• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Keragaman Genetik Ikan Napoleon (Cheilinus undulatus) di Kepulauan Seribu Berdasarkan DNA Mikrosatelit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Keragaman Genetik Ikan Napoleon (Cheilinus undulatus) di Kepulauan Seribu Berdasarkan DNA Mikrosatelit"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK IKAN NAPOLEON

(Cheilinus undulatus) DI KEPULAUAN SERIBU

BERDASARKAN DNA MIKROSATELIT

DINAR PUTRALAKSANA

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Analisis Keragaman Genetik Ikan Napoleon (Cheillinus undulatus) Di Kepulauan Seribu Berdasarkan DNA Mikrosatelit adalah benar karya saya dengan arahan pembimbing dan belum diajukan kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang terdapat dalam skripsi ini dalam bentuk karya tulis penulis lain telah dicantumkan dalam bagian Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

DINAR PUTRALAKSANA. Analisis Keragaman Genetik Ikan Napoleon (Cheilinus undulatus) di Kepulauan Seribu berdasarkan DNA Mikrosatelit. Dibimbing oleh HAWIS H MADDUPPA dan ADRIANI SUNUDDIN.

Ikan Napoleon merupakan salah ikan Highly commercial yang juga merupakan spesies kunci pemangsa yang memainkan peranan penting bagi proses ekologi dan keberlanjutan ekosistem terumbu karang. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis tingkat keragaman genetik ikan napoleon berdasarkan DNA Mikrosatelit di Kepulauan Seribu, serta mengetahui status konservasi dan perdagangannya. Ekstraksi sampel menggunakan metode DNeasy blood and tissuekit produksi Qiagen. Amplifikasi gen lokus mikrosatelit dengan proses PCR (Polymerase Chain Reaction) menggunakan primer lokus A3, A65, T63. Tahapan annealing atau proses pemanasan untuk penempelan primer dilakukan pada suhu 57 °C untuk primer (A65), 58 °C (T63), dan 56 °C (A3), selama 30 detikdan 30x siklus. Hasil keragaman genetik menunjukan nilai Heterozigositas observasi (Hobs) rata-rata 0.608 dari tiga lokus yang digunakan. Nilai PIC (Polymorphic information content) tertinggi terdapat pada primer lokus T63 dengan nilai PIC sebesar 0.588 dan jumlah alel yang teramplifikasi sebanyak tujuh alel. Ikan napoleon termasuk kedalam status konservasi IUCN kategori terancam. Status perdagangan ikan napoleon berdasarkan CITES adalah Appendix II.

Kata kunci: keragaman genetik, DNA mikrosatelit, status konservasi, status perdagangan

ABSTRACT

DINAR PUTRALAKSANA. Genetic Diversity Analysis of Napoleon Wrasse (Cheilinus undulatus) in Kepulauan Seribu, based on Microsatellite DNA. Supervised by HAWIS H MADDUPPA and ADRIANI SUNUDDIN.

Napoleon wrasse is one of many fish that belongs to highly commercial category on Fishing Industry. In addition, napoleon wrasse is well known as one of the key predator species which play an important role for the ecology and sustainability of coral reef ecosystems. The purpose of this study was to analyze genetic diversity level of napoleon wrasse at Kepulauan Seribu, and recognize the conservation and trading status of napoleon wrasse. Sample extraction using DNeasy blood and tissue kit by Qiagen. Amplification of microsatellite loci gene by PCR using primer of A3, A65, and T63 loci. Stages of annealing was carried out at 57 °C on A65 primer, 58 °C on T63 primer, and 56 °C on A3 primer, for 30 seconds and 30x cycle. Genetic diversity result showing that the average values of Hobs from 3 loci that being used is 0.608. The highest PIC value was found on T63 loci primer, with 0.588 PIC value and 7 numbers of alleles were amplified. Based on IUCN, Napoleon wrasse was listed on endangered status and listed on Appendix II of trading status by CITES.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan

pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK IKAN NAPOLEON

(Cheilinus undulatus) DI KEPULAUAN SERIBU

BERDASARKAN DNA MIKROSATELIT

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2014

(6)
(7)

Judul Skripsi : Analisis Keragaman Genetik Ikan Napoleon (Cheilinus undulatus) di Kepulauan Seribu Berdasarkan DNA Mikrosatelit

Nama : Dinar Putralaksana NIM : C54100050

Disetujui oleh

Dr. Hawis H Madduppa, S.Pi, M.Si Pembimbing I

Adriani Sunuddin, S.Pi, M.Si Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir I Wayan Nurjaya, M.Sc Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Segala puji bagi Allah, Tuhan Yang Maha Esa, sang penguasa kehidupan dan akhirat ini, karena berkat rahmat, ridho, dan petunjukNya lah, kegiatan

penelitian yang berjudul “Analisis Keragaman Genetik Ikan Napoleon (Cheilinus undulatus) di Kepulauan Seribu berdasarkan DNA Mikrosatelit dapat terselesaikan.

Skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan baik berupa materil dan moril dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih pada Bapak Dr. Hawis H. Madduppa S.Pi, M.Si dan Ibu Adriani Sunuddin, S.Pi, M.Si selaku dosen pembimbing. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua beserta adik tercinta yang selalu memberikan dukungan dan doa yang tulus kepada penulis, peneliti dan staff Indonesian Biodiversity Research Center (IBRC) Bali atas fasilitas juga bimbingannya, teman-teman seperjuangan Ilmu dan Teknologi Kelautan IPB angkatan 47 serta semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan kita selalu mendapatkan berkat dari-Nya.

Bogor, November 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

METODE 2

Lokasi Penelitian 2

Prosedur Penelitian 2

Analisis Data 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Karakteristik Mikrosatelit 6

Keragaman Genetik 8

SIMPULAN DAN SARAN 10

Simpulan 10

Saran 11

DAFTAR PUSTAKA 11

LAMPIRAN 15

(10)

DAFTAR TABEL

1 Informasi primer mikrosatelit lokus A65, T63, dan A3 4 2 Nilai karakteristik mikrosatelit dari tiga lokus mikrosatelit ikan

napoleon (Cheilinus undulatus) di Kepulauan Seribu 6 3 Nilai heterozigositas yang diobservasi (Hobs) dan heterozigositas yang

diperkirakan (Hexp) dari tiga lokus mikrosatelit ikan napoleon (Cheilinus undulatus) di Kepulauan Seribu 8 4 Impor (dalam kg) ikan napoleon di China, Hongkong SAR 10

DAFTAR GAMBAR

1. Diagram alir prosedur analisis laboratorium 3

DAFTAR LAMPIRAN

(11)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ikan Napoleon, Cheilinus undulatus (Rüppell, 1835 dalam Wiadyna 2011), adalah salah satu ikan terumbu besar yang hidup pada daerah tropis. Ikan napoleon termasuk kedalam kategori ikan Highly Commercial dalam perikanan tangkap (Wiadyna, 2011). Selain dikenal sebagai komoditas bernilai tinggi, Ikan Napoleon diketahui merupakan salah satu species pemangsa kunci yang memainkan peranan penting bagi proses ekologi dan keberlanjutan ekosistem terumbu karang. Ikan Napoleon dilaporkan memangsa bintang laut berduri (Crown of Thorns starfish) yang diketahui merupakan pemangsa organisme pembangun terumbu karang (Sadovy et al., 2003). Kajian menunjukkan bahwa hilangnya ikan Napoleon dari ekosistem terumbu karang akan mendorong meledaknya populasi bintang laut berduri yang pada gilirannya memangsa organisme pembangun terumbu secara besar-besaran (CRC Reef Research Centre, 2003). Dewasa ini, ikan napoleon dikultur untuk menjadi persediaan dari permintaan ikan konsumsi pada skala internasional yang terus meningkat (Soemodinoto et al., 2013). Selain itu, ada juga pengembangan pasar ekspor untuk juwana dari ikan napoleon yang diperdagangkan untuk perdagangan akuarium laut. Oleh karena itu ikan napoleon atau Cheilinus undulatus dianggap sebagai ikan yang terancam di dunia (Donaldson dan Sadovy, 2001 dalam Dorenbosch, 2006). Berdasarkan hal tersebut perlu diadakan pelestarian dan penelitian lebih lanjut mengenai biodiversitas dari ikan napoleon, khususnya di perairan sekitar Indonesia, baik antar individu pada satu populasi maupun antar populasi yang berjauhan.

Struktur genetik pada suatu populasi berperan penting dalam penyusunan strategi konservasi. Struktur genetik populasi penting untuk diketahui agar dapat ditentukan apakah suatu populasi dikelola sebagai unit manajemen berbeda atau tidak, karena apabila hal ini tidak dilakukan dapat menimbulkan dampak yang kurang baik pada populasi tersebut (Wandia et al., 2009 dalam Lumban Gaol et al., 2013). Struktur genetik dapat diungkap dengan materi genetik berupa protein dan DNA. Pada tingkat DNA struktur genetik dapat diungkap dengan mikrosatelit.

(12)

2

Tujuan Penelitian

1. Menganalisis tingkat keragaman genetik antar individu yang terdapat di perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta berdasarkan DNA Mikrosatelit

2. Mengetahui status konservasi dari ikan napoleon berdasarkan IUCN (International Union for Conservation of Nature) serta status perdagangan berdasarkan CITES (Convention on International Trade in Endangered Species).

METODE

Lokasi Penelitian

Kegiatan penelitian ini dilakukan pada bulan April - Juli 2014. Pengambilan sampel ikan napoleon dilakukan di Nusa Keramba, Kepulauan Seribu pada keramba jaring apung ikan napoleon. Analisis laboratorium bertempat di Indonesian Biodiversity Research Center (IBRC), Sesetan – Bali, dan Laboratorium Biodiversitas dan Biosistematika Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Prosedur Penelitian

Metode Perolehan Data Sampel

Sampel ikan napoleon (Cheilinus undulatus) yang diambil merupakan hasil sitaan dari nelayan di sekitar perairan Kepulauan Seribu. Napoleon yang terdapat di keramba jaring apung merupakan kumpulan dari populasi napoleon yang berbeda karena berasal dari perairan yang berbeda. Sampel ikan napoleon diambil sedikit pada bagian sirip kaudal. Jumlah sampel ikan napoleon yang diambil adalah 56 sampel. Sampel dimasukkan dalam tube yang berisi etanol 96% dan diberi label. Selain itu, dilakukan juga pengukuran data panjang ikan napoleon menggunakan penggaris serta dokumentasi ikan yang dijadikan sampel. Kisaran panjang ikan napoleon yang dijadikan sampel adalah 23 - 30.5 cm.

Analisis Laboratorium

(13)

3

Gambar 1 Diagram alir prosedur analisis laboratorium Pengiriman Hasil DNA Positif Ke Sequencing Facility UC, Barkeley

Ekstraksi DNA sampel napoleon

Polymerase Chain Reaction (PCR)

Elektroforesis DNA Negatif

DNA Positif Mulai

Selesai

(14)

4

Ekstraksi DNA

Ekstraksi DNA bertujuan untuk menghancurkan jaringan daging sampel dan memisahkan DNA dari jaringannya. Ekstraksi DNA dapat dilakukan dalam beberapa metode. Metode yang digunakan dalam ekstraksi DNA ikan napoleon ini adalah dengan menggunakan Dneasy blood and tissue kit produksi Qiagen.

Polymerase Chain Reaction (PCR)

PCR bertujuan untuk mengamplifikasi gen lokus mikrosatelit. Komponen yang digunakan pada tahap ini adalah template DNA, enzim Taq DNA polymerase Gold, dNTPs, buffer PCR, MgCl2, primer sequence (5’-3”) forward

dan reverse dari Lokus A65;T63;A3 (Peng et al., 2013) sertaair deionase (ddH2O). Komposisi dalam satu tube proses PCR antara lain ddH2O 15µl, 10x PCR Buffer (Gold) 2.5 µl, dNTPs 1 µl, MgCl23 µl, primer forward 1 µl, primer reverse 1 µl, PE Amplitaq 0.1 µl, template DNA sebanyak 4 µl. PCR dilakukan dalam satu siklus pada suhu 95°C selama 5 menit, lalu diikuti dengan 30 siklus denaturasi pada 94°C untuk 30 detik, lalu 30 detik annealing pada temperatur pada Tabel 1, lalu tahap ekstensi pada 72°C untuk 30 detik, dan ekstensi yang terakhir pada 72°C untuk 5 menit.

Tabel 1 Informasi primer mikrosatelit lokus A65, T63, dan A3

Sumber :Peng et al. (2012)

Elektroforesis

Tahapan elektroforesis merupakan tahapan lanjutan untuk melihat DNA yang positif atau negatif dari produk PCR yang dihasilkan. Tahap awal yang dilakukan adalah pembuatan Gel Agarosa 10% dengan mencampurkan 0.75 gram bubuk agarosa dengan 75 mL TBE 0.5x dalam tabung Erlenmeyer. Panaskan pada microwave selama 1 menit hingga agarose terlihat larut. Kemudian tuangkan dalam cetakan agarosa dan pasangkan sisir kemudian tunggu selama 15-25 menit hingga gel terbentuk (Pratiwi, 2001).

Masukan sampel hasil PCR dengan menggunakan micropipet dengan terlebih dahulu campurkan dengan loading dye sebagai pewarna. Tahap pencampuran dilakukan menggunakan micropipet. Setelah itu masukkan kedalam

Lokus Dye Primer Sekuens (5'-3") Repeat

(15)

5 cetakan gel tersebut. Jalankan mesin elektroforesis pada 200 V dan arus 400 mA. Setelah selesai, rendam hasil cetakan gel pada wadah berisi EtBr, tunggu hingga 15 menit, lalu bilas pada air TBE dan lihat hasilnya dengan menggunakan lampu UV pada panjang gelombang 254 nm kemudian hasil gambar difoto dengan menggunakan kamera.

Fragment Analysis

Fragment analysis adalah istilah umum yang digunakan untuk mendeskripsikan analisis eksperimen penanda genetik, yang bergantung pada pendeteksian perubahan panjang sekuens DNA yang spesifik untuk menentukan presensi atau absensi dari penanda genetik (Olga, 2013). Fragment analysis adalah teknik genetik umum yang hasil sekuens dari suatu gen tidak dianalisis secara langsung dari urutan basanya, melainkan keberadaan dari suatu alel atau versi mutasi dari alel yang ada, dan ditujukan oleh keberadaan atau mutasi alel pada sekuens DNA yang terhubung yang nantinya dijadikan penanda dari alelnya. Hal ini menyebabkan penggunaan data fragment analysis tepat digunakan dalam analisis mikrosatelit untuk melihat keragaman genetik dari spesies yang diteliti. Cara mendapatkan data fragment analysis adalah dengan mengamplifikasi sampel yang sudah diekstraksi dengan metode PCR. Proses fragment analysis dikirim ke Berkeley Sequencing Facility yang terdapat di Amerika (Sanger et al., 1997).

Analisis Data

Karakteristik Mikrosatelit

Parameter dari karakteristik mikrosatelit yang digunakan dalam penelitian ini yaitu jumlah alel per lokus, jumlah sampel yang dianalisis, nilai PIC (Polymorphic information content) serta Hardy-Weinberg principle (HWP). Jumlah alel tiap lokus dan frekuensi alel dikalkulasikan atau dihitung menggunakan perangkat lunak Genemarker V 1.8 dan CERVUS 3.0 (Marshall et al., 1998).

Keragaman Genetik

(16)

6

Status Konservasi dan Perdagangan

Status konservasi napoleon dilihat dari situs IUCN (International Union of Conservation Nation) yaitu www.iucnredlist.org dan status perdagangan napoleon dilihat dari situs CITES (Convention on the International Trade in Endangered Species) cites.org/eng/app/appendices.php.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Mikrosatelit

Mikrosatelit atau biasa disebut simple sequence repeat merupakan kelas dari polimorfik genetik yang biasa digunakan dalam pemetaan genetik (phylogeography) dan analisis kekerabatan serta untuk merekam jejak pola keturunan. Setelah dilakukan analisis mikrosatelit terhadap sampel napoleon didapatkan hasil pada Tabel 2.

Tabel 2 Nilai karakteristik mikrosatelit Jumlah alel (Na), jumlah sampel (N), polymorphic information content (PIC). Tanda asterisk (*) menunjukan deviasi signifikan dari Hardy-Weinberg principle (HWP) dengan menggunakan koreksi Bonferroni (P<0.01) dari tiga lokus mikrosatelit ikan napoleon (Cheilinus undulatus) di Kepulauan Seribu

Locus N Na PIC HWP

A65 39 5 0.506 *

T63 39 7 0.588 *

A3 38 3 0.177 ND

Berdasarkan hasil analisis mikrosatelit, dua dari tiga lokus mikrosatelit yang digunakan menunjukan adanya penyimpangan signifikan dari persamaan Hardy-Weinberg yang diindikasikan dengan tanda asterisk (*) pada keterangan lokus mikrosatelit (Tabel 2). Hardy-Weinberg Principle (HWP) menyatakan bahwa alel dan frekuensi genotip pada suatu populasi akan tetap konstan dari generasi ke generasi berikutnya, dikarenakan tidak adanya pengaruh dari evolusi lainnya. Pengaruh evolusi yang terjadi adalah pemilihan pasangan, mutasi, seleksi alam, penyimpangan genetik, aliran gen, dan laju meiotik. Cara mengetahui penyimpangan dari HWP biasanya dilakukan oleh perangkat lunak yang digunakan untuk menganalisis data. Analisis tersebut menggunakan dasar

(17)

7 termasuk kedalam populasi dengan keadaan normal, karena kesetimbangan Hardy-weinberg mustahil secara nyata terjadi di alam.

Parameter jumlah alel (Na) dari nilai karakteristik mikrosatelit (Tabel 2) memperlihatkan hasil yang beragam dari ketiga lokus yaitu berkisar antara 3-7 alel. Jumlah alel paling banyak ditemukan pada lokus T63 yaitu sebanyak 7 alel. Nilai Polymorphism Informative Content (PIC) berkisar antara 0.177 - 0.588 dengan rataan 0.423, yang berarti lokus ini dapat mendeteksi polymorphisme dalam suatu populasi sebesar 18-59%. Dari hasil rataan PIC yang didapat, lokus yang digunakan termasuk dalam kategori penciri yang tingkat informatifnya sedang. Menurut Hildebrand et al. (1992) suatu lokus dapat dikategorikan sebagai penciri yang sangat baik, apabila menunjukan nilai PIC lebih besar dari 0.7. Sedangkan nilai PIC yang berkisar antara 0.4 – 0.5 dikategorikan sebagai penciri yang nilai informatifnya sedang. Lokus mikrosatelit T63 merupakan lokus paling efektif dibandingkan lokus lainnya dengan jumlah alel yang teramplifikasi tertinggi yaitu tujuh alel dan nilai PIC=0.588. Pada lokus A65 alel yang teramplifikasi berjumlah lima alel dengan nilai PIC=0.506, lokus A3 alel yang teramplifikasi berjumlah tiga alel dengan nilai PIC=0.177. Nilai PIC yang tinggi menggambarkan bahwa tingkat informasi penciri atau lokus yang digunakan sangat informatif sebagai penciri. PIC mengacu pada nilai suatu penanda untuk mendeteksi polymorphisme di dalam suatu populasi. PIC tergantung pada banyak ditemukannya alel dan distribusi dari frekuensi alelnya (Anderson et al., 1993).

Penelitian serupa dilakukan oleh Peng et al. (2012) yang mengamati karakteristik mikrosatelit dari ikan napoleon (humphead wrasse) yang berasal dari Laut Cina Selatan. Pada penelitiannya digunakan 13 lokus, tiga lokus diantaranya adalah lokus A65, T63 dan A3 yang digunakan dalam penelitian ini. Terdapat beberapa perbedaan hasil dari parameter karakteristik mikrosatelit dan keanekaragaman genetik (Tabel 3) yang didapatkan antara penelitian ini dengan penelitian oleh Peng et al. (2012).

Jumlah alel ikan napoleon (Cheilinus undulatus) (Tabel 2) yang ditemukan berkisar antara 3-7 alel. Nilai alel yang didapatkan untuk lokus A3 pada sampel ikan Napoleon di Kepulauan Seribu ini sama dengan jumlah alel yang ditemukan pada ikan napoleon di Laut Cina Selatan oleh Peng et al (2012) yaitu sebanyak tiga alel. Jumlah alel pada lokus A65 dan T63, jumlah yang didapatkan adalah lima alel pada lokus A65 dan tujuh alel pada lokus T63, jumlah ini lebih banyak dibandingkan dengan jumlah alel yang didapatkan pada jurnal penelitian yang dilakukan Peng et al (2012), yaitu dua alel pada masing-masing lokus A65 dan lokus T63. Perbedaan jumlah alel antara ikan Napoleon di Kepulauan Seribu dengan ikan Napoleon di Laut Cina Selatan ini disebabkan oleh perubahan frekuensi atau jumlah alel relatif yang biasa disebut genetic drift.

(18)

8

jumlah alel yang didapatkan adalah bahwa alel tersebut merupakan produk mutasi terkini sehingga belum tersebar pada populasi lainnya (Dewi et al., 2013).

Keragaman Genetik

Keragaman genetik merupakan variasi gen dalam satu spesies baik diantara populasi – populasi yang terpisah secara geografis maupun di antara individu – individu dalam satu populasi (Indrawan et al., 2007). Keragaman genetik dalam sebuah populasi organisme terutama dihasilkan oleh tiga mekanisme yaitu mutasi, perpasangan alel secara bebas atau rekombinasi dan migrasi gen dari satu tempat ketempat lain (Suryanto, 2003).

Tabel 3 Nilai Heterozigositas yang diobservasi (Hobs) dan heterozigositas yang diperkirakan (Hexp) dari tiga lokus mikrosatelit ikan napoleon (Cheilinus undulatus) di Kepulauan Seribu

Nilai heterozigositas yang diperkirakan menunjukan kisaran nilai 0.193-0.629. Nilai heterozigositas yang diperkirakan untuk tiap lokus yang diamati yaitu sebesar 0.579 untuk lokus A65 dan lokus T63 sebesar 0.629. Nilai lokus A3 sebesar 0.184 dengan 38 sampel yang dianalisis. Keragaman genetik dalam suatu populasi diukur dengan rata-rata heterozigositas (Ĥ) jika lokus yang diamati lebih

dari satu lokus (Nei dan Kumar, 2000). Hasil analisis menunjukan bahwa rata-rata nilai heterozigositas yang diobservasi (Hobs) dan heterozigositas yang diperkirakan (Hexp) dari lokus yang digunakan, menunjukan nilai Hobs = 0.608 dan Hexp = 0.4699. Menezes (2005) berpendapat bahwa suatu penanda lokus dianggap sangat baik ketika nilai Hobs rata rata yang didapat lebih tinggi dari 0.7, dan kurang baik apabila nilainya dibawah 0.5. Untuk itu lokus yang digunakan pada penelitian ini dapat dikategorikan cukup baik dalam digunakan sebagai penanda dalam analisis keragaman genetik. Nilai heterozigositas yang ditemukan pada penelitian ini temasuk tinggi dibandingkan dengan nilai heterozigositas yang didapatkan oleh Peng et al (2012) pada penelitiannya mengenai karakteristik lokus mikrosatelit ikan napoleon di laut cina selatan yang rata-rata Hobsnya menunjukan nilai 0.4733.

(19)

9 menunjukan jumlah rata-rata individu dengan lokus yang polimorfik. Lokus dapat dikatakan bersifat polimorfik apabila memiliki variasi alel dalam suatu populasi. Heterozigositas observasi (Hobs) merupakan nilai heterozigositas yang diperoleh dari sampel pengamatan, sedangkan heterozigositas yang diperkirakan (Hexp) merupakan nilai heterozigositas yang diharapkan berdasarkan Hardy-weinberg Principle. Besarnya keragaman genetik dapat mencerminkan sumber genetik yang juga diperlukan untuk mendukung adaptasi ekologi suatu jenis spesies dalam jangka pendek dan evolusi dalam jangka panjang (Lande and Shannon, 1996).

Hasil nilai heterozigositas genetik menunjukan bahwa ikan napoleon yang berada di Nusa Keramba, Kepulauan Seribu, memiliki nilai heterozigositas yang lebih tinggi pada lokus yang diamati yaitu A65, A3, dan T63 dari ikan napoleon di Laut Cina Selatan oleh Peng et al. (2012). Hal ini menunjukan keragaman genetik yang tinggi dimiliki oleh ikan napoleon di Kepulauan Seribu. Untuk itu, kita perlu mempertahankan keragaman genetik yang ada, guna menjaga kemungkinan alel yang baik dari perubahan. Kenchington et al. (2003) mengusulkan beberapa bentuk aksi dalam pencegahan hilangnya keragaman diversitas pada biota laut, yaitu mempertahankan jumlah dan ukuran relative dari populasi, mempertahankan kelimpahan besar dari populasi individual, dan meminimalisasi seleksi yang disebabkan oleh perdagangan perikanan (Madduppa et al., 2012). Ikan Napoleon (Cheilinus undulatus) merupakan ikan yang memiliki bagian penting dalam perdagangan internasional ikan karang hidup konsumsi, dan menjadi salah satu dari bagian spesies dengan nilai unit yang tertinggi. Ancaman utama dari perdagangan ikan karang hidup adalah hilangnya keberlanjutan spesies yang disebabkan oleh penangkapan ikan yang berlebihan, serta efek penangkapan ikan yang memungkinkan rusaknya spesies sasaran, dan spesies non-target serta lingkungan terumbu (Gillet, 2010).

(20)

10

Tabel 4 Impor (dalam Kg) ikan napoleon di China, Hongkong SAR

Asal Negara 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Rata-rata

Permintaan terhadap napoleon semakin bertambah setiap tahunnya meski harga jual napoleon sangat tinggi. Harga satu kg napoleon di Indonesia berkisar antara Rp 1.000.000,00 - Rp 1.500.000, 00. (Firdaus dan Hafsaridewi, 2012) Namun kini perdagangan napoleon di Indonesia telah dibatasi sejak adanya Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor: 37/KEPMEN-KP/2013 tentang Penetapan Status Perlindungan Ikan Napoleon dan menyebabkan permintaan napoleon sedikit menurun. Penangkapan napoleon diizinkan apabila dilakukan oleh peneliti dengan izin meneliti untuk tujuan ilmiah dan pengembangan budidaya kelautan, lalu berat ikan napoleon yang diizinkan untuk ditangkap adalah satu sampai tiga kg (ikan dengan berat kurang dari satu kg dan lebih dari tiga kg, harus digunakan sebagai budidaya kelautan atau dibebaskan ke alam), metode penangkapan yang diizinkan adalah menggunakan hook and line, perangkap, dan jarring insang. Indonesia juga memiliki program Marine Protected Area (MPA) yang ditujukan untuk mengatur atau mengelola perikanan laut (Mous et al., 2005). Program MPA dapat menjadi alat efektif untuk melakukan perlindungan keanekaragaman genetik yang menawarkan keuntungan untuk konservasi kekayaan alel dan melestarikan alel yang langka (Perez-Ruzafa et al., 2006).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(21)

11 terancam kepunahan, tetapi mungkin akan terancam punah apabila perdagangan terus berlanjut tanpa adanya pengaturan.

Saran

Perlu adanya penelitian serupa mengenai karakteristik mikrosatelit ikan napoleon dengan menggunakan lokus yang lebih beragam, agar meningkatkan informasi dari nilai PIC yang didapat sehingga didapatkan acuan yang lebih baik dalam mendeteksi polimorfisme yang terjadi pada suatu populasi ikan napoleon.

DAFTAR PUSTAKA

Anderson JA, Churchill GA, Autrique JE, Tanksley SD, Sorrells ME. 1993.Optimizing parental selection for genetic linkage maps. Genome, 36: 181-186

Barber CE, VR Pratt. 1997. Sullied Seas : Strategies for combating cyanide fishing in SE Asia and beyond. 57p. World Resources Inst, Washington, DC and the International Marine Life Alliance, Manila.

Berkeley Education. Bottlenecks and Founder Effect. Understanding Evolution [www.evolution.berkeley.edu/evosite/evo101/IIID3Bottlenecks.shtml][25 Oktober 2014]

Bryant D, L Burke, JW McManus, M Spalding. 1998. Reefs at Risk : A Map-Based indicator of threats to the world’s coral reefs. Hal 56.World Resources Institute, Washington : USA.

[CITES] Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora. 2004. Amendments to Appendices I and II of CITES [proposal]. Convention on the International Trade in Endangered Species, 13th Meeting of the Conference of the Parties.

[CITES] Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora. 2013. Appendices I, II and III. CITES Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora [www.cites.org]. [5 Juli 2014]; Versi 2013 : Switzerland.

CRC Reef Research Centre (2003). Crown-of-Thorns starfish in the Great Barrier Reef – Current state of knowledge. Townsville: CRC Reef Research Centre, 6 hal.

Dewi KE, Soma IG, Wandia IN. 2013. Diversitas genetik populasi monyet ekor panjang di Mekori menggunakan marka molekul mikrosatelit D3S1768.Indonesian Medicus Veterinus 2(1) : 43-57

Dorenbosch M, MGG Grol, I Nagelkerken, G van der Velde. 2006. Seagrass beds and mangroves as potential nurseries for the threatened Indo-Pacific napoleon wrasse, Cheilinus undulatus and Caribbean rainbow parrotfish, Scarus guacamaia. Biological Conservation, 129: 277-282.

(22)

12

Firdaus M, Hafsaridewi R. 2012. Nilai ekonomi pemanfaatan ikan napoleon (Cheilinus undulatus) di Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau.Buletin Riset Sosek Kelautan dan Perikanan 7(1):1-6.

Froese R, KKleisner, D Zeller, DPauly. 2011. Worrisome trends in global stock status continue unabated: a response to a comment by R.M. Cook on "What

catch data can tell us about the status of global fisheries”.Marine Biology

Gillett R. 2010. Monitoring and management of the napoleon wrasse, Cheilinus undulates. FAO Fisheries and Aquaculture Circular. No 1048. Rome(ITA): FAO 62p.

Heidi C, Carrie D, Maggie K, Sarah C, Angelia S, Robin S. 2014. The genetic variation in a population is caused by multiple factors. Nature Science (Ed 5.4) [Internet] [diunduh pada 7 Juli 2014].Tersedia pada http://http://www.nature.com/scitable/topicpage/the-genetic-variation-in-a-population-is-6526354.

Hildebrand CE, Torney David C, Wagner PR.1992. Informativeness of Polymorphic DNA Markers. Los AlamosScience. 20:100-102.

Indrawan M, RB Primack, J Supriatna. 2007. Biologi Konservasi. Jakarta(ID): Yayasan Obor Indonesia.

[IUCN] International Union for Conservation of Nature. 2013. IUCN Red List of Threatened Species. IUCN International Union Conservation for Nature [Internet]. (26 Mei 2014 [26 May 2014]); Version 2013(2):Switzerland.Jones R.J. and O. Hoegh-Guldberg. 1999. The effect of cyanide on coral photosynthesis : implication for identifying the cause of coral bleaching and for assessing the environmental effect of cynide fishing. Marine Ecology Progress Series 177:83-91

Kenchington E, Mikko H, Nielsen EE. 2003. Managing marine genetic diversity:time for action?. Marine Science 60:1172-1176.

Lande,R.C. and S. Shannon. 1996. The role of genetic variation in adaptation and population persistence in a changing environment. Evolution 50:434-437

Lumban Gaol AD, Suatha IK, Wandia IN. 2013. Struktur genetika populasi monyet ekor panjang di Alas Kedaton menggunakan marka molekul mikrosatelit DI8S536. Indonesia Medicus Veterinus2(1) : 32-42.

Madduppa HH, Timm J, Kochzius M. 2012. Fishery-induced loss of genetic diversity in clown anemonefish (Amphiprion ocellaris) island populations of the Spermonde Archipelago, Indonesia [disertasi].Bremen(DE): University of Bremen.

Mahfudz. 2013. Hubungan antara keragaman dengan isoenzim dan pertumbuhan Merbau. Balai Penelitian Kehutanan Manado. 3:103-112.

Marshall TC, Slate J, Kruuk LEB, Pemberton JM. 1998. Statistical confidence for likelihood-based paternity inference in natural populations. Molecular Ecology 7:639-655.

Menezes M.P.C. 2005. Variabilidade e relações genéticas entre raças caprinas nativas brasileiras. Ibéricas e canárias. Tese de Doutorado Integrado em Zootecnia, Universidade Federal da Paraíba, Universidade Federal Rural de Pernambuco e Universidade Federal do Ceará, Areia, CE. 110p.

(23)

13 management andto define a role for marine protected areas in Indonesia.Fisheries Management and Ecology 12:259-268

Myers RF. 1991. Micronesian Reef Fishes.Ed-2. 298p. Guam(US) : Coral graphics.

Nei M. 1987. Molecular Evolutionary Genetics. New York(US) : Columbia University Press.

Nei M, S Kumar.2000 Molecular Evolution and Phylogenetics. New York(US) : Oxford University Press.Inc.

Olga S. 2013. Fragment analysis. University of Delaware Sequencing and

Genotyping Center

[www.udel.edu/dnasequence/Site/Fragment_Analysis.html] 7 Juli 2014 [7 Juli 2014]

Peng Yanhui, Luo Jian, Yin S, Zhu X, Hu J, Liu Z. 2012. Screening and Applicability of humphead wrasse microsatellite molecular markers. Marine Sciences Vol.36(5):109-116.

Pérez-Ruzafa Á, González-Wangüemert M, Lenfant P, Marcos C, García-Charton JA. 2006. Effects of fishing protection on the genetic structure of fish populations. Biol Conserv 129:244–255

Pratiwi R. 2001. Mengenal Metode Elektroforesis. Puslitbang Oseanologi- LIPI. 26(1) : 25-31.

Sadovy Y, MKulbicki, PLabrosse, YLetoumeur, P Lokani, TJ Donaldson.2003. The napoleon wrasse, Cheilinus undulatus : synopsis of a threatened and poorly known giant coral reef fish. Reviews in Fish Biology and Fisheries. 13:327-364

Sanger F, Nicklen S, Coulson AR. 1997. DNA sequencing with chain terminating inhibitors.P Nat Acad Sci. 74: 5463-5467.

Soemodinoto A, Djunaidi A, Nur MJ. 2013. Budidaya Ikan Napoleon oleh Masyarakat di Kepulauan Anambas, Provinsi Kepulauan Riau: Evolusi Kegiatan, Jejaring Pembudidaya dan Kelayakan Usaha. The Nature Conservation. Jakarta.26 hal

Suryanto D. 2003.Melihat Keanekaragaman Organisme Melalui Beberapa Teknik Genetika Molekuler. USU digital library

(24)

14

(25)

15 Lampiran 1. Ukuran rata-rata panjang Napoleon

ID Tag ID Penelitian Panjang Total (cm)

Dokumentasi

(26)

16

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 31 Juli 1992 dari ayah yang bernama Dadi Gumilar dan ibu Sinar Agustine. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 5 Bogor pada tahun 2010, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama kuliah di Institut Pertanian Bogor penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Selam Ilmiah pada periode 2012-2013. Penulis aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan (HIMITEKA) sebagai anggota divisi Kewirausahaan periode 2012-2013. Penulis aktif dalam kepanitiaan fieldtrip mata kuliah Oseanografi Umum, Oseanografi Kimia, Iktiologi, Oseanografi Fisika, Akustik Kelautan, Ekologi Laut Tropis, Biologi Hewan Laut, dan Pemetaan Sumberdaya Hayati Laut. Pada Januari 2013 penulis magang di Indonesian Biodiversity Research Center di Bali dan pada Juni-Juli 2013 penulis melakukan praktek kerja lapang di LIPI Lombok. Penulis juga aktif mengikuti pelatihan Marine Biodiversity andBiomolecular yang diadakan oleh Departemen ITK – IPB, pelatihan Marine Biodiversity and Taxonomy oleh ITK-IPB, dan sertifikasi selam tingkat A1 oleh POSSI pada tahun 2013.

Sebagai salah satu syarat kelulusan, penulis melakukan penelitian dengan

Gambar

Gambar 1 Diagram alir prosedur analisis laboratorium
Tabel 2 Nilai karakteristik mikrosatelit Jumlah alel (Na), jumlah sampel (N), polymorphic information content (PIC)
Tabel 4 Impor (dalam Kg) ikan napoleon di China, Hongkong SAR

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini dapat terjadi karena ketika kendaraan dengan kecepatan semakin tinggi melewati jalan tidak rata, maka gaya redam yang dihasilkan oleh shock absorber semakin

Karakteristik anak usia dini adalah unik, begitu juga dengan cara belajar anak. Setiap anak memiliki cara belajar yang berbeda hal ini biasanya dipengaruhi oleh faktor

LGD adalah suatu metode yang sangat efektif untuk mengatur penempatan calon  pemimpin ketika posisi mereka dipindahkan yang mana mereka mempunyai kekuasaandan dipercaya dapat

Berdasarkan sifat ini maka matriks yang berbentuk eselon baris atau matriks segitiga akan lebih mudah untuk dihitung nilai determinannya karena hanya merupakan perkalian dari elemen

Analisyis kadar kafein pada kopi dengan variasi massa penambahan kulit biji kopi yaitu (5,10,15,20,25%) terhadap 25 gram dan dilarutkan pada 100 mL Akuades dan 2 gram

instruksional demonstrasi dalam bentuk komunikasi non verbal yang digunakan pendidik (gadik dan instruktur) dalam proses pembelajaran yang mana mereka akan

menyelesaikan penulisan tesis dengan judul “Evluasi Contextual Teaching and Learning Dalam Manajemen Pembelajaran Seni Musik Pada Kelompok Paduan Suara Quinta

Pengertian metode pembelajaran atau instruksional bahwa metode instruksional merupakan perpaduan dari urutan kegiatan, cara pengorganisasian materi pelajaran dan