• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis merkuri (Hg) dan sianida (CN) pada beberapa ikan hasil tangkapan nelayan di Teluk Kao, Halmahera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis merkuri (Hg) dan sianida (CN) pada beberapa ikan hasil tangkapan nelayan di Teluk Kao, Halmahera Utara"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KANDUNGAN MERKURI (Hg) DAN SIANIDA (CN)

PADA BEBERAPA JENIS IKAN HASIL TANGKAPAN

NELAYAN DI TELUK KAO, HALMAHERA UTARA

SILVANUS MAXWEL SIMANGE

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ” Analisis Kandungan Merkuri(Hg) dan Sianida (CN) pada Beberapa Ikan Hasil Tangkapan Nelayan di Teluk Kao

Kabupaten Halmahera Utara” adalah karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi

manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, November 2010

(3)

ABSTRACT

SILVANUS MAXWEL SIMANGE. Content Analysis of Mercury (Hg) and cyanide (CN) on Some Types of Fish Catch Fishermen in the Gulf of Kao, North Halmahera. Supervised by DOMU SIMBOLON and DEDI JUSADI.

The disposal of mercury (Hg) and cyanide (CN) in the gold mining activities in North Halmahera Regency Kao Bay can cause habitat damage and contamination or poisoning and death of various types of biota that live around the area, including fish and humans. Therefore the aim of this study is to determine the content of mercury (Hg) and cyanide (CN) in water consumption and some types of fish catches around the Gulf of Kao and the level of appropriateness for consumption. Location of fish sampling conducted near the mouth of the river in the Cape Taolas Kao Bay (station 1) and Tanjung Akesone (station 2). While the analysis of heavy metal content in water and the fish is done at the in laboratory research centers and industrial development Manado and Limnology Laboratory in Bogor Agricultural University Bogor using AAS method. Samples of fish that contain mercury in measuring and sianidanya is white shrimp or fish Panaeus merguensis jackfruit seeds or Upeneus sp, fish red Snapper or Lutjanus sp, and Belanak/Mugil sp. Based on laboratory reults showed that mercury (Hg) and cyanide (CN) in seawater around the Gulf of Kao is still below the threshold limit (0.0002 ppm Hg, and CN 0.001 ppm).

Compared with water quality standards according to category C Kep-20/MENKLH/I/1990. The content of mercury (Hg) in the liver into 4 types of

fish was higher (0.13 to 0.51 ppm) compared to the flesh (0.02 to 0.19 ppm). The most high fish liver content of mercury is fish jackfruit seeds (from 0.45 to 0.51). The content of cyanide (CN) in the liver was also higher (6.0 to 18 ppm) than in meat (4,2 to 9,7 ppm). Referring to the standard intake of mercury on the human body that have been established by WHO in Darmono (2008) of 0.5 ppm, the red Snapper fish, Belanak fish, fish and shrimp jackfruit seeds safe for consumption. While the content of cyanide into the body already exceed safe levels. ranging from 1.52 ppm - 4.5 ppm, WHO (2004). Thus, red snapper, mullet, and shrimp are caught in the Cape and Cape Akesone Taolas Kao Bay is at a critical level (harmful) when consumed.

(4)

RINGKASAN

SILVANUS MAXWEL SIMANGE ; Analisis Kandungan Merkuri (Hg) dan Sianida (CN) pada Beberapa Jenis Ikan Hasil Tangkapan Nelayan di Teluk Kao ,Halmahera Utara Dibimbing oleh DOMU SIMBOLON dan DEDI JUSADI.

Penggunaan merkuri (Hg) dan sianida (CN) dalam aktivitas penambangan emas di Teluk Kao Kabupaten Halmahera Utara dapat menimbulkan kerusakan habitat dan kontaminasi/keracunan serta kematian berbagai jenis biota yang hidup disekitar kawasan tersebut, termasuk ikan dan manusia. Oleh karena itu tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan merkuri (Hg) dan sianida (CN) pada perairan dan beberapa jenis ikan konsumsi hasil tangkapan disekitar Teluk Kao serta tingkat kelayakannya untuk dikonsumsi. Lokasi pengambilan sampel ikan dilakukan didekat muara sungai yang ada di Teluk Kao yaitu Tanjung Taolas (stasiun 1) dan Tanjung Akesone (stasiun 2). Sedangkan analisis kandungan logam berat pada air dan ikan dilakukan di Laboratorium balai penelitian dan pengembangan industri, manado dan Laboratorium Limnologi Institut Pertanian Bogor menggunakan metode AAS. Sampel ikan yang di ukur kandungan merkuri dan sianidanya adalah Udang putih/ Panaeus merguensis, ikan Biji nangka/ Upeneus sp, ikan Kakap merah/ Lutjanus sp. dan Belanak/ Mugil sp. Berdasarkan hasil laboratorium menunjukkan bahwa kandungan merkuri (Hg) dan sianida (CN) pada air laut disekitar Teluk Kao masih dibawah ambang batas ( Hg 0,0002 ppm, dan CN 0,001 ppm). dibandingkan dengan baku mutu air golongan C sesuai Kep-20/MENKLH/I/1990. Kandungan merkuri (Hg) pada organ hati ke 4 jenis ikan tersebut lebih tinggi (0,13 – 0,51 ppm) dibandingkan pada dagingnya (0,02 – 0,19 ppm). Hati ikan yang paling tinggi kandungan merkurinya adalah ikan Biji nangka (0,45 – 0,51). Kandungan sianida (CN) pada organ hati juga lebih tinggi (6,0 – 18 ppm) dibanding pada daging (4,2 – 9,7 ppm). Mengacu pada standar asupan merkuri pada tubuh manusia yang telah ditetapkan oleh WHO dalam Darmono (2008) sebesar 0,5 ppm, maka ikan Kakap merah, ikan Belanak, ikan biji nangka dan udang aman untuk di konsumsi. Sedangkan kandungan sianida yang masuk ke tubuh sudah melebihi ambang batas aman. berkisar 1,52 ppm – 4,5 ppm, WHO (2004). Dengan demikian, ikan kakap merah, belanak, dan udang yang tertangkap di Tanjung Taolas dan Tanjung Akesone Teluk Kao berada pada tingkat yang kritis (membahayakan) bila dikonsumsi

(5)

© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2010

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan

karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu

masalah.

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis

(6)

ANALISIS MERKURI (Hg) dan SIANIDA (CN) pada BEBERAPA

IKAN HASIL TANGKAPAN NELAYAN DI TELUK KAO,

HALMAHERA UTARA

SILVANUS MAXWEL SIMANGE

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Mayor Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)
(8)

Judul Tesis : Analisis Merkuri (Hg) dan Sianida (CN) pada Beberapa Jenis

Ikan Hasil Tangkapan Nelayan di Teluk Kao, Halmahera Utara

Nama : Silvanus Maxwel Simange

NRP : C452070294

Mayor : Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Domu Simbolon, M.Si Dr. Ir. Dedi Jusadi, M.Sc

Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Teknologi Kelautan

Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS.

(9)

PRAKATA

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Kuasa, karena

atas Kasih dan Sayang-Nya penulis diberi kesempatan menyelesaikan Tesis sebagai

syarat untuk memperoleh gelar Magister pada program Studi Teknologi Kelautan,

Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Domu Simbolon, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dalam

penulisan tesis ini.

2. Bapak Dr. Ir. Dedy Jusadi, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing dalam

penulisan tesis ini.

3. Bapak Rektor IPB yang telah sudi memberikan kesempatan kepada penulis

untuk melanjutkan studi di IPB.

4. Bapak Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc, selaku Ketua Program Studi Teknologi

Kelautan.

5. Ibu Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si selaku penguji luar komisi pada ujian tesis.

6. Bapak Bupati Halmahera Utara ”Ir. Hein Namotemo, MSP” yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Program Magister di

Institut Pertanian Bogor.

7. Bapak Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc selaku Ketua Departemen Pemanfaatan

Sumberdaya Perikanan.

8. Saudara Yakup Dimon, A.Md yang telah membantu Penulis selama dilokasi

Penelitian

9. Rekan-rekan mahasiswa IPB dari Pemerintah Daerah Kabupaten Halmahera

Utara (Fredo Uktolseja, Piet Hein Babua, Yesaya Cie, dr. Devie C. Bitjoli, Arifin

Neka, Aser Tidore, Joice Betsy Mahura, Silvanus Maxwel, Johanis Deni Tonoro,

Daud, John Raimond Pattiasina, Juril C. Onthony, Michael Sipahelut, Surya

Darma, Samud Taha, Pitson Kutani, dan Nyoter J.C Koenoe) atas kebersamaan

(10)

semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu atas bantuannya kepada

penulis baik moril maupun materil sampai dengan selesainya penulisan ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Tesis ini masih sangat jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, terbuka ruang atas

saran, masukan, maupun kritik yang konstruktif guna kesempurnaan tulisan ini.

Semoga tulisan ini dapat bermanfaat dikemudian hari.

Bogor, November 2010

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tobelo Kabupaten Halmahera Utara pada tanggal 26

September 1971 sebagai anak kedua dari pasangan H. Simange dan Koenyang Kadua.

Pendidikan Sarjana di tempuh di Jurusan Biologi Lingkungan Pertanian Universitas

Kristen Duta Wacana, Yogyakarta tahun 1996. Pada tahun 2008, Penulis diterima di

Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Departemen Pemanfaatan

Sumberdaya Perikanan mayor Sistem Pemodelan Perikanan Tangkap mendapat

dukungan Beasiswa Pemerintah Daerah Kabupaten Halmahera Utara.

Penuslis bekerja sejak tahun 1998-2002 sebagai tenaga pengajar honorer. di

SMA Kristen Tobelo dan SMA Negeri Tobelo. Pada tahun 2002-2007 dipercayakan

oleh Yayasan Saro Nifero sebagai Wakil Direktur bidang Pengembangan Kampus

Politeknik Perdamaian Halmahera (Politeknik PADAMARA) Tobelo Halmahera

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

DAFTAR ISTILAH ... xvi

1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.5 Hipotesis ... 4

1.6 Kerangka Pemikiran Studi ... 5

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Pencemaran oleh Logam Berat diperairan ... 9

2.2 Logam Merkuri (Hg) ... 10

1.3 Sianida (CN) ... 16

2.4 Kondisi umum perikanan Tangkap di Halmahera Utara ………….19

3 METODOLOGI PENELITIAN ... 25

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 25

3.2 Alat dan Bahan Penelitian ... 25

3.3 Pengumpulan Data……….………25

3.4 Analisis………...27

4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

4.1 Hasil Tangkapan ... 29

(13)

xii

4.3 Kandungan Logam Berat dan Sianida dalam Tubuh Ikan ... 33

4.3.1 Kandungan Merkuri (Hg) dalam Tubuh Ikan ... 33

4.3.2 Kandungan Sianida (CN) pada Ikan Hasil Tangkapan ... 40

4.4.Tingkat Kelayakan Ikan Konsumsi ... 43

5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 47

5.1 Kesimpulan ... 47

5.2 Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 49

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Perkembangan armada perikanan di Teluk Kao………..22 2 Jumlah unit penagkapan dan jumlah nelayan di Teluk Kao………22 3 Produksi perikan laut, jumlah penduduk dan jumlah kelompok

nelayan per Kecamatan di Teluk Kao ……….23 4 Jenis, sumber dan metode pengumpulan data ……….27 5 Jenis ikan yang tertangkap pada stasiun pengamtan

di Teluk Kao………29

6 Komposisi merkuri (Hg) pada bagaian hati dan daging

kakap merah yangtertangkap dari Tanjung Taolas ………... 37 7 Komposisi merkuri (Hg) pada bagaian hati dan daging

belanak yang tertangkap dari Tanjung Akesone ……….. 37

8 Komposisi merkuri (Hg) pada bagaian hati dan daging biji nagka yang

tertangkap dari Tanjung Akesone dan Taolas………38 Komposisi Sianida (CN) pada bagian hati dan daging kakap merah yang

Tertangkap di Tanjung Taolas ………41

10 Komposisi Sianida (CN) pada bagian hati dan daging ikan belanak yang

tertangkap ditanjung Akesone ………. 41

11 Kadar Merkuri (Hg) pada bagian hati dan daging ikan, kaitannya dengan tingkat

kelayakan konsumsi ……….44

12 Kadar Sianida (CN) pada bagian hati dan daging ikan, kaitannya dengan tingkat

(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Kerangka pemikiran ... 7

2 Proses logam berat masuk ke lingkungan laut ... 10

3 Ekotoksikologi merkuri ... 12

4 Efek toksikologi sianida ... 18

5 Peta Kabupaten Halmahera Utara ... 21

6 Potensi dan dampak aktivitas penambangan di Teluk Kao ... 24

7 Kadar Merkuri (Hg) pada daging ikan yang tertangkap dari Tanjung Taolas dan Akesone ... 34

8 Kadar Merkuri (Hg) pada bagian hati ikan yang tertangkap dari Tanjung Taolas dan Akesone ... 39

9 Kadar Sianida (CN) pada daging ikan yang tertangkap dari Tanjung Taolas dan Akesone ... 40

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Peta lokasi penelitian... 55

2 Foto perairan sekitar Tanjung Taolas di Teluk Kao ... 56

3 Hasil analisis lab kandungan merkuri (Hg) dan sianida pada perairan ... 57

4 Lampiran Kep-20/MENKLH/I/1990 ... 58

5 Jenis-jenis ikan yang tertangkap di lokasi penelitian ... 59

6 Hasil analisis merkuri (Hg) pada ikan sampel ... 60

7 Hasil analisis Sianida (CN) pada ikan sampel ... 61

8 Kisaran kandungan merkuri dan sianida pada daging dan bagian hati ikan sampel... 62

(17)

xix

DAFTAR ISTILAH

Cyanida heap leaching : Sianida (CN) yang digunakan untuk

ekstraksi biji emas dan perak, biasanya digunakan dalam bidang

pertambangan

Hutan mangrove : Kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh

disepanjang pantai tropis dan sub tropis yang memiliki fungsi

istimewa di suatu lingkungan yang mengandung garam dan bentuk

lahan berupa pantai dengan reaksi tanah anaerob

Karsiogenik : Menyebabkan kanker

Mangrove : Tumbuhan tropis dan komunitasnya yang tumbuh di

daerah pasang surut

Maximum Suistainable Yield (MSY) : Jumlah maksimal ikan

yang dapat dimanfaatkan dalam kondisi lestari

Mutagenik : Menyebabkan cacat bawaan

Pencemaran laut : Suatu keadaan, dimana suatu zat atau energy

dan unsur lain diintrodusir ke dalam lingkungan laut oleh kegiatan

manusia atau oleh proses alam sendiri

Perikanan Tangkap : Kegiatan ekonomi dalam bidang

penangkapan atau pengumpulan hewan atau tanaman air yang

(18)

Proses biokonsentrasi : Proses suatu bahan kimia dari air masuk

ke dalam organisme melalui insang atau jaringan epitheliat dan

terakumulasi

Proses biokumulasi : Istilah yang lebih luas dan meliputi bukan

hanya biokonsentrasi tetapi juga akumulasi bahan kimia melalui

makanan yang dikonsumsi

Proses biomaknifikasi : mengarah ke total proses yang terjadi,

meliputi biokonsentrasi dan bioakumulasi dimana konsentrasi

bahan kimia yang terakumulasi meningkat dalam jaringan sesuai

dengan tingkatan tropic yang dilewati

Proses biotransfer : Perpindahan secara biologis suatu bahan

kimia dari suatu tingkatan tropik yang rendah ke tingkat yang lebih

tinggi di dalam suatu struktur rantai makanan

Sianida (CN) : Merupakan senyawa kimia carbon-nitrogen yang

terdiri dari sianida sederhana dan sianida kompleks

WPP : Merupakan wilayah pengelolaan perikanan untuk

penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, konservasi, penelitian,

dan pengembangan perikanan yang meliputi perairan pedalamanan,

perairan kepulauan, laut teritorial, zona tambahan, dan zona

(19)

1

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kawasan pesisir Kabupaten Halmahera Utara terutama kawasan pesisir

Teluk Kao memiliki kekayaan sumberdaya hayati dan non-hayati yang cukup

tinggi. Keanekaragaman dan kekayaan sumberdaya tersebut memberikan

manfaat ekologis dan ekonomi yang sangat besar bagi kesejahteraan masyarakat

dan keberlanjutan usaha. Berbagai biota laut berkembang di kawasan tersebut,

antara lain: mangrove, terumbu karang, lamun, dan potensi beberapa sumberdaya

ikan ekonomis penting, seperti ikan teri, teripang, dan cumi-cumi. Potensi

sumberdaya ikan yang terdapat di wilayah perairan Teluk Kao merupakan sumber

matapencarian utama bagi masyarakat nelayan yang menetap di sepanjang Teluk

Kao. Kawasan tersebut menjadi wilayah penangkapan dan budidaya ikan yang

cukup potensial bagi masyarakat yang ada di sekitar.

Selain sumberdaya hayati laut, kawasan Teluk Kao juga memiliki

kekayaan sumberdaya non hayati yang terdiri dari berbagai jenis mineral bahan

tambang, yang memiliki nilai ekonomi tinggi, terutama emas dan perak. Besarnya

potensi emas di kawasan tersebut menjadi daya tarik berbagai pihak untuk

mengeksploitasi baik secara legal maupun ilegal. Mineral tersebut telah

dieksploitasi sejak tahun 1998 oleh PT. Nusa Halmahera Mineral (PT.NHM)

dengan luas wilayah tambang 1.672.968 ha. Disamping itu juga ada

penambangan emas ilegal yang dilakukan oleh masyarakat/ penambangan emas

tanpa izin (PETI).

Besarnya manfaat ekonomi dari eksploitasi bahan mineral tersebut

kemungkinan besar tidak akan dapat menutupi dampak negatif yang ditimbulkan

bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat sekitarnya jika tidak dikelola dengan

baik. Proses penambangan dan ekstraksi mineral terutama emas yang

menggunakan berbagai bahan kimia berupa merkuri (Hg) dan sianida (CN) dapat

merusak lingkungan dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Dalam proses

ekstrasi emas dan perak dari batuan, PT.NHM pada bagian hulu Desa Kobok

(20)

penambangan emas tanpa izin (PETI) yang menggunakan Hg dalam pengolahan

emas dan perak. Kedua bahan kimia tersebut akan menjadi limbah bersama

dengan lumpur dan dibuang di sepanjang sungai kemudian bermuara perairan

Teluk Kao.

Randu dari Media Relation & Communication Wahana Lingkungan Hidup

Indonesia (WALHI) melalui siaran persnya pada tanggal 3 Maret 2007

mengemukakan bahwa sumber penghidupan masyarakat nelayan di Teluk Kao

semakin sulit karena adanya pencemaran bahan-bahan kimia Hg dan CN yang

berasal dari proses penambangan emas di sekitarnya. Sebelum beroperasi

P.T.NHM setidaknya terdapat 150 unit bangan yang beroperasi di Teluk Kao dan

menghasilkan sekitar 3-6 ton ikan teri per unit bagan setiap hari. Setiap unit

bagan di Teluk Kao dapat memperkerjakan sekitar 15 orang dengan penghasilan

Rp 200.000 per orang/hari. Dengan tidak beroperasinya bagan akibat hilangnya

ikan teri di Teluk Kao dewasa ini, maka semakin berkurangnya hasil tangkapan

nelayan setempat sampai 75% dan diperkirakan sekitar 2.250 nelayan tidak

melakukan aktivitas melaut lagi.

Berdasarkan laporan Dinas Kelautan dan Perikanan (2007), sedimen yang

masuk ke Teluk Kao diduga mengandung bahan pencemar logam berat Hg dan

CN yang telah melebihi ambang batas yang diperbolehkan, sehingga daerah

tersebut semakin sulit untuk dikembangkan sebagai daerah penangkapan ikan dan

kegiatan budidaya ikan. Pemasalahan dari bahan kimia toksik ialah karena tidak

dapat didegradasi secara alamiah, sehingga dapat menyebabkan toksik terhadap

ikan dan organisme laut lainnya. Halsted (1972) menyatakan kehidupan

organisme pada lokasi laut yang tercemar oleh bahan kimia toksik ini biasanya

semakin sedikit (berkurang). Lebih lanjut dilaporkan bahwa ikan yang tertangkap

di daerah yang tercemar tersebut ditemukan memiliki tumor pada bagian

badannya dan juga luka-luka erosi yang disebabkan oleh bahan kimia toksik.

Hutagalung (1984), menyatakan bahwa logam berat yang terkonsumsi oleh biota

laut termasuk ikan konsumsi akan mengalami bioakumulasi di dalam tubuhnya.

Jika biota atau ikan tersebut dikonsumsi oleh manusia, maka akumulasi logam

(21)

3

Isu pencemaran oleh logam berat di Teluk Kao semakin banyak mendapat

perhatian masyarakat. Hal ini menimbulkan keresahan masyarakat akan terjadi

kasus-kasus seperti terjadi pada masyarakat Teluk Buyat di Sulawesi Utara.

Kegiatan pertambangan emas akan selalu dihadapkan pada permasalahan sosial

ekonomi akibat dampak yang ditimbulkan bahan pencemar logam berat Hg dan

CN, karena akan berpengaruh terhadap produksi perikanan dan juga dapat

mempengaruhi kesehatan manusia. Tingginya kandungan kedua logam berat Hg

dan CN dapat menimbulkan dampak biologi yang serus karena logam berat

tersebut terkontaminasi dan terakumulasi pada tubuh biota laut melalui rantai

makanan. Bahaya yang besar bagi manusia dalam bentuk methyl merkuri akan

masuk ke tubuh lewat air , ikan, susu dan bahan makanan yang terkontaminasi.

Senyawa beracun ini bisa juga menyebabkan berbagai penyakit termasuk kanker

hingga mengakibatkan kecacatan dan kematian, karena tingkat penyerapannya

tinggi ke dalam tubuh.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan suatu

studi yang sistematis melalui kegiatan penelitian untuk mengetahui kandungan

logam berat Hg dan CN di perairan Teluk Kao dan dalam tubuh ikan hasil

tangkapan nelayan Teluk Kao. Dengan demikian, masyarakat, pemerintah dan

stekeholders lainnya memperoleh informasi yang lengkap dan akurat apakah hasil

tangkapan nelayan dari Teluk Kao masih layak dikonsumsi atau tidak.

1.2 Perumusan Masalah

Keberadaan PT NHM dan PETI sudah meresahkan masyarakat karena

lingkungan perairan di Teluk Kao diduga tercemar dengan logam berat merkuri

(Hg) dan sianida (CN) yang mempengaruhi kuantitas dan kualitas sumberdaya

ikan yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap kesehatan dan keselamatan

manusia yang mengkonsumsinya. Tumbuhan akan menyerap logam berat, dan

selanjutnya tumbuhan laut tersebut akan dikonsumsi oleh sebagian ikan-ikan

herbivor. Ikan herbivor akan dimakan oleh ikan-ikan karnivor atau manusia. Ikan

karnivor akan dimakan oleh jenis karnivora lainnya dan manusia. Semakin tinggi

tingkatan trofik dari proses rantai makanan semakin besar juga bioakumulasi

(22)

negatif bahkan kematian bagi manusia. Adapun fokus pertanyaan dalam

penelitian ini adalah sebagi berikut:

(1) Berapa besar logam merkuri (Hg) dan Sianida (CN) yang terkandung di

perairan dan dalam tubuh ikan yang tertangkap di sekitar aktivitas

penambangan di Teluk Kao.

(2) Seberapa amankah konsumsi ikan dari hasil tangkapan nelayan di Teluk Kao

oleh masyarakat.

1.3 Tujuan Penelitan

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengetahui kandungan logam berat

merkuri (Hg) dan sianida (CN) yang terdapat di perairan Teluk Kao, (2)

Mengetahui kandungan logam berat merkuri (Hg) dan sianida (CN) yang

terdapat pada tubuh ikan konsumsi yang tertangkap dari Teluk Kao, dan (3)

Menentukan tingkat kelayakan hasil tangkapan untuk dikonsumsi.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai: (1) Masukan

bagi masyarakat yang mengkonsumsi ikan yang tertangkap dari Teluk Kao, (2)

Masukan bagi pemerintah dan stakeholders lainnya dalam melakukan pengelolaan

dan pemantauan lingkungan Teluk Kao dan sekaligus membantu dalam proses

pengambilan keputusan, dan (3) Masukan bagi usaha perikanan tangkap dalam

melakukan operasi penangkapan ikan di Teluk Kao.

1.5 Hipotesis

Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian, maka hipotesis yang

diajukan dalam penelitian ini adalah: (1) Kadar logam berat merkuri ( Hg) dan

sianida (CN) yang terdapat di perairan dan dalam tubuh ikan yang tertankap dari

Teluk Kao telah melampaui ambang batas yang diperbolehkan, dan (2) Ikan hasil

(23)

5

1.6 Kerangka Pendekatan Studi

Upaya pembangunan perikanan dan kelautan terus dikembangkan dan

digalahkan baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Salah satu

aspek yang perlu diperhatikan adalah memelihara kualitas dan daya dukung

lingkungan dan potensi lestari, sehingga pebangunan perikanan dan kelautan

dapat berlangsung secara berkelanjutan. Pemanfaatan sumberdaya perikanan

tetap harus diupayakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi protein hewani,

karena itu kelestarian dan kualitas lingkungan mutlak harus menjadi perhatian

semua pihak.

Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani dengan kandungan

lemak rendah, murah dan mudah didapat. Ikan juga muda dicernah dan tidak

meningkatkan kandungan kolesterol di dalam tubuh yang memakannya, dan ikan

dapat mencegah timbulnya penyakit jantung dan tekanan darah tinggi. Ikan yang

layak dimakan adalah ikan yang baik atau mutu ikan yang dimakan memenuhi

standar kesehatan (Diniah,1995).

Siklus hidup ikan berada di dalam lingkungan perairan yang habitatnya

sangat dipengaruhi oleh faktor fisik, biologi dan kimiawi. Jika faktor-faktor

habitat tersebut terjadi perubahan akan mengakibatkan ikan tidak bisa

berkembang dengan baik bahkan akan mengalami kematian. Salah satu sumber

terjadinya perubahan lingkungan perairan ini adalah akibat pencemaran oleh

logam berat. Ikan merupakan organisme air yang dapat bergerak dengan cepat di

dalam air. Ada jenis ikan yang biasanya hidup di perairan dangkal dan berenang

di dasar air dengan mobilitas yang terbatas, dan ada juga yang hidup di perairan

yang dalam dan berenang dekat permukaan air dengan mobilitas yang tinggi

karena dapat berenang dengan cepat. Sebagian ikan mempunyai kemampuan

menghindari diri dari pengaruh polusi, tetapi sebagian ikan yang hidup dalam

habitat yang terbatas seperti sungai, danau dan teluk, mereka sulit melarikan diri

dari pengaruh polusi tersebut. Bahkan sebagian besar ikan yang hidup di dasar

perairan (ikan demersal) yang mobilitasnya relatif rendah, akan kesulitan untuk

menghindar dari pengaruh polusi yang terdapat pada habitatnya. Sebagian besar

(24)

umumnya bahan pencemar tersebut berasal dari berbagai kegiatan industri, rumah

tangga dan pertanian.

Lingkungan perairan Teluk Kao diduga mendapat tekanan yang cukup

besar. Kehadiran dan aktivitas pertambangan di kawasan Teluk Kao, diduga

telah menimbulkan berbagai dampak negatif terhadap pendapatan masyarakat

nelayan. Potensi sumberdaya ikan yang terdapat di wilayah Teluk Kao ini

seyogianya menjadi sumber matapencarian potensial bagi masyarakat nelayan

yang menetap di sepanjang Teluk Kao. Namun setelah beroperasi PT.NHM, hasil

tangkapan nelayan menurun drastis bahkan nelayan bagan tidak beroperasi lagi

karena mereka semakin sulit untuk memperoleh ikan.

Pencemaran oleh logam berat semakin banyak mendapat perhatian

masyarakat. Hal ini mungkin disebabkan kecemasan masyarakat akan terjadi

kasus-kasus seperti terjadi pada masyarakat Teluk Buyat di Sulawesi Utara.

Lingkungan perairan yang tercemar akan mempengaruhi kehidupan organisme,

termasuk ikan dan tumbuhan laut. Unsur-unsur hara yang terkandung di dalam

perairan merupakan zat-zat yang dibutukan dalam kehidupan tumbuhan.

Sementara itu tumbuhan laut merupakan makanan bagi ikan herbivora dan

seterusnya berputar sesuai dengan rantai makanan dan jaring-jaring kehidupan.

Apabila komponen di awal rantai makanan telah mengandung bahan pencemar

berupa Hg dan CN, maka bahan ini akan terbawa terus sampai ke dalam tubuh

yang memakannya.

Penelitian ini mencoba untuk melihat seberapa besar kandungan logam

Hg dan CN pada beberapa ikan hasil tangkapan nelayan di Teluk Kao yang akan

menentukan aman atau tidaknya mengkonsumsi ikan dari Teluk Kao tersebut.

(25)
(26)
(27)

9

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pencemaran Perairan oleh Logam Berat

Pencemaran laut adalah suatu keadaan, dimana suatu zat atau energy dan

unsur lain diintrodusir ke dalam lingkungan laut oleh kegiatan manusia atau oleh

proses alam sendiri. Dalam kadar tertentu menyebabkan terjadinya perubahan

yang mengakibatkan lingkungan laut itu tidak berfungsi seperti semula dalam arti

kesehatan, kesejahteran dan keselamatan hayati (Romimohtarto,1991).

Pencemaran yang disebabkan logam berat akan merusak lingkungan perairan

terutama stabilitas, keanekaragaman dan kedewasaan ekosistem. Dari aspek

ekologis pencemaran logam berat di pengaruhi faktor kadar dan kesinambungan

logam yang masuk dalam perairan, terutama sifat toksisitas, bioakumulasi dan

persistensi baik terhadap faktor fisik, kimia maupun biologi. Logam berat yang

masuk perairan akan mengalami pengendapan, pengenceran dan dapat disperse,

Kemudian diserap oleh organism yang hidup diperairan laut tersebut. Proses

masuknya logam berat ke lingkungan laut dapat dilihat pada Gambar 2.

Setelah insiden penyakit minimata di Jepang terungkap pada tahun 1956

dan kasus keracunan di Irak terjadi di antara tahun 1971 dan 1972, merkuri

diketahui secara luas sebagai bahan kimia golongan logam berat yang bersifat

racun. Merkuri terdapat di lingkungan melalui aktivitas gunung berapi, pelapukan

bantuan, dan penggerakan kembali oleh manusia terhadap merkuri yang terdeposit

di dalam tanah, sendimen, air dan buangan limbah dan tailing (UNEP, 2002).

Ada 3 proses yang terjadi dalam hubungan suatu bahan kimia dengan

organisme di peraian, yaitu: (1) Proses biokosentrasi, yaitu proses suatu bahan

kimia dari air masuk ke dalam organisme melalui insang atau jaringan epitheliat

dan terakumulasi, (2) Proses biokumulasi, yaitu istilah yang lebih luas dan

meliputi bukan hanya biokosentrasi tetapi juga akumulasi bahan kimia melalui

makanan yang dikosumsi, dan (3) Proses biomaknifikasi, yaitu mengarah ke total

proses yang terjadi, meliputi biokonsentrasi dan bioakumulasi dimana konsentrasi

bahan kimia yang terakumulasi meningkat dalam jaringan sesuai dengan tingkatan

(28)

biomaknifikasi suatu bahan kimia di dalam suatu struktur tropik atau rantai

makanan organisme laut dapat terjadi oleh karena adanya suatu proses biotransfer.

Proses biotransfer adalah perpindahan secara biologis suatu bahan kimia dari

suatu tingkatan tropik yang rendah ke tingkat yang lebih tinggi di dalam suatu

struktur rantai makanan.

Sumber : EPA diacu dalam Hutagalung (1984)

Gambar 2 Proses yang terjadi bila logam berat masuk ke lingkungan laut

2.2 Merkuri (Hg)

Merkuri (Hg) berasal dari bahasa Latin hydrargyyrum yang berarti

menguap , sedangkan dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai raksa.

Namun demikian, di kalangan masyarakat dikenal dengan nama merkuri

(Hutagalung,1984). Sejak dahulu Hg telah dimanfaatkan untuk berbagai

kepentingan manusia, terutama dalam bentuk Hgs (Sinabar). Pada waktu itu

Lingkunga n Laut

Turbulensi Arus Laut Arus

Laut

Biota yang beruwaya

Proses Biologi

Proses Fisik dan Kimiawi

Diserap oleh

Organisme Penyerapan Pengendapan Pertukaran Ion

(29)

11

senyawa raksa hanya digunakan untuk keperluan sederhana, misalnya untuk

pembuatan obat dan cat merah (Goldwater & Clarkson, 1972 diacu dalam Hutagalung, 1984).

Pengunaan Hg dalam bidang industri cukup banyak, seperti industri

petanian, alat-alat elektronik, industri cat dan sebagainya. Selain itu dalam industri

pertambangan emas, Hg ini biasanya digunakan untuk memisah emas dari batuan,

umumnya digunakan oleh penambang liar di sekitar daerah pertambangan yang

limbahnya dibuang ke sungai yang kemudian bermuara ke laut (Walhi, 2003).

Merkuri di perairan jarang sekali terdapat dalam bentuk bebas, umumnya

terkait dengan unsur – unsur lain, terutama dengan klorida (Cl), yang senyawanya

diperkirakan berbentuk (HgCl4)-2, (HgCl3)-, (HgCl3Br)- (Rompas, 1991). Kadar

logam merkuri dalam air laut sangat rendah berkisar antara 0,1-1,2 ppb. Dalam

tubuh ikan laut, Hg berbentuk metil merkuri yang memiliki toksitas yang tinggi

dan daya ikat yang kuat melalui proses enzimatik. Melalui proses rantai makanan

akan masuk ke dalam tubuh manusia sehingga menimbulkan efek lethal dengan

keracunan kronis pada manusia (Palar, 1994).

Rompas (1991) menyatakan bahwa secara alamiah merkuri yang terdapat

di dalam perairan adalah kecil. Dengan peningkatan kosentrasi merkuri setelah

masuk ke dalam wilayah perairan, maka merkuri akan mengalami berbagai proses

yang disebut dengan ekotoksikologi. Proses-proses yang terjadi disajikan pada

Gambar 3.

FAO (1990) mengemukakan bahwa Hg yang dapat diakumulasi adalah Hg

yang berbentuk methyl merkuri (CH3-Hg) yaitu bentuk senyawa organik dengan

daya racun tinggi yang dapat diakumulasi oleh ikan dan shellfish. Hg yang diakumulasi dalam tubuh hewan akan merusak /menstimulus sistem enzimatik

yang mengakibatkan penurunan kemampuan adaptasi bagi hewan yang

bersangkutan terhadap lingkungan yan tercemar. Pada ikan, organ yang paling

banyak mengakumulasi merkuri adalah ginjal, hati dan lensa mata (Leland, et al.,

(30)

bagian hati/perut ikan sebanyak 0,002-0,103 ppb dan pada moluska sebanyak

103-173 ppb (Supriharyono, 2007).

Sumber : Rompas (1991)

Gambar 3 Ekotoksikologi merkuri

Pencemaran merkuri (Hg) ( Sifat kimia-fisika ) Lintasan dan Flux Biogeokimia

Air Sedimen Udara

Substansi Lingkungan ORGANISME

Sifat Fisika dan Kimia

Bahan Pencemar Sifat Pencemar Biogeokimia Toksisitas atau Kondisi

Lethal dan Kondisi Sublethal

Biotransformasi Bioakumulasi Transfer

Rantai Makanan Perubahan Sifat dan Dinamika Populasi

(Reproduksi, Imigrasi, Mortalitas) Perubahan Struktur dan Fungsi Ekosistem Keanekaan Spesies, Hubungan Mangsa dan Pemangsa

PERUBAHAN FUNGSI EKOSISTEM (Perbandingan, Respirasi, Terhadap Fotosintetis, Laju

(31)

13

Masuknya merkuri ke laut oleh kegiatan manusia menyebabkan

peningkatan konsentrasi merkuri secara luas, seperti yang terjadi pada kasus

Minamata (Yasuda, 2000). Tambang emas rakyat yang menggunakan sistem

amalgamasi menggunakan merkuri yang disebabkan oleh manusia, ditambah

dengan pembakaran fosil dan industri alkali (de Lacerda, 2003 ; Pacyna et al., 2006), dan pabrik asetaldehida (Yasuda et al., 2004). Saat ini, pertambangan emas skala kecil tersebar di Negara-negara yang sedang berkembang, seperti di

Guyana, Brazil, Tanzania, Kenya (Veiga, 1998 ; Malm, 1998 ; Harada et al., 1999; Ogola et al., 2002), termasuk Indonesia (Kambey et al., 2001 ; de Lacerda, 2003 ; Limbong et al., 2003). Pertambangan rakyat di Sulawesi Utara berada bersama-sama dengan industri pertambangan besar (Limbong et al., 2003).

Masalah lingkungan berkembang karena kurang lebih 200 ton Hg setiap

tahun digunakan di Indonesia dalam pertambangan rakyat (Kambey et al., 2001)

dimana, pada umumnya, 40–50% Hg terbuang ke sungai selama amalgamasi

(tanpa menggunakan retrot) sebagai merkuri metil (metillic mercury) dan 5–10 %

Hg terbuang ke sungai selama proses pergantian (recuperation) Hg yang

digunakan, Selanjutnya, perkiraan Hg yang terlepas adalah berkisar 1,32 kg untuk

1 kg emas (Au) yang diperoleh (de Lacerda dan Salomons, 1998).

Industri pertambangan besar dan pertambangan biji cinnabar, yang

mengekstrak cinnabar yang mengandung Hg (HgS) juga adalah sumber Hg dari

manusia (anthropogenic) karena hasil kegiatan tersebut membuang tailingnya

yang mengandung Hg ke lingkungan (Blackwood and Edinger, 2006 ; Edinger et al., 2006 ). Sedimen berperan penting dalam mengontrol konsentrasi logam berat yang terakumulasi dalam jaringan tubuh biota perairan (Blanchette et al., 2001). Setelah merkuri masuk le lingkungan, maka merkuri yang berbentuk inorganic

akan termetilasi oleh mikroorganisme, terbioakumulasi dalam jaringan tubuh

organisme dan terbiomaknifikasi dalam jaringan makanan di perairan (Ikingura

dan Akagi, 1999 ; Bustamante et al., 2006 ; Yamaguchi et al., 2007). Mikroorganisme dipercaya berperan penting dalam penentu keberadaan merkuri

di lingkungan (Yamaguchi et al., 2007). Hasil dari proses metilasi yang terjadi adalah merkuri metil (MeHg), yang merupakan merkuri yang paling stabil dan

(32)

beberapa mikroorganisme dapat melakukan proses demetilasi dari MeHg menjadi

merkuri inorganik (WHO, 2000).

Merkuri yang termetilasi pada umumnya memiliki daya racun (toxicity)

yang meningkat karena kemampuannya meningkat untuk menembus dinding

membran lipida sel (Bustamante et al., 2006) dari organisme perairan dan manusia. Melalui jaringan makanan dimana proses bioakumulais terjadi,

konsentrasi dari merkuri yang termetilasi meningkat dan termaknifikasi. Pada

akhirnya dimana manusia yang menempati jaringan makanan tertinggi akan

mengakumulasi merkuri dan dampak (intoxication) terjadi. Hal seperti itu terjadi

seperti pada kasus Penyakit Minamata di Jepang (JPHA, 2001). Banyak faktor

yang menyebabkan proses metilasi terjadi, di antaranya adalah faktor biogeokimia

sedimen (Celo et al., 2004 ; Lasut & Rares, 2006). Kemudian, MeHg diakumulasi

oleh organisme perairan, misalnya ikan (Ikingura & Akagi, 1999), kerang-

kerangan ( Bergeron et al., 2004), dan oraginsme lainnya (lasut et al., 2005).

Akumulasi merkuri dalam organisme perairan sangat berhubungan dengan

posisinya dalam rantai makanan (Desta et al., 2007) dan cara hidupnya

(Bustamante et al., 2006) dimana pemangsa memperlihatkan tingkat konsentrasi yang tinggi dalam jaringan tubuhnya dari pada yang dimangsa (Bustamante et al.,

2006). Sistem perairan sangat sensitif terhadap input Hg karena laju bioakumalsi

logam berat ini lebih tinggi dari logam berat lainnya. Bioakumulasi Hg dapat

terjadi dalam rantai makanan perairan sehingga konsentrasi Hg, dapat meningkat

seiring dengan tingkatan rantai makanan (Baker et al., 2004). Hal ini disebut

sebagai proses “biomaknifikasi”. Menurut Lasut et al. (2005), konsentrasi Hg

meningkat dari fitoplankton yang berperan sebagai kelompok produser di perairan

ke ikan karnivore melalui ikan herbivore, atau dengan kata lain bahwa konsentrasi

Hg di fitoplankton lebih kecil dibandingkan ikan karnivora. Selain itu, apabila

input terjadi, maka Hg mengalami proses transformasi menjadi bentuk yang lebih

beracun, misalnya melalui proses metilasi yang terjadi di sedimen perairan dimana

Hg inorganik dirubah menjadi bentuk Hg organik (Ikingura & Akagi, 1999 ; Acha

et al., 2004 ; Bishop et al., 2004 ; Lasut & Reres, 2006), Hg organik umumnya dikenal sebagai Hg metil (MeHg). Pengaruh Hg pada organisme perairan

(33)

15

(Gill et al., 1990), menghambat ekspresi gen dan perubahan morfologi permukaan

filament insang pada kerang laut (Gonzales et al., 2004).

Merkuri inorganik (HgCl2 ) dapat terdistribusi ke dalam jaringan/organ

vital tubuh organisme ikan (Lasut, 1997). Merkuri organik (MeHg) dapat

terakumulasi ke dalam mitokondria dan dapat merusak rantai mitokondria yang

menyebabkan pembentukan radikal bebas dan peroxidasi lipida (Gonzales et al., 2004). Selanjutnya, kontaminasi akut terhadap MeHg dapat menyebabkan

mortalitas (Yole et al., 2007) dan pada tingkatan yang rendah dan kronis dapat menyebabkan kerusakan organ dalam tubuh ikan, khususnya pada sistem saraf

pusat dan sistem kekebalan tubuh. Pengaruh MeHg dengan konsentrasi rendah

pada manusia adalah dapat menyebabkan gangguan neurofisiologis pada manusia

dewasa dimana pada umumnya disebabkan oleh karena konsumsi ikan yang

terkontaminasi (Baker et al., 2004). Walaupun telah banyak penelitian yang mengkaji tentang peningkatan Hg di perairan, namun masih sedikit yang dipahami

tentang dampak potensial dari logam berat tersebut terhadap biota di perairan,

apalagi terhadap komunitas hewan invertebrata parairan laut. Jalur yang penting

masuknya Hg ke dalam rantai makanan dapat melalui cacing, selain alga (Gorski

et al., 2004; Lasut et al., 2005).

Merkuri dapat masuk ke tubuh manusia dengan 3 (tiga) cara, yaitu

melalui : (1) Pencemaran, yaitu dengan mengkonsumsi bahan makanan (ikan,

kerang, cumi dan biota laut lainnya) yang mengandung metil merkuri (H3Hg), (2)

Pernapasan, yaitu dengan menghirup merkuri (Hg) yang diperoleh dari berbagai

sumber, seperti uap merkuri dari hasil pembakaran amalgam, amalgam gigi dan

udara ambient, dan (3) Penyerapan melalui kulit dan ini belum banyak diketahui.

Tubuh kita lebih beradaptasi untuk mengurangi pengaruh keracunan

potensial dari uap merkuri, sehingga pengaruh terhadap kesehatan dari sumber ini

relatif kurang atau langka. Sebaliknya senyawa yang berbentuk metil-merkuri ini

sangat beracun dan berbahaya. Senyawa ini bukan hanya karsinogenik

(menyebabkan kanker ) melainkan juga menyebabkan cacat bawaan (mutagenic).

Dengan kadar 0,05 mg merkuri, dapat meracuni manusia (WHO diacu dalam Darmono, 2008). Keracunan metil-merkuri dapat menyebabkan : (1) gangguan

(34)

(dapat menyebabkan kebutaan) dan cara berjalan, (3) gerakan-gerakan otot tak

disengaja, (4) rusaknya selaput lender dan kulit, dan (5) kematian.

Dalam setiap kasus, ratusan orang meninggal dan ribuan lainnya

terpengaruh dengan kerusakan permanen. Pada kasus keracunan merkuri yang

lebih ringan, orang dewasa mengeluh menurunnya kemampuan bergerak,

menurunkan sensifitas indra raba, rasa dan pandangan. Efek-efek yang lebih

ringan ini, secara umum dapat kembali pada keadaan semula jika pemakaian

merkuri dihentikan. Bayi gagal lahir adalah resiko terbesar dari pemaparan

metil-merkuri tingkat rendah (Karouw, 2001).

2.3 Sianida (CN)

Sianida (CN) merupakan senyawa kimia carbon-nitrogen yang terdiri dari

sianida sederhana dan sianida kompleks. Beberapa sianida sederhana yang larut

dalam air seperti natrium sianida (NaCl), potasium sianida (KAg(CN)2) dan

kalsium sianida (KCN), sedangkan yang memiliki tingkat kelarutan rendah dalam

air yaitu kopper sianida (CuCN). Menurut EPA (1978a), ada beberapa sianida

yang berbentuk gas yang larut dalam air dan sangat beracun antara lain hidrogen

sianida (HCN), sianogen (CN)2 dan klorida sianogen (CNCl). Sianida kompleks

membentuk banyak ikatan dengan logam yang sangat beracun bagi lingkungan.

Sianida banyak digunakan dalam industri baja, industri kimia dan dalam

pertambangan (Curry, 1992). Dalam pertambangan, CN digunakan untuk ekstrasi

biji emas dan perak dari batuan yang dikenal dengan nama cyanida heap leaching. Pada kalangan nelayan, CN dikenal sebagai potas dalam pemboman ikan.

Pelaku-pelaku pertambangan kerap mepromosikan CN sebagai bahan kimia

yang aman, sehingga warga sekitar tambang tidak perlu kuatir terhadap bahan

kimia ini. Padahal CN seukuran biji beras saja bisa berakibat fatal bagi manusia,

sepersejuta gramnya dalam seliter air dapat berakibat fatal bagi ikan. Banyak

pengalaman menunjukan bahwa tak ada perusahan yang berhasil menghindari

kebocorann air dan limbah yang mengandung CN ke ekosistem (Wahli, 2007).

Pada bulan Januari 2000, ditambang emas Baia Mare Romania, bendungan

(35)

17

dan logam berat menuju sungai Tisza. Bahan bercun tersebut mengalir menuju

Danube, dan membunuh 1.240 ton ikan serta mencemari air minum 2,5 juta orang.

Bahkan kabarnya, pencemaran ini meluas ke negara tetanga Hungaria. Penduduk

dan pemerintah Romania harus menanggung bencana. Pada 9 Agustus 2000,

Senat Cekoslovakia secara resmi melarang penambangan yang menggunakan

sianida (cyanide heap leaching technology) melalui penetapan undang-undang.

Bahkan, banyak pakar negara itu menilai implementasi UU tersebut merupakan

akhir dari pertambangan emas di negara tersebut (Czechs Ban, Cyanide Mining

2000 diacu dalam Walhi, 2007).

Sianida yang terdapat di perairan terutama yang berasal dari limbah industri,

misalnya industri pelapisan logam, industri besi baja dan pertambangan emas.

Kadar sianida yang digunakan dalam pertambangan emas dan perak dapat

mencapai 250 mg/liter (EPA, 1987). Dari studi AMDAL, ternyata P.T. NHM,

menggunakan beberapa jenis sianida dalam mengekstrasi emas dan perak dari

batuan antara lain: natrium sianida (NaCN) serta beberapa sianida kompleks yang

sangat berbahaya bagi lingkungan dan makluk hidup lainnya. Pelindingan biji

emas dilakukan dengan penggunaan sianida berkosentrasi relatif tinggi yaitu

mencapai 1200 ppm NaCN untuk memisahkan emas dan perak dari batuan dengan

berbagai proses dan kemudian sebelum limahnya dibuang ke Sungai Kobok

dilakukan proses detoksifikasi (Amdal PT.NHM, 2006).

Belum banyak penelitian yang mengkaji tentang peningkatan CN di

perairan, dan masih sedikit yang dipahami tentang dampak potensial dari CN

tersebut terhadap biota di perairan (ACGIH, 2001), sehingga informasi jalur

masuknya CN ke dalam rantai makanan di perairan laut belum tersedia dengan

baik. Menurut EPA (1978b), beberapa sianida dalam air akan berubah menjadi

senyawa yang sangat beracun jika sianida tersebut terakumulasi dalam tubuh

tumbuhan maupun zooplanton. Waktu paruh sianida dalam perairan belum

diketahui dengan pasti.

Sianida akan lebih cepat masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan dan

makanan jika dibandingkan dengan melalui kulit dan dapat dideteksi dengan

sangat cepat di dalam paru-paru dan darah. Badan Perlindungan Lingkungan

(36)
(37)

19

sianida yang masuk ke dalam tubuh. Natrium sianida jika terkena pada kulit dapat

menyebabkan iritasi dan luka.

2.4 Kondisi Umum Perikanan Tangkap di Kabupaten Halmahera Utara

2.4.1 Potensi sumberdaya ikan Kabupaten Halmahera Utara

Luas perairan Halmahera Utara adalah 19.536,02 Km2 atau 76% dari

luas wilayah keseluruhan mengandung berbagai sumber daya perikanan yang

bernilai ekonomis penting. Berdasarkan data standing stock perikanan Halmahera

Utara sebesar 89.865,69 ton/tahun, maka potensi lestari (Maksimum Sustainable

Yield, MSY) yang dapat dimanfaatkan setiap tahun diperkirakan sebesar 26.946,41 ton/tahun dengan perincian sebagai berikut : (1) perikanan pelagis

sebesar 17.986,44 ton/tahun, dan (2) perikanan demersel sebesar 71.879,25

ton/tahun. Perikanan laut di Halmahera Utara merupakan daerah sebaran jenis

ikan pelagis dan demersel yang mempunyai nilai ekonomis penting. Beberapa

Kecamatan seperti Kecamatan Galela, Loloda Utara, Tobelo dan Tobelo Selatan.

merupakan daerah penangkapan jenis ikan komersial, seperti cakalang, tuna,

kerapu, kakap merah, baronang.

Potensi perikanan di wilayah Kabupaten Halmahera Utara diperkirakan

sebesar 89.865,69 ton/tahun. Pada tahun 2008 produksi perikanan laut dapat

mencapai sebesar 14.686,581 ton. Secara keseluruhan jenis ikan ekonomis penting

yang terdapat dalam sumber daya alam laut di Kabupaten Halmahera Utara yang

ekonomis penting yaitu : cakalang (Katsuwonus pelamis), tatihu/madidihang

(Thunnus albacores), mata besar (Thunnus abesus), albacore (Thunnus alalunga),

layang (Decapterus spp), kembung (Rastreliger sp), lemuru (Clupea spp), Puri

(Stolephorus spp), komo (Auxis spp), bubara (Caranx spp), julung (Hanirhampus

sp),ikan terbang (Cypsilerus sp) peperek (Leiognathus sp), beleso (Sameda sp),

biji nangka (Upeneus spp), gerot-gerot (Prada tyas spp), ikan merah (Lutjanus

spp), kerapu (Ephynephelus sp), suwangi (Priocathus sp), kakap (Lotes spp),

cucut (Hemigalerus sp), pari (Trygen sp), bawal hitam (Pormia niger), bawal putih (Panpus argentus), alu-alu (Siganus sp), jenis – jenis bukan ikan (won fish),

(38)

Sumber daya alam pantai yang terdapat di Kabupaten Halmahera Utara

adalah ketam kenari (Birgus latro), penyu, burung laut, hutan mangrove.

Disamping itu jenis udang (Penaied sp), kepiting (Brachyura sp), cumi-cumi

(Chaphalopoda sp), kerang mutiara (Pinctada maxima), tapis-tapis (Pintada

margarititera), lola (Thodws nilotice), teripang (Holothuridae sp).

Produksi perikanan laut terbesar di Kabupaten Halmahera Utara terdapat

di Kecamatan Tobelo dengan hasil produksi sebesar 4.583 ton/tahun, sedangkan

hasil produksi terendah terdapat di Kecamatan Tobelo Tengah dengan jumlah

produksi sebesar 112 ton/tahun. Total produksi dari seluruh kecamatan di

Kabupaten Halmahera Utara sebesar 11.720 ton/tahun. Pada tahun 2008, hasil

perikanan yang dipasarkan dalam negeri sebesar 5.435,2 ton, mengalami

kenaikan sebesar 13,4% bila dibandingkan pada tahun 2007.

2.4.2 Perairan Teluk Kao

Teluk Kao terletak di Pulau Halmahera bagian utara terdapat pada posisi

1"25'-0"50'LU dan 127"40'-128"10'BT, serta berhadapan langsung dengan

samudera Pasifik. Teluk ini merupakan sebuah cekungan dari dua lengan bagian

utara Pulau Halmahera, melalui sebuah ambang dengan kedalaman lebih kurang

40 m yang berbatasan dengan Laut Filipina bagian selatan (BARMAWIDJAYA et

al., 1989). Bagian barat dan utara Teluk Kao merupakan hamparan luas berbentuk

dataran rendah yang banyak ditumbuhi pohon mangrove dan terdiri dari pantai

berpasir. Makin ke selatan dan timur, kondisi teluk makin menyempit dan

merupakan batas berbatu karang dengan pantai berpasir antara batu-batu dan

hutan mangrove.

Teluk Kao memiliki karkateristik tersendiri karena keunikan bentuk teluk

seperti kantung dengan diameter teluk 15 km2. Teluk ini merupakan daerah

penangkapan ikan bagi nelayan setempat dan terkenal sebagai penghasil udang

dan ikan teri yang relaitif besar. Teluk kao berada di lima wilayah kecamatan,

yaitu Kecamatan Malifut, Kao, Kao Utara, Kao Barat, dan Kecamatan Kao Utara

(39)

21

Sumber : Bapeda Halmahera Utara (2008)

Gambar 5 Peta Pulau Halmahera dan Teluk Kao

2.4.3 Unit penangkapan ikan

Jumlah armada perikanan di Kabupaten Halmahera Utara pada tahun

2008 tercatat sebanyak 5.541 buah, dan alat penangkapan ikan tercatat 4.176

unit. Jika dibandingkan dengan tahun 2007 maka terjadi peningkatan untuk

armada perikanan sebanyak 3.287 buah atau 4,4 %, sedangkan alat penangkapan

ikan meningkat sebesar 561 unit atau 6,8 %.

Armada perikanan yang terdapat di lima kecamatan yang berbatasan

langsung dengan Teluk Kao dapat dilihat pada Tabel 1. Pada Tabel 1 terlihat

secara keseluruhan armada perikanan di kecamatan sekitar Teluk Kao, yang

terdata dari tahun 2007 – 2008. Kapal motor pada tahun 2007 sebanyak 11 unit,

namun pada tahun 2008 jumlahnya menurun menjadi 3 unit. Akan tetapi motor

tempel jumlahnya meningkat dari 134 unit menjadi 235 unit, begitu juga dengan

U

(40)

perahu tanpa motor, jumlahnya meningkat secara signifikan yaitu dari 110 unit

pada tahun 2007, meningkat menjadi 135 pada tahun 2008.

Tabel 1 Perkembangan armada perikanan di Teluk Kao, tahun 2007 – 2008

Jenis Armada (unit) 2007 2008

Sumber : DKP Halmahera Utara (2008)

Beberapa kecamatan di kawasan Teluk Kao ternyata belum memiliki data

tentang jumlah unit penangkapan dan nelayan, dan hanya dua kecamatan yaitu

Kecamatan Malifut dan Kao yang memiliki data (Tabel 2). Dari data yang

tersedia ternyata kecamatan Kao memiliki 149 unit penagkapan dengan jumlah

nelayan 1350 lebih besar jika dibandingakn dengan Kecamatan Malifut yang

hanya memiliki 93 unit pengkapan dengan jumlah nelayan 73 jiwa.

Tabel 2 Jumlah unit penangkapan ikan dan jumlah nelayan setiap kecamatan di Teluk Kao Kabupaten Halmahera Utara, tahun 2007 – 2008

No Kecamatan

Sumber : DKP Halmahera Utara (2008)

2.4.4 Produksi perikanan tangkap

Kawasan Teluk Kao pada awalnya memiliki potensi ikan dan sumberdaya

kelautan lainnya yang cukup tinggi dan merupakan andalan kegiatan

perekonomian di sektor perikanan karena 90% masyarakat adalah nelayan

perikanan tangkap. Hasil produksi perikanan tangkap di Teluk Kao yang tecatat

di Kabupaten Halmahera Utara pada tahun 2005 sebesar 158,5 ton atau 2,58%.

(41)

23

1985 sebesar 2345 ton atau sebesar 27 % dari hasil perikanan tangkap. Selama

kurang lebih 10 tahun terjadi penurunan sebesar 20% dari produksi perikanan

tangkap di Teluk Kao. Jumlah produksi dan rumah tangga nelayan di Teluk Kao

pada tahun 2007 disajikan pada Tabel 3. Terjadinya penurunan produksi atau

tangkapan ikan di Teluk Kao diduga sebagai akibat atau dampak negatif dari

kegiatan penambangan emas yang dilakukan PT. NHM dan Peti (Gambar 6).

Tabel 3 Produksi perikanan laut, jumlah penduduk dan kelompok nelayan menurut kecamatan di Teluk Kao tahun 2007

No Nama Sumber : DKP Halmahera Utara (2008)

Ikan bernilai ekonomis, seperti ikan teri, teripang, dan cumi-cumi di

wilayah Teluk Kao sangat melimpah pada massa sebelum PT. NHM beroperasi

(sebelum tahun 1998), Namun setelah beroperasi PT. NHM, populasi organisme

tersebut menurun drastis dan menghilang hinga saat ini. Beberapa jenis ikan yang

bernilai ekonomis lainnya juga semakin sulit ditemukan, baik ikan pelagis besar,

pelagis kecil maupun ikan demersal. Ikan yang tertangkap dalam jumlah besar

pada tahun 80-an tetapi semakin jarang ditemukan dewasa ini adalah cakalang

(Kasuwonus pelamis), tuna (Thunus spp), tongkol (Euthynnus spp), kembung

(Rasralliger), layang (Decapterus), tembang (Sardinella spp), selar (Selaroides

spp), kakap (Lates spp), kerapu (Ephinephelus spp), dan udang (DKP Halmahera

(42)

.

Gambar 6 Potensi dan dampak aktivitas penambangan di Teluk Kao Teluk Kao

Potensi

Perikana

Penambanga

n Emas

Barang

dan Jasa Limbah

Menurunya

sumberdaya

(43)

25

3

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Tanjung Taolas dan Tanjung Akesone sekitar

Teluk Kao pada bulan Maret-Juni 2010 (Lampiran 1). Sampel dalam penelitan ini

adalah air dan beberapa ikan hasil tangkapan nelayan. Analisis laboratorium

dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian dan Pengembangan Industri (Baristan)

Manadao, dan Laboratorium Produktivitas Lingkungan dan Limnologi, Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

Alat dan bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah:

(1) Kemmerer water sampler untuk mengambil sampel air. (2) Jerigen untuk menampung air sampel.

(3) Kertas label yang digunakan untuk memberi tanda sampel air dan ikan.

(4) Ikan sampel, sebanyak 20 gram berat basah, untuk diamati kadar sianida

(CN) dan merkuri (Hg) yang diterkandung dalam tubuhnya.

(5) Es, digunakan untuk menjaga ikan contoh agar tidak rusak/membusuk.

(6) Air destilata dan larutan kimia, diantaranya adalah HNo3, SnCl2,, HgSO4,,

HCI04.

(7) Wadah yang terbuat dari styrofoam, sebagai tempat untuk menimpan ikan

sampel sebelum dilakukan uji laboratorium.

(8) Freeser, untuk mengawetkan ikan agar tidak terjadi kerusakan.

(9) Alat spektrofotometer penyerap atom (atom absorption spectrophotometer, AAS), untuk analisis kandungan logam berat dalam tubuh ikan.

3.3 Pengumpulan Data

Tahapan dan prosedur yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

(1) Menetapkan area pengambilan sampel.

(44)

(3) Mengambil sampel air dengan menggunakan Kammerer water sampler pada

stasiun pengambilan sampel yang sudah ditetapkan. Air sampel yang

diambil kurang lebih 200 ml untuk tiap titik sampel.

(4) Memasuhkan sampel air ke dalam jeringen yang bersih dan steril.

(5) Memasuhkan jerigen yang berisi sampel air ke dalam coolbox, kemudian memasuhkan es batu ke dalam coolbox yang telah berisi jerigen.

(6) Prosedur penagmbilan sampel air dari point 1-5 didasarkan pada SNI

06-2412-1991 dan SNI 03-7016-2004.

(7) Menetapkan titik pengambilan sampel ikan sebanyak 4 titik yaitu sekitar

Tanjung Taolas dan Tanjung Akesone. Tanjung Taolas merupakan muara

sungai Taolas sedangkan Tanjung Akesone merupakan muara Sungai

Tabobo, dimana bagian hulu kedua sungai tersebut merupakan lokasi

penambangan PT. NHM dan Peti..

(8) Menangkap ikan dengan mengunakan bagan yang sudah ada dan

menggunakan pancing pada titik yang sudah ditentukan. Ikan yang diambil

sebanyak 67 ekor pada semua sampel.

(9) Memasuhkan sampel ikan yang diambil ke dalam wadah plastik dan

kemudian diletahkan dalam coolbox.

(10) Semua sampel air dan ikan disimpan sementara dalam freezer sebelum uji

kadar merkuri (Hg) dan Sianida (CN).

(11) Menguji kandungan Hg dan CN pada sampel air dan sampel ikan. Organ

tubuh ikan yang diuji adalah daging dan bagian hati, yang dilakukan di

Laboratorium Balai penelitian dan Pengembangan Industry, Manado dan

Laboratorium Limnologi IPB, Bogor. Metode analisis menggunakan Atomic

absoption Spectrophotometry (APHA,ED.20,1998,4500-cn-e/Spektro dan APHA,ed.20,1998,3500-HG/Spektro).

Penelitian ini dibagi dalam empat tahapan, yaitu tahap persiapan,

pengambilan sampel , analisis laboratorium serta tahapan penulisan akhir. Jenis

(45)

27

Tabel 4 Jenis, sumber dan metode pengumpulan data

No Data Sumber Data Pengumpulan Data

1

Analisis ikan hasil tangkapan nelayan dilakukan dengan cara deskriptif.

Hasil tangkapan disajikan dalam bentuk tabel atau grafik untuk melihat komposisi

jenis dan jumlah hasil tangkapan.

Kondisi logam berat dianalisis dengan tahapan sebagai berikut:

(1) Menimbang setiap contoh organ ikan.

(2) Setiap contoh organ ikan yang telah ditimbang, dimasukkan ke dalam labu.

(3) Menambahkan larutan asam (HCI04, HNO3) dengan perbandingan 1:4 ke

dalam setiap labu, kemudian dikocok dan didiamkan selama satu malam.

(4) Mendestruksi contoh tersebut tetapi tidak sampai kering, mula-mula

dipanaskan dengan suhu awal 100˚C sampai uap coklat dari nitrat hilang, kemudian menaikan suhu sampai 200˚C hingga larutan jernih dengan volume kira-kira 1,2 ml.

(5) Mengangkat contoh dan mengencerkan menjadi 20 ml dengan menggunakan

aguades, kemudian larutan dikocok dan dibiarkan selama satu malam hingga

mengendap dan larutan bening.

(6) Mengukur kandungan logam berat dengan menggunakan AAS.

Hasil sampel logam berat pada ikan dibandingkan dengan nilai ambang

batas merkuri (Hg) dan Sianida (CN) yang diperbolehkan oleh aturan yang

berlaku melalui studi literatur sehingga diperoleh suatu kesimpulan layak tidaknya

(46)
(47)

29

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Tangkapan

Ikan hasil tangkapan diperoleh dari dua lokasi pengamatan, yaitu sekitar

Tanjung Taolas (stasiun 1) dan Tanjung Akesone (stasiun 2). Tanjung Taolas

merupakan muara sungai Taolas sedangkan Tanjung Akesone merupakan muara

Sungai Tabobo. Jarak antara kedua lokasi pengamatan sekitar 1,4 km dan

keduanya merupakan bagian Teluk Kao.

Jenis ikan yang tertangkap dari Tanjung Taolas sebanyak 11 spesies

dengan jumlah 36 ekor, sedangkan pada Tanjung Akesone hanya ditemukan 9

spesies ikan dengan jumlah 31 ekor. Tangkapan didominasi oleh udang putih (18

%), kakap merah (18 %), belanak (15 %), biji nangka (12 %) dan sotong (8 %).

Tangkapan dari Tanjung Taolas yang paling dominan adalah kakap merah, udang

putih, dan biji nangka, sedangkan dari Tanjung Akesone lebih didominasi oleh

ikan belanak, udang putih, dan biji nangka (Tabel 5).

Tabel 5 Jenis ikan yang tertangkap pada stasiun pengamatan di Teluk Kao

(48)

Berdasarkan analisis komposisi hasil tangkapan (Tabel 5), terlihat bahwa

udang putih dan ikan biji nangka dominan tertangkap di kedua daerah

penangkapan walaupun jarak kedua daerah penangkapan cukup jauh (1,4 km).

Hal ini menunjukkan bahwa udang putih dan ikan biji nangka kemungkinan besar

memiliki daya adaptasi yang lebih baik dibandingkan dengan jenis ikan lain

seperti kakap merah yang hanya dominan di Tanjung Taolas dan belanak yang

hanya dominan di Tanjung Akesone. Pengamatan terhadap profil

parameter-parameter oseanografi pernah dikaji oleh Tarigan dan Edward (2003) yang

menyatakan kondisi hidrologi perairan Teluk Kao relatif masih cocok untuk

berbagi kepentingan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Kep

02/MNLH/I/1988. Namun demikian, dalam kaitannya dengan tingkah laku ikan

di kedua daerah penangkapan tersebut, perlu dikaji lebih lanjut terkait dengan

keberadaan aktivitas penambangan emas.

Simbolon (2007) menyatakan bahwa keberadaan ikan di suatu perairan

sangat dipengaruhi oleh jumlah dan kualitas makanan, serta kondisi

parameter-parameterfaktor oseanografi perairan. Selanjutnya disebutkan bahwa ikan yang

tidak memiliki daya adaptasi tinggi akan cenderung merespon perubahan

parameter-parameter oceanografi dengan cara bermigrasi ke daerah lain, sehingga

akan berpengaruh terhadap penyebaran dan kelimpahan ikan di suatu perairan.

Hutan bakau (mangrove) ditemukan di kedua daerah penangkapan

(Tanjung Taolas dan Akesone) dan kondisinya masih relatif baik. Kondisi ini

diduga berpengaruh terhadap siklus hidup dan penyebaran udang putih, sehingga

udang putih tertangkap cukup dominan, baik di Tanjung Taolas maupun di

Tanjung Akesone. Jenis ikan yang habitatnya di daerah karang seperti ikan kakap

merah dan kerapu hanya tertangkap di daerah penangkapan Tanjung Taolas,

bahkan ikan kakap merah sangat dominan tertangkap di daerah tersebut. Hal ini

dipengaruhi oleh karena wilayah tersebut ditumbuhi oleh hutan bakau (mangrove)

dan terumbu karang. Berbeda dengan daerah penangkapan Tanjung Akesone,

dimana terumbu karang tidak ada sama sekali sehingga tidak sesuai dengan

habitat yang dikehendaki oleh ikan kakap merah dan kerapu.

Jenis (spesies) dan jumlah tangkapan di Tanjung Taolas lebih banyak

(49)

31

tangkap yang sama. Komposisi jenis dan jumlah ikan ini terkait erat dengan

kondisi ekologis Tanjung Taolas yang ditumbuhi oleh hutan bakau dan terumbu

karang. Dengan kondisi terumbu karang dan hutan bakau yang masih baik, maka

kemungkinan besar perairan menjadi lebih subur, sehingga akan membentuk

daerah penangkapan yang potensial. Dugaan tersebut sesuai dengan pendapat

Suproyono (2007) yang menyatakan bahwa terumbu karang merupakan ekosistem

laut yang sangat tinggi produktivitasnya dan merupakan habitat yang cocok untuk

berbagai jenis/spesies ikan.

Kondisi ekologis perairan Teluk Kao sangat didukung oleh kondisi fisik

hutan bakau dan terumbu karang yang masih bagus, khususnya sekitar Tanjung

Taolas (Lampiran 2). Hal ini akan menjadi salah satu penentu tingkat

keberhasilan recruitment dan kelimpahan sumberdaya ikan. Berdasarkan penuturan nelayan setempat, perairan Teluk Kao merupakan daerah penangkapan

yang cukup baik hingga tahun 1998 dengan hasil tangkapan yang bernilai

ekonomis penting seperti ikan teri, teripang, udang, kakap merah, cumi-cumi dan

sebagainya. Namun demikian, dewasa ini nelayan semakin sulit memperoleh

hasil tangkapan yang banyak, bahkan beberapa jenis ikan tertentu jarang

tertangkap. Akibatnya sebagian nelayan Teluk Kao beralih profesi ke usaha lain

karena mereka beranggapan bahwa usaha penangkapan kurang menjanjikan.

Pernyataan nelayan ini ternyata sesuai dengan pengamatan di lapangan bahwa alat

tangkap bagan yang telah rusak tidak diperbaiki lagi, dan dibiarkan hancur oleh

nelayan sehingga bekas-bekasnya cukup banyak ditemukan di sepanjang tanjung

Taolas dan Akesone.

4.2 Kandungan Logam Berat dan Sianida di Perairan Teluk Kao

Perairan Teluk Kao diduga sangat rentan terhadap pencemaran logam

berat yang berasal dari kegiatan penambangan emas yang terdapat di sekitar

perairan tersebut (Desa Tabobo). Jika hal ini terbukti, maka kelimpahan ikan

akan berkurang dan akhirnya dapat mengancam mata pencaharian nelayan yang

beroperasi di perairan Teluk Kao. Bahkan perairan yang kandungan logam

beratnya telah melampaui batas ambang (threshold) yang diperbolehkan dapat

Gambar

Gambar 2 Proses yang terjadi bila logam berat masuk ke lingkungan laut
Gambar 3  Ekotoksikologi merkuri
Gambar 5 Peta Pulau Halmahera dan Teluk Kao
Gambar 6   Potensi dan dampak aktivitas penambangan di Teluk Kao
+5

Referensi

Dokumen terkait

Waktu standar untuk proses perakitan tersebut masih dapat dikurangi dengan cara perbaikan terhadap metode kerja aktual, karena pada metode kerja aktual masih banyak

Penelitian ini menjadi menarik untuk dilakukan dengan harapan bahwa masing-masing anggota organisasi dapat memperhatikan lingkungan sekitar ketika akan melakukan politik

ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh langsung peran audit internal terhadap efektivitas manajemen risiko dengan kompetensi account officer

Sama seperti pada siklus II, guru mitra dibantu peneliti menyiapkan bahan dan materi yang akan dibahas dengan menggunakan aplikasi dari model pembelajaran inkuiri

Sebagai pengguna jasa angkutan pengiriman barang, efisiensi satuan biaya kirim barang yang dapat dilakukan oleh perusahaan kontraktor adalah dengan melakukan

Keberdaaan TPI (Tempat Pelelangan Ikan ) di Pasar Ikan Gaung tidak terlepas dari peran pentingnya para kator, adapun aktor yang dimaksudkan dalam penelitian disini

Dan kepada dai yang akan berdakwah di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Lappa Kabupaten Sinjai untuk lebih banyak memberikan materi dakwah tentang akhlak yang harus

Penentuan standar kualitas dilaksanakan untuk suatu periode tertentu, sedangkan proses pembuatan produk dan jasa ini berlangsung setiap saat, oleh karena itu, setiap saat persoalan