• Tidak ada hasil yang ditemukan

Campuran Enkapsulan dan Pemanasan Sub-Letal Meningkatkan Kualitas Mikrokapsul Lactobacillus plantarum dalam Serbuk Jambu Biji Kering Semprot.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Campuran Enkapsulan dan Pemanasan Sub-Letal Meningkatkan Kualitas Mikrokapsul Lactobacillus plantarum dalam Serbuk Jambu Biji Kering Semprot."

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

CAMPURAN ENKAPSULAN DAN PEMANASAN SUB-LETAL MENINGKATKAN KUALITAS MIKROKAPSUL Lactobacillus plantarum

DALAM SERBUK JAMBU BIJI KERING SEMPROT

RINA NINGTYAS

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Campuran Enkapsulan dan Pemanasan Sub-Letal Meningkatkan Kualitas Mikrokapsul Lactobacillus plantarum dalam Serbuk Jambu Biji Kering Semprotadalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2015

(4)
(5)

RINGKASAN

RINA NINGTYAS. Campuran Enkapsulan dan Pemanasan Sub-Letal Meningkatkan Kualitas Mikrokapsul Lactobacillus plantarum dalam Serbuk Jambu Biji Kering Semprot. Dibimbing oleh SRI LAKSMI SURYAATMADJA dan LILIS NURAIDA.

Permintaan pangan probiotik berbahan dasar non-susu mengalami peningkatan pada pasar global, salah satu inovasi adalah serbuk jambu biji probiotik. Probiotik umumnya mengalami penurunan selama produksi, kondisi penyimpanan serta saat melalui alat pencernaan. Teknik mikroenkapsulasi menggunakan metode pengeringan semprot adalah salah satu upaya untuk mempertahankan sintasan probiotik. Efektivitas mikroenkapsulasi dapat ditingkatkan dengan pemilihan jenis enkapsulan dan perlakuan pra-pengeringan semprot.

Penelitian ini bertujuan adalah untuk memilih bahan enkapsulan yang cocok untuk mikroenkapsulasi dua strain probiotik L. plantarum (2C12 dan BSL) dalam sari jambu biji dengan metode pengeringan semprot dan untuk mendapatkan suhu sublethal yang optimal sebagai perlakuan awal untuk probiotik, yang dilakukan sebelum pengeringan semprot. Suhu pengeringan semprot adalah suhu 1200C (inlet) dan 700C (outlet). Bahan enkapsulan yang digunakan adalah maltodekstrin (MD), serta campuran MD-gum arab, MD-inulin dan MD-GOS. Dalam percobaan terpisah, optimalisasi suhu sub-letal (500C, 52.50C, dan 550C) dipelajari. Kualitas mikrokapsul dari kedua strain L. plantarum yang diperoleh dievaluasi termasuk sintasan probiotik, ketahanan sel terhadap panas (500C, 600C, dan 700C), pH rendah (2.0), dan garam empedu (0.5%).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua bahan enkapsulan menghasilkan mikrokapsul dengan kualitas yang baik pada kedua strain L. plantarum, berdasarkan sintasan probiotik setelah pengeringan semprot dan meningkatkan ketahanan probiotik terhadap panas, pH rendah, dan garam empedu. Maltodekstrin yang dicampur dengan gum arab (5:1) menghasilkan bahan enkapsulan dengan proteksi terbaik untuk kedua strain. Ketahanan probiotik terhadap panas, pH rendah dan garam empedu bervariasi yang dipengaruhi oleh bahan enkapsulan dan strain probiotik. Sintasan probiotik terbaik adalah pada suhu 500C, dengan bahan enkapsulan yang paling baik dalam melindungi sel terhadap panas adalah maltodekstrin. Campuran maltodekstrin dan GOS menghasilkan mikrokapsul L. plantarum 2C12 yang tahan terhadap pH rendah dan garam empedu, sedangkan untuk L. plantarum BSL bahan enkapsulan terbaik adalah maltodekstrin. Proses mikroenkapsulasi tidak mempengaruhi aktivitas antimikroba secara signifikan dari kedua strain terhadap Escherichia coli. Suhu sublethal yang optimal adalah di 550C yang efektif dalam meningkatkan kelangsungan hidup probiotik sekitar 1.0 log cfu g-1 dalam serbuk. Serbuk JBPE memiliki aktivitas air (0.4), kelarutan air yang baik (90-95%), warna produk yang diukur menggunakan chromameter (L, a, b) adalah 84.11, 2.35, 7.85. Kata kunci: Serbuk jambu biji, Lactobacillus plantarum, mikroenkapsulasi,

(6)

SUMMARY

RINA NINGTYAS. Mixture of Encapsulant and Sub-Lethal Preheating Improved the quality of Lactobacillus plantarum Microcapsule in Spray-Dried Guava Powder. Supervised by SRI LAKSMI SURYAATMADJA and LILIS NURAIDA. The demand for nondairy probiotic foods in the global market has increased recently. Innovation today is to develop probiotic foods such as fruit based probiotics. One problem pose is that the number of probiotics generally decreased during food processing and storage conditions and when consumed through the digestive tract. Microencapsulation technique by spray drying method has been reported can increase the survival of probiotic when exposed to these environment. Factors that influence the effectivity of this method are the type of microencapsulating material and sub-lethal temperature performed on the probiotic culture before spray drying.

The objectives of this study were to select the suitable encapsulating material for microencapsulation of two probiotic strains L. plantarum (2C12 and BSL) in guava juice by spray drying and to obtain the optimum sublethal pre-heating temperature exposed to probiotic culture before spray drying. The temperatures of the spray dryer were set at 1200C (inlet) and 700C (outlet). Encapsulating materials used in this study were maltodextrin (MD) and mixture of MD-Arabic gum, MD-Inulin, and MD-GOS (galactoorigosaccaride). In separate experiment, optimization of the sublethal pre-heating temperature (500C, 52.50C, and 550C) were studied. The quality of microcapsules of both L. plantarum obtained was evaluated including probiotic survival after spray drying and resistance to heat (500C, 600C, and 700C), low pH (2.0), and bile salt (0.5%).

The results showed that all encapsulating materials produced good quality microcapsules of both L. plantarum strains based on the probiotic survival after spray drying and improved the resistance of probiotic after heat, low pH, and bile salts. Mixture of maltodextrin and arabic gum was considered as the best encapsulating materials in producing spray dried microcapsules with the highest cell number of both L. plantarum strains. The resistance of encapsulated probiotics to heat, low pH and bile salt was varied by the type of encapsulating materials and L. plantarum strain. Microencapsulating using maltodextrin could be able to protect the probiotic strain toward heating at 500C by 2-3 log cfu g-1 guava powder compared to free cells. While mixture of maltodextrin and GOS showed the highest protection toward low pH and bile salt, except for L. plantarum BSL, maltodextrin alone demonstrated the best protection toward bile salt. Antimicrobial activity of the probiotics after microncapsulation againts Eschericia coli did not change significantly. The optimum sublethal temperature before spray drying was at 550C which was effective in increasing the survival of probiotic about 1.0 log cfu g-1 in guava powder. The spray dried guava powder probiotic had water activity (0.4), good water solubility (90-95%), and the color measured by chromameter (L, a, b) were 84.11, 2.35, 7.85, respectively.

(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

(8)
(9)

CAMPURAN ENKAPSULAN DAN PEMANASAN SUB-LETAL MENINGKATKAN KUALITAS MIKROKAPSUL Lactobacillus plantarum

DALAM SERBUK JAMBU BIJI KERING SEMPROT

RINA NINGTYAS

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)
(11)

Judul Tesis : Campuran Enkapsulan dan Pemanasan Sub-Letal Meningkatkan Kualitas Mikrokapsul Lactobacillus plantarum dalam Serbuk Jambu Biji Kering Semprot

Nama : Rina Ningtyas

NIM : F251120331

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Sri Laksmi Suryaatmadja, MS Prof. Dr. Lilis Nuraida, M.Sc

Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Pangan

Prof. Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, MScAgr

(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga tesis yang berjudul “Campuran Enkapsulan dan Pemanasan Sub-Letal Meningkatkan Kualitas Mikrokapsul Lactobacillus plantarum dalam Serbuk Jambu Biji Kering Semprot” ini berhasil diselesaikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Direktorat Pendidikan Tinggi Kemendikbud atas didanainya penelitian ini melalui program Hibah Kompetensi tahun anggaran 2014.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Sri Laksmi Suryaatmadja, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Prof. Dr. Lilis Nuraida, M.Sc selaku anggota komisi atas waktu dan kesempatan yang telah diluangkan dalam memberikan bimbingan, ilmu, arahan, motivasi, dan masukkan selama penulis mengikuti pendidikan, penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian, pembuatan artikel jurnal hingga penyusanan tesis. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Elvira Syamsir selaku penguji luar komisi pebimbing atas saran dan masukkan demi kesempurnaan Tesis ini.

Terima kasih kepada keluarga terutama Mama, Ayah dan adik atas doa, kasih sayang dan segala dukungan kepada Penulis. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada semua Dosen Ilmu Pangan yang telah mengajarkan penulis selama kuliah S2, kepada teknisi dan staf di laboratorium program studi IPN, departemen ITP dan SEAFAST, terutama Mba Ari, Pak Nur, Pak Taufik, Mas Yeris, dan Teh Yayam, kepada rekan-rekan penelitian, Anis Usfah, Nurwulan Purnasari, Diana, Sari, Mba Nur, Mba Ino, Bu Retnani serta teman-teman IPN, Laras, Ka Tiwi, Afni, Puri, Tuti, Ka Novan, Mas Bimo dan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu.Terima kasih atas bantuan, masukkan, dukungan, dan kerjasama selama melakukan penelitian ini, serta semua pihak yang turut mendukung penyelesaian tesis ini.

Akhir kata penulis berharap semua penelitian dan tesis ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan mampu memberikan sumbangan yang berarti bagi ilmu pengetahuan.

Bogor, Juni 2015

(14)
(15)

DAFTAR ISI

RINGKASAN iii

SUMMARY iv

PRAKATA xi

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR GAMBAR xiv

DAFTAR LAMPIRAN xv

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

Hipotesis 4

TINJAUAN PUSTAKA 4

Jambu Biji (Psidium guajava L.) 4

Lactobacillus plantarum sebagai Probiotik 5

Mikroenkapsukasi Probiotik dengan Metode Pengeringan Semprot 6

Serbuk Buah Probiotik 11

Perlakuan Sub-Letal 12

METODE 13

Tempat dan Waktu Penelitian 13

Bahan dan Alat 13

Metode Penelitian 13

Prosedur Penelitian 14

Persiapan kultur probiotik dan produksi biomassa 14

Pengujian sintasan probiotik 16

Pengujian sel cedera (injured cells) probiotik 16

Pengukuran aw produk JBPE 17

Pengujian kelarutan dalam air 17

Pengukuran warna 17

Perlakuan Suhu Sub-letal 17

Analisis Data 18

HASIL DAN PEMBAHASAN 18

Pengaruh mikroenkapsulasi dengan pengeringan semprot terhadap sintasan

probiotik 18

(16)

Ketahanan probiotik terenkapsulasi terhadap panas 21 Pengaruh bahan enkapsulan terhadap ketahanan probiotik terenkapsulasi pada

pH rendah (pH 2.0) dan garam empedu (0.5%) 23

Aktivitas antimikroba probiotik terenkapsulasi 25

Pengaruh pemaparan suhu sub-letal sebelum pengeringan semprot terhadap

sintasan probiotik 27

Sifat fisikokimia produk serbuk JBPE 28

SIMPULAN DAN SARAN 29

DAFTAR PUSTAKA 30

LAMPIRAN 36

RIWAYAT HIDUP 61

DAFTAR TABEL

1 Bahan Enkapsulan dan kondisi pengeringan semprot pada isolat probiotik 8 2 Pengaruh bahan enkapsulan terhadap sintasan probiotik L. plantarum 2C12 dan

L. plantarum BSL pada proses pembuatan serbuk JBPE

19

3 Hasil analisis jumlah sel probiotik L. plantarum 2C12 dan L. plantarum BSL pada produk serbuk JBPE

20

4 Pengaruh jenis enkapsulan terhadap ketahanan panas probiotik pada serbuk JBPE

22

5 Sifat Fisikokimia Serbuk JBPE 28

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir Penelitian 15

2 Ketahanan sel probiotik terenkapsulasi terhadap perlakuan panas pada suhu 500C

23

3 Ketahanan sel probiotik terenkapsulasi terhadap pH rendah(pH 2.0) 24 4 Ketahanan sel probiotik terenkapsulasi terhadap garam empedu(0.5 %) 24 5 Pertumbuhan E. coli yang dikontakkan dengan probiotik 26 6 Pengaruh perlakuan suhu sub-letal terhadap sintasan L. plantarum BSL

menggunakan bahan enkapsulan maltodekstrin ditambah gum arab

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Foto produk JBPE 36

2 Pengaruh bahan enkapsulan terhadap sel bebas probiotik L. plantarum 2C12 dan

L. plantarum BSL pada proses pembuatan serbuk JBPE menggunakan metode pengeringan semprot

38

3 Analisa statistik perubahan log pada pembuatan serbuk JBPE 39 4 Hasil Statistik sel probiotik luka (Injured) pada produk serbuk JBPE 43

5 Analisa statistik Ketahanan Panas 45

6 Hasil Analisis Statistik Data Ketahanan terhadap pH rendah (pH 2.0) dan garam empedu (0.5%)

54

7 Analisa statistik Hasil Uji aktivitas antimikroba 57 8 Hasil Statistik Data Pengamanatan Suhu Sub-Letal 57

9 Perhitungan koloni (BAM 2001) 59

(18)
(19)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Permintaan pangan probiotik pada beberapa tahun terakhir mengalami peningkatan pada pasar global. Penjualan global bahan probiotik, suplemen dan makanan mengalami peningkatan dari $ 21.6 milyar pada tahun 2010 menjadi $ 24.23 milyar pada tahun 2011. Dalam sebuah laporan pasar yang diterbitkan oleh Market Research Transparasi, pasar probiotik global diperkirakan akan mencapai $ 31.1 milyar pada tahun 2015 dengan Laju Pertumbuhan Majemuk Tahunan (Compound Annual Growth Rate) (CAGR) sebesar 7.6% selama periode 5 tahun sebelumnya dan diperkirakan akan mencapai US $ 44.9 milyar pada tahun 2018 (Pedretti 2013).

Probiotik adalah mikroorganisme hidup yang jika dikonsumsi dalam jumlah yang cukup (> 7 log cfu g-1) memberi manfaat kesehatan (FAO/WHO 2006). Berbagai manfaat kesehatan yang diperoleh dari probiotik antara lain dapat mencegah diare (Szymański et al. 2008), menstimulasi peningkatan sistem imun (Nova et al. 2007), mencegah penyakit radang perut (Fooks et al. 2002), mengatasi gangguan intoleransi laktosa (Li et al. 2012), mencegah alergi (Delcenserie et al. 2010), kanker (Rafter 2004), kolesterol (Pereira & Gibson 2002), konstipasi (Ouwehand et al. 2002), infeksi sistem urigenital (Dani et al. 2002), dan infeksi Helicobacter pylori (Hamilton-Miller 2003). Bakteri probiotik harus termasuk kelompok GRAS (Generally Recognized as Safe) dan umumnya berasal dari bakteri asam laktat (BAL).

Probiotik yang tersedia saat ini, biasanya dalam bentuk susu fermentasi (berbahan dasar susu), namun peningkatan konsumen vegetarian di seluruh negara maju menyebabkan peningkatan permintaan dari produk probiotik vegetarian. Selain itu, penggunaan probiotik vegetarian dapat mendukung konsumsi oleh konsumen intoleransi laktosa dan pertimbangan kesehatan seperti perspektif kolesterol dalam produk susu dan alasan ekonomi untuk negara berkembang, sehingga bahan baku alternatif (non-susu) untuk probiotik perlu diupayakan (Vasudha dan Mishra 2013).

(20)

2

Jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan salah satu produk hortikultura yang memiliki potensi komersial baik sebagai buah segar maupun produk olahan. Publikasi yang luas tentang manfaat jambu biji telah membuat jambu biji lebih dikenal masyarakat. Secara nutrisi, jambu biji merupakan buah kesehatan karena memiliki kandungan vitamin C dan serat yang cukup tinggi. Namun sebagian besar produksi jambu biji di dunia masih dikonsumsi dalam bentuk buah segar (Chopda dan Barret 2001). Saat ini sudah terdapat minuman serbuk jambu biji (non-probiotik) yang telah dikomersialkan dan memiliki pasar yang tinggi.

Viabilitas probiotik umumnya mengalami penurunan selama berada dalam sistem pangan dan kondisi penyimpanan pangan serta saat dikonsumsi melalui sistem pencernaan (Sultana et al. 2000). Salah satu upaya untuk mempertahankan viabilitas probiotik adalah dengan mengaplikasikan teknik mikroenkapsulasi. Salah satu metode yang digunakan dalam teknik mikroenkapsulasi adalah pengeringan semprot (spray drying). Teknik pengeringan semprot direkomendasikan karena metode ini relatif murah dan dapat menampung larutan dalam volume yang besar (Mortazavian et al. 2007). Pada proses pengeringan semprot, efisiensi mikroenkapsulasi dapat dilakukan dengan pemilihan bahan enkapsulan dan kondisi pengeringan semprot yang optimal (Liu et al. 2004). Pemilihan bahan enkapsulan sangat penting karena mempengaruhi stabilitas emulsi sebelum pengeringan, daya alir, stabilitas fisik dan daya simpan setelah pengeringan (Sheu dan Rosenberg 1998). Mikroenkapsulasi probiotik dengan proses pengeringan semprot dinyatakan berhasil jika sintasan sel yang relatif tinggi dan sifat-sifat fisiologis relatif sama dengan sebelum dimikroenkapsulasi. Mosilhey (2003) melaporkan mikrokapsul yang dihasilkan setelah pengeringan semprot mengandung L. acidophilus dengan populasi sekitar 108-109 cfu g-1 berat kering, memenuhi jumlah untuk digunakan sebagai probiotik. Jumlah bakteri setelah dienkapsulasi dengan metode pengeringan semprot menggunakan bahan enkapsulan gum arab dan susu skim berkisar antara 107–109 cfu g-1 berat kering (Rizqiati et al. 2009). Jumlah sel probiotik hidup dalam mikrokapsul ini masih tinggi untuk dapat memberikan efek kesehatan bagi tubuh yaitu 106 cfu g-1 produk (Sultana et al. 2000).

Penelitian Anekella dan Orsat (2013) menunjukkan bahwa perlakuan panas sub-letal yang diberikan kepada probiotik sebelum proses pengeringan semprot memberikan pengaruh terhadap peningkatan toleransi tekanan panas letal sehingga meningkatkan sintasan probiotik. Hal ini dimungkinkan adanya penyesuaian diri dari probiotik terhadap panas selama sub-letal, yang membuat probiotik dapat bertahan pada kondisi yang lebih merugikan selama proses pengeringan dan penyimpanan (Broadbent dan Lin 1999). Sel yang pulih setelah mengalami perlakuan panas sub-letal dapat meningkatkan sintasan laktobasili (antara 16 hingga 18 kali lipat tergantung pada media adaptasi) selama dan setelah pengeringan semprot (Desmond et al. 2000; Gardiner et al. 2002).

Perumusan Masalah

(21)

3 kemudahan persiapan (siap saji) serta memiliki umur simpan yang panjang. Salah satu contoh adalah produk serbuk buah jambu biji yang telah dikomersialkan dan memiliki pasar yang tinggi. Salah satu inovasi dalam pengembangan produk ini adalah memasukkan sifat fungsional seperti probiotik.

Beberapa masalah yang dihadapi dalam pengembangan produk probiotik berbasis buah adalah menurunnya sintasan selama dalam sistem pangan dan kondisi penyimpanan pangan serta ketika melalui alat pencernaan. Oleh kerena itu diperlukan teknik dalam meningkatkan sintasan probiotik. Mikroenkapsulasi dengan menggunakan metode pengeringan semprot adalah salah satu teknik yang digunakan untuk meningkatkan sintasan. Pada metode ini, pemilihan bahan enkapsulan menjadi penting karena mempengaruhi hasil sintasan dan karakteristik dari mikrokapsul yang dihasilkan. Optimasi proses selama pengeringan dengan tujuan meningkatkan kemampuan sintasan probiotik dapat dilakukan dengan menggunakan perlakuan panas sub-letal sebelum proses pengeringan semprot. Perlakuan panas sub-letal meningkatkan kelangsungan hidup Lactobacillus antara 16 dan 18 kali lipat selama dan setelah pengeringan semprot (Desmond et al. 2001; Gardiner et al.2002).

Beberapa publikasi tentang pengembangan produk probiotik berbentuk serbuk buah telah dilaporkan. Nualkaekul et al. (2012) melakukan pencampurkan serbuk buah dengan probiotik kering beku dan penambahan inulin dan gum arab. Selain itu, Anekella dan Orsat (2013) berhasil meningkatkan sintasan probiotik dalam serbuk buah raspberri dengan perlakuan panas sub-letal sebelum pengeringan semprot. Penelitian ini akan mengembangkan produk serbuk jambu biji probiotik terenkapsulasi (JBPE) dengan menggunakan metode pengeringan semprot. Pemilihan bahan enkapsulan menjadi penting untuk meningkatkan sintasan probiotik dan mutu produk. Optimasi juga dilakukan dengan melakukan perlakuan panas sub-letal yang diharapkan dapat meningkatan kemampuan sintasan probiotik selama proses pengeringan semprot.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Memperoleh jenis bahan enkapsulan yang dapat melindungi sel probiotik L. plantarum 2C12 dan L. plantarum BSL selama pengeringan semprot

2. Mengevaluasi karakteristik probiotik dan sifat fisikokimia produk JBPE setelah proses pengeringan semprot.

3. Mengetahui efektivitas perlakuan panas sub-letal sebelum proses pengeringan semprot terhadap sintasan probiotik.

Manfaat Penelitian

(22)

4

Hipotesis

1. Proses mikroenkapsulasi dengan pengeringan semprot dapat meningkatkan sintasan probiotik pada produk JBPE.

2. Jenis enkapsulan yang berbeda akan meningkatkan sifat probiotik terhadap panas, pH rendah dan garam empedu.

3. Perlakuanpanas sub-letal sebelum proses pengeringan semprot dapat meningkatkan memiliki sintasan probiotik.

TINJAUAN PUSTAKA

Jambu Biji (Psidium guajava L.)

Jambu biji dikenal sebagai buah tropis yang dikarakterisasi sebagai buah dengan kandungan karbohidrat, lemak dan protein yang rendah. Namun memiliki kandungan vitamin C yang tinggi (lebih dari 100 mg/100 g buah) dan kadar serat (lebih dari 2.8–5.5 g/100 g buah). Ekstrak dan metabolit tanaman ini, terutama yang berasal dari daun dan buah memiliki aktivitas farmakologi yang bermanfaat, yaitu sejumlah metabolit dengan hasil yang baik dan beberapa telah terbukti memiliki aktivitas biologis yang berguna yaitu fenolik, flavonoid, karotenoid, terpenoid dan triterpen. Sebuah survei literatur menunjukkan P. guajava terutama dikenal karena sifat antispasmodik dan antimikroba dalam pengobatan diare dan disentri. Juga telah digunakan secara luas sebagai agen hipoglikemik (Gutiérrez et al. 2008). Namun, kandungan gizi bervariasi di seluruh jambukultivar.

Produksi jambu biji di Indonesia yaitu pada tahun 2009 sampai tahun 2012 yaitu 220.202 ton, 204.551 ton, 211.836 ton dan 206.507 ton. Sedangkan produksi jambu biji di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2009 sampai 2012 yaitu 70.997 ton, 49.203 ton, 75.455 ton dan 65.897 ton (BPS 2013). Tanaman jambu biji dapat berbuah sepanjang tahun (Ali dan Lazan 2001). Menurut Coppack dan Brown (1983), umur buah berbunga sampai masak kurang lebih 110 hari. Buah jambu biji, pada waktu muda kulitnya berwarna hijau pekat dan mendekati tahap masak, buahnya berubah warna menjadi hijau muda sampai kekuning-kuningan.

(23)

5 Lactobacillus plantarum sebagai Probiotik

Probiotik didefinisikan sebagai kultur bakteri tunggal atau campuran yang ketika dikonsumsi oleh ternak atau manusia akan memberikan efek yang menguntungkan bagi kesehatan inangnya dengan cara meningkatkan sifat-sifat dari mikroflora dalam saluran pencernaan. Suatu mikroorganisme disebut sebagai probiotik bila memenuhi beberapa persyaratan, diantaranya: a) bersifat non patogen, b) sintasan pada populasi tinggi sekitar 106–108 cfu ml-1, c) menghasilkan substansi antimikrobial yang akan menghambat bakteri patogen dalam saluran pencernaan, d) mampu berkompetisi dengan bakteri patogen untuk membentuk koloni dalam saluran pencernaan, dan e) tahan terhadap enzim-enzim pencernaan dan garam-garam empedu (Suscovic et al. 2001).

Bakteri probiotik merupakan mikroorganisme non-patogen, yang jika dikonsumsi memberikan pengaruh positif terhadap fisiologi dan kesehatan inangnya. Berbagai senyawa hasil metabolisme bakteri probiotik seperti asam laktat, H2O2, bakteriosin bersifat antimikroba dan berbagai enzim seperti laktase dapat membantu mengatasi intoleransi terhadap laktosa, serta bile salt hydrolase dapat menurunkan kolesterol. Selain itu, terdapat pula aktivitas antikarsinogenik dan stimulasi sistem imunitas (Nagao et al. 2000).

Probiotik secara luas terdiri dari beberapa spesies dan subspesies bakteri asam laktat, seperti Lactobacillus, Bifidobacterium, Pediococcus, Lactococcus, Streptococcus dan Enterococcus dan spesies dari non-bakteri asam laktat, yaitu E.coli, Bacillus, dan khamir Saccharomyces sp. (Coeuret et al. 2004). Spesies Lactobacillus umumnya aerotolerant atau mikroaerofilik, tidak membentuk spora, berbentuk batang, jenis gram positif, tanpa sitokrom, katalase negatif dan homofermentatif (asam laktat sebagai produk akhir) (Vasiljevic dan Shah 2008).

Lactobacillus plantarum termasuk bakteri dalam filum Firmicutes, kelas Bacilli, ordo Lactobacillales, family Lactobacillaceae dan genus Lactobacillus. L. plantarum merupakan salah satu jenis BAL homofermentatif dengan pertumbuhan yang optimal pada suhu 30-37oC serta pada pH 5-7 (Emanuel et al. 2005). L. plantaruma dalah bakteri yang secara alami berada pada saluran gastrointestinal. Bakteri ini merupakan anggota dari bakteri asam laktat, yang umum digunakan dalam fermentasi makanan. L. plantarum dapat bertahan pada pH rendah dari lambung dan duodenum, mampu melawan pengaruh asam empedu di usus kecil ketika dicerna, dan memiliki kemampuan untuk berkoloni pada saluran pencernaan dengan cara mengikat mukosa usus dan kolon. Penggunaannya sebagai pengobatan untuk penyakit iritasi usus besar telah diuji, dan banyak bukti hasil penelitian menunjukkan probiotik ini dapat mengurangi distentsion perut dan perut kembung (Bixquert 2009).

(24)

6

BSL (dahulu L. plantarum sa28k) juga merupakan kandidat probiotik yang diisolasi dari asinan kubis (sauerkraut) yang memiliki ketahanan terhadap pH rendah dan garam empedu, memiliki aktivitas antagonistik terhadap bakteri patogen, dan mampu melakukan asimilasi kolesterol (Kusumawati et al. 2003). Isolat ini telah diaplikasikan pada produk yogurt sinbiotik (tepung pisang uli modifikasi sebagai sumber prebiotik yang digunakan) dengan jumlah sintasan 108 cfu ml-1 selama penyimpanan 4 minggu (Jenie et al. 2013).

Mikroenkapsukasi Probiotik dengan Metode Pengeringan Semprot

Selama selang waktu dari pengolahan sampai pada konsumsi dari produk pangan, probiotik pada produk pangan harus dapat dilindungi dari serbagai hal, yaitu kondisi proses, seperti suhu dan tekanan tinggi, desikasi apabila diaplikasikan untuk produk pangan kering, kondisi penyimpanan produk, seperti matriks pengemasan dan lingkungan (suhu, kelembaban, oksigen) dan degradasi pada saluran pencernaan, khususnya pH rendah di lambung (berkisar antara 2.5-3.5) dan garam empedu di dalam usus halus (Manojlović et al. 2010). Sintasan probiotik umumnya mengalami penurunan selama berada dalam sistem pangan dan kondisi penyimpanan pangan serta saat dikonsumsi melalui alat pencernaan (Sultana et al. 2000).

Jumlah minimum sel probiotik (cfu g-1) dalam produk pangan pada saat konsumsi yang penting untuk memberi efek kesehatan yang menguntungkan (preventif atau terapeutik) sebagai probiotik disarankan untuk berada dalam indeks minimum of bio-value (MBV) atau jumlah minimal sel probiotik (Mortazavian et al. 2007). Menurut rekomendasi International Dairy Federation (IDF), indeks ini harus ≥ 107

cfu g-1 (Ouwehand dan Salminen1998). Terlepas dari indeks MBV, asupan harian (DI) dari setiap produk makanan juga ditentukan untuk efektivitas probiotik. Jumlah minimum dari indeks yang terakhir telah direkomendasikan sebagai sekitar 109 sel per hari (Mortazavian et al. 2007).

Salah satu teknik untuk mempertahankan sintasan probiotik selama pengolahan hingga mencapai sistem pencernaan adalah mikroenkapsulasi. Mosilhey (2003) mendefinisikan enkapsulasi sebagai teknologi pengemasan zat padat, cair atau gas dalam kapsul berukuran kecil yang dapat melepaskan isinya dalam lingkungan tertentu. Ukuran mikrokapsul ini dapat berkisar dari submikron hingga beberapa milimeter dan memiliki berbagai bentuk tergantung pada bahan dan metode yang digunakan untuk membuatnya. Rathore et al. (2013) menjelaskan teknologi ini telah digunakan dalam berbagai macam produk seperti obat, flavors, minyak atsiri, ekstrak tumbuhan, enzim dan lain-lain. Dalam beberapa dekade terakhir, teknologi ini juga telah diaplikasikan dalam imobilisasi sel mikroorganisme karena banyak keuntungan atas teknik imobilisasi selain seperti kapasitas sel beban tinggi, kelangsungan hidup sel ditingkatkan dan peningkatan laju produksi produk mikroorganisme yang diinginkan.

(25)

7 (misalnya pengeringan) (Mortazavian et al. 2007). Berbagai laporan mengkonfirmasi bahwa mikroenkapsulasi efisien meningkatkan sintasan probiotik melalui passing dari kondisi asam-enzimatik-empedu pada saluran pencernaan. Percobaan dari Lee dan Heo (2000) menunjukkan proses mikroenkapsulasi dengan kalsium alginat dalam simulasi kondisi asam lambung (pH 1.5) dapat mempertahankan hidup B. longum. Sun dan Griffith (2000) melaporkan bahwa kondisi simulasi lambung (pH 1.5) menyebabkan kerugian dramatis dari sel B. infantis tanpa mikroenkapsulasi (dari 1.23 x 109 cfu ml-1 sampai kurang dari 10 cfu ml-1 setelah 30 menit), tetapi kehilangan kelangsungan hidup di bawah kondisi yang sama setelah mikroenkapsulasi tidak melebihi 0.67% dari jumlah awal sel hidup.

Pembuatan mikrokapsul dapat dilakukan secara fisika dan kimia. Metode fisika yang digunakan antara lain pan coating, pelapisan suspensi udara, piringan pemutar, dan pengeringan semprot (spray drying). Sementara metode kimia antara lain polimerisasi in-situ, polimerisasi matriks, penguapan pelarut, dan pemisahan fase. Dari berbagai metode diatas, metode pengeringan semprot paling mudah dan sederhana untuk mengkapsulasi suatu bahan karena larutan suspensi yang akan dimikroenkapsulasi cukup dimasukkan ke dalam alat pengering semprot dengan serbuk mikrokapsul sebagai produk (Oliveira et al. 2005).

Pengeringan semprot merupakan teknologi yang sangat dikenal dalam industri pangan yang memiliki laju produksi tinggi dan biaya operasional yang rendah. Metode ini umum digunakan untuk membuat tambahan pangan yang kering, stabil dan memiliki volume kecil. Selain itu, pengeringan semprot digunakan juga untuk mengawetkan dan mengkonsentrasikan mikroorganisme. Namun mikroorganisme rentan terhadap panas dan kerusakan dehidrasi selama proses pengeringan semprot. Karena itu, sintasan mikroorganisme harus diperhatikan jika proses ini diaplikasikan untuk membuat kultur kering mikrorganisme (Lian et al. 2002; Mosilhey 2003).

(26)

8

Tabel 1 Bahan enkapsulan dan kondisi pengeringan semprot pada beberapa isolat probiotik Isolat Probiotik Bahan Enkapsulan Suhu inlet

(0C)

Maltodektrin 100-130 67-97 Sintasan tertinggi terdapat pada suhu inlet 1150C dan outlet 80-850C dengan fase stasioner memiliki sintasan sebanyak 71-43 0C.

Corcoran et al. (2004)

L. paracasei ssp. paracasei NFBC338

RSM 170 85-105 Terjadi penurunan jumlah probiotik

dari 5.18x108 menjadi 2.52x108 cfu g-1 pada suhu outlet 85-900C

Terjadi penurunan jumlah probiotik dari 2.68x108 menjadi 9.7x107 cfu g-1 pada suhu outlet 90-950C,

Adaptasi suhu secara bertahap dapat meningkatkan sintasan sel

Desmond et al. (2001)

Bifidobacterium BB-12 RSM, dengan penambahan prebiotik inulin, oligofructos dan campuran oligofructose inulin

150±2 55±3 Kestabilan yang lebih tinggi pada mikroenkapsulan yang ditambahkan prebiotik dibandingkan yang hanya RSM saja.

(27)

9 L. plantarum CIDCA

83114, L. kefir CIDCA 8321 dan L.kefir CIDCA 8348

RSM 160 70 L. plantarum CIDCA dan 83114, L.

kefir CIDCA 8321 menunjukkan penurunan sintasan sebanyak 0.11 dan 0.29 log cfu ml-1 setelah proses pengeringan semprot, sedangkan L.kefir CIDCA 8348 lebih sensitif dengan penurunan sintasan sebanyak 0.70 log cfu ml-1.

Golowczyc et al. (2011)

L. plantarum sa28k dan L. plantarum mar8

Susu skim dan gum arab 100 50 L. plantarummengalami penurunan sel sekitar 0.7-1.2 log cfu g-1,dengan populasi akhir sebanyak 107-109 cfu g-1.

Rizqiati et al. (2008)

C. divergen, L. salivarius danL. sakei.

Susu skim 200 70 Bakteri asam laktat mengalami

penurunan sel kurang dari 0.4 log cfu ml-1.

Silva et al. (2002)

L. rhamnosus GG Whey protein isolat, Whey protein yang dikombinasikan dengan pati resisten dengan beberapa variasi (4:1, 1:1, dan 1:40) dan pati resisten tanpa penambahan

Semua hasil mikroenkapsulasi pada Whey protein isolat, Whey protein yang dikombinasikan dengan pati resisten dengan beberapa variasi (4:1, 1:1, dan 1:4) memiliki perlindunngan yang baik dibandingkan hanya pati saja pada jus apel dan larutan buffer sitrat pada penyimpanan 6 mnggu.

(28)

Kerugian dari pengeringan semprot adalah proses ini dilakukan dengan paparan suhu tinggi pada mikroorganisme yang dapat merugikan integritas sel. Proses ini dapat mempengaruhi sejumlah besar komponen selular termasuk DNA, RNA, membran sitoplasma dan dinding sel (Santivarangkna et al. 2008). Peningkatan sensitivitas cedera pada bakteri terhadap NaCl, lisozim, penisilin dan garam empedu dapat dikaitkan dengan kerusakan membran sel (Sunny-Roberts dan Knorr 2009). L. paracasei lebih resisten terhadap pengeringan dibandingkan dengan L. salivarius setelah pengeringan semprot dan diketahui bahwa terjadi kerusakan membran sel setelah diuji NaCl 5% (Gardiner et al. 2000).

Efisiensi mikroenkapsulasi dilakukan dengan cara menggunakan bahan enkapsulan yang cocok dan kondisi pengeringan semprot yang optimal (suhu inlet dan suhu outlet) merupakan faktor utama dalam kondisi pengeringan semprot yang harus dioptimalkan (Liu et al. 2004). Pemilihan bahan enkapsulan sangat penting karena mempengaruhi stabilitas emulsi sebelum pengeringan, daya alir, stabilitas fisik dan daya simpan setelah pengeringan (Sheu dan Rosenberg 1998).

Maltodekstrin didefinisikan sebagai produk hidrolisis pati (polimer sakarida tidak manis) dengan panjang rantai rata-rata 5-10 unit/molekul glukosa. Maltodekstrin secara teori diproduksi dengan menggunakan hidrolisis terkontrol melalui enzim (α-amilase) atau asam (Kennedy et al. 1995). Maltodekstrin banyak digunakan dalam industri pangan sebagai bahan pengisi. Idealnya, maltodekstrin sedikit berasa dan berbau, namun maltodekstrin dengan DE 20 menghasilkan rasa manis. Beberapa kelebihan maltodekstrin antara lain mudah larut dalam air, meningkatkan vikositas, menghambat kristalisasi dan baik untuk kesehatan karena rendah kalori. Maltodekstrin biasanya digunakan sebagai campuran bahan pangan dan merupakan pembentuk produk yang baik untuk produk yang sulit kering (Kuntz 1998). Selain itu, Osorio et al. (2010) melaporkan enkapsulan maltodekstrin menjadi alternatif yang bermanfaat untuk memelihara kekayaan biofungsional dan senyawa volatil dari buah jambu biji. Selain itu, hasil Scanning electron microscope (SEM) pada pembuatan serbuk jambu biji menggunakan maltodekstrin membentuk mikroenkapsulat berbentuk bola yang memiliki kestabilan yang tinggi terhadap panas dan mikroenkapsulat ini sangat berpengaruh terhadap kandungan pektin yang tinggi. Menurut Finotelli dan Rocha-Leão (2010), proses pengolahan dengan metoda mikroenkapsulasi yang menggunakan maltodekstrin sebagai bahan enkapsulan dapat melindungi terjadinya pelepasan komponen nutrisi, melindungi senyawa-senyawa penting seperti komponen antioksidan akibat suhu ekstrim, karena maltodekstrin memiliki kemampuan menyalut dan memiliki daya ikat yang kuat terhadap senyawa yang tersalut.

(29)

11 tersebut cenderung menghambat pergerakan molekul bebas dalam sel sehingga mengurangi laju metabolisme.

Hasil analisis termal menunjukkan stabilitas yang lebih tinggi dari enkapsulan yang diproduksi dengan penambahan prebiotik (inulin, oligofruktosa dan campuran inulin dan oligofruktosa) daripada yang diproduksi hanya dengan enkapsulan RSM (reconstituted skim milk) (Fritzen-Freire et al. 2012). Selain itu, Ananta et al. (2005) juga melaporkan bahwa enkapsulan yang ditambahkan dengan oligofruktosa, polidektrosa, dan substansi prebiotik dapat meningkatan sintasan dari probiotik. Menurut Corcoran et al. (2004), prebiotik ini berpotensi dimanfaatkan sebagai media pembawa untuk pengeringan semprot dan mungkin berguna untuk meningkatkan kelangsungan hidup probiotik selama pemerosesan. Namun, penggunaan bahan enkapsulan yang berbeda menghasilkan sifat fisik yang berbeda (Tonon et al. 2009), dan juga dapat memodifikasi fungsional sifat mikrokapsul yang terbentuk (Chen et al. 2005). Inulin sebagai prebiotik untuk meningkatkan kemampuan susu skim pada fermentasi berbagai kultur yaitu kultur murni L. acidophilus, L. rhamnosus, L. bulgaricus dan Bifidobacterium lactis maupun kultur gabungan (Oliviera et al. 2011).

Serbuk Buah Probiotik

Produk pangan serbuk siap saji merupakan produk pangan yang berbentuk serbuk, berstruktur lemah, mudah dilarutkan dengan air dingin maupun air panas, mudah dalam penyajian, mudah terdispersi dan tidak mengendap di bagian bawah wadah (Wirakartakusuma et al. 1992). Menurut Sagar dan Suresh (2010), kelebihan dari pangan serbuk kering (instan) ini adalah memiliki kstabilan dalam penyimpanan, meminimalkan pengemasan dan mempermudah distribusi transportasi.

Parameter kualitas utama yang dihubungkan dengan produk pangan kering yaitu warna, penampakan visual, bentuk produk, flavor, jumlah mikroorganisme, retensi nutrisi, massa jenis, porositas, tekstur, karakteristik rehidrasi, aw, bebas dari hama dan serangga, bahan pengawet, dan aroma (Ratti 2005). Parameter kualitas dapat dibagi atas empat hal yaitu fisik, kimia, mikrobial dan nutrisi. Stabilitas dan kualitas yang tinggi dapat dilakukan dengan memilih bahan baku yang fresh dan masih dalam kondisi yang baik (Perera 2005). Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (2009) tentang penetapan batas maksimum cemaran mikroorganisme dan kimia dalam makanan terhadap pangan jenis minuman bukan susu, yaitu serbuk minuman (berperisa atau tidak berperisa, tradisional, dan lain-lain), yaitu ALT (30oC, 72 jam) dengan batas maksimal 3 x 103 koloni g-1, APM koliform dengan batas maksimal kurang dari 3 g-1 produk dan kapang dan khamir 1 x 102 koloni g-1.

(30)

12

mempertahankan sensori dan kandungan biofungsional (vitamin C) pada hasil produk jambu biji yang diproses menggunakan pengeringan semprot.

Nualkaekul et al. (2012) mengembangkan serbuk buah probiotik instan (strawberi, delima, kismis hitam, cranberry) dengan cara mencampuran antara serbuk buah dengan probiotik L. plantarum kering beku, serta penambahan inulin dan gum arab. Hasil penelitian menunjukkan serbuk jus buah instan adalah pembawa yang sangat baik bagi sel probiotik dan membentuk alternatif yang baik untuk jus buah sangat asam. Hal ini dapat dilihat dari penyimpanan selama 12 bulan, sintasan L. plantarum lebih dari 106 cfu ml-1 pada kismis hitam, strawberi dan delima, walaupun pada cranberri, sintasan kurang dari 105 cfu ml-1. Selain itu, Anekella dan Orsat (2013) melakukan optimasi mikroenkapsulasi probiotik pada jus raspberri menggunakan pengeringan semprot.

Perlakuan Sub-Letal

Probiotik yang diberi perlakuan panas sub-letal sebelum proses pengeringan semprot memiliki kemampuan sintasan yang lebih tinggi dibanding tanpa adanya perlakuan. Hasil pengujian Anekella dan Orsat (2013) terhadap sintasan probiotik pada pengeringan semprot dengan menggunakan jus buah menunjukkan probiotik yang diberi perlakuan panas sub-letal memiliki sintasan yang tinggi, yaitu 500C pada L. acidophilus dan 52.50C pada L. rhamnosus selama 15 menit. Silva et al. (2005) menunjukkan paparanpada bakteri terhadap suhuyang atas suhu pertumbuhan optimal mendorong strategi toleransi dan adaptasi pada tekanan stres paparan berikutnya.

Peningkatan kemampuan bakteri akibat paparan suhu sub-letal dimungkinkan karena mikroorganisme dapat menyesuaikan diri pada kondisi yang kurang menguntungkan selama pengeringan, penyimpanan dan proses lainnya (Broadbent dan Lin1999). Penyembuhan akibat perlakuan panas sub-letal dapat meningkatkan kemampuan sintasan Laktobasili yaitu antara 16 sampai 18 kali lipat (tergantung pada media adaptasi) selama dan setelah pengeringan semprot (Desmond et al. 2001; Gardiner et al. 2002).

(31)

13 METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi dan Pengolahan Pusat Antar Universitas (PAU) Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan (ITP) Fakultas Teknologi Pertanian IPB serta Pilot Plant Seafast (Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology) Centre, IPB pada bulan Februari hingga November 2014.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah buah jambu biji merah matang yang diperoleh dari Pasar Dramaga Bogor dan isolat probiotik yang digunakan adalah Lactobacillus plantarum 2C12 yang diperoleh dari Fakultas Peternakan IPB dan Lactobacillus plantarum BSL yang diperoleh dari Laboratorium Laboratorium Mikrobiologi Pangan Departemen ITP IPB. Mikroba uji yang digunakan adalah Escherichia coli ATCC 25922 dari Laboratorium Mikrobiologi Departemen ITP IPB. Bahan enkapsulan yang digunakan adalah maltodekstrin, gum arab, inulin, dan Galaktooligosakarida (GOS). Media mikrobiologis yang digunakan adalah MRSA, MRSB, EMBA, dan susu skim.

Alat-alat yang digunakan adalah pengering semprot Buchi 190 Mini,aw meter, sentrifugasi, refrigerator, blender, autoklaf, waterbath, laminar air flow, dan inkubator.

Metode Penelitian

Tahap pertama yang dilakukan adalah pembuatan serbuk jambu biji probiotik terenkapsulasi (JBPE) menggunakan teknik mikroenkapsulasi dengan metode pengeringan semprot pada dua strain probiotik yaitu L. plantarum 2C12 dan L. plantarum BSL. Pembuatan serbuk buah jambu biji mengacu pada Osorioet al.(2011) dengan menggunakan bahan enkapsulan maltodekstrin (MD), maltodekstrin dicampur dengan gum arab (MDG), maltodekstrin dicampur dengan inulin (MDI) dan maltodekstrin yang dicampur dengan GOS (MDGos). Perbandingan bahan pengisi dan enkapsulan yaitu 5:1 (Osorio et al. 2011). Analisis yang dilakukan pada tahap ini adalah 1) sintasan sel, 2) sel cedera (Golowczyc et al. 2010), 3) kemampuan terhadap panas (500C, 600C, dan 700C) (Mandal et al. 2005), 4) kemampuan antibakteri sel terhadap E. coli (Nuraida et al. 2012a), 5) Ketahanan terhadap pH asam (pH 2.0) dan garam empedu (0.5%) (Nuraida et al. 2012b), 6) Analisis sifat fisikokimia produk serbuk JBPE yang diuji adalah aw, dan kelarutan dalam air (AOAC 1995) serta warna.

(32)

14

pembuatan serbuk JBPE. Suhu sub-letal yang digunakan pada tahap ini adalah 500C, 52.50C, dan 550C dalam waktu 15 menit (Anekella dan Orsat 2013).

Prosedur Penelitian

Persiapan kultur probiotik dan produksi biomassa (Harmayani et al. 2001) Isolat bakteri probiotik diregenerasi pada media agar miring (MRSA) (Oxoid Ltd., England). Kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Sebanyak satu ose probiotik ditumbuhkan pada 10 ml MRSB (Oxoid Ltd., England) kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC. Selanjutnya diambil sebanyak 10 ml untuk ditumbuhkan kembali dalam 1 liter MRSB (Oxoid Ltd., England) (1:100). Biomassa dipanen menggunakan alat sentrifus (Himac CR 21G, Hitachi, Tokyo, Japan) pada 5000g selama 20 menit pada 4oC, kemudian dicuci dua kali menggunakan buffer fosfat (Merck, Germany) 0.1 M dengan cara disentrifugasi kembali (5000g, 20 menit, 4oC). Biomassa yang dihasilkan mengandung sel probiotik sekitar 1.0 x 1011 cfu g-1

Mikroenkapsulasi probiotik dalam sari jambu biji dengan metode pengeringan semprot

Sari buah jambu biji dipersiapkan berdasarkan Osorio et al. (2011). Buah matang dicuci dan dibilas dengan akuades steril. Selanjutnya, seluruh bagian buah (pulp, kulit dan biji) sebanyak 100 g dihancurkan dalam blender dengan penambahan akuades steril dalam dengan perbandingan 1:2 (b/v, buah/air), kemudian disaring menggunakan kain saring.

(33)

15

Gambar 1 Diagram alirpenelitian Sari Jambu Biji

Tahap 1

Ditambahkan kultur Lactobacillus plantarum + bahan enkapsulan (Maltodekstrin, maltodekstrin:gum arab (5:1),

Maltodekstrin:inulin (5:1), dan Maltodekstrin:GOS (5:1)

Pengeringan Semprot (suhu inlet 1200C, outlet 700C)

Serbuk JBPE

Analisis:

1) Sintasan sel, 2) injured cell, 3) Ketahanan terhadap panas, 4) Ketahanan probiotik terhadap pH asam dan garam empedu, 5) kemampuan antibakteri sel terhadap E. coli, 6)analisis sifat fisikokimia produk serbuk JBPE yang diuji adalah kadar air, aw, kelarutan dalam airdan warna.

Jenis bahan enkapsulan dan isolat terbaik serta karakteristik dari

masing-masing produk serbuk JBPE Tahap 2

Perlakuan panas sub-letal (500C, 520C dan 550C)

(34)

16

Pengujiansintasan probiotik (Modifikasi Hernández-Carranzaet al. 2014) Perhitungan sintasan probiotik dilakukan dengan membuat serial larutan pengenceranNaCl (Merck, Germany) (0.85% b/v) kemudian dilakukan pour plate pada MRSA menggunakan cawan petri lalu diinkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam. Jumlah koloni yang memenuhi syarat penghitungan yaitu antara 25-250 koloni.

Pengujian sel cedera (injured cells) probiotik (Golowczyc et al. 2010)

Pengujian terhadap sel cedera dilakukan dengan menentukan sensitivitas kultur menggunakan larutan NaCl (Merck, Germany) sesudah proses mikroenkapsulasi. Sel probiotik ditumbuhkan pada media MRSA yang ditambahkan dengan NaCl (5% b/v) dan juga pada media MRSA tanpa NaCl, kemudian diinkubasi selama 2 hari. Setelah diinkubasi, jumlah sel pada masing-masing media tersebut dihitung kemudian dibandingkan. Sel sehat adalah sel yang mampu tumbuh di dalam medium MRSA yang ditambahkan dengan NaCl (5% b/v). Sel sakit adalah selisih antara jumlah sel total (sel yang tumbuh pada medium MRSA) dengan sel sehat.

Pengujian ketahanan panas probiotik (Mandal et al. 2006)

Pengujian ketahanan panas terhadap probiotik bebas dan terenkapsulasi dilakukan dengan menambahkan sampel probiotik masing-masing sebanyak 1 g ke dalam 9 ml akuades steril dan dihomogenisasi menggunakan vorteks (Vortex Genie 2, Scientific Industries Inc., USA). Selanjutnya larutan tersebut dipanaskan pada suhu 50, 60, dan 70ºC dalam penangas air selama 20 menit, lalu didinginkan pada suhu ruang. Viabilitas probiotik setelah pemanasan dihitung dengan metode tuang menggunakan media MRSA (Oxoid Ltd., England) dan diinkubasi pada suhu 37ºC selama 48 jam.

Ketahanan probiotik terhadap pH rendah (pH 2) dan garam empedu (0.5%) (Modifikasi Nuraida et al. 2012b)

Pengujian ketahanan probiotik terhadap garam pH rendah (pH 2.0) dilakukan sebagai berikut. Probiotik terenkapsulasi atau kultur probiotik bebas (tanpa enkapsulasi) diinokulasikan kedalam MRSB (Oxoid Ltd., England) yang telah diasamkan dengan penambahan HCl (Merck KGaA, Germany) 0.1 M sampai pH media menjadi 2.0, dan diinkubasi pada 37ºC selama 5 jam. Setelah diinkubasi, viabilitas probiotik selanjutnya dihitung dengan menggunakan metode yang sudah dijelaskan diatas pada pegujian ketahanan panas. Jumlah sel dari probiotik yang terenkapsulasi dibandingkan dengan sel probiotik bebas (tanpa enkapsulasi).

(35)

17 Pengujian aktivitas antimikroba probiotik terhadap E. coli ATCC 25922 (Modifikasi Nuraida et al. 2012a)

Uji aktivitas antimikroba probiotik terhadap bakteri patogen yakni E. coli ATCC 25922 dilakukan dengan metode kontak. Sebanyak 0.2 ml E. coli ATCC 25922 (105 cfu ml-1) dan 0.2 ml sel probiotik sebanyak 108 cfu ml-1 diinokulasikan ke dalam 20 ml larutan susu skim (Sunlack, Malay) steril dalam erlenmeyer 50 ml. Selanjutnya seluruh erlenmeyer tersebut dihomogenisasi secara manual hingga merata, lalu diinkubasi selama 24 jam pada suhu 370C. Jumlah sel E. coli ATCC 25922 yang tumbuh setelah dikontakkan dengan probiotik selanjutnya dihitung menggunakan media tumbuh EMBA (Oxoid Ltd., England) dan dibandingkan dengan jumlah sel E. coliATCC 25922yang tumbuh yang dikontakkan dengan probiotik yang sebelumnya terenkapsulasi dengan yang tumbuh yang dikontakkan dengan probiotik bebas.

Pengukuran awproduk JBPE (AOAC1995)

Pengukuran aw dilakukan dengan menggunakan aw meter yang telah dikalibrasi sebelumnya. Sampel ditimbang seberat kurang lebih 1 g dan diletakkan dalam cawan pengukur lalu alat ditutup dan dikunci, alat dioperasikan sampai menunjukkan tanda selesai (completed) kemudian nilai aw dapat dibaca.

Pengujian kelarutan dalam air (gravimetri)(AOAC 1995)

Pengujian kelarutan didalam air dilakukan menggunakan metode gravimetric. Sampel sebanyak ±1 gram (C) dilarutkan dalam 20 ml air. Kemudian disaring dengan Whatman no 42 yang terlebih dahulu dikeringkan dan bobotnya ditimbang (B). Setelah itu, kertas saring dikeringkan dalam oven pada suhu 1050C sampai bobotnya tetap (A).

Kelarutan dalam air = A-B x 100%

C

Pengukuran warna (Faridah et al. 2009)

Pengukuran warna menggunakan Chromameter yang dinyatakan dalam sistem Hunter yang dicirikan dengan notasi L, a, dan b. Notasi L menyatakan parameter kecerahan yang memiliki nilai dari 0 (hitam) sampai 100 (putih), notasi a menyatakan warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai +a (dari 0 s/d 100) adalah merah dan –a (0 s/d -80) adalah hijau, sedangkan notasi b menyatakan kromatik campuran biru-kuning dengan nilai +b (0 s/d 70) adalah kuning dan nilai –b (o s/d -70) adalah biru.

Perlakuan Suhu Sub-letal (Anekella dan Orsat 2013)

(36)

18

Analisis Data

Data jumlah sel probiotik (cfu ml-1 atau cfu g-1) yang diperoleh dari dua kali ulangan, dirata-ratakan dan dikonversi menjadi nilai log cfu ml-1 atau cfu g-1. Data dianalisis menggunakan analisis ragam atau ANOVA (Analysis of variance) dengan software SPSS 16. Apabila hasil ANOVA menunjukkan adanya perbedaan pada perlakuan maka dilanjutkan dengan uji beda nyata Tukey dengan nilai signifikansi p<0.05.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh mikroenkapsulasi dengan pengeringan semprot terhadap sintasan probiotik

Hasil mikroenkapsulasi sel probiotik L. plantarum 2C12 dan L. plantarum BSL pada proses pembuatan serbuk JBPE (jambu biji probiotik terenkapsulasi) menggunakan metode pengeringan semprot dapat dilihat pada Tabel 2. Sintasan probiotik pada proses pengeringan semprot dengan suhu outlet 120 dan inlet 700C yaitu antara 7 log hingga 9 log cfu g-1 serbuk jambu biji. Sintasan sel probiotik tersebut menunjukkan produk serbuk JBPE dapat digunakan sebagai pangan probiotik karena sudah melebihi jumlah minimum sel probiotik di dalam produk yaitu adalah 106-108 cfu ml-1 (Suscovic et al. 2001).

Mikroenkapsulasi dengan metode pengeringan semprot pada penelitian ini (Tabel 2) menyebabkan penurunan jumlah sel kedua strain L. plantarum sekitar 1.7 hingga 3.3 log cfu g-1. Penurunan jumlah sel probiotik pada proses pengeringan semprot dikarenakan pemaparan mikroorganisme pada suhu tinggi ketika proses pengeringan. Proses ini menyebabkan terjadinya kerusakan dinding sel dan dehidrasi selama proses pengeringan semprot. Mosilhey (2003) juga melaporkan bahwa pengeringan semprot dengan berbagai bahan enkapsulasi menyebabkan penurunan sel L. acidophilus sekitar 1.0-2.0 log g-1 berat kering, dengan hasil mikrokapsul sekitar 108-109 cfu g-1 berat kering, memenuhi jumlah untuk digunakan sebagai probiotik. Jumlah L. plantarum BSL and L. plantarum mar8setelah dienkapsulasi dengan metode pengeringan semprot untuk bahan enkapsulan gum arab dan susu skim berkisar antara 107–109 cfu g-1 berat kering (Rizqiati et al. 2009).

Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 3), terlihat bahwa strain probiotik memberikan hasil yang tidak berbeda nyata (p<0.05) terhadap log penurunan jumlah probiotik. Akan tetapi, jenis bahan enkapsulan berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap log penurunan jumlah probiotik setelah pengeringan semprot. Kombinasi maltodekstrin dengan gum arab (5:1) menghasilkan proteksi lebih baik selama pengeringan semprot, baik pada L. plantarum 2C12 maupun L. plantarum BSL, dengan penurunan jumlah sel sekitar 1.4 hingga 1.7 log cfu g-1.

(37)

19 meningkatkan sintasan L. rhamnosus GG selama proses pengeringan semprot dan penyimpanan serbuk probiotik. Namun hasil ini tidak sesuai dengan Fritzen-Freire et al (2012) yang melaporkan bahwa penambahan prebiotik (inulin dan oligofruktosa) pada bahan enkapsulan RSM memberikan pengaruh postitif terhadap perlindungan Bifidobacteria selama proses mikroenkapsulasi menggunakan teknik pengeringan semprot, dimana prebiotik memiliki kemampuan sebagai termoprotektor yang melindungi sel dari proses pengeringan. Tabel 2 Pengaruh bahan enkapsulan terhadap sintasan probiotik L. plantarum

2C12 dan L. plantarum BSL pada proses pembuatan serbuk JBPE

Probiotik Bahan Enkapsulan Jumlah sel perpadatan (log cfu g

-1)

Ekstrak Serbuk Penurunan

L. plantarum

2C12

Maltodekstrin (MD) 10.5±0.09a 8.6±0.09ab 1.9±0.17acd MD+Gum Arab 10.5±0.07a 8.8±0.07ab 1.7±0.00ad MD+Inulin 10.5±0.03a 8.5±0.22ab 2.0 ±0.18ac

MD+GOS 10.6±0.04a 7.2±0.1ac 3.3 ±0.15ab

L. plantarum

BSL

Maltodekstrin (MD) 10.7±0.02a 8.8±0.14ab 1.8±0.16acd MD+Gum Arab 10.4±0.08a 9.0 ±0.09ab 1.4±0.17ad MD+Inulin 10.5±0.00a 8.4±0.2ab 2.1 ±0.21ac MD+GOS 10.6±0.04a 7.9±0.42ac 2.7±0.38ab Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang

sama (a) pada strain yang berbeda tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (P<0.05). Angka-angka pada kolom yang sama pada bahan enkapsulan yang berbeda yang diikuti oleh huruf yang berbeda (b-c) berbeda nyata pada taraf uji 5% (P<0.05).

Bahan enkapsulan yang berpotensi dikembangkan adalah maltodekstrin yang dicampur dengan gum arab, yang mampu menghasilkan sintasan probiotik dalam jumlah paling tinggi dibandingkan bahan enkapsulan lainnya, yakni 9.0 log cfu g-1. Saran penyajian dapat dilakukan dengan merekonstitusi 11 gram produk ke dalam 250 ml air, sehingga jumlah probiotik dalam produk adalah 10 log cfu g -1

(38)

20

Sel probiotik cedera pada produk serbuk JBPE

Hasil pengujian sel probiotik cedera yang disebabkan oleh proses pengeringan semprot selama pembuatan serbuk JBPE dapat dilihat pada Tabel 3. Sel yang mampu bertahan hidup pada media yang ditambahkan dengan NaCl 5% mengindikasikan sel tersebut sehat, sedangkan sel yang tidak bertahan pada media yang ditambahkan dengan NaCl 5% mengindikasikan sel tersebut mengalami cedera sel. Sebagian besar sel L. plantarum 2C12 tidak dapat tumbuh pada media MRS yang mengandung NaCl 5%, jumlah sel yang tumbuh hanya sekitar 1.2-1.8 log cfu g-1. Hal yang sama terjadi pada L. plantarum BSL, jumlah sel yang tumbuh pada media MRS yang ditambah NaCl 5% lebih banyak hampir dua kali jumlah sel pada L. plantarum 2C12 (2.5-2.6 log cfu g-1 serbuk). Sintasan sel yang rendah pada media yang ditambah dengan NaCl mengindikasikan sel probiotik banyak yang mengalami cedera sel setelah pengeringan semprot.

Tabel 3 Pengaruh mikroenkapsulasi menggunakan pengeringan semprot terhadap jumlah sel cedera dan sehat pada serbuk JBPE

Probiotik Bahan enkapsulan

Jumlah Sel (log cfu g-1) Persentase Cedera (%) Total Sel Sel sehat Sel cedera

L. MD+Gum Arab 8.8±0.07 1.4±1.54ac 7.4±1.13ac 84±3.57 MD+Inulin 8.5±0.22 2.0±1.50ac 6.4±4.39ad 75.3±5.30 MD+GOS 7.2±0.11 1.2±0.80ac 6.0±0.07ad 83±0.28

L. MD+Gum Arab 9.0 ±0.09 2.4 ±0.00bc 6.6±0.09bc 73±0.07 MD+Inulin 8.4±0.21 2.6 ±0.20bc 5.8±0.01bd 69±0.61 MD+GOS 7.9±0.42 2.6 ±0.34bc 5.2±0.76bd 65±2.16 Keterangan: Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama (a)

pada strain yang berbeda tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (P<0.05). Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang berbeda (a-b) pada strain yang berbeda nyata pada taraf uji 5% (P<0.05). Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama (c) pada bahan enkapsulan yang berbeda tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (P<0.05). Angka-angka pada kolom yang sama pada bahan enkapsulan yang berbeda yang diikuti oleh huruf yang berbeda (c-d) berbeda nyata pada taraf uji 5% (P<0.05).

(39)

21 Hasil analisis ragam (Lampiran 4) menunujukkan jenis strain probiotik memberikan hasil berbeda nyata (p<0.05) terhadap jumlah sel sehat dan sel sakit pada probiotik, dimana strain L. plantarum 2C12 lebih rentan terhadap NaCl dibandingkan dengan L. plantarum BSL. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Gardiner et al. (2000), bahwa keduaspesies probiotik (L. paracasei NFBC 338 and L. salivarius UCC 118) mengalami peningkatan sensitivitas terhadap NaCl 5% setelah pengeringan semprot. Sebelum pengeringan semprot, tidak berbeda antara jumlah probiotik pada media MRS dan media MRS yang mengandung NaCl5%, sedangkan setelah pengeringan semprot, terjadi penurunan jumlah sel yang nyata (p<0.05) pada media yang mengandung NaCl 5%. Sebelum pengeringan semprot, sensitivitas strain NFBC 338 terhadap NaCl hanya 4%meningkat menjadi 70% setelah pengeringan semprot. Pada strain lain, L. salivarius UCC 118, sebelum pengeringan semprot sel tidak sensitif terhadap NaCl 5% dan setelah pengeringan semprot menjadi 100% sensitif terhadap NaCl 5%. Golowczyc et al. (2011) melaporkan sensitivitas terhadap NaCl 5% pada L. plantarum 83114 dan L. kefir 8321 mengalami perubahan secara signifikan setelah proses pengeringan semprot. Selain itu, tidak tumbuhnya kedua strain pada media yang ditambahkan garam, disebabkan kedua bakteri probiotik kurang mampu hidup pada kadar NaCl yang cukup tinggi, yaitu 5%. Kemampuan L. plantarum BSL lebih baik pada media yang ditambahkan dengan NaCl 5% ini diduga terkait dengan asal bakteri ini diisolasi dari asinan kubis (sauerkraut) dengan kandungan garam 2.25%.

Bahan enkapsulan mempengaruhi kerentanan sel probiotik terhadap pengeringan semprot. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan sel sehat yang tumbuh pada medium MRSA yang ditambah dengan NaCl 5%. Bahan enkapsulan yang ditambah dengan prebiotik memiliki kemampuan mengurangi terjadinya sel cedera (Tabel 3). Pada strain L. plantarum 2C12, sel yang sakit pada serbuk JBPE dengan bahan enkapsulan maltodekstrin yang ditambah dengan inulin sebanyak 6.2 log cfu g-1 dan 6.0 log cfu g-1 pada bahan enkapsulan maltodekstrin yang ditambah dengan GOS. Demikian pula pada strain L. plantarum BSL, sel yang sakit pada serbuk JBPE dengan bahan enkapsulan maltodekstrin yang ditambah dengan inulin dan GOS, masing-masing 5.8 log cfu g-1 dan 5.2 log cfu g-1.

Ketahanan probiotik terenkapsulasi terhadap panas

(40)

22

Tabel 4 Pengaruh jenis enkapsulan terhadap ketahanan panas probiotik pada serbuk JBPE

Penurunan jumlah sel (log cfu ml-1) setelah pemanasan

500C 600C 700C

L. plantarum

2C12

Sel bebas 8.00±0.00 2.8±0.74ab

4.1±0.20ab 6.6±0.0ab

Maltodekstrin (MD)

7.6±0.09 0.1±0.04ae 2.1±0.12ad 3.0±0.01ae

MD+Gum Arab 7.8±0.07 0.7±0.23ade

2.4±0.13ad 3.0±0.17ae MD+Inulin 7.5±0.22 1.1±0.05acd

2.7±0.18ad 4.9±0.03ad

7.8±0.14 0.3±0.02ae 1.9±0.31ad 2.9±0.14ae

MD+Gum Arab 8.0±0.09 0.8±0.02ade

1.5±0.04ad 2.9±0.97ae MD+Inulin 7.4±0.21 1.1±0.29acd

2.0±0.01ad 3.8±0.24ad MD+GOS 6.9±0.42 1.2±0.33ab

3.5±0.19ac 5.4±0.35ac Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama

(a) pada strain yang berbeda tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (P<0.05)Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang berbeda (b-e) berbeda nyata pada taraf uji 5% (p<0.05) pada bahan enkapsulan yang berbeda.

Mikroenkapsulan dan suhu pemanasan mempengaruhi penurunan jumlah sel probiotik pada perlakuan ini. Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa paparan panas dengan suhu 500C menyebabkan penurunan jumlah sel probiotik yang dimikroenkapsulasi hanya berkisar antara 0.1-1.3 log cfu ml-1, sedangkan sel bebas mengalami penurunan yang lebih besar hingga 2.6-2.9 log cfu ml-1. Paparan panas pada suhu yang lebih tinggi (600C dan 700C) menyebabkan penurunan jumlah sel yang lebih besar pada probiotik bebas dan yang dimikroenkapsulasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa mikroenkapsulasi dapat meningkatkan sintasan probiotik dan semakin tinggi suhu pemaparan panas terhadap probiotik bebas menyebabkan penurunan sintasan yang semakin besar.

(41)

23

Gambar 2 Ketahanan sel probiotik terenkapsulasi terhadap perlakuan panas pada suhu 500C. A (Sel bebas tanpa mikroenkapsulasi), B (Maltodekstrin), C (Maltodekstrin+GumArab), D (Maltodekstrin+Inulin), E (Maltodekstrin+GOS).Batang histogram yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama (a) tidak berbeda nyata (p<0.05) pada strain yang berbeda.Batang histogram yang sama yang diikuti oleh huruf yang berbeda (b-d) berbeda nyata (p<0.05) pada bahan enkapsulan berbeda. Pengaruh bahan enkapsulan terhadap ketahanan probiotik terenkapsulasi

pada pH rendah (pH 2.0) dan garam empedu (0.5%)

Pengujian ketahanan sel bebas dan sel hasil mikroenkapsulasi terhadap pH rendah (pH 2.0) dan garam empedu (0.5%) diperlukan untuk membandingkan kemampuan sel bebas dan sel hasil mikroenkapsulasi bertahan dalam sistem pencernaan. Ketahanan sel terhadap pH rendah atau garam empedu ditunjukkan dengan penurunan total sel setelah inkubasi dalam media yang mengandung asam (pH 2.0) atau garam empedu (0.5%) selama 5 jam. Hasil pengujian ketahanan pada pH rendah (pH 2) dan garam empedu dapat dilihat pada Gambar 3 dan4.

Gambar 3 menunjukkan sintasan kedua strain probiotik terhadap pH rendah (pH 2.0). Terjadi peningkatan kemampuan ketahanan sel probiotik terenkapsulasi dibandingkan sel probiotik bebas pada kondisi pH rendah (pH 2.0). Pada sel bebas, jumlah sel mengalami penurunan cukup besar yakni sebesar 2.6 log cfu ml -1

pada L. plantarum 2C12 dan 2.1 log cfu ml-1 pada L. plantarum BSL. Sintasan sel yang dimikroenkapsulasi mengalami peningkatan, yakni pada L. plantarum 2C12 sekitar 0.5 sampai 1.4 log cfu ml-1, dan pada L. plantarum BSL sekitar 0.5

L. plantarum 2C12 L. plantarum BSL

(42)

24

Gambar 3 Ketahanan sel probiotik terenkapsulasi terhadap pH rendah(pH 2.0). A (Sel bebas tanpa mikroenkapsulasi), B (Maltodekstrin), C (Maltodekstrin+GumArab), D (Maltodekstrin+Inulin), E (Maltodekstrin+GOS). Batang histogram yang sama yang diikuti oleh huruf yang berbeda (b-d) berbeda nyata (p<0.05) pada bahan enkapsulan berbeda. Batang histogram yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama (a) tidak berbeda nyata (p<0.05) pada strain yang berbeda.

Gambar 4 Ketahanan sel probiotik terenkapsulasi terhadap garam empedu 0.5%. A (Sel bebas tanpa mikroenkapsulasi), B (Maltodekstrin), C (Maltodekstrin+GumArab), D (Maltodekstrin+Inulin), E (Maltodekstrin+GOS). Batang histogram yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama (a) tidak berbeda nyata (p<0.05) pada strain berbeda. Batang histogram yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama (b) tidak berbeda nyata (p<0.05) pada bahan enkapsulan yang berbeda.

0.0

L. plantarum 2C12 L. plantarum BSL

Pen

L. plantarum 2C12 L. plantarum BSL

(43)

25 Gambar 3 (Lampiran 6) juga menunjukkan ketahanan kedua strain terhadap pH rendah (pH 2.0) tidak berbeda nyata (p<0.05). Akan tetapi, jenis bahan enkapsulan berpengaruh nyata (p<0.05) mampu melindungi probiotik pada kondisi pH rendah. Bahan enkapsulan yang menghasilkan proteksi yang paling baik adalah kombinasi bahan enkapsulan maltodekstrin dan GOS (5:1), dengan penurunan hanya sebesar 0.5 log cfu ml-1 pada kedua strain.

Gambar 4 menunjukkan sintasan kedua strain probiotik karena perlakuan garam empedu (0.5 %). Mikroenkapsulasi meningkatan kemampuan ketahanan sel probiotik dibandingkan sel probiotik bebas terhadap garam empedu (0.5%). Pada sel bebas, jumlah sel mengalami penurunan cukup besar yakni sebesar 3.1 log cfu ml-1 pada L. plantarum 2C12 dan 2.9 log cfu ml-1 pada L. plantarum BSL. Sintasan sel yang dimikroenkapsulasi mengalami peningkatan dengan penurunan jumlah sel yang lebih sedikit, yakni pada L. plantarum 2C12 sekitar 1.9 sampai 2.3 log cfu ml-1, dan pada L. plantarum BSL sekitar 1.5 sampai 2.5 log cfu ml-1.

Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 6), terlihat bahwa strain probiotik dan bahan enkapsulan memberikan hasil yang tidak berbeda nyata (p<0.05) terhadap ketahanan garam empedu. Bahan enkapsulan yang menghasilkan proteksi terhadap garam empedu yang paling baik adalah kombinasi bahan enkapsulan maltodekstrin dan GOS (5:1) pada strain L. plantarum 2C12, dan maltodekstrin pada strain L. plantarum BSL.

Ketahanan probiotik terhadap pH asam dan garam empedu lebih baik ketika sel dimikroenkapsulasi. Hal ini sesuai dengan penelitian Reddy et al.(2009) yang melaporkan maltodekstrin yang ditambahkan sebagai pembawa selama pengeringan semprot dapat mempertahankan viabilitas dan retensi sifat probiotik (L. plantarumCFR 2191, L. salivarius CFR 2158 dan Pediococcus acidilactici CFR 2193) terhadap asam dan toleransi empedu. Madhu et al. (2011) melaporkan L. fermentum memiliki ketahanan yang lebih baik secara signifikan terhadap pH asam dan garam empedu setelah dilakukan pengeringan semprot menggunakan maltodekstrin.

Aktivitas antimikroba probiotik terenkapsulasi

Pengujian aktivitas antimikroba dilakukan untuk mengetahui apakah proses mikroenkapsulasi menyebabkan perubahan sifat antimikroba probiotik. Aktivitas antimikroba diamati dengan menghitung peningkatan jumlah pertumbuhan E. coli ATCC 25922 ketika dikontakkan dengan probiotik pada media susu skim selama 24 jam. Hasil pertumbuhan E. coli ATCC 25922 dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar

Tabel 1 Bahan enkapsulan dan kondisi pengeringan semprot pada beberapa isolat probiotik
Gambar 1 Diagram alirpenelitian
Tabel 2 Pengaruh bahan enkapsulan terhadap sintasan probiotik L. plantarum
Tabel 3 Pengaruh mikroenkapsulasi menggunakan pengeringan semprot terhadap
+6

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil validasi dari ahli media dan ahli materi dinyatakan bahwa modul sudah valid, tetapi masih didapatkan beberapa saran yang harus diperbaiki pada

Puji Syukur kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah – Nya kami dapat menyelesaikan penelitian dengan Judul “ Pengaruh Konsumsi Tablet Besi Dengan

Dan untuk siswa dengan kemampuan komunikasi matematis sedang dapat dikatakan memiliki sikap percaya diri yang tinggi dan kemampuan komunikasi yang cukup, hanya saja pada

Penangan risiko diartikan sebagai proses yang dilakukan untuk meminimalisasi tingkat risiko yang dihadapi sampai pada batas yang dapat diterima. Sacra kuantitatif, upaya

Proses pengumpulan data untuk kajian ini dalam mendapatkan data premier adalah melibatkan soal selidik yang diedarkan kepada Saudara kita di sekitar negeri Johor dan telah

Usaha atau Bentuk Usaha Tetap berdasarkan Kontrak Kerja Sama dengan Badan Pelaksanaa. (2) Setiap Kontrak Kerja Sama yang sudah ditandatangani harus diberitahukan secara

Berbagai asumsi yang dipakai untuk medium bawah permukaan bumi antara lain menurut Sismanto (1999) yaitu: 1) Medium bumi dianggap berlapis-lapis dan tiap lapisan

[r]