang akhirnya secara resmi bubar pada tanggal 26 Desember 1991 setelah gagalnya percobaan kudeta pada bulan Agustus sebelumnya. Hak dan kewajiban negara ini kemudian dilanjutkan oleh Federasi Rusia.

B. Kebijakan Luar Negeri Rusia Pada Masa Boris Yeltsin (1991-1999)

Tahap kedua adalah periode antara Agustus dan Desember 1991, yaitu setelah percobaan kudeta terhadap Gorbachev dan sebelum pembubaran Uni Soviet. Sebagaimana yang telah dibahas pada bab sebelumnya peristiwa kudeta ini mempercepat keruntuhan Uni Soviet sehingga pada tahap ini (Ministerstvo inostrannykh del atau MID) Rusia mengonsolidasikan dirinya sebagai satu-satunya lembaga perumusan kebijakan luar negeri di Rusia setelah Yeltsin menghapus MID Uni Soviet pada bulan Desember. 7

Kebijakan luar negeri Rusia setelah tahun 1990 dimulai pertama kali saat dibawah kepemimpinan Boris Yeltsin sebagai presiden Federasi Rusia pada tahun 1991-1999. Era Yeltsin adalah masa dramatis dalam sejarah Rusia yaitu periode yang ditandakan dengan perubahan politik revolusioner, demokrasi - bersama dengan adanya masalah besar politik, ekonomi dan social. Federasi Rusia pada masa pemerintahan Yeltsin, kebijakan luar negeri Rusia memasuki tahap kedua.

Selama periode Januari 1992 hingga Februari 1993 kebijakan luar negeri Rusia memasuki

tahap ketiga yaitu tahap yang disebut ‘romantis’ karena upaya Rusia untuk mendekat ke negara

-negara Barat (terutama Amerika Serikat) lebih didorong oleh harapan dan keinginan yang idealis ketimbang rasionalitas atau realita. 8Yeltsin menginginkan hubungan yang lebih harmonis

dengan Barat antara lain untuk memperoleh bantuan pinjaman dari negara-negara Barat dan

7Ibid h. 368

(36)

menjamin lingkungan internasional yang lebih kondusif demi melancarkan reformasi politik dan ekonomi yang sedang dilakukan Rusia. Kozyrev adalah orang yang sangat tepat untuk merealisasikan hal tersebut karena pengalaman kerjanya dan keinginannya untuk mengembangkan kebijakan luar negeri yang berdasarkan nilai-nilai liberal seperti demokrasi dan HAM, sebuah keinginan yang disambut dengan baik oleh Barat.9

Dalam praktiknya kebijakan luar negeri pada tahap ini mengarah ke posisi yang sangat pro-Barat yang ditunjukkan dengan tindakan-tindakan seperti liberalisasi ekonomi dan keanggotaan dalam lembaga-lembaga internasional (Rusia bergabung dengan IMF dan Bank Dunia pada bulan April 1992). Namun demikian arah kebijakan ini mengundang kritik dari berbagai kalangan. Kozyrev dituding sebagai seorang zapadnik yang terlalu menuruti apapun yang dilakukan atau disuruh Barat sehingga mengorbankan kepentingan nasional dan keamanan Rusia serta mengabaikan hubungan Rusia dengan negara-negara di nearabroad. 10Sementara itu Yeltsin juga menerima kritik atas kinerja perekonomian Rusia yang memburuk akibat penerapan kebijakan ekonomi neo-liberal (yang didukung oleh Barat).11Bantuan yang diminta dari Barat ternyata tidak sesuai yang diharapkan sementara Rusia telah banyak memberikan konsesi ekonomi dan politik kepada Barat; akibatnya ‘romantisme’ kebijakan luar negeri pada tahap ini

dianggap telah mempermalukan bangsa dan menjatuhkan prestise Rusia di mata dunia.12

Kombinasi antara kritik internal dan perkembangan eksternal menyebabkan berakhirnya tahap ‘romantis’ dan dimulainya tahap reorientasi kebijakan luar negeri Rusia. Tahap ini ditandai

dengan konsolidasi kelompok oposisi yang menginginkan kebijakan luar negeri yang lebih

9Robert H. Donaldson &Joseph L. Nogee, The Foreign Policy of Russia: ChangingSystems, Enduring Interests, New

York: M. E. Sharpe, 1998, h.113. 10

Alexei K. Pushkov, “Letter from Eurasia: Russia and America: The

Honeymoon’sOver”,Foreign Policy No. 93 (Winter 1993-1994), h.78-79.

(37)

independen dan asertif. Peristiwa penting dalam tahap ini adalah diterbitkannya Konsep Kebijakan Luar Negeri pada bulan April 1993 yang menegaskan bahwa Rusia memiliki kepentingan yang tidak akan selalu selaras dengan Barat dan menggarisbawahi peran penting Rusia sebagai penjamin perdamaian dan stabilitas di kawasan near abroad.13

Konsep ini mengisyaratkan awal dari kebijakan luar negeri yang bernuansa Eurasianis dan didukung oleh sebagian besar anggota parlemen. Untuk menepis kritik yang semakin kencang ditujukan kepadanya, Kozyrev memodifikasi retorika dan kebijakannya sehingga lebih mendekati posisi para Eurasianis. Sayangnya usaha ini malah semakin merusak reputasi dan kredibilitasnya sebagai seorang liberal maupun sebagai pejabat negara baik di dalam negeri dan di luar negeri: di dalam negeri para pengkritiknya mengecam Kozyrev sebagai seorang oportunis politik sementara di luar negeri hubungan Rusia-AS mengalami masalah yang serius akibat perang yang terjadi di Bosnia (1992-1995) dan sikap Kozyrev yang ambivalen dalam menangani konflik tersebut. 14Sebagai akibatnya Kozyrev semakin menjadi bulan-bulanan para pengkritiknya dan Yeltsin mendapat tekanan keras untuk memecat menterinya tersebut. Kozyrev akhirnya mengundurkan diri pada bulan Januari 1996 setelah memutuskan untuk mempertahankan kursinya di parlemen; posisinya digantikan oleh YevgenyPrimakov yang sebelumnya menjabat kepala Badan Intelijen Asing (Foreign Intelligence Service).

Pengunduran diri Kozyrev menandai akhir dari tahap reorientasi dan awal dari tahap pragmatisme kompetitif yang berlangsung hingga akhir pemerintahan Yeltsin pada tahun 1999. Primakov memiliki pandangan yang kritis terhadap Barat sehingga dalam konferensi persnya yang pertama setelah menjabat menteri luar negeri ia menyatakan bahwa hubungan Rusia dengan Barat harus merupakan “sebuah kerja sama yang berimbang dan saling menguntungkan

13Sakwa, op. cit., h.370.

(38)

dengan memperhatikan kepentingan masing-masing”.15Primakov lalu menyebutkan empat tugas yang menjadi prioritas utama dalam kebijakan luar negerinya, yaitu; 1) menciptakan kondisi eksternal yang kondusif untuk memperkuat keutuhan teritorial negara; 2) mendukung upaya-upaya integrasi (ekonomi) diantara negara- negara CIS; 3) menciptakan stabilisasi situasi internasional melalui penyelesaian konflik-konflik regional terutama di kawasan near abroad; dan 4) membangun hubungan internasional yang positif untuk mencegah terciptanya konflik-konflikbaru dan proliferasi senjata pemusnah masal.16

Di bawah Primakov kebijakan luar negeri Rusia menuju posisi yang lebih asertif dan independen vis-à-vis Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya. Pragmatisme yang diusung Primakov ini berakar pada pemahaman realisme yang sangat tradisional dan pandangan anti-Barat yang dibingkai dalam kerangka ‘multipolaritas’. Pragmatisme ini mengacu pada pendekatanrealism klasik tentang kompetisi dan perimbangan kekuatan karena pada dasarnya Primakov berniat menggunakan multipolaritas untuk membangun Rusia sebagai kutub alternatif yang menjadi penyeimbang bagi Barat.17Pragmatisme ini bertahan hingga akhir pemerintahan Yeltsin pada bulan Desember 1999.

C. Politik Luar Negeri Rusia Pada Masa Vladimir Putin (2000-2008)

Vladimir Vladimirovich Putin lahir di Leningrad, yang sekarang diganti nama Saint Petersburg oleh Anatoly Sobchak52, pada 7 Oktober 1952. 18Menjabat sebagai presiden kedua Negara Federasi Rusia secara resmi setelah memenangi pemilihan umum pada 26 Maret 2000.

15Dikutip dalam Donaldson &Nogee, op. cit., h. 119 16Ibid., h.119-120

17Richard Sakwa, Putin: Russia’s Choice (2nd

ed.), London: Routledge, 2008, h. 270 &277

18 Mantan Wali Kota Leningrad, dan seorang profesor hukum di Universitas Leningrad. Menjadi mentor Putin dalam

(39)

Kemenangan Putin menuju kursi kepresidenan ini tidak datang begitu saja, melainkan melalui karier yang dibangunnya dari bawah.

Rusia sekarang sudah menjadi satu negara yang relatif berbeda, dimana sipil sudah mulai bersuara. Putin menambahkan, jika Rusia bisa menghargai elemen-elemen berharga dari masyarakat sipil yang sudah dicapai saat ini, maka keberadaan masyarakat sipil secara perlahan akan melahirkan kondisi, di mana badan keamanan yang menakutkan itu tidak akan pernah muncul kembali. Elemen-elemen yang dimaksud adalah demokrasi, penegakan aturan main, dan tingkah laku yang mementingkan kepentingan umum daripada pribadi ataupun kelompok tertentu. Ketika Putin diangkat menjadi presiden, bidang ekonomi telah berubah menjadi ajang praktek kriminal. Misalnya, ia melihat pengalihan kekayaan negara ke swasta dengan cara-cara yang licik dan tidak etis. Ia sangat berambisi untuk mengembalikan peran negara yang kuat. Ia ingin meluruskan kembali jalan bengkok yang sudah sempat terjadi akibat ulah oligarki. Karena itu, kelompok ini adalah sasaran tindakan pertama Putin, walau ia mengatakan tak akan mengembalikan Rusia ke jalur totaliter seperti pada masa sebelumnya.

(40)

Putin dikenal dengan sosok dan jiwa nasionalismenya yang kuat mengakar di dadanya. Sebab itu, pada Juli 2000, Putin mengusulkan pada parlemen agar hak-hak pemerintah daerah dilucuti dengan tujuan untuk penguatan wewenang pada pemerintah pusat. Ini dilanjutkan pada tahun 2004, ketika ia merubah sistem pemilu pemerintahan daerah. Sebelumnya, Yeltsin memberi wewenang lebih luas pada pemerintah daerah melalui pembuatan undang-undang yang memungkinkan rakyat dapat memilih langsung presidennya. Pada Desember 2000, dengan semangat nasionalismenya yang menyala-nyala, ia pun sempat merubah lagu kebangsaan Rusia ke era Soviet dengan sedikit modifikasi kalimat pada lagu itu. Demi mengangkat reputasinya di mata pejabat dan rakyat Rusia, Putin juga taktis dengan melindungi pendahulunya, Gorbachev dan Yeltsin. Pada 12 Februari 2001, Putin menandatangani hukum yang menjamin kekebalan hukum paramantan presiden dan keluarganya. Hal ini membuat Putin membungkam para presiden sebelumnya. Hampir tak ada kritikan buat Putin dari dua presiden di era sebelumnya. Di samping itu, Putin dijuluki sebagai orang misterius, sedikit bicara tetapi tegas. Namun, ia adalah orang yang juga berjalan dengan pola pikir tajam, cerdas, cermat dan penuh perhitungan.

Meski Putin berkarakter sebagai orang keras dan misterius, ia dipandang sebagai tokoh liberal dan reformis. Putin juga diidolakan oleh kalangan muda, warga Moskow dan kaum intelektual. Ia juga dikenal sebagai ketua organisasi yang bijaksana dan lihai dalam memberi doktrin yang menggerakkan massa. Secara perlahan-lahan, Putin makin memperlihatkan warna pribadinya. Pada Desember 2000, tulisannya di internet dipandang sebagai manifestasi keinginan dan misinya sebagai presiden. Putin meneruskan sistem perekonomian pasar yang dipilih pendahulunya, tapi dengan menyesuaikan pada kondisi ekonomi Rusia.

(41)

daripada elemen sipil. Hal ini sesuai dengan kesimpulan ahli sosial Belanda, Geertz Hofstede, yang pernah menganalisa dimensi budaya Rusia. Dari analisis itu, disimpulkan bahwa Rusia

memiliki indeks “power distance” (jarak kekuasaan) yang relatif tinggi. Negara Barat pada

umumnya memiliki indeks “power distance” yang rendah, di mana elemen demokrasi menjadi

sendi utama kenegaraan. Rakyat di negara dengan indeks “power distance” yang tinggi seperti di

Rusia, relatif bisa menerima otoritas yang kurang demokratis. Terbukti dengan sikap kooperatif rakyat Rusia terhadap segala kebijakan Putin.19

Pada masa pemerintahan Putin kebijakan luar negeri Rusia berpijak pada apa yang disebut

Sakwa sebagai ‘realisme baru’, yakni pandangan Putin mengenai peran dan posisi Rusia di dunia

yang lebih berlandaskan penilaian obyektif terhadap kapabilitas dan kapasitas negara ketimbang ambisi dan retorika. Putin memformulasikan kebijakan luar negeri yang menekankan kepentingan nasional Rusia namun tanpa mengurangi usaha Rusia untuk berintegrasi dengan komunitas dunia.20Sakwa mengidentifikasi tujuh karakteristik dari realisme baru, yaitu 1) kepentingan ekonomi sebagai dasar kebijakan luar negeri; 2) Eropa-sentrisme; 3)sekuritisasi ancaman-ancaman non-tradisional; 4) otonomi vs. kompetisi; 5) bilateralisme vs. multilateralisme; 6) kontrol terhadap klaim atas status Great Power; dan 7) ‘normalisasi’

hubungan antara Rusia dengan Barat dan dunia. Melalui realisme baru, Putin mencari jalan tengah antara romantisme yang merendahkan pada era Kozyrev dan pragmatisme yang melebih-lebihkan pada era Primakov.21

Pada periode pertama Putin (2000-2004) jalan tengah ini diwujudkan antara lain dalam sikap Rusia terhadap ‘perang melawan teror’ yang dilancarkan Amerika Serikat setelah peristiwa 11

19Simon Saragih, op.cit, hal. 108.

20Richard Sakwa, “‘New Cold War’ or twenty years’ crisis? Russia and

internationalpolitics”, International Affairs 84:2 (2008), h.242.

(42)

September 2001. Segera setelah peristiwa tersebut Putin langsung menelpon presiden AS George W. Bush untuk menyampaikan rasa simpati dan bela sungkawa. Putin lalu menyatakan dukungan dan kerja sama secara penuh dengan Amerika Serikat dalam perjuangan melawan terorisme internasional. Namun demikian di sisi lain Putin juga tidak ingin memposisikan Rusia sebagai bawahan Amerika melalui penentangan dan penolakannya terhadap koalisi yang dibentuk AS untuk menyerang Irak pada bulan Maret 2003.22

Pada tahap ini pendulum sepertinya telah berada pada titik equilibrium namun lagi-lagi perkembangan internal dan eksternal mengakibatkan pendulum kembali mengayun.Pada periode Putin yang kedua (2004-2008), pandangan realisme baru perlahan-lahan ditinggalkan dan Rusia kembali ke tahap pragmatisme kompetitif. Dari segi domestik, Rusia mengalami kebangkitan ekonomi dan stabilitas politik yang menciptakan perasaan kemandirian dan kepercayaan diri di tingkat internasional23. Dari segi eksternal, Rusia merasa bahwa jalan tengah yang dicanangkan Putin tidak mampu membuat Barat menganggap Rusia sebagai aktor yang sejajar di forum internasional maupun menghentikan kritik-kritik yang selalu dilancarkan Barat terhadap apa yang oleh Rusia dianggap sebagai urusan dalam negerinya.

Pergeseran ke pragmatisme kompetitif berlanjut hingga pemerintahan Dmitry Medvedev yang menjabat sebagai presiden Rusia tahun 2008-2012, antara lain ditunjukkan dalam Konsep Kebijakan Luar Negeri tahun 2008. Dokumen ini diharapkan akan memberikan gambaran tentang visi dan misi sang presiden baru, namun ternyata isinya masih merupakan kelanjutan dari pandangan dan pemikiran Vladimir Putin (yang kini menjabat perdana menteri). Kebijakan luar negeri Rusia saat ini berpedoman pada apa yang disebut sebagai sovereign democracy atau

‘demokrasi yang berdaulat’, yaitu sebuah konsep yang menekankan kedaulatan dan kemandirian

22Ibid. h. 280

23Dmitry Trenin, “Russia’s Strategic Choices”, Carnegie Endowment for InternationalPeace Policy Brief #50, Mei

(43)

Rusia dari Barat dan menyatakan bahwa Rusia memiliki demokrasi yang setara namun berbeda dengan demokrasi sebagaimana yang didefinisikan dan diterapkan di Barat. 24

24Dmitry Trenin, “Russia’s Coercive Diplomacy”,

(44)
(45)

BAB III

DINAMIKA KERJASAMA NUKLIR RUSIA DENGAN IRAN

Perjanjian yang disepakati oleh Rusia dan Iran pada tahun 1995 berisi bahwa Rusia menyanggupi untuk membantu Iran dalam membangun reaktor nuklir. Bantuan tersebut termasuk bantuan bahan baku, alat pendukung, dan juga akan melatih serta memberi pengetahuan kepada masyarakat Iran tentang nuklir. Hal ini tidak berjalan dengan lancer seiring dengan banyaknya kecaman dari luar tentang kebijakan yang dikeluarkan Rusia tersebut. AS, PBB, IAEA masih belum percaya sepenuhnya bahwa nuklir yang dikembangkan Iran bukan nuklir dalam skala senjata, barat pun berusaha untuk menghentikan bantuan yang diberikan Rusia dengan dalih mencegah timbulnya proliferasi nuklir. Namun hal tersebut tidak menghentikan Rusia. Disisi lain Rusia mengambil keuntungan dari posisinya tesebut yaitu posisi

dimana Rusia menjadi ―middle-man antara Iran dan negara- negara Barat. Hal ini berakibat

reaktor pertama yang semestinya selesai pada tahun 2005 malah mundur 6 tahun dan baru diresmikan pada tahun 2011. Terlihat bahwa walaupun banyaknya tekanan dari luar dan tidak dipungkiri bahwa Rusia sempat terombang-ambing dalam mengambil sikap pada akhirnya Rusia menyelesaikan janjinya kepada Iran.

A. Non Proliferation Treaty (NPT) dan Program Nuklir Iran

Secara global rezim pengendalian senjata nuklir terdiri dari beberapa perjanjian, yang dapat dijelaskan menjadi dua bagian. Bagian yang pertama terdiri dari perjanjian antara Amerika Serikat dan Uni Sovyet, yang mengatur mengenai pembatasan jumlah persenjataan nuklir kedua negara. Perjanjian tersebut meliputi perjanjian Anti Ballistic Missile (ABM) dan Strategic Arms Reduction Treaty (START).1 Sedangkan bagian yang kedua terdiri dari sejumlah perjanjian

(46)

yang bertujuan untuk membatasi pengembangan teknologi nuklir oleh seluruh negara, yaitu perjanjian Comprehensive Test Ban Treaty (CTBT) dan Non Proliferation Treaty (NPT). Kedua perjanjian terakhir dapat dikatakan merupakan perjanjian yang paling signifikan dikarenakan keseriusan dan peraturan-peraturan komprehensif yang tertuang ke dalam perjanjian tersebut.2

NPT terdiri dari sepuluh pasal yang kesemuanya terfokus pada upaya-upaya pembatasan penyebaran senjata nuklir dan juga mengeliminir kemungkinan-kemungkinan terjadinya bencana perang nuklir. Namun demikian, dalam pasal IV, perjanjian tersebut memperbolehkan sebuah negara untuk memiliki program nuklir yang memiliki tujuan damai, seperti energi nuklir untuk tujuan sipil. Sebagai tambahan bagi upaya untuk non proliferasi secara horizontal, perjanjian ini juga bertujuan untuk menyediakan landasan bagi upaya-upaya non proliferasi vertikal sesuai pasal VI, yang menyebutkan bahwa negara yang memiliki senjata nuklir, diharuskan untuk secara bertahap mengurangi jumlah senjata nuklir mereka. Segala sesuatu mengenai pengembangan, kepemilikan teknologi nuklir dan senjata nuklir telah ditetapkan dalam NPT. Konsep non proliferasi nuklir ini juga memberikan kesempatan bagi tiap negara yang ikut menandatangani perjanjian untuk mengembangakan program nuklir yang bertujuan damai untuk kebutuhan sipil. NPT memiliki tujuan untuk: 1) mencegah penyebaran senjata nuklir dan juga teknologi pengembangan senjata nuklir dari negara yang memiliki ke negara yang tidak memiliki; 2) mendorong pengembangan teknologi nuklir untuk maksud damai; dan 3) memajukan tujuan pelucutan secara menyeluruh. 3

Perjanjian tersebut diadopsi pada 12 Juni 1968 di New York, dan mulai efektif berlaku pada 5 Maret 1970. Keefektifan perjanjian ini dapat dilihat dari jumlah negara yang menyepakati

2Ibid. hlm. 33

3D. Fischer, “The Non-Proliferation Treaty: Review and Extension”, (1995), dalam J. Brown (Ed.)

(47)

perjanjian tersebut yaitu 187 negara, termasuk didalamnya adalah Iran. Perjanjian tersebut juga menetapkan suatu sistem pengamanan (safeguard system) di bawah tanggung jawab International Atomic Energy Agency (IAEA) organisasi internasional bentukan PBB yang memiliki peran sentral dalam pengawasan program nuklir damai dan transfer teknologi untuk maksud damai.4 Pembentukan IAEA oleh PBB sendiri dimaksudkan agar kesepakatan dalam NPT dapat berjalan, dimana IAEA memiliki fungsi sebagai instrumen yang bertugas memverifikasi keamanan proyek nuklir suatu negara. Selain memeriksa laporan negara yang memiliki program nuklir, IAEA juga melakukan ispeksinya sebagai peninjau dengan cara memasang kamera-kamera pemantau jarak jauh pada fasilitas-fasilitas nuklir suatu negara.5

Perjanjian non proliferasi nuklir yang diratifikasi pada tahun 1970 ini kemudian mengelompokkan negara-negara ke dalam dua kelompok besar, yaitu kelompok Negara-negara yang telah melakukan uji coba senjata nuklir sebelum tahun 1968 dan kelompok negara-negara yang belum pernah melakukannya sebelum tahun 1968. Kelompok pertama dikenal dengan negara-negara pemilik nuklir yang meliputi Cina, Perancis, Uni Sovyet, Inggris dan Amerika Serikat. Sementara negara-negara yang tergabung kedalam kelompok kedua disebut sebagai negara-negara non-nuklir (non-nuclear weapon states). Sesuai dengan pasal ke IV perjanjian NPT, Iran berhak mendayagunakan teknologi nuklir untuk kepentingan-kepentingan damai. Bahkan, negara-negara lain yang juga memiliki teknologi nuklir berkewajiban untuk membantu negara negara yang belum memiliki teknologi nuklir tersebut. Sebagai bentuk kepatuhan Iran terhadap NPT, Iran selalu melaksanakan kewajibannya kepada IAEA dan oleh karenanya Iran dianggap berhak memiliki dan mengembangkan teknologi nuklir sipil.6

Bushehr reactor merupakan rencana yang sudah lama dibuat pemerintah Iran untuk

4Ibid

(48)

membangun reactor nuklir yang nantinya digunakan sebagai sumber energi bagi penduduk Iran. Pembangunan ini dilakukan 17 KM jauh dari ibukota Tehran, berada di kota Bushehr antara desa Halileh dan Bandarge yang berada di sepanjang teluk Persia. Iran pun menyadari keterbatasan dirinya sehingga tidak bisa untuk menyelesaikan hal ini sendirian maka Iran pun mulai membuka beberapa kerjasama dengan negara lain yang memiliki teknologi untuk membantunya dalam mengerjakan pembangunan reaktor tersebut. Pada tahun 1975 Jerman menyetujui untuk membantu Iran untuk menyelesaikan pembangunan reaktor tersebut, namun dikarenakan munculnya perang antara Iran- Iraq maka pada tahun 1991 Jerman mengundurkan diri untuk membantu Iran.

(49)

Pengambangan nuklir yang dilakukan Iran sebagai salah satu sumber energi tentu mendapatkan tanggapan dan dukungan baik dari pemerintah maupun segenap warga Iran. Namun ketika muncul intensi nuklir ini akan dikembangkan menjadi senjata hal ini tertentu mengundang kontroversi dalam masyarakat Iran sendiri. Nuklir infrastruktur yang dimiliki Iran (fasilitas pengayaan bawah tanah di Natanz, konversi uranium di Esfahan, Bushehr power plan, heavy-power plutonium production di Arak) semuanya menggambarkan jika pemimpin Iran nantinya dapat mengembangkan hal ini menjadi senjata nuklir, namun pemerintah Iran menyanggah hal tersebut dan mengatakan bahwa segala aktivitas pengembangan yang dilakukan murni merupakan untuk kepentingan masyarakat Iran dan tidak ada intensi untuk mengembangkan hingga senjata nuklir. Dalam waktu yang sama memang masih belum bisa dipastikan apakah nantinya Iran akan mengembangkan senjata nuklir atau tidak, beberapa prediksi tentang kelanjut

Gambar

Table 3.1. Sejarah Hubungan Rusia-Iran (1979-1995)

Referensi

Dokumen terkait

Purnawati (2005) dalam penelitiannya pada pedagang kakilima di Kecamatan Wonopringgo sebagian besar pedagang kakilima di Kecamatan Wonopringgo mempunyai latar belakang

Dalam penelitian ini diperlukan metode untuk mengambil data mentah dari file musik menjadi suatu informasi atau pola input yang berarti, yakni dengan metode pemrosesan sinyal

Padahal tanpa disadari masyarakat telah melakukan berbagai aktivitas dengan meggunakan konsep dasar matematika seperti aktivitas mengukur (panjang, luas, volume, dan

Berdasarkan hasil penelitian pada siklus I tersebut dapat diinterpretasikan bahwa (1) adanya tim ahli penyimpul pikiran dan penyimpul pendapat dengan tugas

Dalam bab ini penulis akan mengemukakan teori-teori yang merupakan dasar penulisan laporan akhir yang terdiri dari pengertian dan tujuan laporan keuangan,

Dari hasil pengamatan yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi suhu yang digunakan dan semakin lama waktu pemanasan maka nilai *b yang didapat semakin

Tujuan penelitian adalah menganalisis perbedaan pengaruh antara pemberian ekstrak dan rebusan daun salam dalam pencegahan penurunan kadar kolesterol HDL pada

Pada bab ini dipaparkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai pandangan tokoh A tentang seks, dosa, dan pernikahan dalam novel Pengakuan Eks Parasit Lajang karya Ayu Utami