TANAMAN PADI
(Oryza Sativa)
PADA TANAH GAMBUT DALAM DARI KUMPEH, JAMBI
Mahro Syihabuddin A14061042
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
RINGKASAN
MAHRO SYIHABUDDIN. Pengaruh Terak Baja terhadap Sifat Kimia Tanah serta Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Padi (Oryza Sativa) pada Tanah Gambut Dalam dari Kumpeh, Jambi. Dibimbing oleh ATANG SUTANDI dan SUWARNO.
Usaha untuk mencapai swasembada beras sangat penting dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan penduduk Indonesia yang semakin meningkat. Hal ini menimbulkan permasalahan karena lahan pertanian yang subur di Pulau Jawa semakin sempit seiring dengan banyaknya konversi lahan ke penggunaan nonpertanian. Salah satu solusi adalah membuka lahan gambut di luar Pulau Jawa. Pemanfaatan tanah gambut untuk budidaya padi dihadapkan pada beberapa masalah seperti tingginya tingkat kemasaman dan kandungan asam-asam organik beracun yang berpengaruh pada pertumbuhan tanaman. Terak baja (steel slag)
adalah produk sampingan dari proses pemurnian besi cair dalam pembuatan baja yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah-masalah sifat kimia tanah gambut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terak baja terhadap sifat kimia tanah serta pertumbuhan dan produksi tanaman padi (Oryza Sativa). Penelitian dilakukan melalui percobaan pot di rumah kaca dengan menggunakan tanah gambut yang berasal dari Kumpeh, Jambi. Dosis terak baja adalah 0, 1, 2, 3, 4, dan 5% atau 0, 30, 60, 90, 120, dan 150 g/pot, dikombinasikan dengan pupuk NPK dengan dosis 50 dan 75% dari standar, dibandingkan dengan perlakuan kontrol dan standar. Rancangan penelitian yang dipakai adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan faktor tunggal.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terak baja berpengaruh nyata dalam meningkatkan pH tanah, basa-basa Ca dan Mg dapat dipertukarkan, serta unsur Mn-tersedia dalam tanah. Kandungan logam berat beracun yang tinggi dalam tanah dan gabah terdapat pada perlakuan pupuk tunggal. Terak baja juga berpengaruh nyata meningkatkan pertumbuhan dan produksi padi, menurunkan persentase gabah hampa, serta meningkatkan kadar Ca dan Mg dalam tanaman. Selain itu secara ekonomi terak baja dapat mengurangi penggunaan pupuk konvensional. Hal ini ditunjukkan oleh nilai efisiensi pupuk yang tinggi pada perlakuan terak baja.
SUMMARY
MAHRO SYIHABUDDIN. The Effect of Steel Slag on Chemical Properties of Soils and also Rice Growth and Yield in Peat Soils from Kumpeh, Jambi. Supervised by ATANG SUTANDI and SUWARNO.
Serious efforts to achieve self sufficiency in rice to fullfil consumption of population growth in Indonesia become very important. One of the most important problems was the decrease of fertile land in Java along with significant numbers of land conversion to nonagricultural usage. One of the important effort to overcome this problem was utilizing peatlands outside Java. Utilizing of peatland for rice cultivation faces many problems such as soil acidity and toxicity of organic acid which effect to crop growth. Steel slag is a by-product furnace in the process of steel manufacturing. These materials can be used as liming material for improving chemical properties of peat soil.
This research purposed to evaluate effect of steel slag on chemical properties of soils and also rice growth and yield. Research was carried out of pot experiment in greenhouse by using peat soils from Kumpeh, Jambi. Slags were applied in dosage 0, 1, 2, 3, 4, and 5% or 0, 30, 60, 90, 120, and 150 g / pot, combined with NPK fertilizer in dosage 50 and 75% from standard, compared with control and standard.
The result shows that steel slag significantly improved chemical properties of soils such as raised soil pH, exchangeable Ca and Mg, and available Mn in soils. Toxic heavy metal in rice and soils were given by NPK fertilizer treatment. Steel slag also significantly increased rice yield and growth, reduced unfilled spikelets, and also increased nutrient rate of Ca and Mg in crop. In addition, steel slag reduced usage of conventional fertilizer. This was shown by higher value of fertilizer efficiency on steel slag treatment.
PENGARUH TERAK BAJA TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH SERTA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN PADI (Oryza Sativa)
PADA TANAH GAMBUT DALAM DARI KUMPEH, JAMBI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
Pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
MAHRO SYIHABUDDIN A14061042
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Penelitian : Pengaruh Terak Baja terhadap Sifat Kimia Tanah serta Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Padi (Oryza Sativa) pada Tanah Gambut Dalam dari Kumpeh, Jambi
Nama
: Mahro SyihabuddinNRP
: A14061042Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Ir. Atang Sutandi, M.Si. Dr. Ir. Suwarno, M.Sc. NIP. 19541212 198103 1 010 NIP. 19621120 198811 1 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc. NIP. 19621113 198703 1 003
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Malang pada tanggal 3 September 1988 dari pasangan Prof. Dr. Muhaimin, MA. dan Rosida Rahayu. Penulis merupakan anak terakhir dari tiga bersaudara.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Pengaruh Terak Baja terhadap Sifat Kimia Tanah serta Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Padi (Oryza Sativa) pada Tanah Gambut Dalam dari Kumpeh, Jambi. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk kelulusan dari Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan, bantuan, dan dorongan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga kesulitan yang penulis hadapi dapat teratasi.
Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. Atang Sutandi, MSi. selaku dosen pembimbing skripsi pertama atas
bimbingan, bantuan, saran, dan motivasi yang diberikan selama proses penelitian dan penyusunan skripsi ini.
2. Dr. Ir. Suwarno, MSc. selaku dosen pembimbing skripsi kedua atas saran-saran dan bantuan selama masa penyusunan skripsi serta penelitian.
3. Kedua orang tua penulis, Bapak Muhaimin dan Ibu Rosida Rahayu serta kedua kakak penulis, atas dorongan dan motivasi yang diberikan pada penulis sehingga penulis tetap bersemangat dalam menyelesaikan skripsi ini
4. Seluruh staf Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB (Pak Ade, Pak Soleh, Pak Dadi, Pak Koyo, Pak Kasmun, Pak Ayang) yang telah memberikan bantuan selama melakukan analisis di laboratorium.
5. Teman-teman seperjuangan, Asep Barkhah, Bayu Sejati, dan Inpiktus Rudi Sitepu yang telah banyak membantu penulis selama masa penelitian.
6. Seluruh teman-teman dari Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah dan seluruh Soilers 43 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu atas bantuan, serta doa dan semangatnya, yang tidak akan pernah dilupakan oleh penulis. 7. Pihak-pihak lain yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini,
Penulis sadar bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna dan masih membutuhkan saran serta kritik. Namun, penulis berharap agar tulisan ini dapat memberikan manfaat dalam rangka pembelajaran bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
Bogor, Januari 2011
DAFTAR ISI
Halaman
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Tujuan ... 2
1.3. Hipotesis ... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3
2.1.Tanah Gambut ... 3
2.2.Terak Baja ... 8
2.3.Tanaman Padi ... 9
2.4.Silikat ... 10
2.5. Logam Berat ... 11
III. BAHAN DAN METODE ... 12
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 12
3.2. Bahan dan Alat ... 12
3.3. Metode Penelitian ... 13
3.4. Metode Penilaian Efisiensi Pupuk dan Produksi Relatif ... 16
3.5. Metode Analisis Logam Berat Tanah dan Tanaman ... 16
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19
4.1. Komposisi Hara pada Terak Baja ... 19
4.2. Pengaruh Terak Baja terhadap Sifat Kimia Tanah ... 19
4.3. Pengaruh Terak Baja terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman... 23
4.4. Pengaruh Terak Baja terhadap Kadar dan Serapan Hara Tanaman ... 32
4.5. Efisiensi Penggunaan Pupuk ... 38
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 41
5.1. Kesimpulan ... 41
5.2. Saran ... 41
VI. DAFTAR PUSTAKA ... 42
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
Teks
1. Kriteria Tingkat Kesuburan Tanah Gambut (Fleischer, dalam Driessen
dan Soepraptohardjo, 1974) ... 4
2. Kriteria Penilaian Tingkat Kesuburan Tanah Gambut (Tim IPB,1976) .... 4
3. Dosis Pupuk yang Diberikan per Pot ... 14
4. Pengaruh Terak Baja terhadap pH dan Basa-Basa Dapat Ditukar ... 20
5. Pengaruh Terak Baja terhadap Unsur Mikro Tanah ... 21
6. Kandungan Logam Berat pada Tanah ... 23
7. Pengaruh Terak Baja terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi ... 26
8. Pengaruh Terak Baja terhadap Produksi Tanaman Padi ... 28
9. Perbandingan Produksi Relatif antara Standar dengan Kontrol dan Semua Perlakuan... ... 31
10. Pengaruh Terak Baja terhadap Kadar Hara N, P, dan K ... 33
11. Pengaruh Terak Baja terhadap Serapan Hara N, P, dan K ... 34
12. Pengaruh Terak Baja terhadap Kadar Ca, Mg, dan Cu Tanaman ... 36
13. Kandungan Logam Berat Beracun pada Gabah ... 38
14. Pengaruh Terak Baja terhadap Efisiensi Pupuk ... 39
Lampiran 1. Komposisi Hara Terak Baja ... 45
2. Analisis Ragam pH Tanah ... 46
3. Analisis Ragam Ca-dd Tanah ... 46
4. Analisis Ragam Mg-dd Tanah ... 46
5. Kriteria Penilaian Analisis Tanah (Pusat Penelitian Tanah, 1983 dalam Sulaeman et al., 2005) ... 47
6. Analisis Ragam Kadar Fe-tersedia dalam Tanah ... 48
7. Analisis Ragam Kadar Mn-tersedia dalam Tanah ... 48
9. Persyaratan Logam Berat dalam Tanah (Sulaeman et al.,2005) ... 48
10. Pengaruh Terak Baja terhadap Pertumbuhan Tanaman ... 49
11. Analisis Ragam Tinggi Tanaman Padi ... 50
12. Analisis Ragam Anakan Maksimum Padi ... 50
13. Analisis Ragam Anakan Produktif Padi ... 50
14. Analisis Ragam Biomassa Tanaman Padi ... 50
15. Analisis Ragam Bobot Gabah Kering Panen Padi ... 51
16. Analisis Ragam Bobot Gabah Kering Giling Padi ... 51
17. Analisis Ragam Bobot Gabah Kering Bernas Padi ... 51
18. Analisis Ragam Persentase Gabah Hampa Padi ... 51
19. Analisis Ragam Kadar Hara N Tanaman ... 52
20. Analisis Ragam Kadar Hara P Tanaman ... 52
21. Analisis Ragam Kadar Hara K Tanaman ... 52
22. Analisis Ragam Serapan Hara N Tanaman ... 52
23. Analisis Ragam Serapan Hara P Tanaman ... 53
24. Analisis Ragam Serapan Hara K Tanaman ... 53
25. Analisis Ragam Kadar Ca dalam Tanaman ... 53
26. Analisis Ragam Kadar Mg dalam Tanaman ... 53
27. Analisis Ragam Kadar Cu dalam Tanaman ... 54
28. Batas Maksimum Logam Berat pada Beras (SNI 7387:2009) ... 54
29. Analisis Ragam Efisiensi Pupuk N ... 54
30. Analisis Ragam Efisiensi Pupuk P ... 54
31. Analisis Ragam Efisiensi Pupuk K ... 55
32. Pengaruh Terak Baja terhadap Basa-Basa Dapat Dipertukarkan ... 56
33. Pengaruh Terak Baja terhadap pH dan Kadar Air Tanah ... 57
34. Pengaruh Terak Baja terhadap Unsur Mikro Tanah ... 58
35. Pengaruh Terak Baja terhadap Produksi Tanaman ... 59
37. Pengaruh Terak Baja terhadap Serapan Hara Tanaman ... 61
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
Teks
1. Pengaruh Terak Baja terhadap Basa-Basa Dapat Dipertukarkan ... 20
2. Pengaruh Terak Baja terhadap Unsur Mikro dalam Tanah ... 22
3. Pengaruh Terak Baja terhadap Tinggi Tanaman Umur 11 MST ... 24
4. Pengaruh Terak Baja terhadap Jumlah Anakan Maksimum ... 26
5. Pengaruh Terak Baja terhadap Jumlah Anakan Produktif ... 27
6. Pengaruh Terak Baja terhadap Bobot Gabah Kering Giling ... 29
7. Pengaruh Terak Baja terhadap Bobot Gabah Kering Bernas ... 29
8. Pengaruh Terak Baja terhadap Persentase Gabah Hampa ... 30
9. Perbandingan Produksi Relatif antara Standar dengan Kontrol dan Semua Perlakuan ... 32
10. Pengaruh Terak Baja terhadap Serapan Hara ... 34
11. Pengaruh Terak Baja terhadap Kadar Ca dan Mg pada Tanaman ... 36
12. Pengaruh Terak Baja terhadap Kadar Cu pada Tanaman ... 37
13. Pengaruh Terak Baja terhadap Efisiensi Pupuk ... 40
Lampiran 1. Pengambilan Contoh Tanah ... 63
2. Terak Baja (Electric Furnace Slag) ... 63
3. Perbandingan Pertumbuhan Padi antara Kontrol dan Perlakuan Standar dengan Perlakuan Slag Kombinasi NPK 1 Sebelum Tumbuh Malai ... . 64
4. Perbandingan Pertumbuhan Padi antara Kontrol dan Perlakuan Standar dengan Perlakuan Slag Kombinasi NPK 2 Sebelum Tumbuh Malai ... 64
5. Tanaman Padi dalam Rumah Kaca ... 65
7. Perbandingan Pertumbuhan Padi antara Kontrol dan Perlakuan Standar
dengan Perlakuan Slag Kombinasi NPK 2 Umur 11 MST ... 66
8. Perbandingan Produksi Gabah antara Kontrol dan Perlakuan Standar
dengan Perlakuan Slag Kombinasi NPK 1 ... 66
9. Perbandingan Produksi Gabah antara Kontrol dan Perlakuan Standar
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak keempat di
dunia. Populasi manusia tumbuh begitu cepat dari tahun 2000 sebanyak 206 juta jiwa
hingga sekarang menjadi 237 juta jiwa. Semakin banyaknya jumlah penduduk
menuntut peningkatan produksi beras yang merupakan makanan pokok sehari-hari di
Indonesia. Hal ini menimbulkan permasalahan karena lahan pertanian yang subur
terutama di Pulau Jawa semakin menyempit seiring dengan banyaknya lahan yang
telah dikonversi ke penggunaan nonpertanian. Salah satu solusi yang dapat dilakukan
adalah membuka lahan pertanian baru yang berada di luar Pulau Jawa, yang
pemanfaatan dan pengembangannya masih sangat terbatas. Ekstensifikasi pertanian
di luar Pulau Jawa dinilai sebagai alternatif yang tepat untuk mengatasi kekurangan
produksi pangan secara berkelanjutan, sekaligus mengurangi tekanan bagi lahan
pertanian di Pulau Jawa yang dikelola terlalu intensif. Salah satu alternatif adalah
pemanfaatan lahan gambut.
Tanah gambut diartikan sebagai material atau bahan organik yang tertimbun
secara alami dan tidak atau hanya sedikit mengalami perombakan. Menurut
Notohadiprawiro (1996 dalam Noor, 2001), luas lahan gambut di Indonesia sekitar 17
juta hektar. Lahan tersebut antara lain tersebar di Pulau Sumatera, Kalimantan, dan
Irian Jaya (Papua). Pembukaan lahan gambut di Indonesia selalu menimbulkan
kontroversi yang disebabkan oleh sifat dan perilaku lahan gambut itu sendiri.
Pemanfaatan tanah gambut untuk budidaya padi sawah dihadapkan pada
beberapa masalah seperti tingkat kemasaman, status dan keseimbangan hara, serta
tingginya kandungan asam-asam organik beracun bagi tanaman. Beberapa hasil
penelitian menunjukkan bahwa ketersediaan silikat pada tanah gambut rendah. Selain
itu tanaman padi yang tumbuh pada tanah gambut mengalami defisiensi Cu dan
kehampaan gabah yang tinggi. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah
makro dan mikro, penambahan bahan amelioran, penambahan tanah mineral berkadar
besi tinggi dan lain-lain (Salampak, 1999).
Menurut Yoshida (1981) rendahnya kandungan silikat pada tanaman padi
menunjukkan gejala-gejala sebagai berikut : daun padi lemas dan merunduk, daun
padi bagian bawah cepat layu dan mengering, terutama pada saat pembentukan malai,
dan setelah malai terbentuk nampak bercak-bercak coklat pada bulir padi.
Terak baja adalah produk sampingan dari proses pemurnian besi cair dalam
pembuatan baja. Material ini bermanfaat bagi pertanian karena dapat digunakan
sebagai bahan pengapuran untuk meningkatkan pH tanah masam ataupun sebagai
sumber silikat bagi tanaman padi. Penggunaan terak baja dapat meningkatkan pH
tanah, Ca dan Mg dapat dipertukarkan, dan meningkatkan ketersediaan Si dalam
tanah (Suwarno dan Goto, 1997).
1.2. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mempelajari dan mengevaluasi pengaruh terak baja terhadap sifat kimia tanah
serta pertumbuhan dan produksi padi pada tanah gambut dari Kumpeh, Jambi,
melalui percobaan rumah kaca
2. Mengevaluasi pengaruh terak baja terhadap efisiensi pupuk
3. Mengevaluasi pengaruh pemberian terak baja terhadap kandungan logam
berat beracun dalam tanah dan gabah untuk kelayakan konsumsi beras
1.3. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah :
1. Pemberian terak baja dapat mempercepat pertumbuhan dan meningkatkan
produksi padi sawah pada tanah gambut dari Kumpeh, Jambi
2. Terak baja dapat mengurangi dosis dan penggunaan pupuk konvensional
3. Pemberian terak baja tidak berpengaruh terhadap kandungan logam berat
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanah Gambut
2.1.1. Pengertian Tanah Gambut
Gambut diartikan sebagai material atau bahan organik yang tertimbun secara
alami dalam keadaan basah berlebihan, bersifat tidak mampat dan tidak atau hanya
sedikit mengalami perombakan. Dalam pengertian ini, tidak berarti bahwa setiap
timbunan bahan organik yang basah adalah gambut. Menurut Andriesse (1992, dalam
Noor, 2001), gambut adalah tanah organik (organic soils), tetapi tidak berarti bahwa
tanah organik adalah tanah gambut. Sebagian petani menyebut tanah gambut dengan
istilah tanah hitam, karena warnanya hitam dan berbeda dengan jenis tanah lainnya.
Tanah gambut yang telah mengalami perombakan secara sempurna sehingga bagian
tumbuhan aslinya tidak dikenali lagi dan kandungan mineralnya tinggi disebut tanah
bergambut (muck, peatymuck, mucky).
Menurut Notohadiprawiro (1986), yang dinamakan gambut (peat) ialah
endapan bahan organik sedenter (pengendapan di tempat), yang terutama terdiri dari
atas sisa jaringan tumbuhan yang menumbuhi dataran rawa itu. Oleh karena bahan
sisa nabati itu belum mengalami proses perombakan jauh, maka gambut masih jelas
menampakkan bentuk jaringan asli yang menjadi asalnya. Apabila proses
perombakan telah berjalan cukup jauh, sehingga bentuk jaringan aslinya sudah tidak
tampak lagi dan sedikit banyak telah memperoleh kenampakan serba sama
(homogen), maka bahan organik itu dinamakan sepuk (muck).
2.1.2. Kesuburan Tanah Gambut
Kesuburan alamiah tanah gambut sangat beragam, tergantung pada beberapa
faktor : (a) ketebalan lapisan tanah gambut dan tingkat dekomposisi, (b) komposisi
tanaman penyusun gambut, dan (c) tanah mineral yang berada di bawah lapisan tanah
gambut. Gambut di Indonesia umumnya dikategorikan pada tingkat kesuburan
oligotrofik ini dijumpai pada gambut ombrogen, yaitu gambut pedalaman yang terdiri
dari gambut tebal dan miskin unsur hara (Noor, 2001).
Fleischer (dalam Driessen dan Soepraptohardjo, 1974) mengklasifikasikan
kesuburan tanah gambut pada tiga tingkat kesuburan; oligotrofik (tingkat kesuburan
rendah), mesotrofik (tingkat kesuburan sedang), dan eutrofik (tingkat kesuburan
tinggi), dapat mengikuti kisaran kandungan beberapa unsur hara yang terdapat pada
tanah gambut seperti berikut ini (Tabel 1).
Tabel 1. Kriteria Tingkat Kesuburan Tanah Gambut (Fleischer, dalam Driessen
dan Soepraptohardjo, 1974)
Tingkat
Kesuburan
Kandungan hara (% bobot kering)
N K2O P2O5 CaO Abu
Tabel 2. Kriteria Penilaian Tingkat Kesuburan Tanah Gambut (Tim IPB, 1976
dalam Prasetyo, 1996)
Sifat Tanah Kriteria Penilaian
Rendah Sedang Tinggi
pH
Kandungan kation basa-basa (Ca, Mg, K, dan Na) umumnya terdapat dalam
jumlah yang rendah terutama pada gambut tebal. Semakin tebal gambut, kandungan
abu semakin rendah, kandungan Ca dan Mg menurun dan reaksi tanah menjadi lebih
basa dan tingginya kapasitas tukar kation (KTK) pada tanah gambut menyebabkan
nilai kejenuhan basa (KB) yang rendah. Upaya untuk meningkatkan KB pada tanah
gambut adalah dengan penambahan basa-basa atau dengan menurunkan nilai KTK
tanah (Halim, 1987).
Kandungan unsur mikro pada tanah gambut umumnya dalam jumlah yang
sangat rendah, dan dapat menyebabkan gejala defisiensi bagi tanaman. Menurut
Andriesse (1988), gugus karboksilat dan fenolat pada tapak pertukaran kation tanah
gambut dapat membentuk ikatan kompleks dengan unsur mikro, sehingga unsur
mikro menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Selain itu, adanya reduksi yang kuat
menyebabkan unsur mikro direduksi menjadi bentuk logamnya yang tidak bermuatan.
Selanjutnya, Tan (1998) menyatakan bahwa pada tanah yang mengandung bahan
organik tinggi, ketersediaan unsur mikro seperti Cu, Fe dan Mn sangat rendah karena
diikat oleh senyawa-senyawa organik.
2.1.3. Kendala Utama Pemanfaatan Lahan Gambut
Kendala kimia yang membatasi produktivitas lahan gambut adalah rendahnya
ketersediaan hara dan tingginya kandungan asam-asam organik beracun bagi tanaman
seperti asam-asam fenolat. Ameliorasi kemasaman tanah dengan pengapuran terbukti
dapat meningkatkan pH tanah dan menekan aktivitas asam-asam fenolat. (Barchia,
2006)
Menurut Noor (2001), pengembangan pertanian di lahan gambut tropik
dihadapkan pada beberapa masalah, antara lain sebagai berikut.
1. Lahan gambut sebagian besar terhampar di atas lapisan pirit yang mempunyai
potensi keasaman tinggi dan pencemaran dari hasil oksidasi seperti Fe, Al,
dan asam-asam organik lainnya. Sebagian lahan gambut terhampar di atas
lapisan pasir kuarsa yang miskin hara.
2. Lahan gambut cepat mengalami perubahan lingkungan fisik setelah
direklamasi antara lain menjadi kering tak balik, berubah sifat menjadi
3. Kawasan gambut merupakan lingkungan yang mempunyai potensi jangkitan
penyakit (virulensi) tinggi. Perkembangan organisme pengganggu tanaman
(gulma, hama, dan penyakit tanaman) dan gangguan kesehatan manusia
(malaria, cacing) cukup tinggi.
2.1.4. Klasifikasi Tanah Gambut
Menurut Noor (2001), Sistem Klasifikasi Tanah (Soil Taxonomy) yang sering
dijadikan acuan dalam tata nama tanah-tanah tropik adalah yang dikembangkan oleh
Amerika Serikat. Dalam klasifikasi, tanah gambut dikelompokkan dalam ordo
Histosol. Menurut sistem klasifikasi ini, disebut tanah gambut jika memenuhi kriteria
sebagai berikut.
1. Jika dalam keadaan jenuh air dengan genangan dalam periode yang lama
(sekalipun dengan adanya pengatusan buatan) dan dengan meniadakan
akar-akar tanaman hidup, mengandung :
a. 18% bobot karbon organik (setara dengan 30% bahan organik) atau lebih
jika mengandung fraksi liat (clay) sebesar 60% atau lebih, atau
b. 12% bobot karbon organik (setara dengan 20% bahan organik) atau lebih
jika tidak ada kandungan fraksi liat, atau
c. 12% + (lempung dengan kelipatan 0,1 kali) persen bobot karbon organik
atau lebih, jika mengandung fraksi liat <60%, atau
2. Jika tidak pernah tergenang, kecuali beberapa hari dan mengandung 20%
bobot atau lebih karbon organik
Sebaran kelas tebal gambut dalam ordo Histosol ialah 17% mempunyai tebal
25-50 cm, 20% dalam kelas 51-100 cm, 11% antara 101-150 cm, 5% antara 151-200
cm, dan 47% lebih tebal daripada 200 cm. Menurut taraf perombakannya, 36%
bersifat fibrik (gambut mentah), 28% bersifat hemik (taraf perombakan sedang) dan
36% bersifat saprik, yaitu taraf perombakan terjauh dan sudah mencapai sifat sepuk
(Notohadiprawiro, 1986).
Tanah gambut adalah tanah yang : (1) tidak pernah terendam air selama lebih
air untuk waktu lama atau yang telah didrainase mengandung (a) bahan organik 18%
atau lebih jika fraksi lempungnya 60% atau lebih, (b) bahan organik 12%-18% jika
fraksi lempung kurang dari 60%, dan bahan organik kurang dari 12% tanpa
mengandung fraksi lempung. Tanah Organik digolongkan ke dalam Organosol,
dimana di Indonesia secara umum dinamakan tanah Gambut (Veen, Peat). Jenis
tanah ini mengandung bahan organik sedemkian banyaknya, sehingga tidak
mengalami perkembangan profil ke arah terbentuknya horison-horison yang berbeda,
berwarna coklat kelam sampai hitam, berkadar air tinggi dan bereaksi asam (pH 3-5)
(Darmawijaya, 1990).
Menurut Noor (2001), berdasarkan ketebalan lapisan bahan organiknya,
gambut dipilah dalam empat kategori, yaitu gambut dangkal, tengahan, dalam, dan
sangat dalam.
1. Gambut dangkal adalah lahan gambut yang mempunyai ketebalan lapisan
bahan organik antara 50-100 cm.
2. Gambut tengahan adalah lahan gambut yang mempunyai ketebalan lapisan
bahan organik antara 100-200 cm.
3. Gambut dalam adalah lahan gambut yang mempunyai ketebalan lapisan
bahan organik antara 200-300 cm.
4. Gambut sangat dalam adalah lahan gambut yang mempunyai ketebalan
lapisan bahan organik antara > 300 cm.
2.1.5. Usaha-Usaha Perbaikan Lahan Gambut
Menurut Soepardi (1983), usaha-usaha yang dilakukan untuk perbaikan lahan
gambut antara lain :
1. Drainase lahan gambut, penurunan dan pengendalian aras air untuk jangka
waktu relatif lama sehingga memungkinkan aerasi pada daerah akar selama
musim pertanaman
2. Pengelolaan struktur, tanah organik pada umumnya memerlukan pemadatan
daripada penggemburan. Makin lama gambut diusahakan pemadatan makin
menjadi peka terhadap erosi angin. Untuk alasan itu suatu pemadat
merupakan hal penting dalam pengelolaan tanah demikian. Pemadatan tanah
organik memungkinkan akar berhubungan lebih dekat dengan tanah dan
memungkinkan air naik dari bawah.
3. Penggunaan kapur, keadaan yang sangat masam menyebabkan pelarutan
besi, aluminium, dan mangan sampai suatu tingkat sehingga mereka
menjadi racun. Di bawah keadaan demikian, sejumlah besar kapur
diperlukan untuk memperoleh pertumbuhan normal.
4. Unsur mikro, tanah gambut tidak hanya memerlukan kalium, fosfor, dan
nitrogen, tetapi seringkali membutuhkan beberapa unsur mikro. Pada tanah
gambut berkayu dari New York, penambahan tembaga sulfat berhasil
menekan penyakit pada selada dan berhasil memberikan warna bawang
yang diinginkan. Bukan hanya tembaga sulfat, garam mangan dan seng
digunakan untuk memperbaiki keadaan fisiologik tanah gambut dan gambut
yang telah melapuk lanjut.
2.2. Terak Baja
Terak baja adalah produk sampingan dari proses pemurnian besi cair dalam
pembuatan baja. Terdapat beberapa macam jenis terak baja, antara lain blast furnace
slag, open-hearth slag, basic slag, converter slag, dan electric furnace slag.
Material-material ini bermanfaat bagi pertanian karena dapat digunakan sebagai bahan
pengapuran untuk meningkatkan pH tanah masam ataupun sebagai sumber silikat
bagi tanaman padi. Terak baja Indonesia (Indonesia Electric Furnace Slag) setiap
tahunnya diproduksi sekitar 350.000 ton, tetapi belum ada yang digunakan untuk
bidang pertanian. Penggunaan terak baja dapat meningkatkan pH tanah, Ca dan Mg
dapat dipertukarkan, dan meningkatkan ketersediaan Si dalam tanah. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terak baja Indonesia mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
42% Fe2O3, 7.2 % Al2O3, 21.5 % CaO, 11.2 % MgO, 14.6 % SiO2 dan 0.4 % P2O5
Pemberian terak baja telah meningkatkan pertumbuhan dan hasil padi
terutama pada pengisian gabah pada tanah sawah (Suwarno dan Goto, 1997), jagung
dan kedelai pada tanah gambut (Halim, 1983 dalam Barchia, 2002). Kation yang
dominan dalam terak baja adalah Fe, Ca, Mg, Si, dan Al (Suwarno dan Goto, 1997).
Memperhatikan kandungan kation-kation tersebut terak baja dapat dipakai sebagai
alternatif bahan ameliorasi tanah gambut.
2.3. Tanaman Padi
Menurut Yoshida (1981), tanaman padi pada umumnya memerlukan waktu
3-6 bulan dari fase perkecambahan hingga pemasakan, tergantung pada varietas dan
lingkungan tempat padi itu tumbuh. Pertumbuhan tanaman padi dibagi menjadi tiga
fase, yaitu fase vegetatif, reproduktif, dan fase pemasakan
1. Fase Vegetatif, meliputi pertumbuhan kecambah sampai dengan inisiasi
primordia malai. Selama fase vegetatif anakan dan tinggi tanaman
bertambah dengan cepat, serta daun tumbuh secara teratur. Anakan aktif
ditandai dengan pertambahan anakan yang cepat sampai tercapainya anakan
maksimum. Setelah anakan maksimum tercapai, sebagian dari anakan akan
mati dan tidak menghasilan malai, yang dapat disebut sebagai anakan tidak
efektif.
2. Fase Reproduktif, dimulai dari inisiasi primordia malai sampai berbunga.
Ditandai dengan memanjangnya beberapa ruas teratas pada batang, yang
sebelumnya tertumpuk rapat pada permukaan tanah. Di samping itu, fase
reproduktif juga ditandai dengan berkurangnya jumlah anakan, munculnya
daun bendera, bunting dan pembungaan. Inisiasi primordia malai biasanya
dimulai 30 hari sebelum bunga. Pembungaan merupakan stadia keluarnya
malai. Dalam suatu rumpun, fase pembungaan memerlukan waktu 10-14
hari. Antesis telah mulai setelah pembungaan atau 25 hari setelah bunting.
3. Fase Pemasakan, dimulai dari berbunga sampai masak panen. Ditandai
dengan bobot jerami mulai turun, bobot gabah meningkat dengan cepat dan
menguning, dan masak panen. Periode yang dibutuhkan untuk fase ini sekitar
30 hari.
2.4. Silikat
2.4.1. Peranan Silikat pada Tanaman
Terak baja Indonesia (Electric Furnace Slag) yang dapat digunakan sebagai
pupuk silikat pada tanaman padi bermanfaat mengurangi persentase gabah hampa dan
meningkatkan produksi padi pada tanah dengan ketersediaan Si yang rendah
(Suwarno dan Goto, 1997). Peranan silikat pada tanaman padi antara lain adalah
memelihara daun tetap tegak (Yoshida et al.,1969 dalam Suwarno dan Goto, 1997),
meningkatkan pertumbuhan padi, memperkuat akar dan batang, meningkatkan bobot
gabah, mempercepat pematangan bulir padi (De Datta,1981), dan meningkatkan
ketahanan tanaman padi terhadap hama penyakit (Yoshida et al., 1962 dalam
Suwarno dan Goto, 1997).
Silikat mempunyai beberapa manfaat dalam pertumbuhan padi, antara lain
melindungi tanaman dari serangan jamur dan serangga, memelihara daun tetap tegak,
mengurangi kehilangan air akibat transpirasi melalui kutikula, meningkatkan
toleransi tanaman terhadap berkurangnya tekanan osmosis pada perakaran medium,
dan mengurangi pengambilan yang berlebihan pada Fe dan Mn (Yoshida, 1981).
2.4.2. Gejala Tanaman Kekurangan Silikat
Yoshida (1975, dalam Yoshida, 1981) melakukan penelitian dan mendapatkan
hasil bahwa tanaman padi yang tidak diberi tambahan silikat menunjukkan
gejala-gejala sebagai berikut : daun padi lemas dan menunduk, daun bagian bawah cepat
layu dan mengering terutama pada saat pembentukan malai, pertumbuhan akar tidak
normal dan setelah malai terbentuk nampak bercak-bercak coklat pada bulir padi.
Yoshida (1975, dalam Yoshida, 1981) melaporkan bahwa tanaman yang
kekurangan silikat kecepatan transpirasinya 33 % lebih besar dibandingkan dengan
tanaman yang diberi tambahan silikat. Hal ini terjadi karena peningkatan transpirasi
disebabkan pengendapan silikat pada kutikula dan sel-sel epidermis rendah serta
stomata lebih mudah terbuka. Dengan demikian, tanaman ini akan menderita stres air
internal, jika ditempatkan pada lingkungan yang menyebabkan transpirasi meningkat
dengan hebat atau serapan air sangat terganggu. Penelitian tentang fisiologi air secara
jelas menunjukkan bahwa perpanjangan sel-sel tanaman sangat peka terhadap stres
air internal.
2.5. Logam Berat
Menurut Rahayu (1995, dalam Suendarti, 2004), logam berat adalah
unsur-unsur kimia dengan bobot jenis lebih besar dari 5 g/cm3, terletak di sudut kanan
bawah daftar berkala, mempunyai afinitas yang tinggi terhadap unsur sulfur dan
biasanya logam berat bernomor atom 22 sampai 92 dari periode tiga sampai tujuh
daftar susunan berkala. Soepardi (1983) menyatakan bahwa hingga batas tertentu
logam berat sangat beracun bagi manusia atau binatang. Kadmium dan arsen sangat
beracun; air raksa, timah, nikel, dan fluor mempunyai tingkat racun yang sedang; dan
boron, tembaga, mangan, dan seng mempunyai tingkat racun terendah.
Pemakaian logam berat sangat luas dan sangat penting, seperti untuk pereaksi
atau katalis dalam berbagai proses industri. Hasil proses industri sangat penting
artinya bagi kehidupan manusia, namun bersamaan dengan itu dihasilkan pula limbah
yang tidak berguna, bahkan dengan jumlah tertentu dapat membahayakan kehidupan
manusia. Salah satu zat yang terkandung dalam limbah adalah logam berat yang akan
masuk ke lingkungan, seperti sungai, danau, tanah, udara dan dapat mengalami
magnifikasi biologis pada tumbuhan dan hewan yang akan dikonsumsi manusia,
sehingga dapat mempengaruhi kesehatannya (Darmono, 1995).
Sutrisno dan Salirawati (1993, dalam Suendarti, 2004) menyatakan ada dua
hal yang menyebabkan logam berat termasuk sebagai pencemar yang berbahaya,
yaitu : a) tidak dihancurkan oleh mikroba yang hidup di lingkungannya, b)
III.
BAHAN DAN METODE
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui percobaan rumah kaca. Tanah gambut berasal
dari Desa Arang-Arang, Kecamatan Kumpeh, Jambi, diambil pada bulan November
2009. Percobaan rumah kaca dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Institut
Pertanian Bogor, sedangkan analisis tanah dan tanaman dilakukan di Laboratorium
Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Percobaan rumah kaca berlangsung
selama bulan Maret hingga Agustus 2010.
3.2. Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : Tanah gambut
dalam yang berasal dari Kumpeh, Jambi. Contoh tanah (bulk sample) diambil dari
kedalaman 0-20 cm. Sebagai sumber silikat digunakan terak baja berukuran kurang
dari 2 mm, yang berasal dari PT Krakatau Steel, Cilegon. Pupuk yang diberikan
meliputi urea, SP-18, KCl, dan pupuk mikro (CuSO4 dan ZnSO4). Tanaman padi
yang digunakan adalah varietas Ciherang. Analisis tanah dan tanaman menggunakan
beberapa bahan kimia.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : ember (digunakan
sebagai pot), plastik, meteran, penggaris, hand sprayer, timbangan, jaring perangkap
burung, kain kassa, bambu, dan beberapa peralatan untuk analisis tanah dan tanaman
di laboratorium yaitu labu kjeldhal/digestion, destilator dan labunya,
spectrophotometer , flamephotometer, atomic absorption spectrophotometer (AAS),
3.3. Metode Penelitian
3.3.1. Rancangan Penelitian
Percobaan pot di rumah kaca merupakan percobaan faktor tunggal dengan 14
perlakuan dan 4 ulangan sehingga jumlah satuan percobaan sebanyak 56. Perlakuan
yang diberikan tertera pada Tabel 3. Rancangan yang dipakai adalah rancangan acak
lengkap (RAL). Adapun model matematika rancangan percobaan ini adalah sebagai
berikut :
Y ij = μ + Pi + Eij
di mana :
Yij = Nilai pengukuran/pengamatan pada perlakuan ke i dan ulangan ke j
Pi = Pengaruh perlakuan ke-i
Eij = Galat
Analisis statistik dengan menggunakan ANOVA (program SPSS 16) dan apabila
berpengaruh nyata selanjutnya dilakukan analisis lanjutan dengan menggunakan
Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) atau uji wilayah Duncan pada taraf α = 5%.
3.3.2. Percobaan Rumah Kaca
1. Persiapan Inkubasi
Penetapan kadar air tanah gambut didasarkan metode gravimetri. Pengeringan
gambut dilakukan pada suhu 105° C selama 24 jam. Kadar air (KA) gambut dihitung
sebagai berikut:
Kadar Air ( KA ) = Bobot Tanah Awal – Bobot Kering Oven x 100 % Bobot Kering Oven
Setelah diketahui kadar air, maka dapat ditentukan berapa kg tanah yang harus
BKU = (KA x BKM) + BKM
Berdasarkan perhitungan tersebut didapatkan bobot tanah per pot yaitu 11.78
kg (kadar air = 292.67%). Terak baja diberikan dengan dosis 0, 1, 2, 3, 4, dan 5%
atau 0, 30, 60, 90, 120, dan 150 g/pot, lalu diaduk bersama tanah dan diinkubasi
dalam rumah kaca selama 1 bulan.
Tabel 3. Dosis Pupuk yang Diberikan per Pot
Perlakuan Terak Baja Urea SP-18 KCl CuSO4 ZnSO4
...(g/kg)...
1. Kontrol 0 0 0 0 0 0
2. Standar 0 1.5 1.5 0.75 0.05 0.05
3. NPK 1 (50% Standar) 0 0.75 0.75 0.38 0 0
4. NPK 1 + 1% Slag 10 0.75 0.75 0.38 0 0
5. NPK 1 + 2% Slag 20 0.75 0.75 0.38 0 0
6. NPK 1 + 3% Slag 30 0.75 0.75 0.38 0 0
7. NPK 1 + 4% Slag 40 0.75 0.75 0.38 0 0
8. NPK 1 + 5% Slag 50 0.75 0.75 0.38 0 0
9. NPK 2 (75% Standar) 0 1.13 1.13 0.56 0 0
10. NPK 2 + 1% Slag 10 1.13 1.13 0.56 0 0
11. NPK 2 + 2% Slag 20 1.13 1.13 0.56 0 0
12. NPK 2 + 3% Slag 30 1.13 1.13 0.56 0 0
13. NPK 2 + 4% Slag 40 1.13 1.13 0.56 0 0
14. NPK 2 + 5% Slag 50 1.13 1.13 0.56 0 0
2. Penanaman dan Pemeliharaan
Penanaman dengan menggunakan bibit yang telah berumur 21 hari. Setiap pot
ditanami sebanyak 2 batang bibit padi. Pupuk yang diberikan berupa urea, SP-18,
KCl dan pupuk mikro (CuSO4 dan ZnSO4). Pupuk SP-18 diberikan seluruhnya saat
tanam, urea diberikan tiga kali dengan rincian 1/3 bagian saat tanam, 1/3 bagian pada
saat tanaman berumur 21 hari setelah tanam, 1/3 bagian pada saat tanaman berumur
bagian pada saat tanam dan ½ bagian pada saat tanaman berumur 35 hari setelah
tanam.
Dalam percobaan ini tidak dilakukan penyemprotan pestisida, karena gejala
penyakit pada tanaman tidak diamati. Tinggi air genangan disesuaikan dengan
kondisi di lapang, sehingga setiap 2-3 hari sekali pot disiram hingga tinggi air
genangan mencapai 2.5-5 cm dari permukaan tanah. Setelah malai mulai tumbuh,
jaring perangkap burung dipasang untuk menghindari serangan burung pada rumah
kaca sehingga malai tidak dimakan oleh burung.
3. Pengamatan
Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah variabel pertumbuhan
vegetatif dan produksi. Variabel pertumbuhan tanaman yang diamati terdiri dari :
tinggi tanaman, jumlah anakan maksimum, dan anakan produktif. Pengukuran tinggi
tanaman dilakukan dengan mengukur tinggi tanaman mulai dari permukaan tanah
sampai dengan ujung daun tertinggi setelah diluruskan. Variabel produksi tanaman
yang diukur terdiri dari bobot gabah kering panen (BGKP), bobot gabah kering giling
(BGKG), bobot kering gabah bernas (BKGB), dan persentase gabah hampa (GH).
4. Pemanenan
Panen dilakukan pada saat tanaman berumur 15 dan 16 minggu. Pemanenan
tidak dilakukan secara serempak, karena pemasakan malai tiap perlakuan berbeda.
Sebagian tanaman yang dipanen pada minggu ke-15 adalah perlakuan terak baja,
karena lebih cepat matang. Pada saat pemanenan, pematangan yang tidak merata juga
terjadi dalam satu pot, sehingga harus dilakukan panen dua kali. Gabah yang telah
dipanen dipisahkan dari malai yang kemudian ditimbang sebagai bobot gabah kering
panen. Selanjutnya gabah dijemur selama sehari, dan ditimbang untuk bobot gabah
kering giling. Setelah itu, dilakukan pemisahan antara gabah bernas dan gabah hampa
dan ditimbang masing-masing bobotnya. Biomassa tanaman yang berupa akar, daun,
dan batang dicuci hingga bersih untuk dilakukan analisis tanaman.
Setelah panen, contoh tanah yang terdapat dalam pot diambil untuk dilakukan
kurang lebih dua titik yang terletak berjauhan. Kemudian contoh tanah tersebut
dikering udara selama 3 hari untuk ditetapkan kadar airnya. Analisis tanah yang
dilakukan antara lain analisis pH H2O, basa-basa Ca-dd, Mg-dd, Na-dd dan K-dd
dengan pengekstrak NH4OAc, unsur mikro Fe, Mn, Cu, dan Zn tersedia, dan
kandungan logam berat beracun timbal (Pb), kadmium (Cd), timah (Sn), Arsen (As),
dan merkuri (Hg) tersedia. Analisis yang dilakukan pada biomassa tanaman berupa
jerami meliputi : penetapan kadar hara N, P, K, Ca dan Mg total, unsur mikro Cu dan
Zn total, dan kandungan logam berat beracun Pb, Cd, Sn, As, dan Hg total pada
gabah.
3.4. Metode Penilaian Efisiensi Pupuk dan Persentase Hasil Produksi
Metode perhitungan efisiensi pupuk digunakan untuk menilai sampai sejauh
mana tanaman dapat memanfaatkan unsur hara yang telah diserap untuk berproduksi
lebih tinggi tanpa menambah hara yang diperlukan, dimana formulanya sebagai
berikut.
Efisiensi Pupuk (%) = Serapan Hara Perlakuan – Serapan Hara Kontrol x 100% Dosis Pupuk yang Diberikan
Produksi relatif menunjukkan perbandingan persentase hasil produksi
tanaman padi antara standar dengan kontrol dan semua perlakuan. Penilaian produksi
relatif adalah sebagai berikut.
Produksi Relatif (%) = Produksi Perlakuan x 100%
Produksi Standar
3.5. Metode Analisis Logam Berat Tanah dan Tanaman
3.5.1. Analisis Logam Berat Pb, Cd, As, Hg, dan Sn tersedia pada Tanah
Alat dan Bahan :
1. Contoh Tanah
2. Timbangan
4. Mesin pengocok
5. Kertas saring
6. Corong
7. HCl 0,05 N
8. Tabung kocok
Cara Kerja :
Contoh tanah kering udara ditimbang sebanyak 5 g dan dimasukkan ke dalam tabung
kocok. Kemudian ditambahkan 20 ml HCl 0,05 N, dan dikocok selama 30 menit
dengan menggunakan mesin pengocok. Selanjutnya, larutan tanah tersebut disaring
dan ditampung ke dalam botol film.
Pengukuran :
Hasil ekstrak jernih diukur dengan AAS menggunakan deret standar masing-masing
logam berat sebagai pembanding.
Perhitungan :
Kadar logam berat (ppm) = ppm kurva x ( ml ekstrak )/( 1.000 ml ) x 1000 g ( g
contoh )-1 x fk
Keterangan :
ppm kurva = kadar contoh yang didapat dari kurva hubungan antara kadar deret
standar dengan pembacaannya setelah di koreksi blangko
1000 = faktor konversi ke ppm
fk = faktor koreksi kadar air
3.5.2. Analisis Logam Berat Pb, Cd, As, Hg, dan Sn total pada Tanaman
Alat dan Bahan :
1. Gabah
2. Asam Nitrat
4. Blok digestion
5. Tabung digestion
6. Botol film
7. Aquades
8. Corong
9. Labu ukur 50 ml
Cara Kerja :
Contoh gabah yang telah dikupas dan ditumbuk halus menjadi tepung, ditimbang
sebanyak 0,5 g, kemudian dimasukkan ke dalam tabung digestión. Selanjutnya,
ditambahkan campuran asam nitrat dan perklorat dengan perbandingan 2 : 1 sebanyak
5 ml, lalu didiamkan semalam. Destruksi dilakukan selama 1½ jam pada suhu 150°
C, kemudian ditambahkan HCl 6 N 1 ml. Larutan pada tabung digestión dipanaskan
kembali selama ½ jam, dan suhu dinaikkan menjadi 230 oC. Setelah itu, tabung
diangkat dan ditunggu hingga panas berkurang, kemudian ditampung ke dalam labu
ukur 50 ml, dan ditambahkan aquades sampai dengan tanda tera.
Pengukuran :
Hasil ekstrak jernih diukur dengan AAS menggunakan deret standar masing-masing
logam berat sebagai pembanding.
Perhitungan :
Kadar logam berat (ppm) = ppm kurva x ( ml ekstrak )/( 1.000 ml ) x 1000 g( g
contoh )-1 x fk
Keterangan :
ppm kurva = kadar contoh yang didapat dari kurva hubungan antara kadar deret
standar dengan pembacaannya setelah di koreksi blangko
1000 = faktor konversi ke ppm
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Komposisi Hara pada Terak Baja
Komposisi hara pada terak baja ditunjukkan pada Tabel Lampiran 1.
Kandungan silikat pada terak baja sangat tinggi yaitu sebesar 14.6%. Hal ini
menunjukkan bahwa terak baja merupakan salah satu pupuk silikat. Selain itu, pH
terak baja juga cukup tinggi yaitu 11.1. Kadar CaO, MgO, MnO2 dan Fe2O3 juga
terdapat dalam jumlah yang besar pada terak baja. Kandungan basa-basa dan unsur
mikro pada terak baja yang cukup tinggi diharapkan dapat meningkatkan pH dan
kesuburan tanah sehingga pertumbuhan dan produksi tanaman menjadi lebih baik.
4.2. Pengaruh Terak Baja terhadap Sifat Kimia Tanah
4.2.1. pH dan Basa-Basa Dapat Dipertukarkan
Hasil analisis ragam (Tabel Lampiran 2, 3, dan 4) menunjukkan bahwa
pemberian terak baja sangat nyata pengaruhnya meningkatkan pH tanah dan
kandungan basa-basa Ca dan Mg dapat dipertukarkan. Peningkatan pH tanah sejalan
dengan dosis terak baja. Nilai pH tertinggi terdapat pada perlakuan NPK 1 + 5% slag,
sedangkan nilai pH terendah diperoleh pada kontrol. Makin tinggi dosis terak baja
yang diberikan, nilai pH tanah akan semakin meningkat. Peningkatan pH disebabkan
adanya penetralan ion H+ oleh ion silikat serta pembebasan Ca dan Mg dari dalam
terak baja.
Berdasarkan Tabel 4, dapat dilihat bahwa basa-basa ditukar meningkat seiring
dengan naiknya pH tanah. Peningkatan Ca dan Mg dalam tanah akibat adanya
pembebasan Ca dan Mg dari terak baja, yang mana terak baja banyak mengandung
unsur tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suwarno dan Goto (1997), bahwa
pemberian terak baja dapat meningkatkan pH tanah dan basa-basa dapat ditukar (Ca
dan Mg). Berdasarkan kriteria penilaian dari Pusat Penelitian Tanah (Tabel Lampiran
5), kandungan Ca dan Mg dalam perlakuan slag, masing-masing terdapat dalam
Tabel 4. Pengaruh Terak Baja terhadap pH dan Basa-Basa Dapat Ditukar
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda pada taraf α = 5% dengan Uji Wilayah Berganda Duncan (DMRT)
Gambar 1. Pengaruh Terak Baja terhadap Basa-Basa Dapat Dipertukarkan 0.00
Kontrol 4.43a 3.91a 1.01a
Standar 4.58a 4.43abc 0.97a
4.2.2. Pengaruh Terak Baja terhadap Unsur Mikro Tanah
Berdasarkan hasil analisis ragam yang terdapat pada Tabel Lampiran 7,
pemberian terak baja berpengaruh nyata meningkatkan kadar Mn-tersedia pada tanah.
Peningkatan kadar Mn-tersedia dalam tanah diikuti dengan tingginya dosis terak baja
yang diberikan. Hal ini terjadi karena kadar MnO2 pada terak baja cukup besar.
Tabel 5. Pengaruh Terak Baja terhadap Unsur Mikro Tanah
Perlakuan Fe-tersedia Mn-tersedia Cu-tersedia
………(ppm)………
Kontrol 12.89 6.15a 0.92 Standar 5.33 7.07a 1.04
NPK 1 8.62 7.61a 0.64
NPK 1 + 1% Slag 8.60 29.11b 0.88
NPK 1 + 2% Slag 8.42 45.77cd 1.04
NPK 1 + 3% Slag 8.02 60.26e 0.92
NPK 1 + 4% Slag 11.96 62.07e 0.85
NPK 1 + 5% Slag 7.99 53.77de 0.85
NPK 2 3.99 6.56a 1.01
NPK 2 + 1% Slag 9.30 37.97bc 0.86
NPK 2 + 2% Slag 8.39 52.79de 0.86
NPK 2 + 3% Slag 6.98 51.04de 0.97
NPK 2 + 4% Slag 6.32 57.83de 0.81
NPK 2 + 5% Slag 6.09 55.43de 0.92
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda pada taraf
α = 5% dengan Uji Wilayah Berganda Duncan (DMRT)
Sebaliknya, pemberian terak baja tidak berpengaruh nyata terhadap kadar Fe
dan Cu tersedia dalam tanah (Tabel Lampiran 6 dan 8). Meskipun tidak nyata,
Fe-tersedia dalam tanah cenderung menurun sejalan dengan pemberian terak baja. Kadar
Fe dalam terak baja cukup tinggi (Fe2O3 = 42.6%), tetapi di dalamnya terdapat
mineral-mineral yang sukar larut seperti Wustite (FeO) dan Magnetite (Fe3O4),
sehingga Fe dari terak baja kurang tersedia bagi tanah. Unsur hara mikro Fe dalam
tanah itu sendiri cukup besar, hal ini ditunjukkan oleh kadar Fe-tersedia pada
Gambar 2. Pengaruh Terak Baja terhadap Unsur Mikro dalam Tanah
Kation unsur mikro dalam keadaan masam sangat larut dan tersedia bagi
tanaman. Secara relatif pada tanah masam mereka dijumpai dalam jumlah banyak.
Keadaan demikian menyebabkan kadar dari salah satu kation unsur mikro sering
terlalu tinggi dan dapat bersifat racun bagi tanaman. Salah satu alasan pengapuran
ialah menurunkan salah satu atau keempat ion tersebut. Dengan naiknya pH, bentuk
ion dari kation unsur mikro berubah menjadi bentuk-bentuk hidroksida atau oksida
(Soepardi, 1983).
4.2.3. Kandungan Logam Berat Beracun dalam Tanah
Berdasarkan Tabel 6, maka dapat dilihat bahwa kadar logam berat beracun
pada tanah masih dalam ambang batas normal. Hal ini sesuai dengan persyaratan
logam berat dalam tanah (Sulaeman et al., 2005) yang disajikan dalam Tabel
Tabel 6. Kandungan Logam Berat pada Tanah Keterangan: td = tidak terdeteksi
Hasil analisis menunjukkan bahwa kandungan logam berat beracun pada
perlakuan terak baja sangat sedikit, bahkan sama sekali tidak ada pada beberapa
perlakuan. Logam berat itu sendiri sebenarnya sudah terdapat dalam tanah.
Kandungan logam berat beracun lebih banyak terdapat pada perlakuan NPK tanpa
slag. Hal ini menunjukkan bahwa kelarutan logam berat semakin menurun pada
perlakuan slag karena pH semakin meningkat.
Soepardi (1983) menyatakan bahwa beberapa cara dapat dilakukan untuk
menurunkan peredaran logam berat dalam tanah, antara lain dengan mempertahankan
pH tanah tetap tinggi sehingga unsur tersebut menjadi kurang mobil dan kurang
tersedia. Memberikan bahan pengapuran pada tanah bereaksi masam akan
mengakibatkan imobilitas tersebut.
4.3. Pengaruh Terak Baja terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman
4.3.1. Pertumbuhan Tanaman
Perkembangan rata-rata pertumbuhan tanaman yang meliputi tinggi tanaman,
Hasil pengamatan di rumah kaca menunjukkan bahwa pemberian terak baja dapat
meningkatkan pertumbuhan tanaman. Hal ini terlihat pada tanaman kontrol yang
tumbuh kerdil, sedangkan untuk pertumbuhan tanaman paling baik terlihat pada
perlakuan NPK 2 + 5% slag. Secara umum malai tumbuh ketika tanaman berumur 8
minggu, terkecuali pada perlakuan dengan dosis 4% dan 5% slag yang baru tumbuh
antara umur 10 sampai 12 minggu. Pertumbuhan tanaman meningkat seiring dengan
bertambahnya dosis terak baja. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang
telah dilakukan oleh Suwarno dan Goto (1997), di mana tanaman yang diberi terak
baja tampak lebih segar, daun tegak, serta batang lebih besar dan keras. Kondisi
tersebut ditunjukkan pada berat biomassa yang tinggi pada tanaman yang diberi
perlakuan slag. Perbedaan jumlah anakan tampak nyata antara kontrol dan perlakuan
terak baja. Sampai pada saat panen jumlah anakan pada kontrol sama sekali tidak
bertambah sejak awal penanaman, berbeda dengan jumlah anakan pada perlakuan
terak baja yang terus bertambah hingga tanaman berumur 11 minggu, pada saat itu
jumlah anakan telah mencapai maksimum.
Saat tanaman berumur 13 minggu, bulir padi terkena bercak coklat. Serangan
bercak coklat ini sangat mencolok pada perlakuan Standar, NPK 1, dan NPK 2.
Hampir semua bulir padi pada perlakuan tersebut terkena bercak coklat, sedangkan
pada kontrol jumlah bulir padi sangat sedikit dan beberapa terkena bercak coklat.
Bercak-bercak coklat ini semakin sedikit sejalan dengan meningkatnya perlakuan
terak baja.
Pemanenan dilakukan tidak serempak, sebagian besar dipanen pada saat
tanaman berumur 15-16 minggu, untuk sisanya menunggu hingga bulir padi masak.
Pematangan bulir padi sangat cepat terlihat pada perlakuan terak baja, di mana makin
tinggi perlakuan maka makin cepat bulir padi tersebut masak. Dengan demikian,
dapat dinyatakan bahwa pemberian terak baja sebagai pupuk silikat berpengaruh
nyata meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit. Hal ini ditunjukkan
dengan pertumbuhan tanaman yang baik dan menurunnya tingkat serangan penyakit
pada tanaman yang diberi terak baja dibandingkan dengan tanaman yang tidak diberi
terak baja.
Berdasarkan analisis ragam (Tabel Lampiran 11, 12, 13, dan 14), pemberian
terak baja berpengaruh sangat nyata meningkatkan pertumbuhan tanaman yang
meliputi tinggi tanaman umur 11 MST, anakan maksimum, anakan produktif, dan
biomassa. Tanaman tertinggi diperoleh pada perlakuan NPK 1 + 4% slag dengan
dosis terak baja 120 g/pot, yaitu 91.28 cm, sedangkan tanaman terendah terdapat pada
perlakuan kontrol yaitu 29.95 cm. Perbedaan nyata ini menunjukkan pengaruh terak
baja yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Tinggi tanaman meningkat
Tabel 7. Pengaruh Terak Baja terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi
Perlakuan Tinggi Tanaman Anakan
Maksimum
Anakan
Produktif Biomassa
(cm) ………..(batang/pot)……….. (g/pot)
Kontrol Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda pada taraf
α = 5% dengan Uji Wilayah Berganda Duncan (DMRT)
Gambar 5. Pengaruh Terak Baja terhadap Jumlah Anakan Produktif
Jumlah anakan maksimum dan anakan produktif tertinggi terdapat pada
perlakuan NPK 2 + 5% slag sebanyak 18 dan 17.5 batang/pot. sedangkan jumlah
terendah yaitu kontrol masing-masing sebanyak 2 batang/pot. Anakan maksimum
diamati pada minggu ke-11, sedangkan jumlah anakan produktif dihitung pada saat
panen. Pengaruh yang sangat nyata juga ditunjukkan pada biomassa tanaman dimana
perlakuan NPK 2 + 5% slag dengan bobot tertinggi dan kontrol dengan bobot
terendah.
4.3.2. Produksi Tanaman
Tabel 8 menyajikan pengaruh terak baja terhadap produksi tanaman.
Variabel-variabel yang diukur adalah bobot gabah kering panen, bobot gabah kering giling,
bobot kering gabah bernas, dan persentase gabah hampa. Produksi gabah yang
dihasilkan oleh tanaman dengan perlakuan slag dan tanpa slag sangat jelas
perbedaannya. Semakin tinggi dosis slag, maka semakin besar produksinya.
Perlakuan NPK 1 + 3% slag menghasilkan produksi yang rendah. Hal ini dikarenakan
pertumbuhan tanaman pada dua ulangan kurang bagus. Jumlah anakan maksimum
Tabel 8. Pengaruh Terak Baja terhadap Produksi Tanaman Padi
Perlakuan Bobot GKP Bobot GKG Bobot KGB Persentase
GH Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda pada taraf
α = 5% dengan Uji Wilayah Berganda Duncan (DMRT)
Hasil analisis ragam (Tabel Lampiran 15, 16, 17, dan 18) menunjukkan bahwa
pemberian terak baja berpengaruh sangat nyata meningkatkan produksi tanaman padi.
Bobot gabah kering panen paling tinggi diperoleh pada perlakuan NPK 1 + 5% slag
yaitu 31.79 g/pot, berbeda nyata dengan kontrol yang bobotnya hanya 0.67 g/pot. Hal
yang sama terlihat pada bobot gabah kering giling dan bobot gabah kering bernas,
dimana didapatkan hasil yang paling tinggi pada perlakuan NPK 1 + 5% slag,
Gambar 6. Pengaruh Terak Baja terhadap Bobot Gabah Kering Giling
Gambar 7. Pengaruh Terak Baja terhadap Bobot Kering Gabah Bernas
Persentase gabah hampa paling tinggi terlihat pada perlakuan standar dan
sebenarnya relatif normal, tetapi perbedaannya dengan tanaman yang diberi
perlakuan terak baja terlihat sangat nyata pada persentase gabah hampa. Penyakit
bercak coklat yang menyerang padi dengan perlakuan standar dan NPK tanpa slag
merupakan penyebab nilai persentase gabah hampa yang tinggi pada kedua
perlakuan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suwarno dan Goto (1997), bahwa
pemberian terak baja dapat meningkatkan persentase gabah isi dan menurunkan
persentase gabah hampa.
Pemberian slag sebagai pupuk silikat meningkatkan ketahanan tanaman
terhadap kerebahan, dan daun menjadi lebih tegak. Dengan demikian, proses
fotosintesis lebih optimal sehingga persentase gabah hampa menjadi rendah. Yoshida
(1981) menyatakan bahwa tanaman yang rebah, daun yang saling menaungi dan tidak
beraturan menghasilkan gabah hampa yang tinggi.
Gambar 8. Pengaruh Terak Baja terhadap Persentase Gabah Hampa
4.3.3. Produksi Relatif Tanaman Padi
Tabel 9 menyajikan perbandingan produksi relatif tanaman padi antara
dari bobot gabah kering bernas. Semakin tinggi dosis terak baja yang diberikan, maka
produksi relatif semakin meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian slag
sangat efektif menaikkan produksi tanaman padi dibandingkan dengan perlakuan
standar. Peningkatan paling signifikan ditunjukkan pada perlakuan NPK 1 + 5% slag,
di mana terjadi peningkatan produksi relatif sebesar 216.62%. Naiknya produksi
relatif menunjukkan efektivitas pemupukan yang tinggi pada terak baja dibandingkan
dengan perlakuan standar.
Produksi relatif pada perlakuan standar lebih tinggi daripada NPK 1 dan NPK
2 karena pengaruh pupuk mikro CuSO4 dan ZnSO4 yang diberikan pada perlakuan
standar. Hal ini menunjukkan pentingnya pengaruh unsur mikro terhadap
produktivitas tanah gambut.
Tabel 9. Perbandingan Produksi Relatif antara Standar
dengan Kontrol dan Semua Perlakuan
Perlakuan Bobot KGB Produksi Relatif
(g/pot) (%)
Kontrol 0.55 6.59 Standar 8.35 100.00
NPK 1 1.25 14.91
NPK 1 + 1% Slag 10.98 131.47
NPK 1 + 2% Slag 17.52 209.85
NPK 1 + 3% Slag 11.35 135.90
NPK 1 + 4% Slag 22.38 268.02
NPK 1 + 5% Slag 26.44 316.62
NPK 2 1.87 22.40
NPK 2 + 1% Slag 3.07 36.77
NPK 2 + 2% Slag 18.08 216.56
NPK 2 + 3% Slag 22.09 264.58
NPK 2 + 4% Slag 22.48 269.16
Gambar 9. Perbandingan Produksi Relatif antara Standar dengan Kontrol dan Semua
Perlakuan
4.4. Pengaruh Terak Baja terhadap Kadar dan Serapan Hara Tanaman
4.4.1. Kadar Hara N, P, dan K
Hasil analisis ragam kadar hara N, P dan K (Tabel Lampiran 19, 20, dan 21)
menunjukkan bahwa pemberian terak baja berpengaruh sangat nyata menurunkan
kadar hara pada tanaman untuk unsur N dan K, sedangkan untuk unsur P tidak
berpengaruh nyata. Kandungan kadar hara N, P, dan K antara perlakuan terak baja
dengan kontrol dan standar tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan, bahkan
untuk kadar N dan K cenderung lebih rendah pada perlakuan terak baja. Akan tetapi
meskipun kadar N dan K lebih rendah, pertumbuhan tanaman pada perlakuan terak
baja lebih bagus dibanding kontrol. Hal tersebut diduga karena hara pada perlakuan
kontrol terakumulasi di akar dan tidak digunakan untuk pertumbuhan tanaman,
dibuktikan dengan produksi pada kontrol yang lebih kecil daripada produksi pada
Tabel 10. Pengaruh Terak Baja terhadap Kadar Hara N, P, dan K
Perlakuan N P K
………..………….(%)………..
Kontrol 1.53bcd 0.17 3.05abc
Standar 1.45bcd 0.18 2.84abc
NPK 1 1.30abc 0.18 3.53c
NPK 1 + 1% Slag 1.31abc 0.15 3.48c
NPK 1 + 2% Slag 1.28ab 0.19 2.47ab
NPK 1 + 3% Slag 1.35abcd 0.20 3.23bc
NPK 1 + 4% Slag 1.19ab 0.19 2.28ab
NPK 1 + 5% Slag 1.23ab 0.17 2.31ab
NPK 2 1.62cd 0.25 3.65c
NPK 2 + 1% Slag 1.65d 0.25 3.14bc
NPK 2 + 2% Slag 1.30abc 0.20 3.04abc
NPK 2 + 3% Slag 1.25ab 0.18 2.74abc
NPK 2 + 4% Slag 1.21ab 0.20 2.48ab
NPK 2 + 5% Slag 1.10a 0.19 2.09a
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda pada taraf α = 5% dengan Uji Wilayah Berganda Duncan (DMRT)
4.4.2. Serapan Hara N, P, dan K pada Tanaman
Hasil analisis ragam pengaruh pemberian terak baja terhadap serapan hara
tanaman disajikan dalam Tabel Lampiran 22, 23, dan 24. Pemberian terak baja
berpengaruh sangat nyata meningkatkan serapan hara N, P, dan K pada tanaman padi.
Tabel 11 menunjukkan bahwa serapan hara N, P, dan K paling tinggi diperoleh pada
perlakuan NPK 2 + 5% slag, masing-masing 543.79, 92.94, dan 1027,93 mg/pot,
sedangkan serapan hara N, P, dan K terendah terdapat pada kontrol, masing-masing
14.17, 1.61, dan 27.99 mg/pot. Serapan hara pada perlakuan standar tidak berbeda
nyata dengan perlakuan slag, tetapi hal ini hanya mempengaruhi pertumbuhannya
Tabel 11. Pengaruh Terak Baja terhadap Serapan Hara N, P, dan K
Perlakuan N P K
………(mg/pot)………
Kontrol 14.17a 1.61a 27.99a
Standar 371.06cde 46.23bcde 728.19cd
NPK 1 93.92ab 12.31ab 246.61ab
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda pada taraf α = 5% dengan Uji Wilayah Berganda Duncan (DMRT)
Perbedaan yang nyata serapan hara N, P, dan K terlihat antara kontrol dengan
perlakuan terak baja. Serapan hara pada tanaman relatif berbanding lurus dengan
tingginya perlakuan terak baja pada tanaman. Terjadi penurunan serapan hara pada
perlakuan NPK 1 + 3% slag, dan kondisi ini didukung oleh rendahnya produksi
gabah pada perlakuan tersebut. Perbedaan nyata serapan hara N, P, dan K juga
terdapat pada sesama perlakuan terak baja, tetapi hal tersebut lebih dikarenakan
perbedaan dosis terak baja itu sendiri. Serapan hara N, P, dan K yang tinggi pada
perlakuan standar berbanding lurus dengan pertumbuhannya yang baik, tetapi
produksi gabah pada perlakuan ini rendah. Berbeda dengan pengaruhnya terhadap
kadar hara, pemberian terak baja sangat efektif dalam meningkatkan serapan hara
pada tanaman.
4.4.3. Kadar Ca, Mg, dan Cu pada Tanaman
Hasil analisis ragam (Tabel Lampiran 25 dan 26) menunjukkan bahwa
pemberian terak baja berpengaruh sangat nyata meningkatkan kadar Ca dan Mg pada
tanaman. Kadar Ca dan Mg pada perlakuan terak baja berbeda nyata dengan kontrol
dan perlakuan tanpa slag. Makin tinggi dosis terak baja, maka makin tinggi pula
kadar Ca dan Mg yang terkandung dalam tanaman.
Pemberian terak baja dapat meningkatkan hara tersedia bagi tanaman.
Keuntungan diperoleh tanaman dari tingginya kadar hara Ca dan Mg, antara lain
dihilangkan atau dinetralkannya senyawa-senyawa beracun baik organik maupun
inorganik, penekanan penyakit tanaman, ketersediaan beberapa unsur hara
meningkat, dan rangsangan terhadap kegiatan jasad mikro yang sangat
Tabel 12. Pengaruh Terak Baja terhadap Kadar Ca, Mg, dan Cu Tanaman
Perlakuan Ca Mg Cu
……….(%)... (ppm)
Kontrol 0.10a 1.47ab 4.00a Standar 0.37abc 1.16a 8.00bcde
NPK 1 0.36ab 1.64ab 4.75ab
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda pada taraf
α = 5% dengan Uji Wilayah Berganda Duncan (DMRT)
Gambar 12. Pengaruh Terak Baja terhadap Kadar Cu pada Tanaman
Terak baja juga berpengaruh nyata meningkatkan kadar Cu dalam tanaman
(Tabel Lampiran 27). Kadar Cu cenderung meningkat sejalan dengan dosis terak
baja. Tingginya kadar Cu pada perlakuan standar lebih disebabkan karena pupuk
mikro CuSO4 yang diberikan. Untuk perlakuan NPK 2 kombinasi slag, unsur hara
mikro Cu dalam tanaman lebih banyak disumbangkan oleh pupuk NPK. Hal ini
ditunjukkan pada perlakuan NPK 2 tanpa slag di mana kadar Cu tinggi, yaitu 10.25
ppm. Menurut Soepardi (1983) tembaga (Cu) merupakan penyusun dari berbagai
enzim, meliputi asam askorbik oksidase, fenolase, laktase, dan lain-lain. Ia juga
merupakan bagian dari sitokrom oksidase. Kekurangan tembaga dapat mengganggu
sintesis protein.
4.4.4. Kandungan Logam Berat Beracun pada Gabah
Hasil analisis laboratorium pada Tabel 13 menunjukkan bahwa terak baja
tidak berpengaruh terhadap logam berat beracun yang terkandung pada gabah. Logam
berat kadmium (Cd), timah (Sn), dan merkuri (Hg) tidak terdeteksi dalam gabah, 0.00
2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00
KADAR
HAR
A
(p
pm
)
sedangkan pada logam berat timbal (Pb) dan arsen (As) kadar logam berat beracun
yang tinggi justru terdapat pada perlakuan NPK tanpa slag. Kelarutan logam berat
beracun cenderung menurun pada perlakuan slag, bahkan untuk perlakuan dengan
dosis tertinggi yaitu 4 dan 5% slag kandungan logam berat arsen tidak terdeteksi. Hal
ini dapat terjadi dikarenakan pH tanah yang tinggi pada perlakuan tersebut, sehingga
kelarutan unsur logam berat arsen menurun. Nilai pH yang tinggi menyebabkan unsur
tersebut lambat tersedia bagi tanaman, terutama bila berada dalam bentuk yang
bervalensi tinggi atau bentuk teroksidasikan (Soepardi, 1983).
Kandungan logam berat beracun timbal (Pb), kadmium (Cd), timah (Sn), dan
merkuri (Hg) dalam gabah untuk perlakuan terak baja masih dalam ambang batas
normal, sedangkan kandungan logam berat beracun arsen (As) telah melebihi ambang
batas normal (Tabel Lampiran 28). Hal ini dapat terjadi karena dalam tanah itu
sendiri sudah terkandung logam berat arsen yang dapat tersedia bagi tanaman.
Tabel 13. Kandungan Logam Berat Beracun pada Gabah
Perlakuan Pb Cd As Sn Hg Keterangan: td = tidak terdeteksi
4.5. Efisiensi Penggunaan Pupuk
Tabel 14 menyajikan pengaruh terak baja terhadap efisiensi pupuk. Pemberian
Lampiran 29, 30, dan 31). Nilai efisiensi pupuk N dan P tertinggi terdapat pada
perlakuan NPK 1 + 5% slag, masing-masing sebesar 42.83 dan 36.99%, dan efisiensi
pupuk K tertinggi terdapat pada perlakuan NPK 1 + 4% slag sebesar 90.07%.
Perbedaan yang signifikan terlihat jelas antara efisiensi pupuk pada perlakuan standar
dengan terak baja. Semakin tinggi dosis terak baja yang diberikan, maka nilai
efisiensi pupuk cenderung meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian terak
baja dapat mengurangi penggunaan pupuk konvensional.
Tabel 14. Pengaruh Terak Baja terhadap Efisiensi Pupuk
Perlakuan N P K
………..(%)………
Standar 17.62abc 12.71ab 62.24abc
NPK 1 7.88ab 6.10a 38.69ab
NPK 1 + 1% Slag 17.68abc 11.97ab 73.17bc
NPK 1 + 2% Slag 27.62cde 24.49bc 79.25bc
NPK 1 + 3% Slag 19.41abc 16.41ab 63.30abc
NPK 1 + 4% Slag 37.39de 33.98c 90.07c
NPK 1 + 5% Slag 42.83e 36.99c 85.18c
NPK 2 5.63a 4.72a 23.69a
NPK 2 + 1% Slag 8.99ab 8.11ab 26.17a
NPK 2 + 2% Slag 23.86bcd 21.14abc 84.62c
NPK 2 + 3% Slag 24.39bcd 21.74abc 81.95c
NPK 2 + 4% Slag 26.57cde 25.02bc 78.75bc
NPK 2 + 5% Slag 34.82cde 34.64c 89.68c
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda pada taraf α = 5% dengan Uji Wilayah Berganda Duncan (DMRT)
Efisiensi pupuk adalah sampai sejauh mana tanaman dapat memanfaatkan
unsur hara yang telah diserap untuk berproduksi lebih tinggi tanpa menambah hara
yang diperlukan. Pemberian terak baja sebagai bahan pengapuran merupakan salah
satu usaha untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk. Pengapuran dapat
memperbaiki sifat fisika, kimia, dan biologi tanah. Adanya perbaikan sifat-sifat
tersebut akan memperbaiki pertumbuhan tanaman, sehingga pupuk yang diberikan
akan digunakan secara efisien. Sifat kimia yang diperbaiki dengan adanya