• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Ekstrak Etanol Tempe Terhadap Kadar Dna Dan Rna Testis Tikus Usia 70 Hari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran Ekstrak Etanol Tempe Terhadap Kadar Dna Dan Rna Testis Tikus Usia 70 Hari"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN EKSTRAK ETANOL TEMPE TERHADAP KADAR

DNA DAN RNA TESTIS TIKUS USIA 70 HARI

ERLANDA SATRIA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSISI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Peran Ekstrak Etanol Tempe Terhadap Kadar DNA dan RNA Testis Tikus Usia 70 hari adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2015

Erlanda Satria

(4)

ABSTRAK

ERLANDA SATRIA. Peran Ekstrak Etanol Tempe Terhadap Kadar DNA dan RNA Testis Tikus Usia 70 Hari. Dibimbing oleh ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS dan NASTITI KUSUMORINI.

Fitoesterogen merupakan senyawa mirip estrogen yang terkandung didalam kedelai. Kedelai adalah bahan baku utama pembuatan tempe. Fitoesterogen termasuk esterogen alami golongan isoflavon. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh kinerja ekstrak tempe terhadap kinerja reproduksi tikus jantan dewasa. Sebanyak 9 ekor tikus jantan usia 21 hari dibagi menjadi 3 kelompok yaitu kelompok kontrol, kelompok perlakuan 0.25 g/ekor/hari, dan kelompok perlakuan 0.5 g/ekor/hari yang diberi ekstrak tempe sampai usia 48 hari. Parameter yang diamati meliputi bobot basah testis, bobot kering testis, kadar DNA, kadar RNA, dan jumlah spermatozoa. Pengambilan data dilakukan ketika tikus berusia 70 hari. Data yang dihasilkan dianalisis dengan uji ANOVA dan dilanjutkan dengan uji Duncan dengan selang kepercayaan 95% (a=0.05). Hasil penelitian pemberian ekstrak tempe terjadi penurunan kadar DNA pada perlakuan 0.25 g/ekor/hari, peningkatan kadar RNA dan peningkatan jumlah spermatozoa pada perlakuan 0.5 g/ekor/hari.

Kata kunci: dna, rna, ekstrak tempe, tikus jantan

ABSTRACT

ERLANDA SATRIA. The Role of Tempe Ethanol Extract To DNA and RNA Content of Rats Testicle Organs of Ages 70 Days . Supervised by ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS and NASTITI KUSUMORINI.

Phytoestrogen is a subtance in soybean that have similiar structure with natural estrogen. Soybean is the main raw material of making tempe. Phytoestrogen are natural estrogen in isoflavon group. This study was conducted to investigate the role of tempe extract in reproduction performance of adult male rats. Nine male rats weaning age (21 days) were divided into 3 groups, control, treatment groups that were given a tempe extract 0.25 g/rat/day and 0.5 g/rat/day until ages of 48 days. Testicular wet weight, testicular dry weight, concentration of DNA levels, concentration of RNA levels, and sperms quantity in each group were measured. Data were collected at the age of 70 days and were analyzed using ANOVA test and Duncan test with 95% confidence interval (a=0.05).The results show that tempe extract of 0.25 g/rat/day could decrease the concentration of DNA levels and 0.5 g/rat/day increase the RNA levels and the sperm quantity.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan

PERAN EKSTRAK ETANOL TEMPE TERHADAP KADAR

DNA DAN RNA TESTIS TIKUS USIA 70 HARI

ERLANDA SATRIA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini ialah fitoesterogen, dengan judul Peran Ekstrak Tempe Terhadap Kadar DNA dan RNA Testis Tikus Usia 70 Hari.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Drh Aryani Sismin Satyaningtijas, MSc dan Dr Dra Nastiti Kusumorini (almh) selaku dosen pembimbing yang telah membimbing penulis selama penelitian dan penulisan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof Dr Drh Tutik Wresdiyati, MS, PAVet selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing dan memberi nasihat positif, serta kepada Ibu Sri, Ibu Ida, Pak Dikdik, dan Pak Gholib yang telah banyak membantu dalam penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih terima kasih yang sebesar-besarnya kepada ayahanda Kadiman Datuak Simarajo Nan Kayo, ibunda Nurfayeni, S.Pd serta seluruh keluarga tercinta, atas segala doa dan kasih sayangnya. Penghargaan penulis sampaikan kepada teman satu penelitian Nurul Chotimah, Ghina Indriani, Retno Tegarsih, Roro Ambarwati, Nur Hasreena, Firman Eka P, Alfonsa, dan Agung yang telah banyak membantu selama pengumpulan data, dan teman-teman Acromion.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan, namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Bogor, Juni 2015

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 1

TINJAUAN PUSTAKA 2

Reproduksi Jantan 2

Tempe sebagai Sumber Fitoestrogen 2

METODE 3

Tempat dan Waktu Penelitian 3

Alat dan Bahan 3

Persiapan Penelitian 3

Prosedur Penelitian 3

Metode Pengambilan Data Reproduksi 4

Parameter yang Diamati dan Teknik Pengukuran 4

Analisis Statistik 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Peran Ekstrak Tempe Terhadap Kinerja Organ Testis dan Sperma Tikus

Usia 70 Hari 6

SIMPULAN DAN SARAN 9

Simpulan 9

Saran 9

DAFTAR PUSTAKA 9

RIWAYAT HIDUP 12

(10)

DAFTAR TABEL

Pengaruh ekstrak tempe saat prapubertas terhadap bobot basah testis, bobot kering testis, konsentrasi DNA dan RNA testis, serta jumlah

spermatozoa tikus usia 70 hari 7

Lampiran 13

DAFTAR GAMBAR

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tempe merupakan makanan yang terbuat dari biji kedelai dan beberapa bahan lain yang diproses melalui fermentasi (BSN 2012). Tempe mengandung protein, lemak, karbohidrat, kalsium, vitamin, mineral, dan fitoestrogen. Fitoestrogen merupakan zat yang terkandung dalam kelompok tanaman, baik biji-bijian, kacang-kacangan, sayuran, dan buah-buahan yang memiliki sifat menyerupai hormon estrogen atau dapat berinteraksi dengan reseptor estrogen (Biben 2012). Ekstrak etanol tempe adalah serbuk yang didapatkan dari tempe yang sudah diekstrak dengan pelarut etanol. Penelitian terdahulu melaporkan bahwa satu gram (g) ekstrak tempe diekstrak dari 22.2 g tempe menggunakan pelarut etanol dengan perbandingan satu banding tiga (Puspitasari 2013).

Estrogen merupakan hormon yang turut berperan dalam perkembangan reproduksi. Reseptor estrogen banyak ditemukan di dalam testis, duktus eferen, dan epididimis (Hess 2003). Reseptor estrogen dalam jaringan tubuh dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan tempat distribusinya, yaitu reseptor estrogen α

(REα) dan reseptor estrogen β (REβ). REα lebih banyak terdistribusi pada jaringan penyusun organ reproduksi seperti pada jaringan reproduksi, ginjal,

tulang, jaringan adipose putih, dan hati. Sedangkan REβ lebih terdistribusi di luar jaringan reproduksi seperti pada prostat, paru, saluran pencernaan, kandung kemih, sel-sel hematopoietik, dan sistem saraf pusat (Matthews dan Gustafsson 2003). Testis merupakan organ yang paling berperan dalam sistem reproduksi hewan jantan. Testis terdiri atas sel Sertoli yang berfungsi dalam produksi spermatozoa dan sel Leydig yang berfungsi dalam menghasilkan hormon testosteron (Saputra dan Dwisang 2010).

Penelitian sebelumnya melaporkan bahwa ekstrak tempe dengan dosis pemberian 0,25 g/ekor/hari pada anak tikus jantan usia lepas sapih dapat menaikkan kadar Ribonucleic Acid (RNA) testis namun tidak berpengaruh pada kadar testosteron plasma serta Deoxyribonucleic Acid (DNA) testis anak tikus jantan usia lepas sapih (Yassin 2014). Penelitian ini akan dilakukan untuk melihat efek fitoestrogen yang terkandung dalam ekstrak tempe dengan dosis 0,25 g/ekor/hari dan 0,5 g/ekor/hari terhadap organ testis anak tikus usia lepas sapih. Hipotesis dari penelitian ini adalah pemberian ekstrak tempe dosis 0.25 g/ekor/hari dan 0.5 g/ekor/hari akan meningkatkan kinerja reproduksi tikus jantan.

Tujuan Penelitian

(12)

2

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi tentang efektivitas dosis yang berbeda dari fitoesterogen terhadap kadar DNA dan RNA testis tikus pada usia 70 hari.

TINJAUAN PUSTAKA

Reproduksi Jantan

Testosteron adalah hormon utama testis yang disintesis oleh sel Leydig dan juga terbentuk dari sekresi kelenjar adrenal. Testosteron berfungsi dalam membentuk dan mempertahankan sifat kelamin sekunder pada jantan dan mempertahankan spermatogenesis bersama dengan FSH Follicle-stimulating hormone (FSH) (Ganong 1995).

DNA merupakan unit paling kecil yang terdapat dalam sel organisme hidup termasuk pada sel-sel yang terdapat pada testis. DNA bersama dengan protein dan molekul RNA terdapat dalam inti sel dan saling berikatan membentuk kromosom yang merupakan komponen yang penting dalam semua makhluk hidup (Muladno 2002). Peningkatan kadar DNA menggambarkan adanya peningkatan mitosis sel atau proliferasi sel sedangkan konsentrasi RNA merupakan indikator aktivitas dari sintesis protein di sel (Guyton dan Hall 1997) yang pada akhirnya akan berdampak pada bobot dan ukuran organ sebagai indikator kuantitatif produksi spermatozoa serta DNA dan RNA testis (Melo 2010).

Penurunan kadar hormon FSH dan testosteron menyebabkan gangguan terhadap perkembangan bobot testis sehingga berdampak pada gangguan proses spermatogenesis (Wahyuni 2012). Penurunan bobot testis dapat menjadi indikator awal penurunan kadar hormon FSH dan testosteron (Fatkhawati 2007).

Tempe sebagai Sumber Fitoestrogen

(13)

3 dihidrolisa menjadi aglikon yang aktif secara estrogenik sebagai hasil proses dan pengolahan kedelai atau sebagai hasil metabolisme mikroflora usus (Setchell 1998).

METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di kandang Unit Pengelola Hewan Laboratorium dan Laboratorium Bagian Fisiologi, Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor pada bulan Februari 2014 sampai dengan bulan Januari 2015.

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah kandang tikus berpenutup kawat kasa, timbangan Triple Beam Balance, alat sentrifugasi darah, spoit 3 ml, spoid 1 ml, mortar, stamper, sonde lambung, tabung reaksi, tabung ependorf, timbangan analitik, alat bedah tikus, peralatan bedah (skalpel, pinset, gunting), pot organ, kamar hitung Neubauer chamber , mikroskop, pipet tetes, dan tisu. Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah ekstrak tempe yang diekstraksi etanol 70%, hewan coba yaitu 9 ekor tikus Rattus norvegicus galur Sparague Dawley

jantan ,larutan NaCl fisiologis (0,9%), Normal Buffered Formaldehide, larutan eter, dan akuades. Dalam pengujian kadar RNA digunakan TCA 5%, KOH 1 N, H2O, HCl 1 N, FeCl3 0,1%, orcinol dan standar RNA. Dalam pengujian kadar

DNA digunakan TCA 5%, P-nitrofenilhidrazin, n-butilasetat, NaOH 2 N, dan

Geomic DNA Mini Kit (Tissue).

Persiapan Penelitian Hewan coba

Hewan yang digunakan dalam penelitian adalah tikus Rattus norvegicus

mulai berumur 21 hari. Tikus dipelihara di kandang Unit Pengelola Hewan Laboratorium, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Pemeliharaan dilakukan menggunakan kandang berukuran 30 x 20 x 12 cm, berbahan plastik, dan berpenutup kawat kasa pada bagian atasnya. Setiap kandang dialasi dengan sekam yang diganti secara periodik. Pakan dan air minum diberikan ad libitum.

Ekstrak tempe

(14)

4

Prosedur Penelitian

Sembilan ekor tikus jantan lepas sapih berumur 21 hari dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok kontrol yang tidak diberi ekstrak tempe, kelompok perlakuan yang diberi ekstrak tempe 0,25 g/ekor/hari, dan kelompok perlakuan yang diberi ekstrak tempe 0,5 g/ekor/hari, masing-masing kelompok terdiri dari tiga ekor. Ekstrak tempe diberikan secara force feeding menggunakan sonde lambung setiap hari selama 28 hari. Pengelompokan hewan coba disajikan pada Gambar 1.

Metode Pengambilan Data Reproduksi

Tikus dinekropsi dengan membuka rongga perut untuk mencapai organ reproduksi. Kauda epididimis dipreparir dan diambil dari rongga perut untuk penetapan konsentrasi spermatozoa. Testis kemudian dipreparir dan dikeluarkan dari rongga perut untuk penetapan bobot organ reproduksi.

Parameter yang Diamati dan Teknik Pengukuran Bobot testis

Bobot testis tikus diukur setelah dilakukan nekropsi dengan menggunakan timbangan. Testis yang telah dikeluarkan dari rongga perut kemudian ditimbang

(15)

5 menggunakan timbangan analitik. Bobot testis yang didapat dinyatakan sebagai bobot basah testis dengan satuan gram. Bobot kering testis didapatkan setelah dilakukan pengeringan testis.

Kadar DNA organ

Metode pengujian konsentrasi DNA dilakukan menggunakan Genomic DNA Mini Kit (Tissue) (2008) dengan mengikuti instruksi prosedur perusahaan Geneaid (PT Genetika Science Indonesia). Testis dikeringkan di oven untuk mendapatkan ekstraksi sampel pada suhu (50–60) ºC, digerus kemudian langsung dimasukkan ke tabung reaksi. Selanjutnya ditambahkan TCA 5% lalu ditutup dan dimasukkan ke dalam penangas air selama 20 menit. Sampel lalu didinginkan selama 5 menit dan dihomogenkan dengan alat sentrifugasi pada kecepatan 1500 rpm selama 20 menit. Supernatan dipisahkan dan pelet yang diperoleh diekstraksi ulang seperti tata cara di atas. Supernatan hasil ekstraksi pertama dan kedua dicampur, kemudian diencerkan sampai volume 15 ml dengan TCA 5% dan disimpan dalam refrigerator 10 ºC selama 24 jam. Selanjutnya dilakukan pewarnaan dan pengujian konsentrasi DNA menggunakan Genomic DNA Mini Kit (Tissue). Konsentrasi DNA dibaca menggunakan spektrofotometer U-2001 Merk Hitachi 560 slit 0.03 pada panjang gelombang 260 µm dan 280 µm yang dipanaskan terlebih dahulu selama 15 menit sebelum digunakan. Konsentrasi kadar DNA dinyatakan dalam satuan miligram per gram sampel.

Kadar RNA organ

Metode penentuan kadar RNA dilakukan berdasarkan metode yang dimodifikasi oleh Manalu dan Sumaryadi (1998).Ekstraksi sampel dilakukan dengan mengeringkan testis di oven pada suhu (50–60) ºC dan digerus kemudian langsung dimasukkan ke tabung reaksi. Sebanyak 1 ml KOH 1 N ditambahkan pada setiap sampel dan diletakkan pada penangas air 37ºC selama 5 jam. Selanjutnya tabung reaksi ditempatkan dalam wadah yang berisi es dan ditambahkan 100 µl HCl 6 N. Dalam tempat yang sama, 5 ml TCA 5% ditambahkan sehingga terbentuk larutan putih keruh. Larutan ini kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 2500 rpm selama 10 menit. Supernatan dituangkan pada tabung 15 ml dan disimpan. Pelet yang diperoleh diekstraksi ulang dengan 5 ml TCA 5% dan kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 2500 rpm selama 15 menit. Supernatan hasil ekstraksi pertama dan kedua kemudian diencerkan sampai volume 15 ml dengan TCA 5%. Selanjutnya dilakukan pewarnaan dan pengujian kadar RNA dengan mempersiapkan tabung reaksi yang dilabel untuk blank, standar, dan sampel. Masing–masing tabung reaksi diisi

reagan FeCl3 0.1 % dan 100 µl orcinol 10.75% hingga akan berwarna kuning.

Selanjutnya semua tabung ditutup dengan aluminium foil dan diletakkan pada penangas air selama 30 menit. Pemanasan diusahakan merata untuk setiap tabung sehingga larutan akan berwarna hijau. Konsentrasi RNA dalam tabung dibaca dengan spektrofotometer U-2001 Merk Hitachi 670 µm. Konsentrasi kadar RNA dinyatakan dalam satuan miligram per gram sampel.

Jumlah spermatozoa

(16)

6

epididimis dihancurkan di dalam mortar setelah diberi 1 ml NaCl fisiologis 0.9%, kemudian diambil menggunakan pipet leukosit sampai skala 1 dan ditambahkan dengan NaCl fisiologis 0.9% sampai skala 11, lalu diletakkan pada kamar hitung

Neubauer chamber dan diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 40x10. Jumlah spermatozoa pada sampel kemudian dihitung pada 4 kamar besar dimana setiap kamar memiliki volume 10/4 mm3. Sehingga jumlah spermatozoa dapat dihitung dengan rumus:

Keterangan: Faktor pengenceran= 10

Analisis Statistik

Hasil parameter yang telah diukur dinyatakan dalam rataan ± simpangan baku. Perbedaan antar kelompok perlakuan diuji secara statistika dengan uji ANOVA dan dilanjutkan dengan uji Duncan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Peran Ekstrak Tempe Terhadap Kinerja Organ Testis dan Sperma Tikus Usia 70 Hari

Estrogen memegang peranan yang penting pada fungsi reproduksi jantan dan fertilitas. Testis beberapa mamalia memproduksi sejumlah estrogen yang signifikan melalui suatu proses yang diperantarai oleh enzim aromatase. Kadar mRNA untuk aromatase pada tikus lebih tinggi pada sel sertoli tikus jantan usia 20 hari dibandingkan dengan tikus usia 10 dan 30 hari, sedangkan pada tikus dewasa aromatase transkip tidak terdeteksi di sel sertoli. Kadar enzim aromatase pada sel Leydig dan sel spermatosit lebih tinggi dibandingkan dengan kadarnya pada sel spermatid ( Royer et al. 2011). Sel sertoli adalah penghasil utama estrogen pada hewan muda, pada hewan dewasa sel Leydig dan sel germinal juga menghasilkan hormon erstrogen. Esterogen ini berinteraksi dengan reseptor klasik nuklear esterogen yang disebut sebagai ERα dan ERβ. Pemberian estrogen alami salah satunya berbentuk fitoestrogen, Fitoestrogen dapat bersifat sebagai substrat androgenik dan dapat bersifat sebagai antiandrogenik. Efek antiandrogenik fitoestrogen ini dapat menghambat sekresi Luteinising Hormone (LH) pada hipofisis, yang berakibat penurunan konsentrasi sekresi testosteron pada sel Leydig (Royer et al. 2011)

Peran ekstrak tempe dengan dosis 0.25 g/ekor/hari dan 0.5 g/ekor/hari terhadap bobot basah testis, bobot kering testis, konsentrasi DNA dan RNA, serta jumlah spermatozoa tikus usia 70 hari dapat dilihat pada Tabel 1 Hasil yang diberikan merupakan rataan ± SD.

(17)

7 Tabel 1 Pengaruh ekstrak tempe saat prapubertas terhadap bobot basah testis, bobot kering testis, kadar DNA dan RNA testis, serta jumlah spermatozoa tikus usia 70 hari.

Parameter Kelompok

Kontrol 0.25 0.5

Bobot basah testis (g) 2.10±0.41 2.46±0.32 2.10±0.42 Bobot Kering testis (g) 0.30±0.04 0.33±0.03 0.30±0.06 Kadar DNA tesis /g 16.67±1.86b 12.07±1.11a 15.45±1.18b Kadar RNA testis /g 49.20±1.86ab 47.32±2.47a 56.23±5.75b Jumlah Spermatozoa 106 1.35±0.57a 2.95±1.09ab 12.30±5.02b

a,b

Superscript berbeda pada baris yang sama menunjukkan nilai berbeda nyata pada taraf uji 5% .

Berdasarkan hasil analisis statistik, pengukuran bobot basah dan bobot kering testis tikus usia 70 hari kelompok kontrol dan kelompok perlakuan tidak menunjukkan adanya perbedaan. Namun pemberian ekstrak tempe dosis 0.25 g/ekor/hari cenderung meningkatkan bobot testis dibandingkan dengan kelompok kontrol dan kelompok dosis 0.5 g/ekor/hari. Tikus mencapai pubertas pada usia 40-60 hari (Smith dan Mangkoewidjojo 1998). Organ reproduksi sudah berkembang sempurna ketika mencapai usia pubertas, artinya pemberian ekstrak tempe pada usia 70 hari tidak mempengaruhi bobot testis. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Chotimah (2014) bahwa perlakuan dosis 0.5 g/ekor/hari pada usia 56 hari bobot testis tidak mengalami peningkatan. Penelitian lain menyatakan bahwa pemberian kedelai matang sebanyak 0.05-0.15 mg/120 g BB pada tikus selama 3 bulan pertama dapat meningkatkan bobot dan diameter testis secara signifikan (Serag El Din et al. 2011)

Kadar DNA merupakan gambaran dari terjadinya proliferasi sel, pada penelitian ini konsentrasi kadar DNA kelompok tikus perlakuan dosis 0.25 g/ekor/hari lebih sedikit dibanding dengan kelompok tikus kontrol dan kelompok tikus perlakuan dosis 0.5 g/ekor/hari (P<0.05). Fitoestrogen mampu berikatan dengan reseptor estrogen (RE), dengan sifatnya yang agonis ataupun antagonis (Winarsi 2005). Perlakuan dosis pemberian fitoestrogen sebanyak 0.25 g/ekor/hari menunjukkan mekanisme feedback negatif atau antagonis terhadap reseptor estrogen. Konsentrasi kadar DNA tikus kelompok kontrol dan tikus kelompok perlakuan dosis 0.5 g/ekor/hari tidak berbeda. Hasil ini sejalan dengan bobot testis tikus yang tidak mengalami peningkatan dengan pemberian ekstrak tempe dosis 0.25 g/ekor/hari dan 0.5 g/ekor/hari. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Tegarsih (2014) melaporkan bahwa perlakuan dosis 0.5 g/ekor/hari cenderung tidak berpengaruh terhadap konsentrasi DNA ketika tikus berusia 56 hari.

(18)

8

menyebabkan peningkatan enzimatis. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Tegarsih (2014) juga menyatakan bahwa perlakuan dosis 0.5 g/ekor/hari menyebabkan peningkatan total kadar RNA pada usia 42 hari. Menurut Dewantoro (2001), Peningkatan kadar RNA ini akan menggambarkan aktivitas sintesis protein atau enzimatis dalam sel , kemungkinannya termasuk aktivitas testis dalam proses spermatogenesis. Fungsi dari sintesis protein yang terjadi di dalam sel terkait erat dengan perubahan konsentrasi RNA.

Spermatozoa di dalam kauda epididimis telah mengalami proses pematangan sehingga dapat digunakan sebagai alternatif sumber spermatozoa dalam penerapan aplikasi reproduksi. Kauda epididimis mengandung 75% spermatozoa dari total spermatozoa dalam epididimis (Hafez dan Hafez 2000). Jumlah spermatozoa yang diambil dari kauda epididimis tikus usia 70 hari berbeda diantara kelompok kontrol , kelompok perlakuan dosis 0.25 g/ekor/hari, dan kelompok perlakuan dosis 0.5 g/ekor/hari. Pemberian dosis ekstrak tempe yang 0.5 g/ekor/hari menunjukkan jumlah spermatozoa paling tinggi. Jumlah spermatozoa tikus bertambah seiring dengan aktifitas enzim yang ditandai dengan peningkatan kadar RNA testis.

Ekstrak tempe yang bersifat estrogenik dapat bekerja terhadap sel-sel yang terdapat pada testis karena dapat berikatan dengan reseptor esterogen. Reseptor estrogen dalam jaringan tubuh dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan tempat distribusinya, yaitu reseptor estrogen α (REα) dan reseptor estrogen β (REβ). REα lebih banyak terdistribusi pada jaringan penyusun organ reproduksi seperti pada jaringan reproduksi, ginjal, tulang, jaringan adipose putih, dan hati. Sedangkan

(19)

9 kedelai dapat menstimulasi aktivitas proliferasi sel Leydig selama masa perkembangan (Sherrill et al. 2010)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pemberian ekstrak tempe dengan dosis 0.25 g/ekor/hari dan 0.5 g/ekor/hari pada tikus jantan lepas sapih hingga prapubertas tidak berpengaruh terhadap bobot basah dan bobot kering testis, namun menurunkan konsentrasi kadar DNA untuk dosis 0.25 g/ekor/hari. Pemberian ekstrak tempe dengan dosis 0.5 g/ekor/hari meningkatkan konsentrasi kadar RNA testis dan jumlah spermatozoa.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan dosis pemberian ekstrak tempe lebih banyak dari 0.5 g/ekor/hari pada saat tikus jantan lepas sapih hingga memasuki usia dewasa kelamin sehingga dapat diketahui secara pasti pengaruh pemberian fitoestrogen yang terdapat dalam ekstrak tempe terhadap perkembangan kinerja reproduksi.

DAFTAR PUSTAKA

Astuti S. 2009. Kualitas spermatozoa tikus jantan yang diberi tepung kedelai kaya isoflavon. J Unpad [Majalah Kedokteran Bandung]. 41(4):180-186.

[BSN] Badan Standar Nasional. 2012. Tempe: Persembahan Indonesia untuk Dunia. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional.

Biben HA. 2012. Fitoestrogen: Khasiat terhadap Sistem Reproduksi, Non Reproduksi, dan Keamanan Penggunaan. Seminar Ilmiah.30 Maret 2012. Chotimah N. 2014. Peran pemberian ekstrak tempe terhadap kinerja reproduksi

tikus jantan pada usia lepas sapih [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Dewantoro E. 2001. Rasb RNA/DNA, karakter morfometrik dan komposisi daging ikan mas (Cyprinus carpio L.) strain sinyonya, karper kaca dan hibridanya [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Fatkhawati I. 2007. Hubungan diameter testis dan epididymis terhadap kualitas spermatozoa pada sapi [skripsi]. Malang (ID): Universitas Islam Negeri. Ganong WF. 1995. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Widjajakusumah MD,

Irawati D, Siagian M, Moeloek D, Pendit BU, penerjemah; Widjajakusumah MD, editor. Jakarta (ID): EGC. Terjemahan dari: Review of Medical Physiology. Ed ke-17.

(20)

10

Guyton AC dan Hall JE. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-9. Setiawan J, Tengadi KA, Santoso A, penerjemah; Setiawan I, editor. Jakarta (ID): EGC.

Hafez HSE, Hafez B [editor]. 2000. Reproduction in Farm Animal. Ed ke-7. USA: Lippincort Williams & Wilkins.

Hess RA. 2003. Estrogen in the Adult Male Reproductive Tract: a Review.

Reprod Biol Endocrinol. 1: 53.

Jefferson WN., Padilla-Banks E., Clark G., and Newbold R.R. 2002. Assessing estrogenic activity of phytochemicals using transcriptional activation and immature mouse uterotrophic responses. J Chromatog. B Analyt Technolog Biomed Life Sci 777(1-2):179-189.

Lucas TFG, Pimenta MT, Pisolato R, Lazari MFM, Porto CS. 2011. 17β-estradiol signalling and regulation of Sertoli cell function. Spermatogenesis. 1(4): 318-324.

Manalu W, Sumaryadi MY. 1998. Maternal serum progesterone concentration during gestation and mammary gland growth and development at parturition in Javanese thin-tail ewes with carrying a single or multiple fetuses. Small Rum Res. 27:131-136.

Matthews J, Gustafsson J. 2003. Estrogen signaling: a subtle balance between

ERα and ERβ. Molecular intervention. 3(5): 281-292.

Melo et al. 2010. Patient with chronic myeloid leukimia who maintain a complete molecular response after stopping imatinib treatment have evidence of persistent leukimia by DNA PCR. J Blood Cancer 24 : 1719-1724.

Muladno. 2002. Teknologi Rekayasa Genetika. Bogor (ID): Pustaka Wirausaha Muda.

Nagao T, Yoshimura S, Saito Y, Nakagomi M, Usumi K, Ono H. 2001. Reproductive effects in male and female rats of neonatal exposure to genistein.Reproductive Toxicology. 15(4): 399-411.

Payne AH, Hales DB. 2004. Overview of steroidogenic enzymes in the pathway from cholesterol to active steroid hormones. Endocr Rev. 25:947-970. Pribadi WA. 2012. Efektifitas ekstrak etanol purwoceng (Pimpinella alpina)

terhadap pertambahan bobot badan tikus betina bunting pada umur kebuntingan 0 – 13 hari[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Puspitasari N. 2013. Peran Ekstrak Tempe pada Tikus Jantan Usia Prapubertas

terhadap Perkembangan Reproduksi [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Rishi RK. 2002. Phytoesterogen in health and illness. J Pharmacol 34:311-320. Royer C, Lucas TFG, Lazari MFM, Porto CS. 2011. 17Beta-estradiol signaling

and regulation of proliferation and apoptosis of rat sertoli cell. Biol Repro

86(64):108, 1-13.

Saputra L dan Dwisang EL. 2010. Anatomi dan Fisiologi untuk Perawat dan Paramedis Tangerang (ID): Binarupa Aksara Publisher.

Serag El Din OS, Batta H, Abd El Azim, Abd El Fattah N. 2011.Effect of soybean on fertility of male and female albino rats.Journal of American Science.7(6). Setchell KD. 1998. Phytoesterogen: the biochemistry, psyiology, and implication

for human health of soy isoflavones. Am. J Clin. Nutr. 68: 1333S-1346S. Sherrill JD, Sparks M, Dennis J, Mansour M, Kemppainen BW, Bartol FF,

(21)

11 to soy isoflavones impact leydig cell differentiation. Biol Reprod. 83: 488-501.

Smith, Mangkoewidjojo S.1998. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis Edisi I. Jakarta (ID): UI Press.

Synder HE dan Kwon TW. 1987. Soybean Utilization. New York (USA): Avi Book.

Tanu I. 2005. Farmakologi dan Terapi. Ed ke-4. Jakarta (ID): Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Tegarsih R. Peran ekstrak tempe terhadap kadar DNA dan RNA testis tikus usia lepas sapih [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Wahyuni RS. 2012. Pengaruh isoflavon kedelai terhadap konsentrasi hormon testosteron berat testis diameter tubulus seminiferus dan spermatogenesis tikus putih jantan (Rattus norvegicus). [tesis]. Padang (ID): Universitas Andalas.

Winarsi, 2005. Isoflavon, Berbagai Sumber, Sifat dan Manfaatnya pada Penyakit Degeneratif. Yogyakarta (ID): UGM University Press.

(22)

12

RIWAYAT HIDUP

(23)

13

Interval for Mean Minimum Maximum

Lower

Kontrol 16.67100 1.855505 1.071276 12.06167 21.28033 15.136 18.733

Total 14.72756 2.403933 .801311 12.87973 16.57538 10.867 18.733

RNA 0.5 56.22733 5.745115 3.316943 41.95568 70.49899 51.258 62.518

0.25 47.31967 2.475216 1.429067 41.17089 53.46844 45.549 50.148

Kontrol 49.19633 1.864415 1.076421 44.56487 53.82780 47.928 51.337

Total 50.91444 5.214421 1.738140 46.90629 54.92260 45.549 62.518

Test of Homogeneity of Variances

Parameter Levene Statistic df1 df2 Sig.

Bobot Basah .200 2 6 .824

Bobot Kering 1.764 2 6 .250

DNA .760 2 6 .508

(24)

14

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.

Bobot Kering

(25)

15

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.

RNA

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.

Spermatozoa

(26)

16

ANOVA Sperma

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 139.923 2 69.962 7.853 .064

Within Groups 26.726 3 8.909

Total 166.650 5

POST HOC TEST Sperma

Duncan

Perlakuan N Subset for alpha = .05

1 2

Kontrol 2 1.35000

0.25 2 2.95000 2.95000

0.5 2 12.30000

Sig. .629 .052

(27)

Gambar

Gambar 1.
Tabel 1 Pengaruh ekstrak tempe saat prapubertas terhadap bobot basah testis, bobot kering testis, kadar DNA dan RNA testis, serta jumlah spermatozoa tikus  usia 70 hari

Referensi

Dokumen terkait

Kendala yang dihadapi dalam keluarga Ibu Ni Ketut Suci dalam perekonomian dimana ibu Suci sudah berusia ketar 55 tahun yang sehari-harinya bekerja serabutan dan

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Segala-galanya, sumber dari segala sumber, yang telah memberikan petunjuk, rahmat, dan

FORMULASI GEL EKSTRAK ETANOL BUAH TOMAT ( Solanum lycopersicum L.) SEBAGAI AGEN PEMUTIH

1) Siswa lebih dituntut untuk aktif, kreatif, dan inovatif dalam setiap pemecahan masalah yang mereka hadapi di sekolah. 2) Adanya penilaian dari semua aspek, yaitu

Increasing the urea application level to 300 kg/ha resulted in further increase in tillage number, dry matter production and crude protein content of the plant

- Bahwa Terdakwa memperoleh 1 (satu) batang rokok ganja terbalut dengan kertas tiktak putih tersebut dari seorang laki-laki yang namanya tidak diketahui seharga

Kebutuhan akan panjang runway untuk perencanaan bandar udara dari ICAO, ARFL (Aero Reference Field Lenght) adalah panjang landasan pacu minimum yang dibutuhkan

Setelah mendapat keterangan serta mengetahui manfaat dan tujuan penelitian yang berjudul “ Hubungan usia penyapihan dengan status gizi pada Anak usia 6-24 bulan di Posyandu