• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Ketimpangan Pendidikan dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Ketimpangan Pendapatan di Provinsi Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Ketimpangan Pendidikan dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Ketimpangan Pendapatan di Provinsi Jawa Barat"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KETIMPANGAN PENDIDIKAN DAN PERTUMBUHAN

EKONOMI TERHADAP KETIMPANGAN PENDAPATAN

DI PROVINSI JAWA BARAT

SAIFUDDIN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Ketimpangan Pendidikan dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Ketimpangan Pendapatan Di Provinsi Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

RINGKASAN

SAIFUDDIN. Pengaruh Ketimpangan Pendidikan dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Ketimpangan Pendapatan di Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh NUNUNG NURYARTONO dan LUKYTAWATI ANGGRAENI.

Ketimpangan pendapatan di Indonesia merupakan masalah serius dan perlu diatasi. Angka gini ratio Indonesia cenderung mengalami kenaikan, gini ratio pada tahun 2008 sebesar 0.35 meningkat menjadi 0.41 pada tahun 2012. Kenaikan gini ratio tertinggi dari tahun 2008-2012 selalu dialami oleh delapan provinsi di Indonesia, salah satunya adalah Provinsi Jawa Barat. Ketimpangan pendapatan yang terjadi dapat diakibatkan oleh tingginya angka pengangguran, korupsi, inflasi, bencana alam, perkembangan teknologi, dan ketimpangan pendidikan. Kenaikan ketimpangan pendapatan di Provinsi Jawa Barat berbanding terbalik dengan pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat yang cukup bagus dengan PDRB tertinggi ke tiga setelah Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Jawa Timur.

Studi ini bertujuan untuk mengetahui ketimpangan pendidikan dan ketimpangan pendapatan yang terjadi di kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat serta mengkaji pengaruh ketimpangan pendidikan, anggaran pendidikan, pertumbuhan ekonomi, PDRB sektor industri pengolahan dan sektor pertanian terhadap ketimpangan pendapatan di Provinsi Jawa Barat.

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Dirjen Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan dari tahun 2006-2012 dan wilayah yang diteliti adalah 26 kabupaten/kota di Propinsi Jawa Barat. Indeks gini pendidikan yang digunakan menggunakan rata-rata lama sekolah kepala rumah tangga yang ditamatkan. Analisis indeks gini pendapatan berdasarkan total pengeluaran rumah tangga. Model ketimpangan pendapatan digunakan untuk mengidentifikasi variabel yang mempengaruhi ketimpangan pendapatan.

Ketimpangan pendidikan di Provinsi Jawa Barat tergolong ketimpangan rendah yang ditunjukkan dari nilai indeks gini pendidikan di semua kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat memiliki besaran yang kurang dari 0.3 Ketimpangan pendidikan yang rendah ditunjukkan dengan tingkat pendidikan kepala rumah tangga 6.7 tahun.

Ketimpangan pendapatan di Provinsi Jawa Barat cenderung meningkat secara umum di seluruh kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat dan pada Tahun 2012, mayoritas kabupaten/kota di provinsi Jawa Barat termasuk kategori ketimpangan pendapatan sedang sedangkan ketimpangan pendapatan tinggi terjadi di Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Bandung, Kota Tasikmalaya dan Kabupaten Sumedang. Ketimpangan pendapatan terjadi di Kabupaten/Kota yang memiliki sektor industri pengolahan, hal ini disebabkan oleh meningkatnya serapan tenaga kerja yang berpendidikan rendah dan tidak terampil sehingga mengakibatkan terjadinya ketimpangan pendapatan.

(6)

menunjukkan bahwa peningkatan anggaran pendidikan akan menurunkan terjadinya ketimpangan pendapatan. Variabel pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif terhadap ketimpangan pendapatan dengan koefisien 0.36.

Output industri pengolahan berpengaruh positif terhadap ketimpangan pendapatan dan output sektor pertanian berpengaruh negatif terhadap ketimpangan pendapatan yang menunjukkan bahwa peningkatan output sektor pertanian akan menurunkan terjadinya ketimpangan pendapatan.

Anggaran pendidikan merupakan suatu faktor yang penting dalam mengurangi ketimpangan pendapatan. Oleh karena itu anggaran pendidikan yang cukup tinggi diharapkan lebih difokuskan pada penyediaan infrastruktur sekolah di desa-desa dan subsidi biaya pendidikan bagi keluarga miskin.

Sektor pertanian terbukti mampu menurunkan ketimpangan pendapatan di Provinsi Jawa Barat oleh karena itu dukungan pemerintah terhadap sektor pertanian sebaiknya lebih ditingkatkan karena sektor pertanian dapat menyerap tenaga kerja yang besar dengan peningkatan produktifitas pertanian diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan rumah tangga yang bekerja di sektor pertanian.

(7)

SUMMARY

SAIFUDDIN. Education Inequality and Economic Growth Effect on Income Inequality in West Java Province. Supervised by NUNUNG NURYARTONO dan LUKYTAWATI ANGGRAENI.

Income inequality in Indonesia is a serious problem and need to be solved. Indonesia gini ratio tends to increase, since its value 0.35 in 2008 and increased to 0.41 in 2012. The highest increase in gini ratio from 2008-2012 is always experienced by the eight provinces in Indonesia, one of which is the province of West Java. Income inequality that can occur due to high unemployment, corruption, inflation, natural disasters, technological developments, and educational inequality. The increase in income inequality in West Java Province is related with economic growth as the third highest GDP after DKI Jakarta and East Java.

This study is aimed to analyze income inequality and education inequality in West Java Province. It is also analyzing the effects of education inequality, education budget, economic growth, output of the agricultural sector, output of the manufacturing industry sector on income inequality.

This study uses secondary data from the Central Statistics Agency (BPS) and the Director General of Fiscal Balance, Ministry of Finance from 2006-2012 and regions studied were 26 districts/cities in West Java. Education Gini index calculation used to examine the average length of the school attained head of household for measuring the inequality of education in West Java. Analysis of the income gini index based on total household expenditures. Model of income inequality used to identify variables that affect income inequality.

The estimation results of the model using panel data regression analysis using panel approach EGLS. Variable that have positive effect on income inequality are education inequalty, output of the manufacturing industry sector, economic growth with a coefficient of 0.46, 0.36, 0.36 and respectively. Variable that have negative effect on income inequality are education budget, output of the agricultural sector with a coefficient of 0.001 and 0.61.

Therefore, the education budget is an important factor in reducing income inequality. In addition, government support for the agricultural sector need further enhancement especially in policies and subsidies since in output of the agricultural sector can reduce income inequality.

(8)
(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(10)
(11)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

SAIFUDDIN

PENGARUH KETIMPANGAN PENDIDIKAN DAN PERTUMBUHAN

EKONOMI TERHADAP KETIMPANGAN PENDAPATAN

(12)
(13)

Judul Tesis : Pengaruh Ketimpangan Pendidikan dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Ketimpangan Pendapatan di Provinsi Jawa Barat

Nama : Saifuddin

NIM : H151100084

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Nunung Nuryartono, M.Si Ketua

Dr. Lukytawati Anggraeni, SP, M.Si Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi

Dr Ir Nunung Nuryartono, M.Si

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(14)
(15)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah pengaruh ketimpangan pendidikan dan pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan pendapatan di Provinsi Jawa Barat.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Nunung Nuryartono selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Dr Ir Lukytawati Anggraeni selaku anggota komisi pembimbing, yang meluangkan waktu dan kesabaran untuk memberikan bimbingan, arahan, dan masukan yang bermanfaat dalam penyusunan tesis ini. Terima kasih juga disampaikan kepada Ibu Dr Ir Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc.Agr dan Ibu Dr. Sri Mulatsih atas saran dan masukannya demi perbaikan tesis ini.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga disampaikan kepada seluruh dosen/staf pengajar dan staf sekretariat Program Studi Ilmu Ekonomi SPs IPB. Tak lupa ucapan terima kasih untuk teman-teman IPB kelas khusus Ilmu Ekonomi atas segala bantuannya selama di IPB.

Ungkapan terima kasih terdalam untuk istri (Afrinia Eka Sari, STP) dan anak tercinta (Danish Zaim SR dan Malika Tenri Safrina) atas segala doa, kasih sayang, dukungan, dan kesabaran yang diberikan. Kepada orang tua dan saudaraku yang senantiasa mendoakan sehingga penulis mampu menyelesaikan pendidikan ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat kekurangan dikarenakan keterbatasan ilmu dan pengetahuan. Besar harapan penulis bahwa tesis ini dapat memberikan kontribusi dalam proses pembangunan dan bermanfaat untuk pengembangan penelitian di masa mendatang.

Bogor, September 2014

(16)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL iv

DAFTAR GAMBAR iv

1.PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Rumusan Masalah 6

Tujuan 6

2.TINJAUAN PUSTAKA 7

Ketimpangan Pendapatan 7

Teori Pertumbuhan Ekonomi 8

Model Romer 9

Model Lucas 9

Pendapatan Regional 10

Pendidikan 12

Ketimpangan Pendidikan 12

Ketimpangan Pendidikan dan Ketimpangan Pendapatan 13 Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Pendapatan 15

Tinjauan Empiris 16

Kerangka Penelitian 19

Hipotesa Penelitian 20

3.METODE PENELITIAN 20

Jenis dan Sumber Data 20

Metode Analisis 20

Analisis Deskriptif 21

Analisis Indeks Gini Pendidikan 21

Analisis Indeks Gini Pendapatan 23

Analisis Regresi Data Panel 23

Spesifikasi Model Penelitian 25

Definisi Operasional 26

4.HASIL DAN PEMBAHASAN 26

Ketimpangan Pendidikan 26

Anggaran Pendidikan 29

PDRB Provinsi Jawa Barat 30

Ketimpangan Pendapatan 32

Distribusi Ketimpangan Pendidikan dan Ketimpangan Pendapatan 34 Determinan Ketimpangan Pendapatan di Provinsi Jawa Barat 36

5.KESIMPULAN DAN SARAN 39

DAFTAR PUSTAKA 40

LAMPIRAN 45

(17)

DAFTAR TABEL

1. Delapan provinsi dengan gini ratio tertinggi di Indonesia

tahun 2008-2012 2

2. Rata-rata PDRB Provinsi Jawa Barat menurut sektoral 3 3. Penyerapan tenaga kerja sektoral Jawa Barat tahun 2008-2012 4

4. Jenis dan sumber data dalam penelitian 21

5. Variabel yang digunakan dalam penelitian 26 6. Ketimpangan pendidikan kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat 27 7. Anggaran pendidikan, proporsi anggaran pendidikan

dan rata-rata lama sekolah kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat 30 8. PDRB per sektor ekonomi Provinsi Jawa Barat tahun 2007-2012 31 9. Ketimpangan pendapatan kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat 33 10.Hasil estimasi variabel yang mempengaruhi ketimpangan pendapatan 38

DAFTAR GAMBAR

1. Angka partisipasi sekolah provinsi yang terendah Tahun 2012 5

2. Kurva Lorenz 8

3. Kurva Kuznet 15

4. Diagram alur kerangka penelitian 19

5. Analisis kuadran ketimpangan pendidikan dengan

ketimpangan pendapatan pada Tahun 2012 36

DAFTAR LAMPIRAN

1. Desa yang tidak memiliki SMP 45

2. Rata-rata lama sekolah kepala rumah tangga 46

3. Indeks Gini Pendidikan 47

4. Indeks Gini Pendapatan 48

5. Hasil pengujian antara fixed effect dengan pooled least square

(Uji Chow) 49

6. Pemilihan antara REM dan FEM dengan uji Hausman 50 7. Uji heterosdastisitas pada model terpilih 51

8. Uji autokorelasi pada model terpilih 52

(18)
(19)

1

1.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita serta pemerataan pendapatan bagi penduduk suatu negara. Pembangunan juga dapat dirumuskan sebagai sebuah proses dinamis yang merupakan satu kesatuan kegiatan dalam berbagai aspek kehidupan manusia yaitu meliputi aspek ekonomi, sosial, dan budaya. Ketiga aspek kehidupan manusia tersebut saling berkaitan satu sama lain, dimana apabila salah satunya tidak dapat terpenuhi, maka kegiatan pembangunan tersebut menjadi tidak seimbang.

Pembangunan ekonomi tak dapat lepas dari ketimpangan pendapatan. Keberlanjutan pembangunan ekonomi sangat tergantung pada ketimpangan pendapatan. Ketimpangan pendapatan yang tinggi akan berakibat pada kekakuan sosial, menghambat mobilitas sosial, dan selanjutnya melemahkan kesatuan sosial yang mengancam keberlanjutan perkembangan ekonomi dan keutuhan bangsa.

Ketimpangan pendapatan tidak hanya dihadapi oleh negara sedang berkembang, namun negara maju sekalipun tidak terlepas dari permasalahan ini. Perbedaannya terletak pada proporsi atau besar kecilnya tingkat kesenjangan dan tingkat kesulitan mengatasinya yang dipengaruhi oleh luas wilayah dan jumlah penduduk suatu negara. Negara maju menunjukkan tingkat kesenjangan pendapatan yang relative kecil dibanding negara sedang berkembang, dan untuk mengatasinya tidak terlalu sulit mengingat GDP dan GNP mereka relatif tinggi. Walaupun demikian, masalah ini bukan hanya menjadi masalah internal suatu negara, namun telah menjadi permasalahan bagi dunia internasional.

Ketimpangan pendapatan merupakan suatu kondisi dimana distribusi pendapatan yang diterima masyarakat tidak merata. Tingginya pertumbuhan ekonomi pada suatu negara pada awalnya akan meningkatkan terjadinya ketimpangan pendapatan, dimana manfaat dari pertumbuhan ekonomi hanya dinikmati oleh sebagian penduduk suatu negara. Perbedaan pendapatan timbul karena adanya perbedaan dalam kepemilikan sumber daya dan faktor produksi terutama kepemilikan barang modal (capital stock). Masyarakat yang memiliki faktor produksi yang lebih banyak akan memperoleh pendapatan yang lebih banyak pula.

(20)

2

Ketimpangan pendapatan di Indonesia cenderung mengalami kenaikan, hal ini dapat dilihat dari 8 provinsi yang memiliki gini ratio yang tertinggi secara nasional (Tabel 1). Angka gini ratio Indonesia mengalami kenaikan, gini ratio pada tahun 2008 sebesar 0,35 meningkat menjadi 0,41 pada tahun 2012. Peningkatan ketimpangan pendapatan di Indonesia merupakan masalah serius dan perlu untuk diatasi.

Ketimpangan pendapatan yang semakin tinggi memiliki dampak sosial yang cukup serius. Makin tinggi derajat ketimpangan, maka potensi konflik sosial akan makin besar. Konflik buruh yang terjadi sepanjang tahun 2012 adalah salah satunya. Buruh sebagai salah satu faktor produksi dan konsumsi tidak mendapatkan manfaat dari tingginya pertumbuhan ekonomi.

Tabel 1. Delapan provinsi dengan gini ratio tertinggi di Indonesia tahun 2008-2012.

Sumber : BPS 2013.

Provinsi Jawa Barat termasuk dalam 8 (delapan) provinsi yang memiliki gini ratio tertinggi dalam 5 tahun terakhir di Indonesia. Gini ratio di provinsi Jawa barat cenderung meningkat setiap tahunnya, hal ini sejalan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi maka semakin besar pendapatan per kapita sehingga perbedaan pendapatan antara kaum miskin dan kaum kaya akan semakin tinggi. Hal ini disebabkan adanya perubahan struktural dalam pembangunan ekonomi, dimana dalam prosesnya sektor industri dan jasa cenderung berkembang dan terjadi pergeseran dari sektor tradisional ke sektor modern. Selama masa transisi tersebut, produktifitas dan upah tenaga kerja di sektor modern/industri lebih tinggi daripada sektor tradisional/pertanian, sehingga pendapatan perkapita yang diterima juga lebih tinggi, akibatnya ketidakmerataan pendapatan antara kedua sektor tersebut meningkat (Kuznets, 1955).

Pertumbuhan ekonomi berdasarkan PDRB atas harga konstan Provinsi Jawa Barat menduduki peringkat ke tiga tertinggi di Indonesia setelah DKI Jakarta dan Jawa Timur. Kondisi perekonomian Provinsi Jawa Barat tumbuh dan berkembang secara positif. Pertumbuhan dan perkembangan perekonomian Provinsi Jawa Barat itu merupakan akumulasi total dari pertumbuhan dan perkembangan output dari sektoral ekonominya.

Pembangunan ekonomi daerah pada dasarnya adalah sebuah proses

Provinsi 2008 2009 2010 2011 2012

DKI Jakarta 0.33 0.36 0.36 0.44 0.42

DI Yogyakarta 0.36 0.38 0.41 0.40 0.43

Bali 0.30 0.31 0.37 0.41 0.43

Sulawesi Utara 0.28 0.31 0.37 0.39 0.43

Gorontalo 0.34 0.35 0.43 0.46 0.44

Papua 0.40 0.38 0.41 0.42 0.44

Papua Barat 0.31 0.35 0.38 0.40 0.43

Jawa Barat 0.35 0.36 0.36 0.41 0.41

(21)

3 pengelolaan berbagai potensi sumberdaya ekonomi daerah. Potensi ekonomi daerah tersebut masing-masing dikelompokkan dalam berbagai sektor ekonomi. Masing-masing sektor ekonomi yang berkembang di daerah akan berupaya untuk memaksimumkan produksi seluruh komoditas dalam sektor ekonominya. Sektor ekonomi yang mampu memberikan sumbangan proporsi yang besar dalam perekonomian daerah. Demikian pula dalam pembangunan ekonomi di Provinsi Jawa Barat, yang merupakan sebuah proses pengelolaan berbagai potensi sumberdaya ekonomi yang ada di Provinsi Jawa Barat. Sektor-sektor ekonomi yang ada di Provinsi Jawa Barat adalah potensi yang dibutuhkan untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi daerah.

Sektor ekonomi yang mendominasi perekonomian Provinsi Jawa Barat seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 2 adalah sektor industri pengolahan dengan nilai proporsi terhadap PDRB Provinsi Jawa Barat sebesar 43 persen.

Tabel 2. Rata-rata PDRB Provinsi Jawa Barat menurut sektoral

Sektoral

Rata-Rata PDRB Periode 2007-2012 (juta

rupiah)

Rata-rata Proporsi periode tahun

2007-2012 (persen)

Pertanian 39,992,535 13

Pertambangan dan Galian 7,011,300 2

Industri Pengolahan 136,195,676 43

Listrik Gas dan Air Bersih 6,894,413 2

Bangunan 11,594,835 4

Perdagangan Hotel dan Restoran 67,467,823 21

Pengangkutan dan Komunikasi 15,079,269 5

Keuangan, persewaan dan Jasa Perusahaan 10,516,611 3

Jasa-Jasa 21,497,062 7

Total 316,249,526 100

Sumber : BPS 2013.

Sektor industri pengolahan dengan nilai proporsi terhadap PDRB Provinsi Jawa Barat yang tinggi sejalan dengan meningkatnya penyerapan tenaga kerja di sektor industri pengolahan pada tahun 2008 sebesar 17.81 % menjadi 20.58% pada tahun 2012 dan penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian justru mengalami penurunan dari 25.56% padatahun 2008 menjadi 19.96 % pada tahun 2012.

(22)

4

pengaruhnya terhadap peningkatan ketimpangan pendapatan di Provinsi Jawa Barat sangat besar.

Tabel 3. Penyerapan tenaga kerja sektoral Jawa Barat tahun 2008-2012 (persen).

Sektor 2008 2009 2010 2011 2012

Pertanian 25.56 25.18 23.4 21.05 19.96

Pertambangan dan Galian 0.587 0.57 0.67 0.75 0.89

Industri Pengolahan 17.81 18.18 20.01 20.46 20.58

Listrik Gas dan Air Bersih 0.23 0.26 0.35 0.21 0.41

Bangunan 6.19 5.72 5.94 6.28 7.54

Perdagangan Hotel dan Restoran 25.37 25.46 25.83 26.09 26.47

Pengangkutan dan Komunikasi 8.47 8.51 7.13 6.28 6.13

Keuangan, persewaan dan Jasa Perusahaan 1.62 1.57 1.99 2.83 3.15

Jasa-Jasa 14.14 14.53 15.68 15.46 14.87

Sumber : BPS 2014

Meningkatnya ketimpangan pendapatan di Indonesia, salah satu penyebabnya adalah sektor pendidikan. Ketimpangan pendapatan yang terjadi dapat diakibatkan oleh tingginya angka pengangguran, korupsi, inflasi, bencana alam, perkembangan teknologi, dan ketimpangan pendidikan (Anneli, 2005). Oleh karena itu sesuai dengan target pembangunan millenium (millenium development goals atau MDGs), peningkatan akses terhadap pendidikan menjadi fokus utama pemerintah. Peningkatan anggaran pendidikan dan subsidi biaya pendidikan khususnya bagi keluarga miskin diharapkan dapat membebaskan sebagian besar biaya pendidikan yang selama ini ditanggung oleh siswa dan penyediaan sarana pendidikan termasuk pembangunan sekolah diseluruh daerah merupakan bentuk intervensi pemerintah untuk mengurangi pengaruh ketimpangan pendidikan diantaranya akses sektor pendidikan sehingga pendidikan dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat.

Target pendidikan pada MDG tujuan ke-2 yakni penyelesaian pendidikan pendidikan dasar sepertinya akan terwujud dengan mudah karena perhatian pemerintah terhadap sektor pendidikan dasar sangat tinggi, hal ini bisa dilihat dari peningkatan anggaran pendidikan sehingga mampu meningkatkan partisipasi sekolah di level pendidikan dasar mencapai rata-rata 99% pada Tahun 2012.

(23)

5 masih jauh dari harapan dan target MDGs.

Selain itu pencapaian pendidikan di Jawa Barat yang dapat dilihat dari angka partisipasi sekolah (APS) Provinsi Jawa Barat pada Tahun 2012 cukup memprihatinkan. Angka partisipasi sekolah (APS) pada pendidikan SMA/Sederajat merupakan urutan ke 3 terendah di Indonesia dan angka partisipasi sekolah (APS) pada pendidikan tinggi merupakan urutan ke 5 terendah di Indonesia (Gambar 1).

Sumber : BPS 2012

Gambar 1. Angka partisipasi sekolah provinsi yang terendah tahun 2012

Menurut Risti (2009), walaupun terjadi peningkatan angka partisipasi sekolah, angkatan kerja Indonesia masih didominasi oleh pekerja berpendidikan rendah. Mayoritas pekerja (32%) hanya menyelesaikan sekolah dasar dan hampir 30% pekerja tidak pernah menyelesaikan pendidikan dasar dan 23% pekerja telah menyelesaikan pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Sementara itu, struktur tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat didominasi pekerja tidak terampil dengan tingkat pendidikan sekolah dasar. Mayoritas angkatan kerja yang bekerja di Provinsi Jawa Barat adalah yang berpendidikan SD ke bawah (47,68 persen), sedangkan yang tamat diploma dan universitas hanya 8.61 persen (BPS, 2014). Pendidikan rendah berarti tingkat upah yang rendah. Dengan tingkat upah yang rendah, para pekerja itu tidak mampu membiayai pendidikan, sehingga di masa yang akan datang kembali menghasilkan tenaga kerja tidak terampil dengan produktivitas yang rendah dan pendapatan yang rendah. Hal ini mengakibatkan terjadinya ketimpangan pendidikan dan ketimpangan pendapatan rumah tangga di Provinsi Jawa Barat.

Permasalahan ketimpangan pendidikan akan mempengaruhi ketimpangan pendapatan di provinsi Jawa Barat. Sejumlah hasil studi yang telah meneliti hubungan antara ketimpangan pendidikan dan ketimpangan pendapatan, menurut Psacharopoulos dan Woodhall (1985) pendidikan dan ketimpangan pendapatan dinegara-negara maju memiliki hubungan yang erat. Hal ini diperkuat oleh Becker dan Chiswick (1966) yang menunjukkan bahwa di seluruh wilayah di Amerika

0  10  20  30  40  50  60  70  80  90  100 

Indonesia  Papua  Sulawesi Barat  Gorontalo  Bangka Belitung  Sulawesi Tengah  Kalimantan Barat  Kalimantan Selatan  Sumatera Selatan  Kalimantan Tengah  Riau  Sulawesi Selatan  Sulawesi Tenggara  Sulawesi Utara  Jawa Barat  Kalimantan Tengah 

PT (19‐24thn) 

SMA(16‐18 thn) 

(24)

6

Serikat, ketimpangan pendidikan berkorelasi positif dengan ketimpangan pendapatan.

Ketimpangan pendidikan juga akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan. Berdasarkan hasil penelitian Digdowiseiso (2009), dengan menggunakan data di 23 provinsi pada tahun 1996-2005, menunjukkan bahwa peningkatan kualitas sumberdaya manusia dipengaruhi oleh distribusi pendapatan dalam hal ini ketimpangan pendapatan dan pembangunan sumberdaya manusia berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Studi yang meneliti hubungan ketimpangan pendidikan, pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan khususnya di Indonesia masih jarang ditemukan apalagi dalam lingkup regional. Oleh karena itu penelitian ini menjadi menarik untuk dilakukan di Provinsi Jawa Barat.

Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, studi ini dilakukan untuk menjawab beberapa pertanyaan berikut :

1. Bagaimana ketimpangan pendapatan yang terjadi di kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat ?.

2. Bagaimana ketimpangan pendidikan yang terjadi di kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat ?.

3. Bagaimana pengaruh ketimpangan pendidikan, anggaran pendidikan, pertumbuhan ekonomi, PDRB sektor industri pengolahan dan sektor pertanian terhadap ketimpangan pendapatan di Provinsi Jawa Barat ?.

Tujuan

Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah seperti yang dijelaskan sebelumnya, maka studi ini bertujuan untuk :

1. Menghitung ketimpangan pendapatan yang terjadi di kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat.

2. Menghitung ketimpangan pendidikan yang terjadi di kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat.

(25)

7 2. TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Teori

Ketimpangan Pendapatan

Ketimpangan pendapatan merupakan perbedaan pendapatan yang diterima oleh setiap individu atau rumah tangga dalam suatu wilayah yang dipengaruhi oleh tingkat produktivitasnya. Ketimpangan pendapatan merupakan masalah yang terjadi jika suatu negara mengalami pertumbuhan ekonomi tinggi, ketimpangan pendapatan yang terjadi menunjukkan bahwa pendapatan rendah dinikmati sebagian besar penduduk dan pendapatan yang besar hanya dinikmati oleh sebagian kecil penduduk. Ketimpangan ditentukan oleh tingkat pembangunan, heterogenitas etnis, ketimpangan juga berkaitan dengan kediktatoran dan pemerintah yang gagal menghargai property rights (Glaeser 2006).

Todaro dan Smith (2006) menyatakan bahwa ketimpangan pendapatan yang ekstrim akan menyebabkan beberapa hal, antara lain:

1. Ketimpangan pendapatan yang ekstrim akan menyebabkan inefisiensi ekonomi.

2. Ketimpangan pendapatan yang ekstrim akan melemahkan stabilitas sosal dan solidaritas.

3. Ketimpangan pendapatan yang ekstrim umumnya dianggap tidak adil. Beberapa ukuran ketimpangan yang sering digunakan antara lain: indeks gini, indeks theil dan ukuran ketimpangan dari bank dunia. Dalam penelitian ini ukuran ketimpangan yang digunakan adalah indeks gini.

Indeks gini adalah salah satu ukuran ketimpangan yang paling sering digunakan untuk mengukur ketimpangan. Indeks gini adalah ukuran ketimpangan agregat yang nilainya berkisar antara nol dan satu. Nilai indeks gini nol artinya tidak ada ketimpangan (pemerataan sempurna) sedangkan nilai satu artinya ketimpangan sempurna.

Indeks gini adalah murni ukuran statistik untuk variabilitas dan ukuran normatif untuk mengukur ketimpangan. Wodon dan Yitzhaki (2002) mengungkapkan kelebihan utama indeks gini, yaitu:

1. Sebagai ukuran statistik untuk variabilitas, indeks gini bisa digunakan untuk menghitung pendapatan negatif, ini adalah salah satu sifat yang tidak dimiliki oleh sebagian ukuran ketimpangan.

2. Indeks gini juga bisa digambarkan secara geometris sehingga lebih mudah untuk diamati dan dianalisis.

3. Indeks gini memiliki dasar teori yang kuat. Sebagai indeks normatif, Indeks gini bisa merepresentasikan teori kemiskinan relatif. Indeks gini juga bisa diturunkan sebagai ukuran ketimpangan berdasarkan aksioma-aksioma keadilan sosial.

(26)

8

Indeks gini bisa dihitung dengan menggunakan Kurva Lorenz. Indeks Gini dirumuskan sebagai rasio antara luas bidang yang terletak antara Kurva Lorenz dan garis diagonal dengan luas separuh segi empat dimana Kurva Lorenz berada seperti pada Gambar 2.

!"#$%&!!"#"=!!"#$%&!!!!"#$!

!"#$%"$ !"#$%&!!"# !

Sumber : Todaro dan Smith 2006 Gambar 2. Kurva Lorenz

Interpretasi melalui kurva Lorenz relatif mudah. Jika kurva Lorenz terletak relatif jauh dari garis 450, berarti ketimpangan besar. Semakin mendekati garis 450, maka ketimpangan semakin kecil (semakin merata).

Teori Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi merupakan proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang yang mengandung dua dimensi, yaitu output per kapita di satu pihak dan jangka panjang di lain pihak. Output per kapita adalah output total atau nasional dibagi dengan jumlah penduduk. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan, yakni sumberdaya manusia, sumberdaya alam, kemajuan teknologi, iklim, sosial budaya, dan sikap masyarakat.

Teori pertumbuhan neoklasik Solow merupakan pilar yang sangat memberi kontribusi terhadap teori pertumbuhan neoklasik, Model Solow merupakan pengembangan dari formulasi Harrod-Domar dengan menambahkan faktor kedua yakni tenaga kerja dengan menambahkan variabel independen teknologi kedalam persamaan pertumbuhan. Namun, berbeda dengan Harrod-Domar yang mengasumsikan skala hasil tetap (constant return to scale) dengan koefisien baku, model Solow berpegang pada konsep skala hasil yang terus berkurang (diminishing return to scale) dari input tenaga kerja dan modal jika keduanya dianalisis terpisah.

(27)

9 ke pertumbuhan yang berkelanjutan dalam output per pekerja. Sebaliknya, tingkat tabungan mengarah ke tingkat pertumbuhan yang tinggi hanya jika kondisi mapan tercapai. Model Solow menganggap kemajuan teknologi sebagai variabel eksogen.

Salah satu kritik terhadap model pertumbuhan Solow adalah penggunaan asumsi perbaikan teknologi yang kurang spesifik, memicu munculnya konsep teori pertumbuhan endogen. Teori ini dipelopori oleh Raul Romer dan Robert Lucas. Teori ini menyebutkan bahwa akumulasi dari modal fisik dan modal sumber daya manusia kemungkinan besar dapat mempertahankan tingkat pertumbuhan ekonomi.

Teori pertumbuhan endogen (endogenous growth theory) yang dipelopori oleh Romer (1986) dan Lucas (1988) memiliki peran dalam menjelaskan model pertumbuhan yang lebih maju, dimana perubahan teknologi bersifat endogen (berasal dari dalam sistem ekonomi) dan memiliki pengaruh pada pertumbuhan jangka panjang. Pengertian modal tidak sekedar modal fisik (physical capital), tetapi mencakup pula modal manusia (human capital).

Teori pertumbuhan endogen merupakan modifikasi dari teori-teori pertumbuhan tradisional dan dirancang untuk menjelaskan fenomena ekuilibrium dalam jangka panjang yang bisa positif dan bervariasi antarnegara. Menurut teori ini, faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan tingkat pendapatan per kapita antarnegara adalah adanya perbedaan stok pengetahuan, kapasitas modal fisik, kualitas modal manusia, dan ketersediaan infrastruktur. Lebih lanjut, dalam proses pertumbuhan endogen dimungkinkan pula ruang bagi munculnya kebijakan, baik pada perekonomian tertutup maupun perekonomian terbuka.

Model Romer

Romer (1986) menyatakan bahwa stok pengetahuan (knowledge stock) merupakan sumber utama peningkatan produktivitas dalam suatu perekonomian. Stok pengetahuan ditempatkan sebagai salah satu faktor produksi yang semakin meningkat, sehingga tingkat pertumbuhan ekonomi setiap negara dapat terus ditingkatkan sesuai dengan kemampuannya dalam menciptakan stok pengetahuan dalam perekonomian.

Romer menyatakan bahwa kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan merupakan faktor penentu cepat atau lambatnya laju perekonomian suatu negara. Menurutnya, pertumbuhan endogen memiliki tiga elemen dasar yakni: (i) adanya perubahan teknologi yang bersifat endogen melalui sebuah proses akumulasi ilmu pengetahuan; (ii) adanya penciptaan ide-ide baru sebagai akibat dari mekanisme limpahan pengetahuan (knowledge spillover); dan (iii) produksi barang-barang konsumsi yang dihasilkan oleh faktor produksi ilmu pengetahuan akan tumbuh tanpa batas.

Secara umum model Romer dirumuskan sebagai berikut:

(2.1) keterangan: Yi adalah output i; Ki adalah stok modal; Li adalah tenaga kerja; A adalah stok pengetahuan agregat; dan t adalah waktu.

Model Lucas

Model yang dikembangkan oleh Lucas (1988) menjelaskan dua tipe modal, yakni modal fisik dan modal manusia, yang menentukan tingkat output produksi.

!!"!=!!!"

! !!!!"

! !!

!

(28)

10

Secara umum model Lucas dirumuskan sebagai berikut:

(2.2) keterangan: Y adalah output produksi; A adalah konstanta (tidak lagi mencerminkan kemajuan teknologi sebagaimana teori-teori sebelumnya); K adalah modal fisik; L adalah jumlah pekerja; u adalah fraksi masa kerja; H adalah rata-rata pengetahuan yang dimiliki pekerja, sebagai indikator kualitas modal manusia.

Lucas berhipotesis bahwa pekerja mengakumulasi pengetahuannya dengan meluangkan waktu di luar waktu kerja untuk mendapatkan suatu keterampilan (learning by schooling), yang mengikuti hukum berikut ini:

(2.3) keterangan: h menyatakan tingkat pertumbuhan modal manusia sepanjang waktu; H adalah stok modal manusia; (1-u) adalah waktu untuk belajar; dan j adalah kemampuan belajar, yang diasumsikan positif dan linear dengan tingkat pengetahuan yang diperoleh.

Modal manusia dalam model Lucas adalah hasil simultan dari proses produktif dan merupakan sumber kenaikan produktivitas. Dalam kondisi mapan (steady state), terdapat dua elemen endogen yang dapat membangkitkan per tumbuhan output per kapita yakni: (i) eksternalitas pasar tenaga kerja terampil (parameter φ) yang menunjukkan kemampuan sistem ekonomi untuk mencapai skala pengembalian yang meningkat; dan (ii) kemampuan belajar (parameter j) yang menentukan tingkat akumulasi pengetahuan (Capello, 2007).

Pendapatan Regional

Pertumbuhan ekonomi dalam pengertian ekonomi makro adalah penambahan nilai PDB riil, yang berarti peningkatan pendapatan nasional. Pertumbuhan ekonomi ada dua bentuk: ekstensif yaitu dengan penggunaan lebih banyak sumber daya atau intensif yaitu dengan penggunaan sejumlah sumber daya yang lebih efisien (lebih produktif). Ketika pertumbuhan ekonomi dicapai dengan menggunakan banyak tenaga kerja, hal tersebut tidak menghasilkan pertumbuhan pendapatan per kapita. Karena pertumbuhan ekonomi yang dicapai harus dibagi juga dengan pertambahan penduduk (dalam hal ini tenaga kerja). Namun ketika pertumbuhan ekonomi dicapai melalui penggunaan sumberdaya yang lebih produktif, termasuk tenaga kerja, hal tersebut menghasilkan pendapatan per kapita yang lebih tinggi dan meningkatkan standar hidup rata-rata masyarakat.

Konsep PDB digunakan pada tingkat nasional, sedangkan untuk tingkat provinsi dan kabupaten/kota digunakan konsep PDRB. Pendapatan domestik bruto atau PDRB dapat diukur dengan 3 macam pendekatan, yaitu pendekatan produksi, pendekatan pendapatan dan pendekatan pengeluaran (Tambunan, 2009). Pendekatan produksi dan pendekatan pendapatan adalah pendekatan dari sisi penawaran agregat (Aggregate Supply - AS) sedangkan pendekatan pengeluaran adalah pendekatan dari sisi permintaan agregat (Aggregate Demand - AD).

PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) adalah jumlah nilai output dari semua sektor ekonomi atau lapangan usaha jika dilihat dari pendekatan produksi. Penghitungan PDRB dapat dikelompokkan menjadi 9 sektor, yaitu:

!!=!!! !

!(!!!!!!!!)!!!!

!!

! !

!
(29)

11

!!"#$ =! !"! !

!!!

!

!"#$ =! !"#! !

!!!

!

!

=

Δ!"#$

=

!"#$

!

!"#$

!!!

!"#$

!!!

!

1. Pertanian

2. Pertambangan dan penggalian 3. Industri pengolahan

4. Listik, gas dan air bersih 5. Bangunan

6. Perdagangan, hotel dan restoran 7. Pengangkutan dan komunikasi

8. Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 9. Jasa-jasa

Sehingga PDRB dengan pendekatan produksi dapat dirumuskan sebagai berikut :

(2.4)

dimana,

i = 1,2,3, ..., 9

NOi = nilai output sektor ke – i

Penghitungan PDRB dengan pendekatan pendapatan dirumuskan sebagai jumlah pendapatan yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi di masing-masing sektor. Pendapatan itu berupa upah/gaji bagi tenaga kerja, bunga atau hasil investasi bagi pemilik modal, sewa tanah bagi pemilik lahan dan keuntungan bagi pengusaha. Sehingga PDRB dapat dirumuskan sebagai berikut :

(2.5)

dimana,

i = 1,2,3, ..., 9

NTBi = nilai tambah bruto sektor ke – i

PDRB menurut pendekatan pengeluaran adalah jumlah dari semua komponen dari permintaan akhir, yaitu: konsumsi rumahtangga (C), pembentukan modal tetap bruto (I), konsumsi pemerintah (G), ekspor (X) dan impor (M). Sehingga PDRB dapat dirumuskan sebagai berikut :

PDRB = C + I + G + X – M (2.6)

Pertumbuhan PDRB atau biasa disebut pertumbuhan ekonomi dapat dirumuskan sebagai:

(2.7)

dimana,

y = pertumbuhan ekonomi

PDRBt = PDRB tahun ke-t

PDRBt-1 = PDRB tahun sebelumnya (t-1)

(30)

12

!!!"#$%!&'%= !"#$

!"#$%ℎ!!"#$%$%&!

(2.8)

Pertumbuhan PDRB per kapita dirumuskan sebagai berikut:

(2.9)

Pendidikan

Proses pendidikan merupakan upaya yang dilakukan untuk mempersiapkan generasi muda melalui peningkatan pengetahuan diri dalam menghadapi dunia kerja. Secara umum dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mendefinisikan pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Menurut Boediono dan Ghozali (1999) pendidikan bertujuan menghasilkan keluaran langsung dari proses pendidikan dan keluaran jangka panjang dari proses pendidikan. Proses pendidikan meliputi unsur input, proses, dan output. Agar keluaran pendidikan berkualitas, berbagai unsur input seperti

raw input (peserta didik) dan instrumental input (kurikulum, sarana prasarana pendidikan, dan guru/tenaga administrasi) diproses dalam pembelajaran secara efisien dan efektif.

Konsep pendidikan sebagai sebuah investasi, semakin diyakini oleh setiap negara bahwa pembangunan sektor pendidikan merupakan prasyarat kunci bagi pertumbuhan dan pembangunan sektor lainnya. Oleh karena itu anggaran pendidikan di Indonesia cenderung meningkat sampai saat ini. Pendidikan telah diidentifikasi sebagai faktor kunci dalam pembangunan ekonomi dan sosial, dan kesetaraan akses pendidikan yang berkualitas telah menjadi bagian penting dari kebijakan pembangunan.

Melalui pendekatan modal manusia, menegaskan bahwa investasi dalam pendidikan mengarah pada pembentukan modal manusia sebagai faktor kunci dalam pertumbuhan ekonomi. Melalui pendidikan, orang mengembangkan keterampilan dan menghasilkan pengetahuan yang berubah menjadi peningkatan produktivitas, sehingga pendapatan meningkat dan pertumbuhan ekonomi meningkat. Selanjutnya, peningkatan pendapatan dan pertumbuhan diharapkan dapat mengurangi kemiskinan.

Ketimpangan Pendidikan

Ketimpangan pendidikan merupakan suatu kondisi yang menggambarkan pemerataan pendidikan yang diterima oleh masyarakat. Ketimpangan pendidikan menjadi sangat penting dalam mengetahui efektifitas dari sistem pendidikan dan sebagai alat ukur untuk mengevaluasi proses pendidikan. Ketimpangan pendidikan dapat diakibatkan oleh berbagai macam faktor yang terkait dengan akses terhadap jenjang pendidikan. Menurut Tesfeye (2002) terdapat 4 faktor yang

Δ!!!!"#$%!&'% =!! −!!!!

(31)

13 mempengaruhi ketimpangan pendidikan yakni 1. Karakteristik keluarga yang terdiri dari pendapatan, tingkat kesejahteraan, ukuran keluarga, tingkat pendidikan orang tua, 2. Karakteristik anak atau siswa yang terdiri dari tingkat kemampuan siswa, kesehatan, gizi, daya kognitif, dan jenis kelamin, 3. Kualitas pendidikan di antaranya kualitas pengajaran, rasio siswa dan guru, ukuran kelas, kualifikasi guru, kualitas ruang kelas dan peralatan belajar, kurikulum, infrastruktur sekolah dan pemeliharaan rutin, pasokan listrik, fasilitas air minum dan toilet, 4. Tingkat rate of return dari pendidikan.

Sementara itu menurut Digdowiseiso (2010), ketimpangan pendidikan di Indonesia dapat diukur dari 4 indikator pendidikan yaitu; 1. Angka partisipasi sekolah, 2. Angka partisipasi murni, 3. Pencapaian pendidikan yakni jumlah siswa yang menyelesaikan beberapa jenjang pendidikan, 4. Literacy rate, kemampuan individu para siswa untuk membaca dan menulis.

Negara dengan tingkat ketimpangan pendidikan tinggi secara konsisten menunjukkan tingkat inovasi yang lebih rendah, rendahnya tingkat efisiensi produksi, dan kecenderungan untuk mentransmisi kemiskinan lintas generasi (World Bank 2007).

Ketimpangan pendidikan juga dapat diukur dengan menggunakan Indeks Gini dan kurva Lorenz. Selain untuk menghitung ketimpangan pendapatan, Indeks Gini juga dapat digunakan untuk mengukur ketimpangan pendidikan, ketimpangan kepemilikan tanah. Indeks gini pendidikan dengan angka berkisar 0 menunjukkan kesetaraan/distribusi sempurna dan jika mendekati angka 1 maka dapat dikatakan ketimpangan yang tinggi.

Digdowiseiso (2010) dalam penelitiannya mengenai ketimpangan pendidikan di Indonesia dari tahun 1999-2005 dengan menggunakan Koefisien Gini Pendidikan dan Kurva Lorenz dalam menganalisa ketimpangan pendidikan berdasarkan aspek area dan gender. Hasilnya menunjukkan bahwa gini pendidikan mengalami penurunan dari 0.35 pada tahun 1999 menjadi 0.32 pada tahun 2005. Penurunan paling drastis terjadi di provinsi Kalimantan Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Sulawesi Utara dan Sulawesi Tenggara dan ketimpangan pendidikan yang rendah terjadi di provinsi DKI Jakarta serta ketimpangan pendidikan tertinggi terjadi di Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Sementara itu ketimpangan pendidikan Tambunan (2013), menggunakan indeks gini pendidikan untuk mengetahui ketimpangan pendidikan di Provinsi Riau menggunakan data lama sekolah individu yang diolah dari hasil survei rumah tangga di Indonesia. Hasilnya menunjukkan bahwa Gini pendidikan Provinsi Riau termasuk dalam kategori ketimpangan yang rendah selama periode 2005-2011. Selama periode tersebut gini pendidikan Provinsi Riau menunjukkan tren yang menurun sejak tahun 2007 namun pada tahun 2011 gini pendidikan Provinsi Riau meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini dapat disebabkan oleh pergeseran proporsi penduduk usia kerja. Jumlah penduduk usia kerja yang memiliki lama sekolah kurang dari enam tahun (setara dengan tidak tamat SD) pada tahun 2010 sebesar 13.7% sedangkan pada tahun 2011 menjadi 15.8%.

Ketimpangan Pendidikan dan Ketimpangan Pendapatan

(32)

14

pendidikan. Pendidikan di sini merupakan faktor penting dalam menentukan tingkat upah dan memberikan kontribusi besar terhadap distribusi pendapatan di masyarakat. Sudah bukan rahasia lagi bahwa bekerja adalah sumber utama pendapatan bagi sebagian besar individu dalam masyarakat, dan karena pekerjaan dan pengangguran merupakan penyebab signifikan dari buruknya distribusi pendapatan.

Mengingat biaya pendidikan yang semakin tinggi, masyarakat miskin dan akan memperoleh pendidikan yang lebih rendah dibanding dengan masyarakat kaya begitu juga dengan kualitas pendidikan yang diperoleh akan berbeda pula. Hal ini memperkuat bahwa pendidikan merupakan faktor penentu penting dari tingkat upah atau pendapatan, perbedaan ini akan menyebabkan kesenjangan pendapatan.

Schultz (1961) menyatakan bahwa perubahan pada modal manusia merupakan faktor dasar dalam mengurangi ketimpangan pendapatan. Ahluwalia (1976) menjelaskan proses pendidikan dalam mempengaruhi distribusi pendapatan, melalui peningkatan pengetahuan dan keahlian tenaga kerja. Hal ini akan menghasilkan pergeseran dari pekerjaan bergaji rendah bagi pekerja tidak terampil ke pekerjaan yang dibayar tinggi bagi pekerja terampil. Pergeseran ini menghasilkan pendapatan pekerja yang lebih tinggi.

Peningkatan jumlah orang yang lebih terdidik dan terampil akan mengurangi rasio orang yang kurang berpendidikan dalam angkatan kerja total, sehingga akan mengurangi perbedaan keterampilan. Over supply di pasar tenaga kerja dari orang yang lebih terdidik dan terampil, tanpa ada perubahan dalam permintaan, akan menurunkan upah pekerja trampil dan menaikkan upah pekerja tidak trampil, sehingga secara keseluruhan memberikan kontribusi untuk pengurangan perbedaan penghasilan di pasar tenaga kerja. Dengan demikian, efek perluasan pendidikan tidak hanya terhadap upah mereka yang berpendidikan lebih tinggi, tetapi juga bagi mereka yang berpendidikan lebih rendah (Ahluwalia, 1976).

Berdasarkan hasil penelitian Abdelbaki (2012) dengan menganalisis data pengeluaran rumah tangga dan survei pendapatan di Bahrain, menunjukkan korelasi positif antara tingkat pendidikan tiap kepala keluarga dengan pendapatan keluarga. Keluarga miskin dan daerah miskin mengalami kesulitan untuk memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi, dan kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan dengan upah yang layak menjadi lebih rendah. Penyebab ketimpangan pendidikan di Bahrain adalah perbedaan dalam biaya pendidikan, ketersediaan sekolah swasta, dan belanja pemerintah dalam bidang pendidikan .

Ketimpangan pendapatan juga diakibatkan oleh bergesernya permintaan tenaga kerja yang tidak terampil menjadi tenaga kerja terampil. Pilihan pekerjaan dan tingkat gaji serta produktivitas di dunia kerja dapat ditentukan dari jenjang pendidikan yang ditempuh. Pendidikan juga dapat menggeser komposisi angkatan kerja jauh dari tidak terampil menjadi terampil yang dalam jangka panjang diharapkan dapat mengurangi ketimpangan pendapatan (Schultz, 1961).

(33)

15 pendidikan memainkan peran penting sebagai sinyal kemampuan dan produktivitas di pasar kerja. Meskipun pendidikan belum tentu selalu menghasilkan sinyal yang akurat mengenai produktivitas tenaga kerja dan informasi yang terbatas memaksa pengusaha untuk menggunakan pendidikan sebagai indikator utama (Stiglitz,1973).

Abdullah (2011) pendidikan memiliki pengaruh yang besar terhadap distribusi pendapatan dimana pendidikan dapat mengurangi perbedaan pendapatan antara orang kaya dan orang miskin, selain itu ketimpangan pendidikan memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap terjadinya ketimpangan pendapatan.

Dalam hasil penelitian Checchi (2001) yang menganalisa hubungan ketimpangan ketimpangan pendidikan (rata-rata lama sekolah) dan ketimpangan pendapatan dengan menggunakan indeks gini pendidikan, hasilnya menunjukkan bahwa rata-rata lama sekolah memiliki pengaruh negative terhadap ketimpangan pendapatan. Peningkatan akses pendidikan dapat menurunkan terjadinya ketimpangan pendapatan karena hal ini akan menghasilkan tenaga kerja yang banyak dan memiliki pendidikan yang tinggi serta didukung oleh peningkatan inovasi teknologi serta lapangan kerja yang memadai maka akan mengurangi terjadinya ketimpangan pendapatan.

Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Pendapatan

Hubungan pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan dapat dilihat dengan menggunakan kurva kuznet. Kuznets (1955) membuat hipotesis hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan ketidakmerataan pendapatan membentuk kurva U-terbalik (inverted- U curve) dimana ketimpangan pada awalnya akan meningkat dan kemudian terjadi penurunan terhadap pertumbuhan ekonomi. (Gambar 3). Hipotesa ini diakibatkan oleh terjadinya pergeseran tenaga kerja pada sektor pertanian ke sektor industri. Sektor industri dianggap lebih produktif dibanding sektor pertanian.

Sumber : Todaro dan Smith 2006 Gambar 3. Kurva Kuznet

(34)

16

transisi tersebut, produktifitas dan upah tenaga kerja di sektor modern lebih tinggi daripada sektor tradisional, sehingga pendapatan perkapita yang diterima juga lebih tinggi, akibatnya ketidakmerataan pendapatan antara kedua sektor tersebut meningkat. Sehingga pada awal pembangunan, pendapatan perkapita dan kesenjangan pendapatan yang masih rendah, selanjutnya kesenjangan pendapatan meningkat sejalan dengan meningkatnya pendapatan perkapita. Setelah melampaui titik kulminasi akan terjadi perbaikan pada distribusi pendapatan.

Model Harrod-Domar juga memprediksi ketimpangan pendapatan yang tinggi dapat terjadi ketika pertumbuhan ekonomi yang tinggi, model ini memberikan argumentasi yang kuat tentang hubungan ketimpangan pendapatan dengan pertumbuhan ekonomi dimana pendapatan yang tinggi banyak dinikmati oleh penduduk kaya yang digunakan untuk saving dan investasi sementara itu penduduk miskin lebih memilih untuk meningkatkan komsumsi.

Prapti (2006) dalam penelitiannya menemukan bahwa meskipun secara keseluruhan tingkat kesenjangan pendapatan penduduk di 35 Kabupaten/ Kota di Jawa Tengah relatif rendah (masih di bawah angka 0.3) namun terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi akan diikuti dengan meningkatnya tingkat ketimpangan pendapatan penduduk di sebagian besar Kabupaten/ Kota di Jawa Tengah selama periode tahun 2001-2004.

Namun dengan seiring perkembangan studi diberbagai negara di dunia yang meneliti hubungan pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan, hipotesis Kuznet mendapatkan pertentangan dikalangan ekonom di dunia. Anand dan Kanbur (1984), studi-studi hipotesis Kuznet menggunakan data yang memiliki kelemahan dan menggunakan metodologi yang masih dipertanyakan. Chen dan Ravallion (1997) dan Esterly (1999) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi terhadap perubahan pendapatan dan perubahan ketimpangan tidak berkorelasi.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan pendapatan berbeda-beda tergantung pada data dan metodologi yang digunakan. Pengaruh pertumbuhan ekonomi bisa positif, artinya peningkatan pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan ketimpangan pendapatan, atau bahkan tidak ada hubungan sistematis.

Tinjauan Empiris

Beberapa studi empiris yang menjelaskan hubungan ketimpangan pendidikan dan pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan pendapatan, telah banyak dilakukan oleh para ahli di berbagai negara.

(35)

17 berperan terhadap menurunkan ketimpangan pendapatan.

Teulings dan Rens (2003) meneliti hubungan pendidikan, pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan dari tahun 1960-1990 dengan interval 5 tahun di 98 negara. Dengan menggunakan data panel cross-country, penelitian ini bertujuan menunjukkan hubungan dalam jangka panjang tingkat pendidikan, GDP,

social return dan ketimpangan pendapatan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hubungan negatif antara tingkat pendidikan terhadap private return dan

social return bagi para pekerja. Selain itu penelitian ini tidak menemukan pengaruh dari peningkatan pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi.

Abdelbaki (2012) menganalisis ketimpangan pendapatan dan ketimpangan pendidikan di Bahrain dari tahun 1980-2006. Penelitian menghasilkan hubungan positif antara tingkat pendidikan orang tua dengan pendapatan keluarga, ketimpangan pendapatan mengakibatkan terjadinya ketimpangan pendidikan dan ketimpangan pendidikan di Bahrain diakibatkan oleh disparitas biaya pendidikan di sekolah swasta dan pengeluaran pemerintah di bidang pendidikan.

Checchi (2001) meneliti hubungan ketimpangan pendidikan dan ketimpangan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi di 113 negara dari tahun 1960-1995. Dengan menggunakan indeks gini pendidikan meneliti hubungan hubungan ketimpangan pendidikan (rata-rata lama sekolah) dan ketimpangan pendapatan, melalui regresi multivariate, rata-rata lama sekolah memiliki hubungan negative dengan ketimpangan pendapatan dan ketimpangan pendapatan juga memiliki hubungan negative dengan pendapatan per-kapita.

Rehme (2006) meneliti hubungan antara ketimpangan pendidikan, pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan dengan berbagai ukuran ketimpangan pendapatan. Hasil penelitian ini memperlihatkan pendidikan yang secara langsung mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan. Namun dalam hasil penelitian ini ditambahkan bahwa tidak adanya hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan ketimpangan pendapatan.

Bustomi (2012) meneliti ketimpangan pendidikan antar Kabupaten/Kota dan implikasinya di Provinsi Jawa Tengah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Pengaruh ketimpangan pendapatan terhadap ketimpangan pendidikan di Provinsi Jawa tengah adalah positif namun tidak signifikan. Hasil persamaan model regresi pertama menunjukkan bahwa jika ketimpangan pendapatan yang diukur melalui gini rasio meningkat dengan asumsi ceteris paribus, maka nilai indeks gini pendidikan akan naik mendekati angka 1 yang berarti ketimpangan pendidikan semakin tinggi.

Adrian (2006) dalam penelitiannya yang berjudul “pengaruh pertumbuhan ekonomi, kontribusi output sektor industri, upah minimum dan tingkat tendidikan terhadap kesenjangan pendapatan di Indonesia” menggunakan metode estimasi

fixed effect yang memungkinkan perbedaan tingkat kesenjangan pendapatan rumah tangga pada setiap propinsi di Indonesia. Model yang digunakan adalah :

(2.10) Data yang digunakan adalah data panel dengan 26 propinsi di Indonesia pada tahun 1993, 1996 dan 1999 dengan menggunakan variabel bebas PDRB, share sekotir industry pengolahan, upah minimum provinsi, tingkat pendidikan. Hasil estimasi menunjukkan bahwa variabel pertumbuhan ekonomi

(36)

18

mempengaruhi persentase pendapatan 40 persen kelompok rumah tangga berpenghasilan terendah secara positif dan signifikan. Sebaliknya, persentase output sektor industri pengolahan, upah minimum regional dan tingkat pendidikan pekerja mempengaruhi persentase pendapatan 40 persen kelompok pendapatan rumah tangga berpenghasilan terendah secara negatif dan signifikan. Krisis ekonomi telah membawa dampak pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap kesenjangan distribusi pendapatan semakin memburuk. Sebaliknya, pengaruh persentase output sektor industri pengolahan dan upah minimum regional memperbaiki kesenjangan distribusi pendapatan.

Digdowiseiso (2009) meneliti hubungan ketimpangan pendidikan, pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan di 23 Provinsi di Indonesia dari Tahun 1996-2005. Dengan menggunakan data SUSENAS tahun 1996, 1999, 2002, dan 2005 di 23 Provinsi, dengan metode regresi OLS sebagai estimasi awal dan model ini kemudian kembali diestimasi dengan two-stage least square dimana variable yang tidak siginifikan hasil estimasi awal tidak dimasukkan lagi pada persamaan. Model yang digunakan dalam memperlihatkan hubungan ketimpangan pendidikan, pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan adalah sebagai berikut.

(2.11) (2.12) Persamaan diatas di estimasi dengan two-stage least square, dimana variabel bebas yang digunakan yakni YINEQ merupakan ketimpangan pendapatan dan sebagai proxy distribusi pendapatan dibawah 40% populasi (Bottom40), distribusi pendapatan menengah 40% populasi (Middle40), dan distribusi pendapatan diatas populasi (Top20), AYS merupakan rata-rata lama sekolah, EG merupakan ketimpangan pendidikan, LY merupakan logaritma PDB per kapita. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata lama pendidikan secara statistik signifikan dalam semua model dan berhubungan positif dengan pertumbuhan ekonomi di mana satu tahun tambahan lama sekolah akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini juga menegaskan bahwa pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang signifikan terhadap ketimpangan pendapatan.

Duarte dan Simeos (2010) menganalisis tentang hubungan pertumbuhan ekonomi dengan ketimpangan pendapatan dan ketimpangan pendidikan di tingkat regional di Portugal tahun 1995-2007. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

(2.13) Persamaan diatas diestimasi menggunakan metode OLS dimana variabel bebas yang digunakan adalah Growth RGDPCit adalah rata-rata pertumbuhan

perkapita, INEQi menunjukkan ketimpangan pendidikan dan ketimpangan

pendapatan yang dianalisis secara simultan, Xi adalah variabel control yang

dianggap mempengaruhi pertumbuhan regional di Portugal diantarannya rata-rata lama sekolah, share tenaga kerja sektor pertanian, industry dan jasa. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketimpangan pendapatan memiliki hubungan yang tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi regional di Portugal dibanding dengan ketimpangan pendidikan.

!" =!β!+β!!"#+!β!!"#$%+!β!!"!!+!!!

!"#$%

!

!"#$%

!"

=

!"#$%&#%

+

β

ln

!"#$%

!,!""#

+

!"#$

!,!""#

γ

+!

!,!""#!

+

!

!

!

!"#$% =!!+!!
(37)

19 Rodriguez-pose dan Tselios (2008) meneliti hubungan ketimpangan pendidikan dan pendapatan terhadap pertumbuhan ekonomi di eropa barat dengan menggunakan data ECHP (Eropean Community Household Panel) selama 5 tahun Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

(2.14) Persamaan diatas diestimasi menggunakan pendekatan metode OLS, dimana i adalah regional/negara, t adalah waktu/tahun, dengan variabel bebas yang digunakan yakni Growth adalah pertumbuhan regional selama 2 tahun, Incpc

merupakan income perkapita, IncIneq merupakan ketimpangan pendapatan,

EducAtt merupakan level pendidikan yang ditamatkan, EducIneq merupakan ketimpangan pendidikan, X merupakan vektor kontrol variabel. Hasilnya menunjukkan bahwa peningkatan ketimpangan pendidikan dan ketimpangan pendapatan ditingkat regional/negara signifikan dan berkorelasi positif dengaan pertumbuhan ekonomi namun tidak ditemukan hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan perubahan pada tingkat ketimpangan pendapatan dan ketimpangan pendapatan.

Kerangka Penelitian

[image:37.595.116.540.388.756.2]

Kerangka penelitian digambarkan dalam bentuk diagram alur pada Gambar 4.

Anggaran Pemerintah

Indeks Pembangunan

Manusia

Ketimpangan Pendapatan Infrastruktur yg

memadai

Anggaran Kesehatan

Anggaran Pendidikan

Anggaran Infrastruktur

Pertumbuhan Ekonomi Penerimaan Pajak

dll

Pertumbuhan ekonomi per sektor :

• Pertanian

• Industri Pengolahan Sektor

Pendidikan

Ketimpangan Pendidikan

Implikasi Kebijakan

!"#$%ℎ!,!!

! =!!′!"#$#!"+!!!′!"#!"$%!"+!!!′!"#$%&&!"+!!!′!"#$%&'(!"

+!!!!!"+!!"!

Wilayah Penelitian

(38)

20

Keberhasilan pencapaian sektor pendidikan yang selama ini didukung oleh anggaran pendidikan yang besar dapat dilihat dari salah satu indikator pendidikan yakni rata-rata lama sekolah. Rata-rata lama sekolah digunakan untuk mengukur ketimpangan pendidikan yang terjadi di Provinsi Jawa Barat. Gini ratio digunakan untuk menghitung ketimpangan pendapatan. Oleh karena itu dalam kerangka penelitian ini akan diteliti pengaruh ketimpangan pendidikan, pertumbuhan ekonomi, anggaran pendidikan, serta PDRB sektor pertanian dan industri pengolahan terhadap ketimpangan pendapatan di Provinsi Jawa Barat.

Hipotesa Penelitian

Hipotesis yang disusun dalam penelitian ini adalah:

1. Ketimpangan pendidikan akan berdampak positif dan signifikan terhadap ketimpangan pendapatan di Provinsi Jawa Barat. Semakin tinggi ketimpangan pendidikan maka ketimpangan pendapatan akan semakin tinggi.

2. Pertumbuhan ekonomi berdampak positif dan signifikan terhadap ketimpangan pendapatan di Provinsi Jawa Barat. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi maka ketimpangan pendapatan akan semakin tinggi. 3. PDRB sektor industri pengolahan akan berdampak positif dalam

meningkatkan ketimpangan pendapatan. Hal ini didasari oleh rendahnya angka partisipasi sekolah di Provinsi Jawa Barat yang diakibatkan oleh banyaknya pelajar/siswa yang putus sekolah dan beralih menjadi tenaga kerja di sektor industri.

4. Anggaran pendidikan yang tinggi berdampak negatif dan signifikan terhadap ketimpangan pendapatan.

5. PDRB sektor pertanian akan berdampak negatif terhadap ketimpangan pendapatan.

3. METODE PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Dirjen Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan dari tahun 2006-2012. Wilayah yang diteliti adalah seluruh kabupaten/kota yang ada di Propinsi Jawa Barat. Sumber data yang digunakan untuk penghitungan indeks gini pendidikan dan indeks gini pendapatan yaitu data individu hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilakukan oleh BPS dan data PDRB Kabupaten/Kota seperti pada Tabel 4.

Metode Analisis

(39)
[image:39.595.110.519.220.346.2]

21 dari analisis deskriptif, analisis gini pendidikan, analisis gini pendapatan dan analisis regresi data panel. Analisis diskriptif yang digunakan untuk menggambarkan ketimpangan pendidikan dan ketimpangan pendapatan di Provinsi Jawa Barat. Analisis indeks gini pendidikan digunakan untuk mengetahui ketimpangan pendidikan yang terjadi di Indonesia dan analisis regresi data panel digunakan untuk mengidentifikasi variable-variabel yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi regional di Indonesia.

Tabel 4. Jenis dan sumber data dalam penelitian

Data Keterangan Sumber

Ketimpangan Pendapatan Indeks Gini Pendapatan BPS

Pertumbuhan Ekonomi PDRB atas dasar harga konstan 2000 BPS

Anggaran Pendidikan Pengeluaran Pemerintah daerah pada

sektor Pendidikan Djpk Kemenkeu

Industri Pengolahan Share Industri Pengolahan terhadap total

PDRB BPS

Pertanian Share Pertanian terhadap total PDRB BPS

Ketimpangan Pendidikan Indeks Gini Pendidikan BPS

Analisis Deskriptif.

Analisis ini merupakan analisis statistik yang menggambarkan atau mendeskripsikan data menjadi sebuah informasi dengan tabel dan grafik yang terkait dengan penelitian. Analisis deskriptif menggambarkan mengenai kondisi dan ketimpangan pendidikan dan ketimpangan pendapatan yang terjadi tingkat kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat serta kondisi pertumbuhan ekonomi regional di Jawa Barat.

Analisis deskriptif terdiri dari analisis kuadran. Sebagaimana diketahui, bahwa data mempunyai karakteristik untuk setiap tahun maupun setiap wilayah. Analisis kuadran digunakan untuk mengelompokkan kabupaten/kota menurut karakteristiknya.

Analisis Indeks Gini Pendidikan

Thomas et al. (2001) mempelopori penghitungan ukuran ketimpangan pendidikan berdasarkan capaian pendidikan yaitu koefisien gini pendidikan (Education Gini). Ukuran ini dapat diterima dan dianggap cukup baik dalam mengukur ketimpangan pendidikan secara relatif. Selain berdasarkan capaian pendidikan, gini pendidikan juga dapat dihitung berdasarkan data partisipasi sekolah dan jumlah dana pendidikan.

Perhitungan indeks gini pendidikan yang digunakan diadopsi dari Thomas

et al. (2001) sebagai berikut :

��= !

!

  ��−��

!!

!!! ��

!!

(3.1)

keterangan,

(40)

22

� = Rata-rata lama sekolah kepala sekolah (tahun) �

 dan �� = Proporsi kepala rumah tangga dengan lama sekolah i tahun dan j tahun

�� dan �� = Rata-rata lama sekolah kepala rumah tangga i tahun dan j tahun

= Jumlah level/kategori lama sekolah

Menurut Barro (1991), jumlah level/kategori pendidikan (�) yakni 7

diantaranya buta huruf/tidak sekolah, tidak tamat SD/sederajat, tamat SD/sederajat, Tidak tamat SMP/sederajat, tamat SMP/sederajat, tidak tamat pendidikan tinggi dan tamat pendidikan tinggi. Sementara itu BPS mengkategorikan jumlah level/kategori pendidikan (�) yakni 6 diantaranya buta huruf/tidak sekolah, tidak

tamat SD/sederajat, tamat SD/sederajat, tamat SMP/sederajat, tamat SMA/sederajat, tamat pendidikan tinggi.

Rata-rata lama sekolah dihitung berdasarkan data kepala rumah tangga dengan rumus sebagai berikut :

=

 

  

��

   �

!!

(3.2)

Dengan memperluas persamaan (3.2) maka secara rinci dijabarkan rumus Indeks gini pendidikan sebagai berikut :

�� = !

! [

! �! −�! �! + ! !

! �!+ �! �!−�!!

+ …

+ ! !

! �!+ �! �!−�!! +⋯+�! �!−

�!!!!

!! (3.3)

keterangan,

�� = Indeks gini pendidikan

! = proporsi kepala rumah tangga dengan lama sekolah 0 tahun

! = proporsi kepala rumah tangga dengan lama sekolah 1 tahun …

! = proporsi kepala rumah tangga dengan lama sekolah n-1 tahun

! = lama sekolah 0 tahun

! = lama sekolah 1 tahun

….

�! = lama sekolah n-1 tahun

(41)

23 lebih dari 0.4.

Analisis Indeks Gini Pendapatan

Analisis indeks gini pendapatan perlu dilakukan karena data BPS mengenai gini ratio di beberapa kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat tidak tersedia. Oleh karena data pendapatan sulit diperoleh, pengukuran ketimpangan pendapatan selama ini didekati dengan menggunakan data pengeluaran. Dalam hal ini analisis ketimpangan pendapatan dilakukan dengan menggunakan data total pengeluaran rumah tangga sebagai proksi pendapatan yang bersumber dari data Susenas BPS.

Perhitungan indeks gini pendapatan diadopsi dari BPS (2008) sebagai berikut :

�� =1  ��!

 ∗  ��! − ��!!!

!

!!! (3.4)

keterangan :

GR = Indeks Gini Pendapatan

��!  = Proporsi penduduk dalam kelas pengeluaran ke-i

��! = Proporsi kumulatif total pengeluaran dalam kelas pengeluaran ke-i ��!

!!= Proporsi kumulatif total pengeluaran pada kelas pengeluaran ke

(i-1)

Analisis Regresi Data Panel

Data panel adalah data yang memiliki dimensi ruang (individu) dan waktu (Gujarati, 2004). Dalam data panel, data cross section yang sama diobservasi menurut waktu. Jika setiap unit cross section memiliki jumlah observasi time series yang sama maka disebut sebagai balanced panel (total jumlah observasi = N x T). Sebaliknya jika jumlah observasi berbeda untuk setiap unit cross section

maka disebut unbalanced panel.

Baltagi (2005) mengungkapkan bahwa penggunaan data panel memberikan banyak keuntungan, diantaranya sebagai berikut:

a. Mampu mengontrol heterogenitas individu. Dengan metode ini estimasi yang dilakukan dapat secara eksplisit memasukkan unsur heterogenitas individu.

b. Dapat memberikan data yang informatif, mengurangi kolinearitas antar peubah, meningkatkan derajat bebas dan lebih efisien.

c. Lebih baik untuk studi dynamics of adjustment. Karena berkaitan dengan observasi cross section yang berulang, maka data panel lebih baik dalam mempelajari perubahan dinamis.

d. Lebih baik dalam mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana ti

Gambar

Tabel 1. Delapan provinsi dengan gini ratio tertinggi di Indonesia tahun  2008-
Tabel 2. Rata-rata PDRB Provinsi Jawa Barat menurut sektoral
Tabel 3. Penyerapan tenaga kerja sektoral Jawa Barat tahun 2008-2012 (persen).
Gambar 1. Angka partisipasi sekolah provinsi yang terendah tahun 2012
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jadi, dalam hal ini Rasyid Ridha sependapat dengan Muhammad Abduh bahwa poligami diperbolehkan dengan syarat keadilan terpenuhi diantara para istri sehingga

Pada tabel 1 terlihat nilai rata-rata indeks plak setelah berkumur Chlorhexidine (0,88) sedangkan nilai rata-rata indeks plak setelah berkumur obat kumur yang

Matematika telah banyak memberikan sumbangan dalam perkembangan ilmu pengetahan maupun teknologi. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern

disajikan tabel mengenai rasio keuangan perusahaan terkait..

Dalam praktik, kelebihan bronkus pada penderita asma dapat dipastikan dengan memperlihatkan respons yang nyata berupa obstruktif saluran napas mereka terhadap

Martapura Lama pada saat ini adalah sebagai berikut: Operasional dan pelayanan pada angkutan umum dengan rute Terminal Antasari sampai Terminal Pasar Sungai Tabuk

Dalam analisis harmonik ada beberapa indeks penting yang digunakan untuk menggambarkan pengaruh harmonik terhadap sistem tenaga listrik yaitu THD (Total Harmonic Distortion)