• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kondisi Lingkungan Optimum dan Suboptimum terhadap Vigor Benih Padi Gogo (Oryza sativa L.) pada Periode I Konsepsi Steinbauer-Sadjad

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Kondisi Lingkungan Optimum dan Suboptimum terhadap Vigor Benih Padi Gogo (Oryza sativa L.) pada Periode I Konsepsi Steinbauer-Sadjad"

Copied!
166
0
0

Teks penuh

(1)

DAN SUBOPTIMUM TERHADAP VIGOR BENIH

PADI GOGO

(Oryza sativa

L.)

PADA PERIODE I KONSEPSI

STEINBAUER-SADJAD

Oleh

AA FACHRURROZI

A 29.0493

JURUSAN Bum DAYA PERTANIAN

FAKULTASPERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

RINGKASAN

AA FACHRURROZI. Pengaruh Kondisi Lingkungan Optimum dan

Suboptimum Terhadap Vigor Benih Padi Gogo (Oryza sativa

L.) Pada Periode I Konsepsi Steinbauer-Sadjad (di bawah

bimbingan FAIZA C. SUWARNO).

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari

pengaruh kondisi lingkungan optimum (kondisi cukup air)

dan suboptimum (kondisi kekeringan) terhadap vigor benih

padi gogo (Oryza sativa L.) pada Periode I Konsepsi

Stein-bauer-Sadjad serta mempelajari penentuan saat masak

fi-siologis.

Hipotesis pertama adalah kondisi lingkungan optimum

(cukup air) dan sUboptimum (kekeringan) berpengaruh

terha-dap vigor benih padi gogo (Oryza sativa L.) pada Periode I Konsepsi Steinbauer-Sadjad. Hipotesis kedua adalah garis

nilai delta yang didapat dari kondisi optimum dan

subopti-mum dapat mengindikasikan ketahanan tanaman terhadap

kekeringan. Hipotesis ketiga adalah saat masak fisiologis

terjadi pada saat nilai delta dari viabilitas (selisih Vp

dan Vg) mencapai titik minimum.

Penelitian merupakan percobaan faktorial dengan

menggunakan rancangan petak terbagi (Spli t plot design)

terdiri dari dua faktor yaitu varietas dan taraf kadar air

tanah. Faktor pertama terdiri dari empat taraf yaitu

(3)

(28.82% 35.00%). Data diolah dengan uji F, analisis regresi dan kecenderungan garis delta dan dilanjutkan dengan uji Duncan.

Perlakuan taraf kadar air tanah memberikan pengaruh terhadap akumulasi fosfat benih dan berat kering benih, tetapi tidak berpengaruh terhadap bobot gabah per rumpun. Akumulasi P yang lebih tinggi diperoleh pada perlakuan kadar air tanah suboptimum,

akibat perlakuan optimum

sedangkan berat kering benih memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan suboptimum.

Setiap varietas menunjukkan respon yang berbeda terhadap pemberian perlakuan taraf kekeringan media tanam berdasarkan pengamatan akumulasi P dan berat kering benih. Akumulasi P benih varietas Gaj ah Mungkur, Kalimutu dan D.odokan pada kondisi optimum lebih tinggi dibandingkan dengan pada kondisi suboptimum, sedangkan pada varietas Jatiluhur memberikan hasil sebaliknya. Perlakuan kadar air tanah memberikan pengaruh nyata terhadap akumulasi P benih, kecuali pada varietas Gajah Mungkur tidak memberi-kan pengaruh nyata pada seluruh momen periode viabilitas.

(4)

hasil paling kecil dibandingkan dengan varietas lainnya,

yaitu sebesar 66.214.

Berdasarkan panjang kecambah normal dan be rat kering

kecambah normal didapatkan bahwa MPV masak fisiologi

dicapai pada 27 HSA (Hari Setelah Antesis) untuk varietas

Gajah Mungkur (Umur tanaman sekitar 89 Hari Setelah Tanam

(HST)), Dodokan (Umur tanaman sekitar 102 HST) dan

Jatilu-hur (Umur tanaman sekitar 112 HST) , sedangkan untuk

varie-tas Kalimutu pada 22 HSA (Umur tanaman sekitar 89 HST).

Walaupun berat kering benih tidak berbeda nyata, tetapi

pada varietas Gaj ah Mungkur, Kalimutu dan Dodokan berat

kering benih cenderung mencapai maksimum pada saat MPV

masak fisiologi, sedangkan pada Jatiluhur be rat kering

benih maksimum cenderung dicapai pada 22 HSA (Umur tanaman

sekitar 107). Fosfat benih mencapai maksimum pada 22 HSA

untuk varietas Dodokan (Umur tanaman sekitar 97 HST) dan

Jatiluhur (Umur tanaman. sekitar 107 HST) , tetapi tidak

berbeda nyata dengan P pada 27 HSA (Umur varietas Dodokan

sekitar 102 HST, umur varietas Jatiluhur sekitar 112 HST).

Pada Kalimutu P maksimum dicapai pada 27 HSA (Umur tanaman

sekitar 112 HST).

Kadar air benih yang teramati mengalami fluktuasi

sepanjang periode pengamatan. Kadar air benih sedikit

naik turun/berfluktuasi sesuai dengan keadaan lingkungan

(5)

adalah Gajah Mungkur 2.98 %/etmal, Kalimutu 5,75

%/etmal, Dodokan 4,65 %/etmal dan Jatiluhur 1,457 %/etrr.al.

(6)

PENGARUH KONDISI LINGKUNGAN OPTIMUM DAN SUBOPTIMUM

TERHADAP VIGOR BENIH PADI GOGO (Oryza sativa L.) PADA PERIODE I KONSEPSI STEINBAUER-SADJAD

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

AA FACHRURROZI

A 29.0493

JURUSAN BUDI DAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Nama

Nrp

sativa L.l PADA PERIODE I KONSEPSI STEINBAUER-SADJAD

Aa Fachrurrozi

A 29.0493

Menyetujui,

Dosen Pembimbing,

Dr Ir Faiza C. Suwarno, MS NIP. 130 937 898

Mengetahui,

Budidaya Pertanian

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 12 s・ーエ・イイセ・イ@ 1973 eLL -',

Kadipaten, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Penulis

adalah anak kedua dari tujuh bersaudara, keluarga Bapak

K.H.A. Sarkosi Subki dan Hj. Wardatul Jannah.

Penulis memulai jenjang pendidikan formal di SD

Negeri III Heuleut, dari tahun 1980 sampai tahun 1986.

Selanjutnya antara tahun 1986-1989, penulis melanjutkan

pendidikan ke SMP Negeri I Kadipaten. Antara tahun

1989-1992, penulis menempuh pendidikan di SMA Negeri I

Kabupa-ten Majalengka.

Pada tahun 1992 penulis diterima menjadi mahasiswa di

Tingkat Persiapan Bersama (TPB) , Institut Pertanian Bogor,

melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Mulai

tahun 1993, penulis diterima di Jurusan Budidaya

Perta-nian, Fakultas PertaPerta-nian, dan memilih Program Studi Ilmu

dan Teknologi Benih.

Selama belajar di IPB, penulis menjadi Asisten

Prakti-kum Kimia Dasar I dan II (tahun 1994 1996), Asisten

Praktikum Fisiologi Tumbuhan (1996), Asisten Praktikum

Dasar-Dasar Agronomi (1996), Asisten Praktikum Penyimpanan

Benih (1996) dan Asisten Praktikum Produksi Benih Program

So Ilmu dan Teknologi Benih (1997). Pengalaman organisasi

penulis meliputi Seksi Infokom Himagron Faperta-IPB

(1993-1995), Sekretaris Badan Civa Muslim Jurusan BDP,

Faperta-IPB (1993-1994), Ketua Bidang Kerohanian Himpunan

Mahasiswa Majalengka (1993-1994), Staf Departemen

Pembi-naan BKIM-IPB (1993-1995), Dewan Pengkaji dan Penimbang

BKIM-IPB Wilayah Bogor (1996-1997) dan Ketua Bidang Dakwah

(9)

Hadirat Allah SWT, karena berkat limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul "pengaruh Kondisi Lingkungan Optimum dan Subopti-mum terhadap Vigor Benih Padi Gogo (Oryza sativa L.) Pada Peri ode I Konsepsi Steinbauer-Sadjad".

Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pert ani an pada Jurusan Budi Daya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Bapak, Ibu, Kak Nani St. Nadhiroh, Ii Malihah, Ela Nailatul Khoer, St. Uswatun Hasanah, Cucu Syamsul Millah dan seluruh keluarga di Majalengka atas bantuan dan do'anya.

2. Dr Ir Faiza C. Suwarno, MS. selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, sejak sebeluITl penelitian hingga penyusunan skripsi ini.

3. Dr Ir Endang Murniati, MS. dan Ir Eny Widajati, MS. se-laku Dosen Penguj i yang telah banyak memberikan saran dan masukan kepada penulis.

(10)

5. Ir Surjana S. selaku Koordinator Lab. GMSK yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menggunakan fasilitas dari Lab. Kimia Gizi Jurusan GMSK, Faperta, Institut Pertanian Bogor.

6. Ibu Suryati, Mas Heri dan para laboran Lab. Kimia Gizi GMSK, yang telah banyak membantu penulis selama pelak-sanaan penelitian.

7. Maria Advianti dan Poppy Lestiana, atas kerjasamanya sejak sebelum penelitian hingga penyusunan skripsi ini. 8. Anda Suwanda, Dendi Ristiandi, Muhamad Ikhwan serta

teman-teman semua yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan kepada penulis, baik sebelum maupun selama pelaksanaan penelitian. 9. Keluarga dan warga Kebon Kelapa 23 atas dukungan dan

dO'anya.

Semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang memer-lukannya.

Bogor, Mei 1997

Penulis

(11)

DAFTAR TABEL . . . xii

DAFTAR GAMBAR . . . xi v PENDAHULUAN . . . 1.

Latar Belakang . . . 1

Tujuan . . . 4

Hipotesis . . . 4

TINJAUAN PUS TAKA . . . 6

Fisiologi Benih Padi . . . . . . 6

Padi Tanah Kering . . . 7

Kebutuhan Air Tanaman . . . . . . . . . . 8

Periode I Konsepsi Steinbauer-Sadjad . . . . . . . 13

BAHAN DAN METODE . . . 16

Tempat dan Waktu Pelaksanaan .. , . . . . . . 16

Bahan dan Alat . . . 16

Pelaksanaan Percobaan . . . .... 17

Percobaan Pendahuluan . . . . . . 17

Percobaan Utama . . . 20

Rancangan Percobaan . . . . . . . . . 21

Pengama tan . . . 22

HASIL DAN PEMBAHASAN . . . 27

Periode I Konsepsi Steinbauer-Sadjad . . . . . . . 27

Garis Nilai Delta . . . . . . . . . .... 36

(12)

KES IMPULAN DAN SARAN . . . 45

Kesimpulan . . . 45

Saran . . . 46

DAFTAR PUS TAKA . . . . • . . . • • . . . • . . . 47

LAMPlRAN . . . 52

(13)

Teks

1. Rekapitulasi Nilai F Pengaruh Varietas dan

2 .

Kadar Air Tanah serta Interaksinya

terhadap Kandungan P (mgP20 S/1000 benih) dan Berat Kering Benih (g/SO benih)

pada Lima Periode Pengamatan serta

Bobot Gabah per Rumpun (g) . . . 27

Akumulasi pada yang

Fosfat Benih (mgp 2

os

/1000 benih) Varietas dan Kadar Air Tanah

Berbeda . . . 28

3. Kandungan Fosfat Benih (mgP 20 S/1000 benih) dan Berat Kering Benih (g/SO benih) pada Interaksi antara Varietas dan Taraf Kadar

Air Tanah . . . 29

4. Berat Kering Benih (g/SO benih) dan Bobot

Basah Gabah per Rumpun (g) . . . 32

5. Persamaan Regresi antara Kandungan P Benih

6.

(mgP

2o s /1000 benih) (y) dengan Waktu (harl setelah antes is) (X) dan Persamaan Regresi antara Berat Kering Benih

(g/SO benih) (Y) dengan Waktu (hari

setelah antesis) (X) . . . 35

Nilai Delta (DB - KCT) (%) pada Kondisi

Suboptimum (data transformasi HyKoNsIセI@ ... 37

7. Persamaan Regresi antara Nilai Delta (DB - KCT) (%) pada Kondisi Suboptimum (Y) dengan

Waktu (hari setelah antesis) (X) . . . 38

8. Rekapitulasi Nilai F Pengaruh Periode

Viabilitas terhadap Berat Kering Benih (BKB) , Kandungan Fosfat (PF) , Panjang Keeambah Normal (PK) dan Berat Kering Keeambah Normal (BKKN) untuk Menentukan

Momen Periode Viabilitas Masak Fisiologi .. 40

9. Penentuan MPV Masak Fisiologi Benih Padi Berdasarkan Berat Kering Benih (gram/50

benih), Kandungan Fosfat (mgP 20 S/1000 benih), Panjang Keeambah Normal (lxlO em) dan

(14)

10. Kadar Air Benih Padi (%) dari Umur 12 HSA

Sampai Masak Fisiologi . . . 42

11. Kecepatan Tumbuh Benih (%/etmal) dari Umur

12 HSA Sampai Masak Fisiologi . . . 43

Lampiran

1. Hasil Analisis Kimia Tanah . . . 52

2. Deskripsi Varietas Padi . . . 53

3. Pengamatan Komponen Tanaman Padi Gogo

Selama Pertumbuhan di Lapang . . . 58

4. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Varietas dan Kadar Air Tanah serta Interaksinya

terhadap Kandungan P Benih . . . 60

5. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Varietas dan Kadar Air Tanah serta Interaksinya

terhadap Berat Kering Benih . . . 61

6. Analisis sidik Ragam Pengaruh Varietas dan Kadar Air Tanah serta Interaksinya

terhadap Bobot Basah Benih per Rumpun ... 62

7. Analisis Sidik Ragam Nilai Delta Perlakuan Kadar Air Tanah Suboptimum

(data transformasi HyKPNUIセI@ . . . 62

8. Analisis Sidik Ragam Penentuan Masak Fisiologi

Berdasarkan Berat Kering Benih . . . 53

9. Analisis Sidik Ragam Penentuan Masak Fisiologi

Berdasarkan Kandungan Fosfat Benih . . . 63

10. Analisis Sidik Ragam Penentuan Masak Fisiologi Berdasarkan Panjang Kecambah Normal

(data transformasi (Y+O. UIセI@ . . . 64

11. Analisis sidik Ragam Penentuan Masak Fisiologi Berdasarkan Berat Kering Kecambah Normal

(data transformasi HyKPNUIセI@ . . . 65

12. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Umur Benih

Terhadap Kadar Air Benih . . . 66

13. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Umur Benih

(15)

Teks

1. Konsepsi Steinbauer-Sadjad . . . 13

2. Kurva Hubungan antara Umur Benih dengan

Kandungan P Benih . . . 34

3. Kurva Hubungan antara Umur Benih dengan

Berat Kering Benih . . . 34

4. Kurva Nilai Delta pada Kondisi Suboptimum . . . 38

(16)

PENDAHULUAN

Latar Be1akang

Puncak keberhasilan peningkatan produksi beras di Indonesia telah diraih pada tahun 1984 dengan dicapainya Swasembada Pangan. Namun demikian, upaya peningkatan pro-duksi beras masih harus terus ditingkatkan sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk, serta terjadinya konversi lahan pertanian ke non pertanian akibat perkembangan industri dan pemukiman. Dengan demikian, lahan pertanian akan semakin terdesak ke lahan marginal.

Dalam usaha melestarikan swasembada beras, peningkat-an produksi padi dihadapkan kepada terbatasnya lahan subur, sumber air dan sarana pengairan. Hal ini telah mendorong pemerintah untuk mengembangkan pertanaman padi gogo pada lahan kering yang terdapat sangat luas di Indo-nesia yaitu sekitar 34.6 juta ha (Suwarno dan Lubis, 1995). Dewasa ini, dゥイセォエッイ。エ@ Jenderal Tanaman Pang an dan Hortikultura telah mencanangkan pemanfaatan potensi lahan kering yang jumlahnya sekitar 9.4 juta hektar untuk dita-nami padi gogo, dimana pada tahap pertama dikonsentrasikan pada wilayah Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi dengan luas tanam direncanakan 1 juta ha yang akan dilakukan dalam 4 tahun (Kahar, 1995).

(17)

benih bervigor yang mampu tumbuh normal pada kondisi lahan sub optimum (Sadjad dan Pian, 1980). Apabila upaya terse-but berhasil dilakukan maka hasil rata-rata padi gogo yang dewasa ini baru sekitar 1.7 ton/ha dapat ditingkatkan

(Partohardjono dan Makmur, 1989).

Faktor hereditas dan lingkungan dapat mengatur proses fisiologi di dalam tumbuhan, menentukan pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan tersebut. Sifat genetik tersebut akan memperlihatkan sifat yang dibawanya dengan adanya faktor lingkungan yang sesuai. Misalnya kekurangan (stress) air yang dapat mempengaruhi komponen produksi dari suatu tanaman (Prawiranata, Haran dan Tjondronegoro, 1981) .

Vigor dapat dipelajari pada galur genetik yang sarna atau pada galur genetik yang berbeda. Apabila vigor tersebut hanya dapat membedakan lot benih pada galur yang sarna disebut vigor fisiologi, sedangkan yang berkaitan dengan un sur genetik disebut vigor genetik (Pollock dan Ross, 1972).

(18)

oleh vigor absolut pada segenap fragmen periode viabilitas yang pada akhirnya ditunjukkan oleh keunggulan prositar.

Periodisasi dalam kurun periode viabilitas benih dalam konsepsi Steinbauer-Sadjad diawali dari saat ante-sis. Periode viabilitas disebut dengan Periode I atau Periode Pembangunan Benih, Periode II atau Periode Simpan dan Periode III atau Periode Kritikal (Sadjad, 1989). Sadjad (1994) menyatakan bahwa bagaimana benih dapat mengumpulkan energi dalam membangun dirinya dapat diikuti prosesnya pada fragmen periode viabili tas yang pertama yang disebut Periode I. Dalam fragmen ini, menurut kon-sepsi Steinbauer-Sadjad digambarkan garis-garis viabilitas yang berbentuk sigmoid positif dimana Vp (Viabilitas Potensial) mendahului Vg (Vigor). Dalam Kuantifikasi Metabolisme Benih, dugaan garis itu dimulai dari antesis dan berakhir pada Momen Periode Viabilitas Masak Fisiologi (MPV MF). Garis-garis yang menjabarkan kemampuan hi.dup benih pada dimensi waktu itu bisa diinformasikan dengan fenomena tumbuh atau gejala metabolisme benih.

Pada periode I juga terdapat garis Delta (D) yang berada pada titik minimum pada saat antesis dan masak fisiologi, dan mencapai maksimum pada saat matang morfo-logis. Masak fisiologi dicirikan dengan berat kering dan vigor maksimum. Antesis merupakan saat j atuh dan menem-pelnya serbuk sari ke kepala putik (Sadjad, 1993). Garis viabilitas yang menjadi tempat kedudukan nilai-nilai Delta

(19)

disebut Bidang Vigor (BV). BV yang yang mengecil

mengin-dikasikan vigor benih yang lebih besar, sebab garis Vg

mendekati garis Vp (Sadjad, 1994).

Selanjutnya, vigor benih bukan saja dapat mencirikan

viabilitas benih, tetapi juga pertanamannya dari menebar

benih sampai produksi, karena vigor suatu tanaman dapat

dinyatakan dengan tingkat produksi tanaman itu (Sadjad,

1974) .

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh

kondisi lingkungan optimum (kondisi cukup air) dan

subop-timum (kondisi kekeringan) terhadap vigor benih padi gogo

(Oryza sa ti va L.) pada periode I Konsepsi Steinbauer-Sadjad, serta mempelajari penentuan saat masak fisiologi.

Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian , ゥョセ@ adalah :

1. Kondisi lingkungan optimum (cukup air) dan suboptimum

(kekeringan) berpengaruh terhadap vigor benih padi gogo

(Oryza sativa L.) pada periode I Konsepsi Steinbau-er-Sadjad.

2. Garis nilai delta yang didapat dari kondisi optimum dan

sUboptimum dapat mengindikasikan ketahanan tanaman

(20)

3. Saat masak fisiologi terjadi pada saat nilai delta

da-ri viabilitas (selisih Vp dan Vg) mencapai titik

mini-mum.

(21)

Padi (Oryza sativa L.) dalam taksonomi tumbuh-tumbuh-an termasuk dalam famili Graminae. Berdasarkan

klasifika-si baru, padi dikelompokkan ke dalam subfamili Oryzaidae,

suku Oryzae dan genus oryza (Gold dalam Manurung dan

Ismunadji, 1988).

Benih padi terdiri dari j ali (caryopsis) yang

ter-bungkus oleh sekam. Sekam terdiri dari "sekam kelopak"

(lemma) yang ukurannya lebih besar dari "sekam mahkota"

(palea) yang menutup hampir 2/3 permukaan benih, sedangkan

sisi palea tepat bertemu pada bagian sisi lemma (Yoshida

dalam Manurung dan Ismunadji, 1988). Oleh karena itu,

lemma dan palea menutup jali dengan kuat, sehingga besar

benih tidak dapat berubah bila lemma dan palea telah

mencapai pertumbuhan maksimal (Murata dan Matsusima dalam

Manurung dan Ismunadji, 1988).

Bagian beras (selain sekam) terdiri dari endosperm

90.4-90.6%, embrio 0.8-1.1%, skutelum 2.0-2.1%, perikarp,

testa dan aleuron 6.5% (Saenong, Murniati dan Bahar,

1988). Aleuron dapat terdiri dari satu sampai tujuh lapis

tergantung varietas. Demikian pula lapisan aleuron akan

lebih banyak bila suhu lingkungan lebih panas pada saat

pemasakan benih (Juliano dalam Saenong et al., 1988).

Komposisi kimia jali adalah: karbohidrat 84.83%,

(22)

9.78%. Disamping itu, dan berfungsi sebagai

7

sekam menempati 18.28% dari benih pelindung jali. Meskipun benih mempunyai sekam, namun deteriorasi dalam penyimpanan dapat terjadi, salah satunya karena benih padi mengandung asam lemak tidak jenuh yaitu oleat dan linoleat yang menempati jumlah terbesar dari asam lemak dalam benih dan dapat menyebabkan deteriorasi dengan adanya aktivitas enzim lipoksigenase (Juliano dalam Saenong et al., 1988).

Padi Tanah Kering

Pertanaman padi tanah kering/padi gogo adalah suatu cara bercocok tanam padi yang sejak permulaan masa pertum-buhan tanaman sampai panen tidak dilakukan penggenangan area pertanian. Hal ini merupakan perbedaan yang j elas dengan pertanaman padi sawah (Taslim, 1977).

Pertanaman padi gogo merupakan alternatif pertanaman padi di daerah-daerah yang tidak cukup air. Pertanaman ini mendapat sumber air dari huj an, sehingga padi gogo dibudidayakan pada musim penghujan.

Menurut Badan Pengendali Bimas (1977) padi gogo se-baiknya diusahakan pada tanah gembur, dengan kesuburan alami cukup dan drainase baik, misalnya pada tanah Lato-sol, Grumusol atau Aluvial.

(23)

Keadaan hujan ini akan menentukan produksi gabah yang akan

diperoleh (De Datta dan Vergara, 1975).

Menurut De Datta dan Beachell (l972) semua faktor

pembatas pada pertanaman padi sawah juga merupakan

pemba-tas pada pertanaman padi gogo, tetapi beberapa faktor

pembatas lebih kritis dalam mempengaruhi produksi padi

gogo, antara lain :

(l) Penyebaran hujan; jumlah dan perubahan keadaan hujan

adalah dua komponen yang sangat mempengaruhi

produk-tivitas padi gogo.

(2) Perubahan-perubahan hara dalam tanah; bentuk senyawa/

ion dan ketersediaan hara erat hubungannya dengan

kelembaban tanah. Perubahan status hara pada

kelem-baban rendah sangat mempengaruhi penyediaan makanan

bagi pertumbuhan padi gogo. Faktor- faktor pembatas

suasana aerobik adalah kekurangan P dan Fe terutama

pada tanah netral dan alkalin, sedangkan pada tanah

masam adalah keracunan Mn dan

AI.

(3) Persaingan dengan gulma sangat serius pada pertanaman

padi gogo, bahkan sering menimbulkan kegagalan total

bila gulma tersebut tidak terkontrol.

(4) Akibat penyakit blast yang lebih merusak pertanaman

padi gogo daripada pertanaman padi sawah.

Kebutuhan Air Tanaman

Pertumbuhan dan produksi tanaman merupakan hasil dari

(24)

9

proses fisiologi yang terjadi selama periode pertumbuhan.

Proses tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung

dipengaruhi oleh faktor luar seperti air tersedia,

ca-haya, suhu, kelembaban dan pengolahan tanah (Suhartono,

1992) .

Air merupakan salah satu aspek lingkungan yang paling

menentukan dalam pertumbuhan tanaman. Dari seluruh

senya-wa yang dibutuhkan tanaman, air merupakan senyasenya-wa yang

dibutuhkan dalam jumlah terbesar (Black dalam Hikmat,

1992) .

Pada dasarnya, tiap tanaman pada awal pertumbuhan

memerlukan sedikit air. Kebutuhan itu meningkat dengan

cepat dan mencapai maksimum pada saat pertengahan periode

pertumbuhan tanaman tersebut yaitu pada saat luas

permu-kaan daun mencapai maksimum (Suhartono, 1992). Dari hasil

percobaan Go (1975) didapatkan bahwa pemakaian air

terbe-sar adalah di waktu muda dan berkurang dengan bertambahnya

umur, dan tanaman-tanaman di waktu muda paling peka

terha-dap kekurangan air.

Tidak semua air tersedia bagi tanaman. Ada tiga

pembagian air sementara, yaitu air berlebih, air tersedia

yang diinginkan dan air tidak tersedia (Soepardi, 1983).

Untuk setiap jenis tanah tertentu mempunyai batas

keter-sediaan air tertinggi dan terendah bagi tanaman. Batas

tertinggi dan terendah ini diterangkan dalam konsep

kapa-sitas lapang (Field Capaci ty) dan titik layu permanen

(25)

Air berlebih kurang begitu berguna bagi tanaman karena akan memberikan pengaruh yang tidak menguntungkan bagi tanaman dikarenakan aerasi yang buruk. Tidak saj a

tanaman kekurangan oksigen, tetapi juga kegiatan bakteri seperti

banyak

nitrifikasi. penambatan nitrogen dan amonifikasi terganggu. Selanjutnya perubahan biokimia yang tidak menguntungkan akan dirangsang (Hikmat, 1992).

Air tersedia merupakan air yang terdapat antara kapasitas lapang dan koefisien layu permanen. Sedangkan air yang tidak tersedia meliputi air higroskopik, dan sebagian air masih dapat diambil dari dalam tanah, tapi terlalu sedikit untuk menghindari kelayuan.

Banyaknya air yang diserap oleh tanaman sangat diten-tukan oleh tersedianya air tanah. Jumlah air yang diserap tanaman kira-kira 75 % dari total air tersedia (Tisdale dan Nelson, 1975).

(26)

11

sistem tanaman.

Intersepsi, aliran masa, dan difusi merupakan meka-nisme-mekanisme yang bertanggung jawab terhadap besarnya suplai hara ke permukaan akar tanaman. Berlangsungnya ketiga mekanisme tadi sangat dipengaruhi oleh tersedianya air dalam tanah.

Dalam hubungannya dengan serapan P tanaman, Sabiham et al. dalam Hikmat (1992) menyatakan bahwa difusi meme-gang peranan penting dalam pergerakan P ke permukaan akar. Menurut Prawiranata et al. (1981) sebagian dari fosfat yang diabsorbsi oleh akar tumbuhan dialirkan ke atas dalam aliran transpirasi ke daun, maka dapat diharapkan bahwa fosfat selain diasimilasi dalam daun juga diasimilasi dalam akar.

Penurunan produksi dalam keadaan kekeringan disebab-kan rendahnya laju fotosintesis. Menurut Prawiranata et

al. (1981) pada keadaan laju transpirasi tinggi, daun akan mengalami layu sementara serta stomata tertutup. Dalam keadaan tersebut, difusi CO2 ke dalam daun akan terhambat dan laju fotosintesis menurun.

Stress air pada pertanaman jumlah anakan produktif, jumlah

(27)

pertumbuhan tunas produktif tertekan. Jumlah gabah perma-lai lebih banyak dipengaruhi aktivitas tanaman selama fase reproduktif yaitu dari primordia sampai penyerbukan. Tinggi rendah persen gabah hampa permalai disebabkan oleh perbedaan tanggapan dan ketahanan tiap varietas terhadap kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan, terutama pada fase reproduktif dan pemasakan (Prawiranata et al.,

1981). Defisit air yang disebabkan oleh kadar air tanah yang rendah atau keadaan atmosfer yang kering dapat menghambat beberapa proses fisiologi dalam tanaman sehing-ga laju prosesnya berlangsung di bawah normal. Hasil penelitian Basoeki (1986) menunjukkan bahwa benih padi gogo yang ditumbuhkan pada media pasir dengan tingkat kadar air mendekati titik layu sementara, viabilitas dan vigornya menu run secara nyata dibandingkan dengan kadar air optimum. Hasil penelitian Basoeki tersebut menggam-barkan bahwa tingkat kadar air media tumbuh mendekati titik layu sementara merupakan kondisi suboptimum untuk pertumbuhan padi gogo.

(28)

13

Periode I Konsepsi Steinbauer-Sadjad

Viabilitas benih dalam Konsepsi Steinbauer-Sadjad melampaui suatu periode yang disebut Periode Viabilitas (PV). Periode viabilitas dalam konsepsi ini berawal dari saat antesis sampai benih mati. Periode viabilitas dibagi at as tiga periode yaitu periode I yang disebut dengan periode pembangunan benih, peri ode II merupakan periode simpan dan periode III atau periode kritikal (Sadjad, 1990) .

.pKs ...

" ' i '

II

Peri ode Viabilitas

Peri ode I : Peri ode Pembangunan Benih: Peri ode II : Peri ode Simpan:

periode III : Periode Kritikal: Vp : Viabilitas Potensial: Vg :

Vi-gor: Vss : Viabilitas Sesungguhnya: PKS : Periode konservasi sebelum

simpan: PKT : Peri ode konservasi sebelum tanam: D : Nilai Delta:

MM : Matang Morfologi: MF: Masak Fisiologi.

Gambar 1. Konsepsi Steinbauer-Sadjad (Sadjad, 1994)

[image:28.602.93.524.108.569.2]
(29)

nilai viabilitas yang terukur. Garis parametrik itu berakhir di suatu titik puncak yang mengakhiri periode I yang disebut titik masak fisiologi. Dalam periode I terdapat garis delta (D). Garis D ini akan mengecil mencapai minimal pada titik masak fisiologi dan mencapai maksimum pada saat matang morfologi.

Garis viabilitas yang menjadi tempat kedudukan nilai-nilai delta disebut Bidang Vigor (BV). BV yang mengecil mengindikasikan vigor benih yang lebih besar, sebab garis Vg mendekati garis Vp, BV atau luas bidang nilai D merupa-kan selisih antara luas bidang bidang yang dibatasi sumbu x dan garis vーセヲ@ (xl) dan luas bidang yang dibatasi oleh sumbu x dan garis カァセヲHクRIN@ Kaidah ketiga sebagai impli-kasi Konsepsi Steinbauer-Sadj ad yang mengungkapkan bahwa apabila nilai D mengecil, vigor benih membesar (Sadjad, 1993) . Nilai D dikembangkan sebagai tolok ukur suatu parameter viabilitas lot ber)ih identik dengan nilai de-teriorasi atau devigorasi.

Periode I berkaitan dengan penentuan masak fisiologi yang diindikasikan oleh vigor yang maksimum. Untuk itu perlu ditentukan tolok ukur vigor awal benih untuk menen-tukan masak fisiologi yang tepat. Vigor awal menjabarkan resultante segala faktor yang berpengaruh pada periode I

(30)

15

kandungan energi yang maksimum benih mempunyai vigor awal

yang maksimum dan pada saat itulah masak fisiologi benih

dicapai (Sadjad, 1993). Menurut Sadjad (1993) benih dari

anthesis sampai matang morfologi pada periode I Konsepsi

Steinbauer-Sadjad secara teknologis belum dapat dikatakan

sebagai benih.

Pendekatan yang paling lazim digunakan adalah

pende-katan fisiologi yang metodenya dibagi atas met ode langsung

seperti pengamatan terhadap keadaan perkecambahan, dan

metode tidak langsung seperti pengamatan terhadap

aktivi-tas pernapasan. Pertumbuhan kecambah pada pendeteksian

viabilitas disebut indikasi viabilitas langsung, sedangkan

aktivitas enzim disebut indikasi viabilitas tidak

lang-sung. Oleh karena itu, pengujian viabilitas ini dapat

bermetode langsung indikasi langsung, bermetode tidak

langsung indikasi langsung, bermetode langsung indikasi

tidak langsung dan bermetode tidak langsung indikasi tidak

(31)

Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan Ilmu dan Teknologi Benih IPB Leuwikopo untuk penanaman tanaman contoh, Laboratorium Jurusan Tanah, Faperta IPB untuk anal isis kimia tanah, rumah kaca Jurusan Budidaya Perta-nian IPB Baranangsiang untuk penanaman tanaman percobaan, Laboratorium Kimia Gizi Jurusan GMSK IPB untuk anal isis posfat benih, dan Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih IPB Baranangsiang untuk uj i viabilitas benih. Percobaan dilaksanakan mulai 30 Nopember 1995 sampai 25 Nopember 1996 .

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Benih padi gogo varietas Kalimutu, Gajah Mungkur, Dodokan dan Jatiluhur, tanah Latosol Leuwikopo, Darmaga yang telah diayak, pupuk Urea, TSP, KCl, insektisida dan fungisida, kertas merang, plastik pelapis, serta bahan-bahan yang digunakan dalam anal isis kandungan P benih.

(32)

Pelaksanaan Percobaan

Percobaan Pendahuluan

17

Untuk memperlancar percobaan utama maka dilakukan

percobaan pendahuluan yang meliputi

Penentuan berat tanaman contoh

Untuk penentuan berat tanaman contoh dilakukan

pena-narnan padi gogo di kebun percobaan Leuwikopo. Benih dari

rnasing-rnasing varietas ditanarn pada petak percobaan seluas

6.48 rn2 dengan jarak tanarn 30 x 15 crn. Sebelum penanaman

dilakukan pengolahan tanah. Benih ditanarn tiga butir per

lubang. Untuk rnencegah serangan lalat bibit, diberikan

Furadan 3G dengan dosis 17 kg/ha bersarna-sarna benih yang

ditanarn. Kedalarnan lubang tanarn ± 3 crn. Pupuk TSP 135

kg/ha serta KCl 100 kg/ha yang diberikan seluruhnya pada

saat tanarn. Pupuk Urea 150 kg/ha diberikan tiga kali

yaitu 1/3 dosis pada 10 HST, 1/3 dosis pada umur 30 HST

dan 1/3 dosis pada urnur 50 HST.

Pengarnatan selarna perturnbuhan tanarnan rneliputi

1. Fase vegetatif cepat - vegetatif lambat

Pengarnatan dilakukan satu kali serninggu. Pengarnatan

dilakukan terhadap berat basah tanarnan utuh dengan

klasi-fikasi data berdasarkan tinggi tanarnan yang diukur dari

perrnukaan tanarnan sarnpai ujung daun tertinggi, jurnlah

(33)

2. Fase Reproduksi

Pengamatan dilakukan satu kali seminggu. Pengamatan dilakukan terhadap berat basah tanaman utuh dengan klasi-fikasi data berdasarkan tinggi tanaman yang diukur dari permukaan tanah sampai ujung malai tertinggi, panjang malai, jumlah anakan dan jumlah eabang malai.

Setiap satu satuan pengamatan dari masing-masing varietas terdiri dari satu rumpun dengan tiga ulangan. Penentuan Kadar Air Tanah pada Kapasitas Lapang

Untuk penentuan kadar air tanah pada kapasitas lapang digunakan met ode Alhrieks dengan tahapan pekerjaan sebagai berikut gelas piala 500 ml diisi dengan pasir kuarsa setinggi 1 sampai 2 em, kemudian sebuah pipa gelas dile-takkan tegak 1 urus dengan permukaan pasir. Selanj utnya gelas piala diisi dengan tanah kering udara berdiame-ter ± 2 mm dengan permukaan tanah sekitar 3.5 em dari tepi atas gelas. Tanah bagian atas dibasahi dengan air sedalam 2.5 sampai 4.0 em sehingga air tidak sampai membasahi pasir. Gelas piala ditutup dan disimpan selama 24 jam. Setelah 24 jam, eontoh tanah diambil dari gelas piala sedalam ± 2.5 em dari permukaan. Penetapan kadar air pada keadaan kapasitas lapang dilakukan berdasarkan bobot tanah kering oven 105°C dengan menggunakan rumus

Bobot air

(34)

19

dimana Bobot air = bobot botol berisi tanah lembab

bobot botol berisi tanah 1...0 ... ;..-. ... 1 AC::Orc

... GMGNlNNNNNlNNNiNNLiNセ@ Nカセ@ セ@

Bobot tanah kering 105°C = bobot botol berisi

tanah kering 105°C - bobot botol

Penentuan Kondisi Lingkungan Suboptimum

Penentuan kondisi lingkungan suboptimum (kondisi

kekeringan) didasarkan pada tingkat kadar air tanah pada

saat titik layu sementara bibit padi. Untuk menentukan

titik layu bibit padi, digunakan box pengecambah untuk

ditanami sejumlah 25 butir benih untuk satu ulangan

pengu-jian. Kadar air media dipertahankan tetap optimum selama

dua minggu. Selanjutnya pemberian air dihentikan.

Pengu-kuran kadar air media dilakukan setiap hari sampai

dida-patkan titik layu sementara bibit padi. Titik layu

semen-tara ditandai dengan kondisi tanaman yang segar kembali

setelah dilakukan penyiraman air dalam jumlah yang

mencu-kupi.

Pengambilan contoh media untuk pengukuran kadar air

dilakukan setiap hari pada setiap satuan percobaan,

masing-masing seberat ± 10 g dengan 3 ulangan. Penentuan

titik layu tersebut dibakukan berdasarkan nilai ± 50% dari

populasi yang ditanam telah mengalami kelayuan. Kadar air

(35)

Pereobaan Utama

Pada percobaan utarna ini benih dari masing-masing varietas ditanam di polybag dengan perlakuan taraf kadar air tanah. Perlakuan terdiri dari dua taraf yaitu kondisi kadar air tanah optimum yaitu pada tingkat kapasitas lapang (47.73% 53.90%) dan pada kondisi sub optimum yaitu pada tingkat kadar air tanah dimana tanaman telah menunjukkan layu sementara berdasarkan hasil pereobaan pendahuluan (28.82% - 35.00%).

Benih padi dari masing-masing varietas ditanam di polybag yang berisi tanah halus dengan be rat kering udara 7000 gram. Setiap polybag terdiri at as 5 benih yang ditanam melingkar untuk 4 benih dengan 1 benih di tengah. Kedalaman tanam 2-3 em. Untuk melindungi pertanaman dari serangan hama diberikan Furadan 3G dengan dosis 17 kg/ha (0.0765 g/lubang tanam). Pupuk TSP dengan dosis 135 kg/ha (0.6075 g/polybag) dan KCl 100 Kg/ha (0.45 g/polybag) diberikan seluruhnya pada saat tanam. Pupuk Urea 150 kg/ha (0.675 g/polybag) diberikan tiga kali yaitu 1/3 dosis pada saat tanam, 1/3 dosis pada umur 30 HST dan 1/3 dosis pada umur 50 HST. Selanjutnya, untuk setiap lubang tanam disisakan tiga batang utama (main tiller).

(36)

21

air tanah sesuai perlakuan dilakukan berdasarkan berat

kering mutlak media tanah dan data dari bobot tanaman

contoh.

Rancangan Percobaan

Percobaan merupakan percobaan faktorial dan rancangan

yang digunakan adalah rancangan petak terbagi (split plot

design) dengan rancangan dasar rancangan acak kelompok,

terdiri dari dua faktor dengan tiga ulangan.

Faktor I adalah varietas padi gogo, sebagai petak

utama, terdiri dari empat taraf yaitu

VI

=

Varietas Gajah Mungkur V2

=

Varietas Kalimutu

V3 Varietas Dodokan

V4

=

Varietas Jatiluhur

Faktor II adalah taraf kadar air tanah, terdiri dari

dua taraf yaitu :

KI

=

Kondisi optimum (47.73% - 53.90%) K2

=

Kondisi sUboptimum (28.82% - 35.00%) Model rancangan percobaan ini adalah :

dimana

Yijk = nilai pengamatan pada ulangan ke-k, varietas

ke-i dan taraf kadar air tanah ke-j

u tambahan karena pengaruh rataan umum

(37)

l = tambahan karena pengaruh varietas ke-i

b ik galat petak utama

=

tambahan karena pengaruh taraf kadar air tanah

J

ke-j

(VK)ij = tambahan karena pengaruh interaksi antara

varie-tas ke-i dengan taraf kadar air tanah ke-j

=

galat anak petak i

=

1,2,3,4 (varietas)

j = 1,2 (taraf kadar air tanah)

k 1,2,3 (ulangan)

Data diolah dengan analisis ragam (uj i F), analisis

regresi serta kecenderungan garis delta, kemudian

dilan-jutkan dengan uji Duncan.

Pengamatan

Pengamatan dilakukan secara periodik terhadap

kelom-pok benih dalam malai yang mempunyai masa awal heading

yang sama. Pengamatan produksi tanaman dilakukan terhadap

tiga rumpun (polybag) untuk setiap ulangan percobaan pada

saat panen.

Pengamatan dilakukan terhadap

1. Produksi tanaman

2. Kandungan P dalam benih

Pengamatan terhadap kandungan P dalam benih dilakukan

pada umur 7 HSA (Hari Setelah Antesis) sampai masak

(38)

basah sebagai berikut (Muhtadi dalam Dewi, 1994)

A. Pembuatan Pereaksi Vanadat-Molibdat

23

Amonium molibdat sebanyak 20 gram dilarutkan dalarn

air hangat (50°C), kemudian didinginkan dan dicampurkan

dengan 1.0 gram amonium vanadat yang dilarutkan dalam 300

ml air destilata mendidih yang kemudian didinginkan dan

ditambahkan 140 ml asam nitrat pekat. Larutan tersebut

diaduk dan diencerkan sampai volume 1 1 dengan air

desti-lata.

B. Pembuatan Larutan Fosfat Standar

Kalium dihidrogenfosfat kering sebanyak 3.834 gram

dilarutkan dalam air destilata dan diencerkan sampai

volume 1 1. Sebanyak 25 ml larutan tersebut dimasukkan ke

dalam labu takar 250 ml dan diencerkan sampai tanda tera

(1 ml セ@ 0.2 mg P205) .

C. Pembuatan Kurva Standar

Ke dalam satu seri labu takar J.OO ml dimasukkan 0;

2.5; 5 1 0 ; 20 ; 30 4 0 ; dan 50 ml larutan fosfat

standar. Masing-masing alikuot diencerkan dengan air

destilata sampai mencapai volume 50 ml, kemudian

ditambah-kan 25 ml pereaksi vanadat molibdat dan diencerkan sampai

tanda tera. Larutan dikocok sampai rata dan didiamkan

selama 10 menit agar pembentukan warna sempurna, kemudian

dibaca absorbannya dengan spektrofotometer pada panj ang

(39)

D. Persiapan Sampel

Sejumlah 5 gram sampel benih padi dalam bentuk tepung

dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl dan ditambahkan 20 ml

asam nitrat pekat dan dididihkan selama 5 menit, kemudian

didinginkan dan ditambahkan 5 ml asam suI fat pekat.

Larutan tersebut dipanaskan dan digestion disempurnakan dengan penambahan HN03 setetes demi setetes sampai larutan tidak berwarna, kemudian dipanaskan sampai timbul asap

putih (uap sulfat) dan didinginkan, tambahkan dengan 15 ml

air destilata dan dididihkan lagi selama 10 menit.

Sete-lah dingin, larutan tersebut dipindahkan ke dalam labu

takar 250 ml dan diencerkan sampai tanda tera dengan air

destilata.

E. Penetapan Sampel

Dari larutan sampel diambil sebanyak 10 ml dan

dima-sukkan ke dalam labu takar 100 mI. Ke dalam larutan

tersebut ditambahkan 40 ml air destilata dan 25 ml

pereak-si vanadat-molibdat, lalu diencerkan sampai tanda tera.

Larutan tersebut didiamkan selama 10 menit, kemudian

diukur absorbannya pada panjang gelombang 400 nm.

Persentase P dalam sampel (P 20 5 ) dihitung sebagai

berikut :

FP x FH x A x 10.000

(40)

dimana FP FH x y A =

=

=

faktor pengencer

faktor hitung Ex2 !Ex.y

konsentrasi larutan standar (ppm)

absorban larutan standar

absorban larutan sampel

BK = berat contoh (mg)

3. Daya Berkecambah

25

Pengamatan daya berkecambah dilakukan dari umur 7 HSA

sampai MF (masak fisiologi). Metode yang digunakan adalah

metode uji viabilitas secara langsung dengan metode

UKDdp (Uji Kertas digulung di atas plastik). Setiap

ulangan 25 butir benih. Untuk tiap varietas terdiri dari

3 ulangan. Daya berkecambah dihitung berdasarkan

persen-tase kecambah normal pada hari ke-5 dan hari ke-7.

Jumlah Total Kecambah Normal

Daya Berkecambah

=

x 100 %

Jumlah Benih yang ditanam

4. Uji Kecepatan Tumbuh Benih

Pengamatan ォ・」セー。エ。ョ@ tumbuh benih dilakukan dari umur 7 HSA sampai MF. Pengujian dilakukan sarna halnya dengan

pengujian daya berkecambah, tetapi pengamatannya dilakukan

setiap hari.

Kecepatan Tumbuh = E(Xi - xi_l)!T i

dimana : xi

=

persentase kecambah normal pada etmal ke-i

Ti = etmal ke-i

5. Berat Kering Benih

(41)

Berat kering dihitung dari 50 butir benih yang

dikering-kan dalam oven 105°C sampai beratnya konstan ± 18 - 24

jam) .

6. Kadar Air Benih

Pengamatan dilakukan pada umur 7 HSA sampai MF.

Benih sebanyak 50 butir dikeringkan dalam oven 105°C

selama 18 - 24 jam. Kadar air dihitung dengan rumus

Kadar Air (%) =

dimana BB = berat

BK berat BB

BB

benih

benih

7. Bobot Kering Kecambah Normal BK

x 100

..

0

sebelum dikeringkan

sesudah dikeringkan

Semua benih yang dikecambahkan dipisahkan menjadi

kecambah normal, abnormal, benih segar tidak tumbuh, mati.

Untuk kecambah normal pada pengamatan terakhir dihilangkan

organ cadangan makanannya, kemudian dikeringkan dengan

oven 60°C selama 3 x 24 jam, selanjutnya ditimbang setelah

didinginkan.

8. Panjang Struktur Kecambah

Masing-masing 25 butir benih dikecambahkan dengan

metode UKDdp. Komponen kecambah yang terdiri dari akar

primer, akar seminal, koleoptil dan plumula diukur

(42)

HASIL DAN PEMBARASAN

Periode I Konsepsi Steinbauer-Sadjad

Pengamatan dilakukan terhadap benih dari keempat

varietas yang dicoba pada umur 7, 12, 17, 22 dan 27 HSA

(Hari Setelah Antesis). Masa antesis dari masing-masing

varietas yang diamati adalah varietas Gajah Mungkur 59

-64 HST (Hari Setelah Tanam), Kalimutu -64 - 69 HST, Dodokan

72 - 77 HST dan varietas Jatiluhur 82 - 87 HST.

Tabel 1. Rekapitulasi Nilai F Pengaruh Varietas dan Kadar Air Tanah serta Interaksinya terhadap Kandungan P (mgP 2 05 /1000 benih) dan Berat Kering Benih (g/50 benih) pada Lima Periode Pengamatan serta Bobot Gabah per Rumpun (g)

Sumber Fosfat/Berat Kering Benih . Bobot

Keragaman 7HSA 12 HSA 17 HSA 22 HSA 27 HSA Gabah

Var */** */** */** **/** **/** tn

Ka **/** **/** **/** **/* **/** tn

VarxKa **/tn */tn **/tn **/tn **/* tn

Keterangan : HSA

=

Hari Setelah Antesis

** sangat nyata pada taraf Ci

=

1 %

* nyata pada taraf Ci

=

5 %

tn tidak nyata

Berdasarkan rekapitulasi nilai F pada Tabel 1

terli-hat bahwa perbedaan varietas berpengaruh nyata terhadap

kandungan P benih pada 7, 12 dan 17 HSA, dan sangat nyata

pada 22 dan 27 HSA, sedangkan terhadap berat kering benih

sangat nyata untuk semua periode pengamatan. Perlakuan

[image:42.602.82.522.95.747.2]
(43)

kandungan P dan berat kering benih, kecuali terhadap berat

kering benih pada 22 HSA berpengaruh nyata. Terdapat

interaksi varietas dan taraf kadar air tanah yang

penga-ruhnya sangat nyata terhadap kandungan P benih, kecuali

pada 12 HSA dimana pengaruhnya nyata, serta berpengaruh

nyata terhadap berat kering benih pada 27 HSA. Perbedaan

varietas dan taraf kadar air tanah serta interaksi

kedua-nya tidak berpengaruh kedua-nyata terhadap bobot gabah per

rum-pun.

Tabel 2. Akumulasi Fosfat Benih (mg P20 5/1000 benih) pada Varietas dan Kadar Air Tanah yang Berbeda

Periode Pengamatan

Perlakuan 7 HSA 12 HSA 17 HSA 22 HSA 27 HSA

Varietas

Gajah Mungkur 25.17 a 28.21 a 34.49 a 23.61 c 20.25 c Kalimutu

Dodokan Jatiluhur Kadar Air Optimum SUboptimum

Keterangan

24.70 a 19.02b 28.03 b 28.31 b 34.38 a 27.05 a 21. 80b 27.87b 33.04 a 32.42 a 20.00b 24. 26 ab ' 29 .13 ab 28.81b 28.69 b Tanah

RWNVTセ@

20.82 RPNPWセ@26.58 RUNTPセ@34.36 31. 89 RUNPPセ@ RVNVXセ@31.19

HSA = Hari Setelah Antesis

Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada lajur yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5 %

Akumulasi P benih Gajah Mungkur menunjukkan nilai

[image:43.597.84.519.59.754.2]
(44)

29

Tabel 3. Kandungan Fosfat Benih (mgP 20 S/1000 benih) dan Berat Kering Benih (g/SO benih) pada

Interaksi Antara Varietas dan Taraf Kadar Air Tanah

Kandungan Posfat Benih

BKB*) Perl

7 HSA 12 HSA 17 HSA 22 HSA 27 HSA 27 HSA

V1K1 28.09bc 26.76 abc 34.39 a 21.8S de 20.82 d l.S3 a VI K2 22.26 cde 29.6S ab 34.S8 a 2S.38 cd 19.68de 1.4Sb V2K1 30.69 ab IS.69 d 3S.80 a 26.78 c 3S.39b I.S0 ab V2K2 18.72 def 22.3Sbcd 20.2S b 29.8Sbc 33.3S bc 1.17c V3 KI 37.I0 a 22.77bcd IS.93 b 33.71b 32.30 c 0.76 de V3 K2 16.9g ef 20.84 cd 39.81 a 32.36 b 32.S3 c O.SOde V4KI 14.69 f IS.0Sd lS.46 b I7.67 e 18.21e 0.8S d V4K2 2S.32 bcd 33.47a 42.79 a 39.9S a 39.I7 a 0.72 e

Keterangan *) Berat Kering Benih Perl = Perlakuan

HSA = Hari Setelah Antesis

Angka yang diikuti dengan huruf yang sarna pa-da lajur yang sarna tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5 %

VI = Varietas Gajah Mungkur V2 = Varietas Kalimutu

V3 = Varietas Dodokan V4

=

Varietas Jatiluhur

KI

=

Kadar air tanah kondisi optimum K2

=

Kadar air tanah kondisi sUboptimum Angka yang diikuti dengan huruf yang sarna pa-da lajur yang sarna tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5 %

varietas lain, kecuali dengan Jatiluhur, sedangkan pada 22

dan 27 HSA akumulasi P Gajah Mungkur menurun. Akumulasi P

antara benih Kalimutu dan benih Dodokan tidak berbeda

nyata dan menunjukkan nilai tertinggi pada 27 HSA, kecuali

ada 22 HSA akumulasi P benih Dodokan lebih tinggi

[image:44.598.81.527.62.721.2]
(45)

Jatiluhur menunjukkan kecenderungan meningkat sejalan dengan bertambahnya umur benih dan menunjukkan hasil yang berbeda nyata dengan varietas lain, kecuali pada 12 dan 17 HSA tidak berbeda nyata dengan varietas lain dan pada 22 HSA tidak berbeda nyata dengan Kalimutu. Perbedaan varie-tas dapat menyebabkan perbedaan sifat genetik yang diba-wanya yang dapat menyebabkan perbedaan ketahanan terhadap kondisi kekeringan (Harjadi, 1979). Dengan demikian, kemampuan menyerap fosfat dari tanah juga bervariasi.

Akumulasi P pada benih Gajah Mungkur pada semua peri-ode pengamatan seperti terlihat pada Tabel 3 tidak berbeda nyata antara kondisi optimum dan suboptimum. Hal ini dapat dijadikan salah satu indikasi tingkat toleransi Gaj ah Mungkur terhadap

Kalimutu, akumulasi P

kondisi suboptimum. 7 HSA lebih tinggi

(46)

31

dengan hasil pada kondisi optimum. Terdapat interaksi antara perbedaan ketahanan setiap varietas terhadap taraf kadar air tanah dengan ketersediaan P dalam tanah, dimana ketersediaan bentuk ion fosfat yang dapat diserap oleh tanaman sangat ditentukan oleh pH tanah serta ada atau tidak adanya senyawa atau ion lain (Soepardi, 1983). Menurut Mayer dan Mayber (1963) bahwa senyawa kimia yang terdapat dalam benih ditentukan oleh faktor genetik, tetapi jumlahnya adakalanya tergantung pada faktor ling-kung an hidup tanaman induk, termasuk diantaranya keterse-diaan zat hara di dalam tanah.

Dari hasil rata-rata terlihat bahwa secara umum akumulasi P benih pada kondisi suboptimum lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan kondisi optimum, kecuali pada pengamatan 7 HSA. Hasil ini bertentangan dengan pernya-taan Patrick dan Mahapatra dalam IRRI (1975) yang menyata-kan bahwa ketersediaan P pada tanah lahan kering (upland) lebih rendah dari pada lahan cukup air disebabkan karena lahan kering lebih bersifat aerob dan cenderung lebih asam. Menurut Fathan, Rahardjo dan Makarim (1988) kadar P yang terdapat dalam benih disamping ditentukan oleh

(47)

Tabel 4. Berat Kering Benih (g/50 benih) dan Bobot Basah Gabah per Rumpun (g)

Perlakuan

Periode Pengamatan

7 MSA 12 HSA 17 HSA 22 HSA 27 HSA BPR*

1.03 a 1.00a 0.62 b 0.50 b 1.43 a 1.30b 0.72 c 0.65 c 1.50 a 1.42b 0.80 c 0.78 c 1.51a 1.51a 0.78 b 0.83b 1.54 a 1.34b 0.78 c 0.79 c 20.10 a 18.45 a 21.30 a 18.63 a varietas

Gajah Mungkur Kalimutu

Dodokan Jatiluhur

Kadar Air Tanah Optimum

Suboptimum

Keterangan

QNQRセ@

0.93

* Bobot gabah per rumpun

QNRQセ@

1.10 1.04 QNQWセ@

Angka yang diikuti dengan huruf yang sarna pada lajur yang sarna tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5 %

Berat kering benih Gajah Mungkur mempunyai nilai

ter-tinggi dan berbeda nyata dengan varietas lain, kecuali

dengan Kalimutu nilainya tidak berbeda nyata pada 7 HSA

dan 22 HSA. Kalimutu memiliki berat kering benih paiing

tingg,i setelah Gajah Mungkur dan berbeda nyata dengan

Dodokan dan Jatiluhur. Berat kering benih antara Dodokan

dan Jatiluhur menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata

pada semua periode pengamatan. Pada 27 HSA terdapat

interaksi antara varietas dan taraf kadar air tanah

terha-dap berat kering benih, dimana berat kering benih

varie-tas Gaj ah Mungkur, Kalimutu dan Jatiluhur pada kondisi

optimum lebih tinggi dan berbeda nyata dengan kondisi

suboptimum, kecuali pada Dodokan berat kering benih

[image:47.603.82.531.69.737.2]
(48)

33

nyata dengan kondisi optimum. Dari hasil ini diperoleh

bahwa Gajah Mungkur memiliki tingkat toleransi tinggi

terhadap kondisi suboptimum, sedangkan Jatiluhur,

berda-sarkan pengamatan akumulasi P, diduga bahwa kondisi

keke-ringan yang diberikan belum mencapai taraf kondisi

subop-timum. Ketahanan terhadap kekeringan tergantung pada

beberapa faktor yang saling bertautan, yaitu : Jumlah luas

permukaan sistem perakaran, potensi pertumbuhan akar, ada

tidaknya cendawan mikoriza, modifikasi dan sikap stomata

(Harjadi, 1979).

Perlakuan taraf kadar air tanah memberikan pengaruh

yang berbeda nyata terhadap berat kering benih,

dimana hasil yang lebih tinggi diperoleh pada kondisi

optimum. Akan tetapi, taraf

memberikan pengaruh nyata

(bobot gabah basah per rumpun).

kadar air tanah tidak

terhadap produksi akhir

Penambahan air irigasi

pada pertanaman padi gogo cenderung meningkatkan jumlah

malai tiap rumpun, jumlah gabah' isi tiap malai, bobot

gabah kering tiap rumpun, bobot gabah kering tiap petak

dan bobot 1000 butir benih, tetapi cenderung menurunkan

jumlah gabah total tiap malai (Kusmayadi, 1985). Amaral

dan Dos dalam IRRI (1988) meneliti bahwa walaupun benih

dengan bobot dan ukuran lebih tinggi mempunyai mutu

fi-siologis lebih baik seperti diperlihatkan oleh daya

sim-pan, daya berkecambah dan vigor, tetapi tidak berbeda

nyata dalam hasil panen tanaman. Kapasitas pengisian

(49)

Kandungan P Benih

(rna

P00c/l000

benih)

- '- J

30

20

10

7 I1SA

12 H A

17 I1SA

22 I1SA

27 H A

Umur Benih

+

Gajah Mungkur - Kalimutu = Dodokan # Jatiluhur

Gambar 2. Kurva Hubungan antara Umur Benih dengan Kandungan P Benih

Berat Kering Benih

(9/50 benih)

1.5

MK]]]]]]]]]セKMMMMMMMMMMMMK@

1

+:::=---

---;-;

----セM

0.5

7 H A

12 H A

17 I1SA

22 HS

27

HS

Umur Benih

+ Gajah Mungkur - Kalimutu

=

Dodokan # Jatiluhur Gambar 3. Kurva Hubungan antara Umur Benih dengan [image:49.597.90.529.67.712.2]
(50)

35

Tabel 5. Persamaan Regresi antara Kandungan P Benih (mg P205/1000 benih) (Y) dengan Waktu (hari setelah antesis) (X) dan Persamaan Regresi antara Berat Kering Benih (g/50 benih) (Y) dengan Waktu (hari setelah antesis) (X)

Keteragan Persamaan Regresi

Kandungan P Benih

Gajah Mungkur

Kalimutu

Dodokan

Jatiluhur

Berat Kering

G.Mungkur Kalimutu

Dodokan

Jatiluhur

Keterangan

Y ; 15.7 + 11.4x - 2.14x2

Y 25.7 - 2.51x + 0.848x2

Y ; 26.1 - 1.47x + 0.607x2

Y 12.6 + 8.16x - 0.995x2 Benih

Y ; 0.581 + 0.523x - 0.0682x2

Y 0.569 + 0.499x - 0.0685x2

Y ; 0.470 + 0.167x - 0.0214x2

Y ; 0.256 + 0.267x - 0.0321x2

Berbeda nyata ** ; Berbeda nyata ; Tidak berbeda

*

tn

pada taraf pada taraf nyata

uji 5 % uji 1 %

R2 (% )

70.9%** 69%** 59%* 51.8%tn 97.7%** 66.9%** 56%* 79%**

pembatas utama tingginya hasil produksi (IRRI, 1971),

tetapi varietas lahan kering umumnya menghasilkan panikel

dengan persentase bulir berisi yang banyak walaupun dalam

kondisi kekeringan (Jana dan De Datta, 1971). Pengairan

menyebabkan pertumbuhan tanaman lebih baik sehingga lebih

menarik bagi serangga untuk tempat bertelur, disamping

keadaan tanaman sendiri menjadi lebih mudah terserang oleh

hama (Nickle dalam Manwan, 1983). Masalah pada padi

gogo umumnya adalah serangan penyakit cendawan pyricularia

[image:50.598.82.535.149.744.2]
(51)

serangan yang berat malai akan membusuk dan bulir-buli:c menjadi hampa (Kosim, Mukelar dan Tantera, 1983).

Dari persamaan regresi kurva akumulasi posfat dan be rat kering benih (Gambar 2 dan 3) terlihat bahwa terda-pat korelasi yang erat antara umur benih dengan peningkat-an akumulasi fosfat serta umur benih dengpeningkat-an be rat kering benih. Bagaimana benih dapat mengumpulkan energi dalam membangun dirinya dapat diikuti prosesnya pada fragmen periode viabilitas yang pertama yang disebut Peri ode I

(Sadjad, 1994). Berat kering benih dapat mengindika-sikan status viabilitas benih seeara tidak langsung karena berkaitan dengan sumber energi untuk pertumbuhan yang dihasilkan dari perombakan eadangan bahan makanan dalam benih (Sadjad, 1993). Meskipun tidak semua eadangan tersebut digunakan untuk pertumbuhannya, namun berat kering benih seringkali erat hubungannya dengan vigor benih, diantaranya yang ditunjukkan dari hasil penelitian pada barley hibrida (Me. Daniel dalam Suwarno, 1995). Akumulasi P pada periode I juga mengikuti pola yang sama seperti yang dikemukakan Loewenburg dalam Sadj ad (1994) dengan penyerapan oksigen yang menggambarkan periode penimbunan energi yang dapat dijabarkan dalam kurva sumber energi selama periode tersebut.

Garis Nilai Delta

(52)

37

berdasarkan selisih antara daya berkecambah sebagai tolok

ukur parameter Viabilitas Potensial (Vp) dan kecepatan

tumbuh sebagai tolok ukur parameter Vigor (Vg).

Tabel 6. Nilai Delta (DB - KCT) (%) pada Kondisi Suboptimum (data transformasi HケKPNUIセI@

Periode

Pengamatan

7 HSA 12 HSA 17 HSA 22 HSA 27 HSA

Keterangan

Varietas

G.Mungkur Kalimutu Dodokan Jatiluhur

O.OO(O.71)a 0.00(0.71) 0.13(0.79) 0.00(0.71) 0.08(0.76)a 0.48(0.98) 0.28(0.85) 0.53(0.95) O.OO(O.71)a 0.37(0.90) 0.34(0.90) 0.27(0.85) 0.63(1.05)b 0.13(0.79) 0.87(1.12) 0.35(0.91) 0.21(0.84)a 0.57(1.05) 0.13(0.79) 1.23(1.26)

HSA セ@ Hari Setelah Antesis

KCT セ@ Pengamatan berdasarkan % relatif Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sarna berbeda nyata pada uji

Duncan 5 %

Nilai delta dari semua varietas yang diuji, kecuali

varietas Gajah Mungkur tidak berbeda nyata pada semua

periode pengamatan. Tetapi berdasarkan kecenderungan

kurva nilai delta terlihat bahwa nilai delta Gajah Mungkur

paling kecil dibandingkan dengan varietas lain, sehingga

dapat diambil kesimpulan bahwa Gajah Mungkur merupakan

varietas yang paling toleran terhadap kondisi kekeringan.

Hal ini pun didukung oleh hasil pengamatan terhadap

akumu-lasi P dan berat kering benih.

Nilai delta yang diperoleh pada kondisi suboptimum

[image:52.598.82.529.126.759.2]
(53)

Delta

(%)

1

0.5

7

HSA

12 HSA

17

HS

22 HS

27

HS

Umur Benih

1+

Gajah Mungkur - Kalimutu = Dodokan # Jatiluhurl

Gambar 4. Kurva Nilai Delta pada Kondisi Suboptimum

ketahanan terhadap kekeringan yang paling baik. Asumsi

yang digunakan adalah jika nilai delta kecil, maka tingkat

ketahanan terhadap kondisi kekeringan tinggi karena nilai

delta dapat digunakan untuk deteksi indikasi benih masih

bervigor tinggi.

Tabel 7. Persamaan Regresi antara Nilai Delta

Keteragan GajahMungkur Kalimutu Dodokan Jatiluhur Keterangan

(DB - KCT) (%) pada Kondisi Suboptimum (Y) dengan Waktu (hari setelah antesis) (X)

KCT

**

tn

Persamaan Regresi R2 (% )

Y = -0.253 + 0.224X - 0.0213x2 35.6%tn

Y = -0.028 + 0.164x - 0.0241x2 29.1%tn

Y = -0.478 + 0.599x - 0.0892x2 39.8%tn

Y = 0.311 - 0.217x + 0.0741x2 69.7%**

= Pengamatan berdasarkan % relatif

= Berbeda nyata pada taraf uji 1 %

[image:53.597.83.529.58.760.2] [image:53.597.131.520.75.260.2]
(54)

39

Garis viabilitas yang menjadi tempat kedudukan nilai-nilai delta disebut Bidang Vigor {BV}. BV yang mengecil

mengindikasikan vigor benih yang lebih besar, sebab garis Vg mendekati garis Vp. Kaidah ketiga sebagai implikasi Konsepsi steinbauer-Sadjad mengungkapkan bahwa apabila nilai D mengecil maka vigor benih membesar (Sadjad, 1993). Nilai BV masing-masing varietas adalah Gaj ah Mungkur 66.214, Kalimutu 99.820, Dodokan 380.943, dan Jatiluhur 410.138.

Penentuan Saat Masak Fisiologi

Periode I berkaitan dengan penentuan masak fisiologi yang diindikasikan oleh vigor yang maksimum. Untuk itu perlu ditentukan tolok ukur vigor awal benih yang menja-barkan resultante segal a faktor yang berpengaruh pada Periode I, untuk menentukan masak fisiologi yang tepat (Sadjad, 1993). Dengan demikian, perlu diketahui saat masak fisiologi 、。イセ@ keempat varietas padi yang diuji pada percobaan ini. Pengamatan yang dilakukan meliputi berat kering benih, kandungan P benih, panjang struktur kecambah dan berat kering kecambah normal.

(55)

Tabel 8. Rekapitulasi Nilai F Pengaruh Peri ode Via-bilitas terhadap Berat Kering Benih (EKE)/ Kandungan Fosfat (PF) , Panjang Kecambah Normal (PK) dan Berat Kering Kecambah Nor-mal (BKKN) , untuk Menentukan Momen Periode Viabilitas Masak Fisiologi

Gajah Mungkur Kalimutu

Dodokan Jatiluhur

Keterangan

BKB PF PK

2.31 tn 147.13** 12.83**

1. 73 tn 28.30** 6.31 *

2.66 tn 47.60** 6.18*

2.53 tn 0.65 tn 2.95 tn

** Sangat nyata pada taraf a = 1 %

*

Nyata pada taraf a = 5 % tn Tidak nyata

BKKN

27.52**

1. 63 tn 21.76**

2.04 tn

Pola umum kemasakan benih menunjukkan

perubahan-perubahan yang mencirikan kemasakan benih yaitu

peningkat-an berat kering sampai maksimum, penurunan kadar air,

serta perkecambahan dan vigor yang mencapai maksimum

(Delouche, 1984). Berat kering benih akan bertambah

seca-ra perlahan, kemudiap meningkat secara cepat. dan tidak

bertambah lagi setelah titik maksimum tercapai (Delouche,

1983) . Masak fisiologi dicapai pada waktu berat kering

maksimum yaitu pada akhir fase penghimpunan bahan makanan

(Sadjad, 1980).

Pada penelitian ini berat kering benih tidak berbeda

nyata pada semua periode pengamatan untuk semua varietas

yang diuji, karena itu untuk penentuan masak fisiologi

digunakan tolok ukur panjang kecambah dan berat kering

[image:55.600.89.536.77.730.2]
(56)

41

Tabel 9. Penentuan MPV Masak Fisiologi Benih セ、ゥ@

Berdasarkan Berat Kering Benih (gram/50

be-nih), Kandungan Fosfat (mgP 205 !1000 benih) Panjang Kecambah Normal (lx10 cm) dan Berat Kering Kecambah Normal (gram)

G.Mungkur 12 HSA 17 HSA 22 HSA 27 HSA

Kalimutu 12 HSA 17 HSA 22 HSA 27 HSA

Dodokan 12 HSA 17 HSA 22 HSA 27 HSA

Jatiluhur 12 HSA 17 HSA 22 HSA 27 HSA

Keterangan BKB 1.43 1.50 1.51 1.54 1.30 1. 42 1. 51 1. 34 0.72 0.80 0.78 0.78 0.64 0.78 0.83 0.79 PF 28.204b 34.488 a 23. VQSセ@ 20.249 QYNPQWセ@ 28.025 b 28.313 34.383 a

21. XPRセ@

27.866 33.034 a 32.415 a 24.257 29.124 28.806 28.690 PNPRHPNWRIセ@

1.88(1.45) セ@ 3.15(1.90)a 7.06(2.75)a

b

1.37(1.28) b 5.40(2.17)a 12.82(3.58)a 9.77(3.18)a

b

1.18 (1. 54) b

RNQRHRNQSIセ@ 0.93(1.60) 4.82(3.32)a 0.50(1.11) 0.25(0.94) 0.68(1.32) 1 .. 54(1.97)

HSA セ@ Hari Setelah Antesis

0.000(0.707)c 0.008(0.712)bc 0.013(0.716)b 0.029(0.727)a 0.020(0.721) 0.020(0.721) 0.062(0.750) 0.047(0.740) 0.003(0.709)b 0.012(0.716)b 0.007(0.712)b 0.035(0.731)a 0.003(0.709) 0.002(0.709) 0.006(0.711) 0.010(0.714)

BKB セ@ Berat Kering Benih PF セ@ Fosfat Benih PK セ@ Panjang Kecambah Normal

BKKN セ@ Berat Kering Kecambah Normal *) Data Transformasi (Y + 0.5)M

Angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda dalam kolom yang sarna menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji Duncan 5 %

Panjang kecambah sangat berkorelasi dengan bobot

[image:56.597.79.537.54.741.2]
(57)

lebih berat pada benih yang vigor (Wahab dan Burris dalam

Saenong, 1986). Hasil penelitian Rajanna dan Andrews

(1988) menunjukkan bahwa berat kering benih dan berat

kering kecambah memberikan hasil pengukuran yang konsisten

dan akurat untuk pengujian umur benih.

Berdasarkan panjang kecambah normal dan berat kering

kecambah normal didapatkan bahwa MPV masak fisiologi Gajah

Mungkur, Dodokan dan Jatiluhur dicapai pada 27 HSA,

se-dangkan Kalimutu pada 22 HSA. Walaupun berat kering benih

tidak berbeda nyata, tetapi pada varietas Gajah Mungkur,

Kalimutu dan Dodokan berat kering benih mencapai cenderung

mencapai maksimum pada saat MPV masak fisiologi, sedangkan

pada Jatiluhur berat kering benih maksimum cenderung

dicapai pada 22 HSA. Fosfat benih pada Dodokan dan Jati··

luhur maksirnum pada 22 HSA tetapi tidak berbeda nyata

dengan P pada 27 HSA. Pada Kalirnutu P maksimurn dicapai

pada 27 HSA.

Tabel 10. Kadar Air Benih Padi (%) dari Umur 12 HSA Sarnpai Masak Fisiologi

Peri ode

Pengamatan

12 HSA 17 HSA 22 HSA 27 HSA

Keterangan G.Mungkur 31.168 a 28.663 a 2S.976 a 26.821 a

HSA セ@ Hari Angka yang sarna tidak

varietas

Kalimutu Dodokan Jatiluhur

31. 706 a QVNXQVセ@ RVNSVQセ@

23.119 a 21.988 12.373

b 30.88S a 11.714 c 14.300 c 2S.82S a 20.S68 c 16.981 c

Setelah Antesis

[image:57.597.83.527.153.697.2]

Gambar

Gambar 1. Konsepsi Steinbauer-Sadjad
Tabel 1. Rekapitulasi Nilai F Pengaruh Varietas
Tabel 2. Akumulasi Fosfat Benih (mg P20 5/1000 benih) pada Varietas dan Kadar Air Tanah yang
Tabel 3. Kandungan Fosfat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh bahan ABS dari produk printer 3D melalui proses penghalusan permukaan secara kimiawi dan mekanis melalui uji

Zonasi wilayah perikanan tangkap di Kabupaten Takalar terdiri dari dua wilayah yakni wilayah pantai utara dimana terdapat satu kecamatan yakni Kecamatan Galesong

Kepesertaan BPJS Kesehatan adalah wajib bagi seluruh penduduk atau masyarakat Indonesia, meskipun demikian ditemukan banyak masyarakat yang tidak ikutserta dalam

Pendekatan klinik untuk mendiagnosis A)DS dilakukan dengan beberapa cara, pertama melalui pemerikasaan radiografi dada, pada kasus yang berkembang menjadi

Puji syukur atas ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah- Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, yang berjudul Pengaruh Model Pembelajaran

Menurut Ni Made Suriadi, S.Pd., M.Pd guru kelasD2 SLB.C Negeri Singaraja dampak dari keterbatasan penyandang tunagrahita dalam mengikuti pembelajaran di sekolah

Penyandang Disabilitas, dengan ketentuan pelamar berkebutuhan khusus yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dibuktikan dengan surat

Tahap manajemen selanjutnya evaluasi sistem penjaminan mutu internal sekolah dalam pengembangan program akademik unggulan di SMA Negeri 1 Yogyakarta. Pengawasan atau evaluasi