• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perkembangan Tulang Anak Tikus Jantan Dari Induk Yang Diberi Ekstrak Etanol Purwoceng Pada Hari Ke 13-21 Kebuntingan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perkembangan Tulang Anak Tikus Jantan Dari Induk Yang Diberi Ekstrak Etanol Purwoceng Pada Hari Ke 13-21 Kebuntingan"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

PERKEMBANGAN TULANG ANAK TIKUS JANTAN DARI

INDUK YANG DIBERI EKSTRAK ETANOL AKAR

PURWOCENG PADA HARI KE 13-21 KEBUNTINGAN

RISKA AMALIA NUR JANNAH

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Perkembangan tulang anak tikus jantan dari induk yang diberi ekstrak etanol purwoceng pada hari ke 13-21 kebuntingan” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

RISKA AMALIA NUR JANNAH. Perkembangan Tulang Anak Tikus Jantan dari Induk yang diberi Ekstrak Etanol Purwoceng Pada Hari Ke 13-21 Kebuntingan. Dibimbing oleh ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS dan PUDJI ACHMADI.

Purwoceng adalah tanaman asli Indonesia yang akarnya memiliki khasiat terhadap sistem reproduksi. Flavonoid adalah bahan aktif yang menjadi bagian dari kandungan purwoceng. Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh ekstrak etanol purwoceng yang diberikan selama 13-21 hari kebuntingan terhadap pertumbuhan tulang pada anak tikus jantan. Penelitian ini menggunakan 8 ekor anak tikus betina bunting yang mempunyai jumlah anak rata-rata 7-9 ekor. Tikus ini dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok kontrol dan kelompok purwoceng yang diberi ekstrak etanol purwoceng dengan dosis 25 mg/ml untuk 300 gram BB. Pengukuran tulang meliputi hidung sampai os occipital, os atlas sampai os sacrum, os scapula sampai os phalanx, dan os femur sampai os phalanx dan dilakukan selama 7 minggu dimulai hari pertama lahir. Data dianalisis dengan metode sidik ragam (ANOVA-Analysis of Variance). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol purwoceng meningkatkan pertumbuhan panjang os occipital, os atlas sampai os sacrum, os scapula sampai os phalanx, dan os femur sampai os phalanx. Perkembangan os atlas sampai os sacrum meningkat secara signifikan dibandingkan kontrol.

Kata kunci: panjang tulang, purwoceng, tikus.

ABSTRACT

RISKA AMALIA NUR JANNAH. Bone Development of Male Pups Rats from Rat Given Root Extract Purwoceng during day 13-21 of pregnancy. Supervised by ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS and PUDJI ACHMADI.

Purwoceng is an Indonesian indigenous plant which has effect to reproduction system. Flavonoid is an active compound as a part of the ingredient of purwoceng. This research was conducted to observe the effect of etanol extract of purwoceng root that administered during day 13 until 21 of pregnancy on the bone growth of pup male rat. This research used 8 female pregnant rats which have 7-9 pups and were divided into two groups. The purwoceng group were given 25 mg/ml of the extract for 300 gbody weight. The measured bones were from nose to os occipital, os atlas until os sacrum, os scapula up to os phalanx, and from os femur to os phalanx and has been done for 7 weeks, starting from 1 day old of age. Data were analized by ANOVA test. The results showed that purwoceng roots etanol extract increased the length development of os occipital, os atlas until os sacrum, os scapula until os phalanx, and os femur until os phalanx. The increment of os atlas until os sacrum was significant as compare to control.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan

PERKEMBANGAN TULANG ANAK TIKUS JANTAN DARI

INDUK YANG DIBERI EKSTRAK ETANOL AKAR

PURWOCENG PADA HARI KE 13-21 KEBUNTINGAN

RISKA AMALIA NUR JANNAH

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)
(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wata’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari sampai Mei 2015 ini, berjudul “Perkembangan tulang anak tikus jantan dari induk yang diberi ekstrak etanol purwoceng pada hari ke 13-21 kebuntingan.” Tugas akhir ini disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Drh Aryani Sismin Satyaningtijas MSc dan Drs Pudji Achmadi MSi atas bimbingan, arahan, motivasi, waktu, pemikiran, pengertian dan kesabaran selama proses penelitian dan penyusunan tugas akhir ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Drh Min Rahminiwati MS PhD sebagai pembimbing akademik. Selain itu, penulis juga menyampaikan terima kasih kepada staf Laboratorium Fisiologi FKH IPB yaitu Ibu Sri, Ibu Ida, dan Bapak Edi atas bantuan dan kerjasamanya selama penelitian. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih dengan tulus dan hormat kepada H. Sukardjo (papah), Hj. Nuril Mubarokh (Mamah), dan Happy Maria Ulfa (kakak) yang turut memberi doa dan dukungan baik moral maupun material sehingga penulis dapat menyelesaikan kuliah ini dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman satu tim Wahyu Sri Wulandari, Meilany Cyntia, Rio Topan, dan Maulana Sydik atas kerja sama dan dukungan selama penelitian. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Tito Gustien AS yang selalu memberikan semangat dan motivasi. Terakhir penulis menyampaikan terima kasih kepada teman-teman FKH angkatan 48 dan seluruh Civitas Akademik Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis sangat berterima kasih dan terbuka untuk kritik dan saran yang membangun. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Purwoceng 2

Biologi Tikus 3

Testosteron 3

METODE 4

Bahan 4

Alat 4

Prosedur Analisis Data 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

SIMPULAN DAN SARAN 9

Simpulan 9

Saran 9

DAFTAR PUSTAKA 9

LAMPIRAN 12

(11)

DAFTAR TABEL

1 Rataan panjang tulang anak tikus jantan yang diberi ekstrak etanol

purwoceng selama 13-21 hari kebuntingan 7

DAFTAR GAMBAR

1 Pimpinella alpina KDS 2

2 Tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley 3 3 Perbandingan jarak anogenital tikus jantan dan tikus betina 6 4 Cara pengukuran perkembangan tulang anak tikus jantan 6

DAFTAR LAMPIRAN

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia mempunyai berbagai macam tanaman herbal yang sangat berkhasiat. Hutan tropika Indonesia ditumbuhi sekitar 30.000 spesies tumbuhan berbunga dan diperkirakan sekitar 3.689 spesies di antaranya merupakan tumbuhan herbal (Endjo dan Hernami 2004). Penggunaan tanaman herbal sebagai ramuan telah dikenal sejak dahulu. Tanaman herbal sekarang telah banyak beredar di pasaran dan digunakan sebagai alternatif untuk proses penyembuhan penyakit atau untuk proses peningkatkan stamina. Hal ini disebabkan harga tanaman herbal yang relatif murah, mudah didapat dan efek samping yang ditimbulkan sangat minimal. Masyarakat di daerah pedalaman masih mempercayakan penyembuhan penyakit dengan memanfaatkan tanaman herbal yang ada di alam.

Purwoceng (Pimpinella alpina) merupakan tanaman herbal yang akarnya diketahui berkhasiat sebagai diuretikum dan afrodisiak, yakni mampu meningkatkan gairah seksual dan menimbulkan ereksi (Rahayu dan Sunarlim 2002). Senyawa yang diketahui memberi efek afrodisiak antara lain adalah turunan steroid, saponin, alkaloid, tanin, dan senyawa lain yang dapat melancarkan peredaran darah (Anwar 2001). Purwoceng mengandung senyawa kimia yang terdiri dari saponin, sterol, sejumlah kecil alkaloid, oligosakarida. Sterol yang terkandung dalam ekstrak purwoceng adalah sitosterol dan stigmasterol yang merupakan prekursor testosteron yang dapat dikonversi menjadi testosteron di jaringan perifer sedangkan senyawa aktif lain merangsang susunan saraf pusat untuk memproduksi Luteinizing Hormone (LH). Purwoceng dengan kandungan sterolnya juga mampu meningkatkan produksi hormon LH sampai 29.2% (Nasihun 2009). Target sel dari LH adalah sel Leydig pada testis untuk mensekresi testosteron, yang merupakan hormon steroid dari kelompok androgen (Hafez 2000).

Reseptor androgen juga terdapat pada osteoblas dan mampu menstimulasi proliferasi osteoblas dengan bantuan vitamin D. Androgen juga mempengaruhi ekspresi molekul adhesif seperti fibronektin yang memfasilitasi ikatan sel-sel tulang dengan matrik ekstraseluler yang merupakan syarat penting fungsi osteoblastik (Nieschlag dan Behre 2004).

(14)

2

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol akar purwoceng (Pimpinella alpina) selama 13-21 hari kebuntingan pada tikus putih terhadap perkembangan tulang anak jantan (Rattus norvegicus).

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa informasi dan pengetahuan mengenai pengaruh pemberian ekstrak etanol akar purwoceng terhadap perkembangan tulang anak tikus putih jantan (Rattus norvegicus).

TINJAUAN PUSTAKA

Purwoceng

Gambar 1 Pimpinella alpina KDS (Darwati dan Roostika 2006)

(15)

3

Biologi Tikus

Tikus putih atau rat (Rattus sp.) sering digunakan sebagai hewan percobaan atau hewan laboratorium karena telah diketahui sifat-sifatnya dan mudah dipelihara (Malole dan Pramono 1989). Hewan percobaan ini memiliki beberapa keunggulan yaitu penanganan dan pemeliharaannya mudah, umur relatif pendek, sifat reproduksi menyerupai mamalia besar, lama kebuntingan singkat, angka kelahiran tinggi, siklus estrus pendek dan karakteristik setiap fase siklus jelas (Malole & Pramono 1989). Tikus memiliki beberapa galur yang merupakan hasil persilangan sesama jenis. Galur yang sering digunakan untuk penelitian adalah galur Wistar, Long-Evans dan Sprague-Dawley (Weihe 1989). Tikus yang banyak digunakan sebagai hewan percobaan adalah tikus putih (Rattus norvegicus).

Gambar 2 Tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley (Tocang 2010)

Testosteron

(16)

4

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari sampai Mei 2015. Penelitian ini dilakukan di bagian Fisiologi Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor dan di Kandang Hewan Coba, Unit Pengelolaan Hewan Laboratorium FKH IPB.

Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang tikus berupa kotak plastik, tutup kandang berupa kawat, botol minum tikus, spoit, timbangan analitik digital, sonde lambung, gunting, objek gelas, mikroskop, pipet, cotton swab, tisue, kapas, kertas nama, spidol, tabung Erlenmeyer, gelas ukur, corong, blender, pompa vacum, rotary vacuum evaporator (Buchi Rotavapor R-205), chiller, oven, wadah porselin, termometer. Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu tikus, pakan tikus (pellet), ekstrak purwoceng, etanol 70%, eter, NaCl fisiologis 0.9%, sekam, dan akuades.

Metode Penelitian

Pembuatan Larutan Ekstrak Akar Purwoceng

(17)

5

Tahap Persiapan Hewan

Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah 20 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) dari galur Sprague-Dawley yang telah mencapai dewasa kelamin (50-60 hari) dengan jenis kelamin betina dan memiliki bobot badan rata-rata 300 g. Adaptasi merupakan tahap penyesuaian hewan coba terhadap lingkungan sebelum masuk tahap perkawinan. Tahap ini berlangsung selama 3 minggu, pada saat tahap adaptasi dilakukan pemeriksaan feses terhadap keberadaan telur cacing dengan metode natif. Metode natif dilakukan dengan cara menyiapkan kaca objek yang telah ditetesi NaCl fisiologis 0.9% yang telah ditambahkan sedikit feses dari tikus yang akan diperiksa lalu ditutup dengan cover glass dan diamati dibawah mikroskop. Jika hasil pengamatan menunjukkan adanya telur cacing maka tikus diganti. Tikus ini dipelihara dalam kandang yang berbentuk kotak dan terbuat dari plastik, berukuran 30 cm x 20 cm x 20 cm. Kandang tersebut dilengkapi dengan jaring kawat sebagai penutup bagian atas dan lantai diberi sekam sebagai alas, serta botol air minum ad libitum yang dijepit pada jaring kawat. Tikus-tikus tersebut diberikan pakan pelet sehari dua kali (pagi dan sore hari).

Tahap selanjutnya adalah tahap perkawinan. Tikus ini dikawinkan secara alamiah dengan mencampurkan jantan dan betina dalam satu kandang.dengan rasio perbandingan antara jantan dan betina 1:1. Setiap hari dilakukan pengamatan pada tikus betina untuk melihat kebuntingan. Kebuntingan ini ditandai dengan bertambahya bobot badan tikus dan melihat ada tidaknya spermatozoa yang mengelilingi sel kornifikasi pada preparat ulas vagina dengan menggunakan mikroskop perbesaran 40 kali. Keberadaan spermatozoa yang mengelilingi sel kornifikasi mengindikasikan bahwa tikus betina telah dikawini dan tikus betina biasanya langsung mengalami kebuntingan. Tikus yang bunting harus dipisahkan dari tikus jantan dan ditempatkan pada satu kandang dan selanjutnya masuk ke tahap perlakuan (Baker et al.1980).

Tahap Perlakuan Hewan

Tahap awal perlakuan adalah tahap pengelompokkan 20 ekor tikus betina bunting dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama yaitu 10 ekor tikus betina bunting untuk kontrol diberikan air minum dan kelompok kedua yaitu 10 ekor tikus betina bunting yang diberi ekstrak etanol akar purwoceng secara oral dengan menggunakan sonde lambung dosisnya 25 mg/ml untuk 300 g BB pada tikus. Pemberian air tersebut bertujuan agar kedua kelompok tersebut mendapatkan

perlakuan yang sama, sehingga tingkat stress antara kedua kelompok sama.

Pemberian air dan ekstrak etanol purwoceng diberikan pada hari ke 13-21 kebuntingan dengan cara mencekok induk tikus bunting menggunakan sonde

lambung 1 kali sehari. Selanjutnya dipelihara hingga tikus-tikus tersebut

(18)

6

tikus jantan dan tikus betina menurut Hrapkiewicz dan Medina (1998) dapat dilihat berdasarkan gambar berikut.

Gambar 3 Perbandingan jarak anogenital tikus jantan dan tikus betina

Tahap Pengamatan Hewan Coba

Pengamatan dilakukan pada anak tikus yang berkelamin jantan dengan cara

mengukur panjang os occipital, os atlas sampai os sacrum, os scapula sampai os

phalanx, dan os femur sampai os phalanx. Jumlah anak yang diamati sebanyak 10 ekor. Pengukuran dilakukan pada hari pertama kelahiran anak sampai dengan hari ke-49 dengan pengulangan satu kali dalam seminggu. Pengukuran dilakukan dengan cara mengukur kepala dengan menggunakan rol meter ketelitian mm (milimeter) dari huruf X sampai huruf Y, punggung mulai dari huruf q sampai huruf

z, kaki depan a1 sampai a2, dan kaki belakang b1 sampai b2 (Hrapkiewicz dan

Medina 1998). Tampilan pengukuran tulang anak tikus dapat dilihat pada gambar

4.

Gambar 4 Cara pengukuran perkembangan tulang anak tikus jantan (X = hidung; Y = os occipital; Q = os atlas; Z = os sacrum; a1 = bagian proksimal

osscapula; a2 bagian distal jari kaki depan; b1 = bagian proksimal os

(19)

7

Prosedur Analisis Data

Hasil parameter yang diukur dinyatakan dengan rataan dan simpangan baku. Perbedaan antar kelompok perlakuan diuji secara statistik dengan analisis sidik ragam (ANOVA-Analysis of Variance) dengan pola rancangan acak lengkap (Steel dan Torrie 1993).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perkembangan tulang tikus anak jantan dari induk yang diberi akar ekstrak purwoceng dengan dosis 25 mg/ml untuk 300 g berat badan selama 13-21 hari kebuntingan dapat dilihat pada Tabel 1. Parameter tulang yang diukur adalah os occipital, os atlas sampai os sacrum, os scapula sampai os phalanx, dan os femur sampai os phalanx.

Kaki Belakang Kanan dan Kiri os femur sampai os phalanx (cm)

P 1.59±0.10 2.79±0.27 3.49±0.1* 4.14±0.34 4.55±0.19 5.26±0.2* 5.49±0.2*

K 1.79±0.25 2.69±0.20 3.58±0.1* 3.81±0.17 4.33±0.30 4.63±0.1* 5.04±0.1*

*Signifikan pada taraf nyata 5% (P: Perlakuan ; K: Kontrol)

Hasil yang diperoleh pada Tabel 1 menyatakan bahwa secara umum tulang anak tikus jantan yang berasal dari induk yang diberi ekstrak etanol purwoceng pada 13-21 hari kebuntingan lebih panjang dari tulang anak tikus kontrol. Pertambahan perkembangan tulang menunjukkan ada perbedaan sangat nyata pada os atlas sampai os sacrum. Sementara pada perkembangan tulang yang lain seperti perkembangan os occipital, .pengaruh pemberian ekstrak purwoceng berbeda nyata pada hari ke-14, os scapula sampai os phalanx menunjukkan berbeda nyata pada hari ke-21, sedangkan pada perkembangan os femur sampai os phalanx berbeda nyata pada umur ke-21 hari, ke-42 hari dan umur ke-49 hari.

(20)

8

diperoleh hasil perkembangan tulang anak tikus betina untuk purwoceng lebih panjang dibandingkan kontrol. Pertumbuhan panjang tulang anak tikus jantan setelah lahir mengalami peningkatan sejalan dengan aktivitasnya yang meningkat seperti mencari makan, exercise, kawin, bunting, dan lain-lain (Sridianti 2014). Pertumbuhan kaki belakang os femur sampai os phalanx pada anak tikus jantan lebih panjang dibandingkan kaki depannya disebabkan oleh stimulasi mekanik seperti latihan fisik selama masa pertumbuhan. Stimulus mekanis seperti latihan fisik yaitu melompat, berdiri, berjalan dan lain-lain (Mahmudati 2009). Hal tersebut yang menyebabkan ukuran panjang tulang kaki belakang anak tikus jantan lebih panjang dibandingkan kaki depannya.

Purwoceng memiliki kandungan yaitu flavonoid dan steroid yang merupakan prekursor hormon testosteron, yang kemudian diubah menjadi estrogen. Jika dibandingkan keduanya, flavonoid berpengaruh lebih besar dibandingkan steroid, karena pada hasil pengujiannya flavonoid menunjukkan positif kuat, sedangkan steroid positif lemah (Balitro 2011). Kosin (1992) melakukan penelitian terhadap anak ayam jantan, hasilnya adalah efek androgenik ekstrak purwoceng terhadap peningkatan pertumbuhan ukuran jengger. Nasihun (2009) telah membuktikan bahwa pemberian ekstrak purwoceng pada tikus jantan meningkatkan kadar testosteron karena di dalam purwoceng terdapat senyawa steroid. Zat tersebut menjadi pemicu peningkatan hormon testosteron pada tikus. Steroid merupakan prekursor hormon testosteron, yang kemudian diubah menjadi estrogen. Fakta tersebut memberi petunjuk adanya aktivitas androgenik dari ekstrak akar purwoceng.

Biosintesis estrogen melibatkan hidroksilasi dari prekursor androgen yang dimediasi oleh kompleks enzim aromatase (Favaro dan Cagnon 2007). Ekstrak etanol akar purwoceng akan berpengaruh terhadap peningkatan kadar testosteron pada pada anak tikus jantan. Dengan meningkatnya kadar testosteron pada sel Leydig maka akan mempengaruhi pula peningkatan kadar estrogen. Estrogen meningkatkan absorbsi kalsium dan inhibisi sintesis osteoklast. Tulang sebagai jaringan keras dicirikan dengan kehadiran sel-sel osteoblas, osteosit, dan osteoklas. Pertumbuhan dan perkembangan tulang dikontrol oleh ketiga sel tersebut. Osteoblas berkembang dari osteoprogenitor yang terdapat di bagian dalam periosteum dan sumsum tulang. Osteoblas memiliki fungsi sebagai penghasil matriks organik (yang terdiri atas protein kolagen dan nonkolagen) serta mengatur proses mineralisasi (kalsium-fosfat) pembentuk osteoid. Osteoblas yang terbenam didalam matriks tulang akan berubah menjadi sel osteosit. Osteosit akan tetap terhubung oleh osteblas maupun osteosit yang lainnya (Monologas 2000). Osteoklas merupakan sel dengan beberapa inti sel dan berkembang dari hematopoetic stem cells serta memiliki fungsi dalam meresorpsi tulang (Orwoll 2003).Osifikasi adalah sebuah proses pembentukan tulang. Pembentukan tulang dimulai dari perkembangan jaringan penyambung seperti tulangrawan (kartilago) yang berkembang menjadi tulang keras. Terdapat dua jenis proses pembentukan tulang, yaitu: a. Osifikasi endokondral:pembentukan tulang dari tulang rawan, terjadi pada tulang panjang; b. Osifikasi intramembranosus: pembentukan tulang dari mesenkim, seperti tulang pipih pada tengkorak (Clarke 2008).

(21)

9 dengan matrik estraseluler. Hal tersebut merupakan syarat penting fungsi osteoblastik. Androgen dapat meningkatkan massa tulang dari proses tersebut (Nieschlag dan Behre 2004).

Estrogen dan sitokin adalah regulator penting untuk proses pembentukan osteoclast. Estrogen dependent osteoclast cytokines meliputi Tumor Necoris Factor (TNF-α) dan interleukin (IL-6) diturunkan oleh hormon estrogen (Li et al. 2009). Estrogen menghambat proliferasi dan diferensiasi osteoclast precursor, yang secara langsung dipengaruhi oleh keberadaan sitokin (Duhe 2003). Reseptor estrogen terdapat pada osteoblast dan osteoclast. Kerja reseptor estrogen tersebut diperantarai oleh sitokin, terutama oleh IL-1, IL-6, TNF-α, dan Granulocyte Monosit-Colony Stimulating Factor (GM-CSF) (Hania 2008). Peningkatan estrogen yang dihasilkan akan mempercepat pertumbuhan tulang.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pemberian ekstrak etanol akar purwoceng (Pimpinella alpina) pada hari ke 13-21 kebuntingan dapat memberikan peningkatan terhadap perkembangan os occipital pada umur ke-14 hari, kaki os scapula sampai os phalanx menunjukkan berbeda nyata pada umur ke-21 hari, sedangkan pada perkembangan tulang kaki belakang os femur sampai os phalanx berbeda nyata pada umur ke-21 hari, ke-42 hari dan umur ke-49 hari.

Saran

Perlu dilakukan penelitian tentang efektivitas ekstrak etanol akar purwoceng (Pimpinella alpina) dengan dosis yang optimum dan dilakukan pada masa laktasi.

DAFTAR PUSTAKA

Ajijah N, Darwati I, Yudiwanti, Roostika I. 2010. Pengaruh suhu inkubasi terhadap pertumbuhan dan perkembangan embrio somatik purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk.). J Litri. 16:56-63.

Anwar NS. 2001. Manfaat tradisional sebagai afrodisiak serta dampak positifnya untuk menjaga stamina. Makalah pada seminar setengah hari “Menguak Manfaat herbal bagi Vitalitas Seksual”. Jakarta, 13 Oktober 2001. Hlm 8. Balitro (Balai Penelitian Tanaman dan Aromatik). 2011. Hasil uji fitokimia dari

akar purwoceng. Bogor (ID): Laboratorium Balai Penelitian Tanaman dan Aromatik.

(22)

10

Caropeboka AM. 1980. Pengaruh ekstrak akar Pimpinella alpina terhadap sistem reproduksi tikus [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Clarke B. 2008. Normal bone anatomy and physiology. Clin J Am Soc Nephrol. 3:S131-S139.

Darwati I, Roostika I. 2006. Status penelitian purwoceng (Pimpinella alpina Molk.) di Indonesia. Buletin Plasma Nutfah. 12(1):6-7.

Duhe SA. 2003. Swimming versus Voluntary Running Exercise on Bone Health in Ovariectomized Retired Breeder Rats. [internet]. [diacu 30 Juli 2015]. Tersedia dari: http://etd.lsu.edu/docs/available/etd-0626103-161512/unrestricted/Duhe thesis.pdf.

Endjo D, Hernami. 2004. Gulma Berkhasiat . Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Favaro WJ, Cagnon VHA. 2007. Immunolocalization of androgen and oestrogen

reseptors in the ventral lobe of rats (Rattus norvegicus) prostate after long-term treatment with etanol and nicotine. Int. J. Androl. 31:609-618.

Fernandez I, Gracia MAA, Pingarron MC, Jerez LB. 2006. Physiological Bases of Bone Begeneration II. The remodeling process. 11:151-157.

Hafez ESE. 2000. Reproduction in Farm Animals. Ed ke-7. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins.

Guyton AC. 2000. Alih Bahasa Irawati. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta (ID): EGC. 11: 1029-1041.

Hania HM. 2008. Occurrence of Osteoporosis Among Menopausal Women in Gaza Strip [tesis]. Gaza: Islamic University.

Hill PA, Orth M. 1998. Bone remodelling. British Journal of Orthodontic.25:101- 107.

Hrapkiewicz K, Medina L. 1998. Cinical Laboratory Animal Medicine: An Introduction. Iowa State University Press: State Avenue.

Kee JL, Hayes ER. 1994. Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan. Anugerah P, penerjemah; Asih Y, editor. Jakarta (ID): Buku Kedokteran EGC. Terjemahan dari: Pharmacology: A Nursing Process Aproach. Hlm 678. Kosin AM. 1992. Efek androgenik dan anabolik ekstrak akar Pimpinella alpina

Molk. (Purwoceng) terhadap anak ayam jantan [skripsi]. Bogor (ID): Universitas Pakuan, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Jurusan Biologi.

Li N, Qin LP, Han T, Wu YB, Zhang QY, Zhang H. 2009. Inhibitory effects of Morinda officinalis extract on bone loss in ovariectomized rats. Molecules 14: 2049- 2061.

Malole MBM, Pramono CSU. 1989. Penggunaan Hewan-hewan Percobaan di Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Dirjen Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Bogor (ID): IPB Pr.

Mahmudati N. 2009. Activation estrogen receptor α extracelluler signal regulated kinase (erk1/2) expression on osteoblast in influencing bone density in the female young rat after exercise training. [disertasi]. Surabaya (ID).Universitas Airlangga.

Monologas SC, Kousteni, Jilka. 2002. Sex steroid and bone. Recent in Hormon Research. 57: 385–409.

(23)

11 Nieschlag E, Behre HM. 2004. Testosterone Action, Deficiency, Substitution. 3rd

Ed. Cambridge (GB): Univ Press. pp. 241-243.

Orwoll ES. 2003. Toward an expanded understanding of the role of the periosteum in skeletal health. J. Bone Miner. Res. 18:949-954.

Raggatt JL, Nicola CP. 2010. Cellular and Molecular Mechanisms of Bone Remodelling. J. Of Bio. Che. 285: 33.

Rahardjo M, Wahyuni S, Trisilawati O, Djauhariya E. 2005. Ciri agronomis, mutu dan lingkungan tumbuhan tanaman langka purwoceng (Pimpinella pruatjan MOLK.). Prosiding Seminar Nasional Tumbuhan Indonesia XXVIII; Bogor, 15-16 September 2005.

Rahayu S, Sunarlim N. 2002. Konservasi tumbuhan langka purwoceng melalui pertumbuhan minimal. Buletin Plasma Nutfah. 8(1):29-33.

Seibel MJ. 2005. Biochemical markers of bone turnover part I : biochemistry and variability. Clin Biochem Rev. 26: 97-122.

Sridianti. 2014. Fungsi tulang manusia secara umum[internet]. [diacu 8 juni 2015]. Tersedia dari: http://www.sridianti.com/fungsi-tulang-manusia-secara-umum.html. Vol (edisi):lokasi. Tulang.

Smith JB, Mangkoewidjojo S. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Jakarta (ID): UI Pr.

Steel RD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistik. Sumantri B, penerjemah. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari: Principles and Procedures of Statistics.

Tangalayuk RR, I Nyoman S, dan Iwan HU. 2015. Kadar Kalsium dan Fosfor Pada Tulang Tikus Betina Normal. J.Vet 12(3): 229-234.

Tocang. 2010. Agen tikus putih[internet]. [diacu 10 Maret 2015]. Tersedia dari: http://tocang.blogspot.com/2010/07/agen-tikus-putih.html.

Tsourounis C. 2004. Clinical effects of fitoestrogens. Clinical Obstetricts and Gynecology. J. Dairy Sci. Vol 44 (4): 836-42.

Weihe WH. 1989. The Laboratory Rat. In the UFAW Hand Book on the Care and Management of laboratory Animals 6th. TB Poole, Robinson, editor.Terjemahan dari: Longman Scientific & Technical. England (GB): Bath Pr.

Yuliati, Sari GM, Setyawan S, Hendromartana S, 2007. Pemberian Tambahan Kalsium Pada Masa Pertumbuhan Terhadap Tebal Tulang kortikal dan Trabekula. Majalah Ilmu Faal. 6(3): 169-172.

(24)

12

LAMPIRAN

The SAS System 1 The GLM Procedure Class Level Information Class Levels Values

perlakuan 2 P k hari 1 H1

Number of Observations Read 16 Number of Observations Used 16

The SAS System 2 The GLM Procedure Dependent Variable: respon Sum of

Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 1 0.33062500 0.33062500 2.10 0.1693 Error 14 2.20375000 0.15741071

Corrected Total 15 2.53437500

R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean 0.130456 10.81432 0.396750 3.668750

Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F perlakuan 1 0.33062500 0.33062500 2.10 0.1693 hari 0 0.00000000 . . .

perlakuan*hari 0 0.00000000 . . .

Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F perlakuan 1 0.33062500 0.33062500 2.10 0.1693 hari 0 0.00000000 . . .

(25)

13 The SAS System 3

The GLM Procedure

Duncan's Multiple Range Test for respon

NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.

Alpha 0.05

Error Degrees of Freedom 14 Error Mean Square 0.157411 Number of Means 2 Critical Range .4255

Means with the same letter are not significantly different.

Duncan Grouping Mean N perlakuan A 3.8125 8 Purwoceng A

A 3.5250 8 Kontrol The SAS System 4 The GLM Procedure Level of ---respon--- hari N Mean Std Dev H1 16 3.66875000 0.41104542

The SAS System 5 The GLM Procedure Class Level Information Class Levels Values

perlakuan 2 Perlakuan Kontrol hari 1 H7

Number of Observations Read 16 Number of Observations Used 16

(26)

14

Sum of

Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 1 1.00000000 1.00000000 4.81 0.0457 Error 14 2.91000000 0.20785714

Corrected Total 15 3.91000000

R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean 0.255754 9.857590 0.455914 4.625000

Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F perlakuan 1 1.00000000 1.00000000 4.81 0.0457 hari 0 0.00000000 . . .

perlakuan*hari 0 0.00000000 . . .

Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F perlakuan 1 1.00000000 1.00000000 4.81 0.0457 hari 0 0.00000000 . . .

perlakuan*hari 0 0.00000000 . . . The SAS System 7

The GLM Procedure

Duncan's Multiple Range Test for respon

NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.

Alpha 0.05

Error Degrees of Freedom 14 Error Mean Square 0.207857 Number of Means 2 Critical Range .4889

Means with the same letter are not significantly different.

(27)

15 The SAS System 8

(28)

16

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Gambar 1 Pimpinella alpina KDS (Darwati dan Roostika 2006)
Gambar 2 Tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley (Tocang 2010)
Gambar 3  Perbandingan jarak anogenital tikus jantan dan tikus betina
Tabel 1 Rataan panjang tulang anak tikus jantan yang diberi ekstrak etanol purwoceng selama 13-21 hari kebuntingan

Referensi

Dokumen terkait

Pekerj aan : Pembangunan Jalan Pert anian Desa Sit io II. Lokasi : Kecamat an Lint

Cara untuk menentukan seberapa layak seorang mahasiswa untuk direkomendasiakn mendapatkan beasiswa salah satunya dapat menggunakan metode fuzzy query database dengan

Keabsahan Data siswa kelas V SD Negeri Soneyan 03 mengenai motivasi belajar sangat rendah dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dengan triangulasi sumber dari peneliti yaitu

PERAN MOTIVASI KERJA DALAM MEMEDIASI PENGARUH PRAKTIK KERJA INDUSTRI DAN PRESTASI AKADEMIK TERHADAP KESIAPAN KERJA STUDI KASUS PADA SISWA KELAS XI AKUNTANSI DI SMK PALEBON

Maka saran yang dapat diberikan oleh peneliti adalah (1) Guru seni musik dapat menggunakan media iringan MIDI dalam proses pembelajaran vokal untuk meningkatkan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan pengetahuan dan sikap remaja tentang keamanan makanan jajanan antara sebelum dan sesudah pendidikan dengan media

Untuk saat ini yang menjadi masalah utama pada keluarga Bapak I Dewa Nyoman Kerug pada masalah pendapatan yang tidak mencukupi karena Bapak I Dewa Nyoman Kerug

Dari uraian di atas, penulis selaku kepala sekolah melakukan terobosan untuk menyikapi sekaligus memperbaiki pola-pola pemikiran yang salah dengan memberikan