• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manfaat Kampung Konservasi Tumbuhan Obat Keluarga (Toga) Gunung Leutik, Desa Benteng Ciampea Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Manfaat Kampung Konservasi Tumbuhan Obat Keluarga (Toga) Gunung Leutik, Desa Benteng Ciampea Bogor"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

MANFAAT KAMPUNG KONSERVASI TUMBUHAN OBAT

KELUARGA (TOGA) GUNUNG LEUTIK, DESA BENTENG

CIAMPEA BOGOR

RAHILA JUNIKA TANJUNGSARI

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Manfaat Kampung Konservasi Tumbuhan Obat Keluarga (TOGA) Gunung Leutik, Desa Benteng Ciampea Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014

(3)

ABSTRAK

RAHILA JUNIKA TANJUNGSARI. Manfaat Kampung Konservasi Tumbuhan Obat Keluarga (TOGA) Gunung Leutik, Desa Benteng Ciampea Bogor. Dibimbing oleh ERVIZAL A.M. ZUHUD dan ELLYN K. DAMAYANTI.

Revitalisasi konservasi untuk kemandirian kesehatan dapat dicapai dengan pembentukkan kampung konservasi contohnya Kampung Konservasi TOGA Gunung Leutik. Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi manfaat Kampung Konservasi TOGA Gunung Leutik, berupa pemanfaatan tumbuhan obat, dampaknya terhadap kesehatan dan ekonomi masyarakat. Metode pengumpulan data menggunakan wawancara open-ended, studi literatur, dan observasi lapang. Hasil menunjukkan terdapat 152 jenis tumbuhan obat dari 57 famili yang dimanfaatkan, dengan famili tumbuhan obat yang paling banyak digunakan adalah Zingiberaceae dan Asteraceae. Hasil perhitungan Index of Cultural Significance (ICS) menunjukkan jenis yang pemanfaatannya tertinggi, yaitu jahe merah (Zingiber officinale), temulawak (Curcuma xantorrizha), dadap (Erythrina lithosperma), sambiloto (Andrographis paniculata), suji (Dracaena angustifolia), sirih (Piper betle), sembung (Blumea balsamifera), kencur (Kaempferia galanga), lempuyang (Zingiber aromaticum), dan kunyit (Curcuma domestica). Pencanganan Kampung Konservasi Gunung Leutik memberikan dampak positif bagi kesehatan dan ekonomi masyarakat.

Kata kunci: kampung konservasi TOGA, pemanfaatan, tumbuhan obat.

ABSTRACT

RAHILA JUNIKA TANJUNGSARI. Benefit of Family Medicinal Plant (TOGA) Conservation Kampoong of Gunung Leutik, Benteng Village Ciampea Bogor. Supervised by ERVIZAL A.M. ZUHUD dan ELLYN K. DAMAYANTI.

Conservation revitalization for health endurance can be achieved by establishing a conservation village such as Kampung Konservasi TOGA Gunung Leutik. The purposes of this research are to identify the benefit of Kampung Konservasi TOGA Gunung Leutik in the form medicinal plants utilization, and

the impacts of its existence to local people’s health and economy. Methods used

in this research was open-ended interview, literature study, and observation. The result shows that there are 152 medicinal plant species from 57 families that are utilized by the local people and most of them are from Zingiberaceae and Asteraceae families. Index of Cultural Significance (ICS) calculation shows the most utilized plants are ginger (Zingiber officinale), temulawak (Curcuma xantorrizha), dadap (Erythrina lithosperma), sambiloto (Andrographis paniculata), suji (Dracaena angustifolia), sirih (Piper betle), sembung (Blumea balsamifera), kencur (Kaempferia galanga), lempuyang (Zingiber aromaticum), and kunyit (Curcuma domestica). Benefits of these medicinal plants are for spices and daily disease treatment. The existence of Kampung Konservasi Gunung Leutik gives positive impacts for local people health and economy.

(4)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

MANFAAT KAMPUNG KONSERVASI TUMBUHAN OBAT

KELUARGA (TOGA) GUNUNG LEUTIK, DESA BENTENG

CIAMPEA BOGOR

RAHILA JUNIKA TANJUNGSARI

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(5)
(6)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugerah dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Topik yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Maret - Juli 2014 ini adalah manfaat kampung konservasi, dengan judul Manfaat Kampung Konservasi Tumbuhan Obat Keluarga (TOGA) Gunung Leutik, Desa Benteng Ciampea Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Ervizal A. M. Zuhud, MS dan Ibu Ellyn K. Damayanti, SHut, MSi, PhDAgr selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Sekaryati, Bapak Bukhari, masyarakat Kampung Gunung Leutik, petugas kelurahan Desa Benteng, dan petugas Puskesmas Ciampea yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayahahnda Bapak Yanto Pahroji, ibunda Upit Sarimanah, adik Habib Salman Giffari dan Kania Kamaratih Cantika, serta seluruh keluarga, dosen, staf DKSHE, sahabat Nepenthes rafflesiana 47, Kelompok Pemerhati Flora, teman-teman Fast Track 47 atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014

(7)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE 2

Lokasi dan Waktu Penelitian 2

Alat dan Bahan 2

Prosedur Pengumpulan Data 2

Jenis Data yang Dikumpulkan 3

Metode Pengumpulan Data 3

Analisis Data 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Kondisi Umum Lokasi Penelitian 8

Karakteristik Informan 10

Pemanfaatan Tumbuhan Obat 12

Manfaat Kampung Konservasi TOGA 20

SIMPULAN DAN SARAN 24

Simpulan 24

Saran 24

DAFTAR PUSTAKA 24

(8)

DAFTAR TABEL

1 Data primer yang dikumpulkan dalam penelitian 3

2 Kriteria dan nilai kepentingan penggunaan 7

3 Kriteria dan nilai intensitas penggunaaan 7

4 Kriteria dan nilai ekslusivitas penggunaan 8

5 Persentase penduduk berdasarkan etnis 9

6 Jenis famili tumbuhan obat yang banyak digunakan 13

7 Cara pengolahan tumbuhan obat 16

8 Jenis tumbuhan yang memiliki nilai ICS tertinggi 18

9 Jenis penyakit yang diderita masyarakat 23

DAFTAR GAMBAR

1 Struktur umur informan 11

2 Jumlah tumbuhan obat berdasarkan tingkat pendidikan 11

3 Sumber pengetahuan informan 12

4 Habitus tumbuhan obat yang digunakan 14

5 Kondisi penyebaran tumbuhan obat 17

6 Jahe merah (Zingiber officinale) dan temulawak (Curcuma xantorrizha) 19 7 Dadap (Erythrina lithosperma) dan sambiloto (Andrographis paniculata) 20

DAFTAR LAMPIRAN

1 Rekapitulasi tumbuhan obat beserta karakteristiknya 27 2 Index kepentingan budaya setiap jenis tumbuhan obat 36

(9)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tumbuhan obat dapat dimanfaatkan sebagai alternatif pengobatan oleh masyarakat, karena mahalnya dan sulitnya akses untuk mendapatkan obat-obatan modern. Akses terhadap obat-obatan dan pengobatan modern hanya dapat diakses oleh kalangan masyarakat yang mampu. World Health Organization (WHO) menduga bahwa mayoritas masyarakat di kebanyakan negara non-industri masih mengandalkan bentuk pengobatan tradisional untuk menjaga kesehatan sehari-hari. Masyarakat diberbagai Negara sekitar 80-90% termasuk dalam kategori ini. Tumbuhan obat dan produk obat dari hewan, merupakan bentuk dari materi pengobatan tradisional (Bodeker 2000). Upaya pengobatan tradisional dengan obat-obat tradisional merupakan salah satu bentuk peran serta masyarakat dan sekaligus merupakan teknologi tepat guna yang potensial untuk menunjang pembangunan kesehatan.

Masyarakat perkampungan di negara berkembang, mayoritas bergantung pada biodiversitas sebagai mata pencaharian, memenuhi kebutuhan nutrisi dan kesehatan mereka. Perubahan lahan hutan menjadi pertanian, dalam jangka pendek mempertinggi kondisi nutrisi atau konsumsi dari beberapa orang, namun menyebabkan hilangnya tanaman obat penting dan dapat memunculkan penyakit akibat ketidakseimbangan ekosistem (Bodeker 2005). Gerakan revitalisasi digambarkan dalam pengetahuan pengobatan tradisional untuk dikembangkan secara terintegrasi dalam proyek perawatan kesehatan modern dan tradisional. Program konservasi dan holtikultura muncul sebagai komponen vital dalam revitalisasi tradisi kesehatan atau pengobatan lokal. Pengetahuan tradisional dapat menjadi poin untuk memulai yang fundamental dalam straregi konservasi (Bodeker 2000). Gerakan revitalisasi ini dapat dilakukan dengan pembentukkan kampung konservasi.

(10)

2

dampaknya terhadap kesehatan, identifikasi manfaat pembentukan kampung konservasi, serta karakteristik tumbuhan obat berdasarkan kepentingan budaya, penyebaran di alam, status dan sifat pemanfaatannya perlu dilakukan.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi manfaat Kampung Konservasi TOGA Gunung Leutik, berupa pemanfaatan tumbuhan obat berdasarkan kepentingan budaya, penyebaran di alam, status dan sifat pemanfaatan, dampaknya terhadap kesehatan dan ekonomi masyarakat.

Manfaat Penelitian

Data, informasi, dan hasil dari penelitian ini diharapkan menjadi referensi bagi masyarakat lain mengenai jenis-jenis tumbuhan obat yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan sehari-hari dan jenis-jenis tumbuhan obat yang komersial untuk dijual. Selain itu, hasil dari penelitian ini dapat menjadi acuan bagi pemerintah untuk melakukan pemberdayaan masyarakat yang mandiri kesehatan sekaligus masyarakat dapat secara langsung ikut mengkonservasi jenis-jenis tumbuhan obat agar dapat dilakukan pemanfaatan secara berkelanjutan.

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kampung Konservasi TOGA Gunung Leutik, Desa Benteng, Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada bulan Maret – April 2014. Pengolahan dan analisis data dilaksanakan selama 2 bulan yaitu, pada Juni – Juli 2014.

Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, kamera, kalkulator, panduan wawancara, label, dan tumbuhan obat yang ada di sekitar Kampung Konservasi TOGA Gunung Leutik.

Prosedur Pengumpulan Data

(11)

Jenis Data yang Dikumpulkan

Tabel 1 Data primer yang dikumpulkan dalam penelitian

No Jenis Data Uraian Sumber Data Metode

1. Kondisi umum 1. Sejarah pembentukkan kampung konservasi

4. Kondisi tumbuhan yang dimanfaatkan

5. Cara memperoleh 6. Cara pemanfaatan/

peramuan

7. Manfaat selain menjadi tumbuhan obat

8. Sifat Pemanfaatan tumbuhan obat 9. Pengobatan pasien

Masyarakat

Metode ini digunakan untuk mencari dan mengkaji informasi tentang pengembangan TOGA dan pemanfaatannya dari berbagai literatur, seperti skripsi, tesis, disertasi, jurnal nasional dan internasional mengenai etnobotani dan tumbuhan obat. Literatur digunakan sebagai referensi, acuan, dan tambahan informasi untuk melengkapi data yang diperoleh.

Wawancara

(12)

4

contoh menggunakan metode snowball. Metode ini dilakukan dengan menentukan informan kunci (key person) yang secara langsung memanfaatkan tumbuhan obat keluarga (TOGA) dan menjadi kader di Kampung Konservasi TOGA Gunung Leutik. Selanjutnya, informan kunci menyarankan orang berikutnya yang dianggap memiliki pengetahuan dan menggunakan tumbuhan obat untuk dijadikan informan. Informan selanjutnya berdasarkan rekomendasi dari informan sebelumnya. Wawancara dihentikan ketika data dan informasi yang didapatkan sudah jenuh dan tidak ada lagi penambahan informasi.

Observasi Lapang

Metode observasi lapang dilakukan untuk memverifikasi jenis-jenis tumbuhan obat yang dimanfaatkan di Kampung Konservasi TOGA Gunung Leutik. Observasi ini dilakukan dengan cara mengamati tumbuhan obat yang dimanfaatkan baik dari habitat, cara budidaya dan cara pemanfaatan.

Analisis Data

Hubungan antara Lamanya Menempuh Pendidikan dengan Pengetahuan Tumbuhan Obat

Metode korelasi Spearman Rank (rho) digunakan untuk mencari hubungan antara lamanya menempuh pendidikan dengan pengetahuan tumbuhan obat. Rumus korelasi Spearman Rank (rho) adalah sebagai berikut:

�� = − 6�� 2 � �2

Keterangan:

�� = Nilai korelasi Spearman Rank d2 = Selisih setiap pasangan Rank

n = Jumlah pasangan rank untuk Spearman (5 <n <30) Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut:

H1 : Terdapat hubungan antara lamanya informan menempuh pendidikan dengan pengetahuan informan mengenai tumbuhan obat.

H0 : Tidak terdapat hubungan antara lamanya informan menempuh pendidikan dengan pengetahuan informan mengenai tumbuhan obat.

Selang kepercayaan yang digunakan adalah 95% sehingga tingkat signifikansi 0.05. Jika r hitung > r tabel maka terima H1 dan jika r hitung < r tabel maka terima H0. Nilai r menunjukkan tingkat hubungan atau korelasi. Apabila r bernilai 0, maka tidak ada korelasi. Jika r bernilai 1.00 atau -1.00 maka terdapat korelasi sempurna atau hubungan antar variabel tinggi (Supranto 2009).

Sumber Pengetahuan

(13)

sebagainya. Persentase sumber pengetahuan dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

% Sumber Pengetahuan=ΣbΣsn

n× % Keterangan:

Sn = jumlah spesies tumbuhan obat yang diketahui melalui sumber pengetahuan tertentu

bn = jumlah total seluruh spesies tumbuhan obat Karakteristik Tumbuhan Obat

Spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan dikelompokkan berdasarkan famili. Famili tumbuhan obat dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

% famili =Σfn

Σbn×100% Keterangan:

fn = jumlah spesies tumbuhan obat yang termasuk dalam famili tertentu bn = jumlah total seluruh spesies tumbuhan obat

Spesies-spesies tumbuhan obat di Kampung Gunung Leutik, Desa Benteng dapat dikelompokkan 7 (tujuh) macam habitus, yaitu bambu, terna, herba, Iiana, perdu, pohon, dan semak (Zuhud et al. 2011). Persentase habitus dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

%Habitus =ΣhΣbn

n×100%

Keterangan:

hn = jumlah spesies tumbuhan obat yang termasuk dalam habitus tertentu bn = jumlah total seluruh habitus tumbuhan obat

Bagian Tumbuhan yang Digunakan

Bagian yang digunakan dari tumbuhan obat di Kampung Konservasi TOGA Gunung Leutik terbagi menjadi, akar, rimpang, umbi, umbi lapis, daun, bunga, buah, kulit buah, kulit batang, batang kayu, herba, minyak atau biji. Persentase bagian yang digunakan dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

% ji=Σ (ji1+ji2 + ji3 Σi+ji4 +…+jin )×100%

Keterangan:

j = jumlah bagian dari tumbuhan obat yang digunakan sebagai obat i = jumlah total seluruh bagian tumbuhan yang digunakan sebagai obat

Catatan: Satu spesies tumbuhan obat memungkinkan beberapa bagiannya digunakan sebagai obat.

Cara Pengolahan Tumbuhan Obat

(14)

6

%Cara pengolahan=ΣiΣj ×100%

Keterangan:

i = jumlah spesies tumbuhan obat yang digunakan dengan cara pengolahan tertentu

j = jumlah total seluruh cara pengolahan tumbuhan obat

Catatan: Satu spesies tumbuhan obat memungkinkan untuk digunakan dengan beberapa cara pengolahan

Kondisi Penyebaran Tumbuhan dan Status Tumbuhan Obat di Alam

Tumbuhan obat di Kampung Konservasi TOGA Gunung Leutik menyebar pada beberapa tipe habitat yang ada di kampung tersebut. Kondisi penyebaran tumbuhan dianalisis menggunakan persentasi sebagai berikut:

%Kondisi penyebaran tumbuhan=ΣKpn

ΣKP ×100%

Keterangan

Kpn = Jumlah spesies tumbuhan obat yang menyebar pada habitat tertentu KP = Jumlah total seluruh habitat tumbuhan obat

Catatan: Satu spesies tumbuhan obat memungkinkan untuk tumbuh di beberapa tipe habitat.

Status tumbuhan obat di alam terdiri dari kategori liar, semidomestika dan domestika. Kategori liar artinya tumbuhan tumbuh alami secara liar. Kategori semidomestika artinya tumbuhan sebagian dibudidayakan dan sebagian masih ada dalam kondisi liar. Kategori domestika artinya tumbuhan hanya ada dalam kondisi budidaya. Status tumbuhan obat di alam dianalisis dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

%Status di alam=ΣSaΣSa ×100%n

Keterangan:

San = jumlah spesies tumbuhan obat yang termasuk kategori status di alam tertentu.

Sa = jumlah total seluruh spesies tumbuhan obat. Sifat Pemanfaatan

Sifat pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu subsisten, komersial, subsisten-komersial. Kategori subsisten artinya masyarakat memanfaatkan jenis tumbuhan sesuai kebutuhan untuk dikonsumsi sendiri. Kategori komersial artinya masyarakat telah memanfaatkan jenis tumbuhan untuk mendapat keuntungan finansial. Kategori subsisten-komersial artinya masyarakat memanfaatkan tumbuhan obat untuk memenuhi kebutuhannya sendiri dan mendapat keuntungan finansial. Sifat pemanfaatan dari tumbuhan dianalisis dengan menggunakan persentasi dibawah ini:

(15)

Keterangan:

Spen = jumlah spesies tumbuhan obat yang termasuk dalam kategori sifat pemanfaatan tertentu

SPe = jumlah total seluruh spesies tumbuhan obat

Index Kepentingan Budaya (Index of Cultural Significance)

Menurut Turner (1988) yang dimodifikasi oleh Purwanto (2002) dalam Kartikawati (2004) Index Kepentingan Budaya dapat dikategorikan menjadi: a. Kepentingan Penggunaan (Quality of use)

Index ini berdasarkan variasi dari berbagai sifat penggunaan jenis tumbuhan dengan menggunakan skor.

Tabel 2 Kriteria dan nilai kepentingan penggunaan

b. Intensitas Penggunaan (Intensity of use)

Penilaian berdasarkan pengaruh penggunaan jenis tumbuhan dalam kehidupan sehari-hari dalam suatu masyarakat.

Tabel 3 Kriteria dan nilai intensitas penggunaaan

Nilai Kriteria

5 Intensitas tinggi (very high intensity) : sangat berpengaruh terhadap pola hidup harian atau tahunan; tumbuhan seringkali dengan sengaja dipelihara melalui modifikasi habitat; meramu atau perdagangan produk tumbuhan sebagai kegiatan budaya primer.

4 Intensitas penggunaan cukup tinggi (moderately high use intensity); sering dicari/digunakan dan seringkali mempengaruhi kegiatan budaya harian dan atau perdagangan.

3 Intensitas penggunaan menengah (medium use intensity); secara teratur dicari; terkadang mempengaruhi pola hidup harian atau musiman; meramu dan atau perladangan merupakan kegiatan budaya yang relatif sering dilakukan.

2 Intensitas penggunaan rendah (low use intensity); terkadang digunakan; dampak terhadap pola hidup harian atau musiman rendah.

1 Intensitas penggunaan minimal (minimal use intensity); jarang digunakan dan dampak terhadap pola hidup harian atau musiman dapat diabaikan.

Nilai Kriteria

5 Bahan makanan pokok.

4 Bahan makanan sekunder (akar, batang, buah, umbi, daun, bunga, minuman) dan material pokok (kayu untuk konstruksi, kayu bakar, serat untuk tali temali, kerajianan tangan, teknologi sederhana).

3 Penggunanan lainnya yang berkaitan dengan makanan (perasa, pemanis, pembungkus, pakan, stimulant, dll), material sekunder (penyamak, pengawet, pewangi, pewarna, getah, kosmetik, dll) dan obat-obatan. 2 Ritual, mitologi, rekreasi/tanaman hias.

(16)

8

c. Eksklusivitas Penggunaan (Exclusivity of use)

Penilaian tergantung dari tingkat jenis tumbuhan tersebut lebih disenangi daripada jenis tumbuhan lain.

Tabel 4 Kriteria dan nilai ekslusivitas penggunaan

Nilai Kriteria

2 Jenis tumbuhan yang paling dipilih dalam peran budaya tertentu.

1 Salah satu dari banyak jenis tumbuhan yang dipilih dengan eksklusivitas rata-rata (digunakan untuk sebagian besar penggunaan).

0.5 Sumber sekunder dengan eksklusivitas rendah dalam peran budaya tertentu.

Index Kepentingan Budaya dihitung dengan menggunakan rumus: ICS= q + i +e + q + i +e +…+ qn+ in+en n

Keterangan :

ICS : Index Kepentingan Budaya (Index of Cultural Significance) q : Nilai Kualitas

i : Nilai Intensitas e : Nilai Eksklusivitas

Nilai ICS kemudian dikelompokkan menjadi tiga selang nilai dan diberi skor berdasarkan kepentingan budayanya, yaitu:

Skor 3: nilai ICS 138 – 206 termasuk kategori tumbuhan yang sangat penting dalam budaya tertentu.

Skor 2: nilai ICS 69 – 137 termasuk kategori tumbuhan yang penting dalam budaya tertentu.

Skor 1: nilai ICS 3 – 68 termasuk kategori tumbuhan yang kurang penting dalam budaya tertentu.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Administrasi dan Demografi

Kampung Gunung Leutik berada di Desa Benteng Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. Desa Benteng merupakan salah satu desa yang termasuk ke dalam desa lingkar kampus IPB. Luas Desa Benteng adalah 248.5 ha dengan berbagai penggunaan lahan, seperti pemukiman, persawahan, kuburan, pekarangan, taman, perkantoran, dan prasarana umum lainnya. Desa Benteng terbagi menjadi tujuh RW, yang mana Kampung Gunung Leutik termasuk RW 5. Desa Benteng berbatasan dengan:

Sebelah utara : Desa Ranca Bungur, Kecamatan Ranca Bungur

(17)

Sebelah timur : Kampus IPB, Kecamatan Dramaga Sebelah barat : Desa Ciampea, Kecamatan Ciampea

Jumlah penduduk Desa Benteng menurut data terakhir pada Mei 2014 adalah 12 062 jiwa dengan laki-laki 5 627 jiwa dan perempuan 6 345 jiwa dengan jumlah kepala keluarga (KK) sebanyak 2 782 KK. Sebanyak 20% masyarakat Desa Benteng berada di Kampung Gunung Leutik. Jumlah penduduk Kampung Gunung Leutik adalah 2 545 jiwa, dengan laki-laki sejumlah 1 350 jiwa, perempuan 1 195 jiwa, dan 673 KK. Mata pencaharian penduduk Desa Benteng terdiri dari petani, buruh, Pegawai Negeri Sipil (PNS), pedagang, pembantu rumah tangga, dan pensiunan. Penduduk Desa Benteng sebagian besar merupakan warga lokal (92%), tetapi terdapat juga warga pendatang sebanyak 8%. Sebagian besar etnis yang tinggal di Desa Benteng adalah Sunda (Tabel 5). Agama yang dianut oleh masyarakat Desa Benteng sebagian besar adalah Islam (84%), tetapi ada juga yang menganut agama lain, seperti Kristen (5%), Katholik (5%), Hindu (1%), Budha (2%) dan Konghuchu (3%).

Tabel 5 Persentase penduduk berdasarkan etnis

Etnis Persentase (%)

Sunda 92.4

Sumber: Data Desa Benteng

Sejarah Kampung Konservasi TOGA Gunung Leutik

Kampung Konservasi Tumbuhan Obat Keluarga (TOGA) Gunung Leutik diawali dengan dibentuknya Kelompok TOGA pada tahun 2010. Tahap awal, yaitu warga dan mahasiswa IPB melakukan pendataan setiap tumbuhan obat yang ada di setiap rumah warga di Kampung Gunung Leutik. Selanjutnya, warga dan pihak dari IPB melakuan Diskusi Kelompok Terfokus/ Focussed Grup Discussion (FGD) mengenai tumbuhan obat yang ada di setiap rumah, manfaat yang diketahui masyarakat, sampai cara pengolahan tumbuhan obat. Beberapa orang dari Kampung Gunung Leutik mengikuti pelatihan di Fakultas Kehutanan yang diadakan oleh Bagian Konservasi Keanekaragaman Tumbuhan (BKKT) Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (DKSHE), Fakultas Kehutanan IPB. Pelatihan tersebut membahas mengenai konservasi TOGA dan pengenalan jenis-jenis TOGA. Pelatihan tersebut diikuti juga oleh peserta dari Kampung Carangpulang, Kampung Cangkrang, dan Kampung Pabuaran Sawah. Desa di mana kampung-kampung tersebut berada termasuk ke dalam desa lingkar kampus. Total peserta adalah 40 peserta yang mana masing-masing kampung diwakili oleh 10 peserta (Zuhud 2009).

(18)

10

pemilihan kader TOGA didasarkan pada minat responden terhadap TOGA. Setelah itu kelompok secara mandiri melakukan sosialisasi secara lebih menyeluruh mengenai tumbuhan obat ke masyarakat. Pembentukkan Kelompok TOGA Bina Sehat Lestari diikuti dengan dibangunnya kebun TOGA. Kebun TOGA merupakan kebun yang berisi koleksi berbagai tumbuhan obat.

Kelompok TOGA Bina Sehat Lestari juga diberi pelatihan pengolahan tumbuhan obat, seperti jahe merah instan, temulawak instan, dan lain sebagainya. Program TOGA memberikan bahan dan peralatan kepada tiap kelompok kader TOGA, berupa peralatan sederhana dalam pembuatan produk tumbuhan obat skala rumah tangga/home industry, yang diharapkan mampu menunjang ekonomi masyarakat (Zuhud et al. 2011). Produksi pertama, yaitu pembuatan bandrek yang dijual di warung-warung dan akhirnya dapat menambah penghasilan Ibu Sekaryati. Setelah ide yang digagas Ibu Sekaryati, masyarakat lainnya ikut membuat produk. Publikasi tentang Kampung Konservasi TOGA Gunung Leutik dilakukan oleh BKKT, berupa pembuatan dan penayangan short movie dan cuplikan wawancara yang bekerjasama dengan beberapa stasiun televisi swasta dan penerbitan artikel di majalah dan media massa nasional. Setelah itu kelompok TOGA digabung dengan Posdaya Benteng Harapan. Posdaya tersebut memiliki program Observasi Study Tour. Melalui tayangan di televisi, penerbitan artikel di media massa dan adanya program dari Posdaya, Kampung Konservasi TOGA Gunung Leutik berkembang dan dikenal berbagai pihak. Orang banyak berdatangan dari luar kota ke Kampung Gunung Leutik, karena kampung ini memiliki keunggulan tumbuhan obat. Program tersebut merupakan ajang promosi dan melakukan pembibitan, sehingga menambah koleksi tumbuhan menjadi 170 jenis. Jenis yang ditanam merupakan jenis-jenis tumbuhan lokal. Survei dilakukan ke lokasi-lokasi yang memiliki potensi tumbuhan obat di sekitar Kampung Gunung Leutik untuk mengidentifikasi tumbuhan obat dan selanjutnya diambil dan dibudidayakan di kebun TOGA. Salah satu hal penting dalam pengembangan program TOGA adalah pemahaman dalam pembudidayaan tumbuhan obat. Budidaya TOGA dibutuhkan untuk menunjang keberlanjutan pemanfaatan TOGA (Zuhud et al. 2011).

Kelompok TOGA Bina Sehat Lestari ini telah mendapatkan penghargaan, berupa piagam perak dan bantuan dari Dikti untuk pembangunan kebun TOGA. Produk-produk yang dihasilkan oleh masyarakat ada yang sudah memiliki prestasi di tingkat Internasional, yaitu di Singapura pada tahun 2013. Saat ini, salah satu produk unggulan dari Gunung Leutik akan diproduksi dalam skala besar yang bekerja sama dengan Agrisocio.

Karakteristik Informan

Jenis Kelamin dan Struktur Umur Informan

(19)

6 Konservasi TOGA Gunung Leutik mayoritas anggotanya merupakan perempuan. Keikutsertaan di kelompok TOGA memberikan pengetahuan yang lebih tentang pemanfaatan tumbuhan obat.

Informan mayoritas berumur antara 20 - 60 tahun (Gambar 1). Selang umur tersebut termasuk selang umur produktif. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia (2014) karakteristik penduduk selang umur produktif adalah pada selang umur 15-64 tahun.

Tingkat Pendidikan Informan dan Pengetahuan Tumbuhan Obat

Tingkat pendidikan informan yang diwawancarai cukup beragam. Sebagian besar tingkat pendidikan informan adalah Sekolah Dasar (SD), yaitu sebanyak 45%. Tingkat pendidikan lainnya, yaitu SMA/SMK 23%, SMP 18%, Diploma 5%, Sarjana 5%, dan tidak bersekolah 5%. Uji korelasi Spearman-rank dilakukan untuk mengetahui hubungan antara lamanya menempuh pendidikan dengan pengetahuan mengenai tumbuhan obat. Berdasarkan perhitungan korelasi Spearman-rank diperoleh hasil nilai r hitung = 0.054 dan r tabel = 0.428, sehingga terima H0. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan yang ditunjukkan oleh lamanya menempuh pendidikan dengan pengetahuan mengenai jenis tumbuhan obat. Nilai r atau rho menunjukkan tingkat kereratan hubungan antar variabel. Nilai r = 0.054 menunjukkan bahwa tingkat hubungan antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan mengenai tumbuhan obat sangat rendah.

Gambar 2 Jumlah tumbuhan obat berdasarkan tingkat pendidikan 16 15 10 28 27

(20)

12

Berdasarkan Gambar 2, dapat terlihat bahwa pengetahuan tumbuhan obat yang dimiliki oleh informan dari berbagai tingkat pendidikan cukup beragam. Tingkat pendidikan yang tinggi tidak menghasilkan pengetahuan mengenai tumbuhan obat tinggi pula, begitu pun sebaliknya. Hal tersebut telah diperkuat oleh hasil uji korelasi Spearman Rank di atas.

Sumber Pengetahuan

Pengetahuan masyarakat Kampung Konservasi TOGA Gunung Leutik berasal dari berbagai sumber. Berdasarkan hasil wawancara, sebagian besar sumber pengetahuan mengenai pemanfaatan tumbuhan obat berasal dari orang tua yang diwariskan secara turun temurun, yaitu sebanyak 55%. Hal tersebut menunjukkan bahwa pewarisan pengetahuan lokal mengenai pemanfaatan tumbuhan obat secara turun temurun masih terjaga di Kampung Konservasi TOGA Gunung Leutik. Menurut Purwanto (tahun tidak diketahui) sistem pengetahuan lokal demikian umumnya dipelajari secara in-situ dari generasi ke generasi. Pengetahuan lokal diajarkan oleh orang tua sejak dini mulai dari anak-anak hingga mampu mengadopsi dengan sendirinya perkembangan yang ada disekelilingnya. Distribusi pengetahuan berbeda antara laki-laki dan perempuan. Terdapat sejumlah faktor dalam masyarakat yang mempengaruhi distribusi pengetahuan diantara individu-individu, salah satu faktor sosial yang umum adalah gender. Persentase sumber pengetahuan informan disajikan pada Gambar 3:

Pemanfaatan Tumbuhan Obat

Karakteristik Tumbuhan Obat yang Digunakan

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan, jenis tumbuhan obat yang digunakan di Kampung Konservasi TOGA Gunung Leutik sebanyak 152 jenis dari 57 Famili. Penggunaan jenis tumbuhan obat sebagai alternatif pengobatan masyarakat cenderung meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2010 setelah pencanangan kampung Gunung Leutik sebagai kampung konservasi TOGA. Penelitian yang dilakukan oleh Rosmiati (2010) mengungkapkan bahwa jenis

(21)

tumbuhan obat yang digunakan di Kampung Gunung Leutik adalah 47 jenis dari 23 famili. Hal tersebut menunjukkan bahwa pencanangan Kampung Gunung Leutik sebagai kampung konservasi TOGA memberikan manfaat, berupa peningkatan pemahaman dan pengetahuan mengenai jenis-jenis tumbuhan obat yang dapat digunakan di sekitar Kampung Gunung Leutik yang sebelumnya tidak pernah dimanfaatkan dan pembudidayaan jenis-jenis tumbuhan yang bermanfaat sebagai obat lainnya. Persentase lima besar famili tumbuhan obat yang banyak digunakan tersaji pada Tabel 6.

Tabel 6 Famili tumbuhan obat yang banyak digunakan

No Famili Jumlah TO Persentase

Berdasarkan Tabel 6, famili tumbuhan obat yang banyak digunakan adalah dari famili Zingiberaceae. Famili Zingiberaceae banyak digunakan informan, karena selain berkhasiat sebagai obat, jenis-jenis dari famili Zingiberaceae banyak digunakan sebagai bumbu masak. Laurence (1964) menyatakan bahwa akar tumbuhan famili Zingiberaceae dapat digunakan sebagai ekstrak rasa, sebagai bumbu, untuk minyak wangi yang digunakan dalam parfum, dan untuk ornamental, atau tumbuhan hias. Famili Zingiberaceae umumnya memiliki khasiat untuk mengobati demam, anorexia, permasalahan peredaran darah, perut kembung, diabetes, rematik pembengkakan hati dan semua indikasi mengenai permasalahan saluran pernafasan, seperti asma dan batuk (Remadevi et al. 2004). Menurut informan, famili Zingiberaceae bermanfaat sebagai bumbu masak dan mengobati berbagai penyakit seperti, menghangatkan tubuh, penyakit saluran pernafasan, perawatan sehabis melahirkan, perawatan tubuh, pegal-pegal, masuk angin, kembung, meriang, sakit kepala, penyakit saluran pencernaan, kanker, asam urat, flu, luka memar, keseleo, jantung, tumor, cacingan, liver, dan jantung.

Famili tumbuhan obat lainnya yang digunakan oleh informan, yaitu famili Asteraceae. Menurut Fahmi et al. (tahun tidak diketahui) famili Asteraceae memiliki banyak manfaat, yaitu sebagai tanaman obat, tanaman hias dan sebagai sayuran. Manfaat tumbuhan obat dari famili Asteraceae berdasarkan wawancara informan adalah untuk mengobati batu ginjal, kencing batu, bisul, diabetes, demam, jantung, meningkatkan stamina, maag, perawatan sehabis melahirkan, keputihan, muntah darah, luka, pelangsing, penumbuh rambut, struk, dan kanker.

(22)

14

senyawa flavonoid yang efektif menghambat peroksidasi asam linoleat dan mencegah pembentukan anion superoksida.

Famili Poaceae memiliki manfaat sebagai penghasil pakan ternak, bahan kertas, makanan, bangunan, minyak atsiri, gula, dan obat tradisional (Solikin 2004). Umumnya, informan menggunakan tumbuhan dari Famili Poaceae untuk mengobati batuk, liver, panas dalam, pegal-pegal, meningkatkan stamina, rematik, obat luar, radang sendi, asam urat. Beberapa jenis tumbuhan dari famili Poaceae juga memiliki manfaat sebagai bumbu masak.

Famili tumbuhan obat lainnya yang banyak digunakan informan adalah famili Euphorbiaceae. Menurut informan, manfaat tumbuhan obat dari famili Euphorbiaceae, yaitu untuk mengobati kembung, sakit gigi, menambah nafsu makan, demam, maag, luka, meningkatkan daya tahan tubuh, patah tulang, pegal-pegal, keseleo, dan pelancar ASI. Pemanfaatan Euporbiaceae yang telah dilakukan antara lain, sebagai bahan biodiesel dan bahan obat tradisional (Suryawan et al. 2013). Djawarningsih (2007) diacu dalam Suryawan et al. (2013) menyatakan terdapat 148 jenis tumbuhan yang berpotensi sebagai obat tradisional dari suku Euporbiaceae.

Karakteristik tumbuhan obat lainnya adalah habitus. Habitus tumbuhan merupakan bentuk perawakan tumbuhan. Jenis-jenis habitus tumbuhan obat yang ada di Kampung Konservasi TOGA Gunung Leutik terdiri dari pohon, perdu, herba, semak, liana, dan bambu. Berikut merupakan habitus tumbuhan obat yang digunakan:

Gambar 4 Habitus tumbuhan obat yang digunakan

Pada Gambar 4, terlihat bahwa habitus tumbuhan yang paling banyak digunakan di Kampung Konservasi TOGA Gunung Leutik adalah herba (33.6%). Jenis tumbuhan yang paling banyak digunakan yang memiliki habitus herba adalah jahe merah (Zingiber officinale). Habitus herba tidak membutuhkan ruang yang luas untuk ditanam, selain itu habitus herba membutuhkan perlakuan dan perawatan yang mudah.

Habitus tumbuhan obat yang paling banyak digunakan selain herba adalah pohon (23.7%). Pohon memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai tumbuhan obat dan potensial untuk diambil kayunya. Pohon dengan habitus lainnya merupakan satu kesatuan bentuk hidup tumbuhan yang saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan (Damayanti 1999). Liana, tumbuhan memanjat dan tumbuhan bawah memerlukan pohon sebagai penaungnya. Habitus pohon menjadi pemanfaatan cukup banyak, karena banyaknya bagian dari pohon yang bisa dimanfaatkan, seperti buah, daun, akar, batang dan biji.

33.6

Herba Pohon Semak Perdu Liana Bambu

Per

se

nta

(23)

Bagian Tumbuhan Obat yang Digunakan

Tumbuhan pada umumnya terdiri dari bagian akar, daun, batang, bunga, buah, dan biji. Terdapat jenis-jenis tumbuhan obat yang hanya beberapa bagian tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai obat tetapi adapula jenis-jenis tumbuhan obat yang keseluruhan bagian tumbuhan dapat dimanfaatkan sebagai obat, yaitu akar, batang, daun. Bagian tumbuhan yang dimanfaatkan oleh informan dikelompokkan ke dalam daun (46.4%), batang (14.4%), buah (12.4%), rimpang (6.2%), bunga (3.8%), kulit batang (3.8%), akar (2.9%), herba (2.4%), biji (2.4%), getah (1.9%), umbi (1.4%), umbi lapis (1.0%), kulit buah (0.5%), dan rebung (0.5%).

Bagian tumbuhan obat yang paling banyak digunakan adalah daun sebanyak 46.2%. Daun merupakan tempat pengolahan makanan yang berfungsi sebagai obat, mudah diperoleh, mudah dibuat atau diramu sebagai obat dibandingkan dengan bagian-bagian tumbuhan yang lainnya (Hamzari 2008). Daun merupakan salah satu bagian penting dari suatu tumbuhan, karena proses fotosintesis terjadi pada bagian daun sehingga unsur hara yang menjadi khasiat obat banyak terdapat pada bagian daun. Contoh tumbuhan obat yang dimanfaatkan daunnya sebagai obat di Kampung Konservasi TOGA Gunung Leutik adalah sembung, dadap, saga manis, dan lain sebagainya.

Cara Pengolahan dan Pemakaian Tumbuhan Obat

Tumbuhan obat yang akan dikonsumsi atau digunakan terlebih dahulu diolah dengan berbagai cara, agar ekstrak atau bahan aktif keluar dan efektif digunakan. Pengolahan tumbuhan obat dikelompokkan menjadi pengolahan dengan cara direbus, ditumbuk, diremas, tanpa pengolahan, dibuat teh (daun dikeringkan lalu disangrai), dicampur masakan atau minuman, disayur atau ditumis, diseduh, dan diasap.

Pengolahan dengan cara direbus artinya tumbuhan obat direbus dalam air sampai mendidih lalu dikonsumsi air rebusannya. Sedangkan pengolahan dengan cara disayur atau dimasak artinya tumbuhan obat dibuat sayur atau ditumis. Pengolahan dengan cara ditumbuk artinya tumbuhan obat ditumbuk dengan menggunakan alat agar tumbuhan obat menjadi halus dan mudah digunakan. Sedangkan pengolahan dengan cara diremas artinya tumbuhan obat diremas menggunakan tangan sampai hancur. Pengolahan tumbuhan obat dengan cara dibuat teh artinya tumbuhan dikeringkan terlebih dahulu. Proses pengeringan dapat dilakukan dengan cara dijemur atau dioven, kemudian disangrai. Setelah kering, tumbuhan obat kemudian diseduh. Sedangkan pengolahan obat dengan cara diseduh artinya tumbuhan obat dalam kondisi segar langsung diseduh dengan menggunakan air hangat.

(24)

16

bakteri dan jamur pada sediaan, karena kadar air pada tumbuhan telah berkurang. Persentase cara pengolahan disajikan pada Tabel 7:

Tabel 7 Cara pengolahan tumbuhan obat

No Cara pengolahan Persentase

1 Direbus 48.1

2 Ditumbuk 21.1

3 Diremas 10.8

4 Tanpa Pengolahan 9.2

5 Dibuat teh 3.2

6 Dicampur makanan atau minuman 2.2

7 Dimasak 2.2

8 Diseduh 2.2

9 Diasap 1.1

Tumbuhan obat dikonsumsi dengan berbagai cara pemakaian. Sebanyak 49.7% tumbuhan obat yang telah diolah dikonsumsi dengan cara diminum. Umumnya tumbuhan obat yang diolah dengan cara direbus cara pemakaiannya dengan meminum air hasil rebusan. Cara pemakaian lainnya, yaitu dengan cara ditempelkan dan dioles, masing-masing sebanyak 18.1% dan 5.3%. Pemakaian dengan cara ditempelkan dan dioleskan dilakukan untuk mengobati luka luar atau penyakit kulit. Selanjutnya, cara pemakaian tumbuhan obat dengan dimakan dan dimakan langsung, yaitu sebanyak 9.4% dan 8.2%. Tumbuhan obat yang dikonsumsi dengan cara dimakan diolah terlebih dahulu, sedangkan dikonsumsi dengan cara dimakan langsung sebagai lalapan tanpa ada pengolahan terlebih dahulu. Pemakaian dengan cara diteteskan sebanyak 4.0%. Pemakaian tumbuhan obat dengan cara diteteskan dilakukan untuk mengobati sakit mata. Cara pemakaian lainnya, yaitu sebanyak 5.3%. Pengolahan dan pemakaian tumbuhan obat tergantung dari bagian tumbuhan obat yang digunakan dan jenis penyakit yang diderita. Daun merupakan bagian tumbuhan obat yang paling mudah diolah dan dipakai.

Kondisi Penyebaran Tumbuhan Obat dan Status Tumbuhan Obat di Alam Tumbuhan obat yang dimanfaatkan oleh masyarakat di Kampung Konservasi TOGA Gunung Leutik tersebar pada beberapa tipologi habitat yang dapat dikelompokan menjadi pekarangan, sawah, kebun, pinggir jalan, dan hutan. Penyebaran suatu tumbuhan tergantung dari status tumbuhan di alam.

(25)

Gambar 5 Kondisi penyebaran tumbuhan obat

Status di alam adalah sifat tumbuhan yang tumbuh pada habitat tertentu, baik itu liar, semidomestika, dan domestika. Sebagian besar tumbuhan obat yang ada di Kampung Konservasi TOGA Gunung Leutik merupakan tanaman obat yang telah dibudidayakan. Sebanyak 56.6% tumbuhan obat adalah domestik, artinya tumbuhan tersebut sudah banyak dibudidayakan masyarakat. Contoh jenis tanaman obat yang telah dibudidayakan masyarakat adalah jenis jahe merah (Zingiber officinale). Budidaya merupakan salah satu hal penting untuk menjaga kelestarian dan keberlangsungan manfaat dari suatu spesies (Zuhud 2009). Menurut Zuhud (2009), masyarakat Kampung Gunung Leutik membudidayakan tumbuhan obat yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari hari.

Tumbuhan obat yang termasuk kategori semidomestika, yaitu sebesar 24.3%, artinya tumbuhan tersebut dapat hidup secara liar atau budidaya. Contoh jenis tumbuhan obat yang termasuk kategori semidomestika adalah jenis sambiloto (Andographis paniculata). Sambiloto tumbuh liar di tempat terbuka, seperti dikebun, tepi sungai, tanah kosong yang agak lembab atau di pekarangan (Dalimartha 1999). Sambiloto banyak dimanfaatkan informan di Kampung Konservasi TOGA Gunung Leutik, sehingga beberapa warga membudidayakannya. Disamping itu, informan juga masih menggunakan tumbuhan obat yang termasuk kategori liar, yaitu sebesar 19.1%.

Status tumbuhan obat di alam memiliki kaitan atau hubungan dengan kondisi penyebaran tumbuhan. Tumbuhan obat liar umumnya menyebar di mana-mana dan tumbuh secara alami. Penyebaran tumbuhan obat liar di Kampung Konservasi TOGA Gunung Leutik, yaitu di kebun, pinggir jalan, hutan, pekarangan dan sawah. Tumbuhan obat domestik umumnya menyebar pada habitat tertentu, misalnya di pekarangan dan kebun. Tumbuhan obat semidomestika, kondisi penyebarannya lebih luas dibanding tumbuhan obat domestik. Tumbuhan obat semidomestika dapat menyebar di pekarangan, kebun, sawah, hutan, dan pinggir jalan.

pinggir jalan

9% hutan 7%

pekarangan 47% sawah

21%

(26)

18

Index Kepentingan Budaya (Index of Cultural Significance)

Index of Cultural Significance (ICS) atau Index Kepentingan Budaya merupakan suatu analisis etnobotani kuantitatif yang menunjukkan kepentingan tiap-tiap jenis tumbuhan berguna berdasarkan pada keperluan masyarakat (Munawaroh et al. 2011). Angka hasil perhitungan ICS menunjukkan tingkat kepentingan setiap jenis tumbuhan berguna oleh masyarakat. Nilai ICS didasarkan atas pemberian nilai atau skor pada kualitas, intensitas, dan ekslusifitas dari jenis-jenis tumbuhan yang dimanfaatkan. Perhitungan ICS bertujuan untuk mengetahui jenis tumbuhan yang paling penting bagi kehidupan masyarakat (Ajiningrum 2011). Hasil perhitungan 10 nilai ICS tertinggi dari jenis tumbuhan obat disajikan pada Tabel 8 berikut:

Tabel 8 Jenis tumbuhan yang memiliki nilai ICS tertinggi

No Spesies Nama ilmiah Nilai Skor Keterangan

1 Jahe merah Zingiber officinale 117 2 Penting 2 Temulawak Curcuma xanthorrizha 87 2 Penting 3 Dadap Erythrina lithosperma 82.5 2 Penting 4 Sambiloto Andrographis paniculata 78 2 Penting

5 Suji Dracaena angustifolia 76.5 2 Penting

6 Sirih Piper betle 75 2 Penting

7 Sembung Blumea balsamifera 72 2 Penting

8 Kencur Kaempferia galanga 61.5 1 Kurang Penting 9 Lempuyang Zingiber aromaticum 61.5 1 Kurang Penting 10 Kunyit Curcuma domestica 58.5 1 Kurang Penting Berdasarkan hasil perhitungan ICS diperoleh jenis-jenis yang memiliki nilai ICS tertinggi (Tabel 8). Menurut Turner (1988) semakin banyak kegunaan suatu tumbuhan, maka semakin besar nilai kepentingan tumbuhan tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Rosmiati (2010) dari 20 responden yang diwawancarai, menyatakan bahwa spesies tumbuhan obat yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat Kampung Gunung Leutik adalah jahe merah, kunyit, sirih, dadap, dan sembung.

(27)

Jenis kedua yang memiliki nilai ICS tertinggi adalah jenis temulawak (Curcuma xantorrizha), yaitu sebesar 87. Jenis ini banyak dimanfaatkan oleh masyarakat terutama sebagai obat penyakit liver. Intensitas penggunaan temulawak, yaitu sering digunakan dan ekslusivitas atau tingkat kesukaan tumbuhan paling disukai. Temulawak banyak digunakan sebagai obat, baik dalam bentuk tunggal maupun campuran, yaitu sebagai hepatoprotektor, anti-inflamasi, antikanker, antidiabetes, antimikroba, antihiperlipidemia, dan pencegah kolera (Hwang 2006).

Jenis tumbuhan obat lainnya yang memiliki nilai ICS tertinggi lainnya, yaitu, dadap (Erythrina lithosperma) yang termasuk ke dalam famili Fabaceae dengan nilai ICS sebesar 82.5 yang termasuk pada kategori tumbuhan obat penting. Kualitas penggunaan dadap adalah sebagai tumbuhan obat. Informan memanfaatkan dadap (Erythrina lithosperma) untuk mengobati panas dalam, sakit dada, batuk, dan demam. Menurut Heyne (1987a) daun dadap yang ditumbuk dapat diminum sebagai obat pendarahan sehabis melahirkan. Intensitas penggunaan dadap untuk mengobati penyakit oleh informan tergolong sering. Ekslusifitas dadap sebagai obat penurun panas termasuk paling disukai. Sehingga dadap merupakan salah satu tumbuhan obat penting bagi informan.

Sambiloto (Andrographis paniculata) termasuk ke dalam famili Acanthaceae memiliki nilai ICS sebesar 78 yang termasuk dalam kategori tumbuhan obat penting. Sambiloto memiliki khasiat menyembuhkan penyakit gula, typus, demam, serta penawar racun gigitan ular (Heyne 1987b). Kualitas penggunaan sambiloto, yaitu sebagai tumbuhan obat untuk mengobati berbagai penyakit. Informan memanfaatkan daun sambiloto sebagai obat diabetes, radang telinga, sakit gigi, paru-paru, batuk dan penyakit kulit. Intensitas penggunaan sambiloto oleh informan tergolong sering dengan ekslusivitas paling disukai.

Suji (Dracaena angustifolia) termasuk ke dalam famili Liliaceae memiliki nilai ICS sebesar 76.5 yang termasuk dalam kategori tumbuhan obat penting. Kualitas penggunaan suji oleh infoman adalah sebagai obat dan pewarna makanan. Suji merupakan pewarna alami makanan berwarna hijau. Suji dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai obat untuk meredakan panas dada, panas dalam, batuk, demam, peluruh dahak, dan penyakit paru-paru. Intensitas

(28)

20

penggunaan suji oleh informan tergolong sering. Ekslusivitas atau tingkat kesukaan penggunaan suji, yaitu paling dipilih atau disukai oleh informan.

Sirih (Piper betle) termasuk ke dalam famili Piperaceae memiliki nilai ICS sebesar 75 yang termasuk dalam kategori tumbuhan obat penting. Sirih memiliki banyak khasiat sebagai obat untuk mengobati masalah mulut, membersihkan luka, keputihan, batuk, sakit gigi, mimisan (Heyne 1987a). Sirih banyak digunakan oleh wanita untuk mengobati penyakit khusus wanita, seperti keputihan. Sirih juga memiliki manfaat untuk mengobati mimisan, perawatan sehabis melahirkan, bau mulut, menghilangkan biang keringat, sakit gigi, dan menghilangkan bau badan. Intensitas penggunaan sirih oleh informan tergolong sering dengan ekslusifitas paling disukai. Tumbuhan obat lainnya yang paling disukai oleh infoman untuk menghilangkan bau badan adalah beluntas (Pluchea indica).

Sembung (Blumea balsamifera) termasuk ke dalam famili Asteraceae memiliki nilai ICS sebesar 72 yang termasuk dalam kategori tumbuhan obat penting. Sembung dimanfaatkan oleh masyarakat untuk mengobati penyakit jantung, menstabilkan tubuh, meningkatkan stamina, perawatan sehabis melahirkan, pegal-pegal, dan membersihkan darah. Menurut Dalimartha (1999) daun sembung memiliki manfaat meredakan persendian yang sakit sehabis melahirkan, masalah persendian, demam, kembung, sariawan, kencing manis, dan nyeri haid. Masyarakat memanfaatkan daun sembung sebagian besar untuk perawatan sehabis melahirkan dan mengobati pegal-pegal. Intensitas penggunaan sembung oleh informan tergolong sering dengan ekslusivitas paling dipilih atau disukai.

Gambar 7 Dadap (Erythrina lithosperma) dan sambiloto (Andrographis paniculata)

Manfaat Kampung Konservasi TOGA

Manfaat Peningkatan Pengetahuan dan Sosial Budaya

(29)

mengenai jenis-jenis tumbuhan obat yang sebelumnya tidak diketahui manfaatnya. Telah dibahas sebelumnya bahwa penggunaan jenis tumbuhan obat meningkat setelah dicanangkannya Kampung Konservasi TOGA. Peningkatan pengetahuan terhadap jenis-jenis tumbuhan obat dapat mengurangi penggunaan obat konvensional, karena tumbuhan obat dapat digunakan sebagai alternatif pengobatan terhadap berbagai macam penyakit. Bertambahnya pengetahuan menghasilkan lebih banyak jenis tumbuhan obat yang dapat digunakan sebagai alternatif jika jenis tumbuhan obat tertentu tidak ditemukan atau tidak tersedia.

Pencanangan Kampung Konservasi TOGA di Kampung Gunung Leutik memberikan manfaat sosial budaya masyarakat, khususnya untuk para informan. Manfaat sosial yang diperoleh, yaitu peningkatan interaksi sosial masyarakat khususnya yang tergabung dalam kelompok TOGA. Selain interaksi sesama kader TOGA, saling membantu antar kader TOGA dan masyarakat lainnya juga dapat meningkatkan interaksi sosial. Pencanangan Kampung Konservasi TOGA Gunung Leutik diharapkan mampu mempertahankan budaya pengetahuan tumbuhan obat yang diwariskan secara turun temurun.

Manfaat Kesehatan

Menurut Damayanti et al. (2009) pembangunan kesehatan berbasis sumberdaya domestik memungkinkan tercapainya masyarakat mandiri kesehatan. Masyarakat mandiri kesehatan artinya masyarakat dapat memenuhi sendiri kebutuhannya untuk menyehatkan diri, keluarga dan kelompok terdekatnya dengan memanfaatkan sumberdaya alam yang ada di sekitarnya (Damayanti et al. 2009).

Kesesuaian dan kecocokan bahan baku ramuan tradisional untuk mengobati suatu penyakit memang didasarkan pada pengalaman turun temurun. Selama ini obat tradisional dianggap cukup manjur untuk mengobati berbagai macam penyakit. Selain itu, metode farmakologi modern senantiasa berhasil mengungkapkan adanya dasar-dasar ilmiah dibalik resep-resep ramuan tradisional. Ramuan tradisional yang digunakan oleh informan dapat dilihat pada Lampiran 3.

Umumnya informan memanfaatkan tumbuhan obat untuk kepentingan kesehatan, baik perawatan sehari-hari atau pengobatan ketika sakit. Pengetahuan membuat ramuan dari tumbuhan obat diperoleh informan dari berbagai sumber. Ramuan yang dibuat oleh informan sudah dirasakan khasiatnya walaupun belum ada uji klinis. Ramuan obat digunakan untuk mengobati penyakit ringan maupun penyakit berat. Berdasarkan hasil wawancara terdapat 40 ramuan yang digunakan oleh informan untuk mengobati 31 jenis penyakit (Lampiran 3). Penyakit ringan yang dapat disembuhkan dengan ramuan yang ada, yaitu sakit gigi, asam urat, batuk, diare, keseleo, luka, meriang, panas dalam, meriang, pegal-pegal, pelangsing, penyakit kulit, perawatan sehabis melahirkan, pusing, demam, sakit perut, sakit pinggang, sariawan, pengencer darah, dan penghilang bau badan. Sedangkan, penyakit berat yang dapat disembuhkan dengan ramuan yang ada, yaitu darah tinggi, jantung koroner, kurang darah, liver, paru-paru, peluruh kencing, radang usus, usus buntu (Lampiran 3).

(30)

22

dalam ramuan tersebut yang termasuk kategori penting menurut perhitungan ICS adalah jahe merah, temulawak, dadap, sambiloto, sirih, sembung, dan suji.

Contoh ramuan tumbuhan obat yang digunakan oleh informan untuk mengobati diare terdiri dari 5 helai daun jambu biji yang direbus dengan sekitar 3 gelas air, lalu air sisa rebusannya sebanyak 1 gelas diminum. Contoh ramuan tumbuhan obat lainnya yang digunakan oleh informan, yaitu ramuan bandotan untuk mengobati penyakit maag. Ramuan bandotan terdiri dari segenggam bandotan direbus kemudian diminum airnya. Contoh ramuan tersebut sama dengan yang dilakukan oleh masyarakat di di Kampung Babakan-Cengal Desa Cikaracak Kecamatan Leuwiliang, Bogor (Aristantia 2012). Ramuan-ramuan untuk mengobati penyakit-penyakit ringan tersebut umum diketahui oleh masyarakat. Pemakaian obat tradisional tidak menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan, seperti pada obat modern. Hal ini dikarenakan didalam tanaman atau bahan alam masih terkandung senyawa kimia pendukung lainnya yang memberikan efek sinergitas terhadap senyawa-senyawa lain dalam bahan, dibandingkan dengan obat modern yang hanya mengandung komponen tunggal (Hernani dan Marwati 2012).

Manfaat Ekonomi

Berdasarkan hasil wawancara, sebagian besar informan memiliki mata pencaharian sebagai ibu rumah tangga, yaitu sebanyak 67.8%. Mata pencaharian lainnya, yaitu PNS sebanyak 9.2%, pedagang sebanyak 4.6%, petani sebanyak 4.6%, penjahit sebanyak 4.6%, supir sebanyak 4.6%, dan tidak bekerja sebanyak 4.6%. Ibu rumah tangga lebih banyak memanfatakan tumbuhan obat. Hal tersebut dikarenakan ibu rumah tangga memanfaatkan tumbuhan dan tanaman obat untuk kepentingan keluarganya. Tumbuhan obat digunakan oleh ibu rumah tangga sebagai alternatif pengobatan yang mudah dan murah.

Sebagian besar sifat pemanfaatan tumbuhan obat oleh informan di Kampung Konservasi TOGA Gunung Leutik adalah subsisten, yaitu sebesar 90.1%. Hal tersebut menunjukkan bahwa informan memanfaatkan tumbuhan obat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari secara mandiri tanpa harus membeli obat konvensional atau berobat ke dokter. Sifat pemanfaatan tumbuhan obat secara komersial adalah 1.3% dan secara subsisten-komersial adalah sebanyak 8.6%. Informan menjual jenis tumbuhan obat bukan sebagai penghasilan utama, tetapi sebagai penghasilan tambahan.

Informan memperoleh tumbuhan obat dengan berbagai cara, yaitu dengan menanam sebanyak 36.4%, membeli sebanyak 18.2%, meminta sebanyak 15.7% dan mengambil sebanyak 29.7%. Informan banyak menanam tumbuhan obat baik di pekarangan atau di kebun yang dimilikinya. Informan lebih mudah memperoleh tumbuhan obat yang sering dimanfaatkan apabila menanam sendiri. Cara memperoleh lainnya, yaitu dengan mengambil sendiri dari alam khusus untuk tumbuhan kategori liar. Hal tersebut menunjukkan masyarakat khususnya informan lebih bergantung kepada sumber daya tumbuhan obat yang ada di sekitarnya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hal ini dapat menghemat biaya untuk berobat maupun membeli obat-obatan konvensional.

(31)

Puskesmas Ciampea menunjukkan bahwa terdapat 10 besar penyakit yang biasa diderita oleh masyarakat (Tabel 9).

Tabel 9 Jenis penyakit yang diderita masyarakat (2013)

No Nama Penyakit Kisaran Biaya Pengobatan (Rp)

1 Diare 4 419

Berdasarkan Tabel 9, penyakit yang paling sering diderita oleh masyarakat adalah penyakit diare. Penyakit diare, ISPA, gangguan pada kulit, dermatitis, penyakit gigi (karies gigi dan penyakit pulpa) dapat diobati dengan ramuan tumbuhan obat yang digunakan oleh informan. Sehingga, informan dapat menghemat biaya pengobatan untuk satu kali pengobatan untuk penyakit diare sebanyak Rp4 419, ISPA sebanyak Rp15 829, gangguan pada kulit sebanyak Rp12 048, dermatisis sebanyak Rp10 703, penyakit gigi (karies gigi dan penyakit pulpa) sebanyak Rp5 097 (Tabel 9). Kisaran biaya diperoleh dari harga obat yang biasa digunakan untuk mengobati penyakit tersebut yang di jual di pasaran.

Untuk penyakit berat, misalnya penyakit jantung koroner, liver, dan darah tinggi, informan mengeluarkan biaya setiap kali berobat atau check up berkisar antara Rp35 000 - Rp50 000. Ibu Yeti yang menderita penyakit jantung koroner, awalnya check up setiap minggu. Setelah menggunakan ramuan tumbuhan obat, check up menjadi satu bulan sekali, sehingga dapat menghemat biaya untuk berobat sebanyak Rp150 000/bulan. Bapak Jahri yang menderita penyakit liver, jantung koroner, dan hipertensi harus setiap bulan chek up ke dokter. Setelah menggunakan ramuan tumbuhan obat, Bapak Jahri dapat menghemat sebanyak Rp50 000/bulan. Penyakit hipertensi yang diderita Ibu Nana mengharuskannya untuk check up setiap 3 bulan sekali dengan biaya sekali check up Rp35 000. Setelah mengkonsumsi ramuan tumbuhan obat Ibu Nana tidak perlu check up lagi, sehingga dapat menghemat uang sebesar Rp35 000/3 bulan.

(32)

24

Rp800 000. Tetapi pendapatan tersebut tidak menentu, tergantung banyaknya pesanan dan konsumen yang datang untuk membeli produk tumbuhan obat.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Penelitian ini telah dapat mengidentifikasi manfaat kampung konservasi TOGA Gunung Leutik bagi masyarakat Desa Benteng, khususnya para informan. Manfaat tersebut adalah:

1. Tumbuhan obat yang penting dan mempengaruhi budaya keseharian masyarakat khususnya para informan, yaitu jahe merah (Zingiber officinale), temulawak (Curcuma xantorrizha), dadap (Erythrina lithosperma), sambiloto (Andrographis paniculata), suji (Dracaena angustifolia), sirih (Piper betle), dan sembung (Blumea balsamifera). Spesies tumbuhan obat tersebut dapat menjadi spesies unggulan yang menjadi prioritas untuk dikembangkan.

2. Keberadaan pekarangan sebagai apotek hidup merupakan hal yang penting bagi masyarakat khususnya informan. Pekarangan dapat digunakan sebagai tempat untuk pembudidayaan tumbuhan obat.

3. Sifat pemanfaatan tumbuhan di Kampung Konservasi TOGA Gunung Leutik paling tinggi adalah subsisten. Hal tersebut menunjukkan bahwa informan telah mandiri kesehatan dengan memanfaatkan sumberdaya tumbuhan obat di sekitar tempat tinggalnya.

4. Pemanfaatan tumbuhan obat oleh informan memberikan tambahan pendapatan dan mengurangi biaya pengeluaran untuk berobat.

Saran

Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk dapat mengakomodasi lebih banyaknya pemanfaatan tumbuhan obat, perlu adanya lanjutan penelitian serupa dengan menggunakan metode penarikan contoh selain metode snowball. Contohnya dengan menggunakan teknik penarikan contoh stratified ramdom sampling ataupun metode wealth ranking yang ditujukan kepada masyarakat desa secara umum.

2. Perlu ada kajian lebih lanjut tentang prioritas konservasi terutama bagi jenis-jenis tumbuhan obat yang Index of Cultural Significance-nya paling tinggi. 3. Perlu adanya konservasi dan pengembangan serta promosi kembali mengenai

TOGA dan Kampung Konservasi TOGA Gunung Leutik, agar masyarakat luas mengetahui dan memanfaatkan tumbuhan obat.

DAFTAR PUSTAKA

(33)

Ajiningrum PS. 2011. Valuasi potensi keanekaragaman jenis hasil hutan nonkayu (HHNK) masyarakat lokal Dayak Lundayeh dan Uma’lung di Kabupaten Malinau Kalimantan Timur [tesis]. Depok (ID): Universitas Indonesia.

Aristantia T. 2012. Kajian pemanfaatan tumbuhan obat keluarga di Kampung Babakan-Cengal Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Bodeker G. 2000. Indigenous Medical Knowledge: The Law and Politics of Protection. Oxford Intellectual Property Research Centre Seminar. 2000 Januari 25; Oxford, Inggris, Inggris (GB): Oxford University.

Bodeker G. 2005. Medicinal Plant Biodiversity & Local Healthcare: Sustainable Use & Livelihood Development. Paper. Division of Health Sciences & Institute for International Development, University of Oxford & Dept of Epidemiology, Mailman School of Public Health, Columbia University. Dalimartha S. 1999. Atlas tumbuhan obat Indonesia Jilid 1. Jakarta (ID): Trubus

Agriwidya.

Dalimartha S. 2003a. Atlas tumbuhan obat Indonesia Jilid 2. Jakarta (ID): Trubus Agriwidya.

Damayanti EK. 1999. Kajian Tumbuhan Obat Berdasarkan Kelompok Penyakit Penting pada Berbagai Etnis Di Indonesia [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Damayanti EK, Zuhud EAM, Sangat HM, Permanasari T. 2009. Pemanfaatan dokumentasi pengetahuan lokal tumbuhan obat untuk mewujudkan masyarakat mandiri kesehatan. Seminar Nasional Etnobotani IV; 2009 Mei 18. Cibinong, Indonesia. Cibinong (ID): LIPI.

Fahmi, Haryani TS, Ismanto. _______. Inventarisasi familia Asteraceae di Kebun Raya Bogor. Paper. Universitas Pakuan.

Hamzari. 2008. Identifikasi tanaman obat-obatan yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar hutan Tabo-tabo. Jurnal hutan dan Masyarakat Vol. 3: 2(111-234).

Hernani, Marwati T. 2012. Teknologi pascapanen tanaman obat. Bogor (ID): Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian.

Heyne K. 1987a. Tumbuhan Berguna Indonesia I. Jakarta (ID): Balai Litbang Departemen Kehutanan.

Heyne K. 1987a. Tumbuhan Berguna Indonesia III. Jakarta (ID): Balai Litbang Departemen Kehutanan.

Hwang, J.K. 2006. Xanthorrizol; A New Bioactive Natural Compound. Seoul (KR): Universty of Yonsei.

Kartikawati SM. 2004. Pemanfaatan sumberdaya tumbuhan oleh masyarakat Dayak Meratus di kawasan hutan Pegunungan Meratus, Kabupaten Hulu Sungai Tengah [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Laurence J, Bacharach M. 1964. Analytical Toxicology. Philadelphia (US): CRC Press.

(34)

26

Purwanto Y._________. Etnobotani: ilmu interdisipliner, metodologi, aplikasinya dalam pengembangan sumberdaya tumbuhan. Bogor (ID): Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Ramadevi R. Surendran E, Ravindran PN. 2004. Ginger : The Genus Zingiber. editor: Ravindran PN dan Babu KN. Florida (US): CRC Press.

Rosmiati S. 2010. Pengembangan tumbuhan obat keluarga melalui peran serta masyarakat (studi kasus di Kampung Gunung Leutik Desa Benteng, Kecamatan Ciampea Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Suryawan A, Kinho J, Mayasari A. 2013. Struktur dan sebaran jenis-jenis suku

Euphorbiaceae di Cagar Alam Tangkoko, Bitung, Sulawesi Utara. Info BPK Manado. 3(2):89-102.

Solikin. 2004. Jenis-jenis tumbuhan suku Poaceae di Kebun Raya Purwodadi. Biodiversitas. 5(1):23-27.

Supranto J. 2009. Statistik Teori dan Aplikasi Jilid 2. Jakarta (ID): Erlangga. Syukur R, Alam G, Mufidah, Rahim A, Tayeb R. 2011. Aktivitas antiradikal

bebas beberapa ekstrak tanaman famili Fabaceae. JST Kesehatan. 1(1)61-67. Turner NJ. 1988. The importance of a rose: evaluating the cultural significance of

plants in Thompson and Lillooet Interior Salish. Journal of American Antrophology. 90(2):272-290.

Zuhud EAM. 2009. Revitalisasi konservasi tumbuhan obat keluarga (TOGA) guna meningkatkan kesehatan dan ekonomi keluarga mandiri di desa contoh lingkar kampus IPB Darmaga Bogor. Laporan Akhir Penelitian Penelitian strategis Unggulan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(35)

27

Lampiran 1 Rekapitulasi tumbuhan obat beserta karakteristiknya

No Nama Lokal Nama Ilmiah Famili Habitus Kondisi penyebaran Status di Alam Cara pengolahan 1 Alang-alang Imperata cylindrica Poaceae Herba Sawah, kebun Liar

Ditumbuk, direbus

2 Alpukat Persea americana Lauraceae Pohon

Kebun, pinggir jalan,

pekarangan Domestik Direbus

3 Antanan/pegagan Centella asiatica Apiaceae Herba Sawah, kebun Liar

Direbus, dibuat teh

4 Anting-anting Acalypha australis Euphorbiaceae Semak Pekarangan, sawah Liar Direbus

5 Aren Arenga pinnata Arecaceae Pohon Kebun Domestik

Dicampur makanan atau minuman 6 Asem jawa Tamarindus indica Fabaceae Pohon Hutan, kebun Domestik Diseduh 7 Bambu kuning Bambusa vulgaris Poaceae Bambu Kebun Domestik Direbus 8 Bambu tali Gigantochloa apus Poaceae Bambu Kebun Semidomestik

Tanpa pengolahan

9 Bandotan

Ageratum

conyzoides Asteraceae Herba

Pekarangan, sawah, kebun,

pinggir jalan Liar Direbus 10 Bangle Zingiber purpureum Zingiberaceae Herba Kebun Domestik Ditumbuk 11 Bawang dayak

Eleutherine

americana Iridaceae Herba Kebun Domestik Direbus

12 Bawang merah Allium cepa Liliaceae Herba Kebun Domestik Ditumbuk 13 Bawang putih Allium sativum Liliaceae Herba Kebun Domestik Ditumbuk 14 Bayam Amaranthus tricolor Amaranthaceae Herba Sawah Domestik Dimasak

15 Belimbing manis Averrhoa carambola Oxalidaceae Pohon Pekarangan, kebun Domestik Direbus, diseduh 16 Belimbing wuluh Averrhoa bilimbi Oxalidaceae Pohon Pekarangan Semidomestik Direbus

17 Beluntas Pluchea indica Asteraceae Perdu

Pekarangan, pinggir jalan,

(36)

28

Lampiran 1 Rekapitulasi tumbuhan obat beserta karakteristiknya (lanjutan)

No Nama Lokal Nama Ilmiah Famili Habitus Kondisi penyebaran Status di Alam Cara pengolahan 18 Beubeunteuran

Maoutia

dipversifolia Urticaceae Semak Pinggir jalan Liar Direbus

19 Binahong Anredera cordifolia Basellaceae Liana Pekarangan, kebun Semidomestik Direbus, diremas 20 Brotowali Tinospora crispa Menispermaceae Liana Pekarangan, kebun Semidomestik

Ditumbuk, direbus

21 Bunga sepatu

Hibiscus

rosa-sinensis Malvaceae Perdu Pekarangan Semidomestik Direbus

22 Bunga teleng Clitoria ternatea Fabaceae Semak Pekarangan Semidomestik Diremas 23 Cabe jawa Piper retrofractum Piperaceae Liana Kebun, pekarangan Domestik

Direbus, ditumbuk 24 Cabe merah Capsicum annum Solanaceae Perdu Kebun Domestik Ditumbuk 25 Cabe rawit Capsicum frutescens Solanaceae Semak Pekarangan, kebun Domestik Ditumbuk 26 Cakar ayam

Selaginella

doederleinii Selaginellaceae Semak Kebun, hutan Liar Ditumbuk

27 Cariang merah

Homalomena

latifrons Araceae Herba Kebun Liar Diasap

28 Cengkeh

Syzygium

aromaticum Myrtaceae Pohon Kebun Domestik Direbus

29 Cincau pohon Cyclea barbata Menispermaceae Perdu Kebun, hutan, pekarangan Semidomestik Diremas 30 Ciplukan Physalis minima Solanaceae Herba Sawah, kebun, pekarangan Liar Direbus 31 Coklat / kakao Theobroma cacao Sterculiaceae Pohon Pekarangan Domestik Ditumbuk 32 Dadap

Erythrina

lithosperma Fabaceae Pohon Kebun, pekarangan Domestik Diremas, direbus

33 Dandang gendis Clinacanthus nutans Acanthaceae Kebun Liar

(37)

29

Lampiran 1 Rekapitulasi tumbuhan obat beserta karakteristiknya (lanjutan)

No Nama Lokal Nama Ilmiah Famili Habitus Kondisi penyebaran Status di Alam Cara pengolahan 35 Daun mangkok

Nothopanax

scutellarium Araliaceae Perdu Kebun, pekarangan Domestik

Direbus, dimasak

36 Daun sendok Plantago major Plantaginaceae Herba Sawah, kebun, pinggir jalan Liar

Ditumbuk, diseduh

37 Delima Punica sp. Punicaceae Pohon Pekarangan, kebun Domestik

Tanpa pengolahan

38 Duku Lansium domesticum Meliaceae Pohon Pekarangan Domestik Direbus

39 Durian Durio zibethinus Bombacaceae Pohon Kebun Domestik Diremas 40 Gandola ungu Basella rubra Basellaceae Herba Kebun Domestik Ditumbuk 41 Ganyong putih Canna edulis Cannaceae Herba

Sawah, kebun, pinggir

manihot Malvaceae Semak Kebun, sawah Semidomestik Direbus

43 Gelang Portulaca oleracea Portulacaceae Semak Sawah Liar Direbus 44 Handeuleum

Graptophyllum

pictum Acanthaceae Perdu Sawah, kebun, pekarangan Domestik Direbus

45 Harendong Melastoma affine Melastomataceae Semak

Hutan, pinggir jalan,

pekarangan Liar Direbus

46 Hareuga Bidens pilosa Asteraceae Semak Sawah, pekarangan Liar

Tanpa pengolahan

47 Jahe merah Zingiber officinale Zingiberaceae Herba Kebun Domestik

Ditumbuk, direbus 48 Jamblang Syzygium cumini Myrtaceae Pohon Pekarangan, kebun Domestik Direbus 49 Jambu biji Psidium guajava Myrtaceae Pohon

Pekarangan, sawah, kebun,

(38)

30

Lampiran 1 Rekapitulasi tumbuhan obat beserta karakteristiknya (lanjutan)

No Nama Lokal Nama Ilmiah Famili Habitus Kondisi penyebaran Status di Alam Cara pengolahan 51 Jawer kotok

Solenostemon

scutellarioides Lamiaceae Herba Kebun, sawah, pekarangan Semidomestik Diremas, direbus

52 Jengkol

Archidendron

jiringa Fabaceae Pohon Kebun Domestik Direbus

53 Jeruk bali Citrus maxima Rutaceae Pohon Pekarangan Domestik Direbus, diremas 54 Jeruk nipis Citrus aurantifolia Rutaceae Perdu Pekarangan, kebun Domestik Diperas

55 Johar Cassia siamea Fabaceae Pohon Pekarangan, Domestik Ditumbuk 56 Jonghe Emilia sonchifolia Asteraceae Herba Sawah Liar

Tanpa pengolahan

57 Jotang Acmella paniculata Asteraceae Semak Sawah Liar

Tanpa pengolahan

58 Kaca piring

Gardenia

jasminoides Rubiaceae Perdu Kebun, pekarangan Domestik Direbus, diremas

59 Kamboja Plumeria rubra Apocynaceae Pohon Pekarangan Domestik Direbus 60 Kapulaga

Amomum

compactum Zingiberaceae Semak Sawah, pekarangan Domestik Direbus

61 Karuk Piper sarmentosum Piperaceae Semak Kebun, pekarangan Semidomestik Direbus 62 Katuk

Sauropus

androgynus Euphorbiaceae Perdu Kebun, pekarangan, sawah Semidomestik Direbus, dimasak

63 Katumpangan Tridax procumbens Asteraceae Herba Sawah, kebun Liar Ditumbuk 64 Kayu manis

Cinnamomum

burmannii Lauraceae Pohon Kebun Domestik Dimasak

65 Kecubung Datura metel Salanaceae Herba Pekarangan Domestik Ditumbuk 66 Kedondong Spondias dulcis Anacardiaceae Pohon Kebun Domestik

Gambar

Tabel 1  Data primer yang dikumpulkan dalam penelitian
Tabel 5  Persentase penduduk berdasarkan etnis
Gambar 1  Struktur umur informan
Gambar 3  Sumber pengetahuan informan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tumbuhan obat yang dimanfaatkan sebagai obat di manfaatkan oleh masyarakat Suku Kei Kampung Adat Waur dikelompokkan menjadi 6 habitus yaitu pohon, herba, semak,

KAMPUNG TOGA SEBAGAI WISATA EDUKASI TANAMAN OBAT KELUARGA (TOGA). SG402, MAYOR DKV6, SEMESTER

Terdapat 10 kelompok penyakit/penggunaan tumbuhan obat utama yang dimanfaatkan oleh masyarakat Kampung Nyungcung dengan spesies tumbuhan obat paling banyak digunakan untuk

Potensi terkait Tumbuhan Obat Keluarga (TOGA) yang banyak diabaikan diberbagai tempat di Indonesia kini menjadi solusi dan perlu adanya pencanangan program untuk setiap

Terdapat 10 kelompok penyakit/penggunaan tumbuhan obat utama yang dimanfaatkan oleh masyarakat Kampung Nyungcung dengan spesies tumbuhan obat paling banyak digunakan untuk

Pendampingan yang dilakukan kepada kelompok kader TOGA yang kampung Gunung Leutik dan kampung Pabauran Sawah dilakukan dengan membangkitkan nilai-nilai di dalam

Potensi terkait Tumbuhan Obat Keluarga (TOGA) yang banyak diabaikan diberbagai tempat di Indonesia kini menjadi solusi dan perlu adanya pencanangan program untuk setiap

Mengingat desa ini terkenal sebagai desa penghasil berbagai produk herbal yang dihasilkan dari tanaman obat keluarga (Toga), sebagai langkah awal adalah menginisiasi