ASPEK PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PERJANJIAN
OPERASI BEDAH CAESAR ANTARA PASIEN
DAN RUMAH SAKIT IMELDA MEDAN
S K R I P S I
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum
Oleh :
NIM : 100200319
JUARA MONANG MANALUHAN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM STUDI PERDATA BW
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
ASPEK PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PERJANJIAN
OPERASI BEDAH CAESAR ANTARA PASIEN
DAN RUMAH SAKIT IMELDA MEDAN
S K R I P S I
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh PROGRAM STUDI PERDATA BW
Disetujui Oleh
Ketua Departemen Hukum Keperdataan
NIP: 196603031985081001 Dr. Hasim Purba, SH, M.Hum
Dosen Pembimbing I
NIP. 195203301976011001 Sunarto Adiwibowo, SH, M.Hum
Dosen Pembimbing II
NIP. 196101181988031010 Zulkifli Sembiring, SH, MH
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi robbil’alamin dengan sujud syukur kehadirat Allah SWT yang
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, karena rahmat-Nya saja penulis masih
diizinkan untuk dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul : ASPEK
PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PERJANJIAN OPERASI BEDAH
CAESAR ANTARA PASIEN DAN RUMAH SAKIT IMELDA PEKERJA
INDONESIA, MEDAN. Dimana skripsi ini disusun sebgai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjan hukum di fakultas hukum universitas sumatera utara.
Penulis Menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan.Hal
ini disebabkan karena keterbatasan yang dimiliki oleh penulis. Oleh karena itu, saran
dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca sekalian sangat penulis harapkan
demi kebaikan karya penulis dimasa yang akan datang. Dalam menyelesaikan skripsi
ini penulis menyadari bukan hanya bersandar pada kemampuan penulis semata tetapi
tidak terlepas dari bantuan semua pihak yang diberikan kepada penulis. Untuk itu
sudah sepantasnya penulis memberikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang
setulus-tulusnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara Medan.
2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum, selaku Pembantu Dekan I
3. Bapak Syafrudin Hasibuan SH, MH,DFm, Selaku pembantu dekan II Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara juga selaku dosen penasehat akedemik
penulis
4. Bapak Dr.OK.saidin, SH MHum, selaku pembantu dekan III Fakultas hukum
universitas sumater utara
5. Bapak Dr.H.Hasim Purba SH, MHum, selaku ketua Departemen Hukum
Keperdataan Fakultas Hukum Universita Sumatera Utara
6. Ibu Rabiatul Syariah SH, MHum selaku sekretaris Departemen Hukum
Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
7. Bapak Sunarto Ady Wibowo SH, MHum ,seLaku dosen pembimbing I yang
telah banyak member masukan di dalam penulisan skripsi ini
8. Bapak Zulkifli Sembiring SH, MH, Selaku dosen pembimbing II yang telah
membimbing saya dalam penulisan skripsi ini.
9. Bapak dan ibu dosen yang ada di fakultas hukum universitas sumatera utara
yang telah mendidik dengan ilmu yang bermanfaat selama menjalani
perkuliahan.
10.Kepada seluruh staf Pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
yang telah membantu dalam bidang administrasi
11.Kepada dr. Imelda Liana Ritonga ,SKp, MPd, MN Selaku wakil direktur
administrasi dan keuangan yang telah memberikan waktu untuk wawancara,
juga kepada kak Yupi selaku petugas administrasi di Rumah Sakit Imelda
Medan, serta kepada bunda Hilda selaku Kepala Bidan di Rumah Sakit Imelda
12. Kepada kedua orang tua tercinta Musohur Sarumpaet dan Tiarina Siregar atas
dukungan,motivasi, semangat dan doa kepada saya selama ini.
13.Kepada pacarku tersayang Ayu Hasibuan SPd atas motivasi yang diberikan
selama ini.
14.Kepada kak farida pohan SH atas konsultasinya dalam penulisan skripsi ini
15.Kepada adik adiku, joni, banuaran, andri raya
16.Kepada teman seperjuangan di fakultas hukum usu, muhcril, dikki, rahman,
fikri, irfan, fajar, robet, fatih, frezy, devi, semoga kita menjadi orang yang
berguna dimasa mendatang
17.Terimakasih juga kepada Noventy S.Kom yang telah membantu dalam
pelaksanaan riset
18.Kepada seluruh pihak yang berjasa dalam penulisan skripsi dan pelaksanaan
riset yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.
Demikianlah yang dapat penulis sampaikan semoga apa yang saya lakukan
mendapat ridho allah swt, amin.
Medan, Maret 2014
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iv
ABSTRAK ... vi
BAB I : PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah... 8
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan... 8
D. Keaslian Penulisan ... 9
E. Metode Penulisan ... 10
F. Sistematika Penulisan ... 11
BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN/OPERASI BEDAH CAESAR ... 13
A. Pengertian Perjanjian dan Asas-asas Perjanjian ... 13
B. Syarat Sahnya Perjanjian ... 16
C. Jenis-jenis Perjanjian ... 25
D. Berakhirnya Perjanjian ... 31
E. Wanprestasi ... 33
F. Onrecht Matigedaad ... 35
BAB III : TANGGUNG JAWAB RUMAH SAKIT TERHADAP
PASIEN OPERASI BEDAH CAESAR ... 44
A. Hubungan Hukum antara Rumah Sakit dan Pasien ... 44
B. Hak dan Kewajiban Rumah Sakit dan Pasien ... 57
C. Tanggung Jawab Hukum Dokter/Rumah Sakit dan Pasien. 65 D. Berakhirnya Hubungan Dokter dengan Pasien ... 78
BAB IV : PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN ANTARA RUMAH SAKIT UMUM IMELDA PEKERJA INDONESIA DENGAN PASIEN OPERASI BEDAH CAESAR... 81
A. Pengertian Sengketa Konsumen ... 81
B. Penyelesaian Sengketa Konsumen di Dalam dan di Luar Pengadilan... 82
C. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen ... 93
D. Penyelesaian Sengketa di Bidang Operasi Bedah Caesar antara Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia dan Pasien 96 BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 98
A. Kesimpulan ... 98
B. Saran ... 99
ABSTRAK JUARA MONANG1 SUNARTO ADY WIBOWO2
ZULKIFLI SEMBIRING3
1
Mahasiwa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara 2
Pembimbing I Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara 3
Pembimbing I Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Kesehatan adala hal yang paling berharga didalam hidup manusia, setiap manusia mau melaukan apa saja demi kesehatan, baik itu kesehatan jasmani mauun rohani. Sehingga pabila mengalami gangguan kesehatn maka pada umumnya orang tersebut berobat kedokter dan ini merupakan suatu perbuatan hukum antara dokter dengan pasien. Hubungan antara pelaku usaha dalam hal ini dokter yang berada di dalam naungan rumah sakit tidak sepenuhnya harmonis dengan pasien, terkadang bisa timbul sengketa diantara pihak – pihak tersebut, dengan keluarnya undang – undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen,dimana didalam nya di atur ketentuan tentang tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen dan juga memuat bagaimana langkah yang di ambil jika terjadi sengketa antara pelaku usaha dengan konsumen. .
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang bersifat desriptif.Data yang digunakan dalm penelitian ini ialah data primer, data sekunder, dan data tersier. Seluruh data tersebut dikumpulkan menggunakan tehnik studi kepustakan dan studi lapangan berupa wawancara. Kemudian data yang terkumpul di analisis secara normatif kualitatif.
Perlindungan konsumen terhadap pasien operasi bedah caesar dalam hal ini berkaitan dengan tanggung jawab Rumah Sakit Imelda Pekerja Indonesia Medan terhadap pasien bedah caesar, dan penyelesaian sengketa yang dipilih, telah sesuai dengan Undang – undang nomor 4 tahun 2009 tentang Rumah Sakit maupun UUPK nomor 8 tahun 1999, meskipun belum keseluruhan dilakukan secara sempurna.
ABSTRAK JUARA MONANG1 SUNARTO ADY WIBOWO2
ZULKIFLI SEMBIRING3
1
Mahasiwa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara 2
Pembimbing I Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara 3
Pembimbing I Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Kesehatan adala hal yang paling berharga didalam hidup manusia, setiap manusia mau melaukan apa saja demi kesehatan, baik itu kesehatan jasmani mauun rohani. Sehingga pabila mengalami gangguan kesehatn maka pada umumnya orang tersebut berobat kedokter dan ini merupakan suatu perbuatan hukum antara dokter dengan pasien. Hubungan antara pelaku usaha dalam hal ini dokter yang berada di dalam naungan rumah sakit tidak sepenuhnya harmonis dengan pasien, terkadang bisa timbul sengketa diantara pihak – pihak tersebut, dengan keluarnya undang – undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen,dimana didalam nya di atur ketentuan tentang tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen dan juga memuat bagaimana langkah yang di ambil jika terjadi sengketa antara pelaku usaha dengan konsumen. .
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang bersifat desriptif.Data yang digunakan dalm penelitian ini ialah data primer, data sekunder, dan data tersier. Seluruh data tersebut dikumpulkan menggunakan tehnik studi kepustakan dan studi lapangan berupa wawancara. Kemudian data yang terkumpul di analisis secara normatif kualitatif.
Perlindungan konsumen terhadap pasien operasi bedah caesar dalam hal ini berkaitan dengan tanggung jawab Rumah Sakit Imelda Pekerja Indonesia Medan terhadap pasien bedah caesar, dan penyelesaian sengketa yang dipilih, telah sesuai dengan Undang – undang nomor 4 tahun 2009 tentang Rumah Sakit maupun UUPK nomor 8 tahun 1999, meskipun belum keseluruhan dilakukan secara sempurna.
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Kesehatan adalah hal yang paling berharga di dalam hidup manusia,setiap
manusia mau melakukan apa saja demi kesehatan baik itu demi kesehatan jasmani
maupun rohani,sehingga apabila seseorang mengalami gangguan kesehatan maka
pada umumnya orang tersebut berobat kedokter, dan ini merupakan suatu perbuatan
hukum antara dokter dengan pasien.Dahulu hubungan dokter dengan pasien lebih
banyak bersifat paternalistic,pasien umumnya hanya dapat menerima saja segala
sesuatu yang dikatakan oleh dokter tanpa dapat bertanya apapun. Dengan kata lain
semua keputusan sepenuhnya berada di tangan dokter,dengan semakin meningkatnya
kesadaran masyarakat tehadap haknya maka pola hubungan ini juga mengalami
perubahan,pada saat ini secara hukum dokter adalah patner dari pasien,akan tetapi
yang berkembang belakangan ini ialah kedudukan pasien pada umumnya tidak
seimbang dimana tindakan yang dilakukan dokter terhadap pasien dalam beberapa
kasus sering mengakbatkan kerugian pada diri pasien, baik itu kesalahan dalam
pelaksanaan maupun kesalahan dalam memberikan informasi kepada pasien
mengenai diagnosa penyakit dan bentuk penanganannya.4
4
Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa pelayanan kesehatan mempunyai ciri khas yang berbeda dengan pelayanan jasa / produk lainnya,yakni: ketidak tahuan konsumen,pengaruh penyedia jasa kesehatan konsumen. Dalam hal ini seharusnya pasien dipandang sebagai subyek yang memiliki ”pengaruh besar” atas hasil akhir layanan bukan sekedar obyek. Hak-hak pasien harus dipenuhi mengingat kebutuhan pasien menjadi salah satu barometer mutu pelayanan, sebaliknya ketidakpuasan pasien akan melahirkan suatu tuntutan hukum. Sebagai konsumen dari jasa yang diberikan oleh seseorang, pasien tentunya memiliki harapan-harapan terhadap pemberi pelayanan kesehatan tersebut, yang terdiri dari reliability
(kehandalan), responsiveness (daya tanggap), assurance (jaminan), dan emphaty
(empati).Sehingga menurut pola ini pasien berhak mengetahui segala macam tindakan pengobatan yang dilakukan terhadap dirinya dan untuk apa tindakan itu dilakukan.5
1. Sumber daya manusia.
Pasien juga berhak untuk memberikan persetujuan atau tidak memberikan
persetujuan atas tindakan yang akan dilakukan oleh dokter setelah pasien itu
memperoleh informasi yang cukup mengenai penyakitnya. Informasi dari dokter
dalam hukum kedokteran merupakan hak pasien serta kewajiban dokter, baik diminta
atau tidak diminta oleh pasien maka dokter wajib menyampaikan informasi tersebut
kepada pasien dan hak pasien atas informasi tersebut di kenal dengan hak atas
informed consent.Dalam pelaksanaan upaya kesehatan diperlukan beberapa unsur
penting,antara lain:
2. Sarana prasarana kesehatan.
3. Perangkat peraturan untuk perlindungan hukum bagi doktermaupun
pasien.Unsur-unsur di atas lebih lanjut diterangkan sebagai berikut :
5
Husein Karbala,Segi Etis Dan Yuridis Informed Consent,Pustaka Sinar Harapan, Jakarta , 1993
a. Sumber daya manusia tersebut diatas meliputi :
1). Profesi Kesehatan :
a). Dokter
b). Tenaga Kesehatan baik medik maupun non medik
c). Apoteker
d). Bidan
Sumber daya manusia dalam hal ini dokter maupun tenaga kesehatan yang terdidik,
berkualitas dan berwawasansangat menentukan dalam memberikan
pelayanankesehatan.Dokter dan tenaga kesehatan yang berwawasanmempunyai
pengertian, bahwa mereka tidak hanya memiliki pengetahuan di bidang medik saja,
melainkan jugapengetahuan dalam bidang hukum, yang mana bertujuanagar mereka
tidak sewenang-wenang dalam menjalankanprofesinya sebagai tenaga medik.
2). Instansi Pemerintah dan lembaga terkait sumber daya manusia yang
terdapat di Instansi pemerintahseperti Departemen Kesehatan, Dinas
Kesehatan dan lembaga non pemerintah (misal Lembaga
SwadayaMasyarakat) haruslah mempunyai kualitas yanga baik,mereka
haruslah orang-orang yang mengetahui kondisikesehatan masyarakat
3).Masyarakat yang diharapkan adalah masyarakat yang sadarakan arti
penting hidup sehat,sehinggamereka menciptakan kondisi lingkungan
yang sehat.
b. Sarana Prasarana Kesehatan
Sarana prasarana kesehatan diharapkan dapat mendukungsumber daya
manusia yang tersedia.Dalam hal ini diperlukanperalatan dan obat-obatan serta
tempat yang memadai bagi terlaksananya upaya kesehatan.Kedua hal tersebut di
atasmerupakan unsur medik dalampelaksanaan upaya kesehatan.
c. peraturan
Perangkat peraturan untuk perlindungan hukum bagi dokter maupun pasien
unsur yang terakhir merupakan unsur hukum di mana diperlukanseperangkat aturan
hukum yang dapat mengaturagar upayakesehatan dapat terwujud dengan dipenuhinya
unsur-unsurkeadilan dan perlindunganhukum bagi dokter atau tenaga kesehatan dan
pasien.Ketiga unsur tersebut saling mendukung dan mempunyai satukesatuan.yaitu
sumberdaya manusia berkualitas dan berwawasan didukung oleh sarana prasarana
dan perangkat hukum yang mampumelindungi dokter atau tenagakesehatan dan
pasien.
Informed consent ini mempunyai karakter yang berbeda dimana objeknya
bukanmerupakan kesembuhan pasien, melainkan mencari upaya yang tepat untuk
kesembuhanpasien sehingga perjanjian ini termasuk Inspanningverbintenis atau
perikatanupaya. Agar mempunyai kekuatan hukum yang mengikat maka
Dokter dalam melakukan tindakan medik yang harus meminta persetujuan
dari pasienatau keluarganya.Hal ini telah diatur didalam Pasal 1 Peraturan Menteri
Kesehatan No.290Tahun 2008 dinyatakan:“Persetujuan Tindakan Kedoktaran adalah
persetujuan yang diberikan oleh pasienatau keluarganya atas dasar penjelasan
mengenai tindakan medik Kedokteran ataukedokteran gigi yang akan dilakukan
terhadap pasien tersebut.”Persetujuan tindakan medik ini dapat dilakukan secara lisan
dan dapat dilakukansecara tertulis yang dituangkan dalam formulir persetujuan
tindakan medik.Informasi yangdiberikan dalam Persetujuan tindakan medik harus
informasi yang selengkap-lengkapnyayaitu informasi yang kuat tentang perlunya
tindakan medik yang bersangkutan danresikomedikyang ditimbulkannya. Informasi
yang harus diberikan adalah tentang keuntungandan kerugian dari tindakan medik
yang akan dilaksanakan, baik diagnostik maupunterapeutik.
Adanya persetujuan tindakan medik diberikan secara tertulis sangatlah
penting baikbagi pasien maupun dokter.Apabila terjadi risiko medik maka timbul
konflik hukum, dokterdapat mengatakan bahwa hal ini sudah dituangkan dalam
informed consent, namun ternyataformulir informed consent yang dibuat belum
mewakili kebutuhan masyarakat. Selain itudalam penyampaian mengenai informasi
yang berkaitan dengan persetujuan tindakan.
Hukummedis yaitu mengenai tindakan, risiko, upaya dan sebagainyatidak
dijelaskan di dalamformulir tersebut.Disini dokter maupun pasien dalam posisi
lemah, karena pembuktian yang terdapat dalam informed consent tidak jelas, dalam
Salah satu jenis tindakan medis ialah operasi bedah caesar,dimana pengertian
dari operasi bedah Caesar itu sendiri adalah : proses persalianan dengan melakukan
pembedahan dimana irisan dilakukan di perut ibu dan rahim untuk mengeluarkan bayi
.bedah Caesar umumnya dilakukan oleh tim dokter yang beranggotakan spesialis
kandungan,spesialis anak,anastesi,serta bidan.Secara umum bentuk persetujuan yang diberikan pengguna jasa tindakan medis (pasien) kepada pihak pelaksana jasa
tindakan medis (dokter) untuk melakukan tindakan medis dapat menjadi tiga bentuk,
yaitu :
1) Persetujuan tertulis, biasanya diperlukan untuk tindakan medis yang
mengandung resiko besar, sebagaimana ditegaskan dalam PerMenKes
No. 585/Men.Kes/Per/IX/1989 pasal 3 ayat (1) dan SK PB-IDI No.
319/PB/A.4/88 butir 3, yaitu intinya setiap tindakan medis yang
mengandung resiko cukup besar, mengharuskan adanya persetujuan
tertulis, setelah sebelumnya pihak pasien memperoleh informasi yang
kuat tentangsetelah sebelumnya pihak pasien memperoleh informasi yang
kuat tentang perlunya tindakan medis serta resiko yang berkaitan
dengannya (telah terjadi informed consent).
2)Persetujuan lisan, biasanya diperlukan untuk tindakan medis yang bersifat
non-invasif dan tidak mengandung resiko tinggi, yang diberikan oleh
3) Persetujuan dengan isyarat, dilakukan pasien melalui isyarat, misalnya
pasien yang akan disuntik atau diperiksa tekanan darahnya, langsung
menyodorkan lengannya sebagai tanda menyetujui tindakan yang akan
dilakukanterhadap dirinya.
Di dalam Peraturan Menteri Kesehatan (PerMenKes) no. 585 tahun 1989
tentang Persetujuan Tindakan Medik dinyatakan bahwa Informed Consent adalah
persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar
penjelasanmengenai tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut
(pasal 1 ayat a). Adapun yang menjadi dasar hukum terjadinya informed consent yaitu
Peraturan Menteri Kesehatan No. 585 tahun 1989 Pasal 4 ayat 1, informasi diberikan
kepada pasien baik diminta ataupun tidak diminta. Peraturan Menteri Kesehatan No.
585 tahun 1989 Pasal 2 ayat 2, semua tindakan medik yang akan dilakukan terhadap
pasien harus mendapat persetujuan. Peraturan Menteri Kesehatan No. 585 tahun 1989
Pasal 13, apabila tindakan medik dilakukan tanpa adanya persetujuan dari pasien atau
keluarganya, maka dokter dapat dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan
izin prakteknya.6
Terhadap tindakan medisyang dilakukan oleh dokter KUHPerdata
mengaturnya didalam pasal 1365 mengenai perbuatan melawan hukum,sanksinya
adalah dalam bentuk ganti rugi.Dengan melihat kenyataan yang ada,dan terkait
hal-6
Danny Wiradharma,Penuntun Kuliah Hukum Kedokteran.Binarupa Aksara.Jakarta Barat, 1996,
hal yang di sebutkan di atas maka dapat di ketahui bahwa hubungan pasien selaku
konsumen tidak selalu harmonis dengan pelaku kesehatan selaku pemberi jasa
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk penelitian guna
menyusun skripsi dengan judul “ ASPEK PERLINDUNGAN KONSUMEN
DALAM PERJANJIAN OPERASI BEDAH CAESAR ANTARA PASIEN DAN
RUMAH SAKIT UMUM IMELDA PEKERJA INDONESIA MEDAN”. .
B.Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan diatas,maka yang menjadi
permasalahan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana tanggung jawab dokter dan rumah sakit terhadap pasien operasi
bedah Caesar?
2. Bagaimanakah penyelesaian jika terjadi sengketa antara pihak rumah sakit
dengan pasien operasi bedah Caesar?
C.Tujuan Dan Manfaat Penulisan
Dalam penelitian dan pembahasan terhadap suatu permasalahan layaknya juga
mempunyai suatu tujuan dan sesuai dengan masalah yang dibahas tujuan yang ingin
dicapai dalam penulisan skripsi adalah :
1. Untuk mengetahui bentuk tanggung jawab dokter dan rumah sakit
2. Untuk mengetahui bentuk penyelesaian jika terjadi sengketa antara Rumah
Sakit dengan pasien operasi Bedah Caesar.
Skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun
praktis sebagai berikut :
a. Manfaat Teoritis
Dengan penulisan ini diharapkan dapat dijadikan bahan kajian ataupun
masukan terhadap pemahaman informed consent khususnya berkaitan dengan
kontrak terapeutik dalam penyelenggaraan sistem pelayanan kesehatan.
b. Manfaat praktis,
Dengan penulisan ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan
ataupun sumbangan untuk kepentingan ilmu pengetahuan, memberi manfaat
bagi dunia pelayanan kesehatan dan masyarakat pada umumnya. Selain itu
diharapkan agar tulisan ini dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi
perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
D.Keaslian Penulisan
Berdasarkan penelitian di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara maka
judul skripsi yang berjudul “Aspek Perlindungan Konsumen Dalam Perjanjian
Pelaksnaan Operasi Bedah Caesar Antara Pasien Dan Rumah Sakit ( Studi Pada
Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia,Medan) belum pernah di ajukan.
E. Metode Penulisan
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :
1.Sifat / Jenis Penelitian
Sifat / penelitian yang digunakan yaituyuridis normatif yaitu suatu penelitian
yang dilakukan atau di tujukan hanya pada peraturan yang tertulis atau bahan hukum
lain.
2.Bahan Hukum
Materi dalam skripsi ini diambil dari sekunder. Adapun data sekunder yang
dimaksud adalah:
a. Bahan Hukum Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung kepada sumbernya, dengan
cara mewawancarai. Dokumen – dokumen hukum yang mengikat dan
ditetapkan oleh pihak yang berwenang seperti peraturan dasar
perundang-undangan. Tulisan ini antara lain adalah KUHperdata, Undang-Undang No.8
tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,Undang-Undang No.44 Tahun
2009 tentang Rumah Sakit, Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan.
b. Bahan Hukum Sekunder
Semua dokumen yang merupakan informasi atau hasil kajian tentang
perlindungan konsumen seperti makalah-makalah,karya tulis ilmiah, dan
perlindungan konsumen dan lain-lain yang ada kaitannya dengan skripsi ini
sebgai bahan acuan dalam pembahasan skripsi ini.
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum yang memberikan petunjuk dan, penjelasan serta penunjang
dari bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus bahasa umum, kamus
hukum serta bahan –bahan hukum diluar bidang hukum yang relevan dan
dapat dipergunakan untuk melengkapi data penelitian ini.
3. Alat Pengumpul Data
Alat yang digunakan dalam mengumpulkan data dalam penelitian ini melalui
studi dokumen,bukti empiris tidak mendalam, dan study pustaka.
4. Analisis Data
Untuk mengolah data yang didapatkan dari penelusuran kepustakaan,studi
dokumen dan penelitian lapangan maka hasil penelitian ini menggunakan analisa
kualitatif.Analisa kualitatif ini pada dasarnya merupakan pemaparan tentang
teori-teori yang dikemukakan,sehingga dari teori-teori-teori-teori tersebut dapat ditarik beberapa hal
yang dapat dijadikan konsumen. Metode analisis data menggunakan analisis
kualitatif,yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sitematis dan
selanjutnya dinalisis secara kualitatif untuk mendapatkan kejelasan masalah yang
akan dibahas.
Seluruh uraian yang ada dalam penyusunan skripsi ini, dikemukakan secara
sistematis yang terdiri atas beberapa bab dan masing-masing bab terdiri dari beberapa
sub dengan tujuan untuk memudahkan pembaca memahami isi skripsi ini.
Bab I Pendahuluan, dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang, pokok permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan
kepustakaan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
Bab ii. Tinjauan umum perjanjian / operasi bedah Caesar, dalam bab inidi uraikan tentang pengertian perjanjian,asas-asas perjanjian,syarat sahnya suatu
perjanjian,jenis-jenis perjanjian,wanprestasi,unrecht matige daad,berakhirnya
perjanjian,pengertian operasi bedah Caesar,prosedur operasi bedah Caesar,bentuk
penyimpangan dalam operasi bedah Caesar.
Bab iii, tanggung jawab rumah sakit umum terhadap pasien operasi bedah Caesar,
dalam bab ini di uraikan tentang hubungan hukum antara rumah sakit dan pasien,hak
dan kewajiaban rumah sakit dan pasien,tanggung jawab rumah sakit dan pasien,dan
berakhirnya hubungan antara dokter dan pasien.
Bab iv. penyelesaian sengketa konsumen antara rumah sakit dengan pasien operasi
bedah Caesar, dalam bab ini diuraikan tentang pengertian sengketa konsumen,bentuk
penyelesaian sengketa konsumen di dalam dan di luar pengadilan,badan penyelesaian
sengketa konsumen,serta penyelesaian sengketa di bidang operasi bedah Caesar
Bab v. kesimpulan dan saran sebagai bab penutup yang merupakan rangkaian inti dari
seluruh isi bab-bab yang ada ditambah dengan beberapa kesimpulan dan saran dari
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN OPERASI BEDAH CAESAR
A. Pengertian Persetujuan (perjanjian) dan Asas- asas Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian
“Suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan.Karena kedua belah pihak
setujuuntuk melakukan sesuatu.Dapat dikatakan bahwa dua perkataan (perjanjian
danpersetujuan) itu adalah sama artinya”7
7
R. Subekti, Hukum Perjanjian, Cet. ke XII, Intermasa, Jakarta, 1987, Hal. 1.
.Masalah persetujuan (perjanjian) ini diatur
dalam KUHPerdata Pasal 1313, yangmenyatakan bahwa, “suatu persetujuan adalah
suatu perbuatan dengan mana satuorang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap
satu orang atau lebih”.Dalamhubungan dokter-pasien dalam bidang pengobatan jelas
adanya ikatan ini.Untuk itukalangan dokter harus menyadari adanya landasan hukum
yang mengatur ikatan ini.Dijelaskan akibat persetujuan ini akan terjadi “perjanjian”
karena terdapat 2 pihakyang bersetuju dan berjanji untuk melakukan sesuatu. Akibat
dari perjanjian ini makaterjadi “perikatan” antara kedua belah pihak di atas (dokter
dan pasien). Adapun yangdimaksud dengan “perikatan” oleh Buku III KUHPerdata
ialah suatu hubunganhukum antara dua orang atau lebih dimana pihak yang satu
berhak menuntut sesuatudari pihak yang lain, sedangkan pihak yang lain itu
yaitu karena persetujuan(perjanjian) dan karena Undang-Undang seperti yang
tercantum di dalam Pasal 1233KUHPerdata.Mengenai pengertian dari persetujuan
(perjanjian) yang terdapat pada Pasal 1313KUHPerdata itu sendiri, sebenarnya
menurut para sarjana belumlah lengkap atau jelaskarena ada beberapa kata yang
rancu, sehingga diperlukan adanya tambahan katauntuk memperjelasnya. Seperti
pada kata “perbuatan”, tidak jelas di kata ituperbuatan seperti apa halnya, sehingga
harus disempurnakan menjadi “perbuatanhukum”. Dan pada kata “satu orang” kata
tersebut seolah-olah menjelaskan bahwayang melakukan perjanjian itu hanya orang
saja, padahal subjek hukum bukan hanyaorang (manusia) saja tetapi juga termasuk
badan hukum.Sehingga perlu digantimenjadi “pihak-pihak”. Perlu adanya tambahan
kata “saling” di depan kata“mengikatkan” sehingga memiliki makna bahwa para
pihak sama-sama sepakat untukmengikatkan dirinya dalam perjanjian tersebut.
Sehingga konsep mengenaipengertian dari suatu perjanjian atau persetujuan yang
dianggap lebih baik pun dapatdijabarkan sebagai berikut : “suatu persetujuan adalah
suatu perbuatan hukumdengan mana pihak-pihak saling mengikatkan dirinya
terhadap pihak-pihaklainnya”.
2.Asas-asas Hukum Perjanjian
Asas-asas hukum yang penting diperhatikan pada waktu membuat perjanjian
a. Asas Konsensualisme
Asas bahwa perjanjian yang dibuat itu pada umumnya bukan secara formil
tetapikonsensuil, artinya perjanjian itu selesai karena persetujuan
kehendak atau consensussemata-mata.
b. Asas Kekuatan Mengikat dari Perjanjian (pacta sunt servanda)
Asas, bahwa pihak-pihak harus memenuhi apa yang telah dijanjikan
sebagaimanadisebutkan dalam Pasal 1338 KUHPerdata, bahwa perjanjian
berlaku sebagaiUndang-Undang bagi para pihak.
c. Asas Kebebasan Berkontrak
Orang bebas membuat atau tidak membuat perjanjian, bebas menentukan
isiberlakunya dan syarat-syarat perjanjian dengan kontrak tertentu atau
tidak dan bebasmemilih Undang-Undang mana yang akan dipakainya
untuk perjanjian itu, Selamatidak bertentangan dengan Pasal 1337
KUHPerdata.8
d. Asas Iktikad Baik (Togoe dentrow)
“Perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik (Pasal 1338 ayat (3)
KUHPerdata) iktikad baik ada dua yakni : Bersifat objektif, artinya
mengindahkan kepatutan dan kesusilaan. Dan bersifat subjektif, artinya
ditentukan sikap batinseseorang”.9
8
Purwahid Pairik, Dasar-dasar Hukum Perikatan, Mandar Maju, Bandung, 1994, Hal. 3
9
Handri Raharjo, Hukum Perjanjian di Indonesia, Cet. 1, Penerbit Pustaka Yustisia, Yogyakarta,2009,
B. Syarat Sah Perjanjian.
Suatu perjanjian akan mengikat para pihak yang membuatnya apabila
perjanjiantersebut dibuat secara sah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.Untuk
sahnya suatu persetujuan (perjanjian) diperlukan 4 syarat, sebagaimanatercantum
pada Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal
Penjelasan Dari Pasal Diatas Yaitu:
a. Sepakat Mereka Yang Mengikatkan Dirinya
Kesepakatan dalam perjanjian merupakan perwujudan dari kehendak para
pihakdalam perjanjian mengenai apa yang mereka kehendaki untuk
dilaksanakan,bagaimana cara melaksanakannya, kapan harus dilaksanakan, dan siapa
yang harusmelaksanakan. Kesepakatan merupakan kesesuaian, kecocokan, pertemuan
kehendakdari yang mengadakan perjanjian atau pernyataan kehendak yang disetujui
antarapihak-pihak. Adapun unsur kesepakatan terdiri atas :
1) Offerte (penawaran) adalah pernyataan pihak yang menawarkan.
2) Acceptasi (penerimaan) adalah pernyataan pihak yang menerima
penawaran.
Sebelum para pihak melakukan kesepakatan, maka salah satu pihak
segalamacam persyaratan yang mungkin dan diperkenankan oleh hukum untuk
disepakatipara pihak. Pernyataan kehendak yang disampaikan tersebut dikenal
dengan namapenawaran. Jadi penawaran itu berisikan kehendak dari salah satu pihak
dalamperjanjian, yang disampaikan kepada lawan pihaknya, untuk memperoleh
persetujuandari lawan pihaknya tersebut.Pihak lawan dari pihak yang melakukan
penawaran selanjutnya harus menentukanapakah ia menerima tawaran yang
disampaikan. Apabila ia menerima makatercapailah kesepakatan tersebut. Sedangkan
jika ia tidak menyetujui, maka dapat sajaia mengajukan tawaran balik, yang memuat
ketentuan-ketentuan yang dianggap dapatia penuhi atau yang sesuai dengan
kehendaknya yang dapat diterima ataudilaksanakan olehnya.Dalam hal terjadi
demikian maka kesepakatan belum tercapai. Keadaan tawarmenawarini akan terus
berlanjut hingga pada akhirnya para pihak mencapaikesepakatan mengenai hal-hal
yang harus dipenuhi dan dilaksanakan oleh para pihakdalam perjanjian tersebut.Jadi
kesepakatan itu penting diketahui karena merupakan awal terjadinyaperjanjian.untuk
mengetahui kapan kesepakatan itu terjadi ada beberapa macamteori/ajaran yaitu:
a) Teori pernyataan, mengajarkan bahwa sepakat terjadi saat kehendak pihak yangmenerima tawaran menyatakan bahwa ia menerima penawaran itu, misalnya saatmenjatuhkan bolpoin untuk menyatakan menerima. Kelemahannya sangat teoritiskarena dianggap terjadinya kesepakatan secara otomatis.
b) Teori pengiriman, mengajarkan bahwa sepakat terjadi pada saat kehendak yangdinyatakan itu dikirim oleh pihak yang menerima tawaran. Kelemahannya adalahbagaimana hal itu bisa diketahui? Bisa saja walaupun sudah dikirim tetapi tidak diketahui oleh pihak yang menawarkan.
Kelemahannya, bagaimana iabisa mengetahui isi penerimaan itu apabila ia belum menerimanya.
d) Teori penerimaan, mengajarkan kesepakatan terjadi pada saat pihak yangmenawarkan menerima langsung jawaban dari pihak lawan10
Pernyataan kehendak itu dapat dilakukan secara tegas ataupun secara
diam-diam.Jika dilakukan secara tegas dapat dilakukan secara tertulis, secara lisan
ataupundengan tanda.Pernyataan kehendak secara tegas yang dilakukan secara tertulis
dapatdilakukan dengan akta di bawah tangan ataupun dengan akta
autentik.Permasalahan lain tentang kesepakatan. Bagaimana bila terjadi pernyataan
yangkeluar tidak sama dengan kemauan sebenarnya? Untuk menjawab hal tersebut
ada
beberapa teori yaitu :
(1) Teori kehendak, menurut teori ini yang menentukan apakah telah
terjadiperjanjian atau belum adalah adanya kehendak para pihak.
(2)Teori pernyataan, menurut teori ini yang menentukan apakah telah
terjadiperjanjian atau belum adalah pernyataan. Jika terjadi perbedaan
antara kehendakdengan pernyataan maka perjanjian tetap terjadi.
(3) Teori kepercayaan, menurut teori ini yang menentukan apakah telah
terjadiperjanjian atau belum adalah pernyataan seseorang yang secara
objektif dapatdipercaya. Kelemahannya adalah kepercayaan itu sulit
dinilai11
10
Mariam Darus Badrulzaman, KUHPerdata Buku III, Alumni, Bandung, 2006, Hal. 108-120
11
Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Sinar Grafika, Bandung, 2003,
Selanjutnya menurut Pasal 1321 KUHPerdata, kata sepakat harus diberikan
secarabebas, dalam arti tidak ada paksaan, penipuan, dan kekhilafan. Masalah
lainyangdikenal dalam KUHPerdata yakni yang disebut cacat kehendak (kehendak
yangtimbul tidak murni dari yang bersangkutan). Tiga unsur cacat kehendak (Pasal
1321
KUHPerdata)12
Paksaan bukan karena kehendaknya sendiri,namun dipengarui orang lain.
Paksaantelah terjadi bila perbuatan itu sedemikian rupa sehingga dapat menakutkan
seseorangyang berpikiran sehat dan apabila perbuatan itu dapat menimbulkan
ketakutan padaorang tersebut bahwa dirinya atau kekayaannya terancam dengan suatu
kerugian yangterang dan nyata. Dengan demikian maka pengertian paksaan adalah
kekerasan
(a) Kekhilafan/ kekeliruan/ kesesatan/ dwaling (Pasal 1322 KUHPerdata).
Sesat dianggap ada apabila pernyataan sesuai dengan kemauan tapi kemauan
itudidasarkan atas gambaran yang keliru baik mengenai orangnya (disebut eror
inpersona) atau objeknya (disebut eror in subtantia).cirinya, yakni tidak ada
pengaruhdari pihak lain.
(b) Paksaan/dwang (Pasal 1323-1327 KUHPerdata).
13
12
Djaja S. Meliala, Perkembangan Hukum Perdata Tentang Benda dan Hukum Perikatan, Nuansa
Aulia, Bandung, 2007, Hal. 93-94 13
Handri Raharjo,Op.Cit., Hal. 49-51
jasmani atau ancaman (akan membuka rahasia) dengan sesuatu yang
membuatperjanjian. Contohnya, orang menodongkan pistol guna memaksa orang
yang lemahuntuk membubuhkan tanda tangan di sebuah perjanjian.
(c) Penipuan/bedrog (Pasal 1328 KUHPerdata)
Menipu dengan daya akalnya menanamkan suatu gambaran yang
kelirutentang orangnya atau objeknya sehingga pihak lain bergerak untuk
menyepakati.Perjanjian itu dapat dibatalkan, apabila terjadi ketiga hal yang disebut di
atas.Dalam perkembangannya muncul unsur cacat kehendak yang keempat
yaitupenyalahgunaan keadaan/undue Influence (KUHPerdata tidak mengenal).
Padahakikatnya ajaran penyalahgunaan keadaan bertumpuh pada kedua hal berikut,
yaitu :
[1]Penyalahgunaan keunggulan ekonomi
[2] Penyalahgunaan keunggulan kejiwaan termasuk tentang psikologi,
pengetahuan,dan pengalaman.
Di dalam penyalahgunaan keadaan tidak terjadi ancaman fisik hanya
terkadangsalah satu pihak punya rasa ketergantungan, suatu hal darurat, tidak
berpengalaman,atau tidak tahu. Apa yang menjadi dasar pengajuan ke pengadilan bila
di KUHPerdatatidak mengaturnya? Dapat dengan dasar yurisprudensi.Konsekuensi
bila adapenyalah-gunaan keadaan maka perjanjian itu dapat dibatalkan.Jika hal ini
dikaitkan dengan pelayanan kesehatan dalam hal informed consent(Persetujuan
Tindakan Kedokteran), maka kesepakatan para pihak untuk salingmengikatkan
dirinya timbul jika, pasien atau keluarga terdekat pasien setuju untukdilakukannnya
penjelasan yang jelas mengenai apa saja yang berkaitan dengantindakan
medis/kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien sebagaimanatercantum pada
Pasal 7 ayat 3 PERMENKES No 290 tahun 2008.
b. Kecakapan Untuk Membuat Suatu Perikatan
Pada Pasal 1329 KUHPerdata menyebutkan bahwa setiap orang adalah
cakapuntuk membuat perikatan-perikatan jika ia oleh undang-undang tidak
dinyatakan takcakap. Pada Pasal 1330 KUHPerdata lebih lanjut dinyatakan bahwa
yang tidak cakapmembuat perjanjian adalah :
1) Orang –orang yang belum dewasa
2) Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan
3) Orang-orang perempuan (wanita bersuami)
4) Orang yang dilarang undang-undang untuk membuat perjanjian tertentu.
Mengenai ketentuan yang ada pada nomor urut ketiga pada Pasal 1330
KUHPerdata yang ada di atas, berkenaan dengan kedudukan orang-orang
perempuan(wanita bersuami) yang dianggap tidak cakap untuk membuat perjanjian
telahdihapus, dengan keluarnya SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung) Nomor 3
Tahun1963, yang menyatakan bahwa perempuan bersuami cakap untuk
melakukanperbuatan hukum. Serta keluarnya Undang-Undang No. 1 Tahun 1974
TentangPerkawinan yang menyatakan bahwa hak dan kedudukan suami-istri
seimbang danmasing-masing pihak berhak melakukan perbuatan hukum, hal ini dapat
Mereka yang belum cukup umur menurut Pasal 1330 KUHPerdata adalah
merekayang belum genap 21 tahun dan belum menikah.Agar mereka yang belum
dewasadapat melakukan perbuatan hukum maka harus diwakili oleh wali/perwalian
(Pasal331-414 KUHPerdata).Perwalian adalah pengawasan atas orang (anak-anak
yangbelum dewasa yang tidak ada di bawah kekuasaan orangtua) sebagaimana
diaturdalam undang-undang dan pengelolaan barang-barang dari anak yang
belumdewasa14
a) Sakit ingatan/gila/mata gelap (dianggap tidak cakap melaksanakan sendiri
hak dan kewajibannya). .
Mereka yang diletakkan di bawah pengampuan diatur dalam Pasal
433-462KUHPerdata tentang pengampuan. Pengampuan adalah keadaan dimana
seseorang(disebut curandus) karena sifat-sifat pribadinya dianggap tidak cakap atau
tidak didalam segala hal cakap untuk bertindak sendiri (pribadi) di dalam lalu lintas
hukum,karena orang tersebut (curandus),oleh putusan hakim dimasukkan ke dalam
golonganorang yang tidak cakap bertindak dan lantas diberi seorang wakil menurut
undang-undangyang disebut pengampu (curator/curatrice), sedangkan
pengampuannyadisebut curatele. Sifat-sifat pribadinya yang dianggap tidak cakap
adalah (Pasal 433KUHPerdata) :
b) Pemboros dan pemabuk (ketidakcakapan bertindak terbatas pada
perbuatanperbuatandalam bidang hukum harta kekayaan saja).15
14
Ibid. Hal. 53
15
“Pengampuan terjadi karena putusan hakim yang didasarkan adanya
permohonan.Yang dapat mengajukan permohonan diatur di dalam Pasal 434-435
KUHPerdatayaitu, keluarga, diri sendiri, dan jaksa dari kejaksaan”.16“Akibat hukum
dari perbuatan yang dilakukan oleh orang yang tidak cakapberbuat berdasar
penentuan hukum ialah dapat dimintakan pembatalan (Pasal 1331ayat (1)
KUHPerdata).”17
16
Juni Rahardjo, Hukum Administrasi Indonesia Pengetahuan Dasar, Atma Jaya,Yogyakarta,
1995,Hal. 79. 17
Handri Raharjo, Loc.Cit
Jika hal ini dikaitkan dengan pelayanan kesehatan dalam hal informed
consent(Persetujuan Tindakan Kedokteran) maka kecakapan ini harus datang dari
keduabelah pihak yang memberikan pelayanan maupun yang memerlukan
pelayanan.Artinya dari kalangan dokter mereka harus mempunyai kecakapan yang
dituntut ataudiperlukan oleh pasien. Dokter umum sebagai dokter umum dan dokter
spesialismenurut spesialis yang dipunyainnya.Hal tersebut harus ada buktinya (seperti
izajahatau sertifikat yang diakui oleh organisasi keahliannya).
Objek yang akan ada (kecuali warisan), asalkan dapat ditentukan jenis dan
dapatdihitung. Dari pihak pasien tentulahdituntut orang yang cakap pula untuk
membuat perikatan yaitu orang dewasa yangwaras, namun bila keadaan pasien masih
di bawah umur atautidakmemungkinkanuntuk membuat suatu perikatan maka dapat
digantikan oleh pihak keluarga terdekat dari pasien.
Suatu hal tertentu disini berbicara tentang objek perjanjian (Pasal 1332 s/d
1334KUHPerdata). Objek perjanjian yang dapat dikategorikan dalam pasal tersebut
yaitu , objek yang dapat diperdagangkan (barang-barang yang dipergunakan untuk
kepentingan umum tidak dapat menjadi objek perjanjian).18
“Sebab yang dimaksud adalah isi perjanjian itu sendiri atau tujuan dari para
pihakmengadakan perjanjian (Pasal 1337 KUHPerdata). Halal adalah tidak
bertentangandengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan”
Suatu perjanjian harus
mempunyai objek suatu barang yang paling sedikitditentukan jenisnya, sedangkan
mengenai jumlahnya dapat tidak ditentukan padawaktu dibuat perjanjian asalkan
nanti dapat dihitung atau ditentukan jumlahnya(Pasal 1333 KUHPerdata).Jika
dikaitkan dengan pelayanan kesehatan dalam hal informed consent(Persetujuan
Tindakan Kedokteran), maka yang menjadi objek atau suatu haltertentunya adalah
tindakan medis/kedokteran yang akan dilakukan dokter terhadappasien demi
kepentingan kesehatan pasien.
d. Suatu Sebab yang Halal
19
18
Mariam Darus Badrulzaman, Op.Cit. , Hal. 104-105
19
Handri Raharjo,Op.Cit., Hal. 57
.Syarat ini
merupakan mekanisme netralisasi, yaitu sarana untuk menetralisirterhadap prinsip
hukum perjanjian yang lain yaitu prinsip kebebasan berkontrak.Prinsip mana dalam
KUHperdata ada dalam Pasal 1338 ayat (1) yang pada intinyamenyatakan bahwa
semua perjanjian yang dibuat secara sah memiliki kekuatan yangsama dengan
bahwa akan menimbulkan perjanjian-perjanjian yang dibuat secaraceroboh,
karenanya diperlukan suatu mekanisme kebebasan berkontrak ini
tidakdisalahgunakan. Sehingga diperlukan penerapan prinsip moral dalam
suatuperjanjian.sehingga timbul syarat suatu sebab yang halal sebagai salah satu
syaratsahnya perjanjian. Itu sebabnya suatu perjanjian dikatakan tidak memiliki suatu
sebabyang halal atau suatu sebab yang terlarang jika perjanjian tersebut antara
lainmelanggar prinsip kesusilaan atau ketetiban umum disamping melanggar
perundangundanganhal ini sebagaimana tercantum dalam Pasal 1337 KUHPerdata.
Konsekuensi yuridis apabila syarat ini tidak terpenuhi adalah perjanjian
yangdibuat tersebut tidak memiliki kekuatan hukum atau dengan kata lain batal
demihukum. Jika dikaitkan dengan dengan pelayanan kesehatan dalam hal
informedconsent (Persetujuan Tindakan Kedokteran), maka yang perlu juga
diperhatikan disiniadalah mengenai “suatu sebab yang halal”. Yang dimaksud
persetujuan itu (dalambidang pengobatan) adalah hal-hal yang tidak melanggar
hukum, seperti melakukanaborsi dan lain-lain.
C. Jenis-Jenis Perjanjian
1. Perjanjian Menurut Sumbernya:
a. Perjanjian yang bersumber dari hukum keluarga. Misalnya , perkawinan.
b. Perjanjian yang bersumber dari hukum kebendaan, adalah perjanjian
yangberhubungan dengan peralihan hukum benda.
c. Perjanjian obligatoir, adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban.
e.Perjanjian yang bersumber dari hukum publik.20
20
Sudikno Mertokusumo, Rangkuman Kuliah Hukum Perdata, Fakultas Pascasarjana UGM
2. Perjanjian Menurut Hak dan Kewajiban Para Pihak
a.Perjanjian timbal-balik, adalah perjanjian yang menimbulkan
kewajibanpokok bagi kedua belah pihak. Perjanjian ini ada dua macam
yaitu timbalbalik yang sempurna dan tidak sempurna.Misalnya, perjanjian
jual beli.”
b. Perjanjian sepihak, adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pada
satupihak saja, sedangkan pada pihak yang lain hanya ada hak. Contoh :
hibah(Pasal 1666 KUHPerdata) dan perjanjian pemberian kuasa (Pasal
1792KUHPerdata)
3. Perjanjian Menurut Keuntungan Salah Satu Pihak dan Adanya Prestasi Pada Pihak
yang Lain
a.Perjanjian Cuma-cuma, adalah perjanjian yang hanya
memberikankeuntungan pada salah satu pihak. Contoh, perjanjian hibah.
b.Perjanjian atas beban adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari
pihakyang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak yang lain dan
antara keduaprestasi itu ada hubungannya menurut hukum, contoh,
perjanjian jual beli,sewa-menyewa dan lain-lain.
Perjanjian menurut namanya dibedakan menjadi perjanjian khusus/
bernama/nominaat dan perjanjian umum/ tidak bernama/ innominaat/ perjanjian jenis
baru(Pasal 1319 KUHPerdata).
a. Perjanjian khusus/bernama/nominaat adalah perjanjian yang memiliki
namadan diatur dalam KUHPerdata”. Contoh, perjanjian-perjanjian yang
terdapatdalam buku III Bab V-XVIII KUHPerdata, antara lain perjanjian
jual beli,perjanjian tukar-menukar, perjanjian sewa-menyewa, perjanjian
penitipanbarang, perjanjian hibah, perjanjian pinjam-memimjam,
perjanjian pinjampakai, perjanjian pemberian kuasa, perjanjian
perdamaian dan lain-lain.
b. Perjanjian umum/tidak bernama/innominaat/perjanjian jenis baru,
adalahperjanjian yang timbul, tumbuh, dan hidup dalam masyarakat
karena asaskebebasan berkontrak dan perjanjian ini belum dikenal pada
saat KUHPerdatadiundangkan.
Dilihat dari aspek pengaturannya perjanjian innominaat dibedakan menjadi:
1) Perjanjian innominaat yang diatur secara khusus dan dituangkan
dalambentuk undang-undang dan atau telah diatur dalam pasal-pasal
tersendiri.Misalnya, kontrak production sharing yang diatur dalam
Undang-UndangNomor 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas
bumi.Karena perjanjian innominaat didasarkan pada asaskebebasan
berkontrak maka sistem pengaturan hukum perjanjian innominaatadalah
2) Perjanjian innominaat yang diatur dalam Peraturan Pemerintah,
misalnyatentang waralaba/franchise yang diatur dalam Peraturan
Pemerintah No.42 Tahun 2007 tentang waralaba.
3) Perjanjian innominaat yang belum diatur atau belum ada
undangundangnyadi Indonesia, misalnya kontrak rahim atau surrogate
mother.Perjanjian innominaat bersifat khusus sebagaimana tercantum
dalam peraturanperundang-undangan yang berlaku sedangkan perjanjian
nominaat bersifat umumsehingga disini asas lex spesialis derogat legi
generale berlaku meskipun ketentuanumum mengenai perjanjian sendiri
tetap mengacu atau tunduk pada KUHPerdatasebagaimana tertuang dalam
Pasal 1319 KUHPerdata yang menyatakan bahwa“semua perjanjian, baik
yang mempunyai suatu nama khusus, maupun yang tidakterkenal dengan
suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan-peraturan umum,
yangtermuat didalam bab ini dan bab yang lalu”.
5. Perjanjian Menurut Bentuknya
Ada 2 macam, yaitu perjanjian lisan/tidak tertulis dan perjanjian tertulis.
Termasuk perjanjian tidak tertulis/ lisan adalah:
a. Perjanjian konsensual, adalah perjanjian dimana adanya kata sepakat
antarapara pihak saja sudah cukup untuk timbulnya perjanjian
yangbersangkutan21
21
J. Satrio, Hukum Perikata Perikatan yang Lahir dari Perjanjian. Buku I, Citra Aditya Bakti,
b. Perjanjian riil, adalah perjanjian yang hanya berlaku sesudah
terjadinyapenyerahan barang atau kata sepakat bersamaan dengan
penyerahanbarangnya. Misalnya, perjanjian penitipan barang dan
perjanjian pinjampakai22
Sedangkan yang termasuk perjanjian tertulis, yaitu :
1) Perjanjian standar atau baku adalah perjanjian yang berbentuk
tertulisberupa formulir yang isinya telah distandarisasi (dibakukan)
terlebihdahulu secara sepihak oleh produsen, serta bersifat masal,
tanpamempertimbangkan perbedaan kondisi yang dimiliki konsumen23
2) Perjanjian formal adalah perjanjian yang telah ditetapkan
denganformalitas tertentu24
6. Perjanjian-Perjanjian yang Istimewa Sifatnya
Perjanjian-perjanjian yang istimewa sifatnyaYang termasuk dalam perjanjian
inimenurut Mariam Darus Badrulzaman : Misalnya, perjanjian perdamaian yang
harus secaratertulis (Pasal 1851 KUHPerdata), perjanjian hibah dengan akta notaris.
Perjanjian- perjanjian yang sifatnya istimewa yaitu:
a. Perjanjian liberatoir adalah perjanjian dimana para pihak membebaskan
diridari kewajiban yang ada. Misalnya, pembebasan hutang (Pasal
1438KUHPerdata).
22
Mariam Darus Badrulzaman,Op.Cit., Hal. 92-93.
23
Djaja S. Meliala, Op.Cit., Hal. 90.
24
b. Perjanjian pembuktian, yaitu perjanjian dimana para pihak
menentukanpembuktian apakah yang berlaku diantara mereka.
c. Perjanjian untung-untungan, misalnya perjanjian asuransi (Pasal
1774KUHPerdata).
d. Perjanjian publik, adalah perjanjian yang sebagian atau seluruhnya
dikuasaioleh hukum publik, karena salah satu pihak bertindak sebagai
penguasa(pemerintah), misalnya perjanjian ikatan dinas25
7. Perjanjian campuran/contractus sui generis (Pasal 1601 C KUHPerdata).
Di dalam perjanjian ini terdapat unsur-unsur dari beberapa perjanjian
bernamayang terjalin menjadi satu sedemikian rupa sehingga tidak dapat
dipisah-pisahkansebagai perjanjian yang berdiri sendiri-sendiri.Contoh, perjanjian antara
pemilikhotel dengan tamu.
8. Perjanjian penanggungan (borgtocht).
Adalah suatu persetujuan dimana pihak ketiga demi kepentingan
krediturmengikatkan dirinya untuk memenuhi perikatan debitur, bila debitur tidak
memenuhiperikatannya (Pasal 1820 KUHPerdata).
9. Perjanjian garansi (Pasal 1316 KUHPerdata) dan Derden Beding (Pasal
1317KUHPerdata)
a. Perjanjian garansi adalah suatu perjanjian dimana seorang menjamin
pihaklain (lawan janjinya) bahwa seorang pihak ketiga yang ada di luar
25
perjanjian(bukan pihak dalam perjanjian yang bersangkutan) akan
melakukan sesuatu(atau tidak akan melakukan sesuatu) dan kalau sampai
terjadi pihak ketigatidak memenuhi kewajibannya, maka ia akan
bertanggung jawab untuk itu.
b. Derden Beding (janji pihak ketiga) berdasarkan asas pribadi suatu
perjanjianberlaku bagi pihak yang mengadakan perjanjian itu sendiri
(Pasal 1315 joPasal 1340 KUHPerdata) dan para pihak tidak dapat
mengadakan perjanjianyang mengikat pihak ketiga, kecuali dalam apa
yang disebut janji guna pihakketiga (Pasal 1317 KUHPerdata).Dengan
kata lain, perjanjian garansi adalah perjanjian dimana seorang berjanji
kepada pihak bahwa orang lain akan melaksanakan/memenuhiprestasi.
10. Perjanjian Menurut Sifatnya
a. Perjanjian pokok, yaitu perjanjian yang utama
b. Perjanjian accesoir adalah perjanjian tambahan yang mengikuti
perjanjianutama/pokok, misalnya perjanjian pembebanan hak tanggungan
atau fidusia26
c. Perjanjianobligatoir adalah perjanjian yang hanya (baru) meletakkan hak
dankewajiban kepada masing-masing pihak dan belum memindahkan hak
milik.
Sedangkan penggolongan yang lain adalah didasarkan pada
hak kebendaan dankewajiban yang ditimbulkan dari adanya kewajiban
tersebut
26
d. Perjanjian kebendaan adalah perjanjian dengan mana seseorang
menyerahkanhaknya atas sesuatu kepada pihak lain, misalnya peralihan
hak milik27
6. Tujuan perjanjian telah dicapai dengan kata lain dilaksanakannya objek
perjanjian atau prestasi.
D. Berakhirnya Perjanjian
Pada umumnya, suatu perjanjian akan berakhir bilamana tujuan perjanjian
itutelah tercapai. Dimana masing-masing pihak telah saling menunaikan prestasi
yangdiperlukan sebagaimana yang mereka kehendaki bersama-sama dalam
perjanjiantersebut. Namun demikian, Menurut R. Setiawan, suatu perjanjian dapat
hapuskarena:
1. Para pihak menentukan berlakunya perjanjian untuk jangka waktu tertentu.
2. Undang-Undang menentukan batas waktu berlakunya suatu perjanjian
(Pasal1066 ayat 3 KUHPerdata).
3. Salah satu pihak meninggal dunia.
4. Salah satu pihak (hal ini terjadi bila salah satu pihak lalai
melaksanakanprestasinya maka pihak yang lain dengan sangat terpaksa
memutuskan perjanjiansecara sepihak) atau kedua belah pihak menyatakan
menghentikan perjanjian.
5. Karena putusan hakim.
27
7. Dengan persetujuan para pihak28
Menurut Subekti, seorang debitur dapat dikatakan wanprestasi apabila
siberutang (debitur) tidak melakukan apa yang dijanjikannya, maka dikatakan
iamelakukan wanprestasi. Ia ingkar janji atau alpa atau lalai atau juga ia
melanggarperjanjian. bila ia berbuat atau melakukan sesuatu yang tidak boleh
melakukannya.”Wanprestasi terjadi apabila apa yang dijanjikan oleh pihaklawan,
debitur tidak melaksanakan kewajiban prestasinya atau tidak
melaksanakansebagaimana mestinya”.
Untuk mengetahui apakah sebuah perjanjian itu sudahberakhir atau belum
harus dilihat dulu masing-masing perikatan dalam perjanjian itusudah hapus atau
belum, kalau sudah maka tinggal melihat apakah sumber dariperikatan itu (perjanjian)
juga sudah hapus atau belum sehingga untuk hal ini perludilihat perjanjian itu sendiri
dari berapa perikatancara berakhirnya perjanjian yangdisampaikanR. Setiawan adalah
cara lain yangdibuat para pihak sesuai perkembangan zaman. Dengan kata lain,
carahapusnya/berakhirnya perjanjian dapat berlaku atau digunakan untuk cara
hapusnyaperikatan begitu juga sebaliknya cara hapusnya/berakhirnya suatu
perikatansebagaimana yang tertulis didalam Pasal 1381 KUHPerdata dapat berlaku
ataudigunaka,n untuk cara hapusnya/berakhirnya suatu perjanjian
E. Wanprestasi
29
1. Tidak berprestasi sama sekali atau berprestasi tapi tidak bermanfaat lagi
atau tidakdapat diperbaiki.
Ada 4 macam bentuk dari wanprestasi, yaitu :
28
Setiawan R. Pokok- pokok Hukum Perdata, Bina Cipta, Bandung, 1996, Hal, 2
29
2. Terlambat memenuhi prestasi.
3. Memenuhi prestasi secara tidak baik atau tidak sebagaimana mestinya.
4. Melakukan sesuatu namun menurut perjanjian tidak boleh dilakukan
Tidak dipenuhinya kewajiban dalam perjanjian karena 2 hal :
a. Kesalahan debitur karena disengaja dan/atau lalai.
b. Keadaan memaksa akibat hukum bagi debitur yang telah melakukan
wanprestasi adalah sebagaiberikut:
1) Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur atau biasa
dinamakan ganti rugi.
2) Pembatalan perjanjian atau dinamakan pemecahan perjanjian
3) Peralihan risiko, Membayar biaya perkara, kalau sampai
diperkarakan di depanhakim
Pembelaan untuk debitur wanprestasi ada tiga macam yaitu :
a) Memajukan tuntutan adanya keadaan memaksa (overmacht atau force
majeur)
b) Memajukan bahwa si berpiutang (kreditur) sendiri juga telah lalai
(exceptio nonadimpleti contractus)
c) Memajukan bahwa kreditur telah melepaskan haknya untuk menuntut
ganti rugi(rechtsverwerking).
Jika dikaitkan dengan hubungan dokter dengan pasien dalam hal
pelayanankesehatan maka, wanprestasi dapat terjadi dalam pelayanan kesehatan jika,
telahdiperjanjikan, atau melakukan tindakan medis yang sebenarnya tidak
ada/sesuaidengan apa yang diperjanjikan sebelumnya. Sedangkan untuk pasien
sendiri dianggapmelakukan wanprestasi apabila tidak membayar biaya administrasi
untuk keperluantindakan medis/kedokteran tersebut atau melanggar kesepakatan yang
ada dalam
perjanjian yang telah disepakati sebelumnya.
F. Onrecht Matige Daad
Perbuatan melawan hukum dalam bidang keperdataan (onrechtmatige daad)
atau dalam bahasa Inggris disebut “tort” berbeda dengan perbuatan melawan hukum
dalam aspek pidana. Sebab, untuk tindakan perbuatan melawan hukum pidana (delik)
atau yang disebut dengan istilah “perbuatan pidana” mempunyai arti, konotasi dan
pengaturan yang berbeda sama sekali. Demikian juga dengan perbuatan melawan
hukum oleh penguasa negara (onrechtmatige overheidsdaad) juga memiliki arti,
konotasi dan pengaturan hukum yang juga berbeda.
Pada prinsipnya, tujuan dari dibentuknya suatu sistem hukum yang kemudian
dikenal dengan perbuatan melawan hukum adalah untuk dapat tercapainya seperti
yang disebut peribahasa Latin, yaitu: Juris praecepta sunt haec; honeste vivere,
alterum non Iaedere, suum cuique tribuere (Semboyan hukum adalah hidup secara
jujur, tidak merugikan orang laindan memberikan orang lain haknya). Banyak pihak
meragukan apakah perbuatan melawan hukum memang suatu bidang hukum
pengertian – pengertian hukum yang berserak – serakan dan tidak masuk ke salah
satu bidang hukum yang sudah ada, yang berkenaan dengan kesalahan dalam bidang
perdata.
Menurut pasal 1365 KUHPerdata, maka yang dimaksud dengan perbuatan
melanggar hukum adalah perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan oleh
seseorang yang karena salahnya telah menimbulkan kerugian bagi orang lain.
Dalam ilmu hukum dikenal 3 (tiga) kategori dari perbuatan melawan hukum,
yaitu sebagai berikut:
1. Perbuatan melawan hukum karena kesengajaan.
2. Perbuatan melawan hukum tanpa kesalahan (tanpa unsur kesengajaan
maupun kelalaian).
3. Perbuatan melawan hukum karena kelalaian.
Jika ditilik dari model KUHPerdata Indonesia tentang perbuatan melawan
hukum lainnya, sebagaimana juga dengan KUHPerdata di negara – negara lain dalam
sistem hukum Eropa Kontinental, maka model tanggung jawab hukum adalah sebagai
berikut:
a. Tanggung jawab dengan unsur kesalahan (kesengajaan dan kelalaian),
sebagaimana terdapat dalam pasal 1365 KUHPerdata.
b. Tanggung jawab dengan unsur kesalahan, khususnya unsur kelalaian,
sebagaimana terdapat dalam pasal 1366 KUHPerdata.
c. Tanggung jawab mutlak (tanpa kesalahan) dalam arti yang sangat terbatas,
Ada juga yang mengartikan perbuatan melawan hukum sebagai suatu
kumpulan dari prinsip – prinsip hukum yang bertujuan untuk mengontrol atau
mengatur perilaku berbahaya, untuk memberikan tanggung jawab atas suatu kerugian
yang terbit dari interaksi sosial, dan untuk menyediakan ganti rugi terhadap korban
dengan suatu gugatan yang tepat.Beberapa definisi lain yang pernah diberikan
terhadap perbuatan melawan hukum adalah sebagai berikut:
1) Tidak memenuhi sesuatu yang menjadi kewajibannya selain dari
kewajiban kontraktual atau kewajiban quasi kontractual yang menerbitkan
hak untuk meminta ganti rugi.
2) Suatu perbuatan atau tidak berbuat sesuatu yang mengakibatkan
timbulnya kerugian bagi orang lain tanpa sebelumnya ada suatu hubungan
hukum, dimana perbuatan atau tidak berbuat tersebut, baik merupakan
suatu perbuatan biasa maupun juga merupakan suatu kecelakaan.
3) Tidak memenuhi suatu kewajiban yang dibebankan, kewajiban mana
ditujukan terhadap setiap orang pada umumnya dan dengan tidak
memenuhi kewajibannya tersebut dapat dimintakan suatu ganti rugi.
4) Suatu kesalahan perdata (civil wrong) terhadap mana suatu ganti kerugian
dapat dituntut yang bukan merupakan wanprestasi terhadap kontrak, atau
atau wanprestasi terhadap kewajiban trust, ataupun wanprestasi terhadap
kewajiban equity lainnya.
5) Suatu kerugian yang tidak disebabkan oleh wanprestasi terhadap kontrak,
orang lain yang dkiciptakan oleh hukum yang tidak terbit dari hubungan
kontraktual.
6) Sesuatu perbuatan atau tidak berbuat sesuatu yang secara bertentangan
dengan hukum melanggar hak orang lain yang diciptakan oleh hukum, dan
karenanya suatu ganti rugi dapat dituntut oleh pihak yang dirugikan.
7) Perbuatan melawan hukum bukan suatu kontrak, seperti juga kimia bukan
suatu fisika atau matematika.
Dapat dikatakan bahwa sesungguhnya hukum tentang perbuatan melawan
hukum merupakan suatu mesin yang sangat rumit yang memproses pemindahan
beban resiko dari pundak korban ke pundak pelaku perbuatan tersebut. Namun
demikian, dalam praktek ternyata mesin tersebut terlalu rumit sehingga seringkali
terasa berada jauh dari jangkauan keadilan. Ketidaksenangan kepada hukum tentang
perbuatan melawan hukum misalnya terlihat dalam sindiran yang mengatakan bahwa
ungkapan “Sue Thy Neighbour” menjadi cara bagi orang hukum untuk menggantikan
petuah lama berupa ungkapan “Love Thy Neighbour”. Bahkan Disamping itu, rasa
ketidakpuasan terhadap doktrin – doktrin hukum tentang perbuatan melawan hukum
ini, telah mendorong masyarakat untuk mencari berbagai model alternatif yang
dianggap lebih efektif, efisien, dan tidak berbelit – belit, antara lain:
a) Sistem kompensasi dalam bentuk asuransi;
b)Sistem kompensasi yang didasari pada pembiayaan lewat pembayaran pajak
c)Sistem sosial security
G. Operasi Bedah Caesar
1.Pengertian Operasi Bedah Caesar
Operasi caesar memiliki pengertian yaitu operasi untuk
melahirkan/mengeluarkan bayi dari rahim ibu dengan cara membuat sayatan pada
perut dan rahim pada ibu. Sedangkan sacara teoritis Bedah caesar adalah proses
persalinan dengan melalui pembedahan dimana irisan dilakukan di perut ibu
(laparatomi) dan rahim (histerotomi) untuk mengeluarkan bayi bedah caesar
umumnya dilakukan ketika proses persalinan normal melalui vagina tidak
memungkinkan karena beresiko kepada komplikasi medis lainnya Sebuah prosedur
persalinan dengan pembedahan umumnya dilakukan oleh tim dokter yang
beranggotakan spesialis kandungan, spesialis anak, spesialis anastesi serta bidan.
Sayatan bisa dibuat di rahim bagian atas (insisi klasik) atau di rahim bagian bawah
yaitu disebut juga dengan insisi segmen bawah. Sedangkan Insisi klasik digunakan
hanya jika plasenta berada dalam posisi yang abnormal (plasenta previa) atau jika
janin berada dalam posisi horisontal.Menurut, Bensons dan Pernolls, angka kematian
pada operasi caesar adalah 40-80 tiap 100.000 kelahiran hidup. Angka ini
menunjukkan risiko 25 kali lebih besar dibanding persalinan per vaginam.Malahan
untuk kasus karena infeksi mempunyai angka 80 kali lebih tinggi dibandingkan
dengan persalinan per vaginam.Komplikasi tindakan anestesi sekitar 10 persen dari
seluruh angka kematian ibu. Komplikasi lain yang dapat terjadi saat tindakan operasi
pada rahim, cedera pada pembuluh darah, cedera pada usus dan dapat pula cedera
pada bayi.30
2.Prosedur Operasi Bedah Caesar
kelahiran melalui
atau si bayi. Hal-hal lainnya yang dapat menjadi pertimbangan disarankannya bedah
caesar antara lain:
a. Proses persalinan normal yang lama atau kegagalan proses persalinan
norma
b. fetal distress)
c. Adanya
d. Komplikas
e. Sang ibu menderit
f. Putusnya
g. Resiko luka parah pada
h. Persalinan
i. Sang bayi dalam posis
j. Kegagalan persalinan dengan
k. Kegagalan persalinan dengan alat bantu
l. Bayi besar
m. Masalah
n. Kontraksi pada
o. Sebelumnya pernah menjalani bedah caesar
p. Sebelumnya pernah mengalami masalah pada penyembuhan
q. Angka
r. CPD at
yang tidak pas, sehingga persalinan terhambat)
s. Kepala bayi jauh lebih besar dari ukuran normal
t. Ibu menderita
Sang ibu umumnya akan diberikan yang memungkinkan sang ibu untuk tetap sadar selama proses pembedahan dan untuk
menghindari si bayi dari pembiusan. Proses persalinan secara operasi caesar memiliki
beberapa jenis, beberapa diantaranya adalah jenis klasik, sayatan mendatar,
histerektomi caesar, porro cs . berikut adalah penjelasan dari berbagai macam jenis
operasi caesar tersebut:
1) Jenis klasik yaitu dengan melakukan sayatan vertikal sehingga
tetapi jenis ini sudah sangat jarang dilakukan hari ini karena sangat
beresiko terhadap terjadinya komplikasi.
2) Sayatan mendatar di bagian atas dari kandung kemih sangat umum
dilakukan pada masa sekarang ini. Metode ini meminimalkan resiko
terjadinya pendarahan dan cepat penyembuhannya.
3) Histerektomi caesar yaitu bedah caesar diikuti dengan pengangkatan
rahim. Hal ini dilakukan dalam kasus-kasus dimana pendarahan yang sulit
tertangani atau keti
4) Bentuk lain dari bedah caesar seperti extraperitoneal CS atau Porro CS.
Bedah caesar berulang dilakukan ketika pasien sebelumnya telah pernah
menjalani bedah caesar. Umumnya sayatan dilakukan pada bekas luka
operasi sebelumnya.31
3. Bentuk Penyimpangan Dalam Operasi Bedah Caesar
Sering terjadi kasus,karena kelalaian dokter terdapat kain kasa yang tertinggal
dalam perut sang pasien tersebut akibat tertinggalnya kain kasa tersebut timbul
komplikasi paksa bedah sehingga pasien harus dilakukan operasi kembali. Dalam hal
demikian, dokterlah yang harus membuktikan tidak adanya kelalaian pada dirinya.
Operasi bedah caesardilakukan jika menurut dokter pasien hamil tersebut
harus melahirkan melalui bedah caesar, penyimpanganterjadi apabila dokter
3
gagalmemutuskan untuk mengambil tindakan bedah caesar pada saat pasien
seharusnya dilakukan tindakan bedah caesar.
Beberapa penyimpangan yang sering terjadi yaitu:
a. Dokter bedah tidak mempertimbangkan hasil rekam medis dari puskesmas
atau rumah sakit yang merujuknya
b. Sebelum melaksanaakan operasi darurat kelahiran atau cito secsio
sesaria,dokter tidak menyampaikan kepada keluarga pasien setiap resiko
dan kemungkinan yang bakal terjadi termasuk resiko kematian
c. Sebelum melakukan operasi dokter tidak melakukan pemeriksaan
penunjang seperti pemeriksaan jantung dan foto ronsen dada
d. Tidak menggunakan alat operasi yang sesuai dengan standar
e. Sering tertinggalnya benda-benda asing di tubuh pasien operasi caesar.32
32