• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Prebiotik XOS dalam Pembuatan Cookies Fungsional untuk Kesehatan Saluran Pencernaan Penyandang Autis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemanfaatan Prebiotik XOS dalam Pembuatan Cookies Fungsional untuk Kesehatan Saluran Pencernaan Penyandang Autis"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN PREBIOTIK

XOS

DALAM PEMBUATAN

COOKIES

FUNGSIONAL UNTUK KESEHATAN SALURAN

PENCERNAAN PENYANDANG AUTIS

CAHYUNING ISNAINI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pemanfaatan Prebiotik XOS dalam Pembuatan Cookies Fungsional untuk Kesehatan Saluran Pencernaan Penyandang Autis”

adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing

dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2015

(4)
(5)

ABSTRAK

CAHYUNING ISNAINI. Pemanfaatan Prebiotik XOS dalam Pembuatan Cookies Fungsional untuk Kesehatan Saluran Pencernaan Penyandang Autis. Dibimbing oleh SRI ANNA MARLIYATI.

Penelitian ini bertujuan mempelajari formulasi pembuatan cookies yang diperkaya dengan prebiotik Xylo-Oligosakarida sebagai pangan fungsional untuk kesehatan saluran pencernaan penyandang autis. Desain penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap. Formula terpilih ditentukan berdasarkan kemampuan menumbuhkan bakteri asam laktat, kandungan serat, dan hasil uji organoleptik. Bahan utama yang digunakan adalah pisang kepok, tepung jagung dan tepung prebiotik Xylo-Oligosakarida (XOS) yang aman untuk diet gluten free casein free (GFCF). Formula cookies prebiotik terpilih menggunakan bahan utama berupa tepung pisang sebesar 67 gram dan tepung jagung 33 gram dengan penambahan prebiotik XOS sebesar 5% terhadap total adonan. Takaran saji cookies prebiotik terpilih adalah sebesar 50 gram. Cookies prebiotik terpilih per takaran sajinya mampu memenuhi sebesar 15.4% kebutuhan energi, 2.3% kebutuhan protein, 19.1% kebutuhan lemak, dan 36.5% kebutuhan karbohidrat untuk anak usia 5-7 tahun. Cookies terpilih dapat memenuhi klaim ‘mengandung serat’. Estimasi harga cookies per takaran saji adalah Rp9 091.91.

Kata kunci: autis, cookies, diet GFCF, prebiotik.

ABSTRACT

CAHYUNING ISNAINI. Utilization of XOS Prebiotic in Production of Functional Cookies for Gastrointestinal Health of Person with Autism. Supervised by SRI ANNA MARLIYATI.

This research aims to study the formulation in the manufacture of cookies enriched with prebiotics Xylo - oligosaccharides as functional food for the health of the autism digestive tract. This research design using complete randomized design. Selected formula was determined by the ability to grow lactic acid bacteria, fiber, and organoleptic test results. The main materials used were kepok bananas, corn flour, and prebiotic Xylo - oligosaccharides (XOS) which safe for the gluten free casein free diet (GFCF). Selected cookies using the main ingredient in the form of banana flour by 67 grams and 33 grams of corn flour with the addition of 5% XOS prebiotic ingredients. Serving size of the selected prebiotic cookies was 50 grams. Selected prebiotik cookies were able to meet 15.4 % of energy needs, 2.3 % of protein needs, 19,1% of fat needs, and 36.5% of carbohydrat needs. Selected prebiotic cookies could meet the claims of 'contains fiber'. Estimates of the price of cookies per serving size was Rp9 091. 91.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

PEMANFAATAN PREBIOTIK

XOS

DALAM PEMBUATAN

COOKIES

FUNGSIONAL UNTUK KESEHATAN SALURAN

PENCERNAAN PENYANDANG AUTIS

CAHYUNING ISNAINI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Pemanfaatan Prebiotik XOS dalam Pembuatan Cookies Fungsional Untuk Kesehatan Saluran Pencernaan Penyandang Autis

Nama : Cahyuning Isnaini NIM : I14100109

Disetujui oleh

Dr Ir Sri Anna Marliyati, MS Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Rimbawan Ketua Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa bahwasanya penulisan skripsi dan studi penulis telah selesai dilaksanakan dengan baik. Autis dan pengembangan produk berbasis pangan lokal non-gluten merupakan dua fokus utama pada skripsi ini.

Ucapan terima kasih terutama penulis sampaikan kepada:

1. Ibu Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, MS selaku dosen pembimbing akademik dan pembimbing skripsi yang telah memberikan saran dan dukungan dalam penulisan karya ilmiah ini.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan review dan dukungan dalam penyelesaian penulisan karya ilmiah ini.

3. Kedua orang tua (Cahyo Wibowo dan Ina Kuryati), kakak (Alifanda Cahyananto) atas kasih sayang, doa, dukungan, dan semangat yang diberikan kepada penulis menyelesaikan skripsi ini.

4. Program Indofood Riset Nugraha 2013/2014 yang telah mendukung material juga moril sehingga penelitian ini dapat terselesaikan.

5. Laboran Pak Mashudi, Pak Junaedi, Pak Agus, Pak Johardi, dan Ibu Endang yang telah membimbing di laboratorium selama proses penelitian.

6. Sahabat yang selalu ada memberikan dukungan dan menjadi penopang: Irmawati Ramadhania, Widia Nurfauziah, Yoesniasani Dwi Meisya, Iqbar Mahendra, Taufik Hidayat, dan Mifthah Faridh Chairil.

7. Rekan-rekan seperjuangan yang telah membantu penulis Miftachur Rizqi, Almira Nuraelah, Desi Amelia, Firman Alamsyah, Evi Nurlatifah, Nusrisnani Putri, Dyah Pramudhita, Kak Sonia Roselini, Putri Gita Puspita, Hayu Ning Dewi, M Yulianto Kurniawan, Rekyan Hanung Puspadewi, Stefani Rolanjiba, Siti Khoirul Umami, Ade Cucu Wahyudin, Afwin Firdaus, dan Yazid Ramadhani.

8. Sahabat-sahabat di Himpunan Mahasiswa Ilmu Gizi dan BEM KM IPB Kabinet Berani Beda yang telah memberikan semangat dan cerita selama penulis menyelesaikan tahap-tahapan penelitian.

9. Rekan-rekan S1 dan Ekstensi Gizi Masyarakat yang penuh semangat dalam memajukan pangan dan gizi Indonesia, serta civitas Departemen Gizi Masyarakat lainnya dan semua pihak terlibat yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Bogor, Februari 2015

(12)
(13)

DAFTAR ISI

Kandungan Gizi Tepung Pisang dan Tepung Jagung 9

Pertumbuhan Bakteri Asam Laktat pada Berbagai Media 12 Kandungan Gluten Tepung Pisang, Jagung, dan XOS 12

Cookies Tepung Komposit 13

Hasil Uji Organoleptik Cookies Tepung Komposit 14

Sifat Fisik Cookies Tepung Komposit 15

Pertumbuhan Bakteri Asam Laktat pada Media dengan Penambahan Cookies

Tepung Komposit 16

Pemilihan Produk Terbaik Cookies tepung komposit 17

Cookies Prebiotik 17

Hasil Uji Organoleptik Cookies Prebiotik 18

Pertumbuhan Bakteri Asam Laktat pada Media dengan Penambahan Cookies

Prebiotik 19

Kandungan Serat Cookies Prebiotik 20

Cookies Prebiotik Terpilih 21

Kandungan Gizi Cookies Terpilih 21

Kontribusi Terhadap AKG Anak Usia 5‒7 Tahun 22

Estimasi Harga Per Takaran Saji 23

(14)

ii

DAFTAR TABEL

1 Formula cookies tepung komposit 7

2 Formulasi cookies prebiotik 7

3 Kandungan gizi tepung pisang dan jagung 10

4 Jumlah bakteri asam laktat dengan media tepung pisang dan tepung

jagung 12

5 Kandungan gluten tepung pisang, jagung, dan XOS 13

6 Kandungan serat cookies tepung komposit 13

7 Nilai rata-rata hasil uji hedonik cookies tepung komposit 14 8 Persentase penerimaan panelis terhadap produk cookies 15 9 Nilai rata-rata kekerasan cookies tepung komposit 16 10 Pertumbuhan bakteri asam laktat (BAL) cookies tepung komposit 17

11 Nilai rata-rata hasil uji hedonik 18

12 Persentase penerimaan cookies prebiotik 19

13 Pertumbuhan bakteri asam laktat (BAL) cookies prebiotik 20

14 Kadar serat cookies prebiotik 20

15 Kandungan gizi cookies prebiotik terpilih 22

16 Kandungan gizi per takaran saji cookies 22

17 Estimasi harga per takaran saji 23

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir tahapan penelitian 5

2 Diagram alir pembuatan tepung pisang (Herminiati 2005) 6

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuesioner organoleptik cookies tepung komposit dan cookies prebiotik 29

2 Analisis kekerasan (Sifat Fisik) 33

3 Metode uji pertumbuhan bakteri asam laktat (Mikrobiologi) 33

4 Prosedur Analisis Kandungan Gizi dan Energi 34

5 Hasil uji Friedman dan Duncan data uji hedonik cookies tepung

komposit 37

6 Hasil sidik ragam penerimaan panelis terhadap cookies tepung

komposit 38

7 Hasil sidik ragam data uji kekerasan cookies tepung komposit 39 8 Hasil sidik ragam pertumbuhan bakteri asam laktat media tumbuh

cookies tepung komposit 40

9 Hasil uji Friedman dan Duncan data uji organoleptik cookies prebiotik 40 10 Hasil sidik ragam penerimaan panelis terhadap cookies prebiotik 41 11 Hasil sidik ragam pertumbuhan bakteri asam laktat media tumbuh

(15)
(16)
(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Autis adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi, dan interaksi sosial. Penyandang autis di Indonesia sampai tahun 2004 telah mencapai angka 7 000 orang (Depkes 2004). Setiap tahunnya, jumlah tersebut diyakini mengalami pertumbuhan sebesar 5%. Umumnya autis disertai dengan alergi terhadap makanan dikarenakan fungsi pencernaannya yang berbeda dari normal. Alergi pada autis dapat menyerang semua organ tanpa terkecuali mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan berbagai bahaya dan komplikasi yang mungkin bisa terjadi. Alergi bisa mengganggu fungsi otak sehingga sangat mengganggu perkembangan anak. Belakangan terungkap bahwa alergi menimbulkan komplikasi yang cukup berbahaya, dikarenakan alergi dapat mengganggu semua organ atau sistem tubuh termasuk gangguan fungsi otak. Gangguan fungsi otak akan menimbulkan ganguan perkembangan dan perilaku pada anak seperti gangguan konsentrasi, gangguan emosi, keterlambatan bicara, gangguan konsentrasi hingga memperberat gejala autis (Judarwanto 2005).

Lucarelli et al. (1995), menemukan adanya alergi pada antigen dan antibodi penyandang autis terhadap kasein, laktalbumin atau betalaktoglobulin, protein ensefalitogenik dari susu sapi. Selain itu adanya alergi mengakibatkan adanya gangguan sistem imun yang berfungsi melawan jamur, virus dan bakteri. Penyandang autis sering mengalami gangguan infeksi jamur (candidiasis), infeksi saluran napas dan mudah terkena penyakit infeksi lain secara berulang. Alergi terhadap makanan ini menyebabkan penyandang autis tidak dapat mengonsumsi tepung terigu yang memiliki gluten tinggi (Judarwanto 2005).

Ketergantungan terhadap salah satu pangan pokok khususnya terigu, menuntut masyarakat untuk menggali potensi pangan lokal yang ada di setiap daerah. Pisang (Musa paradisiaca) sebagai salah satu tanaman kelompok buah memiliki potensi besar untuk diolah menjadi tepung substitusi tepung terigu. Tepung pisang merupakan produk antara yang cukup prospektif dalam pengembangan sumber pangan lokal. Buah pisang cukup sesuai untuk diproses menjadi tepung karena komponen utama penyusunnya adalah karbohidrat (17.2‒38%) (Abdillah 2010).

Pisang merupakan tanaman rakyat yang dapat tumbuh di hampir seluruh tipe agroekosistem di Indonesia, sehingga tanaman ini menduduki posisi pertama dalam hal luas bila dibandingkan dengan tanaman buah lainnya. Produksi pisang nasional mencapai 5 359 126 ton (BPS 2013). Secara umum usahatani pisang secara intensif belum banyak dilakukan. Walaupun demikian, tanaman pisang memiliki peranan penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi dan sekaligus dapat menjadi sumber pendapatan bagi sebagian besar masyarakat di pedesaan (Manti 2004).

(18)

2

11.1‒26.6%, lemak 5.3‒19.6%, serat 2.6‒9.5%, dan abu 1.4‒2.1%. Komposisi tersebut ditentukan oleh faktor genetik, varietas, dan kondisi pertanaman. Oleh karena itu, jagung merupakan bahan pangan sumber energi, sumber gula atau karbohidrat, serta mengandung protein dan lemak cukup tinggi (Deptan 2010).

Xylo-Oligosakarida (XOS) merupakan salah satu bentuk oligosakarida yang dapat digunakan sebagai sumber prebiotik oleh probiotik. Oligosakarida dengan rantai sisi manosa dapat menghalangi pelekatan mikroorganisme patogen (seperti Escherichia coli, Helicobacter pylori, dan Salmonella Typhimurium) pada dinding usus. Selain itu manfaat XOS sebagai salah satu bentuk oligosakarida, berperan sebagai prebiotik yang dapat menstimulasi secara selektif pertumbuhan dan atau aktivitas probiotik di dalam usus besar seperti Lactobacillus dan atau Bifidobacterium (Nathalia 2011). Kelebihan XOS yaitu stabil dalam kisaran pH dan suhu yang luas, mampu meningkatkan pertumbuhan Bifidobacterium, menurunkan bakteri patogenik pada usus karena berubah menjadi asam lemak rantai pendek (ALRP) (Kumar et al. 2012). Kegunaan XOS dalam kesehatan yaitu memiliki aktivitas imunomodulator, antikanker, antialergi, antimikroba, antiinflamasi, nonkarsinogenik, menjaga pengeluaran insulin, meningkatkan absorpsi mineral, menurunkan konstipasi.

Snack atau makanan ringan merupakan jenis makanan yang diminati oleh banyak orang, dari anak-anak hingga orang dewasa. Cookies merupakan produk pangan kering yang popular di masyarakat. Cookies dapat dijadikan sebagai makanan tambahan dengan penambahan zat prebiotik dan serat yang membantu kesehatan saluran pencernaan penyandang autis. Cookies tergolong makanan yang tidak mudah rusak (nonperishable) dan memiliki umur simpan yang relatif panjang (Legowo 2004). Bahan baku tepung pisang dan tepung jagung dapat meningkatkan zat gizi lainnya bagi cookies tersebut.

Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang ditujukan untuk peningkatan kesehatan saluran pencernaan penyandang autis dengan produk berupa cookies. Untuk membuat produk yang dapat mencapai tujuan tersebut, peneliti mengembangkan tepung komposit berbasis tepung pisang dan tepung jagung dengan ditambahkan prebiotik XOS.

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah mempelajari pemberian prebiotik xylo-oligosakarida (XOS) dalam pembuatan cookies tepung komposit tepung pisang dan jagung sebagai pangan fungsional untuk kesehatan saluran pencernaan penyandang autis.

Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah:

(19)

2. Menentukan perbandingan tepung xylo-oligosakarida, tepung jagung dan tepung pisang pada pembuatan cookies.

3. Menentukan formula terpilih berdasarkan uji organoleptik, kandungan serat, dan kemampuan menumbuhkan bakteri asam laktat.

4. Mengkaji pengaruh penggunaan tepung jagung, tepung pisang, dan tepung xylo-oligosakarida terhadap sifat fisik dan kimia cookies formula terpilih. 5. Menganalisis kontribusi zat gizi cookies dengan substitusi tepung jagung dan

tepung pisang yang telah diperkaya prebiotik terhadap kebutuhan gizi penyandang autis usia 5-7 tahun.

6. Menganalisis biaya pembuatan cookies formula terpilih.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya makanan berbahan dasar tepung pisang, tepung jagung dan tepung prebiotik xylo-oligosakarida. Cookies berbahan dasar tepung xylo-oligosakarida, tepung jagung, dan tepung pisang ini diharapkan dapat digunakan sebagai makanan alternatif yang dapat membantu menjaga kesehatan mikroflora saluran pencernaan pada masyarakat khususnya penyandang autis.

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan sejak bulan November 2013 sampai September 2014. Pembuatan tepung pisang dan tepung jagung dilakukan di Pilot Plant South East Asia Food & Agricultural Science & Technology (SEAFAST). Analisis gluten dilakukan di Laboratorium Terpadu PT Bogasari Flour Mills. Kemudian proses pembuatan produk, uji organoleptik, dan analisis zat gizi dilakukan di Laboratorium Kulinari dan Laboratorium Organoleptik, Laboratorium Analisis Zat Gizi Departemen Gizi Masyarakat, dan Laboratorium Pusat Antar Universitas. Analisis pertumbuhan bakteri asam laktat dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Bahan

(20)

4

Alat

Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan tepung jagung dan tepung pisang adalah loyang, oven pengering, autoklaf, dan drum dryer. Alat yang digunakan untuk membuat cookies antara lain wadah plastik, pengaduk, selongsong aluminium foil, penggiling, oven dan kompor. Alat-alat yang digunakan dalam analisis adalah autoklaf, cawan, gelas piala, plastik, karet, bunsen, oven, cawan alumunium, cawan porselin, tanur, pipet, pengaduk magnetik, kertas timble, sentrifus, gelas ukur labu kjedahl, oven, timbangan, penangas, kertas minyak, inkubator, labu erlenmeyer, soxhlet, inkubator, pH-meter, alumunium foil, termopH-meter, Texture Analyzer, cawan mikroba, bunsen, jarum ose, crucible, labu takar, cawan porselein, Steven – LFRA Texture Analyzer, glutomatic gluten index analyzer,dan alat untuk pengujian organoleptik.

Tahapan Penelitian

(21)

Gambar 1 Diagram alir tahapan penelitian

Pembuatan tepung pisang

Pembuatan tepung pisang mengacu pada metode Herminiati (2005) dengan modifikasi. Buah pisang yang diolah menjadi tepung pisang adalah pisang kepok tua dengan ciri-ciri warna kulit buah (jari buah) yang semula hijau tua telah menjadi hijau muda, bentuk buah telah padat (terisi penuh), dan pertumbuhan daun terakhir yang semula berwarna hijau muda berubah menjadi hijau tua.

Uji kandungan gizi tepung pisang dan tepung jagung

Formulasi cookies tepung komposit tepung jagung dan tepung pisang F1,F2, F3, F4, F5, F6, dan F7

Uji organoleptik cookies tepung komposit dan uji kekerasan

Pemilihan formula cookies tepung komposit terbaik

Uji kandungan gizi dan energi cookies prebiotik terpilih

Formulasi cookies prebiotik (Penambahan XOS taraf 1, 3, dan 5 %) Uji organoleptik, uji serat dan uji kemampuan menumbuhkan bakteri asam

laktat pada cookies prebiotik

Uji kemampuan menumbuhkan bakteri asam laktat pada 4 formula dengan kadar serat tertinggi

Uji kandungan gluten dan kemampuan menumbuhkan bakteri asam laktat pada tepung pisang, tepung jagung, dan tepung XOS

Cookies Prebiotik Terpilih Pembuatan tepung pisang Tahap 1

Tahap 2

Tahap 3

(22)

6

Pembuatan tepung pisang dimulai dari buah pisang dijemur di bawah sinar matahari sampai kulitnya layu. Penjemuran ini dapat mempermudah pengupasan, mengurangi getah, dan memperbaiki warna tepung yang dihasilkan. Setelah dikupas, buah pisang diiris dengan menggunakan slicer. Irisan pisang ditiriskan kembali dan dikeringkan dengan menggunakan cabinet dryer pada suhu 50oC selama 5-6 jam sampai kering menjadi gaplek. Untuk pembuatan tepung, gaplek pisang dihancurkan atau digiling dengan menggunakan disc mill. Kemudian untuk menyeragamkan, tepung pisang diayak dengan ayakan 60 mesh. Tahapan pembuatan tepung pisang dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Diagram alir pembuatan tepung pisang (Herminiati 2005)

Formulasi Cookies

Formula cookies yang digunakan sebagai dasar formulasi mengacu pada formula cookies menurut Klappa (2011) dengan modifikasi berdasarkan trial dan error. Bahan yang digunakan dalam pembuatan cookies adalah tepung pisang, tepung jagung, tepung XOS, margarin, tepung gula, baking powder, vanili, dan kuning telur. Kandungan zat gizi bahan yang digunakan untuk formulasi diperoleh dari Daftar Komposisi Bahan Makanan (2004). Cookies dibuat dengan dua tahap yaitu pembuatan cookies tepung komposit untuk menentukan taraf tepung pisang dan tepung jagung sebagai tepung komposit, dan pembuatan cookies prebiotik untuk menentukan taraf prebiotik yang digunakan sehingga diperoleh produk terpilih sebagai cookies prebiotik penyandang autis. Formulasi cookies tepung komposit dilakukan secara komposit antara tepung pisang dan tepung jagung. Komposit memiliki arti pencampuran tepung yang dibuat dari beberapa tepung dalam pembuatan produk makanan (Enie 1989). Formula dasar pembuatan cookies tepung komposit disajikan pada Tabel 1.

Pengupasan dan pengirisan dengan slicer Penjemuran

Penirisan dan pengeringan dengan cabinet dryer (50oC 6 jam)

Penggilingan dengan disc mill dan pengayakan (60 mesh)

(23)

Tabel 1 Formula cookies tepung komposit

Cookies tepung komposit yang telah dibuat kemudian diuji organoleptik dan diuji kemampuan dalam menumbuhkan bakteri asam laktat. Uji kemampuan menumbuhkan bakteri asam laktat pada cookies tepung komposit hanya dilakukan pada 4 formula dengan kandungan serat tertinggi berdasarkan perhitungan. Menurut Soenardi (2009), serat dapat berperan sebagai prebiotik sehingga dipilih 4 formula dengan kandungan serat tertinggi untuk diuji kemampuan menumbuhkan bakteri asam laktat. Setelah diperoleh formula cookies tepung komposit terpilih berdasarkan kemampuan menumbuhkan bakteri asam laktat dan organoleptik, kemudian dilakukan formulasi cookies prebiotik. Formulasi cookies prebiotik bertujuan untuk mendapatkan formula cookies prebiotik berdasarkan kemampuan menumbuhkan bakteri asam laktat, kandungan serat, dan hasil uji organoleptik. Pembuatan cookies prebiotik mengacu pada formula terpilih cookies tepung komposit dengan penambahan prebiotik Xylo-Oligosakarida. Pada formulasi ini, cookies ditambah dengan prebiotik Xylo-Oligosakarida dengan taraf 1%, 3%, dan 5%. Tabel 2 menyajikan formulasi cookies prebiotik.

Tabel 2 Formulasi cookies prebiotik

(24)

8

tekstur, dan untuk uji mutu hedonik berupa warna, kecerahan, rasa manis, after taste, flavour langu, flavour pisang, flavour jagung, tekstur kerenyahan menggunakan tangan, dan tekstur kerenyahan gigit. Uji organoleptik dilakukan menggunakan 30 orang panelis semi terlatih untuk mendapatkan satu formula terpilih dari formulasi yang dilakukan. Pengujian formula meliputi uji hedonik dan mutu hedonik. Uji hedonik menggunakan 7 skala penilaian : sangat tidak suka (1), tidak suka (2), agak tidak suka (3), biasa (4), agak suka (5), suka (6), dan sangat suka(7). Formula cookies dianggap diterima apabila nilai yang diberikan lebih besar dari 4 (Vindras dan Sinoir 2014). Kuesioner organoleptik disajikan pada Lampiran 1.

Analisis Fisik

Analisis fisik yang dilakukan adalah kekerasan cookies menggunakan alat Stevens LFRA Texture Analyzer. Prosedur analisis disajikan pada Lampiran 2.

Analisis Mikrobiologi

Analisis mikrobiologi dilakukan untuk menguji kandungan mikroba asam laktat yang tumbuh (Huebner et al. 2007). Bakteri asam laktat yang digunakan adalah Lactobacillus plantarum BCC B2249. Prosedur analisis disajikan pada Lampiran 3.

Analisis Kandungan Gizi dan Energi

Analisis kandungan gizi meliputi analisis proksimat antara lain kadar protein (AOAC 1995), (3) kadar air (AOAC 1995), kadar lemak (AOAC 1995), kadar abu (AOAC 1995), kadar karbohidrat (Apriyantono et al. 1989) serta analisis kandungan gluten. Prosedur analisis disajikan pada Lampiran 4.

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua kali pengulangan. Pada tahap awal, unit percobaan yaitu cookies menerima perlakuan berupa perbedaan rasio berat tepung pisang dan tepung jagung dengan 7 formula. Formulasi tepung jagung dan tepung pisang yang digunakan yaitu F1 (50:50), F2 (33:67), F3 (25:75), F4 (67:33), F5 (40:60), F6 (75:25), dan F7 (60:40). Model yang digunakan pada tahap pertama adalah sebagai berikut :

Yij = μ + σi+ εij Keterangan:

Yij = Hasil pengamatan perlakuan ke-i pada ulangan ke-j μ = Nilai tengah umum

(25)

εij = Galat dalam kombinasi perlakuan ke-i pada ulangan ke-j i = Perlakuan yang diberikan (komposit tepung pisang dan jagung) j = Ulangan dari masing-masing perlakuan

Tahap selanjutnya adalah melakukan persentase penambahan prebiotik XOS terhadap cookies. Perlakuan ini terdiri atas penambahan tepung XOS dalam tiga taraf yaitu 1%, 3%, dan 5%. Pada tahap ini digunakan rancangan percobaan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua kali ulangan, dengan model matematis rancangan percobaan adalah sebagai berikut:

Yij = μ + σi+ εij Keterangan:

Yij = Hasil pengamatan perlakuan ke-i pada ulangan ke-j μ = Nilai tengah umum

σi = Pengaruh persentase penambahan prebiotik XOS ke-i εij = Galat dalam kombinasi perlakuan ke-i pada ulangan ke-j i = Perlakuan yang diberikan, yaitu penambahan prebiotik XOS. j = Ulangan dari masing-masing perlakuan

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh ditabulasikan dan dianalisis menggunakan Microsoft Excell 2013 dan SPSS 16 for Windows. Pengolahan data uji hedonik menggunakan uji Friedman pada SPSS. Jika hasil uji Friedman menyatakan bahwa sampel yang diujikan berpengaruh nyata terhadap skor kesukaan pada taraf kepercayaan 0.05 maka dilakukan uji lanjutan (post hoc). Uji lanjutan untuk skala hedonik menggunakan uji Duncan. Uji ini dilakukan untuk melihat apakah ada perbedaan yang nyata di antara masing-masing sampel yang diujikan. Pengolahan data uji kandungan serat, kemampuan menumbuhkan bakteri asam laktat, dan sifat fisik menggunakan Analysis of Variance (ANOVA) pada SPSS. Jika hasil uji ANOVA menunjukkan perbedaan maka dilakukan uji lanjut Duncan. Pemilihan produk terpilih dilakukan dengan Microsoft Excell 2013 dengan mempertimbangkan nilai tertinggi pada variabel yang telah ditentukan secara purposif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kandungan Gizi Tepung Pisang dan Tepung Jagung

(26)

10

rendemen tepung pisang adalah sebesar 37.7%. Tepung jagung yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari produksi Seafast IPB. Tepung pisang dan tepung jagung diuji untuk mengetahui kandungan gizinya. Hasil uji dibandingkan dengan literatur pendukung sebagai pembanding seperti terlihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Kandungan gizi tepung pisang dan jagung

Parameter Tepung

Karbohidrat (%bb) 75.61 72.4a 85.47 79.39b

Serat pangan (%bb) 4.93 - 5.44 10.13b

Serat kasar (%bb) 0.79 4.24c 0.87 2d

Keterangan: Sumber: a) LIPI Pangan dan Kesehatan (2009), b)Histifarina et al. (2012), c) Pereira (2013), d) Sutuhu et al. (1995)

Kadar Air

Air merupakan komponen yang dapat mempengaruhi penerimaan, penampakan, kesegaran, tekstur, dan cita rasa pangan (Legowo et al. 2004). Berdasarkan Tabel 3, diketahui bahwa kandungan air dari tepung jagung adalah 12.84% sedangkan LIPI (2009) menunjukkan bahwa nilai kandungan air tepung jagung adalah 13.1%. Nilai ini menunjukkan perbedaan yang tidak jauh berbeda. Kadar air tepung pisang yang diperoleh adalah sebesar 8.68% (%bb) sedangkan berdasarkan Histifarina (2012) diperoleh kadar air tepung pisang sebesar 11.23%. Kedua nilai kadar air tepung berada di bawah nilai kadar air tepung berdasarkan literatur, hal ini disebabkan perbedaan proses yang dilakukan. Tepung pisang yang diteliti tidak ditambahkan natrium bisulfit seperti yang dilakukan Histifarina et al. (2012) sehingga dapat mempengaruhi jumlah zat gizi yang terdapat di dalamnya. Nilai kadar air yang lebih rendah pada tepung jagung yang diteliti dibanding tepung pembanding terjadi karena perbedaan jagung yang digunakan. Berdasarkan LIPI (2009) walaupun memiliki varietas yang sama namun jika ditanam di tempat berbeda maka akan terdapat perbedaan kandungan gizi.

Kadar Abu

Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan. Kadar abu berkaitan dengan kandungan mineral dalam bahan pangan. Kadar abu tepung pisang yang diteliti sebesar 2.55% lebih besar daripada Histifarina et al. (2012) yaitu sebesar 2.08%. Kadar abu tepung jagung yang diteliti adalah 0.46%, nilai tersebut lebih rendah jika dibanding tepung jagung LIPI (2009) sebesar 1.35%. Semakin tinggi nilai abu, mengindikasikan secara kualitatif kadar mineral bahan tersebut juga tinggi (Sulaeman et al. 2013).

Kadar Protein

(27)

8.7% yaitu sebesar 10.53%. Protein yang lebih tinggi disebabkan perbedaan proses yang diterapkan. Kandungan protein pada tepung pisang yang diteliti lebih rendah daripada Histifarina et al. (2012) yaitu sebesar 3.02%. Tepung pisang pada penelitian Histifarina et al. (2012) pisang diberi perlakuan direndam dalam asam sitrat yang dapat mendukung mempertahankan kadar protein (Supirman et al. 2013) sehingga nilai proteinnya dapat lebih tinggi daripada tepung pisang yang diteliti.

Kadar Lemak

Lemak berfungsi sebagai sumber energi kedua setelah karbohidrat. Lemak diperlukan oleh tubuh untuk memproduksi membran sel dan hormon. Lemak juga diperlukan sebagai pembawa vitamin larut lemak dan sebagai penyusun selubung mielin pada sel saraf. Lemak adalah senyawa ester dari gliserol dan asam lemak (Almatsier 2009). Lemak pada tepung jagung dan tepung pisang yang diteliti lebih rendah daripada tepung pembanding yaitu sebesar 1.37% dan 0.28%. Hal ini disebabkan perbedaan dari sumber bahan utama. Perbedaan perlakuan penanaman pada satu varietas pun dapat memberikan perbedaan kontribusi zat gizi pada suatu tanaman (LIPI 2009).

Kadar Karbohidrat

Karbohidrat merupakan sumber utama energi karena paling mudah dikonversi menjadi glukosa dibandingkan protein dan lemak. Glukosa memberikan sumber energi kepada otak sehingga dapat berfungsi optimum. Karbohidrat merupakan senyawa polihidroksi aldehid atau polihidroksi keton (Almatsier 2009). Kadar karbohidrat tepung jagung adalah 75.61% dan tepung pisang 85.47%, nilai tersebut lebih tinggi dibanding tepung pembanding (72.4% dan 79.39%). Nilai karbohidrat kedua tepung diketahui dengan metode by difference. Nilai keduanya tidak jauh berbeda dengan tepung pembanding.

Kadar Serat Pangan

Serat pangan tepung jagung sebesar 4.93%. Serat pangan tepung pisang (5.44%) lebih rendah daripada tepung pisang Histifarina et al. (2012) (10.13%). Nilai yang lebih rendah ini diduga disebabkan perbedaan pisang yang digunakan. Serat pangan dibedakan menjadi larut dan tidak larut. Berdasarkan Strickland (2009), serat pangan larut tidak dicerna di usus halus dan akan difermentasikan di usus besar. Hal ini dapat meningkatkan kesehatan saluran pencernaan dengan cara mendukung Bifidobakteria dan Lactobacilli menghasilkan asam lemak rantai pendek (ALRP). Serat pangan tak larut dapat menyerap air yang masuk ke saluran pencernaan sehingga menjadikan feses lebih lembut, meningkatkan densitas kamba feses, dan membantu pergerakan makanan yang masuk ke dalam usus besar.

Kadar Serat Kasar

(28)

12

lebih rendah dibandingkan literatur. Perbedaan ini dikarenakan perbedaan jagung dan pisang yang digunakan.

Pertumbuhan Bakteri Asam Laktat pada Berbagai Media

Tepung pisang, tepung jagung, dan tepung XOS akan menjadi media pertumbuhan bakteri untuk mendukung kesehatan saluran pencernaan penyandang autis dalam bentuk produk cookies. Tepung tersebut dianalisis kemampuan menumbuhkan bakteri asam laktatnya. Hasil uji pertumbuhan bakteri asam laktat dengan penambahan media tepung pisang, tepung jagung, dan tepung XOS disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4 Jumlah bakteri asam laktat dengan media tepung pisang dan tepung jagung

Tepung Pertumbuhan jam ke-0 (cfu/mL) Pertumbuhan jam ke-24 (cfu/mL)

Pisang 5 5.28 x 108

Jagung 7.7 x 10 1.01 x 109

XOS 1 4.5 x 106

Kontrol 5 x 102 3.1 x 106

Berdasarkan Tabel 4, tepung pisang dan tepung jagung mampu menumbuhkan bakteri asam laktat dengan jumlah yang lebih besar. Jumlah bakteri asam laktat yang tumbuh dengan media jagung lebih tinggi daripada media tepung pisang. Pada pertumbuhan jam ke-0, sudah terdapat pertumbuhan bakteri asam laktat dengan jumlah 5 cfu/mL (tepung pisang) dan 7.7 x 10 cfu/mL (tepung jagung). Pada jam ke-24, diperoleh pertumbuhan pesat dengan jumlah akhir bakteri asam laktat 5.28 x 108 cfu/mL (tepung pisang) dan 1.01 x 109 cfu/mL (tepung jagung). Akhir jam pengamatan, media yang ditambahkan XOS mampu menumbuhkan bakteri asam laktat hingga 4.5 x 106 cfu/mL sedangkan kontrol hanya mampu menumbuhkan sebesar 3.1 x 106 cfu/mL.

Kandungan Gluten Tepung Pisang, Jagung, dan XOS

(29)

ini kandungan gluten tepung pisang, jagung, dan XOS yang diteliti disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Kandungan gluten tepung pisang, jagung, dan XOS Jenis Tepung Kandungan Gluten

Tepung Pisang 0%

Tepung Jagung 0%

Tepung XOS 0%

Tepung bahan dasar utama yang diteliti diuji kadar glutennya dengan memisahkan antara tepung dengan gluten menggunakan NaCl. Berdasarkan Suyatno (2012), apabila suatu protein ditambahkan garam, daya larut protein akan berkurang, akibatnya protein akan terpisah sebagai endapan (salting out). Tepung pisang, jagung, dan XOS yang digunakan dalam penelitian ini mengandung 0% gluten sehingga aman untuk digunakan sebagai bahan dasar pembuatan cookies.

Cookies Tepung Komposit

Produk cookies pada penelitian ini merupakan makanan kategori gluten free – casein free yang dikhususkan untuk penyandang autis usia 5‒7 tahun. Label gluten free berdasarkan FAO berarti makanan tersebut mengandung tidak lebih dari 20 ppm gluten. Formulasi cookies tepung komposit bertujuan untuk mendapatkan formula cookies tepung pisang dan tepung jagung terbaik berdasarkan kemampuan menumbuhkan bakteri asam laktat dan hasil uji organoleptik. Bobot adonan (bahan utama dan bahan pendukung) sebanyak 245 gram menghasilkan cookies sebanyak 217 gram atau rendemennya adalah 88.57%. Nilai rendemen ini termasuk cukup baik, tidak terlalu banyak kehilangan yang terjadi. Kehilangan ini disebabkan kandungan air pada bahan yang menguap dan adanya adonan yang tertinggal pada wadah selama proses pembuatan.

Makanan yang dikhususkan untuk penyandang autis juga perlu mempertimbangkan kandungan serat, juga komponen yang dapat meningkatkan kesehatan saluran pencernaan. Tujuh puluh persen penyandang autis memiliki riwayat penyakit saluran pencernan dengan ranking tertinggi adalah lymphonodular hyperplasia, esophagitis, gastritis, duodenitis, leaky gut syndrome, dan kolitis (Strickland 2009). Berdasarkan Soenardi (2009), serat dapat memiliki peran sebagai prebiotik. Kandungan serat cookies tepung komposit dihitung berdasarkan jumlah serat tepung pisang dan tepung jagung yang digunakan. Kandungan serat cookies tepung komposit disajikan pada Tabel 6.

(30)

14

Hasil Uji Organoleptik Cookies Tepung Komposit

Uji organoleptik dilakukan pada cookies tepung komposit. Nilai rata-rata uji hedonik cookies tahap pertama disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Nilai rata-rata hasil uji hedonik cookies tepung komposit

Atribut tepung pisang, F3 = 75 g tepung jagung 25 tepung pisang, F4 = 33 g tepung jagung 67 g tepung pisang, F5 = 60 g tepung jagung 40 g tepung pisang, F6 = 25 g tepung jagung 75 g tepung pisang, dam F7 = 40 g tepung jagung 60 g tepung pisang. Huruf yang beda pada baris yang sama menunjukkan beda nyata (p<0.05).

Warna

Warna merupakan atribut pertama yang ditangkap oleh indra dan mempengaruhi penerimaan (Winarno 2008). Rata-rata tingkat kesukaan panelis tertinggi adalah terhadap warna F3 dan terendah adalah terhadap warna F4. Hasil uji Friedman menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan jumlah tepung pisang dan tepung jagung berpengaruh nyata terhadap warna cookies tepung komposit (Lampiran 5). Panelis memberikan penilaian kesukaan tertinggi terhadap formula F3 dan berbeda nyata dengan F1, F4, F5, F6, dan F7 namun tidak berbeda nyata dengan F2.

Aroma

Rata-rata tingkat kesukaan panelis tertinggi adalah terhadap aroma F1 dan terendah adalah terhadap aroma F4. Hasil uji Friedman menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan jumlah tepung pisang dan tepung jagung berpengaruh nyata terhadap aroma cookies tepung komposit (Lampiran 5). Panelis memberikan penilaian kesukaan tertinggi terhadap formula F1 namun berdasarkan uji lanjut Duncan tidak berbeda nyata dengan formula lainnya.

Rasa

(31)

dan F5 namun tidak berbeda nyata dengan F2, F3, F5, dan F7 berdasarkan uji lanjut Duncan.

Tekstur

Rata-rata tingkat kesukaan panelis tertinggi adalah terhadap tekstur F1 dan terendah adalah terhadap tekstur F4. Hasil uji Friedman menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan jumlah tepung pisang dan tepung jagung berpengaruh nyata terhadap tekstur cookies tepung komposit (Lampiran 5). Panelis memberikan penilaian kesukaan tertinggi terhadap formula F1 dan berbeda nyata dengan F4, F5, dan F6 namun tidak berbeda nyata dengan F2, F3, dan F7 berdasarkan uji lanjut Duncan.

Penerimaan panelis terhadap cookies tepung komposit

Persentase penerimaan panelis terhadap produk diketahui berdasarkan hasil uji hedonik. Persentase penerimaan panelis didapatkan dari perbandingan jumlah panelis yang memilih nilai skala 4 (biasa), 5 (suka agak tidak suka), 6 (suka), dan 7 (sangat suka) terhadap total panelis. Persentase penerimaan panelis disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Persentase penerimaan panelis terhadap produk cookies

Formula Persentase Penerimaan Atribut (%) Warna Aroma Rasa Tekstur g tepung jagung 25 tepung pisang, F4 = 33 g tepung jagung 67 g tepung pisang, F5 = 60 g tepung jagung 40 g tepung pisang, F6 = 25 g tepung jagung 75 g tepung pisang, dam F7 = 40 g tepung jagung 60 g tepung pisang. Huruf yang beda pada kolom yang sama menunjukkan beda nyata (p<0.05).

Berdasarkan hasil sidik ragam (Lampiran 6), perbedaan jumlah tepung jagung dan tepung pisang tidak memberikan pengaruh yang nyata pada persen penerimaan atribut aroma, rasa dan tekstur. Pada persen penerimaan atribut warna, hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa nilai tertinggi diperoleh pada F2 dan F3 dan nilai persen penerimaan atribut warna pada formula F2 dan F3 tidak berbeda nyata namun nilai persen penerimaan kedua formula tersebut berbeda nyata dengan formula F4 dan F6.

Sifat Fisik Cookies Tepung Komposit

Sifat fisik cookies diukur berdasarkan tingkat kekerasan cookies menggunakan alat texture analyzer. Berikut ini hasil pengujian tingkat kekerasan cookies yang diuji (Tabel 9).

(32)

16

Tabel 9 Nilai rata-rata kekerasan cookies tepung komposit Formula Kekerasan (gram/mm)

F1 (1:1) 422cd

F2 (1:2) 416.75cd

F3 (1:3) 346.17b

F4 (2:1) 390.25c

F5 (2:3) 453.24d

F6 (3:1) 457.25d

F7 (3:2) 460.75d

Cookies komersil 301a

Keterangan:

F1 = 50 g tepung jagung 50 g tepung pisang, F2 = 67 g tepung jagung 33 g tepung pisang, F3 = 75 g tepung jagung 25 tepung pisang, F4 = 33 g tepung jagung 67 g tepung pisang, F5 = 60 g tepung jagung 40 g tepung pisang, F6 = 25 g tepung jagung 75 g tepung pisang, dam F7 = 40 g tepung jagung 60 g tepung pisang. Huruf yang beda pada kolom yang sama menunjukkan bahwa terdapat beda (p<0.05).

Berdasarkan uji kekerasan, cookies F3 merupakan cookies dengan tingkat kekerasan terendah dan cookies F7 merupakan cookies dengan tingkat kekerasan tertinggi. Berdasarkan sidik ragam (Lampiran 7), perlakuan perbedaan jumlah tepung pisang dan tepung jagung berpengaruh nyata terhadap kekerasan cookies. Berdasarkan uji lanjut Duncan, nilai kekerasan formula F3 (nilai kekerasan terendah) berbeda nyata dengan formula lainnya namun tidak berbeda nyata dengan formula F4. Kekerasan cookies formula F1‒F7 berbeda nyata dengan cookies komersil. Nilai kekerasan cookies yang diteliti masih berada di atas cookies komersil, hal ini menunjukkan bahwa cookies yang diteliti memiliki tekstur yang lebih keras dibandingkan dengan cookies komersil.

Pertumbuhan Bakteri Asam Laktat pada Media dengan Penambahan

Cookies Tepung Komposit

(33)

Tabel 10 Pertumbuhan bakteri asam laktat (BAL) cookies tepung komposit

F1 = 50 g tepung jagung 50 g tepung pisang, F4 = 33 g tepung jagung 67 g tepung pisang, F6 = 25 g tepung jagung 75 g tepung pisang, dam F7 = 40 g tepung jagung 60 g tepung pisang. Huruf yang beda pada kolom yang sama menunjukkan bahwa terdapat beda (p<0.05).

Berdasarkan pertumbuhan bakteri asam laktat, jumlah bakteri paling banyak tumbuh pada waktu 24 jam adalah pada formula F4. Berdasarkan Bornawel 2012, serat dapat berfungsi sebagai prebiotik. Estimasi jumlah serat pada formula F4 adalah 6.12 g (tertinggi kedua setelah F6 sebesar 6.16 g) diduga dapat memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan bakteri asam laktat. Berdasarkan hasil sidik ragam, perbedaan jumlah tepung pisang dan tepung jagung tidak berpengaruh nyata pada jumlah bakteri asam laktat pada jam ke-0 nyata (Lampiran 10). Pada pertumbuhan jam ke-24, perbedaan jumlah tepung pisang dan tepung jagung memberikan pengaruh nyata untuk jumlah bakteri asam laktat. Nilai jumlah bakteri asam laktat cookies F4 berbeda nyata dengan formula lainnya berdasarkan uji lanjut Duncan.

Pemilihan Produk Terbaik Cookies tepung komposit

Berdasarkan Soenardi (2009), penyandang autis memiliki kecenderungan mengalami penurunan bakteri yang bersifat baik di dalam saluran pencernaannya. Keadaan tersebut memiliki efek samping bakteri candida tumbuh subur, meningkatnya toksin, menurunnya sistem imun, dan pada akhirnya menyebabkan infeksi pada bagian tubuh yang paling rentan pada individu. Bakteri asam laktat merupakan bakteri yang baik untuk mendukung kesehatan saluran pencernaan manusia. Mikroba pada saluran pencernaan memiliki pengaruh langsung sistem imun, saraf, dan perkembangan otak pada anak-anak. Bakteri patogen dapat menyebabkan penurunan fungsi saluran pencernaan dan mengakibatkan infeksi. Keberadaan bakteri patogen dapat ditekan dengan adanya bakteri asam laktat (Ansary et al. 2013). Produk F4 menjadi produk cookies tepung komposit terpilih berdasarkan kemampuan menumbuhkan bakteri asam laktat tertinggi, yaitu 1.44 x 1010 cfu/mL pada jam ke-24. Walaupun nilai organoleptik F4 berada di urutan

terakhir namun tidak menjadi fokus utama pemilihan produk. F4 sebagai cookies tepung komposit terpilih memiliki karakteristik fisik tingkat kekerasan sebesar

390.25 gram/mm.

Cookies Prebiotik

(34)

18

terjadi gangguan perilaku seperti hiperaktif. Cookies tepung komposit yang telah terpilih ditambahkan dengan prebiotik. Prebiotik oligosakarida merupakan bahan nonkarsinogenik, tidak dapat dicerna, dan rendah kalori yang dapat menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan mikroflora probiotik saluran pencernaan (Barreteau 2006).

Prebiotik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Xylo-Oligosakarida (XOS). XOS merupakan oligosakarida yang tidak dapat dicerna yang bermanfaat untuk kesehatan, memperbaiki mikroflora di dalam usus dan memiliki mekanisme di dalam saluran pencernaan seperti serat pangan (dietary fiber) sehingga dapat dijadikan sebagai sumber prebiotik (Kumar et al. 2012). Jumlah XOS dalam formulasi didasarkan pada FAO (1999) tentang penggunaan prebiotik XOS maksimal sebanyak 5% adonan untuk menghindari efek samping berupa flatulensi.

Hasil Uji Organoleptik Cookies Prebiotik

Penyandang autis umumnya memiliki disfungsi sensori yang berbeda-beda masing-masing individunya. Hipersensitivitas sensori pada penyandang autis dapat berupa menolak makanan yang warnanya tidak disuka, berbau menyengat, berukuran terlalu besar, dan flavour yang terlalu kuat. Uji organoleptik cookies prebiotik dilakukan untuk menentukan cookies terbaik dengan perbedaan pada jumlah prebiotiknya. Nilai rata-rata hasil uji hedonik cookies prebiotik disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11 Nilai rata-rata hasil uji hedonik Formula Warna Aroma Rasa Tekstur F1 (1%) 4.88a 5.06a 5.33ab 5.98a F2 (3%) 4.39ab 4.34a 4.27b 4.15b F3 (5%) 5.43b 4.9a 4.8a 3.45c

Keterangan:

Huruf yang beda pada kolom yang sama menunjukkan bahwa terdapat beda (p<0.05).

Warna

Rata-rata tingkat kesukaan panelis tertinggi adalah terhadap warna F3 dan terendah adalah terhadap warna F2. Nilai hasil uji hedonik diolah dengan menggunakan Friedman dan apabila berbeda nyata (p<0,05) maka dilanjutkan dengan uji Duncan. Hasil uji Friedman menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan taraf jumlah prebiotik berpengaruh nyata terhadap warna cookies prebiotik (Lampiran 11). Panelis memberikan penilaian kesukaan tertinggi terhadap formula F3 dan berbeda nyata dengan F2 namun tidak berbeda nyata dengan F1.

Aroma

(35)

Rasa

Rata-rata tingkat kesukaan panelis tertinggi adalah terhadap rasa F1 dan terendah adalah terhadap rasa F2. Hasil uji Friedman menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan taraf jumlah prebiotik berpengaruh nyata terhadap rasa cookies prebiotik (Lampiran 11). Panelis memberikan penilaian kesukaan tertinggi terhadap formula F1 namun tidak memiliki perbedaan nyata dengan F2 dan F3 berdasarkan uji lanjut Duncan.

Tekstur

Rata-rata tingkat kesukaan panelis tertinggi adalah terhadap tekstur F1 dan terendah adalah F3. Hasil uji Friedman menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan taraf jumlah prebiotik berpengaruh nyata terhadap tekstur cookies prebiotik (Lampiran 11). Panelis memberikan penilaian kesukaan tertinggi terhadap formula F1 dan berbeda nyata F2 dan F3 berdasarkan uji lanjut Duncan.

Penerimaan Panelis untuk Cookies Prebiotik

Penerimaan panelis menunjukkan persentase kualitas cookies yang diharapkan oleh panelis. Persentase penerimaan cookies disajikan dalam Tabel 12.

Tabel 12 Persentase penerimaan cookies prebiotik Formula Persentase penerimaan (%)

Huruf yang beda pada kolom yang sama menunjukkan bahwa terdapat beda (p<0.05).

Berdasarkan sidik ragam (Lampiran 12), tidak terdapat perbedaan nyata persen penerimaan atribut warna, aroma, dan rasa sedangkan pada atribut tekstur terdapat perbedaan yang nyata antara F1 dengan F2 dan F1 dengan F3. Berdasarkan atribut warna, nilai tertinggi diperoleh oleh F3. Berdasarkan atribut aroma, tertinggi diperoleh F1 dan F2. Berdasarkan rasa diperoleh nilai tertinggi pada F2 dan pada atribut tekstur nilai tertinggi diperoleh oleh F1.

Pertumbuhan Bakteri Asam Laktat pada Media dengan Penambahan

Cookies Prebiotik

(36)

20

Tabel 13 Pertumbuhan bakteri asam laktat (BAL) cookies prebiotik Formula Jumlah BAL jam ke-0 Jumlah BAL jam ke-24 F1 (1%) 3.1 x 106a 1.94 x 1014a F2 (3%) 1.9 x 106a 2.03 x 1014a F3 (5%) 3.1 x 106a 2.09 x 1014a

Keterangan:

Huruf yang beda pada kolom yang sama menunjukkan bahwa terdapat beda (p<0.05).

Berdasarkan sidik ragam (Lampiran 13), perlakuan perbedaan taraf prebiotik XOS tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah bakteri asam laktat pada jam ke-0 dan jam ke-24. Jumlah bakteri asam laktat tertinggi didapatkan pada formula F3. Hal ini berkaitan dengan meningkatnya jumlah prebiotik yang digunakan. Salminen et al. (2004) mendefinisikan ingredien pangan sebagai prebiotik jika dapat memenuhi kriteria yang di antaranya tidak dihidrolisis maupun diserap (non-digestible) di saluran cerna bagian atas traktus gastrointestinal sehingga dapat mencapai usus besar secara utuh. Jumlah koloni bakteri pada jam ke-24 serupa dengan Salminen et al. (2004) yang menyatakan bahwa saluran pencernaan manusia dihuni oleh bakteri dalam jumlah tinggi, yaitu sekitar 1012 per gram berat kering dari kandungan mikroflora di saluran pencernaan.

Kandungan Serat Cookies Prebiotik

Pada umumnya, anak autis mempunyai gangguan saluran cerna seperti diare dan atau sembelit, sakit perut, kembung, dan banyak gas (Soenardi 2009). Berdasarkan Strickland (2009), kebutuhan serat untuk penyandang autis disarankan sebesar jumlah usia ditambah 5 gram dalam sehari (contoh: usia enam tahun, maka 6+5 = 11 gram serat per hari).

Cookies yang dibuat dalam penelitian ini ditujukan untuk anak-anak usia 5-7 tahun, oleh karena itu jumlah serat yang disarankan adalah sebesar 11 gram per hari. Kandungan serat tiap formula cookies prebiotik disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14 Kadar serat cookies prebiotik

Formula Kadar Serat (%) yang sama menunjukkan bahwa terdapat beda (p<0.05).

(37)

kandungan prebiotik tertinggi dalam formulasi. Berdasarkan sidik ragam, perbedaan jumlah prebiotik XOS tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan serat setiap formula (Lampiran 10).

Cookies Prebiotik Terpilih

Perawatan yang diberikan kepada penyandang autis tidak hanya dilihat dari satu sisi saja, tetapi multifaktoral yaitu genetik, paparan, dan lingkungan. Makanan dapat menjadi salah satu pendukung perawatan autis berdasarkan paparan yang diperoleh oleh subjek. Penyandang autis umumnya memiliki sistem imun di saluran cerna yang lebih rendah daripada anak-anak pada umumnya (Yasko 2009). Kemampuan cookies menumbuhkan bakteri asam laktat yang semakin tinggi adalah yang diharapkan dalam penelitian ini.

Pemilihan cookies prebiotik terpilih berdasarkan jumlah pertumbuhan bakteri asam laktat, kandungan serat tertinggi, dan hasil uji hedonik. Cookies prebiotik harus dapat memiliki kemampuan menstimulasi pertumbuhan bakteri baik dalam saluran pencernaan. Bakteri asam laktat dapat berperan untuk fermentasi makanan dan meningkatkan kesehatan saluran pencernaan. Fermentasi makanan dapat menyebabkan penurunan pH, hal ini menyebabkan penurunan kontaminasi patogen (Guarner et al. 2008). Serat dalam jumlah yang cukup dapat memberikan pertahanan tubuh terhadap berbagai penyakit saluran pencernaan. Konsumsi serat pada tiap individu sebagian besar tidak mencukupi kebutuhan sehingga produk dengan kandungan serat yang tertinggi yang dipilih (Muchtadi 2001). Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut maka dipilih cookies prebiotik formula F3 sebagai produk terpilih.

Kandungan Gizi Cookies Terpilih

Pada anak autis seringkali terjadi gangguan pencernaan baik berupa konstipasi maupun diare karena zat-zat makanan yang tidak terurai secara sempurna. Hal ini dapat terjadi karena rusaknya sel epitel mukosa usus sehingga produksi hormon sekretin terhambat, padahal hormon ini diperlukan untuk merangsang produksi enzim pencernaan dari pankreas. Akibatnya protein yang berasal dari susu sapi yaitu kasein dan yang berasal dari gandum yaitu gluten tidak dapat dicerna dengan sempurna, karena keduanya termasuk protein yang sulit dicerna. Gluten dan kasein adalah asam amino rantai pendek atau disebut juga peptida, yang dalam keadaan normal hanya diabsorpsi sedikit dan sebagian besar akan dibuang, tapi karena adanya kebocoran usus dan hiperpermeabilitas mukosa usus maka peptida ini akan diabsorpsi, masuk ke dalam sirkulasi darah menimbulkan reaksi alergi ( food allergy).

(38)

22

gangguan perilaku. Peptida yang menempel pada reseptor opioid di lobus temporal otak menyebabkan gangguan pendengaran dan bahasa (Ratnawati 2003). Kebutuhan gizi penyandang autis terutama ditinjau dari perkembangan otak dan proses detoksifikasi racun. Vitamin, mineral, asam amino, dan asam lemak esensial diperlukan untuk produksi neurotransmitter (Strickland 2009). Berdasarkan kandungan serat, kemampuan menumbuhkan bakteri asam laktat, dan uji organoleptik maka dipilih cookies prebiotik formula F3 sebagai produk terpilih dengan nilai gizi seperti disajikan pada Tabel 15.

Tabel 15 Kandungan gizi cookies prebiotik terpilih Komponen Satuan Kadar SNI 01-2973-1992

Air (%bb) 4.9 Max 5%

Kandungan gizi dibandingkan dengan SNI cookies, maka yang belum memenuhi adalah kandungan abu yang melebih batas maksimal, protein yang kurang dari batas minimal, dan lemak yang kurang dari batas minimal. Hal ini disebabkan karena pemilihan bahan yang berbeda dari yang digunakan oleh SNI cookies. Kandungan serat cookies dapat memberikan kontribusi sebesar 32% angka acuan label gizi (ALG) produk (ALG serat = 25 g) dalam 100 gram cookies.

Kontribusi Terhadap AKG Anak Usia 5‒7 Tahun

Takaran saji ditentukan berdasarkan kecukupan energi untuk usia 5‒7 tahun untuk kontribusi snack. Anak usia tersebut memiliki kecukupan energi sebesar 1600 kkal berdasarkan WNPG (2013) sehingga kebutuhan energi dari snack adalah 240 kkal untuk satu kali selingan. Berat cookies untuk satu takaran saji adalah 50 gram. Berikut ini kandungan gizi per takaran saji cookies disajikan dalam Tabel 16.

Tabel 16 Kandungan gizi per takaran saji cookies Kandungan Gizi Nilai

(39)

karbohidrat anak usia 5‒7 tahun mampu dipenuhi sebanyak 36.5%. Klaim serat per sajian terhadap ALG adalah 16% sehingga dapat memenuhi klaim produk ‘mengandung serat’. Berdasarkan Strickland 2009, pertumbuhan otak pesat terjadi pada umur tiga, lima, sembilan, sebelas, dua belas, dan empat belas tahun. Pada masa ini, jaringan interkoneksi dalam otak meningkat tajam untuk membantu kemampuan fungsi otak ke level yang lebih tinggi. Jumlah sinaps pada masing masing sel saraf akan meningkat dan juga produksi dan aktivitas neurotransmitter pun meningkatkan yang menyebabkan diperlukan lebih banyak lagi glukosa yang diperlukan.

Estimasi Harga Per Takaran Saji

Analisis biaya produksi dilakukan untuk menentukan harga jual produk. Analisis biaya didasarkan pada harga pasar pada bulan Januari 2014. Analisis biaya disajikan dalam Tabel 17.

Tabel 17 Estimasi harga per takaran saji Bahan

Penetapan persentase biaya listrik, kemasan promosi, pegawai, dan laba didasarkan pada Chairil (2014) dengan mempertimbangkan apabila produksi dilakukan skala rumah tangga dengan satu pegawai. Berdasarkan analisis biaya, harga untuk satu kemasan cookies prebiotik untuk 50 gram cookies adalah Rp9 091. 91.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(40)

24

Formula untuk cookies terpilih menggunakan bahan utama berupa tepung pisang sebesar 67 gram dan tepung jagung 33 gram dengan penambahan prebiotik XOS sebesar 5% bahan. Takaran saji cookies adalah sebesar 50 gram. Cookies prebiotik per takaran sajinya mampu memenuhi sebesar 15.4% kebutuhan energi harian anak usia 5-7 tahun. Protein pada cookies hanya mampu memenuhi 2.3% kebutuhan protein anak usia 5-7 tahun. Lemak pada cookies mampu memenuhi 19,1% kebutuhan lemak anak usia 7 tahun. Kebutuhan karbohidrat anak usia 5-7 tahun mampu dipenuhi sebanyak 36.5% dan cookies dapat memenuhi klaim ‘mengandung serat’. Harga untuk satu kemasan cookies prebiotik untuk 50 gram cookies adalah Rp9 091. 91.

Saran

Serat dapat membantu meningkatkan kesehatan saluran pencernaan. Kontribusi serat pada cookies belum dapat memenuhi klaim tinggi serat, diharapkan adanya bahan lain yang bersifat gluten-free namun dapat meningkatkan kadar serat produk. Diharapkan ada penelitian lanjutan berupa intervensi kepada subjek penyandang autis agar dapat mengetahui secara langsung efek dari pemberian cookies prebiotik ini.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Program Indofood Riset Nugraha 2013/2014 yang telah mensponsori penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

[AACC] American Association of Cereal Chemists. 2000. Approved Methods of the AACC, 10th ed. ST Paul: The Association.

Abdillah F. 2010. Modifikasi Tepung Pisang Tanduk (Musa paradisiacal Formatypica) melalui proses Fermentasi Spontan dan Pemanasan Autoklaf untuk Meningkatkan Kadar Pati Resisten. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Ansary E, Shaker GH, Rizk ZM. 2013. Role of gut Brain Axis in The Aetiology of Neurodevelopmental Disorders with Reference to Autism. J. Clinic Toxicology. 8:6. doi: http://dx.doi.org/10.4172/2161-0495.S6-005.

[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1995. Official Method of Analysis of Association of Official Analytical Chemist. Airlington: AOAC Inc.

(41)

Kebudayaan.Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor.

Barreteau H et.al. Oligosaccharides as Food Additives, Food Technol. Biotechnol. 44 (3) 323–333 (2006) 331.

Bornawell AM, Caers W, Gibson GR, Kendall CW, Lewis KD, Ringel Y, Slavin JL. 2012. Prebiotics and the Health Benefits of Fiber: Current Regulatory Status, Future Research, and Goal. J Nutrition. 142 (5): 962-74. doi: 10.3945/jn.112.158147.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Data Produksi Pisang. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Data Produksi Jagung.

Chairil MMF. 2014. Formulasi Flakes Berbasis Pati Garut dengan Fortifikasi Zat Gizi Besi untuk Mengurangi Resiko Anemia Gizi Besi Pada Remaja Putri [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[DEPKES] Departemen Kesehatan. 2004. Penyandang Autis. [DEPTAN] Departemen Pertanian. 2010. Data Produksi Jagung.

[DEPTAN] Departemen Pertanian. Tepung Jagung Termodifikasi Sebagai Pengganti Terigu. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Volume 32 nomor 6 2010.

Gibson J, Roberfoid. 1995. Prebiotics.

Guarner F, Khan AG, Garisch J, Eliakim R, Gangl A, Thomson A, Krabhuis J, Mair TL. Prebiotic and Probiotic. Spanyol: World Gastrointestinal Organization.

Herminiati A. 2005. Pengembangan Biskuit dari Campuran Dekstrin Garut dan Tepung Pisang untuk Terapi Gizi Tikus Penyandang Autis [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Histifarina D, Adetiya R, Didit R, Sukmaya. 2012. Teknologi Pengolahan Tepung dari Berbagai Jenis Pisang Menggunakan Cara Pengeringan Matahari dan Mesin Pengering. J. Agrin 16 (2). ISSN: 1410-0029.

Huebner J. Wehling RL dan Hutkins RW. 2007. Functional activity of commercial prebiotics. International Dairy Journal 17: 770-775.

Jasaputra D. 2003. Gangguan Sistem Imun pada Anak Austistik (Artikel). J. Kesehatan Masyarakat 2 (2). Universitas Kristen Maranatha.

Judarwanto W. Alergi Makanan Diet dan Autisme. Prosiding. Autism Update. Jakarta 9 September 2005.

Klappa G. 2011. We Energies Cookie Book. Wisconsin: We Energies.

Kumar GP, Pushpa A, Prabha H. 2012. A Review on Xylooligosaccharides. J. International Research Journal of Pharmacy. ISSN 2330-8470.

Kurniawan F. Tabloid Sinar Tani 18 Februari 2009. Memproduksi Tepung dari Bahan Pisang.

Kusharto C, Ingrid S, Adi AC. 2009. Efek sinbiotik prebiotik asal pangan lokal dengan Enterococcus faecium IS 27526 terhadap BAL dan berat badan pada tikus percobaan. Prosiding Seminar Hasil-hasil Penelitian IPB. 2009. Legowo AM, Nurwantoro. 2004. Analisis Pangan. Semarang.

[LIPI] Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 2009. Pangan dan Kesehatan. Lucarelli S, Frediani T, Zingoni AM, Ferruzzi F, Giardini O, Quintieri F, Barbato

(42)

26

Manti I. 2004. Penyebaran dan Tingkat Serangan Penyakit Layu pada Tanaman Pidang di Kabupaten Bengkulu Selatan. Prosiding Seminar Nasional Hortikultura. Bengkulu.

Muchtadi D. 2001. Sayuran Sebagai Sumber Serat Pangan untuk Mencegah Timbulnya Penyakit Degeneratif (ulasan). Jurnal Teknologi dan Industri Pangan 12 (1).

Nathalia D N. 2011. Produksi Xilooligosakarida dari Tongkol Jagung Sebagai Kandidat Prebiotik dengan Pemanasan Suhu Tinggi dan Hidrolisis Enzimatik [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Prabawati S, Suyanti, Setyabudi DA. 2008. Teknologi Pascapanen dan Teknologi Pengolahan Buah Pisang. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Prihatman K. 2000. Sistem Informasi Manajemen Pembangunan di Desa. Jakarta: Menristek.

Pereira I. 2013. Proporsi Tepung Jagung (Zea Mays L.) dan Terigu Dalam Pembuatan Roti Tawar Serta Analisa FinansialnyaFakultas Pertanian Universitas Tribhuwana Tunggadewi. Malang.

Ratnawati H. JKM.Vol. 2, No. 2, Februari Juli 2003. Leaky Gut sebagai

Penyebab Gangguan Gastrointestinal pada ASD. Bagian Histologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha, Bandung.

Richana N et al. 2004. Ekstraksi xilan dari tongkol jagung. Jurnal pascapanen 4 (1) 2007: 38-43.

Salminen S, Wright VA, Ouwehand A. 2004. Lactid acid bacteria microbiological and functional aspects. Edisi ke-3. New York Basel Marcel Dekker.

Soenardi T, Susirah S. 2009. Terapi Makanan Anak dengan Gangguan Autisme. Jakarta: PT Penerbitan Sarana Bobo.

Strickland E. 2009. Eating for Autism. Cambridge: Da Capo Press.

Suarni. 2009. Prospek Pemanfaatan Tepung Jagung untuk Kue Kering (Cookies). J. Litbang Pertanian 28(2).

Sugiarmin M. 2013. PLB UPI. Bahan Ajar Anak Autis.

Sulaeman A, Muchtadi D. 2003. Mutu Gizi Produk Makanan Balita dari Bahan Dasar Tepung Singkong dan Tepung Pisang yang Diperkaya dengan Tepung Ikan dan Tepung Tempe. Media Gizi dan Keluarga, Desember 2003, 27 (2): 77-85

Supirman, Hartati K, Kartini Z. 2013. Pengaruh Perbedaan pH PerendamanAsam Jeruk Nipis Dengan Pengeringan Sinar Matahari Terhadap Kualitas Kimia The Alga Coklat. J. Thpi Student 1(1): 46-52.

Sutuhu S, Supriyadi A. 1995. Tepung Pisang dan Pengolahannya. J. Tekno Pangan dan Agroindustri 1(2).

Suyatno. 2012. Protein. Bagian Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Diponegoro. Semarang.

Winarno. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Bogor (ID): M-Brio Press.

Vaclavik VA, Christian EW. 2003. Essentials of Food Science2nd Ed. New York: Kluwer Academic/Plenum Publishers.

Vindras C, Sinoir N. 2014. Tasting Guide. Paris: Institut Technique de L’Agriculture

(43)

Yasin M. 2010. Deksripsi Varietas Jagung. Maros: Balai Penelitian Tanaman Serealia.

(44)
(45)

LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner organoleptik cookies tepung komposit dan cookies

prebiotik

Nama Panelis : Departemen:

Jenis Kelamin : L/P Tanggal Pengujian:

Dihadapan Anda disajikan 6 contoh cookies. Anda diminta untuk menilai mutu hedonik dan hedonik setiap contoh tersebut dengan aturan sebagai berikut. 1. Tulis skala yang tepat menggambarkan persepsi Anda pada tabel yang

disediakan.

2. Silakan berkumur atau minum terlebih dahulu sebelum Anda menilai contoh berikutnya.

3. Mohon tidak membandingkan antar contoh saat anda melakukan penilaian dengan tidak mengingat contoh sebelumnya ketika melakukan penilaian terhadap contoh selanjutnya.

4. Tolong perhatikan keterangan footnote yang terdapat pada atribut-atribut tertentu.

Panelis yang terhormat,

(46)

30

Mutu Hedonik

Kode Contoh

Atribut

Warna Kecerahan RasaManis Aftertastea)

Flavourb) Tekstur

Menggunakan Tangan

Tekstur Gigit

Langu Pisang Jagung Kerenyahan Kerenyahan

a)Aftertaste adalah apapun rasa yang tertinggal setelah cookies tertelan. Jika ada, tolong sebutkan di samping skala yang Anda tulis

pada tabel. b)Flavour dideskripsikan dengan memakan cookies (tidakmembaui). Keterangan Skala

Langu Pisang Jagung Kerenyahan Kekerasan

1 Kuning

kecoklatan Sangat pucat

Sangat

lemah Sangat kuat Sangat kuat Sangat lemah Sangat lemah Sangat renyah Sangat keras 2 Kuning tua Pucat Lemah Kuat Kuat Lemah Lemah renyah Keras

lemah Lemah agak kuat Lemah agak kuat Renyah agak lunak Keras agak lunak

4 Kuning

kuat Kuat agaklemah Kuat agak lemah Lunak agak renyah Lunak agak keras 6 Putih Cerah Kuat Lemah Lemah Kuat Kuat Lunak Lunak 7 Sangat putih Sangat cerah Sangat

kuat Sangat lemah

Sangat

(47)

Komentar

(48)

32

Hedonik

Kode Contoh

Atribut

Warna Aroma Rasa Tekstur

Keterangan Skala

Skala Atribut

Warna Aroma Rasa Tekstur

1 Sangat tidak suka

2 Tidak suka

3 Tidak suka agak suka

4 Sedang

5 Suka agak tidak suka

6 Suka

7 Sangat suka

Komentar:………

……

………..……… …

……….……… …

………..……… …

z

Terimakasih Anda telah berpartisipasi dalam penilaian organoleptik produk penelitian saya.

(49)

Lampiran 2 Analisis kekerasan (Sifat Fisik)

Kekerasan cookies diukur dengan menggunakan alat Stevens – LFRA Texture Analyzer. Distance yang digunakan adalah 5 mm, speed 2 mm/sec. Load gram diatur menjadi zero. Klik supply dan alat penusuk akan turun dan naik lagi dan tombol reset dan start akan menyala. Klik reset dan atur load gram menjadi zero. Pijakan sampel dinaikkan hingga maksimal. Sampel ditaruh tepat di bawah penusuk. Klik start, penusuk akan turun dan load gram akan menunjukkan angka. Lampiran 3Metode uji pertumbuhan bakteri asam laktat (Mikrobiologi)

1. Penyegaran kultur BAL

1 mL BAL usia 48 jam ditambahkan ke 9 mL MRSB Ditaruh dalam inkubator suhu 37oC selama 48 jam aerobik. 2. Persiapan media m-MRSB

Sodium asetat 5 g, MgSO4.7H2O 0.2 g, MnSO4.4H2O 0.05g, pepton protease 10 g, ekstrak khamir 4 g, dan lab lemco powder 8 g dilarutkan

dalam 1 liter aquades.

Ditambahkan mineral K2HPO4.3H2O sebanyak 2 g

Ditambahkan 1 mL Tween 80 dan disterilisasi menggunakan otoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit.

Dibagi ke dalam 11 cawan

Ditambahkan sampel sebagai pengganti gula pada tiap cawannya 3. Hitung jumlah BAL waktu ke-0

1 mL BAL yang telah disegarkan ditaruh dalam media m-MRSB + Sampel

Dihitung jumlah koloni yang terlihat 4. Inokulasi Kultur BAL

Cawan berisi BAL yang telah dihitung lalu diinokulasi selama 24 jam.

5. Hitung jumlah BAL waktu ke-24 media MRSA

BAL yang telah diinokulasikan, dilakukan pengenceran 106 dan 107 BAL dipindahkan ke media MRSA

Gambar

Gambar 1 Diagram alir tahapan penelitian
Gambar 2 Diagram alir pembuatan tepung pisang (Herminiati 2005)
Tabel 9 Nilai rata-rata kekerasan cookies tepung komposit
Tabel 10 Pertumbuhan bakteri asam laktat (BAL) cookies tepung komposit
+2

Referensi

Dokumen terkait

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Sub Bidang angka 2 dan 3 Lampiran huruf O Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara

Sejak tahun 2013 masyarakat yang menolak reklamasi dan mengatas namakan sebagai Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi (ForBALI) yang diikuti oleh lembaga dan individu baik

Berdasarkan hasil penelitian, beberapa saran yang dapat peneliti sampaikan yaitu: (1) perencanaan pembelajaran harus dipersiapkan dengan baik dan matang, penentuan

Apabila limbah cair yang memiliki nilai BOD dan COD rendah tersebut dibuang ke lingkungan/perairan, maka tentunya akan memiliki kandungan bahan organik tinggi yang telah

Lagu dolanan Gundhul Pacul mengandung makna budaya yaitu jika orang yang mempunyai kehormatan, kedudukan, dan kemuliaan karena mempunyai penghasilan yang luar biasa, maka

PENGARUH BUDAYA BAHASA PERTAMA DALAM PERKEMBANGAN BELAJAR BAHASA INDONESIA SEBAGAI BAHASA ASING: STUDI KASUS PADA PENUTUR BAHASA JEPANG. Apriliya Dwi Prihatiningtyas

Mikroskil saat ini menggunakan standar ISO9001:2008 untuk sistem dokumentasinya dan jika dilakukan pengelolaan berkelanjutan dengan standar COBIT 5 maka di

Berdasarkan dapatan yang diperolehi dari Jadual 2, Item berkaitan pandangan guru PJ terhadap MGPUKF yang berkaitan dengan persoalan ini jelas menunjukkan