• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kadar CEA Dan CA 19-9 Dalam Serum Berdasarkan Differensiasi Sel Pada Kanker Kolorektal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kadar CEA Dan CA 19-9 Dalam Serum Berdasarkan Differensiasi Sel Pada Kanker Kolorektal"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

KADAR CEA DAN CA 19-9 DALAM SERUM

BERDASARKAN DIFFERENSIASI SEL PADA KANKER

KOLOREKTAL

TESIS

Oleh

ESTER MORINA SILALAHI

NIM : 097101001

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

KADAR CEA DAN CA 19-9 DALAM SERUM

BERDASARKAN DIFFERENSIASI SEL PADA KANKER

KOLOREKTAL

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Ilmu

Penyakit Dalam dan Spesialis Penyakit Dalam dalam Program Studi Ilmu

Penyakit Dalam pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Oleh

ESTER MORINA SILALAHI

097101001

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul Tesis : Kadar CEA Dan CA 19-9 Dalam Serum Berdasarkan Differensiasi Sel Pada Kanker Kolorektal

Nama Mahasiswa : Ester Morina Silalahi

NIM : 097101001

Program Studi : Magister Kedokteran Klinik - Spesialis Ilmu Penyakit Dalam

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Pembimbing Tesis I

Prof. dr. Lukman Hakim Zain, Sp.PD-KGEH

dr. Rustam Effendi Y.S, Sp.PD-KGEH

Pembimbing Tesis II

Disahkan oleh:

Ketua Program Studi Ketua TKP - PPDS

dr. Zainal Safri, Sp.PD, SpJP dr. Zainuddin Amir, SpP(K)

(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 24 Juli 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. dr. Sutomo Kasiman, SpPD, SpJP

Anggota : dr. Abdurrahim Lubis, SpPD-KGH

dr. Alwisyah Abidin, SpPD-KP

Dr. dr. Juwita Sembiring, SpPD-KGEH

(5)

PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya penulis sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah penulis nyatakan dengan benar

Nama : Ester Morina Silalahi

NIM : 097101001

(6)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda

tangan di bawah ini :

Nama : Ester Morina Silalahi

NIM : 097101001

Program Studi : Ilmu Penyakit Dalam

Jenis Karya : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-eksklusif (Non-exclusive

Royalty Free Right) atas tesis saya yang berjudul : “Kadar CEA Dan CA 19-9 Dalam Serum Berdasarkan Differensiasi Sel Pada Kanker Kolorektal” beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti

Non-eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalihmedia/

formatkan, mengelola dalam bentuk database, merawat dan mempublikasikan tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya

sebagai penulis dan sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Medan

Pada tanggal : 24 Juli 2013

Yang menyatakan,

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur yang tak terhingga senantiasa penulis panjatkan kehadirat

Tuhan yang Maha Esa, atas karunia, petunjuk, kekuatan dan kemudahan sehingga

penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Penulis sangat menyadari bahwa tanpa

bantuan dari semua pihak, tesis ini tidak mungkin dapat penulis selesaikan. Oleh

karena itu perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih serta penghargaan

yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam

menyelesaikan tesis ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Rasa

hormat, penghargaan dan ucapan terima kasih sebesar-besarnya penulis

sampaikan kepada :

1. dr. Salli Roseffi Nasution, Sp.PD-KGH dan dr. Refli Hasan, Sp.PD, Sp.JP (K) selaku Kepala dan Sekretaris Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK-USU yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk mengikuti pendidikan

serta senantiasa membimbing, memberi dorongan dan kemudahan selama

penulis menjalani pendidikan.

2. dr. Zainal Safri, Sp.PD, Sp.JP selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Ilmu Penyakit Dalam FK-USU yang telah dengan sungguh-sungguh

membantu, membimbing, memberi dorongan dan membentuk penulis

menjadi dokter Spesialis Penyakit Dalam yang siap mengabdi pada nusa dan

bangsa.

3. Khusus mengenai karya tulis ini, penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada Prof. dr. Lukman Hakim Zain, Sp.PD-KGEH

dan dr. Rustam Effendi Y.S, Sp.PD-KGEH selaku pembimbing tesis, yang

telah memberikan bimbingan dan kemudahan bagi penulis selama

melaksanakan penelitian, juga telah banyak meluangkan waktu dan dengan

kesabaran membimbing penulis sampai selesainya karya tulis ini. Terima

kasih yang tak terhingga penulis ucapkan.

(8)

peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis. Terima kasih atas kesempatan,

dukungan dan bimbingan yang telah diberikan.

5. Prof. dr. Harun Rasyid Lubis, Sp.PD-KGH dan dr. Mangara Silalahi, Sp.PD yang bersedia memberikan rekomendasi kepada penulis untuk mengikuti ujian masuk Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit

Dalam serta bimbingan dan dorongan untuk terus berjuang agar penulis bisa

mengikuti dan menyelesaikan pendidikan ini.

6. Para Guru Besar : Prof. dr. Harun Rasyid Lubis, Sp.PD-KGH, Prof. dr. Bachtiar Fanani Lubis, Sp.PD-KHOM, Prof. dr. Habibah Hanum, Sp.PD-KPsi, Prof. dr. Pengarapen Tarigan, Sp.PD-KGEH, Prof. dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD, Sp.JP(K), Prof. dr. Azhar Tanjung, Sp.PD-KP-KAI, Sp.MK, Prof. dr. OK. Moehadsyah, Sp.PD-KR, Prof. dr. Lukman Hakim Zain, Sp.PD-KGEH, Prof. dr. M. Yusuf Nasution, Sp.PD-KGH, Prof. dr. Abdul Majid, KKV, AIF, Prof. dr. Azmi S. Kar, Sp.PD-KHOM, Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, Prof. dr. Harris Hasan, Sp.PD, Sp.JP(K), Prof. dr. Harun Al Rasyid Damanik, Sp.PD, Sp.GK, yang telah memberikan bimbingan dan teladan selama penulis menjalani pendidikan.

7. Seluruh staf pengajar Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU, para guru

(9)

Sp.PD-KGer, Dr. dr. Blondina Marpaung, Sp.PD-KR, dr. Tambar Kembaren, Sp.PD, dr. Sugiarto Gani, Sp.PD, dr. Savita Handayani, Sp.PD, dr. Imelda Rey, M.Ked (PD), Sp.PD, dr. Safrizal Nasution, M.Ked (PD), Sp.PD serta para guru lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang dengan kesabaran dan perhatiannya senantiasa

membimbing penulis selama mengikuti pendidikan. Penulis haturkan rasa

hormat dan terima kasih yang tak terhingga.

8. Direktur dan mantan Direktur Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik, RSU Dr. Pirngadi, RSU Tembakau Deli, Medan dan RSUD Sibuhuan yang telah memberikan fasilitas dan kesempatan yang seluas-luasnya kepada penulis dalam menjalani pendidikan.

9. Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan dan Ketua TKP-PPDS Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter

Spesialis Ilmu Penyakit Dalam di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara.

10. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes, selaku pembimbing statistik yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing dan berdiskusi dengan

penulis dalam penyusunan tesis ini.

11. Teman-teman seangkatan penulis yang memberikan dorongan semangat : dr. Elisabeth Sipayung, dr. Riki Muljadi, dr. M. Budiman, dr. Wirandi Dalimunthe, dr. Sari Harahap, dr. Naomi Dalimunthe, dr. Doharjo Manullang, dr. Ratna Karmila, dr. Agustina, dr. N. Fitriani, dr. Herlina Yani, dr. Junita, dr. Bayu Rusfandi Nasution, dr. Kathrine, dr. M. Azhari, serta seluruh rekan seperjuangan peserta PPDS Ilmu Penyakit Dalam FK-USU, yang telah memberikan banyak dukungan dengan

persahabatan, kerja sama serta berbagi dalam suka dan duka dalam menjalani

kehidupan sebagai residen.

(10)

13. Seluruh perawat/paramedis di berbagai tempat di mana penulis pernah bertugas selama pendidikan, terima kasih atas bantuan dan kerja sama yang

baik selama ini.

14. Para pasien yang telah bersedia ikut dalam penelitian ini sehingga penulisan tesis ini dapat terwujud.

15. Syarifuddin Abdullah, Lely Husna Nasution, Deni, Yanti, Wanti, Tika, Tanti, Erjan Ginting dan seluruh pegawai administrasi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK-USU, yang telah banyak membantu memfasilitasi penulis

dalam menyelesaikan tugas pendidikan.

Sembah sujud dan terima kasih tak terhingga penulis haturkan kepada

kedua orangtua penulis, Ayahanda Apul Silalahi, BBA dan Tiarma Simangunsong, atas segala jerih payah, pengorbanan, dan kasih sayang tulus telah melahirkan, membesarkan, mendidik, mendoakan tanpa henti, memberikan

dukungan moril dan materiil, serta mendorong penulis dalam berjuang. Semoga

Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa memberikan kesehatan, rahmat dan

karunianya. Teristimewa, penulis menyampaikan terima kasih yang sedalam –

dalamnya kepada suami tercinta, dr. Ferdinand David Philips Siregar atas cinta

kasih yang tulus, pengertian, perhatian, kesabaran, dukungan moril dan materil

serta telah mendukung, mendoakan, serta memberikan semangat bagi penulis.

Terima kasih sebesar-besarnya kepada saudara kandung penulis, Tohonan Silalahi SE, MM, Lisda Silalahi SPd, Ruth Silalahi SE, Saron Silalahi serta segenap keluarga besar penulis yang telah banyak memberikan bantuan moril,

semangat dan doa tanpa pamrih selama pendidikan.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis sampaikan pula terima

kasih kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang

telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung selama pendidikan

maupun dalam penyelesaian tesis ini.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan limpahan rahmat

dan karuniaNya kepada kita semua dan semoga penelitian ini dapat bermanfaat

bagi kita dan masyarakat.

Medan, Juli 2013

(11)

Abstrak

KADAR CEA DAN CA 19-9 DALAM SERUM BERDASARKAN DIFFERENSIASI SEL PADA KANKER KOLOREKTAL

Ester Morina Silalahi, Lukman Hakim Zain1, Rustam Effendi YS 1

1

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP.H.Adam Malik Medan Divisi GastroEnteroHepatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Latar Belakang --- Carcinoembryonic Antigen (CEA) dan Carbohydrate Antigen

(CA 19-9) adalah penanda tumor untuk kanker kolorektal (KKR). Keduanya memiliki nilai prognostik. Berdasarkan Colorectal Working Group of the American Joint Committee on Cancer dikatakan nilai abnormal bila peningkatan nilai CEA yaitu ≥ 5 µg/l dan peningkatan nilai CA 19-9 yaitu ≥ 37 U/ml.

Tujuan --- Untuk mengetahui perbedaan kadar CEA dan CA 19-9 dalam serum berdasarkan differensiasi sel yang berbeda pada KKR.

Bahan dan Cara --- Sampel studi adalah pasien KKR (n = 40, rerata umur SD 54,67 ± 14,96, 22 pria, 18 wanita) antara Juli 2012 sampai dengan Mei 2013 diperiksa kadar serum CEA dan CA 19-9. Karakteristik klinikopatologis dan data dasar diperoleh secara cross sectional dengan analisis komparatif. Selanjutnya dianalisis perbedaan serta korelasi kadar CEA dan CA 19-9 berdasarkan differensiasi sel (derajat histopatologi).

Hasil --- Kadar serum CEA dan CA 19-9 pada KKR berdasarkan differensiasi sel tidak dijumpai perbedaan bermakna yaitu p value 0,314 (p >0,05) dan p value

0,787 (p > 0,05). Uji Chi-square dan Spearman didapatkan hasil tidak dijumpai hubungan yang significant antara CEA dan CA 19-9 dengan differensiasi sel yaitu

p value 0,475 (p > 0,05) dan p value 0,247 (p > 0,05).

Kesimpulan --- Kadar CEA dan CA 19-9 pada KKR berdasarkan differensiasi sel tidak dijumpai perbedaan yang bermakna secara statistik.

(12)

Abstract

SERUM LEVEL OF CEA AND CA 19-9 BASED ON CELL DIFFERENTIATION IN COLORECTAL CANCER

Ester Morina Silalahi, Rustam Effendi Y.S1, Lukman Hakim Zain 1

1

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP.H.Adam Malik Medan Divisi Gastroenterohepatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Background --- Carcinoembryonic antigen (CEA) and Carbohydrate antigen

(CA 19-9) are the most common tumor markers for colorectal cancer. Both have prognostic value. Recommendation by the Colorectal Working Group of the American Joint Committee on Cancer (AJCC) that elevated CEA level (defined as ≥ 5 µg/l and elevated CA 19-9 (defined as ≥ 37 U/ml).

Objective --- To evaluate different serum level of CEA and CA 19-9 based on cell differentiation in colorectal cancer.

Materials and Methods --- The study sample was patients (n= 40, 50.78 ± 14.96 years old, 22 males, 18 females) between July 2012 until May 2013 measurement of CEA and CA 19-9. Clinicopathological characteristics and associated follow-up data were cross sectional with comparative analytic. Then to evaluate different and correlation serum level of CEA and CA 19-9 based on cell differentiation

(histopathologic grading).

Result--- Serum level ofCEA and CA 19-9based on cell differentiation were not significantly different. Score result p value 0,314 (p > 0,05) and p value 0,787 (p > 0,05). There was not correlation of CEA and CA 19-9 based on cell differentiation p value 0,475 (P > 0,05) dan p value 0.247 ( p > 0,05).

Conclusion --- Level of both CEA and CA 19-9 have not significantly different based on cell differentiation in colorectal cancer.

Key Word : Colorectal Cancer, CEA, CA 19-9, Cell Differentiation

Name : dr. Ester Morina Silalahi

Address : Jl. Maplindo / Sekolah No. 15 Medan

(13)

DAFTAR ISI

2.6. Klasifikasi Karsinoma Rekti berdasarkan DUKES ... 17

2.7. Histophatologic Grading ... 19

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 20

3.1 Kerangka Konsep ... 20

4.9 Ethical clearance dan informed consent ... 25

4.10 Kerangka Operasional ... 25

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

5.1 Karakteristik Dasar dan Populasi Penelitian ... 26

5.2 Hasil Penelitian ... 27

(14)

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 34

6.1 Kesimpulan ... 34

6.2 Saran ... 34

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1.1 Gejala klinis yang berhubungan dengan Kanker Kolorektal ... 8

Tabel 2.1.2 Tes Skrining pada KKR ... 9

Tabel 2.1.3 Skrining KKR ... 9

Tabel 2.6.1 Klasifikasi dan definisi TNM ... 16

Tabel 2.6.2 Sistem TNM Staging untuk klasifikasi DUKES ... 17

Tabel 5.1.1 Data karakteristik dasar subjek pada KKR ... 24

Tabel 5.1.2 Hasil kolonoskopi yang dinyatakan KKR berdasarkan lokasi .... 25

Tabel 5.2.1 Rerata Usia berdasarkat derajat histopatologi ... 28

Tabel 5.2.2 Perbandingan kadar CEA dengan differensiasi sel ... 29

Tabel 5.2.3 Perbandingan kadar CA 19-9 dengan differensiasi sel ... 29

Tabel 5.2.4 Hubungan antara kadar CEA dengan differensiasi sel... 30

(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.2.1 Algoritma penapisan KKR ... 10

Gambar 2.3.1 Rekomendasi CEA sebagai tumor marker ... 12

Gambar 2.3.2 Rekomendasi CA 19-9 sebagai marker monitoring.. ... 12

Gambar 2.4.1 Algoritma Evaluasi pada pasien asimptomatik dengan CEA yang meningkat ... 15

Gambar 2.6.1 Rata-rata kumulatif kelangsungan hidup pada KKR ... 17

Gambar 2.7.1 Differensiasi sel Adenokarsinoma ... 18

Gambar 5.2.1 Rerata usia berdasarkan derajat histopatologi ... 26

Gambar 5.2.2 Perbandingan antara kadar CEA dengan differensiasi sel ... 29

(17)

DAFTAR SINGKATAN

ASCO : American Society Of Clinical Oncology

CA 19-9 : Cancer Antigen 19-9

CEA : Carcinoembrionic Antigen

Depkes RI : Departemen Kesehatan Republik Indonesia

EUS : Endoscopy Ultrasound

FK USU : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

FAP : Familial Adenomatous Polyposis

FOBT : Fecal Occult Blood Test

G : Grading

Hb : Haemoglobulin

HNPCC : Hereditary Non Polyposis Colorectal Cancer

KGB : Kelenjar Getah Bening

KKR : Kanker Kolorektal

PA : Patologi Anatomi

RFS : Recurrence Free Survival

SLea

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

LAMPIRAN 1. Lembar Surat Persetujuan Komite Etik Penelitian ... 37

LAMPIRAN 2. Lembar Surat Penjelasan Kepada Subjek ... 38

LAMPIRAN 3. Lembar Surat Persetujuan Setelah Penjelasan ... 40

LAMPIRAN 4. Lembar Kerja Profil Peserta Penelitian ... 41

LAMPIRAN 5. Daftar Riwayat Hidup ... 42

(19)

Abstrak

KADAR CEA DAN CA 19-9 DALAM SERUM BERDASARKAN DIFFERENSIASI SEL PADA KANKER KOLOREKTAL

Ester Morina Silalahi, Lukman Hakim Zain1, Rustam Effendi YS 1

1

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP.H.Adam Malik Medan Divisi GastroEnteroHepatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Latar Belakang --- Carcinoembryonic Antigen (CEA) dan Carbohydrate Antigen

(CA 19-9) adalah penanda tumor untuk kanker kolorektal (KKR). Keduanya memiliki nilai prognostik. Berdasarkan Colorectal Working Group of the American Joint Committee on Cancer dikatakan nilai abnormal bila peningkatan nilai CEA yaitu ≥ 5 µg/l dan peningkatan nilai CA 19-9 yaitu ≥ 37 U/ml.

Tujuan --- Untuk mengetahui perbedaan kadar CEA dan CA 19-9 dalam serum berdasarkan differensiasi sel yang berbeda pada KKR.

Bahan dan Cara --- Sampel studi adalah pasien KKR (n = 40, rerata umur SD 54,67 ± 14,96, 22 pria, 18 wanita) antara Juli 2012 sampai dengan Mei 2013 diperiksa kadar serum CEA dan CA 19-9. Karakteristik klinikopatologis dan data dasar diperoleh secara cross sectional dengan analisis komparatif. Selanjutnya dianalisis perbedaan serta korelasi kadar CEA dan CA 19-9 berdasarkan differensiasi sel (derajat histopatologi).

Hasil --- Kadar serum CEA dan CA 19-9 pada KKR berdasarkan differensiasi sel tidak dijumpai perbedaan bermakna yaitu p value 0,314 (p >0,05) dan p value

0,787 (p > 0,05). Uji Chi-square dan Spearman didapatkan hasil tidak dijumpai hubungan yang significant antara CEA dan CA 19-9 dengan differensiasi sel yaitu

p value 0,475 (p > 0,05) dan p value 0,247 (p > 0,05).

Kesimpulan --- Kadar CEA dan CA 19-9 pada KKR berdasarkan differensiasi sel tidak dijumpai perbedaan yang bermakna secara statistik.

(20)

Abstract

SERUM LEVEL OF CEA AND CA 19-9 BASED ON CELL DIFFERENTIATION IN COLORECTAL CANCER

Ester Morina Silalahi, Rustam Effendi Y.S1, Lukman Hakim Zain 1

1

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP.H.Adam Malik Medan Divisi Gastroenterohepatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Background --- Carcinoembryonic antigen (CEA) and Carbohydrate antigen

(CA 19-9) are the most common tumor markers for colorectal cancer. Both have prognostic value. Recommendation by the Colorectal Working Group of the American Joint Committee on Cancer (AJCC) that elevated CEA level (defined as ≥ 5 µg/l and elevated CA 19-9 (defined as ≥ 37 U/ml).

Objective --- To evaluate different serum level of CEA and CA 19-9 based on cell differentiation in colorectal cancer.

Materials and Methods --- The study sample was patients (n= 40, 50.78 ± 14.96 years old, 22 males, 18 females) between July 2012 until May 2013 measurement of CEA and CA 19-9. Clinicopathological characteristics and associated follow-up data were cross sectional with comparative analytic. Then to evaluate different and correlation serum level of CEA and CA 19-9 based on cell differentiation

(histopathologic grading).

Result--- Serum level ofCEA and CA 19-9based on cell differentiation were not significantly different. Score result p value 0,314 (p > 0,05) and p value 0,787 (p > 0,05). There was not correlation of CEA and CA 19-9 based on cell differentiation p value 0,475 (P > 0,05) dan p value 0.247 ( p > 0,05).

Conclusion --- Level of both CEA and CA 19-9 have not significantly different based on cell differentiation in colorectal cancer.

Key Word : Colorectal Cancer, CEA, CA 19-9, Cell Differentiation

Name : dr. Ester Morina Silalahi

Address : Jl. Maplindo / Sekolah No. 15 Medan

(21)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kanker kolorektal (KKR) merupakan kanker ketiga tersering pada pria dan

kanker kedua tersering pada wanita. Ditemukan lebih dari 1,2 juta kasus baru

KKR dan diperkirakan 608.700 kematian pada tahun 2008 (Jemal, 2011). Di

Amerika ditemukan sebanyak 146.970 kasus KKR baru dan diperkirakan 49.920

orang meninggal akibat KKR (Jemal, 2011). Secara umum didapatkan kejadian

KKR meningkat tajam setelah usia 50 tahun. Suatu fenomena yang dikaitkan

dengan pajanan terhadap berbagai karsinogen dan gaya hidup (Abdullah, 2010).

Di Indonesia, dari berbagai laporan terdapat kenaikan jumlah kasus kanker

kolorektal. Tetapi belum ada angka yang pasti berapa insidens kanker kolorektal. KKR termasuk dalam 10 jenis kanker tersering. Evaluasi data dari Departemen

Kesehatan didapatkan angka 1,8 per 100.000 penduduk (Abdullah, 2010).

Distribusi kanker kolorektal menurut lokasi di kolon sebanyak 73% dapat

dideteksi dengan pemeriksaan rektosigmoidoskopi. Lokasi di rektosigmoid 9,7%,

rektum 51,5%, sigmoid 9,7%, kolon desendens 11,7%, kolon tranversal 6,8%,

kolon asendens 8,7%, dan sekum 1,9 % (Abdullah, 2010)).

Pada penelitian profil KKR di RS Pirngadi Medan ditemukan 197 penderita

kanker kolorektal dari 760 diperiksa dengan kolonoskopi (25,9%), sebanyak 101

pasien (51,3%) dari 197 pasien KKR adalah wanita. Sebagian besar berada

dikelompok usia 51-60 tahun (28,9%). Etnis yang paling sering dari pasien suku

Batak (46,1%). Lokasi yang banyak ditemukan KKR berada di rektum (74,6%) (Effendi et al., 2008 ).

Manifestasi klinik yang kita dapat jumpai pada KKR adalah hematokezia atau melena, nyeri abdomen, anemia defisiensi besi yang tidak diketahui penyebabnya. Perubahan BAB, nausea, muntah, distensi, obstipasi, invasi lokal

menimbulkan tenesmus, hematuri, infeksi saluran kemih berulang dan obstuksi

uretra. Akut abdomen dapat terjadi bila tumor tersebut menimbulkan perforasi.

(22)

Pemeriksaan laboratorium seperti CEA mulai dikembangkan sebagai

penanda tumor yang paling umum untuk KKR. Nilai CEA bermakna pada

monitoring berkelanjutan dan sebagai petanda prognostik (Chen et al., 2005),

(Locker et al., 2006).

Rekomendasi American Society Of Clinical Oncology (ASCO) tahun 2006

menyatakan bahwa CEA diperiksa sebelum operasi dapat membantu dalam

penentuan stadium atau rencana tindakan dalam memonitor respon terapi selama

pengobatan (Gershon et al., 2006), (Weissenberger et al., 2005). Pengukuran

serial CEA untuk mendeteksi KKR berulang mencapai sensitifitas 80%,

spesitifitas 70% dan dapat bertahan 5 bulan kedepan (Michael et al., 2001). Studi Xue-Qin Yang meneliti dan menyimpulkan pemeriksaan serum CEA dan CA 19-9

preoperatif dapat digunakan memprediksi prognostik selama 5 tahun pada kanker

kolorektal RFS (recurrence free survival) (Xue-Qin et al., 2011).

Beberapa faktor yang mempengaruhi konsentrasi CEA pada penderita

KKR:

- Stadium Tumor

Kadar CEA meningkat sesuai dengan meningkatnya keparahan KKR. Pada

studi awal terjadi peningkatan konsentrasi CEA ( > 2,5 µg/L) sebagai berikut :

Dukes’A 28%, Duke’s B 48% , Duke’s C 75%, dan Duke’s D 84%. Untuk nilai ambang CEA 5 µg/L peningkatan kadar CEA pada Duke’s A 3%, Duke’s B

25%, Duke’s C 45% dan Duke’s D 65% (Wanebo et al, 1978),(Michael et al., 2001).

- Derajat Histologi Tumor

Beberapa studi memperlihatkan bahwa KKR dengan derajat histopatologi berdifferensiasi baik (well differentiated colorectal cancers) menghasilkan CEA lebih tinggi dibandingkan dengan yang berdifferensiasi buruk (poorly differentiated) (Michael et al., 2001). Sebagai contoh satu laporan, kadar rata-rata CEA pada tumor diferensiasi baik, diferensiasi sedang dan diferensiasi

buruk adalah 18,8 ; 5,5 dan 2,2 µg/L (Michael et al., 2001).

- Fungsi Hati

Hati merupakan tempat utama metabolisme CEA. Awalnya pengambilan CEA

(23)

sialik, kemudian di parenkim hati didegradasi. Beberapa penyakit hati jinak

dapat mengurangi fungsi hati dan hasil pembersihan CEA ikut menurun

sehingga kadar CEA pada serum tetap tinggi (Michael et al., 2001).

- Letak Tumor

Pasien dengan tumor kolon kiri umumnya mengalami peningkatan CEA dibandingkan dengan tumor kolon kanan. Menurut penelitian Slater et al, dari

penderita KKR dengan nilai normal < 5 µg/ ml dan abnormal > 5 µg/ ml

didapatkan hasil bahwa kadar CEA abnormal preoperatif secara bermakna

berhubungan dengan letak tumor di kolon, kedalaman invasi tumor dan status

KGB yang terlibat (Slater et al., 1979), (Compton et al., 2000).

- Obstruksi Usus

Dalam studi Sugarbaker menunjukkan bahwa obstruksi usus memberikan

kadar CEA lebih tinggi pada kasus KKR dibanding dengan kasus non

obstuksi usus (Sugarbaker et al., 1976).

- Riwayat Merokok

Melalui studi dengan sampel > 700 orang sukarelawan sehat didapati kadar

CEA 2 kali lipat pada penderita yang merokok dibandingkan penderita yang

tidak merokok baik pria maupun wanita. Kadar rata-rata CEA pada wanita

perokok dan yang tidak merokok adalah 4,9 dan 2,2 μg/L sedangkan pada pria

6,2 dan 3,4 μg/L (Michael et al., 2001).

- Status Ploidi dari Tumor

Penderita dengan aneuploid KKR menghasilkan kadar CEA lebih tinggi

dibandingkan penderita dengan pola tumor diploid (Michael et al., 2001). Tingginya nilai CEA berhubungan dengan tumor grade 1 dan 2, stadium lanjut dari penyakit dan munculnya metastasis ke organ dalam. Meskipun konsentrasi CEA serum merupakan faktor prognostik independen, nilai CEA

serum baru dapat dikatakan bermakna pada monitoring berkelanjutan setelah

pembedahan (Casciato, 2011). Meskipun keterbatasan spesifisitas dan sensitifitas

dari tes CEA, namun tes ini sering diusulkan untuk mengenali adanya rekurensi

dini. Tes CEA sebelum operasi sangat berguna sebagai faktor prognosis dan

apakah tumor primer berhubungan dengan meningkatnya nilai CEA. Peningkatan

(24)

tumor yang bermetastasis sering mengakibatkan naiknya nilai CEA (Casciato,

2011).

Studi yang dilakukan Carlos et al, menyimpulkan spesifisitas dan

sensitifitas marker CEA untuk diagnosis KKR adalah 77%, 64%. Sedangkan

marker CA 19-9 adalah 79% dan 10%. Bila kedua marker dikombinasi didapatkan spesifisitas 71% dan sensitifitas 60%. Sehingga mereka berpendapat kedua marker tersebut tidak efektif sebagai deteksi/skrining KKR (Carlos et al., 1992).

Menurut ASCO 2006 merekomendasikan CA 19-9 untuk diagnosis,

staging, surveillance atau memantau pengobatan pada pasien KKR . Studi Takashi Ueda dkk, melakukan penelitian mengenai serum CA 19-9 dan

menyimpulkan CA 19-9 dapat digunakan sebagai indikator preoperatif pada

metastasisliver dan prognostik pada KKR (Takashi et al., 1994).

Banyak hal yang mempengaruhi prognosis KKR, salah satunya adalah

histopatologi yang didapatkan dari hasil pemeriksaan Patologi Anatomi (PA).

Selain sebagai penentu prognosis, histopatologi juga merupakan salah satu faktor

penting dalam penetuan etiologi dan penanganan KKR. Dalam penanganan KKR

khususnya, pemeriksaan PA untuk menentukan histopatologi KKR merupakan hal

yang wajib dilakukan. Sebab, histopatologi penting dalam menentukan

penanganan KKR selanjutnya. Beberapa hal yang dinilai dalam pemeriksaan

histopatologi antara lain jenis dan derajat differensiasi. Gambaran histopatologi

ini dapat menentukan derajat keganasan, dengan kata lain dapat pula menentukan

ganas tidaknya suatu neoplasma. Selain sebagai penentu diagnosis keganasan,

gambaran histopatologi juga berpengaruh besar dalam penentuan prognosis serta

adanya rekurensi (Stewart et al., 2006).

Penelitian yang dilakukan oleh Aru W. Sudoyo dkk, menyimpulkan bahwa

terdapat perbedaan yang signifikan mengenai gambaran histopatologi yang

meliputi grading tumor dan stadium karsinoma kolorektal (Aru W. Sudoyo dkk.,

(25)

differentiated karsinoma (grade 1 dan 2) mempunyai 5-year survival rates yang lebih baik dibandingkan dengan poorly differentiated karsinoma (grade 3 dan 4) (Casciato, 2011).

Berdasarkan latarbelakang di atas, peneliti mencoba untuk meneliti kadar

CEA dan CA 19-9 dalam serum berdasarkan differensiasi sel (derajat histologi

tumor) pada KKR yang belum pernah dilakukan di Medan.

1.2 Perumusan Masalah

a. Apakah terdapat perbedaan level serum CEA berdasarkan differensiasi sel yang berbeda pada KKR?

b. Apakah terdapat perbedaan level serum CA 19-9 berdasarkan differensiasi sel yang berbeda pada KKR?

1.3 Hipotesis

a. Didapatkan perbedaan CEA berdasarkan differensiasi sel yang berbeda

pada KKR.

b. Didapatkan perbedaan CA 19-9 berdasarkan differensiasi sel yang

berbeda pada KKR.

1.4 Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui perbedaan kadar serum CEA berdasarkan differensiasi

sel yang berbeda pada KKR.

b. Untuk mengetahui perbedaan kadar serum CA19-9 berdasarkan

differensiasi sel yang berbeda pada KKR.

1.5 Manfaat Penelitian

a. Pemeriksaan kadar CEA dan CA 19-9 pada serum penderita kanker

kolorektal dapat memprediksi tingkat defferensiasi sel.

b. Untuk kedepan penelitian ini dapat dipakai melengkapi data dimana

CEA dan CA 19-9 sebagai alternatif pemeriksaan untuk menentukan

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kanker Kolorektal

Kanker kolon dan rektum adal

adalah bagian dari

diketahui, tetapi tampaknya asal kanker kolorektal multifaktorial termasuk faktor

lingkungan dan komponen genetik. Diet mungkin memiliki peran etiologi,

terutama diet dengan kadar lemak tinggi (Smith, 2008).

Kanker kolorektal timbul melalui interaksi yang kompleks antara faktor

genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik yang mendominasi pada kasus

sindrom herediter seperti Familial Adenomatous Polyposis (FAP) dari Heredetary Non Polyposis Colorectal Cancer (HNPCC). Kanker kolorektal yang sporadik muncul setelah melewati rentang masa yang lebih panjang sebagai akibat faktor

lingkungan yang menimbulkan perubahan genetik yang berkembang menjadi

kanker (Smith, 2008). Kedua jenis kanker kolorektal (Herediter VS Sporadik)

tidak muncul secara mendadak melainkan melalui proses yang dapat diidentifikasi

pada mukosa kolon (seperti: dysplasia adenoma). HNPCC dapat dibedakan dengan kanker kolorektal sporadik, biasanya muncul pada usia muda (± 40

tahun), risiko mendapat tumor sinkronous lebih tinggi (18% vs 6%), letak tumor sebelah kanan (60-80% vs 25%) dan lebih sering tumor musinosa (35% vs 20%) (Calvert et al., 2002).

Faktor risiko terjadi kanker kolorektal dapat kita jumpai pada:

1. Polip

Polip berpotensial untuk menjadi kanker kolorektal. Evolusi dari itu sendiri

merupakan sebuah proses yang bertahap, dimana proses dimulai dari

hiperplasia sel mukosa, adenoma formation, perkembangan dari displasia menuju transformasi maligna dan invasif kanker.

2. Idiopathic Inflammatory Bowel Disease/ Ulseratif Kolitis

Kolitis ulseratif merupakan merupakan faktor risiko yang jelas untuk kanker

(27)

Risiko perkembangan kanker pada pasien ini berbanding terbalik pada usia

terkena kolitis dan berbanding lurus dengan keterlibatan dan keaktifan dari

kolitis ulseratif.

3. Faktor Genetik /Riwayat Keluarga

Sekitar 15% dari seluruh kanker kolon muncul pada pasien dengan riwayat

kanker kolorektal pada keluarga terdekat. Seseorang dengan keluarga terdekat

mempunyai kanker kolorektal mempunyai kemungkinan untuk menderita

kanker kolorektal dua kali lebih tinggi.

4. Diet

Masyarakat yang diet tinggi lemak, tinggi kalori, daging dan diet rendah serat

berkemungkinan besar untuk menderita kanker kolorektal pada kebanyakan

penelitian (Bolin et al., 2008). meskipun terdapat juga penelitian yang tidak

menunjukan adanya hubungan antara serat dan kanker kolorektal (Casciato,

2011). Sejumlah penelitian nutrisi dan epidemiologi telah mengidentifikasi

diet tinggi serat sebagai faktor protektif terhadap kanker kolorektal, namun

hal ini juga masih kontroversi. 5. Gaya Hidup

Pria dan wanita yang merokok kurang dari 20 tahun mempunyai risiko tiga

kali untuk memiliki adenokarsinoma yang kecil, tapi tidak untuk yang besar . Sedangkan merokok lebih dari 20 tahun berhubungan dengan risiko dua

setengah kali untuk menderita adenoma yang berukuran besar (Casciato,

2011).

6. Usia

Usia merupakan faktor paling relevan yang mempengaruhi risiko kanker

kolorektal pada sebagian besar populasi. Risiko dari kanker kolorektal

meningkat bersamaan dengan usia, terutama pada pria dan wanita berusia 50

tahun atau lebih (Depkes, 2006) dan hanya 3% dari kanker kolorektal muncul

pada orang dengan usia dibawah 40 tahun (Casciato, 2011). Kebanyakan

kasus kanker kolorektal didiagnosis pada usia sekitar 50 tahun danumumnya

sudah memasuki stadium lanjut sehingga prognosis juga buruk. Keluhan yang paling sering dirasakan pasien kanker kolorektal diantaranya: perubahan pola

(28)

kolorektal umumnya berkembang lambat, keluhan dan tanda-tanda fisik

timbul sebagai bagian dari komplikasi seperti obstruksi, perdarahan invasi lokal, kaheksia. Obstruksi kolon biasanya terjadi di kolon transversum, kolon desendens dan

Tabel 2.1.1 Gejala Klinis yang Berhubungan dengan Kanker Kolorektal

kolon sigmoid karena ukuran lumennya lebih kecil daripada bagian kolon yang lebih proksimal.

Gejala Frekuensi

Nyeri perut 44%

Perubahan pola BAB 43%

Hematokezia atau melena 40%

Lemas atau malaise 20%

Anemia tanpa adanya gejala gastrointestinal 11%

Penurunan berat badan 6%

2.2 Penapisan (Screening) Kanker Kolorektal

Penapisan (screening) merupakan suatu deteksi dini dengan melakukan investigasi pada individu asimptomatik yang bertujuan untuk mendeteksi adanya penyakit pada stadium dini dapat dilakukan tindakan kuratif. Sehingga akan berakibat menurunnya mortalitas. Dengan deteksi dini/ penapisan juga akan

didapatkan lesi precursor kanker, jika diterapi akan menurunkan insidensi kanker kolorektal.

(29)

Tabel 2.2.2 Skrining KKR (Canan, 2008)

Gambar 2.2.1 Algoritma penapisan KKR (Canan, 2008)

(30)

2.3 CEA (Carsinoembrionic Antigen)

CEA pertama kali ditemukan oleh Gold dan Freedman pada tahun 1965

pada saat diidentifikasi adanya antigen yang dijumpai pada kolon janin dan

adenokarsinoma kolon tetapi tidak didapati pada kolon dewasa sehat (Goldstein et al, 2005). Oleh karena protein hanya dideteksi pada jaringan kanker dan embrio maka diberi nama CEA. Beberapa studi menunjukkan bahwa CEA juga terdapat

pada jaringan sehat namun kadar CEA pada tumor rata-rata 60 kali lipat lebih

tinggi dari jaringan tidak ganas dengan nilai ambang CEA normal < 5 ng/ml.

Antigen carsinoembrionic (CEA) terdeteksi dalam jumlah yang besar pada pasien dengan keganasan saluran cerna (termasuk pankreas), paru, payudara, dan

ovarium. Dengan demikian, antigen ini tidak spesifik untuk tumor, konsentrasinya

dalam serum juga tergantung pada berbagai faktor seperti peradangan dan apakah

pasien merokok (kadar lebih tinggi). Karena perbedaan antara keganasan dan

penyakit jinak tidak dapat dibuat hanya berdasarkan kadar CEA, prosedur ini

tidak dianjurkan untuk penapisan kanker kolorektal. Namun setiap peningkatan

kadar yang berlebihan seyogyanya menimbulkan kecurigaan dan mungkin perlu

ditindak lanjuti dengan evaluasi diagnostik yang mendalam.

The American Society Of Clinical Oncology (ASCO) menyatakan bahwa: 1. CEA seyogyanya tidak digunakan sebagai uji penapisan untuk kanker

kolorektal.

2. CEA dapat diperiksa preoperasi pada pasien dengan pasien KKR apabila hal

ini membantu menentukan stadium dan merencanakn pengobatan.

3. CEA dapat diperiksa setiap 2 sampai 3 bulan pascaoperasi apabila ada

indikasi reseksi metastasis hati.

4. CEA dapat diperiksa untuk memantau pengobatan metastasis.

Menurut laporan pertama oleh Thomson et al mengenai CEA pada serum ditemukan peningkatan kadar CEA pada 35 orang dari 36 penderita KKR

(Michael et al, 2001). Beberapa faktor yang mempengaruhi kadar CEA pada penderita KKR yaitu: stadium tumor, derajat tumor, fungsi hati, letak tumor,

(31)

dibandingkan spesimen KKR yang berdiferensiasi buruk (poorly differentiated). Sebagai contoh pada laporannya kadar rata-rata CEA pada tumor diferensiasi

baik, sedang dan buruk adalah 18,0 , 5,5 , 2,2 ug/l (Michael et al., 2001).

Gambar 2.3.1 Rekomendasi CEA sebagai tumor marker (Canan, 2008)

2.4 CA 19-9

Penanda tumor pankreas, diagnosis, penentuan stadium dan pemantauan

terapi kanker kolorektal. Tidak direkomendasikan sebagai uji saring, dengan nilai

rujukan : ≤ 37 U/mL. CA 19-9 merupakan carbohidrat antibody dengan rantai

sialyl lewis a (sLea).

(32)

Prosedur diagnosis pada pasien kanker kolorektal dapat dikenali dari tanda

dan gejala yang telah diuraikan sebelumnya. Kemajuan teknologi telah membuka

peluang untuk mendiagnosis kanker kolorektal lebih dini baik dengan

pemeriksaan invasif maupun non invasif. Penunjang diagnostik yang perlu segera dilakukan antaralain:

1. Pemeriksaan Rektum

Pada pemeriksaan ini dapat dipalpasi dinding lateral, posterior, dan

anterior, serta spina iskiadika, sakrum dan koksigeus dapat diraba dengan mudah. Metastasis intraperitoneal dapat teraba pada bagian anterior rektum dimana sesuai dengan posisi anatomis kantong douglas sebagai akibat infiltrasi sel neoplastik. Terabanya massa abdominal menunjukkan suatu penyakit yang sudah lanjut. Pada

Rectal examination (pemeriksaan colok dubur ) yang harus dinilai adalah:

a. Keadaan tumor: ekstensi lesi pada dinding rektum serta letak bagian terendah

terhadap cincin anorektal, serviks uteri, bagian atas kelenjar prostat atau

ujung os koksigeus.

b. Mobilitas tumor: hal ini sangat penting untuk mengetahui prospek terapi

pembedahan Lesi yang sangat dini biasanya masih dapat digerakkan pada

lapisan otot dinding rektum. Pada lesi yang sudah mengalam ulserasi lebih

dalam umumnya terjadi perlekatan dan fiksasi karena penetrasi atau

perlekatan ke struktur ekstrarektal seperti kelenjar prostat, buli-buli, dinding

posterior vagina atau dinding anterior uterus.

2. Kolonoskopi

Kolonoskopi dapat digunakan untuk menunjukan gambaran seluruh

mukosa kolon dan rektum. Sebuah standar kolonoskopi panjangnya dapat mencapai 160 cm. kolonoskopi merupakan cara yang paling akurat untuk dapat

menunjukkan polip dengan ukuran kurang dari 1 cm dan keakuratan dari

pemeriksaan kolonoskopi sebesar 94% (Depkes, 2006). Teknologi

kromoendoskopi dapat membantu membedakan jenis polip dan adenokarsinoma awal sehingga tindakan polipektomi dapat dilakukan pada saat pemeriksaan

kolonoskopi dilakukan tanpa perlu konfirmasi pemeriksaan histopatologi. Kanker

(33)

intralumen, atau sebagai striktur kolon karena pertumbuhan sirkumferential

intralumen. Keganasan dicirikan sebagai striktur kolon yang ulseratif, berindurasi,

asimetris, dan mempunyai tepi yang irregular. Penampakan secara kolonoskopi hanya merupakan gambaran sugestif, bukan suatu hal defenitif. Sehingga

pemeriksaan patologi anatomi dari biopsi kolon dan pemeriksaan analisis sitologi

dari sikatan mukosa kolon diperlukan.

3. Biopsi

Konfirmasi adanya malignansi dengan pemeriksaan biopsi sangat penting.

Jika terdapat sebuah obstruksi sehingga tidak memungkinkan dilakukannya biopsi

maka sikat sitologi akan sangat berguna. Pada penelitian mengenai gambaran

histologi kanker kolorektal dari tahun 1998-2001 di Amerika Serikat yang

melibatkan 522.630 kasus kanker kolorektal. Didapatkan gambaran histopatologi

dari kanker kolorektal sebesar 96% berupa adenokarsinoma, 2% karsinoma

lainnya (termasuk karsinoid tumor), 0,4% epidermoid karsinoma, dan 0,08% berupa sarkoma.

4. Tes Occult Blood

Tes ini akan mendeteksi 20 mg hb/gr feses. Tes imunofluoresensi dari

occult blood mengubah Hb menjadi porphirin berfluorosensi, yang akan mendeteksi 5-10 mg hb/gr feses. Single- stool sample pada FOBT (Fecal Occult Blood Test) hasilnya tidak memuaskan sebagai skrining KKR dan tidak

direkomendasikan (Levin, 2008).

5. Carcinoembrionic Antigen (CEA)

CEA adalah sebuah glikoprotein yang terdapat pada permukaan sel yang

masuk ke dalam peredaran darah, dan digunakan sebagai marker serologi untuk

memonitor status kanker kolorektal dan untuk mendeteksi rekurensi dini dan

metastasis ke hepar. CEA tidak spesifik untuk screening kanker kolorektal. Nilai CEA serum baru dapat dikatakan bermakna pada monitoring berkelanjutan dan

berguna sebagai pertanda prognosis setelah pembedahan dan sebagai pembanding

(34)

merupakan suatu indikator prognostik yang buruk. tingginya kadar CEA dalam

serum menunjukkan bahwa kanker lebih ekstensif dan kemungkinan terjadi

kekambuhan post-operatif. Setelah dilakukan reseksi kanker secara lengkap, kadar CEA serum akan turun menjadi normal, kegagalan serum CEA menjadi

normal post-operatif menunjukkan reseksi yang dilakukan tidak lengkap dan

masih tersisa (Michael, 2001). Nilai normal: < 5,0 ng/ml .

6. CA 19-9

Kegunaan pemeriksaan CA 19-9 adalah sebagai penanda tumor (tumor marker). Selain itu digunakan untuk diagnosis kanker pankreas, membantu membedakan kanker pankreas dan saluran empedu, serta kondisi non kanker

seperti pankreatitis, memonitor respon terhadap terapi, memonitor prognosis

kanker pankreas, pemeriksaan pendukung seperti: CEA, bilirubin, fungsi liver

(Michael, 2001).

7. Imaging Tehnik

MRI, CT scan, transrectal ultrasound merupakan bagian dari tehnik pencitraan yang digunakan untuk evaluasi, stadium dan tindak lanjut pasien

dengan kanker kolon, tetapi bukan merupakan screening tes (Schwartz, 2005).

8. Endoscopy UltraSound (EUS)

EUS secara signifikan menguatkan penilaian preoperatif dari kedalaman

invasi tumor, terlebih untuk tumor rektal. Keakurasian dari EUS sebesar 95%,

70% untuk CT dan 60% untuk digital rectal examination (Casciato, 2011).

Studi yang dilakukan Lim Y et al menyimpulkan pasien asimptomatik dengan kadar CEA yang meningkat perlu diinvestigasi dengan melakukan

(35)

Gambar 2.4.1 Alogritma Evaluasi pada Pasien Asimptomatik dengan CEA yang Meningkat (Lim Y et al., 2009).

2.5 Staging

Staging tumor tidak dapat diketahui sampai setelah operasi, yaitu dengan

analisis spesimen yang diambil ketika operasi oleh ahli patologi (Carolyn et al.,

2004).

Karakteristik yang diperhitungkan dalam system staging adalah: 1. Derajat penetrasi tumor melalui dinding rektum

2. Ada atau tidaknya keterlibatan Kelenjar Getah bening (KGB)

3. Ada atau tidaknya metastasis jauh.

2.6 Klasifikasi Karsinoma Rekti menurut DUKES

Dukes A : Tumor tidak menembus propia muskularis

Dukes B : Tumor menembus propia muskularis, mengenai jaringan ekstra tetapi belum ada metastase ke KGB regional

Dukes C : Didapati deposit sekunder pada KGB regional. Ini dibagi lagi menjadi: Duke C1 : Hanya KGB pararektal lokal terlibat

Duke C2 : KGB yang menyertai suplai pembuluh

darah terlibat

(36)

Tabel 2.6.1 Klasifikasi dan definisi TNM (Greene, 2003)

Tabel 2.6.2 Sistem TNM Staging untuk Klasifikasi Dukes (Canan, 2008).

Rectal Cancer Stage TNM Staging Duke Staging 5-year Survival

Stage I T 1-2 N0M0 A >90%

Stage II A

B

T3N0M0 T4N0M0

B >60% - 85%

>60% - 85%

Stage III A

B

C

T1-2N1M0 T3-4N1M0 T1-4N2M0

C >53% - 60%

>35% - 42% >25% - 27%

Stage IV T1-4N0-2M1

D

(37)

Gambar 2.6.1 Rata-rata kumulatif kelangsungan hidup pada KKR (Stewart, 2003)

2.7 Histopathologic Grading

Grading

Histopathologic grade ditentukan juga oleh seorang ahli patologi dan berupa ukuran differensiasi sel-sel tumor. Sel normal berdifferensiasi dengan baik,

sedangkan sel-sel kanker selalu kurang baik differensiasinya, semakin kurang

differensiasi suatu sel, semakin cepat pertumbuhan sel tersebut dan lebih

cenderung terjadinya metastasis.

merupakan penilaian terhadap seberapa besar perkembangan

(diferensiasi) dari tumor atau neoplasma, jumlah mitosis di dalam tumor, serta

derajat perbedaan antara sel kanker dan sel normal. Grading (disimbolkan G).

Gx : Grade tidak bisa dinilai

G1 : Well differentiated: Kelenjar atipik, disorganisasi dengan epitel disorganisasi, inti pleomorfik, hiperkromatik, kromatin kasar,

sitoplasma eosinofilik.

G2 : Moderately well differentiated: Kelenjar proliferatif, disorganisasi dengan epitel disolarisasi, inti pleomorfik, hiperkromatik, membran inti

(38)

G3 : Poorly differentiated: Sel epitel yang displastik, inti membesar plemorfik, kromatin kasar, sitoplasma eosinofilik, tampak sel sebagian

masih membentuk struktur kelenjar.

G4 : Undifferentiated: Tidak beraturan lagi, sel seluruhnya sudah membentuk struktur kelenjar.

W e ll d iffe re n tia te d a d e n o ca rcin o m a

Po o rly d iffe re n tia te d a d e n o ca rcin o m a U n d iffe re n tia te d a d e n o ca rcin o m a

M o d d e r a te ly d iffe r e n tia te d a d e n o c a r c in o m a

(39)

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

3.2. Definisi Operasional 3.2.1 Kanker Kolorektal

Kanker kolorektal merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan

hematokezia, nyeri perut, perubahan defekasi, berat badan menurun, anemia mikrositik dan perlu segera dilakukan pemeriksaan endoskopi dan radiologi.

3.2.2 Kolonoskopi

Kolonoskopi merupakan cara pemeriksaan mukosa kolon yang sangat

akurat dan dapat sekaligus melakukan biopsi pada lesi yang mencurigakan.

Kolonoskopi adala

melewati

Rasa tidak nyaman yang timbul sangat bergantung pada operator untuk itu

sedikit obat penenang intravena akan sangat membantu meskipun ada resiko

perforasi dan perdarahan, tetapi kejadian seperti ini < 0,5%. Kolonoskopi

merupakan prosedur terbaik pada pasien yang diperkirakan dengan sensitifitas

(95%) dan spesitifitas (99%).

KANKER KOLOREKTAL

Differensiasi Sel pada Penderita KKR

- Well - Moderate - Poorly

(40)

3.2.3 Biopsi

Konfirmasi adanya malignansi dengan pemeriksaan biopsi sangat penting.

Biopsi dijadikan sebagai evaluasi histopatologi, dimana didapatkan kanker

kolorektal sebesar 96% berupa adenokarsinoma, 2% karsinoma lainnya (termasuk

karsinoid tumor), 0,4% epidermoid karsinoma, dan 0,08% berupa sarkoma.

3.2.4 CEA

CEA tergolong glikoprotein yang dapat melarut dalam asam perklorid.

Pertama kali didapat dari ekstrak karsinoma kolon. Kadar CEA terutama didapat

meninggi dalam darah penderita penyakit ganas dari traktus digestivus dan paling

tinggi kadarnya pada karsinoma kolon. CEA ternyata tidak spesifik untuk

neoplasma entodermal seperti semula diduga. Test CEA dapat memberi hasil

positif pada keganasan lain: paru, mamae, traktus urogenitas dan lain-lain. Juga

dapat memberikan hasil positif (palsu) pada penyakit tertentu tanpa keganasan

(nonmalignant) terutama pada anak-anak seperti kegagalan ginjal menahun dan

juga pada sirosis hepatis karena alkohol, pankreatitis, peradangan usus dan

sebagainya. Kegunaan pemeriksaan CEA adalah terutama sebagai alat monitor

terhadap efek pengobatan. Hal ini berdasarkan kemungkinan bahwa kadar CEA

yang meninggi dapat menjadi normal misalnya setelah berhasilnya operasi

karsinoma kolon.

3.2.5 CA 19-9

Cancer antigen 19-9 (CA 19-9) merupakan antibodi monoclonal yang

digunakan untuk melawan kanker kolon. Peningkatan kadar CA 19-9 ditemukan

pada 21-42% penderita kanker lambung, 20-40% penderita kanker kolon,dan

(41)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian analitik komparatif dengan metode desain potong

lintang.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan mulai bulan Juli 2012 s/d 31 Mei 2013 di Ruang

Rawat Inap, Poli Penyakit Dalam dan Bedah Digestif RS H. Adam Malik serta di

RS Pirngadi Medan dengan persetujuan Komisi Etik Penelitian FK-USU.

4.3. Populasi dan Sampel Terjangkau

Populasi target penelitian adalah tersangka penderita KKR dan didiagnosis

dari kolonoskopi serta hasil biopsi.

Sampel penelitian adalah Kanker Kolorektal yang sesuai dengan inklusi

dan tidak termasuk eksklusi serta secara tertulis menandatangani informed consent

Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan consecutive sampling yaitu penderita KKR dan telah terbukti secara histopatologi yang dirawat inap/jalan di

Rumah Sakit H Adam Malik dan Rumah Sakit Pirngadi Medan.

4.4. Besar Sampel

Perkiraan besar sampel dengan memakai rumus:

(

)

(42)

Pa : Perkiraan proporsi KKR yang diteliti sebesar 0,081

Qa : 1-Pa = 0,919

Dengan memasukkan nilai-nilai di atas pada rumus di atas, diperoleh: n ≥26,8. Dengan demikian, besar sampel minimal adalah 27 orang.

4.5. Kriteria Inklusi

Penderita yang terdiagnosis kanker kolorektal baik wanita maupun

pria yang berusia ≥ 18 tahun.

4.6. Kriteria Eksklusi

Penderita kanker kolorektal disertai kanker kaput pankreas,

pankreatitis, tumor paru, tumor ovarium dan hati, serta tidak bersedia/ menolak

turut dalam penelitian.

4.7. Bahan dan Prosedur Penelitian

- Seluruh subjek penelitian dimintakan persetujuan untuk mengikuti penelitian.

- Terhadap semua subjek penelitian yang termasuk dalam penelitian dilakukan:

a. Dicatat nama, umur, jenis kelamin, berat badan, dan tinggi badan.

b. Anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk mendapatkan ada tidaknya KKR

c. Pemeriksaan laboratorium yaitu CEA, CA 19-9

d. Pemeriksaan kolonoskopi,

e. Pemeriksaan foto Thorax dan USG Abdomen untuk menyingkirkan

diagnosis yang lainnya.

f. Pemeriksaan biopsi untuk menentukan derajat histologi (differensiasi sel).

4.7.1 Pemeriksaan Kolonoskopi

Sebelum dilakukan kolonoskopi terlebih dahulu dilakukan persiapan

kepada pasien yaitu dua hari sebelum kolonoskopi. Pasien diberikan makanan

bubur kecap dan malam harinya sebelum tindakan diberikan obat pencahar

(seperti bisacodyl, soda phospo, picosulfate natrium atau natrium fosfat atau

magnesium sitrat). pasien dianjurkan minum air putih yang banyak sampai

(43)

daerah yang dicurigai ada massa/tumor di 5 tempat. Hasil pengambilan biopsi

tersebut dikirim ke Patologi Anatomi menggunakan wadah/pot yang telah

disediakan untuk melihat differensial sel secara mikroskopik.

4.7.2 Pemeriksaan CEA

Sampel darah diambil sebanyak 2,5 cc dari vena dimasukkan kedalam

tabung, kemudian dibiarkan sampai mengumpal lalu dilakukan sentrifuge selama 5 menit. Sampel dalam tabung tersebut dimasukkan ke dalam mesin pengukur

Cobas 6000. Hasil pengukuran dinyatakan dengan satuan ng/ml.

4.7.3 Pemeriksaan CA 19-9

Sampel darah diambil sebanyak 2,5 cc dari vena dimasukkan kedalam

tabung, kemudian dibiarkan sampai mengumpal lalu dilakukan sentrifuge selama 5 menit. Sampel dalam tabung tersebut dimasukkan ke dalam mesin pengukur

Cobas 6000. Hasil pengukuran dinyatakan dengan satuan U/ml.

4.8. Analisis data

- Untuk melihat gambaran karakteristik, kadar CEA dan CA 19-9 serta

differensiasi sel pada KKR disajikan dalam bentuk tabulasi dan

dideskripsikan.

- Analisis untuk melihat perbedaan kadar CEA dan CA 19-9

berdasarkan differensiasi sel pada KKR, digunakan uji ANOVA.

- Dilakukan uji Chi-Square untuk melihat hubungan kadar CEA dan CA 19-9 berdasarkan differensiasi sel pada KKR.

- Analisis statistik dilakukan dengan software SPSS versi 15.0

- Untuk semua uji statistik p < 0,05 dianggap bermakna dalam statistik.

4.9. Ethical Clearence dan Informed Consent

Ethical clearence (izin untuk melakukan penelitian) diperoleh dari Komite Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

yang ditanda tangani oleh Prof. Dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD, Sp.JP (K) pada

(44)

Informed consent diminta secara tertulis dari subjek penelitian yang bersedia untuk ikut dalam penelitian setelah mendapatkan penjelasan mengenai

maksud dan tujuan penelitian ini.

4.10. Kerangka Operasional

Gambar 4.1. Kerangka Operasional Pasien

KKR Laboratorium

CEA CA 19-9

KKR

Kolonoskopi Histopatologi

Well CEA CA 19-9

Moderate CEA CA 19-9

(45)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Karakteristik Subjek Penelitian

Telah dilakukan penelitian dengan cara potong lintang di ruang rawat

Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik Medan dan R.S. Pirngadi Medan pada

bulan Juli 2012 – Mei 2013. Secara keseluruhan, terdapat 40 orang pasien Kanker

Kolorektal yang diikutsertakan dalam penelitian ini. Karakteristik klinis, Kanker

Kolorektal berdasarkan lokasi, pemeriksaan CEA, CA 19-9, dan derajat

differensiasi sel dapat dilihat pada table 5.1. 1

Tabel 5.1.1 Data Karakteristik Dasar Subjek pada KKR

Variabel KKR Pasien (n) 40

Jenis Kelamin (P/W) n (%) 22/18 (55/45)

Umur (tahun) 54,67 (SD±11,63)

Kolonoskopi (Karsinoma berdasarkan lokasi) n(%)

-Rektum 30 (75,0%)

-Sigmoid 4 (10%)

-Descenden 3 (7,5%)

-Ascenden 2 (5%)

-Sekum 1 (2,5%)

CEA (ng/ml) 0,6 – 453,0

CA 19-9 (U/ml) 4,2 – 402,9

Derajat Histopatologi (diferensiasi sel)

-Well 28

-Moderate 6

(46)

5.2. Hasil Penelitian

Selama periode penelitian diperoleh dua puluh dua (55%) subjek berjenis kelamin pria dan delapan belas (45%) merupakan wanita. Hasil kolonoskopi yang

dinyatakan KKR berdasarkan lokasi didapatkan Karsinoma Rektum sejumlah 30

orang (75%), Karsinoma Sigmoid sejumlah 4 orang (10%), Karsinoma Kolon

Descenden sejumlah 3 orang (7,5%), Karsinoma Kolon Ascenden sejumlah 2

orang (5%) dan Karsinoma Sekum sejumlah 1 orang (2,5%). Dari hasil

differensiasi sel yang didominasi derajat Well sejumlah 28 sampel (70%), sedangkan differensiasi Moderate sejumlah 6 sampel (15%), dan differensiasi Poorly sejumlah 6 sampel (15%) (Tabel 5.2.1). Usia rata-rata pada KKR yang differensiasi Well (±SD) 50,18±14,96; usia rerata differensiasi Moderate (±SD) 54,67±11,63; usia rerata differensiasi Poorly (±SD) 49,67±11,97 (Tabel 5.2.2).

Tabel 5.2.1 Hasil Kolonoskopi yang Dinyatakan KKR Berdasarkan Lokasi

(47)

Gambar 5.2.1 Rerata Usia Berdasarkan Derajat Histopatologi (Diferensiasi

Tabel 5.2.2 Rerata Usia Berdasarkan Derajat Histopatologi (Differensiasi Sel)

Uji Anova (One-way Anova) untuk membandingkan kadar CEA dan CA 19-9 berdasarkan differensiasi sel. Dari uji ini didapatkan kadar CEA berdasarkan

differensiasi sel pada KKR tidak significancy 0,314 (p >0,05) yang berarti tidak ada perbedaan kadar CEA pada KKR berdasarkan differensiasi sel (Tabel 5.2.3).

Begitu juga pada kadar CA 19-9 tidak significancy 0,787 (p > 0,05) yang berarti tidak ada perbedaan kadar CA 19-9 pada KKR berdasarkan differensiasi sel

(48)

Tabel 5.2.3 Perbandingan antara Kadar CEA dengan Differensiasi Sel CEA

Differensiasi n X±SD p Well 28 64,229±92,764

Moderate 6 38,040±72,683 0,314 Poorly 6 8,433±5,418

Tabel 5.2.4 Perbandingan antara Kadar CA 19-9 dengan Differensiasi Sel CA 19-9

Differensiasi n X±SD p Well 28 38,386±74,210

Moderate 6 23,733±12,946 0,782 Poorly 6 22,550±8,207

Dilakukan uji Chi-square untuk mengetahui hubungan antara kadar CEA dengan diferensiasi sel. Dari uji ini kemudian dilanjutkan dengan uji Kolmogorov-Smirnov didapatkan nilai tidak significancy yaitu 0,475 (p > 0,05) yang berarti tidak ada hubungan antara kadar CEA dengan differensiasi sel (Tabel 5.2.4).

Kemudian dilakukan uji Chi-Square dan dilanjutkan dengan uji Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui hubungan antara kadar CA 19-9 dengan differensiasi sel. Dari uji ini didapatkan nilai tidak significancy yaitu 0,247 (p > 0,05) yang berarti tidak ada hubungan kadar CA 19-9 dengan differensiasi sel (Tabel 5.2.5).

Untuk mengetahui korelasi kadar CEA berdasarkan derajat differensiasi sel

menggunakan uji Korelasi Spearman didapatkan hubungan yang negatif (Gambar

5.2.2). demikian juga didapatkan hubungan yang negatif antara kadar CA 19-9

(49)

Tabel 5.2.4 Hubungan antara Kadar CEA dengan Differensiasi Sel CEA

a) Normal Abnormal Jumlah p

Differensiasi Sel n % n % n %

Well 8 28,6 20 71,4 28 100

Moderate 2 33,3 4 66,7 6 100 0,475

Poorly 3 50,0 3 50,0 6 100

Keterangan : a) Kolmogorov-Smirnov Two Sample

Defferensiasi Sel

3 2.5

2 1.5

1

CE

A

500.0

400.0

300.0

200.0

100.0

0.0

R Sq Linear = 0.061

Gambar 5.2.2 Korelasi antara Kadar CEA dengan derajat Differensiasi Sel

Tabel 5.2.5 Hubungan antara Kadar CA 19-9 dengan Differensiasi Sel CA 19-9

a) Normal Abnormal Jumlah p Differensiasi sel n % n % n %

Well 19 67,9 9 32,1 28 100

Moderate 6 100 0 0 6 100 0,247

Poorly 6 100 0 0 6 100

(50)

Defferensiasi Sel

3 2.5

2 1.5

1

CA

1

9

-9

500.0

400.0

300.0

200.0

100.0

0.0

Gambar 5.2.3 Korelasi antara Kadar CA 19-9 dengan Differensiasi Sel

5.3. Pembahasan

Carcinoembryonic antigen (CEA) dan Cancer antigen 19-9 (CA 19-9) adalah penanda tumor paling umum untuk KKR dan keduanya memiliki nilai

prognostik (Wang, 2002). Penanda tumor dan penilaian prognostik CEA dan CA

19-9 pada berbagai stadium tumor berdasarkan Colorectal Working Group of The American Joint Committee on Cancer (AJCC). Dimana dikatakan level CEA meningkat bila > 5 ng/ml dan level CA 19-9 meningkat bila > 37 U/ml (Compton, 2000).

Beberapa studi telah menunjukkan bahwa KKR dengan derajat

histopatologi berdiferensiasi baik (well-differentiated colorectal cancer) menghasilkan CEA lebih tinggi dibandingkan dengan differensiasi buruk (poorly differentiated). Kadar CEA cenderung untuk meningkat pada penderita dengan tumor berdifferensiasi baik dibandingkan dengan tumor berdifferensiasi buruk

(Michael JD, 2001). Pada penelitian ini setelah diuji secara statistik tidak sesuai

(51)

relatif sedikit dibandingkan dengan penelitian sebelumnya, dimana pada

penelitian oleh Michael et al. jumlah sampel sangat besar. Selain itu pada penelitian ini ada beberapa sampel yang histopatologinya well differentiated

dengan kadar CEA < 5 ng/ml. Sedangkan penelitian mengenai derajat

histopatologi berdifferensiasi baik (well-differentiated colorectal cancer) menghasilkan CA 19-9 lebih tinggi dibandingkan dengan diferensiasi buruk

(poorly differentiated) sampai saat ini belum ada peneliti yang membuktikan. Pada penelitian ini setelah diuji secara statistik tidak terbukti bahwa histopatologi

berdifferensiasi baik (well-differentiated colorectal cancer) menghasilkan CA 19-9 lebih tinggi dibandingkan dengan differensiasi buruk (poorly differentiated).

Penelitian yang dilakukan oleh Chien et al, menilai hubungan antara CEA dan CA 19-9 dengan derajat diferensiasi sel (histopatologi), hasilnya setelah diuji

statistik tidak jumpai hubungan secara significancy. Hal ini sama hasilnya yang didapatkan pada penelitian ini.

Berdasarkan lokasi, pada penelitian ini didapatkan lokasi terbanyak

ditemukan pada rektum (75%) dibandingkan lokasi yang lain dan paling sedikit

ditemukan pada daerah sekum (2,5%). Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian

oleh Effendi dkk, sebelumnya yang menyebutkan bahwa lokasi terbanyak

ditemukannya keganasan kolorektal adalah pada bagian rektum (74,6%).

Penelitian lain yang dilakukan oleh Aru W. Sudoyo, dkk juga didapatkan lokasi

terbanyak ditemukannya keganasan kolorektal adalah pada bagian rektum

(72,7%). Berdasarkan derajat diferensiasi histopatologi adenokarsinoma

kolorektal, yang paling banyak ditemukan dengan derajat diferensiasi baik (70%),

sedangkan derajat diferensiasi sedang dan buruk masing-masing 15%. Hal

tersebut sesuai dengan penelitian Aru W. Sudoyo, dkk dimana sebagian besar

sampel keganasan kolorektal ditemukan pada derajat diferensiasi baik. Namun,

hasil ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan Stewart SL, dkk yang

dilakukan di Amerika Serikat pada tahun 1998-2001 dimana sampel

adenokarsinoma lebih sering ditemukan pada derajat diferensiasi sedang.

Penelitian ini masih belum dapat digunakan sebagai alat ukur prognostik

(52)

populasi penelitian yang kecil, hanya dilakukan pada 2 rumah sakit pusat,

sehingga tidak dijumpai perbedaan kadar CEA dan CA 19-9 berdasarkan

differensiasi sel (histopatologi) secara significanct. Kedua, penelitian ini tidak menilai staging tumor sehingga saat ini tidak dapat sebagai indikator prognostik KKR. Oleh karena itu diperlukan penelitian lebih lanjut dengan sampel yang lebih

(53)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Kadar CEA dan CA 19-9 pada Kanker Kolorektal berdasarkan

differensiasi sel (derajat histopatopatologi) tidak dijumpai perbedaan

bermakna secara statistik.

2. Hubungan antara Kadar CEA dan CA 19-9 dengan derajat histopatologi

(differensiasi sel) tidak significant bermakna secara statistik.

6.2. Saran

Perlunya penelitian lebih lanjut dengan sampel lebih besar, multicenter

(54)

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Abdullah, M., 2010. “Tumor kolorektal: Distribusi kanker kolorektal menurut lokasi di kolon”, Jakarta: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.

Aru, W., Sudoyo, Bethy Hernowo, Ening Krisnuhoni, Ary, H., Reksodiputro,

Daldiyono Hardjodisastro, Evlina S. Sinuraya, 2010.” Colorectal Cancer

Among Young Native Indonesians: A Clinicopathological And Molecular Assessment on Microsatellite Instability. Med J Indonesia 19(4):245-251

Bolin, T.D., 2008. “ Does subclinical malabsorption If Carbohydrates prevent

colorectal cancer? A hipothesis”, Canadian Journal Gastroenterology

22(7), pp. 627-630.

Calvert, Fruncht, H., 2002. “ The Genetic Of Colorectal Cancer”, Ann Internal Medicine 137(7), pp. 603-12.

Canan, A., 2008. “ Manual of Gastroenterology: Diagnosis and Therapy”, USA: Lippincott Williams & Wilkins.

Carolyn, C., Compton, M.D., et al., 2004. ” The Staging of Colorectal Cancer:

2004 and Beyond”, CA Cancer J Clin 54, pp. 295-308.

Carlos, A., Angel, et al., 1992.” Carcinoembryonic Antigen And Carbohydrate 19

Antigen as Markers for Colorectal Carcinoma”, 2004. Cancer 69, pp. 1487-1491.

Casciato, D.A., 2011. “ Lippincott, W. Manual of clinical oncology 5 th ed”, USA: pocket book.

Chien-Chih Chen, M.D., Shung-Haur Yang, M.D., et al., 2005. “Is it reasonable to

add preoperative serum level of CEA and CA 19-9 to staging for

colorectal cancer?”, Journal of Surgical Research 124, pp. 169-174. Compton, C, Fenoglio-Preiser, C.M., et al., 2000. ” American Joint Committee On

Cancer Prognostic Factors Consensus Conference: Colorectal Working

Group”, Cancer 88, pp.1739-57.

Depkes, “ Gaya hidup penyebab Kanker Kolorektal”, (http://

Gambar

Tabel 2.1.1 Gejala Klinis yang Berhubungan dengan Kanker Kolorektal
Tabel 2.2.2 Skrining KKR (Canan, 2008)
Gambar 2.3.2 Rekomendasi CA 19-9 sebagai marker monitoring KKR
Gambar 2.4.1 Alogritma  Evaluasi pada Pasien Asimptomatik dengan  CEA yang Meningkat (Lim Y et al., 2009)
+7

Referensi

Dokumen terkait