TUGAS AKHIR
ANALISIS PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
KARYAWAN YANG TIDAK MEMILIKI NPWP DI RUMAH SAKIT PKU
MUHAMMADIYAH BANTUL
Oleh
Annisa Rizki Septiarini
20133030020
PROGRAM STUDI AKUNTANSI TERAPAN
PROGRAM VOKASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
ANALISIS PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
KARYAWAN YANG TIDAK MEMILIKI NPWP DI RUMAH SAKIT PKU
MUHAMMADIYAH BANTUL
TUGAS AKHIR
Sebagai salah satu syarat untuk penyelesaian studi di Program Studi Akuntansi
Terapan
Oleh
Annisa Rizki Septiarini
20133030020
PROGRAM STUDI AKUNTANSI TERAPAN
PROGRAM VOKASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama
: Annisa Rizki Septiarini
NIM
: 20133030020
Jurusan : Akuntansi Terapan
Dengan ini menyatakan tugas akhir ini adalah hasil karya saya sendiri yang
merupakan hasil penelitian, pengolahan, dan analisis saya sendiri serta bukan
merupakan plagiatmaupun saduran dari hasil karya atau penelitian orang lain.
Apabila terbukti tugas akhir ini merupakan plagiat maka tugas akhir ini dianggap
gugur dan harus melakukan penelitian ulang untuk menyusun tugas akhir baru dan
kelulusan serta gelarnya dibatalkan
Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala akibat yang timbul di kemudian
hari menjadi tanggung jawab saya,
Yogyakarta 01 september 2016
MOTTO
“jangan jadikan kekuranganmu sebagai hal yang menghambat kemajuan dan
kesuksesanmu”
“kita tidak tau besok kita jadi apa dan akan terjadi apa,
so do the best for your life
and enjoy everything today”
“Allah SWT adalah pemilik hidup dan pengatur kehidupan serta tau yang terbaik
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya kecil ini kupersembahkan untuk:
Ayah dan ibuku yang dengan penuh kesabaran dan kasih sayangnya mendidik dan
membimbingku
Kakakku yang selalu memotivasiku
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN DOSEN PENGUJI ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERNYATAAN ... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi
INTISARI ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang ... 1
B.
Rumusan Masalah ... 5
C.
Batasan masalah ... 6
D.
Tujuan ... 6
E.
Manfaat ... 6
F.
Metode penelitian ... 7
BAB II DASAR TEORI
A.
Pengertian pajak ... 10
1.
Fungsi pajak ... 10
2.
Sistem pemungutan pajak ... 11
1.
Pengertian NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) ... 12
2.
Cara memperoleh NPWP ... 13
3.
Penghapusan NPWP ... 13
4.
Ketentuan perhitungan pajak PPh pasal 21 tanpa NPWP ... 14
5.
Sanksi ... 15
C.
Pajak penghasilan ... 16
1.
Subjek pajak penghasilan ... 16
2.
Objek pajak penghasilan ... 17
3.
Pelaporan pajak penghasilan ... 18
D.
Pajak penghasilan PPh pasal 21 ... 19
1.
Pengertian pajak penghasilan ... 19
2.
Subjek pajak penghasilan PPh pasal 21 ... 19
3.
Objek pajak penghasilan PPh pasal 21 ... 21
4.
Tidak termasuk objek pajak penghasilan PPh pasal 21 ... 22
5.
Pemotong pajak penghasilan PPh pasal 21 ... 24
6.
Surat pemberitahuan (SPT) ... 24
7.
Surat Setoran Pajak (SPP) ... 25
8.
Penghasilan kena pajak ... 26
9.
Tarif pajak penghasilan PPh pasal 21 ... 26
10.
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) ... 27
BAB III PROFIL PERUSAHAAN
A.
Sejarah Institusi ... 29
B.
visi dan misi ... 30
C.
Struktur Organisasi ... 30
1.
Gambar Struktur organisasi ... 30
2.
Job description ( pembagaian tugas ) ... 31
3.
Landasan dasar ... 33
4.
Legalitas hukum ... 33
5.
Kegiatan usaha ... 33
A.
Hasil dan pembahasan ... 37
1.
Bagian-bagian dalam perhitungan pajak PPh pasal 21 ... 37
2.
Analisis perhitungan dan pemotongan Pajak penghasilan
PPh pasal 21 terhadap karyawan tetap sesuai dengan
undang-undang No.36 tahun 2008 ... 38
3.
Analisis perhitungan dan pemotongan Pajak penghasilan
PPh pasal 21 terhadap karyawan tetap yang Tidak
memiliki NPWP antara rumah sakit PKU Muhammadiyah
Bantul dengan perpajakn ... 40
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan ... 48
B.
Saran ... 48
DAFTAR PUSTAKA ... 49
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Tarif PPh pasal 21 ... 26
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Standar operasional prosedur pajak ... A-51
Lampiran 2 Data perhitungan pajak karyawan tetap yang
Tidak memiliki NPWP menurut rumah sakit ... B-53
Lampiran 3 Data perhitungan pajak karyawan tetap yang
Memiliki NPWP menurut rumah sakit ... C-61
LEMBAR.
PENGESAHAN
Analisis Perhitungan
P,.,4iak
Penghasilan
Patd
21 Karyawan
Yang
Tidak Memiliki
I\IPWP
Di Rumat
Sakit
PKU
Yogyakarta,2
Pembirnbing
DSsi
$usilqwati.
SE.. M.Sc.
MK:
1 9761ll220lil,0
I
8300
Muhammadiyah
Bantul
LEMBAR
PERSETUJUAN
ANALISffi
PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN
PASAL
21
KAR}'AWAN
YANG
TIDAK
MEMILIKI
NPWF
DI RUMAH SAKIT PKU
MUHAMMADIYAH
BANTUL
ANALYSIS
THE CALCULATION
INCOME
TAX
OF
THE Eil'IPLOYEES
WHO
DO
NOT
HAVE
TAX
NAMBERAT
PKU
MATTAMMANIYAH
ITOSPITAL
Diajukan
oleh
ANNISA
RIZKI
SEPTIARINI
20
133030020
Tngas
akhir
ini
telahDipertahankan
dan Dis4hkan didepan Dervan Pengrrji
Prograrn Studi
Akwitansi
Terapan Program
Vokasi
Universitas Muhammadiyah Yog5rakarta
<9
NIK:
1976t112201210
83006
'ffid-rzsz
Mengetahui
Program Yokasi
madiyah
Yogyakarta
: 19?00502199603123023
Tanggal
29rAgustus
201
6
wati.
S.8..
M.Sc.
,q'i. ,; t\t
-{
vii
INTISARI
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk meneliti apakah perhitungan pajak
penghasilan perseorangan PPh pasal 21 karyawan rumah sakit PKU
Muhammadiyah Bantul yang tidak memiliki NPWP sesuai dengan
undang-undang No. 36 Tahun 2008. Penulis membatasi pembahasan dalam perhitungan
pajak pada karyawan tetap yang telah melebihi syarat PTKP namun belum
memiliki NPWP.
Perhitungan pajak PPh pasal 21 dinilai berdasarkan data perhitungan pajak pada
bulan februari 2016. Jenis penelitian yang diakukan penulis adalah jenis studi
kasus yang bersifat deskriptif kualitatif. Jenis data yang digunakan adalah data
primer dan data skunder. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi dan
dokumentasi. Metode analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif dan
metode kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam perhitungan dan pemotongan pajak
PPh pasal 21 karyawan terdapat kesalah yaitu penentuan tarif bagi karyawan uang
belum memiliki NPWP seharusnya dikalikan 120%.
viii
ABSTRAC
The purpose of this study was to investigate whether the calculation of income tax
to employees in PKU Muhammadiyah Bantul hospital is appropriate or not with
the tax laws No. 36 Tahun 2008. The author restrict the discussion in the
calculation of tax on employees who have exceeded the taxable income
requirements and do not have a tax number.
The calculation of Income Tax assessed based on data employees income in
February 2016. The study uses descriptive qualitative approach. The type of data
used are primary data and secondary data. The data was collected through
observation and documentation. The method of data analysis is descriptive.
The results showed that in calculation and withholding employees income tax
there are errors in the determination of tariffs for employees who do not have a tax
number who has been multiplied by 120 percent.
✂
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan Negara yang salah satu pendapatannya
didapatkan melalui iuran wajib dari warga negaranya yang disebut pajak.
Menurut undang-undang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) No. 28 Tahun
2007 adalah:
Kontribusi Wajib Pajak kepada Negara yang terutang oleh Orang
Pribadi atau Badan yang bersifat memaksa berdasarkan
Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar- besarnya kemakmuran
rakyat.
Kesimpulan dari pengertian pajak menurut undang-undang tersebut
adalah pajak merupakan jenis iuran yang bersifat memaksa. Pajak menjadi
salah satu pendapatan yang penting bagi Negara karena pajak dipergunakan
untuk pelaksanaan dan pembangunan nasional. Pajak juga merupakan iuran
wajib yang bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran serta kesejahteraan
masyarakat. Pajak merupakan jenis penerimaan Negara yang penting serta
diperuntukkan guna membiayai pengeluaran rutin yang dikeluarkan oleh
pemerintah untuk pembangunan nasional. Pajak merupakan penerimaan
Negara yang banyak jenisnya. Jenis pajak yang beragam tersebut salah satu
diantaranya banyak menyumbang kas bagi Negara. Jenis pajak yang
merupakan salah satu penerimaan terbesar pemerintah adalah pajak
✄
Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan seseorang untuk
memenuhi kehidupan ekonomisnya selama satu periode, yakni selama satu
tahun, sepanjang kemampuan tersebut berupa uang atau yang dapat diukur
dengan uang, sama dengan jumlah konsumsi selama setahun (Muda, 2005:
32). Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan yang
diterima wajib pajak yang terkait dengan upah, honorarium dan gaji dalam
satu tahun pajak. Pajak penghasilan adalah pajak yang tebesar menyumbang
pendapatan Negara karena hampir diterapkan pada semua bidang penghasilan
wajib pajak. Wajib pajak merupakan salah satu bagian terpenting dari pajak
penghasilan.
Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan
kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak
tertentu. Wajib Pajak dikatakan patuh apabila dapat memenuhi dan
melaksanakan kewajiban perpajakan. Kepatuhan wajib Pajak tersebut berupa:
tepat waktu membayar pajak dan membayar sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan dan diharuskan untuk mengikuti perkembangan Undang-Undang
perpajakan yang berlaku.
Upaya telah banyak dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan
pendapatan sektor pajak mulai dari perbaikan, penyesuaian dan perubahan
undang-undang yang mengatur tentang pajak. Pemerintah sampai sekarang
telah melakukan beberapa kali upaya perubahan dan perbaikan
undang-undang pajak. Undang-undang-undang yang telah diubah oleh pemerintah sebagai
☎
dengan adanya undang-undang Nomor 7 tahun 1983 menjadi Undang-undang
Nomor 10 tahun 1994, kemudian Undang – Undang No.17 Tahun 2000 dan
perubahan terakhir menjadi Undang – Undang No.36 Tahun 2008 tentang
Pajak Penghasilan yang diberlakukan sampai sekarang.
Sistem pemungutan pajak juga merupakan hal yang tidak terlepas dari
perhatian pemerintah. Indonesia merupakan Negara yang pemerintahannya
menganut tiga sistem dalam pemungutan pajak. Sistem pemungutan
with
holding system
menjadi salah satu sistem yang banyak dianut oleh wajib
pajak.
With holding system
adalah sistem pemungutan pajak dimana
pemerintah sebagai pemungut pajak memberikan wewenang kepada badan
atau pihak ketiga untuk menjalankan kewajiban wajib pajak yang termasuk
dalam tanggunganya kepada pemerintah mulai dari perhitungan, pembayaran
dan pelaporan yang harus dibayarkan kepada kantor pelayanan pajak terdekat
sebagai perantara dalam pelaksanaan pajak. Pemerintah sebagai penerima
iuran pajak yang utama hanya bertugas untuk membina dan mengawasi
jalannya pelaksanaan pajak yang ada di lapangan.
Prosedur pengolahan pajak tidak akan terlepas dari adanya wajib pajak
yang salah satu kewajibannya adalah memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib
Pajak). Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang digunakan
sebagai identitas wajib pajak sebagai sarana wajib pajak dalam menjalankan
administrasi perpajakan untuk melaksanakan hak serta kewajiban
perpajakannya. Wajib pajak sebagai pelaksana prosedur pajak harus memiliki
NPWP terutama wajib pajak yang sudah dikenakan kewajiban pajak
✆
yang penting sehingga tidak jarang pula terdapat sanksi yang diberikan oleh
pemerintah berkenaan tidak adanya NPWP.
NPWP sebagai tanda indentitas wajib pajak tentu harus ada perbedaan
pembebanan pembayaran pajak antara wajib pajak yang memiliki NPWP
maupun yang tidak memiliki NPWP. Praktik di lapangan masih menunjukan
banyak badan sebagai salah satu yang menjalankan kewajiban dalam
pembayaran pajak yang melakukan kesalahan perhitungan pajak yang
berkenan dengan tarif yang dibebankan kepada karyawan yang memiliki
NPWP dan tidak memiliki NPWP. Badan tersebut melakukan perhitungan
yang sama antara wajib pajak yang memiliki NPWP dan tidak memiliki
NPWP. Dasar pernyataan yang menunjukan adanya perbedaan perhitungan
antara wajib pajak yang memiliki NPWP dan tidak memiliki NPWP tertuang
dalam peraturan perundang-undangan pajak yaitu berdasarkan PER-31 tahun
2009 tentang Pedoman Teknis dan Tata Cara Pemotongan, Penyetoran PPh
Pasal 21 Pasal 20:
1.
Bagi penerima penghasilan yang PPh pasal 21 yang tidak memiliki
Nomor Pokok Wajib Pajak, dikenakan pemotongan PPh Pasal 21
dengan tarif lebih tinggi 20% (dua puluh persen) daripada tarif
yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang memiliki NPWP
2.
Jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong sebagaimana yang
dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar 120% (seratus dua puluh
persen) dari jumlah PPh Pasal 21 yang seharusnya dipotong dalam
hal yang bersangkutan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.
Peraturan perundang-undangan tersebut jelas menyatakan bahwa
perhitungan pajak PPh 21 karyawan yang memiliki NPWP dan tidak
memiliki NPWP harus dilakukan secara berbeda. Perhitungan pajak di rumah
✝
tarif pajak penghasilan yang berdampak pada adanya kesalahan perhitungan
pajak karyawan yang memiliki NPWP dan tidak memiliki NPWP yang telah
menerima honorarium yang melebihi PTKP. Rumah sakit melakukan
pembebanan tarif yang sama antara karyawan yang memiliki NPWP dengan
karyawan yang tidak memiliki NPWP. Permasalahan yang timbul dari
masalah ini adalah jika dibiarkan maka dikhawatirkan akan terjadi kesalahan
pada perhitungan PPh 21 karyawan yang berdampak pada laporan keuangan
yang salah dan pelaporan pajak yang keliru. Alasan inilah yang mendorong
penulis untuk mengambil judul
“ANALISIS PERHITUNGAN PAJAK
PENGHASILAN PASAL 21 KARYAWAN YANG TIDAK MEMILIKI
NPWP DI RUMAH SAKIT UMUM PKU MUHAMMADIYAH
BANTUL”
B.
Rumusan masalah
Rumusan masalah berdasarkan permasalahan yang ditemukan adalah
sebagai berikut :
1.
Bagaimana prosedur perhitungan dan pemotongan pajak (PPh) pasal 21
yang ditanggung karyawan yang tidak memiliki NPWP dan telah
memperoleh honorarium melebihi PTKP sesuai dengan Undang-Undang
No.36 tahun 2008 ?
2.
Apakah tarif pajak yang diberlakukan untuk wajib pajak yang tidak
memiliki NPWP dan telah melebihi PTKP sudah sesuai dengan
✞
C.
Batasan masalah
Batasan masalah dalam penulisan penelitian ini adalah bagaimana
perhitungan pajak penghasilan terutama pada pajak PPh pasal 21 karyawan
yang tidak memiliki NPWP dan telah melebihi PTKP di rumah sakit PKU
Muhammadiyah Bantul.
D.
Tujuan penelitian
Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah:
1.
Mengetahui prosedur perhitungan dan pemotongan PPh pasal 21
karyawan tetap yang tidak memiliki NPWP dan telah mendapatkan
honorarium yang melebihi PTKP telah sesuai dengan ketentuan
undang-undang No.36 Tahun 2008.
2.
Mengetahui apakah tarif yang diberlakukan untuk prosedur pemotongan
pajak PPh 21 karyawan yang tidak memiliki NPWP dan telah melebihi
PTKP pada PKU Muhammadiyah Bantul telah sesuai dengan ketentuan
undang-undang No.36 Tahun 2008.
E.
Manfaat Penelitian
Manfaat dengan dilakukannya penelitian ini, penulis mengharapkan
agar hasil penelitian ini dapat berguna :
1.
Bagi penulis sendiri, diharapkan dapat memberikan wawasan dan
✟
2.
Bagi institusi sebagai bahan masukan yang mungkin bermanfaat dalam
hal penghitungan pajak penghasilan (PPh) 21 secara tepat dan dapat
memperkecil kemungkinan terjadinya kesalahan penghitungan.
3.
Bagi institusi pendidikan, bermanfaat sebagai bahan masukan bagi
institusi pendididikan dalam bidang ilmu terkait dan dapat menjadi
pedoman bagi mahasiswa untuk penelitian lebih lanjut.
F.
Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian dalam penelitian ini adalah menggunakan :
1.
Jenis data penelitian
Jenis data yang digunakan dalam penulisan ini adalah:
a.
Data kualitatif
Data yang diperoleh dari rumah sakit pada saat melakukan praktik
kerja lapangan dalam bentuk informasi lisan maupun tulisan.
b.
Data kuantitatif
Data dalam bentuk angka-angka seperti besarnya penghasilan, iuran
yang ditanggung karyawan, serta data lainnya yang berhubungn
dengan masalah pajak penghasilan PPh 21 kayawan.
2.
Sumber data penelitian
a.
Data Primer
Data yang diperoleh melalui observasi langsung terkait dengan data
perhitungan pajak pegawai di bagian akuntansi untuk mendapat
✠
b.
Data Skunder
Data-data yang diperoleh dari dokumen-dokumen rumah sakit, dan
literature yang terkait dengan masalah yang dibahas.
3.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a.
Dokumentasi adalah pengumpulan data-data yang berhubungan
dengan penelitian.
b.
Observasi adalah melakukan pengamatan secara langsung dan
pencatatan tentang keadaan atau fenomena yang dijumpai.
c.
Penelitian keperpustakaan
( library research)
4.
Analisis Data
Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan metode
analisis deskriptif yaitu metode penelitian yang bertujuan mengambarkan
keadaan yang sebenarnya sesuai dengan fakta-fakta yang ditemukan
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a.
Melakukan proses pengumpulan data pajak penghasilan PPh 21
karyawan PKU Muhammadiyah Bantul pada bulan Februari 2016.
b.
Melakukan proses klasifikasi data karyawan yang memiliki NPWP
dan tidak memiliki NPWP dan telah melebihi PTKP serta data
perhitungan pajaknya.
c.
Melakukan proses analisis data perhitungan pajak PPh 21 karyawan
yang tidak memiliki NPWP dan melebihi PTKP kemudian
✡
peraturan direktur jenderal pajak yang terkait dengan perhitungan
PPh 21 wajib pajak yang tidak memiliki NPWP.
d.
Menginterprestasikan data yang telah diperoleh dan dianalisis untuk
membuat pemecahan masalah terkait dengan Pajak Penghasilan
Pasal 21.
✁
BAB II
DASAR TEORI
A.
Pengertian pajak
Menurut Soemahamidjaja dalam Suandy (2009: 9) pajak adalah iuran
wajib, berupa uang dan/atau barang, yang dipungut oleh penguasa
berdasarkan norma-norma hukum, guna untuk menutup biaya produksi
barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.
Sedangkan menurut undang-undang ketentuan perpajakan (KUP) no 28 tahun
2007 adalah:
Kontribusi Wajib Pajak kepada Negara yang terutang oleh Orang Pribadi atau
Badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara
bagi sebesar- besarnya kemakmuran rakyat.
Berdasarkan pada definisi tersebut maka dapat diambil kesimpulan
bahwa pajak adalah iuran yang diberikan oleh masyarakat kepada pemerintah
yang diatur berdasarkan undang-undang tanpa bersifat memaksa.
1.
Fungsi pajak
Fungsi Pajak menurut Undang – Undang No.36 Tahun 2008 adalah
sebagai berikut :
a.
Pajak sebagai fungsi anggaran (budgetair), yaitu dari pajak tersebut
yang terletak di sektor publik, yang dimana pajak merupakan alat
untuk memasukkan uang ke Kas negara yang pada waktunya akan
dipergunakan untuk pengeluaran negara, dalam hal ini
☛☛
b.
Pajak berfungsi mengatur, artinya pajak dipergunakan untuk
mengatur tidak hanya pemungutan pajak tersebut, akan tetapi
mengatur pula bidang – bidang diluar keuangan.
c.
Fungsi stabilitas, yaitu dengan adanya pajak, pemerintah memiliki
dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan
stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa
dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di
masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan
efisien.
d.
Fungsi redistribusi pendapatan, yaitu pajak yang sudah dipungut oleh
Negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum,
termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat
membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat.
2.
Sistem Pemungutan Pajak
a.
Official Assesment System
Official Assesment System
adalah suatu sistem pemungutan yang
memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan
besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-cirinya:
1)
Wewenang besarnya pajak terutang ada pada fiskus
2)
Wajib pajak bersifat pasif
3)
Utang pajak timbul setelah dikeluarkannya Surat Ketetapan
☞ ✌
b.
Self Assesment System
Self Assesment System
adalah suatu sistem pemungutan pajak yang
memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri
besarnya pajak yang terutang. Ciri-cirinya:
1)
Wewenang untuk menentukan besarnya pajak ada pada wajib
pajak sendiri.
2)
Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan
melaporkan sendiri pajak yang terutang.
3)
Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
c.
With Holding System
With Holding System
adalah suatu sistem pemungutan pajak yang
memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan
wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak
yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-cirinya:
1)
Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada
pihak ketiga, pihak selain fiskus dan wajib pajak. (Mardiasmo,
2003: 7-8)
B.
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
1.
Pengertian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
NPWP adalah identitas yang diberikan kepada Wajib pajak yang
sudah memiliki kewajiban membayar yang terkait dengan hak dan
kewajiban yang berhubungan dengan prosedur pembayaran pajak kepada
✍ ✎
a.
Sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak.
b.
Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam
pengawasan administrasi pajak.
2.
Cara Memperoleh NPWP
Orang yang dikatagorikan telah memenuhi kewajiban sebagai
wajib pajak harus memiliki NPWP ( Nomor Pokok Wajib Pajak ). Setiap
wajib pajak yang telah memiliki atau menjalankan usaha dan pekerjaan
baik yang bersifat pekerja bebas atau badan, wajib mendaftarkan diri
pada kantor pelayanan pajak yang melayani jalannya pelaksanaan pajak
di wilayah kerjanya yang meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan
wajib pajak untuk dicatat sebagi wajib pajak dan sekaligus kepadanya
diberikan NPWP paling lama satu bulan setelah saat usaha mulai
dijalankan. Wajib pajak atau orang yang diberi kuasa khusus untuk
mendaftarkan
diri
memperoleh
NPWP
wajib
pajak
mengisi,
menandatangani, dan menyampaikan formulir pendaftaran ke KPP
setempat.
3.
Penghapusan NPWP.
Penghapusan NPWP telah dijelaskan pula dalam undang-undang.
Penghapusan NPWP yang terjadi bisa karena suatu kondisi tertentu yang
tidak disengaja maupun sesuatu yang sifatnya disengaja. Berikut
✏ ✑
a.
Wajib pajak yang meninggal dunia serta tidak meninggalkan
warisan.
b.
Wanita kawin tidak dengan perjanjian pemisahan harta dan
penghasilan.
c.
Warisan yang belum terbagi dalam kedudukan sebagai Subjek Pajak.
d.
WP Badan yang telah dibubarkan secara resmi.
e.
Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang karena sesuatu hal kehilangan
statusnya sebagai BUT.
f.
WP Orang Pribadi lainnya yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai
WP.
4.
Ketentuan Perhitungan Pajak PPh 21 Tanpa NPWP.
Wajib Pajak yang telah memenuhi styarat dan telah dikenakan PPh
21 memiliki kewajiban yaitu mendaftarkan diri pada kantor pelayanan
pajak untuk memperoleh NPWP. Wajib pajak yang dengan sengaja tidak
memenuhi kewajiban tersebut akan dikenakan sanksi dan perlakuan
perhitungan yang berbeda dengan wajib pajak yang memiliki NPWP.
NPWP menjadi salah satu hal yang penting karena jika wajib pajak yang
tidak memiliki NPWP maka pengaruh dari adanya pembenana tarif yang
keliru tersebut tentu akan dapat merugikan pada pendapatan Negara.
Sehingga perbedaan perhitungan tersebut dituangkan dalam PER-31
tahun 2009 tentang Pedoman Teknis dan Tata Cara Pemotongan,
Penyetoran PPh Pasal 21 Pasal 20:
a.
Bagi penerima penghasilan yang PPh pasal 21 yang tidak memiliki
✒ ✓
dengan tarif lebih tinggi 20% (dua puluh persen) daripada tarif yang
diterapkan terhadap Wajib Pajak yang memiliki NPWP
b.
Jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong sebagaimana yang
dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar 120% (seratus dua puluh
persen) dari jumlah PPh Pasal 21 yang seharusnya dipotong dalam
hal yang bersangkutan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak
c.
Pemotongan PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
hanya berlaku untuk pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat tidak
final
d.
Dalam hal pegawai tetap atau penerima pensiun berkala sebagai
penerima penghaslan yang telah dipotong PPh Pasal 21 dengan tarif
yang lebih tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak
dalam tahun kalender yang bersangkutan paling lama sebelum
pemotongan PPh Pasal 21 untuk masa pajak Desember, PPh Pasal 21
yang telah dipotong atas selisih pengenaan tarif sebesar 20% (dua
puluh persen) lebih tinggi tersebut diperhitungkan dengan PPh Pasal
21 terhutang untuk bulan-bulan selanjutnya setelah memiliki Nomor
Pokok Wajib Pajak.
5.
Sanksi
Sanksi yang diberlakukan pada wajib pajak yang dengan sengaja
tidak mendaftarkan diri, atau melakukan penyalahgunaan atau tanpa hak
✔ ✕
diancam dengan pidana paling lama 6 ( enam) tahun dan paling tinggi 4
(empat) kali jumlah pajak yang terutang yang tidak atau kurang bayar.
C.
Pajak Penghasilan
Pajak penghasilan (PPh) sebelum perubahan perundang-undangan
perpajakan tahun 1983 diatur dalam beberapa ketentuan perundang-undangan
seperti yang dikenal dengan pajak pendapatan orang pribadi yang dipungut
berdasarkan ordonasi pajak pendapatan tahun 1984. Selanjutnya sejak tahun
1984 pajak penghasilan dipungut berdasarkan undang-undang Nomor 7 tahun
1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh). Sejarah dalam melakukakan proses
perubahan pada Undang-undang PPh ini terjadi pada tahun 1990, tahun 1994,
tahun 2000 dan yang terakhir diganti dengan Undang – Undang No.36 Tahun
2008 tentang Pajak Penghasilan yang diberlakukan sampai sekarang.
Menurut undang-undang No.36 Tahun 2008 pajak penghasilan adalah:
Setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah
kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam
bentuk apa pun
Pernyataan undang-undang tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak
penghasilan adalah segala sasuatu yang dapat menjadi tambahan kekayaan
wajib pajak yang diukur berdasarkan manfaat ekonomisnya.
1.
Subjek Pajak Penghasilan.
Pajak penghasilan merupakan pajak yang tidak akan lepas dari subjek
✖ ✗
pajak. Berdasarkan undang-undang No. 36 Tahun 2008 ayat 2 yang
termasuk subjek pajak adalah :
a.
Orang pribadi
Orang pribadi adalah orang yang bertempat tinggal atau berada di
Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam
jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang tidak
bertempat tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan
puluh tiga hari) dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan.
b.
Warisan yaitu berupa warisan yang belum dibagi sebagai satu
kesatuan, menggantikan yang berhak.
c.
Badan
d.
Bentuk Usaha Tetap (BUT)
2.
Objek pajak penghasilan
Objek Penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis
yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari
Indonesia maupun dari luar negeri, yang dapat dipakai untuk konsumsi
atau menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama
dan bentuk apapun (Mardiasmo, 2002: 109). Objek pajak penghasilan
adalah setiap tambahan yang dihitung secara ekonomis pada penghasilan
wajib pajak. Objek pajak penghasilan dapat dikelompokan sebagai
berikut :
a.
Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan
bebas, seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktik dokter,
✘ ✙
b.
Penghasilan dari usaha atau kegiatan.
c.
Penghasilan dari modal atau penggunaan harta, seperti, sewa,bunga,
dividen, royalti, keuntungan dari penjualan harta yang tidak
digunaka,dan sebagainya.
d.
Penghasilan lain-lain yaitu penghasilan yang tidak dapat
diklasifikasikan ke dalam salah satu ketiga kelompok penghasilan
diatas, seperti:
1)
keuntungan karena pembebasan utang
2)
keuntungan karena selisih kurs
3)
selisih lebih karena penilaian kembali aktiva tetap
4)
hadiah undian
3.
Pelaporan Pajak Penghasilan
Menurut Mulyono (2010: 95) Pelaporan atas pelunasan Pajak
Penghasilan (PPh) dapat dilakukan oleh berbagai pihak, seperti:
a.
Wajib pajak, pelaporan Pajak Penghasilan (PPh) oleh wajib pajak
dapat dilakukan dengan pola; bulanan, triwulan dan tahunan.
b.
Pemungut Pajak Penghasilan (PPh) yang berkedudukan sebagai
pembeli maupun penjual, berkewajiban membayar dan melapor PPh
yang dipungut.
c.
Pemotong Pajak Penghasilan (PPh) yang semuanya berkedudukan
sebagai pembeli jasa berkewajiban membayar dan melapor PPh yang
✚ ✛
d.
Yang menyerahkan barang, pelaporan PPh yang dilakukan oleh yang
menyerahkan barang dilakukan pada berbagai kegiatan seperti yang
termasuk dalam PPh Pasal 22.
e.
Petugas pajak, PPh yang dibayarkan kepada petugas pajak hanya
terjadi pada PPh atas fiskal luar negeri, pelaporan PPh atas fiskal
luar negeri dilakukan oleh petugas fiskal setiap bulan.
D.
Pajak Penghasilan Pph 21
1.
Pengertian Pajak Penghasilan
Menurut PER-31/PJ/2012 pasal 1 ayat 2 Pajak Penghasilan (PPh)
Pasal 21 adalah :
Pungutan resmi yang ditujukan kepada masyarakat atas
penghasilan berupa gaji, upah, honor, tunjangan, serta pembayaran
lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan
pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh
orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri, sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan.
Berdasarkan pengertian pajak penghasilan menurut undang-undang
tersebut maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa pungutan yang
ditujukan kepada masyarakat atas penghasilan yang diterima yang dapat
terdiri dari gaji, honor dan upaah serta pembayaran jenis lainnya yang
diatur oleh undang-undang
2.
Subjek pajak penghasilan PPh pasal 21
Subjek Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dipotong adalah pihak
yang menerima penghasilan (pegawai, penerima pensiun, penerima upah,
✜ ✢
jasa atau kegiatan yang dibedakan menjadi subjek pajak dalam negeri
dan luar negeri, dengan hak dan kewajiban (Radianto, 2010: 75).
a.
pegawai;
b.
tenaga lepas;
c.
bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan
sehubungan dengan pemberian jasa, meliputi:
1)
Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan secara proferional seperti
pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai,
dan aktuaris
2)
Profesi penghibur seperti Pemain musik, pembawa acara,
penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan,
sutradara, kru film, foto model, peragawan/ peragawati, pemain
drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya;
3)
olahragawan;
4)
Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan
moderator;
5)
pengarang, peneliti, dan penerjemah;
6)
pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan
sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi,
ekonomi dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan;
7)
agen iklan;
8)
pengawas atau pengelola proyek;
9)
pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang
✣ ✤
10)
petugas penjaja barang dagangan;
11)
petugas dinas luar asuransi;
12)
distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling
dan kegiatan sejenis lainnya;
13)
peserta
kegiatan
yang
memperoleh
penghasilan
dari
keikutsertaanya dalam kegiatan tersebut.
3.
Objek Pajak Penghasilan PPh 21
Penghasilan yang dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 sesuai
dengan peraturan jendera pajak nomor: PER-31/JP/2009 adalah:
a.
Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara teratur berupa gaji,
uang pensiun, bulanan, upah, honorarium (termasuk honorarium
anggota dewan komisaris atau anggota dewan pengawas), premi
bulanan, uang lembur, uang sokongan, uang tunggu, uang ganti
rugi, tunjangan isteri, tunjangan anak, tunjangan kemahalan,
tunjangan jabatan, tunjangan khusus, tunjangan transport,
tunjangan pajak, tunjangan iuran pensiun, tunjangan pendidikan
anak, beasiswa, hadiah, premi asuransi yang dibayar oleh pemberi
kerja, dan penghasilan teratur lainnya dengan apapun.
b.
Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara tidak teratur
berupa jasa produksi, gratifikasi, tunjangan cuti, tunjangan hari
raya, tunjangan tahun baru, bonus, premi tahunan, dan penghasilan
sejenis laiannya yang sifatnya tidak tetap dan biasanya dibayarkan
sekali dalam setahun.
✥✥
d.
Uang tebusan pensiun, uang Tabungan hari tua atau tunjangan hari
tua (THT), uang pesangon, dan pembayaran lain sejenis.
e.
Honorarium,uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan
dalam bentuk apapun, komisi, beasiswa, dan pembayaran lain
sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan
yang dilakukan wajib pajak dalam negeri, terdiri dari:
1)
Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri
dari: pengecara, akuntann arsitek, dokter, konsultan, notaris,
penilai, dan aktuaris.
2)
Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang
film, sutradara, crew film, foto model, peragawan/peragawati,
pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya.
3)
Olahragawan.
4)
Penasehat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh dan
moderator.
5)
Pengarang, peneliti dan penerjemah.
6)
Pemberi jasa dalam bidang teknik, komputer dan sistem
aplikasinya, telekomunikasi, elektonika, foto grafi dan
pemasaran.
7)
Agen iklan.
8)
Pengawas, pengelola proyek, anggota dan pemberi jasa kepada
suatu kepanitiaan, peserta sidang atau rapat, dan tenaga lepas
✦ ✧
4.
Tidak termasuk objek pajak PPh pasal 21
Tidak termasuk objek pajak PPh pasal 21 berdasarkan keputusan
peraturan jenderal pajak PER-31/JP/2009 pasal 8 terdiri dari:
a.
pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi
sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan,
asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa:
b.
penerimaan dalam bentuk natura dan/atauke nikmatan dalam bentuk
apapun yang diberikan oleh Wajib Pajak atau pemerintah, kecuali
penghasilan sebagai mana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2);
c.
iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, iuran tunjangan
hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara
tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminan sosia tenaga
kerja yang dibayar oleh pemberi kerja;
d.
zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau
lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah,
atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk
agama yang diakui di Indonesia yang diterima oleh orang pribadi
yang berhak dari lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan
oleh Pemerintah sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pjhak-pihak yang
bersangkutan;
e.
beasiswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf I
★ ✩
5.
Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21
Menurut undang-undang No. 36 Tahun 2008 pada pasal 21 ayat (1)
sebagaimana telah disesuaikan dengan PER 31/ PJ/ 2009, bahwa
pemotong pajak penghasilan pasal 21 terdiri dari :
a.
Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan.
b.
Bendaharawan pemerintah baik Pusat maupun Daerah
c.
Dana pensiun atau badan lain seperti Jaminan Sosial Tenaga Kerja
(Jamsostek), PT Taspen, PT ASABRI
d.
Perusahaan dan bentuk usaha tetap (BUT)
e.
Yayasan, lembaga, kepanitia-an, asosiasi, perkumpulan, organisasi
massa, organisasi sosial politik dan organisasi lainnya serta
organisasi internasional yang telah ditentukan berdasarkan
Keputusan Menteri Keuangan.
f.
Penyelenggara kegiatan.
6.
Surat Pemberitahuan (SPT)
Menurut UU No. 28 tahun 2007 yang membahas mengenai
ketentuan umum dan tata cara perpajakan, pengertian Surat
Pemberitahuan adalah:
Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan
untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak, objek
pajak dan atau bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban,
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Surat pemberitahuan ( SPT ) adalah surat yang digunakan sebgai sarana
✪ ✫
a.
Fungsi surat pemberitahuan (SPT)
Sarana untuk mempertanggungjawabkan jumlah pajak penghasilan
yang harus dibayarkan kepada pemerintah.
b.
Jenis surat pemberitahuan (SPT)
SPT dibedakan menjadi 2 jenis yaitu :
1)
SPT-Masa
2)
SPT-Tahunan
7.
Surat Setoran Pajak (SSP)
Berdasarkan UU No. 28 tahun 2007 mengenai ketentuan umum dan
tata cara perpajakan mengenai pasal (1) butir 14 menyatakan bahwa
Surat Setoran Pajak (SSP) adalah bukti pembayaran atau penyetoran
pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah
dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran
yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
a.
Fungsi surat setoran pajak (SSP)
Fungsi surat setoran pajak dalam pelaksanaan pajak adalah sebagai
bukti bahwa wajib pajak telah melakukan pembayaran pajak.
b.
Jenis surat setoran pajak (SSP).
Berdasarkan dari fungsi sebagai sarana administrasi pembayaran
pajak, jenis surat setoran pajak terdiri dari:
1)
Surat Setoran Pajak Standart.
2)
Surat Setoran Pajak Khusus.
✬ ✭
4)
Surat Setoran Cukai atas Barang Kena Cukai dan PPN Hasil
Tembakau Buatan dalam Negeri.
8.
Penghasilan kena pajak (PKP)
Penghasilan kena pajak adalah penghasilan yang digunakan sebagai
dasar untuk melakukan proses perhitungan pajak. Dalam perubahan
undang-undang pajak yang berlaku dari undang-undang nomor 7 tahun
1983 menjadi undang-undang nomor 36 tahun 2008 penghasilan kena
pajak telah diatur dalam pasal 6 tentang pajak penghasilan.
Penghasilan kena pajak didapatkan dari perhitungan Penghasilan
bruto dikurangi biaya yang dapat menambah penghasilan, biaya sebagai
pengurang penghasilan, dan penghasilan itu sendiri yang digunakan
untuk menjamin jumlah penghasilan.
9.
Tarif pajak penghasilan PPh 21
Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 sesuai dengan Pasal 17 ayat (1)
dan (2) Undang-Undang No 36 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan.Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak
bagi:
[image:41.595.178.506.581.752.2]a.
Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1
Tarif pajak PPh pasal 21
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Penghasilan kena
pajak
Sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah)
5%
(lima persen)
Diatas Rp. 50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah) sampai dengan Rp.
250.000.000,00 (dua ratus lima puluh
juta rupiah)
15%
(lima belas persen)
Diatas Rp. 250.000.000,00 (dua ratus
lima puluh juta rupiah) sampai dengan
✮ ✯
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Penghasilan kena
pajak
Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah)
(dua puluh lima persen)
Diatas Rp. 500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah)
30%
(tiga puluh persen)
b.
Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah
sebesar 28% (dua puluh delapan persen)
10.
Penghasilan Tidak Kena Pajak ( PTKP )
PTKP adalah batasan minimal penghasilan yang tidak dikenakan
pajak bagi wajib pajak orang pribadi yang berstatus sebagai pegawai
yang mencakup pegawai tetap, pegawai tidak tetap, pensiunan,
pemagang, calon pegawai, pegawai lepas, pegawai harian, distributor
MLM maupun kegiatan sejenis. Berdasarkan Peraturan direktur jenderal
pajak nomor: PER-32/PJ/2015 pasal 11 ayat 1 besarnya tarif PTKP pajak
adalah sebagai berikut :
a.
Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam jutarupiah) untuk diri Wajib
Pajak orang pribadi;
b.
Rp3.000.000,00 (tiga jutrupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang
kawin; dan
c.
Rp3.000.000,00 (tiga jutarupiah) tambahan untuk setiap anggota
keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus
serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling
✰ ✱
Proses perhitungan pajak, jumlah PTKP ditentukan berdasarkan
status wajib pajak yang akan menentukan jumlah tanggungan yang
[image:43.595.156.517.172.489.2]harus dibayar oleh wajib pajak. Status wajib pajak terdiri dari:
Tabel 2.2
Status wajib pajak
Status WP
Keterangan
TK/…
Tidak Kawin, ditambah dengan banyaknya
tanggungan anggota keluarga;
K/…
Kawin, ditambah dengan banyaknya tanggungan
anggota keluarga;
K/I/…
Kawin, tambahan untuk isteri (hanya seorang)
yang
penghasilannya
digabung
dengan
penghasilan suami, ditambah dengan banyaknya
tanggungan anggota keluarga;
PH
Wajib pajak kawin yang secara tertulis melakukan
perjanjian pemisahan harta dan penghasilan.
PTKP nya tetap seperti PTKP untuk WP kawin
yang penghasilan suami istri digabungan
HB/…
Wajib pajak kawin yang telah hidup berpisah
ditambah
banyaknya
tanggungan
anggota
✲ ✳
BAB III
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
A.
Sejarah institusi
Rumah sakit PKU Muhammadiyah Bantul adalah rumah sakit umum
terletak di Jalan Jendral Sudirman 124 Bantul Yogyakarta. Rumah sakit ini
memiliki sejarah singkat yaitu Pada awal tahun 1966, tepatnya tangal 09
Dzulqo'dah atau bertepatan dengan tanggl 01 Maret 1966 berdirilah sebuah
Klinik dan Rumah Bersalin di kota Bantul yang diberi nama Klinik dan
Rumah Bersalin PKU Muhammadiyah Bantul. Sebagai sebuah karya
tokoh-tokoh Muhammadiyah dan 'Aisyiyah pada waktu itu.
Perkembangan klinik dan RB PKU Muhammadiyah Bantul semakin
pesat ditandai adanya pengembangan pelayanan di bidang kesehatan anak
baik sebagai upaya penyembuhan maupun pelayanan di bidang pertumbuhan
dan perkembangan anak pada tahun 1984. Perkembangan pelayanan inilah
yang menjadi dasar perubahan dari awal didirikan bernama Rumah Bersalin
menjadi Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak dengan Surat Keputusan Ijin
Kanwil Depkes Propinsi DIY no 503/1009/PK/IV/1995 yang selanjutnya
pada tahun 2001 berkembang menjadi RUMAH SAKIT UMUM PKU
MUHAMMADIYAH BANTUL dengan diterbitkannya ijin operasional dari
Dinas Kesehatan No: 445/4318/2001. Saat ini RSU PKU Muhammadiyah
✴ ✵
B.
Visi dan misi institusi
Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah Bantul memilki visi dan
misi sebagai berikut :
1.
Visi
Mewujudkan Rumah Sakit Islami yang mempunyai keunggulan
kompetitif global, dan menjadi kebanggaan umat.
2.
Misi
Berdakwah melalui pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan
mengutamakan peningkatan kepuasan pelanggan serta peduli pada kaum
dhu'afa.
C.
Struktur organisasi
1.
Gambar struktur organisasi.
[image:45.595.55.570.396.686.2]D.
Gambar 3.1
Struktur organisasi rumah sakit PKU Muhammadiyah Bantul
✶✷✸✹ ✺✻ ✼✸✼✻ ✽✾ ✽
✶✷✸✹✺✻ ✼✸✿✹ ❀ ✽❁ ✽❂ ✽❂
✾✹❃✷❄
✶✷✸✹✺✻ ✼✸✿✹ ❂ ✼❂❅ ✽❂ ❆
✾✹❃✷❄
✶ ✷✸✹ ✺✻ ✼✸✺✹✼✽❂ ❆ ✽❂
❃✽❂ ❇ ❈ ❉❊❇
✶✷✸✹ ✺✻ ✼✸❇✶❈❃✽❂
❋ ❈●✶❍■❊ ❍
▲ ▼
2.
Job description
( pembagian Tugas )
Struktur organisasi adalah pengambaran mengenai fungsi dan
bagian yang ada pada instansi maupun perusahaan. Pemisahan tugas dan
fungsi yang jelas menjadi hal yang sangat penting dalam menjalankan
suatu organisasi karena jalannya suatu organisasi sangat tergantung dari
adanya pemisahan fungsi dan tugas yang efektif dan efisien.
Penjabaran dari gambar struktur organisasi dan unit yang terkait
dalam menjalankan kegiatan usaha di rumah sakit PKU Muhammadiyah
Bantul adalah sebgai berikut:
a.
Direktur utama
Direktur utama sekaligus sebagai pimpinan rumah sakit membawahi
empat departemen yang sekaligus sebagai pengambil keputusan
terakhir dan mengatur jalannya rumah sakit.
b.
Direktur pelayanan medis.
Direktur pelayanan medis adalah direktur yang bertugas membantu
direktur utama dalam menjalankan rumah sakit khususnya pada
bagian yang berhubungan dengan pelayanan medis yang diberikan
kepada pasien. Direktur pelayanan medis dalam menjalankan
tugasnya dibantu oleh masing-masing manajer unit dan staf-staf
yang berkompeten dibidang pelayanan medis.
c.
Direktur penunjang medis
Direktur penunjang adalah direktur yang bertugas membantu
direktur utama dalam menjalankan rumah sakit khususnya pada
◆ ❖
medis. Direktur penunjang medis dalam menjalankan tugasnya
dibantu oleh masing-masing manajer unit dan staf-staf yang
berkompeten dibidang pelayanan medis.
d.
Direktur Keuangan dan SIMRS.
Direktur keuangan dan SIMRS adalah direktur yang bertugas
membantu direktur utama dalam menjalankan rumah sakit
khususnya pada bagian yang berhubungan dengan transaksi
keuangan seperti pajak,penggunaan alat-alat kedokteran, gaji dokter
dan pegawai, penyediaan obat, pengolahan laporan keuangan dan
transaksi keuangan yang melibatkan pihak ketiga. Direktur keuangan
dan SIMRS dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh
masing-masing manajer unit dan staf-staf yang berkompeten dibidang
keuangan dan perpajakan.
e.
Direktur SDI dan BINDATRA.
Direktur SDI dan BINDATRA adalah direktur yang bertugas
membantu direktur utama dalam menjalankan rumah sakit
khususnya pada bagian yang berhubungan dengan pihak eksternal
rumah sakit, seperti perekrutan karyawan, hubungan dengan pihak
donator tetap, penelitian mahsiswa dan kepengurusan kegiatan yang
berhubungan dengan keagamaan. Direktur SDI dan BINDATRA
dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh masing-masing manajer
unit dan staf-staf yang berkompeten di bidang hubungan dengan
PP
3.
Landasan Dasar
Landasan dasar berdirinya rumah sakit PKU Muhammadiyah
Bantul adalah Ketaatan, Kebenaran, Amanah, Menyampaikan, Rendah
hati, Ketaqwaan, Disiplin, Tulus Ikhlas, Kesabaran, Santun, Lemah
lembut / Ramah tamah, Ketenangan, Profesionalisme, Bertanggung
jawab, Kepedulian, Keberkatan, Istiqomah, Kasih saying dan Adil.
4.
Legalitas Hukum
Legalitas hukum Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Bantul
Menggunakan surat Keterangan Pimpinan Pusat Muhammadiyah
tentang Badan Hukum nomor 1-A/8.a/1588/1993 tanggal 15 Desember
1993.
5.
Kegiatan usaha Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Bantul.
Rumah sakit PKU Muhammadiyah Bantul adalah sebuah rumah
sakit umum swasta yang berdiri dibawah badan hukum pimpinan pusat
muhammadiyah. Sebagai rumah sakit swasta pada umumnya yang
termasuk kedalam kategori organisasi nirlaba, kegiatan usaha yang
dilakukan adalah kegiatan usaha yang berhubungan dengan jasa
pelayanan kesehatan masyarakat bantul dengan menyediakan fasilitas
serta tenaga medis yang berpengalaman dalam bidang kesehatan.
Penyediaan obat dan tindakan medis yang diberikan kepada pasien
yang berobat di rumah Sakit PKU Muhammadiyah bantul merupakan
kegiatan usaha yang utama. Jenis kegiatan serta bentuk usaha yang
◗ ❘
a.
Pelayanan 24 Jam
Pelayanan 24 jam yang dilakukan oleh rumah sakit PKU
Muhammadiyah Bantul adalah Instalasi Gawat Darurat, Farmasi,
Laboratorium, Radiologi, dan Ambulance.
b.
Rawat jalan
Rawat jalan adalah pelayanan rumah sakit PKU Muhammadiyah
Bantul yang terdiri dari:
1)
Poliklinik
Poliklinik
yang
ada
di
rumah
sakit
umum
PKU
Muhammadiayah adalah poliklinik bedah, Poliklinik Kebidanan
dan Penyakit Kandungan, Poliklinik Tumbuh Kembang Anak,
Poliklinik Penyakit Dalam, Poliklinik Kulit dan Kelamin,
Poliklinik Syaraf, Poliklinik Jiwa, Poliklinik Anak, Poliklinik
THT, Poliklinik Gigi, Poliklinik Umum, Poliklinik Fisioterapi,
Poliklinik Kosmetik Medik, dan Poliklinik Mata.
c.
Rawat inap
Rawat inap adalah pelayanan rumah sakit PKU Muhammadiyah
Bantul yang terdiri dari:
1)
Bangsal Umum Dewasa (Al Insan, Al A'raf, Al Kautsar)
2)
Bangsal Bedah (Al Kahfi)
3)
Bangsal Anak (Al Ikhlas)
4)
Bangsal Perawatan Bayi ( An Nuur)
❙ ❚
d.
Rawat khusus
Pelayanan rawat khusus terdiri dari beberapa pelayanan yaitu
Instalasi Gawat Darurat, Hemodialisa, ICU, HDNC dan NICU.
e.
Tindakan Khusus.
Tidakan khusus yang ada di rumah sakit PKU Muhammadiyah
Bantul terdiri dari:
1)
Bedah
Pelyanan untuk tindakan bedah di rumah sakit pku
muhammadiyah Bantul yaitu Umum, Orthopedi, Anak, Mulut,
Urologi, dan Katarak (Pacho & Konvensional).
2)
Persalinan
Pelayanan untuk tidakan persalianan adalah spontan dan bedah
Caesar.
f.
Pelayanan masayarakat
Pelayanan masyarakat yang dilakukan oleh rumah sakit PKU
Muhammadiyah Bantul terdiri dari:
1)
Home Care
2)
Pemeriksaan / Pengobatan Massal
3)
Khitan Masal
4)
Club Lansia
5)
Club Diabetes
6)
Club Ibu Hamil
❯ ❱
g.
Pelayanan penunjang
Pelayanan penunjang yang ada pada rumah sakit PKU
Muhammadiyah Bantul terdiri dari:
1)
Laboratorium Klinik
2)
Pemeriksaan Endoscop
3)
EKG
4)
EEG
5)
Radiologi : CT Scan Multislice, Rontgen, USG 3D
h.
Pelayanan lain.
Pelayanan lain yang ada di rumah sakit PKU Muhammadiyah Bantul
antara lain:
1)
Test Bebas Napza
2)
Senam Hamil
3)
Pelayanan Informasi Obat
4)
Pelayanan Home Care
5)
General Medical Check Up (GMC)
6)
Pelayanan Bimbingan Rohani Islam
7)
Konsultasi Gizi
8)
Pelayanan Rukti Jenazah
9)
Trauma Center
10)
PKU DMC
37
BAB IV
PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
A.
Hasil dan Pembahasan
1.
Bagian-bagian dalam proses perhitungan pajak penghasilan PPh
pasal 21.
Perhitungan pajak PPh 21 tidak akan terlepas dari bagian-bagian
yang merupakan bagian dari biaya-biaya yang dapat memberi tambahan
penghasilan dan biaya-biaya yang dapat mengurangi penghasilan
karyawan itu sendiri. Penelitian ini dilakukan dengan proses analisa
terhadap perhitungan pajak PPh pasal 21 yang dilakukan penulis pada 138
karyawan tetap yang belum memiliki NPWP dan beberapa orang
diantaranya telah melebihi syarat PTKP.
Proses analisis data tersebut terlebih dahulu dilakukan proses
klasifikasi data karyawan yang telah melebihi PTKP dan belum memiliki
NPWP dan jenis-jenis pengurang penghasilannya adalah sebagai berikut:
a.
Data mengenai karyawan tetap yang belum memiliki NPWP.
1)
Karyawan tetap yang telah melebihi PTKP dan belum memiliki
NPWP berjumlah 3 orang karyawan.
2)
Status karyawan yang belum menikah dan telah melebihi PTKP
berjumlah 1 orang karyawan.
b.
Jenis penghasilan
1)
Gaji pokok, gaji yang dibayarkan bulanan secara rutin oleh rumah
sakit PKU Muhammadiyah Bantul.
38
3)
Bonus/ pengganti cuti besar.
c.
Jenis pengurang
Jenis-jenis pengurang yang disajikan pada data perhitungan yang
dilakukan oleh Rumah sakit PKU Muhammadiyah Bantul telah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan No.36 tahun 2008 .
1)
Biaya jabatan, yaitu 5% dari gaji bruto yang diterima karyawan,
setinggi-tingginya Rp.6.000.000,00 setahun dan Rp.500.000,00
sebulan.
2)
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), yaitu pengurang pajak
yang besarnya sesuai dengan status wajib pajak dan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku per 1 januari 2015.
3)
Iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada
dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh menteri
keuangan atau badan penyelenggara tunjangan hari tua atau
jaminan hari tua yang dipersamakan dengan dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkkan oleh menteri keuangan.
2.
Analisis perhitungan dan pemotongan pajak penghasilan PPh 21
terhadap karyawan tetap sesuai dengan undang-undang No.36
Tahun 2008.
a.
Penerapan perhitungan pajak penghasilan PPh 21 terhadap karyawan
tetap sesuai dengan undang-undang No.36 Tahun 2008 sebagai
berikut:
Penghasilan neto karyawan tetap adalah hasil yang diperoleh dari
39
1)
Biaya jabatan, sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto,
setinggi-tingginya Rp 500.000,00 (lima ratus riburupiah) sebulan
atau Rp 6.000.000,00 (enam juta rupiah) setahun.
2)
Iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada
dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh menteri
keuangan atau badan penyelenggara tunjangan hari tua atau
jaminan hari tua yang dipersamakan dengan dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkkan oleh menteri keuangan.
b.
Besarnya penghasilan neto bagi penerima pensiun berkala yang
dipotong PPh pasal 21 adalah seluruh jumlah penghasilan bruto
dikurangi dengan biaya jabatan, sebesar 5% (lima persen) dari
penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp 500.000,00 (lima ratus
riburupiah) sebulan atau Rp 6.000.000,00 (enam juta rupiah)
setahun.
c.
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), yaitu pengurang pajak yang
besarnya sesuai dengan status wajib pajak dan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku per 1 januari 2015 yaitu:
1)
Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam jutarupiah) untuk diri Wajib
Pajak orang pribadi;
2)
Rp3.000.000,00 (tiga jutrupiah) tambahan untuk Wajib Pajak
yang kawin; dan
3)
Rp3.000.000,00 (tiga jutarupiah) tambahan untuk setiap anggota
40
lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya,
paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.
d.
Bagi penerima penghasilan yang PPh pasal 21 yang tidak memiliki
Nomor Pokok Wajib Pajak, dikenakan pemotongan PPh Pasal 21
dengan tarif lebih tinggi 20% (dua puluh persen) daripada tarif yang
diterapkan terhadap Wajib Pajak yang memiliki NPWP. Jumlah PPh
Pasal 21 yang harus dipotong sebagaimana yang dimaksud pada ayat
(1) adalah sebesar 120% (seratus dua puluh persen) dari jumlah PPh
Pasal 21 yang seharusnya dipotong dalam hal yang bersangkutan
memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.
3.
Analisis perhitungan dan pemotongan pajak penghasilan PPh 21
terhadap karyawan tetap dengan NPWP dan karyawan yang tidak
memiliki NPWP antara rumah sakit PKU Muhammadiyah Bantul
dengan peraturan perpajakan.
Perhitungan pajak penghasilan PPh pasal 21 karyawan tetap
dihitung berdasarkan data yang didapatkan di rumah sakit PKU
Muhammadiyah Bantul yang terdiri dari data karyawan sebagai berikut :
a.
Perhitungan pajak karyawan dengan NPWP
Karyawan tetap secara keseluruhan di rumah sakit PKU
Muhammadiayah berjumlah 441 karyawan. Karyawan dengan
NPWP terdiri dari 248 karyawan. Perhitungan pajak untuk karyawan
yang telah memiliki NPWP secara keseluruhan telah sesuai dengan
41
keseluruhan karyawan yang memiliki NPWP dan telah me