ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KOMITE NASIONAL
PENGENDALIAN FLU BURUNG DAN KESIAPSIAGAAN MENGHADAPI
PANDEMI INFLUENZA DALAM PENGOORDINASIAN PROGRAM
PENGENDALIAN FLU BURUNG DI INDONESIA
MIRA FATMAWATI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA
PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Implementasi
Kebijakan Komite Nasional Pengendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan
Menghadapi Pandemi Influenza dalam Pengoordinasian Program Pengendalian Flu
Burung di Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013
Mira Fatmawati
RINGKASAN
MIRA FATMAWATI. Analisis Implementasi Kebijakan Komite Nasional Pengendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza dalam Pengoordinasian Program Pengendalian Flu Burung di Indonesia. Dibimbing oleh ETIH SUDARNIKA dan KEDI SURADISASTRA.
Komite Nasional Pengendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza (Komnas FBPI) merupakan organisasi yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) 7 Tahun 2006 dengan tugas dan fungsi melakukan koordinasi program pengendalian flu burung di Indonesia. Komnas FBPI menghadapi berbagai masalah koordinasi selama masa kerjanya.
Penelitian ini bertujuan mengetahui varibel implementasi kebijakan yang mempengaruhi fungsi koordinasi dari Komnas FBPI. Komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi dapat secara simultan berinteraksi sehingga dapat meningkatan atau menurunkan implementasi kebijakan. Analisis data menggunakan analisis jalur dan penskoran data dengan alat bantu penelitian kuisioner terstruktur.
Hasil skor data menunjukkan bahwa variabel komunikasi, struktur birokrasi, disposisi, dan sumberdaya merupakan variabel yang mempengaruhi kualitas koordinasi program pengendalian flu burung di Indonesia. Komunikasi dan struktur birokrasi secara signifikan mempengaruhi kualitas koordinasi yang dilaksanakan oleh Komnas FBPI. Namun demikian, disposisi, dan sumber daya tidak secara signifikan mempengaruhi kualitas koordinas. Pengaruh tidak langsung komunikasi (12.6%) lebih besar dibandingkan dengan pengaruh langsung (5.9%). Sedangkan pengaruh langsung struktur birokrasi (32.8%) lebih besar dibandingkan dengan pengaruh birokrasi secara tidak langsung (0.06%).
Komunikasi dan birokrasi merupakan variabel yang berpengaruh terhadap fungsi koordinasi yang dilaksanakan oleh Komnas FBPI. Komunikasi sebagai aspek pelayanan kesehatan masyarakat menjadi prioritas dalam program pengendalian penyakit zoonosa. Keterbukaan program pengendalian penyakit akan mempermudah koordinasi kegiatan baik di tingkat nasional dan internasional. Birokrasi yang efektif dan rasional tergantung kepada kemampuan dan kesungguhan pemerintah dalam menumbuhkan nilai birokratisasi. Kebijakan pengendalian penyakit zoonosa di negara berkembang sangat diperlukan namun seringkali implementasinya tidak sesuai dengan target.
SUMMARY
MIRA FATMAWATI. Policy Implementation Analysis for National Committee of Avian Influenza Control and Pandemic Preparedness (Komnas FBPI) in term of Avian Influenza Coordination Program in Indonesia. Supervised by ETIH SUDARNIKA and KEDI SURADISASTRA.
Indonesian National Committee of Avian Influenza Control and Pandemic Preparedness Plan (Komnas FBPI) was established by Precidential Decree Number 7, 2006 to enhance coordination among related institutions on avian influenza control and also pandemic preparedness. Komnas FBPI was facing some coordination problem during their work tenure.
The aim of this study was to identify variables influencing the policy implementation of Komnas FBPI. Communication, resources, disposition, and bureaucratic structure were simultaneously interacting to either support or hinder the implemplementation of this policy. This study was conducted by path analysis and data scoring from some respondents who completed the questionnaire.
This study showed that communication, bureaucratic structure, disposition, and resources are influential variable to coordinate avian influenza control in Indonesia. Communicaton and bureaucratic structure especially had a significant influence to coordination quality of Komnas FBPI. However, dispostion and resources were not significant variables. Indirect impact of communication (12.6%) was higher than the direct impact of communication (5.9%). While direct impact of bureaucratic structure (32.7%) was significantly higher than indirect impact of bureaucratic structure (0.06%).
The study concluded that communication and bureaucratic structure were two main elements that influencing the coordination system of Komnas FBPI. As a part of public health, communication was main priority on controlling zoonotic disease. The transparency of program would smoothen the coordination between national and international society. In the meantime, bureaucratic structure needed to more effective and rational and it would depend on willingness of stakeholder and the value of bureaucratication to make a change. It was also apparent that policies, rolled out regularly for zoonotic disease control and eradication in developing nation was important key, although in many cases failed in achieving the desired results.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner
ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KOMITE NASIONAL
PENGENDALIAN FLU BURUNG DAN KESIAPSIAGAAN MENGHADAPI
PANDEMI INFLUENZA DALAM PENGOORDINASIAN PROGRAM
PENGENDALIAN FLU BURUNG DI INDONESIA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2013
Judul Tesis : Analisis Implementasi Kebijakan Komite Nasional Pengendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza dalam Pengoordinasian Program Pengendalian Flu Burung di Indonesia
Nama : Mira Fatmawati NIM : B251110031
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Etih Sudarnika, MSi Ketua
Prof (R) Dr Ir Kedi Suradisastra, MSc Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Kesehatan Masyarakat Veteriner
Dr med vet drh Denny Widaya Lukman, MSi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah tentang koordinasi program pengendalian flu burung di Indonesia dengan pembentukan Komite Nasional Pengendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza (Komnas FBPI). Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan sejak bulan Februari sampai Mei 2013.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Etih Sudarnika MSi dan Bapak Prof (R) Dr Ir Kedi Suradisastra, MSc selaku pembimbing. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh staf pengajar Bagian Kesmavet FKH IPB atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk kembali ke kampus, menempuh studi S2 di Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner IPB. Di samping itu penghargaan penulis disampaikan kepada seluruh responden dalam penelitian ini. Ucapan terima kasih disampaikan kepada Ibuk, Bapak, Sam Kendik, Ayu, Arti, dan seluruh keluarga atas dukungan, doa, dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2013
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI xiii
DAFTAR TABEL xiv
DAFTAR GAMBAR xiv
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Manfaat Penelitian 2
Hipotesis 2
2 METODE 3
Rancangan Penelitian dan Responden 3
Kerangka Konsep dan Definisi Operasional 3
Peubah dan Pengukurannya 5
Analisis Data 7
Penskoran Data 7
Analisis Jalur 7
Waktu dan Tempat Penelitian 8
3 HASIL DAN PEMBAHASAN 9
Hasil Skor Data Penelitian 9
Hasil Analisis Jalur 15
Pengaruh Variabel Komunikasi 18
Pengaruh Variabel Struktur birokrasi 20
Pengaruh Variabel Disposisi 22
Pengaruh Variabel Sumber daya 23
Koordinasi Pengendalian Flu Burung 23
Tantangan Koordinasi 24
4 SIMPULAN DAN SARAN 27
Simpulan 27
Saran 27
DAFTAR PUSTAKA 28
DAFTAR TABEL
1 Definisi konsep penelitian 5
2 Definisi operasional penelitian 5
3 Interval skor jawaban responden 7
4 Persamaan regresi dalam analisis jalur 7
5 Frekuensi skor jawaban responden untuk variabel komunikasi 10 6 Frekuensi skor jawaban responden untuk variabel sumber daya 11 7 Frekuensi skor jawaban responden untuk variabel disposisi 12 8 Frekuensi skor jawaban responden untuk variabel struktur birokrasi 13 9 Frekuensi skor jawaban responden untuk variabel kualitas koordinasi 14 10 Koefisien jalur variabel implementasi kebijakan 17 11 Pengaruh variabel implementasi kebijakan terhadap kualitas koordinasi 18 12 Pengaruh langsung dan tidak langsung variabel komunikasi 18 13 Pengaruh langsung dan tidak langsung variabel struktur birokrasi 21 14 Pengaruh langsung dan tidak langsung variabel disposisi 22 15 Pangaruh langsung dan tidak langsung variabel sumber daya 23
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka konseptual penelitian 4
2 Mekanisme koordinasi dan komando 12
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Belajar dari pengalaman Komnas FBPI mengoordinasikan program pengendalian flu burung di Indonesia, pertanyaan yang kemudian muncul adalah bagaimana Komnas FBPI mengimplementasikan kebijakan pengendalian flu burung dan kesiapsiagaan menghadapi pandemi influenza di Indonesia serta variabel implementasi kebijakan apa saja yang mempengaruhi kapasitas implementasi (implementation capacity) Komnas FBPI dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Menurut Edwards III dalam DiNitto (1999) implementasi kebijakan adalah suatu proses dinamis yang melibatkan berbagai faktor yang saling berinteraksi dan mempengaruhi implementasi kebijakan. Empat faktor yang berperan penting dalam pencapaian keberhasilan implementasi adalah komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi. Keempat faktor tersebut secara langsung dan tidak langsung saling mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan.
Flu burung atau Avian Influenza merupakan penyakit zoonosa yang berpotensi menyebabkan pandemi flu burung oleh virus H5N1. Kasus flu burung endemis terjadi di 31 provinsi dari 34 provinsi di Indonesia. Sejak flu burung terjadi di Indonesia pada tahun 2003, hingga saat ini terdapat 193 orang yang positif terinfeksi oleh virus H5N1, dan 161 orang diantaranya meninggal dunia dengan case fatality rate (CFR) 83,3% (Kemenkes 2013). Kasus flu burung pada unggas tercatat sejak tahun 2003, dan sampai dengan Maret 2013 terdapat 9953 kasus (Kementan 2013).
Komite Nasional Pengendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza (Komnas FBPI) dibentuk melalui Peraturan Presiden (Perpres) 7 Tahun 2006 bertujuan untuk mempercepat pengendalian flu burung dan meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi pandemi influenza secara komprehensif dan terpadu (Setneg 2006). Komnas FBPI mempunyai masa tugas selama 4 tahun, mulai dari tahun 2006 sampai 2010. Selama masa tugasnya tersebut, berbagai masalah antara lain tumpang tindihnya kegiatan penelitian mengenai flu burung (Fatmawati dan Putri 2008), pembentukan komite daerah (Komda) yang hanya terdapat di 12 provinsi dari 34 provinsi yang ada di Indonesia, serta dukungan keuangan oleh lembaga internasional yang sering kali tidak sejalan dengan program pengendalian yang dilakukan oleh pemerintah (Herbert 2007).
Penyakit lain yang menjadi tantangan saat ini adalah munculnya penyakit menular baru (emerging disease) dan penyakit lama yang insidensinya meningkat kembali (re-emerging disease). Menurut Jones et al. (2008), 60.3% dari penyakit menular baru adalah penyakit zoonosa dan 71.8% diantaranya berasal dari hewan liar. Penyakit zoonosa mempunyai dampak signifikan terhadap perekonomian global dan kesehatan masyarakat.
2
hambatan dalam koordinasi lintas sektor menjadi tantangan Komnas Zoonosis (Setneg 2011).
Tujuan penelitian ini adalah untuk menguraikan variabel implementasi kebijakan yang mempengaruhi fungsi koordinasi Komnas FBPI dan menguji hubungan langsung dan tidak langsung setiap variabel yang mempengaruhi implementasi kebijakan dalam koordinasi program pengendalian flu burung dan kesiapsiagaan menghadapi pandemi influenza.
Manfaat Penelitian
Manfaat utama penelitian ini adalah memberikan masukan kepada pemerintah mengenai fungsi koordinasi yang perlu ditingkatkan berdasarkan pengalaman koordinasi oleh Komnas FBPI dan secara teoritis memberikan pengetahuan khususnya implementasi kebijakan di sektor kesehatan hewan.
Hipotesis
Adapun hipotesis penelitian ini adalah :
H0 : Struktur birokrasi, disposisi, sumber daya dan komunikasi yang secara langsung dan tidak langsung tidak berpengaruh terhadap fungsi koordinasi. H1 : Struktur birokrasi, disposisi, sumber daya, dan komunikasi yang secara
3
2
METODE
Rancangan Penelitian dan Responden
Desain penelitian mengunakan metode survei dengan alat bantu penelitian kuisioner terstuktur. Sebelum penelitian dimulai, dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas kuisioner. Uji validitas kuisioner penelitian adalah korelasi bertingkat Spearman (Spearman rank test) antara skor setiap pertanyaan dengan skor total (inter item-total correlation). Uji reliabilitas menggunakan model single trial administration dengan metode konsistensi internal belah dua (split-half method)
(Idrus 2009).
Total responden dalam penelitian ini 61 orang terdiri atas 18 orang dari kementerian teknis yang terdapat dalam Perpres 7 Tahun 2006, 17 orang dari sekretariat Komnas FBPI, 12 orang dari lembaga internasional dan lembaga swadaya masyarakat (LSM), 14 orang dari pemerintah daerah di 4 kabupaten kota. Responden penelitian di kementerian teknis dan lembaga internasional serta LSM yang terlibat dalam program pengendalian flu burung ditentukan dengan
purposive sampling. Penentuan responden yang berasal dari sekretariat Komnas FBPI ditentukan berdasarkan area sampling. Responden yang berasal dari kabupaten/kota dengan kasus flu burung pada manusia dan hewan adalah dari petugas participatory district surveillance and response (PDSR) dan district surveilance officer (DSO) di Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Kabupaten Karawang.
Kerangka Konsep dan Definisi Operasional
Kerangka konseptual penelitian ini dapat dilihat di Gambar 1. Definisi operasional dari penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 1. Skala yang digunakan adalah skala Likert yaitu semua opsi jawaban dimulai dengan kategori sangat mendukung (sangat setuju) hingga kategori sangat tidak mendukung (sangat tidak setuju). Semua opsi jawaban merupakan pernyataan positif. Skor 5 diberikan untuk opsi sangat setuju, 4 untuk opsi setuju, 3 untuk netral, 2 tidak setuju, dan 1 sangat tidak setuju. Opsi netral untuk pernyataaan tidak mengetahui jawabannya, tidak ingin menjawab dan ragu ragu (Idrus 2009).
Karakteristik skala pengukuran variabel yang digunakan untuk analisis jalur sekurang-kurangnya adalah data berskala interval (Kusnendi 2008). Data penelitian dalam kuisioner berskala ordinal, oleh karena itu maka dilakukan tranformasi data berskala ordinal menjadi data berskala interval (Kusnendi 2008). Teknik transformasi data interval menggunakan method of successive interval
4
Langkah-langkah yang digunakan dalam transformasi data berskala ordinal ke data berskala interval adalah (1) menentukan frekuensi setiap skor jawaban yang dipilih oleh responden, (2) menentukan proporsi dengan membagi setiap frekuensi dengan banyaknya responden, (3) menentukan nilai proporsi kumulatif dengan menjumlahkan nilai proporsi secara berurutan per kolom skor, (4) menghitung nilai Z untuk setiap proporsi kumulatif dengan menggunakan tabel distribusi normal, (5) menentukan densitas untuk setiap nilai yang diperoleh dengan menggunakan tabel tinggi densitas, (6) menentukan nilai skala (NS) dengan menggunakan rumus :
dan, (7) menentukan nilai transformasi dengan rumus :
Gambar 1 Kerangka konseptual penelitian
NS= Area Below Upper LimitDensity at Lower Limit - (Density at Upper Limit)- (Area Below Lower Limit)
5
Peubah dan Pengukurannya
Definisi konsep dari penelitian menjelaskan mengenai definisi setiap variabel implementasi kebijakan seperti ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Definisi konsep penelitian
No Varibel Definisi Konsep
1 Kualitas Koordinasi (Widodo, 2011; Herbert, 2007; Wahab, 2004)
Kualitas koordinasi merupakan efisiensi dalam
meningkatkan kualitas koordinasi lintas sektor, penguatan kerjasama dan koordinasi antara seluruh sektor yang melakukan upaya pengendalian flu burung dan kesiapsiagaan menghadapi pandemi influenza. 2 Komunikasi
(DiNitto 1999)
Komunikasi merupakan proses pemindahan suatu informasi, ide, dan pengertian dari seseorang kepada orang lain melalui cara lisan, tertulis, maupun cara nonverbal. Agar penerima pesan mampu mengintepretasikannya sesuai dengan maksud yang dikendaki. Dimensi komunikasi meliputi transmisi pesan ke personel yang tepat, kejelasan pesan, konsistensi pesan, kemampuan pemberi dan penerima pesan untuk memahami maksud pesan, termasuk cara penyampaian pesan dan media atau sarana penyampaian pesan. 3 Sumber daya
(DiNitto 1999)
Sumber daya adalah penyediaan suatu hal pada suatu negara, organisasi atau individu yang dapat berupa staf, tenaga kerja, informasi, kewenangan dan fasilitas
4 Disposisi (DiNitto 1999)
Disposisi adalah pernyataan evaluasi seseorang terhadap suatu keadaan yang terdiri atas komponen kognitif, efektif, tindakan, serta pandangan kelompok, pergantian personel, dan insentif
5 Struktur birokrasi (DiNitto 1999)
Struktur birokrasi adalah struktur oraganisasi yang menentukan bagaimana pekerjaan dibagi, dikelompokkan dan dikoordinasikan secara formal. Struktur birokrasi terdiri atas dimensi fragmentasi dan prosedur operasional standar (POS)
Definisi operasional penelitian terdiri atas dimensi setiap varibel, cara mengukur, dan jenis data yang disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Definisi operasional penelitian
6
Tabel 2 Definisi operasional penelitian (lanjutan)
No Variabel Dimensi Definisi Cara Mengkukur Jenis Data
Staf Ketersediaan dan kemampuan sumber daya Fasilitas Sarana dan prasarana
7
Analisis Data
Penskoran data
Penskoran data digunakan untuk mengetahui skor setiap variabel penelitian sehingga diketahui kondisi masing-masing variabel. Penskoran data menggunakan skala indeks (Riduwan dan Kuncoro 2011). Tabel 3 menunjukkan interval skor jawaban responden terhadap variabel yang diamati.
Keterangan :
Alt 1 = Jumlah responden yang memilih jawaban alternatif 1 (A) Alt 2 = Jumlah responden yang memilih jawaban alternatif 2 (B) Alt 3 = Jumlah responden yang memilih jawaban alternatif 3 (C) Alt 4 = Jumlah responden yang memilih jawaban alternatif 4 (D) Alt 5 = Jumlah responden yang memilih jawaban alternatif 5 (E)
Tabel 3 Interval skor jawaban responden
Interval Indeks
Analisis jalur digunakan untuk menguji besarnya pengaruh langsung dan tidak langsung variabel implementasi kebijakan terhadap kualitas koordinasi. Langkah-langkah yang digunakan untuk mendapatkan besarnya pengaruh variabel implementasi terhadap kualitas koordinasi adalah sebagai berikut:
1. Menentukan persamaan struktural yang merujuk pada kerangka konseptual penelitian. Persamaan struktural penelitian menggunakan konsep persamaan regresi yang dibagi menjadi 4 model. Tabel 4 menunjukkan persamaan struktur berdasarkan model yang diamati. Variabel bebas atau variabel eksogen merupakan variabel yang mempengaruhi, sedangkan variabel tidak bebas atau variabel endogen merupakan variabel yang dipengaruhi (Kusnendi 2008).
Indeks= 5 x alt 1 + 4 x alt 2 + 3 x alt 3N + 2 x alt 4 + 1 x alt 5
8
2. Menghitung koefisien jalur dari setiap model yang didasarkan pada koefisien regresi dengan menggunakan IBM SPSS Statistic Versi 20.
3. Melakukan dekomposisi antar variabel yang mempengarui implementasi kebijakan
4. Membuat interpretasi hasil berdasarkan analisis data
Waktu dan Tempat Penelitian
9
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
Komnas FBPI dibentuk dalam rangka percepatan pengendalian flu burung dan kesiapsiagaan menghadapi pandemi influenza mempunyai tugas dan fungsi melakukan koordinasi lintas sektoral. Komnas FBPI beranggotakan 16 kementerian teknis dengan Ketua Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Wakil Ketua Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Pertanian dan Menteri Kesehatan. Dalam melaksanakan tugas hariannya, Komnas FBPI membentuk sekretariat Komnas FBPI dengan Ketua Pelaksana Harian Deputi Menko Perekonomian bidang Pertanian. Susunan keanggotaan tim pelaksana harian Komnas FPBI dibentuk berdasarkan SK Menkokesra No 18/Kep/Menko/Kesra/VI/2008.
Komnas FBPI mempunyai masa kerja 4 tahun dari tahun 2006 sampai 2010. Selama Komnas FBPI bertugas, dokumen yang dipergunakan sebagai pedoman pelaksanaan tugas dituangkan dalam Rencana Strategi Nasional (Renstranas) Pengendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Infuenza. Selanjutnya dalam rangka penguatan dan intensifikasi program pengendalian flu burung terutama melalui pemerintah daerah dan kementerian teknis, maka Komnas FBPI menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) 1 Tahun 2007 tentang Penanganan dan Pengendalian Virus Flu Burung (Avian Influenza). Inpres 1 Tahun 2007 menginstruksikan kepada pemerintah daerah dan kementerian teknis untuk meningkatkan intensitas dan melakukan langkah-langkah konkret dan efisien untuk penanganan dan pengendalian virus flu burung.
Belajar dari pengalaman Komnas FBPI dalam pengoordinasikan pengendalian penyakit flu burung, mengingatkan banyak pihak bahwa pengendalian penyakit zoonosa tidak lagi sektoral, namun memerlukan kerjasama antar sektor. Dampak ekonomi dan sosial penyakit flu burung serta kematian tinggi pada manusia menjadi pelajaran penting mengenai kerjasama yang erat dan interaksi antara dokter hewan, dokter manusia, dan profesi kesehatan masyarakat serta profesi lain. Integrasi sektor merupakan strategi untuk memperluas kolaborasi interdisipliner dan komunikasi pelayanan kesehatan bagi manusia, hewan, dan lingkungan (Sherman 2010).
Hasil Penskoran Data Penelitian
Deskripsi hasil penskoran data penelitian terhadap variabel implementasi kebijakan terdiri atas 5 varibel yaitu komunikasi (X1), sumber daya (X2), disposisi (X3), struktur birokrasi (X4), dan kualitas koordinasi (Y). Operasionalisasi ke-5 variabel tersebut terdapat dalam kuisioner terstruktur yang terdiri atas 50 pertanyaan.
10
Tabel 5 Frekuensi skor jawaban responden untuk variabel komunikasi No Karakteristik Tidak
Setuju
Kurang Setuju
Netral Setuju Sangat setuju
7 Koordinasi pelaksaan program dengan kementerian teknis
7 21 20 13 222
8 Pengawasan dan evaluasi pelaksanaan program oleh
Total skor variabel komunikasi adalah 218 yang menunjukkan kategori baik. Responden menilai bahwa transmisi komunikasi yang dilakukan oleh Komnas FBPI terhadap pelaksana kebijakan telah berjalan dengan baik. Selanjutnya proses penyampaian informasi pelaksanaan kebijakan pembagian tugas sudah sesuai dengan kewenangan setiap instansi disamping itu kejelasan dalam komunikasi yang dilakukan oleh Komnas FBPI dirasakan telah memadai.
Responden menilai bahwa petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis sebagai bagian dari kejelasan komunikasi dapat diterima oleh pelaksana kebijakan. Informasi dan komunikasi yang dinilai baik mempermudah pelaksana dalam mengimplementasikan tugas dan fungsinya sehingga pelaksana kebijakan dapat terarah sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
Komunikasi pengendalian penyakit zoonosa merupakan perekat yang memungkinkan setiap sektor secara bersama-sama dapat melakukan fungsinya dengan baik. Menurut Sproul dalam Purwanto (2003), 69% personel yang bekerja dalam suatu organisasi menggunakan komunikasi verbal, baik berbicara, mendengar, menulis, dan mambaca. Proses komunikasi dalam suatu organisasi memungkinkan orang-orang untuk saling bertukar informasi.
11 Tabel 6 Frekuensi skor jawaban responden untuk variabel sumber daya No Karakteristik Tidak
1 Ketersediaan sumber daya manusia (SDM)
13 10 33 5 213
2 Kemampuan SDM di Komnas FBPI
2 33 22 4 211
3 Tingkat pengalaman SDM di Komnas FBPI
6 16 35 4 220
4 Ketersediaan SDM di kementerian teknis
9 9 41 2 219
5 Kemampuan SDM di kementerian teknis
4 30 26 1 207
6 Tingkat pengalaman SDM di kementerian teknis
5 12 39 5 227
7 Kesediaan dana untuk mengolah kewenangan koordinasi
1 13 11 30 6 210
8 Kesediaan dana untuk mengolah program
10 Kondisi sarana dan prasarana penunjang
12 Akses informasi kejadian kasus
2 7 12 28 12 224
13 Sikap kementerian teknis menanggapi info kebijakan baik. Responden menilai bahwa secara keseluruhan variabel sumber daya pelaksana kebijakan menunjukkan indikasi yang baik. Sumber daya manusia sebagai unsur pelaksana kebijakan telah tersedia dan mencukupi. Selanjutnya responden menilai kompetensi pelaksana cukup memadai sehingga akan cukup mendukung keberhasilan pelaksanaan kebijakan.
12
Kewenangan Komnas FBPI kepada pemerintah daerah adalah dengan pembentukan komda yang akan merumuskan kebijakan, strategi, dan langkah-langkah yang diperlukan dalam rangka pencegahan, pengendalian, dan penanggulangan flu burung serta kesiapsiagaan menghadapi pandemi influenza di wilayah administrasi masing-masing sesuai dengan kebijakan, strategi, dan pedoman serta arahan yang ditetapkan oleh Komnas FBPI. Harapan dari pembentukan komite daerah adalah memperlancar fungsi komando pengendalian flu burung seperti ditunjukkan pada Gambar 2.
Variabel disposisi mewakili pendapat responden tentang sejauh mana pemahaman responden tentang subtansi kebijakan, pemahanan petugas dalam pelaksanan tujuan kebijakan, dan dukungan insentif yang tersedia bagi pelaksana serta kesesuaian harapan pelaksana dengan tujuan kebijakan. Penilaian responden terhadap variabel disposisi terdapat pada Tabel 7.
Tabel 7 Frekuensi skor jawaban responden untuk variabel disposisi No Karakteristik Tidak
Setuju
Kurang
Setuju Netral Setuju
Sangat
2 Dukungan kementerian teknis terhadap pelaksanaan
kebijakan
5 13 25 18 239
3 Sikap kementerian teknis dalam melaksanakan program
9 19 29 4 211
4 Jalinan kerjasama antar staf Komnas FBPI dengan staf kementerian teknis
1 6 16 30 8 221
5 Kesesuaian harapan antara Komnas FBPI dengan kementerian teknis
1 7 21 31 1 207
13
Tabel 7 Frekuensi skor jawaban responden untuk dimensi disposisi (lanjutan) No Karakteristik Tidak
Setuju
Kurang
Setuju Netral Setuju
Sangat
setuju Total 6 Tunjangan atau insentif bagi
Komnas FBPI
2 13 24 20 2 190
7 Tunjangan atau insentif bagi kementerian teknis
1 17 21 19 3 189
Total varibel disposisi 212
Responden menilai bahwa pengetahuan pelaksana mengenai substansi kebijakan menunjukkan indikasi yang baik dengan total skor 212. Responden menilai dukungan pelaksana teknis terhadap pelaksanaan program pengendalian flu burung telah berjalan dengan baik. Loyalitas pelaksana terhadap pelaksanaan kebijakan yang baik menunjukkan dukungan yang tinggi pelaksana kebijakan terhadap kebijakan yang dilaksanakan oleh Komnas FBPI. Insentif atau tunjangan teknis yang mendukung pelaksanaan kebijakan dinilai cukup oleh responden. Hal ini menyebabkan dukungan yang diberikan oleh pelaksana kebijakan belum optimal.
Transisi pengendalian flu burung yang sektoral menjadi pengendalian flu burung yang membutuhkan integrasi seluruh sektor memerlukan suatu proses transformasi yang tidak selalu berlangsung lancar. Hal ini disebabkan karena perubahan seringkali disertai dengan aneka macam konflik yang muncul. Untuk mengatasi tantangan terhadap perubahan maka diupayakan agar sektor yang terlibat dalam perubahan program pengendalian flu burung memahami alasan konsep pengendalian terpadu. Dorongan bantuan, pelatihan, sumber daya, dan insentif sebagai imbalan persetujuan menerima perubahan merupakan strategi untuk menerima perubahan (Winardi 2005).
Variabel struktur birokrasi mewakili pendapat responden tentang sejauh mana perfoma dan kejelasan struktur birokrasi yang berkaitan dengan tata laksana pengendalian flu burung di Indonesia. Faktor kelembagaan dan penyiapan POS pengendalian flu burung menghindarkan terjadinya fragmentasi dukungan pemangku kebijakan. Adapun hasil penilaian responden terhadap variabel struktur birokrasi terdapat dalam Tabel 8.
Tabel 8 Frekuensi skor jawaban responden untuk variabel struktur birokrasi No Karakteristik Tidak
Setuju
Kurang
Setuju Netral Setuju
Sangat
setuju Total
1 Tingkat koordinasi antara kementerian teknis dengan
5 Pelaksanaan Renstranas di kementerian teknis
14
Tabel 8 Frekuensi skor jawaban responden untuk dimensi struktur birokrasi (lanjutan)
6 Pola pelaksanaan program berdasarkan Renstranas
Total variabel struktur birokrasi 221
Responden menilai bahwa variabel struktur birokrasi berjalan dengan baik dengan total skor 221. Indikator POS dalam pelaksanaan kebijakan telah memadai. Responden menilai bahwa tingkat koordinasi antar instansi terkait dengan pelaksanaan program pengendalian flu burung sudah berjalan dengan baik. Sebagai contoh, dalam program pengendalian flu burung pada burung lair, maka Komnas FBPI telah membuat Rencana Strategis Pengendalian Flu burung pada Burung Liar di Indonesia. Dalam hal yang sama Komnas FBPI menerbitkan Pedoman Pasar Sehat dan Rantai Distribusinya.
Responden menilai pemangku kebijakan mempunyai kepedulian yang baik dalam pelaksanaan kebijakan oleh Komnas FBPI. Selanjutnya responden menilai bahwa struktur birokrasi yang ada saat ini telah mendukung pelaksanaan kebijakan pengendalian flu burung yang dilakukan oleh Komnas FBPI.
Kualitas koordinasi oleh Komnas FBPI terdapat pada Tabel 9. Kualitas koordinasi mewakili pendapat responden mengenai koordinasi pengendalian flu burung secara nasional, internasional, dan kesesuaian program serta harmonisasi program pengendalian flu burung.
Tabel 9 Frekuensi skor jawaban responden untuk variabel kualitas koordinasi No Karakteristik Tidak
Setuju
Kurang
Setuju Netral Setuju
Sangat
setuju Total 1 Komnas FBPI mengatur
mekanisme koordinasi
4 Koordinasi Komnas FBPI dengan LSM dan swasta
3 19 25 14 233
5 Keterlibatan organisasi lain diluar Komnas FBPI
8 10 36 7 225
6 Koordinasi Komnas FBPI dengan pemda
1 9 12 34 5 216
7 Tranparansi dan akses kejadian kasus
15 Tabel 9 Frekuensi skor jawaban responden untuk variabel kualitas koordinasi
(lanjutan)
No Karakteristik Tidak Setuju
Kurang
Setuju Netral Setuju
Sangat
setuju Total 8 Program pengendalian flu
burung oleh kementerian teknis sesuai dengan Renstranas
1 5 12 41 2 221
9 Dukungan organisasi lain terhadap Renstranas
4 10 33 14 240
10 Program flu burung pemda sesuai dengan Renstranas
2 13 10 33 3 205
11 Koordinasi Komnas FBPI dengan organisasi di luar Komnas FBPI
7 16 34 4 218
12 Keterlibatan Komnas FBPI dalam program
pengendalian flu burung secara internasional
8 15 31 7 220
13 Intensitas komunikasi antara Komnas FBPI dengan kementerian teknis dan organisasi lain
1 4 16 36 4 221
Total variabel kualitas koordinasi 220
Responden menilai bahwa kualitas koordinasi yang dilakukan oleh Komnas FBPI telah berjalan dengan baik dengan total skor 220. Efisiensi dalam peningkatkan kualitas koordinasi setiap sektor menurut reponden telah mendukung program pengendalian flu burung. Setiap variabel dalam implementasi kebijakan dirasakan memadai bagi Komnas FBPI dan pelaksana kebijakan yaitu kementerian teknis anggota Komnas FBPI, pemerintah daerah, dan organisasi di luar Komnas FBPI.
Kategori komunikasi yang baik menunjukkan bahwa transmisi tujuan dan sasaran kebijakan oleh Komnas FBPI kepada pelaksana teknis telah sesuai. Setiap personel yang terlibat dalam implementasi kebijakan oleh Komnas FBPI telah memahami apa yang mesti dilakukan. Kategori sumber daya yang baik menunjukkan bahwa dalam implementasi kebijakan oleh Komnas FBPI didukung oleh sumber daya manusia dan anggaran yang sudah memadai. Kategori disposisi yang baik menggambarkan bahwa pelaksana kebijakan telah memahami maksud dan sasaran program pengendalian flu burung oleh Komnas FBPI. Responden menilai bahwa struktur birokrasi saat ini telah mendukung implementasi kebijakan program pengendalian flu burung dan kesiapsiagaan menghadapi pandemi influenza.
Hasil Analisis Jalur
16
Model persamaan stuktural dalam kerangka konsep penelitian seperti ditunjukkan pada Tabel 2. Selanjutnya hipotesis dari bentuk substruktur kerangka konseptual penelitian dari setiap model adalah sebagai berikut:
1. Model ke-1
Komunikasi (X1) mempengaruhi struktur birokrasi (X4) 2. Model ke-2
Komunikasi (X1) dan struktur birokrasi (X4) secara simultan maupun individual berpengaruh terhadap disposisi (X3)
3. Model ke-3
Komunikasi (X1), struktur birokrasi (X4), dan disposisi (X3) secara simultan maupun individual berpengaruh terhadap sumber daya (X2) 4. Model ke-4
Komunikasi (X1), struktur birokrasi (X4), disposisi (X3), dan sumber daya (X2) secara simultan maupun individual berpengaruh terhadap fungsi koordinasi (Y).
Hasil perhitungan analisis jalur menggunakan IBM SPSS Statistic 20 dari uji regresi liner setiap model persamaan struktur di dekomposisikan dalam bentuk persamaan struktur sebagai berikut:
1. Model ke-1
Y1 = ρx4x1X1 + ρx4 ⃰εx4
Y1 = 0.604X1 + 0.365⃰ εx4
2. Model ke-2
Y2 = ρx3x1X1+ρx3x2X2+ρx3 ⃰εx3
Y2 = 0.699X1 + 0.202X2 + 0.347⃰ εx3
3. Model ke-3
Y3 = ρx2x1X1 + ρx2x4X4+ ρx2x3X3 + ρx2 ⃰εx2
Y3 = 0.212X1 + 0.233X4 + 0.447X3 + 0.361⃰ εx2
4. Model ke-4
Y4 = ρyx1X1 + ρyx2X2+ ρyx3X3+ ρyx4X4+ ρy ⃰εy
Y4 = 0.244X1+-(0.101)X2+ 0.121X3 + 0.572X4 + 0.295⃰εy
17
Koefisien jalur kerangka konseptual penelitian menunjukkan bahwa komunikasi dan struktur birokrasi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kualitas koordinasi. Namun demikian sumber daya dan disposisi tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap kualitas koordinasi.
Rangkuman dekomposisi dari koefisien jalur, pengaruh langsung dan tidak langsung serta pengaruh variabel implementasi terhadap kualitas koordinasi disajikan dalam Tabel 10.
Koefisien jalur positif artinya jika terjadi peningkatan variabel implementasi kebijakan akan diikuti dengan peningkatan variabel yang lain. Sebaliknya koefisien jalur negatif artinya jika terjadi peningkatan variabel implementasi kebijakan maka akan menurunkan nilai variabel yang lainnya (Sugiyono 2011). Gambar 3 Hasil analisis jalur. Pengaruh signifikan, - - Pengaruh tidak signifikan
Tabel 10 Koefisien jalur variabel implementasi kebijakan
No Variabel
Penga- ruh lang-
sung
Pengaruh tidak langsung Total
Melalui
18
Hasil analisis jalur yang digunakan untuk mengetahui pengaruh setiap variabel implementasi kebijakan terhadap kualitas koordinasi oleh Komnas FBPI menunjukkan bahwa total pengaruh variabel implementasi kebijakan oleh Komnas FBPI terhadap kualitas koordinasi adalah 52.8%, sedangkan 47.2% dipengaruhi oleh faktor lain di luar implementasi kebijakan. Berdasarkan data tersebut maka variabel implementasi kebijakan oleh Komnas FBPI terhadap kualitas koordinasi relevan untuk dikaji. Pengaruh setiap variabel implementasi kebijakan terhadap kualitas koordinasi yang dilakukan oleh Komnas FBPI diperoleh dari koefisien jalur sebagaimana terdapat pada Tabel 11.
Pengaruh Variabel Komunikasi
Total pengaruh variabel komunikasi terhadap kualitas koordinasi yaitu 18.5%. Pengaruh langsung komunikasi (5.9%) terhadap kualitas koordinasi lebih kecil dibandingkan dengan pengaruh komunikasi secara tidak langsung (12.6%). Pengaruh terbesar komunikasi secara tidak langsung adalah melalui stuktur birokrasi. Pengaruh langsung dan tidak langsung variabel komunikasi ditunjukan pada Tabel 12.
.
Tabel 12 Pengaruh langsung dan tidak langsung variabel komunikasi Pengaruh langsung dan tidak langsung Koefisien
jalur
melalui strutur birokrasi (X4) 1.2×10-1 melalui disposisi (X3) 6.5×10-3 melalui sumber daya (X2) 4.5×10-6 melalui X3 dan X2 8.9×10-6 melalui X4,X3, X2 2.9×10-7
total pengaruh tidak langsung 1.3×10-1a 12.6%
Total pengaruh langsung dan tidak langsung 18.5%
a
Jumlah bilangan dalam kolom tidak tepat sama dengan angka total akibat pembulatan.
Komunikasi merupakan syarat utama terciptanya efektivitas suatu kebijakan. Agar implementasi kebijakan dapat berlangsung efektif, maka setiap aktor yang terlibat didalamnya harus memahami apa yang mesti dilakukannya (DiNitto 1999). Efektivitas koordinasi pengendalian flu burung oleh Komnas FBPI, terjadi melalui proses komunikasi satu sama lain, karena melalui komunikasi akan tercipta pemahaman tentang apa yang dikerjakan serta cara
19 mengerjakannya. Pengalaman Komnas FBPI mengungkapkan bahwa banyak waktu yang digunakan untuk meyakinkan sesama penyelenggara negara tentang bahaya flu burung (Komnas FBPI 2010).
Permasalahan dan hambatan yang dihadapi Indonesia terkait dengan komunikasi program pengendalian dan penanganan flu burung adalah (1). kurangnya koordinasi antar sektor dalam perencanaan dan pengendalian flu burung dan kesiapsiagaan menghadapi pandemi influenza, (2) kurangnya pemahanan dan kesadaran seluruh lapisan masyarakat terhadap flu burung dan risikonya, dan (3) adanya distorsi informasi yang diterima oleh masyarakat (Bappenas 2005). Dalam mengatasi hambatan-hambatan yang terjadi serta sebagai upaya mempercepat pengendalian flu burung, diperlukan langkah-langkah komprehensif dan keterpaduan semua pihak terkait yaitu dengan melakukan komunikasi yang penuh empati. Komunikasi risiko menjadi prioritas dalam pengendalian flu burung karena potensi penyakit ini yang dapat menyebabkan pandemi. Prinsip komunikasi risiko adalah mengintegrasikan setiap perencanaan atau strategi pengendalian sebagai bagian dari upaya pencegahan dan respon terhadap kewaspadaan pandemi influenza. Komunikasi risiko dilakukan terutama dalam upaya penanganan krisis atau masalah yang menyangkut kesehatan merupakan bagian penting dalam pengendalian penyakit (Reynold dan Sandra 2008).
Pengaruh komunikasi secara langsung yang lebih kecil dibandingkan dengan pengaruh tidak langsung komunikasi terhadap kualitas koordinasi dapat disebabkan karena konflik yang berlangsung diantara kebanyakan organisasi merupakan gejala yang sifatnya endemis karena tidak hanya bisa diatasi dengan komunikasi dan koordinasi. Konflik yang terjadi dapat disembuhkan dengan cara menyempurnakan kemampuan komunikasi antar pribadi (interpersonal communication) (Wahab 2004). Salah satu contoh pendekatan komunikasi antara peternak dan pemerintah adalah melalui participatory epidemiology. Pendekatan ini melibatkan masyarakat dalam program kesehatan dan kesehatan hewan dan tidak hanya digunakan untuk flu burung saja, namun untuk penyakit zoonosa lainnya (Jost et al. 2007). Pada tahun 2008 pemerintah Indonesia mengimplementasikan program kesehatan hewan melalui PDSR yang didukung oleh Food and Agriculture Organization (FAO). Sedangkan di sektor kesehatan dibentuk DSO yang didukung oleh World Health Organization (WHO).
Ancaman akan munculnya pandemi influenza membuat semua pemangku kebijakan dan masyarakat peduli akan penyakit flu burung. Koordinasi yang efisien program pengendalian flu burung tidak hanya lintas sektor pemerintah saja namun melibatkan organisasi profesi, LSM, organisasi internasional, negara donor, sektor swasta, dan partisipasi masyarakat. Kolaborasi lintas disiplin keilmuan mendorong komunikasi antara profesi kesehatan masyarakat, dokter manusia, dan dokter hewan untuk mengembangkan ide dan kerangka kerja bersama dalam pelayanan kesehatan manusia dan hewan (Schelling et al. 2005).
20
jaringan komunikasi antara semua mitra dan lembaga internasional seperti (WHO, FAO, dan World Organization for Animal Health (OIE)), komunikasi massa ke masyarakat, dan komunikasi serta informasi pada kelompok risiko tinggi dan kelompok strategis (Bappenas 2005).
Hasil studi The United Nation Children’s Fund (UNICEF) tahun 2006 mengungkapkan bahwa 73% reponden menyatakan bahwa penyakit flu burung tidak akan berjangkit di daerah mereka dan pengetahuan masyarakat tentang flu burung tinggi namun masyarakat merasa flu burung bukan merupakan ancaman. Sedangkan hasil survei yang dilaksanakan oleh UNICEF pada tahun 2008 menyatakan bahwa 31% responden memahami akan pandemi AI. Responden hanya memahami bahwa AI dapat menyebabkan kematian serta kepanikan massa, namun tidak memahami bahwa jika pandemi AI akan menyebar dengan cepat. Selain itu responden juga tidak memahami secara jelas arti pandemi influenza dan apa yang harus dilakukan ketika hal itu terjadi. Keberagaman materi komunikasi flu burung dan pandemi influenza serta tidak adanya prioritas pesan informasi yang diterima terkait flu burung mengakibatkan masyarakat menjadi bingung. (Komnas FBPI dalam Indriyati 2010). Masyarakat sebagai penerima pesan komunikasi, diharapkan dapat ikut serta dalam menjaga kesehatan masyarakat. Membangun pengertian publik merupakan bagian dari ideologi demokrasi dan praktik-praktik diskursif dalam sistem pemerintahan (Briggs 2011).
Melihat permasalahan dalam upaya penanganan dan pengendalian flu burung di Indonesia, maka perlu kajian mengenai performa komunikasi. Komunikasi risiko bertujuan memberikan informasi terkait risiko yang bermakna, relevan, dan akurat dalam istilah yang jelas dan mudah dipahami khalayak. Komponen terpenting dari analisis risiko adalah upaya membangun kepercayaan dan persepsi. Dengan membangun kepercayaan dan persepsi akan menentukan bagaimana individu-individu masyarakat beraksi terhadap suatu risiko (Duit et al.
2010).
Pengaruh Variabel Struktur Birokrasi
21 Tabel 13 Pengaruh langsung dan tidak langsung variabel struktur birokrasi Pengaruh langsung dan tidak langsung Koefisien jalur Proporsional
pengaruh
Pengaruh langsung 5.7×10-1 32.7%
Pengaruh tidak langsung
melalui disposisi (X3) 6.0×10-4 melalui sumber daya (X2) 0.0×100 melalui X3 dan X2 8.2×10-7
total pengaruh tidak langsung 6.0×10-4a 0.06%
Total pengaruh langsung dan tidak langsung 32.8%
a
Jumlah bilangan dalam kolom tidak tepat sama dengan angka total akibat pembulatan.
Herbert (2007) menyatakan bahwa keberhasilan program pengendalian flu burung dan kesiapsiagaan menghadapi pandemi influenza tergantung pada struktur birokrasi, kepedulian pejabat tinggi di kementeria teknis, dan pengalaman pengendalian flu burung yang dilakukan di suatu negara. Negara dengan sistem pemerintah yang kuat seperti Laos, Vietnam, Thailand, dan Kamboja mempunyai sistem pengendalian terpadu. Sistem pengendalian yang terpadu pada akhirnya juga akan menguntungkan negara donor, LSM dan organisasi internasional dalam memberikan dukungan dana dan kegiatan.
Keberhasilan suatu kebijakan tergantung pada kemampuan kelompok yang mempunyai pengaruh untuk memaksakan kehendaknya. Jika kelompok dominan tersebut tidak ada, maka implementasi kebijakan yang dikehendaki mungkin hanya bisa dicapai melalui suatu proses panjang yang bersifat inkremental dan saling pengertian di antara mereka yang terlibat (partisan mutual adjustment). Dalam situasi tertentu distribusi kekuasaan dapat menimbulkan kemacetan pada saat implementasi kebijakan walaupun kebijakan tersebut secara formal telah disahkan (Wahab 2004). Kunci utama dalam komunikasi yang adalah keterbukaan, empati, dan berbagi kewenangan.
Menurut Hood dalam Wahad (2004), guna mencapai implementasi yang sempurna diperlukan sistem satuan administrasi tunggal (unitary administrasive system) yang memiliki satu sistem komando. Indonesia yang merupakan negara demokrasi dengan sistem desentralisasi hampir tidak mungkin mewujudkan hal tersebut. Kekuatan koordinasi sangat tergantung pada sistem birokrasi yang secara administrasi mampu mengoordinasikan kegiatan dari banyak instansi secara sistematis. Birokratisasi dapat menjadi kekuatan yang baik untuk mencapai pelaksanaan kegiatan yang efisien (Sinambela 2008).
22
informasi kembali terputus pada saat pengiriman sampel kasus ke laboratorim yang menaungi bidang kesehatan dan bidang kesehatan hewan.
Indonesia merupakan negara sedang berkembang. Masyarakat mengalami transisi dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern. Pengalaman Indonesia yang mengalami penjajahan yang terlalu lama, berdampak pada sistem birokrasi pemerintah. Hal ini tercermin pada seleksi kenaikan pangkat, penerimaan pegawai sampai dengan pelaksanaan tugas yang pada umumnya mengutamakan loyalitas individu kepada pimpinan dan harus sesuai dengan pimpinan. Sedangkan pengaruh sistem kerajaan yang pernah ada di Indonesia menyebabkan aparatur negara, pejabat negara sebagai priyayi serta ada budaya sungkan terhadap atasan walaupun atasan melakukan penyimpangan (Sinambela 2008).
Pengaruh Variabel Disposisi
Nilai koefisien jalur variabel disposisi tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas koordinasi Komnas FBPI. Total pengaruh variabel disposisi terhadap kualitas koordinasi adalah 1.5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa disposisi dengan indikator pemahanan, dukungan, dan loyalitas kurang memiliki keeratan hubungan dalam melaksanakan kebijakan yang dilaksanakan oleh Komnas FBPI sebagaimana terdapat pada Tabel 14. Konsekuensinya pemerintah tidak perlu mempertimbangkan variabel disposisi dalam upaya meningkatkan koordinasi penyakit yang bersifat lintas sektor.
Tabel 14 Pengaruh langsung dan tidak langsung variabel disposisi Pengaruh langsung dan tidak langsung Koefisien
jalur
Proporsional pengaruh
Pengaruh langsung 1.2×10-1 1.5%
Pengaruh tidak langsung
melalui sumber daya (X2) 0.0×100 0.0%
total pengaruh tidak langsung 0.0×100 0.0%
Total pengaruh langsung dan tidak langsung 1.5%
Nilai koefisien jalur variabel disposisi diperoleh tidak relevan dengan konsep implementasi kebijakan yang menuntut adanya disposisi berupa pemahanan, dukungan dan loyalitas. Disposisi pelaksana yang baik akan mendukung pelaksanaan kebijakan yang optimal. Terdapat tiga kemungkinan pelaksanaan disposisi kebijakakan yaitu (1) melaksanakan kebijakan, (2) menolak kebijakan, dan (3) bersikap netral dalam arti mengerjakan apabila ada manfaat dibalik pelaksanaan kebijakan tersebut. Menurut Edward III dalam DiNitto (1999), banyak kebijakan yang masuk ke dalam wilayah penolakan. Kebijakan ini mesti diimplementasikan secara seksama karena pelaksana kurang berminat mendukungnya.
23 tahun dan menyebabkan keengganan untuk melakukan inovasi ataupun terobosan dalam menjalankan tugas dan fungsinya (Wahab 2004).
Pengaruh Variabel Sumber Daya
Analisis jalur untuk variabel sumber daya menunjukkan bahwa variabel sumber daya tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas koordinasi. Besarnya pengaruh langsung dan tidak langsung variabel sumber daya terdapat pada Tabel 15.
Tabel 15 Pangaruh langsung dan tidak langsung variabel sumber daya Pengaruh langsung dan tidak langsung Koefisien jalur Proporsional
pengaruh
Pengaruh langsung 1.0×10-1 0.01%
Pengaruh tidak langsung
Total pengaruh tidak langsung 0.0×100 0.0%
Total pengaruh langsung dan tidak langsung 0.01%
Variabel sumber daya yang terdiri atas indikator staf, kewenangan, fasilitas, dan informasi tidak memiliki keeratan hubungan yang signifikan dalam pelaksanaan kebijakan pengendalian penyakit lintas sektor. Hasil ini tidak relevan dengan konsep implementasi kebijakan yang menuntut adanya sumber daya yang baik. Menurut Edward dalam DiNitto (1999) menyebutkan bahwa kendati aturan implementasi mungkin telah ditransmisikan, jelas, dan konsisten namun apabila kekurangan sumber daya untuk melaksanakannya, maka implementasi akan tidak berjalan dengan efektif. Oleh karena dalam implementasi kebijakan pengendalian penyakit zoonosa, sumber daya merupakan variabel yang seharusnya mempengaruhi efektifitas fungsi koordinasi. Kolaborasi antara institusi kesehatan masyarakat dan kesehatan hewan mampu memperkuat pelayanan kesehatan yang lebih baik dengan menggunakan sumber daya yang ada dan mengidentifikasi strategi pengendalian penyakit zoonosa (Schelling et al. 2005).
Koordinasi Pengendalian Flu Burung
Berdasarkan Perpres 7 Tahun 2006 tentang Komite Nasional Pengendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza, Komnas FBPI mempunyai tugas untuk (1) menetapkan kebijakan dan rencana strategis serta pedoman umum pencegahan, pengendalian, dan penanggulangan flu burung, (2) menetapkan langkah-langkah yang diperlukan dalam rangka pencegahan, pengendalian, dan penanggulangan flu burung, (3) mengoordinasikan pelaksanaan kegiatan pencegahan, pengendalian, dan penanggulangan flu burung, (4) melakukan evaluasi pelaksanaan strategi nasional, dan menyelesaikan masalah yang timbul dalam kegiatan pencegahan, pengendalian, dan penangulangan flu burung, (5) pengelolaan data dan informasi terkait flu burung, dan (6) memberikan arahan kepada komite provinsi dan komite kabupaten kota.
24
pelaksanaan kegiatan pengendalian yang dilakukan setiap sektor dengan tugas dan fungsi yang melekat pada masing-masing kementerian teknis (Bappenas 2005). Namun demikian, pada saat implementasi kegiatan pengendalian flu burung, kementerian teknis melakukan kegiatan pengendalian flu burung yang tidak sesuai dengan yang terdapat dalam Renstranas tersebut. Kementerian teknis mempunyai mekanisme penganggaran kegiatan yang menjadi rutinitas setiap tahunnya.
Dokumen Rencana Strategis dan Rencana Aksi Nasional Penanganan Flu Burung pada Burung Liar di Indonesia (Mulyono et al. 2008) dan Pedoman pasar Sehat dan Rantai Distribusinya (Komnas FBPI et al. 2008) merupakan 2 dokumen yang dihasilkan oleh Komnas FBPI. Pedoman ini dibentuk secara bersama-sama antara kementerian teknis, perguruan tinggi, LSM, dan organisasi internasional yang mempunyai kompetensi di masing-masig bidang. Dokumen ini telah disahkan pada tahun 2008, namun sampai saat ini belum ada landasan hukum yang memayungi pelaksanaan program yang ada didalamnya.
Langkah langkah strategis yang telah dilaksanakan oleh Komnas FBPI antara lain dengan melakukan refocusing Renstranas pada tahun 2007. Refocusing
oleh Komnas FBPI dilatarbelakangi oleh kondisi sesungguhnya yang dihadapi dalam proses pelaksanaan program pengendalian flu burung dan kesiapsiagaan menghadapi pandemi influenza. Tantangan yang dihadapi dalam perkembangannya adalah dinamika masyarakat, ketersediaan dana, mekanisme koordinasi, dan evaluasi berjalan terhadap efektifitas program yang dijalankan. Dalam refocusing tahap pertama disepakati bahwa komunikasi, informasi, dan edukasi menjadi prioritas pertama diikuti dengan surveilans epidemiologi dan penanganan virus pada sumbernya (Komnas FBPI 2007). Renstranas merupakan dokumen hidup (living document) yang kemudian akan dilakukan evaluasi dan peninjauan ulang secara interaktif melalui diskusi dan pembahasan.
Tantangan Koordinasi
Tantangan koordinasi yang juga dihadapi oleh Komnas FBPI adalah mengenai pelaksanaan kegiatan penelitian yang sering kali tumpang tindih. Koordinasi penelitian tentang flu burung sangat diperlukan dalam keselarasan dan keterpaduan program maupun upaya penyelesaian masaah flu burung di Indonesia (Fatmawati dan Putri 2008).
25 pemerintah daerah (Setneg 2007). Dengan demikian dukungan pemerintah daerah terhadap bidang kesehatan hewan sangat beragam tergantung dari pengetahuan dan kesadaran pemerintah daerah setempat akan pentingnya bidang kesehatan hewan.
Kerjasama internasional yang merupakan salah satu prinsip dalam koordinasi pengendalian penyakit flu burung mengalami kendala dalam hal menyamakan sistem birokrasi. Lembaga perserikatan bangsa-bangsa (PBB) dan lembaga donor mempunyai sistem birokrasi yang berbeda-beda. Dukungan teknis oleh FAO dan WHO dalam kegiatan surveilans dan monitoring. FAO bekerja sama dengan kementerian pertanian sedangkan WHO bekerjasama dengan kementerian kesehatan (Forster 2009). Namun demikian dukungan keuangan antara pemerintah dengan lembaga internasional seringkali tidak sepadan karena setiap negara donor mempunyai prioritas sendiri (Herbert 2007). LSM dan organisasi internasional sering kali tidak mempunyai kesamaan program dengan pemerintah. Hal ini disebabkan karena kegiatan yang dilakukan berdasarkan keinginan dari yang memberi dana. Berbagai masalah tersebut di atas sering kali menimbulkan tumpang tindih kegiatan dan membuang waktu dan uang saja (Duit
et al. 2010).
Berbagai permasalah di atas menunjukkan bahwa dalam proses kebijakan selalu akan terbuka kemungkinan terjadinya perbedaan antara apa yang diharapkan. Gejala tersebut dikenal dengan implementation gap (Dunsire dalam Wahab 2004). Besar kecilnya implementation gap tergantung pada kapasitas implementasi Komnas FBPI dalam mengimplementasikan tugas dan fungsinya dalam mengoordinasikan kegiatan pengendalian flu burung dan kesiapsiagaan menghadapi pandemi influenza. Menurut Egonmwan dalam Makinde 2005 ketidakberhasilan implementasi kebijakan terjadi karena adanya intervensi kekuatan politik yang secara administrasi juga dirancang sedemikian rupa sesuai dengan yang diinginkan.
Kebijakan apapun didalam suatu negara mengandung risiko untuk gagal. Implementasi yang tidak berhasil biasanya terjadi manakala suatu kebijakan telah dilaksanakan sesuai dengan rencana, namun mengingat kondisi eksternal ternyata tidak menguntungkan kebijakan tersebut tidak berhasil. Selain itu secara institusi, aneka kegiatan kelompok berkeinginan melindungi nilai-nilai tujuan dan kepentingan sendiri. LSM dan organisasi internasional sering kali tidak mempunyai kesamaan program dengan pemerintah. Hal ini disebabkan karena kegiatan yang dilakukan berdasarkan keinginan dari yang memberi dana. Dan hal ini sering kali menimbulkan tumpang tindih dan membuang waktu dan uang saja.
26
Analisis Kebijakan di Bidang Kesehatan Masyarakat Veteriner
Munculnya penyakit zoonosa baru dalam waktu yang tidak terduga, membuat berbagai pihak menyadari akan pentingnya kesehatan hewan sebagai bagian dari kesehatan manusia. Ekspansi populasi dan globalisasi perdagangan menyebabkan perubahan ekologi yang menjadi faktor penyebab meningkatnya penyakit zoonosa yang berpotensi menimbulkan wabah. Tantangan munculnya penyakit zoonosa dapat dihadapi dengan melakukan integrasi antara profesi dokter hewan, profesi kesehatan manusia, masyarakat serta dukungan kebijakan publik (Brown 2004).
Potensi penyakit zoonosa yang dapat menimbulkan wabah merupakan tantangan dalam kesehatan masyarakat veteriner. Kebijakan publik yang ditetapkan ketika wabah penyakit menular terjadi sering kali diputuskan secara cepat tanpa memperhatikan konsekuensi administrasinya, sehingga menimbulkan konsekuensi yang tidak diinginkan termasuk kurangnya kepercayaan masyarakat. Memahami akan hal tersebut maka proses mengidentifikasi hambatan dalam implementasi kebijakan menjadi hal yang sangat penting untuk meningkatkan respon terhadap kejadian wabah di masa yang akan datang. Klarifikasi peran dan tanggung jawab dalam sistem kesehatan masyarakat akan mengurangi konflik dan menjaga kredibilitas kebijakan publik. Pendekatan yang lebih transparan dan terbuka dalam hal mengoordinasikan bukti ilmiah dalam pengambilan keputusan publik. Hal ini mencerminkan realitas adanya pendapat ekternal di luar konteks kesehatan pada saat pengambilan keputusan kebijakan publik dalam bidang kesehatan masyarakat veteriner (Rosella et al. 2013). Kebijakan dalam kesehatan hewan harus mempertimbangkan dampaknya terhadap kesehatan manusia. Keputusan kebijakan kesehatan hewan diharapkan mampu meminimalkan resiko penyakit pada manusia (Nunnery 2006).
Pelayanan kesehatan hewan memiliki peran yang penting dalam pengendalian penyakit zoonosa yang memiliki implikasi bagi kesehatan manusia dan hewan. Dokter hewan memiliki peran yang besar dalam konteks intervensi kesehatan masyarakat. Schelling et al. (2005) menyebutkan bahwa dokter hewan mempunyai peran yang sangat luas dalam bidang kesehatan. Konsep “one medicine” dalam kesehatan masyarakat merupakan bagian dari program pengendalian penyakit zoonosa, program penyediaan pangan yang sehat, program penelitian komparatif bidang kesehatan, bagian dari konsep epidemiologi dan kesehatan lingkungan serta kesehatan mental dan budaya.
27
4
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil penskoran data menunjukkan bahwa variabel komunikasi, struktur birokrasi, disposisi, sumber daya, dan kualitas koordinasi mempunyai skor yang baik. Responden menilai bahwa setiap variabel implementasi kebijakan dan kualitas koordinasi yang dilakukan oleh Komnas FBPI telah memadai dan didukung oleh pelaksana kebijakan. Namun demikian dari seluruh masalah yang terdapat dalam kualitas koordinasi, 52.8% dapat dijelaskan dalam penelitian ini.
Hasil analisis jalur menunjukkan bahwa komunikasi dan struktur birokrasi secara signifikan mempengaruhi kualitas koordinasi. Komunikasi merupakan syarat utama terciptanya efektivitas kebijakan. Melalui proses komunikasi akan tercipta pemahaman tentang apa yang dikerjakan serta cara mengerjakannya. Kekuatan koordinasi tergantung pada sistem birokrasi dengan administrasi yang sistematis. Sedangkan disposisi dan sumber daya tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas koordinasi menunjukkan adanya keengganan personel untuk melakukan perubahan pola pengendalian penyakit yang terpadu. Sehingga kendati aturan implementasi telah ditransmisikan, jelas dan konsisten namun apabila kekurangan sumber daya untuk melaksanakannya, maka implementasi kebijakan kurang efektif. Komunikasi dan birokrasi menentukan keberhasilan program pengendalian penyakit. Komunikasi saja tidak cukup, namun perlu adanya struktur birokrasi, disposisi, dan sumber daya yang memadai.
Saran
Saran dalam penelitian ini adalah (1) perlu dilakukan pendekatan
28
DAFTAR PUSTAKA
[Bappenas] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2005. Rencana Strategis Nasional Pengendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza 2006-2008. Jakarta (ID).
Basuno E. 2009. Review dampak wabah dan kebijakan pengendalian flu burung di Indonesia. AKP 6(1):314-334.
Briggs CL. 2011. On virtual epidemics and the mediatization of public health.
Lang Commun. 31:217-228. doi:10.1016/j.langcom.2011.03.003.
Budiman. 2009. Kajian peranan lingkungan sebagai faktor risiko kejadian luar biasa (KLB) penyakit flu burung pada manusia [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Brown C. 2004. Emerging zoonoses and pathogen of public health significance – on overview. Rev sci tech Off int Epiz 23 (2):435-442.
Duit A, Galaz V, Eckerberg K, Ebbesson J. 2010. Governance, complexity and resilience. Global Environ Chang. 20:363-368. doi:10.1016/j.gloenvcha.2010.04.006.
DiNitto DM. 1999. Social Welfare, Politics and Public Policy.5th ed. New Jersey (US): Allyn and Bacon.
Ekboir JM. 1999. The role of public sector in the development and implementation of animal health policies. Pre Vet Med. 40:101-115.
Fatmawati M, Galih P. 2008. Rangkuman Kumpulan Penelitian dan Kajian Flu Burung di Indonesia 2004-2009. Jakarta (ID): Komnas FBPI.
Forster P. 2009. The Political Economy of Avian Influenza in Indonesia. STEPS Working Paper 17: Brighton (UK).STEPS Centre.
Herbert B. 2007. Coordination of Avian Influenza and Human Influenza Activities. Bangkok (TH): Brad Herbert Assiciates.
Idrus M. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial. Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif Ed ke-2. Hayati, editor. Jakarta (ID): Erlangga.
Jones K, Patel NG, Levy MA, Storeygard A, Balk D, Gittleman, Darzak P. 2008. Global trends in emerging infectious disease. Nature. 451:990-994. doi:10.1038.
Jost, Mariner, Roeder, Sawitri, Macgregor-Skinner. 2007. Participatory epidemiology in disease surveillance and reseach. Rev sci tech Off int Epiz. 26(3):537-547.
Indriyati R. 2010. Performa komunikasi risiko dalam upaya penanganan dan pengendalian avian influenza (kasus penanganan pengendalian avian influenza di Kabupaten Tangerang Banten [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[Kemenkes] Kementerian Kesehatan. 2013. Laporan Kasus Flu Burung ke-193 [Internet]. [diunduh 2013 Juni 20]. Tersedia pada: http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/2330-laporan-kasus-flu-burung-ke-193.html.
29 Kusnendi. 2008. Model-Model Persamaan Struktural Satu dan Multigrup Sampel
dengan Lisrel. Bandung (ID): Alfabeta.
[Komnas FBPI] Komite Nasional Pengendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza. 2010. Building a plane while flying it. Perjalanan Komnas FBPI 2006-2010. Jakarta (ID): Komnas FBPI.
[Komnas FBPI; CIVAS; USDA] Komite Nasional Pengendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza; Center of Indonesian Veterinary Analytical Studies; United States Department of Agriculture. 2008. Pedoman pasar sehat dan rantai distribusinya. Jakarta (ID): Komnas FBPI.
[Komnas FBPI] Komite Nasional Pengendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza. 2007. Re-Focus strategi penanganan flu burung di Indonesia. Jakarta (ID): Komnas FBPI.
Makinde T. 2005. Problem of policy implementation in developing nations: The Nigerian experience. J Soc Sci. 11 (1) : 63-69.
Mulyono et al.2010. Rencana Strategis dan Rencana Aksi Nasional Penanganan Flu Burung pada Burung Liar di Indonesia. Setijanto H, editor. Jakarta (ID): Komnas FBPI.
Natawiria AS, Riduwan, Irawan H, Rifaldi, R, Noviaristanti S. 2010. Statistika Bisnis.Bandung (ID): Alfabeta.
Nunnery J, Frederick J, Angulo A, Tollefson L. 2006. Public health and policy.
Pre Vet Med. 73:191-195. doi:10.1016/j.prevetmed.2005.09.014.
Purwanto. 2003. Komunikasi Bisnis.Kristiaji W, editor. Jakarta (ID): Erlangga. Rosella et al. 2013. Pandemic H1N1 in Canada and the use of evidence in
developing public health policies – a policy analysis. Soc Sci Med. 83:1-9. Reynold B, Sandra CQ. 2008. Risk Communication Framework Effective
Communication During an Influenza Pandemic The Value Using a Crisis and Emergency. Health Promot Pract. 9:138-178.
Riduwan dan Kuncoro. 2011. Pengantar Statistika untuk Penelitian: Pendidikan, Sosial, Komunikasi, Ekonomi dan Bisnis. Akdon, editor. Bandung (ID):Alfabeta.
Schelling E, Wyss K, Bechir M, Moto D, Zinsstag J. 2005. Synergy between public health and veterinary services to deliver human and animal health interventions in rural low income settings. BMJ. 331:1264-1267.
[Setneg] Sekretariat Negara. 2011. Peraturan Presiden Nomor 30 Tahun 2011 tentang Komite Nasional Zoonosis. Jakarta (ID).
[Setneg] Sekretariat Negara. 2007. Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Jakarta (ID).
[Setneg] Sekretariat Negara. 2006. Perpres 7, 2006 tentang Komite Nasional Pengendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza. Jakarta (ID).
Sherman DM. 2010. A global veterinary perpective on the concept of one health : Focus on livestock. ILAR J. 51(30):281-282.
Sugiyono. 2011. Statistika Nonparametris untuk Penelitian. Bandung (ID): Alfabeta.
30
Widodo J. 2011. Analisis Kebijakan Publik (Konsep, Aplikasi Proses Kebijakan Publik). Malang (ID). Bayumedia.
31
RIWAYAT HIDUP
Mira Fatmawati dilahirkan di Batu, tanggal 10 Mei 1981. Penulis merupakan anak bungsu dari 5 bersaudara putri Bapak Almarhum Abdul Hasim dan Ibu Ngatinah. Menikah dengan Kendik Purwono dan dikaruniai 2 orang anak Rahma Ayu Medina dan Rahma Ardiyanti.
Sebelum kembali lagi ke dunia pendidikan di pascasarjana IPB pada tahun 2011, penulis berkerja di Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor dari tahun 2005 sampai 2006, kemudian bekerja di Komnas FBPI pada tahun 2006 sampai 2011 dan kemudian bekerja di Majalah TOBOS pada tahun 2011-2012.
Organisasi yang pernah diikuti oleh penulis adalah anggota LSM kesehatan hewan yaitu The center of indonesian veterinary analytical studies (CIVAS) dan pada tahun 2011 bergabungan dengan LSM yang bergerak di bidang sosial yaitu Bangsa Kita Peduli (BKpeduli).