• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit Tuberkulosis di rw 04 Kelurahan Lagoa Jakarta Utara Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit Tuberkulosis di rw 04 Kelurahan Lagoa Jakarta Utara Tahun 2013"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

MASYARAKAT TERHADAP UPAYA PENCEGAHAN

PENYAKIT TUBERKULOSIS DI RW 04 KELURAHAN

LAGOA JAKARTA UTARA TAHUN 2013

Skripsi Diajukan Sebagai Tugas Akhir Strata-1 (S-1) pada

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Oleh:

SUMIYATI ASTUTI

109104000039

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

V

Nama : Sumiyati Astuti

Tempat, Tanggal Lahir : Brebes, 5 Juli 1991 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Alamat : Jln. Tipar cakung No. 69 RT 001 RW 01 Kel. Sukapura, Kec. Cilincing

Jakarta Utara Telepon/Hp : 087876771564

Email : sumiyati.astuti@gmail.com

Riwayat Pendidikan:

1. SDN Sukapura 02 Pagi Jakarta (1997-2003) 2. SMP Negeri 30 Jakarta (2003-2006)

3. SMAN 75 Jakarta (2006-2009)

(7)

vi

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Skripsi, September 2013

Sumiyati Astuti, NIM: 109104000039

Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Masyarakat Terhadap Upaya Pencegahan Penyakit Tuberkulosis di RW 04 Kelurahan Lagoa Jakarta Utara tahun 2013

xx + 89 halaman + 10 tabel + 3 bagan + 5 lampiran

ABSTRAK

Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang paling umum mempengaruhi paru-paru. Prevalensi penyakit TBC semakin meningkat, total kasus penyakit TBC di Kelurahan Lagoa yang tercatat di Puskesmas Kecamatan Koja pada tahun 2012 mencapai 67 kasus. Hal ini terjadi karena upaya pencegahan penyakit tuberkulosis belum dilakukan secara maksimal oleh warga Kelurahan Lagoa.

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional, sampel dalam penelitian ini adalah warga RW 04 Kelurahan Lagoa yang didapat dengan teknik Cluster Sampling. Analisis data yang digunakan adalah analisis univariat dan bivariat. Analisis bivariat menggunakan uji Correlation Spearman.

Hasil analisis univariat menunjukkan 71,7% mayoritas responden memiliki pengetahuan yang baik terhadap upaya pencegahan penyakit TBC, 55% responden memiliki sikap positif terhadap upaya pencegahan penyakit TBC dan 66,7% responden memiliki upaya pencegahan penyakit TBC yang baik. Analisis bivariat dengan uji Correlation Spearman dengan α=0.05, hasil analisis

didapatkan ada hubungan antara pengetahuan dengan upaya pencegahan penyakit TBC (p value=0.000), dan ada hubungan antara sikap masyarakat dengan upaya pencegahan penyakit TBC (p value=0.003). Diharapkan tenaga kesehatan dapat lebih meningkatkan promosi kesehatan yang lebih baik lagi mengenai pentingnya melakukan upaya pencegahan penyakit TBC yang dapat dilakukan oleh masyarakat sebagai pencegahan terhadap penyakit TBC yang dapat menyebabkan kematian.

(8)

vii Undergraduated thesis, September 2013 Sumiyati Astuti, NIM: 109104000039

Relationship of Knowledge Level and Society Attitude Against Tuberculosis Disease Prevention in RW 04 Lagoa, North Jakarta Year 2013

xx + 89 pages + 10 tables + 3 sketch + 5 appendixes

ABSTRACT

Tuberculosis (TBC) is an infection disease which it caused by

Mycobacterium tuberculosis. Prevalence increase in 2012 total cases of TBC disease in Lagoa, Koja district health centre reported there up to 67 cases. This happen due to the prevention has not done optimaly by citizen from Lagoa district.

The purpose of this study was determine the relationship of the level of knowledge and society attitude due the effort from preventing tuberculosis disease. This study is quantitative cross sectional design, the sample in this study were citizen from RW 04 subdistrict of Lagoa with Cluster Sampling. Analysis of the data used is the univariate and bivariate analysis. Bivariate analysis used is Correlation Spearman’s test.

The result of univariate analysis showed 71,7% majority of respondent have good knowledge about the prevention of tuberculosis, 55% of respondent have positive attitude about tuberculosis prevention and 66,7% of respondent have good effort of preventing the TBC disease. Bivariate analysis with Correlation

Spearman’s test with α=0.05 level, the result found there were a relationship between knowledge and the prevention of tuberculosis (p value=0.000). And a relationship between society attitude and the prevention of tuberculosis (p value=0.003). therefore health workers are expected to further enhance the promotion of better health and more about the importance of prevention of TBC disease that can be done by the community as the prevention of tuberculosis disease that can cause death.

(9)

viii

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya. Shalawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Hubungan tingkat

pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit

tuberkulosis di RW 04 Kelurahan Lagoa Jakarta Utara”.

Selama proses penyelesaian skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bantuan berupa bimbingan dan dukungan dari semua pihak. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Prof. Dr. (hc). dr. M. K Tadjudin, Sp. And sebagai Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ns. Waras Budi Utomo, S. Kep, MKM dan Ns. Eni Nur’aini Agustini, S. Kep, M. Sc, selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ns. Waras Budi Utomo, S. Kep, MKM, selaku pembimbing pertama yang telah membimbing dengan sabar dan memberikan motivasi kepada penulis.

4. Ns. Puspita Palupi, S. Kep, M. Kep, Sp. Kep. Mat, selaku pembimbing

kedua yang telah membimbing dan memberikan motivasi kepada penulis. 5. Bapak/Ibu dosen Program Studi Ilmu Keperawatan, yang telah

(10)

ix

7. Kepala Dinas Kesehatan Kota Jakarta beserta seluruh stafnya karena telah

membantu dalam perizinan penelitian.

8. Kepala Puskesmas Kecamatan Koja Jakarta Utara beserta seluruh stafnya karena telah membantu dalam pemberian data untuk penelitian.

9. Kepala Kelurahan Lagoa Kecamatan Koja Jakarta Utara beserta seluruh stafnya karena telah membantu dalam perizinan dan pengambilan data penelitian.

10. Ketua RT 002, RT 004, RT 006, RT 008, RT 010 dan RT 012 karena telah

membantu dalam perizinan dan pengambilan data.

11. Teristimewa ucapan terima kasih kepada seluruh keluarga tercinta, orang tua yang telah memberikan kasih sayang, doa, dan pengorbanan baik moril maupun materil demi kelancaran kehidupan dan masa depan penulis, serta untuk kakak-kakakku yang selalu memberikan doa dan semangat.

12. Karang Taruna 03, Wati, Yessi, dan Winda yang telah banyak membantu

dalam mengumpulkan data penelitian.

13. Sahabat-sahabatku yang telah memberikan doa dan semangat dalam

menyelesaikan penelitian ini.

(11)

x

bagi pembaca sekalian. Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak terdapat kesalahan. Oleh sebab itu kritik dan saran untuk perbaikan skripsi ini sangat penulis harapkan. Terima kasih untuk semua bimbingan, arahan, kritikan dan saran yang telah diberikan oleh semua pihak. Semoga Allah melimpahkan rahmat dan kemudahan kepada kita semua.

Jakarta, Oktober 2013

(12)

xi

Halaman HALAMAN JUDUL

PERNYATAAN PERSETUJUAN ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR BAGAN ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

DAFTAR ISTILAH/SINGKATAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Pertanyaan Penelitian ... 9

D. Tujuan Penelitian ... 9

E. Manfaat Penelitian ... 10

(13)

xii

A. Pengetahuan ... 12

1. Pengertian ... 12

2. Klasifikasi ... 13

3. Proses Adopsi Perilaku ... 14

4. Tingkat Pengetahuan dari Domain Kognitif ... 15

5. Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan ... 16

B. Sikap ... 18

1. Pengertian ... 18

2. Komponen Pokok Sikap ... 19

3. Tingkatan Sikap ... 20

4. Faktor yang Mempengaruhi Sikap ... 21

C. Tuberkulosis ... 23

1. Pengertian Tuberkulosis ... 23

2. Etiologi ... 24

3. Penularan ... 25

4. Manifestasi Klinis ... 25

5. Komplikasi ... 27

6. Faktor Risiko TBC ... 28

7. Pencegahan ... 34

8. Kebijakan Program Penanggulangan Penyakit Tuberkulosis di Indonesia ... 37

D. Penelitian Terkait ... 39

(14)

xiii

A. Kerangka Konsep ... 43

B. Hipotesis Penelitian ... 44

C. Definisi Operasional ... 44

BAB IV METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 48

B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 48

C. Populasi dan Sampel ... 49

1. Populasi Penelitian ... 49

2. Sampel Penelitian ... 49

D. Teknik Pengambilan Sampling ... 52

E. Alat Pengumpul Data dan Prosedur Penelitian ... 52

1. Instrumen Penelitian ... 52

2. Uji Validitas dan Reabilitas ... 56

3. Metode Pengumpulan Data ... 58

F. Pengolahan Data ... 59

G. Teknik Analisa Data ... 60

H. Etika Penelitian ... 61

BAB V HASIL PENELITIAN A. Gambaran Kelurahan Lagoa Jakarta Utara ... 64

(15)

xiv

2. Karakteristik Jenis Kelamin ... 66

3. Karakteristik Pendidikan ... 66

4. Karakteristik Pekerjaan ... 67

C. Analisa Univariat ... 67

1. Gambaran Pengetahuan Masyarakat Terhadap Upaya Pencegahan Penyakit Tuberkulosis ... 68

2. Gambaran Sikap Masyarakat Terhadap Upaya Pencegahan Penyakit Tuberkulosis ... 69

3. Gambaran Upaya Pencegahan Penyakit TBC ... 69

D. Analisa Bivariat ... 70

1. Hubungan Pengetahuan Masyarakat Terhadap Upaya Pencegahan Penyakit Tuberkulosis ... 70

2. Hubungan Sikap Masyarakat Terhadap Upaya Pencegahan Penyakit Tuberkulosis ... 71

BAB VI PEMBAHASAN A. Analisis Univariat ... 73

1. Gambaran Pengetahuan Tentang Penyakit Tuberkulosis Dan Upaya Pencegahan Penyakit TBC ... 73

2. Gambaran Sikap Masyarakat Tentang Upaya Pencegahan Penyakit Tuberkulosis ... 77

(16)

xv

Upaya Pencegahan Penyakit TBC ... 81 2. Hubungan Sikap Masyarakat Terhadap Upaya Pencegahan

Penyakit Tuberkulosis ... 83 C. Keterbatasan Penelitian ... 85

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 87 B. Saran ... 88

DAFTAR PUSTAKA

(17)

xvi

No. Tabel Halaman

Tabel 3.1 Definisi Operasional ... 45

Tabel 5.1 Distribusi Statistik Deskriptif Umur Responden... 65

Tabel 5.2 Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin ... 66

Tabel 5.3 Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan ... 66

Tabel 5.4 Distribusi Responden Menurut Jenis Pekerjaan ... 67

Tabel 5.5 Distribusi Responden Menurut Pengetahuan Terhadap Upaya Pencegahan Penyakit Tuberkulosis ... 68

Tabel 5.6 Distribusi Responden Menurut Sikap Masyarakat Terhadap Upaya Pencegahan Penyakit Tuberkulosis ... 69

Tabel 5.7 Distribusi Responden Menurut Upaya Pencegahan Penyakit Tuberkulosis ... 69

Tabel 5.8 Distribusi Responden Menurut Proporsi Pengetahuan Terhadap Upaya Pencegahan Penyakit Tuberkulosis ... 70

(18)

xvii

No. Bagan Halaman

(19)

xviii Lampiran 1 Lembar Informed Concent

Lampiran 2 Kuesioner

Lampiran 3 Output Analisis Univariat dan Bivariat

Lampiran 4 Surat Izin Uji Validitas dan Reabilitas

(20)

xix

Amiloidosis : Kelainan metabolisme protein Apeks paru-paru : Bagian puncak paru-paru

BCG : Bacillus Calmette et Guerin

Bronkitis kronis : Gangguan paru obstruktif yang ditandai produksi mukus berlebihan di saluran napas bawah dan menyebabkan batuk kronis

Depkes : Departemen Kesehatan

DOTS : Directly Observed Treatment, Shorcourse chemotherapy

Efusi pleura : suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam pleura

Empiema : Terkumpulnya cairan purulen (pus) di dalam rongga pleura

Hemoptisis : Darah yang keluar dari mulut saat batuk

Karsinoma paru : Neoplasma ganas yang muncul dari epitel bronkus

Kor pulmonale : Gagal jantung kanan akibat penyakit paru kronis Laringitis : Infeksi pada daerah laring

MDGs : Millenium Development Goals

Meninges : Membran tipis yang membungkus otak dan medula spinalis.

(21)

xx

mengelilingi cabang-cabang bronkus.

Penyakit jantung koroner : Penyakit jantung yang disebabkan penyempitan arteri koroner

Pleuritis : Peradangan pada pleura

Sindrom gagal napas : Suatu kondisi yang ditandai dengan hipoksemia berat, dispnea dan infiltrasi pulmonari bilateral Tuberkulosis ekstrapulmonar : Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain

(22)

1

A. Latar Belakang

Tuberkulosis (TBC) masih menjadi masalah kesehatan global. Sepertiga dari populasi dunia sudah tertular dengan TBC dimana sebagian besar penderita TBC adalah usia produktif (15-55 tahun). Hal ini menyebabkan kesehatan yang buruk di antara jutaan orang setiap tahun dan menjadi penyebab utama kedua kematian dari penyakit menular diseluruh dunia, setelah Human Immunodeficiency Virus (HIV)/AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). Pada tahun 2011 terdapat 9 juta kasus baru dan 1,4 juta kematian akibat penyakit TBC dan HIV. World Health Organization

(WHO) menyatakan TBC sebagai global darurat kesehatan masyarakat pada tahun 1993 (WHO, 2012).

Di Indonesia, TBC merupakan masalah kesehatan yang harus ditanggulangi oleh pemerintah. Data WHO (2008) mencatat bahwa Indonesia berada pada peringkat 5 dunia penderita TBC terbanyak setelah India, China, Afrika Selatan dan Nigeria. Peringkat ini mengalami penurunan dibandingkan tahun 2007 yang menempatkan Indonesia pada posisi ke-3 kasus TBC terbanyak setelah India dan China (Depkes, 2012).

(23)

perempuan dan 6,1 juta laki. Kasus TBC lebih banyak diderita oleh laki-laki dibandingkan perempuan. Tahun 2010 Indonesia telah berhasil menurunkan insidens, prevalensi, dan angka kematian. Insidens berhasil diturunkan sebesar 45% yaitu 343 menjadi 189 per 100.000 penduduk, prevalensi dapat diturunkan sebesar 35% yaitu 443 menjadi 289 per 100.000 penduduk dan angka kematian diturunkan sebesar 71% yaitu 92 menjadi 27 per 100.000 penduduk. TBC masih merupakan masalah kesehatan penting di dunia dan di Indonesia. TBC juga merupakan salah satu indikator keberhasilan MDGs yang harus dicapai oleh Indonesia, yaitu menurunkan angka kesakitan dan angka kematian menjadi setengahnya di tahun 2015 (Depkes, 2011).

(24)

Profil Kesehatan Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2007 menunjukkan total presentase angka kejadian TBC paru secara klinis sebesar 37,026% dimana presentase wilayah Jakarta Pusat sebesar 2,269%, Jakarta Utara sebesar 16,274%, Jakarta Barat sebesar 2,274%, Jakarta Selatan sebesar 4,615% dan Jakarta Timur sebesar 11,594%. Presentase tertinggi terdapat pada wilayah Jakarta Utara yaitu sebesar 16,274% (Dinkes, 2007).

Hasil survei prevalensi TBC tahun 2004 mengenai pengetahuan, sikap dan perilaku menunjukkan bahwa 96% keluarga merawat anggota keluarga yang menderita TBC dan hanya 13% yang menyembunyikan keberadaan mereka. Meskipun 76% keluarga pernah mendengar tentang TBC dan 85% mengetahui bahwa TBC dapat disembuhkan, akan tetapi hanya 26% yang dapat menyebutkan dua tanda dan gejala utama TBC. Cara penularan TBC dipahami oleh 51% keluarga dan hanya 19% yang mengetahui bahwa tersedia obat TBC gratis (Depkes, 2011). Dari hasil survei tersebut menunjukkan bahwa masih ada keluarga yang belum memiliki pengetahuan yang cukup tentang penyakit tuberkulosis.

(25)

(Directly Observed Treatment, Shorcourse chemotherapy) untuk diagnosis dan pengobatan TBC merupakan tantangan utama di Indonesia dengan wilayah geografis yang sangat luas (Depkes, 2011).

Media (2010) melakukan penelitian yang berjudul “Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Masyarakat Tentang Penyakit Tuberkulosis Paru di Kecamatan Sungai Tarab, Kabupaten Tanah Datar Provinsi Sumatra Barat”. Hasil penelitian ini menunjukkan pengetahuan sebagian masyarakat mengenai tanda-tanda penyakit TBC relatif cukup baik, sikap masyarakat masih kurang peduli terhadap akibat yang dapat ditimbulkan oleh penyakit TBC, perilaku dan kesadaran sebagian masyarakat untuk memeriksakan dahak dan menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan masih kurang, karena mereka malu dan takut divonis menderita TBC.

Penelitian yang dilakukan oleh Handoko (2010) tentang “Hubungan Tingkat Penghasilan, Pendidikan, Pengetahuan, Sikap Pencegahan dan Pencarian Pengobatan, Praktek Pencegahan dan Pencarian Pengobatan Dengan Penyakit TBC di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM)

Surakarta” mengungkapkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara

sikap pencegahan dan pencarian pengobatan serta tingkat pendidikan masyarakat terhadap penyakit TBC di kota Surakarta. Dan tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat penghasilan, pengetahuan dan praktek pencarian pengobatan terhadap penyakit TBC di kota Surakarta.

Wahyuni (2008) melakukan penelitian tentang “Determinan Perilaku

Masyarakat Dalam Pencegahan, Penularan Penyakit TBC Di Wilayah Kerja

(26)

bermakna antara pengetahuan, sikap, tingkat pendidikan, kepadatan hunian rumah dan luas ventilasi rumah dengan pencegahan penularan penyakit tuberkulosis. Serta determinan yang paling besar pengaruhnya adalah tingkat pendidikan, kepadatan hunian dan pengetahuan.

Pencegahan penyakit merupakan komponen penting dalam pelayanan kesehatan. Perawatan pencegahan melibatkan aktivitas peningkatan kesehatan termasuk program pendidikan kesehatan khusus, yang dibuat untuk membantu klien menurunkan risiko sakit, mempertahankan fungsi yang maksimal, dan meningkatkan kebiasaan yang berhubungan dengan kesehatan yang baik (Perry & Potter, 2005). Upaya pencegahan penyakit tuberkulosis dilakukan untuk menurunkan angka kematian yang disebabkan oleh penyakit tuberkulosis. Upaya pencegahan tersebut terdiri dari menyediakan nutrisi yang baik, sanitasi yang adekuat, perumahan yang tidak terlalu padat dan udara yang segar merupakan tindakan yang efektif dalam pencegahan TBC (Francis, 2011).

(27)

diimbangi oleh sikap dan praktek yang berkesinambungan tidak akan mempunyai makna yang berarti bagi kehidupan. Maka dari itu pengetahuan dan sikap merupakan penunjang dalam melakukan perilaku sehat salah satunya upaya pencegahan penyakit tuberkulosis.

Kasus penyakit tuberkulosis di wilayah kecamatan Koja cukup tinggi. Data kasus penyakit tuberkulosis yang tercatat di Puskesmas Kecamatan Koja menunjukkan tahun 2010 sebanyak 147 kasus, tahun 2011 sebanyak 142 kasus dan tahun 2012 sebanyak 129 kasus. Dari hasil data yang tercatat selama tiga tahun terakhir menunjukkan kasus penyakit tuberkulosis yang terjadi di wilayah Kecamatan Koja cukup tinggi. Puskesmas Kecamatan Koja memiliki wilayah cakupan kerja sebanyak enam kelurahan, yaitu kelurahan Tugu Utara, kelurahan Tugu Selatan, kelurahan Koja, kelurahan Lagoa, kelurahan Rawa Badak Utara dan kelurahan Rawa Badak selatan. Penanggung jawab poli TB mengatakan bahwa dari semua kelurahan yang ada di kecamatan koja, yang memiliki kasus tuberkulosis terbanyak yaitu kelurahan Lagoa sebanyak 52 kasus tahun 2010, 58 kasus tahun 2011, dan 67 kasus tahun 2012.

(28)

Wawancara lebih lanjut mengenai sikap masyarakat kelurahan Lagoa mengenai penyakit tuberkulosis didapatkan hasil dari 3 pertanyaan yaitu delapan warga mengatakan bahwa tidak terlalu mempedulikan tentang tindakan pencegahan penyakit TBC karena mereka beranggapan selama mereka tidak berinteraksi dengan penderita TBC, mereka tidak akan tertular penyakit TBC. Responden juga mengatakan bahwa saat bersin dan batuk tidak menutup mulutnya, dan masih ada masyarakat yang membuang ludah atau dahak disembarang tempat.

Penelitian-penelitian terkait tentang tuberkulosis sudah banyak dilakukan di Indonesia namun kebanyakan hanya terbatas pada keberhasilan pengobatan penyakit tuberkulosis saja. Penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu mengenai upaya pencegahan penyakit tuberkulosis secara keseluruhan. Pengetahuan mengenai upaya pencegahan penyakit tuberkulosis bagi masyarakat merupakan hal yang sangat penting untuk diketahui dan dipahami sehingga masyarakat dapat terhindar dari penyakit tuberkulosis.

(29)

B. Perumusan Masalah

TBC masih menjadi masalah kesehatan global. Pada tahun 2011 terdapat 9 juta kasus baru dan 1,4 juta kematian akibat penyakit TBC dan HIV (WHO, 2012). Angka kematian dan kesakitan akibat kuman

Mycobacterium tuberculosis di Indonesia sangat tinggi sebesar 1,7 juta orang meninggal karena TBC (Depkes, 2011).

Kasus penyakit tuberkulosis di wilayah kecamatan Koja cukup tinggi. Data kasus penyakit tuberkulosis yang tercatat di Puskesmas Kecamatan Koja menunjukkan tahun 2010 sebanyak 147 kasus, tahun 2011 sebanyak 142 kasus dan tahun 2012 sebanyak 129 kasus. Dari semua kelurahan yang ada di kecamatan koja, yang memiliki kasus tuberkulosis terbanyak yaitu kelurahan Lagoa sebanyak 52 kasus tahun 2010, 58 kasus tahun 2011, dan 67 kasus tahun 2012.

Studi pendahuluan yang telah dilakukan di wilayah RW 04 Kelurahan lagoa didapatkan masih banyaknya warga yang tidak mengetahui tentang penyakit TBC dan pencegahannya, serta sikap warga Kelurahan Lagoa tidak terlalu memperhatikan tentang tindakan pencegahan penyakit TBC.

(30)

C. Pertanyaan penelitian

1. Bagaimana tingkat pengetahuan tentang upaya pencegahan penyakit TBC pada masyarakat di RW 04 kelurahan Lagoa Jakarta Utara?

2. Bagaimana sikap tentang upaya pencegahan penyakit TBC pada masyarakat di RW 04 kelurahan Lagoa Jakarta Utara?

3. Bagaimana upaya pencegahan penyakit TBC pada masyarakat di RW 04 kelurahan Lagoa Jakarta Utara?

4. Bagaimana hubungan tingkat pengetahuan terhadap upaya pencegahan

penyakit TBC pada masyarakat di RW 04 kelurahan Lagoa Jakarta Utara? 5. Bagaimana hubungan sikap terhadap upaya pencegahan penyakit TBC

pada masyarakat di RW 04 kelurahan Lagoa Jakarta Utara?

D. Tujuan penelitian

1. Tujuan umum :

Diketahuinya hubungan tingkat pengetahuan dan sikap terhadap upaya pencegahan penyakit TBC pada masyarakat RW 04 kelurahan Lagoa Jakarta Utara.

2. Tujuan khusus :

a. Diketahuinya tingkat pengetahuan tentang upaya pencegahan penyakit TBC pada masyarakat RW 04 kelurahan Lagoa Jakarta Utara.

b. Diketahuinya sikap tentang upaya pencegahan penyakit TBC pada

masyarakat RW 04 kelurahan Lagoa Jakarta Utara.

(31)

d. Diketahuinya hubungan tingkat pengetahuan terhadap upaya pencegahan penyakit TBC pada masyarakat RW 04 kelurahan Lagoa Jakarta Utara.

e. Diketahuinya hubungan sikap terhadap upaya pencegahan penyakit TBC pada masyarakat RW 04 kelurahan Lagoa Jakarta Utara.

E. Manfaat penelitian

1. Bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya PSIK

Secara akademik penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan mahasiswa keperawatan mengenai pengaruh tingkat pengetahuan dan sikap terhadap upaya pencegahan penyakit TBC

2. Bagi profesi keperawatan

Hasil penelitian ini dapat menambah informasi bagi perawat khususnya mengenai penyakit TBC tentang pentingnya pengetahuan dan sikap terhadap upaya pencegahan penyakit TBC

3. Bagi peneliti selanjutnya

(32)

F. Ruang Lingkup Penelitian

(33)

12

Tinjauan Pustaka

A. Pengetahuan

1. Pengertian

Martin dan Oxman (1988) dalam Kusrini (2009) mengungkapkan bahwa pengetahuan merupakan kemampuan untuk membentuk model mental yang menggambarkan obyek dengan tepat dan merepresentasikannya dalam aksi yang dilakukan terhadap suatu obyek.

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan suatu kejadian tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007).

(34)

yang telah diketahuinya dan disadari sepenuhnya tersebut akan menimbulkan respon lebih jauh lagi yaitu berupa tindakan atau sehubungan dengan stimulus atau informasi upaya pencegahan penyakit TBC (Notoatmodjo, 2007).

Djannah (2009) dalam penelitiannya di Yogyakarta mengungkapkan bahwa semakin tinggi pengetahuan terhadap suatu objek maka akan semakin baik pula sikap seseorang terhadap objek tersebut. Pengetahuan dan pemahaman seseorang tentang penyakit tuberkulosis dan pencegahan penularannya memegang peranan penting dalam keberhasilan upaya pencegahan penularan penyakit tuberkulosis. Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang di dasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).

2. Klasifikasi

Budiman (2013) menjelaskan bahwa jenis pengetahuan di antaranya sebagai berikut:

a. Pengetahuan Implisit

Merupakan pengetahuan yang masih tertanam dalam bentuk pengalaman seseorang dan berisi faktor-faktor yang tidak bersifat nyata, seperti keyakinan pribadi, perspektif, dan prinsip.

b. Pengetahuan Eksplisit

(35)

3. Proses Adopsi Perilaku

Penelitian Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2007) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:

a. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu

b. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus

c. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi

d. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru

e. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

(36)

4. Tingkat Pengetahuan di Dalam Domain Kognitif

Notoatmodjo (2012) menjelaskan bahwa pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu:

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

c. Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintesis (synthesis)

(37)

keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

5. Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Budiman (2013) menjelaskan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya pengetahuan adalah sebagai berikut:

a. Pendidikan

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin mudah menerima informasi sehingga banyak pula pengetahuan yang dimiliki.

b. Informasi/media massa

Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun nonformal dapat memberikan pengaruh jangka pendek sehingga menghasikan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut.

c. Sosial, budaya, dan ekonomi

(38)

melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu sehingga status sosial ekonomi ini akan memengaruhi pengetahuan seseorang.

d. Lingkungan

Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak, yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu.

e. Pengalaman

Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu.

f. Usia

(39)

B. Sikap (attitude)

1. Pengertian

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Newcomb menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Maka dari itu, sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2007).

(40)

Diagram di bawah ini dapat lebih menjelaskan uraian tersebut. Proses Terbentuknya Sikap dan Reaksi

Bagan 2.1 Proses Terbentuknya Sikap dan Reaksi, Skiner (1938)

Proses pembentukan sikap dapat terjadi karena adanya rangsangan, seperti pengetahuan masyarakat tentang pencegahan penyakit TBC. Rangsangan tersebut menstimulus diri masyarakat untuk memberi respon, dapat berupa sikap positif atau negatif, akhirnya akan diwujudkan dalam perilaku atau tidak.

Menurut Berkowitz (1972) dalam Azwar (2013), setiap orang yang mempunyai perasaan positif terhadap suatu objek psikologis dikatakan menyukai objek tersebut atau mempunyai sikap favorable terhadap objek itu, sedangkan individu yang mempunyai perasaan negatif terhadap suatu objek psikologis dikatakan mempunyai sikap yang unfavorable terhadap objek sikap tersebut.

2. Komponen Pokok Sikap

Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2012) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok:

(41)

c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Suatu contoh misalnya, seorang ibu telah mendengar penyakit TB paru (penyebabnya, akibatnya, pencegahannya, dan sebagainya). Pengetahuan ini akan membawa ibu untuk berpikir dan berusaha supaya anaknya tidak terkena penyakit TB paru. Dalam berpikir ini komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja sehingga ibu tersebut berniat untuk melakukan pencegahan agar anaknya tidak terkena penyakit TB paru. Ibu ini mempunyai sikap tertentu terhadap objek yang berupa penyakit TB paru.

Breckler (1984) dalam Budiman (2013) menjelaskan bahwa komponen utama sikap adalah sebagai berikut:

a. Kesadaran b. Perasaan c. Perilaku

3. Tingkatan Sikap

Notoatmodjo (2007) membagi sikap dalam berbagai tingkatan: a. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

b. Merespon (responding)

(42)

Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang di berikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.

c. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap.

d. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap

Azwar (2013) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi sikap adalah:

a. Pengalaman pribadi

Apa yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial. Tanggapan akan menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap, untuk dapat mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan objek psikologis.

b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting

(43)

anggap penting, akan banyak mempengaruhi pembentukan sikap kita terhadap sesuatu.

c. Pengaruh kebudayaan

Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Tanpa kita sadari, kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap kita terhadap berbagai masalah.

d. Media massa

Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Pesan-pesan sugestif yang dibawa informasi tersebut, apabila cukup kuat, akan memberi dasar efektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu.

e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama

Lembaga pendidikan dan lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu, pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya.

f. Pengaruh faktor emosional

(44)

sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.

C. Tuberkulosis Paru

1. Pengertian

TBC adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri

Mycobacterium tuberculosis, yang paling umum mempengaruhi paru-paru. Penyakit ini ditularkan dari orang ke orang melalui cairan dari tenggorokan dan paru-paru seseorang dengan penyakit pernapasan aktif (WHO, 2012).

Tuberkulosis paru adalah penyakit radang parenkim paru karena infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru mencakup 80% dari keseluruhan kejadian penyakit tuberkulosis, sedangkan 20% selebihnya merupakan tuberkulosis ekstrapulmonar (Djojodibroto, 2009).

TBC adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru. Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk meninges, ginjal, tulang, dan nodus limfe. Agens infeksius utama, Mycobacterium tuberculosis, adalah batang aerobik tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar ultraviolet (Smeltzer, 2002).

(45)

juga menyerang organ lain, seperti tulang, meninges, ginjal, dan nodus limfe.

2. Etiologi

Mycobacterium tuberculosis merupakan jenis kuman berbentuk batang berukuran panjang 1 sampai 4 mm dengan tebal 0,3 sampai 0,6 mm. Sebagian besar komponen Mycobacterium tuberculosis adalah berupa lemak/lipid sehingga kuman mampu tahan terhadap asam serta sangat tahan terhadap zat kimia dan faktor fisik. Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yakni menyukai daerah yang banyak oksigen. Oleh karena itu, Mycobacterium tuberculosis senang tinggal di daerah apeks paru-paru yang kandungan oksigennya tinggi. Daerah tersebut menjadi tempat yang kondusif untuk penyakit tuberkulosis (Somantri, 2007).

Mycobacterium tuberculosis mempunyai sifat istimewa, yaitu dapat bertahan terhadap pencucian warna dengan asam dan alkohol, sehingga sering disebut Basil Tahan Asam (BTA), serta tahan terhadap zat kimia dan fisik. Bakteri ini juga tahan dalam keadaan kering dan dingin, bersifat dorman dan aerob (Widoyono, 2008).

(46)

3. Penularan

Penyakit tuberkulosis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis ditularkan melalui udara (droplet nuklei) saat seorang pasien TBC batuk dan percikan ludah yang mengandung bakteri tersebut terhirup oleh orang lain saat bernapas. Bila penderita batuk, bersin, atau berbicara saat berhadapan dengan orang lain, basil tuberkulosis tersembur dan terhisap ke dalam paru orang yang sehat. Masa inkubasinya selama 3-6 bulan.

Setiap satu BTA positif akan menularkan kepada 10-15 orang lainnya, sehingga kemungkinan setiap kontak untuk tertular TBC adalah 17%. Hasil studi lainnya melaporkan bahwa kontak terdekat (misalnya keluarga serumah) akan dua kali lebih berisiko dibandingkan kontak biasa (tidak serumah) (Widoyono, 2008).

4. Manifestasi klinis

Tuberkulosis paru memiliki gejala seperti demam tingkat rendah, keletihan, anoreksia, penurunan berat badan, berkeringat malam, nyeri dada, dan batuk menetap. Batuk pada awalnya mungkin nonproduktif, tetapi dapat berkembang ke arah pembentukan sputum mukopurulen dengan hemoptisis (Smeltzer, 2002).

(47)

malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari 1 bulan (Depkes, 2009).

Menurut Werdhani (2007), gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat:

Gejala sistemik/umum:

a. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah)

b. Demam yang tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul. c. Penurunan nafsu makan dan berat badan

d. Perasaan tidak enak (malaise), lemah

Gejala khusus:

a. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan

menimbulkan suara “mengi”, suara nafas melemah yang disertai

sesak.

b. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada.

(48)

bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.

d. Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak)

dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.

5. Komplikasi

Ardiansyah (2012) membagi komplikasi penyakit TBC itu dalam 2 kategori yaitu:

a. Komplikasi Dini 1) Pleuritis 2) Efusi Pleura 3) Empiema 4) Laringitis 5) TB usus b. Komplikasi Lanjut

1) Obstruksi Jalan Napas 2) Kor Pulmonale

(49)

6. Faktor Risiko

Suryo (2010) menjelaskan bahwa faktor risiko yang menyebabkan penyakit TBC adalah sebagai berikut:

a. Faktor umur

Beberapa faktor risiko penularan penyakit tuberkulosis di Amerika yaitu umur, jenis kelamin, ras, asal negara bagian, serta infeksi AIDS. Dari hasil penelitian yang dilaksanakan di New York pada panti penampungan orang-orang gelandangan, menunjukkan bahwa kemungkinan mendapat infeksi tuberkulosis aktif meningkat secara bermakna sesuai dengan umur.

Insiden tertinggi tuberkulosis paru-paru biasanya mengenai usia dewasa muda. Di Indonesia diperkirakan 75% penderita TBC adalah kelompok usia produktif, yaitu 15-50 tahun.

b. Faktor Jenis Kelamin

Di benua Afrika banyak tuberkulosis, terutama menyerang laki-laki. Pada tahun 1996 jumlah penderita TBC pada laki-laki hampir dua kali lipat dibandingkan jumlah penderita TBC pada wanita, yaitu 42,34% pada laki-laki dan 28,9% pada wanita. Antara tahun 1985-1987 penderita TBC pada laki-laki cenderung meningkat sebanyak 2,5%, sedangkan penderita TBC pada wanita menurun 0,7%.

(50)

c. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh terhadap pengetahuan seseorang, di antaranya mengenai rumah yang memenuhi syarat kesehatan dan pengetahuan penyakit TBC sehingga dengan pengetahuan yang cukup, maka seseorang akan mencoba untuk mempunyai perilaku hidup bersih dan sehat. Selain itu, tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh terhadap jenis pekerjaannya. d. Pekerjaan

Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus dihadapi setiap individu. Bila pekerja bekerja di lingkungan yang berdebu, paparan partikel debu di daerah terpapar akan memengaruhi terjadinya gangguan pada saluran pernapasan. Paparan kronis udara yang tercemar dapat meningkatkan morbiditas, terutama terjadinya gejala penyakit saluran pernapasan dan umumnya TBC.

Jenis pekerjaan seseorang juga memengaruhi pendapatan keluarga yang akan mempunyai dampak terhadap pola hidup sehari-hari di antara konsumsi makanan, pemeliharaan kesehatan. Selain itu, akan memengaruhi kepemilikan rumah (konstruksi rumah).

(51)

maka konstruksi rumah yang dimiliki tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga akan mempermudah terjadinya penularan penyakit TBC.

e. Kebiasaan Merokok

Merokok diketahui mempunyai hubungan dengan meningkatkan risiko untuk mendapatkan kanker paru-paru, penyakit jantung koroner, bronkitis kronis, dan kanker kandung kemih. Kebiasaan rokok meningkatkan risiko untuk terkena TBC sebanyak 2,2 kali.

Pada tahun 1973 konsumsi rokok di Indonesia per orang per tahun adalah 230 batang, relatif lebih rendah dengan 430 batang/orang/tahun di Sierra Leon, 480 batang/orang/tahun di Ghana dan 760 batang/orang/tahun di Pakistan. Prevalensi merokok pada hampir semua negara berkembang lebih dari 50% terjadi pada laki-laki dewasa, sedangkan wanita perokok kurang dari 5%. Dengan adanya kebiasaan merokok sehingga mempermudah untuk terjadinya infeksi penyakit TBC.

f. Kepadatan Hunian Kamar Tidur

Luas lantai bangunan rumah harus cukup untuk penghuni di dalamnya, artinya luas lantai bangunan rumah tersebut harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya agar tidak menyebabkan

(52)

terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain.

Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh rumah biasanya dinyatakan dalam m2/orang. Luas minimum per orang sangat relatif bergantung dari kualitas bangunan dan fasilitas yang tersedia. Untuk rumah sederhana luasnya minimum 10 m2/orang. Untuk kamar tidur diperlukan luas lantai minimum 3 m2/orang. Untuk mencegah penularan penyakit pernapasan, jarak antara tepi tempat tidur yang satu dengan yang lainnya minimum 90 cm. Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni lebih dari dua orang, kecuali untuk suami-istri dan anak di bawah 2 tahun. Untuk menjamin volume udara yang cukup, disyaratkan juga langit-langit minimum tingginya 2,75 m.

g. Pencahayaan

Untuk memperoleh cahaya cukup pada siang hari, diperlukan luas jendela kaca minimum 20% luas lantai. Jika peletakkan jendela kurang baik atau kurang leluasa, dapat dipasang genting kaca. Cahaya ini sangat penting karena dapat membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam rumah, misalnya basil TBC. Oleh karena itu, rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup. Intensitas pencahayaan minimum yang diperlukan 10 kali lilin atau kurang lebih 60 lux, kecuali untuk kamar tidur diperlukan cahaya yang lebih redup.

(53)

Cahaya yang sama apabila dipancarkan melalui kaca tidak berwarna dapat membunuh kuman dalam waktu yang lebih cepat daripada yang melalui kaca berwarna. Penularan kuman TBC relatif tidak tahan pada sinar matahari. Bila sinar matahari dapat masuk dalam rumah serta sirkulasi udara diatur, risiko penularan antarpenghuni akan sangat berkurang.

h. Ventilasi

Ventilasi mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan oksigen yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya oksigen di dalam rumah. Di samping itu, kurangnya ventilasi akan menyebabkan kelembapan udara di dalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembapan ini akan menjadi media yang baik untuk pertumbuhan bakteri-bakteri patogen/bakteri penyebab penyakit, misalnya kuman TBC.

Fungsi kedua dari ventilasi itu adalah untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena di situ selalu terjadi aliran udara terus-menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu tetap di dalam kelembapan (humiditas) yang optimum.

(54)

minimal 5% dari luas lantai dan luas ventilasi insidentil (dapat dibuka tutup) 5% dari luas lantai. Untuk udara segar juga diperlukan untuk menjaga temperatur dan kelembapan udara dalam ruangan. Umumnya temperatur kamar 22o-30oC, dari kelembapan udara optimum kurang lebih 60%.

i. Kondisi Rumah

Kondisi rumah dapat menjadi salah satu faktor risiko penularan penyakit TBC. Atap, dinding, dan lantai dapat menjadi tempat perkembangbiakan kuman. Lantai dan dinding yang sulit dibersihkan akan menyebabkan penumpukan debu sehingga akan dijadikan sebagai media yang baik bagi berkembangbiaknya kuman

Mycobacterium tuberculosis. j. Kelembapan Udara

Kelembapan udara dalam ruangan untuk memperoleh kenyamanan, di mana kelembapan yang optimum berkisar 60% dengan temperatur kamar 22o-30oC. Kuman TBC akan cepat mati bila terkena sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup selama beberapa jam di tempat yang gelap dan lembap.

k. Status Gizi

(55)

kekuatan daya tahan tubuh dan respon imunologik terhadap penyakit.

l. Keadaan Sosial Ekonomi

Keadaan sosial ekonomi berkaitan erat dengan pendidikan, keadaan sanitasi lingkungan, gizi, dan akses terhadap pelayanan kesehatan. Penurunan pendapatan dapat menyebabkan kurangnya kemampuan daya beli dalam memenuhi konsumsi makanan sehingga akan berpengaruh terhadap status gizi. Apabila status gizi buruk, akan menyebabkan kekebalan tubuh menurun sehingga memudahkan terkena infeksi TBC.

m. Perilaku

Perilaku dapat terdiri atas pengetahuan, sikap, dan tindakan. Pengetahuan penderita TBC yang kurang tentang cara penularan, bahaya, dan cara pengobatan akan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku sebagai orang sakit dan akhirnya berakibat menjadi sumber penular bagi orang di sekelilingnya.

7. Pencegahan

Naga (2012) berpendapat bahwa tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah timbulnya penyakit TBC, yaitu:

(56)

b. Bagi masyarakat, pencegahan penularan dapat dilakukan dengan meningkatkan ketahanan terhadap bayi, yaitu dengan memberikan vaksinasi BCG.

c. Bagi petugas kesehatan, pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan penyuluhan tentang penyakit TBC, yang meliputi gejala, bahaya, dan akibat yang ditimbulkannya terhadap kehidupan masyarakat pada umumnya.

d. Petugas kesehatan juga harus segera melakukan pengisolasian dan

pemeriksaan terhadap orang-orang yang terinfeksi, atau dengan memberikan pengobatan khusus kepada penderita TBC. Pengobatan dengan cara dirawat di rumah sakit hanya dilakukan bagi penderita dengan kategori berat dan memerlukan pengembangan program pengobatannya, sehingga tidak dikehendaki pengobatan jalan.

e. Pencegahan penularan juga dapat dicegah dengan melaksanakan desinfeksi, seperti cuci tangan, kebersihan rumah yang ketat, perhatian khusus terhadap muntahan atau ludah anggota keluarga yang terjangkit penyakit TBC (piring, tempat tidur, pakaian), dan menyediakan ventilasi dan sinar matahari yang cukup.

f. Melakukan imunisasi bagi orang-orang yang melakukan kontak langsung dengan penderita, seperti keluarga, perawat, dokter, petugas kesehatan, dan orang lain yang terindikasi, dengan vaksin BCG dan tindak lanjut bagi yang positif tertular.

g. Melakukan pemeriksaan terhadap orang-orang yang kontak dengan

(57)

keluarga. Apabila cara ini menunjukan hasil negatif, perlu diulang pemeriksaan tiap bulan selama 3 bulan, dan perlu pemeriksaan intensif.

h. Dilakukan pengobatan khusus. Penderita dengan TBC aktif perlu pengobatan yang tepat, yaitu obat-obat kombinasi yang telah ditetapkan oleh dokter untuk diminum dengan tekun dan teratur, selama 6 sampai 12 bulan. Perlu diwaspadai adanya kebal terhadap obat-obat, dengan pemeriksaan lebih lanjut oleh dokter.

Francis (2011) menyatakan pencegahan penyakit tuberkulosis dapat dilakukan dengan cara penyediaan nutrisi yang baik, sanitasi yang adekuat, perumahan yang tidak terlalu padat dan udara yang segar merupakan tindakan yang efektif dalam pencegahan TBC.

Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI), 2010 menjelaskan tentang pencegahan penularan penyakit TBC, yaitu:

a. Bagi masyarakat

1) Makan makanan yang bergizi seimbang sehingga daya tahan

tubuh meningkat untuk membunuh kuman TBC 2) Tidur dan istirahat yang cukup

3) Tidak merokok, minum alkohol dan menggunakan narkoba 4) Lingkungan yang bersih baik tempat tinggal dan disekitarnya 5) Membuka jendela agar masuk sinar matahari di semua ruangan

rumah karena kuma TBC akan mati bila terkena sinar matahari 6) Imunisasi BCG bagi balita, yang tujuannya untuk mencegah

(58)

7) Menyarankan apabila ada yang dicurigai sakit TBC agar segera memeriksakan diri dan berobat sesuai aturan sampai sembuh b. Bagi penderita

1) Tidak meludah di sembarang tempat 2) Menutup mulut saat batuk atau bersin 3) Berperilaku hidup bersih dan sehat 4) Berobat sesuai aturan sampai sembuh

5) Memeriksakan balita yang tinggal serumah agar segera

diberikan pengobatan pencegahan

8. Kebijakan Program Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia

(Depkes, 2009)

a. Penanggulangan TBC dilaksanakan sesuai dengan azas desentralisasi yaitu kabupaten/kota sebagai titik berat manajemen program yang meliputi : perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta menjamin ketersediaan sumber daya manusia, sarana dan prasarana. b. Penanggulangan TBC dilaksanakan dengan menggunakan strategi

DOTS.

c. Penguatan kebijakan untuk meningkatkan komitmen daerah terhadap program penanggulangan TBC.

d. Pengembangan strategi DOTS untuk peningkatan mutu pelayanan, kemudahan akses, penemuan dan pengobatan sehingga mampu memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadi TB-MDR. e. Penanggulangan TBC dilaksanakan oleh seluruh sarana pelayanan

(59)

Swasta, Rumah Sakit Paru (RSP), Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM), Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM), Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4), dan Klinik Pengobatan lain serta Dokter Praktek Swasta (DPS).

f. Pengembangan pelaksanaan program penanggulangan TBC di tempat kerja (TB in workplaces), Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan (TB in prison), TNI dan POLRI.

g. Program penanggulangan TBC dengan pendekatan program DOTS

Plus (MDR), Kolaborasi TB-HIV, PAL (Practical Approach to Lung Health), dan HDL (Hospital DOTS Linkages).

h. Penanggulangan TBC dilaksanakan melalui promosi, penggalangan kerja sama/kemitraan dengan lintas program dan sektor terkait, pemerintah dan swasta dalam wadah Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan TB (Gerdunas TB).

i. Peningkatan kemampuan laboratorium TBC di berbagai tingkat pelayanan ditujukan untuk peningkatan mutu pelayanan dan jejaring. j. Menjamin ketersediaan Obat Anti TB (OAT) untuk penanggulangan

TBC dan diberikan kepada pasien secara cuma-cuma.

k. Menjamin ketersediaan sumberdaya manusia yang kompeten dalam jumlah yang memadai untuk meningkatkan dan mempertahankan kinerja program.

(60)

m. Menghilangkan stigma masyarakat terhadap pasien TB agar tidak dikucilkan dari keluarga, masyarakat dan pekerjaannya.

n. Memperhatikan komitmen internasional yang termuat dalam MDGs.

D. Penelitian Terkait

1. Penelitian terkait yang dilakukan oleh Nanin Kurniasari dengan judul Hubungan Pengetahuan dan Sikap Penderita TBC Dengan Keteraturan Dalam Pengobatan TBC Di UPTD Puskesmas Cibogo Kabupaten Subang Tahun 2007. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah kuantitatif dengan desain penelitian cross-sectional. Teknik analisa dalam penelitian adalah korelasi pearson moment (produk). Sampel dalam penelitian sebesar 25 orang dari populasi penderita TBC yang diterapi di Puskesmas Cibogo (Sampling Jenuh). Hasil dari uji pengetahuan penderita TBC dengan keteraturan dalam pengobatan TBC di peroleh nilai P = 0, 590 tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan penderita TBC dengan keteraturan dalam pengobatan TBC, sikap penderita TBC dengan keteraturan dalam pengobatan TBC di dapatkan nilai P = 0,180 tidak ada hubungan yang signifikan antara sikap penderita TBC dengan keteraturan dalam pengobatan TBC.

2. Penelitian terkait yang dilakukan oleh Bagas Wirasti Tahun 2010 dengan

(61)

berjumlah 33 orang, di ambil menggunakan metode sampling jenuh. Hasil yang didapatkan dari penelitian tersebut menunjukkan variabel yang mempunyai hubungan signifikan terhadap perilaku pencegahan penularan TB adalah pendidikan (p = 0,001), pekerjaan (p = 0,046) dan pengetahuan (p = 0,031). Variabel yang tidak berhubungan dengan perilaku pencegahan penularan TBC adalah usia dan jenis kelamin (p > 0,05).

3. Penelitian yang dilakukan oleh Arimas Bramantyo dengan judul

Hubungan Status Gizi Anak, Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan Ibu Terhadap Gizi dengan Keberhasilan Pengobatan Tuberkulosis Pada Anak di Puskesmas Pisangan Tahun 2009-2010. Rancangan penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Sampel pada penelitian ini adalah anak

penderita TBC yang berumur ≤ 15 tahun dan ibu penderita. Cara

(62)

4. Penelitian terkait yang dilakukan oleh Rizki Ramdan Sudarso dengan judul Hubungan Karakteristik dan Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Tuberkulosis dengan Keberhasilan Pengobatan Tuberkulosis Paru Anak Di Puskesmas Kelurahan Lagoa Jakarta Utara Periode Januari 2009-Juni 2010. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel dalam penelitian adalah ibu yang menderita tuberkulosis paru dan berobat di Puskesmas Kelurahan Lagoa Jakarta Utara dengan jumlah sampel 58 orang dengan pendekatan sampling jenuh. Hasil analisis uji chi-square variabel yang memiliki hubungan yang bermakna dengan keberhasilan pengobatan TB Paru anak di Puskesmas Kelurahan Lagoa Jakarta Utara periode Januari 2009 – Juni 2010 adalah usia ibu (p = 0,001), pekerjaan ibu (p = 0,013), dan tingkat pengetahuan ibu tentang tuberkulosis (p = 0,027).

(63)

kepadatan hunian (p = 0,015), kondisi ventilasi (p = 0,016), dan kondisi pencahayaan (p = 0,015), memiliki hubungan dengan kejadian TB Paru di Kota Solok. Sedangkan untuk kondisi jenis lantai dengan hasil uji statistik kondisi jenis lantai (p = 1,000) tidak memiliki hubungan dengan kejadian TB Paru di Kota Solok.

E. Kerangka Teori

Bagan 2.2 Kerangka Teori

Berdasarkan Teori Stimulus Organisme Respon(SOR), Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2010), Budiman (2013), Azwar (2013), PPTI (2010) Stimulus - Pengaruh orang lain yang

dianggap penting - Pengaruh kebudayaan - Media massa

(64)

43

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan antara konsep-konsep atau variabel-variabel yang akan diamati (diukur) melalui penelitian yang dimaksud (Notoatmodjo, 2010). Sesuai dengan tujuan penelitian yang bersifat kuantitatif yaitu untuk mengidentifikasi adanya hubungan tingkat pengetahuan dan sikap terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis. Dimana upaya pencegahan penyakit tuberkulosis sebagai variabel dependen sedangkan tingkat pengetahuan dan sikap sebagai variabel independen.

VARIABEL INDEPENDEN VARIABEL DEPENDEN

Bagan 3.1 Kerangka Konsep Pengetahuan

Sikap

(65)

B. Hipotesis Penelitian

Nursalam (2008) menjelaskan bahwa hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan penelitian. Maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis pada masyarakat RW 04 kelurahan Lagoa Jakarta Utara.

2. Ada hubungan antara sikap terhadap upaya pencegahan penyakit

tuberkulosis pada masyarakat RW 04 kelurahan Lagoa Jakarta Utara.

C. Definisi Operasional

(66)

No. Variabel Penelitian

Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala

1. Pengetahuan. Adalah segala sesuatu yang diketahui 1. Pengetahuan kurang

Apabila skor tingkat

pengetahuan responden < 55% atau < 10 pernyataan yang benar.

pengetahuan responden ≥ 75%

atau ≥ 15 pernyataan yang benar.

(Arikunto, 2010)

Ordinal

2. Sikap Adalah penilaian, persepsi responden terhadap upaya

Kuesioner Meminta responden untuk mengisi pernyataan pada

1. Positif (mendukung upaya pencegahan penyakit TBC)

jika nilai ≥ nilai mean (77,8)

(67)

pencegahan penyakit - Pernyataan positif di

beri nilai SS: 4, S: 3, TS: 2, STS: 1

- Pernyataan negatif di beri nilai STS: 4, TS: 3, S: 2, SS: 1.

2. Negatif (menolak upaya pencegahan penyakit TBC) jika nilai < nilai mean (77,8) (Azwar, 2013)

Kuesioner Meminta responden untuk mengisi

(68)

Likert dan skoring. Pertanyaan terdiri dari pernyataan positif dan negatif dengan pilihan jawaban; selalu, sering, kadang-kadang, jarang, tidak pernah.

- Pernyataan positif di beri nilai selalu: 5, sering: 4, kadang-kadang: 3, jarang: 2, tidak pernah: 1 - Pernyataan negatif

di beri nilai tidak pernah: 5, jarang: 4, kadang-kadang: 3, sering: 2, selalu: 1.

(Budiman, 2013)

(69)

48

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan rancangan penelitian analitik dan desain cross sectional

(potong lintang). Desain penelitian ini digunakan untuk meneliti suatu kejadian pada waktu yang bersamaan (sekali waktu). Sehingga variabel dependen dan variabel independen diteliti secara bersamaan (Notoatmodjo, 2010). Variabel independen dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis, dan variabel dependen dalam penelitian ini adalah upaya pencegahan penyakit tuberkulosis. Tujuannya untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dan sikap terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis. Variabel dalam penelitian ini adalah bivariat yaitu pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

(70)

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Hidayat, 2007). Populasi dalam penelitian ini adalah semua warga RW 04 kelurahan Lagoa kotamadya Jakarta Utara sebanyak 1.719 KK.

2. Sampel Penelitian

Sampel adalah subunit populasi survei itu sendiri yang oleh peneliti dipilih dengan mewakili populasi target. Semakin besar sampel maka representative sampel tersebut semakin mendekati jumlah populasi (Nursalam, 2008). Sampel penelitian ini adalah warga yang berada di RW 04 kelurahan Lagoa kota madya Jakarta Utara.

a. Kriteria Sampel

Dalam pemilihan sampel, peneliti membuat kriteria bagi sampel yang diambil. Sampel yang diambil berdasarkan pada kriteria inklusi, yaitu karakteristik sampel yang dapat dimasukkan atau layak untuk diteliti. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:

1) Warga RW 04 kelurahan Lagoa yang sudah dewasa (>17 tahun). 2) Bersedia untuk menjadi responden.

(71)

Kriteria eksklusi:

1) Tidak dapat membaca, menulis dan mendengar 2) Tempat tinggal tidak permanen

b. Jumlah Sampel

Perhitungan sampel menggunakan rumus uji hipotesis beda dua proporsi menurut Budiarto (2003) yaitu:

[

√( ) √( ) ( )

]

Keterangan :

n = jumlah sampel yang dibutuhkan

= 1,96 (Derajat kemaknaan 95% (CI) confident internal

dengan (α) sebesar 5%)

= 1,645 (Kekuatan uji sebesar 95%)

= 0,117 (Praktek pencegahan penyakit tuberkulosis, hasil penelitian Handoko, 2010)

= + 30% = 0,117 + 0,30 = 0,417

(72)
(73)

D. Teknik Pengambilan Sampling

Teknik sampling adalah teknik yang dipergunakan untuk mengambil sampel dari populasi. Sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi proporsi dari populasi untuk dapat mewakili populasi (Setiadi, 2007). Teknik sampling yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan teknik Cluster sampling. Cluster sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana pemilihannya mengacu pada kelompok bukan pada individu (Dahlan, 2010).

Pengambilan sampel dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu dengan mengambil 6 RT dari 15 RT yang ada di RW 04 kelurahan Lagoa tersebut secara acak, maka terpilih 6 RT yang menjadi sampel yaitu RT 002 sebanyak 3 KK, RT 004 sebanyak 3 KK , RT 006 sebanyak 4 KK, RT 008 sebanyak 3 KK, RT 010 sebanyak 4 KK dan RT 012 sebanyak 4 KK. Alasan pemilihan tempat tersebut didasarkan kepada banyaknya kasus penyakit tuberkulosis yang terdapat di tempat tersebut. Kemudian masing-masing KK dari setiap RT diambil 2-3 orang sebagai responden.

E. Alat Pengumpul Data dan Prosedur Penelitian

1. Instrumen Penelitian

(74)

negatif berjumlah 7 point, yaitu pada point B1, B3, B5, B8, B10, B14, B17 dan pernyataan positif berjumlah 15 point, yang terdiri dari point B2, B4, B6, B7, B9, B11, B12, B13, B15, B16, B18, B19 dan B20.

Bagian C berisi 24 pernyataan tentang sikap tentang upaya pencegahan penyakit tuberkulosis dalam bentuk pernyataan tertutup. Pernyataan positif berjumlah 11 point, yang terdiri dari point C1, C3, C5, C6, C10, C16, C17, C18, C19, C20, C22 dan pernyataan negatif berjumlah 13 point, yang terdiri dari point C2, C4, C7, C8, C9, C11, C12, C13, C14, C15, C21, C23 dan C24.

Bagian D berisi 18 pertanyaan tentang upaya pencegahan penyakit tuberkulosis yang telah dilakukan oleh warga dalam bentuk pertanyaan tertutup. Pertanyaan positif berjumlah 9 point, yang terdiri dari point D1, D3, D6, D7, D8, D9, D11, D13, D14 dan pertanyaan negatif berjumlah 9 point, yang terdiri dari point D2, D4, D5, D10, D12, D15, D16, D17 dan D18.

Skala pengukuran pengetahuan tentang pencegahan penyakit tuberkulosis menggunakan skala Guttman, skala yang bersifat tegas dan konsisten dengan memberikan jawaban yang tegas seperti jawaban dari pernyataan: benar dan salah atau ya dan tidak. Skala Guttman dapat dibuat dalam bentuk pilihan ganda atau dalam bentuk check list. Skor penilaiannya jika jawaban pernyataan benar maka nilainya 1, sedangkan jika jawaban pernyataan salah maka nilainya 0 (Hidayat, 2007).

(75)

berdasarkan skala Likert berbeda antara pernyataan positif dengan pernyataan negatif. Penilaian untuk pernyataan positif sikap responden tentang upaya pencegahan penyakit tuberkulosis yaitu:

Sangat setuju : 4

Setuju : 3

Tidak setuju : 2 Sangat tidak setuju : 1

Sedangkan penilaian pernyataan negatif sikap responden tentang upaya pencegahan penyakit tuberkulosis juga menggunakan skala Likert, yaitu:

Sangat tidak setuju : 4 Tidak setuju : 3

Setuju : 2

Sangat setuju : 1

Skala pengukuran upaya pencegahan penyakit tuberkulosis juga menggunakan skala Likert. Skala Likert dapat dibuat dalam bentuk check list. Penilaian untuk pertanyaan positif tentang upaya pencegahan penyakit tuberkulosis yang telah dilakukan oleh responden yaitu:

Selalu : 5

Sering : 4

Kadang-kadang : 3

Jarang : 2

Gambar

Tabel  3.1 Definisi Operasional .............................................................
Tabel 3.1 Definisi Operasional
Tabel 5.1 Distribusi Statistik Deskriptif Umur Responden
Tabel 5.2 Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin
+7

Referensi

Dokumen terkait

Secara keseluruhan, tingkat pengetahuan masyarakat di Kelurahan Tanjung Rejo terhadap penyakit Tuberkulosis di tingkat sedang yaitu sebanyak 72%.. Sebanyak 26% masyarakat di

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENGENDALIAN VEKTOR PENYAKIT PES TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP WARGA DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT PES DI DESA

Tujuan penelitian adalah mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dan sikap dengan perilaku pencegahan penularan tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas Ngemplak

Tujuan penelitian adalah mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan masyarakat tentang penyakit DBD dengan upaya pencegahan DBD di Desa Sukorejo Musuk Boyolali. Penelitian ini

Hasil uji hipotesis penelitian ini adalah Ho ditolak, sehingga terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan masyarakat tentang penyakit DBD dengan upaya pencegahan DBD

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai hubungan pengetahuan dan sikap wanita pasangan usia subur dengan tindakan pencegahan penyakit kanker serviks di Kelurahan Air

Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner yang terbagi atas 2 aspek, yaitu pengetahuan mengenai tuberkulosis dan sikap terhadap upaya pencegahan tuberkulosis..

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan sebagian masyarakat mengenai geja- la penyakit tuberkulosis relatif cukup baik, sikap masyarakat masih kurang peduli terhadap