Kenangan atas Bapak tercinta.
'blf' I
MANFAAT DAN PROSPEK MASA DEPAN DARI TRANSFER EMBRIO
SKRIPSI
Oleh SUDARTO
B 17 0859
FAKUL TAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
RINGKASAN
SUDARTO. Manfaat Dan I'rospek Masa Depan Dari Transfer Embrio (D:ib1Jwah bimbingsn Drh. Rudy R. Bawolje dan Drh. Sabdi
Hasan-i\, liambar) •
Teknik transfer embrio adalah merupakan teknologi muta-lchir dalam bidang peternakan, yang bertujuan untuk meningkat-lean populasi dan mutu genetik ternak unggul dalam waktu rela-tif singkat. Yaitu dengan cara mernindahlcan embrio dari trak-tus reproduksi ternak unggul sebagai donor ke traktrak-tus repro-du!cs:i ternak yang tidak unggul sebagai resipien. Dalam hal ini, resipien hanya diberi tugas untuk memelihara dan membe-ri!wl1 nutrisi selama dalam lcandungan kepada calon anak, se-dangi:an donor bertugas sebagai sumber genetik dan pabrik yang' mempro(!uksi embrio.
Dalam penggunaan teknik ini. akan diperoleh manfaat yang menakjubkan. Di Australia, Selandia Baru dan benua Ameri lea bl.1girlll utara, teknilc ini telah digunalcan untuk memperbanyak dari sejumlah kecil sa pi potong yang berjenis unggul yang me-reka import kedalam negaranya. Untuk memperbanyak jenis sapi potong maupun sapi perah di negara-negara yang sedang berkem-· bang, metode ini sangat tepat digunakan. I'enyimpanan embrio
sapi perah dan sapi potong dari Amerika. Manfaat lain untlL\{ menyempurnakan tuj uan dari teknik ini, baik yang telah
da-pat dibuktikan lwberhasilannya maupun yang masih dalam pe!: kembangan adalah memperpendek waktu generasi, pemilihan je-nis kelamin embrio, Ieelahiran Ieembar (twin), memproduksi
kembar serupa, kIoning serta untrue peneli tian dan riset. KomersialisclSi telenik transfer embrio teIah diJ.alesa-nakDn di il.merilea bagian utara, Australia, SeIandia Baru dan Eropa dengan perkembangan yang tidak stabi1. Namun dengan
kerns j uan-kemaj uan yang diperoleh dari hasil penelitian, di-haro.pk::m perkembangan ini alcan melaj u dengan pesatnyn.
MANFAAT DAN PROSPEK MASA DEPAN
DARI TRANSFER EMBRIO
SKRIPSI
lJebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Dolder Hewan pada Fakul tas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogar
Oleh
SUDARTO
B;. 17. 0859
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
]l:L'l.NFAAT DAN PROSPEK MASA DEPAN DARI TRANSFER EMBRIO
Oleh SUD ART. 0
B. 17. 0859
SK1UPSI
un
TEMH DIPERIKSADAN OLEH
asan Aliambar) (Drh.
Pembimbin8
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Purwokerto, Jawa Tengah pada tanggal 26 Maret 1959 sebagai putra ketujuh dari ayah Sar-jono Dipo Saputro (almarhum) dan ibu Mukmini.
Tahun 1965 mulai memasQki bangku sekolah Taman Kanak-Kanakdi purwokerto, dilanjutkan ke Sekolah Dasar pada
ko-ta yang sarna dan selesai pada ko-tahun 1972. Pada tahun 1973
memasuki Seleolah Menengah PertamaNegeri III purwokerto,
ke-mudian sewaktu dudulc dikelas dua (tahun 1974) pindah lee Se-kolah Menengah Pertama Negeri Poncowati di proyek Transmi-grasi Angkatan Darat Bandar Sakti, Kabupaten Lampung Tengah dan menamatkannya pada tahun 1975,. Tahun 1977 melanjutkan ke
Seleolah Menengah .A tas Gablmgan (bersubsidi) di Jayapura, Irian Jaya. Pada tahlm 1978 sewaktu dudulc dikelas dua, awal smes"ter- akhir, pindah lee Sekolah Menengah A tas Negeri I di !cota PaIu, Sulawesi Tengah dan menamatlcannya pada tahun 1980.
Pada tahun 1980 penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui proyek perintis II. Mulai tahlm 1981 penulis masuk Fakultas ICedokteran Hewan-IPB, ke-!I1udian pada tahw-l 1982 sampai 1984 diangkat sebagai asisten muda Iuur biasa pada mata ajaran Histologi I dan II.
KATA PENGANTAR
Penulis bersYQl{ur ke hadira t Allah SWT, yang telah
memberikan rahmat, petlilljuk, hidayah, kemampuan,
kesempa-tan dan ridhaNya. Sehingga skripsi yang merupalcan salah
sa-tu syarat tU1sa-tuk dapat mengikuti ujian sidang akhir dokter
hewan di Fakul tas Kedolderan Hewan-IPB telah dapat
disele-saikan.
Rasa terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan
kepada bapak Drh. Rudy R. Bawolje dan Drh. Sabdi Hasan
Ali-ambar, yang telah berkenan membimbing penulisan .dan
penyusu-nan skripsi ini.
Terima kasih penulis sampailcan pula kepada : Pimpinan
Fakultas dan Staf.p('!ngajar dilingkungan FKR-IPE, seluruh
staf perpustakaan dilinglcungan IrE, BPT Cial'li Bosor, BPPR
Bogor dan semua pihak yang membantu penulis, yang terlalu banyak jilta disebutkan satu persatu.
Kepada yang tercinta Ibu, kakak-kakak.dan adik-adikku
serta dik Sri Gading Setijowati, tiada kata yang dapat ュ・ャセ@
kiskan rasa terima kasihlcu atas jerih payah dan dbrqngan
semangat, hingga terselesaikan skripsi ini.
penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu kritik .dan saran yang bersifat
membangun penulis terima dengan senang hati.
Akhir kata semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua
pihalc yang memerlukannya.
Bogor, Oktober 1985
DAFTAR lSI
Halaman
RINGKASAN ...
... KATA PENGANTAR
DAFTAR lSI ...
DAFTAH. TABEL ..
..
.. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. ....
.. .. .. .. .. .. .. .. .. .. ....
.. .. .. .. .. .. .. .. .. ..DAlrTAR GAMBAR .. .. .. .. .. ..
..
.. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. ..I. PENDAHmUAN ...
II. PENGERTHN TRANSFER EMBRIO DAN SEJARAH
SIHGKAT PERKEMBANGAHNYA .. .. .. .. .. .. .. ..
..
.. .. .. .. .. .. .. .. .. ..III. PRINSIP DASAR TRANSFER EMBRIO .. .. .. .. .. .. .. .. .. ..
..
.. ..i
vi
vii
ix
x
1
5
9
IV. MANFAAT YANG DIPEROLEH DARI TRAnSFER ENIBRIO 36
1. Meningkatkan Jumlah Keturunan Dari Betina Yang Mempunyai Genetik
Ung-g ul .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. 36
2. Penyimpanan Embrio Jangka panjang.. 39 3. TransportasiEmbrio
..
.. .. .. ....
.. .. .. .. .. .. .. ..4. Memperpendel( Waktu Generasi .. .. .. .. .. .. ..
5. Pemilil1an Jenis xing of Embryo)
Kelamin Embrio
(Se-...
6. Kelahiran Kembar (Twin) .. .. .. .. .. .. .. .. .. ..
7. Memprodl1.ksi Kembar serupa ( Identical Twins) .. ..
..
.. ....
.. .. .. .. .. ....
.. .. .. .. .. ....
.. .. .. .. .. .. ..8. Kloning
..
.. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. ...
.
. . .
.
.
9. Untuk Peneli tian dan Riset .. .. .. .. .. .. ..
44
47
48
51
55
55
Halaman
V. GAl'.IBARAN 1TIv!UM KOiclERSIALISASI '.rRANSFER ElilBRIO 60
VI.
VII.
1. Transfer Embrio Secara Komersial di
Benua Amerika Bagian utara, Austra-lia dan Selandia Baru
.
.. .. .. ....
.. .. .. .. ..2. Komersialisasi Transfer Embrio di
60
Eropa .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. 65
3. Teknik Transfer Embrio di Indonesia 68
PROSPEK IVlASA DEPAN DARI TRANSFER EIiiBRIO
keウョセーオlan@ ..
... ..
DAFTAR PUSTAKA ...
72-75
DAFTAR TABEL
Nomor Ha1aman
Taks
1. Hasi1 telcnilc transfer embrio dengan pembedahan
pada sapi dimana donor dan resipien te1ah
di-sinlcronisasilcan
±
1. hari...
2. HasH telcnilc transfer embrio tanpa pembedahan
3.
pada sapi ...
A'lgka lcebuntingan !cembar dangan transfer secara pembedahan pada
mela1ui telcnik
sapi ...
4. Perbandingan dari kabuntingan setelah 45 hari
dengan menggunakan transfer embrio secara pem-bedahan didalam sebuah percobaan pada se!ce1om-pole sapi ...
5. Hasi1 yang dicapai dari transfer embrio secara
pemheclahan pada sapi oleh
5
group komersial diEropa ... " ... ..
34
35
54
54
DAFTAR GAMBAR
Hornor Halaman
Teles
1. Sebelas elear anak domba, semuanya keturlll1an ' dari seeker domba betina Lmggul yang mana te';" lur-telurnya telah ditransfer ke beberapa
re-sipien untuk mereka pelihara dan lahirkan •• " . . 38
2. Seekor sapi jantan lahir dengan sehat di Cam-bridge, dari sebuah embrio yang telah dibeku-kan selama satu minggu. lni adalah sapi yang pertama lahir setelah sebuah embrio mengalami pendinginan " "
... ..
3. Seekor anak kuda " sewaktu masih embrio dipanen atau dilcumpullean di Ihggris dan ditransport lee Polandia didalam alat reproduksi leelinci, kemu-dian di transfer dan dilahirkan oleh induk baru-nya sebagai resipien .. .. ..
..
.. .....
" "4. Seekor sapi telah lahir setelah ditentulcan je-nis kelaminnya semasa embrio (A). Sembilan bu-lan sebelu11lDya, inilah bentuk embrio tersebut, dengan panjang 4 mm sebelum diadakan biopsi (B),
43
dan sesudah diadakan biopsi (C) . . . 51
5.
Kelahiran kembar (twin) yang pertama dilahirkan sebagai hasil dari transfer embrio dengan cara pembedahan di Irlandia. Dengan teknilr tanpapembedahanpun hal ini telah (lapat diperoleh ••.. 53 6. Vice president Granada International cッイーッイ。セ@
tion dari Cnmbridge T. E. Geoffrey D. Mahon bersama istri sedang melalculean transfer embrio pada sapi perah mililc PT. B8rdilcari Livestock
lie l1ENDAHULUAN'j
Sudah 8ejak ratusaw tahun yang lalU,. banyak usaha
de-ngan bemacam-macam cara dan teknik digunakan orang untuk
meningkatkan mutu genetik ternak serta meningkatkan
prodUk>--8i peterrrekan pada umumnya.
Perkembangan sains dan teknologi diberbagai bidang
ternyata telah merupakan suatu dorongan bagi para ilmuW81ID
dibidang kedokteran hewan dan peternakan untuk mBlakukan
penyeIidikan-penyeIidikan dalam usaha mencari suatu metoda
yang dapat mempercepat sekaIiguB memperbaiki mutu genetik
populasi ternak.
Kita telah mengenal istilah crossbreeding, grading-up,
artificial insemination O.lnseminasi Buatam).' dan juga
O:0S-trus synchronization «(Penyeren·takan Birahi ),).
]nseminasi Buetan (I.B.) atau yang lebih dikenal
de-ngan istilah kawin ウオョエセL@ sudah lama sekali dikenal di
In-donesia. Tetapi penerapan/apllilcasinya secara produktif
pa--da ternak-ternak ki ta baru saja berkembang papa--da
tahun-ta-hun belakangan ini.
Sedangkan oestrus synchronization atau セp・ョケ・イ・ョエ。ォ。ャid@
Birahi" di Indonesia masih dalam taraf penelitian beberapa
ahli reproduksi hewan, padahal teknik ini merupakan suatu
sarana penunjang yang sanget penting dan banyak dipalcai
WL--tuk program-program'I.B., serta pengembangan peternakan:
yang Iebih.efektif.
Penemuan tekful.k transfer embrio telah memberilcan
pan baru yang menguntungkan bagi dunia peternakan.
Trans-fer embrio atau transplantasi embrio masih merupakan hal
yang baru, bukan saja di Indonesia tapi juga bagi
l:n:ebera-2
pa negara herkembang lainnya. Juga negara-negara maju masih'
terus mengadakan berbagai peneli tian untUk meningkatkan
tek--nik/metode ini.
Sesuai dengan usaha pemerintah dalam meningkatkan giz:iL
masyarakat I'ndonesia, maka konsumsi protein hewani perlu
di-tingkatkan, mengingat sampai saat ini konsumsi masyarakat
a-kan protein hewani masih rendah.
Daging sebagai sumber protein hewani yang pada
masa-rna--sa lalu masa-rna--sangat sulcar diperoleh sebagian b:emasa-rna--sar masyarakat
]n;-donesia, sedang diusahakan agar dapat dwkonsumsi secara
me-rata oleh seluruh rakyat Indonesia dimasa-masa yang akan
da-tang. Demikian pula susn dan hasil produksinya merupakan
sa-l.ah satu bentuk protein hewani yang diusahakan untuk
dikom-sumsi secara merata oleh rakyat.
Untuk menunjang kebutuhan masyarakat akan protein
hewa-ni, juga sebagai salah satu usaha untuk meningkatkan tara!
hidup petani peternak, pemerintah telah menempuh
bermacam-macam cara. Khususnya dibidang peternakan, pemerintah antara
lain berusaha meningkatkan jumlah populasi ternak agar dapat.
mencukupi kebutuhan koneumei daging dan sueu. Akan tetapi
perkawinan secara alam pada ternak besar terutama pada sapi
dan kerbau hanya akan beranak seekor dalam setahun. Malahanl
di ]ndonesia masih banyak sapi yang beranak seekor dalam dua
beranak kembar (twin) walaupun banyak tetapi tidak 。・ャ。ャセ@
dapat terjadi. Apalagi kembar tiga (triplet) masih jarang/
langka. dan kalaupun ada biasanya hanya kebetulan aaja.
Dalam usaha meningkatkan mutu/kwalitas ternak lokal
3
di ]ndonesia, pemerintah talah bany,-ak mendatangkan (imporil;),'
bibit unggul yang bisa dikawinkan silang dengan ternak
10-kal ki ta,. Namun pada perkawinan silang (crossbreeding)'"
untuk mendapatkan kembali "'breed'" yang murni yang mempunIVai
kwalitas unggul, akan membutuhkan waktu lama sampai
bebera-pa generasi keturunan. Bahkan pemerintah juga telah
menge-luarkan biaya yang sangat besar untuk mengimport ternak ィセᆳ
dup darh luar negri, seperti misalnya sapi-sapi Santa
Ges-trudis, domba suffolk dan Dormer, malah beberapa tahunl
ter-akhir ini, banyak sapi-sapi perah dalam keadaan bunting
mu-da (gravid) dimu-datangkan mu-dari Australia mu-dan Selandia Baru.
Hal ini aangat membantu peternak/rakyat untuk meningkatkan
tarafhidup mereka dengan mengolah sapi-sapi tersebut ウ・セ。ᆳ
gai wiraswasta atau bergabung dalam suatu koperasi.,
Akan tetapi import ternak hidup itu sendiri mempunyai
beberapa masalah. Selain biaya yang tinggi, juga resiko
ke-matiau/sakit' 、ゥー・セェ。ャ。ョ。ョ@ dan abnrtus mungkin akan dihadapi.
b・ャセセ@ lagi produksi susu yang masih rendah karena masih
per-lu waktu untuk adaptasi dengan iklim/lingkungan. Dan yang
terpenting tentunya kemungkinan masuknya penyakit baru ke
negara kita akau sangat merugikan.
Pengetahuan dasar serta pengertian yang mendalam
ada pembahasan dan penjelasan, sebelum bisa diterima oleh
para iImuwan, peneliti dan peternak di Indonesia. Juga ー・ョセ@
jelasan tentang betierapa nilai potensial dan manfaat utama
dari transfer embrio secara umum, sangat dirasakan perIn
untuk Iebih mengerti, menstimulir saTta menarik minat paral
peneliti agar Iebih banyak mengadakan percobaan-percobaan,
dibidang-bidang yang ada hubungannya dengan sebagian ataw
keseIuruhan telmilc transfer embrio ini.
Sudah saatnya dipildrkan suatu jalan keluar dar:U
masa-Iah-masalah yang dihadapi selama ini. Teknik transfer em ... ·
brio yang berhasil, tampaknya mempunyai peranan yang ウ。ョァセエ@
penting didalam mengatasi problema ini baik secara Iangsung
manpun tak langsuug.
]]j. PENGERTIAN TRANSFER EMBRIO DAN·, SEJARAH'SINGKAT PERKEMBANGANN,YA
Pengertian transfer embrio secara Jceseluruhan, telahl
banyak pendapat atau definisi yang mencoba untwc
menerang-kannya.
Mi'murllt beberapa ahli, yang dimaksudkan dengan
trans-fer embrio adalah suatu metode buatan dalam perkawinan
de-ngan cara membentuk embrio dari seekor betina indllic unggul,
yang disebut donor, kemudian dipindahkan dan dicangkokkan:
Jeedalam saluran reproduJesi indllic betina lainnya dalam spe'"
sies yang sama, yang disebut resipien (Bedirian et al. 1977)).
Pendapat lain dikemllicakan oleh Jillella (1982), b:ahwa:
transfer embrio adalah suatu metode Jehusus dalam beternalc,
dengan cara menyuntik seekor betina dewasa dengan sejenis
harmon eksogen untuk mendapatkan sejumlah sel telur yang
lcemudian dibuahi dengan cara inseminasi buatan atau Jeawirn
alam, Jeemudian dicangkokkan kedalam saluran reproduksi
in-duk-induJe penerima yang telah disinkronJean, untllic
dibesar-Jean dan dilahirlean. DiharapJcan dengan teJcnile baru ini seeleor
donor alean menghasillean 30 Jceturunan setiap tahun.
Partodihardjo (1980), mengemuJ.calean bahwa dalam
pencang;-kokJcan embrio diperlUkan indllic j enis unggul sebagai donor
yang menghasilkan embrio dan induk biasa yang akan menerime
embrio untwc dibesarlean da1am alat kelamin betina terse hut.
Kemudian pendapat lain mengenai transfer embrio ada1ah
1ebih mengarah ke segi teknisnya, yang dikemllicakan oleh'
6
Benyamin et al. (1981), bahwa dalam transfer embrio telah
dicakup penger-tian tentang superovulasi, pengwnpulan embrio),
pemeliharaan embrio dan penyimpanan embrio dalam jangka-
pen;..-dek atau panjang. Sedangkan dalam pelaksanaannya, transfer
embrio meliputi kegiatan deteksi birahi, sinkronisasi birahi,
tatalaksana peternakan, kontrol dan pengawasan kesehatan
ter-nak, inseminasi buatan dan hal-hal yang menyangkut aspek
re'-produksi lainnya. Dengan demikian transfer embrio merupakam
gabungan teknologi dalam reproduksi yang memerlukan keahlian
diberbagai bidang.
Selanjutnya menurut Elsden dan Seidel HjァセIL@
transfen-embrio mengandung banyak sekali resiko untuk pemilile dono]!
dan perusahaan-perusahaan yang bergerak dibidang ini. Resiko)
terbesar yang dimilikinya adalah pemasaran keturunan yang
t-i-dak dapat diramalkan stabilitasnya, sedangkan resileD lainnya
adalah kegagalan untuk mendapatkan leebuntingan yang sesuai_
dengan jumlah yang diharapkan, abortus dan kehilangan foetus.
Benyamin et a1. (1981), menjelaskan lebih lanjut
pembu-ahan sel telur dari seekor betina unggul oleh semen pejantan
unggul, menghasilkan embrio yang memiliki material genetik
unggul dari tetuanya. Sedangkan betina resipien tidak
mempe-ngaruhi sarna seleali selain dari pada )lfElmal.ihara dane memenuhii
kebutuhan embrio tersebut dalam hal nutrisi selama
dalam'kan-dungan dan sebelum disapih. Dari kenyataan ini jelas bahwa
in.-duk betina donor akan dapat menghasilkan keturunan yang
mem;-punyai genetik unggul lebih banyak dibandingkan dengan_ cara
efelc-7 tif dan perkembangan populasi juga akan lebih cepat dicapai.
Teknik transfer embri.o dibuat pertama kali oleh
seo-rang bernama Walter Heape (Betteridge, 1977), pada tanggal
27 April 1890 dua sel telur yang diperoleh dari seekor kelin
ci betina jenis Angora yang telah dibuahi oleh kelinci
jan-tan jenia Angora 32 jam sebelumnya, segera ditransfer
keda-lam pangkal akhir bagian atas dari tuba fallopii seekor
ke-linei betina jenis Belgian yang telah dikawinkan terlebih da
hulu dengan pejantan dari jenis yang sama 3 jam sebelumnya.
Tepat pada waktunya, kelinci betina jenis Belgian tersebut
melahirkan 6 ekor anak kelinei, 4 ekor anak kelinei ュ・ューオョケAセ@
i kesamaan dengan indulc jenis Belgian hasil perkawinannya 、Aセ@
ngan pejantan jenis Belgian, sedanglcan 2 ekor anak kelinei
lainnya mempunyai kesamaan dengan induk jenis Angora hasil
perJcawinan dengan pejantan jenis Angpra pula yang telah
di-transferkan kedalam saluran reprodulcsi induk kelinei betina
janis Belgian terse but , dengan lcarakteristik yang
dimiliki-nye yai tu mempunyai bulu panjang mirip sutera khas untuk
je-nis Angora serta warna bulu yang putih mulus seperti orang
tUB merelea. Dari pereobaan ini terlihat bahwa indule
peneri-ma (resipien) tidak akan mempengaruhi genetik anak yang
di-kandungnya, leeeuali hanya memelihara dan melahirkannya.
Kemudian pada tahun 1927, Engle (Jillella, 1982)
mela-kukan percobaan superovulasi pada menei t d.engan menyuntilclcan
hormon. percobaan ini didasarkan pada percobaan dari Walter
Heape di atas, dan ternyata memberilcan hasil yang memuaskan.
Kemudian Casida dan kawan-kawan tahun 1940 (Jillella, 1982)
8
Setelah saat itu kedua teknik tersebut, yaitu ウオー・イッカセ@
lasi dan transfer embrio telah berhasil digabunglcan oleh
pa-ra ilmuwan pada hewan.
Menurut Jillella (1982), Hartman, Lewis dan Miller
pa-da tahun 1931 membuat eksperimennya yang pertama tentang
su-perovulasi dan transfer embrio pade ternak.
Pada tahun 1949, Warwick dan Berry dalamoHafez (1980)
berhasil melakukan pemindahan embrio pada domba dan kambing,
disusul keberhasilan pada babi tahun 1951 (Kvansnicldi delam
Rafez, 1980) serta pada sapi juga pada tahun 1951 (Willet,
Black, Casida, stone, Buckner dalam Rafez, 1980). Tetapi
ke-berhasilan yang didapatkan belum tinggi, oleh sebab itu ー・ョセ@
li tian dibidang ini terus berlengsung untulc mencapai
kesem-purnaan.
Teknik transfer embrio baru berkembang dengan pesat se
telah Rowson dan kawan-kawannya dari Cambridge pada tahun
1969, memperagakan kesanggupannya untuk melaksanakan
trans-fer embrio dengan tingkat konsepsi 70
%
eampai 90%
padain-duk-induk sapi penerima. Rasil ini sangat membesarkan hati
dan kembali menarik minat para ahli terhadap teknik ini.
Kemudian pada tahun 1972, diadakanlah suatu kursus
singkat tentang transfer embrio pada sapi oleh Departemen F4;
siologi Reproduksi dan Biokimia Universitas Cambridge,
Ing-gris. Para ilmuwan dari Australia, Kanada, New Zealand,
U.S.A. dan banyak negara Eropa hadir dalam pertemuan
terse-but. Mereka membawa pUlang teknologi tersebut, sehingga
a-khirnya berkembang keseluruh dunia, termaeuk Indonesia
]]j]j. PRINSIP DASAR TRANSFER· EMBRIO
Se,lterrarnya prinsip dasar dari pa"da' teknik im!), meJ.:li-puti beberapa treatmen/perlakuan dengan menggunakani tek-nik-teknik lainnya, yaitu superovulasi, oestrus synchroni-za tion (Sinkronisasi Birahi), artificial insernina tiOlli
(1m-seminasi B.uatan), embrio/eggs recovery (Pengumpulan .. axam pemanenan embrio) dan embrio/eggs transfer (Pemindahan ・ュセ@
brio). Akan tetapi, walaupun transfer embrio ini telah ber_ hasil pada berbagai jenis hewan, kebanyakan peneliti lebih· cenderung untuk mengaplikasikannya pada ternak besar ウ・ーセᆳ
ti domba, kambing atau sapi (Aliambar, 1981;)).
Superovulasi
Pengadaan ova dalam jumlah llranyak darjj. induk donon. yang berkwalitas genetis tinggi, adalah merupakan salah'sa-tu, syarat utama yang harus ditempuh sebelum pemindahan ・ュセ@
brio dan proses ini disebut superovulasi.
Superovulasi adalah perlakuan terhadap induk donor un ... tulc mendapatlcan sel telur yang diovulasikan lebih banyak da,..
.ni biasanya dengan memberikan hormon-hormon tertentw dari Iuar. Dengan perkataan lain, superovulasi akan memperballlfak
jumlah embrio yang dihasilkan, sehingga.· anak yang dilahirkan dengan cara transfer embrio dapat lebih banyak.
10
bentukan dan psmatangan foliksl pada sapi, domba dan ォ。ュセ@
bing, karsna hormon ini diketahui mempunyai wal,tu paruh
M-ologik yang panjang, sehingga dengan dosis tunggal dapat;
dihasilkan respons superovulasi dengan baik. Hormon ini
di-hasilkan oleh jaringan placenta dan terdapat dalam serum
bangsa equids.
Menurut Armstrong (1982;) dan Jillella (1982),
pemakaf-an lebih lpemakaf-anjut terhadap hormon ini akpemakaf-an menimbulkpemakaf-an siste
folikel pada'hewan donor tersebut, sehingga produk embrio
yang dihasilkan pada tahap selanj utnya tidak begi tu baik un,..
tuk transfer embrio, karena tingkat survival yang rendah.
Sedangkan menurut Sugie et al dalam Hafez Lセ⦅QNYXPIL@ jumlah se@
telur yang dihasillcan akan berkurang apabila superovulasi
di-lakulcan berulang-ulang pada satu hewan donor yang sarna
!care-na terbentuknya anti hormon.
Armstrong (,1982'), juga mengata!can bahwa domba dan
kam-bing yang disuperovulasikan dengan harmon ini seringkali ュ・セ@
ngalami regresi corpus luteum, sehingga siklus birahi hewan,
ini rnenjadi lebill pendek dan tidak teratur. Problem lain
ada--lah bervariasinya respons hewan-hewan terhadap PMSG yang
di-berilcan pada dosis yang sarna. Menurut Cahill (1982), domba
Merino yang disuperovulasikan dengan PMSG pada hari ke 12
s1-klns birahinya, ternyata menghasilkan jumlah sel telur yang
bervariasi antara 1 sampai )0. Juga terjadinya variasi エ・イセᆳ
hadap laju pertumbWlan folikel sehingga terjadi perbsdaan,
tsrhadap jarak walctu antara penyuntikan dan tirnbulnya
terhadap PMSG adalah jenis' hewan ( sapi, domba, dan kam ...
bing), UlllUr hewan, musim dan sta:ll!us gizi hewan tersehU1t.
Tetapi bagaimanapun PMSG adalah hormon yang efelctif untuk
perlalcuan superovulasi, sehingga untuk mengontrol
Icetepa-tan silclus birahi: tersebut, maka digunalcan PGF
Z
alfa.111
Rea th (1982), memberilcan hormon PMSG ini pada hari ke
16 dari silclus birahi dan sapi akan birahi 4 sampai 6 hari.
komudian. Polge HQYXRIセ@ memberikan hormon ini pada sapi
do-nor dengan dosis 2500 IU sampai 3500 IU, maka ovarium sapi
tersebut dapat menghasilkan 30 sampai 40 sel telur, tetapi:
biasanya hanya didapatkan 6 sampai'W 13mb rio pada waktu
pe-nampungan. Sedangkan Shelton dan Moore (1974), mencatat bah
wa pemberian 2000 IU PMSG, sel telur yang dihasillcan 、。ャ。セL@
satu kali birahi adalah kurang lebih 12. buah.
Menurut Toelihere (1981), cara superovulasi yang se-·
ring dilakulcan pada sapi adalah penyuntikan 2500 IU sampai
3500 IU PMSG secara intra muscular pada hari ke 16 dari
si-klus birahi disusul 5 hari kemudian dengan pemberian 2000
IU
HCG secara intra vena, maka sapi tersebut akan birahi dalarro
walctu 2. sampai 4 hari kemudian.
Jillella (1982) meneranglcan, respon ovarium sapi yang
maksimum terhadap PMSG adalah bila diberikan pada hari ke
9,
1'0 atau 11 dari siklus birahi. Keuntungan metode hari ke 16;
ini baik. karena selain menghasilkan banyak folikel juga me-·
ngurangi kasus siste ovarium dan penyerentakan birahi yang
tepat antara donor dan resipien.
penyun-tilean 1100 IU PMSG pada hari lee 12 atau lee 13 siklus
bwra-hi (Toelihere, 1981) atau dapat pula dikombinasi' anroara
PMSG dan HCG (Betteridga dan Moore', 1977).
Follicle Stimulating Hormon (FSH) juga merupakan
hor-mon yang cukup efektif digunakan dalem superovulasi.
Hor-mon ini dihasilkan dari kelenjar hipofisa kuda, kambing,
dombaatau babi, dan dibandinglean dengan PMSG hormon ini
mempunyai waktu paruh biologik yang lebih pendek. Elsden
dan Seidel (1982.), menggunakan harmon ini pada sapi donol:!"
dua kali sehari sebanyak 5 mg sampai 6 mg padahari ke 9
sampai 14 dari siklus birahi dan sapi tersebut akan birahi 12
3 hari kemudian. Sedangkan menurut Armstrong (1982), untuk
mengindulesi superovulasi pada kambing, FSH harus diberikan
secara berturut-turut selama 3 sampai 4 hari melalui
sunti-kan intra muscular. Untuk menginduksi superovulasi pada
sa-pi menurut Sugie et al dalam Hafez (1980). selain pemberian;
PMSG 1500 IU sampai 3000 IU pada hari ke 16 dari siklus
bi-rahi. dapat juga dengan pemberian FSH dengan dosis 20 mg
sampai 50 mg yang diberikan dalam due keli yaitu, pada ィ。イセ@
lee 4 atau hari ke 5. Kemudian disusul dengan pemberian HCG
dengan dosis 1500 IU sampai 2000 IU atau penyuntikan LH'
se-cara intra vena dengan dosis 75 mg, 5 hari setelah superovu ... ·
lasi dimulai. Sapi alean birahi 2 sampai 3 hari ャ・・ュオ、ゥ。ョセ@
PMSG/FSH dapat juga dileombinasilean dengan pemberian
Prosta-glandin F2 alfa dua atau tiga hari leemudian setelah
pemberi-an PMSG/FSH dengpemberi-an dosis 5 mg intra uteri atau intra vena.
11],
sampai ke 15 dari siklus birahi. PGF2 alfa ini akan
meng-haneurkan corpus luteum sehingga folikel lain dapat 「・イォ・ュセ@
bang dan dengan bantuan gonadotropin, folikel baru
akan,ma-tang.
Menurut Jillella (1982), hormon lain yang dapat
diguna-kan untrue superovulasi adalah HCG, GnRH, Estradiol-17-B: dan
Prostaglandin. HCG digunakan untuk superovulasi pada sapi de··
ngan dosis 2500 IU sampai 5000 IU seeara intra vena pada
per-mulaan bJirahi., Hormon ini dianjurkan untuk digunakan pada
ha-ri lee 16 fase folikel. GnRHI dianj urkan penggunaannya pada:
do-sis 100 mg sampai 200 mg intra-, vena atau intra muscular pads:
awal birahi. Estradiol-17-B digunakan bersama-sama dengan
GnRH atau HCG pada awal birahi dengan dosis 400 mg.
Prosta--glandin digunakan sebanyak dua kali dosis luteolitiknya,
ya--itu 50 mg prostaglandin alamiah atau 1000 mg Prostaglandim
sintetik.
Cara lain dalam metode superovulasi yang dieatat oleh
Willet, Bucher dan Larson (1953), antara lain:
- Penyuntikan PMSG seeara subeutankurang lebih empat hari
sebelum terjadinya estrus.
- Penyuntikan ekstrak kelenjar adenohypophysa kuda secara
subeutan tiga hari berturut-turut.
- Penyuntilean ekstrak kelenjar hypophysa domba seeara
sub-cutan lima hari berturut-turut kemudian penyuntikan HCG
seeara intra vena pada hari ke enam.
- penyuntikan PMSG seeara subeutan lima hari sebelum birahi
14
domba atau HeG secara intra vena.
Sebelum teknik superovulasi ini dilalesanalean,
diperlu-lean persiapan terhadap betina donor yang adiperlu-lean
disuperovula-silean dan betina resipien yang akan menerima embrio dari
do-nor untule dipelihara dalam alat reproduksinya. Selain itu
manajemen betina donor dan betina resipienpun perlu
menda-pat perhatian, agar pelaksanaan telenik transfer embrio
ter-sebut mendapat hasil yang memuaslcan.
Jillella (1982), mengemukalean bahwa donor yang
potensi-01 adalah donor-donor yang diketahui mampu melahirkan setiap
tahul1 secara normal dan teratur, dapat menjadi bunting de-"
ngan sekali inseminasi, mempunyai siklus birahi teratur,
ti-dak pernah mengalami distolcia, retensio eekundinae ataupum
siste ovarium dan bebas terhadap penyakit-penyakit
reprodwc-si menular. Kemampuan reprodulcreprodwc-si ini penting untuk
menghin-dari kondisi yang abnormal. Kemudian menurut Elsden dan
Se-idel (1982), pemilihan terhadap donor haruslah didasarjcan,
kepada tiga kri teria, yai tu keunggulan genetik, kemampuan
reproduksi dan nilai ekonomis hewan tersebut dipasaran.
Ke-mudian donor harus berada pada lcondisi tubWl optimum, tidale
boleh terlalu gemuk atau kurang sahat, karena donor yang
tidak sehat tidak menunjukkan resIJons yang cukup baik
terha-dap tindalean superovulasi. Selain syarat-syarat di atas,
ca-tatan kesehatan donor juga penting artinya untuk menghindari
penyebaran penyakit yang disebabkan oleh teknik transfer
em-brio.
faktor turunan atau bangsa bukanlah merupakan faktor yang
penting. Aken tetapi pada sapi, orang lebih menyukai sapi
perah sebagai resipien dari pada sapi potong. Hal ini
dise-bablean sapi perah mempunyai angka konsepsi yang lebih baik
dari pada sapi potong Hセゥャャ・ャャ。L@ 1982).
Sedanglcan menurut Elsden dan Seidel (1982), resipienl
yang ideal adalah hewan yang sehat, muda, terjamin
kesubu-rannya dan mempunyai kemampuan untuk menjadi induk yang
ba-ik. Resipien yang berumur lebih dari 10 tahun tidak boleli
digunakan karena fertilitasnya sudah menurun. Menurut
Jille-lla (1982), sapi-sapi mud a lebih sering digunakan untuk
transfer cara non bedah, sedangkan yang lebih tua untuk
transfer cara bedah.
s・「・ャセセ@ pelaksanaan superovulasi juga harus dilakukan
pencatatan dUa siklus birahi secara berturut-turut pada
sa-pi, bailc pada donor maupun pada resipien. Karena status
gi-zi memegang peranan penting terhadap respons superovulasi
maka manaj emennya harus benar-benar baik (Jillella, 1982).
sゥョォイッョセウ。ウゥ@ Birahi
Sinkronisasi birahi dalam teknik transfer embrio adalah
merupakan usaha manusia untuk menyamalean waletu birahi antara
donor dan resipien. Sinleronisasi penting untuk program
inse-minasi pada donor dan pada saat akan ditransfernya embrio
kepada resipien, sedangkan pada teknik pemindahan embrio
lang-sung dari donor, maka sinlcronosasi birahi antara donor dan
16
Dengan mengadakan sinkronisasi birahi dalam teknik
transfer embrio, berarti sarna dengan menyamakan keadaan
sa-luran reproduksi 。ョGセ。イ。@ donor dengan resipien, sehingga
bi-la dibi-lakukan pemindahan embrio, maka embrio tadi tidiolk
me:--ngalami perubahan tempat ataupun suasana dan dapat tumbuh
serta berkembang secara normal.
Menurut s。ャケウ「オイセ@ (1969), apabila status reproduksi イ・セ@
aipiero sesuni dengan embrio yang akan ditransfer atau sesuaf
dengan donor, maka embrio yang dapat hidup dapat mencapai
91
%.
Tetapi jika berbeda dalam satu hari,embrio yang dapathidup 50
%
sampai 60%,
sedangkan jika perbedaannya sampaidua hari, embrio yang dapat hidup hanya 30 % sampai 40 % •.
Sinkronisasi birahi dapat dilakukan dengan tiga cara
ya-i tu, memya-ilya-ih resya-ipya-ien yang berada pada fase yang sarna dengan
donor, menyimpan embrio sambil menunggu sampai ada resipien
yang berada pada siklus yang sesuai, penyerentakan birahi
aa-ik pada donor maupun pada resipien dengan menggunalcan
obat-obat tertentu.
Corpus luteum memegang peranan penting dalam mengatur
lamanya siklus birahi dan waldu terjadinya ovulasi pada
ter-nak, hal ini karena zat utama yang dilceluarkannya yaitu
pro-gesteron, menghambat pengaruh Luteinizing Harmon (,LH,)
terha-dap ovulasi. Dengan demikian setiap hambatan terhaterha-dap daya
lcerja progesteron baik dari dalam maupun tambahan dari luar .
dapat digunakan untwc menyerentakan birahi maupun silclusnya.
penyerentakan birahi pada sapi-sapi b:etina dono I!" dan
resipi.-en karresipi.-ena presipi.-engaruh luteolitiknya.
Partodihardjo (1980), mengemukakan bahwa dosis PGF2 al-fa yang diberikan pada seekor sapi berkisar antara 5. mg ウ。ュセ@
pai 35 mg tergantung pada lokasi penyuntikan. Hormon ini 、。セ@
pat diberikan dengan dosis 5 .. mg sampai 10 mg intra uteriIlff, atau 30 mg sampai 35 mg intra muscular perekor sapi, danl anglea konsepsi yang dihasillean dengan penggunaan PGF
2 alfa ini dapat mencapai 70
%.
Penyuntikan PGF2: alfa dilakulcan. dua leali dengan interval 11 halli, sehingga 4 sampai 5. han:!.: setel-lah penyunt:!Jkan semua sapi menjadi birahi. Menurut Toelihere,(1981), dosis PGF 2 alfa yang digunalean secara intra uterine adalah seJd tar 4 mg sampai 6 mg atau rata-rata 5. mg dalam 0,75 ml air suling dan birahi terjadi 3 hari setelah penyunl-tikan.
Apabila dalam peternalean tersebut terdapat populasi yang cnkup banyak bstina dewasa, maka sebenarnya sinkronisasi ti-dak perlu diserentalckan dengan hormon ini, karena secara nor-mal setiap hari terdapat cukup banyak sapi yang birahi. secara bersamaan.
Elsden dan Seidel (1982.). menyatakan liahwa pemberian PGF 2 alfa sebanyak 2. mg secara intra muse.ular pada donor di-lakulcan setelah pemberian gonadotropin, sedangkan untnk resi-pien.dengan dosis yang sama diberikan sehari lebih awal dari
alean mengalami birahi bersamaan dalam waktu 48 jam sete.laru
ー・ュ「・イゥ。ョpgfセ@ alfa pada resipien.
Menurut David (1981), selain pgfセ@ alfa, progestagen
kususnya medroxy progesteron acetate (MAP), melengesterol
acetate (MGA),: dan chlormadinone acetate (CAP)' dapat juga
digunakan, akan tetapi masih sering d1temukan angka
kebun-tingan yang rendah. Sedangkan Britt dan Roche (1980),
men-catat beberapa metode dalam sinkronisasi bfrahi yaitu
a) Progestagen diberilean secara peroral selama 14 sampai
2.1 hari. Dalam hal ini 「ゥイ。ィゥョケ。セ@ culeup baik, tetapi
ferti-litasnya leurang. b) Dengan pemberian dosis luteolitile PGF
2-alfa antara hari lee 5 dan lee 18 dari siklus birahi,
biasa-nya sapi akan birahi pada hari ke 2 sampai ke 5 setelah pe."
ngobatan dan fertilitasnya sangat baik. c) Pemberian dua
do-sis luteoli tik PGF2 alfa pada hari lee 11 sampai lee 12,
bira-hi akan diperlihatkan pada hari ke 2 sampai ke
5;
setelahpe-ngobatan lcedua. d) Pemberian 5., mg estradiol pada hari
perta-rna dan memasuklean progestagen untrue 9 sampai 12 hari;
dimu-lai pada hari pertama, birahi akan terlihat dua sampai empat
hari leemudian. e) Progestagen secara peroral diberikan lima
sampai tUjuh hari kemudian ditambahkan PGF2 alfa pada hari terakhir pemberian progestagen dan akan birahi dua sampai
lima hari lcemudian.
Menurut Willet et al
- -
(1953), menyerentakan birahi padasepasang donor dan resipien dengan menyuntilcan 50 mg
proges-teron perelcor perhari. Birahi akan terjadi serentalc setelah
19
Sapi betina yang telah berada dalam siklus birahi yang:
sesuai dengan yang diharapkan, siap untuk menerima embrio
yang dipindahkan melalui teknik transfer embrio.
pembuahan'
Donor yang telah disuperovulasikan hanus diinseminasi
agar terjadi fertilisasi sel-sel telur yang
telah·diovulasi-kan oleh sperma pejantan unggul dari luar. Tetapi sebelum
、ゥャ。ォ|セ。ョ@ inseminasi, donor hendaknya dideteksi terhadap
terjadinya birahi. Bilamana donor telah berada dalam
keada-an birahi, malee donor tersebut diinseminasi dengkeada-an
menggu-nakan semen unggul (cair atau belm). Dalam pembuahan ini
inseminasi dapat digunakan secara inseminasi buatan dan
da-pat juga secara alamo Disinilah teknik inseminasi buatan
berperan dalam membuahi sel-sel telur dari betina donor,
yang jumlahnya lebih banyak dari biasanya, oleh karena itu
kebutuhan spermatozoa untuie membuahinya harue lebih banyak.
Pelepasan sel telur pada sapi betina donor yang telah
disu-perovulasikan, ャャゥセオュョケ。@ terjadi antara 2 sampai 24 jam,
oleh-karena itu sapi donor harus diinseminasi sekurang-kurangnya
2 lcali dan sebailmya 3 kali.
Waktu pelaksanaan inseminasi dan banyaknya dosis semen.
yang digunakan tergantung kepada faletor mulainya birahi,
la-ma atau panjangnya la-masa birahi, kwalitas semen dan lainnya •.
Pada kasus birahi tenang, sapi donor harus diinseminasikan
pada hari-hari yang diperhitungkan ia menjadi birahi. Pada
20
laju fertilitas (Jillella, 1982).
Menurut Mahon (1981), inseminasi dilakukan sebanyak
ti-ga kali denti-gan interval waktu 12 jam. Misalnya inseminasi
pertama dilakukan antara jam 8 sampai jam 9 pagi, yang
kedu-a kedu-antkedu-arkedu-a jkedu-am 5 skedu-ampkedu-ai jkedu-am 6 sore dkedu-an ykedu-ang ketigkedu-a kedu-antkedu-arkedu-a jkedu-am
8 sampai jam 9 pagi berikutnya. Inseminasi yang kedua dan
ketiga bertujuan untuk menghindari kegagalan pembuahan ー。、セ@
inseminasi pertama, dimana diketahui bahwa ovulasi biasanya:
terjadi 24 sampai 36 jam setelah birahi.
Selanj utnya Beverly dan Stanford
C
1983), Mahon (1981:),menyatakan bahwa tiap kali melakwcan inseminasi pada donor
digunakan dua straw atau dua ampul. Jadi untulc sekali
pembu-ahan pada superovulasi dibutuhkan enam straw atau ampul.
Harus diperhatikan pada waktu melalcukan inseminasi pada
donor adalah pemeliharaan, tindakan asepsis pada waktu
inse-minasi dan pemeriksaan kwalitas semen yang digunakan.
Pemanenan Embrio
Pemanenan embrio sering disebut dengan penampungan
em-brio, "flushing" atau "eggs-recovery". Menurut beberapa
ah-Ii biasanya dilakukan pada hari ka 6 sampai hari ke 8 atau
rata-rata hari ke 7 sesudah pembuahan. Keadaan embrio pada
saat ini berada pada stadium akhir morula atau awal
blasto-sis, dimana proses implantasi belum terjadi. Pada keadaan
ini embrio hewan sudah bersifat kompak dan bulat, sehingga
bila penampungan dilakukan maka embrio tadi akan cepat
21
Metode penampungan ini dapat dilakukan dengan dua
ca--ra, pertama yai tu penampungan embrio lcetika hewan masih
hi-dup dan kedua penampungan embrio setelah hewan disembelih.
Presentase kehidupan embrio yang dikumpulkan dengan cara
ke-dua lebih besar dari pada dengan cara pertama (Hafez, 1980). .•
penampungan embrio setelah hewan disembeiih yaitu
ngan cara mengambil alat reproduksinya. Embrio ditampung
de-ngan jalan membilas dede-ngan NaCl fisiologis atau cairan
bu-ffer dari dalam uterus.
Metode penampungan embrio dimana hewan masih hidup
le-bih disukai. Metode ini dapa'!; dilalcukan dengan dua cara
ya-itu dengan tanpa pembedahan dan dengan pembedahan.
MenLlrllt Benyamin et al (1981), umumnya j umlah embrio
yang dapat dikumpullcan tidak selalu tepat karena kesuli tan
dalam menaksir jumlah sel-sel telur yang diovulasikan donor.
Bahlcan dengan pembedahanpun belum tentu diperoleh jumlah
yang tapat karena sering kali ditemulcan keabnormalan pada
ovarium, sehingga sering kali jumlah resipien yang harus
di-. persiapkan tidalc dapat ditentukan dengan tepatdi-. Umumnya
jum-lah embrio yang didapatkanpada saat pengumpulan sekitar
50 % sampai 90 % dari seluruh embrio yang diovulasikan,
te-rutama presentase yang tinggi didapatkan dengan cara
pembe-dahan. Tetapi cara ini kllrang begitu menguntunglcan karena
dapat menyebabkan kerusakan pada donor.
Peda masa kini pengumpulan embrio tanpa pembedahan
le-bih cenderung digunakan pade sapi. Menurut Jillella (1982),
22
dengan cara non bedah, yaitu kateter Foley dua lumen atau
tiga lumen dengan ujung lebih pendek dan kateter model
jer-man dengan dua lumen.
Adapun prinsip teknik pemanenan embrio tanpa
pembeda-han ini ialah memasukkan cairan media kedalam tanduk uterus
melalui sebuah kateter khusus. lcemudian menyedotnya kembali
keluar setelah bercampur dengan embrio/telur yang telah
di-buahL
Prosedill' lengkapnya ialah setelah hewan donor
disiap-lean dengan perlaleuan superovulasi, sinkronisasi birahi dan
inseminasi buatan. Kemudian hewan dipersiapkan dalam
kan-dang fixasi (nodstal) yang khusus untuk penampungan embrio
(iflushing). Untuk menjamin lcelancaran kerja dan demi
keama-nan, bisa juga digunalcan obat penenang atau anaestetikum
misalnya 5 ml "Lignocain 2
%"
sebagai anaesthesi epiduraldan "Acepromazin (10 mg/ml)" sebanyak 1 ml kedalam vena
ca-udalis dibagian ventral ekor.
Sistem penyedotan embrio tanpa pembedahan dari uterus
seekor sa pi telah lebih sempurna yaitu dengan menggunakan
sebuah kateter yang mempunyai 3 (tiga) saluran ("three
lu-men P. V. C. catheter"). Kateter ini didorong masuk kedalam
ujung tandulc uterus dengan melewati sebuah "cervical
intro-duser" yang lebih dahulu dimasulekan melalui vagina. Untuk
membulca mulut vagina selealigus mencegah leontaminasi, dapat
juga dipergunakan sebuah speculum. Tentu saja setiap
pemasuk-lean alat/instrumen kedalam vagina dikontrol melalui palpasi
23
Setelah ujung kateter benar-benar sampai diujung
tan-dwe uterus, maka balon (cuff) yang terdapat dekat ujung
ka-teter mulai di tiup melalui salah satu lubang saluran.
Besar-nya balon ini sedemikian rupa sehingga benar-benar merupakan
penahan/bendungan didalam lumen tandw{ uterus. Kemudian
cai-ran media dimasukkan melalui lubang yang lain dan ini akan
mengisi ruangan diujung tanduk uterus yang berada disebelali!
atas balon penahan.
Bsnyaknya media yang disemprotkan (+ 300 ml) tentunya.
melebihi kapasitas ruangan diujung tanduk uterus sehingga
media akan keluar lagi melalui saluran yang ketiga dan, ini
ditampung dalam tabung penampung khusus. Selama flushing
di-lakukan, sebaiknya bagian ujung tandwc uterus yang berisi
cairan media ini diremas-remas secara teratur agar embrio
yang terdapat disi tu bisa, keluar bersama cairan media セZaャゥᆳ
amber, 198.11).
Menurut Elsden dan Seidel (1982). pengambilan embrio
cara ini pada sapi dilakukan dengan memasukkan kateter
ke-dalam uterus donor. Mula-mula donor dibersihkan, dan
dides-infeksi dengan alkohol 70
%
pada daerah perineal, kemudianhewan dianaestesi dengan penyuntikan 5 ml procaine secara
epidural.
Sedangkan menurut Heath (1982), sebelumnya donor harus
dipuasakan selama 20 jam dan 12 jam berturut-turut sebelum
pemanenan embrio, kemudian disuntikan 10 mg Acethylpromazine
intra muscular dan disusul dengan 5 ml sampai 9 ml
di-24
dapatkan efek anaestesi dilakukan palpasi rektal untuk ュ・セ@
nentukan lokasi alat reproduksi. Ka-!;eter dimasukkan
perla-han-Iahan dan diarahkan kesalah satu lumen tanduk uterus.
Setelah ujung kate tel' mencapai 2 sampai 3 sentimeter
dide--pan bifurcatio, ujungnya yang berbentuk bundar ditiupkan
udara sehingga menggelembung membentuk balon yang besarnya
tergantung dari besar uterus.
Sekitar 100 ml sampai 5.00 ml medium Dulhecco Phosphate
Buffer Saline yang 、ゥー・イォ。ケセ@ dengan 1;% Bovine Serum
Albu-min ('BSA) dan dipanaskan 37° C. dimasukkan kedalam suatu botol atau gelas El'lenmeyer dan dihubungkan dengan suatu
pipa kebawah serta disambungkan pada salah satu lumen
kate-tel' dengan alat penyambung gelas berbentuk "T·" atau "Y".
Salah satu pipa lain dihubungkan pula dari lumen lainnya
dan dimasukkan kedalam suatu gelas ukur penampung. Medium
dialirkan masuk kedalam tanduk uterus melalui pipa yang
be-rasal dari Erlenmeyer yang diatur dengan suatu penjepit
(Idem), sampai terlihat uterus menggelembung seperti
keha--milan seki tar 6. sampai 8 minggu, kemudian dimesase
perlahan--lahan dan medium dikeluarkan melalui pipa kebawah. Menuru'li;
Elsden (1982), medium ini berfungsi untuk melarutkan
lendir-lendir dan umumnya mengandung banyak sekali reruntuhan
sel-sel atau pecahan sel-sel-sel-sel telur, darah dan lendir. Kemudian·
medium dimasukkan lagi ketanduk uterus seperti semula sampai
habis, kemudian dimasase lagi untuk mengeluarkan embrio dal'i
lipatan-lipatan endometrium. Setelah i tu cairan ini dialir·,
Setelah melakukan prosedur ini pada kedua tanduk
ute-rus, kedalam lumen tanduk uterus disemprotkan larutan
anti-biotik yang mengandung penisilin dan streptomisin. Kemudian
embrio dipindahkan kedalam beberapa cawan petri dan
ditem-patkan didalam inkubator 170
c.
(iJillella, 1982).Menurut Heath (1982), keuntungan besar dari metode non
bedah ini adalah karena cara ini dapat dilakukan pada yang
sedang laktasi sekalipun. Keuntungan lain adalah kepuasan
yang didapat oleh pemilik donor karena berkurangnya stress
pada sapi donor milik mereka. Sedangkan kerugian yang juga'
besar adalah karena metode ini tide-k dapat dilakukan pada
se-mua jenis donor. Ukuran dan bent uk cervix dapat menjadi
rin-tangan dalam melalcukan kateterisasi. Pada donor tua atau ber
ukuran besar, ukuran dan pembesaran yang terjadi pada uterus
dan cervix akan mempersulit pelaksanaan teknik ini.
Menurut Aliambar ('1981), sayangnya ialah bahwa teknik
tanpa pembedahan ini agaknya hanya mungkin dilaksanakan
pada-hewan besar saja seperti sapi, kerbau, kuda atau keledai dan
tipis kemungkinan pada spesies lain.
Sampai sekarang ini teknilc transfer embrio yang paling
berhasil, baik itu cara pemanenan embrio (recovery) maupun
cara transfer itu sendiri, tetap melalui operasi/pembedahan.
Pada sapi gambaran umum pelaksanaannya adalah pertama-tama
hewan dibius umum (general anaesthetic) dan insisi dilakukan
dibagian ventral abdomen (laparatomi medianus), setelah itu
barulah pemanenan embrio dilaksanakan.
2.6:
faaili tas cran biaya yang cuJmp mahal serta seorang ahli be-dah yang terampil dan menguasai telmik ini secara sempurna. Juga resileo yang besar akibat pembiusan umum dan kemungkinan timbulnya perlekatan an tara organ-organ reproduksi yang bi-sa menyebabkan kemandulan, bi-sangat memperkecil kemungkinan penerapan telmik ini di lapangan atau di perusahaan peterna-kan besar.
Menurut Jillella (.1982), penampungan/pemanenan embrio dengan cara pembedahan adalah sebagai berikut : Sebelum pem-bedahan 、ゥャ。ォセセ。ョ@ pada sapi, donor diisolasi dan dipuasakan selama 1 sampei 2. hari. Daerah yang akan dibedah dieukur. dan
didisinfeksi. Setelah itu diberi suntikananaestesi de ngan "Short Acting Barbi turat'" diikuti dengan pemberian "Clo-sed Circuit Anaesthesia'" menggunakan halothane dan oksigen •. Kemudian donor diletakkan di atas meja operasi. Sayatan
di-lakukan pada garis median sepanjang 15: cm, kemudian uterus dan ovarium dikeluarkan. Cbrnua uteri dijepit pada bagian utero tubal junction (UTJ) yang berdekatan dengan corpus u-teri. Media yang dipergunakan dapa t berupa Tissue Culture.' Medium 199 (TCM 199) atau Dulbeceo' s phosphat Buffer s。ャゥョセ@
(PBS) sebanyak 50 ml sampai 75 ml, menggunakan syringe yang dimasukkan kedalam salah satu cornua uteri.
uterus dimassage kearah tuba fallopii dan cairannya yang mengandung embrio ditampung pada eawan petri steril melalui pipa keeil yang sebelumnya dimasukkan kedalam fim-briae. segera setelah embrio ditampung, diinkubasikan pada
juga dapat diperlakukan dengan cara yang sarna.
Setelah kedua cornua uteri selesai dibasuh, uterus
dan ovarium dibilas dengan cairan fisiologis yang hangat"
diberi heparin serta antibiotik, lalu dimasukkan kembali
dan dijahit lagi secara bertahap.
Menurut Moore
t
1982), pade kambing dan domba,pengum-pulan embrio selalu dilalcukan dengan cara. pembedahan
diba-wah keadaan anaestesi umum. Sayatan dibuat sejajer garis
median, dan uterus dikeluarkan. Dengan mempergunekan kanul
berdiameter 2 mID embrio disemprot keluar dari saluran telur
atau uterus. Medium yang digunakan adalah Dulbecco's
Phos-phat Buffer Saline yang diperkaya dengan 10 sampai 20
%
Sel-rum biri-biri; atau 2 mg/ml Bovine SeSel-rum Albumin (BSAr;
a-tau 5
%
Fetal Calf Serum (FCS).Media yang dipakBi untuk flushing, menyimpan embrio
maupun untuk transfer tergantlmg dari jenis hewannya.
Pa-ling baik untuk doroba ialah serum homolog, untuk babi
Ty-rode yang ditambah sedikit albumin, sedangkan untuk sapi
biasanya dipakai T.C.M. 199 atau Dulbecco'a Medium yang
me-ngandung Bovine Serum Albumin (B.S.A.) (Aliambar, 1981)
Evaluasi embrio
Embrio yang akan dipindahkan ke betina resipien adalah
embrio yang terpilih sebagai embrio normal. Dengan ュ・ョァァオョセ@
knn pipet khusus, embrio yang diperoleh dari donor
diletak-kan di cawan petri yang berisi medium segar kemudian
28
80 kali. Mula-mula embrio dilihat dengan pembesaran 10 kali,
bila sUdah di temukan, maka dengan pembesaran 80 kali di
ten-tukan tingkat perleembangannya.
Satu hal yang penting dijadilean leriteria dalam
mengeva·-luasi embrio adalah, embrio yang tepat tingleat
perkembangan-nya yaitu embrio yang dicatat umurperkembangan-nya sejale perkawinan ウ。ュセ@
pai waletu dipanen. Dengan pemerilesaan ini embrio yang rusale
dapat sisingleirlean.
Menurut Sugie et al dalam Rafez «(1980), dengan leondisi
yang baik, embrio yang sudah mencapai delapan sel hingga
a-wal blastosist alean memberikan anglea kebuntingan yang
ting-gi dibanding dengan embrio yang lebih mud a ataupun yang
le-bih tua.
Evaluasi embrio ini dapat juga untuk memilih cara pele··
takkan embrio pada resipien yang sesuai dengan umur atau
tahap perkembangan embrio tersebut.
Pemindahan Embrio
Teknik pemindahan embrio dapat dilakukan pada waktu
yang sarna dengan waletu penampungan, atau dapat juga embrio
telah mengalami pengawetan. Dalam hal ini yang terpenting
adalah status reproduksi resipien sesuai bagi embrio yang
akan tinggal disitu.
Menurut Ji11e11a (1982), pada dasarnya ada dua cara
untuk pemindahan embrio pada saluran reproduksi resipien
ya-itu dengan cara pembedahan maupun cara tanpa pembedahan.
2.9
dipindahkan ketandwc uterus resipien dengan melakukan
la-paratomi. Ada dua cara untuk memindahkan embrio dengan
pembedahan, yaitu sayatan sejajar garis median atau
mela-lui pengirisan pada daerah flank. Kebanyakan cara yang
di-gunakan adalah dengan melakwcan pengirisan sejajar garis
median. Dengan cara ini, dibuat irisan sejajr garis median
atau daerah flank hewan yang dianaestesi. Kemudian uterus
dikeluarkan dan ditandai bagian uterus mana yang
mengan-dung corpus luteum. Embrio dimasukkan pada tandwc uterus
dengan menggunakan pipet pasteur kedalam lumen tandulc
ute-rus yang berseberangan dengan ovariurn yang mengandung 」ッイセ@
pus luteum. Embrio harus dimasulckan dengan hati41ati untuk
menjaga kemungkinan embrio dimasukkan kedalam lapisan
en-dometrium. Dengan metode ini anglea kebuntingan yang
dipe-roleh mencapai 70
%
(Jillella, 1982).Menurut Hafez (' 1980), pemindahan embrio dengan cara
pembedahan dapat dilaleukan dengan penyayatan pada garis
median ventral perut dibawah pengaruh anaestesi umum
se-perti pada pengumpulan embrio. Namun untuk pemindahan
em-brio tidale seluruh saluran reproduksi sapi resipien
dike-luarkan dari ruang abdomen, tetapi cukup dengan hanya
mem-buat lubang kecil pada cornua uteri yang berdekatan dengan
ovarium yang mengandung corpus lute urn •. Dengan suatu pipet
kapiler, embrio dipindahkan leedalam cornua uteri tadi.
Lubang kecil pada cornua uteri dapat menutup sendiri,
se-danglcan sayatan didaerah median dijahi t kembali. Menurut
didapat-30
kan cukup tinggi (± 90 % ) melalui cara ini.
Sedangkan menurut beberapa ahli, cara laparatomi
dida-erah flank dilakukan dibawah pengaruh anaest.esi loleal. Se'"
belumnya, resipien dipalpasi secara rektal tmtuk mengetahui
ovarium yang mengandung corpus Iuteum. Bila corpus Iuteum
pada ovarium sebelah kanan, maka penyayatan dilakukan pada
flank leanan dan begitu pula sebaIiknya. Cornua uteri
dikelu-arkan melalui sayatan tersebut dan embrio dipindahlean pads
ujung cornua uteri d;adi dengan menggunakan pipet kapiler.
Angka kebuntingan yang didapatkan dengan cara tersebui<
di-atas, lebih rendah bila dibandingkan dengan cara laparatomr
didaerah ventral perut. Menurut Polge (1982) dan Sreenan
(1983), anglea kebuntingan yang didapatkannya berkisar
an-tara 60
%
sampai 70%.
Menurut Sugie et al dalam Hafez (1980), untuk embrio
yang lebih muda dari delapan sel, cara yang terbaik
difer lee tuba fallopii. Embrio muda tidak sesuai jilea di
trans-fer lee uterus karena sekresi uterus alean merusalcnya.
Pemin-·dahan embrio melalui tuba fallopii dilaleulean dengan
menggu-nalean pipet lchusus yang berisi embrio, dimaswckan melalui
infundibulum dan embrio disemprotkan kedalamnya.
Sedanglean embrio yang lebih dari delapan sel, lebih
ba-ik ditransfer ke tandw{ uterus, sebab embrio tersebut; lebih
tahan dari embrio muda.
Pemindahan embrio tanpa pembedahan, pada prinsipnya
sa-rna dengan telenile inseminasi buatan. yaitu memaswckan suatu
31
bila pada inseminasi buatan batas pemasukan laras ゥョウ・ュゥョ。セᄋ@
si hanya sampai corpus uteri, sedangkan pada 'I;eknik
pemin-dahan embrio sampai cornua uteri bagian atas.
Pada pemindahan embrio tanpa pembedahan digunakan
in-semination gun model cassott. Pelaksanaan teknik ini pada
sa-pi menurut Jillella ("1882.) adalah sebagai berikut :
Embrio yang sudah siap dipindahkan dimasukkan kedalam straw
bervolume 0,25 ml atau 0,5 ml sedemikian rttpa, sehingga
rada diantara dua ruangan yang berisi udara. straw yang
be-risi embrio dimasulckan kedalam laras dengan cara yang sarna
seperti pada teknik inseminasi buatan.
Sementara itu sapi resipien diberi anaestesi lokal
de-ngan menggunakan 5 ml procaine 20
%
atau anaestesi epiduralIainnya. Ekor diikat dan sekitar vagina dan perineal
diber-sihkan dengan alkohol 70 %. Setelah anaestesi bekerja
dimu-Iailah proses pemindahan embrio. Tangan operator dimaswckan
kcdalam rectum untuk melokalisir dan menilai corpus luteum •.
Laras inseminasi dimasukkan dalam cornua uteri melalui
cer-vix, kemudian embrio disemprotkan. Angka kebuhtingan dengan
cara ini diperoleh Iebih rendah dari pada cara pembedahan,.
yaitu sekitar 30
%
sampai 60%.
pemindahan embrio tanpapem-bedahan ini dapat juga dilakukan dengan menggunakan kateter
inseminasi yang terbuat dari Polyethilene. Dengan cara ini
didapat tingkat kehamilan 54
%
•.
Tingkat kehidupan yang diperoleh pada transfer tanpa
pembedahan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu umur
32
memanipulasikan teknile tersebut. Cristie' et al (1980) me;.-
-laporlean adanya tingkat kebuntingan yang rendah pada
trans-fer tanpa pembedahan. Rendahuya kebuntingan yang diperoleh
adalah karena pada transfer cara tersebut embrio diletaklean.
lebih dekat ke pangkal saluran uterus, keadaan ini
menunjuk-kan bahwa ujung saluran uterus merupalean tempat yang coouk
bagi embrio tingkat awal. Suatu kemungkinan bahwa
hormon-hormon diangkut secara langsung lee ujung saluran uterus
da-ri ovada-rium dan tingginya leadar progesteron disana akan
mem-pengaru..hi selcresi kelenjar uterus.
Walauplill. teknik pemindahan embrio tanpa pembedahan
memberilcan hasil yang jauh Isbill rendall bila dibandinglean
dengen ,cara pembedahan, tetapi learena cara ini memberilean
beberapa keuntungan antara lain, biaya yang relatif lebih
murah, tidale menimbullean perdarahan akibat pembedahan,
pe-laksanaannya lebih cepat, pemindahan embrio dapat dilalculean
ditempat peternale serta recovery dapat diulang beberapa
ka-Ii, malea cara ini terus dileembanglean.
Pemerilesaan Kebuntingan dan pemeliharaan セ・エゥョ。@ Resipien
Untule mengetahui apaleah resipien benar-benar bunting
a ta u tidak, malea pada sapi dilaleulean palpasi reletal pada
saat embrio dalam resipien berumur 50 sampai 70 hari.
Ke-mudian diagnosa kebuntingan diteguhkan pada saat embrio
berumur 90 hari.
Pada pemindahan embrio dengan cara pembedahan,
33
bekas operasinya agar tidak mendapatkan efek sampingan yang
buruk dari luka tersebut. perawatan re.sipien bunting sarna
dengan perawatan hewan-hewan bunting lainnya, sedangkan
ba-gi resipien yang tidak bunting perlu diadakan pemeriksaan
dan pengulangan. Tetapi jika pengulangan telah dua kali
te-tap gagal maka sebaiknya resipien tersebut tidak digunakan
lagi.
Pemeriksaan kebuntingan pada resipien, menentukan
kro-berhasilan teknik transfer embrio yang sedang dilakukan.
Pada keadaan normal, perkembangan prenatal
dipengaru-hi oleh berbagai faktor antara laim, hereditas, nutriai
in-duk, posisi foetus dalam tanduk uterus, perkembangan emblllio:
dan endometrium sebelum implantasi dan keadaan placenta.
Akan tetapi pada teknilc transfer embrio ini hereditas tidak
diragulcan lagi, Jcarena- sel telur. berasal dari betina unggul
dan spermatozoa berasal dari semen pejantan unggul pula, se··
dangkan genetiJca induk angleat tidalc akan mempengartlhinya.
Dengan manajemen yang baik berarti perawatan terhadap
indulc dan anak alcan bailc pula. Dengan demikian malea telah
dilakulcan usaha untuk mengurangi atau menghilangkan
faktol.'-faktor penyebab lcegagalan dari pelaJcsanaan teJcnik transfeIr
embrio. _
Hasil dari beberapa percobaan oleh beberapa peneliti
dengan teknik pembedahan dapat dilihat pada tabel 1.
Sedang-kan yang diperoleh dengan teknik tanpa pembedahan dapat
di-lihat pada tabel 2. Kedua tabel tersebut hasil .. transfer
TEibel 1 .• Hasil teknik transfer ・ュ「セゥッ@ dengan pembedahan
pads sapi dimana donor dan resipien telah
di-sinkronisasikan, + 11 hari (dipetik dari K. J.
Betteridge, 1977).
34
Day of Embryos No. Pregnancies
Transferred embryos
surviving Criteria of pregnancy and comments transi£!f per
recip-idonorl recipient ients
No. % No. %
NMMMMMMMMセセMMセMMMMセ@ 4·5 4·7 3·7 4·8 3·7 4·7 4·7 3·8 2 2 1 ·2 1 ·3 1 ·3 2 1 ·2 1 ·2 2
5-6 1 added dirEc'cl
5·6 1 <,dried aller rabbit stOt?g e 3·7 10-16 1 0·16 4·, 47 5 lU5U(lllyJ 5 5 2 1 2 1 2·3 2 11 32 69 31 12 378 124 135 19 21 75 17 68 9 2016 239 48 10 22 46 27 9 55 220 84 97 11 14 52 36 13 36 7 1162 131 36 90.9 68.8 66.7 87.1 75.0 76A 58.2 67.7 72.0 57.9 66.6 48.0 76.5 52.9 77.8 57.6 54.7 75.0 10 36 45.5 56.2
33/43 76.7
14/23 60.9
65/110 59.1
203/362 56.1
21/55 38.2
5 26.3
11 52.4
86 83.0
36 48.0
36 52.9
1162 57.6
131 54.7
55 58.3
Colving
Calving 18 cases) Slaughter d 60·90
(13 cases) Abortion (1 case) Calving and slaughter
Reference
Rowson el a!. 1969
Rowson et at, 1971
Rowson, lawson. Moor and Baker, 1972 In 23 slaughtered d 40 Sreenan and Beeharl.
1974
Calving: from last 14 8ctlcridge and of a group 01 24 Mitchell. 1974
In 55 slaughtered d Sn"rman et al. 1£75 27-127: calving data
on 17 not given
Singles I palpation;
Twins {see also Table 10 Nclson el ai, 1875
Palpation d 35-42;
SE:& also Tzble 10
Slaughter d 30·40; all transfers to bred reCipients
Newcomb and RO\>"$on.19758 Sreenan and Beehan. unpublished
Boland et al. 1976a
Slaughter d 27·117 Sreenan and Beet:an. 139 casesl. calving 19768
113 cases); unsuccessful transfers not enumerated
Palpation d 50
Palpation d 50
p(ilpation; selected morulae
Betteridge et a1. 1976
ADRI, unpublished
Shea et a1. 1976
Polpation; flank approach, Hansen, 1976
paravertebral anesthesia
Palpation d 45-60 G. S. Anderson EO; .01.
1976
.---Tabel 2.